profil nilai keterampilan klinis pada osce ukmppd …erepo.unud.ac.id › id › eprint › 13097...

28
1 PROFIL NILAI KETERAMPILAN KLINIS PADA OSCE UKMPPD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA NI PUTU WARDANI DEPARTMENT OF MEDICAL EDUCATION PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    PROFIL NILAI KETERAMPILAN KLINIS

    PADA OSCE UKMPPD FAKULTAS

    KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

    NI PUTU WARDANI

    DEPARTMENT OF MEDICAL EDUCATION

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

    2017

  • 2

    Profil Nilai Keterampilan Klinis Pada Hasil OSCE UKMPPD Fakultas

    Kedokteran Universitas Udayana

    Ni Putu Wardani

    Department of Medical Education, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

    Abstrak

    Keterampilan klinis (clinical skill) merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus

    dimiliki oleh setiap lulusan dokter. Salah satu cara untuk mengevaluasinya adalah melalui

    model OSCE. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kemampuan

    keterampilan klinis lulusan dokter melalui hasil nilai kedelapan kompetensi yang tertera

    pada OSCE. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan menggunakan hasil nilai

    OSCE UKMPPD pada bulan Februari 2017. Data dideskripsikan secara kuantitatif

    melalui pengukuran rerata nilai tiap kompetensi, dan selisih nilai maksimal dan nilai

    rerata dan secara kualitatif melalui jumlah peserta yang berada pada nilai diatas dan

    dibawah rerata, serta jumlah peserta dengan nilai kompetensi maksimal. Melalui data

    didapatkan selisih nilai maksimal dan rerata terendah pada kompetensi anamnesa,

    sedangkan selisih tertinggi pada kompetensi penentuan diagnosa dan diagnosa banding.

    Jumlah peserta dengan nilai maksimal tertinggi juga terdapat pada kompetensi anamnesa,

    dan nihil pada kompetensi penentuan diagnosa dan diagnosa banding. Dapat disimpulkan,

    kompetensi yang paling dikuasai adalah anamnesa, sedangkan kompetensi yang paling

    lemah adalah penentuan diagnosa dan diagnosa banding.

    Kata Kunci : keterampilan klinis, OSCE

    Profile of Clinical Skill Value on OSCE UKMPPD Result

    at Medical Faculty of Udayana University

    Ni Putu Wardani

    Department of Medical Education, Medical Faculty of Udayana University

    Abstract

    Clinical skills is one of the basic competencies that must be owned by every doctor. One

    way to evaluate this is through the OSCE model. This paper aims to provide an overview

    of the clinical skills of physician graduates through the results of the eight competency

    values listed in the OSCE. This study is a descriptive study using the result of OSCE

    UKMPPD value in February 2017. The data is described quantitatively through the

    measurement of the average value of each competency, and the difference in the

    maximum value and the average value and qualitatively through the number of

    participants who are in the above and below average, and number of participants with

    maximum competency value. Through the data, it obtained the lowest difference between

    the maximum value is competence of anamnesa, while the highest difference is

    competence of diagnosis and differential diagnosis. The number of participants with the

    highest maximal score is also in the competence of anamnesa, and nil on the

  • 3

    determination of diagnosis and differential diagnosis. It can be concluded, the most

    strongest competence is anamnesa, while the weakest competence is the determination of

    diagnosis and differential diagnosis.

    Keywords: clinical skill, OSCE

  • 4

    PENDAHULUAN

    Keterampilan klinis (clinical skill) merupakan salah satu kompetensi dasar yang

    harus dimiliki oleh setiap lulusan dokter selain pengetahuan (kognitif) dan sikap

    profesional (afektif). Keterampilan klinis harus dilatih sejak awal sampai akhir proses

    pendidikan dokter secara berkesinambungan. Hal ini diperlukan agar setiap individu

    lulusan dokter mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan

    yang dihadapi pada saat melakukan praktik kedokteran dengan tepat.1 Konsil Kedokteran

    Indonesia (KKI) telah menerbitkan buku Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)

    sebagai acuan bagi tiap institusi pendidikan kedokteran dalam proses pendidikannya.

    Buku ini berisi daftar keterampilan klinis yang wajib diberikan sesuai dengan level dari

    tiap-tiap keterampilan tersebut, yang merupakan kemampuan minimal yang harus

    dimiliki lulusan dokter layanan primer.1,2

    Berbagai teknik dapat dilakukan untuk mengevaluasi keterampilan klinis seorang

    lulusan sesuai dengan tingkat kemampuan minimal yang harus dikuasai. Objective

    Structured Clinical Examination (OSCE) merupakan salah satu teknik untuk menguji

    keterampilan klinis individu lulusan dokter, dengan tingkat kemampuan 3 sesuai dengan

    piramida Miller. Kemampuan 3 pada piramida ini tidak hanya menunjukkan kemampuan

    “knows” atau “knows how”, tetapi menitikberatkan pada kemampuan “show”.

    Pendidikan dokter dengan tingkat kemampuan 3 tidak hanya mengamati bagaimana

    pelaksanaan suatu keterampilan pada pasien/masyarakat, tetapi dapat melatih

    keterampilannya pada alat peraga atau pasien standar. 1,3

    Terdapat delapan kompetensi keterampilan klinis yang dinilai dalam OSCE, yaitu

    anamnesis, pemeriksaan fisik, melakukan tes/prosedur klinik atau interpretasi data untuk

    menunjang diagnosis banding/diagnosis, menentukan diagnosis dan diagnosis banding,

  • 5

    tatalaksana non farmakoterapi, tatalaksana farmakoterapi, komunikasi dan atau edukasi

    pasien dan perilaku profesional. Kedelapan kompetensi keterampilan klinis ini bersifat

    saling melengkapi untuk membentuk satu karakter lulusan dokter yang mampu

    memberikan pelayanan terbaik dalam praktik kesehariannya1,2. Pada laporan ini, penulis

    akan memaparkan dan membahas hasil dari masing-masing kompetensi keterampilan

    klinis yang diujikan pada OSCE Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Pendidikan

    Dokter (UKMPPD) yang telah dilaksanakan pada bulan Februari 2017 di Fakultas

    Kedokteran Universitas Udayana. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi

    dan gambaran mengenai kemampuan lulusan kedokteran Fakultas Kedokteran

    Universitas Udayana pada masing-masing kompetensi keterampilan klinis.

  • 6

    TINJAUAN PUSTAKA

    Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)

    Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) revisi kedua dibentuk pada tahun 2012

    berdasarkan pertimbangan bahwa tujuan dari pendidikan adalah untuk menghasilkan

    lulusan dokter yang professional, dengan melalui proses yang terstandarisasi, dan sesuai

    kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat yang mengikuti perkembangan ilmu

    pengetahuan dan teknologi kedokteran.1

    Standar Kompetensi Dokter Indonesia adalah bagian dari Standar Pendidikan Profesi

    Dokter Indonesia (SPPDI) yang disahkan oleh Kolegium Kedokteran Indonesia (KKI).

    SKDI merupakan acuan standar minimal kompetensi lulusan dokter dan bukan

    merupakan standar kewenangan dokter pelayanan di tingkat primer. SKDI pertama kali

    disahkan oleh KKI pada tahun 2006 dan telah digunakan sebagai acuan untuk

    pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK).1,2

    Standar Kompetensi Dokter Indonesia meliputi tujuh area kompetensi yang

    diturunkan dari gambaran tugas, peran dan fungsi dokter layanan primer. Setiap area

    kompetensi ditetapkan definisinya, yang disebut kompetensi inti. Setiap area kompetensi

    dijabarkan menjadi beberapa komponen kompetensi, yang dirinci lebih lanjut menjadi

    kemampuan yang diharapkan di akhir pendidikan kedokteran. Secara skematis SKDI

    disajikan pada Gambar 1.

  • 7

    Gambar 1. Susunan Standar Kompetensi Dokter Indonesia1,2

    Ketujuh area kompetensi yang menjadi dasar dari SKDI antara lain profesionalitas

    yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, komunikasi efektif, pengelolaan

    informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis dan pengelolaan masalah

    kesehatan.1,2

    Standar Kompetensi Dokter Indonesia berisi beberapa lampiran untuk melengkapi

    fungsinya yaitu daftar pokok bahasan, daftar masalah, daftar penyakit, dan daftar

    keterampilan klinis. Fungsi utama dari keempat daftar tersebut yaitu menjadi acuan bagi

    institusi pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dimana masing-masing daftar

    tersebut berisi:1,2

    Area Kompetensi

    Kompetensi Inti

    Komponen Kompetensi

    Kemampuan yang diharapkan pada akhir pembelajaran

    Lampiran

    - Daftar Pokok Bahasan

    - Daftar Masalah

    - Daftar Penyakit

    - Daftar Keterampilan Klinis

    Untuk pencapaian kompetensi

  • 8

    1. Daftar pokok bahasan : merupakan pokok bahasan dalam proses pembelajaran

    untuk mencapai tujuh area kompetensi. Materi tersebut dapat diuraikan lebih

    lanjut sesuai bidang ilmu yang terkait, dan dipetakan sesuai dengan struktur

    kurikulum masing-masing institusi

    2. Daftar masalah : merupakan berbagai masalah yang akan dihadapi dokter layanan

    primer. Oleh karena itu, institusi pendidikan kedokteran perlu memastikan bahwa

    selama pendidikan, mahasiswa kedokteran dipaparkan pada masalah-masalah

    tersebut dan diberi kesempatan berlatih menanganinya.

    3. Daftar penyakit : merupakan nama-nama penyakit yang merupakan diagnosis

    banding dari masalah yang dijumpai pada Daftar Masalah. Daftar penyakit ini

    memberikan arah bagi institusi pendidikan kedokteran untuk mengidentifikasikan

    isi kurikulum. Pada setiap penyakit telah ditentukan tingkat kemampuan yang

    diharapkan, sehingga memudahkan bagi institusi pendidikan kedokteran untuk

    menentukan kedalaman dan keluasan dari isi kurikulum.

    4. Daftar keterampilan klinis : merupakan jenis-jenis keterampilan klinis yang perlu

    dikuasai oleh dokter layanan primer di Indonesia. Pada setiap keterampilan telah

    ditentukan tingkat kemampuan yang diharapkan. Daftar ini memudahkan institusi

    pendidikan kedokteran untuk menentukan materi dan sarana pembelajaran

    keterampilan klinis.

    Keterampilan Klinis

    Keterampilan klinis perlu dilatih sejak awal hingga akhir pendidikan dokter secara

    berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus menguasai

    keterampilan klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah

    kesehatan. Daftar keterampilan klinis pada buku SKDI disusun dari lampiran Daftar

  • 9

    keterampilan klinis SKDI 2006 yang kemudian direvisi berdasarkan hasil survey dan

    masukan dari pemangku kepentingan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan

    divalidasi dengan metode focus group discussion (FGD) dan nominal group technique

    (NGT) bersama para dokter dan pakar yang mewakili pemangku kepentingan.

    Kemampuan klinis di dalam standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui

    pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan

    teknologi kedokteran yang diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain

    yang diakreditasi oleh organisasi profesi, demikian pula untuk kemampuan klinis lain di

    luar standar kompetensi dokter yang telah ditetapkan. Pengaturan pendidikan dan

    pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh organisasi profesi, dalam rangka memenuhi

    kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkeadilan sesuai pasal 28 UU

    Praktik Kedokteran No.29/2004.

    Daftar Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi

    institusi pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan

    keterampilan minimal yang harus dikuasai oleh lulusan dokter layanan primer. Daftar

    Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk menghindari

    pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus

    dicapai di akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows

    how, shows, does) yang terlihat dalam Gambar 2.

  • 10

    Gambar 2. Pembagian tingkat kemampuan menurut Piramida Miller dan alternatif cara mengujinya pada mahasiswa.

    Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan

    Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik

    dan psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien

    dan keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan

    komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui

    perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan penilaiannya dapat

    menggunakan ujian tulis.

    Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan

    Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan

    penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk

    melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau

    pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat

  • 11

    kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus

    secara tertulis dan/atau lisan (oral test).

    Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di

    bawah supervisi

    Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar

    belakang biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk

    melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau

    pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada

    alat peraga dan/atau standardized patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3

    dengan menggunakan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective

    Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).

    Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri

    Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai

    seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan

    pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian

    keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment

    misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.

    4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter

    4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau

    Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

  • 12

    Dengan demikian di dalam Daftar Keterampilan Klinis ini tingkat kompetensi

    tertinggi adalah 4A. Tabel 1 menjelaskan Tingkat Keterampilan Klinis, Metode

    Pembelajaran dan Metode Penilaian untuk setiap tingkat kemampuan

    Tabel 1. Matriks Tingkat Keterampilan Klinis, Metode Pembelajaran dan Metode

    Penilaian untuk setiap tingkat kemampuan

    Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD)

    Pada akhir proses program pendidikan dokter dilakukan uji kompetensi mahasiswa

    yang bersifat nasional untuk memperoleh sertifikat profesi dari institusi pendidikan sesuai

    Undang-Undang Pendidikan Kedokteran sekaligus direkognisi sebagai Uji Kompetensi

    Dokter Indonesia untuk memperoleh sertifikat kompetensi dari organisasi profesi dalam

    hal ini kolegium sesuai Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Perkonsil No.1 Tahun

    2010.1,2,4

    Pelaksanaan uji kompetensi sebagai bagian dari upaya standarisasi dan penjaminan

    mutu, merupakan komponen kecil dari proses penjaminan mutu secara komprehensif.

  • 13

    Peningkatan dan penjaminan mutu merupakan proses yang komprehensif dan bagian utuh

    yang tidak terpisahkan, yang dimulai dari proses input pada institusi pendidikan terkait,

    proses yang terjadi pada kegiatan akademik meliputi standarisasi kualitas dosen,

    standarisasi sarana dan prasarana penunjang pendidikan sesuai dengan standar

    pendidikan dokter Indonesia (SPDI) KKI 2012, standarisasi kurikulum pendidikan

    berdasarkan sisdiknas. Oleh karena itu, pelaksanaan uji kompetensi Mahasiswa Program

    Profesi Dokter juga harus mengimplementasikan pokok-pokok standarisasi yang tersebut

    diatas, sehingga pelaksanaan UKMPPD harus dibarengi dengan pembenahan standarisasi

    yang tersebut diatas.1,2,4

    Uji Kompetensi Dokter Indonesia telah dimulai sejak tahun 2007, diselenggarakan

    atas kerjasama Kolegium Dokter Indonesia dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran

    Indonesia. Berbagai praktik telah dihasilkan. Sebagai upaya perbaikan berkelanjutan,

    pelaksanaan uji kompetensi mengalami beberapa kali perubahan diantaranya dari metode

    yang digunakan, penentuan batas kelulusan dan pengorganisasian pelaksanaan.4

    Uji kompetensi merupakan penilaian kemampuan mahasiswa program pendidikan

    profesi dokter meliputi ranah kognitif, psikomotor dan afektif yang bersifat nasional bagi

    mahasiswa program profesi dokter dengan tujuan untuk:4

    1. Menjamin lulusan program profesi dokter yang kompeten dan terstandar secara

    nasional

    2. Menilai sikap, pengetahuan, dan keterampilan klinis serta etika profesi dan

    disiplin keilmuan sebagai dasar untuk melakukan praktik kedokteran

    3. Memetakan mutu pendidikan di setiap institusi pendidikan kedokteran

    4. Memberikan umpan balik proses pendidikan pada fakultas kedokteran

  • 14

    5. Mempersiapkan lulusn program profesi dokter dalam menghadapi Masyarakat

    Ekonomi Asean (MEA)

    Dalam pelaksanaannya, uji kompetensi dilakukan dengan memenuhi prinsip agar

    kredibilitas uji kompetensi tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Berikut ini adalah

    prinsip yang harus dipenuhi:4

    1. Validitas

    Merupakan derajat kesesuaian pengukuran yang dapat dicapai oleh suatu

    instrument peilaian terhadap hal yang harus diukur. Validitas uji kompetensi

    meliputi sejauh mana soal uji kompetensi mencakup materi dalam Standar

    Kompetensi Dokter Indonesia 2012. Validitas uji kompetensi ini terdiri dari

    validitas konstruk, validitas konten, dan validitas muka.

    2. Reliabilitas

    Uji ini dikatakan reliable jika uji tersebut dapat dipercaya, konsisten dan stabil.

    Reliabilitas terdiri dari konsistensi internal suatu ujian, konsistensi hasil ujian bila

    diujikan pada kelompok peserta yang berbeda, dan konsistensi penilaian oleh

    beberapa penguji yang berbeda.

    3. Transparansi

    Kriteria dan standar yang dipakai dalam uji kompetensi harus jelas dan dapat

    dimengerti oleh semua pemangku kepentingan

    4. Komparabilitas

    Ujian seharusnya dilakukan dengan cara yang sama dan konsisten untuk seluruh

    peserta; kondisi ujian diusahakan sama untuk semua peserta

  • 15

    5. Fairness

    Sistem penilaian dilakukan dengan kriteria yang jelas dan berlaku sama untuk

    semua peserta tanpa membeda-bedakan latar belakang peserta

    6. Akseptabilitas

    Para pemangku kepentingan menyetujui desain dan implementasi ujian

    7. Mampu laksana

    Uji kompetensi harus mampu laksana baik dari segi waktu, pendanaan maupun

    ketersediaan fasilitas pendukung disertai prinsip akuntabilitas

    8. Dampak terhadap pendidikan

    a. Efek/pengaruh pada pembelajaran dan pendidikan secara umum. Asesmen

    yang baik dapat memberikan efek positif terhadap proses belajar mengajar

    dan institusi

    b. Menstimulus diri dan refleksi dari peserta didik

    Objective Structured Clinical Examination (OSCE)

    OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara objektif dan

    terstruktur dalam bentuk putaran station dengan waktu tertentu. Objektif karena semua

    mahasiswa diuji dengan ujian yang sama. Terstruktur karena yang diuji keterampilan

    klinik tertentu dengan menggunakan lembar penilaian tertentu.

    Selama ujian peserta berkeliling melalui beberapa station yang berurutan. Pada

    masing-masing stasiun ada suatu tugas atau soal yang harus dilakukan/ didemonstrasikan

    atau pertanyaan yang harus dijawab. Peserta akan diobservasi oleh penguji. Pada

    beberapa station peserta juga dapat diuji mengenai kemampuan menginterpretasi data

  • 16

    atau materi klinik serta menjawab pertanyaan lisan. Setiap stasiun dibuat seperti kondisi

    klinik yang mendekati kondisi klinik sebenarnya. Dalam OSCE penilaian berdasar pada

    keputusan yang sifatnya menyeluruh dari berbagai komponen kompetensi. Setiap station

    mempunyai materi uji yang spesifik. Semua peserta diuji terhadap materi klinik yang

    sama. Lamanya waktu untuk masing-masing station terbatas.

    Cetak biru OSCE merupakan susunan kasus yang diujikan dan menggambarkan

    kemampuan yang diuji secara proporsional. Cetak biru menentukan materi ujian yang

    diuji dengan memperhatikan keterwakilan sistem, lokasi, fokus kompetensi, serta kasus

    sehingga peserta diuji secara komprehensif. Penulisan blueprint soal di laksanakan di

    awal pelaksanaan UK OSCE.

    OSCE didasarkan pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berisi materi dari

    12 kategori yang masing-masing akan diujikan pada satu station soal, yaitu

    Cardiovascular (CVS, Respiratory system, Neuro-behaviour, Gastrointestinal system,

    Reproductive System, Musculosceletal system, Endocrine & Metabolism,

    Hematology/Oncology, Genitourinary System, Head & Neck, Special Sensory dan

    Psychiatry.

  • 17

    METODE

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menyajikan

    gambaran umum dari nilai keterampilan klinis peserta OSCE UKMPPD Fakultas

    Kedokteran Universitas Udayana. Data yang digunakan adalah nilai peserta OSCE

    UKMPPD pada periode Februari 2017. Jumlah sampel sebanyak 165 sesuai dengan

    jumlah seluruh peserta OSCE UKMPPD. Nilai keterampilan klinis tiap peserta ujian

    terdiri atas delapan nilai kompetensi, dimana nama kompetensi yang diuji diwakilkan

    dalam bentuk angka yaitu : kompetensi 1=anamnesis, kompetensi 2=pemeriksaan fisik,

    kompetensi 3=melakukan tes/prosedur klinik atau interpretasi data untuk menunjang

    diagnosis banding/diagnosis, kompetensi 4=menentukan diagnosis dan diagnosis

    banding, kompetensi 5=tatalaksana nonfarmakoterapi, kompetensi 6=tatalaksana

    farmakoterapi, kompetensi 7=komunikasi dan atau edukasi pasien, kompetensi

    8=perilaku profesional.

    Nilai yang digunakan merupakan nilai individu dan nilai maksimal. Nilai individu

    merupakan nilai hasil kerja individu peserta ujian. Nilai maksimal adalah nilai tertinggi

    yang bisa dicapai tiap peserta ujian pada tiap kompetensi, yang dihasilkan melalui

    penjumlahan nilai tertinggi tiap kompetensi tersebut pada keseluruhan 12 station yang

    diujikan. Station adalah jumlah soal yang diujikan pada OSCE UKMPPD yaitu sebanyak

    12 station. Nilai maksimal untuk masing-masing kompetensi yaitu : kompetensi 1=96,

    kompetensi 2=111, kompetensi 3=48, kompetensi 4=90, kompetensi 5=33, kompetensi

    6=75, kompetensi 7=57, kompetensi 8=39. Nilai selisih adalah selisih nilai maksimal dan

    nilai rerata.

  • 18

    Penjabaran data berupa deskripsi karakteristik umum peserta ujian dan karakteristik

    data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk rerata, data

    kualitatif disajikan dalam bentuk frekuensi (persentase).4 Data kuantitatif yang diukur

    adalah rerata nilai kedelapan kompetensi dari seluruh peserta ujian dan selisih nilai

    maksimal dengan nilai rerata, Sedangkan data kualitatif yang diukur adalah jumlah

    mahasiswa yang berada diatas dan dibawah nilai rerata, serta jumlah mahasiswa yang

    memiliki nilai sama dengan nilai maksimal.

  • 19

    HASIL

    Data yang diolah merupakan nilai OSCE UKMPPD pada 165 peserta ujian.

    Karakteristik umum peserta ujian terlihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat jumlah

    sampel sebesar 165 peserta dengan sejumlah 163 (98.8%) peserta lulus ujian dan 2 (1.2%)

    peserta tidak lulus ujian. Nilai mahasiswa yang tidak lulus tetap disertakan dalam

    deskripsi data. Data yang didapatkan berupa nilai tiap peserta ujian pada tiap kompetensi

    yang terdiri atas 8 bagian.

    Tabel 1. Karakteristik umum peserta ujian

    Karakteristik peserta ujian N=165

    Hasil OSCE UKMPPD

    Lulus 163 (98,8%)

    Tidak Lulus 2 (1,2%)

    Nilai rerata dari kedelapan kompetensi terlihat pada Tabel 2. Melalui nilai maksimal

    yang sudah didapatkan sebelumnya, didapatkan nilai selisih yaitu selisih nilai maksimal

    dan nilai rerata. Nilai selisih disajikan dalam Tabel 2.

    Tabel 2. Nilai maksimal, nilai rerata dan nilai selisih

    Kompetensi Nilai maksimal (A) Nilai rerata (B) Nilai selisih (A-B)

    1 96 91.5 4.5

    2 111 91.5 19.5

    3 48 38.1 9.9

    4 90 62.1 27.9

    5 33 24.9 8.1

    6 75 50.0 15

    7 57 50.2 6.8

    8 39 33.1 5.9

    Tabel 3. Jumlah mahasiswa berdasarkan nilai rerata dan selisih nilai individu dengan nilai

    maksimal

  • 20

    Kompetensi Jumlah peserta

    Nilai diatas

    rerata

    Nilai dibawah

    rerata

    Nilai individu sama dengan

    nilai maksimal

    (selisih=0)

    1 88 (53.3%) 77 (46.7%) 20 (12.1%)

    2 88 (53.3%) 77 (46.7%) 0 (0%)

    3 81 (49.1%) 84 (50.9%) 2 (1.2%)

    4 84 (50.9%) 81 (49.1%) 0 (0%)

    5 96 (58.2%) 69 (41.8%) 10 (6.1%)

    6 86 (52.1%) 79 (47.9%) 0 (0%)

    7 74 (44.8%) 91 (55.2%) 1 (0.6%)

    8 99 (60.0%) 66 (40.0%) 2 (1.2%)

    Melalui Tabel 3, terlihat 2 kelompok jumlah peserta berdasarkan nilai rerata yaitu

    kelompok dengan nilai diatas rerata dan kelompok dengan nilai dibawah rerata. Pada

    Tabel 3, juga disajikan jumlah peserta yang mendapatkan nilai individu sama dengan

    nilai maksimal (selisih nilai maksimal dan nilai individu=0) dalam bentuk nominal dan

    persentase.

  • 21

    PEMBAHASAN

    Penelitian ini melibatkan data dari 165 peserta ujian. Sebanyak 163 peserta

    dinyatakan lulus dan 2 peserta dinyatakan tidak lulus. Seluruh data digunakan dalam

    studi, termasuk nilai yang tidak lulus. Hal ini dikarenakan jumlah peserta tidak lulus

    sangat kecil yaitu 1,2 % dari total seluruh peserta. Selain itu, penelitian ini bertujuan agar

    hasil yang diberikan memberikan gambaran menyeluruh tentang kemampuan semua

    peserta pada tiap kompetensi yang diujikan.

    Melalui nilai maksimal yang sudah diketahui sebelumnya, didapatkan nilai selisih

    yang secara berurutan dari kompetensi satu sampai dengan delapan yaitu sebesar 4,5;

    19.5; 9.9; 27.9; 8.1; 15; 6.8; dan 5.9. Berdasarkan nilai selisih, didapatkan urutan dari

    yang terkecil sampai dengan terbesar, yaitu kompetensi 1, kompetensi 8, kompetensi 7,

    kompetensi 5, kompetensi 3, kompetensi 6, kompetensi 2, dan kompetensi 4.

    Jika melihat urutan kompetensi berdasarkan nilai selisih, maka bisa disimpulkan

    bahwa keterampilan klinis yang paling dikuasai oleh peserta ujian adalah kompetensi

    anamnesis, dan yang paling lemah adalah kompetensi penentuan diagnosis dan diagnosis

    banding. Anamnesis yang baik merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh

    seorang lulusan dokter, karena anamnesis hampir dapat membantu penegakan diagnosis

    sampai dengan 80%. Bahkan beberapa sumber mengatakan jika anamnesis yang tepat,

    dapat membantu penegakan diagnosis hingga 95%.5

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan anamnesis yang baik belum

    tentu menghasilkan kemampuan menentukan diagnosis dan diagnosis banding yang

    sesuai. Salah satu hal yang dapat menjadi faktor penyebabnya antara lain, kemampuan

    melakukan pemeriksaan fisik dengan baik dan benar. Kemampuan ini merupakan bagian

  • 22

    dari kompetensi 2, yang menempati urutan ke 7 pada nilai selisih. Pemeriksaan fisik yang

    baik dan benar tidak hanya mencakup bagaimana seorang dokter melakukan pemeriksaan

    secara umum, tetapi juga melakukan pemeriksaan khusus yang ditujukan untuk mencari

    mendiagnosa dan menyingkirkan diagnosis banding sesuai dengan hasil anamnesis yang

    didapat. Kesalahan dalam pemilihan pemeriksaan fisik khusus dan kurangnya sensitifitas

    terhadap hasil pemeriksaan fisik dapat mengurangi persentase keberhasilan penentuan

    diagnosis, sekalipun anamnesis sudah dilakukan dengan baik.

    Hal lain yang menunjang penentuan diagnosis dan diagnosis banding adalah

    kompetensi 3 yaitu melakukan tes/prosedur klinik dan interpretasi data. Kompetensi ini

    berada pada urutan ke 5 pada nilai selisih. Jika hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik

    sudah mengarah pada beberapa diagnosis, maka pemeriksaan penunjang dapat membantu

    mempersempit sehingga mengarahkan pada satu diagnosis dan beberapa diagnosis

    banding. Pemilihan pemeriksaan penunjang yang sesuai serta interpretasi dari hasil

    pemeriksaan yang benar sangat penting untuk mendapatkan diagnosis klinis yang tepat

    dan menyingkirkan diagnosis banding yang tidak sesuai. Kesalahan pemilihan

    pemeriksaan penunjang maupun kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan tersebut dapat

    mengurangi ketepatan penentuan diagnosis dan diagnosis banding.

    Data menunjukan jika langkah-langkah yang diperlukan dalam penentuan diagnosis

    dan diagnosis banding sebagian besar berada pada urutan terakhir (urutan 5 dan 7) dari

    pengukuran nilai selisih. Hal ini menunjukkan apa penyebab kompetensi 4 yaitu

    kompetensi penentuan diagnosis dan diagnosis banding menjadi kompetensi yang paling

    lemah diantara 8 kompetensi.

  • 23

    Melalui urutan nilai selisih, didapatkan juga tiga besar dengan nilai selisih terkecil

    adalah kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi yang baik sangat

    diperlukan pada saat melakukan anamnesis (kompetensi 1), berkomunikasi dan memberi

    edukasi kepada pasien dan keluarga pasien (kompetensi 7) dan perilaku professional

    (kompetensi 8). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian materi dan latihan yang

    berhubungan dengan komunikasi kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat sudah

    berjalan dengan baik. Area komunikasi efektif yang berhubungan dengan kompetensi

    sesuai SKDI antara lain berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, berkomunikasi

    dengan mitra kerja, dan berkomunikasi dengan masyarakat. Fakultas Kedokteran

    Universitas Udayana memiliki kurikulum khusus untuk mengasah keterampilan ini yaitu

    pada blok Medical Communication, yang diberikan pada mahasiswa semester 2 dengan

    beban sebanyak 3 SKS (2 SKS teori dan 1 SKS praktikum). Penelitian lanjutan dapat

    dilakukan untuk mencari apakah hasil kemampuan komunikasi yang baik yang terlihat

    dari ke 3 kompetensi pada OSCE UKMPPD berhubungan dengan hasil penilaian saat

    menempuh blok Medical Communication.6,7

    Melalui penentuan nilai rerata pada tiap kompetensi, didapatkan 2 kelompok yaitu

    jumlah peserta yang memiliki nilai diatas dan dibawah rerata. Secara keseluruhan, jumlah

    peserta pada kedua kelompok seimbang (40-60%) pada kedelapan kompetensi. Terdapat

    6 kompetensi yang memiliki jumlah peserta pada kelompok dengan nilai diatas rerata

    lebih banyak daripada nilai dibawah rerata. Keenam kompetensi tersebut yaitu

    kompetensi 1, kompetensi 2, kompetensi 4, kompetensi 5, kompetensi 6 dan kompetensi

    8. Sedangkan 2 kompetensi lain yaitu kompetensi 3 dan kompetensi 7 memiliki jumlah

    peserta kelompok dengan nilai diatas rerata lebih sedikit daripada nilai dibawah rerata.

    Pada enam kompetensi yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, penentuan diagnosis dan

  • 24

    diagnosis banding, tatalaksana non farmakoterapi, tatalaksana farmakoterapi dan perilaku

    profesional, mayoritas peserta ujian memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan rerata,

    dapat diartikan pada keenam kompetensi tersebut, mayoritas peserta memiliki nilai yang

    tinggi. Sedangkan pada kedua kompetensi yang lain yaitu kompetensi melakukan

    tes/prosedur klinik dan interpretasi data, kelompok dengan jumlah dibawah rerata

    memiliki jumlah peserta yang lebih banyak, dapat diartikan, mayoritas nilai berada pada

    nilai yang lebih rendah.

    Jumlah peserta dengan nilai individu sama dengan nilai maksimal dari jumlah

    terkecil sampai dengan terbesar secara berurutan yaitu kompetensi 2, kompetensi 4 dan

    kompetensi 6 sebanyak 0 (0%) peserta, kompetensi 7 sebanyak 1 (0.6%) peserta,

    kompetensi 3 dan kompetensi 8 sebanyak 2 (1.2%) peserta, kompetensi 5 sebanyak 10

    (6.1%) peserta, dan kompetensi 1 sebanyak 20 (12.1%) peserta. Melalui data ini dapat

    terlihat bahwa kompetensi yang paling dikuasai oleh mayoritas peserta ujian adalah

    anamnesis. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan saat menghitung nilai selisih.

    Anamnesis tampaknya menjadi kompetensi paling unggul dalam keterampilan klinis

    peserta. Pembelajaran mengenai anamnesis yang didapatkan dari awal menjadi

    mahasiswa kedokteran sampai dengan akhir pendidikan menjadikan peserta didik

    memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan kompetensi ini, selain tentunya materi

    khusus komunikasi yang didapat pada blok Medical Communication. Anamnesis yang

    dinilai pada ujian OSCE UKMPPD tidak hanya anamnesis umum, tetapi juga anamnesis

    khusus untuk mencari patognomosis yang terdapat pada penyakit atau kondisi pasien.

    Urutan kedua terbanyak dengan nilai individu sama dengan nilai maksimal yaitu

    kompetensi tatalaksana non farmakoterapi, diikuti dengan kompetensi melakukan

  • 25

    tes/prosedur klinik atau interpretasi data, kompetensi perilaku profesional, kemudian

    kompetensi komunikasi dan atau edukasi pasien.

    Keterampilan klinis yang berhubungan dengan tindakan dan pengambilan keputusan

    memiliki jumlah peserta 0 yang memiliki nilai sama dengan nilai maksimal. Hal ini

    berarti peserta ujian memiliki kelemahan paling besar pada ketiga kompetensi ini. Ketiga

    kompetensi tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya yaitu kemampuan

    kognitif dari peserta. Seberapa luas pengetahuan yang diketahui dan pengalaman yang

    dimiliki berpengaruh pada kognitif seseorang. Motivasi juga berpengaruh pada

    kemampuan peserta dalam meningkatkan kompetensi. Metode pembelajaran saat ini yang

    menekankan pada student centered learning memerlukan keaktifan dari masing-masing

    mahasiswa untuk mencari tahu materi yang dipelajari selama masa studinya.

    Selain faktor internal seperti kognitif dan motivasi belajar, faktor eksternal juga

    berpengaruh, contohnya proses pembelajaran saat menempuh pendidikan. Keterampilan

    klinis berupa pemeriksaan fisik dipelajari dan dilatih sesuai standar SKDI melalui metode

    Basic Clinical Skill (BCS) yang terintegrasi dengan semua blok. Pemberian BCS sangat

    berpengaruh pada hasil OSCE, karena pada saat BCS, mahasiswa akan melihat dan

    melakukan praktik langsung dengan kondisi yang dibuat sesuai dengan OSCE. Akan

    tetapi, terdapat beberapa keterbatasan pada pelaksanaannya, yang membuat BCS tidak

    dapat berjalan maksimal sehingga mempengaruhi kualitas pengajaran yang hasilnya

    terlihat pada saat mahasiswa menjadi peserta OSCE. Beberapa keterbatasan pelaksanaan

    BCS menyangkut sumber daya manusia (pengajar) yang jumlahnya kurang jika

    dibandingkan dengan jumlah mahasiswa sehingga pemberian materi dan demonstrasi

    tidak optimal. Keterbatasan lain berupa kurangnya alat medis peraga sehingga suasana

  • 26

    BCS kurang mendekati kenyataan dan mahasiswa kurang dapat melakukan prosedur

    klinis yang menjadi kompetensi penting dengan benar.

    Melalui keseluruhan data nilai OSCE UKMPPD, diketahui bahwa anamnesis

    merupakan kompetensi yang paling dikuasai oleh peserta ujian. Kompetensi yang

    penguasaannya paling lemah adalah penentuan diagnosis dan diagnosis banding.

    Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada

    kedua kompetensi dengan penguasaan tertinggi dan terendah sehingga dapat dicari solusi

    agar kemampuan mahasiswa pada semua kompetensi tersebut setara.

  • 27

    KESIMPULAN

    Keterampilan klinis (clinical skill) merupakan salah satu kompetensi dasar yang

    harus dimiliki oleh setiap lulusan dokter. Keterampilan klinis harus dilatih dari awal

    hingga akhir proses pendidikan dokter secara berkesinambungan. Objective Structured

    Clinical Examination (OSCE) merupakan salah satu teknik untuk menguji keterampilan

    klinis individu lulusan dokter.

    Melalui OSCE, didapatkan bahwa anamnesis merupakan kompetensi dengan

    penguasaan tertinggi. Hal ini dikarenakan kemampuan komunikasi dan anamnesis

    diberikan dan dilatih sejak awal hingga akhir masa pendidikan baik pada blok umum

    maupun blok khusus yaitu Medical Communication. Sedangkan kompetensi yang paling

    lemah yaitu kompetensi penentuan diagnosis dan diagnosis banding. Lemahnya

    kompetensi ini diakibatkan kompetensi lain yang menjadi penunjangnya (pemeriksaan

    fisik) juga merupakan salah satu kompetensi dengan penguasaan terendah. Faktor internal

    dan eksternal berpengaruh pada penguasaan materi. Faktor internal seperti kognitif dan

    motivasi peserta ujian saat pendidikan, sedangkan faktor eksternal yaitu pelaksanaan

    proses pendidikan. Pelaksanaan BCS yang kurang optimal baik karena kurangnya sumber

    daya pengajar (tingginya perbandingan jumlah pengajar dan jumlah mahasiswa) serta

    kurangnya alat-alat medis peraga dapat menjadi penyumbang rendahnya kompetensi

    pemeriksaan fisik.

    Kedelapan kompetensi dalam keterampilan klinis ini sangat diperlukan untuk

    membentuk satu karakter lulusan dokter yang mampu memberikan pelayanan terbaik

    dalam praktik kesehariannya. Sehingga perlu dilakukan perbaikan baik pada sistem

    maupun sumber daya agar semua kompetensi keterampilan klinis dapat diberikan dan

    dilatih sehingga menghasilkan lulusan dokter yang profesional.

  • 28

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:Konsil

    Kedokteran Indonesia;2012

    2. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.

    Jakarta:Konsil Kedokteran Indonesia;2012

    3. Tadjudin MK, Wahidayat I, Stewart A. Penjaminan Mutu Dalam Pendidikan Dokter.

    Jakarta:Interna Publishing;2018

    4. Dahlan S. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:Sagung Seto;2016

    5. Mohlan D, Robert M. Major Diagnosis Fisik. Jakarta:EGC;2015

    6. Medical Education Unit. Standar Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas

    Udayana. Denpasar;Fakultas Kedokteran Universitas Udayana;2013

    7. Program Studi Pendidikan Dokter. Buku Kurikulum. Denpasar:Fakultas Kedokteran

    Universitas Udayana;2016