prevalensi & faktor2 risiko anaplasmosis pd sapi bali di kel lalabata rilau, kec.lalabata, kab.so

Upload: fitri-herma

Post on 07-Jul-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    1/59

    PREVAL

    ANAPLAS

    LALABA

    PROG

    ENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RI

    OSIS PADA SAPI BALI DI KELU

    TA RILAU, KECAMATAN LALA

    KABUPATEN SOPPENG

    SKRIPSI

    A. DYTHA PRAMITHA SAM

    O11110104

    AM STUDI KEDOKTERAN HE

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2015

      SIKO

      RAHAN

      ATA,

     

    AN

     

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    2/59

    PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO

    ANAPLASMOSIS PADA SAPI BALI DI KELURAHAN

    LALABATA RILAU, KECAMATAN LALABATA,

    KABUPATEN SOPPENG

    A. DYTHA PRAMITHA SAM

    O11110104

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    Gelar Sarjana Kedokteran Hewan padaProgram Studi Kedokteran Hewan

    Fakultas Kedokteran

    PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2015

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    3/59

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    4/59

    PERNYATAAN KEASLIAN

    1. Yang bertanda tangan dibawah ini :

    Nama : A. Dytha Pramitha Sam

    NIM : O11110104

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

    a. Karya skripsi saya adalah asli

    b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab

    hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia

    dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

    2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan

    seperlunya.

    Makassar, 8 Juni 2015

    A. Dytha Pramtha Sam

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    5/59

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Juli 1992 di Ujung

    Pandang dari ayahanda Alm. Drs. H. A. Samsul Bahri danibunda Dra. Hj. St. Hasnah. Penulis merupakan anak ketiga

    dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di

    Sekolah Islam Athirah pada tahun 2004, kemudian penulis

    melanjutkan pendidikan ke SMP Islam Athirah dan lulus

    pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan

    pendidikan di SMA Islam Athirah. Penulis diterima di

    Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin pada tahun 2010.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    6/59

    ABSTRAK

    A.DYTHA PRAMITHA SAM. Prevalensi dan Faktor-Faktor Risiko

    Anaplasmosis pada Sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata,

    Kabupaten Soppeng. Dibimbing oleh FIKA YULIZA PURBA dan DWIKESUMA SARI.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor

    risiko Anaplasmosis pada sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan

    Lalabata, Kabupaten Soppeng. Sampel darah dikoleksi dari 31 sapi bali pada

    bulan November 2014. Sediaan ulas darah dibuat di atas gelas objek, difiksasi

    dengan metanol absolut dan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, kemudian

    diamati dengan mikroskop. Faktor-faktor risiko anaplasmosis yaitu manajemen

    pemeliharaan, kondisi kandang, pengendalian vektor, dan pengetahuan peternak 

    dianalisis menggunakan chi-square dan Odds Ratio (OR). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa prevalensi Anaplasmosis di Kelurahan Lalabata Rilau,Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng sebesar 3,2 %. Hasil Analisis chi-square menunjukkan bahwa manajemen pemeliharaan, kondisi kandang,pengendalian vektor, dan pengetahuan ternak tidak berhubungan dengan kejadian

    Anaplasmosis, dikarenakan nilai p>0,05. Perhitungan kekuatan hubungan atau

    Odds Ratio (OR) tidak dilanjutkan.

    Kata kunci : prevalensi, faktor risiko, anaplasmosis, Lalabata Rilau, Soppeng

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    7/59

    ABSTRACT

    A.DYTHA PRAMITHA SAM. Prevalence and Risk Factors of Anaplasmosis on

    Bali Cattle in Lalabata Rilau Village, Lalabata Sub-District, Soppeng Regency.

    Supervised by FIKA YULIZA PURBA and DWI KESUMA SARI.

    This research aimed to determined prevalence and risk factors of 

    Anaplasmosis on Bali cattle in Lalabata Rilau Village, Lalabata Sub-District,

    Soppeng Regency. Blood samples were collected from 31 Bali cattle in November

    2014. Blood smears were made on glass slide, fixation with methanol absolute

    and stained with Giemsa stain and observed under microscop. The risk factors

    which is maintenance management, cage condition, vector control, and knowledge

    of breeder were analyzed with chi-square test and Odds Ratio (OR). The result of this research showed that prevalence of Anaplasmosis in Lalabata Rilau Village,

    Lalabata Sub-District, Soppeng Regency is 3,2%. Result of  chi-square testshowed maintenance management, cage condition, vector control, and knowledge

    of breeder is not related with Anaplasmosis case, because of the value of p>0.05.

    The calculation of Odds Ratio (OR) was not continued.

    Keywords : Prevalence, Risk Factors, Anaplasmosis, Lalabata Rilau, Soppeng

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    8/59

    KATA PENGANTAR

    Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat ALLAH SWT., berkat

    Rahmat, Anugerah, Hidayah dan Kasih Sayang-Nya diseluruh alam ini, sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai tahap akhir. Semoga Rahmat dan

    Salam-Nya selalu tercurah buat junjugan Nabiullah Baginda Muhammad

    Rasulullah SAW., beserta Keluarga dan para sahabat Beliau yang telah

    memberikan pondasi keimanan serta tauladan pada semua umat manusia.

    Tidak sedikit hambatan dan tantangan penulis hadapi dalam menyelesaikan

    penulisan skripsi ini namun berkat ketabahan, kesabaran dan dukungan dari

    berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan

    segala kerendahan hati dan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima

    kasih yang tulus kepada :

    1. Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.B selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin Makassar.

    2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran

    Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

    3. drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc dan Dr. drh. Dwi Kesuma Sari selaku

    pembimbing yang tak pernah lelah di sela-sela kesibukannya dan dengan

    penuh kesabaran memberikan arahan, perhatian, motivasi, masukan, dan

    dukungan moril kepada penulis4. drh. Dedy Rendrawan, M.P, drh. Meriam Sirupang dan drh. Djafar

    Muhammad, B.Sc selaku penguji yang telah memberikan masukan serta

    arahan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

    5. drh. Hartono selaku dokter hewan dinas peternakan Kabupaten Soppeng serta

    Bapak Muhammad Tang yang telah menerima dan membantu selama

    melakukan penelitian.

    6. Pak Gani dan Pak Hasyim selaku staf program studi kedokteran hewan yang

    banyak membantu dalam pengurusan dan pengumpulan berkas.

    7. Vivi Andrianty dan Darma sebagai teman seperjuangan yang melakukan

    penelitian di Kabupaten Soppeng.

    8. Sahabat terkeren dan terheboh yang selalu memberikan semangat, motivasi,dukungan serta kasih sayangnya, Anna, Eka Anny, Fatma, Nuni, Suci, Ulfa,

    Ita, Dian, Cyka, Vivi, Yuli dan Rahayu.

    9. Sahabat tersayang Ai, Rini, Nita, Widya, Icha, Devi, Shendy dan teman-teman

    yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas kasih sayang,

    doa, dan dukungan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

    10. Teman-teman V-Generat10n yang teristimewa, junior, serta semua pihak yang

    tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dan

    memberikan dukungan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

    11. Terakhir ucapan teristimewa untuk kedua orang tua penulis yang terkasih dan

    tersayang ayahanda Alm. Drs. H. A. Samsul Bahri dan Dra. Hj. St. Hasnah

    atas segala doa, perhatian, kasih sayang, dorongan moral dan materi serta

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    9/59

    segala nasehatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga

    kepada kakak-kakakku tersayang Andi Dhedie dan istrinya, Kak Fitri, serta

    Andi Dyah dan Suaminya, Kak Nono yang sangat membantu dalam

    penyelesaian skripsi ini, terutama Kak Nono yang sudah meluangkan

    waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penyelesaianskripsi ini. Jasmine, keponakan tersayang yang telah mewarnai hari-hari

    penulis dengan kelucuannya. Serta kepada keluarga besar yang telah

    mendukung penulis.

    Penulis sangat menyadari bahwa apa yang penulis paparkan dalam skripsi

    ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, besar harapan penulis

    kepada pembaca atas kontribusinya baik berupa saran dan kritik yang sifatnya

    membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

    Makassar, 8 Juni 2015

    Penulis

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    10/59

    DAFTAR ISIDAFTAR TABEL

    DAFTAR GAMBAR

    DAFTAR LAMPIRAN1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang 1

    1.2 Rumusan Masalah 2

    1.3 Tujuan Penelitian 2

    1.4 Manfaat Penelitian 2

    1.4.1 Manfaat Praktis 2

    1.4.2 Manfaat Ilmiah 2

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian 2

    1.6 Hipotesis Penelitian 3

    1.7 Keaslian Penelitian 3

    2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 Sapi Bali 4

    2.2 Parasit Darah 4

    2.2.1 Anaplasmosis 5

    2.2.2 Etiologi 5

    2.2.3 Siklus Hidup 6

    2.2.4 Penyebaran 7

    2.2.5 Patogenesis 7

    2.2.6 Gejala Klinis 8

    2.2.7 Diagnosa 8

    2.2.8 Diagnosa Banding 9

    2.2.9 Pengendalian dan Pengobatan 10

    2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anaplasmosis 10

    2.3.1 Manajemen Pemeliharaan 10

    2.3.2 Kondisi Kandang 11

    2.3.3 Pengendalian Vektor 11

    2.3.4 Pengetahuan Peternak 12

    2.4 Keadaan Geografis 12

    2.5 Alur Penelitian 132.6 Variabel Penelitian 13

    3 METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 143.2 Materi Penelitian 14

    3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling 14

    3.2.2 Bahan 14

    3.2.3 Alat 14

    3.3 Metode Penelitian 15

    3.3.1 Pengambilan Sampel Darah 15

    3.3.2 Pewarnaan Sampel Ulas Darah 15

    3.3.3 Pemeriksaan Sampel Ulas Darah 15

    3.3.4 Analisis Data 15

    3.3.4.1 Pengumpulan Data Melalui Kuesioner 15

    3.3.4.2 Prosedur Analisis Data 15

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    11/59

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Deskripsi Variabel Penelitian 19

    4.2 Analisis Faktor-Faktor Risiko Kejadian Anaplasmosis 21

    5 KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan 24

    5.2 Saran 24

    DAFTAR PUSTAKA 25

    LAMPIRAN 30

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    12/59

    DAFTAR TABEL

    1 Distribusi Anaplasmosis pada Sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, 18

    Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng

    2 Deskripsi Variabel Penelitian Faktor-Faktor Risiko Anaplasmosis pada 19

    Sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten

    Soppeng

    3 Analisis Faktor-Faktor Risiko Anaplasmosis pada Sapi Bali di Kelurahan 21

    Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng

    DAFTAR GAMBAR

    1 Gambaran Mikroskopik Anaplasmosis 52 a. Gambaran MIkroskopik  Anaplasma centrale 6b.Gambaran Mikroskopik  Anaplasma marginale 6

    3 Siklus Hidup Anaplasma sp. 64 Transmisi Anaplasmosis 7

    5 Gambaran Mikroskopik Babesiosis 9

    6 Gambaran Miktoskopik Theileriosis 10

    7 Hasil Pemeriksaan Sampel Ulas Darah dengan Pewarnaan Giemsa 17

    8 Hasil Pemeriksaan Anaplasma sp. Dibandingkan dengan Literatur 17

    DAFTAR LAMPIRAN

    1 Gambar Pola Pemeriksaan Slide 30

    2 Kuesioner 31

    3 Data Hasil Kuesioner 33

    4 Hasil Olah Data 36

    5 Dokumentasi Penelitian 44

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    13/59

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    14/59

    1

    1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Peranan ternak dalam sistem usaha tani semakin diperhatikan dalam dekade

    terakhir ini. Ternak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

    kesejahteraan petani (Putro, 2004). Ternak sapi, khususnya sapi potong

    merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi

    tinggi, dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok 

    ternak sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama bahan

    makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang,

    kulit dan tulang (Sudarmono dan Sugeng, 2008).Manajemen pemeliharaan ternak merupakan salah satu faktor penentu

    produktivitas ternak. Pengendalian terhadap penyakit infeksius maupun non

    infeksius seperti parasit sering diabaikan dan kurang diperhatikan karena serangan

    yang tidak berbahaya umumnya tidak jelas dan serangan parasit kebanyakan

    bersifat subklinik (Subronto, 2007). Dalam upaya perkembangan populasi ternak 

    terutama sapi, diperlukan langkah pengendalian penyakit, yaitu tindakan

    pencegahan timbulnya patogenitas dari agen penyakit ke inangnya. Penyakit

    ternak yang sering berasal dari parasit darah adalah Babesiosis, Theleriosis, dan

    Anaplasmosis (Bilgic dkk., 2013). Penyakit tersebut dapat mengakibatkan

    terjadinya penurunan bobot badan ternak, peningkatan kerentanan terhadap

    penyakit lain, dan penurunan tingkat reproduksi sehingga dapat merugikan secaraekonomi (Benavides dan Sacco, 2007).

    Anaplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh  Anaplasma sp.yang dapat bersifat akut dan kronis yang ditandai dengan adanya demam, anemia,

    ikterus dan kekurusan tanpa hemoglobinuria. Hewan yang diserang oleh parasit

    ini adalah sapi, kerbau, unta, babi, domba, kambing, anjing dan hewan liar. Di

    Indonesia Anaplasmosis disebabkan oleh  Anaplasma marginale. Pertama kaliditemukan pada kerbau (Blieck dan Kaligis, 1912). Penyakit ini ditularkan melalui

    vektor caplak yaitu  Boophilus microplus yang tersebar luas di KepulauanIndonesia (Zwart, 1959). Kejadian Anaplasmosis yang menyerang sapi juga telah

    dilaporkan (Wilson dan Ronohardjo, 1984 ; Ronohardjo dkk., 1985). Di daerah

    tropis dan sub-tropis pada umumnya  Anaplasma marginale bersifat endemik (Sukanto, 1992 ; Solihat, 2002).

    Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Soppeng,

    kejadian Anaplasmosis pada ternak sapi mengalami peningkatan dalam tiga tahun

    terakhir, yaitu tahun 2011 sebanyak lima kasus, tahun 2012 sebanyak sembilan

    kasus, dan tahun 2013 sebanyak 17 kasus. Kejadian Anaplasmosis tertinggi pada

    tahun 2013 terjadi di Kecamatan Lalabata. Kejadian Anaplasmosis di Kabupaten

    Soppeng dilaporkan berdasarkan gejala klinis yang terlihat, maka pemeriksaan

    laboratorium ulas darah perlu dilakukan.

    Prevalensi Anaplasmosis pada sapi di Kabupaten Soppeng pada tahun 2014

    penting untuk diketahui mengingat wilayah ini memiliki data kasus yang cukup

    banyak pada tahun-tahun sebelumnya. Penelitian terhadap faktor-faktor penyebab

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    15/59

    2

    Anaplasmosis di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten

    Soppeng juga perlu dilakukan sebagai dasar program pencegahan dan

    pengendalian Anaplasmosis di wilayah tersebut.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka rumusan

    masalah adalah berapa prevalensi Anaplasmosis pada sapi Bali di Kelurahan

    Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng dan faktor-faktor risiko

    apa yang mempengaruhi kejadian penyakit tersebut.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah mengetahui berapa prevalensi dan faktor-faktorrisiko Anaplasmosis pada sapi Bali di Kelurahan LalabataRilau, Kecamatan

    Lalabata, Kabupaten Soppeng.

    1.4 Manfaat penelitian

    1.4.1 Manfaat praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Dinas

    Peternakan Kabupaten Soppeng dan instansi terkait lainnya dalam mencegah dan

    menanggulangi penyakit Anaplasmosis pada sapi.

    1.4.2 Manfaat ilmiah

    Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

    dan sebagai salah satu bahan bacaan yang berharga bagi peneliti berikutnya.

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini adalah :

    1. Penelitian ini dibatasi lokasinya hanya di Kelurahan Lalabata Rilau,

    Kecamataan Lalabata, Kabupaten Soppeng

    2. Penelitian ini dibatasi lingkupnya pada manajemen pemeliharaan, kondisi

    kandang, pengendalian vektor dan pengetahuan peternak yang mempengaruhi

    kejadian Anaplasmosis pada sapi di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan

    Lalabata, Kabupaten Soppeng.

    3. Penelitian ini dibatasi pada subjek yaitu warga yang memiliki peternakan sapi

    skala kecil.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    16/59

    3

    1.6 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis penelitian ini adalah

    1. Prevalensi Anaplasmosis pada sapi bali di Kelurahan Lalabata Rilau,Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng adalah sebesar 2%.

    2. Manajemen pemeliharaan, kondisi kandang, pengetahuan peternak dan

    pengendalian vektor berpengaruh terhadap kejadian Anaplasmosis.

    1.7 Keaslian Penelitian

    Penelitian mengenai prevalensi dan faktor-faktor risiko Anapalsmosis di

    Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng belum

    pernah dilakukan. Penelitian mengenai parasit darah di Indonesia telah banyak 

    dilakukan seperti halnya Ichsan (2014) Prevalensi, Derajat Infeksi, dan FaktorRisiko Infeksi Parasit Darah pada Sapi Potong di Kecamatan Cikalong,

    Tasikmalaya dan Anggaraini (2013) Kajian Penyakit Parasit Darah pada Sapi

    Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa

    Barat.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    17/59

    4

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Sapi Bali

    Sapi Bali ( Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang didugasebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

    bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi Bali. Sapi

    Bali menyebar ke pulau-pulau di sekitar pulau Bali melalui komunikasi antar raja-

    raja pada zaman dahulu. Sapi Bali telah tersebar hampir di seluruh provinsi di

    Indonesia dan berkembang cukup pesat di daerah karena memiliki beberapa

    keunggulan. Sapi Bali mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan

    yang buruk seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah, dan lain-lain. Tingkat kesuburan (fertilitas) sapi Bali termasuk amat tinggi dibandingkan

    dengan sapi lain, yaitu mencapai 83%, tanpa terpengaruh oleh mutu pakan.

    Tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi ini merupakan salah satu keunikan sapi

    Bali (Guntoro, 2002).

    Sapi Bali merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok 

    ruminansia terhadap produksi daging nasional. Usaha sapi Bali mempunyai

    potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai usaha masyarakat pedesaan,

    untuk peningkatan kesejahteraan yang pada gilirannya dapat mencapai

    swasembada daging (Bandini, 2003). Sapi potong (sapi Bali) telah lama dipelihara

    oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah

    tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional (Suryana, 2009).

    2.2. Parasit Darah

    Parasit darah merupakan salah satu penyebab penyakit ternak yang cukup

    penting dan bersifat endemik sehingga dapat menimbulkan kerugian ekonomi

    cukup besar antara lain berupa penurunan berat badan, penurunan kualitas produk 

    ternak, dan kematian ternak. Jenis-jenis penyakit parasit darah yang penting di

    Indonesia antara lain Babesiosis, Anaplasmosis, dan Theileriosis. Penyebaran

    parasit ini tergantung dari populasi caplak di daerah tersebut (Soulsby, 1982) dan

    dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, cuaca, sosial budaya, dan sosialekonomi di daerah tersebut (Brotowidjoyo, 1987).

    Hewan yang terinfeksi parasit darah akan menimbulkan kerugian bagi

    peternak antara lain berupa penurunan bobot badan, pertumbuhan terhambat,

    biaya pengendalian yang harus dikeluarkan, dan terjadinya kematian (Nasution,

    2007). Banyaknya kerugian yang diakibatkan oleh parasit tersebut dan cepatnya

    transmisi parasit ke ternak maka perlunya dilakukan identifikasi parasit secara

    berkelanjutan. Indonesia sebagai negara tropis merupakan lingkungan yang baik 

    bagi perkembangan parasit, sehingga parasit pada ternak merupakan kendala

    biologis yang sulit diatasi, terutama pada peternakan tradisional

    (Partoutomo,2004).

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    18/59

     Anaplasma smenyebabkan Tick-Btelah digolongkan k

    spesies,  Anaplasma  

    terbatas pada ternak (

    2.2.1 Anaplasmosi

    Anaplasmosis

    ternak yang ditanda

    bersamaan dengan in

     

    2.2.2 Etiologi

    Anaplasmosis

    marginale, Paranapsedangkan Anaplasm  Wright atau Giemsa,

    diameter 0,1-1,0 mik

    Taksonomi An  Filum : Prot Kelas : AlphOrdo : Rick Famili : AnaGenus : Ana

     Anaplasma sp.dan menyebabkan Aadalah  Boophilus, Rdkk., 2004).

    . telah lama digolongkan kedalamorne Disease, tapi saat ini secara taksonom

      dalam Rickettsia (Seddon, 1966). Salah s

    marginale adalah patogen terutama pada

    Durrani dan Goyal, 2010).

    s

      merupakan penyakit infeksius yang ditular

    i dengan anemia. Infeksi  Anaplasma sp.feksi Babesia sp.. (Astyawati, 2005).

    Gambar 1. Gambaran Mikroskopoik Anaplasm

    (Mafra, 2015)

     

    mumnya disebabkan oleh  Anaplasma cent lasma caudate, Paranaplasm adiscoides  a centrale pada umumnya tidak patogen. Detitik tersebut berwarna merah cerah atau m

    ron (Pane, 1993).

     plasma menurut Dumler dkk. (2001) adalahbacteri

    a Protobacteriattsialeslasmataceaelasma

     berukuran kecil 0.3-0.4 µm, berbentuk koknaplasmosis (Boone dkk., 2001).Vektor dar

      ipicephalus, Hyalomma, Dermacentor , da

    5

      protozoa, yang

      i  Anaplasma sp.  atu dari banyak 

      api tetapi tidak 

     

    an pada hewan

      biasanya dapat

     

    sis

     

    rale, Anaplasma  ersifat patogen,

      ngan pewarnaan

      erah tua, dengan

     

    sebagai berikut:

     

    oid sampai elips  i  Anaplasma sp.  Ixodes (Kocan

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    19/59

    Gambar 2. (a) Gamba

     Anaplasm  

    2.2.3 Siklus hidup

    Gambar

    Sel darah mer

    yang mengandung

    marginale berkembtermasuk kelenjar sal

    darah (Kocan, 1986

     Anaplasma margina  (dense) ditemukan(reticulated ) muncul

    berubah menjadi ben

    a

      ran Mikroskopik  Anaplasma centrale, (b) Gambmarginale (Sherry, 2012)

     

    3. Siklus Hidup Anaplasma sp. (Kocan, dkk. 20

      h yang terinfeksi ikut bersama darah yan

    naplasma marginale ke sel-sel usus. Setng di sel-sel usus, banyak jaringan yang

    iva, dimana yang menyebarkan ke vertebrat

    ; Kocan, dkk. 1992, dan Ge, dkk. 1996).

    le yaitu bentuk vegetatif (reticulated ) dadi dalam sel caplak yang terinfeksi.

    pertama kali dengan pembelahan biner. Be

      tuk padat (dense) yang merupakan bentuk i

    b

    6

      aran Mikroskopik 

     

    3)

      dihisap caplak 

      elah  Anaplasma  ikut terinfeksi,

      saat menghisap

      Dua bentuk dari

      n bentuk padat

      entuk vegetatif 

      ntuk  reticulated 

      fektif dan dapat

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    20/59

    bertahan hidup di lu

    padat disebarkan ket

    dkk., 2004)

    2.2.4 Penyebaran

    Larva, nimfa d

    Infeksi kemungkinan

    lainnya. Kebanyakan

    berada di ladang pen

    dengan yang tidak s

     jumlah sedikit darah

    vaksinasi dan pen

    menggunakan alat-al

    dalam kelompok (Ra

    2.2.5 Patogenesis

    Tahapan infeks

    yakni inkubasi, per

    dimulai ketika  Anap  darah total (Kocan d

    tidak menunjukkan

    gejala klinis akibat

    menurun serta menin

    Stadium perse

    melewati stadium inksel darah merah, dan

    tersebut bisa menja

    domestik sehat lainn

    inang, kemudian ma

    pembelahan biner.

    bersifat menular pad

    stadium perkemban

    (Kocan dkk., 2010).

    Patogenitas An

    sapi mengalami infe

    Pada ternak dewas

    ar sel. Sapi terinfeksi  Anaplasma margina  ika caplak meghisap darah melalui kelenj

    n caplak dewasa dapat menyebarkan Anapl  menyebar ketika hewan yang terinfeksi me

      terjadi ketika caplak mengerumuni sekelo

    ggembalaan. Menggabungkan sapi yang di

    eharusnya dihindari. Anaplasmosis dapat

    yang terinfeksi. Prosedur dari pemotongan

    umpulan sampel darah yang tidak se

    at operasi dan jarum dari sapi yang teinfeksi

    unz, 2008).

    ambar 4. Transmisi Anaplasmosis (Radunz, 20

      i Anaplasmosis pada mamalia dibagi menja

    kembangan, persembuhan, dan karier. St

    lasma sp. mulai menginfeksi sel darah hinkk., 2010). Pada stadium inkubasi sel darah

    gejala klinis. Stadium perkembangan mul

    anifestasi gangguan sel darah merah, dan h

    gkatnya level parasitemia.

      buhan dan karier akan dialami hewan teri

    ubasi dan perkembangan. Pada stadium pershemoglobin kembali ke rentang normal, ak

    i karier dan menjadi sumber Anaplasm

    a. Agen masuk melalui gigitan caplak terin

    uk kedalam eritrosit melalui proses endosit

    asil pembelahan dikeluarkan melalui per

    a eritrosit lainnya (Fooley dan Biberstein,

    an caplak memiliki potensi menyebarkan

     

    aplasmosis sangat bervariasi tergantung p

    ksi ringan dengan sedikit kematian atau ti

    penyakit yang dialami sangat hebat,

    Transfer caplak 

    Hewan yang terinfeksi Hewan yang sehat

    7

      le ketika bentuk   r saliva (Kocan

      sma Marginale.  nginfeksi hewan

      pok sapi ketika

      erumuni caplak 

      enyebar dalam

      tanduk, kastrasi,

      purna dengan

      dapat menyebar

     

    08)

      i empat stadium

      adium inkubasi

      gga 1% dari sel

      terlihat lisis tapi

      ai menunjukkan

      emoglobin yang

     

    feksi jika dapat

      embuhan jumlah  an tetapi hewan

      sis bagi hewan

      feksi pada tubuh

      osis, dan terjadi

      ukaan sel dan

      2004). Seluruh

       Anaplasma sp. 

    da umur. Anak 

      ak sama sekali.

      angka kematian

     

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    21/59

    8

    mencapai 20-50%. Semua jenis dan tipe ternak dapat terkena parasit ini (Yudhie,

    2009).

    2.2.6 Gejala klinis

    Anaplasmosis dibagi menjadi empat bentuk yaitu, bentuk ringan, perakut,

    akut dan kronis. Menurut Christensen (1956) bentuk ringan biasanya menyerang

    anak sapi sampai umur satu tahun dan gejalanya sering tidak teramati. Kalaupun

    dapat terlihat gejalanya hanya bersifat sementara seperti depresi, kehilangan nafsu

    makan, bulu suram, penurunan kondisi tubuh, konstipasi dan kadang-kadang

    keluar eksudat mukopurulen dari mata dan hidung.

    Bentuk perakut merupakan bentuk paling hebat, biasanya fatal dan hewan

    yang diserang mati beberapa jam setelah penularan. Sapi yang diserang seringkali

    diatas umur tiga tahun terutama sapi ras murni atau sapi-sapi yang bereproduksi

    tinggi. Gejala yang nampak terutama depresi hebat, seringkali terlihat gerakan

    inkoordinasi, demam tinggi, hipersalivasi, respirasi cepat dan aliran susu terhenti(Ristic, 1977).

    Bentuk akut adalah bentuk yang sering ditemukan. Serangannya yang

    paling hebat ditemukan pada sapi-sapi pada puncak pertumbuhannya. Gejala yang

    terlihat adalah kenaikan suhu tubuh menjadi 400C ataupun lebih, walaupun

    demam ini kurang nyata pada beberapa kasus, kemudian depresi, respirasi

    dipercepat, nafsu makan berkurang, pulsus meningkat, konstipasi, atoni rumen

    dan aliran susu terhambat (Christensen, 1956).

    Selama penyerangan eritrosit dan anemia berkembang, terjadi kepucatan

    selaput lendir, takipnea, pulsus juga dipercepat dan temperatur tubuh menurun

    sampai tingkat demam ringan atau suhu normal. Pada puncak gejala anemia,

    terjadi kepucatan dan ikterus pada selaput lendir secara umum seperti pada

    kelopak mata, dan puting, kemudian jantung berdebar keras dengan pulsus

    meningkat sampai 150 atau lebih serta kelemahan dan kekurusan. Gejala lain

    adalah keluarnya eksudat mukopurulen dari hidung, saliva, tremor otot, kehausan

    dan kelemahan hebat. Abortus dapat terjadi pada sapi bunting. Selama terjadi

    regenerasi dari eritrosit-eritrosit, hewan mengalami periode penyembuhan yang

    panjang untuk kembali memulihkan kondisi dan mengembalikan fungsi-fungsi

    normalnya.

    Anaplasmosis bentuk kronis dapat terjadi sebagai lanjutan serangan akut

    yang hebat pada hewan yang tenaga dan kemampuan regenerasi darahnya kurang,

    sehingga pada kasus ini hilangnya badan-badan Anaplasma sangat lambat sesuaidengan terbentuknya eritrosit-eritrosit muda. Gejala yang nampak adalah

    anoreksia, kehausan, pulsus meningkat, ikterus dan kekurusan yang berlangsung

    selama beberapa minggu sampai beberapa bulan sehingga persembuhannya

    lambat. Sapi-sapi yang mengalami bentuk kronis ini tidak pernah kembali pada

    berat badan dan produksi susunya yang normal. Kematian bisa terjadi jika anemia

    dan ikterus sangat hebat (Christensen, 1956).

    2.2.7 Diagnosa

    Metode yang digunakan untuk menguji infeksi  Anaplasma marginale pada

    sapi menggunakan cara langsung dan tidak langsung. Metode langsung dengan

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    22/59

    mendeteksi organis

    pewarnaan Giemsa d

    dengan mendeteksi

    marginale, diantaran

    Linked Immunosorantibodi dari Major S

    teknik yang paling s

    sakit klinikal, selam

    terdeteksi secara mi

    (PCR) mendeteksi

    berkolerasi dengan l

    adalah dengan Indir

    Test (CFT) (Radostit

    Diagnosis pada

    akut, 10 sampai 50

    pewarnaan Giemsa Anaplasma sp.. Padbadan intraeritrositik

    garis eritrosit (Anoni

    2.2.8 Diagnosa ba

    1. Babesiosis

     Babesia sp. ad Babesia sp. yang Babesia divergens,menyebabkan penya

    Texas Fever, Redmenginfeksi sapi ya

    bovis (Levine, 1970seluruh dunia terma

    tahun 1888. Babesia

    piriform, dan berpas

    Babesiosis dicirikan

    hemoglobinuria, spl

    Radostits dkk., 2000

    Gambar

    e atau DNA, diantaranya evaluasi dari ul

    an Polymerase Chain reaction (PCR). Metod

    antibodi yang langsung melawan anti

    ya Card Aglutinatiom Test (CAT) and Com

    ent Assay (cELISA) berdasarkan detekurface Protein 5 (MSP5). Diagnosa dengan

    ensitif ketika digunakan untuk mengevaluas

    fase akut penyakit (Eriks dkk., 1989), teta

    roskopik pada infeksi kronis. Polymerase

    NA parasit dan jumlah relatif dari DNA

    vel parasitemia (Barbet dkk., 1987)) Meto

    ct Flourescent Antibody (IFA) dan Com

    s dkk., 2007)

      Anaplasmosis berdasarkan pada gejala klini

    % sel darah merah dapat terinfeksi. Ula

    adalah cara yang sederhana untukulasan darah  Anaplasma marginale terli

    sekitar 0.3-1.0 µm dalam posisi diameter at

    m, 2008).

      ding

    lah parasit darah yang dapat menyebabkan

    enginfeksi sapi adalah  Babesia bigemina, Babesia argentina, Babesia major .

    it yang serius pada sapi, yaitu penyakit Cater Fever, dan Piroplasmosis.  Babesia spg ada di Indonesia adalah  Babesia bigemi

    ).  Babesia sp. merupakan parasit darahsuk di Indonesia, dan ditemukan pertama

    memiliki morfologi berbentuk bulat sepert

    ngan dengan ukuran sebesar 1.5-2.5 µm (D

    dengan fase akut yang menimbulkan

    enomegali dan demam sampai 42ºC (K

    ; Saleh, 2009).

      . Gambaran Mikroskopik Babesiosis (Anonim,

    9

      s darah dengan

      e tidak langsung

      gen  Anaplasma  etitive Enzyme-

      i dari spesifik   las darah adalah

      i hewan dengan

      pi parasit jarang

      Chain Reaction

      terdeteksi yang

      e diagnosa lain

      lement Fixation

     

    s. Pada kejadian

      s darah dengan

      mengidentifikasi  at padat, bulat,

      au dekat dengan

     

    abesiosis. Jenis

       Babesia bovis,  Babesia dapat

      ttle Tick Fever,  . yang biasanya

      na dan Babesia  ang tersebar di

      kali oleh Babes

      i buah pir, oval,

      Sá dkk., 2006).

      nemia, ikterus,

      aufmann 1996;

     

    015)

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    23/59

    2. Theileriosis

    Theileria berb1995) yang menye

     Hyalomma, Amblyoyang menginfeksi sa

    taurotragi dan T. vekelemahan, berat ba

    konjungtiva, pembe

    infeksi pada stadium

    dibawah normal (T

    difeses (Kelles dkk.,

    Gambar

    2.2.9 Pengobatan d

    Anaplasmosis

    kesembuhannya lam

    faktor. Penting untu

    Ketika ingin melal

    kastrasi, alat pemot

    desinfektan (Powell,

    2.3 Fakt

    2.3.1 Manajemen

    Sistem pemelih

    dalam kejadian pen

    menjadi tiga, yaitu in

    campuran). Sistem

    penggembalaan (Her

    dua, yaitu (a) sapi di

    pada saat malam hintensif. Pemelihara

    sapi dengan cara di

    ntuk batang dengan ukuran 1.5-2.0x0.5-1

    babkan Theileriosis. Infeksi diperantarai

      ma dan Haemaphysalis (Urquhart dkk.,pi adalah T. annulata, T. parva, T. mutanslifera (Billiow, 2005). Infeksi Theilleria s

      an turun, anoreksia, suhu tubuh tinggi, pte

    gkakan nodus limfatikus, anemia dan b

      lanjut menyebabkan hewan tidak dapat be

    38,5ºC), ikterus, dehidrasi, dan kadang

    2001).

      . Gambaran Mikroskopik Theileriosis (Anonim,

      n Pengendalian

      dapat diobati dengan tetracycline

    . Pengendalian dari penyakit ini dapat meng

    memperhatikan jarum atau alat-alat yang

    kan penyuntikan ke kelompok jarum di

    ng tanduk atau instrument tattoo disimpa2010).

    or Yang Mempengaruhi Kejadian Anapla

      emeliharaan

      araan ternak merupakan salah satu faktor y

    akit parasit darah. Sistem pemeliharaan te

    tensif, ekstensif, dan mixed farming system (pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dil

    nowo, 2006). Pemeliharaan secara intensif

    kandangkan secara terus-menerus dan (b) sa

    ri, kemudian siang hari digembalakan atn ternak secara intensif adalah sistem pem

    andangkan secara terus-menerus dengan si

    10

      .0 µm (Levine,

       Rhipichepalus,

      2003). Theileria   , T. sergenti, T.

      p. menyebabkan  hi pada mukosa

      tuk. Sedangkan

      diri, suhu tubuh

      itemukan darah

     

    007)

     

    tetapi proses

      gunakan banyak 

      terkontaminasi.

      anti dan pisau

      n dan diberikan

      mosis

     

    ng berpengaruh

      nak sapi dibagi

      sistem pertanian

      pas di padang

      dibagi menjadi

      i di kandangkan

      u disebut semi  eliharaan ternak 

      stem pemberian

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    24/59

    11

    pakan secara cut and curry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaansecara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah

    penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif 

    dibanding dengan sistem ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang

    dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakan (Susilorinidkk., 2009).

    Pada sistem pemeliharaan semi intensif, umumnya ternak dipelihara dengan

    cara sapi-sapi ditambatkan atau digembalakan di ladang, kebun, atau pekarangan

    yang rumputnya tumbuh subur pada siang hari. Sore harinya, sapi tersebut

    dimasukkan ke dalam kandang sederhana dan lantainya dari tanah yang

    dipadatkan. Pada malam hari, sapi diberi pakan tambahan berupa hijauan. Dapat

     juga ditambah pakan penguat berupa dedak halus yang dicampur dengan sedikit

    garam (Sugeng, 2000). Dalam hal perawatan, kandang sapi dibersihkan setiap hari

    atau minimal seminggu sekali. Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi

    dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak. Sapi diberikan pakan

    sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat besar dan gemuk. Kotorannya punbiasa terkumpul dalam satu tempat sehingga mudah dibersihkan dan dimanfaatkan

    untuk keperluan lain (Bambang, 2005).

    Usaha pencegahan penyakit yaitu sebelum kandang ditempati terlebih

    dahulu disiram dengan air kapur supaya bebas dari bibit penyakit, memandikan

    ternak setiap pukul 07.00 dan siang pukul 13.00, membersihkan kandang dan

    selokan (Zakariah, 2013).

    2.3.2 Kondisi Kandang

    Keseluruhan lantai kandang terbuat dari semen yang dicor bentuk beton.

    Dinding kandang terbuat tembok setengah terbuka, guna mempertahankan

    kesegaran udara dalam kandang. Atap kandang terbuat dari bahan genteng, seng

    dan Galfalum dengan tipe atap double. Pembersihan kandang danperlengkapannya dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 dan pada siang hari pukul

    13.00. Pembersihan dilakukan dengan menyemprotkan air dengan selang

    keseluruh bagian kandang sampai bersih termasuk tempat pakan dan ternak itu

    sendiri. Desinfeksi dilakukan dua kali seminggu dengan cara menyemprotkan ke

    seluruh bagian kandang. Desinfektan berupa snifet dan formalin. Penyediaan obat

    tergantung kondisi lapangan, jika persediaan tidak ada maka dapat dibeli pada saat

    diperlukan (Zakariah, 2013).

    2.3.3 Pengendalian Vektor

    Beriajaya (2005) mengemukakan vektor yang aktif berperan dalam

    penyebaran penyakit dapat terjadi dimana dan kapan saja, seiring dengan

    perubahan lingkungan dia berada. Untuk mengendalikan vektor yang berperan

    sebagai penyebar penyakit ini dapat dilakukan dengan cara memutus daur hidup

    dan menggunakan insektisida. Setiap vektor mempunyai siklus hidup yang

    berbeda-beda, mulai dari telur, larva atau nimfe dan dewasa. Semuanya ini

    mempunyai karakteristik sendiri yang spesifik dan sangat dipengaruhi keadaan

    lingkungan. Oleh karena itu pengetahuan tentang epidemiologi dari vektor

    tersebut sangat penting dan diperlukan untuk membuat program

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    25/59

    12

    penanggulangannya. Keakuratan data dari sistem di alam yang menyangkut sistem

    vector-borne disease dan agen penyakit-vektor-hospes akan mempengaruhi modelprogram penanggulangan yang akan diajukan (Randolph dan Nuttall, 1994).

    2.3.4 Pengetahuan Peternak

    Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat bervariasi, mulai hanya

    mendengar mengenai suatu kegiatan sampai kepada tingkat mengetahui tujuan

    kegiatan dan prosedur, manfaat dan kewajiban (Surya,1997). Pengetahuan dapat

    diperoleh petani peternak melalui pendidikan formal dan non formal. Latar

    belakang pendidikan akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan, keterampilan,

    dan sikap peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Mosher (1987) yang

    menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang dialami oleh

    seseorang, maka tingkat pengetahuan dan keterampilannya akan semakin tinggi

    serta sikapnya lebih terbuka terhadap teknologi baru.

    2.4 Keadaan Geografis

    Kabupaten Soppeng merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi

    Sulawesi Selatan. Secara administratif, Kabupaten Soppeng berbatasan dengan

    wilayah-wilayah berikut ini:

    1. Sebelah utara : Kabupaten Sidrap dan Wajo

    2. Sebelah selatan: Kabupaten Bone

    3. Sebelah timur : Kabupaten Wajo dan Bone

    4. Sebelah barat : Kabupaten Barru

    Kabupaten Soppeng meliputi wilayah seluas 1.500 km2 yang terbagimenjadi delapan kecamatan. Kecamatan yang memiliki wilayah paling luas yaitu

    Kecamatan Marioriawa dengan luas wilayah 320 km2, sedangkan kecamatan yang

    memiliki wilayah paling sempit yaitu Kecamtan Citta dengan luas wilayah 40

    km2. Berturut-turut kecamatan mulai dari luas wilayah terluas hingga tersempit

    yaitu Marioriawa, Marioriwawo, Lalabata, Donri-Donri, Lilirilau, Liliriaja, Ganra

    dan Citta.

    Ibukota Kabupaten Soppeng yaitu Watansoppeng yang berada di Kecamatan

    Lalabata. Jarak Ibukota Kabupaten Soppeng ke Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan

    yaitu 170 km. Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten Soppeng terjauh

    yaitu Ibukota Kecamatan Citta yang mencapai 35 km.

    Secara administratif, Kabupaten Soppeng terdiri dari delapan kecamatan,

    dimana didalamnya terdapat 49 desa dan 21 kelurahan. Dari semua desa yang ada

    di Kabupaten Soppeng terdapat 124 dusun sedangkan dari sebanyak 21 kelurahan

    yang ada terdapat 39 lingkungan.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    26/59

    13

    2.5 Alur Penelitian

    2.6 Variabel Penelitian

    Variabel dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu variabel independen dan

    variabel dependen.Variabel independen terdiri atas manajemen pemeliharaan,

    kondisi kandang, pengendalian vektor, dan pengetahuan peternak, sedangkan

    variabel dependen adalah kejadian Anaplasmosis yang terjadi di Kelurahan

    Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng.

    SAPI DARAHsampel ulas darah

    POSITIF NEGATIF

    FAKTOR RISIKO KEJADIAN

    ANAPLASMOSIS

    Manajemen kandang

    Kondisi Kandang

    Pengendalian Vektor

    Kejadian

    Anaplasmosis

    Pengetahuan Peternak 

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    27/59

    14

    3. MATERI DAN METODE

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 di Kelurahan Lalabata

    Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng dan di Laboratorium Balai Besar

    Veteriner (BBV) Maros.

    3.2 Materi Penelitian

    3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sapi yang terdapat di Kelurahan

    Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng sebanyak 771 ekor

    (Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Soppeng, 2013). Dinas

    Peternakan Soppeng tahun 2011 sampai 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

    Anaplasmosis pada sapi adalah 2 % (asumsi prevalensi diperoleh berdasar data

    epidemiologi tehadap diagnosa lapang diseluruh Kabupaten Sidrap). Bila tingkat

    konfidensi 95 % dan galat 5 % maka besaran sampel dihitung berdasar rumus

    Martin dkk., (1987), yakni   = , dengan n = besaran sampel, P asumsi tingkat

    prevalensi di daerah penelitian, Q adalah (1-P) dan L = galat yang dinginkan.

    =4PQ

    L  =

    4(0,02)(0,98)

    (0,05)  = 31 Ekor

    Berdasarkan rumus di atas diperoleh jumlah sampel minimal 31 sampel.

    Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Samplingdengan mengambil sampel yang terdapat di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan

    Lalabata, Kabupaten Soppeng

    3.2.2 Bahan

    Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berupa darah sapi Bali, air,

    methanol absolute, dan Pewarna Giemsa.

    3.2.3 Alat

    Penelitian ini akan menggunakan alat-alat yaitu gelas objek, kotak 

    preparat, jarum steril, pipet tetes, wadah plastik dan besi, mikroskop, spidol

    marker dan kuesioner sebagai alat untuk pengumpulan data.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    28/59

    15

    Prevalensi=   %

    3.3 Metode Penelitian

    3.3.1 Pengambilan Sampel Darah

    Sampel darah diambil melalui Vena auricularis telinga menggunakan jarumsteril. Setetes darah diletakkan pada tepi gelas objek 1, dengan perlahan ujung

    gelas objek 2 ditempelkan di atas darah tersebut. Darah akan menyebar di antara

    sudut gelas objek 1 dan 2. Gelas objek 2 didorong membentuk sudut 45º sehingga

    terbentuk ulas darah tipis. Sediaan ulas darah dikeringkan selama 1 menit dan

    difiksasi menggunakan methanol absolut selama 3-5 menit. Setelah dibiarkan

    kering, sediaan ulas darah dimasukkan ke dalam kotak preparat untuk dibawa ke

    laboratorium (Mahmmod dkk., 2011).

    3.3.2 Pewarnaan sampel ulas darah

    Preparat ulas darah diwarnai menggunakan larutan Giemsa selama 45 menit.

    Kemudian bilas dengan air kran dan keringkan dengan mendirikan pada salah

    satu ujungnya (Wirawan, 2011).

    3.3.3 Pemeriksaan sampel ulas darah

    Pemeriksaan ulas darah diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran

    100x dengan menggunakan minyak emersi (Wirawan, 2011).

    3.3.4 Analisis Data

    3.3.4.1 Pengumpulan Data Melalui Kuesioner

    Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tambahan berkaitan

    dengan faktor risiko berupa manajemen pemeliharaan, kondisi kandang

    pengetahuan peternak, dan pengendalian vektor.

    3.3.4.2 Prosedur Analisis Data

    Analisis data yang digunakan pada penelitian adalah analisis secara

    deskriptif. Perhitungan untuk mencari prevalensi  Anaplasma sp. menggunakanrumus sebagai berikut (Budiharta, 2002):

    Keterangan:

    F : Jumlah frekuensi dari setiap sampel yang diperiksa dengan hasil positif.

    N: Jumlah dari seluruh sampel yang diperiksa.

    Data hasil kuesioner dan hasil pengujian ulas darah Anaplasmosis,

    kemudian disimpan sebagai database dan diolah.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    29/59

    16

    Hasil data faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian penyakit

    Anaplamosis pada sapi bali dianalisis secara deskriptif dan diuji chi square (χ2)untuk mengukur hubungan faktor-faktor tersebut terhadap kejadian Anaplasmosis

    pada tingkat kepercayaan 95%. Besaran kekuatan hubungan dihitung dengan uji

    odds ratio (OR) pada tingkat kepercayaan 95%.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    30/59

     

    Penelitian ini

    Kelurahan Lalabatatanggal 11 Nopembe

    dikumpulkan secara

    terdapat di Kelurahan

    Pemeriksaan sa

    Besar Veteriner (B

    bertujuan untuk men

    Gambar 7. Hasi

    (pan

    Berdasarkan h

    berwarna merah tu Anaplasma marginal  Saputra (2013), dan

    Gambar 8. Hasil Pem

    mikroskopi

    2003), (c)

    a

    . HASIL DAN PEMBAHASAN

      dilakukan untuk mengetahui prevalensi

    Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupatenr sampai 17 Nopember 2014. Sebanyak 31 s

      rambang sederhana. Sampel diambil pad

    Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabu

    mpel ulas darah dilakukan di laboratorium P

    V) Maros dengan menggunakan pewarn

    identifikasi Anaplasma sp.

      l Pemeriksaan sampel ulas darah dengan pewarn

    h : Anaplasma marginale) (Perbesaran 100x)

      asil pengamatan dengan mikroskop nam

    pada bagian tepi sel darah merah (Gae. Hasil penelitian jika dibandingkan denga  ocan dkk. (2004) terlihat sama (Gambar 8).

      riksaan Anaplasmasp. dibandingkan dengan lite Anaplasma sp. (Saputra, 2013), (b) Anaplasm  naplasma sp. (hasil penelitian)

    b

    17

     

    naplasmosis di

      Soppeng mulai  mpel ulas darah

      peternak yang

      aten Soppeng.

      arasitologi Balai

      a Giemsa yang

     

    an Giemsa.

     

    pak sepeti titik 

      mbar 7) adalah   Anaplasma sp. 

    ature (a) Gambar

      sp. (Kocan dkk.,

     

    c

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    31/59

    18

    Tabel 1. Distribusi Anaplasmosis pada Sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau,

    Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng

    No Nama Peternak Dusun  Anaplasma sp.

    Positif  Negatif 1. La Siang Panincong -   √2. Hamzah T. Panincong -   √3. Daya Panincong -   √4. Muh. Tang Panincong -   √5. Najamuddin Panincong -   √6. La Boko Panincong -   √7. La Semmang Panincong -   √8. Hamzah Panincong -

    9. H. Lennu Panincong -

    10. Sahrul Panincong -

    11. La Mure Panincong -   √12. Zainuddin Panincong -   √13. Adi Panincong -   √14. La Ontong Panincong -   √15. Jafar Panincong -   √16. H. Aras Panincong -   √17. Hj. Upe Panincong -   √18. H. Firman Panincong -   √19. Alimin Panincong -   √20. Jamaluddin Panincong   √ -21. Tamrin Panincong -   √22. Burhanuddin Panincong -   √23. La Hatta Laempa -   √24. Bahar Laempa -   √25. A. Haruna Laempa -   √26. Hana Laempa -   √27. Siti Laempa -   √28. Salebu Laempa -   √29. Sukardi Laempa -   √30. Aras Laempa -   √31. Mega Laempa -

    Dari 31 sapi bali yang diambil sampel ulas darahnya hanya satu yang

    terinfeksi Anaplasma sp. Dan 30 sampel ulas darah lainnya tidak ditemukan ada Anaplasma sp. Berdasarkan data diatas, maka perhitungan untuk mencariprevalensi Anaplasma sp.

    Prevalensi =   %

    = 3,2%

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi Anaplasmosis pada sapi

    Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng

    adalah sebesar 3,2%. Anggraini pada tahun 2013 di Kabupaten Sumedang, Jawa

    Barat sebesar 38,3 %. Ichsan (2014) juga melaporkan tingkat infeksi  Anaplasma

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    32/59

    19

    sp. di Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya sebesar 30,70%. Wibowo (2014) juga

    melaporkan kejadian Anaplasmosis di Kecamatan Cipatujah, Tasikmalaya sebesar

    29,57 %. Selain itu, Saputra (2013) juga melaporkan tingkat infeksi Anaplasmosis

    di Kabupaten Subang pada sapi dewasa yaitu sebesar 51,5 %. Anaplasmosis dapat

    terjadi di daerah tropis dan subtropis. Prevalensi Anaplasmosis berbeda-bedadipengaruhi oleh kondisi iklim serta letak geografis yang sesuai untuk 

    perkembangan caplak dan lalat penghisap darah yang merupakan vektor pembawa

    parasit darah. Himawan (2009) menyatakan bahwa daur hidup caplak dipengaruhi

    oleh suhu, kelembapan, dan curah hujan, sehingga dengan kelembapan tinggi,

    caplak dapat berkembang biak secara terus-menerus sepanjang tahun.

    4.1 Deskripsi Variabel Penelitian

    Variabel yang menggambarkan faktor risiko kejadian Anaplasmosis pada

    sapi bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppengdapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Deskripsi Variabel Penelitian Faktor-Faktor Risiko Anaplasmosispada

    Sapi Bali di Kelurahan LalabataRilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten

    Soppeng.

    No. Variabel Deskripsi Hasil Deskripsi

    I. Informasi Dasar

    1. I.3c Pendidikan terakhir peternak:

    1. Tidak Sekolah = 9,7 % (3/31)

    2. SD = 22,6 % (7/31)

    3. Tidak Tamat SD = 61,3% (19/31)

    4. SMA = 3,2 % (1/31)

    5. PT = 3,2 % (1/31)

    2. 1.3d Pengalaman beternak sapi:

    1. 1-10 tahun = 16,1% (5/31)

    2. 11-20 tahun = 45,3 % (14/31)

    3. 21-30 tahun = 16,1 % (5/31)

    4. 31-40 tahun = 12,9 % (4/31)

    5. 41-50 tahun = 9,7 % (3/31)

    II. Populasi Ternak

    II. Populasi Sapi

    1. < 5 ekor = 65 % (20/31)

    2.   ≥ 5 ekor  = 35 % (11/31)

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    33/59

    20

    Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum pendidikan terakhir peternak di

    Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng adalah tidak 

    menamatkan SD yaitu sebesar 61,3 % dan sisanya adalah SD 22,6%, SMA 3,2 %,

    PT 3,2 % dan tidak sekolah sebesar 9,7 %. Pengalaman peternak dibagi

    berdasarkan lama tahun peternak tersebut berternak. Dikelompokkan menjadi 1-

    10 tahun (16,1%), 11-20 tahun (45,3%), 21-30 tahun (16,1%), 31-40 tahun

    No. Variabel Deskripsi Hasil Deskripsi

    III. Kelompok Variabel Manajemen Pemeliharaan

    1 III.1 Sistem Pemeliharaan

    1. Intensif = 0% (0/31)

    2. SemiIntensif  = 87,1 (21/31)3. Ekstensif = 12,9 % (4/31)

    2. III.2 Merawat Sapi

    1. Dimandikan setiap hari = 77,4 % (24/31)

    2. Tidak dimandikan/dibiarkan = 22,6 % (7/31)

    3. III.3 Kondisi Sapi

    1. Sehat = 100 % (31/31)

    IV. Kelompok Variabel Kondisi Kandang

    1. 1V.1 Letak Kandang :

    1. Dekat kandang lain = 64,5% (20/31)

    2. Dekat ladang penggembalaan = 6,5 % (2/31)

    3. Kandang sapi sendiri = 16,1 % (5/31)

    4. Tidak memiliki kandang = 12,9 % (4/31)

    2. 1V.2 Kondisi Kandang :

    1. Beralaskan rumput = 25,8 % (8/31)

    2. Kandang bagus/modern = 38,7 % (12/31)

    3. Disekitar kandang terdapat sisa

    kotoran dan pakan = 35,5 % (11/31)

    3. IV.3 Kandang yang baik menurut peternak :

    1. Dibersihkan berkala = 93,5% (29/31)

    2. Desinfektan = 6,5% (2/31)

    V.1 Pernah mendengar penyakit

    Anaplasmosis :

    1. Ya = 0 %

    2. Tidak = 100 % (31/31)

    V.4 Tindakan Pengedalian vektor :

    1. Diasapi = 51,6 % (16/31)

    2. Insektisida = 25,8 % (8/31)

    3. Tidak melakukan apa-apa = 22,6 % (7/31)

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    34/59

    21

    (12,9%) dan 41-50 tahun (9,7%). Jumlah sapi bali yang dipelihara peternak 

    dikelompokkan menjadi jumlah sapi bali

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    35/59

    22

    No. Variabel Keterangan

    Kasus Chi

    Square

    (X2)

    F isher’ s Test 

    OR

    Neg Pos 2-sided 1-sided

    2. Kondisi Kandang

    a. Letak Kandang Sapi Risiko Rendah 3 1 0,008*

    0,129 0,129**

    -

    Risiko Tinggi 27 0

    b. Kondisi Kandang Risiko Rendah 11 1 0,201* 0,387 0,387** -

    Risiko Tinggi 19 0

    c. Kandang sapi yang baik Risiko Rendah 30 1 a - - -

    Risiko Tinggi 0 0

    3. Pengetahuan Peternak 

    a. Pernah MendengarAnaplasmosis

    Ya 0 0- - - -

    Tidak 30 1

    b. Tindakan untuk Mengendalikan Faktor

    Penularan (Vektor)

    Risiko Rendah 23 1

    0,583* 1,000 0,774** -

    Risiko Tinggi 7 00

    Ket: *: tidak layak untuk uji chi-square, ** : tidak signifikan (P>0,05), a : konstan

    Tabel 3 menunjukkan berdasarkan hasil analisis manajemen pemeliharaan

    diperoleh nilai expected  kurang dari lima, hal ini tidak memenuhi syarat uji chi-square tabel 2x2. Uji yang digunakan adalah uji alternatifnya yaitu uji Fisher menghasilkan nilai p > 0,05. Uji Fisher  menunjukkan tidak adanya hubunganmanajemen pemeliharaan dengan kejadian Anaplasmosis di Kelurahan Lalabata,

    Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Hasil yang sama didapatkan dari hasil

    analisis kondisi kandang, pengetahuan peternak dan tindakan pengendalian vektor

    yang menunjukkan tidak adanya hubungan dengan kejadian Anaplasmosis di

    Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Nilai

    Kekuatan hubungan atau Odds Ratio (OR) tidak dapat dihitung karena tidak adanya hubungan manajemen pemeliharaan, kondisi kandang, pengetahuan

    peternak, dan tindakan pengendalian vektor dengan kejadian Anaplasmois.

    Sebagian besar peternak memelihara sapi dengan sistem pemeliharaan

    semi-intensif (87,1%) dan memelihara dengan ekstensif (12,9%). Pemeliharaan

    dengan metode ekstensif dapat menyebabkan kejadian Anaplasmosis tinggi,

    diduga berkaitan dengan tingginya caplak yang menginfeksi inang secara berkala

    dan terus-menerus. Caplak bertindak sebagai inang antara yang mentransmisi

    secara biologis, dan lalat mentransmisi secara mekanik (Kocan dkk., 2000).

    Adapun masih terdapatnya sapi yang terinfeksi pada peternakan dengan sistem

    pemeliharaan semi-intensif, diduga disebabkan berasal dari sapi yang terinfeksi

    saat digembalakan dan dikandangkan menginfeksi sapi lainnya. Kejadian tersebut

    dilakukan oleh caplak yang menempel pada sapi terinfeksi kemudian menginfeksi

    sapi lain melalui gigitan. Nasution (2007) menyatakan bahwa waktu sapi

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    36/59

    23

    merumput berpengaruh terhadap infeksi parasit darah. Menurut Himawan (2009),

    rumput segar dipagi hari tidak baik untuk ternak, karena caplak sedang aktif 

    berburu dan sedang berada di puncak rerumputan

    Nilai yang didapatkan, tidak adanya hubungan manajemen pemeliharaan,

    kondisi kandang, pengetahuan peternak dan tindakan pengendalian vektor dengankejadian Anaplasmosis dapat disebabkan beberapa faktor. Lingkungan yang

    bersih dan terisolasi (merupakan daerah pegunungan) dapat menjadi faktor,

    walaupun ternak tidak dikandangkan (ekstensif) tidak menyebarkan

    Anaplasmosis. Daerah yang bukan merupakan daerah endemik juga dapat menjadi

    faktor. Peternak di daerah tersebut merawat sapi dengan cara memandikan sapi

    tersebut setiap hari dan memberikan pakan yang baik. Pengetahuan peternak 

    mengenai kandang yang baik adalah dengan dibersihkan secara berkala dapat

    menjadi faktor. Pengendalian faktor penularan (lalat atau caplak) dilakuan dengan

    cara diasapi dan memberikan insektisida. Pemberian insektisida pada ternak 

    sangat diperlukan dalam pengendalian penyakit parasit darah. Ternak sebagian

    besar telah diberikan insektisida baik dalam pengendalian lalat maupun caplak.Peternak memiliki pengalaman yang lama dalam beternak, dimana peternak sudah

    mengerti dan mengetahui bagaimana merawat sapi yang baik.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    37/59

    24

    5. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensiAnaplasmosis pada sapi bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata,

    Kabupaten Soppeng sebesar 3,2%.

    Manajemen pemeliharaan, kondisi kandang, pengendalian vektor, dan

    pengetahuan peternak berdasarkan hasil analisis chi-square dan Odds ratio(OR)tidak memiliki hubungan dengan kejadian Anaplasmosis di daerah tersebut.

    5.2 Saran

    Berdasarkan hasil tersebut disarankan untuk dilakukan penyuluhan

    mengenai penyakit-penyakit pada sapi yang disebabkan oleh parasit darah, guna

    untuk memberikan pengetahuan kepada peternak untuk mencegah danmengendalikan penyakit tersebut. Perlu penelitian lebih lanjut untuk faktor-faktor

    risiko yang lain dan wilayah atau lokasi penelitian diperluas lagi.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    38/59

    25

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2007.  Babesiidae dan Theileriidae. [Online] tersediahttp://vetmed.fkh.unair.ac.id/materi/Parasitologi%20Veteriner/Protozoologi/ 

    Kuliah%204.ppt [ diakses tanggal 10 Januari 2015]Anonim. 2008. The World Organisation for Animal Health. OIE listed diseases

    2006 . [Online] http://www.oie.int/eng/maladies/en_classification.htm(diakses 16 Januari 2015).

    Anonim. 2015. Babesiosis. (online) tersedia

    http://www.merckmanuals.com/vet/circulatory_system/blood_parasites/bab

    esiosis.html [diakses tanggal 2 Maret 2015].

    Anggraini, N. F. 2013. Kajian Penyakit Parasit Darah Pada Sapi PotongPeternakan Rakyat Kecmatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa

     Barat. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.Astyawati, T. 2005. Bahan Kuliah Protozoologi. Bogor (ID): IPB Pr.Bambang, S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.Bandini. 2003. Sapi Bali, Swadaya, Jakarta.Barbet, A.F., Palmer, G.H., Myler, P. J., McGuire, T. C., 1987. Characterization

    of an Immunoprotective Protein Complex of Anaplasma marginale byCloning and Expression of The Gene Coding for Polypeptide Am105L.Infect Immun 55:2428-2435.

    Beriajaya. 2005. Peranan Vektor Sebagai Penular Penyakit Zoonosis.Pros.Lokakarya NasionalPenyakit Zoonosis. Bogor, 15 September2005.

    Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm.275-286.

    Benavides M.V., Sacco M.S. 2007.  Differential Bos Taurus cattle response to

     Babesia bovis infection. Vet. Parasitol.150:54-64.Bilgic H.B., Karagenc T, Simuunza M, Shiels B., Tait A., Eren H., Weir W. 2013. Development of a multiplex PCR assay for simultaneous detection of Theileria annulata, Babesia bovis and Anaplasma marginale in cattle. ExpParasitol. 133(2):222 – 229.

    Billiow, M. 2005. The epidemiology of bovine theileriosis in the Eastern Provinceof Zambia. Laboratorium voor Parasitologie. FaculteitDiergeneeskunde.Universiteit Gent

    Blieck, L. dan Kaligis, J. A. 1912 .Pseudokustkoorts en Anaplasmosis bij buffelsof Java. Veearts Bladen 24 : 253 - 260 .

    Boone, D.R,, Richard, W.C., George, M.G. 2001. Bergey’s Manual of Systematic

     Bacteriology. New York (US): Springer.Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Ed ke-1. Jakarta (ID): Media

    Sarana Pr.

    Budiharta, S. 2002. Kapita Selekta Epidemiologi Veteriner . Bagian KesehatanMasyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah

    Mada; Yogyakarta.

    Christensen, J. F. 1956. Cattle Tick Fever (Texas Fever, Bovine Piroplasmosis, Babesiosis), pp. 667-671. In M. G. Fincher, W. J. Gibbos, Karl Mayer, S. EPark, ed. Disease Cattle. American Veterinary Publication, Inc., Evanston,

    Illinois.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    39/59

    26

    De Sá, A.G., Cerqueira, A de M.F., O’Dwyer L.H., Macieira, D de B, Abreu, F daS, Ferreira, R. F., Pereira, A.M., Velho, P.B., Almosy, N.R. 2006. Detectionand molecular characterization of Babesia canisvogeli from naturallyinfected Brazilian dogs. Intern J Appl Res Vet Med . 4(2):163-168.

    Dumler, J.S., Barbet, A.F., Bekker, C.P.J., Dasch, G.A., Palmer, G.H., Ray, S.C.,Rikihisa,Y,Rurangirwa, F.R. 2001.  Reorganization of the genera in the

     families Rickettsiaceae and Anaplasmataceae in the order Rickettsiales:unification of some species of Ehrlichia with Anaplasma, Cowdria withEhrlichia and Ehrlichia with Neorickettsia, descriptions of six new speciescombinations and designation of Ehrlichia equiand “HGE agent” assubjective synonims of Ehrlichia phagocytophila. Int J. Syst Evol Microbiol.51:2145-2165.

    Durrani, Aneela Z. dan Goyal, Sagar M. 2010. A Retrospective Study of  Anaplasmain Minnesota Cattle (catatan penelitian).Tubitak.doi:10.3906/vet-1012-632.

    Eriks, I . S., Palmer, G. H., mcGuire, T. C., et al. 1989.  Detection and Quantification of Anaplasma marginale in Carrier Cattle by Using A

     Nucleic Acid probe. J. Clin Microbioll 27:279-284.Fooley, J.E dan Biberstein, E.L. 2004.  Anaplasmataceae. Di dalam: Walker LR,

    editor.Veterinary Microbiology. California (US): Blackwell Pub.

    Ge, N. L., Kocan, K. M., Blouin, E. F. & Murphy, G. L. (1996).  Developmentalstudies of Anaplasma marginale (Rickettsiales :Anaplasmataceae) in male

     Dermacentor andersoni (Acari : Ixodidae) infected as adults by using non-radioactive in situ hybridization and microscopy. Journal of MedicalEntomology 33, 911 – 920.

    Guntoro. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Penerbit Kanisius, YogyakartaHernowo, B. 2006. Prospek pengembangan usaha peternakan sapi potong di

    Kecematan Surade Kabupaten Sukabumi. Fakultas peternakanInstitutpertanianbogor. Bogor.

    Himawan, W. 2009. Identifikasi parasit darah pada kerbau belang (Tedongbonga)dan kerbau rawa (Swamp Buffalo) di Kabupaten Toraja Utara, SulawesiSelatan.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

    Ichsan, H. N. 2014. Prevalemsi, Derajat Infeksi dan Faktor Risiko Infeksi Parasit  Darah Pada Sapi Potong di Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya. [Skripsi].Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

    Kaufmann, J. 1996. Parasitic Infections of Domestic Animals-A Diagnostic

     Manual. Berlin (DE): Birkhauser.Kelles, I., Deger, S., Altug,N., Karaca, M., Akdemir, C. 2001. Tick-borne diseasein cattle: clinical and haematological findings, diagnosis, treatment,seasonal distribution, breed, sex and age factors and the transmitter of thedisease. YyuVetFakDerg. 12:26-32.

    Kocan, K. M. 1986.  Development of Anaplasma marginale in ixodid ticks:coordinated development of a rickettsial organism and its tick host. In

     Morphology, Physiology, and Behavioral Ecology of Ticks (ed. Sauer, J. R.& Hair, J. A.), pp. 472 – 505. Chichester, Horwood, UK.

    Kocan, K. M., Goff, W. L., Stiller, D., Claypool, P. L., Edwards, W., Ewing, S.

    A., Hair, J. A. & Barron, S. J. 1992a. Persistence of Anaplasma marginale

    (Rickettsiales: Anaplasmataceae) in male Dermacentor andersoni (Acari:

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    40/59

    27

     Ixodidae) transferred successively from infected to susceptible calves.Journal of Medical Entomology 29, 657 – 668

    Kocan, K. M., Stiller, D., Goff, W. L., Claypool, P. L., Edwards, W., Ewing, S.

    A., Mcguire, T. C., Hair, J. A. & Barron, S. J. 1992b.  Development of 

     Anaplasma marginale in male Dermacentor andersoni transferred from parasitemic to susceptible cattle. American Journal of Veterinary Research53, 499 – 507.

    Kocan, K.M., Blouin, E.F., Barbet, A.F. 2000.  Anaplasmosis control. Past, present, and futur e. Ann. NY. Acad Sci. 916:501-509.

    Kocan, K.M., Fuente, J., Guglielmone, A.A., Mele´ndez, R.D. 2003. Antigens and alternatives for control of Anaplasma marginale infection in cattle. J Clin.Microbiol.Rev. 16:698-712.

    Kocan, K.M., J De La F, E.F., Blouin, J.C., Garcia. 2004.  Anaplasma marginale(Rickettsiales:Anaplasmataceae) recent advances in defining host-pathogenadaptations of a tick-borne rickettsia. Parasitol. 129:285 – 300

    Kocan, K.M., Feunte, J.D.L., Blouin, E.F., Coetzee, J.F., Swing, S.A. 2010. Review-The natural history of Anaplasma marginale. VeterinaryParasitology. 167:95 ‒107.

    Levine, N.D. 1970. Protozoan Parasites of Domestic Animal and of Man.Minneapolis (US): Burgess Publ co.

    Levine, N.D. 1995. Protozologi Veteriner . Soekardono S, penerjemah;Brotowidjojo D, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada

    University.Terjemahan dari: Veterinary Protozoology.Mafra. 2015.  Insetos E Ácaros De ImportânciaMédica E Veterinária. (online)

    tersedia

    http://www.insecta.ufv.br/Entomologia/ent/disciplina/ban%20160/Importan

    cia%20medica/INSETOS%20E%20

    %E7CAROS%20DE%20IMPO~de.htm [diakses tanggal 2 Maret 2015)

    Mahmmod, Y.S., Elbalkemy, F.A., Klaas, I.C., Elmekkawy, M.F., Monazie, A.M.

    2011. Clinical and haematological study on water buffaloes (Bubalusbubalis) and crossbred cattle naturally infected with Theileri aannulata inSharki province, Egypt . Ticks and Tick-borne Diseases. 2:168 – 171.

    Martin, S. W., Meek, A. H., Willeberg, P. 1987. Veterinary Epidemiology. IowaState University Press, Ames.

    Mosher AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasaguna.Jakarta.Nasution. A.Y.A. 2007. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing di Lima

    Kecamatan, Kota Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.Pane, Ismed. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Jakarta : Penerbit PT. GramediaPustaka Utama.

    Partoutomo, S. 2004. Pengendalian parasit dengan Genetic Host  Resistance.WARTAZOA. 14(4):160-172.

    Powell, J. 2010.  Anaplasmosis (Livestock Health Series) [Online]. Arkansas. Hlm1-2 [diunduh 16 Januari 2015] Tersedia pada:

    https://www.uaex.edu/publications/PDF/FSA-3081.pdf 

    Putro, P. P. 2004. Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewanmenular strategis dalam pengembangan usaha sapi potong. ProsidingLokakarya Nasional Sapi Potong . Yogyakarta, 8 - 9 Oktober 2004

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    41/59

    28

    Radunz, B. 2008.  Life Cycles of the Tick Fever Parasites (gambar). [online].Tersedia www.nt.gov.au/d[diakses tanggal 30 September 2014].

    Randolph, S.E. dan P.A. Nuttall. 1994.  Nearly right or precisely wrong? Naturalversus laboratory studies of vector-borne diseases. Parasitol. Today 10(12):

    458-462.Radostits O.M., Gay, C.C., Blood, D.C., Hinchcliff KW. 2000. Veterinary

     Medicine. Ed ke-8 . New York (US): BaillierTindall. hal 303 – 311.Radostits, O.M., Gay, C.C., Hinchcliff, K.W., Constable, P.D.,(2007) Veterinary

     Medicine. Tenth edition. Philadelphia: Elsevier.Ristic, M. 1977.  Bovine Anaplasmosis, pp. 235-243. In J.P Kreier, ed. Parasitic

    Protozoa Vol. IV. Academic Press New York, San Franscisco.

    Ronohardjo, P., Wilson, A.J.,danHirst, R. G. 1985 .Current Livestock DiseaseStatus In Indonesia. Penyakit Hewan 27 : 317 - 326 .

    Saleh, M.A. 2009. Erythrocytic oxidative damage in crossbred cattle naturallyinfected with Babesia bigemina. J Vet Sci. 86(1):43 – 48.

    Saputra, A. 2013.Studi Kasus Infeksi Parasit Darah Pada Sapi Potong diKabupaten Subang, Jawa barat.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan.Institut Pertanian Bogor.

    Seddon, H.R. 1966. Protozoan and Virus Diseases. Australia.Sherry. 2012.  Anaplasma Marginale dan Centrale (gambar). [online]. Tersedia

    http://mssherry.blogspot.com/2012/02/anaplasma-marginale-centrale.html

    [diakses tanggal 10 Oktober 2014]

    Solihat, Lilis. 2002. Temu Teknis Fungsional Non Peneliti Pemeriksaan SampelPenvakit-penyakit Parasit Darah di Laboratorium ParasitologiBalitvet.

    Soulsby, E. J. L. 1982.  Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated  Animal.New York (US): Academic Pr.

    Subronto. 2007.  Ilmu Penyakit Ternak II (revisi). Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press,Cetakan ke-3.

    Sudarmono, A.S dan Sugeng, Y.B., 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. JakartaSugeng, Y. B., 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.Sukanto. 1992. Petunjuk Diagnosa Parasit Darah Trypanosoma. Babesia dan

     Anaplasma. Proyek kerjasama Balitvet - ODA (1986 - 1992).PuslithangNak. Badan Lithang Pertanian. 13 - 16 .

    Surya, W.D., 1997.  Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Peternak danPemeliharaan Sapi Perah di Wilayah Pos Keswan Tanjung Sari, Sumedang

    [Skripsi]. Jurusan Penyakit Hewan dan Kesehatan Nasyarakat Veteriner.Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi

     Agribisnis dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian. Kalimantan Selatan.

    Susilorini, E., Sawitri, M. E., dan Muharlien. 2009.  Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Urquhart, G.M., Armour, J., Duncan, J.L., Dunn, A.M., Jennings, F.W. 2003.

    Veterinary Parasitology 2nd Edition. Scotland (GB): Blackwell Publishing.Wibowo, J. R..2014. Kajian Penyakit Parasit Darah Pada Sapi Potong di

    Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.[Skripsi].

    Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    42/59

    29

    Wilson, A. J., dan Ronohardjo,P .1984. Some faktors affecting the control of bovine anaplasmosis with special reference to Australia and Indonesia.Prer. Get. Med. 2: 121 - 134.

    Wirawan, H. P. dan Tim Laboratorium Parasitologi. 2011. Survey Internal dan

    Eksternal Parasit. Maros: Direktorat Jenderal Peternakan dan KesehatanHewan Balai Besar Veteriner.

    Yudhie. 2009. Schistosomiasis dan Anaplasmosis [Online] . Tersediahttp://yudhiestar.blogspot.com/2009/10/schistosomiasis-dan

    anaplasmosis.html [Diakses tanggal 26 september 2014)

    Zakariah, M.A., 2013 Manajemen Pemeliharaan Ternak di Adi Farm dan Lembah

    Hijau Multifarm (Online). Tersedia pada:

    http://www.researchgate.net/profile/Askari_Zakariah/publication/23532632

    3_Manajemen_Pemeliharaan_Ternak_di_Adi_Farm_dan_Lembah_Hijau_

    Multifarm/links/0912f510c6e201e774000000.pdf. [diakses 14 Januari

    2015].

    Zwart, D. 1959.  A research into the presence of blood parasites in cattle at  Merauke (Dutch New Guinea).Tijdschr.Diergeneesk. 84: 90 - 98.

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    43/59

    LAMPIRAN

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    44/59

    Lampiran 1. Gamb

    Keterangan :

    1. Frosted Area

    untuk pelabel2. Head (Kepal

    darah.

    3. Body (Badan)

    4. Tail (Ekor), b

    darah.

    5. Zone of Mor

    optimal untuk

    r Pola Pemeriksaan Slide

     

    (Area Kosong), bagian kosong dari slide

    an, pmberian nomor atau informasi lainnya.), bagian kepala yang merupakan daerah

    , bagian yang lebih tipis dari bagian kepala.

    agian akhir atau ujung yang merupakan daer

    hology (Zona Morfologi), daerah yang me

    pemeriksaan mikroskop dengan panjang ku

    30

     

    yang digunakan

      tebal dari ulas

     

    ah tipis dari ulas

      miliki ketebalan

      ang lebih 2 cm,

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    45/59

    31

    Lampiran 2. Kuesioner

    PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO ANAPLASMOSIS PADA SAPI

    BALI DI KELURAHAN LALABATA RILAU KECAMATAN LALABATA

    KABUPATEN SOPPENG

    I. INFORMASI DASAR

    II. POPULASI TERNAK

    Jumlah sapi yang dipelihara

    Ternak  0-6 bulan >6-12 bulan >1-3 tahun

    Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

    Sapi

    III. MANAJEMEN PEMELIHARAAN

    1. Bagaimana Anda memelihara ternak?

    a. Sapi dilepas atau digembalakan terus menerus (ekstensif)

    b. Sapi dilepas atau digembalakan pada siang hari dan dikandangkan malam

    hari (semi intensif)

    c. Sapi dikandangkan (intensif)

    2. BagaimanaAndamerawatsapi ?

    a. Sapi dimandikan setiap hari

    b. Sapi dimandikan sekali dalam seminggu

    c. Tidak dimandikan atau dibiarkan.3. Bagaimana kondisi sapi Anda?

    a. Sapi terlihat sehat, tidak terdapat tanda-tanda sapi sakit.

    b. Sapi terlihat sakit

    c. Sapi dikerumuni ektoparasit (lalat, kutu, caplak, dan lain-lain)

    IV. KONDISI KANDANG

    1. Bagaimana letak kandang sapi Anda?

    a. Kandang sapi dekat dengan lading penggembalaan

    b. Kandang sapi dekat dengan kandang sapi lainnya

    c.   ………………………………………………

    1. Nomor kuesioner   : ………………… Tanggal : ………………2. Nama enumerator   :………………………................................3. Nama peternak/pengelola   : ……………...…………………..………...

    a. Jenis kelamin : ( Pria ) ( Wanita )

    b. Umur   : ………………..Tahunc. Pendidikan : ( SD/SR ) / ( SMP ) / ( SMA ) / ( PT )

    d. Pengalaman beternak sapi :  …………….tahun4. Alamat   : ……………………………………………

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    46/59

    32

    2. Bagaimana kondisi kandang sapi Anda?

    a. Disekitar area kandang terdapat sisa pakan dan kotoran

    b. Lantai kandang beralaskan rumput atau tanah

    c.   ……………………………………………….3. Bagaimana kandang yang baik menurut Anda?

    a. Kandang dibersihkan secara berkala

    b. Kandang dibersihkan dengan menggunakan desinfektan

    c. Kandang tidak perlu dibersihkan

    V. PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT ANAPLASMOSIS PADA

    SAPI

    1. Apakah anda pernah mendengar penyakit kuning (Anaplasmosis) pada sapi?

    a. Ya.

    b. Tidak.

    c.   …………………………………………2. Apakah penyakit kuning (Anaplasmosis) pada sapi itu?

    a. Penyakit yang disebabkan oleh parasit darah yang ditularkan oleh caplak.

    b. Penyakit yang disebabkan oleh virus

    c. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri

    3. Bagaimana penularan penyakit kuning (Anaplasmosis) pada sapi?

    a. Ditularkan oleh kutu yang menempel (capklak)

    b. Ditularkan oleh lalat (bukan lalat penggigit)

    c. Ditularkan oleh pinjal.4. Tindakan untuk mencegah penyakit kuning (Anaplasmosis) pada sapi?

    a. Memusnahkan faktor penularan (vektor)

    b. Memindahkan sapi ke lingkungan yang sehat.

    c. Memberikan vaksinasi atau obat.

    d.   …………………………..5. Tindakan apa yang dilakukan untuk mengendalikan faktor penularan (vektor)?

    a. Menggunakan insektisida

    b. Meggunakan perangkap serangga

    c. Diusir secara mekanis (dipukul, buat perapian, dan sebagainya)d.   ……………………………………..

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    47/59

    33

    Lampiran 3. Data Hasil Kuesioner

    kuesioner nama kasus jeniskelamin umur tingkatpendidikan alamat jumlahternakpengalamanbeternak sistempemeliharaan

    pa001 la siang 0 1 45 tdktmtsd panincong 3 30 semi intensi f  

    pa002 hmzh t 0 1 50 sd panincong 5 20 semiintensif  

    pa003 daya 0 2 60 sd panincong 3 30 semiintensif  

    pa004 muh.tang 0 1 55 tdktmtsd panincong 2 20 semiintensif  

    pa005 njmddin 0 1 58 tdktmtsd panincong 4   20 semi intensi f  pa006 la boko 0 1 62 tdksklh panincong 9 50 semiintensif  

    pa007 la semma 0 1 50 tdktmtsd panincong 1   40 ekst ensi f  

    pa012 hmzh 0 1 70 tdksklh panincong 1 40 ekstensif  

    pa015 h. lennu 0 1 60 tdktmtsd panncong 3 40 semiintensif  

    pa010 sahrul 0 1 40 sd panincong 3 20 semiintensif  

    pa011 la mure 0 1 52 sd panincong 4 20 semiintensif  

    pa016 zainuddn 0 1 49 sma panincong 8 10 semiintensif  

    pa018 adi 0 1 33 sd panincong 4 10 semiintensif  

    pa019 la onton 0 1 50 tdktmtsd panincong 8 30 semiintensif  

    pa021 jafar 0 1 49 tdktmtsd panincong 3 20 semiintensif  

    pa022 h.aras 0 1 75 tdksklh panincong 5 50 semiintensif  

    pa023 h.upe 0 2 60 sd panincong 4 40 semiintensif  

    pa024 h.frmn 0 1 35 sd panincong 4 5 semiintensif  

    pa025 aliming 0 1 75 PT panincong 6 50 semiintensif  

    pa026 jmlddin 1 1 33 tdktmtsd panincong 4 3 semiintensif  

    pa031 tamring 0 1 42 tdktmtsd panincong 4 20 semiintensif  

    pa035 burhanud 0 1 40 tdktmtsd panincong 8 10 semiintensif  

    le001 la hatta 0 1 55 tdktmtsd laempa 9 18 semiintensif  

    le002 bahar 0 1 45 tdktmtsd laempa 2 15 semiintensif  

    le003 a.haruna 0 2 50 tdktmtsd laempa 5 20 semiintensif  le004 hana 0 2 43 tdktmtsd laempa 2 25 semiintensif  

    le005 siti 0 2 45 tdktmtsd laempa 1 20 ekstensif  

    le006 salebu 0 1 60 tdktmtsd laempa 9 20 semiintensif  

    le007 sukardi 0 1 55 tdktmtsd laempa 6 15 semiintensif  

    le008 aras 0 1 47 tdktmtsd laempa 3 27 semiintensif  

    le011 mega 0 2 45 tdktmtsd laempa 1 18 ekstensif  

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    48/59

    34

    caramerawatsapi kondisisapi letakkandang kondisikandang kandang yang baik

    mndisetiaphr sehat kandangsapisendiri sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    tdkdmndikan sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain beralaskanrumput dbrsihkanbrkala

    tdkdmndikan sehat tdkdikandangkan beralaskanrumput dbrsihkanbrkala

    tdkdmndikan sehat tdkdikandangkan beralaskanrumput dbrsihkanbrkalamndisetiaphr sehat dktldgpnggmbln kandang d semen dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktldgpnggmbln beralaskanrumput dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen desinfektan

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala

    tdkdmndikan sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat kandangsapisndiri kandang d semen dbrsihkanbrkala

    tdkdmndikan sehat kandangsapisndiri sekitaradasisaktrndnpakan desinfektan

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat kandangsapisndiri kandang d semen dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain beralaskanrumput dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain beralaskanrumput dbrsihkanbrkala

    tdkdmndikan sehat tdkdikandangkan beralaskanrumput dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat kandangsapisndiri kandang d semen dbrsihkanbrkalamndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala

    mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala

    tdkdmndikan sehat tdkdikandangkan beralaskanrumput dbrsihkanbrkala

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    49/59

    35

    pernahmendengaranaplasmos

    is

    apakahpenyakitanaplasmo

    sis

    Bagaimanapenular

    an

    tindakanuntukmenceg

    ah

    tindakanuntukmengendalikanfaktorpenul

    aran

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 tidak 1

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 tidak 10 tidak 1

    0 insektisida 0

    0 tidak 1

    0 tidak 1

    0 insektisida 0

    0 insektisida 0

    0 insektisida 0

    0 tidak 1

    0 insektisida 0

    0 insektisida 0

    0 tidak 1

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 insektisida 0

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 insektisida 0

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

    0 diasapi 0

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    50/59

    36

    Lampiran 4. Hasil Olah Data

    Kasus

    Frequency Percent Valid Percent Cumulative PercentValid Negatif 30 96.8 96.8 96.8

    Positif 1 3.2 3.2 100.0

    Total 31 100.0 100.0

    JenisKelamin

    Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

    Valid laki2 25 80.6 80.6 80.6

    wnt 6 19.4 19.4 100.0

    Total 31 100.

    0

    100.0

    Umur

    Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

    Valid 33 2 6.5 6.5 6.5

    35 1 3.2 3.2 9.7

    40 2 6.5 6.5 16.1

    42 1 3.2 3.2 19.443 1 3.2 3.2 22.6

    45 4 12.9 12.9 35.5

    47 1 3.2 3.2 38.7

    49 2 6.5 6.5 45.2

    50 4 12.9 12.9 58.1

    52 1 3.2 3.2 61.3

    55 3 9.7 9.7 71.0

    58 1 3.2 3.2 74.2

    60 4 12.9 12.9 87.1

    62 1 3.2 3.2 90.3

    70 1 3.2 3.2 93.5

    75 2 6.5 6.5 100.0

    Total 31 100.0 100.0

  • 8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so

    51/59

    37

    TingkatPendidikan

    Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

    Valid PT 1 3.2 3.2 3.2

    sd 7 22.6 22.6 25.8

    sma 1 3.2 3.2 29.0

    tdk sklh 3 9.7 9.7 38.7

    tdk tmt sd 19 61.3 61.3 100.0

    Total 31 100.0 100.0

    Pengalaman

    Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

    Valid 3 1 3.2 3.2 3.2

    5 1 3.2 3.2 6.5

    10 3 9.7 9.7 16.1

    15 2 6.5 6.5 22.6

    18 2 6.5 6.5 29.0

    20 10 32.3 32.3 61.3

    25 1 3.2 3.2 64.5

    27 1 3.2 3.2 67.7

    30 3 9.7 9.7 77.4

    40 4 12.9 12.9 90.3

    50 3 9.7 9.7 100.0

    Total 31 100.0 100.0

    JumlahTernak

    Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

    Valid 1 4 12.9 12.9 12.9

    2 3 9.7 9.7 22.6

    3 6 19.4 19.4 41.9

    4 7 22.6 22.6 64.5

    5 3 9.7 9.7 74.2

    6 2 6.5 6.5 80.6

    8 3 9.7 9.7 90.3

    9 3