print sepsis yaaaaaaaa
TRANSCRIPT
KASUS 2
Ny. V (38 tahun) post operasi laparatomi sudah 3 minggu tak menutup dan banyak keluar
pus, dirawat di ICU karena suhu badan normal, kesadaran menurun, TD 100/60 mmHg, N:
130x/menit & lemah, P: 25x/menit menggunakan ventilator. Riwayat sebelumnya kira-kira
seminggu setelah operasi badan panas tinggi dan terasa sakit pada daerah operasi hasil kultur
ditemukan kuman staphylococcus aureus yang cukup ganas (90% resisten). Pasien diduga
sepsis.
Tugas :
1. Identifkasi pasien mengalami gangguan pada apa (gambarkan patofisiologinya)
2. Jelaskan alasan pasien masuk ICU
3. Sebutkan gejala-gejala klinis dan diagnostik terkait dengan jawaban pertanyaan 1
4. Sebutkan persiapan-persipan yang harus dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan
diagnostik
5. Sebutkan obat-obatan dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh medis dan
persiapan pasiennya
6. Buat rencana asuhan keperawatan di ICU dengan jelas
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. BEDAH LAPARATOMI
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen
(Spencer). Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (1997), bedah laparatomi merupakan
teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada
bedah digestif dan kandungan.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan
arah laparatomi yaitu: herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepateroktomi, splenorafi / splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan
fistulotomi atau fistulektomi.
Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah
laparatorni adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi
ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektoini total, histerektomi
sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salpingo-coforektomi bilateral.
Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif
dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain,
menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih.
Ada 4 (empat) cara, yaitu :
1) Midline incision, panjang ± 12,5 cm.
2) Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm).
3) Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4) Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ±
4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.
Indikasi :
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar.
2) Peritonitis
3) Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding)
4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5) Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997)
Komplikasi :
1) Ventilasi paru tidak adekuat
2) Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
Post Laparotomi
a) Tujuan perawatan post laparatomi
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.
b) Komplikasi post laparatomi
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif
dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus
aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka
atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan
menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding
abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
c) Proses penyembuhan luka
o Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak /
rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana
serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
o Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru
tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
o Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
o Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
d) Komplikasi dari luka
o Hematoma (Hemorrhage)
Hematoma adalah pengumpulan darah lokal dibawah jaringan.
Hematoma terlihat seperti bengkak atau massa yang sering berwarna kebiruan.
Hematoma yang terjadi didekat arteri atau vena yang besar berbahaya karena
tekanan akibat hematoma dapat menghambat aliran darah. Perdarahan
eksternal lebih terlihat jelas. Perawat harus mengobservasi semua luka secara
ketat, terutama luka operasi yang beresiko tinggi mengalami perdarahan
selama 24 sampai 48 jam pertama setelah operasi.
o Infeksi (Wounds Sepsis)
Infeksi luka merupakan infeksi nosokomial (infeksi yang berhubungan
dengan rumah sakit). Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam,
denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih
meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri. Tepi luka juga
terlihat mengalami inflamasi. Jika terdapat drainase, maka drainase berbau dan
purulen, sehingga menimbulkan warna kuning, hijau, atau coklat bergantung
pada jenis organisme penyebabnya. Resiko infeksi lebih besar terjadi jika luka
mengandung jaringan mati atau nekrotik, terdapat benda asing pada atau
didekat luka, suplai darah serta pertahanan jaringan disekitar luka menurun.
Infeksi luka oleh bakteri akan menghambat penyembuhan luka.
- Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
a. Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan
b. Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh :
terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).
c. Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang
menuju ke system limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan
antibiotik.
e) Komplikasi pasca operasi
1) Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang
disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah
metabolisme.
Tanda-tandanya : Pucat, kulit dingin dan terasa basah, pernafasan
cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan
bergetar, penurunan tekanan nadi, tekanan darah rendah dan urine
pekat.
2) Hemorrhagi
Jenis :
- Hemorrhagi primer : terjadi pada waktu pembedahan
- Hemorraghi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan
ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan
bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah
yang tidak terikat
- Hemorraghi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila
ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau
menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Tanda-tanda : Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan
dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
3) Trombosis Vena Profunda (TVP) : Merupakan trombosis pada vena yang
letaknya dalam dan bukan superfisial.
Manifestasi klinis : Nyeri atau kram pada betis, demam, menggigil dan
perspirasi, edema, vena menonjol dan teraba lebih mudah.
4) Embolisme Pummonal : Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan
jantung dan dengan sempurna menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan
paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca operatif.
5) Retensi urine : Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus
dan vagina.
6) Delirium : Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau
putus alkohol.
2. SEPSIS
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi karena adanya respon tubuh
yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Guntur, 2008). Sepsis
merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks. Over produksi sitokin
inflamasi akan menyebabkan aktivasi respon sistemik terutama pada paru-paru, hati,
ginjal, usus, dan organ lainnya sehingga terjadi apoptosis maupun nekrosis jaringan,
Multi Organ Failure (MOF), syok septik, serta kematian (Elenaet al., 2006).
Morbiditas dan mortalitas sepsis di Indonesia masih sangat tinggi. Sepsis
masih menjadi penyebab utama kematian di sejumlah Intensive Unit Care (ICU).
Selama Januari 2006 - Desember 2007 di bagian PICU/NICU Rumah Sakit Umum
Daerah Dr.Moewardi Surakarta, terdapat angka kejadian sepsis 33,5% dengan tingkat
mortalitas sebesar 50,2% (Pudjiastuti, 2008). Keadaan ini diperparah dengan
meningkatnya kuman yang multiresisten terhadap antibiotik seperti methicillin-
resistant staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin-resistant enterococci (VRE),
penicillin-resistant pneumococci, extended-spectrum betalactamase (ESBL)
producing Klebsiella pneumonia, carbopenem-resistant Acinetobacter baumanni, dan
multiresistant Mycobacterium tuberculosis (Guzman-Blanco et al., 2000; Stevenson et
al., 2005) sehingga berbagai penyakit akan lebih sulit diobati. Hal tersebut
menyebabkan waktu rawat di rumah sakit lebih lama, terapi yang lebih rumit, biaya
pengobatan lebih mahal, dan angka kematian yang meningkat (Hadi, 2009).
BAB II
PEMBAHASAN
1. PATOFISIOLOGIS
Bukan suatu hal yang tak lazim bahwa temuan klinis pertama adalah kegagalan
organ. Tidak ada sistem organ satupun yang kebal terhadap dampak sepsis. Sistem
sirkulasi akan terganggu, keseimbangan antara hantaran oksigen ke jaringan akan
menurun akibat pelepasan berbagai mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas. NO dan prostasiklin diproduksi oleh sel-sel endothelial. NO diperkirakan
sebagai pemain utama vasodilatasi yang dapat menyebabkan syok sepsis. Selain itu
mekanisme kompensasi tubuh seperti respon vasopressin menurun kadarnya pada
keadaan sepsis. Oleh karena itu beberapa studi mencoba memperbaiki keadaan vaskuler
ini dengan pemberian vasopressin dari luar hasilnya ternyata terjadi perbaikan.
Aktivasi panendotelial juga menyebabkan edema jaringan yang kaya akan protein.
Efek samping lain dari disfungsi endotel adalah gangguan antikoagulan sehingga
meningkatkan ekspresi molekul-molekul adesi pada permukaan endotel. Hipotensi adalah
ekspresi yang terberat dari kegagalan sirkulasi pada sepsis. Hal ini diakibatatkan karena
cairan intravaskular keluar dari pembuluh sehingga tonus arterial menurun sehinga
meningkatakn tekanan kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler, kejadian yang
lain antara lain adalah dilatasi vena. Ketika hipotensi ini terjadi maka perfusi ke jaringan
akan semakin menurun sehingga kerusakan akan semakin berat.
Di paru-paru terjadi kerusakan endotel pada pembuluh darah paru yang mengacu
pada gangguan aliran kapiler dan peningkan permeabilitas sehingga terjadi edema aveolar
dan interstitial, edema paru adalah konsekuensi klinisnya. Akan terjadi
ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan hipoksia arteri. Acute respiratory distress
syndrome adalah manifestasi klinis apa yang terjadi di paru-paru.
Sistem gastrointestinal adalah target sistem organ yang penting karena gangguan
dan kerusakan pada sistem ini dapat mengakibatkan umpan balik positif terhadap
kerusakan yang lebih berat selanjutnya. Biasanya pasien dengan sepsi diintubasi dan tidak
mampu makan, bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di saluran cerna bagian atas
kemudian teraspirasi ke paru-paru menyebabkan penumonia nosokomial. Selanjutnya
gangguan sirkulasi yang lanjut menyebabkan penurunan pertahanan usus sehiinga dapat
terjadi translokasi bakteria dan endotoksin dari sirkulasi sistemik. Studi pada binatang
menemukan bahwa peningkatan pembuluh darah intestinal mendahului MODS.
Hati berperan sebagai pertahanan tubuh dan menjalankan fungsi sintesis. Ganguan
fungsi hati dapat terjadi pada tahap awal atau lanjut. Hati seharusnya dapat menjadi organ
pertahanan tubuh awal untuk dapat membersihkan bakteri dan produk-produknya.
Selanjutnya kegagalan hati dalam menawarkan produk produk bakteri akan menimbulkan
respon lokal dan memungkinkan produk-produk berbahaya ini lolos dan menyebar secara
sistemik.
Sepsis sering diikuti dengan gagal ginjal akut akibat nekrosis tubular akut.
Bagaimana mekanisme sepsis dan endotoxicemia dapat menyebabkan gagal ginjal belum
sepenuhnya diketahui. Berbagai mekanisme seperti hipotensi sistemik, vasokonstriksi
ginjal secara langsung, pelepasan sitokin seperti TNF dan aktivasi neutrofil oleh
endotoksin dan oleh FMLP, asam amino tiga gugus (fMet-Leu-Phe) yang merupakan
peptida kemotaktik yang berasal dari dinding sel bakteri, mungkin berperanan dalam
menyebabkan kerusakan ginjal.
Kemungkinan kematian meningkat pada pasien yang terjadi gagal ginjal. Salah
satu faktor yang berperan adalah pelepasan mediator proinflamantori sebagai akibat dari
interaksi lekosit dengan membran dialisis saat dilakukan hemodialisis. Penggunaan
membran biocompatibel dapat mencegah inteaksi ini dan meningkatkan keberhasilan dan
perbaikan fungsi ginjal.
Secara klinis keterlibtan sistem saraf pusat dapat bermanifestasi sebagai gangguan
kesadaran akibat ensefalopati dan neuropati perifer. Patogenesis ensefalopati masih
banyak yang belum diketahui, walaupun banyak dikatakan bahwa terjadi microabses dan
penyebaran lewat darah namun hal ini masih dipertanyakan mengingat keragaman
patologis sepsis. Belakangan ini diketahui bahwa pengaruh sistem parasimatis sebagai
mediator inflamasi sistemik. Dalam bentuk experimental, stimulasi aferen nervus vagus
meningkatkan pelepasan hormon ACTH dan kortisol dan tertekan setelah dilakukan
vagotomi.
Tonus parasimpatis juga mempengaruhi termoregulasi, dalam sebuah studi
dilakukan pemotongan nervus vagus maka menurunkan hipertermia yang dipicu oleh IL-
1. Aktivitas parasimpatis diperantarai oleh asetilkolin juga memiliki efek antiinflamasi
terhadap profil sitokin. Sebih dari pada studi binatang yang dilakukan vagotomi maka
dapat mencegah terjadinya syok sepsis, hal yng sama juga didaptkan pada penggunaan
nikotin, asetilkolin agonis reseptor untuk menghilangkan respon patologis terhadap
sepsis.
VASODILATASI PDVASODILATASI PDKERUSAKAN
ENDOTELKERUSAKAN
ENDOTELMALDISFUNGSI ALIRANDARAH
MALDISFUNGSI ALIRANDARAH
PENURUNAN KONTRAKTILITAS
JANTUNG
PENURUNAN KONTRAKTILITAS
JANTUNG
ALIRAN DARAH KEJARINGAN TIDAK MENCUKUPI
ALIRAN DARAH KEJARINGAN TIDAK MENCUKUPI
HIPOKSIA JARINGANHIPOKSIA JARINGAN
METABOLISME ANAEROBMETABOLISME ANAEROB
PEMBENTUKAN ASAM LAKTATPEMBENTUKAN ASAM LAKTAT
KEMATIAN SELULAR DI IKUTI DENGAN KEGAGALAN ORGANKEMATIAN SELULAR DI IKUTI
DENGAN KEGAGALAN ORGAN
Bagian organ yang terkena pada kasus diatas ialah
a. Sistem saraf pusat yang ditandai dengan penurunan kesadaran
b. Sistem respirasi yang ditandai dengan takipneu
c. Sistem sirkulasi yang ditandai dengan takikardi dan hipotensi
2. ALASAN PASIEN MASUK ICU
Sepsis
Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS
Sepsis berat (severe sepsis)
Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk
asidosis laktat, oligouria dan penurunan kesadaran
Pada kodisi sepsis, pasien menggunakan metabolisme anaerob dimana
metabolisme tersebut akan menghasilkan asam laktat. Tingginya asam laktat dapat
menyebabkan klien mengalami kondisi asidosis laktat. Bila memburuk, kondisi ini
dapat disertai dengan hepatomegali yang parah.kondisi ini membuat pasien
mengalami kegagalan pernafasan dan koma.
3. GEJALA KLINIS
Gangguan neurologis akibat sepsis dapat diketahui dengan adanya: deman
akut, nyeri kepala, mual, muntah, kesadaran dapat menurun mulai dari somnolent
sampai koma, defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi, pada keadaan yang
berat dapat ditemukan gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil, nafas
cheynestoke (Japardi, 2002).
Diagnostik sepsis
• Pemeriksaan klinis
Tidak ada tes diagnostik yang spesifik terhadap sepsis. Untuk mendiagnosis
pasien suspek atau terbukti sepsis antara lain: demam,takipnea, takikardi, dan
leukositosis,perubahan ststus mental akut,trombositopenia.
• Pemeriksaan laboratorium
Langkah-langkah pengambilan spesimen darah:
1. Gunakan teknik aseptik dengan menggunakan sarung tangan
2. Gunakan tourniquet dan fiksasi vena
3. Lokasi ditetapkan, bersihkan kulit dengan 70-95% alkohol
4. Untuk dewas ambil 20-30 ml darah per kultur
5. Kumpulkan 2-3 set per kultur darah dan masukkan ke botol kultur aerobik
dan anaerobik yang berlabel.
• CRP (C-reaktif protein)
Pemeriksaan darah untuk melihat kadar CRP dalam darah. CRP merupakan
patanda radang (inflammatory marker) dimana substansi ini akan muncul jika
tubuh mengalami respon peradangan. CRP tinggi menunjukan proses peradangan.
Sebelum dilakukan pemeriksaan CRP pasien harus berpuas semala 12 jam,
spesimen dari darah vena 5 ml dikumpulkan dalam botol tanpa anti koagulan.
• Pemeriksaan laboratorium lainnya
Deteksi endotoksin dalam darah dengan tes limulus lysate menunjukan adanya
outcome yang buruk, tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk mendiagnosis
infeksi bakteri garam negatif, termasuk bakteremia akibat bakteri gram negatif.
Pemeriksaan assay sitokin untuk mendeteksi kadar IL-^ juga masih kurang
terstandarisasi.
4. Persiapan Pasien Sebelum Dilakukan Pemeriksaan Diagnostik
Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu
diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu
diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Terdapat 3
faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu :
1. Faktor Pra instrumentasi : sebelum dilakukan pemeriksaan
2. Faktor Instrumentasi : saat pemeriksaan ( analisa ) sampel
3. Faktor Pasca instrumentasi : saat penulisan hasil pemeriksaan
1) Pra instrumentasi :
Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas , pasien dan
dokter. Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu / mempengaruhi
hasil pemeriksaan laboratorium. Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi
meliputi :
a) Pemahaman instruksi dan pengisian formulir laboratorium.
b) Persiapan penderita
c) Persiapan alat yang akan dipakai
d) Cara pengambilan sampel
e) Penanganan awal sampel ( termasuk pengawetan ) & transportasi
a) Pemahaman instruksi dan pengisian formulir
Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan oleh dokter
dan dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari
pengulangan pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan pasien
sehingga tidak merugikan pasien dan menyakiti pasien. Pengisian formulir
dilakukan secara lengkap meliputi identitas pasien : nama, alamat / ruangan, umur,
jenis kelamin, data klinis / diagnosa, dokter pengirim, tanggal dan kalau
diperlukan pengobatan yang sedang diberikan. Hal ini penting untuk menghindari
tertukarnya hasil ataupun dapat membantu intepretasi hasil terutama pada pasien
yang mendapat pengobatan khusus dan jangka panjang.
b) Persiapan penderita
Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira-kira 800 kalori akan mengakibatkan
peningkatan volume plasma, sebaliknya setelah berolahraga volume plasma
akan berkurang. Perubahan volume plasma akan mengakibatkan perubahan
susunan kandungan bahan dalam plasma dan jumlah sel / ul darah.
Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi.
Misalnya : asam folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada pemberian kortikosteroid
akan menurunkan jumlah eosinofil, sedang adrenalin akan meningkatkan
jumlah leukosit dan trombosit. Pemberian transfusi darah akan mempengaruhi
komposisi darah sehingga menyulitkan pembacaan morfologi sediaan apus
darah tepi maupun penilaian hemostasis. Antikoagulan oral atau heparin
mempengaruhi hasil pemeriksaan hemostasis.
Waktu pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari tertutama
pada pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam urin akan menjadi
lebih pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah diperiksa bila kadarnya
rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi khusus atas perintah dokter. Selain
itu juga ada pemeriksaan yang tidak melihat waktu berhubung dengan tingkat
kegawatan pasien dan memerlukan penanganan segera disebut pemeriksaan
sito. Beberapa parameter hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar besi
serum menunjukkan variasi diurnal, hasil yang dapat dipengaruhi oleh waktu
pengambilan. Kadar besi serum lebih tinggi pada pagi hari dan lebih rendah
pada sore hari dengan selisih 40-100 ug/dl. Jumlah eosinofil akan lebih tinggi
antara jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih rendah dari tengah malam
sampai pagi.
Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10 % demikian
pula sebaliknya.
Hal lain yang penting pada persiapan penderita adalah menenangkan dan
memberitahu apa yang akan dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga
membuat penderita atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi obyek.
c) Persiapan alat
Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan
instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam
bekerja.
Pengambilan darah
Yang harus dipersiapkan antara lain : kapas alkohol 70 %, karet pembendung
(torniket) semprit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml, penampung kering
bertutup dan berlabel. Penampung dapat tanpa anti koagulan atau mengandung
anti koagulan tergantung pemeriksaan yang diminta oleh dokter. Kadang-
kadang diperlukan pula tabung kapiler polos atau mengandung antikoagulan.
Penampungan urin
Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel, kering,
bersih, bertutup rapat dapat steril ( untuk biakan ) atau tidak steril. Untuk urin
kumpulan dipakai botol besar kira-kira 2 liter dengan memakai pengawet urin.
Penampung khusus
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan khusus
yang lain. Yang penting diingat adalah label harus ditulis lengkap identitas
penderita seperti pada formulir termasuk jenis pemeriksaan sehingga tidak
tertukar.
d) Cara pengambilan sampel
Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan
pendekatan dengan pasien atau keluarganya sebagai etika dan sopan santun,
beritahukan apa yang akan dikerjakan. Selalu tanyakan identitas pasien sebelum
bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan diambil bahan dengan pasien
lain. Karena kepanikan pasien akan mempersulit pengambilan darah karena vena
akan konstriksi.
Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak lokasi
pengambilan darah adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut, tidak pucat
dan tidak sianosis. Lokasi pengambilan darah vena : umumnya di daerah fossa
cubiti yaitu vena cubiti atau di daerah dekat pergelangan tangan. Selain itu salah
satu yang harus diperhatikan adalah vena yang dipilih tidak di daerah infus yang
terpasang / sepihak harus kontra lateral. Darah arteri dilakukan di daerah lipat
paha (arteri femoralis ) atau daerah pergelangan tangan ( arteri radialis ). Untuk
kapiler umumnya diambil pada ujung jari tangan yaitu telunjuk, jari tengah atau
jari manis dan anak daun telinga. Khusus pada bayi dapat diambil pada ibu jari
kaki atau sisi lateral tumit kaki.
e) Penanganan awal sampel & transportasi
Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering terjadi sumber
kesalahan ada disini. Yang harus dilakukan :
1. Catat dalam buku expedisi dan cocokan sampel dengan label dan formulir.
Kalau sistemnya memungkinkan dapat dilihat apakah sudah terhitung
biayanya ( lunas )
2. Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang mengandung
antikoagulan
3. Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah
4. Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan penundaan
5. Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti darah arteri untuk
analisa gas darah, harus menggunakan suhu 4-8° C dalam air es bukan es batu
sehingga tidak terjadi hemolisis. Harus segera sampai ke laboratorium dalam
waktu sekitar 15-30 menit.
Perubahan akibat tertundanya pengiriman sampel sangat mempengaruhi hasil
laboratorium. Sebagai contoh penundaan pengiriman darah akan mengakibatkan
penurunan kadar glukosa, peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat mengakibatkan
salah pengobatan pasien. Pada urin yang ditunda akan terjadi pembusukan akibat
bakteri yang berkembang biak serta penguapan bahan terlarut misalnya keton. Selain
itu nilai pemeriksaan hematologi juga berubah sesuai dengan waktu.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mendiagnosa sepsis, pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah :
a. Metabolik Studi, termasuk evaluasi serum elektrolit tingkat.
Seringkali pasien dengan sepsis telah hipokalsemia, hiper-atau hipoglikemia,
suatu peningkatan urea nitrogen darah tingkat, dan hiperbilirubinemia ringan.
b. Sel Darah Lengkap (WBC)
Yang memadai tingkat hemoglobin (7 sampai 9 g / dL untuk orang
dewasa) adalah diperlukan untuk memastikan pengiriman oksigen dalam pasien
dengan syok septik. Trombosit adalah akut fase reaktan dan biasanya meningkat
pada onset dari setiap stres yang serius. Jumlah platelet akan jatuh dengan sepsis
persisten. WBC dapat menghitung dan memprediksi infeksi bakteri. Para Pasien
mungkin memiliki leukositosis, leukopenia, azotemia (akumulasi nitrogen produk
limbah dalam darah), trombositopenia, anemia, atau hipoksemia.
c. Coagulation Studies
Tes ini dilakukan untuk Menilai protrombin waktu (PT) dan parsial
thromboplastin waktu. Pasien dengan sepsis sering memiliki PT waktu yang
berkepanjangan. Pasien dengan bukti klinis koagulopati memerlukan tes tambahan
untuk mendeteksi adanya DIC.
d. Analisa Gas Darah
Tes ini dilakukan untuk mengukur tingkat laktat serum untuk menilai
perfusi jaringan. Tingkat laktat tinggi dalam serum (Di atas 4 mmol / L)
menunjukkan jaringan yang signifikan mengalami hipoperfusi dan pergeseran dari
aerobik untuk anaerobik metabolisme. Pada kasus yang parah, Pasien mungkin
memiliki asidosis laktat.
e. Kultur Sputum Urin, Serebrospinal Cairan, Luka Drainase, Atau Sekresi
Pernapasan.
Jaringan pewarnaan Gram dari infeksi mungkin dapat memberikan arahan
dalam pilihan terapi antibiotik. Sebuah dahak budaya dapat menentukan adanya
pneumonia, sebuah kultur urin dapat menentukan adanya ISK.
6. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
1. Airway
o Yakinkan kepatenan jalan napas
o Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
o Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke icu
2. Breathing
o Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
o Kaji saturasi oksigen
o Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
o Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
o Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
o Periksa foto thorak
3. Circulation
o Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
o Monitoring tekanan darah, tekanan darah < 90 mmhg merupakan
prognosis jelek
o Periksa waktu pengisian kapiler
o Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
o Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
o Pasang kateter
o Lakukan pemeriksaan darah lengkap
o Siapkan untuk pemeriksaan kultur
o Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 36oc
o Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
o Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4. Disability
o Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik).
5. Exposure
o Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
o Tanda ancaman terhadap kehidupan
o Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan
kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap
kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai
berikut:
a. Penurunan fungsi ginjal
b. Penurunan fungsi jantung
c. Hypoksia
d. Asidosis
e. Gangguan pembekuan
f. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) – tanda cardinal oedema
pulmonal.
Shock septic didefinisikan sebagai sepsis yang berat dengan tekanan darah
sistolik <90 mmHg.
ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa IInfeksi berhubungan dengan luka operasi laparotomi.
TUJUAN KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24 jam pasien bebas dari infeksi.
Tidak ada pembentukan jaringan granulasi tetap bebas dari infeksi.
Bebas dari sekresi purulen/drainase atau eritema dan afebris
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri1. Lakukan inspeksi terhadap luka setiap
Mandiri1. Mencatat tanda-tanda infeksi local dapat
DO/DS DIAGNOSA
DO : Luka post operasi laparatomi sudah 3
minggu tak menutup Luka post operasi banyak keluar pus Hasil kultur ditemukan kuman
staphylococcus aureus yang cukup ganas (90% resisten).
Riwayat demam tinggiDS : -
Infeksi berhubungan dengan luka operasi laparotomi.
DO : Luka post operasi laparatomi tak
menutup Terasa sakit pada daerah operasi
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
DO : Peningkatan suhu tubuh Seminggu setelah operasi badan panas
tinggi Peningkatan tingkat pernafasan (P:
25x/menit) Takikardi ( N: 130x/menit & lemah)
Hipertermi berhubungan dengan perubahan pada regulasi temperature.
hari.
2. Gunakan teknik steril pada waktu penggantian balutan
3. Gunakan sarung tangan pada waktu perawatan luka yang terbuka.
4. Buang balutan/bahan yang kotor dalam kantung ganda.
5. Pantau kecenderungan suhu.
6. Amati adanya menggigil dan diaforesis.
Kolaborasi1. Berikan obat antiinfeksi sesuai petunjuk.2. Bantu dengan insisi dan drainase luka,
irigasi, penggunaan sabun hangat/lembab sesuai indikasi.
memberikan gejala untuk masukan portal, identifikasi awal dari infeksi sekunder.
2. Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nosokomial.
3. Mencegah penyebaran infeksi silang.
4. Membatasi penyebaran organism melalui udara.
5. Demam disebabkan oleh efek-efek dari endotoksin pada hipotalamus dan endorphin yang melepaskan pirogen. Hipotermi adalah tanda-tanda yang merefleksikan perkembangan status syok/penurunan perfusi jaringan.
6. Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi umum.
Kolaborasi1. Dapat memberikan imunitas sementara
untuk infeksi umum.2. Memberikan kemudahan untuk
memindahkan material purulen/jaringan nekrotik dan meningkatkan penyembuhan.
DiagnosaKerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
TUJUAN KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24 jam diharapkan gangguan integritas kulit dapat teratasi.
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Menunjukan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit
Luka tertutup Tidak ada keluhan nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
2. Lakukan perawatan luka sehari 2x dengan memperhatikan prinip aseptik.
1. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
2. Perawatan luka dengan prinsip aseptik dapat meminimalkan infeksi yang sudah
3. Berikan antibiotik sesuai instruksi dokter.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi protein.
terjadi.3. Terapi antibiotik dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.4. Diet tinggi protein dapat meningkatkan
perbaikan sel-sel yang rusak.
Diagnosa Hipertermi berhubungan dengan perubahan pada regulasi temperatur.
TUJUAN KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24 jam hipertermi teratasi
Suhu dalam batas normal Bebas dari kedinginan Tidak mengalami komplikasi
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri1. Pantau suhu pasien
2. Pantau suhu lingkungan
3. Berikan kompres mandi hangatKolaborasi1. Berikan antiseptik
2. Berikan selimut pendingin
Mandiri1. Suhu 38,90C – 410C menunjukkan proses
penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
2. Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3. Dapat membantu mengurangi demam.Kolaborasi1. Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
2. Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5 - 400C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.