problematika sistem pendidikan indonesia
DESCRIPTION
Membahas tentang Kebijakan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.TRANSCRIPT
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
TUGAS MATA KULIAH PANCASILA
PROBLEMATIKA SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA
Disusun oleh :
Alvan Despriyadi 44213110018
Dian Lestari 44213110005
Jaya SH Panggabean 44213110035
Novitasari 44213110029
Rizki Maulana 44213110071
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 1
BAB 1 PENDAHULUAN
Setiap Negara mempunyai sistem pendidikan yang berbeda-beda dengan
penekanan pada variabel tertentu didalam pendidikan. Pada variable tersebut
terkandung tujuan yang akan dicapai baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Sehingga akan memberikan arah bagi negara tersebut untuk menciptakan manusia
dan bentuk Negara yang mereka inginkan berdasarkan sumber daya manusia yang
mereka rencana berdasarkan sistem pendidikan.
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di
Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur,
pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud) , dahulu bernama Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas). Di Indonesia, semua
penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan
tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah
menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur
melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 serta sebagaimana yang tercantum pula dalam
Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
1.1 PENDAHULUAN
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 2
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta
bertanggung jawab.
Semenjak jaman kemerdekaan, para pejuang serta perintis kemerdekaan telah
menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat vital dalam usaha untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya dari belenggu
penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping melalui
organisasi politik, perjuangan kearah kemerdekaan perlu dilakukan melalui jalur
pendidikan.
Pancasila yang kita akui dan terima sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa
kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari - hari, dijadikan pula filsafat
pendidikan kita.
Seperti dinyatakan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1968, Pancasila adalah jiwa
seluruh rakyat Indonesia dan negara kita. Di samping itu, bagi kita Pancasila
sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Kesadaran dan cita-cita moral
Pancasila sudah berurat, berakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia, yang
mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan, jika dapat
dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia
secara pribadi, dalam hubungan dengan alam, dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah, dan kebahagiaan rohaniah.
Seperti kita ketahui, Pancasila terdiri atas :
1. Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
1.2 DASAR PEMIKIRAN
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 3
Dalam undang-undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran disekolah, bab III,
pasal 4, tercantum " Pendidikan dan pengajaran berdasarkan asas-asas yang
termaktub dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan
atas kebudayaan kebangsaan Indonesia”. Asas - asas itu seyogyanya diwujudkan
dalam pendidikan di sekolah maupun di luar rumah. Asas - asas yang masih bersifat umum
itu masih perlu diuraikan agar lebih jelas untuk dijadikan pedoman dalam pendidikan.
Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila menjamin hak setiap warga Indonesia memuja Tuhan dan memeluk
agamanya masing-masing. Bahwa agama dipentingkan oleh pemerintah nyata
dengan diwajibkannya pelajaran agama di sekolah, dari SD sampai Perguruan
Tinggi. Sekolah berkewajiban membantu anak-anak hidup menurut agamanya
sambil memupuk rasa toleransi, pengertian dan rasa hormat terhadap penganut
agama lain.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Nasionalisme yang melewati batas, yakni "chauvinisme" dapat mengandung bahaya,
karena mendewakan negara sendiri sambil memandang rendah terhadap bangsa-
bangsa lain. Nasionalisme yang berlebihan sering menimbulkan peperangan dan
karena itu harus dibatasi. Kerja sama antar bangsa menjadi syarat mutlak bila kita
ingin mencegah pemusnahan umat manusia dari permukaan bumi ini. Sila
Kemanusiaan dalam Pancasila menghargai manusia dan menghormati setiap
bangsa. Atas dasar Kemanusiaan kita turut berusaha memelihara perdamaian
dunia.
Sila Persatuan Indonesia
Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan Tanah Air kita dari
belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap sangat penting dalam
menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan Negara merupakansyarat
mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering kesatuan negara kitadiancam
oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan perkasa. Sekolah berkewajiban
untuk memupuk rasa kebangsaan, rasa kesatuan dan persatuan dalam hati sanubari
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 4
tiap anak. Mereka harus dengan rasa bangga dapatmengatakan ''Saya anak
Indonesia" dari daerah mana pun mereka berasal.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Asas ini mempunyai pengaruh penting dalam pendidikan, antara lain dalam
huhungan orang tua atau guru terhadap anak. Anak pun manusia penuh danharus
dihormati pendapatnya, harus diberi kesempatan mengeluarkan pendapatnyasecara
bebas, diturutsertakan dalam diskusi dalam hal-hal yang menyangkut dirinya. Sikap
demokrasi menghapuskan sisa-sisa sikap feodalisme dan kolonialisme yang
bertindak otokratis dan otoriter. Dalam metode mengajar punlebih banyak diadakan
diskusi dalam suasana bebas namun berdisiplin. Anak wanita diberi kesempatan
yang sama untuk menempuh pendidikan apa pun sampai tingkat yang setinggi-
tingginya.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mempunyai hak yang sama dalam memilih wakil rakyat belum cukup. Setiap orang
ingin agar kebutuhannya sehari-hari dipenuhi, seperti makan yang cukup, pakaian,
kesempatan berekreasi, memiliki rumah sendiri, menyekolahkan anak sampai
tingkat yang setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan, dan menikmati hari tua
yang tenang.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 5
Pendidikan nasional pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia pembangunan yang ber-
Pancasila, yang kemudian diuraikan dalam sejumlah butir-butir sebagai penjelasan
makna tiap sila, diuraikan selanjutnya dalam tujuan-tujuan yang lebih kongkrit
berupa tujuan - tujuan institusional, antara lain yang harus dicapai oleh tiap tingkatan
dan jenis sekolah.
Dalam Tap. MPR No.II / MPR / 1988 tentang GBHN tercantum : Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri,
cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan nasional harus juga mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa
cinta kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan
mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap,
perilaku yang inovatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu
mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri
serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
2
2.1 TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
BAB 2
PEMBAHASAN
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 6
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional memuat penjelasan tentang satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis
pendidikan, dan jenjang pendidikan yang secara satu persatu akan dijelaskan.
a. Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan (sekolah atau luar sekolah) menyelenggarakan kegiatan belajar-
mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
b. Jalur Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan
sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar
secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar
yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
c. Jenis Pendidikan
Sistem pendidikan nasional terdiri dari tujuh jenis pendidikan yaitu pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan,
pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
2.2 SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 7
d. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas: Pendidikan
Dasar; Pendidikan Menengah; dan Pendidikan Tinggi. Selain jenjang pendidikan di
atas, diselenggarakan pendidikan prasekolah. Jenjang pendidikan yang termasuk
jalur pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar
sekolah baik di lembaga pemerintah, nonpemerintah, maupun sektor swasta dan
masyarakat.
Pendidikan Dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri atas program
pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di
sekolah lanjutan tingkat pertama. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama terdiri dari dua
jenis sekolah yang berbeda yaitu sekolah umum dan sekolah keterampilan.
Pendidikan Dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan
serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi
persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
Pendidikan Dasar merupakan pendidikan wajib belajar yang memberikan para siswa
dengan pengetahuan dan keterampilan. Sebagai tambahan pada pendidikan dasar,
terdapat Madrasah Ibtidaiyah, yang setingkat dengan Sekolah Dasar dan Madrasah
Tsanawiyah yang setingkat dengan sekolah Lanjutan Tingkat Pertama umum yang
berada di bawah pengelolaan Departemen Agama.
Pendidikan Menengah disiapkan untuk lulusan pendidikan dasar. Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar
biasa, pendidikan kedinasan dan pendidikan keagamaan. Pendidikan menengah
diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam
sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi. Lama pendidikan tiga tahun untuk sekolah umum dan tiga atau
empat tahun untuk sekolah kejuruan. Sebagai tambahan, pada sekolah menengah,
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 8
terdapat Madrasah Aliyah yang setingkat dengan sekolah menengah umum yang
berada dalam pengelolaan Departemen Agama.
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah yang terdiri dari
pendidikan akademik dan profesional. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan
pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan
tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas. Lama pendidikan tinggi tiga tahun untuk program diploma atau empat
tahun untuk program sarjana. Sesudah tingkat sarjana dapat meneruskan ke
program Pascasarjana selama dua tahun dan dapat meneruskan ke program Doktor
tiga tahun kemudian.
Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar dilingkungan keluarga sebelum
memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau
di jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan prasekolah antara lain meliputi
pendidikan Taman Kanak-kanak, terdapat di jalur sekolah, dan Kelompok Bermain,
serta Penitipan Anak di jalur luar sekolah. Taman Kanak-kanak diperuntukan anak
usia 5 dan 6 tahun untuk satu atau dua tahun pendidikan, sementara kelompok
bermain atau penitipan anak diperuntukan anak paling sedikit berusia tiga tahun.
Jenis pendidikan luar sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan keagamaan,
pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan.
Pendidikan luar sekolah dapat meliputi kursus-kursus, kelompok belajar seperti
Paket A, Paket B, Paket C dan Kejar Usaha dan kegiatan lainnya seperti magang.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 9
Pendidikan Indonesia dapat dikatakan semakin hari kualitasnya makin rendah. Salah
satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya
para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan
kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang
dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali
masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan
anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman
dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan
kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya
berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang
sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan
pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih
parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya,
kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah.
Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan
lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.
2.3 PROGRAM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 10
3.1 PROGRAM WAJIB BELAJAR
Wajib belajar merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan
setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada
jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD)
atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP)
atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Program pendidikan wajib belajar di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950. Dalam
UU nomor 4 tahun 1950, UU nomor 12 tahun 1954 telah ditetapkan bahwa setiap
anak usia 8-14 tahun terkena pendidikan wajib belajar. Namur program pendidikan
wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah belum dapat berialan sebagaimana
mestinya, karena adanya pergolakan pohtik secara tetus-menerus.
Peningkatan pendidikan wajib belajar menjadi pendidikan wajib belalar 9 tahun
dengan harapan terwujud pemerataan pendidikan dasar (SD dan SLIP) yang
bermutu serta lebih menjangkau penduduk daerah terpencil. Hal ini sesuai dengan
UU No: 2 tahun 1989 tentang stern pendidikan nasional, kemudian lebih dipertegas
lagi di dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional sebagaimana yang tertuan pada pasal 34 sebagai berIkut:
(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib
belajar.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
BAB 3 PROGRAM
PENDIDIKAN
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 11
(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Gerakan pendidikan wajib belajar sebagai suatu gerakan nasional dan sekaligus
sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional dimulai sejak Pelita IV.
Pada 2 Mei 1984, Presiden Soeharto mencanangkan dimulainya pelaksanaan dan
penyelenggaraan pendidikan wajib belajar. Pada tahap ini, penyelenggaraan
pendidikan wajib belajar masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar (6 tahun).
Di dalam GBHN 1993, dicantumkan bahwa pemerintah harus berupaya untuk
memperluas kesempatan pendidikan baik pendidikan dasar, pendidikan menengah
kejuruan, maupun pendidikan profesional, melalui jalur sekolah dan jalur luar
sekolah. Dalam rangka memperluas kesempatan belajar pendidikan dasar, maka
pada tanggal 2 Mel 1994 pemerintah mencanangkan program pendidikan wajib
belajar 9 tahun. lebih lanjut dikemukakan bahwa tahap penting dalam pembangunan
pendidikan adalah meningkatkan pendidikan wajib belajar 6 tahun menjadi 9 tahun.
Pendidikan wajib belajar 9 tahun menganut konsepsi pendidikan semesta (universal
basic education), yaitu suatu wawasan untuk membuka kesempatan pendidikan
dasar. Jadi sasaran utamanya adalah menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua
dan peserta didik yang telah cukup umur untuk mengikuti pendidikan, dengan
maksud untuk meningkatkan produktivitas angkatan kerja secara makro. Maksud
utamanya adalah agar anak-anak memiliki kesempatan untuk terus belajar sampai
dengan usia 15 tahun, dan sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut baik dijenjang
pendidikan lebih tinggi maupun di dunia kerja.
Pelaksanaan pendidikan wajib belajar 9 tahun telah diatur lebih luas di dalam UU
No: 20 tahun 2003 bahwa sistem pendidikan nasional memberi hak kepada setiap
warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu dan juga berhak mendapat
kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat (pasal 5 ayat 1 dan 5). Bagi
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 12
warga negara yang memiliki kelainan emosional, mental, intelektual, dan atau sosial
serta warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.
Demikian juga warga negara di daerah terpencil atau terkebelakang serta
masyarakat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus (pasal 5
ayat 2, 3 dan 4). Lebih jauh dijelaskan bahwa pendidikan wajib belajar 9 tahun bagi
anak usia 7 sampai 15 tahun harus diselenggarakan oleh pemerintah (pusat),
pemerintah daerah, dan masyarakat tanpa dipungut biaya.
Merujuk pada paparan yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa ciri-
ciri pelaksanaan pendidikan wajib belajar-9 tahun di Indonesia adalah;
1. tidak bersifat paksaan melainkan persuasif,
2. tidak ada sansi hukum,
3. tidak diatur dengan Undang-Undang tersendiri, dan
4. keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin
meningkat.
Selain itu, Program wajib belajar 9 tahun ini diperkuat dengan Instruksi Presiden
Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
Tujuan Program Wajib Belajar 9 tahun :
1. Meminimalisir jumlah anak putus sekolah
2. Meningkatkan kualitas bangsa Indonesia
3. Memperbaiki citra Nusantara di mata Internasional
3.2 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Untuk menunjang program wajib belajar 9 tahun, pemerintah memberikan dukungan
melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yaitu program pemerintah yang pada
dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi
satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 13
demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang
diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi
nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan
operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana
pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara
teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan.
Sungguhpun sudah ada program yang namanya Bantuan Operasional Sekolah
(BOS), tetapi masih banyak anak Indonesia yang kesulitan mengakses pendidikan di
sekolah dasar dan menengah. Menurut hemat pemerintah, dana BOS seharusnya
bisa mengurangi beban masyarakat dalam membiayai pendidikan, terutama sekali
untuk menunjang pencapaian program wajib belajar 9 tahun. Untuk tahun 2012 ini,
pemerintah mengeluarkan anggaran dana bos dengan perincian bahwa tiap anak
SD akan menerima Rp 580,000 dan SMP menerima Rp 710,000/siswa/tahun.
Tetapi, sebagaimana dengan program-program pemerintah lainnya, program dana
BOS menemui banyak masalah dalam operasionalnya. Dalam beberapa bulan
terakhir, banyak sekali sekolah di Indonesia yang belum bisa mencairkan dana untuk
anak-anak sekolah ini. Seperti beberapa kota di Jawa Barat, pencairan dana BOS
bisa terlambat hingga berbulan-bulan. Kejadian serupa juga terjadi terhadap 10
kabupaten di Sulawesi Selatan.
Begitu pula, ketika sudah sampai di tangan sekolah-sekolah, dana BOS tidak
dipergunakan sebagaimana mestinya: menggratiskan biaya seluruh siswa miskin di
tingkat SD dan SMP dari biaya operasional pendidikan. Sebaliknya, banyak temuan
menunjukkan bahwa dana BOS justru dipergunakan untuk kepentingan lain seperti
dipergunakan untuk pembangunan gedung sekolah, ruang kelas, membiayai study
tour, dan lain sebagainya. Bahkan, menurut temuan ICW, 60% sekolah yang
menerima dana BOS diduga menyelewengkan dana tersebut.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 14
Dana BOS belum mengurangi beban mereka membiayai sekolah anak-anaknya.
Sebagai misal, kendati ada yang namanya program BOS, tetapi siswa juga masih
berhadapan dengan begitu banyak pungutan. Berbagai bentuk pungutan yang paling
sering dilakukan adalah uang masuk, uang pembangunan, pakaian dan seragam
sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler.
Kelemahan lain program BOS, sebagaimana juga program sosial neoliberal lainnya,
adalah jumlah dana terbatas dan temporer (tergantung rejim politik yang berkuasa).
Dana BOS hanya bisa menutupi sebagian kecil kebutuhan operasional pendidikan
setiap siswa, sementara kebutuhan lain seperti transport, buku, tas, baju seragam
hampir tidak tertutupi. Belum lagi, setiap tahun dipastikan terjadi kenaikan biaya
kebutuhan hidup dan peralatan sekolah.
Oleh karena itu, untuk mencegah bocornya dana BOS yang sudah kecil itu,
partisipasi aktif rakyat juga sangat dibutuhkan. Sudah saatnya, selain komite sekolah
yang sudah ada, masyarakat luas juga aktif dalam mengontrol penggunaan dana
BOS ini.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan
oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran
yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang
pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan
dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan
tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum
biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang
dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan
menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara
menyeluruh.
3.1
3.2
3.3 KURIKULUM PENDIDIKAN
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 15
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, tujuan pendidikan bersumber kepada
falsafah Bangsa Indonesia. Dari masa ke masa, dunia pendidikan di Indonesia
sudah mengalami beberapa kurikulum (±10 kurikulum), mulai dari kurikulum 1947
sampai dengan sekarang kurikulum 2013.
Berikut ini adalah empat kurikulum yang terakhir diterapkan dalam pendidikan di
Indonesia :
a. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan
dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh
beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal.
Misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Akhirnya,
Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
b. Tahun 2004 – Kurikulum Berbasis Kompetensi
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi yang harus dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme
Pendidikan, kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci dan Daerah/Sekolah
hanya melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh Keputusan/Peraturan
Menteri Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan kurikulum
sebelumnya baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan
jumlah jam pelajaran dan durasi tiap jam pelajarannya.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah baru menguji cobakan KBK di sejumlah
sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa saja. Hasilnya
kurang memuaskan. Maka sebagian pakar pendidikan menganggap bahwa pada
tahun 2004 tidak terjadi perubahan kurikulum, yang ada adalah Uji Coba Kurikulum
di sebagian sekolah yang disebut dengan KBK untuk kemudian disempurnakan
pada tahun 2006.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 16
c. Tahun 2006 – Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Awal 2006 uji coba KBK dihentikan dan muncullah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol pada kurikulum ini adalah lebih
konstruktif sehingga guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah
berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk
setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) di bawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
d. Kurikulum 2013
Pada Kurikulum 2013 ini, terdapat sembilan sistem penilaian, yaitu penilaian diri,
ulangan harian, ujian tengah semester, ujian sekolah, ujian nasional, ujian tingkat
kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, penilaian proyek, dan penilaian
autentik. Sembilan sistem penilaian itu dibuat berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Sistem
Penilaian Pendidikan. Penilaian diri, dilakukan oleh masing-masing siswa dengan
mengamati kemampuan sendiri. Ulangan, beberapa ujian dan proyek bisa dilakukan
secara tertulis atau dinilai dengan angka. Sembilan sistem penilaian berdasarkan
Permendikbud, mengisyaratkan ujian tengah semester, ujian sekolah dan ujian
nasional masih ada dalam Kurikulum 2013. Sistem penilaian itu berlaku bagi semua
jenjang sekolah percontohan.
3.4 SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL
Era globalisasi ditandai dengan persaingan sangat ketat dalam bidang teknologi,
manajemen dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut
diperlukan penguasaan teknologi agar dapat meningkatkan nilai tambah,
memperluas keragaman produk (barang/jasa) dan mutu produk.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 17
Keunggulan manajemen akan meningkatkan efektivitas dan efisien proses
peningkatan mutu pendidikan di tanah air. Sedangkan keunggulan SDM akan
menentukan kelangsungan hidup, perkembangan dan pemenangan persaingan
pada era global ini secara berkelanjutan dengan dukungan teknologi dan
manajemen yang kuat sebagai ciri khas sekolah efektif.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu lembaga pendidikan atau sekolah yang bisa
menghasilkan SDM yang unggul sehingga bisa bersaing dalam era globalisasi ini.
Sekolah atau lembaga pendidikan tersebut yang bertaraf internasional ini disebut
dengan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didik berbasis standar nasional
pendidikan (SNP) Indonesia, berkualitas internasional dan lulusannya berdaya saing
internasional. Dimana SBI ini juga merupakan suatu kebijakan pemerintah Indonesia
untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan
negara-negara maju lainnya. Kebijakan pemerintah mengenai SBI tersebut tertuang
dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) : “Pemerintah dan atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf
internasional”.
Kebijakan pemerintah mengenai Sekolah Bertaraf Internasional selain didukung
secara konstitusi dalam UU, SBI juga merupakan proyek prestisius , karena akan
dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota 20%. Padahal, untuk setiap sekolahnya saja Pemerintah Pusat
mengeluarkan 300 juta rupiah setiap tahun paling tidak selama 3 (tiga) tahun dalam
masa rintisan tersebut.
Selain itu SBI atau Sekolah Bertaraf Internasional di mata masyarakat Indonesia tak
bisa lepas dari bilingual sebagai medium of instruction, multi media dalam
pembelajaran di kelas, berstandar internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius
dengan jalinan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 18
maupun lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB,
TOEFL/TOEIC, ISO, dan lain-lain.
3.5 INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN
Sebuah penekanan penting bahwa infrastruktur pendidikan di negeri ini tidak
terbilang jelek, hanya saja teramat sangat senjang antara kota besar dan daerah
khususnya pedesaan. Kelayakan infrastruktur memainkan peranan penting bagi
terselenggaranya proses pembelajaran yang memanusiakan manusia.
Mensubjeknya sumber daya pembangunan.
Coba kita ambil contoh Papua, tanah kaya raya yang hingga saat ini masih dikuasai
oleh tangan asing sedangkan penduduk aslinya masih harus “merangkak” untuk
sekedar mencicipi kualitas hidup “layak”. Hal ini dikarenakan kurangnya sumber
daya manusia masyarakat lokal oleh rendahnya akses pendidikan yang berkualitas.
Penyebabnya adalah rendahnya kualitas infrastruktur yang ada sehingga, salah satu
implikasinya, guru-guru sulit untuk menjangkau tempat dimana mereka harus
mengajar di pedalaman Papua. Pemerintah daerah di Papua telah menganggarkan
30% dari APBD untuk pendidikan, tapi tetap saja pemanfaatannya belum maksimal
dan belum tepat sasaran.
Kesadaran kesamaan kualitas tujuan yang timbul akan mendorong tiap individu
untuk meningkatkan kualitas infrastruktur pendidikan demi tercapainya proses
pembelajaran yang memanusiakan manusia, kembali menjadi subjek pembangunan.
Kemudian, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, maka pendidikan
adalah hak mutlak bagi warga negara Indonesia, dimana menjadi kewajiban bagi
pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut. Berbagai daya dan upaya dikerahkan
untuk memenuhi amanat tersebut dan melibatkan seluruh alat yang dapat
dimanfaatkan, termasuk pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang dikembangkan merupakan sebuah alat di
dalam mencapai tujuan pedidikan, yaitu mencerdaskan anak bangsa, dimana di
dalam pengembangannya terbagi atas beberapa hal, yaitu infrastruktur, SDM dan
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 19
konten. Ketiga hal tersebut dilaksanakan secara paralel, karena satu sama lain
harus saling mendukung untuk dapat menjadi sebuah alat yang lengkap untuk
dimanfaatkan di dalam pencerdasan anak bangsa.
Namun demikian, yang jelas-jelas dapat kita temukan sebagai suatu kecacatan ialah
proses belajar mengajar konvensional yang mengandalkan tatap muka antara
guru dan murid, dosen dengan
mahasiswa, pelatih dengan peserta latihan, bagaimanapun merupakan sasaran emp
uk yang paling mudah menjadi sasaran bagi suara-suara
kritis yang menghendaki peningkatan kualitas pada dunia pendidikan.
Ketidakefektifan adalah kata yang paling cocok untuk sistem ini, sebab
seiring dengan perkembangan
zaman, pertukaran informasi menjadi semakin cepat dan instan, namun institut yang
masih menggunakan sistem tradisional ini mengajar (di jenjang sekolah tinggi
kita anggap memberikan informasi) dengan sangat lambat dan tidak
seiring dengan perkembangan TIK. Sistem konvensional ini seharusnya
sudah ditinggalkan sejak ditemukannya media komunikasi multimedia.
Arti TIK bagi dunia pendidikan seharusnya berarti tersedianya saluran atau
sarana yang dapat dipakai untuk menyiarkan program pendidikan. Namun hal
Pemanfaatan TIK ini di Indonesia baru memasuki tahap mempelajari
berbagai kemungkinan pengembangan dan penerapan TIK untuk
pendidikan memasuki milenium ketiga ini. Padahal penggunaan TIK ini
telah bukanlah suatu wacana yang asing di negeri Paman Sam
sana. Pemanfaatan IT dalam bidang pendidikan sudah merupakan
kelaziman di Amerika Serikat pada dasawarsa yang telah lalu. Ini
merupakan salah satu bukti utama ketertinggalan bangsa Indonesia dengan
bangsa-bangsa di dunia. Informasi yang diwakilkan oleh komputer yang
terhubung dengan internet sebagai media utamanya telah mampu memberikan
kontribusi yang demikian besar bagi proses pendidikan. Teknologi interaktif ini
memberikan katalis bagi terjadinya perubahan mendasar.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 20
BAB 4 PERMASALAHAN
Hinga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan sistem
dan program pendidikan di Indonesia yang harus diatasi dengan segera. Berbagai
upaya pembaharuan pendidikan telah banyak dilakukan antara lain perbaikan
sarana, peraturan, kurikulum dsb. Akan tetapi, masih belum memprioritaskan tingkat
instruksional terutama dari aspek kesejahterannya. Beberapa masalah dan kendala
yang berkaitan dengan sistem dan program pendidikan di Indonesia, sebagai
berikut:
4.1 PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN
Program wajib belajar 9 tahun masih belum dapat berjalan sesuai rencana, itu
semua terjadi karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam
penyelenggaraannya. Adapun kendala dalam penyelenggaraan wajib belajar
sembilan tahun, diantaranya:
1. Belum semua anak usia wajib belajar 7 – 12 tahun dapat mengikuti pendidikan
di sekolah dasar karena faktor kemiskinan, geografis dan komunitas terpencil.
2. Anak usia wajib belajar belum memiliki kesempatan yang sama untuk
mendapatkan fasilitas belajar yang memadai. Anak-anak di pedesaan,
pedalaman, atau terpencil belajar dengan fasilitas yang serba kekurangan,
sebaliknya anak-anak di perkotaan fasilitas belajarnya relatif sudah memadai.
Keadaan ini menimbulkan ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan.
3. Kekurangan guru di daerah pedalaman atau terpencil masih menjadi kendala
bagi pelayanan proses pembelajaran.
4. Kualitas guru dalam memberikan pendidikan masih bervariasi, ada guru yang
sudah memadai, ada pula yang harus dikembangkan lagi ke arah yang lebih
professional.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 21
5. Kemampuan guru untuk melakukan pembaharuan (inovasi) dalam proses pembelajaran masih lemah.
Permasalahan pelaksanaan program BOS bagi Wajib Belajar Dikdas 9 Tahun
sangat kompleks, baik pada skala nasional maupun regional. Walaupun berbagai
instrumen telah diterbitkan, tetapi kondisi secara umum menunjukkan bahwa
pelaksanaan program BOS belum mampu memberikan layanan pendidikan bagi
masyarakat miskin secara berkualitas. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan
masalah sebagai berikut :
1. Dana BOS rawan terhadap penyelewengan korupsi. Dengan diserahkannya
pengelolaan dana BOS ke daerah adalah bentuk kepercayaan pemerintah pusat.
Tetapi dalam prakteknya hal ini lebih memberi peluang kepada para pihak untuk
bertindak korupsi. Seperti penyelewengan dana yang dilakukan oleh dinas
pendidikan, dengan mentransfer hanya sebagian dana ke sekolah-sekolah yang
menjadi sasarannya. Tindakan serupa juga dilakukan oleh banyak kepala sekolah
sebagai pihak yang berwenang dalam mengelola dana BOS disekolah
menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi melalui penggelapan, mark
up, atau mark down. Permasalahan seperti ini juga timbul diakibatkan oleh
panjangnya proses ataupun prosedur dalam pencairan dana BOS.
2. Pengalokasian dana BOS tidak tepat sasaran sehingga Program BOS belum
menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia.
Alokasi dana BOS dipukul rata untuk semua sekolah di semua daerah, padahal
tiap sekolah memiliki kebutuhan dan masalah berbeda. Pengalokasian dana tidak
didasarkan pada kebutuhan sekolah tapi pada ketersediaan anggaran.
Hendaknya pengalokasian dana didasarkan pada kebutuhan sekolah, agar tidak
terjadi saling tumpang tindih antara kebutuhan dengan anggaran yang disediakan.
Adakalanya sekolah yang kebutuhannya sedikit, dan ada sekolah yang
kebutuhannya banyak. Jika anggaran semua sekolah sama, di sekolah yang
kebutuhannya sedikit akan memancing timbulnya korupsi karena anggaran yang
4.2 DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 22
berlebih, sedangkan di sekolah yang kebutuhannya banyak akan tetap mengalami
kekurangan karena kebutuhannya tidak terpenuhi.
Dana BOS yang diberikan kepada setiap sekolah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan seluruh siswa yang ada disekolah tersebut. Hal ini menurut saya
kurang tepat karena kondisi ekonomi setiap siswa yang ada pada suatu sekolah
tidaklah sama. Artinya seluruh siswa dalam sekolah tersebut, baik yang kaya atau
mampu hingga siswa yang tidak mampu semuanya diberikan subsidi.
Sesungguhnya yang berhak untuk mendapatkan subsidi pendidikan itu adalah
siswa yang miskin yang tidak mampu untuk mengenyam atau mengakses
pendidikan.
3. Program BOS belum berpotensi meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap
pendidikan disebabkan masih terdapat berbagai pemungutan-pemungutan biaya
yang sangat membebani siswa. Program Dana BOS yang bertujuan untuk
memberikan layanan pendidikan gratis bagi seluruh siswa miskin. Adanya
berbagai pungutan-pungutan biaya terhadap siswa, hal ini menjadi salah satu opsi
yang menunjukkan bahwa program pemberian Dana BOS tidak konsisten dengan
apa yang telah ditetapkan sebelumnya. Uang yang dikeluarkan oleh orang tua
murid cenderung tidak berkurang walaupun sudah ada dana BOS. Dana BOS
sesungguhnya belum bisa dikatakan menggratiskan biaya pendidikan meskipun
Dana BOS telah memberikan SPP gratis bagi seluruh siswa, karena pada
kenyataaannya biaya di luar SPP lebih besar daripada SPP. Program Dana BOS
sebagai salah satu upaya untuk memantapkan wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun memang belum dapat sepenuhnya memberikan layanan yang memadai,
hal ini dikarenakan terbatasnya sumber dana yang digunakan operasional
sekolah. Sumber dana sekolah yang berasal dari orang tua/wali siswa, bantuan
APBD maupun dari dana BOS belum dapat menjangkau memberikan layanan
bagi siswa miskin berkisar secara keseluruhan, tetapi justru dengan program BOS
sekolah agak bisa bernafas sehingga dapat memberikan kontribusi pengentasan
kemiskinan bidang pendidikan sekitar 20% - 25%. Pencapaian rata-rata angka
partisipasi kasar di jenjang SMP/MTs secara nasional 2009/2010 mencapai 98,11
persen atau di atas target 95 persen. Artinya, masih ada sekitar 1,89 persen
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 23
penduduk usia SMP yang tidak sekolah. Meskipun dana BOS belum cukup untuk
seluruh operasional sekolah, akan tetapi sudah sangat membantu kelancaran
operasional sekolah, bagaimanapun kenyataan dana BOS memberikan kontribusi
sekolah cukup besar jika dibandingkan dengan bantuan APBD yang relatif kecil.
4.3 KURIKULUM PENDIDIKAN Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki.
Pasalnya kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan
belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Pada tahun 2013, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan melakukan perubahan kurikulum pendidikan nasional
untuk menyeimbangkan aspek akademik dan karakter. Kurikulum pendidikan
nasional yang baru selesai digodok pada Februari 2013 itu rencananya segera
diterapkan setelah melewati uji publik beberapa bulan sebelumnya. Berikut ini
adalah beberapa masalah kurikulum :
1. Kurikulum Indonesia Terlalu Kompleks. Jika dibandingkan dengan kurikulum di
negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini
akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang
materi yang harus dikuasainya. Siswa harus berusaha keras untuk memahami
dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa
tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan lebih memilih
untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang materi
tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa
kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang. Selain
berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan
semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru
akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun
masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan
materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru.
2. Kurikulum di Indonesia yang cenderung fokus pada kemampuan intelektual
membuat bakat atau soft skill siswa tidak berkembang. Padahal, sebenarnya
bakat siswa bermacam-macam dan tidak bisa dipaksa harus berada di suatu
bidang saja.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 24
3. Seringnya Berganti Nama. Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami
perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama
semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak
positif dari perubahan kurikulum Indonesia. Bahkan, pengubahan nama
kurikulum mampu disajikan sebagai lahan bisnis oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Pengubahan nama kurikulum tentulah memerlukan dana
yang cukup banyak. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi, alangkah
baiknya jika dana tersebut digunakan untuk bantuan pendidikan yang lebih
berpotensi untuk kemajuan pendidikan.
4. Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat
proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan
oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti
kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga
mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama.
5. Perlu adanya penyesuaian regulasi. Untuk mengimplementasi sebuah kurikulum
baru perlu ada kajian regulasi yang sudah ada. Terkadang terdapat beberapa
regulasi lama yang bertentangan dengan konsep kurikulum yang baru. Tentu
saja hal ini akan berkenaan dengan waktu dan dana besar yang dibutuhkan.
4.4 SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Sejak digulirkan kebijakan SBI, pemerintah menuai pujian dan juga kritikan, baik itu
pujian bahwa kebijakan SBI merupakan langkah maju untuk memperbaiki kualitas
pendidikan Indonesia, maupun kritikan bahwa konsep ini tidak didahului dengan
studi secara mendalam. Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut :
1. Konsep SNP+X kurang jelas
Dalam kurikulum SBI ada rumus SNP+X. Artinya Standar Nasional Pendidikan
ditambah atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar
internasional dari salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.
Faktor X dalam rumus di atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Konsep ini
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 25
tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi
standarnya, dan faktor apa saja yang harus ditambah / diperkaya / dikembangkan /
diperluas / diperdalam. Apakah sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya,
ekonominya, dan lain-lain. Sehingga mungkin ini merupakan strategi agar target
yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur.
2. Potensi terjadi Sistem Pendidikan yang Bersifat Diskriminatif dan
Eksklusif.
Penyelenggaraan SBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskriminatif (hanya
diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemampuan/kecerdasan unggul) dan
ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya).
3. SBI lebih cenderung menggunakan perencanaan pend idikan dengan
Pendekatan Cost Effectivenes (efektivitas biaya).
Pendekatan Cost Effectiveness adalah pendekatan yang menitikberatkan
pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk mendapatkan hasil pendidikan yang
seoptimal mungkin, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pendidikan ini hanya
diadakan jika benar-benar memberikan keuntungan yang relatif pasti, baik bagi
penyelenggara maupun peserta didik. Konsekuensi dari pendekatan ini adalah tidak
semua anak dapat mengenyam pendidikan di SBI, sebab SBI lebih menekankan
efektivitas pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas
maupun kualitas, sehingga input pun diambil dari anak-anak yang memiliki
kemampuan unggul, baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
4. Potensi terjadi komersialisasi pendidikan
Lahirnya SBI bisa membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para
pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini
nampak ketika sekolah SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin
masuk sekolah SBI. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut bertaraf
internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara
anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 26
5. Tujuan pendidikan yang misleading
Selama ini siswa SBI dihadapkan pada 2 kiblat ujian, yakni UNAS dan Cambridge
misalnya. Beberapa sekolah nasional plus yang selama ini dirancang untuk
mengikuti dua kiblat tersebut mengakui bahwa sangat sulit mereka untuk mengikuti
dua kiblat sekaligus.
Penentuan kiblat ini perlu dipertimbangkan lagi karena jika yang hendak dituju
adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan, maka mengadopsi
atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB bukanlah jawabannya.
Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik pendidikan di Indonesia
untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan terhadap tujuan
pendidikan nasional itu sendiri. Di negara-negara maju seperti Singapura, Australia
dan New Zealand, pemerintah tidak membiarkan sistem pendidikan luar ataupun
internasional macam Cambridge ataupun IB masuk dan digunakan dalam kurikulum
sekolah mereka. Hanya sekolah yang benar-benar berstatus International School
dengan siswa asing saja yang boleh mengadopsi sistem pendidikan lain.
6. Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses.
Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI lebih mementingkan alat/media
pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium of instruction, berstandar
internasional, daripada proses penanaman nilai pada peserta didik. Prof Djohar
menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global jangan diartikan hanya
mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap rangking kita dengan negara-
negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada perbaikan pendidikan kita demi
eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam percaturan global, dengan
kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan dengan pengetahuannya
yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
7. Konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tent ang penguasaan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya de ngan nilai TOEFL.
Penggagas mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam
bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL >500. Padahal tidak ada hubungan
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 27
antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa
Inggris. Skor TOEFL yang tinggi belum menjamin kefasihan dan kemampuan orang
dalam menyampaikan gagasan dalam bahasa Inggris. TOEFL lebih cenderung
mengukur kompetensi seseorang, padahal yang dibutuhkan guru sekolah bilingual
adalah performance-nya, dan performance ini banyak dipengaruhi faktor-faktor non-
linguistic.
8. Kebijakan SBI bertolak belakang dengan otonomi s ekolah dan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS)
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan
kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk
menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk
menentukan sistem pembelajarannya. Sedangkan dalam SBI, sekolah masih
dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara lain.
9. Suatu usaha pembodohan dan pengelabuan dari seko lah kepada
masyarakat.
Dengan program SBI ini Depdiknas memberikan persepsi yang keliru kepada para
orang tua, siswa, dan masyarakat bahwa sekolah-sekolah yang ditunjuknya menjadi
sekolah Rintisan tersebut adalah sekolah yang ‘akan’ menjadi Sekolah Bertaraf
Internasional dengan berbagai kelebihannya. Padahal kemungkinan tersebut tidak
akan dapat dicapai atau bahkan akan menghancurkan kualitas sekolah yang ada.
Dan ini adalah sama dengan menanam “bom waktu’. Banyak sekolah yang jelas-
jelas hendak memberi persepsi kepada masyarakat bahwa sekolah mereka telah
menjadi Sekolah Bertaraf Internasional dan bukan sekedar ‘rintisan’ lagi. Suatu
usaha pembodohan dan pengelabuan dari sekolah kepada masyarakat.
4.5 INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN Seperti teknologi lain yang telah hadir ke muka bumi ini, TI juga hadir dengan
dialektika. Selain membawa banyak potensi manfaat, kehadiran TI juga dapat
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 28
membawa masalah. Khususnya Internet, penyebaran informasi yang tidak mungkin
terkendalikan telah membuka akses terhadap informasi yang tidak bermanfaat dan
merusak moral. Karenanya, penyiapan etika siswa juga perlu dilakukan. Etika yang
terinternalinasi dalam jiwa siswa adalah firewall terkuat dalam menghadang
serangan informasi yang tidak berguna.
Masalah lain yang muncul terkait asimetri akses : akses yang tidak merata. Hal ini
akan menjadikan kesenjangan digital (digital divide) semakin lebar antara siswa atau
sekolah dengan dukungan sumber daya yang kuat dengan siswa atau sekolah
dengan sumber daya yang terbatas.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 29
BAB 5 PENUTUP
Pendidikan nasional, sebagai bagian yang integral dari seluruh kebijakan dan
program pembangunan Indonesia, memiliki nilai yang amat strategis untuk
menyiapkan masyarakat dan bangsa kita yang bermutu tinggi guna memasuki masa
depan yang lebih baik dengan rasa percaya diri yang lebih besar serta memiliki
derajat yang sama dengan masyarakat dan bangsa lain di dunia. Tujuan ini akan
dapat dicapai apabila hasil pendidikan nasional kita semakin baik dan semakin tinggi
mutunya.
Tuntutan yang terus meningkat sejak awal era reformasi agar pemerintah
mengambil langkah-langkah yang penting untuk segera melakukan pembaruan dan
penyempurnaan sistem pendidikan nasional serta memberikan prioritas yang tinggi
pada pembangunan sumber daya manusia yang bermutu menunjukkan bahwa apa
yang menjadi cita-cita luhur tersebut masih jauh dari kenyataan. Bahkan, tuntutan
seperti itu muncul karena masyarakat sendiri telah menyadari bahwa Indonesia jauh
tertinggal dari bangsa-bangsa lain dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia
yang ahli, terampil, profesional, dan tangguh untuk memasuki dunia industri modern
dengan persyaratan kerja yang semakin ketat.
BPPN mencatat bahwa salah satu hambatan yang cukup serius adalah cara
pandang dan sikap mental para penentu kebijakan yang lebih berorientasi pada
kepentingan pemerintah dan bukan pada kebutuhan peserta didik serta kepentingan
masyarakat. Oleh sebab itu diperlukan kesungguhan semua komponen bangsa yang
terkait dengan masalah pendidikan, terutama para pejabat pemerintah dan kaum
politik, untuk melakukan upaya-upaya yang strategis dan tepat sasaran dalam
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia melalui pendidikan
yang relevan, bermutu, demokratis, dan mampu mendorong percepatan
pembangunan nasional secara merata dan adil di masa depan.
Mata Kuliah Pancasila Problematika Sistem Pendidikan Indonesia
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Universitas Mercu Buana Kampus B Menteng 2013/2014
P a g e | 30
SARAN
1. Inti dari upaya pembaruan dan penyempurnaan sistem pendidikan nasional yang
berfokus pada sistem persekolahan terletak pada kemauan politik pemerintah
untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu yang diamanatkan oleh
GBHN serta merupakan cita-cita bangsa Indonesia. Atas dasar visi dan misi
yang baru seiring dengan semangat reformasi, demokratisasi, dan dinamika
perkembangan regional, nasional, dan global, maka arah kebijakan pendidikan
yang hendak dikembangkan harus berorientasi pada peserta didik atau
masyarakat belajar.
2. Dari berbagai pengalaman di bidang pendidikan nasional kita selama ini dicatat
bahwa berbagai kebijakan dan inovasi baru yang ingin diterapkan tidak selalu
diikuti oleh perubahan pada diri pemimpin dan pelaksana pendidikan. Karena
itulah budaya pendidikan yang baru hanya akan menjadi suatu kenyataan
apabila perubahan dan penyempurnaan yang dilakukan diikuti oleh perubahan
pada cara pandang dan sikap dari berbagai komponen bangsa yang terkait,
yakni pemerintah (eksekutif dan legislatif), masyarakat, pimpinan lembaga
pendidikan, para guru, dan orangtua, sesuai dengan peran dan tanggung jawab
masing-masing. Dengan pemahaman baru tersebut di atas diharapkan, selain
memungkinkan terciptanya suasana dialogis, demokratis, dan proses
pembelajaran yang kreatif dan bermutu, upaya pendidikan akan dapat
melahirkan manusia pembelajar dan masyarakat Indonesia yang gemar belajar.
3. Usul perubahan pada struktur dan sistem persekolahan yang dibahas di muka
akan memungkinkan langkah-langkah yang lebih konkrit dalam upaya penyiapan
tenaga kerja dan sumber daya manusia yang handal di masa depan serta
perubahan dan penyempurnaan dalam bidang pendidikan sangat memerlukan
dukungan sumber daya yang memadai, terutama sumber daya pendidik dan
dana.