program pascasarjanan pendidikan biologieprints.ulm.ac.id/477/1/semnas_pend_bio_unlam 1...
TRANSCRIPT
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
i
KATA PENGANTAR
Seminar Nasional dengan tema Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan
Berbasis Lingkungan merupakan forum ilmiah yang pertama kali diselenggarakan
oleh Program Studi Magister Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana Universitas
Lambung Mangkurat sejak didirikan pada tahun 2009. Seminar ini adalah sarana
komunikasi ilmiah dan bertukar pikiran tentang hasil-hasil penelitian serta transfer
pengetahuan dan teknologi, terutama berkaitan dengan pembelajaran biologi yang
berkarakter dan berbasis lingkungan.
Pada seminar tersebut disajikan 2 makalah dari narasumber kunci, yaitu Dr.
Yuni Sri Rahayu dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) dan Prof. Dr. Ir. H.
Yudi Firmanul Arifin, M.Sc dari Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM).
Makalah narasumber pertama tidak dimuat dalam prosiding ini.
Selain itu, disajikan juga 11 makalah lain. Makalah-makalah ini berkaitan
dengan pendidikan biologi dan lingkungan.
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih kepada Rektor
Universitas Lambung Mangkurat yang memfasilitasi penyelenggaraan seminar.
Penghargaan disampaikan juga kepada Panitia Seminar diketuai oleh Drs. Juhrian
dan dibantu oleh mahasiswa Program Magister Pendidikan Biologi, Program
Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat serta mahasiswa Program Studi
Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung
Mangkurat yang menyukseskan kegiatan seminar.
Semoga prosiding ini bermanfaat dan diharapkan seminar dapat
diselenggarakan secara regular.
Banjarmasin, 20 Juli 2011
Ketua Prodi
Magister Pendidikan Biologi
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
ii
Panitia Seminar Nasional PEMBELAJARAN BIOLOGI YANG BERKARAKTER DAN BERBASIS
LINGKUNGAN
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Biologi (MPPB ) Universitas Lambung Mangkurat
Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat
tanggal 7 Maret 2011
1. Ketua : Drs. Juhrian
2. Sekretaris : 1. Ahmad Ready
2. Fathul Jannah, S.Pd.
3. Bendahara : Octa Belawati, S.Pd.
4. Seksi Persidangan : 1. Mujiman H.W., S.Pd.
2. Noraini, S.Pd.
3. Rahmi Widiati, S.Pd.
5. Seksi Penerima Tamu : 1. Irawati, S.Pd.
2. Salasiah, S.Pd.
3. Indah Rosmalina, S.Pd.
6. Seksi Konsumsi : 1. Amalia Rezeki, S.Pd.
2. Siti Norhasanah, S.Pd.
3. Hj. Misnawati, S.Pd.
4. Nadya Huda, S.Pd.
7. Seksi Pembawa Acara :
8. Seksi Publikasi/Dokumentasi : 1. Octa Belawati, S.Pd.
2. Nana Citrawati Lestari, S.Si.
3. Syahbudin, S.Pd.
9. Seksi Keamanan : 1. Guntariadi, S.Pd.
2. M. Arsyad, S.Pd.
3. Sarmadi, S.Pd.
10. Seksi Perlengkapan : 1. Yuseran, S. Pd.
2. Mujiman H.W, S.Pd.
11. Pembawa Acara Umum : 1. Ernawati, S.Pd.
2. Ida Zulfiati, S.Pd.
12. Moderator Umum : Pahmi Rohliansyah, S.Pd.
13. Pembawa Acara Ruang A : Masnurul Sholehah, S.Pd.
14. Moderator Ruang A : Nana Citrawati Lestari, S.Si.
15. Pembawa Acara Ruang B : Octa Belawati, S.Pd.
16. Moderator Ruang B : Syahbudin, S.Pd.
17. Pembawa Acara Ruang C : Fathul Jannah, S.Pd.
18. Moderator Ruang C : Mujiman H.W., S.Pd.
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
Panitia Seminar Nasional ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
Lingkungan dan Permasalahannya Yudi Firmanul Arifin .......................... 1 - 6
Implementasi Perangkat Pembelajaran Biologi Berbasis Inkuiri dengan
Setting Kooperatif Tipe Penyelidikan Kelompok pada Konsep Jenis-Jenis
Limbah dan Daur Ulang Limbah terhadap Hasil Belajar dan Perilaku
Berkarakter Siswa di SMA Najimatul Ilmiyah .........................................
7 - 22
Keefektifan Pembelajaran Biologi Melalui Inkuiri Terbimbing pada
Konsep Ekosistem di SMA Norhasanah; H. Muhammad Zaini ...............
23 - 35
Pemahaman, Keterampilan Berpikir Kritis dan Etika Lingkungan Siswa
pada Pembelajaran Konsep Ekosistem Melalui Pendekatan Inkuiri di
SMPN I Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu Dini Pusparini ................
36 - 40
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan
Pendekatan Lingkungan Rosita ..................................................................
41 - 49
Pola Kebiasaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Margasatwa Pulau
Kaget dalam Pelestarian Suaka Margasatwa Pulau Kaget sebagai Habitat
Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) Finna Rahmiati, Mochamad Arief
Soendjoto, Dharmono ..................................................................................
50 - 57
Pemahaman Konsep Keanekaragaman Hayati dan Etika Lingkungan Siswa
SMAN 3 Banjarbaru Melalui Pendekatan Lingkungan Wahyuli
Dwindiasih ....................................................................................................
58 - 65
Pengaruh Penerapan Model-model Pembelajaran Konstruktivistik terhadap
Proses IPA di Sekolah Dasar Rusdiyana; Supramono .............................
66 - 74
Pengembangan Iklan di Televisi sebagai Media Pembelajaran Sistem
Pencernaan terhadap Penguasaan Keterampilan Proses Sains Komunikasi
Siswa SMP Rina Herawaty Nihe ...............................................................
75 - 81
Akumulasi Timbal (Pb) dan Struktur Daun Angsana (Pterocarpus
indicus Willd) sebagai Tumbuhan Peneduh Jalan di Kota Banjarmasin Sri
Amintarti ......................................................................................................
82 - 88
Pengaruh Pemberian Pellet Ikan Inkonvensional terhadap Pertumbuhan
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Suriani ................................................
89 - 97
Menggoda Minat Sains melalui Ice Breaking dalam Pembelajaran
Aminuddin Prahatamaputra ........................................................................
98 - 112
-
1
LINGKUNGAN DAN PERMASALAHANNYA
Yudi Firmanul Arifin
(Guru Besar Ekologi Hutan pada Fakultas Kehutanan Unlam)
Abstrak
Istilah lingkungan diartikan segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan juga bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik.
Aktifitas manusia berhubungan dengan lingkungan dan manusia diberi hak seluas-
luasnya untuk memanfaatkan lingkungan karena memang sebagai makhluk yang
berakal tentunya hanya manusia yang mampu melakukan pengelolaan terhadap
lingkungan. Cara pandang antroposentrisme inilah yang menyebabkan manusia
mengekploitasi sumberdaya alam demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sikap
perilaku rakus dan tamak itulah yang menyebabkan manusia mengambil semua
kebutuhan hidupnya tanpa mempertimbangkan kelestariannya. Berbagai peristiwa
bencana alam yang terjadi dan melanda umat manusia di seluruh dunia telah banyak
terjadi, seperti; gempa bumi, gelombang tsunami, letusan gunung berapi, awan panas,
angin topan, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa itu pun akhir-akhir ini juga terjadi di
Indonesia dengan menelan banyak jiwa, termasuk rusaknya unsur fisik yang
mendukung lingkungan hidup. Peristiwa alam tersebut tidak dapat dicegah, akan
tetapi dengan ilmu pengetahuan dapat diketahui gejala-gejalanya, sehingga dapat
segera dilakukan evakuasi penduduk untuk mengurangi korban dan upaya mengatasi
kalau bencana itu terjadi.
Kata kunci: lingkungan, antroposentrisme, sikap, perilaku.
PENGERTIAN LINGKUNGAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sangat sering mendengar istilah
lingkungan atau pun membaca referensi yang berkaitan dengan lingkungan. Kita
sering mendengar istilah lingkungan alam dan lingkungan sosial, tentunya istilah
lingkungan ini sudah melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kita sadar
bahwa kita tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan, karena makanan yang
dimakan, minuman yang diminum, kesehatan tubuh kita sangat tergantung pada
lingkungan. Lingkungan yang sehat dan jauh dari pencemaran akan membuat
makanan dan minuman yang diperlukan oleh tubuh pun akan sehat.
Dalam referensi istilah lingkungan diartikan segala sesuatu yang ada di sekitar
manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik secara
langsung, maupun tidak langsung. Lingkungan juga bisa dibedakan menjadi
lingkungan biotik dan abiotik. Jika kita berada di kampus, maka teman sejawat
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
2
sesama dosen, karyawan, dan mahasiswa adalah lingkungan biotik, sedangkan tanah,
udara, meja, kursi, dan lain-lain yang berada di sekitar kita di kampus sebagai
lingkungan abiotik.
Seringkali segala aktifitas manusia berhubungan dengan lingkungan, dan
manusia diberikan hak seluas-luasnya untuk memanfaatkan lingkungan karena
memang sebagai makhluk yang berakal tentunya hanya manusia yang mampu
melakukan pengelolaan terhadap lingkungan. Akan tetapi karakter manusia di bumi
ini sangatlah beragam, ada yang bijaksana dalam mengelola dengan prosedur yang
jelas dan taat kepada hukum-hukum alam, akan tetapi tidak sedikit manusia yang
serakah dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga merusak lingkungan.
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai
pusat dari sistem alam semesta (Keraf, 2002; Soemarwoto, 2004). Lebih lanjut
dikatakan nilai tertinggi pada lingkungan adalah manusia dan kepentingannya. Teori
ini juga dipakai sebagai teori filsafat yang mengatakan bahwa nilai dan prinsip moral
hanya berlaku pada manusia, dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling
tinggi. Cara pandang antroposentrisme inilah yang menyebabkan manusia
mengekploitasi sumberdaya alam demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sikap
perilaku rakus dan tamak itulah yang menyebabkan manusia mengambil semua
kebutuhan hidupnya tanpa mempertimbangkan kelestariannya. Menurut Keraf
(2002), teori antroposentrisme disebut juga sebagai etika theologies.
Kalau dalam teori antroposentrisme dikatakan lingkungan dan alam semesta
dibutuhkan manusia demi memuaskan kepentingannya. Adapun pandangan teori
etika biosentrisme justru bertolak belakang dengan antroposentrisme. Dalam teori
etika biosentrisme dikatakan bahwa setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai
nilai pada dirinya sendiri. Dalam pandangannya alam perlu diperlakukan secara
moral, terlepas apakah ia bernilai bagi manusia atau tidak. Sehingga secara harfiah,
biosentrisme juga dikenal sebagai teori lingkungan yang berpusat pada kehidupan.
Inti teori ini adalah manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam. Teori inilah
yang berkembang hingga saat ini dan dianut oleh sebagian besar manusia di bumi ini.
Akan tetapi tidak semua manusia tahu bagaimana mengelola sumberdaya alam
sehingga tetap lestari dan bermanfaat bagi generasi yang akan datang.
Sebagai pendidik tentunya merubah sikap manusia tentang sesuatu merupakan
tugas utama yang harus dilakukan. Bagaimana anak-anak didik dapat memahami arti
dan peran lingkungan bagi mereka, dan apa yang akan terjadi kalau lingkungan itu
rusak? pertanyaan-pertanyaan seperti itu selalu ada, mudah dijawab tetapi
implementasinya sangat sulit dilakukan. Semua orang tahu bahwa rokok dapat
merusak kesehatannya, tetapi sulit mengendalikan orang untuk tidak merokok. Sama
saja seorang dokter melarang pasiennya untuk tidak merokok, tetapi dokter itu sendiri
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
3
sulit menghentikan dirinya untuk tidak merokok dengan berbagai alasan. Jadi
tauladan merupakan contoh yang terbaik dalam kehidupan.
LINGKUNGAN HIDUP
Sering kita secara khusus menggunakan istilah lingkungan hidup dalam
menyebut segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup semua
makhluk hidup di bumi. Berdasarkan UU RI No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dibagi atas 3 (tiga), yaitu.
1) Unsur hayati (biotik): manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik.
2) Unsur sosial budaya: lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia; sistem
nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial.
3) Unsur fisik (abiotik): tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain, yang keberadaannya
sangat penting dalam mendukung kelangsungan kehidupan di bumi.
MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyebab kerusakan lingkungan hidup
ada dua faktor, yaitu 1) peristiwa alam, dan 2) manusia. Berbagai peristiwa bencana
alam yang terjadi dan melanda umat manusia di seluruh dunia telah banyak terjadi,
seperti; gempa bumi, gelombang tsunami, letusan gunung berapi, awan panas, angin
topan, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa itu pun akhir-akhir ini juga terjadi di
Indonesia dengan menelan banyak jiwa, termasuk rusaknya unsur fisik yang
mendukung lingkungan hidup. Peristiwa alam tersebut tidak dapat dicegah, akan
tetapi dengan ilmu pengetahuan dapat diketahui gejala-gejalanya, sehingga dapat
segera dilakukan evakuasi penduduk untuk mengurangi korban dan upaya mengatasi
kalau bencana itu terjadi.
Adapun rusaknya lingkungan hidup akibat manusia banyak sekali
penyebabnya, antara lain karena ketidaktahuan, keserakahan, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, globalisasi informasi yang begitu pesat
yang dapat merubah cara berpikir manusia, dan lain-lain. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi memang bertujuan untuk memudahkan manusia dalam
melakukan berbagai hal, akan tetapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat berdampak negatif bagi perubahan sikap manusia, sebagai contoh; dengan
kemajuan teknologi dibidang otomotif, menyebabkan semakin meningkatnya
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
4
pemanfaatan kendaraan bermotor untuk keperluan sehari-hari, dari sisi
pemanfaatanya memang akan memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas,
tetapi dari gas CO yang keluar dari kendaraan itu menyebabkan semakin
meningkatkan gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan pemanasan bumi,
serta peningkatan polusi udara.
Kemajuan teknologi merupakan tuntutan bagi manusia yang semakin tinggi
dalam memanjakan kehidupan sehari-harinya termasuk penggunaan pendingin
ruangan (AC), hampir semua kantor menggunakan AC, bahkan rumah pribadi sekali
pun, yang mana dampaknya pada penggunaan energi yang semakin meningkat dan
peningkatan emisi yang dikeluarkan oleh penggunaan AC tersebut juga meningkat.
Globalisasi informasi sekarang juga mengakibatkan keinginan manusia untuk meniru
sesuatu semakin meningkat, yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan
selanjutnya mencari jalan pintas bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut, sekali pun
berdampak pada lingkungan, seperti; penebangan kayu ilegal, penambangan ilegal,
perburuan liar, dan lain-lain.
Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, adalah
1) terjadinya pencemaran/polusi (udara, air, tanah, dan suara), sebagai dampak
industri, kebakaran hutan dan lahan, pembuangan sampah, 2) terjadinya banjir,
sebagai dampak dari buruknya drainase, kesalahan dalam menjaga daerah aliran
sungai, dan pengrusakan hutan, 3) terjadinya tanah longsor, sebagai dampak rusaknya
hutan.
Beberapa perbuatan manusia yang baik secara langsung maupun tidak
langsung membawa dampak bagi kerusakan lingkungan:
a) Penebangan hutan secara ilegal
b) Perburuan liar
c) Penimbunan kawasan rawa untuk dijadikan pemukiman
d) Pembuangan sampah tidak pada tempatnya
e) Mendirikan bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS)
f) Ekploitasi sumberdaya alam yang berlebihan
g) Penggunaan bahan kimia dalam pertanian
h) Penggunaan bahan kimia dalam pengolahan tanah
Semua kerusakan yang diakibatkan oleh manusia di atas berpangkal pada
lemahnya etika terhadap lingkungan. Etika bermuara pada pendidikan dan tauladan
yang diberikan kepada manusia. Pendidikan dan tauladan tidak hanya di sekolah,
tetapi juga di rumah dan di masyarakat. Penulis pernah membaca suatu artikel yang
ditulis oleh Tina Afiatin dari Fakultas Psikologi UGM, dia mengungkapkan bahwa
banyak siswa yang tahu dan hafal materi pelajaran, tetapi tidak mampu
mengaflikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh, siswa
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
5
tahu tentang makanan sehat, tetapi perilaku makannya tidak menunjukkan perilaku
makan yang sehat, mereka lebih menyukai fast food dan soft drink dari pada makan
nasi dengan sayur dan buah, serta minum susu. Siswa tahu bagaimana berperilaku
sosial yang baik, tetapi mereka kurang mampu menghargai orang lain, berperilaku
sopan dan bertoleransi. Sehingga makin banyak sekarang anak-anak terlibat tawuran
dan melakukan kekerasan kepada orang lain. Kalau kita cermati, proses belajar yang
diperoleh siswa lebih pada belajar tentang (learning about thing) dari pada belajar
menjadi (learning how to be). Siswa belajar tentang hidup sehat, apa pengertian dan
ciri-cirinya serta cara perilaku sehingga mencapai hidup sehat, tetapi siswa tidak
belajar bagaimana mengubah perilaku untuk mencapai hidup sehat itu. Siswa
diajarkan agar membuang sampah pada tempatnya dan diajarkan dampak yang terjadi
kalau mereka membuang disembarang tempat, tetapi mereka tidak diajarkan
bagaimana merubah kebiasaan agar selalu membuang sampah pada tempatnya.
Memang kita pernah belajar tentang Student Centered Learning, dimana
proses pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) yang mana diharapkan
dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan,
sikap, dan perilaku. Akan tetapi mengapa tetap saja belum bisa merubah sikap siswa
sesuai dengan yang diharapkan.
Perubahan sikap harus dimulai dari kesadaran tentang pentingnya nilai-nilai
yang akan ditanamkan pada siswa. Menurut penulis, siswa perlu tauladan, prosedur
yang benar, aturan, dan sanksi yang tegas bagi yang melanggar, tidak hanya teori dan
berbagai tetek bengeknya. Tauladan itu bisa berasal dari teman-temannya yang sudah
baik, guru, orang tua, dan masyarakat termasuk pemimpinnya. Hal ini yang sudah
dilakukan di negara-negara maju. Penulis pernah ditanya oleh teman yang sama-
sama sekolah di Jerman, ketika kamu pulang ke tanah air dan masuk kembali ke
kampus, apa yang pertama-tama kamu rasakan ? jawabannya sangat sederhana masih
banyak sampah yang bertebaran di sekitar kampus, walaupun hampir setiap hari
disapu, tetapi masih saja ada sampah yang dibuang tidak pada tempatnya. Hal ini
sangat berbeda ketika saya masih sekolah di Jerman, kampus selalu bersih dari
sampah dan kesadaran mereka sangat tinggi akan pentingnya kebersihan, Bagaimana
meningkatkan pentingnya etika lingkungan itulah salah satu kuncinya.
Pemerintah menerbitkan berbagai aturan tentang pengelolaan lingkungan
hidup, antara lain.
Menerbitkan UU No. 4 Tahun 1982, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Memberlakukan Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1986, tentang AMDAL
(Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
6
Pada tahun 1991, pemerintah membentuk Badan Pengendalian Lingkungan,
dengan tujuan pokoknya 1) Menanggulangi kasus pencemaran, 2) Mengawasi
bahan berbahaya dan beracun (B3), 3) Melakukan penilaian analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL).
UU RI No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Pertanyaan yang sering muncul di benak kita, mengapa masih saja terjadi
pencemaran lingkungan dan bencana lingkungan, tentunya berbagai aturan dan sanksi
belumlah cukup bagi kita manusia. Yang dibutuhkan adalah bagaimana agar kita
semua sadar akan pentingnya lingkungan bagi kehidupan. Bencana lingkungan hanya
dipandang seperti pemadam kebakaran, artinya kalau terjadi bencana dan menelan
korban barulah gencar dibicarakan, tetapi ketika bencana sudah reda tidak dilakukan
upaya-upaya penanggulangan selanjutnya.
Pernahkah kita berpikir bahwa melakukan pengurukan lahan rawa untuk
pemukiman dan jalan akan berdampak pada rusaknya habitat berbagai makhluk hidup
lainnya? Sebenarnya makhluk hidup itu berperan dalam ekosistem di rawa.
Pernahkan kita berpikir bahwa menebang pohon di hutan akan berdampak pada
rusaknya habitat berbagai satwa, meningkatnya CO2 di udara yang berdampak pada
meningkatnya pemanasan global, dan hilangnya sumber plasma nutfah? Memang
terkadang dampak tidak dirasakan dalam jangka pendek, tetapi jangka panjang.
Menumbuhkan kesadaran itulah yang harus kita tanamkan kepada siswa, dalam
bentuk tauladan. Bagaimana guru bisa menegur muridnya untuk tidak merokok, kalau
gurunya sendiri merokok? Bagaimana murid disuruh membuang sampah pada
tempatnya, kalau gurunya sendiri tidak melakukannya?
DAFTAR PUSTAKA Keraf S., A. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Soemarwoto, O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Djambatan. Tina, Afiatin. Pembelajaran Berbasis Student-Centered Learning. www.inparametric.
com
http://www.inparametric/
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
7
IMPLEMENTASI PERANGKAT PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS INKUIRI DENGAN SETTING KOOPERATIF TIPE PENYELIDIKAN KELOMPOK PADA KONSEP JENIS-JENIS LIMBAH DAN DAUR ULANG LIMBAH TERHADAP HASIL
BELAJAR DAN PERILAKU BERKARAKTER SISWA DI SMA
(Penelitian Eksperimen melalui Pengamatan dan Penyelidikan di Kawasan Pasar Amuntai)
Najimatul Ilmiyah
(Dosen STKIP Banjarmasin; Alumni Program Studi Magister Pendidikan Biologi PPs Unlam Banjarmasin)
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh implementasi perangkat
pembelajaran berbasis inkuiri dengan setting kooperatif tipe penyelidikan kelompok
terhadap hasil belajar siswa, mendeskripsikan perilaku berkarakter, kinerja siswa,
aktivitas guru selama proses pembelajaran dan respon siswa terhadap proses
pembelajaran. Rancangan kuasi eksperimen melibatkan kelas eksperimen dan kelas
kontrol dengan rancangan penelitian The Nonequivalent Control Group Design.
Teknik pengumpulan data menggunakan hasil belajar siswa yang diambil dari tes-
awal dan tes-akhir, observasi perilaku berkarakter siswa, observasi kinerja siswa,
observasi aktivitas guru selama proses pembelajaran, dan respon siswa terhadap
proses pembelajaran. Rerata hasil belajar meningkat dari 50,97 menjadi 82,58 pada
pertemuan I dan dari 60,65 menjadi 95,16 untuk pertemuan II. Rerata hasil belajar
produk antara kelas perlakuan dengan menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri
dengan setting kooperatif tipe penyelidikan kelompok lebih baik daripada kelas
kontrol. Perilaku berkarakter yang dilakukan siswa selama proses belajar mengajar
berlangsung meningkat dari pertemuan I ke pertemuan II. Kinerja siswa
menunjukkan perubahan yang sangat baik dan skor rerata secara umum meningkat
dari pertemuan I ke pertemuan II. Aktivitas guru (kualitas, kemampuan) meningkat
pada pertemuan II dibanding pertemuan I. Respon siswa terhadap pembelajaran yang
disajikan guru sangat positif. Siswa sangat termotivasi dan berminat untuk mengikuti
pembelajaran berikutnya dengan model serupa.
Kata kunci: inkuiri, setting kooperatif, hasil belajar, berkarakter, limbah.
PENDAHULUAN
Pasal I UU Sisdiknas Tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Amanah Undang-Undang itu bermaksud
agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, tetapi juga
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
8
berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang
tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta
agama (Suyanto, 2009). Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan
pengawasan proses pembelajaran.
Proses pembelajaran harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Nur, 2011b). Oleh karena itu,
seorang guru perlu membuat perangkat pembelajaran yang salah satu di dalamnya
adalah memuat perilaku berkarakter bagi siswa. Perangkat pembelajaran merupakan
syarat utama dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Salah satu pendekatan
yang digunakan dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini adalah pendekatan
konstruktivis.
Pembelajaran biologi yang didominasi oleh guru selama proses
pembelajaran seperti ceramah, bersifat hafalan, dan kurang mementingkan proses
masih dijumpai di kelas-kelas. Siswa pasif mendengarkan penjelasan guru dan konsep
yang ada di buku kurang dikaitkan dengan lingkungan sekitar siswa. Hal ini membuat
pembelajaran tidak efektif dan cenderung membosankan. Kemampuan awal yang
dimiliki siswa pelajaran IPA di SD merupakan dasar pelajaran biologi di SMP dan
selanjutnya di SMP merupakan dasar pelajaran di SMA sangat perlu diperhatikan
dan digali oleh guru, agar siswa dapat menghubungkan materi yang telah dipelajari
dengan materi yang akan dipelajari. Model pembelajaran ini mengaktifkan siswa dan
menjadikan lingkungan sebagai salah satu sumber belajar, sehingga siswa sendiri
yang aktif menemukan kajian isi pembelajaran dan mengkaitkan konsep yang sedang
dipelajari dengan kondisi nyata di lingkungan sekitar Dengan demikian, konteks
pembelajaran menjadi bermakna.
Penanaman konsep, misalnya konsep biologi pokok bahasan jenis-jenis
limbah dan daur ulang limbah pada siswa tidak cukup hanya sekedar melalui
ceramah. Pembelajaran akan lebih bermakna, jika siswa diberi kesempatan tahu dan
terlibat secara aktif dalam menemukan konsep dari fakta-fakta yang dilihat dari
lingkungan dengan cara mengamati dan bereksperimen dengan bimbingan guru.
Manusia merupakan bagian dari lingkungan. Lingkungan berfungsi penting untuk
semua makhluk hidup. Pembelajaran biologi tidak saja menuntut siswa mampu
mengaitkan materi biologi dengan perkembangan teknologi, tetapi juga harus mampu
mengaplikasikannya di lingkungan sekitar. Biologi adalah ilmu yang mempelajari
segala hal terkait dengan hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya.
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
9
Penyajian materi yang bernuansa lingkungan dapat dilakukan dengan
berbagai macam model pembelajaran; misalnya, melalui model inkuiri yang
dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif. Biologi sebagai salah satu bidang
IPA menurut Subandi (2007), menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk
memahami konsep dan proses sains. Di dalam KTSP salah satu KD yang
berhubungan dengan keterampilan proses adalah menganalisis jenis-jenis limbah dan
daur ulang limbah. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati,
mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan
selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan,
menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara
lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk
menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Ini semua
merupakan proses-proses yang terdapat dalam pembelajaran berbasis inkuiri.
Hasil tes ketuntasan belajar siswa bidang studi IPA/Biologi kelas X SMA
Negeri 1 Amuntai menunjukkan masih ada siswa berada di bawah garis
ketuntasan/tidak tuntas. Pembelajaran menggunakan model inkuiri dengan setting
kooperatif tipe penyelidikan kelompok, khususnya pada konsep jenis-jenis limbah
dan daur ulang limbah belum pernah dilakukan di SMAN 1 Amuntai. Pembelajaran
konsep limbah dan daur ulang limbah biasa diajarkan dengan menggunakan metode
ceramah, sehingga rerata kelas masih berada pada standar yang telah ditentukan.
Pembelajaran dengan metode ceramah lebih banyak menuntut keaktifan guru
dari pada siswa. Akhirnya, hanya terjadi komunikasi satu arah dari guru ke siswa,
sehingga pelajaran menjadi kurang bermakna. Di samping itu, keaktifan siswa sangat
kurang dan siswa kurang tertarik pada pembelajaran.
Trianto (2009) menegaskan bahwa inkuiri merupakan bagian inti dari
kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
hasil menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada
kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Tahap pembelajaran yang
digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi dari tahap pembelajaran inkuiri yang
dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak (1996), yaitu mengajukan pertanyaan tentang
fenomena alam yang dihadapi, membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan
percobaan untuk memperoleh informasi, mengumpulkan data dan membuat
kesimpulan.
Di dalam kurikulum SLTA tahun 2006 yang dikenal dengan KTSP, materi
limbah dan daur ulang limbah diajarkan pada kelas X semester genap dan dituangkan
dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai siswa dalam
pembelajaran biologi. Standar Kompetensinya adalah menganalisis hubungan
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
10
komponen ekosistem, perubahan materi dan energi, serta peranan manusia dalam
keseimbangan ekosistem. Kompetensi Dasarnya adalah menganalisis jenis-jenis
limbah dan daur ulang limbah.
METODE
Penelitian kuasi eksperimen The Nonequivalent Control Group Design
(Gage, 1996) melibatkan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Data kuantitatif
diperoleh dari tes hasil belajar (tes-awal dan tes-akhir). Pengukuran deskriptif
kualitatif adalah 1) mendeskripsikan perilaku berkarakter siswa, 2) mendeskripsikan
kinerja siswa, 3) mendekripsikan aktivitas guru selama pembelajaran, dan 4)
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran berbasis inkuiri dengan setting
kooperatif tipe penyelidikan kelompok pada konsep jenis-jenis limbah dan daur ulang
limbah.
Data hasil belajar diperoleh dari tes-awal dan tes-akhir siswa. Data perilaku
berkarakter siswa diperoleh dari lembar pengamatan perilaku berkarakter. Data
kinerja siswa diperoleh dari lembar pengamatan efektifitas pembelajaran (adaptasi
dari Borich, 2005). Data aktivitas guru diperoleh dari lembar observasi aktivitas guru.
Respon siswa terhadap pembelajaran diperoleh dari instrumen respon siswa.
Data tes diolah dengan teknik persentase. Formulanya
P = %100N
f
Dalam hal ini, P = angka persentase, f = frequensi yang sedang dicari, N = jumlah
frekuensi/banyaknya individu.
Data kuantitatif diolah dengan teknik persentase dan ketuntasan belajar diolah
menurut kriteria.
Secara klasikal, presentasi = %100%75
xnkeseluruhasiswaJumlah
nilaidengansiswaJumlah
Secara individual, presentasi = %100XseluruhnyasoalJumlah
benaryangsoaljawabanJumlah
Kriteria Ketuntasan Belajar:
1. Ketuntasan Individual (KI); jika siswa mencapai ketuntasan 75%
2. Ketuntasan Klasikal (KK); jika 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan
75% (Usman dan Setiawati, 2003).
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
11
3. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis
inkuiri dengan setting kooperatif tipe penyelidikan kelompok dikatakan baik,
apabila minimal 65% siswa menjawab Ya
HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Hasil Belajar
Di kelas perlakuan pada tes-awal pertemuan I hanya 2 orang siswa yang
mencapai nilai 75 (KI), sedangkan secara klasikal mencapai 6,45%. Ini
menunjukkan bahwa secara klasikal hasil tes-awal pada pertemuan I belum tuntas.
Setelah pembelajaran berbasis inkuiri dengan setting kooperatif tipe penyelidikan
kelompok, hasil tes-akhir pada pertemuan I meningkat; 28 orang siswa mencapai nilai
75 dan secara klasikal mencapai ketuntasan 90,32%.
Peningkatan nilai siswa berada pada rentang 20-80 pada tes-awal dengan
nilai rerata 50,97. Pada tes-akhir nilai berada pada rentang 60-100 dengan rerata
82,58. Ini meningkat 31,61. Hasil pembelajaran sudah mencapai KK, tetapi
peningkatan masih terbilang minim (5,32%). Diharapkan pengalaman pada
pertemuan I sangat membantu selama pembelajaran pada pertemuan II.
Di kelas kontrol pada tes-awal pertamuan I tidak ada siswa yang mencapai
nilai 75 (KI). Secara klasikal pada tes-awal kelas kontrol semua siswa tidak tuntas
atau 0%. Nilai siswa kelas kontrol pada tes-awal berada pada rentang 20-60 dengan
nilai rerata 39,38. Pada tes-akhir nilai siswa berada pada rentang 40-80 dengan nilai
rerata 65,63. Ini meningkat 26,25. Hasil belajar dengan pembelajaran konvensional
menunjukkan KK 25%, tetapi ini masih jauh dari KK.
Pada tes-awal pertemuan II di kelas perlakuan, 4 orang mencapai nilai 75,
sedangkan secara klasikal mencapai ketuntasan sebesar 12,90%. Secara klasikal hasil
tes-awal pertemuan II belum tuntas. Setelah pembelajaran, hasil tes-akhir pada
pertemuan II meningkat. Semua siswa (31 orang) mencapai nilai 75 dan secara
klasikal mengalami ketuntasan 100%.
Nilai siswa berada pada rentang 30-80 dengan nilai rerata 60,65. Pada tes-
akhir nilai yang diperoleh siswa berada pada rentang 80-100 dengan nilai rerata
95,16. Secara keseluruhan hasil belajar siswa pada pertemuan II meningkat dari nilai
rerata 60,65 menjadi 95,16 pada tes-akhir. Data hasil pembelajaran mencapai KK.
Di kelas kontrol pertemuan II pada tes-awal, 4 orang siswa mencapai nilai
75, sedangkan secara klasikal 12,50%. Nilai berada pada rentang 30-80 dengan rerata
50, 94. Pada tes-akhir nilai nilai berada pada rentang 50-80 dengan rerata 70,94. Ini
meningkat 20,00. Pembelajaran konvensional menunjukkan KK 28,13% dan ini
masih jauh dari KK 85%.
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
12
Berdasarkan pada peningkatan dari hasil tes-awal dan tes-akhir baik di kelas
perlakuan maupun kelas kontrol, dapat diketahui bahwa hasil belajar pada kelas
perlakuan lebih tinggi dibanding kelas kontrol. Peningkatan nilai hasil belajar terjadi
pada semua siswa kelas perlakuan, karena siswa sudah bisa mengikuti pelajaran
dengan baik, lebih antusias, dan termotivasi mengikuti pembelajaran berbasis inkuiri
dengan setting kooperatif tipe penyelidikan. Materi pembelajaran yang dikaitkan
dengan keadaan lingkungan sekitar siswa mampu membawa siswa ke dalam kajian isi
pembelajaran dan konsep relevan bagi mereka dan memberi makna dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar atau. Dengan
kata lain, guru hanya sebagai fasilitator bukan orang yang mendominasi
pembelajaran.
Suparno (1997) berpendapat ciri atau prinsip belajar berarti mencari makna.
Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
Sardiman (2006) menegaskan bahwa seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau
pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama
dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau dorongan untuk belajar
inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi meliputi dua hal: (1) mengetahui apa
yang akan dipelajari; dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Kedua
unsur motivasi inilah dasar permulaan yang baik untuk belajar. Tanpa motivasi,
kegiatan belajar mengajar sulit berhasil.
Pembelajaran berbasis inkuiri dengan setting kooperatif dapat meningkatkan
hasil belajar siswa, karena pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi kegiatan yang memungkinkan siswa
merekonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya (teori konstruktivisme).
Siswa juga mencari sendiri makna dari yang mereka pelajari. Menurut Hisyam dkk.
(2008), belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil
belajar maksimum. Ketika peserta didik pasif atau hanya menerima dari pengajaran,
ada kecenderungan untuk cepat melupakan yang telah diberikan. Oleh sebab itu
diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang baru saja diterima
dari guru/dosen.
Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan untuk tahu
dan terlibat secara aktif dalam menemukan konsep dari fakta-fakta yang dilihat dari
lingkungan dengan cara mengamati dan bereksperimen dengan bimbingan guru. Pada
dasarnya penggunaan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran dapat meningkatkan
proses dan hasil belajar siswa. Hal serupa juga dijumpai pada pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan lingkungan dan kooperatif. Bila ketiga pendekatan ini
digunakan dalam pembelajaran, proses dan hasil belajar siswa meningkat serta guru
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
13
mudah mengajarkan konsep khususnya jenis-jenis limbah dan daur ulang limbah agar
memberi makna dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Murtiani (2008) melaporkan bahwa penggunaan pendekatan inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa SMP Negeri 1 Batu Ampar pada
materi difusi dan osmosis. Ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan
mencapai batas KK ( 85%). Pada siklus 1 hasil tes-awal 31,03% dan tes-akhir
96,55%, sedangkan pada siklus 2 58,62% pada tes-awal dan 86,20% pada tes-akhir.
Pengetahuan siswa tergolong baik menjadi cukup baik, sedangkan hasil keterampilan
tergolong baik. Rosmalina (2010) menunjukkan bahwa penerapan bahan ajar berbasis
inkuiri berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep saling ketergantungan di
sekolah dasar Kecamatan Beruntung Baru, Kabupaten Banjar. Penerapan bahan ajar
berbasis inkuiri ini dapat dijadikan pilihan yang baik dalam pembelajaran, karena
pendekatan inkuiri memberi pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
Arisuweni (2006) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan penguasaan
konsep, serta dapat meningkatkan sikap siswa terhadap lingkungannya. Kesan dan
tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan lingkungan pun
meningkat dan positif.
Kualitas pembelajaran siswa dalam memperoleh pengetahuannya melalui
pengamatan dan penyelidikan di kawasan pasar sekitar sekolah dapat diketahui dari
hasil pikiran yang mereka tuangkan dalam mengisi lembar kerja siswa (LKS) yang
sudah di siapkan guru sebelumnya. Hasil lembar kerja siswa proses dan psikomotor
melalui pembelajaran pada pertemuan I yang membahas jenisjenis limbah mencapai
88% dan pada pertemuan II yang membahas daur ulang limbah 99,40%. Hasil lembar
kerja siswa kelas perlakuan pada pertemuan I masih terdapat 1 kelompok siswa
dengan kategori sedang (56-75%). Pada pertemuan II meningkat. Semua kelompok
menunjukkan kategori baik (76-100%).
Belajar menggunakan model inkuiri selain berorientasi kepada hasil belajar
juga berorientasi pada proses belajar. Pembelajaran adalah proses interaksi, baik
interaksi antara siswa maupun interaksi dengan guru, bahkan interaksi siswa dengan
lingkungan. Menurut Dharma (2008), pembelajaran berbasis inkuiri menekankan
kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara
langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri
materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa
untuk belajar. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari
dan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
14
sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi
pemberlajaran ini juga dinamakan strategi heuristic, yang berarti saya menemukan.
Hasil belajar siswa berupa proses dan psikomotor pada kelas kontrol tidak
ada, karena siswa pada kelas kontrol hanya belajar di dalam kelas dengan bantuan
bahan ajar dan buku paket pegangan siswa. Dari proses belajar tersebut siswa kelas
perlakuan diharapkan memperoleh pengetahuannya sendiri dari data-data yang telah
diperoleh dari lingkungan tempat belajarnya; dalam penelitian ini tempat belajarnya
adalah lingkungan kawasan pasar di sekitar sekolah. Ahli konstruktivis Piaget,
Vygotsky dalam Ibrahim dkk. (2000) menekankan kebutuhan siswa menyelidiki
lingkungan dan membangun sendiri pengetahuan bermakna pada diri siswa.
Menurut Susilo (2003), siswa melakukan serangkaian kegiatan intelektual
agar pengalaman (masalahnya) dapat dipahami. Inkuiri menekankan pada adanya
inisiatif siswa untuk mengalami proses belajarnya sendiri. Melalui pendekatan ini
siswa diberi kesempatan mencari dan menemukan keteraturan-keteraturan dan hal-hal
yang berhubungan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri. Selain itu belajar
melalui inkuri memperpanjang proses ingatan. Dengan kata lain, hal-hal yang
dipelajari melalui inkuri lebih lama diingat oleh siswa (Dahar dan Liliasari, 1886).
Steven dan Slavin (1995) menyatakan bahwa dengan pembelajaran
kelompok/kooperatif, hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa
yang diorganisasikan secara tradisional/konvensional.
2) Perilaku Berkarakter Siswa
Perilaku berkarakter siswa dalam kegiatan belajar mengajar pertemuan I
pada konsep jenis-jenis limbah menunjukkan skala kemajuan dan memerlukan
perbaikan. Hal ini terlihat dari penilaian observer terhadap 7 perilaku berkarakter
yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa dalam pembelajaran: ketelitian, kejujuran,
peduli, komunikasi, kerjasama, terbuka, menghargai teman, dan bertanggungjawab.
Perilaku berkarakter yang diharapkan ada pada diri siswa secara umum
menunjukkan peningkatan dari pertemuan I ke pertemuan II. Ini dapat dilihat dari
kondisi siswa yang sudah mulai termotivasi dan merasa senang, ketika teman
memperlakukannya dengan baik. Seyogyanya teman itu pun menginginkan perlakuan
yang sama olehnya. Di sini siswa dapat mengontrol dan mempertimbangkan
perilakunya agar satu sama lain merasa nyaman dan berjalan ke arah yang lebih baik.
Tujuh perilaku berkarakter yang diamati selama kegiatan belajar mengajar dengan
jumlah siswa 31 orang sudah tergolong dalam skala sangat baik dan memuaskan.
Artinya, pembelajaran ini mampu meningkatkan perilaku berkarakter siswa.
Pembelajaran ini tidak hanya meningkatkan hasil belajar, tetapi juga
meningkatkan perilaku berkarakter siswa. Anitah dkk. (2008) berpendapat bahwa
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
15
pembelajaran kooperatif yang dipadukan dengan pembelajaran berbasis inkuiri
memberi siswa kesempatan untuk membina rasa tanggung jawab, rasa toleransi.
Lebih jauh siswa akan memahami materi pelajaran yang bersifat problematik dengan
alternatif penyelesaiannya. Secara langsung siswa akan belajar berpikir logis, kritis,
dan kooperatif dalam memberikan alternatif penyelesaian masalah melalui
kesempatan kelompok. Oleh karena itu perlu dikembangkan dalam pembelajaran agar
siswa memiliki kemampuan sosial, seperti bekerja sama, berkomunikasi,
bermusyawarah, dan berinteraksi yang dibentuk melalui kelompoknya.
Melalui belajar kelompok siswa tidak hanya mendapat kesempatan untuk
mengembangkan konsep, tetapi juga kesempatan untuk mengembangkan aktivitas
sosial, sikap dan nilai (Depdikbud, 1990 dalam Anitah dkk, 2008). Menurut
Kunandar (2007), di dalam pembelajaran berbasis inkuiri yang mengikuti metode
sains, siswa belajar menjadi seorang ilmuwan. Siswa tidak hanya belajar tentang
konsep atau fakta, tetapi juga proses dan sikap.
Dalam buletin Character Educator, yang terbitan Character Education
Partnership diuraikan hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri-
St. Louis yang menunjukkan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih
prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter.
Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter
menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat
menghambat keberhasilan akademik (Suyanto, 2009).
3) Kinerja Siswa
Skor rerata setiap perilaku siswa yang menunjukkan kinerja secara umum
meningkat. Peningkatan skor rerata kinerja yang paling banyak dilakukan oleh siswa
dari pertemuan I ke pertemuan II adalah interaksi antar-siswa dan juga penyelidikan
(rerata sama, 1,84), menggabungkan instruksi di kelas dengan konteks realistis (rerata
1,00), standar yang kompoten di dunia nyata (rerata 0,83), kriteria proses (kreativitas,
kerapian, penggunaan sumber daya, dan lain-lain) dan mewakili kehidupan nyata
bukan buku kerja (nilai rerata sama, 0,67), integrasi pengetahuan (rerata 0,66),
mendiskusikan ide/materi ajar dan mengkritik/menganalisis respon siswa lain serta
melakukan hal-hal rutin dengan menggunakan informasi yang diperoleh (rerata 0,50),
menulis tugas dan memberi pendapat secara informal (rerata 0,34), identifikasi peran
siswa, kinerja oral, membaca/mempresentasikan tugas, membaca teks/bahan
pembelajaran, kriteria produk (keakuratan, keterpakaian, dan lain-lain) (rerata sama,
0,33), interaksi guru dan siswa serta identifikasi tugas terhadap bahan pendukung atau
bahan ajar (rerata 0,17), dan pertanyaan-pertanyaan lisan (0,16).
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
16
Kinerja siswa dalam pembelajaran pada pertemuan I dan pertemuan II
berubah sangat baik dan skor rerata setiap kategori perilaku siswa yang menunjukkan
kinerja secara umum meningkat. Pada pertemuan I masih banyak aktivitas siswa yang
kinerjanya kurang. Hal ini, karena siswa belum terkondisi dengan keadaan yang
dibentuk dari perbedaan latar belakang dan taraf pengetahuan, lingkungan sosial
ekonomi, dan gaya belajar. Siswa belum memahami cara belajar dari guru, sehingga
masih banyak yang kurang melakukan aktivitas yang seharusnya, kurang motivasi
dalam diri siswa sendiri untuk melaksanakan pembelajaran karena pembelajaran ini
masih baru bagi mereka. Siswa masih bingung dan belum bisa melaksanakan
sepenuhnya proses belajar mengajar.
Belajar memerlukan motivasi. Hasilnya akan optimal, kalau ada motivasi.
Makin tepat motivasi yang diberikan, makin berhasil pula pelajaran. Motivasi berarti
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang
mau dan ingin melakukan sesuatu. Bila tidak suka, siswa akan berusaha meniadakan
atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi dapat dirangsang oleh faktor
dari luar, tetapi tumbuh di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. Jadi motivasi
akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar para siswa (Sardiman, 2006).
Pada pertemuan II semua kategori kinerja siswa dapat dimaksimalkan. Dari
semua kategori kinerja siswa tersebut peningkatan skor rerata kinerja yang paling
menonjol adalah interaksi siswa dengan siswa dan juga melakukan penyelidikan
(rerata sama, 1,84), menggabungkan instruksi di kelas dengan konteks realistis (rerata
1,00), standar yang kompoten didunia nyata (rerata 0,83), kriteria proses (kreativitas,
kerapian, penggunaan sumber daya, dan lain-lain) dan mewakili kehidupan nyata
bukan buku kerja (rerata sama, 0,67), dan integrasi pengetahuan (rerata 0,66).
Pada pertemuan II ini siswa sudah terkontrol dan lebih fokus terhadap
masalah pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa pun mengerti dan menyadari
pentingnya pemahaman konsep jenis-jenis limbah dan daur ulang limbah, bukan
sekedar teori, melainkan kebermaknaan nyata di lingkungan sekitar siswa sehingga
mereka sudah mulai terpusat pada pembelajaran yang disajikan guru. Hal ini
menggambarkan bahwa siswa bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan lebih
termotivasi mengikutinya.
Dengan demikian, pembelajaran berbasis inkuiri dengan setting kooperatif
tipe penyelidikan kelompok dapat meningkatkan kinerja siswa selama proses belajar
mengajar. Mulyanto (2005) menegaskan bahwa KTSP memberikan sinyal dalam
implementasinya menggunakan strategi dengan menekankan pada aspek kinerja
siswa (Contextual Teaching and Learning). CTL menyampaikan pesan yang
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
17
menekankan pada (1) menghubungkan pengetahuan dan keterampilan, (2)
mempelajari konsep-konsep abstrak dengan melakukan aktivitas-aktivitas praktis, dan
(3) menghubungkan pelajaran sekolah dan dunia nyata. Peran sentral ini memiliki arti
bahwa belajar dengan melakukan sesuatu membuat hubungan-hubungan
menghasilkan makna, dan pada saat melihat makna, pengetahuan dan keterampilan
diperoleh dan diserap. Jadi, fungsi dan peranan guru hanya sebagai mediator-siswa
untuk lebih proaktif merumuskan sendiri fenomena berkaitan dengan fokus kajian
secara kontekstual, bukan tekstual.
Pendekatan yang digunakan dalam implementasi perangkat pembelajaran ini
adalah pendekatan konstruktivis, pendekatan yang berciri student centered yang
ditekankan kepada learning, juga memerhatikan prinsip-prinsip Contextual Teaching
and Learning (Mulyanto, 2005). Salah satu bentuk pembelajaran yang disarankan
dari KTSP adalah pembelajaran berbasis inkuiri (Kunandar, 2007). Inkuiri merupakan
kegiatan inti dari pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning.
Pengetahuan dari keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Berlyne dalam Slavin (2008) menyatakan bahwa belajar menggunakan
pendekatan inkuiri akan memacu kehendak-tahuan siswa, memotivasi untuk
melanjutkan pekerjaan hingga menemukan jawaban. Selain itu, siswa juga dapat
memecahkan masalah secara mandiri dan keterampilan berfikir kritis karena harus
selalu menganalisis dan menangani informasi. Dengan demikian, jika pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri sudah dilaksanakan baik, tiga tujuan dapat dicapai
sekaligus, yaitu (a) merangsang rasa ingin tahu pada siswa, (b) menemukan informasi
atau pengetahuan yang merupakan jawaban pertanyaan dan masalah yang diajukan,
dan (c) melatih keterampilan metode ilmiah melalui kerja ilmiah sehingga sekaligus
menghayati bagaimana kerja keras dilakukan oleh para ilmuwan (Ibrahim, 2005).
Pembelajaran berbasis inkuiri dengan setting kooperatif tipe penyelidikan
kelompok merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang
diajarkan dengan lingkungan siswa, sehingga menjadi konteks pembelajaran yang
bermakna, yang akan mampu membawa siswa ke dalam kajian isi pembelajaran dan
konsep yang relevan bagi mereka dan memberi makna dalam kehidupan sehari-hari.
4) Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
Pada pertemuan I hasil observasi aktivitas guru dari dua orang pengamat
mulai dari tahap persiapan hingga tahap pelaksanaan hanya ada 3 aspek yang
mendapat nilai cukup baik yaitu persiapan secara keseluruhan, selalu mengingatkan
siswa untuk melakukan perilaku berkarakter dan keterampilan sosial dan suasana
kelas. Guru belum maksimal melaksanakan pembelajaran (seperti pada pendahuluan
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
18
dalam bertanya jawab dengan siswa) serta kurang mengorganisasi dengan baik tahap
kegiatan inti (terutama dalam hal meminta siswa memberi hipotesis, membimbing
siswa dalam mendiskusikan hasil penyelidikan serta pengelolaan waktu).
Keterbatasan waktu menjadi alasan, karena pelaksanaan pembelajaran ini
membutuhkan waktu yang relatif banyak. Guru perlu memperhatikan alokasi waktu
yang disediakan agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal.
Pada pertemuan II, aktivitas guru sudah berkategori baik dan sesuai dengan
prosedur. Terlihat jelas penurunan dominansi aktivitas guru. Sebaliknya, siswa
terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa antusias mengikuti pelajaran. Pengelolaan
waktu sudah baik, karena guru dan siswa sudah mulai termotivasi dan mampu
melaksanakan tahapan-tahapan pembelajaran. Guru lebih memosisikan dirinya
sebagai fasilitator, yang memberi kemudahan belajar kepada siswa. Peserta didik
terlibat aktif dalam pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak memberi arahan dan
bimbingan serta mengatur sirkulasi dan jalannya pembelajaran.
Sardiman (2006) menegaskan bahwa yang terpenting dalam pembelajaran
adalah bagaimana guru menciptakan kondisi atau proses yang mengarahkan siswa
melakukan aktivitas belajar. Sudah barang tentu peran guru sangat penting. Guru
melakukan usaha-usaha untuk menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak
didik melakukan aktivitas belajar dengan baik. Untuk belajar dengan baik diperlukan
proses dan motivasi yang baik pula. Motivasi belajar siswa akan muncul apabila guru
dapat memberikan suasana belajar yang kondusif, menyenangkan, dan efektif (Anitah
dkk., 2008). Belajar efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.
Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan dan
siswa diminta merumuskan hipotesis. Menurut Anitah dkk. (2008), umumnya tujuan
bertanya adalah memperoleh informasi. Namun, kegiatan bertanya guru juga
meningkatkan interaksi guru dengan siswa serta siswa dengan siswa. Dengan
demikian, pertanyaan guru tidak hanya mendapat informasi tentang pengetahuan
siswa, tetapi juga mendorong siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Suparno (2001) mengemukakan bahwa sebelum mengajar (tahap persiapan),
guru diharapkan mempersiapkan bahan ajar, mempersiapkan alat peraga/praktikum
yang akan digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk memancing
siswa aktif belajar, mempelajari keadaan dan mengerti kelemahan dan kelebihan
siswa, serta mempelajari pengetahuan awal siswa. Semuanya akan terurai
pelaksanaannya di dalam perangkat pembelajaran.
5) Respon Siswa terhadap Pembelajaran
Data terakhir yang juga sangat mendukung dalam peningkatan hasil belajar
dan perilaku berkarakter siswa selama mengikuti proses belajar mengajar adalah
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
19
angket respon siswa terhadap pembelajaran. Siswa sangat menyukai proses belajar
mengajar yang diterapkan karena pembelajaran tidak monoton, tidak membosankan
dan memberikan respon positif, serta merasa termotivasi karena pelaksanaan
pembelajaran yang menyenangkan dan jauh dari rasa tertekan. Siswa diberi
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat.
Sardiman (2006) menegaskan belajar akan lebih efektif, bila didorong
dengan motivasi, terutama motivasi dari dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau
intrinsic motivation. Lain halnya bila belajar dengan rasa takut atau dengan rasa
tertekan dan menderita. Menurut Anitah dkk. (2008), siswa akan termotivasi,
bersemangat, dan tidak takut mengajukan pendapat, karena diberi keleluasaan
menyampaikan pendapat kepada siswa lain, bisa bekerjasama dengan teman, peduli
terhadap siswa lain, saling menghargai pendapat, tidak saling mencela (menunjukkan
perilaku berkarakter dan keterampilan sosial). Penghargaan dari guru dan teman-
teman yang diberikan memotivasi siswa untuk tidak takut mengajukan pendapat.
Penggunaan media yang dapat diproyeksikan (projected visual) berupa LCD
dengan menayangkan macromedia flash tentang konsep pembelajaran jenis-jenis
limbah dan daur ulang limbah digunakan untuk memotivasi siswa agar mengarah
kepada tujuan pembelajaran. Menurut Anitah dkk. (2008), alat proyeksi berupa LCD
bisa dimanfaatkan untuk menata pembelajaran lebih menarik lagi, karena bisa
menampilkan berbagai hal terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran dibanding
dengan alat proyeksi lain.
Sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivis menurut Hudojo (1998)
dalam Trianto (2009) mempunyai ciri-ciri (a) siswa terlibat aktif belajar dan belajar
materi (pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir serta (b)
informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu
dengan skema yang dimiliki siswa. Implikasi ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan
konstruktivis adalah penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan
belajar yang konstruktif (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar
merupakan proses pembentukan pengetahuan, (2) menyediakan berbagai alternatif
pengalaman belajar, (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan
relevan dengan melibatkan pengalaman kongkrit, (4) mengintegrasikan pembelajaran
yang memungkinkan interaksi dan kerjasama antara siswa, (5) memanfaatkan
berbagai media agar pembelajaran lebih menarik, dan (6) melibatkan siswa secara
emosional dan sosial sehingga biologi lebih menarik bagi siswa.
AECT (1997) dalam Anitah dkk. (2008) menegaskan sumber belajar berupa
lingkungan sekitar dapat dimanfaatkan menunjang kegiatan belajar mengajar secara
optimal. Penyajian materi bernuansa lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
20
macam pendekatan; misalnya, pendekatan inkuiri dengan pendekatan kooperatif tipe
penyelidikan kelompok yang dipadukan dengan pendekatan lingkungan. Pendekatan
lingkungan adalah strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai
sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Hal tersebut dapat dimanfaatkan
untuk memecahkan masalah lingkungan dan menanamkan sikap cinta lingkungan.
Lingkungan dapat digunakan untuk merangsang dan menarik perhatian siswa.
Meningkatkan kualitas pembelajaran memerlukan perangkat pembelajaran
yang berorientasi pada model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa serta memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif membangun
pengetahuannya sendiri (Woolfolk, 1993 dalam Nur, 1996). Berdasarkan pemahaman
tersebut, teori pembelajaran kontekstual berfokus pada multiaspek lingkungan
belajar; dalam penelitian ini berupa ruang kelas yang dipadukan dengan pemanfaatan
lingkungan sekitar sekolah (kawasan pasar) sebagai sumber belajar pada konsep
jenis-jenis limbah dan daur ulang limbah.
SIMPULAN DAN SARAN
1. Rerata hasil belajar produk kelas perlakuan meningkat, baik pada pertemuan I
maupun pertemuan II, rerata hasil belajar produk dengan pembelajaran ini lebih
baik daripada hasil belajar produk tanpa perangkat pembelajaran.
2. Pembelajaran ini berhasil dengan baik dalam peningkatan perilaku berkarakter.
3. Pembelajaran ini berhasil dengan baik dalam peningkatan kinerja siswa.
4. Aktivitas (keterlibatan) guru menurun. Sebaliknya, siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran pada pertemuan II dibanding dengan pada pertemuan I.
5. Respon siswa terhadap pembelajaran ini menunjukkan hasil positif. Artinya,
pembelajaran ini dapat diterima sebagai alternatif model pembelajaran lain.
Siswa sangat termotivasi dan senang terhadap pembelajaran yang dilatihkan dan
berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dengan model serupa.
Disarankan kepada guru
1) mempersiapkan perangkat pembelajaran beserta persyaratan lain sedini mungkin,
agar pembelajaran bisa diterapkan dengan baik,
2) mempersiapkan dan mengelola waktu pembelajaran dengan sebaik-baiknya,
karena pembelajaran berbasis inkuiri dengan setting kooperatif tipe penyelidikan
kelompok ini berpusat pada siswa sehingga menuntut manajemen waktu baik.
DAFTAR PUSTAKA Anitah W, Sri. dkk. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
21
Arisuweni. 2006. Penggunaan Pendekatan Lingkungan dalam Pembelajaran Saling
Ketergantungan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa: Penelitian Tindakan Kelas di SLTP Kelas I (http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1123106-151053/). Diakses tanggal 10 Mei 2011.
Borich, G.D. 2005. Observation Skill for Effective Teaching. New York: Merrill
Publishing Company. Dahar, Ratna Wilis, dan Liliasari. 1986. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Universitas Terbuka. Dharma, Surya. 2008. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya. Direktorat Tenaga
Kependidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal. Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional.
Eggen, P.D. and D.P. Kauchack. 1996. Strategies for Teachers Teaching Content and
Thinking Skills. Boston: Allyn and Bacon. Gage, N.L. 1966. Handbook of Research On Teching Project of The American
Educational Research Association. Chicago: A Departement of The National Education Association.
Hisyam, Z., M. Bermawy, dan A.S. Ayu. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif.
Yogyakarta : Pustaka Insan Madani. Ibrahim, Muslimin, Fida Rachmadiati, Mohamad Nur, dan Ismono. 2000.
Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya University Press.
Ibrahim, Muslimin. 2005. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) Hakikat, Filosofi, dan Contoh Implementasinya. Banjarmasin: Jurusan PMIPA FKIP UNLAM.
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyanto, H. 2005. Biologi SMA dan Madrasah Aliyah Kelas X Semester 2.
Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa. Murtiani. 2008. Penggunaan Pendekatan Inkuiri Dengan Pendekatan Kooperatif
Untuk Meningkatkan Pemahaman Difusi dan Osmosis Pada Siswa SMP Negeri Batu Ampar. Skripsi. Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNLAM (tidak dipublikasikan).
Nur, M. 1996. Pola Pembelajaran dan Sosok Tenaga Kependidikan yang Sesuai
dengan Tantangan dan Tuntutan Kehidupan Tahun 2020. Makalah Konvensi Pendidikan Indonesia III. Ujung Pandang.
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
22
Rosmalina, I. 2010. Penerapan Bahan Ajar Berbasis Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep Saling Ketergantungan di Sekolah Dasar Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Skripsi. Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNLAM.(tidak dipublikasikan).
Sardiman, A.M. 2006. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kedelapan
Jilid 1. Jakarta: PT Indeks. Steven, R.J. dan R.E. Slavin. 1995. The Cooperative Elementary School Effect on
Student Achievement, Attitudes, and Social Relations. American Educational Research journal, 32: 321+
Subandi, A. 2007. KTSP Biologi SMA/MA. (http: //aansma11. blogspot. com/ 2007/
06/ ktsp-biologi-sma/ma. html). Diakses 13 Mei 2011. Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius. Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget.Yogyakarta:
Kanisius. Susilo, Herawati. 2003. Kapita Selekta pembelajaran Biologi. Jakarta: Universitas
Terbuka. Suyanto. 2009. Urgensi Pendidikan Karakter. (http://www. mandikdasmen.
depdiknas. go. id/web/pages/urgensi. html). Diakses 1 Desember 2011. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya:
Kencana Prenada Media Group. Usman, M.U. dan L. Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://aansma11.blogspot.com/2007/06/ktsp-biologi-smama.htmlhttp://aansma11.blogspot.com/2007/06/ktsp-biologi-smama.html
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
23
KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI INKUIRI TERBIMBING PADA KONSEP EKOSISTEM DI SMA
Norhasanah 1); H. Muhammad Zaini 2)
(1. Dosen FKIP Uvaya Banjarmasin; Alumni Magister Pendidikan Biologi Program Pascasarjana, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
2. Dosen S1 dan S2 Pendidikan Biologi, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran biologi melalui
inkuiri terbimbing pada konsep ekosistem di SMA. Metode penelitian kuantitatif ini
menggunakan rancangan The Counterbalanced Design dengan dua kali pembelajaran.
Populasi adalah siswa kelas X SMA Negeri 4 Barabai (157 orang siswa yang terbagi
menjadi 6 kelas). Sampelnya 4 kelas yang terdiri atas dua kelas perlakuan dan dua
kelas kontrol. Siswa kelas XA 25 orang, XB 28 orang, XE 25 orang, XF 22 orang.
Pembelajaran biologi melalui inkuiri terbimbing tergolong efektif. Keterampilan
inkuiri terbimbing berkategori baik (skor rerata 3,07), keterampilan menggunakan
termometer berkategori baik (rerata 3,32), keterampilan sosial berkategori baik (rerata
3,04), dan perilaku berkarakter berkategori cukup baik (rerata 2,99). Hasil belajar
proses dengan skor rerata 76,65% (baik). Hasil belajar kognitif produk antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda secara signifikan; pada
pembelajaran 1 (F = 93,31; p = 0,0001) dan pada pembelajaran 2 (F = 87,53; p =
0,0001). Pembelajaran prototipe ini perlu didesiminasikan dalam konteks yang lebih
luas sesuai dengan lingkungan belajar yang setara dengan pelaksanaan penelitian.
Kata kunci: inkuiri, lingkungan, keefektifan, pembelajaran
PENDAHULUAN
Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh guru adalah merencanakan
dan melaksanakan pembelajaran serta merencanakan dan melaksanakan penilaian.
Wujud nyata kompetensi tersebut adalah kemampuan guru untuk mengembangkan
perangkat pembelajaran kemudian mengimplementasikannya di dalam proses belajar
mengajar di kelas. Menurut Susilo (2009), guru masa depan perlu memiliki
pemahaman mendasar yang cukup mengenai materi yang akan diajarkan. Oleh karena
itu, guru perlu berlatih agar tertarik dan termotivasi untuk mempelajari dan memiliki
pengetahuan yang memadai.
Perangkat pembelajaran adalah salah satu wujud persiapan yang dilakukan
oleh guru sebelum melakukan pembelajaran. Menurut Supramono (2005), perangkat
pembelajaran merupakan faktor yang ikut berperan menentukan keberhasilan sebuah
pembelajaran di sekolah. Perangkat pembelajaran merupakan salah satu prasyarat
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
24
terlaksananya proses kegiatan belajar mengajar dengan baik dan benar. Oleh karena
itu, perlu dikembangkan perangkat pembelajaran yang betul-betul cocok dengan
kondisi karakteristik dan kebutuhan siswa, sehingga perlu penelitian dalam
mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing untuk
mengefektifkan pembelajaran dan hasil belajar pada konsep ekosistem di SMA.
Pembelajaran biologi dengan konsep ekosistem merupakan salah satu
pendekatan lingkungan di SMA. Pembelajaran biologi di SMA pada konsep
ekosistem merupakan salah satu contoh pembelajaran di luar kelas (lingkungan
alami) untuk memberikan mendorong siswa mampu membangkitkan aktivitas dan
kreativitas siswa, sehingga pembelajaran berlangsung secara efektif.
Guru sebagai agen pembelajar harus mampu menyajikan pembelajaran secara
kontekstual dengan melibatkan langsung peran serta siswa secara aktif.
Diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berimplikasi cukup
luas dan kompleks terhadap pembelajaran, pengalaman belajar, dan sistem penilaian.
KTSP merupakan kurikulum yang mengharapkan pembelajaran di sekolah
berorientasi pada penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan secara
integratif. Salah satu bentuk pembelajaran yang disarankan KTSP adalah
pembelajaran berbasis inkuiri (Kunandar, 2009).
Pendekatan inkuiri merupakan pembelajaran yang dapat diadaptasikan dengan
kemampuan siswa, dapat membangun struktur kognitif, dan dapat memotivasi siswa
untuk berpikir kritis. Pendekatan inkuiri adalah strategi yang berpusat pada siswa.
Kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang
digariskan secara jelas (Hamalik, 2004). Menurut Gulo (Trianto, 2007), pendekatan
inkuiri adalah rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri temuannya dengan penuh
percaya diri. Dengan demikian, siswa akan terbiasa dengan sikap para ilmuwan sains,
yaitu teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, dan menghormati pendapat orang lain.
Pendekatan inkuiri terbimbing, menurut Bonnstetter (Ibrahim, 2007)
merupakan tingkatan inkuiri yang ke-3. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja
merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri,
sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang ditemukan
siswa dalam buku petunjuk. Guru hanya berperan sebagai fasilitator.
Teori belajar yang melandasi pembelajaran berbasis inkuiri adalah teori
belajar konstruktivis. Teori belajar ini dikembangkan oleh Piaget. Menurut Piaget
(Ansori, 2008), pengetahuan akan bermakna bila dicari dan ditemukan sendiri oleh
siswa. Siswa tingkat SMA mampu menalar hal-hal yang abstrak. Mereka mampu
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
25
bergerak bebas dari satu sudut pandang ke sudut pandang lain. Mereka mampu
berpikir secara sistematis dan logis serta bersikap cukup objektif dalam menilai
peristiwa. Mereka juga mampu memusatkan perhatian pada beberapa sifat objek atau
peristiwa secara serentak dan mengerti hubungan antara dimensi-dimensi.
Pembelajaran berbasis inkuiri banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif.
Menurut aliran ini belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan proses berpikir
dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal.
Belajar lebih dari sekedar menghafal dan memupuk ilmu pengetahuan, tetapi
memeroleh pengetahuan bermakna untuk siswa melalui keterampilan berpikir
(Sanjaya, 2008).
Kubicek (2005) melaporkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat
meningkatkan pemahaman siswa melalui pelibatan siswa dalam kegiatan
pembelajaran secara aktif, sehingga konsep yang dicapai lebih baik. Nurgiyanto
(2011) melaporkan bahwa penerapan pembelajaran siklus belajar berbantuan media
animasi komputer dapat meningkatkan keterampilan kerja ilmiah dan hasil belajar
IPA. Amilasari dan Sutiadi (2008) melaporkan bahwa model pembelajaran inkuiri
terbimbing dapat meningkatkan kecakapan akademik siswa, sedangkan menurut Rozi
(2010), terdapat interaksi antara strategi inkuiri dan kemampuan kerja ilmiah terhadap
kemampuan pemahaman konsep siswa.
Menurut Nugroho (2010), ada pengaruh penerapan pembelajaran strategi
inkuiri dengan teknik praktikum terhadap hasil belajar siswa. Menurut Ristanto
(2010), terdapat perbedaan pengaruh pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing
dengan multimedia dan lingkungan riil. Pembelajaran dengan lingkungan riil
memberi pengaruh positif pada prestasi dibandingkan dengan multimedia.
Pembelajaran dengan menerapkan lingkungan riil sebagai wahana dalam belajar
ekosistem cenderung lebih baik daripada menggunakan multimedia.
Bilgin (2009) melaporkan bahwa siswa dengan kelompok inkuiri terbimbing
yang belajar secara kooperatif mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap
penguasaan konsep materi pelajaran dan menunjukkan sikap yang positif. Menurut
Hidayat (2005), pendekatan Guide Inquiry dapat meningkatkan pemahaman konsep
siswa serta pengembangan sikap afektif dan psikomotor pada setiap kelompok.
Pembelajaran biologi pada konsep ekosistem di SMA kelas X semester 2
melalui pendekatan inkuiri terbimbing belum pernah dilaksanakan. Berdasarkan pada
alasan di atas muncul pertanyaan; bagaimana keefektifan pembelajaran biologi
melalui inkuiri terbimbing pada konsep ekosistem di SMA?
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
26
METODE
Penelitian kuasi eksperimen ini menggunakan The Counterbalanced Design
(Campbell & Stanley, 1966). Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 4
Barabai (157 orang siswa yang terbagi dalam 6 kelas). Sampel penelitian 4 kelas.
Pada pembelajaran 1 kelas perlakuan adalah kelas XB (28 siswa) dan XF (22 siswa),
sedangkan kelas kontrol XA (25 siswa) dan XE (25 siswa). Pada pembelajaran 2
kelas perlakuan adalah kelas XA dan XE dan kelas kontrol XB dan XF.
Instrumen penelitian adalah prototipe perangkat pembelajaran berupa Silabus,
RPP, LKS, Kunci LKS, Tabel Spesifikasi atau Kisi-kisi Lembar Penilaian, Lembar
Penilaian Kognitif, Lembar Penilaian Psikomotor, Lembar Penilaian Afektif (perilaku
berkarakter dan keterampilan sosial), Kunci Lembar Penilaian, Media, dan Bahan
Ajar. Prototipe perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan berdasarkan pada
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 dan berbasis pendidikan karakter pada konsep
ekosistem kelas X di SMA.
Langkah-langkah pengembangan prototipe perangkat pembelajaran dirincikan
sebagai berikut.
(1) Mengembangkan bahan ajar sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
(2) Menetapkan indikator pencapaian kompetensi berdasarkan kompetensi dasar.
(3) Menyusun silabus berdasarkan rambu-rambu dalam KTSP Biologi SMA.
(4) Menyusun RPP sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
(5) Menyusun LKS sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
(6) Menyusun soal evaluasi berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dan kisi-
kisi yang dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penskoran.
(7) Menyusun instrumen penilaian (kognitif, psikomotor, dan afektif).
(8) Menguji coba soal-soal tes kognitif, yang selanjutnya divalidasi dengan
menggunakan Tabel FAN.
(9) Merevisi prototipe perangkat pembelajaran sesuai dengan saran-saran ahli
sehingga dapat diujikan/diterapkan.
(10) Menguji/menerapkan prototipe perangkat pembelajaran yang telah divalidasi
pada sekolah yang telah ditentukan.
(11) Menganalisis data hasil penelitian untuk mengetahui hasil uji coba penerapan
prototipe perangkat pembelajaran.
(12) Merevisi prototipe perangkat pembelajaran sesuai dengan saran-saran ahli,
sehingga dapat menghasilkan produk sebuah prototipe perangkat pembelajaran
yang dapat diujikan pada penelitian berikutnya.
Teknik pengumpulan data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Data
keefektifan pembelajaran diperoleh dari hasil observasi keterampilan inkuiri
terbimbing, keterampilan menggunakan termometer (LP 3), perilaku berkarakter (LP
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
27
4) dan keterampilan sosial (LP 5). Data hasil belajar proses diperoleh dari LKS
dengan menggunakan instrumen kinerja proses (LP 2). Data hasil belajar kognitif
produk diperoleh dari tes individual yang merupakan tes awal sebelum pembelajaran
dan tes akhir setelah pembelajaran diberikan (LP 1).
Teknik analisis data keefektifan pembelajaran terlihat dari keterampilan
inkuiri terbimbing, keterampilan menggunakan termometer, perilaku berkarakter,
keterampilan sosial di analisis secara deskriptif dengan menggunakan kategorikal.
data hasil belajar proses dalam kegiatan inkuiri terbimbing diperoleh dari laporan
LKS di analisis secara deskriptif dengan menggunakan kategorikal. Data hasil belajar
kognitif produk diperoleh dari tes individual (tes awal dan tes akhir) dan dianalisis
dengan teknik analisis kovarian (ANACOVA). Skor rerata tes awal digunakan sebagai
kovarian dan diolah dengan Program SAS Release 6.03.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Keterampilan siswa dalam menganalisis dan menyimpulkan hasil pengamatan
cukup baik, sedangkan merumuskan prosedur kerja dalam pengamatan dan
menyelidiki melalui pengamatan baik (Tabel 1). Keterampilan inkuiri terbimbing
siswa adalah baik (3,07).
Tabel 1. Hasil observasi keterampilan siswa pada pembelajaran 1 dan 2
Keterampilan
Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran 1 Pembelajaran 2
Rerata Kategori Rerata
kelas X.B
Rerata
kelas X.F
Rerata
kelas X.A
Rerata
kelas X.E
Merumuskan prosedur
kerja dalam pengamatan 3,00 3,00 3,20 3,10 3,08 Baik
Menyelidiki melalui
pengamatan 3,20 3,30 3,30 3,50 3,33 Baik
Menganalisis hasil
pengamatan 2,90 3,10 2,90 2,80 2,93 Cukup Baik
Menyimpulkan hasil
pengamatan 2,90 2,90 3,10 3,00 2,95 Cukup Baik
Nilai Rerata 3,07 Baik
Keterangan: (1-1,99) = Kurang; (2 2,99) = Cukup Baik; (3 3,99) = Baik; (4 4,99) = Sangat Baik
Keterampilan siswa menggunakan termometer (cara memegang, cara
membaca skala sejajar, dan ketelitian membaca skala) baik (Tabel 2). Keterampilan
siswa menggunakan termometer siswa adalah baik (3,32).
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
28
Perilaku berkarakter siswa seperti peduli, kerja sama, terbuka dan menghargai
teman rerata cukup baik (Tabel 3). Jujur, teliti, tekun, rasa ingin tahu dan tanggung
jawab adalah rerata baik dengan skor rerata keseluruhan 2,99 (cukup baik).
Tabel 2. Hasil observasi keterampilan menggunakan termometer pada pembelajaran 1
Keterampilan Menggunakan Termometer
Pembelajaran 1
Rerata Kategori Rerata
kelas X.B
Rerata
kelas X.F
Cara memegang termometer 3,27 3,47 3,37 Baik
Cara membaca skala sejajar dengan mata 3,47 3,33 3,40 Baik
Ketelitian membaca skala 3,13 3,27 3,20 Baik
Nilai Rerata 3,32 Baik
Keterangan: (1-1,99) = Kurang; (2 2,99) = Cukup Baik; (3 3,99) = Baik; (4 4,99) = Sangat Baik
Tabel 3. Hasil observasi perilaku berkarakter siswa pada pembelajaran 1 dan 2
Perilaku Berkarakter
Pembelajaran 1 Pembelajaran 2
Rerata Kategori Rerata
kelas X.B
Rerata
kelas X.F
Rerata
kelas X.A
Rerata
kelas X.E
Jujur 3,00 2,91 3,32 3,32 3.14 Baik
Teliti 3,02 3,07 2,98 3,10 3.04 Baik
Tekun 2,66 3,14 3,06 3,16 3.01 Baik
Peduli 2,64 2,89 3,20 3,00 2.93 Cukup Baik
Rasa ingin Tahu 3,04 2,95 3,30 3,08 3.09 Baik
Tanggung Jawab 2,72 2,84 3,34 3,10 3.00 Baik
Kerja Sama 2,60 3,00 3,04 2,74 2.85 Cukup Baik
Terbuka & Menghargai
Teman 2,42 3,25 3,02 2,70 2.85 Cukup Baik
Nilai Rerata 2.99 Cukup Baik
Keterangan: (1-1,99) = Kurang, (2 2,99) = Cukup Baik, (3 3,99) = Baik, (4 4,99) = Sangat Baik
Keterampilan sosial siswa seperti menyumbang ide/pendapat adalah rerata
cukup baik (Tabel 4). Bertanya, sebagai pendengar yang baik, dan berkomunikasi
adalah rerata baik. Dengan skor rerata keseluruhan 3,04, kegiatan inkuiri adalah baik.
Menganalisis hasil pengamatan adalah rerata sedang (Tabel 5). Merumuskan
prosedur kerja dalam melakukan pengamatan, melakukan penyelidikan melalui
pengamatan, dan membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan adalah rerata
baik. Dengan skor rerata keseluruhan 76,65%, hasil belajar keterampilan proses
dalam kegiatan inkuiri terbimbing siswa adalah baik.
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
29
Tabel 4. Hasil observasi keterampilan sosial siswa pada pembelajaran 1 dan 2
Keterampilan Sosial
Pembelajaran 1 Pembelajaran 2
Rerata Kategori Rerata
kelas X.B
Rerata
kelas X.F
Rerata
kelas X.A
Rerata
kelas X.E
Bertanya 3,00 3,00 3,16 3,14 3,08 Baik
Menyumbang Ide / Pendapat 2,86 3,00 3,08 2,98 2,98 Cukup Baik
Menjadi Pendengar yang Baik 3,00 3,00 3,08 2,96 3,01 Baik
Komunikasi 2,78 3,05 3,54 2,96 3,08 Baik
Nilai Rerata 3,04 Baik
Keterangan: (1-1,99) = Kurang; (2 2,99) = Cukup Baik; (3 3,99) = Baik; (4 4,99) = Sangat Baik
Tabel 5. Hasil belajar proses pada pembelajaran 1 dan 2.
Hasil Belajar Keterampilan
Proses
Pembelajaran 1 Pembelajaran 2 Rerata
(%) Kategori Rerata
kelas X.B
Rerata
kelas X.F
Rerata
kelas X.A
Rerata
kelas X.E
Merumuskan prosedur kerja 75,20 75,20 78,40 76,80 76,40 Baik
Melakukan penyelidikan 76,80 78,40 82,40 80,00 79,40 Baik
Menganalisis hasil pengamatan 75,20 76,80 74,40 72,80 74,80 Sedang
Membuat kesimpulan 76,00 75,20 78,40 74,40 76,00 Baik
Nilai Rerata 76,65 Baik
Keterangan: Baik (76-100%); Sedang (56-75%); Kurang (40-55%); Buruk (
-
Seminar Nasional Pembelajaran Biologi yang Berkarakter dan Berbasis Lingkungan Tahun 2011
Banjarmasin, 7 Maret 2011
30
Tabel 7. Hasil analisis kovarian pada pembelajaran 1.
Sumber DF JK/SS RK/MS F Probabilitas ( = 0,05)
Keterangan
Regresi 2 12262,30 6131,14 93,31 0,0001 Signifikan Residual 97 6373,70 65,70
Total 99 1863,00 Keterangan: R-Square = 0,657990, C.V = 11,88573
Pada pembelajaran 2 (konsep aliran en