printapda-refarat&lapkas

17
OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL (Andi Rasdiana – C 111 07 078) I. PENDAHULUAN Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif- kompulsif. 1 Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO,1966). Obat antipsikotik dapat juga disebut sebagai Neuroleptics, major tranquillizers, ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptika. 2 Obat pertama yang dipakai sebagai suatu antipsikotik adalah reserpin. Fenotiazin pertama yang dipakai pada psikiatri adalah Chlorpromazine (CPZ). Chlorpromazine telah dipakai untuk mempotensiasi anestesia ketika Laborit mengetahui efek psikotropiknya yang unik pada tahun 1952. 3 Obat antipsikotik telah diklasifikasikan ke dalam kelompok tipikal dan atipikal, obat antipsikotik tipikal adalah antipsikotik yang menghasilkan efek samping ekstrapiramidal pada dosis klinis efektif pada sebagian pasien. Efek samping ekstrapiramidal meliputi parkinson, reaksi distonik akut, dyskinesia, akatisia (restlessness), dan tardive dyskinesia. Mereka juga disebut neuroleptik karena efek penghambatan pada agresivitas. Obat antipsikotik atipikal adalah antipsikotik dengan kecenderungan secara signifikan lebih rendah untuk menghasilkan efek samping ekstrapiramidal pada dosis klinis efektif. Mereka kadang-kadang disebut sebagai obat antipsikotik baru (novel), yang mencerminkan perkembangan selanjutnya dari sebagian senyawa ini (dengan pengecualian clozapine) atau dengan farmakologinya, misalnya multireceptor antagonis atau serotonin (5-hydroxytryptamine) antagonis 2A. 4 Semua antipsikotik ini bekerja pada reseptor dopamin-2, tapi kerja antipsikotik atipikal berbeda daripada antipsikotik tipikal (tipikal) dalam hal reseptor-reseptor. Selain itu, antipsikotik atipikal juga memblok reseptor serotonin-2. Perbedaan-perbedaan dalam mengikat reseptor ini merupakan teori yang menjelaskan mengapa 2 klasifikasi antipsikotik sama efektifnya tetapi berbeda dalam efek samping, terutama pada kecenderungan mereka untuk menyebabkan efek samping motorik seperti gejala ekstrapiramidal dan tardive dyskinesia. 5,6,7 I.1. Fisiologi Jalur Dopamin dan Fungsinya Empat jalur dopamin di otak berperan dalam patofisiologi skizofrenia serta terapi efek dan efek samping dari agen antipsikotik (Gambar 1). Setiap jalur memiliki kerja yang unik pada fisik, kognitif, dan psikologis. Sebagai contoh, hiperaktivitas dopamin pada jalur dopamin mesolimbik diduga menginduksi psikosis, sehingga mengurangi aktivitas dopamin di jalur tersebut, maka dengan memblokir reseptor dengan obat antipsikotik, secara teoritis akan mengurangi gejala psikotik. Meskipun blokade reseptor D2 mungkin memiliki hasil yang bermanfaat dalam satu jalur, dapat menimbulkan masalah di bagian lain. 5 Gambar 1. Empat jalur dopamin pada otak. (Dikutip dari kepustakaan 5) 1

Upload: annisa-trie-anna

Post on 25-Jul-2015

357 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRINTapda-refarat&lapkas

OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL(Andi Rasdiana – C 111 07 078)

I. PENDAHULUAN Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat

(SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif.1

Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO,1966). Obat antipsikotik dapat juga disebut sebagai Neuroleptics, major tranquillizers, ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptika.2

Obat pertama yang dipakai sebagai suatu antipsikotik adalah reserpin. Fenotiazin pertama yang dipakai pada psikiatri adalah Chlorpromazine (CPZ). Chlorpromazine telah dipakai untuk mempotensiasi anestesia ketika Laborit mengetahui efek psikotropiknya yang unik pada tahun 1952.3

Obat antipsikotik telah diklasifikasikan ke dalam kelompok tipikal dan atipikal, obat antipsikotik tipikal adalah antipsikotik yang menghasilkan efek samping ekstrapiramidal pada dosis klinis efektif pada sebagian pasien. Efek samping ekstrapiramidal meliputi parkinson, reaksi distonik akut, dyskinesia, akatisia (restlessness), dan tardive dyskinesia. Mereka juga disebut neuroleptik karena efek penghambatan pada agresivitas. Obat antipsikotik atipikal adalah antipsikotik dengan kecenderungan secara signifikan lebih rendah untuk menghasilkan efek samping ekstrapiramidal pada dosis klinis efektif. Mereka kadang-kadang disebut sebagai obat antipsikotik baru (novel), yang mencerminkan perkembangan selanjutnya dari sebagian senyawa ini (dengan pengecualian clozapine) atau dengan farmakologinya, misalnya multireceptor antagonis atau serotonin (5-hydroxytryptamine) antagonis 2A.4

Semua antipsikotik ini bekerja pada reseptor dopamin-2, tapi kerja antipsikotik atipikal berbeda daripada antipsikotik tipikal (tipikal) dalam hal reseptor-reseptor. Selain itu, antipsikotik atipikal juga memblok reseptor serotonin-2. Perbedaan-perbedaan dalam mengikat reseptor ini merupakan teori yang menjelaskan mengapa 2 klasifikasi antipsikotik sama efektifnya tetapi berbeda dalam efek samping, terutama pada kecenderungan mereka untuk menyebabkan efek samping motorik seperti gejala ekstrapiramidal dan tardive dyskinesia.5,6,7

I.1. FisiologiJalur Dopamin dan Fungsinya

Empat jalur dopamin di otak berperan dalam patofisiologi skizofrenia serta terapi efek dan efek samping dari agen antipsikotik (Gambar 1). Setiap jalur memiliki kerja yang unik pada fisik, kognitif, dan psikologis. Sebagai contoh, hiperaktivitas dopamin pada jalur dopamin mesolimbik diduga menginduksi psikosis, sehingga mengurangi aktivitas dopamin di jalur tersebut, maka dengan memblokir reseptor dengan obat antipsikotik, secara teoritis akan mengurangi gejala psikotik. Meskipun blokade reseptor D2 mungkin memiliki hasil yang bermanfaat dalam satu jalur, dapat menimbulkan masalah di bagian lain.5

Gambar 1. Empat jalur dopamin pada otak. (Dikutip dari kepustakaan 5)

Jalur Dopamin NigrostriatalJalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements

atau pergerakan. Jalur ini merosot pada penyakit Parkinson, dan blokade reseptor D2 di jalur ini menyebabkan penyakit drug-induced-movement EPS dan, akhirnya, tardive dyskinesia. Kekurangan Dopamin serta blokade reseptor dalam jalur ini juga dapat menyebabkan distonia dan akatisia.5

Jalur Dopamin MesolimbikHiperaktivitas dalam jalur dopamin mesolimbik diduga menyebabkan psikosis dan gejala positif

skizofrenia seperti halusinasi dan delusi. Jalur ini juga diduga terlibat dalam emosi dan sensasi kesenangan (pleasure) - stimulan dan kokain meningkatkan kegiatan dopamin di sini. Bahkan, paranoia dan psikosis yang dapat diinduksi oleh jangka panjang penyalahgunaan stimulan, hampir tidak bisa dibedakan dari skizofrenia. Pemblokiran hiperaktivitas pada jalur ini dapat mengurangi atau menghilangkan gejala positif. 5

Jalur Dopamin MesokortikalPeran jalur dopamin mesokortikal, terutama pada skizofrenia, masih diperdebatkan. Jalur ini diduga

untuk mengontrol fungsi kognitif, dan kekurangan dopamin dalam jalur ini bertanggung jawab untuk gejala negatif dan kognitif dari skizofrenia. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif. Dengan

1

Page 2: PRINTapda-refarat&lapkas

kata lain, agen antipsikotik harus dapat menurunkan dopamin di jalur mesolimbik untuk mengurangi gejala positif tetapi meningkatkan dalam jalur mesokortikal untuk mengobati gejala negatif dan kognitif.5

Jalur Dopamin TuberoinfundibularFungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita

postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi. Jika fungsi normal dari jalur ini terganggu, misalnya, dengan D2-blocking obat, hiperprolaktinemia dapat terjadi, dengan efek samping seperti galaktorea, amenore, dan disfungsi seksual.5

II. MEKANISME KERJASemua antipsikotik memiliki kerja pada reseptor D2 di otak. Salah satu cara untuk membedakan

antipsikotik atipikal dari antipsikotik tipikal adalah bahwa atipikal memblokir reseptor 5-HT2A serta reseptor D2 dan memiliki lebih sedikit efek motorik seperti EPS daripada antipsikotik tipikal pada dosis standar. Satu antipsikotik atipikal (quetiapine) tidak memiliki EPS lebih dari placebo. Selain itu, setidaknya 2 antipsikotik (olanzapine dan risperidone) telah menunjukkan efikasi yang lebih besar daripada antipsikotik tipikal untuk gejala negatif, dan 3 (olanzapine, ziprasidone, dan quetiapine) tidak meningkatkan kadar prolaktin seperti antipsikotik tipikal. Ziprasidone dikaitkan dengan kurangnya penaikan berat badan dibandingkan dengan antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal lainnya. 5,6

SerotoninAntipsikotik atipikal memiliki aksi antipsikotik dengan jauh lebih sedikit atau bahkan tidak ada efek

samping motorik seperti EPS dan tardive dyskinesia. Secara teoritis, efek ini bisa menjadi akibat dari blokade reseptor 5-HT2A selain reseptor D2. Serotonin mengatur pelepasan dopamin, kehadiran serotonin dalam beberapa jalur dopamin, seperti jalur nigrostriatal, menghambat pelepasan dopamin, sedangkan di jalur dopamin mesolimbik, serotonin memiliki pengaruh yang kecil bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain, ketika 5-HT2A reseptor diblokir, dopamin dilepaskan dalam jalur dopamin nigrostriatal tapi tidak dikeluarkan di jalur dopamin mesolimbik.5

Dalam jalur nigrostriatal, reaksi ini dapat membalikkan beberapa blokade D2 dengan antipsikotik atipikal melalui sebuah proses yang disebut disinhibisi. Ketika reseptor serotonin diblokir di jalur ini, dopamin meningkat. Dengan munculnya dopamin kemudian terjadilah "disinhibited" dan langsung mengisi reseptor D2, mencegah blokade oleh agen antipsikotik. Dengan kurangnya blokade D2 di jalur nigrostriatal, efek samping motorik berkurang (Gambar 2).5

Gambar 2. Blokade reseptor serotonin sehingga pelepasan dopamin melebihi dari blokade reseptor dopamin. (Dikutip dari kepustakaan 5)

Namun, disinhibisi dalam jalur nigrostriatal tidak mempengaruhi blokade dari pengikatan D2 dalam jalur dopamin mesolimbik, dikarenakan sedikitnya reseptor 5-HT2A yang berada di jalur dopamin mesolimbik; sehingga aksi antipsikotik tertahan. Menurut hipotesis ini, antipsikotik dikatakan atipikal, saat antagonis 5-HT 2A

tumpang-tindih pada antagonis D2, sehingga mengurangi pengikatan D2 mereka, dimana hal ini cukup untuk menurunkan efek motorik tetapi tidak cukup untuk menurunkan efek antipsikotik.5,6

DopaminHipotesis lain dari atypical adalah, meskipun semua antipsikotik memiliki aksi pada reseptor D2,

blokade dopamin dengan atipikal agen hanya berlangsung cukup lama untuk menyebabkan aksi antipsikotik namun tidak cukup lama untuk menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan tipikal agents. Secara teoritis, hanya dibutuhkan blokade cepat dari reseptor D2 untuk menyebabkan aksi antipsikotik, namun cukup lama untuk memunculkan efek samping motor seperti EPS. Jadi, jika antipsikotik memiliki aksi "hit-and-run", juga disebut disosiasi cepat (rapid dissociation), hal tersebut berdisosiasi dari reseptor D2 setelah aksi antipsikotik yang terjadi tapi sebelum efek sisi motorik diinduksi.5

2

Page 3: PRINTapda-refarat&lapkas

Gambar 3. Aksi “hit-and-run” pada reseptor dopamine: Tipikal vs Atipikal. (Dikutip dari kepustakaan 5)

Pada Gambar 3, gigi antipsikotik tipikal cocok dengan alur di reseptor, menghasilkan ikatan yang erat dan blokade yang tahan lama dengan agents tersebut. Antipsikotik atipikal, walaupun, menduduki reseptor dengan baik, namun dapat dengan halus kembali keluar, untuk memukul dan kemudian lari (hit-and-run). Reseptor tersebut kemudian kosong sebentar, untuk secara alami segera memproduksi dopamin sebelum dosis berikutnya. Menurut hipotesis ini, kurangnya efek samping motorik berasal dari ikatan D2 yang rendah karena cepatnya disosiasi. Disosiasi cepat terjadi lebih mudah ketika obat memiliki potensi rendah, agen-potensi rendah (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih tinggi seperti clozapine dan quetiapine) memiliki disosiasi lebih cepat dari reseptor D2 dibandingkan agen-potensi tinggi (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih rendah seperti risperidone), dengan agen potensi menengah seperti olanzapine di tengah. Hirarki ini sekitar berkorelasi dengan kecenderungan obat ini menyebabkan efek sisi motorik dalam kelompok antipsikotik atipikal dan hal tersebutlah yang membedakannya dari antipsikotik tipikal. Perbedaan antara rendah dan tinggi-potensi atipikal antipsikotik ini juga mengharuskan untuk hati-hati dalam penggunaan dosis, terutama dengan agen-potensi tinggi, untuk memaksimalkan antipsikotik aksi tetapi meminimalkan efek samping seperti gangguan gerakan.5

Salah satu konsekuensi dari disosiasi cepat adalah bahwa aksi obat hilang dari reseptor sampai dosis berikutnya. Dopamin alamiah kemudian dapat menduduki reseptor untuk sementara sebelum dosis obat selanjutnya. Ada kemungkinan bahwa adanya sedikit dopamin dalam sistem dopamin nigrostriatal diperlukan untuk mencegah efek samping motorik. Jika dopamin alami cukup tersedia di jalur nigrostriatal untuk meminimalkan efek samping, tetapi tidak cukup tersedia di sistem dopamin mesolimbik untuk mengaktifkan kembali psikosis antara dosis, maka obat tersebut dikatakan memiliki komponen dari antipsikotik atipikal.5

III. JENIS-JENIS ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL1,6

Berikut adalah jenis-jenis obat antipsikotik atipikal atau Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) menurut golongannya:

Benzamide : Sulpiride

Dibenzodiazepine : Clozapine, Olanzapine, Quetiapine Benzisoxazole : Risperidone

Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) yang digunakan sebagai : First line: risperidon, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripiprazole Second line: clozapine

Indikasi pengobatan dari obat antipsikotik atipikal antara lain : Sindrom psikosis fungsional, misalnya : skizofrenia, psikosis paranoid Sindrom psikosis organik, misalnya : demensia, intoksikasi alkohol Indikasi spesifik, misalnya : efektif untuk menurunkan gejala negatif skizofrenia dan terapi osi

skizofrenia yang tidak berespons dengan obat antipsikotik tipikal.

III.1 Beberapa obat antipsikotik atipikal6,7,8

a. ClozapineClozapine adalah obat antipsikotik dari jenis yang baru. Jarang disertai dengan efek samping yang

mirip parkinsonisme dibandingkan antipsikotik tipikal. Bekerja terutama dengan aktivitas antagonisnya pada reseptor dopamin tipe 2 (D2). Clozapine efektif terhadap gejala negatif skizofrenia dibandingkan antipsikotik tipikal. Clozapine disertai agranulositosis pada kira-kira 1 sampai 2 persen dari semua osi. Memerlukan monitoring hematologis setiap minggu pada osi yang diobati dengan clozapine.

Clozapine cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal (GI). Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 1 - 4 jam (rata-rata 2 jam). Clozapine dimetabolisme secara lengkap, dengan waktu paruh antara 10 dan 16 jam (rata-rata 12 jam). Kadar stabil dicapai dalam tiga sampai empat hari dengan dosis dua kali sehari. Metabolit diekskresi dalam urin dan feses.

Clozapine memiliki potensi yang jauh lebih tinggi sebagai antagonis pada resptor D1, serotonin tipe 2 (5-HT), dan noradrenergik alfa (khususnya a1). Selain itu clozapine memiliki aktivitas antagonis pada reseptor muskarinik dan histamin tipe 1 (H1) dan memiliki afinitas yang tinggi untuk reseptor dopamin tipe 4 (D4).

Indikasi TerapeutikIndikasi satu-satunya yang diusulkan oleh FDA untuk clozapine adalah sebagai terapi untuk

skizofrenia resisten, tardive dyskinesia parah atau kepekaan khusus terhadap efek samping ekstrapiramidal dari obat antipsikotik standar. Berbeda dengan antipsikotik tipikal clozapine dapat mengobati pergerakan, gangguan skizoafektif, gangguan bipolar I yang parah, kepribadian ambang dan osi dengan penyakit parkinson.

Efek samping Ciri clozapine yang membedakannya dari antipsikotik standar adalah tidak adanya efek merugikan

ekstrapiramidal, tidak mempengaruhi sekresi prolaktin dan tidak menyebabkan galaktorea. Dua efek merugikan yang paling serius dari clozapine adalah :

- Agranulositosis Dengan monitoring klinis yang cermat terhadap kondisi hematologis osi yang diobati dengan clozapine

akhirnya dapat mencegah kematian dengan mengenali secara awal gangguan hematologis dan menghentikan pemakaian clozapine. paling sering terjadi dalam enam bulan pertama. Peningkatan usia dan jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko tambahan untuk perkembangan agranulositosis akibat clozapine.

- Kejang

3

Page 4: PRINTapda-refarat&lapkas

Terapi phenobarbital (luminal) dapat diberikan untuk mengatasi kejang dan clozapine dapat dimulai kembali pada kira-kira 50 persen dosis sebelumnya. Selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap. Carbamazepine (Tegretol) tidak boleh digunakan dalam kombinasi dengan clozapine karena hubungannya dengan agranulositosis.

Efek samping lainnya adalah :- Efek Kardiovaskular

Takikardia, hipotensi, dan elektroensefalogram (EEG) berhubungan dengan terapi clozapine menunjukkan terjadinya takikardia, karena inhibisi vagal. Keadaan ini dapat diobati dengan antagonis adrenergik yang bekerja perifer. Efek hipotensif clozapine cukup parah, sehingga menyebabkan episode sinkop, bilamana dosis awal melebihi 75 mg sehari.

- Sedasi, kelemahan, penambahan berat badan, berbagai gejala GI (paling sering adalah konstipasi), efek antikolinergik, dan demam. Sedasi paling sering terjadi pada awal terapi dan efek sedasi siang hari dapat diturunkan dengan memberikan sebagian besar dosis clozapine pada malam hari. Obat ini dapat diekskresikan dalam air susu, sehingga tidak boleh digunakan oleh ibu yang menyusui.

Interaksi Obat Clozapine tidak boleh digunakan dengan salah satu obat lain yang disertai dengan perkembangan

agranulositosis atau supresi sumsum tulang. Obat-obatan tersebut adalah carbamazepine, propylthiouracil, sulfonamide dan captopril (Capoten).

Depresan sistem saraf pusat, alkohol, atau obat trisiklik yang diberikan bersama dengan clozapine dapat meningkatkan resiko kejang, sedasi, dan efek jantung. Pemberian bersama benzodiazepin dan clozapine dapat berhubungan dengan peningkatan insidensi hipotensi ortostatik dan sinkop.

Titrasi dan Dosis Clozapine tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Satu mg clozapin ekuivalen dengan kira-kira

1,5 sampai 2 mg chlorpromazine. Dosis awal biasanya 25 mg, satu atau dua kali sehari. Dosis awal konservatif adalah 12,5 mg dua kali sehari. Dosis selanjutnya dapat dinaikkan bertahap (25 mg sehari tiap dua atau tiga hari) sampai 300 mg sehari dalam dosis terbagi, biasanya dua atau tiga kali sehari.

Peningkatan dosis secara bertahap diharuskan, terutama karena potensi perkembangan hipotensi, sinkop, dan sedasi. Efek merugikan tersebut biasanya dapat ditoleransi oleh osi jika titrasi dosis dilakukan.

Sediaan obat Nama generik : Clozapine Nama dagang : Clozaril (Novartis), Sizoril (Meprofarm). Sediaan : tab 25 mg dan tab 100 mgDosis anjuran : 25 – 100 mg/hari

b. Risperidone Risperidone adalah benzisoxazole pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat untuk terapi

Skizofrenia. Afinitasnya bermakna untuk reseptor D2, selain itu, risperidone merupakan antagonis yang potensial untuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2).

Farmakokinetik

Risperidone diabsorpsi cepat setelah pemberian oral. Absorpsi risperidone tidak dipengaruhi oleh makanan dan mencapai kadar puncak kira-kira satu jam setelah pemberian dan memiliki waktu paruh plasma kira-kira 24 jam. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang aktif.

Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada osi dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada osi dengan gangguan fungsi hati.

FarmakodinamikRisperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor

serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor α1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.

Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari skizofrenia.

Efek pada organ dan sistem spesifik Risperidone tidak mempunyai efek merugikan dari segi neurologis dan efek merugikan lainnya lebih

sedikit dibandingkan obat lain dalam kelas ini.

Indikasi terapeutik Indikasi terapeutik risperidone hampir sama dengan clozapine yaitu untuk terapi skizofrenia yang

resisten terhadap terapi dengan antipsikotik tipikal.

Efek samping Efek samping seperti sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal pada risperidone lebih ringan dibanding

dengan obat antipsikotik tipikal lainnya.

Dosis Hari ke-1 : 2 mg/hari, 1-2 x sehariHari ke-2 : 4 mg/hari, 1-2 x sehari (titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa osi)Hari ke-3 : 6 mg/hari, 1-2 x sehariDosis umum 4-8 mg per hari. Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Dosis di atas 10 mg/hari dapat digunakan hanya pada osi tertentu dimana manfaat yang diperoleh lebih besar dibanding dengan risikonya. Dosis di atas 16 mg/hari belum dievaluasi keamanannya sehingga tidak boleh digunakan.

Interaksi Obat

Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada SSP dan alkohol.

Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis dopamin lainnya.

Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.

4

Page 5: PRINTapda-refarat&lapkas

Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone.

Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikotik (risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan meningkatkan konsentrasi risperidone.

c. Olanzapine Farmakokinetik

Olanzapine mencapai level puncak di dalam plasma dalam waktu 6 jam dan waktu paruhnya kira-kira 30 jam.

Indikasi Terapeutik Pengobatan skizofrenia yang resisten dan dapat digunakan untuk mengurangi gejala negatif dan

agitasi.

Efek Samping Efek samping antikolinergik seperti konstipasi dan mulut kering meningkat berhubungan erat dengan

dosis yang digunakan. Tidak menyebabkan leukopeni/agranulositosis seperti pada clozapine. Olanzapin menunjukkan peningkatan hepatik transaminase (ALT, AST, GGT) dosis dependen dan menunjukkan gejala ekstrapiramidal.

d. Quetiapine Farmakokinetik

Quetiapine secara cepat diabsorbsi sesudah diminum, mencapai konsentrasi puncak di plasma dalam waktu 1,5 jam, dimetabolisme oleh hepar. Dengan waktu paruh 6 jam yang terdapat di dalam batas dosis klinik yang dianjurkan.

Efek Samping Hipertensi

Quetiapine mungkin dapat menyebabkan hipertensi ortostatik dengan gejala-gejala kedinginan, takikardi dan pada beberapa osi terjadi sinkop, khususnya selama periode pemberian dosis inisial.

Katarak Liver Secara asimtomatik, transien dan reversibel meningkatkan serum transaminase (terutama ALT). Efek samping lainnya adalah somnolen, gejala ekstrapiramidal, dan NMS.

Indikasi Gejala positif pada skizofrenia. Gejala negatif pada skizofrenia. Gangguan kognitif pada skizofrenia. Gangguan mood pada skizofrenia. Perilaku agresif pada skizofrenia.

e. AripiprazoleSediaan obat Nama generik : AripriprazoleNama dagang : Abilify (Otsuka)

Sediaan : tab 10-15 mgDosis anjuran : 10-15mg/hari

Indikasi Skizofrenia (ini masih dalam penelitian lebih lanjut).

Efek samping Efek samping yang dapat terjadi adalah

Gangguan ekstrapiramidal (insidensnya sangat minimal). Penambahan berat badan (sangat minimal). Peningkatan QT interval (minimal sampai tidak terjadi). Peningkatan kolesterol, glukosa, dan prolaktin (minimal).

IV. EFEK SAMPING6,7

1. Gejala ekstrapiramidal Gejala ekstrapiramidal timbul akibat blokade reseptor dopamine 2 di basal ganglia (putamen, nukleus

kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, dan globus palidus). Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan mekanisme dopaminergik dan kolinergik sehingga sistem ekstrapiramidal terganggu. Paling sering disebabkan antipsikotik tipikal potensi tinggi.

Gejala ini dibagi dalam beberapa kategori, yaitu: a. Reaksi Distonia Akut (ADR)

Terjadi spasme atau kontraksi involunter akut dari satu atau lebih kelompok otot skelet. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan antipsikosis dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira -kira 10% osi, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpo tensi tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat menjadi penyebab utama dari ketidakpatuhan pemakaian obat. b. Akatisia

Akatisia merupakan gejala ekstrapiramidal yang paling sering terjadi akibat antipsikotik. Kemungkinan terjadi pada sebagian besar osi terutama pada populasi osi lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup , keinginan untuk tetap bergerak dan sulit tidur . Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Hal ini menjadi salah satu penyebab ketidakpatuhan pengobatan.

c. Sindrom Parkinson Merupakan gejala ekstrapiramidal yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama antipsikotik atau

dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi gaya berjalan membungkuk, hilangnya ayunan lengan, akinesia, tremor dan rigiditas. Akinesia menyebabkan penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memula i aktifitas normal. Terkadang, gejala ini dikelirukan dengan gejala negatif skizofrenia.

d. Tardive Diskinesia

5

Page 6: PRINTapda-refarat&lapkas

Manifestasi gejala ini berupa gerakan dalam bentuk koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, mioklonus, balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik. Hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di putamen kaudatus. Prevalensi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pada osi yang berobat lama. Sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% osi memperlihatkan gerakan berat nyata. Faktor predisposisi meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang.

2. Neuroleptic Malignant Neuroleptic malignant adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius dari penggunaan obat

antipsikotik. Sindrom ini merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak tergantung pada kadar awal obat dalam darah. Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis tunggal antipsikotik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal atipikal). Biasanya berkembang dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan . SNM sebagian besar berkembang dalam 24-72 jam setelah pemberian antipsikotik atau perubahan dosis (biasanya karena peningkatan). Sindroma neuroleptik maligna dapat menunjukkan gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat. Gejala disregulasi otonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan darah meningkat atau labil. Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia dan diskinesia. Tremor dan aktivitas motorik berlebihan dapat mencerminkan agitasi psikomotorik. Konfusi, koma, mutisme, inkotinensia dan delirium mencerminkan terjadinya perubahan tingkat kesadaran.

3. Peningkatan berat badan Paling sering karena pengobatan antipsikotik atipikal. Nafsu makan yang meningkat erat kaitannya

dengan blokade reseptor alpha1-adrenergic dan Histaminergic.

4. Peningkatan prolactinBlokade reseptor dopamine 2 di hipotalamus menyebabkan berkurangnya pembentukan prolactin release

factor. Akibatnya, faktor inhibitor prolaktin ke hipofisis berkurang sehingga terjadi peningkatan kadar prolaktin. Pada perempuan didapati sekresi payudara, sedangkan pada pria didapati ginekomasti.

5. Efek blokade reseptor kolinergik - Pandangan kabur - Mulut kering (kecuali clozapin yang meningkatkan salvasi) - Penurunan kontraksi smooth muscle sehingga terjadi konstipasi dan retensi urin.

6. Efek blokade reseptor adrenergik: hipotensi ortostatik

Efek Samping Neuromotor dari Obat Antipsikotik dan Penanganannya

Table 1. Efek samping neuromotor dari obat antipsikotik dan penanganannya. (Dikutip dari kepustakaan 9)

V. KESIMPULANAntipsikotik merupakan antagonis dopamin yang bekerja menghambat reseptor dopamin dalam

berbagai jaras di otak. Pada antipsikotik atipikal, selain menghambat reseptor D2, agen ini juga memblokir reseptor 5-HT2A , dan memiliki lebih sedikit efek motorik seperti EPS daripada antipsikotik tipikal pada dosis standar.

Secara teoritis, efek motorik seperti EPS bisa menjadi akibat dari blokade reseptor 5-HT2A selain reseptor D2. Serotonin mengatur pelepasan dopamin, kehadiran serotonin dalam beberapa jalur dopamin, seperti jalur nigrostriatal, menghambat pelepasan dopamin, sedangkan di jalur dopamin mesolimbik, serotonin memiliki pengaruh yang kecil bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain, ketika 5-HT 2A reseptor diblokir, dopamin dilepaskan dalam jalur dopamin nigrostriatal tapi tidak dikeluarkan di jalur dopamin mesolimbik.

Dalam jalur nigrostriatal, reaksi ini dapat mengurangi beberapa blokade D2 oleh antipsikotik atipikal melalui sebuah proses yang disebut disinhibisi. Ketika reseptor serotonin diblokir di jalur ini, dopamin meningkat. Dengan munculnya dopamin kemudian terjadilah "disinhibited" dan langsung mengisi reseptor D2, mencegah blokade oleh agen antipsikotik. Dengan kurangnya blokade D2 di jalur nigrostriatal, efek samping motorik berkurang.

Hal tersebutlah yang membedakan antipsikotik atipikal dengan antipsikotik tipikal. Adapun antipsikotik atipikal, seperti clozapin, risperidone, olanzapin, quetiapine, dan aripriprazole, memiliki efek klinis yang lebih besar daripada antipsikotik kelas lain dengan efek samping ekstrapiramidal yang minimal.

DAFTAR PUSTAKA1. Malim,R dr.,SpKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik – Edisi III. Jakarta: 2007.2. Santoso,S.O, Sinta S.W, Metta. Psikotropik. Farmakologi dan Terapi – Edisi 4. Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1995.3. Beebee,A,MD, Bartzokis,George,MD. Medikasi Antipsikotik Neuroleptik. Buku Saku Psikiatri. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1994.

6

Page 7: PRINTapda-refarat&lapkas

4. Gelder,M.G. Antipsychotic and Anticholinergic Drugs. New Oxford Textbook of Psychiatry. Ebook.Oxford University Press. UK: 2003.

5. Stahl,S.M., MD,PhD. Describing an Atypical Antipsychotic: Reseptor Binding and Its Role in Pathophysiology. Primary Care Companion J Clin Psychiatry, [online]. 2003 [cited 2011 August 14]. Availabe from: http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v05s03/v05s0302.pdf

6. Bennett,P.N.,MD,FRCP, Brown,M.J.,MA,MSc,MD,FRCP. Antipsychotics. Clinical Pharmacology – Ninth Edition. Churchill Livingstone. 2003.

7. Henderson,D.C, Kunkel,L, Goff,D.C. Antipsychotic Drugs. Massachusetts General Hospital Psychiatry Update and Board Preparation – Second Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. USA: 2004.

8. Sharif,Z.A,MD. Pharmacokinetics, Metabolism, and Drug Interactions of Atypical Antipsychotics in Special Population. Primary Care Companion J Clin Psychiatry, [online]. 2003 [cited 2011 August 14]. Availabe from: http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v05s06/v05s0605.pdf

9. Saltz,B.L,MD, Robinson,Delbert G,MD, Woerner,Margaret G,PhD. Recognizing and Managing Antipsychotic Drug Treatment Side Effects in the Elderly. Primary Care Companion J Clin Psychiatry, [online]. 2004 [cited 2011 August 14]. Availabe from: http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v06s02/v06s0203.pdf

LAPORAN KASUS“ GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK (F.25.0)“

IDENTITAS PASIENNama : Nn. LTempat/ Tgl Lahir : Manggarai, 12 Agustus 1986Umur : 25 tahunAgama : KatolikStatus Perkawinan : Belum MenikahPendidikan terakhir : Tamat SMAPekerjaan : -Alamat : BTN. Makkio Baji D8 No.8, AntangSuku Bangsa : FloresWarga Negara : Indonesia

RIWAYAT PSIKIATRIDiperoleh dari alloanamnesa dari:Nama : Tn. Antonius SudirmanPendidikan terakhir : Tamat SMAPekerjaan : WiraswastaHubungan dengan pasien : Paman pasienTanggal : 12 Agustus 2011

I. RIWAYAT PENYAKITA. Keluhan Utama

Gelisah

B. Riwayat Gangguan Sekarango Keluhan dan Gejala

Gelisah dialami + 5 hari yang lalu sebelum masuk RS dimana pasien jika gelisah sering jalan terus dan jika dilarang pasien biasa marah dan mengamuk. Pasien juga sering mengeluarkan kata-kata kotor, mengulang kata-kata dan berkata yang tidak bermakna. Pasien jika mengamuk akan merusak barang-barang di sekitarnya. Pasien juga sering merasakan menjadi bunglon dan kupu-kupu. Pasien juga sering tampak berbicara dengan benda mati (seperti tembok dan pohon) karena pasien menganggap benda tersebut adalah Tuhan Yesus yang sedang berbicara dengannya. Pasien sering mendengar bisikan yang dianggap berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya. Oleh karena itu pasien juga jarang tidur.

7

Page 8: PRINTapda-refarat&lapkas

Perubahan perilaku mulai dialami + 1 tahun yang lalu, yaitu sejak pasien dilarang berpacaran orangtuanya. Pada saat itu, pasien mulai sering gelisah dan bicara sendiri sehingga keluarga membawa pasien untuk dirawat di RS.Dadi. Pada saat itu pasien dirawat selama + 2 minggu namun keluarga membawa pulang paksa pasien karena dari mulut pasien keluar air liur dan dikatakan lidah pasien terasa kaku. Setelah keluar dari RS, pasien masih sering tampak bicara sendiri, namun tidak pernah mengamuk sehingga keluarga masih dapat menjaga pasien. Riwayat pengobatan dengan Haloperidol dan Chlorpromazine.

o Hendaya / disfungsi

Hendaya sosial : (+) Hendaya pekerjaan : (+) Hendaya waktu senggang: (+)

o Faktor Stressor Psikosial

Pasien dilarang berpacaran oleh orangtuanyao Hubungan gangguan sekarang dengan penyakit fisik dan psikis sebelumnya:

Jelas. Pasien pernah dirawat di RS.Dadi 1 tahun yang lalu dan tidak berobat teratur.C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

Riwayat penyakit sebelumnya: Infeksi (-) Kejang (-) Trauma (-)Riwayat penggunaan zat adiktif: Merokok (-) Alkohol (-) Obat-obatan terlarang (-)

D. Riwayat Kehidupan Pribadi Riwayat prenatal dan perinatal

Pasien lahir normal, cukup bulan, dan proses persalinan dibantu oleh dukun. Riwayat masa kanak awal (sejak lahir hingga usia 1-3 tahun)

Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak sebayanya. Tidak ada riwayat trauma dan infeksi selama masa ini. Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)

Pasien masuk SD saat berusia 6 tahun di SD.Manggarai. Saat bersekolah prestasi pasien baik dan pandai bergaul dengan teman-temannya. Riwayat masa kanak akhir dan remaja (usia 12-18 tahun)

Setamat SD, pasien melanjutkan sekolah di SMP Maha Putra dan kemudian ke SMA Negeri 13, Makassar. Pasien mempunyai prestasi baik dan mudah bergaul dengan teman-temannya. Riwayat masa dewasa

Setelah tamat SMA, pasien ingin melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi di Flores namun tidak berlanjut karena sakit. Riwayat pribadi

o Riwayat pekerjaan : Tidak pernah

o Riwayat pernikahan : Belum menikah. Pasien pernah berpacaran dengan seorang pria namun orang tua pasien melarangnya untuk berpacaran.

E. Riwayat Kehidupan KeluargaPasien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara (♂, ♀, ♂, ♀). Hubungan dengan keluarga baik dan tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga. Ibu pasien meninggal pada tahun 1998 karena disambar petir dan

sekarang ayah pasien telah menikah kembali. Ayah kandung dan ibu tiri pasien bekerja sebagai petani di Flores. Hubungan ibu tiri dengan pasien baik.F. Situasi Sekarang

Pasien tinggal bersama paman, tante, sepupu, dan kakaknya.G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya

Pasien merasa bahwa dirinya tidak sakit.

8

Page 9: PRINTapda-refarat&lapkas

AUTOANAMNESIS (14 Agustus 2011)Dm : Pagi bu, sy Andi Rasdiana, dokter muda di sini. Kalau boleh tau siapa nama ibu?P : Pagi dok, nama saya Ledia, Ledia, Ledia (loncat kegirangan). Hai cantik, cantiknya, coba bilang

inner beauty, body languange. Eh, ada dokter cinta, hai dokter cinta (sambil memperhatikan dokter muda laki-laki yang kebetulan berada di sana)

Dm : umurnya berapa?P : 25 tahunDm : Ledia lahir dimana? Tanggal berapa?P : Di Manggarai, Flores, tanggal 12 bulan 8 tahun 1986Dm : Ini hari apa Ledia?P : Hari Minggu ini, tadi pagi saya habis berdoa (sambil menundukkan kepala dan mengambil posisi

layaknya orang yang berdoa)Dm : Ledia kerja?P : Tidak, saya Ibu rumah tangga, dan wanita karierDm : kerja dimana?P : guru smp, sma, bisa juga jadi dosenDm : Mengajar apa?P : itu saya ajar aiueo kakikeko lalilulelo naninunenoDm : wah bahasa indonesia yaP : iya bahasa indonesia, my name is lediaDm : pintar bahasa inggris juga?P : my name is ledia, my name is ledia , nama saya lediaDm : Tinggal dimana Ledia?P : BTN Makkio Baji D8 no.8, AntangDm : tinggal sama siapa disana?P : sama om ku, sama keluarga lainnyaDm : tahu no.telpnya berapa?P : 458137, coba halo-halo, halo, halo, halo-halo bandung, trans studio bandungDm : pernah ke trans studio bandung?P : iya pernah, sering, coba tanya anak itu, sama itu yang pakai baju warna ungu (sambil menunjuk ke

arah keluarga pasien lain yang memang memakai baju warna ungu) sama bapaknya juga.Dm : kenapa bisa ada di sini ledia?P : itu juga saya bingung kenapa saya dibawa ke siniDm : Ledia tidak tahu?P : tidak tahu dokter, padahal saya tidak sakit, coba tanya itu yang pakai baju ungu, keluarga ku itu.

Saya kira ini tempatnya orang sakit jiwa dokter di’?Dm : Ledia tahu ini dimana?P : ini RS.Dadi, ini Rumah Sakit Jiwa, orang-orang yang terganggu jiwanya di sini. ♫♪Aku ingin

menjadi...Percayalah padaku mengerti perkataanku..♫♪Dm : katanya ledia suka bicara sendiri?P : iya, saya bicara dengan Tuhan YesusDm : apa yang Tuhan Yesus katakan?P : ayo kemana kita, ♫♪where are u going, okay my darling eyyaaa♫♪ (pasien bernyanyi sambil joget

berputar)

Dm :katanya juga ledia sering melamun?P : ah, siapa bilang? Tidak dehDm : tidak pernah mengamuk?P : Tidak, baek-baek jaDm : biasanya ledia bicara sama siapa saja?P : Tuhan Yesus, dia bilang anakku yang manis yang cantik. Anakku Tuhan Yesus, mama ku Bunda

MariaDm : hmm, ledia kenal semua dengan keluarganya?P : kenal semua lahDm : ledia pernah pacaran dulu?P : pernah, pacaran lewat hpDm : tidak pernah ketemu?P : Pernah ketemu sih, tapi masih kecilDm : siapa namanya?P : erik, erik, erik. Namanya Erik, tapi sudah jadi mantanDm : terus sekarang siapa?P : BoronimuDm : tinggal dimana dia?P : dia tinggal di sini, di hatikuDm : Ledia pernah dirawat sebelumnya di sini?P : pernah, 2 mingguDm : ada apa sampai dirawat?P : tidak tahu kenapa dirawat, om ku yang bawa padahal saya nda merasa sakit, minum obat terus jaDm : pernah tidak, ada masalah di lingkungan atau pekerjaan?P : oohh no problem, no problemDm : kalau dengan keluarga bagaimana? Ada masalah sebelumnya?P : kalau ada masalahku, curhatka sama sahabatku, pernah ku bilang, mau ko jadi sahabatku? Saya

tanya begini, apa masalahmu kau? Saya carikanko solusiDm : ledia pernah dengar bisikan?P : selalu, always in my heart, always in my heartDm : suara laki-laki atau perempuan?P : laki-laki, suara pacarku, always in my heart, dia bilang always in my heart (Halusinasi Auditorik)Dm : sering bicara dengan tembok katanya?P : Iyaa, bunglon,bunglon, saya juga bunglon (Depersonalisasi)Dm : ledia bisa bicara dengan bunglon?P : bisa, bunglon bunglonDm : apa yg bunglon bilang sekarang?P : dia bilang, ih cantiknya itu sana cewek. Eh, itu disana keluargaku itu tawwa. Siapa namanya itu

sana? (sambil menunjuk2) tante, aloo tante, na kenalka itu, tante kenalki toh? Itu na kenalka.Dm :ledia sering menari?P :iya menari-nari. Karena saya butterfly, kupu-kupu, kupu-kupu (Depersonalisasi)Dm : bisa jadi apa lagi?P : Guardian angel ♫♪ akhirnya kutemukan, u’r my guardian angel, kumohon selamanyaa, baby i love

u ♫♪..

9

Page 10: PRINTapda-refarat&lapkas

Dm : ledia merasa ada yang biasa bicara dengan ledia?P : iya, aloo aloo alooDm : biasa nya siapa yang ajak kita bicara? Tembok atau apa?P : tembok, tembok, sama pohon itu juga (menunjuk pot).Dm : kenapa bisa?P : itu Tuhan Yesus sama pacarku yang biasa bicara dengan saya. (Ilusi)Dm : jadi tembok itu Tuhan Yesus yang sedang bicara? Pohon juga?P : iyaa Tuhan Yesus sama pacarku.Dm : ledia, kalau misalnya lagi di mall, kita rasa itu seperti bagaimana suasananya? Ramai, sepi, seperti

hutan atau bagaimana?P : kalau dimana? Di mall? Ya ramai lah. Ledia lagi jalan ke mall, naik lift. Kalau sendirian ka jadi

kupu-kupu ma lagi, terbang deh, ayo ada di sana bidadari.Dm : Ledia pernah sakit?P : pernah, sakit gigiDm : sakit yang panas tinggi atau kejang-kejang mungkin?P : Tidak, tidak pernahDm : minum obat-obatan?P : iya, tadi pagi minum obatDm : kalau yang obat-obatan terlarang, pernah?P : tidak pernahDm : maaf, apakah Ledia merokok?P : tidakDm : kalau minum alkohol?P : minum iya, minum air putih sajaDm : cita-cita nya ledia apa?P :mau jadi guru, dokter,banyakDm : apa harapannya ledia?P : mau keliling dunia, ke indiaDm :ledia bisa mandi sendiri?P : bisa lahDm : kalau masak?P : bisa. Saya toh biasanya, kalau datang tamu. Halo semua, kalau laki2 keluar dulu, kalau cewek sini-

sini, tahu masak? Tidak tahu? Ok ok saya ajar. Eh tante, tante, itu tante disana, sini dulu (sambil menunjuk seorang wanita yang lewat)

Dm : ledia, pendidikan terakhir apa?P : tamat SMADm : berarti tahu dong ibukota Indonesia apa?P : JakartaDm : kalau sekarang lagi dimana?P : di MakassarDm : provinsi apa?P : sulawesi selatan, yeee pintar.Dm : 100-7?P : 93

Dm : 93-7?P : 86Dm : Sekarang hari apa Ledia?P : hari minggu. 17 Agustus 1945, mari memperingati hari kemerdekaan negara Indonesia, yang

keberapa? Lupa ma lagi.Dm : tadi pagi ledia makan apa?P : makan obat, warna putihDm : Ledia tahu artinya berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian?P : tahu lah, bersenang-senang dahulu, bersenang-senang juga kemudianDm : kalau kepala batu?P : kepala batu, batu diubah menjadi rotiDm : ringan tangan?P : suka mencuriDm : panjang tangan?P : suka mencuri, eh tadi ringan tangan suka membantu. Eh dokter cinta, kemarin yang request lagu,

minta sedikit pewangi mu (sambil menyodorkan tangan ke dokter muda laki2 yang sedang berada dsana)

Dm : apa keahliannya ledia?P : bisa memasak, menjahit, serba bisaDm : pernah ada perasaaan seperti dikejar tidak?P : iya, dikejar sama pria, pacarku, lagi jatuh cinta kaDm : maksudnya yang buru ledia, atau yang ingin bunuh ledia ada?P : ih siapa bilang. Saya dikejar karena dia sayang ka, kemarin toh itu sana kejarka yang bersih-bersih.Dm : baik kalau begitu, ledia terimakasih banyak atas bincang-bincangnya. Ledia bisa istirahat sekarang,

nanti kita bincang-bincang lagi ya.P : iya dok.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTALA. Deskripsi Umum

1. PenampilanTampak seorang perempuan mengenakan baju kaos berwarna merah muda dan celana pendek berwarna merah muda, wajah sesuai umur, cukup rapi, rambut ikal hitam, kulit sawo matang.

2. KesadaranBerubah

3. Perilaku dan Aktivitas PsikomotorSaat diwawancarai, pasien tampak agak gelisah dan berjalan mondar-mandir.

4. PembicaraanMembanjir dan sering mengulang kata-kata.

5. Sikap terhadap PemeriksaCukup kooperatif

B. Keadaan Afektif (mood), Perasaan, dan Empati1. Mood : sulit dinilai2. Afek : hipertimia3. Empati : tidak dapat dirabarasakan

10

Page 11: PRINTapda-refarat&lapkas

4. Keserasian: tidak serasiC. Fungsi Intelektual (kognitif)

1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan: sesuai dengan taraf pendidikan

2. Daya konsentrasi: cukup

3. Orientasi (waktu,tempat,dan orang): baik

4. Daya ingat: baik

5. Pikiran abstrak: cukup

6. Bakat kreatif: tidak ada

7. Kemampuan menolong diri sendiri: baik

D. Gangguan Persepsi1. Halusinasi

Halusinasi auditorik (+), pasien sering mendengar bisikan yang dianggap dari Tuhan Yesus dan pacarnya.

2. IlusiAda, pasien sering menganggap benda mati (seperti tembok dan pohon) yang sedang berbicara dengannya.

3. DepersonalisasiAda, pasien merasa bahwa dirinya adalah bunglon dan kupu-kupu.

4. DerealisasiTidak ada.

E. Proses Berfikir1. Arus pikiran

a. Produksivitas : membanjirb. Kontinuitas : kadang irrelevan, assosiasi longgarc. Hendaya berbahasa : tidak ada

2. Isi pikirana. Preokupasi : tidak adab. Gangguan isi pikiran : tidak ada

F. Pengendalian Impuls : tergangguG. Daya Nilai

1. Norma Sosial : terganggu2. Uji Daya Nilai : terganggu3. Penilaian Realitas : terganggu

H. Tilikan (insight) : Tilikan I. Pasien merasa dirinya tidak sakit.I. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LANJUT

A. Status InternusTekanan Darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, kuat angkat, frekuensi pernafasan 20x/menit, suhu 36,5oC

B. Status NeurologisPupil bulat isokor 2,5mm/2,5mm, RCL +/+, RCTL, +/+, fungsi motorik dan sensorik serta keempat ektremitas dalam batas normal dan tidak ditemukan refleks fisiologis.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNASeorang perempuan, 25 datang dengan keluhan gelisah yang dialami + 5 hari yang lalu sebelum masuk

RS dimana pasien jika gelisah sering jalan terus dan jika dilarang pasien biasa marah dan mengamuk. Pasien juga sering mengeluarkan kata-kata kotor, mengulang kata-kata dan berkata yang tidak bermakna. Pasien jika mengamuk akan merusak barang-barang di sekitarnya. Pasien juga sering merasakan menjadi bunglon dan kupu-kupu. Pasien juga sering tampak berbicara dengan benda mati (seperti tembok dan pohon) karena pasien menganggap benda tersebut adalah Tuhan Yesus yang sedang berbicara dengannya. Pasien sering mendengar bisikan yang dianggap berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya. Oleh karena itu pasien juga jarang tidur.

Perubahan perilaku mulai dialami + 1 tahun yang lalu, yaitu sejak pasien dilarang berpacaran orangtuanya. Pada saat itu, pasien mulai sering gelisah dan bicara sendiri sehingga keluarga membawa pasien untuk dirawat di RS.Dadi. Pada saat itu pasien dirawat selama + 2 minggu namun keluarga membawa pulang paksa pasien karena dari mulut pasien keluar air liur dan dikatakan lidah pasien terasa kaku. Setelah keluar dari RS, pasien masih sering tampak bicara sendiri, namun tidak pernah mengamuk sehingga keluarga masih dapat menjaga pasien. Riwayat pengobatan dengan Haloperidol dan Chlorpromazine.

Dari pemeriksaan status mental dengan pemeriksa, ditemukan seorang perempuan mengenakan baju kaos berwarna merah muda dan celana pendek berwarna merah muda, wajah sesuai umur, cukup rapi, rambut ikal hitam, kulit sawo matang. Kesadaran berubah, psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan sering mengulang kata-kata. Sikap terhadap pemeriksa cukup kooperatif. Mood sulit dinilai, afek hipertimia dengan empati yang tidak dapat dirabarasakan. Taraf kecerdasan sesuai tingkat pendidikan, daya konsentrasi cukup, orientasi, dan daya ingat baik, pikiran abstrak cukup, tidak memiliki bakat kreatif, dan mampu menolong diri sendiri. Terdapat halusinasi auditorik, pasien mendengar bisikan yang dianggapnya berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya. Terdapat ilusi berupa pasien sering menganggap benda mati (seperti tembok dan pohon) yang sedang berbicara dengannya. Terdapat depersonalisasi berupa pasien merasa bahwa dirinya adalah bunglon dan kupu-kupu. Arus pikiran membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar. Pengendalian impuls dan daya nilai terganggu, tilikan derajat 1 dan pasien dapat dipercaya.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL AKSIS I

Berdasarkan autoanamnesa, alloanamnesa, serta pemeriksaan status mental ditemukan gejala klinis berupa perilaku gelisah dan sering berbicara sendiri, pasien sering ingin jalan dan jika ditahan, pasien akan marah, mengamuk, dan hendak merusak barang-barang sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan distress pada pasien, orang-orang sekitar dan menimbulkan hendaya berat dalam hubungan sosial, pekerjaan, serta penggunaan waktu senggang, sehingga dapat dikatakan pasien mengalami gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status mental ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita berupa psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan sering mengulang kata-kata, afek hipertimia, halusinasi auditorik, ilusi, depersonalisasi, arus pikiran membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar, sehingga pasien dikatakan mengalami gangguan jiwa psikotik. Pada pemeriksaan fisis dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan, sehingga penyebab organik dapat disingkirkan dan pasien dapat didiagnosa sebagai gangguan jiwa psikotik non organik.

11

Page 12: PRINTapda-refarat&lapkas

Dari autoanamnesa dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala-gejala definitif skizofrenia berupa psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir, halusinasi auditorik, ilusi, depersonalisasi, arus pikiran membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar, serta gangguan afektif berupa afek hipertimia, yang sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, maka berdasarkan PPDGJ-III dapat didiagnosis sebagai gangguan skizoafektif (F.25). Dari autoanamnesa dan pemeriksaan status mental didapatkan afek yang meningkat yakni hipertimia. Psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan sering mengulang kata-kata. Terdapat halusinasi auditorik, pasien mendengar bisikan yang dianggapnya berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya. Ilusi, berupa pasien sering menganggap benda mati (seperti tembok dan pohon) yang sedang berbicara dengannya. Depersonalisasi, berupa pasien merasa bahwa dirinya adalah bunglon dan kupu-kupu. Arus pikiran membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar, sehingga berdasarkan PPDGJ-III, pasien dapat didiagnosis sebagai gangguan skizoafektif tipe manik (F.25.0)

AKSIS IIPasien mudah bergaul dengan orang sekitarnya.

AKSIS IIITidak ada diagnosis.

AKSIS IVStressor psikososial : pasien dilarang berpacaran oleh orangtuanya.

AKSIS VGAF scale 50-41, gejala berat (serious), disabilitas berat.

VI. DAFTAR MASALAH1. Organobiologik

Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga terdapat kelainan keseimbangan neurotransmitter dopamin sehingga memerlukan farmakoterapi.

2. PsikologikDitemukan hendaya berat dalam menilai realita berupa psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan

sering mengulang kata-kata, afek hipertimia, halusinasi auditorik, ilusi, depersonalisasi, arus pikiran membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar, sehingga memerlukan psikoterapi.

3. SosiologikDitemukan adanya hendaya berat dalam bidang spasienal, pekerjaan, dan waktu senggang sehingga

memerlukan sosioterapi.

VII. PROGNOSISDubia Faktor pendukung:

o Dukungan dari keluarga baik

o Stressor psikososial jelas

o Gejala positif menonjol

o Tingkat pendidikan yang baik

o Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

Faktor penghambat:o Belum menikah

o Usia muda

o Riwayat gangguan jiwa sebelumnya

VIII. RENCANA TERAPIA. Psikofarmaka

Haloperidol 1,5 mg 3x1Chlorpromazine 100 mg 0-0-1Trihexylpenidyl 2 mg 2x1Carbamazepin 200 mg 2x1

B. Psikoterapi suportif Konseling: memberikan penjelasan dan pengertian pada pasien sehingga dapat membantu pasien

memahami dan menghadapi penyakitnya. Ventilasi: memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan isi hati dan perasaan

sehingga perasaan pasien menjadi lega.C. Sosioterapi

Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitar pasien sehingga dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang baik untuk membantu proses penyembuhan penyakitnya.

IX. FOLLOW UPMemantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai efektivitas pengobatan

yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.

X. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKABerdasarkan PPDGJ-III, pedoman diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F.25.0)

adalah: Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal maupun untuk gangguan

berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manik. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu menonjol dikombinasi

dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang

khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F.20)Dari anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan afek yang meningkat yakni hipertimia,

terdapat psikomotor gelisah, verbalisasi membanjir dan sering mengulang kata-kata. Didapatkan pula gejala-gejala skizofrenia yang khas berupa halusinasi auditorik, pasien mendengar bisikan yang dianggapnya berasal dari Tuhan Yesus dan pacarnya. Ilusi, berupa pasien sering menganggap benda mati (seperti tembok dan pohon) yang sedang berbicara dengannya. Depersonalisasi, berupa pasien merasa bahwa dirinya adalah bunglon dan kupu-kupu. Arus pikiran membanjir, kadang irrelevan, dan terdapat assosiasi longgar.

Karena adanya gejala-gejala skizofrenia dan gangguan afektif tersebut yang sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, maka pasien ini memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan skizoafektif tipe manik (F.25.0).

12