faktor2 yg mempengaruhi loss follow up

114
i TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA YANG MENERIMA TERAPI ARV DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN 2002 2012 DESAK NYOMAN WIDYANTHINI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Upload: dewiian-putri

Post on 06-Feb-2016

44 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

faktor yang mempengaruhi loss follow up pada pasien hiv/aids

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

i

TESIS

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA

YANG MENERIMA TERAPI ARV

DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI

TAHUN 2002 – 2012

DESAK NYOMAN WIDYANTHINI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

ii

TESIS

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA

YANG MENERIMA TERAPI ARV

DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI

TAHUN 2002 – 2012

DESAK NYOMAN WIDYANTHINI

NIM. 1292161003

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

iii

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA

YANG MENERIMA TERAPI ARV

DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI

TAHUN 2002 – 2012

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

DESAK NYOMAN WIDYANTHINI

NIM. 1292161003

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

iv

Page 5: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

v

Tesis Ini Telah Diuji pada

Pada Tanggal 9 Juni 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Rektor

Universitas Udayana, No.: 0183 / UN 14.4 / HK / 2014, Tanggal 28 Januari 2014

Ketua : Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH

Anggota :

1. dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH

2. Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD

3. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA(K)

4. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si

Page 6: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

vi

Page 7: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puii syukur penulis panjatkan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan

Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-Nya/karunia-Nya,

tesis ini dapat diselesaikan.

Perkenankanlah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebsesar-besarnya kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH, pembimbing

I sekaligus sebagai Direktur di Yayasan Kerti Praja yang merupakan tempat

penelitian, Pembimbing Akademik, dan Ketua Program Studi Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universits Udayana yang dengan penuh perhatian telah

memberikan bimbingan, perhatian, dan dukungan selama penulis mengikuti

program pasca sarjana, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih

sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada dr. Anak Agung Sagung Sawitri,

MPH, pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah

memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

Ucapan yang sama pula penulis sampaikan kepada Rektor Universitas

Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD atas kesempatan dan

fasilitas yang diberikan kepana penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan Program Pasca Sarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih

juga penulis tujukan kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku

Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang

diberikan kepada penulis sebagai mahasiswa Program Pasca Sarjana di

Universitas Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa

terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD, Prof. Dr. dr.

Mangku Karmaya, M.Repro PA(K), Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si.

selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan, saran, sanggaan, dan

koreksi sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada The Kirby Institute, University of New South

Wales yang telah memberikan bantuan finansial sehingga meringankan beban

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Page 8: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

viii

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Mamak dan Bapak yang telah mendukung penulis

dalam melanjutkan studi di Program Pasca Sarjana baik berupa dukungan moril

maupun finansial, serta kepada Kiki yang senantiasa memberikan dukungan disaat

penulis merasakan jenuhnya menulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih

pada kakak-kakak tercinta, Opank, Ade, Bli Putu dam Bli Gde yang selalu

memberikan semangat dan dukungan, serta ponakan-ponakan tercinta Depu, Icha,

dan Marchia yang telah menjadi penghibur dan pembuat tawa.

Semoga Ida sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Penulis,

Page 9: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

ix

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA

YANG MENERIMA TERAPI ARV

DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN 2002 –

2012

HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan global. Penemuan obat

antiretroviral (ARV) pada tahun 1995 telah mampu menurunkan kematian dan

memperpanjang usia orang dengan HIV/AIDS (odha). Monitoring dan evaluasi

diperlukan untuk menilai keberhasilan program pengobatan ARV, dengan salah

satu indikator keberhasilannya adalah jumlah odha yang loss to follow up. Odha yang loss to follow up atau berhenti memakai ARV akan meningkatkan resistensi terhadap ARV, meningkatkan risiko untuk menularkan HIV pada orang lain, serta meningkatkan risiko kematian pada odha. Tujuan penelitian ini akan dapat memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan loss to follow up pada odha di Bali. Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal dengan analisis data

sekunder yang dilakukan dengan mengekstraksi rekam medis odha yang memulai

terapi ARV pada tahun 2002 sampai dengan 2012 di Yayasan Kerti Praja (YKP).

YKP adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Bali yang telah

melakukan sejumlah program mengenai HIV&AIDS. Cox Proportional Hazard

Model digunakan untuk menilai hubungan antara beberapa variabel dengan loss to

follow up. Variabel yang dianalisis adalah; usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

jenis pekerjaan, adanya pengawas minum obt (PMO), kadar CD4, berat badan,

hemoglobin, infeksi oportunistik, dan risiko penularan HIV. Semua variabel

tersebut adalah kondisi saat pertama kali memulai terapi. Loss to follow up adalah

odha yang tidak melanjutkan terapi ARV di YKP selama > 3 bulan, atau tidak

diketahui keberadaan maupun status penggunaan ARVnya, atau putus obat.

Sebagai kriteria inkusi adalah odha yang memiliki lebih dari satu kali kunjungan

ke YKP.

Sampel dalam penelitian ini adalah 548 odha. Dari jumlah tersebut, 77

(14,1%) diantaranya loss to follow up dan 471 (85,9%) tidak loss to follow up.

Insiden loss to follow up adalah 5,15 per 100 person years . Pada analisis

multivariat, loss to follow up 1,8 kali lebih tinggi pada odha yang tidak memiliki

PMO dibandingkan yang memiliki PMO (HR=1,8; 95 % CI=1,11-2,87; p=0,016).

Loss to follow up 0,3 kali lebih rendah pada odha dengan riwayat penasun

dibandingkan kelompok heteroseksual sebagai pekerja seks (HR=0,4; 95 %

CI=0,79-0,67; p=0,002). Loss to follow up lebih rendah pada odha yang berumur

di atas 32 tahun (HR=0,6; 95 % CI=0,34-0,95; p=0,031).

Page 10: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

x

Tiga variabel yang secara statistik terbukti memiliki hubungan dengan loss to

follow up adalah adanya PMO, umur, dan faktor risiko penularan. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk merumuskan program care support

and treatment (CST) terutama dalam hal pendampingan dan pemberian konseling

yang lebih intensif pada kelompok yang berisiko.

Kata kunci: Analisis survival, Odha, Terapi ARV, Loss to Follow Up

Page 11: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xi

ABSTRACT

FACTORS ASSOCIATED WITH

LOSS TO FOLLOW UP AMONG PLHIV

WHO RECEIVE ARV THERAPY

IN AMERTHA CLINIC, KERTI PRAJA FOUNDATION, BALI

YEAR 2002 - 2012

HIV/AIDS is a global health problem. The discovery of antiretroviral drugs

(ARVs) in 1995 has been able to reduce mortality and extend the life of people

living with HIV/AIDS (PLHIV). Monitoring and evaluation is needed to assess

the success of ARV treatment programs, with one indicator of success is the

number of PLHIV that loss to follow-up. Patients were loss to follow-up or stop

taking ARVs will increase resistance to antiretroviral drugs, increasing the risk of

transmitting HIV to others, as well as increase the risk of death among PLHIV.

This study will provide an overview of the factors associated with loss to follow-

up on PLHIV in Bali.

Longitudinal study to analysis secondary data was conducted by extracting

medical records of HIV patients who had started ART between 2002 until 2012 at

Kerti Praja Foundation (YKP). YKP was one of non government organization

(NGO) in Bali who has carried out a number of programs concerning HIV&AIDS

and STI prevention and treatment. Cox Proportional Hazard Model was used to

assess relationship between variables with of loss to follow-up. Variables included

in the analyses were; age, sex, education level, occupation, the presence of

supervisor of ART, CD4 count, weight, hemoglobin, history of opportunistic

infection, and mode of HIV transmission. All variables are variables at baseline.

Lost to follow-up was defined as when the patients did not come to seek ART in

at least 3 months at the scheduled visit, could not track down, or stop the

treatment. Patients were included in analysis if they had more than one visit YKP

clinic.

The total sample is 548 PLHIV. Of the 548 PLHIV, 77 (14,1%) were lost to

follow up and 471 (85,9%) were retained in treatment, died, or moved away.

Incidence rate of loss to follow up was 5,15 per 100 person years. In multivariate

analysis, patients who didn’t have supervisor of ART 1.8 times more likely to

loss to follow-up (HR=1,8; 95% CI=1,11-2,87; p=0,016). Patients with history of

injecting drugs were less likely to loss to follow-up compared with those with a

history of heterosexual transmission mode as sex workers (HR=0,3; 95%

CI=0,17-0,67; p=0,002). Patients with aged above 32 years old were less likely to

loss to follow-up (HR=0,6; 95% CI=0,34-0,95; p=0,031).

Three variables are statistically proven to have a relationship with loss to

follow-up are supervisor of ARV, age, and risk factors of transmission.

Page 12: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xii

The results of this study are expected to be input to formulate a program of

support and care treatment (CST), especially in terms of mentoring and the

provision of more intensive counseling on risk groups.

Keywords : Survival analysis, HIV positive individuals, ARV Therapy, Lost to

follow- up

Page 13: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .................................................................................................. i

SAMPUL DALAM ................................................................................................. ii

LEMBAR PERSYARATAN GELAR ................................................................. vii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... v

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..................................................... v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................. vi

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. vii

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

ABSTRACT ........................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vix

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 10

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................ 12

2.1 HIV/AIDS ................................................................................................. 12

2.2 Terapi ARV .............................................................................................. 15

2.3 Efek Loss to Follow Up Terapi ARV ....................................................... 18

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan loss to follow up pada odha yang

Menerima Terapi ARV ............................................................................. 20

2.5 Perilaku ..................................................................................................... 25

Page 14: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xiv

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN

HIPOTESIS

PENELITIAN ..................................................................................... 32

3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 32

3.2 Konsep Penelitan ......................................................................................... 35

3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 36

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 38

4.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 38

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 38

4.3 Penentuan Sumber Data .............................................................................. 38

4.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 40

4.5. Instrumen Penelitian.................................................................................... 42

4.6. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................................... 43

4.7. Analisis Data ................................................................................................ 45

BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................ 48

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ................................................................ 48

5.2 Analisis Bivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss To Follow

Up .............................................................................................................. 51

5.3 Analisis Multivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss To

Follow Up ................................................................................................. 53

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 55

6.1 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss To Follow Up .................. 55

6.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 60

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 61

7.1 Simpulan ................................................................................................... 61

7.2 Saran ......................................................................................................... 61

Page 15: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xv

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62

LAMPIRAN .......................................................................................................... 67

Page 16: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xvi

DAFTAR TABEL

2.1 Target Terapi Antiretroviral ...................................................................... 16

2.2 Rekomendasi untuk Memulai Terapi ARV............................................... 16

4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................................. 41

5.1 Komparabilitas Sampel Penelitian ............................................................ 49

5.2 Hasil Analisis Bivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss to

Follow Up ................................................................................................ 51

5.3 Hasil Analisis Multivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss to

Follow Up ................................................................................................ 53

Page 17: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xvii

DAFTAR GAMBAR

3.2 Konsep Penelitian .............................................................................................. 35

5.2 Kurva Kaplan Meir Loss to Follow Up .......................................................... 50

Page 18: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xviii

DAFTAR SINGKATAN

AIDS = Acquired Immuno Deficiency Syndrome

ARV = Antiretroviral

ASI = Air Susu Ibu

CD4 = Cluster of differentiation 4

CDC = Centers for Disease Control

CFR = Case Fatality Rate

HIV = Human Immunodeficiency Virus

HBM = Health Belief Model

IMS = Infeksi Menular Seksual

KPA = Komisi Penanggulangan AIDS

LSL = Lelaki Seks dengan Lelaki

odha = Orang dengan HIV/AIDS

Penasun = Pengguna narkoba suntik

PDP = Perawatan, dukungan dan pengobatan

PMO = Pengawas Minum Obat

TAHOD = Treat Asia HIV Observational Database

UPPI = Unit Perawatan Intermediit Penyakit Infeksi

VCT = Voluntary Counselling and Testing

WHO = World Health Organization

PSP = Pekerja Seks Perempuan

Page 19: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Pengmpulan Data

Lampiran 2 Ethical Clearance dari Litbang FK UNUD/RSUP Sanglah

Denpasar

Lampiran 3 Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Provinsi Bali

Lampiran 4 Rekomendasi Penelitian dari Kesbangpol Kota Denpasar

Lampiran 5 Hasil Output STATA

Page 20: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak pertama kali ditemukan di tahun 1981 HIV/AIDS telah berkembang

menjadi masalah kesehatan global. Menurut laporan UNAIDS (2013) secara

global jumlah kasus HIV/AIDS pada tahun 2012 sebanyak 35,3 juta. Infeksi baru

di tahun 2012 diperkirakan 2,3 juta dan meninggal sebanyak 1,6 juta. Dengan

penambahan jumlah kasus sebanyak 700.000, dibandingkan tahun 2001 infeksi

baru pada tahun 2012 telah menurun sebanyak 33%. Untuk kawasan Asia dan

Pasifik, jumlah kasus baru di tahun 2012 diperkirakan sebanyak 350.000 dengan

penurunan 26% dari tahun 2001.

Penurunan infeksi baru tersebut adalah karena perubahan perilaku seksual

masyarakat dan pengobatan dengan terapi antiretroviral (ARV). Menurut laporan

UNAIDS (2013) sejak tahun 2000 telah terjadi perubahan perilaku seksual yang

lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan pengetahuan tentang

pencegahan HIV/AIDS pada usia muda, penurunan jumlah usia dibawah 15 tahun

yang telah melakukan hubungan seksual, peningkatan pemakaian kondom pada

multiple sex partner, dan meningkatnya jumlah usia muda yang melakukan tes

HIV. Dalam beberapa tahun terakhir telah banyak penelitian yang menunjukkan

bahwa pengobatan terapi ARV mampu menurunkan risiko penularan HIV/AIDS

sebanyak 96% (UNAIDS, 2013).

Page 21: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

2

2

Sejak ditemukan kasus pertama di Indonesia tahun 1987 (pada seorang turis

Belanda yang sedang berlibur di Bali) kasus HIV/AIDS yang dilaporkan ke

Kementerian Kesehatan terus meningkat dari tahun ke tahun yaitu sebanyak

179.775 kasus pada tahun 2013 (Depkes, 2014). Laporan UNAIDS (2013) untuk

HIV/AIDS di kawasan Asia dan Pasifik menyatakan Indonesia sebagai salah satu

negara di kawasan Asia dengan peningkatan infeksi baru HIV/AIDS. Antara tahun

2001 dan 2012 infeksi baru HIV/AIDS di Indonesia meningkat 2,6 kali. Perkiraan

jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan

China.

Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Propinsi Bali sampai dengan tahun

2013 sebanyak 12.044 kasus, dimana Propinsi Bali berada di urutan kelima

(dalam hal jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkan ke Kementerian

Kesehatan) setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, dan Jawa Barat. Prevalensi

kasus AIDS di Bali sebesar 102,42 per 100.000 penduduk, menempati urutan

kedua setelah prevalensi kasus AIDS di Papua (Kemenkes, 2014).

Penemuan obat antiretroviral (ARV) pada tahun 1995 telah mampu

menurunkan kematian dan memperpanjang usia orang dengan HIV/AIDS (odha).

Meskipun belum mampu menyembuhkan penyakit ataupun membunuh virus dan

menambah tantangan dalam hal efek samping serta resistensi kronis terhadap obat,

namun terapi ARV mampu menghentikan progresivitas penyakit HIV/AIDS

dengan menekan replikasi HIV, memulihkan sistem imun dengan mengurangi

terjadinya infeksi oportunistik, menurunkan angka kesakitan dan kematian,

sehingga meningkatkan kualitas hidup odha. ARV mampu meningkatkan

Page 22: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

3

harapan masyarakat sehingga saat ini paradigma HIV/AIDS sebagai penyakit

yang fatal dan mematikan telah berubah. HIV/AIDS telah diterima sebagai

penyakit kronik yang dapat dikendalikan (Depkes, 2006). Meskipun mampu

menurunkan risiko penularan HIV, terapi ARV dikhawatirkan dapat

meningkatkan perilaku seksual dan menyuntik berisiko. Dalam penelitian oleh Fu

dkk dinyatakan bahwa terdapat dua hipotesis yang mendukung perilaku seksual

berisiko setelah terapi ARV dimulai, yaitu: 1) adanya perbaikan terhadap status

klinis dapat meningkatkan keinginan untuk berperilaku yang berisiko; dan 2)

sikap atau pengetahuan yang rendah tentang penularan HIV selama mengikuti

terapi ARV. Penelitian ini tidak menemukan bukti kompensasi perilaku yang

berisiko setelah memulai terapi ARV, namun perilaku berisiko baik perilaku

seksual maupun menyuntik dapat meningkat setelah pemakaian ARV jika

sebelum mengikuti terapi odha telah memiliki perilaku berisiko (Fu dkk, 2012).

Program penanggulangan AIDS di Indonesia terdiri dari 4 komponen dalam

upaya untuk menuju 3 zero, yaitu: Zero new infection, Zero AIDS-related death

dan Zero Discrimination. Empat komponen tersebut meliputi: pencegahan;

perawatan, dukungan dan pengobatan; mitigasi dampak berupa dukungan

psikososio-ekonomi; dan penciptaan lingkungan yang kondusif. Komponen yang

kedua, yaitu perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) yang meliputi

penguatan dan pengembangan layanan kesehatan, pencegahan dan pengobatan

infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral dan dukungan serta pendidikan dan

pelatihan bagi odha. Program PDP terutama ditujukan untuk menurunkan angka

kesakitan dan rawat inap, angka kematian yang berhubungan dengan AIDS, dan

Page 23: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

4

meningkatkan kualitas hidup orang terinfeksi HIV. Pencapaian tujuan tersebut

dapat dilakukan antara lain dengan pemberian terapi antiretroviral (ARV)

(Depkes, 2011).

Sampai dengan 31 Desember 2013 tercatat jumlah odha yang mendapatkan

terapi ARV sebanyak 73.774 orang, dimana 96% diantaranya adalah dewasa dan

4% adalah anak-anak. Dari jumlah tersebut hanya 53% yang masih mengikuti

terapi ARV, sementara 18,5% meninggal, 7,7% pindah, 2,9% berhenti, dan 17,3%

loss to follow up (Kemenkes, 2014).

Berdasarkan Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral tahun 2007

dikemukakan bahwa pemberian ARV pada odha diindikasikan untuk: a) odha

tanpa gejala klinis (stadium klinis 1) dan belum pernah mendapat terapi ARV jika

kadar CD4 ≤ 200 sel/mm3; b) odha dengan gejala klinis dan belum pernah

mendapat terapi ARV diberikan jika pasien datang dengan jumlah CD4 <200

sel/mm3 dan stadium klinis 3 atau 4 tanpa memandang jumlah CD4; c)

perempuan hamil dengan HIV diberikan pada stadium klinis 1 atau 2 dan jumlah

CD4 < 200 sel/mm3, stadium klinis 3 dan kadar CD4 < 350 sel/mm3, dan

stadium klinis 4 tanpa memandang jumlah CD4; d) odha dengan Koinfeksi TB

yang belum pernah mendapat terapi ARV diberikan jika terdapat gejala TB aktif

dan jumlah CD4 <350 sel/mm3; sementara tidak ada rekomendasi khusus pada

odha dengan Koinfeksi Hepatitis B (HBV) yang belum pernah mendapat terapi

ARV. Sedangkan Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral tahun 2011

merekomendasikan pemberian terapi ARV untuk: a) odha tanpa gejala klinis

(stadium klinis 1) dan belum pernah mendapat terapi ARV jika kadar CD4 ≤ 350

Page 24: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

5

sel/mm3; b) odha dengan gejala klinis dan belum pernah mendapat terapi ARV

diberikan pada odha dengan stadium klinis 2 bila CD4 < 350 sel/mm3 atau

stadium klinis 3 atau 4, berapapun jumlah CD4; c) terapi ARV diberikan pada

semua ibu hamil berapapun jumlah CD4 atau apapun stadium klinis; d) odha

dengan Koinfeksi TB yang belum pernah mendapat terapi ARV diberikan tanpa

melihat jumlah CD4; dan e) odha dengan koinfeksi Hepatitis B (kronis aktif),

berapapun jumlah CD4 (Kemenkes, 2011). Kriteria terbaru Surat Edaran Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan

Pengendalian HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) menyebutkan bahwa

inisiasi dini ART tanpa melihat nilai CD4 pada mereka yang HIV (+) yaitu: ibu

hamil, pasien koinfeksi TB, lelaki seks dengan lelaki (LSL), pasien koinfeksi

Hepatitis B dan C, pekerja seks perempuan (PSP), pengguna narkoba suntik

(Penasun), odha yang pasangan tetapnya masih memiliki status HIV (-) dan tidak

menggunakan kondom secara konsisten. Sebelum mendapat terapi ARV pasien

harus dipersiapkan secara matang dengan diberikan informasi dan konseling

tentang manfaat, efek samping, resistensi dan tata cara penggunaan ARV,

kesanggupan dan kepatuhan karena terapi ARV akan berlangsung seumur

hidupnya.

Menurut Nasronudin (2007) dalam pemberian terapi ARV ada sepuluh

prinsip yang perlu dijadikan acuan, yaitu: indikasi, kombinasi, pilihan obat,

kompleksitas, resistensi, informasi, motivasi, monitoring, target pengobatan, dan

efikasi. Monitoring dan evaluasi diperlukan untuk menilai keberhasilan program

pengobatan ARV, dimana indikator keberhasilannya adalah: a) kepatuhan sesuai

Page 25: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

6

petunjuk (adherence); b) penurunan jumlah viral load setelah 6 bulan memulai

terapi; c) peningkatan kualitas hidup atau penurunan jumlah kematian akibat

AIDS, dan d) jumlah odha yang loss to follow up ( Kemenkes, 2011 dan Martin

dkk, 2008).

Berbagai penelitian telah dilakukan di berbagai negara untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi odha yang loss to follow up terhadap terapi

ARV. Namun hasil penelitian-penelitian tersebut tidak menunjukkan hasil yang

konsisten (Odafe dkk, 2012; Honge dkk, 2013 ). Menurut hasil penelitian tersebut

faktor-faktor yang mempengaruhi odha yang loss to follow up antara lain : kadar

CD4 saat pertama kali memulai terapi (Martin dkk, 2008; Caluwaerts dkk, 2009;

Gerver dkk, 2010; Clouse dkk, 2013), umur (Caluwaerts dkk, 2009; Honge dkk,

2013; Saka dkk, 2013), jenis kelamin (Odafe dkk, 2012; Honge dkk, 2013), risiko

penularan (Ioannidis dkk, 1997; Lanoy dkk, 2006; Krishnan dkk, 2011;), dan

pendidikan (Krishnan dkk, 2011).

Tempat-tempat pelayanan ARV di Indonesia ditetapkan dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 451/Menkes/SK/XII/2012 tentang Rumah

Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS yaitu sebanyak 358 rumah

sakir di seluruh Indonesia. Untuk propinsi Bali layanan terapi ARV dilaksanakan

di RS Sanglah dan beberapa RS daerah lainnya. Salah satu layanan ARV yang

bukan merupakan RS di propinsi Bali adalah Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja

karena klinik ini adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) pionir dalam

layanan VCT dan ARV di Indonesia. Karena tidak termasuk dalam SK Menteri

tersebut klinik Amertha menjadi satelit dari RS Sanglah. Dalam artian permintaan

Page 26: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

7

atau supply ARV dan laporan pasien dilaksanakan di RS Sanglah . Selain VCT

dan layanan ARV, kegiatan lain yang dilakukan di Yayasan Kerti Praja berkaitan

dengan penanggulangan HIV/AIDS adalah penjangkauan (outreach) di lapangan,

pembagian kondom, dukungan sebaya, skrining/pemeriksaan berkala IMS,

pelatihan keterampilan bagi odha dan pekerja seks, serta penelitian-penelitian

yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Di klinik Amertha, odha yang memenuhi

syarat akan mendapat terapi ARV dengan pemantauan jumlah CD4 secara

berkala. Sampai dengan 11 Januari 2014 telah tercatat 787 pasien telah menerima

terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja, dimana 52,99% diantaranya

masih mengikuti terapi ARV, 19,06% telah pindah, 17,28% berhenti mengikuti

terapi, dan 10,67% telah meninggal (www.kertiprajafoundation.com, 2013).

Pasien yang loss to follow up atau berhenti memakai ARV akan

meningkatkan resistensi terhadap ARV, meningkatkan risiko untuk menularkan

HIV pada orang lain, serta meningkatkan risiko kematian pada odha. Untuk

mengurangi persentase jumlah loss to follow up perlu dilakukan penelitian tentang

sebab-sebab terjadinya loss to follow up. Namun penelitian seperti ini agak sulit

dilaksanakan terutama untuk odha karena sebagian besar alamatnya tidak

diketahui atau mereka hidup berpindah-pindah (mobile). Pendekatan lain adalah

dengan memperkirakan faktor-faktor penyebab loss to follow up berdasarkan data

yang tersedia di tempat layanan. Penelitian seperti ini pernah dilaksanakan di Bali,

yaitu pada tahun 2012. Bali menjadi salah satu site dari 18 site penelitian

TAHOD (Treat Asia HIV Observational Database) yang dilaksanakan di wilayah

Asia Pasifik, namun hasil penelitiannya dilaporkan secara agregate sehingga

Page 27: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

8

tidak memperlihatkan data Bali secara spesifik. Penelitian TAHOD tersebut

mengunakan data di RSUP Sanglah dimana sebagian besar sampelnya adalah ibu

rumah tangga dan odha yang tinggal menetap. Sedangkan pada penelitian ini,

dimana penelitian akan dilakukan di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja yang

sebagian besar sampelnya adalah pekerja seks perempuan dengan tingkat

mobilitas yang tinggi. Penelitian ini akan dapat memberikan gambaran yang lebih

spesifik terhadap odha yang loss to follow up di Bali dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, sehingga praktisi di lapangan dapat memanfaatkannya untuk

meningkatkan efektivitas program terapi ARV. Selain itu penelitian ini dapat

memberikan sumbangan pada bidang keilmuan terkait sehingga bisa digunakan

sebagai acuan oleh peneliti selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1.2.1 Adakah hubungan antara jenis kelamin dengan loss to follow up pada odha

yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali

Tahun 2002-2012?

1.2.2 Adakah hubungan antara umur dengan loss to follow up pada odha yang

menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali Tahun

2002-2012?

Page 28: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

9

1.2.3 Adakah hubungan antara tingkat pendidikan dengan loss to follow up

pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti

Praja Bali Tahun 2002-2012 ?

1.2.4 Adakah hubungan antara jenis pekerjaan dengan loss to follow up pada

odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja

Bali Tahun 2002-2012?

1.2.5 Adakah hubungan antara pengawas minum obat (PMO) dengan loss to

follow up pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha

Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012?

1.2.6 Adakah hubungan antara kadar CD4 dengan loss to follow up pada odha

yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali

Tahun 2002-2012?

1.2.7 Adakah hubungan antara berat badan odha dengan loss to follow up pada

odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja

Bali Tahun 2002-2012?

1.2.8 Adakah hubungan antara kadar hemoglobin dengan loss to follow up pada

odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja

Bali Tahun 2002-2012?

1.2.9 Adakah hubungan antara infeksi oportunistik yang menyertai dengan loss

to follow up pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha

Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012?

Page 29: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

10

1.2.10 Adakah hubungan antara faktor risiko penularan dengan loss to follow up

pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti

Praja Bali Tahun 2002-2012?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan loss to follow up

pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja

Bali Tahun 2002–2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini untuk mengetahui:

1. Karakteristik odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan

Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012, meliputi: a) jenis kelamin; b) umur; c)

pendidikan; d) pekerjaan; e) adanya pengawas minum obat (PMO); f) kadar

CD4; g) berat badan; h) kadar hemoglobin; i) infeksi oportunistik yang

menyertai; j) faktor risiko penularan saat pertama kali memulai terapi ARV

2. Hubungan antara beberapa variabel berikut pada odha yang menerima terapi

ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012 dengan

loss to follow up, yaitu: a) jenis kelamin; b) umur; c) pendidikan; d) pekerjaan;

e) pengawas minum obat (PMO); f) kadar CD4; g) berat badan; h) kadar

hemoglobin; i) infeksi oportunistik yang menyertai; dan j) faktor risiko

penularan.

Page 30: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

11

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Dapat menjadi masukan untuk penentu kebijakan dalam merumuskan

program care support and treatment (CST) dan tata laksana pasien dalam

program terapi ARV.

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam

pengembangan pengetahuan tentang faktor yang berhubungan dengan loss to

follow up pada odha dengan terapi ARV.

2. Dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya, terutama yang berkaitan

dengan ARV dan HIV/AIDS.

Page 31: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

12

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 HIV/AIDS

2.1.1 Pengertian HIV/AIDS

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrom merupakan sekumpulan

gejala yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Menurut

Centers for Disease Control (CDC) dalam Depkes (2006) seseorang yang

terinfeksi HIV dapat dikatakan menderita AIDS jika dia telah menunjukkan

gejala dari suatu penyakit yang merupakan akibat dari penurunan daya tahan

tubuh atau tes darah menunjukkan jumlah CD4 < 200/mm3. Seseorang yang telah

terinfeksi HIV/AIDS disebut dengan odha yaitu orang yang hidup dengan

HIV/AIDS (Depkes RI, 2006).

2.1.2 Terminologi Penularan HIV

HIV ditemukan pada cairan semen, sekresi serviks/vagina, limfosit, sel-sel

dalam plasma bebas, cairan serebrospinal, air mata, saliva, air seni, serta air susu.

Meskipun demikian bukan berarti semua cairan ini dapat menularkan infeksi HIV

karena konsentrasi HIV dalam cairan-cairan tersebut sangat bervariasi.

Berdasarkan penelitian, hingga saat ini cairan yang dapat menularkan HIV adalah

darah dan air mani/cairan semen dan serviks/vagina, serta air susu ibu yang dapat

menularkan HIV dari ibu ke bayinya. Dengan kata lain HIV dapat tersebar melalui

hubungan seksual yang berisiko (baik homoseksual maupun heteroseksual),

Page 32: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

13

penggunaan jarum suntik yang telah tercemar HIV, kecelakaan kerja pada sarana

pelayanan kesehatan (misalnya tanpa sengaja tertusuk jarum bekas pakai yang

telah tercemar HIV), transfusi darah, donor organ, tindakan medis invasif, serta

pada janin dari ibu yang telah terinfeksi HIV (baik pada saat mengandung,

melahirkan maupun saat pemberian air susu ibu). Sampai saat ini baik lewat

penelitian maupun laporan kasus, belum ada bukti bahwa HIV dapat menular

melalui kontak sosial, alat makan, toilet, kolam renang, udara di dalam ruangan,

atau oleh gigitan nyamuk/serangga (Depkes, 2006).

Epidemi HIV merupakan masalah serius yang menjadi tantangan kesehatan

masyarakat dunia. Secara umum kecenderungan epidemik terdiri dari tiga pola,

yaitu : (1) Epidemi meluas (generalized epidemic), yaitu keadaan dimana HIV

telah menyebar di populasi (masyarakat umum) yang ditunjukkan dengan

prevalensi lebih dari 1% diantara ibu hamil, (2) Epidemi terkonsentrasi

(concentrated epidemic), yaitu HIV yang menyebar di kalangan sub populasi

tertentu (seperti LSL, penasun, pekerja seks dan pasangannya) yang bisa dilihat

dari prevalensi lebih dari 5% secara konsisten pada sub populasi tersebut, dan (3)

epidemic rendah (low epidemic) yaitu HIV telah ada namun belum menyebar luas

pada sub populasi tertentu, prevalensi masih dibawah 5% pada sub populasi yang

dianggap berisiko (KPA, 2013).

2.1.3 Epidemi HIV/AIDS

Jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan ke Kementrian Kesehatan dalam

tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2011 jumlah kasus yang

dilaporkan sebanyak 28.317 kasus. Jumlah ini terus meningkat menjadi 30.121

Page 33: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

14

kasus di tahun 2012, dan menjadi 34.645 kasus pada tahun 2013. Meskipun

jumlah kasus yang dilaporkan mengalami peningkatan, tetapi case fatality rate

(CFR) AIDS mengalami penurunan yaitu 3,58% pada tahun 2011, menjadi 3,79%

tahun 2012, dan 1,67% pada tahun 2013. Proporsi kasus AIDS yang terjadi sejak

1987 sampai dengan tahun 2013 lebih banyak terjadi pada laki-laki (55%)

dibandingkan perempuan (30%), dimana sebagian besar kasus AIDS terjadi pada

kelompok usia produktif yaitu pada kelompok umur 20-29 tahun (34%),

kelompok umur 30-39 tahun (29%), dan pada kelompok umur 40-49 tahun (11%).

Dilihat dari faktor risikonya, sebagian besar penularan kasus AIDS adalah melalui

heteroseksual yaitu sebanyak 63%, dan penularan melalui jarum suntik sebanyak

16% (Depkes,2014).

Prevalensi HIV di Indonesia dari beberaa tempat sentinel pada tahun 2006

berkisar antara 21%-52% pada penasun, 1-22% pada PSP, dan 3%-17% pada

waria. Sejak tahun 2000 prevalensi HIV mulai konstan di atas 5% pada beberapa

sub populasi berisiko tertinggi tertentu. Penyebaran HIV yang sudah pada tahap

meluas (melalui hubungan seksual berisiko pada masyarakat umum dengan

prevalensi > 1%) terjadi di Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat (KPA, 2013).

Dari tahun 1987 sampai dengan Agustus 2013 jumlah kumulatif kasus

HIV/AIDS yang dilaporkan di Provinsi Bali adalah 8563 kasus, dengan proporsi

kasus terbanyak adalah di Denpasar (40,67%), kemudian Kabupaten Buleleng

(18,33%), dan Kabupaten Badung (14,45%). Proporsi kasus HIV/AIDS di Bali

masih didominasi oleh kelompok heteroseksual (78%), penasun (10%),

homoseksual (5%), dan perinatal (3%). Berdasarkan jenis kelamin, 64%

Page 34: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

15

diantaranya adalah laki-laki, sedangkan 36% adalah perempuan. Kasus paling

banyak pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebesar 39%, kelompok umur 30-

39 tahun, sebesar 36%, dan kelompok umur 40-49 tahun sebesar 14% (Dinkes

Provinsi Bali, 2014).

2.2 Terapi ARV

Terapi antiretroviral (ARV) ditemukan pada tahun 1995. Terapi ARV dapat

menekan replikasi HIV, dimana obat ini bekerja dengan mengurangi viral load

sampai serendah-rendahnya, sehingga mampu mengurangi kematian akibat AIDS.

Dalam Nasronudin (2007) disebutkan tujuan dari terapi ARV adalah :

a. Menurunkan angka kesakitan akibat HIV dan menurunkan angka kematian

akibat AIDS

b. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup penderita seoptimal mungkin

c. Mempertahankan dan mengembalikan status imun ke fungsi normal

d. Menekan replikasi virus serendah dan selama mungkin sehingga kadar HIV

dalam plasma <50 kopi/ml.

Secara umum target terapi ARV dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 35: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

16

Tabel 2.1

Target Terapi Antiretroviral

Target Uraian

Klinis

Imunologis

Virologis

Terapeutik

Epidemiologis

Kualitas hidup penderita ditingkatkan seoptimal mungkin dan

dipertahankan tetap optimal selama mungkin. Umur harapan hidup

penderita diharapkan dapat diperpanjang selama mungkin sejauh

diupayakan oleh manusia secara wajar, rasional, dan manusiawi

Status imun yang terganggu diusahakan untuk dipulihkan. Jumlah

limfosit total diusahakan dan dipertahankan >1200 dan atau CD4

ditingkatkan dan dipertahankan >500sel/mm3

Jumlah virus dapat ditekan paling tidak di bawah 400 kopi per ml atau

idealnya di bawah 50 kopi per ml dan dipertahankan tetap rendah

selama mungkin

Obat ARV dapat diterima oleh tubuh penderita dengan efek samping

dan resistensi seminimal mungkin

Transmisi infeksi HIV menurun bermakna. Perjalanan epidemiologi

HIV harus dapat diubah Sumber : Nasronudin, 2007

Untuk memulai terapi ARV ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi,

diantaranya pemeriksaan kadar CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis

infeksi HIV-nya. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARV pada

odha dewasa menurut Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan

Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa tahun 2011:

Page 36: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

17

Tabel 2.2

Rekomendasi untuk Memulai Terapi ARV

Target Populasi Stadium Klinis Jumlah Sel CD4 Rekomendasi

ODHA dewasa

Stadium klinis 1 dan

2

> 350 sel/mm3

Belum mulai terapi.

Monitor gejala

klinis dan jumlah

sel CD4 setiap 6-12

bulan

Stadium klinis 3 dan

4

< 350 sel/mm3

Mulai terapi

Pasien dengan ko-

infeksi TB

Stadium klinis 1, 2,

3, atau 4

Berapapun jumlah

sel CD4

Mulai terapi

Pasien dengan ko-

infeksi Hepatitis B

Kronik aktif

Stadium klinis 1, 2,

3, atau 4

Berapapun jumlah

sel CD4

Mulai terapi

Ibu Hamil

Stadium klinis 1, 2,

3, atau 4

Berapapun jumlah

sel CD4

Mulai terapi

Sumber : Kemenkes RI, 2011

Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral tahun 2007 merekomendasikan

pemberian ARV pada; a) odha tanpa gejala klinis (stadium klinis 1) dan belum

pernah mendapat terapi ARV jika kadar CD4 ≤ 200 sel/mm3; b) odha dengan

gejala klinis dan belum pernah mendapat terapi ARV diberikan jika pasien darang

dengan jumlah CD4 <200 sel/mm3 dan stadium klinis 3 atau 4 tanpa memandang

jumlah CD4; c) perempuan hamil dengan HIV diberikan pada stadium klinis 1

atau 2 dan jumlah CD4 < 200 sel/mm3, stadium klinis 3 dan kadar CD4 < 350

sel/mm3, dan stadium klinis 4 tanpa memandang jumlah CD4; d) odha dengan

Koinfeksi TB yang belum pernah mendapat terapi ARV diberikan jika terdapat

gejala TB aktif dan jumlah CD4 <350 sel/mm3; sementara tidak ada rekomendasi

khusus pada odha dengan Koinfeksi Hepatitis B (HBV) yang belum pernah

Page 37: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

18

mendapat terapi ARV. Sedangkan Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral

tahun 2011 merekomendasikan pemberian terapi ARV untuk; a) odha tanpa gejala

klinis (stadium klinis 1) dan belum pernah mendapat terapi ARV jika kadar CD4

≤ 350 sel/mm3; b) odha dengan gejala klinis dan belum pernah mendapat terapi

ARV diberikan pada odha dengan stadium klinis 2 bila CD4 < 350 sel/mm3 atau

stadium klinis 3 atau 4, berapapun jumlah CD4; c) terapi ARV diberikan pada

semua ibu hamil berapapun jumlah CD4 atau apapun stadium klinis; d) odha

dengan Koinfeksi TB yang belum pernah mendapat terapi ARV diberikan tanpa

melihat jumlah CD4; dan e) odha dengan koinfeksi Hepatitis B (kronis aktif),

berapapun jumlah CD4 (Kemenkes, 2011).

Peraturan-peraturan mengenai pemberian terapi antiretroviral senantiasa

diperbaharui. Berdasarkan surat edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 129 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pengendalian HIV-AIDS dan

Infeksi Menular Seksual (IMS) pada bagian III (Upaya, Perawatan, Dukungan dan

Pengobatan ) point 4 disebutkan bahwa “Inisiasi dini ART tanpa melihat nilai

CD4, dapat diberikan kepada mereka yang HIV (+) yaitu: Ibu hamil, pasien

koinfeksi TB, lelaki seks dengan lelaki (LSL), pasien koinfeksi Hepatitis B dan C,

pekerja seks perempuan (PSP), pengguna narkoba suntik (Penasun), odha yang

pasangan tetapnya masih memiliki status HIV (-) dan tidak menggunakan kondom

secara konsisten”.

Page 38: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

19

2.3 Efek Loss to Follow Up Terapi ARV

Penggunaan ARV pada odha merupakan salah satu upaya untuk

memperpanjang harapah hidup odha. ARV bekerja dengan menekan progresifitas

penyakit HIV, menekan replikasi virus, sehingga mampu menurunkan viral load

dan meningkatkan jumlah CD4. Meskipun ARV belum mampu menyembuhkan

penyakit atau membunuh HIV, namun terapi ARV telah mampu memulihkan

sistem imun pasien. Hal ini mengakibatkan infeksi oportunistik menjadi jarang,

menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat HIV/AIDS, sehingga mampu

meningkatkan kualitas hidup odha (Depkes, 2006).

Secara umum pemberian terapi ARV diberikan dalam bentuk kombinasi yang

harus dikonsumsi seumur hidupnya. Odha yang menerima terapi ARV rentan

mengalami loss to follow up karena loss to follow up memiliki hubungan yang erat

dengan ketidakpatuhan odha dalam mengkonsumsi ARV (Honge dkk, 2013).

Odha yang loss to follow up akan memberikan efek, baik itu efek klinis maupun

program terapi ARV. Pada tingkatan klinis, kelanjutan terapi ARV odha yang loss

to follow up tidak akan dapat dievaluasi. Bagi odha yang memutuskan untuk

berhenti mengikuti terapi, akan memiliki risiko kematian yang lebih besar. Hal ini

disebabkan sistem imun yang awalnya dikendalikan oleh terapi ARV akan

menjadi semakin buruk, sehingga odha rentan terhadap infeksi oportunistik dan

berakibat pada kematian (Zhou dkk, 2012). Selain itu HIV akan menjadi resisten

dan akan menjadi kebal terhadap ARV. Akibatnya jika odha memutuskan untuk

kembali mengikuti terapi, kemungkinan odha akan mengalami kegagalan terapi di

lini 1 sehingga harus beralih ke lini 2. Akan tetapi apabila odha sudah sampai di

Page 39: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

20

lini 2 tetapi kembali terjadi kegagalan terapi, ini berarti ARV sudah tidak mampu

mengendalikan replikasi HIV. Dengan kata lain akan terjadi resistensi obat

sehingga ARV tidak lagi dapat berfungsi atau terjadi kegagalan terapi ARV

(Mahardining, 2010). Selain itu, adanya loss to follow up akan mengakibatkan

risiko penularan yang lebih tinggi. Odha yang tidak mengikuti terapi ARV atau

berhenti mengikuti terapi ARV akan memiliki risiko untuk menularkan virusnya

pada orang lain. Pada tingkat program, loss to follow up akan menyebabkan

kesulitan untuk mengevaluasi efektivitas terapi ARV (Gerver dkk, 2010).

2.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan loss to follow up pada odha

yang Menerima Terapi ARV

Keberhasilan program terapi ARV dapat dilihat dari angka kepatuhan,

penurunan jumlah viral load, serta kelangsungan hidup odha (Gerver dkk, 2010).

Salah satu indikator keberhasilan terapi ARV adalah berkurangnya angka kejadian

AIDS dan kematian akibat AIDS pada pasien HIV. Hal ini dapat tercapai jika

semua odha yang menerima terapi ARV patuh berobat dan mengikuti terapi

dengan rajin. Namun kenyataannya, masih banyak odha yang tidak mengikuti

terapi dengan rajin atau loss to follow up.

Di berbagai negara telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan loss to follow up pada odha yang

menerima terapi ARV, diantaranya:

2.4.1 Jenis Kelamin

Beberapa penelitian yang meneliti tentang hubungan antara jenis kelamin dan

risiko loss to follow up menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian oleh Mosoko

Page 40: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

21

dkk di Cameroon menunjukkan bahwa laki-laki lebih berisiko untuk loss to follow

up dibandingkan perempuan (HR 1,33; 95% CI: 1,18-1,50) (Mosoko dkk, 2011).

Sedangkan hasil dari penelitian oleh Saka dkk yang dilakukan di Togo dari tahun

2008 sampai dengan 2011 menunjukkan bahwa risiko loss to follow up pada

perempuan lebih besar daripada laki-laki (OR = 1,8; 95%CI: 1,3-2,5) (Saka dkk,

2013). Dalam penelitian oleh Odafe dkk pada tahun 2012, dinyatakan bahwa

kemungkinan laki-laki lebih berisiko untuk loss to follow up dikarenakan

perempuan cenderung lebih memperhatikan masalah kesehatan dibandingkan laki-

laki. Selain itu telah ada layanan kesehatan khusus bagi perempuan terutama

masalah kesehatan reproduksi dan anak, sementara belum ada layanan kesehatan

yang dikhususkan untuk laki-laki (Odafe dkk, 2012).

2.4.2 Umur

Umur yang semakin muda akan meningkatkan risiko odha untuk loss to

follow up. Menurut hasil penelitian oleh Saka dkk (2013) loss to follow up lebih

berisiko pada odha yang memulai terapi ARV pada umur di bawah 35 tahun (OR

= 1,6; 95%CI: 1,2-2,2). Kemungkinan odha loss to follow up pada umur yang

lebih muda dikarenakan penolakan psikologis bahwa mereka telah terinfeksi HIV

mereka mencoba mencari alternatif pengobatan lain. Sedangkan penelitian oleh

Honge dkk menunjukkan bahwa odha dengan umur <30 tahun lebih berisiko

untuk loss to follow up (Honge dkk, 2013).

2.4.3 Pendidikan, Pekerjaan, dan Pendapatan

Menurut hasil penelitian oleh Khrisnan dkk pada tahun 2011 loss to follow

up lebih banyak pada odha dengan pendidikan yang lebih rendah. Pekerjaan

Page 41: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

22

berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh. Pendapatan yang rendah

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi loss to follow up pada odha.

Penelitian yang dilakukan oleh Maru dkk di India menunjukkan bahwa odha

yang memiliki pendapatan yang rendah akan lebih berisiko untuk loss to follow

up, dan ada pula interaksi yang signifikan antara pendapatan yang rendah dengan

kadar CD4 yang rendah saat memulai terapi. Odha dengan kadar CD4 yang

rendah yang dibarengi dengan pendapatan yang rendah akan lebih meningkatkan

risiko untuk loss to follow up dibandingkan pengaruh kedua faktor ini secara

mandiri (Maru dkk, 2007). Salah satu pekerjaan yang rentan terhadap loss to

follow up adalah pekerja seks perempuan (PSP). Mereka biasanya hidup

berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain dan jauh dari keluarga yang

mendukung sehingga risiko untuk loss to follow up akan lebih tinggi.

2.4.4 Adanya pengawas minum obat (PMO)

Salah satu faktor yang mempengaruhi odha loss to follow up adalah adanya

pengawas minum obat (PMO). PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan

dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita dalam minum obat secara

teratur. Keberadaan PMO mungkin lebih dikenal dengan PMO pada pasien TBC.

PMO bertugas mengawasi dan memantau pasien agar meminum obat TBC secara

teratur sampai pengobatannya tuntas. Dalam kaitannya dengan TBC, keberadaan

PMO sangat penting. Telah ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa

PMO sangat berkontribusi terhadap kepatuhan pasien TBC untuk meminum obat

TBC sehingga pasien menjadi sembuh (Krisnawati, 2005; Hana, 2009; Putri,

2010). Konsep ini dapat digunakan pula untuk odha, dimana odha yang sedang

Page 42: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

23

dalam terapi ARV di Yayasan Kerti Praja sebagian besar telah didampingi PMO.

PMO pada terapi ARV memiliki tugas yang hampir sama dengan PMO pada

pasien TBC. PMO dapat membantu mengingatkan odha untuk meminum ARV

secara teratur sesuai jadwal sehingga tetap bertahan pada terapi ARV yang

dijalani dan mengurangi risiko loss to follow up. Berdasarkan hasil dari review

beberapa literatur yang tercantum pada buku “Interventions to Improve Adherence

to Antiretroviral Therapy: A Review of the Evidence” oleh USAID (2006) tersebut

dinyatakan pula bahwa adanya Directly Observed Treatment (DOT) atau PMO

pada terapi ARV di tingkat fasilitas kesehatan yang disediakan oleh petugas

penjangkauan atau anggota keluarga adalah metode yang efektif dan murah untuk

membantu meningkatkan kepatuhan odha dalam mengkonsumsi ARV. Odha yang

patuh mengikuti terapi ARV akan menurunkan risiko loss to follow up.

2.4.5 Kadar CD4

Penelitian yang dilakukan oleh Martin dkk pada sejumlah program terapi

ARV di wilayah Afrika, Asia dan Amerika Selatan menemukan bahwa odha yang

memulai terapi ARV pada kadar CD4 < 25 sel/mm3 memiliki risiko yang lebih

besar untuk loss to follow up dibandingkan odha yang memulai terapi ARV pada

kadar CD4 50 sel/mm3 (HR: 1,48; 95% CI: 1,23–1,77) (Martin dkk, 2008).

Sementara penelitian oleh Gerver dkk di UK pada tahun 2010 menunjukkan

bahwa odha yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 <200 sel/mm3

dibandingkan kadar CD4 > 350 sel/mm3 memiliki risiko untuk loss to follow up

yang lebih besar (OR = 1,99, 95% CI:1,05-3,74). Serupa dengan hasil penelitian

tersebut, penelitian oleh Lanoy dkk juga menunjukkan bahwa odha yang memulai

Page 43: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

24

terapi ARV dengan kadar CD4 < 200 sel/mm3 memiliki risiko untuk loss to

follow up yang lebih besar dibandingkan dengan kadar CD4 >200 sel/mm3 (Lanoy

dkk, 2006). Salah satu indikator keberhasilan terapi ARV adalah peningkatan

jumlah CD4. Mereka yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 lebih tinggi

cenderung akan lebih rajin datang ke klinik dan meneruskan terapi ARV karena

trend CD4 akan cenderung meningkat karena sudah merasakan manfaat terapi

ARV. Sebaliknya apabila trend CD4 cenderung turun maka kemungkinan odha

akan mencari pengobatan lain dan tidak meneruskan terapi. Hal ini menunjukkan

adanya masalah kesehatan yang kompleks dan tekanan psikososial (Khrisnan dkk,

2011).

2.4.6 Berat badan

Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan seseorang. Odha yang

memulai terapi ARV dengan berat badan yang lebih tinggi atau kadar hemoglobin

yang normal akan memperoleh kondisi sehat yang lebih baik, hal ini

menyebabkan odha dengan kondisi ini cenderung akan mempertahankan terapi

ARVnya karena telah merasakan manfaat dari terapi ARV. Body mass index

(BMI) <18.5 kg/m2 menurut hasil penelitian oleh Honge dkk yang dilakukan di

Guinea-Bisaau merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan loss to

follow up (HR:1,32, 95% CI 0,97-1,79) (Honge dkk, 2013).

2.4.7 Kadar hemoglobin

Faktor lain adalah hemoglobin, dimana penelitian oleh Zhou dkk yang

dilakukan di 18 site di kawasan Asia Pasifik menyatakan bahwa odha dengan

kadar hemoglobin yang rendah berisiko untuk loss to follow up (Zhou dkk, 2012).

Page 44: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

25

2.4.8 Infeksi oportunistik yang menyertai

Faktor lain adalah adanya infeksi oportunistik, dimana hasil dari penelitian

oleh Saka dkk menunjukkan bahwa risiko loss to follow up yang lebih besar pada

odha yang memiliki infeksi oportunistik saat pertama kali memulai terapi (OR =

2,3; 95%CI: 1,5-3,1) (Saka dkk, 2013). Adanya infeksi oportunistik menunjukkan

bahwa odha telah berada pada stadium yang lebih parah. Hal ini kemungkinan

menyebabkan odha menghentikan terapi atau mencari alternatif pengobatan lain.

2.4.9 Faktor risiko penularan

Odha dengan riwayat pengguna narkoba suntik merupakan salah satu faktor

yang berhubungan dengan loss to follow up. Hasil penelitian oleh Lebouche dkk

menunjukkan bahwa risiko loss to follow up pada odha dengan riwayat pengguna

narkoba suntik lebih besar daripada laki-laki yang melakukan hubungan seksual

dengan laki-laki (LSL) (OR=5,3; 95% CI 2,7-10,5) (Lebouche dkk, 2006).

2.4.10 Jarak tempat tinggal dengan layanan

Ada pula yang menyatakan bahwa jarak antara tempat tinggal dengan layanan

mempengaruhi loss to follow up. Penelitian oleh Mosoko dkk di tahun 2011

menunjukkan bahwa odha yang tinggal > 150 km dari layanan memiliki risiko

untuk loss to follow up yang lebih besar (HR=1,41, 95% CI :1,18-1,69)(Mosoko et

al. 2011). Hal ini dikarenakan kesulitan yang dirasakan odha untuk menjangkau

layanan yang dirasa jauh, sehingga mereka enggan untuk meneruskan terapi.

Page 45: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

26

2.5 Perilaku

2.5.1 Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmodjo dalam Maulana (2009) perilaku merupakan

perwujudan dari hasil interaksi antara pengalaman dan interaksi dengan

lingkungan. Perilaku akan dapat diwujudkan dalam bentuk pengetahuan, sikap,

dan tindakan. Perilaku merupakan faktor kedua terbesar yang mempengaruhi

kesehatan individu, kelompok, dan masyarakat setelah faktor lingkungan.

Apabila dilihat dari segi biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas makhluk hidup yang bersangkutan, dimana semua makhluk hidup baik

itu manusia, hewan, maupun tumbuhan memiliki perilaku masing-masing karena

semua memiliki aktivitas. Perilaku manusia merupakan tindakan atau aktivitas

manusia yang bisa diamati oleh pihak luar baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dari segi psikologis, menurut Skinner dalam Maulana (2009)

menyatakan bahwa perilaku merupakan reaksi seseorang terhadap rangsangan

yang datang dari luar (stimulus), pengertian ini dikenal dengan teori S-O-R

(stimulus-organisme-respons). Skinner membedakan respon menjadi dua jenis,

yaitu :

a. Respondent response atau reflexive, merupakan tanggapan yang ditimbulkan

oleh rancangan stimulus tertentu yang menimbulkan respon yang relatif tetap.

Keberadaan respon ini sangat terbatas dan susah untuk dimodifikasi.

b. Operant response atau instrumental response, merupakan respon yang timbul

dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Page 46: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

27

Perilaku odha terhadap terapi ARV sangat mempengaruhi kelangsungan terapi

ARV yang dijalaninya. Beberapa perilaku tersebut akan dapat dijelaskan pada

teori atau model perilaku kesehatan.

2.5.2 Teori atau Model Perilaku Kesehatan

Timbulnya perilaku didasarkan pada tingkat kebutuhan manusia, artinya

perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Maslow dalam

Maulana (2009) manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu physiological

needs, safety needs, social needs or the belonging and love, the esteem needs, dan

self actualization needs. Tingkat dan jenis kebutuhan ini merupakan suatu

kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahan satu dengan lainnya.

Perilaku manusia dapat dibentuk sesuai dengan harapan yang dikehendaki.

Ada berbagai teori tentang faktor penentu atau faktor yang mempengaruhi

pembentukan perilaku. Teori-teori tersebut antara lain :

a. Teori Lawrence Green (1980)

Teori yang dinyatakan oleh Green (1980) menyatakan bahwa perilaku

seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor ini merupakan faktor yang

mempermudah terjadinya perilaku seseorang, meliputi pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai, norma sosial, budaya, dan

faktor sosio demografi.

Faktor pengetahuan odha terhadap terapi ARV baik manfaat maupun efek

sampingnya, sikap dan kepercayaan odha terhadap dokter yang merawat serta

Page 47: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

28

manfaat dari terapi ARV yang diterima merupakan faktor predisposisi odha

untuk rajin atau teratur menjalani terapi ARVnya.

2. Faktor pendukung (enabling factor), yang memungkinkan terjadinya perilaku.

Faktor ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber

khusus yang mendukung dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan.

Sarana kesehatan di tempat layanan ARV, jauh dekatnya tempat layanan, serta

fasilitas di tempat layanan merupakan beberapa faktor pendorong yang

mempengaruhi loss to follow up pada odha atau tetap menjalankan terapinya.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang memperkuat perilaku termasuk

sikap dan perilaku petugas, kelompok referensi, dan tokoh masyarakat.

Perilaku odha terhadap terapi ARV diperkuat juga oleh sikap dan perilaku

dokter atau perawat di tempat layanan, adanya orang atau kelompok lain yang

mendapat terapi ARV di tempat yang sama, atau adanya dukungan dari tokoh

masyarakat setempat, atau adanya pengawas minum obat (PMO).

Teori Green dapat dirumuskan sebagai berikut :

B = Behaviour

F = fungsi

PF = Predisposing factor

EF = Enabling factor

RF = Reinforcing factor

b. Health Belief Model (HBM)

B = f (PF, EF, RF)

Page 48: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

29

Health Belief Model (HBM) telah dikembangkan sejak tahun 1950an sebagai

upaya menjelaskan kegagalan partisipan masyarakat dalam program pencegahan

atau deteksi penyakit oleh ahli psikologi sosial di Amerika. HBM digunakan juga

untuk mengidentifikasi beberapa faktor prioritas penting yang berdampak

terhadap pengambilan keputusan secara rasional dalam situasi yang tidak

menentu. HBM merupakan model kognitif yang digunakan untuk meramalkan

perilaku peningkatan kesehatan (Maulana, 2009).

HBM mengemukakan bahwa kemungkinan seseorang melakukan tindakan

pencegahan dipengaruhi oleh beberapa keyakinan, yaitu :

1. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or

illness). Hal ini berhubungan dengan sejauh mana seseorang menganggap

penyakit atau kesakitan merupakan ancaman bagi diriya. Apabila ancaman

yang dirasakan meningkat maka perilaku pencegahan terhadap risiko juga

akan meningkat. Dalam hal terapi ARV jika seorang odha menganggap bahwa

HIV yang dideritanya merupakan ancaman yang sangat mematikan bagi

dirinya, maka perilakunya mungkin akan teratur mengkonsumsi ARV.

Penilaian tentang ancaman yang dirasakan didasarkan pada beberapa hal,

yaitu:

a) Kerentanan yang dirasakan (perceived vulnerability). Merupakan

keyakinan seseorang bahwa ia rentan atau berisiko terhadap masalah

kesehatan tertentu.

b) Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Persepsi tentang tingkat

keseriusan atau keparahan jika penyakit dibiarkan atau tidak ditangani.

Page 49: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

30

Odha mungkin akan merasa jika ia tidak teratur mengkonsumsi ARV

maka HIV dapat berkembang menjadi AIDS dan menyebabkan kematian

yang lebih cepat.

2. Keuntungan dan kerugian (benefits and cost). Merupakan pertimbangan

seseorang untuk melakukan tindakan pencegahan atau tidak berdasarkan

keuntungan dan kerugian perilakunya. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan

odha bahwa dengan konsumsi ARV secara teratur dapat menurunkan risiko

kematian akibat AIDS.

3. Keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position). Merupakan

petunjuk untuk berperilaku yang diduga tepat untuk memulai proses perilaku.

Keyakinan ini diperoleh dari informasi dari luar atau nasehat mengenai

permasalahan kesehatan seperti kampanye, nasehat orang lain, media massa,

dan sebagainya. Penilaian terhadap permasalahan kesehatan terdahulu

merupakan petunjuk untuk berperilaku (cues to action) diduga tepat untuk

memulai proses perilaku.

Beberapa faktor di atas seperti ancaman, keseriusan, kerentanan,

pertimbangan keuntungan dan kerugian dipengaruhi oleh beberapa variabel,

antara lain : 1) variabel demografi; seperti umur, jenis kelamin, latar belakang

budaya, 2) variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, kelas sosial, dan

tekanan sosial, dan 3) variabel struktural; seperti pengetahuan dan pengalaman

sebelumnya (Maulana, 2009).

c. Social Learning Theory

Page 50: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

31

Perilaku dibentuk berdasarkan pada teori belajar social/Social Learning

Theory yang dikemukakan oleh Bandura tahun 1977. Menurut teori ini pada

dasarnya pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan menggunakan contoh atau

model (dalam Maulana, 2009). Dalam Social Learning Theory yang dikemukakan

oleh Bandura dinyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh harapan dan insentif.

1. Harapan

Harapan dibagi menjadi tiga jenis (Rosenstock dkk., 1988), yaitu :

a) Harapan tentang isyarat lingkungan (yaitu keyakinan tentang bagaimana

peristiwa terhubung - tentang apa yang menyebabkan apa) .

b) Harapan tentang konsekuensi dari tindakan diri sendiri (yaitu pendapat

tentang bagaimana perilaku individu kemungkinan akan mempengaruhi

hasil) yang biasa disebut sebagai ekspektasi hasil .

c) Harapan tentang kemampuan diri sendiri untuk melakukan perilaku

diperlukan untuk mempengaruhi hasil. Hal ini disebut ekspektasi efikasi

(self-efficacy)

2. Insentif

Insentif (atau penguatan) didefinisikan sebagai nilai objek tertentu atau

hasil. Hasilnya mungkin status kesehatan, penampilan fisik, persetujuan

lain, keuntungan ekonomi, atau konsekuensi lainnya. Perilaku diatur oleh

konsekusensi atau penguatan, tetapi hanya konsekuensi yang mampu dimengerti

dan dipahami oleh individu tersebut.

Page 51: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

32

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Faktor yang berhubungan dengan odha loss to follow up lebih tepat bila

dijelaskan dengan perilaku, sebab loss to follow up merupakan tindakan odha

terkait perilakunya dalam mengikuti terapi ARV.

Terdapat 3 faktor yang dapat mempengaruhi perilaku yang berhubungan

dengan loss to follow up, yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factor), meliputi: pengetahuan, status sosio

demografi (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan),

kepercayaan terhadap dokter yang merawat, serta manfaat yang dirasakan

dengan terapi ARV. Laki-laki lebih berisiko untuk loss to follow up

dibandingkan dengan perempuan karena perempuan cenderung lebih

memperdulikan masalah kesehatannya sehingga mereka lebih patuh dalam

mengikuti terapi. Odha lebih muda lebih berisiko untuk loss to follow up

dikaitkan dengan penolakan psikologis di usia yang masih muda. Mereka akan

susah menerima kondisinya yang telah terinfeksi HIV, kondisi ini

menyebabkan mereka lebih labil sehingga menjadi loss to follow up selama

mengikuti terapi ARV. Demikian pula dengan pendidikan, risiko loss to follow

up akan lebih tinggi pada odha dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Odha dengan pendidikan lebih tinggi cenderung berpikir jangka panjang, akan

Page 52: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

33

memikirkan ancaman yang akan didapat jika tidak melanjutkan terapi, lebih

mudah menerima informasi baik dari media massa, kampanye, atau nasehat

orang lain sehingga mempengaruhi perilakunya untuk tetap rajin mengikuti

terapi. Pekerjaan berkaitan dengan pendapatan yang diterima. Odha dengan

pendapatan rendah akan cenderung loss to follow up terhadap terapi ARV.

Salah satu pekerjaan yang memiliki risiko loss to follow up adalah pekerja

seks perempuan, karena mereka hidup berpindah-pindah dan jauh dari

keluarga yang bisa memberikan dukungan.

2. Faktor pendukung (enabling factor), meliputi: sarana dan prasarana yang

disediakan di layanan ARV dan jarak antara tempat tinggal dengan layanan

kesehatan penyedia ARV.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor), meliputi sikap dan perilaku dokter

atau perawat di tempat layanan, adanya teman yang ikut mendapat layanan

ARV di tempat tersebut, adanya dukungan keluarga dan tokoh masyarakat

setempat, serta adanya pengawas minum obat (PMO). PMO merupakan orang

yang bertugas untuk mengingatkan odha untuk minum ARV secara teratur.

Keberadaan mereka diharapkan turut membantu agar odha teratur minum

ARV sehingga menekan risiko untuk loss to follow up.

Selain faktor perilaku ada pula faktor klinis yang mempengaruhi loss to

follow up. Dari aspek klinis beberapa faktor yang memiliki pengaruh dengan loss

to follow up antara lain kadar CD4 saat pertama kali memulai terapi ARV. Kadar

CD4 merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi odha yang loss to

follow up. Odha yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 yang lebih tinggi

Page 53: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

34

dikaitkan dengan peningkatan kadar CD4 yang lebih tinggi sehingga odha untuk

menjalani terapi dengan teratur semakin baik. Hal ini berkatan dengan faktor

benefits yang telah dirasakan oleh odha sehingga ia melanjutkan terapinya.

Odha yang memulai terapi ARV dengan berat badan yang lebih tinggi atau

kadar hemoglobin yang normal akan memperoleh kondisi sehat yang lebih baik,

hal ini menyebabkan odha dengan kondisi ini cenderung akan mempertahankan

terapi ARVnya karena telah merasakan manfaat dari terapi ARV.

Adanya infeksi oportunistik menunjukkan bahwa odha telah berada pada

stadium yang lebih parah. Hal ini kemungkinan menyebabkan odha menghentikan

terapi atau mencari alternatif pengobatan lain. Selain itu odha dengan risiko

penularan melalui jarum suntik (pengguna narkoba suntik), yang tinggal jauh dari

tempat layanan (>150 km), dan merokok memiliki risiko loss to follow up yang

lebih besar dibandingkan faktor risiko penularan lainnya.

Page 54: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

35

3.2 Konsep Penelitian

PERILAKU

Gambar 3.2

Konsep Penelitian

Faktor predisposisi

(predisposing factor):

1. Pengetahuan

2. Jenis kelamin

3. Umur

4. Pendidikan

5. Pekerjaan

6. Pendapatan

7. Kepercayaan terhadap

dokter yang merawat

8. Manfaat yang

dirasakan dengan

terapi ARV.

Faktor pendukung

(enabling factor):

1. Sarana dan prasarana

yang disediakan di

layanan ARV

2. Jarak antara tempat

tinggal dengan layanan

kesehatan penyedia

ARV

Faktor pendorong

(reinforcing factor):

1. Sikap dan perilaku

dokter atau perawat di

tempat layanan

2. Adanya teman yang ikut

mendapat layanan ARV

di tempat tersebut

3. Adanya dukungan

keluarga dan tokoh

masyarakat setempat 4. Adanya pengawas

minum obat (PMO).

1. Kadar CD4

2. Berat badan

3. Kadar hemoglobin

4. Infeksi Oportunistik

5. Faktor risiko penularan

Loss to follow up

KLINIS

Menerima

terapi ARV

Keterangan :

Diteliti

Tidak diteliti

Page 55: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

36

Faktor-faktor yang berhubungan dengan loss to follow up yang diteliti adalah:

jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, adanya pengawas minum obat

(PMO), kadar CD4, berat badan, kadar hemoglobin, infeksi oportunistik, dan

faktor risiko penularan.

1.3 Hipotesis Penelitian

Dari kerangka konsep di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai

berikut:

1.3.1 Ada hubungan antara jenis kelamin dengan loss to follow up pada odha

yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali

Tahun 2002-2012

1.3.2 Ada hubungan antar umur terhadap loss to follow up pada odha yang

menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali Tahun

2002-2012

1.3.3 Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan loss to follow up pada

odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja

Bali Tahun 2002-2012

1.3.4 Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan loss to follow up pada odha

yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali

Tahun 2002-2012

1.3.5 Ada hubungan antara pengawas minum obat (PMO) dengan loss to follow

up pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan

Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012

Page 56: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

37

1.3.6 Ada hubungan antara kadar CD4 dengan loss to follow up pada odha yang

menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali Tahun

2002-2012

1.3.7 Ada hubungan antara berat badan odha dengan loss to follow up pada odha

yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali

Tahun 2002-2012

1.3.8 Ada hubungan antara kadar hemoglobin dengan loss to follow up pada

odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja

Bali Tahun 2002-2012

1.3.9 Ada hubungan antara infeksi oportunistik yang menyertai dengan loss to

follow up pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha

Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012

1.3.10 Ada hubungan antara faktor risiko penularan dengan loss to follow up

pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti

Praja Bali Tahun 2002-2012

Page 57: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

38

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal dengan melakukan analisis

data sekunder secara retrospektif pada kohort odha yang menerima layanan ARV

di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja tahun 2002 sampai dengan 2012.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja,

pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret

2014. Klinik ini memberikan pelayanan pemberian ARV terhadap odha serta

memiliki rekam medis yang lengkap. Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja

merupakan salah satu satelit pemberian layanan ARV RS Sanglah. Dibandingkan

dengan RS Sanglah, rekam medis di YKP lebih mudah untuk diekstraksi

sehingga dengan mempertimbangkan waktu penelitian yang terbatas dipilihlah

Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh odha yang menerima terapi ARV di

Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja, dengan kriteria inklusi adalah odha yang

pertama kali menerima terapi ARV di Klinik Amertha, sedangkan kriteria

Page 58: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

39

eksklusi adalah odha yang hanya satu kali melakukan kunjungan. Sampai dengan

11 Januari 2014 jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 787 orang.

4.3.2 Jumlah dan Besar Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh odha yang

menerima terapi ARV di Klinik Amertha periode 2002-2012 yang memenuhi

kriteria inklusi.

Perhitungan jumlah sampel minimal yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan rumus yang sama untuk penentuan sampel uji hipotesis terhadap 2

proporsi pada dua kelompok tidak berpasangan, sebagai berikut:

2

21

2

2211

)(

2

PP

QPQPZPQZn

Dengan asumsi :

P2 = 45% = 0,45

Q2 = 1-0,45 = 0,55

Z = 0.05 = 1,96

z = 0,20=0,84

d (P1 – P2) = presisi yang diinginkan adalah 25%, sehingga P1 = 0,70

Q1= 1-0,70 = 0,30

P = (0,70+0,45)/2 = 0,6

Q = 1-0,6= 0,4

2

2

)45,070,0(

55,045,030,070,084,04,06,0296,1

xxxxn

n1 = n2 =61 sampel

Page 59: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

40

P2 merupakan proporsi paparan pada kelompok yang tidak loss to follow up,

didapat dengan survei kecil pada 20 kelompok yang tidak loss to follow up

(dengan risiko pengguna narkoba suntik).

Jadi jumlah sampel minimal untuk kelompok yang loss to follow up sebanyak 61

orang dan jumlah sampel untuk kelompok yang tidak loss to follow up sebanyak =

2x61 = 122 orang. Namun dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan

adalah seluruh odha dalam terapi ARV yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak

548 orang, sehingga jumah sampel minimal sudah terpenuhi. Penggunaan semua

sampel odha yang menerima terapi ARV dengan pertimbangan kelengkapan

rekam medis pada sampel sehingga memerlukan sampel yang lebih besar.

Peningkatan presisi 25% dipilih untuk mendapatkan sampel yang sesuai karena

keterbatasan jumlah sampel yang loss to follow up.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel dependent dan

variabel independent. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah loss to

follow up sedangkan variabel independent adalah: 1) jenis kelamin; 2) umur; 3)

tingkat pendidikan; 4) jenis pekerjaan; 5) adanya pengawas minum obat (PMO);

6) kadar CD4; 7) berat badan; 8) kadar hemoglobin; 9) infeksi oportunistik yang

menyertai; dan 10) faktor risiko penularan.

Page 60: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

41

4.4.2 Definisi Operasional

Tabel 4.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel Definisi Operasional Cara

Pengumpulan

Data

Alat

Pengumpulan

Data

Skala

1 2 3 4 5

1. Jenis kelamin

2. Umur

3. Tingkat

Pendidikan

4. Jenis Pekerjaan

5. Pengawas Minum

Obat (PMO)

6. Kadar CD4

7. Berat badan

8. Infeksi

Oportunistik

Jenis kelamin yang

tercatat di rekam medis

Umur (dalam tahun)

saat pertama kali

memulai terapi ARV

yang tercatat di rekam

medis. Cut off point

ditentukan dengan

melihat nilai median

(32 tahun)

Tingkat pendidikan

terakhir yang ditempuh

yang tercatat di rekam

medis

Jenis pekerjaan yang

tercatat di rekam medis

Memiliki seseorang

yang menjadi

pengawas pasien

selama minum ARV

yang tercatat di rekam

medis

Kadar CD4 saat

pertama kali memulai

terapi ARV

Berat badan saat

pertama kali memulai

terapi ARV yang

tercatat di rekam

medis. Cut off point

ditentukan dengan

melihat nilai median

(55 kg)

Infeksi oportunistik

saat pertama kali

memulai terapi yang

tercatat di rekam medis

Review

dokumen

Formulir

pengumpulan

data

Nominal

Interval

Ordinal

Nominal

Nominal

Interval

Interval

Nominal

Page 61: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

42

1 2 3 4 5

9. Kadar

Hemoglobin

10. Faktor Risiko

Penularan

11. Loss to follow up

Kadar Hemoglobin

saat pertama kali

memulai terapi ARV

yang tercatat di rekam

medis. Cut off point

ditentukan dengan

melihat nilai median

(12gr/dL)

Cara penularan virus

HIV yang dialami

odha pertama kali yang

tercatat di rekam medis

Odha yang tidak

melanjutkan terapi

ARV di YKP selama >

3 bulan, atau tidak

diketahui keberadaan

maupun status

penggunaan ARVnya,

atau putus obat.

Sebagai start point

adalah tanggal

pertama kali odha

memulai terapi

ARV, dan end

point adalah

tanggal kunjungan

terakhir odha (baik

yang loss to follow

up, meninggal atau

pindah).

Sebagai sensor

adalah odha yang

telah meninggal

atau pindah.

Interval

Nominal

Nominal

4.5. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah formulir pengumpulan

data yang berisi variabel-variabel yang diteliti. Setiap subjek diekstraksi ke dalam

satu formulir yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisikan data diri

odha, meliputi: nama, nomor rekam medis, tanggal lahir, nama konselor, jenis

Page 62: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

43

kelamin, risiko atau paparan, pekerjaan, pendidikan, dan kadar CD4 pertama kali.

Sedangkan bagian kedua berisikan riwayat pemeriksaan dan penggunaan terapi

ARV. Bagian kedua terdiri dari beberapa baris dan kolom. Baris terdiri dari

tanggal kunjungan odha sejak pertama kali datang ke Klinik Amertha Yayasan

Kerti Praja sampai kunjungan terakhirnya. Kolom terdiri dari data tanggal tes

CD4, jumlah CD4, alasan kunjungan, jenis IO, berat badan, tanggal tes dan hasil

pemeriksaan hemoglobin, tanggal mulai terapi ARV, dan keberadaan PMO.

4.6. Prosedur Pengumpulan Data

4.6.1 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data

dari kohort odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti

Praja periode 2002 sampai dengan 2012. Adapun data yang dikumpulkan adalah

seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan, adanya PMO, kadar CD4,

berat badan, kadar hemoglobin, infeksi oportunistik, dan faktor risiko penularan

dan data loss to follow up, termasuk pula tanggal pertama kali memulai terapi

ARV dan tanggal kunjungan terakhir.

4.6.2 Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan ekstraksi rekam medis masing-masing odha

yang menggunakan ARV periode 2002 sampai dengan 2012 di Klinik Amertha

Yayasan Kerti Praja yang memenuhi kriteria inklusi ke dalam formulir

pengumpulan data yang telah dipersiapkan. Selanjutnya data pada formulir

pengumpulan data yang masih dalam bentuk hard copy akan dibuat ke dalam

Page 63: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

44

bentuk soft copy (dalam bentuk microsoft excel) untuk memudahkan analisis.

Untuk menjaga kerahasiaan data odha sebagai sampel maka dalam proses

ekstraksi data akan dilaksanakan oleh peneliti dengan mencantumkan nomor

identitas tanpa mencantumkan nama odha yang akan disimpan dalam file khusus

yang bersifat rahasia.

4.6.3 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Pembersihan Data

Pada tahap ini data diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data. Apabila

ditemukan data yang kurang jelas atau kurang lengkap, maka akan dilihat kembali

rekam medis dalam bentuk hard copy.

2. Pemberian Skor

Beberapa variabel pada skala pengukuran pada saat pengumpulan data

dikategorikan dan diberikan skor untuk memudahkan analisis.

3. Memasukkan ke dalam Komputer

Data yang telah dikategorikan kemudian dimasukkan ke dalam Microsoft

Excel, kemudian dibuatkan ke dalam format STATA.

4. Tabulasi Data

Data kemudian dianalisis dengan STATA dan disajikan secara deskriptif ke

dalam bentuk tabel.

Page 64: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

45

4.7. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan program STATA, meliputi analisis univariat,

bivariat, dan multivariat.

4.7.1 Analisis Univariat

Pada variabel yang berskala interval, akan dilakukan analisis deksriptif untuk

mendapatkan nilai mean dan standar deviation (SD).

4.7.2 Analisis Bivariat

Distribusi frekuensi masing-masing variabel dilakukan dengan melakukan

tabulasi silang antara variabel independent (jenis kelamin, umur, tingkat

pendidikan, jenis pekerjaan, adanya pengawas minum obat (PMO), kadar CD4,

berat badan, kadar hemoglobin, infeksi oportunistik yang menyertai, dan faktor

risiko penularan saat pertama kali memulai terapi ARV) dengan variabel

dependent.

Untuk memperhitungkan waktu terjadinya loss to follow up dilakukan

analisis berdasarkan waktu, karena waktu pengamatan masing-masing subjek

tidak sama, menggunakan survival analysis. Pada analisis ini, akan diperoleh

nilai rate loss to follow up per 100 person years atau hazard rate. Nilai ini juga

digunakan untuk menggambarkan rate loss to follow up per 100 person years pada

setiap kategori variabel. Selain rate per 100 person years diketahui pula nilai

median atau nilai tengah loss to follow up sejak subjek pertama kali memulai

terapi hingga menjadi loss to follow up dan inter quartil range (IQR) yang

menggambarkan persentil yang ke 25% sampai persentil ke 75% dari waktu loss

to follow up.

Page 65: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

46

Hasil dari survival anaysis digambarkan dalam bentuk kurve Kaplan-Meier,

Hazard Ratio (HR) loss to follow up beserta jumlah pasien yang masih

mempunyai kesempatan untuk loss to follow up.

Analisis dengan menggunakan Cox Proportional Hazard Regression

digunakan untuk memperoleh Hazard Ratio (HR) dari loss to follow up odha yang

menerima terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja periode 2002

sampai dengan 2012, dengan memasukkan variabel dependent dengan masing-

masing variabel independent. Pada analisis ini, akan diperoleh nilai HR, nilai p

spesifik, dan nilai p untuk crude HR dengan tingkat kepercayaan 95%.

Untuk menentukan nilai p untuk crude HR pada variabel dengan lebih dari 2

kategori maka pada data kategorikal akan dilakukan dengan menggunakan

testparm dan untuk data interval akan digunakan test trend. Pada saat analisis

untuk memperoleh nilai p untuk crude HR, data pasien yang missing dikeluarkan

dari model analisis. Sehingga data missing tidak mempengaruhi hasil analisis.

Hubungan antara variabel independent terhadap variabel dependent dapat

dilihat dari nilai p. Nilai HR dan 95% CI dari HR. Ho ditolak bila p < 0,05 dan

nilai HR ≠ 1 dengan 95% CI dari HR, dimana 1 berada di luar CI. HR < 1 berarti

variabel tersebut dapat menurunkan risiko untuk loss to follow up, HR > 1

menunjukkan bahwa variabel tersebut dapat meningkatkan risiko loss to follow

up, sedangkan HR = 1 berarti variabel tersebut tidak berhubungan dengan loss to

follow up.

Page 66: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

47

4.7.3 Analisis Multivariat

Analisis menggunakan Cox Proportional Hazard Regression dilakukan

kembali untuk mengetahui besarnya hubungan antara loss to follow up dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi secara bersama-sama (untuk menghilangkan

efek variabel confounding). Variabel dependent dimasukkan bersama-sama

dengan variabel independent. Variabel independent yang dimasukkan ke dalam

model adalah variabel yang pada analisis bivarat memiliki nilai p < 0,20. Metode

seleksi yang akan digunakan adalah metode backward dimana satu persatu

variabel yang tidak signifikan dikeluarkan dari model sampai diperoleh model

akhir.

Pada analisis ini juga diperoleh nilai Hazard Ratio (HR), nilai p spesifik, dan

nilai p untuk crude HR dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk variabel dengan

lebih dari dua kategori, dicari nilai p untuk crude HR dengan melakukan testparm

(untuk data kategorikal) dan test trend (untuk data interval). Pengaruh antara

variabel dependent dengan variabel independent dapat dilihat dari nilai p (dimana

dikatakan signifikan jika nilai p < 0,05), nilai HR dan 95% CI dari HR. Ho

ditolak bila p < 0,05 dan nilai HR ≠ 1 dengan 95% CI dari HR, dimana 1 berada di

luar CI. HR < 1 berarti variabel tersebut dapat menurunkan risiko untuk loss to

follow up, HR > 1 menunjukkan bahwa variabel tersebut dapat meningkatkan

risiko loss to follow up, sedangkan HR = 1 berarti variabel tersebut tidak

berhubungan dengan loss to follow up.

Page 67: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

48

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Dari jumlah populasi 787 orang diperoleh jumlah sampel yang memenuhi

syarat dalam penelitian ini sebanyak 548 orang (69,6%). Dari jumlah tersebut 77

orang diantaranya loss to follow up (14,1%) dan 471 orang (85,9%) tidak loss to

follow up. Komparabilitas sampel penelitian (odha yang loss to follow up dan

tidak loss to follow up) disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 memperlihatkan sampel berjenis kelamin laki-laki lebih banyak

pada kelompok yang tidak loss to follow up (59,45%) dibandingkan kelompok

yang loss to follow up (45,45%). Sampel yang berumur ≤32 tahun lebih banyak

pada kelompok loss to follow up (74,03%) dibandingkan kelompok tidak loss to

follow up (59,02%). Sebanyak 48,41% sampel memiliki pendidikan yang lebih

rendah pada kelompok tidak loss to follow up sementara pada kelompok loss to

follow up sebanyak 46,75%. Pekerjaan sebagai pekerja seks lebih banyak pada

kelompok loss to follow up (38,96%) dibandingkan kelompok yang tidak loss to

follow up (25,05%). Sebanyak 69,21% kelompok tidak loss to follow up memiliki

PMO, sementara pada kelompok loss to follow up sebanyak 61,04%. Kelompok

tidak loss to follow up yang memulai terapi ARV pada kadar CD4< 100 sel/mm3

sebanyak 43,80%, sedangkan pada kelompok loss to follow up sebanyak 36,36%.

Hanya 33,77% odha pada kelompok yang loss to follow up yang memiliki berat

badan >55kg, sementara pada kelompok tidak loss to follow up sebanyak 43,74%.

Page 68: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

49

Kadar hb awal >12g/dL pada kelompok tidak loss to follow up sebanyak 66,45%,

sedangkan pada kelompok loss to follow up sebanyak 57,14%. Sebanyak 16,56%

odha pada kelompok tidak loss to follow up memiliki IO, sementara pada

kelompok loss to follow up sebanyak 11,69%. Sebanyak 21,02% odha pada

kelompok heteroseksual sebagai pekerja seks tidak loss to follow up, sementara

yang loss to follow up sebanyak 31,47%.

Tabel 5.1

Komparabilitas Sampel Penelitian

Karakteristik Tidak Loss to Follow Up (N=471)

n(%)

Loss to Follow Up (N=77)

n(%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

280 (59,45)

191 (40,55)

35 (45,45)

42 (54,55)

Umur

≤ 32 th

>32 th

Mean (SD) = 32 (7,8)

278 (59,02)

193 (40,98)

57 (74,03)

20 (25,97)

Pendidikan

SMP, SMA, PT

Tidak sekolah, SD

243 (51,59)

228 (48,41)

41 (53,26)

36 (46,75)

Pekerjaan

Pekerja Seks

Lain-lain

Missing

118 (25,05)

351 (74,52)

2 (0,42)

30 (38,96)

46 (59,74)

1 (1,30)

Pengawas Minum Obat

Memiliki

Tidak memiliki

326 (69,21)

145 (30,79)

47 (61,04)

40 (38,96)

Kadar CD4

< 100 sel/mm3

100-199 sel/mm3

≥ 200 sel/mm3

Missing

Mean (SD) = 142 (110,1)

205 (43,80)

112 (23,93)

151 (32,26)

3 (0,64)

28 (36,36)

20 (25,97)

29 (37,66)

0 (0)

Berat Badan

≤ 55 kg

˃ 55 kg

Missing

Mean (SD) = 55 (10,4)

262 (55,63)

206 (43,74)

3 (0,64)

48 (62,34)

26 (33,77)

3 (3,90)

Page 69: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

50

1 2 3

Hemoglobin

≤12 g/dL

˃ 12 g/dL

Missing

Mean (SD) = 12 (2)

152 (32,27)

313 (66,45)

6 (1,27)

29 (37,66)

44 (57,14)

4 (5,19)

Infeksi Oportunistik

Tidak

Ya

393 (83,44)

78 (16,56)

68 (88,30)

9 (11,69)

Faktor Risiko Penularan

Heteroseksual PS

Hteroseksual Non PS

Homoseksual

Penasun

99 (21,02)

158 (33,55)

87 (18,47)

127 (26,96)

25 (31,47)

24 (31,17)

16 (20,78)

12 (15,58)

Insiden rate loss to follow up di YKP adalah 5,15 per 100 person years,

sedangkan median time loss to follow up sampai akhir pengamatan tidak tercapai.

Kurva loss to follow up digambarkan pada kurva Kaplan-Meier sebagai berikut:

0.0

00

.25

0.5

00

.75

1.0

0

0 5 10analysis time

Kaplan-Meier failure estimate

Gambar 5.1

Kurva Kalpan Meir Loss to Follow Up

Pro

bab

ility

of

Loss

to

Fo

llow

Up

Page 70: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

51

5.2 Analisis Bivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss to

Follow Up pada Odha

Analisis variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, adanya

pengawas minum obat, kadar CD4, berat badan, hemoglobin, adanya infeksi

oportunistik yang menyertai serta faktor risiko penularan sebagai faktor-faktor

yang berhubungan dengan loss to follow up pada odha ditentukan berdasarkan

nilai p , nilai HR, dan 95% CI dari HR dengan menggunakan Cox Proportional

Hazard Regression. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Hasil Analisis Bivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss to Follow

Up pada Odha

Karakteristik Rate lost to follow up

per 100 person years

Analisis Bivariat

Lost Rate 95% CI Haz. Ratio 95% CI p p

group

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

35

42

4,1

6,6

2,9-5,7

4,9-9

1,0 (ref)

1,6

1,02-2,52

0,039

Umur

≤ 32 th

>32 th

57

20

6

3,7

4,6-7,8

2,4-5,7

1,0 (ref)

0,6

0,37 -1,02

0,057

Tingkat Pendidikan

SMP, SMA, PT

Tidak sekolah, SD

41

36

7,1

7,8

4,3-7,9

3,3-6,4

1,0 (ref)

0,8

0,52-1,29

0,393

Jenis Pekerjaan

Lain-lain

Pekerja Seks

Missing

46

30

1

4,3

7,3

5,6

3,2-5,8

5,1-10,5

0,8-39,5

1,0 (ref)

1,7

1,5

1,06-2,66

0,2-10,7

0,028

0,701

0,027

Pengawas Minum Obat

Memiliki

Tidak memiliki

47

30

4

9,3

3-5,4

6,5-13,2

1,0 (ref)

2,04

1,29-3,25

0,003

Kadar CD4

< 100 sel/mm3

100-199 sel/mm3

≥ 200 sel/mm3

28

20

29

4,4

4,8

7

3-6,3

3,1-7,5

4,8-10

1,0 (ref)

1,1

1,5

0,64-2,01

0,89-2,53

0,675

0,125

0,129

Berat Badan

≤ 55 kg

> 55 kg

48

26

5,3

4,5

4-7,1

3,1-6,7

1,0 (ref)

0,8

0,5-1,3

0,398

Page 71: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

52

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 10 faktor yang dianalisa, hanya empat

faktor yang secara independent berhubungan dengan loss to follow up. Terjadinya

loss to follow up paling besar adalah pada variabel adanya pengawas minum obat

(PMO), dimana loss to follow up ditemukan dua kali lebih besar pada odha yang

memiliki PMO dibandingkan yang odha yang tidak memiliki PMO (HR=2; 95%

CI=1,29-3,25; p=0,003). Selanjutnya adalah variabel jenis pekerjaan, dimana loss

to follow up pada pekerja seks hampir dua kali lebih besar apabila dibandingkan

dengan pekerjaan lain (HR=1,7; 95% CI=1,06-2,66; p=0,028). Loss to follow up

juga lebih besar hampir dua kali pada perempuan daripada laki-laki (HR=1,6;

95% CI=1,02-2,52; p=0,039). Loss to follow up 0,3 kali lebih rendah pada odha

dengan kelompok pengguna narkoba suntik (penasun) dibandingkan dengan

kelompok heteroseksual PS (HR=0,3; 95% CI=0,15-0,62; p=0,004).

1 2 3 4 5 6 7

Hemoglobin

≤12 g/dL

> 12 g/dL

29

44

5,7

4,6

4-8,3

3,4-6,2

1,0 (ref)

0,8

0,5-1,3

0,312

Infeksi Oportunistik

Tidak

Ya

68

9

5,5

3,5

4,3-7

1,8-6,7

1,0 (ref)

0,7

0,33-1,32

0,241

Faktor Risiko Penularan

Heteroseksual PS

Heteroseksual Non PS

Homoseksual

Penasun

25

24

16

12

7,2

6,1

9,1

2,1

4,9-11

4,1-9

5,5-15

1,2-4

1,0 (ref)

1,2

1,4

0,4

0,46-1,43

0,61-2,15

0,15-0,62

0,468

0,682

0,001

0,004

Page 72: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

53

5.3 Analisis Multivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss to

Follow Up pada Odha

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan

dengan loss to follow up pada odha secara bersama-sama (untuk menghilangkan

efek variabel confounding). Variabel yang dianalisis pada analisis multivariat

adalah variabel yang pada analisis bivariat memiliki nilai p <0,2, yaitu: jenis

kelamin, umur, jenis pekerjaan, pengawas minum obat, kadar CD4, dan faktor

risiko penularan, dimana hasilnya disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Hasil Analisis Multivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss to

Follow Up pada Odha

Karakteristik Haz. Ratio 95% CI p p group

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

1,0 (ref)

1,4

0,70-2,76

0,340

Umur

≤ 32 th

>32 th

1,0 (ref)

0,6

0,34-0,95

0,031

Jenis Pekerjaan

Lain-lain

Pekerja Seks

1,0 (ref)

1,1

0,36-3,09

0,914

Pengawas Minum Obat

Memiliki

Tidak memiliki

1,0 (ref)

1,8

1,11-2,87

0,016

Kadar CD4

< 100 sel/mm3

100-199 sel/mm3

≥ 200 sel/mm3

1,0 (ref)

1,0

1,1

0,56-1,82

0,61-1,83

0,965

0,856

0,856

Faktor Risiko Penularan

Heteroseksual PS

Heteroseksual Non PS

Homoseksual

Penasun

1,0 (ref)

0,8

1,1

0,3

0,48-1,49

0,58-2,09

0,17-0,67

0,536

0,771

0,002

0,031

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada Tabel 5.3, dari enam variabel yang

dianalisis secara bersama-sama, hanya tiga variabel yang signifikan secara

statistik. Loss to follow up lebih besar hampir dua kali lipat pada odha yang tidak

Page 73: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

54

memiliki PMO dibandingkan odha yang memiliki PMO (HR=1,8; 95% CI=1,11-

2,87; p=0,016). Selanjutnya loss to follow up lebih rendah 0,6 kali pada odha yang

berumur >32 tahun dibandingkan odha yang berumur ≤ 32 tahun (HR=0,6; 95%

CI=0,34-0,95; p=0,031). Dibandingkan dengan kelompok heteroseksual PS, loss

to follow up lebih rendah 0,3 kali pada odha dengan riwayat penasun (HR=0,3;

95% CI=0,17-0,67; p=0,002).

Page 74: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

55

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Loss to Follow Up

Setelah 10 tahun periode pengamatan terhadap kohort odha yang menerima

terapi ARV di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja, pasien yang loss to follow up

sebanyak 14,1%. Angka ini lebih rendah dari angka loss to follow up di Indonesia

yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu sebanyak 17,3% odha loss to

follow up dari terapi ARV di Indonesia (Depkes, 2014). Median lama mengikuti

terapi ARV sebelum loss to follow up pada penelitian ini tidak tercapai. Karena

hanya 25% sampel yang mengalami loss to follow up sebelum akhir pengamatan.

Dari 10 tahun pengamatan, 25% sampel tersebut hanya sampai 6 tahun mengikuti

terapi ARV sampai akhirnya loss to follow up.

Insiden loss to follow up pada penelitian ini sebesar 5,15 per 100 person

years. Apabila dibandingkan dengan hasil dari penelitian lain, angka insiden ini

lebih rendah, dimana hasil penelitian yang dilakukan Odafe dkk pada tahun 2012

di Nigeria menemukan angka insiden loss to follow up sebanyak 7,9 per 100

person years (Odafe dkk, 2012) sementara di kawasan Asia Pasifik sebanyak 21,4

per 100 person years (Zhou dkk, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian-

penelitian tersebut, tetapi dibedakan oleh cut off point dalam mendefinisikan loss

to follow up yang berbeda-beda. Pada penelitian ini cut off point untuk

menefinisikan loss to follow up adalah odha yang tidak melanjutkan terapi ARV

di YKP selama >3 bulan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Odafe

Page 75: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

56

dkk menggunakan cut off point 6 bulan, dan penelitian oleh Zhou dkk

menggunakan cut off point 36 bulan. Selain itu adanya beberapa program seperti

penjangkauan (outreach) dan dukungan sebaya yang dilaksanakan di YKP

berdampak pada rendahnya insiden loss to follow up di YKP dibandingkan

Nigeria dan kawasan Asia Pasifik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang secara statistik

berhubungan dengan loss to follow up antara lain: umur, adanya PMO, dan fakor

risiko penularan. Loss to follow up lebih besar pada odha yang memiliki umur

lebih muda. Hal ini sama dengan hasil penelitian lain seperti penelitian di

Perancis (Lebouché dkk, 2006), di India (Maru dkk, 2007), di Eropa (Mocroft

dkk, 2008), di Guinea Bissau (Hønge dkk, 2013), dan di Togo (Saka dkk 2013).

Hal ini kemungkinan dikarenakan umur masih memiliki hubungan yang erat

dengan kondisi psikologis seseorang. Berdasarkan penelitian kualitatif yang

dilakukan oleh Roura di tahun 2009, penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor

individu seperti psikologis memegang peranan yang penting pada kelanjutan

terapi ARV. Selanjutnya dikatakan pula bahwa motivasi dan kemampuan diri

sendiri untuk berperilaku teratur mengikuti terapi ARV sebagai bagian dari

psikologis yang berhubungan dengan usia muda (Roura dkk, 2009). Usia yang

lebih muda membuat odha belum siap secara psikologis untuk mengikuti terapi

ARV secara teratur selain adanya penolakan psikologis terhadap kondisinya. Hal

lain yang kemungkinan berhubungan dengan usia muda adalah mobilisasi.

Penelitian yang dilakukan Khrisnan di tahun 2011 menyatakan bahwa usia muda

Page 76: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

57

lebih mudah untuk loss to follow up karena mereka sering berpindah-pindah untuk

bekerja atau bersekolah (Krishnan dkk, 2011.).

Loss to follow up pada odha yang tidak memiliki PMO dua kali lebih besar

dari odha yang memiliki PMO. PMO selama ini dikenal dan telah banyak diteliti

adalah PMO pada pasien TBC. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa PMO

sangat berkontribusi terhadap kepatuhan pasien TBC untuk meminum obat secara

teratur sehingga pasien menjadi sembuh (Krisnawati, 2005; Hana, 2009; Putri,

2010). Konsep ini dapat digunakan pula untuk terapi ARV. Peranan PMO sangat

besar karena bertugas mengingatkan odha untuk teratur mengambil ARV di klinik

dan meminum ARV secara teratur, sehingga odha tetap bertahan mengikuti terapi

ARV. Di Ukraina pernah dilaksanakan penelitian oleh Mimiaga yang meneliti

tentang hambatan dan faktor pendukung kepatuhan odha dalam kepatuhan

terhadap terapi ARV. Pada penelitian tersebut dikatakan bahwa salah satu faktor

pendukung kepatuhan odha dalam mengikuti terapi ARV adalah adanya dukungan

dan pengingat minum ARV dari pihak keluarga, teman, atau orang lain yang dekat

dengan odha (Mimiaga dkk, 2010). Dalam buku “Interventions to Improve

Adherence to Antiretroviral Therapy: A Review of the Evidence” oleh USAID

(2006) dikatakan bahwa kepatuhan sangat berhubungan dengan dukungan dari

keluarga atau teman dekat. Berdasarkan hasil dari review beberapa literatur yang

tercantum pada buku tersebut dinyatakan pula bahwa adanya Directly Observed

Treatment (DOT) atau PMO pada terapi ARV di tingkat fasilitas kesehatan yang

disediakan oleh petugas penjangkauan atau anggota keluarga adalah metode yang

efektif dan murah untuk membantu meningkatkan kepatuhan odha dalam

Page 77: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

58

mengkonsumsi ARV. Odha yang patuh mengikuti terapi ARV akan menurunkan

terjadinya loss to follow up.

Pada penelitian ini loss to follow up lebih rendah pada odha dengan riwayat

sebagai pengguna narkoba suntik (penasun) dibandingkan odha dengan kelompok

heteroseksual pekerja seks. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil dari

penelitian-penelitian lain yang menyatakan loss to follow up yang lebih besar pada

odha dengan riwayat penasun dibandingkan faktor risiko lain (Ioannidis dkk,

1997), (Lebouché dkk, 2006), (Lanoy dkk, 2006), (Krishnan dkk, 2011), (Mocroft

dkk, 2008), (Keiser dkk, 2012). Akan tetapi dalam penelitian tersebut tidak

membedakan antara heteroseksual sebagai PS dan heteroseksual non PS. Dalam

penelitian ini heteroseksual dibagi menjadi heteroseksual PS dan non PS karena

YKP merupakan klinik yang sebagian besar pasiennya adalah PS. PS yang ada di

YKP sebagian besar adalah pendatang yang datang dari luar Bali, sehingga

memiliki mobilitas yang tinggi. Hal ini menyebabkan mereka memiliki risiko

yang besar untuk loss to follow up. Selain itu kemungkinan penasun pada

penelitian ini adalah penasun yang hidupnya sudah stabil dan telah berhenti

menyuntik, hal ini menyebabkan mereka lebih patuh dan mampu bertahan pada

terapi ARV.

Penelitian ini menemukan hasil statistik yang signifikan terhadap variabel

jenis kelamin pada analisis bivariat, dimana loss to follow up lebih besar pada

perempuan daripada laki-laki. Akan tetapi hasilnya menjadi tidak signifikan pada

analisis multivariat. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian dari beberapa

penelitian. Penelitian oleh Saka menunjukkan bahwa loss to follow up lebih besar

Page 78: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

59

pada perempuan dibandingkan laki-laki (Saka dkk, 2013), tetapi penelitian lain

menunjukkan hasil sebaliknya (Odafe dkk, 2012), (Hønge dkk, 2013), (Clouse

dkk, 2013). Hasil penelitian ini dapat dikaitkan dengan loss to follow up yang

lebih besar pada perempuan karena YKP memberikan layanan untuk pekerja seks

yang sebagian besar adalah perempuan, dimana pekerja seks di YKP sebagian

besar berasal dari luar Bali dan memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga banyak

yang loss to follow up.

Peneliti menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar CD4

saat memulai terapi ARV dengan loss to follow up, sementara hasil penelitian lain

menunjukkan hubungan yang signifikan. Odha yang memulai terapi dengan kadar

CD4 lebih rendah akan mengalami loss to follow up yang lebih besar (Lanoy dkk,

2006), (Maru dkk, 2007), (Mocroft dkk, 2008), (Gerver dkk, 2010) (Clouse dkk,

2013) (Hønge dkk, 2013). Hal yang sama juga terjadi pada variabel infeksi

oportunistik, dimana pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara infeksi

oportunistik dengan loss to follow up. Sedangkan hasil penelitian lain

menunjukkan bahwa inkfeksi oportunistik seperti TBC dan sarcoma kaposi akan

lebih berisiko untuk loss to follow up (Caluwaerts dkk, 2009) (Saka dkk, 2013).

Demikian pula dengan variabel tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, berat badan,

dan kadar haemoglobin yang tidak terbukti memiliki hubungan yang signifikan

secara statstik dengan loss to follow up.

Page 79: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

60

6.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder, sehingga kemungkinan dapat

terjadi kesalahan saat pencatatan data. Selain itu tidak semua variabel penting

dapat diteliti karena tidak tersedianya data variabel-variebel tersebut. Padahal loss

to follow up sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku yang akan sulit diperoleh

pada data sekunder. Penelitian ini hanya menggunakan status terakhir pemakaian

ARV sebagai endpoint tanpa memperhitungkan odha yang pernah putus obat

kemudian kembali mengikui terapi. Tidak tersedianya tanggal meninggal dunia

atau pindah menyebabkan odha yang meninggal atau pindah dimasukkan ke

dalam kelompok tidak loss to follow up. Hal-hal seperti ini kemungkinan

mempengaruhi hasil penelitian. Karena dalam penelitian ini odha yang diketahui

telah meninggal atau pindah dimasukkan ke dalam kelompok tidak loss to follow

up, sementara dalam penelitian lain dimasukkan ke dalam kelompok loss to follow

up.

Page 80: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

61

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Setelah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

loss to follow up pada odha yang menerima terapi ARV di Klinik Amertha

Yayasan Kerti Praja Bali Tahun 2002-2012, dapat disimpulkan bahwa dari 10

variabel yang diteliti, tiga variabel yang terbukti secara statistik berhubungan

dengan loss to follow up. Loss to follow up lebih besar pada odha yang tidak

memiliki PMO, odha dengan umur ≤32 tahun, dan odha pada kelompok

heteroseksual sebagai pekerja seksual. Sedangkan variabel jenis kelamin, tingkat

pendidikan, jenis pekerjaan, kadar CD4, berat badan, hemoglobin, dan infeksi

oportunisik tidak terbukti secara statistik memiliki hubungan terhadap loss to

follow up.

7.2 Saran

Untuk mengurangi loss to follow up pada odha yang menerima terapi ARV

dapat disarankan kepada provider untuk melakukan pendampingan yang lebih

intensif pada mereka, terutama untuk pekerja seks. Konseling yang lebih intensif

juga perlu diberikan pada odha yang berumur lebih muda sebelum memulai terapi

ARV. Selain itu diperlukan penelitian lain yang menggunakan data primer seperti

penelitian kualitatif untuk dapat mengetahui alasan mengapa odha loss to follow

up.

Page 81: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

62

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi

VI, Jakarta : PT Rineka Cipta

Caluwaerts C., R. Mendaeanda, F. Maldonado, M. Biot, N. Ford, K. Chu. 2009.

Risk factors and true outcomes for loss to follow-up individuals in an

antiretroviral treatment programme in Tete, Mozambique. Int Health. 2009

Sep;1(1):97-101. doi: 10.1016/j.inhe.2009.03.002. Available from :

http://www.ncbi.nlm.gov/pubmed

Charurat, M., M. Oyegunle, R. Benjamin, A. Habib, E. Eze, P. Ele, I. Ibanga, S.

Ajayi, M. Eng, P. Mondal, U. Gebi, E. Iwu, M. Etiebet, A. Abimiku, P.

Dakum, J. Farley, W. Blattner. 2010. Patient retention and adherence to

antiretrovirals in a large antiretroviral therapy program in Nigeria: a

longitudinal analysis for risk factors. PloS one, 5(5), e10584.

doi:10.1371/journal.pone.0010584

Clouse K.,A. Pettifor, M. Maskew, J. Bassett, A. Van Rie, C. Gay, F. Behets, I.

Sanne. 2013. Initiating antiretroviral therapy when presenting with higher

CD4 cell counts results in reduced loss to follow-up in a resource-limited

setting. AIDS (London, England), 27(4), pp.645–50. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23169326 [Accessed October 1,

2013].

Dahlan. 2008.Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba

Medika

Depkes RI. 2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006. Jakarta :

Depkes RI

_________ 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi

Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta : Depkes RI

Fu. T, Westergaard, P. Ryan, B. Lau, Celentano, D. David, D. Vlahov, H. S.

Mehta, D. G.Kirk. 2012. Changes in sexual and drug-related risk behavior

following antiretroviral therapy initiation among HIV-infected injection

drug users. AIDS (London, England), 26(18), pp.2383–91. Available at:

http://europepmc.org/articles/PMC3678983/?report=abstract [Accessed

May 17, 2014]

Page 82: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

63

Gerver, S.M.,T.R. Chadborn, F. Ibrahim, B. Vasta, V.C. Delpech, P.J.

Easterbrook. 2010. High rate of loss to clinical follow up among African

HIV-infected patients attending a London clinic: a retrospective analysis

of a clinical cohort. Journal of the International AIDS Society, 13, p.29.

Available from:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2924265&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 7, 2013].

Hana, S. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita

TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Kota Tegal

(onine). Available at:http://www.eprints.undip.ac.id

Hønge, B.L., S. Jaspersen, P.B., Nordentoft, C. Medina, D. Silva, Z.J. Silva, L.

Ostergraad, A.L. Laursen, C. Wejse. 2013. Loss to follow-up occurs at all

stages in the diagnostic and follow-up period among HIV-infected patients

in Guinea-Bissau: a 7-year retrospective cohort study. BMJ open, 3(10),

p.e003499. Available from:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3808780&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed November 7, 2013].

Ioannidis, J.P., R. Bassett, M. Hughes, P.A. Volberding., H.S. Sacks, J. Lau. 1997.

Predictors and impact of patients lost to follow-up in a long-term

randomized trial of immediate versus deferred antiretroviral treatment.

Journal of acquired immune deficiency syndromes and human

retrovirology : official publication of the International Retrovirology

Association, 16(1), pp.22–30. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9377121 [Accessed October 7,

2013].

Keiser, O.,B.Spycher, A. Rauch, A. Calmy, M. Cavassini, T. Glass, D. Nicca, B.

Ledergerber, M. Egger. 2012. Outcomes of antiretroviral therapy in the

Swiss HIV Cohort Study: latent class analysis. AIDS and behavior, 16(2),

245–55. doi:10.1007/s10461-011-9971-5

Kemenkes RI. 2014. Laporan Perkembagan HIV-AIDS Triwulan IV Tahun 2013.

Jakarta : Kemenkes RI

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 451/Menkes/SK/XII/2012 tentang Rumah

Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS

Komisi Penanggulangan AIDS. 2013. Modul Pelatihan Konseling dan Tes

Sukarela HIV. Bali : KPA

Page 83: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

64

Krishnan, S., K.Wu, M. Smurzynski, R.J. Bosch, C.A. Benson, A.C. Collier, M.K.

Klebert, J. Feinberg, Koletar, S L. 2011. Incidence rate of and factors

associated with loss to follow-up in a longitudinal cohort of antiretroviral-

treated HIV-infected persons: an AIDS Clinical Trials Group (ACTG)

Longitudinal Linked Randomized Trials (ALLRT) analysis. HIV clinical

trials, 12(4), pp.190–200. Available from:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3207266&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 7, 2013].

Krisnawan, Upik. 2005. Peran PMO Keluarga dalam Keberhasilan Pengobatan

TBC di BP4 Semarang (onlne). Aveilable

at:http://www.eprints.undip.ac.id

Lanoy, E., M. Mary-Krause, P. Tattevin, R. Dray-Spira, C. Duvivier, P. Fischer,

Y. Obadia, F. Lert, D. Costagliola. 2006. Predictors identified for losses to

follow-up among HIV-seropositive patients. Journal of Clinical

Epidemiology, 59(8), pp.829–835.e1. Available from:

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0895435606000278

[Accessed October 16, 2013].

Lebouché, B., Y. Yazdanpanah, Y. Gérard, D. Sissoko, F. Ajana, I. Alcaraz, P.

Boitte, B. Cadoré, Y. Mouton. 2006. Incidence rate and risk factors for

loss to follow-up in a French clinical cohort of HIV-infected patients from

January 1985 to January 1998. HIV medicine, 7(3), pp.140–5. Available

from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16494627 [Accessed October

16, 2013].

Mahardining, A.B., Hubungan Antara Pengetahuan, Motivasi dan Dukungan

Keluarga dengan Kepatuhan Terapi ARV ODHA. Jurnal Kesehatan

Masyarakat. Volume 5 : 131-137. Avaiable from :

http://www.journal.unnes.ac.id [Accessed February 13, 2013]

Martin W.G.B., D.François, M. Landon, R.B. David, B. Andrew N. Denis, S.

Mauro, L. Christian, K. Olivia, M. Margaret, S. Eduardo, E. Matthias, A.

Xavier. 2008. Early loss of HIV-infected patients on potent antiretroviral

therapy programmes in lower-income. Bull World Health

Organ vol.86 n.7 Genebra Jul. 2008. Available from :

http://www.ncbi.nlm.gov/pubmed

Maru, D.S.R., D.C. Khakha, M. Tahir, S. Basu, S.K. Sharma. 2007. Poor follow-

up rates at a self-pay northern Indian tertiary AIDS clinic. International

journal for equity in health, 6, p.14. Available from:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2200646&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 7, 2013].

Maulana. H. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC

Page 84: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

65

Mimiaga, M.J. S.A.Safren, S. Dvoryak, S.L. Reisner, R. Needle, G. Woody.

2010. “We fear the police, and the police fear us”: structural and

individual barriers and facilitators to HIV medication adherence among

injection drug users in Kiev, Ukraine. AIDS care, 22(11), pp.1305–13.

Available at: http://dx.doi.org/10.1080/09540121003758515 [Accessed

April 30, 2014].

Mocroft, A., O. Kirk, P. Aldins, A. Chies, A. Blaxhult, N. Chentsova, N. Vetter,

F. Dabis, J. Gatell, J.D. Lundgren. 2008. Loss to follow-up in an

international, multicentre observational study. HIV medicine, 9(5), 261–9.

doi:10.1111/j.1468-1293.2008.00557.x

Mosoko, J.J., W. Akam, P.J. Weidle, J.T. Brooks, A.J. Aweh, T.N. Kinge, S. Pals,

P.L. Raghunathan. 2011. Retention in an antiretroviral therapy

programme during an era of decreasing drug cost in Limbe, Cameroon.

Journal of the International AIDS Society, 14, p.32. Available from:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3143073&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 1, 2013].

Nasronudin. 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan

Sosial. Surabaya : AIrlangga University Press

Odafe, S., O. Idoko, T. Badru, B. Aiyenigba, C. Suzuki, H. Khamofu, O.

Onyekwena, E. Okechukwu, K. Torpey, O.N. Chabikuli. 2012. Patients’

demographic and clinical characteristics and level of care associated with

lost to follow-up and mortality in adult patients on first-line ART in

Nigerian hospitals. Journal of the International AIDS Society, 15(2),

p.17424. Available from:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3494164&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 7, 2013].

Putri, N.A. 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan

Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Stategi DOTS. Surakarta :

Universitas Sebelas Maret (online). Available from:

http://www.eprints.uns.ac.id [Accessed February 13, 2013].

Rosenstock I.M., V.J. Srecher, M.H. Becker. 1988. Sosial Learning theory and

health Belief Model. Health Education Quarterly, Vol 15 (2) : 175-183

Roura, M., J. Busza, A. Wringe, D. Mbata, M. Urassa, B. Zaba. 2009. Barriers to

sustaining antiretroviral treatment in Kisesa, Tanzania: a follow-up study

to understand attrition from the antiretroviral program. AIDS patient care

and STDs, 23(3), 203–10. doi:10.1089/apc.2008.0129

Page 85: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

66

Saka, B., D.E. Landoh, A. Patassi, S. D'Almeida, A. Singo, B.D. Gessner. 2013.

Loss of HIV-infected patients on potent antiretroviral therapy programs in

Togo: risk factors and the fate of these patients. The Pan African medical

journal, 15, p.35. Available from:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3758855&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 2, 2013].

Sastroasmoro dan Ismael. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Jakarta : Sagung Seto

Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129 Tahun 2013

tentang Pelaksanaan Pengendalian HIV-AIDS dan Infeksi Menular

Seksual (IMS)

UNAIDS. 2013. Global Report. UNAIDS Report on the Global AIDS Epidemic

2013 (online). Available at : http://www.unaids.org

_______. 2013. HIV in Asia and the Pasific (online). Available at :

http://www.unaids.org

USAID. 2006. Interventions to Improve Adherence to Antiretroviral Therapy: A

Review of the Evidence (online). Available at : http://pdf.usid.gov

WHO. 2013. Global Update on HIV Treatment 2013, Result, Impact, and

Opportunities. WHO

Yayasan Kerti Praja. 2013. ARV Service. (online). Available at:

http://www.kertiprajafoundation.com

Zhou, J., J. Tanuma, R. Chaiwarith, C.K.C Lee, M.G. Law, N. Kumarasamy, P.

Phanuphak, Y.A. Chen, S. Kiertiburanakul, F. Zhang, S. Vonthanak, R.

Ditangco, S. Pujari, J.Y. Choi, T.P. Merati, E. Yunihastuti, P.C.K. Li, A.

Kamarulzaman, V.K. Nguyen, T.T.T. Pham, P.L. Lim. 2012. Loss to

Followup in HIV-Infected Patients from Asia-Pacific Region: Results

from TAHOD. AIDS research and treatment, 2012, p.375217. Available

from:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3296146&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 7, 2013].

Page 86: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

67

Lampiran 1

FORMULIR PENGUMPULAN DATA PASIEN

HIV/AIDS YANG MELAKUKAN TERAPI ARV DI

KLINIK YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN

2002-2012

DATA DEMOGRAFI PASIEN NO VARIABEL DATA

1 Nama Pasien

2 No RM

3 Tanggal Lahir / Umur (saat kunjungan pertama)

4 Nama Konselor

5 Jenis Kelamin

6 Risiko atau Paparan (saat kunjungan pertama)

1. Risiko seksual (Jabarkan apa risikonya: misalnya apakah ganti-ganti pasangan, bagaimana pemakaian kondom, mencari pekerja seks, mencari waria, cewek café)

2. Risiko IDU

(Jabarkan apa risikonya: misalnya apakah menggunakan jarum suntik, menyuntik bersama)

3. Risiko lainnya (jelaskan: misal tatto, piercing, transfuse darah)

7 Pekerjaan

8 Pendidikan

9 Kadar CD4 Tanggal Test CD4 Pertama Kali: Hasil:

CD4 (absolute dan persen):

Page 87: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

68

Jumlah CD4 %CD4 Tanggal Test Tanggal Hasil Hemoglobin

Tanggal Kunjungan

Terapi ARV

Tanggal Mulai ART

Pemeriksaan FisikInfeksi Opportunistik

Jenis IO Tanggal Diagnosis

Kunjungan Ke- Alasan Kunjungan Darah

HubunganBerat Badan

Kadar CD4+

Hasil Test

Tanggal Test Tanggal Hasil

Supervisor ART atau

Pengawas Minum Obat

(PMO) ada/tidak

Page 88: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

69

Page 89: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

70

Page 90: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

71

Page 91: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

72

Lampiran 5

HASIL OUTPUT STATA

Univariat

Age 31.7792 .3317989 31.12744 32.43095

Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

Mean estimation Number of obs = 548

. mean Age

Total 548 100.00

>32 213 38.87 100.00

<=32 335 61.13 61.13

Age2cat Freq. Percent Cum.

. tab Age2cat

Page 92: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

73

Total 548 100.00

missing 3 0.55 100.00

PS 147 26.82 99.45

other 398 72.63 72.63

ion Freq. Percent Cum.

new_occupat

. tab new_occupation

Total 548 100.00

female 233 42.52 100.00

male 315 57.48 57.48

sex Freq. Percent Cum.

. tab sex

Page 93: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

74

Total 548 100.00

dont have 175 31.93 100.00

have 373 68.07 68.07

fARV Freq. Percent Cum.

Supervisoro

. tab SupervisorofARV

Total 548 100.00

have 87 15.88 100.00

dont have 461 84.12 84.12

V Freq. Percent Cum.

nstartingAR

TypeofIOwhe

. tab TypeofIOwhenstartingARV

Total 548 100.00

elementary,no edu 264 48.18 100.00

jun,sen,col 284 51.82 51.82

edu2cat Freq. Percent Cum.

. tab edu2cat

Total 548 100.00

IDU 139 25.36 100.00

homosex 103 18.80 74.64

heteroNonPS 182 33.21 55.84

heteroPS 124 22.63 22.63

NewRisk2 Freq. Percent Cum.

. tab NewRisk2

Page 94: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

75

Total 548 100.00

lost to follow up 77 14.05 100.00

no lost to follow up 471 85.95 85.95

outcome Freq. Percent Cum.

. tab outcome

Haemoglobin 12.73682 .0850218 12.56981 12.90384

Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

Mean estimation Number of obs = 538

. mean Haemoglobin

Total 548 100.00

. 10 1.82 100.00

>12 357 65.15 98.18

<=12 181 33.03 33.03

Hb2cat Freq. Percent Cum.

. tab Hb2cat, missing

Weight 55.25627 .4480319 54.37618 56.13637

Mean Std. Err. [95% Conf. Interval]

Mean estimation Number of obs = 542

. mean Weight

Total 548 100.00

. 6 1.09 100.00

>55 232 42.34 98.91

<=55 310 56.57 56.57

W2cat Freq. Percent Cum.

. tab W2cat, missing

Total 548 100.00

. 3 0.55 100.00

>=200 180 32.85 99.45

100-<200 132 24.09 66.61

<100 233 42.52 42.52

CD4100an Freq. Percent Cum.

. tab CD4100an, missing

Page 95: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

76

Insiden rate

total 1493.859001 .0515444 548 6.157426 . .

time at risk rate subjects 25% 50% 75%

incidence no. of Survival time

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. stsum

Bivariat

last observed exit t = 11.30459

earliest observed entry t = 0

1493.859 total analysis time at risk, at risk from t = 0

77 failures in single record/single failure data

548 obs. remaining, representing

0 exclusions

548 total obs.

origin: time dateof1stdayvisitYKP

t for analysis: (time-origin)/365.25

exit on or before: failure

obs. time interval: (origin, dateotthelastdayvisitingY]

failure event: outcome == 1

. stset dateotthelastdayvisitingY, failure( outcome==1) origin( dateof1stdayvisitYKP) scale(365.25)

Page 96: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

77

JENIS KELAMIN

sex 1.605116 .368226 2.06 0.039 1.023845 2.516394

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -435.52369 Prob > chi2 = 0.0386

LR chi2(1) = 4.28

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -435.52369

Refining estimates:

Iteration 2: log likelihood = -435.52369

Iteration 1: log likelihood = -435.52419

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. xi: stcox sex

female 42 6.3330 6.6319 4.9011 8.9739

male 35 8.6056 4.0671 2.9202 5.6646

sex D Y Rate Lower Upper

(548 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. strate sex, per (100)

Page 97: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

78

UMUR

_IAge2cat_2 .609908 .1585631 -1.90 0.057 .3664124 1.015216

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -435.71845 Prob > chi2 = 0.0487

LR chi2(1) = 3.89

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -435.71845

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -435.71845

Iteration 2: log likelihood = -435.71845

Iteration 1: log likelihood = -435.73007

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Age2cat _IAge2cat_1-2 (naturally coded; _IAge2cat_1 omitted)

. xi: stcox i.Age2cat

>32 20 5.4147 3.6936 2.3830 5.7252

<=32 57 9.5239 5.9850 4.6165 7.7590

Age2cat D Y Rate Lower Upper

(548 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. strate Age2cat, per (100)

Page 98: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

79

PENDIDIKAN

edu2cat .8221985 .1883037 -0.85 0.393 .5248444 1.28802

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -437.29571 Prob > chi2 = 0.3920

LR chi2(1) = 0.73

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -437.29571

Refining estimates:

Iteration 2: log likelihood = -437.29571

Iteration 1: log likelihood = -437.29571

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. xi: stcox edu2cat

elementary,no edu 36 7.8458 4.5884 3.3098 6.3611

jun,sen,col 41 7.0928 5.7805 4.2563 7.8506

edu2cat D Y Rate Lower Upper

(548 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. strate edu2cat, per (100)

Page 99: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

80

PEKERJAAN

_Inew_occup_99 1.479216 1.499579 0.39 0.699 .2028207 10.78824

_Inew_occup_2 1.688489 .3970441 2.23 0.026 1.064977 2.677049

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -435.27109 Prob > chi2 = 0.0915

LR chi2(2) = 4.78

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -435.27109

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -435.27109

Iteration 2: log likelihood = -435.27109

Iteration 1: log likelihood = -435.29552

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.new_occupat~n _Inew_occup_1-99 (naturally coded; _Inew_occup_1 omitted)

. xi: stcox i.new_occupation

missing 1 0.1797 5.56359 0.78371 39.49636

PS 30 4.0864 7.34141 5.13301 10.49995

other 46 10.6724 4.31017 3.22843 5.75436

new_oc~n D Y Rate Lower Upper

(548 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. strate new_occupation, per (100)

Page 100: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

81

.

new_occupation 1.689914 .3973969 2.23 0.026 1.065854 2.679363

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -429.27863 Prob > chi2 = 0.0292

LR chi2(1) = 4.75

Time at risk = 1475.88501

No. of failures = 76

No. of subjects = 545 Number of obs = 545

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -429.27863

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -429.27863

Iteration 2: log likelihood = -429.27863

Iteration 1: log likelihood = -429.30457

Iteration 0: log likelihood = -431.65521

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. xi: stcox new_occupation if new_occupation~=99

PENGAWAS MINUM OBAT

dont have 30 3.2418 9.2542 6.4704 13.2356

have 47 11.6968 4.0182 3.0190 5.3480

Supervi~V D Y Rate Lower Upper

(548 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. strate SupervisorofARV, per (100)

Page 101: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

82

_ISuperviso_2 2.042776 .4830546 3.02 0.003 1.285102 3.247163

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -433.3936 Prob > chi2 = 0.0035

LR chi2(1) = 8.54

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -433.3936

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -433.3936

Iteration 2: log likelihood = -433.39361

Iteration 1: log likelihood = -433.51158

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Supervisoro~V _ISuperviso_1-2 (naturally coded; _ISuperviso_1 omitted)

. xi: stcox i.SupervisorofARV

CD4

>=200 29 4.2327 6.8513 4.7611 9.8592

100-<200 20 4.1524 4.8164 3.1074 7.4655

<100 28 6.4031 4.3729 3.0193 6.3333

CD4100an D Y Rate Lower Upper

(545 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. strate CD4100an , per (100)

Page 102: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

83

CD4100an 1.226311 .1646613 1.52 0.129 .9425551 1.595492

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -435.82328 Prob > chi2 = 0.1291

LR chi2(1) = 2.30

Time at risk = 1478.830938

No. of failures = 77

No. of subjects = 545 Number of obs = 545

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -435.82328

Refining estimates:

Iteration 2: log likelihood = -435.82328

Iteration 1: log likelihood = -435.82348

Iteration 0: log likelihood = -436.97509

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. xi: stcox CD4100an if CD4100an~=999

_ICD4100an_3 1.503239 .3994009 1.53 0.125 .8930368 2.530386

_ICD4100an_2 1.130838 .3313503 0.42 0.675 .6367768 2.00823

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -435.77452 Prob > chi2 = 0.3010

LR chi2(2) = 2.40

Time at risk = 1478.830938

No. of failures = 77

No. of subjects = 545 Number of obs = 545

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -435.77452

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -435.77452

Iteration 2: log likelihood = -435.77452

Iteration 1: log likelihood = -435.77968

Iteration 0: log likelihood = -436.97509

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.CD4100an _ICD4100an_1-3 (naturally coded; _ICD4100an_1 omitted)

. xi: stcox i.CD4100an

Page 103: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

84

BERAT BADAN

_IW2cat_2 .8137962 .1984743 -0.84 0.398 .5045668 1.31254

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -420.43852 Prob > chi2 = 0.3938

LR chi2(1) = 0.73

Time at risk = 1474.521561

No. of failures = 74

No. of subjects = 542 Number of obs = 542

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -420.43852

Refining estimates:

Iteration 2: log likelihood = -420.43852

Iteration 1: log likelihood = -420.43872

Iteration 0: log likelihood = -420.80215

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.W2cat _IW2cat_1-2 (naturally coded; _IW2cat_1 omitted)

. xi: stcox i.W2cat

>55 26 5.7315 4.5363 3.0887 6.6625

<=55 48 9.0137 5.3252 4.0131 7.0664

W2cat D Y Rate Lower Upper

(542 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. . strate W2cat , per (100)

Page 104: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

85

W2cat .8137962 .1984743 -0.84 0.398 .5045668 1.31254

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -420.43852 Prob > chi2 = 0.3938

LR chi2(1) = 0.73

Time at risk = 1474.521561

No. of failures = 74

No. of subjects = 542 Number of obs = 542

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -420.43852

Refining estimates:

Iteration 2: log likelihood = -420.43852

Iteration 1: log likelihood = -420.43872

Iteration 0: log likelihood = -420.80215

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. xi: stcox W2cat if W2cat~=999

HEMOGLOBIN

_IHb2cat_2 .7845558 .1881889 -1.01 0.312 .4902852 1.255448

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -412.43031 Prob > chi2 = 0.3162

LR chi2(1) = 1.00

Time at risk = 1462.548939

No. of failures = 73

No. of subjects = 538 Number of obs = 538

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -412.43031

Refining estimates:

Iteration 2: log likelihood = -412.43031

Iteration 1: log likelihood = -412.43092

Iteration 0: log likelihood = -412.93251

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Hb2cat _IHb2cat_1-2 (naturally coded; _IHb2cat_1 omitted)

. xi: stcox i.Hb2cat

Page 105: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

86

Hb2cat .7845558 .1881889 -1.01 0.312 .4902852 1.255448

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -412.43031 Prob > chi2 = 0.3162

LR chi2(1) = 1.00

Time at risk = 1462.548939

No. of failures = 73

No. of subjects = 538 Number of obs = 538

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -412.43031

Refining estimates:

Iteration 2: log likelihood = -412.43031

Iteration 1: log likelihood = -412.43092

Iteration 0: log likelihood = -412.93251

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. xi: stcox Hb2cat if Hb2cat~=999

_IHb2cat_2 .7845558 .1881889 -1.01 0.312 .4902852 1.255448

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -412.43031 Prob > chi2 = 0.3162

LR chi2(1) = 1.00

Time at risk = 1462.548939

No. of failures = 73

No. of subjects = 538 Number of obs = 538

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -412.43031

Refining estimates:

Iteration 2: log likelihood = -412.43031

Iteration 1: log likelihood = -412.43092

Iteration 0: log likelihood = -412.93251

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Hb2cat _IHb2cat_1-2 (naturally coded; _IHb2cat_1 omitted)

. xi: stcox i.Hb2cat

Page 106: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

87

INFEKSI OPORTUNISTIK

_ITypeofIOw_2 .6596046 .2340774 -1.17 0.241 .3290131 1.322373

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -436.89812 Prob > chi2 = 0.2164

LR chi2(1) = 1.53

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -436.89812

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -436.89812

Iteration 2: log likelihood = -436.89813

Iteration 1: log likelihood = -436.91033

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.TypeofIOwhe~V _ITypeofIOw_1-2 (naturally coded; _ITypeofIOw_1 omitted)

. xi: stcox i.TypeofIOwhenstartingARV

have 9 2.5698 3.5022 1.8223 6.7310

dont have 68 12.3688 5.4977 4.3347 6.9728

TypeofI~V D Y Rate Lower Upper

(548 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. strate TypeofIOwhenstartingARV, per (100)

Page 107: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

88

FAKTOR RISIKO PENULARAN

Prob > chi2 = 0.0035

chi2( 3) = 13.61

( 3) _INewRisk2_4 = 0

( 2) _INewRisk2_3 = 0

( 1) _INewRisk2_2 = 0

. testparm _INewRisk2*

_INewRisk2_4 .308768 .1099012 -3.30 0.001 .1536952 .6203035

_INewRisk2_3 1.141577 .3688715 0.41 0.682 .605984 2.150549

_INewRisk2_2 .8119563 .2331612 -0.73 0.468 .4624894 1.425488

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -429.46201 Prob > chi2 = 0.0009

LR chi2(3) = 16.40

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -429.46201

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -429.46201

Iteration 2: log likelihood = -429.46272

Iteration 1: log likelihood = -429.7365

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.NewRisk2 _INewRisk2_1-4 (naturally coded; _INewRisk2_1 omitted)

. xi: stcox i.NewRisk2

IDU 12 5.7302 2.0942 1.1893 3.6875

homosex 16 1.7679 9.0502 5.5445 14.7727

heteroNonPS 24 3.9662 6.0511 4.0558 9.0278

heteroPS 25 3.4742 7.1959 4.8623 10.6494

NewRisk2 D Y Rate Lower Upper

(548 records included in the analysis)

Estimated rates (per 100) and lower/upper bounds of 95% confidence intervals

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

. strate NewRisk2, per (100)

Page 108: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

89

Multivariat

_ICD4100an_3 1.052746 .2974222 0.18 0.856 .6051209 1.831494

_ICD4100an_2 1.013407 .3033473 0.04 0.965 .5636251 1.822123

_IAge2cat_2 .5800395 .1544525 -2.05 0.041 .3441915 .9774959

_INewRisk2_4 .4839525 .3408563 -1.03 0.303 .1216988 1.924505

_INewRisk2_3 1.628288 .9856226 0.81 0.421 .4971513 5.333028

_INewRisk2_2 1.108921 .7026314 0.16 0.870 .3203058 3.839163

_ISuperviso_2 1.824912 .4458583 2.46 0.014 1.13052 2.945815

_Inew_occup_99 1.08224 1.128272 0.08 0.940 .1402546 8.35084

_Inew_occup_2 1.071217 .5844343 0.13 0.900 .3676877 3.120871

_Isex_2 1.429216 .5020292 1.02 0.309 .7179651 2.845068

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -423.05146 Prob > chi2 = 0.0019

LR chi2(10) = 27.85

Time at risk = 1478.830938

No. of failures = 77

No. of subjects = 545 Number of obs = 545

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -423.05146

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -423.05146

Iteration 2: log likelihood = -423.05232

Iteration 1: log likelihood = -423.50887

Iteration 0: log likelihood = -436.97509

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.CD4100an _ICD4100an_1-3 (naturally coded; _ICD4100an_1 omitted)

i.Age2cat _IAge2cat_1-2 (naturally coded; _IAge2cat_1 omitted)

i.NewRisk2 _INewRisk2_1-4 (naturally coded; _INewRisk2_1 omitted)

i.Supervisoro~V _ISuperviso_1-2 (naturally coded; _ISuperviso_1 omitted)

i.new_occupat~n _Inew_occup_1-99 (naturally coded; _Inew_occup_1 omitted)

i.sex _Isex_1-2 (naturally coded; _Isex_1 omitted)

. xi: stcox i.sex i.new_occupation i.SupervisorofARV i.NewRisk2 i.Age2cat i.CD4100an

Page 109: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

90

CD4100an 1.026086 .1451364 0.18 0.856 .7776497 1.35389

_IAge2cat_2 .5799279 .1543954 -2.05 0.041 .3441571 .9772174

_INewRisk2_4 .4830978 .339813 -1.03 0.301 .1217016 1.917669

_INewRisk2_3 1.624753 .9806886 0.80 0.421 .497747 5.303544

_INewRisk2_2 1.107395 .7008895 0.16 0.872 .3203043 3.828624

_ISuperviso_2 1.826279 .4452771 2.47 0.014 1.132479 2.945128

_Inew_occup_99 1.080245 1.125539 0.07 0.941 .1401618 8.325581

_Inew_occup_2 1.069512 .58239 0.12 0.902 .3678525 3.109548

_Isex_2 1.429448 .5021855 1.02 0.309 .718008 2.845821

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -423.05257 Prob > chi2 = 0.0010

LR chi2(9) = 27.85

Time at risk = 1478.830938

No. of failures = 77

No. of subjects = 545 Number of obs = 545

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -423.05257

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -423.05257

Iteration 2: log likelihood = -423.05343

Iteration 1: log likelihood = -423.50935

Iteration 0: log likelihood = -436.97509

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Age2cat _IAge2cat_1-2 (naturally coded; _IAge2cat_1 omitted)

i.NewRisk2 _INewRisk2_1-4 (naturally coded; _INewRisk2_1 omitted)

i.Supervisoro~V _ISuperviso_1-2 (naturally coded; _ISuperviso_1 omitted)

i.new_occupat~n _Inew_occup_1-99 (naturally coded; _Inew_occup_1 omitted)

i.sex _Isex_1-2 (naturally coded; _Isex_1 omitted)

. xi: stcox i.sex i.new_occupation i.SupervisorofARV i.NewRisk2 i.Age2cat CD4100an if CD4100an~=.

Page 110: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

91

Page 111: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

92

Prob > chi2 = 0.0285

chi2( 3) = 9.06

( 3) _INewRisk2_4 = 0

( 2) _INewRisk2_3 = 0

( 1) _INewRisk2_2 = 0

. testparm _INewRisk2*

_IAge2cat_2 .5886736 .1568064 -1.99 0.047 .3492512 .9922273

_INewRisk2_4 .4610454 .3244376 -1.10 0.271 .1160789 1.831193

_INewRisk2_3 1.598164 .9625238 0.78 0.436 .4908732 5.203232

_INewRisk2_2 1.048779 .6623746 0.08 0.940 .3041534 3.616389

_ISuperviso_2 1.784424 .4320768 2.39 0.017 1.110171 2.868179

_Inew_occup_99 1.10254 1.146944 0.09 0.925 .1435196 8.46988

_Inew_occup_2 1.068995 .5822016 0.12 0.903 .367612 3.108576

_Isex_2 1.398692 .4894093 0.96 0.338 .7045024 2.77691

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -424.00657 Prob > chi2 = 0.0006

LR chi2(8) = 27.31

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -424.00657

Refining estimates:

Iteration 4: log likelihood = -424.00657

Iteration 3: log likelihood = -424.00657

Iteration 2: log likelihood = -424.00739

Iteration 1: log likelihood = -424.4406

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Age2cat _IAge2cat_1-2 (naturally coded; _IAge2cat_1 omitted)

i.NewRisk2 _INewRisk2_1-4 (naturally coded; _INewRisk2_1 omitted)

i.Supervisoro~V _ISuperviso_1-2 (naturally coded; _ISuperviso_1 omitted)

i.new_occupat~n _Inew_occup_1-99 (naturally coded; _Inew_occup_1 omitted)

i.sex _Isex_1-2 (naturally coded; _Isex_1 omitted)

. xi: stcox i.sex i.new_occupation i.SupervisorofARV i.NewRisk2 i.Age2cat

Page 112: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

93

_IAge2cat_2 .6215361 .1653823 -1.79 0.074 .3689549 1.047031

_INewRisk2_4 .4723303 .332512 -1.07 0.287 .1188544 1.877052

_INewRisk2_3 1.652217 .9996676 0.83 0.407 .5047203 5.408581

_INewRisk2_2 1.05734 .6675722 0.09 0.930 .3067553 3.644495

_ISuperviso_2 1.747207 .4265939 2.29 0.022 1.082723 2.819498

new_occupation 1.060937 .5779348 0.11 0.914 .3647593 3.085838

_Isex_2 1.467427 .5206192 1.08 0.280 .7320893 2.941365

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -418.50087 Prob > chi2 = 0.0004

LR chi2(7) = 26.31

Time at risk = 1475.88501

No. of failures = 76

No. of subjects = 545 Number of obs = 545

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -418.50087

Refining estimates:

Iteration 4: log likelihood = -418.50087

Iteration 3: log likelihood = -418.50087

Iteration 2: log likelihood = -418.50166

Iteration 1: log likelihood = -418.90893

Iteration 0: log likelihood = -431.65521

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Age2cat _IAge2cat_1-2 (naturally coded; _IAge2cat_1 omitted)

i.NewRisk2 _INewRisk2_1-4 (naturally coded; _INewRisk2_1 omitted)

i.Supervisoro~V _ISuperviso_1-2 (naturally coded; _ISuperviso_1 omitted)

i.sex _Isex_1-2 (naturally coded; _Isex_1 omitted)

. xi: stcox i.sex new_occupation i.SupervisorofARV i.NewRisk2 i.Age2cat if new_occupation~=99

Page 113: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

94

_IAge2cat_2 .5913117 .1564579 -1.99 0.047 .3520408 .9932072

_INewRisk2_4 .4303019 .1901063 -1.91 0.056 .181015 1.022897

_INewRisk2_3 1.522042 .7186196 0.89 0.374 .6033074 3.839851

_INewRisk2_2 .9842907 .3176697 -0.05 0.961 .5228857 1.852849

_ISuperviso_2 1.788868 .4315582 2.41 0.016 1.114882 2.870303

_Isex_2 1.395259 .4866636 0.95 0.340 .7042998 2.764091

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -424.01809 Prob > chi2 = 0.0001

LR chi2(6) = 27.29

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -424.01809

Refining estimates:

Iteration 4: log likelihood = -424.01809

Iteration 3: log likelihood = -424.01809

Iteration 2: log likelihood = -424.01893

Iteration 1: log likelihood = -424.44597

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Age2cat _IAge2cat_1-2 (naturally coded; _IAge2cat_1 omitted)

i.NewRisk2 _INewRisk2_1-4 (naturally coded; _INewRisk2_1 omitted)

i.Supervisoro~V _ISuperviso_1-2 (naturally coded; _ISuperviso_1 omitted)

i.sex _Isex_1-2 (naturally coded; _Isex_1 omitted)

. xi: stcox i.sex i.SupervisorofARV i.NewRisk2 i.Age2cat

Page 114: Faktor2 Yg Mempengaruhi Loss Follow Up

95

FINAL MODEL

Prob > chi2 = 0.0099

chi2( 3) = 11.37

( 3) _INewRisk2_4 = 0

( 2) _INewRisk2_3 = 0

( 1) _INewRisk2_2 = 0

. testparm _INewRisk2*

_IAge2cat_2 .5692598 .1489878 -2.15 0.031 .3408257 .9507988

_INewRisk2_4 .3325249 .1186481 -3.09 0.002 .165237 .669177

_INewRisk2_3 1.099982 .360587 0.29 0.771 .578564 2.091315

_INewRisk2_2 .846215 .2440322 -0.58 0.563 .480851 1.489193

_ISuperviso_2 1.785627 .4308449 2.40 0.016 1.112779 2.865319

_t Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

Log likelihood = -424.47044 Prob > chi2 = 0.0001

LR chi2(5) = 26.38

Time at risk = 1493.859001

No. of failures = 77

No. of subjects = 548 Number of obs = 548

Cox regression -- Breslow method for ties

Iteration 0: log likelihood = -424.47044

Refining estimates:

Iteration 3: log likelihood = -424.47044

Iteration 2: log likelihood = -424.4711

Iteration 1: log likelihood = -424.87976

Iteration 0: log likelihood = -437.66205

origin: time dateof1stdayvisitYKP

analysis time _t: (dateotthelastdayvisitingY-origin)/365.25

failure _d: outcome == 1

i.Age2cat _IAge2cat_1-2 (naturally coded; _IAge2cat_1 omitted)

i.NewRisk2 _INewRisk2_1-4 (naturally coded; _INewRisk2_1 omitted)

i.Supervisoro~V _ISuperviso_1-2 (naturally coded; _ISuperviso_1 omitted)

. xi: stcox i.SupervisorofARV i.NewRisk2 i.Age2cat