prop skrips
TRANSCRIPT
1
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama
guru, pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk
mencerdaskan siswa. Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar
mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain yaitu siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya,
sarana, dan prasarana serta faktor lingkungan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan
disekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar – mengajar. Belajar – mengajar
di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana.
Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran.
Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan
maksimal dan meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu
memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik
sebagai penggarap ilmu pengetahuan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui
proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya
pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang harus dibina dan
dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-mengajar, perlu
pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasi pengetahuan agar dapat
belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si pelajar agar mampu
memahami konsep-konsep dan dapat menerangkan konsep yang dipahami. Seringnya
rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan komunikasi dengan guru akan
2
terciptnya situasi kelas yang tidak aktif dan berdampak pada rendahnya prestasi
belajar siswa. Maka dari itu perlu adanya usaha untuk menimbulkan keaktifan dengan
mengadakan komunikasi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya.
Pembelajaran fisika dengan pendekatan problem solving, relasi yang
dihidupkan bukanlah monolog. Siswa diberikan kesempatan yang sebesar-besarnya
untuk memecahkan masalah sendiri. Guru hanya berperan sebagai pemandu atau
fasilitator. Pendapat ini memperlihatkan pembelajaran fisika dengan problem solving
dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan dapat meningkatkan keaktifan siswa itu
sendiri.
Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh (Nurhayati Abbas, 931:2004) dalam
jurnalnya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Dalam
Pembelajaran Matematika di SMU” menyimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik
yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran problem solving adalah
lebih baik dari pada hasil belajar peserta yang diajarkan dengan menggunakan
pembelajaran konvensional.
Dari uraian diatas, jelas bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan
problem solving akan bermanfaat, karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif dari siswa itu sendiri. Hal ini berarti bahwa fisika harus diajarkan pada siswa
secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah, sehingga siswa
dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal. Kemampuan siswa dalam
menggunakan metode ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-
masalah dalam kehidupan nyata.
Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa guru Fisika di SMA Neg. II
Kutablang diperoleh informasi bahwa dalam proses pembelajaran IPA khususnya
3
Fisika ditemukan kelemahan-kelemahan, antara lain: 1) Siswa kurang memperhatikan
penjelasan guru pada setiap pembelajaran, 2) siswa tidak m empunyai kemauan dalam
mengikuti pelajaran Fisika, dan 3)Konsentrasi siswa kurang terfokus pada
pembelajaran Fisika. Kelemahan-kelemahan tersebut kemungkinan besar disebabkan
oleh penggunaan metode yang tidak tepat didalam pembelajaran. Akibatnya
kemampuan siswa dalam bidang Fisika sangat rendah dan tidak berkembang. Oleh
karenanya, dibutuhkan suatu model pembelajaran inovatif yang bisa mengembangkan
ketrampilan berfikir kreatif siswa dalam bidang fisik. Salah satu model pembelajaran
yang inovatif tersebut adalah model pembelajaran pemecahan masalah.
Pemecahan masalah (Problem Solving) adalah upaya individu atau kelompok
untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya
dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah (klurik & Rudnick, 1999).
Jadi aktifitas pemecahan masalah diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila
sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Pembelajaran
pemecahan masalah menjadi sangat penting, karena dalam belajar peserta didik cepat
lupa jika hanya dijelaskan secara lisan, mereka ingat jika diberikan contoh, dan
memahami jika diberikan kesepatan mencoba memecahkan masalah (Steinbach.
2002) Gagasan pembelajaran untuk pemahaman dan pemecahan masalah tersebut
sangat ditentukan oleh lingkungan belajar tempat para siswa untuk melakukan
interaksi akademik dalam membangun pengetahuan.
Berdasarkan Uraian di atas, maka penulis ingin mengadakan sebuah
penelitian dengan judul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PEMECAHAN
MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN BERFIKIR KREATIF
4
PADA POKOK BAHASAN PESAWAT SEDERHANA KELAS VIII SMP
NEGERI I KUTABLANG”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model pembelajaran pemecahan
masalah pada konsep pesawat sederhana dapat meningkatkan ketrampilan berfikir
kreatif kelas VIII SMP Negeri 1 kutablang ?
3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran pemecahan masalah pada
konsep pesawat sederhana dapat meningkatkan ketrampilan berfikir kreatif kelas VIII
SMP Negeri 1 Kutablang.
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk kepentingan teoritis dan
kepentingan praktis.
1. Untuk kepentingan teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengefektifkan dan melengkapi teori-teori
pembelajaran dalam mengajar bidang study fisika serta menggiatkan pendekatan
pemecahan masalah salah satu strategi pembelajaran di sekolah.
2. Untuk kepentingan praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik dalam memperbaiki kegiatan
pembelajaran fisika dan menerapkan kedalam disiplin ilmu yang lain kehidupan
sehari-hari.
5
5. Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran
pemecahan masalah pada konsep pesawat sederhana dapat meningkatkan ketrampilan
berfikir kreatif di kelas VIII SMP Negeri 1 Kutablang.
6. Definisi Operasional
Untuk memudahkan memahami makna dari kata-kata operasional yang akan
dilakukan dalam penelitian ini, maka peneliti mencoba mendefinisikan beberapa
bagian dari kata operasional yang dipakai:
Penerapan : Suatu proses yang diterapkan
Model Pembelajaran : Bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara khas oleh guru di dalam kelas dalam
menyajikan materi ajar.
Pemecahan masalah : Merupakan sebuah pembelajaran yang berupaya membahas
permasalahan untuk mencari pemecahan atau jawabannya.
Berfikir kreatif : Merupakan ketrampilan kognitif untuk memunculkan dan
mengembangkan gagasan baru, ide baru, sebagai
pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan
ketrampilan untuk memecahkan masalah secara divergen
(dari berbagai sudut pandang). (http.//jolio.blog.com/post
/1969986)
6
BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Pada dasarnya manusia ingin tahu lebih banyak tentang IPA atau Sains, antara
lain sifat sains, model sains, dan filsafat sains. Pada saat setiap orang mengakui
pentingnya sains dipelajari dan dipahami, tidak semua masyarakat mendukung. Pada
umumnya siswa merasa bahwa sains sulit, dan untuk mempelajari sains harus
mempunyai kemampuan memadai seperti bila akan menjadi seorang ilmuan. Ada tiga
alasan perlunya memahami sains antara lain, pertama bahwa kita membutuhkan lebih
banya ilmuan yang baik, kedua untuk mendapatkan penghasilan, karena tiap
kurikulum menuntut untuk mempelajari sains. Mendefinisikan sains secara sederhana,
singkat dan yang dapat diterima secara universal sangat sulit dibandingkan dengan
mendevinisikan ilmu-ilmu lain.
Beberapa ilmuan memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan dan
pemahamannya. Crain (1999:3) mendefinisikan science sebagai The activity of ques
tionning and exsploring the universe and finding and expressing it’s hidden order,
yaitu “suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan
penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam”. Sains mengandung makna
pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban pemahaman jawaban, penyempurnaan
jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara
sistematis (Depdiknas, 2002 a:1)
Belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep,
prinsip, hokum dalam wujud “Pengetahuan deklaratif” akan tetapi belajar sains juga
belajar cara memperoleh informasi sains, cara dan teknologi bekerja dalam bentuk
7
pengetahuan, prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah
dan sikap ilmiah.
Berdasarkan pada definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa sains selain sebagai produk juga sebagai proses tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pernyataan diatas selaras dengan pendapat Carin yang
menyatakan bahwa sains sebagi produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip,
hokum-hukum dan teori sains. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris didalam
sains dan konsep, prinsip, hokum-hukum, teori merupakan kegiatan-kegiatan anaisis
di dalam sains. Sebagai proses sains dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus
dilakukan dan di teliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau m etode ilmiah, melalui
ketrampilan menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
menggunakan ketrampilan sepecial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga,
mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data,
mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap sains dipandang sebagai
sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi
skepsi, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu
hal yang positif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakekat sains terdiri atas tiga
komponen, yaitu produk, proses dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas
kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau
proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam. Mata
pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan
kemampuan berfikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam
dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dengan
8
menggunakan matematika serta dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap percaya diri. Melalui pelajaran fisika diharapkan para siswa memperoleh
pengalaman dalam membentuk kemampuan untuk bernalar deduktif kuantitatif
matematis berdsar pada analisis kualitatif dengan menggunakan berbagai konsep dan
prinsip fisika (Depdiknas, 2002 a 6).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan dalam pembelajaran fisika untuk meneliti
masalah-masalah harus melalui kerja ilmiah, yang disebut metode ilmiah yaitu:
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan
eksperimen, menganalisa data pengamatan, serta menarik kesimpulan.
Ilmu Pengetahuan Alam (sains) merupakan hasil kegiatan manusia berupa
pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang
diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Haal ini berarti bahwa
fisika harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah,
maupun produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil
yang optimal. Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah perlu
dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan
sikap. Proses IPA adalah langkah yang dilakukan untuk memperoleh produk IPA.
Proses IPA ada dua macam yaitu proses empirik dan proses analitik. Proses empiric
suatu proses IPA yang melibatkan panca indera. Yang termasuk proses empirik adalah
observasi, pengukuran, dan klasifikasi. Sumber; (Depdiknas, 1002a:5)
2.2 Ketrampilan Berfikir Kreatif
Ketrampilan berfikir adalah ketrampilan kognitif untuk memunculkan dan
mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah
9
lahir sebelumnya dan ketrampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari
berbagai sudut pandang). dalam penelitianini ketrampilan berfikir kreatif yang diukur
mencakup empat aspek (William dalam Munandar, 1987:88-91) yaitu: (1 Fiuency
(berfikir lancer), (2) Fleksibility (berfikir luwes), (3) Originality (Orisinalitas
berfikir), (4) elaboration (Penguraian).
Untuk untuk mengukur ketrampilan berfikir kreatif ini digunakan tes uraian
untuk memperoleh data ketrampilan berfikir kreatif sebelum dan sesudah
pembelajaran.
2.3 Model Pembelajaran Pemecahan Masalah
2.3.1 Pengertian pemecahan masalah
Pemecahan masalah dibangun oleh konsep-konsep pemecahan dan
pemacahan masalah. Masalah (problem) adalah suatu situasi yang tak jelas jalan
pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk
menemukan jawaban. Pemecahan masalah (Problem Solving) adalah upaya
individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang
telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak
lumrah (Klurik & Rudnick, 1996).
Aktivitas pemecahan masalah diawali dengan konfrontasi dan berakhir
apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah
pembelajaran berbasis pemecahan masalah menjadi sangat penting, karena dalam
belajar, peserta didik cepat lupa jika hanya diberikan contoh (Steinbach, 2002).
Pembelajaran pemecahan masalah menurut Sudirman dkk (1991:146)
adalah cara pengajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik
10
tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan
atau jawabannya oleh siswa.
2.3.2 Langkah-langkah model pemecahan masalah
Dalam garis besarnya langkah-langkah metode pemecahan masalah dapat
disarikan sebagai berikut:
a. Adanya masalah yang dianggap penting
b. Merumuskan masalah
c. Analisa hipotesa
d. Mengumpulkan data
e. Analisa data
f. Mengambil kesimpulan
g. Aplikasi (penerapan dari kesimpulan yang diperoleh, dan
h. Menilai kembali selurh proses pemecahan masalah (Depdikbud) 1997:23)
2.3.3 Hubungan pembelajaran pemecahan masalah dan ketrampilan
berfikir kreatif.
Ciri pembelajaran pemecahan masalah adalah adanya permasalahan yang
diajukan kepada siswa pada awal pembelajaran dan harus dicari pemecahannya.
Aktifitas pemecahan masalah ini akan menstimulasi dan mengembangkan
ketrampilan berfikir dan bernalar (Alim, 2008:39) seperti telah diungkapkan pada
tujuan PBM bahwa PBM dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan
ketrampilan berfikir yang dimaksud adalah proses berfikir tingkat tinggi seperti
yang diungkapkan oleh Rautmanan yang mengatakan bahwa pembelajaran
pemecahan masalah cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun
komplek (Trianto 2007:68) ketrampilan berfikir tingkat tinggi menurut lauren
11
Resnick (Ibrahim dan Nur, 2005:9) cendrung kompleks, melibatkan pertimbangan
dan interpretasi, serta keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut
pandang.
2.4 Pesawat Sederhana
2.4.1 Pengertian Pesawat sederhana
Disekitar kita banyak sekaliperalatan yang digunakan untuk mempermudah
melakukan pekerjaan, alat-alat tersebut diciptakan manusia dari yang paling
sederhana sampai yang paling rumit seperti motor, mobil, pesawat terbang,
telepon, televisi, komputer dan lain–lain. Alat yang digunakan oleh, manusia
untuk memudahkan melakukan pekerjaan atau kegiatan disebut pesawat. Ada dua
jenis pesawat, yaitu: pesawat sederhana dan pesawat rumit. Pesawat sederhana
adalah alat bantu kerja yang bentuknya sangat sederhana, contohnya adalah tuas,
bidang miring dan katrol. Pesawat rumit adalah pesawat yang terdiri dari susunan
beberapa pesawat rumit contohnya pesawat terbang, pesawat telepon, pesawat
televisi, mobil, motor, sepeda, dan lain –lain .
2.4.2 Jenis Jenis Pesawat Sederhana
1. Tuas
Tuas disebut juga pengungkit yaitu pesawat sederhana yang dibuat dari
yang digunakan untuk mengangkat atau mencongkel benda.
Prinsip tuas adalah kuasa dikali dengan lengan kuasa sama dengan beban
dikali dengan lengan beban, atau secara matematis dapat ditulis :
F x Lf = W x Lw
12
2. Bidang Miring
Bidang miring yaitu pesawat sederhana yang dibuat dari papan atau
bidang untuk memindahkanbenda ketampat yang tinggi.
3. Katrol atau Kerekan
Katrol atau kerekan yaitu pesawat sederhana yang berbentuk seperti roda
dan digunakan untuk memindahkan benda serta dapat mengubah arah
gaya.
2.4.3 Jenis Tuas
Berdasarkan letak titik tumpunya, tuas dapat dikelompokkan menjadi 3
kelas / jenis :
1. Tuas Kelas Pertama
Tuas kelas pertama yaitu tuas yang memiliki titik tumpu berada di antara
titik kuasa F dan titik beban B,
Contohnya: gunting, palu, dan sebagainya.
2. Tuas Kelas Kedua
Tuas kelas kedua yaitu tuas yang memiliki titik beban berada di antara
titik kuasa F dan titik tumpu T dan titik kuasa.
3. Tuas Kelas Ketiga
Tuas kelas ketiga yaitu tuas yang titik kuasa F posisinya berada diantara
titik tumpu T dan titik beban W. Contohnya: penjepit, pinset, tangan
memegang beban dan sebagainya.
13
Keuntungan Mekanik Tuas
Dengan menggunakan tuas beban kerja terasa lebih ringan, berarti kita
memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh dari pesawat sederhana
seperti demikian dinamakan dengan keuntungan mekanik. Besarnya keuntungan
mekanik dinyatakan sebagai perbandingan antara berat beban yang akan
diangkat dengan besar gaya kuasa yang diperlukan. Keuntungan mekanik ini
dapat di tulis ke dalam rumus sebagai berikut :
KM = W /F
= 1000N/250N
= 4 Kali
2.4.4 Bidang Miring
Bidang miring merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang digunakan
untuk memindahkan benda dengan lintasan yang miring. Dengan menggunakan
bidang miring beban yang berat dapat dipindahkan ketempat yang lebih tinggi
dengan lebih mudah. Artinya gaya yang kita keluarkan menjadi lebih kecil bila
dibanding tidak menggunakan bidang miring. Semakin landai bidang miring
semakin ringan gaya yang harus kita keluarkan.
Bagian – Bagian Bidang Miring
Bagian – bagian penting pada bidang miring.
Keterangan :
W : Gaya berat beban ( benda yang akan dipindahkan )
F : Gaya berat beban
S : Panjang lintasan miring
h : Ketinggian tempat
14
2.4.5 Baji
Baji adalah benda keras yang terbuat dari batu atau logam yang dibuat
pada salah satu ujungnya. Sedangkan ujung yang lain dibuat lebih tipis
sehingga bagian ujung yang tipis menjadi lebih tajam.
15
BAB III. METODELOGI PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuatitatif
karena semua data yang dikumpulkan dan di olah dengan menggunakan pengolahan
data kuantitatif. Arikunto (2002:10) menjelaskan bahwa penelitian dengan pendekatan
kuantitatif banyak menuntut angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap
data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Berdsarkan dari rumusan dan tujuan
penelitian yang telah dirumuskan, maka jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian
eksperimen semu (quasi eksperimen).
Sesuai dengan jenis penelitian yang telah ditetapkan, maka dipilih satu bentuk
desin penelitian yang tepat untuk dilaksanakan dalam penelitian ini. Dalam rancangan
ini digunakan satu kelompok subjeck. Pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu
dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran
untuk kedua kalinya. Menurut Suryabrata (2006:102), rancangan ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Tabel 1. Rancangan penelitian One Group Design
Pretest Treatment Post testT 1 X T2
Keterangan:
- Berikan T1, yaitu pre-test, untuk mengukur ketrampilan proses sains sebelum
subjek diajar dengan model pembelajaran kontektual.
- Kenakan subjek dengan (treatment) X, yaitu model mengajar yaitu
pembelajaran Kontektual, untuk jangka waktu tertentu.
- Berikan T2, yaitu post-test, untuk mengukur ketrampilan proses sains setelah
subjek dikenakan variable eksperimental X.
16
- Bandingkan T1, dan T2 untuk menentukan seberapakah perbedaan yang timbul,
jika sekiranya ada, sebagai akibat dari digunakannya variable eksperimental
X.
- Terapkan test statistic yang cocok dalam hal ini uji-t untuk menentukan
apakah perbedaan itu signifikan.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kutablang, penelitiannya
dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011-2012 sesuai dengan
kurikulum yang berlaku disekolah tersebut.
3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Kutablang yang terdiri dari 2 Kelas. Sampel dalam penelitian ini
adalah kelas VIII yang berjumlah 35 siswa.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lember Kerja Siswa (LKS), sedangkan instrument pengumpulan
datanya berupa hasil teas awal (pre-test) dan hasil tes akhir (post-test)
5. Metode Analisis Data
Dari permasalahan dan hipotesis yang telah dirumuskan maka anaalisis
data yang dilakukan menurut Subana, Rahadi dan Sudrajat (2000:123-132)
meliputi langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :
1. Menentukan normalisasi sebaran data
RentangBanyak Kelas
17
Untuk menemukan normalitas sebaran data menurut Subana, Rahadi
dan Sudrajat (2000:124) mengemukakan langkah-langkah perhitungan yang
harus ditempuh adalah sebagai berikut:
i. Menentukan skor besar daan skor kecil
j. Menentukan Rentangan (R) ialah skor terbesar dikurangi skor terkecil
k. Menentukan Banyaknya Kelas (BK) dengan menggunakan rumus sturges,
yaitu: Banyak Kelas (BK)= 1+3,3 log n
l. Menentukan panjang kelas (i) yaitu
i =
m. Menentukan rata-rata atau mean (X)
∑ fXi (X) =
nn. Menentukan standar deviasi (S)
o. Membuat daftar frekuansi observasi dan frekuensi ekspektasi
p. Mencari chi kuadrat (x hitung) menurut Subana, Rahadi dan Sudrajat
(2000:124) digunakan rumus:
Menurut Subana, Rahadi dan Sudrajat, (2000:126) kriteria
pengujiannya adalah sebagai berikut:
- Tolak Ho dan terima Ha Jika x hitung < x table, maka distribusi data normal
- Terima Ho dan tolak Ha jika x hitung >x table, maka distribusi data tidak
normal. Dengan derajat kebebasan (db) = k-3 dan α= 0,05
2
22
2 2
18
2. Menentukan tes rata-rata (pengujian Hipotesis)
Pengujian hipotesis dianalisis menggunakan statistic uji-t satu pihak
yaitu pihak kanan, pada taraf signifikan 5% (α=0,05) yang diperhatikan
berdasarkan derajat kebebasan yang dibandingkan dengan besarnya nilai
”t”. Adapun rumus yang digunakan (Subana, Rahadi dan Sudrajat
2005:132) adalah sebagai berikut.
Dimana: Md: Rata-rata dari gain antara tes akhir dan tes awal
d: Gain (selisih) skor tes akhir terhadap tes awal setiap subjek
n: Jumlah subjek
Dengan:
Sebagai kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis, criteria pengujiannya
adalah “Terima Ho jika thitung <t(1-α) dan tolak Ho jika t mempunyai harga-harga lain.
Dengan derajat kebebasan untuk daftar distribusi t adalah (n-1) dan peluang (1-α).
19
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek).
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
http://ainamulayana.bogspot.com/2012/02/ metode pemecahan masalah-problem. html
http://joko.tblog.com2012,04/ ketrampilan berfikir html
Lanus. 2008. HAkikat Pembelajaran IPA. http://lanusportofolioipa.blogspot.com/:di
akses tanggal 11 Maret 2011.
Subana dkk. 2005. Statistik Pendidikan Edisi ke II. Bandung: Pustaka Setiawan
Suryabrata, S. 2006. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Grafindo
Trianto. (2007) Model-Model Pembelajaran Inovatif Beroerientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka