presus jiwa muthia
DESCRIPTION
presentasi kasus depresi beratTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
F. 32.2 EPISODE DEPRESI BERAT
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa di RSUD Wonosari
Disusun Oleh :
Muthia Isna Anindita, S.Ked
20090310226
Dokter pembimbing : dr. Ida Rochmawati, M.Sc,Sp.KJ
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSUD WONOSARI
2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
F.32.2 EPISODE DEPRESI BERAT
Disusun oleh:
MUTHIA ISNA ANINDITA
20090310226
Mengetahui,
Dosen Pembimbing & Penguji Klinik
dr. Ida Rochmawati, M.Sc,Sp.KJ
2
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL..........................................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................4
A. IDENTITAS PASIEN............................................................................................4
B. ANAMNESIS........................................................................................................4
C. Riwayat Perkembangan..........................................................................................7
D. Riwayat Penyakit Keluarga....................................................................................8
E. Persepsi (Tanggapan) Pasien Tentang Dirinya dan Kehidupannya........................8
F. Status Mental..........................................................................................................9
G. Pemeriksaan Fisik................................................................................................11
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................13
A. DEFINISI.............................................................................................................13
B. EPIDEMIOLOGI.................................................................................................13
C. ETIOLOGI...........................................................................................................13
D. GEJALA KLINIS.................................................................................................15
E. PATOFISIOLOGI................................................................................................15
F. TANDA GANGGUAN DEPRESI BERAT.........................................................17
G. PEDOMAN DIAGNOSTIK.................................................................................18
H. DIAGNOSIS BANDING.....................................................................................19
I. TERAPI................................................................................................................20
BAB. III. PEMBAHASAN..............................................................................................22
A. IKTISAR PENEMUAN BERMAKNA................................................................22
B. FORMULASI DIAGNOSIS................................................................................22
C. DIAGNOSIS........................................................................................................23
D. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL............................................................................23
E. TERAPI................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................25
3
4
BAB IPENDAHULUAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SW
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Semanu
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Keluarga yang merawat : Suami
Tanggal kontrol : 10 Desember 2014
Tanggal home visit : 10 Desember 2014
Nomor RM : 447305
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Merasa sedih terus menerus.
2. Keluhan Tambahan : Merasa ingin mati.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada Saat pasien berusia 17 tahun, ayah kandung pasien meninggal dunia.
Ayah pasien merupakan orang terdekat bagi pasien. Pasien anak bungsu dan
dimanja oleh orang tuanya terutama Ayahnya. Pasien merasa sangat terpukul dan
sedih karena Ayahnya yang merupakan pelindung baginya telah meninggal dunia.
5
Pada hari ketika Ayah pasien meninggal dunia, pasien sangat merasa kehilangan,
pasien merasa deg-degan, gemetaran, dan sesak nafas ketika itu. Pada malam
harinya, pasien mengaku bermimpi buruk dan ketika terbangun banyak hal yang
membuatnya takut sehingga pasien sering merasa rumahnya bersuasana
mencekam. Sejak saat itu, deg-degan dan gemertaran tidak berhenti justru pasien
merasa dirinya akan mati, sehingga pasien sering mengalihkannya dengan
berjalan-jalan sendiri mengitari kampung pada malam hari untuk menghilangkan
ketakutan yang ada pada dirinya.
Satu tahun kemudian, keluarga pasien mulai menyadari tingkah aneh
pasien sehingga pasien mulai diajak ke dukun dan mulai berobat hingga 2 kali
namun pasien tidak merasa ada perubahan. Ketakutannya masih sangat
mengganggu disertai dengan gemetaran, deg-degan yang tak kunjung berhenti,
pasien juga masih merasa akan mati dan tidak tenang. Pasien masih terus-terusan
bermimpi buruk seperti jatuh ke jurang, dan lain sebagainya.
Pada saat berumur 21 tahun pasien menikah, dari sebelumnya pasien tidak
pernah bercerita tentang masalahnya, kini pasien agak mulai tenang karena ada
orang yang bisa menjadi tempat bercerita. Pasien mulai berkurang mimpi
buruknya meski terkadang ketakutannya tiba-tiba muncul. Pasien merasa lebih
baik ketika ia pindah dari rumah aslinya. Sejak memiliki rumah seindiri bersama
suaminya, pasien tidak mau lagi pulang ke rumah aslinya karena pasien merasa
tidak tenang dan ketakutan ketika berada di rumah aslinya.
Sekitar 9 tahun yang lalu, ketika anak bungsu pasien lahir, ketakutan mulai
sering muncul kembali. Rasa deg-degan, gemetaran, sesak nafa, mimpi buruk,
gelisah, dan merasa akan mati sering tiba-tiba muncul sehingga membuatnya
menderita. Pasien kemudian dibawa suami ke kyai agar lebih baik dan tenang,
namun pasien tetap merasa kurang baik meskipun ada sedikit ketenangan.
Semenjak itu pasien terus melakukan shalat tahajud dan mengaji setiap hari.
Namun, pasien masih mengaku sering tiba-tiba ketakutan dan merasa akan mati
hingga sering pula berjalan-jalan sendiri untuk menghilangkan kegelisahannya.
2 tahun yang lalu, ketika pasien opname di sebuah Rumah Sakit, pasien
direkomendasikan oleh dokternya untuk kontrol ke dokter jiwa berkaitan dengan
6
keluhannya tentang ketakutannya. Pasien opname karena gastritis yang tak
kunjung sembuh. Pasien terus merasa akan mati dan ketakutan serta hidupnya
tidak tenang. Pada akhirnya, pasien mulai memeriksakan diri ke dokter jiwa dan
diberi obat rutin hingga keluhannya terus berkurang dan pasien merasa lebih baik.
Pasien sempat diturunkan dosis obatnya dan berhenti minum obat selama 6 bulan.
Namun, karena di desanya tiba-tiba ada 7 orang yang meninggal secara
beruntutan, pasien kembali merasa ketakutan dan memiliki gejala yang sama
persis dengan sebelum pasien sembuh dan kembali berobat ke dokter jiwa.
Alloanamnesis :
(Dari keterangan suami pasien)
Nama Suami : Bp. S
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Semanu
Pasien merupakan ibu rumah tangga yang telah memiliki 2 anak. Pasien
termasuk pendiam dan jarang bercerita kepada orang lain kecuali pada suaminya
sendiri. Sebelum pasien mulai berobat, pasien merupakan orang yang sangat
penakut, untuk ke kamar mandi sendiri pada malam hari tidak berani, dan tidak
pernah mau untuk diajak ke rumah aslinya (rumah orang tuanya). Pasien sangat
ketakutan ketika ada tetangga atau saudara yang meninggal, sehingga suaminya
tidak pernah mengajaknya melayat dan ke kuburan untuk mengantarkan jenazah.
Setelah berobat, suami pasien merasa pasien lebih baik, rasa takut yang biasanya
sangat dominan menjadi berkurang. Tidak lagi mengeluh tidak bisa tidur, walau
sebelumnya sempat terganggu tidurnya dan tidak bisa melanjutkan tidurnya
kembali. Nafsu makan pasien juga membaik, karena sebelumnya tidak pernah bisa
makan kalau sedang dalam keadaan ketakutan. Pasien juga sudah terlihat tenang
dan tidak lagi mengajak jalan-jalan ketika sedang gelisah seperti sebelum berobat.
Autoanamnesis :
7
Pasien merasa telah lebih baik. Hatinya lebih tenang, meskipun masih ada
ketakutan ketika mendengar ada orang yang meninggal. Kini, pasien merasa lebih
bisa menikmati hidup karena sebelumnya pasien mengaku tidak bisa merasa
senang. Pasien merasa hidupnya lebih bahagia. Pola tidur pasien mulai teratur,
pasien mengaku tidak merasa kesulitan dalam memulai tidur dan tidak pernah
bermimpi buruk lagi. Nafsu makan baik. Pasien tidak mengeluh mudah deg-
degan, gemetaran, maupun sesak nafas kecuali ketika mendengar ada orang yang
meninggal. Ketika mendengar orang meninggal, saat ini pasien masih merasa
takut dan khawatir namun tidak seperti dulu, kini pasien merasa mulai bisa
mengelola dirinya dan lebih tenang. Kegiatan di rumah, pasien berdagang di toko
klontong yang ada di rumahnya, selain itu pasien juga mengurus rumah dan satu
anaknya yang masih berusia 9 tahun. Pasien senang berinteraksi dengan
tetangganya meskipun jarang bercerita tentang masalah-masalah yang dialaminya.
4. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a. Riwayat Gangguan Mental
Pasien tidak pernah merasa senang berlebihan, bedandan berlebihan,
ataupun tidak bisa tidur karena merasa tidak lelah.
b. Riwayat Kondisi Medik
Riwayat gastritis sejak pasien berusia 20 tahun. Riwayat hipertensi,
trauma kepala, kejang, asma, penyalahgunaan obat dan alkoholisme disangkal.
C. Riwayat Perkembangan
Prenatal dan perinatal: Pasien lahir normal dibantu oleh dukun bayi.
Berat badan lahir tidak diketahui. Pasien menyusu asi eksklusif.
Early childhood: Pada waktu kecil pasien termasuk anak yang mudah
bergaul, perkembangan tidak terlambat, pasien anak bungsu sehingga
sangat dimanja oleh orang tua dan kakaknya, pasien nyaman bercerita
dengan ayah dan kedua saudara perempuannya.
8
45
919
41
Middle childhood : Pasien memiliki prestasi yang cukup baik di
sekolahnya, mudah bergaul, tapi jarang bermain karena lebih nyaman
berada di rumah bersama keluarganya.
Late childhood : Pasien taat beribadah dan selalu menuruti nasihat yang
diberikan orang tua dan kedua kakak kandungnya.
Adulthood : Pasien menikah saat usia 21 tahun dan memiliki suami yang
sangat penyayang dan pengertian. Sehingga masalah apapun selalu
pasien utarakan kepada suaminya tersebut. Pasien memiliki 2 orang anak
laki-laki, anak pertama telah bekerja di Kalimantan dan anak kedua
masih berusia 9 tahun yang menurut pasien agak manja.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah ada yang berobat/mondok dirumah sakit
jiwa. Riwayat hipertensi, kejang, asma, penyalahgunaan obat dan alkoholisme
juga disangkal.
Genogram
Keluarga Bapak Suyono
E. Persepsi (Tanggapan) Pasien Tentang Dirinya dan Kehidupannya
Pasien memiliki tanggapan bahwa dirinya paling dekat dengan ayahnya,
sehingga kejadian sakit yang dialami dimulai dari rasa kehilangan yang
9
dialaminya. Pasien terus berusaha meyakinkan dirinya bahwa mati adalah urusan
Tuhan ketika rasa akan mati itu muncul tiba-tiba. Pasien merasa hidupnya kini
lebih bahagia dan berkualitas sejak berobat di dokter jiwa.
F. Status Mental
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Seorang wanita umur 41 tahun berpenampilan rapi dan sederhana. Terlihat
rawat diri yang baik, dengan wajah yang sumringah dan sangat kooperatif
ketika menjawab berbagai pertanyaan.
b. Kesadaran
Compos mentis GCS E4V5M6.
c. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Pasien duduk tenang, gerakan psikomotor normal.
d. Pembicaraan
Relevan dan lancar.
e. Sikap terhadap pemeriksa
Sangat kooperatif.
2. Keadaan Afektif (Mood) Perasaan, Ekspresi Afektif, serta Empati
Afek : normoafek.
Mood : stabil.
Empati : cukup.
3. Fungsi Intelektual
10
Taraf pendidikan, pengetahuan dan kecerdasan sesuai dengan pendidikan
SMA : pengetahuan sesuai dengan pendidikan dan taraf kecerdasan.
Daya konsentrasi : baik, pasien dapat memahami pertanyaan yang
dilontarkan dengan jawaban tepat.
Orientasi : waktu : baik, orang : baik, tempat : baik.
Daya ingat : jangka panjang : baik, jangka pendek : baik, segera : baik.
4. Gangguan Persepsi
Halusinasi dan ilusi : tidak mengalami.
Depresonalisasi : negative.
Derealisasi : negative.
5. Proses Berpikir
a. Arus pikiran
Produktivitas : Dapat dipahami dan kuantitas cukup.
Kontinuitas : Lancar, relevan.
Hendaya berbahasa: Assosiasi cukup.
b. Isi pikiran
Prekokupasi : pada perasaan akan mati dan kesedihan
sepeninggal ayah kandungnya.
Waham : negative.
Obsesi : negative.
Fantasi : negative.
c. Bentuk Pikir : realistik
6. Pengendalian impuls : pasien ingin selalu pemuasan segera (-)
11
7. Daya Nilai
Norma sosial : baik.
Uji daya nilai : pasien mampu membuat kesimpulan atau penilaian
kapabilitas penilaian social.
Daya nilai realita : baik.
8. Tilikan (Insight)
Pasien menyadari penyakitnya dan mengetahui penyebabnya.
9. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya.
G. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak tenang
Kesadaran : Compos mentis E4V5M6
Vital sign
TD : 110/70 mmHg
Nadi: 88 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.4 OC
Sistem Kardiovaskular
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC 5 linea midklavicula kiri
Perkusi : Suara redup, tidak ada pembesaran jantung
12
Auskultasi : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Sistem Respirasi
Inspeksi : Simetris (-), ketertinggalan gerak (-)
Palpasi : Ketertinggalan gerak (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara dasar : vesikuler (+), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Permukaan cembung, venektasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, perkusi batas hepar tidak dilakukan
Sistem Urogenital
BAK dbn, BAB dbn
13
BAB. II
EPISODE DEPRESI
A. DEFINISIDepresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan
dan rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
B. EPIDEMIOLOGIGangguan depresi berat merupakan gangguan yang sering terjadi, dengan
prevalensi seumur hidup sekitar 15%, kemungkinan sekitar 25% terjadi pada
wanita.
Terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresi
berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Usia onset
untuk gangguan depresi berat kira-kira usia 40 tahun. 50% dari semua pasien,
mempunyai onset antara usia 20-50 tahun.
Beberapa data epidemilogi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi
gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia
kurang dari 20 tahun, jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan
dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat -zat lain pada kelompok usia
tersebut.
Angka gangguan depresif berat pada anak-anak pre sekolah diperkirakan
adalah sekitar 0,3% dalam masyarakat, dibandingkan dengan 0,9% dalam
lingkungan klinis. Diantara anak-anak usia sekolah dalam masyarakat, kira-kira
2% memiliki gangguan depresif berat. Depresi lebih sering pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan pada anak usia sekolah.
C. ETIOLOGI
14
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga
faktor -faktor dibawah ini berperan.
a. Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan
depresi berat berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin
biogenik ( norepinefrin dan serotonin ). Penurunan serotonin dapat
mencetuskan depresi, dan pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki
konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah
serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit.
Faktor neurokimia lain seperti adenilate cyclase, phsphotidyl inositol, dan
regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab.
Penelitian anak pra pubertas dengan gangguan depresif berat dan remaja-
remaja dengan gangguan mood telah menemukan kelainan biologis.1
Anak pra pubertas dalam suatu episode gangguan depresif berat
mensekresikan hormon pertumbuhan yang secara bermakna lebih banyak
selama tidur dibandingkan dengan anak normal dan anak dengan
gangguan mental nondepresi.
b. Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama
dari pasien gangguan depresi berat kemungkinan 1,5 – 2,5 kali lebih besar
daripada sanak saudara derajat pertama kontrol. Memiliki satu orang tua
yang terdepresi kemungkinan meningkatkan resiko dua kali untuk
keturunan, memiliki kedua orang tua terdepresi kemungkinan
meningkatkan resiko empat kali bagi keturunan untuk terkena gangguan
depresi sebelum usia 18 tahun.
c. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stess lingkungan, suatu pengalamn klinis
yang telah lama direplikasikan adalah bahwa peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan
15
mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan
untuk gangguan depresi berat.
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya
adalah kehilangan orang tua sebelum usia 13 tahun. Stressor lingkungan
yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan.
Bebeapa artikel teoritik mempermasalakan hubungan antara fungsi
keluarga dan onset serta perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu,
derajat psikopatologi di dalam keluarga mungkin mempergaruhi kecepatan
pemulihan, berkurangnya gejala, dan penyesuaian pasien pasca pemulihan.
D. GEJALA KLINISGejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
Efek depresif,
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Gangguan tidur
g. Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang – kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung lama.
16
E. PATOFISIOLOGITimbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter
aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi
impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter
di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter
tersebut di post sinaps sistem saraf pusat.
Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu
reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam
mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti
depresan.
Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena
menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan
neurotransmisi serotogenik). Beberapa peneliti menemukan bahwa selain
serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang berperan pada
timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi
terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter aminergik
pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori
biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya
kemampuan neurotransmisi serotogenik.
2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi
aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor
presinaptik.
3. Menurunnya aktivitas dopamin.
4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.
Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi
akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti
klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat
golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang
menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono
17
Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh
enzim monoamin oksidase.
Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang
menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas
neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau
kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan
gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan
pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini
dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin
Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan
menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat
dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki
gejala-gejala depresi.
Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan
dan pengembangan obat-obat anti depresan.
F. TANDA GANGGUAN DEPRESI BERATa. Perasaan yang berubah-ubah
Depresi berat merupakan gangguan mood yang mempengaruhi cara seseorang
merasa tentang kehidupan pada umumnya. Memiliki pandangan putus asa atau tak
berdaya pada kehidupan adalah gejala yang paling sering dikaitkan dengan
depresi. Perasaan lain yang mungkin dirasakan adalah merasa tidak berharga,
membenci diri atau rasa bersalah yang tidak tepat.
b. Kehilangan minat
Depresi dapat merenggut kesenangan atau kenikmatan dari hal yang disukai.
Hilangnya minat dari kegiatan yang pernah dinantikan, seperti olahraga, hobi atau
pergi keluar dengan teman adalah satu lagi tanda-tanda depresi berat.
c. Kelelahan dan tidur
18
Sebagian alasan seseorang berhenti melakukan hal-hal yang dinikmatinya adalah
karena merasa sangat lelah. Depresi sering datang dengan kekurangan energi dan
perasaan yang luar biasa dari kelesuan, yang dapat menjadi gejala paling
melemahkan. Dan bisa mengakibatkan tidur berlebihan atau tidak tidur sama
sekali.
d. Kecemasan dan lekas marah
Orang dengan depresi juga memberikan kontribusi menimbulkan kecemasan dan
mudah tersinggung. Penelitian menunjukkan, pria lebih cenderung menunjukkan
tanda-tanda ini. Karena wanita lebih mungkin menginternalisasi masalah mereka,
sementara pria cenderung mengeksternalisasi perasaan mereka dengan
menyalahkan orang lain.
e. Selera makan dan berat badan meningkat
Nafsu makan dan berat badan dapat berfluktuasi secara berbeda untuk setiap
orang dengan depresi berat. Beberapa akan memiliki nafsu makan dan berat badan
bertambah, sementara yang lain sebaliknya.
f. Emosi tak terkendali
Satu menit dikuasai amarah. Berikutnya, menangis tak terkendali. Emosi yang
naik dan turun dalam waktu singkat ini adalah gejala depresi. Mirip dengan
kelainan suasana hati (gangguan bipolar), yakni suasana hati yang berfluktuasi tak
terkendali dan membuat orang tersebut bingung.
g. Bunuh diri
Realitas paling menakutkan dari depresi adalah hubungannya dengan keinginan
bunuh diri. Emosi yang tak terkendali dan perasaan hampa sering menyebabkan
orang untuk berpikir bahwa bunuh diri adalah solusi permanen. Bahkan, 90 persen
dari lebih dari 34.000 orang yang bunuh diri di AS setiap tahun didiagnosis
memiliki gangguan psikiatrik.
G. PEDOMAN DIAGNOSTIKPedoman diagnostik untuk episode depresi berat tanpa gejala psikotik:
Semua 3 gejala utama depresi harus ada
19
Ditambah sekurang-kurangnya 4 gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
tetapi jika gejala utama amat berat dan beronset cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Pedoman diagnostik untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik
Episode depresif berat yang memiliki kriteria tanpa gejala psikotik tersebut
diatas;
Diseratai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam,
dan pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
alfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau
kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat
menuju stupor.
H. DIAGNOSIS BANDINGDalam menegakkan suatu gangguan depresi, diagnosis lain perlu
dipikirkan, seperti adanya gangguan organik, intoksikasi atau ketergantungan zat
dan abstinensia, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung dan
gangguan penyesuaian.
Perubahan intrinsik yang berhubungan dengan epilepsi lobus temporalis
dapat menyerupai gangguan depresi, khususnya jika fokus epileptik adalah sisi
kanan.
20
Berkabung merupakan suatu respon normal yang hebat, dan menyakitkan
karena kehilangan, tetapi responsif terhadap dukungan dan empati dapat membuat
berangsur mereda / sembuh seiring berjalanya waktu.
I. TERAPIMekanisme terjadinya obat anti depresi adalah :
Menghambat ‘reuptake aminergic neurotransmitter’
Menghambat penghancuran oleh enzim ‘monoamine oxidase’
Sehingga terjadi peningkatan jumlah ‘aminergic transmitter’ pada sinaps
neuron di SSP.
Golongan obat anti depresan antara lain :
Trisiklik: Amitriptylin, Tianeptine, Imipramine, Clomipramine, Opipramol
Tetrasiklik: Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
MAOI Reversibel: Moclobemide
Atypical: Trazodone, Mirtazepin
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor): Sertraline, Paroxetine,
Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek
klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam, serta
waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali per hari). Ada 5 proses dalam
pengaturan dosis, yaitu:
- Initiating dosage (tes dosage), untuk mencapai dosis anjuran selama 1
minggu, misalnya amitriptylin 25 mg/hari pada hari 1-2,50 mg/hari pada
hari ke 3 dan ke 4, 100 mg/hari pada hari ke 5 dan ke 6.
- Titrating dosage (optimal dose), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis
efektif, kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amitriptylin 150
mg/hari selama hari ke 7-15 ( minggu II), kemudian minggu ke III 200
mg/hari dan minggu ke IV 300 mg/hari.
- Stabilizing dosage (Stabilzation dose), dosis optimal dipertahankan
selama 2-3 bulan. Misalnya amitriptylin 300 mg/hari (dosis optimal)
kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
21
- Maintaning dosage (maintanance dose), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari.
- Tapering dosage (tapering dose), selama 1 bulan, kebalikan dari proses
initialing dose. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama
1 minggu. 100 mg 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg 50 mg/hari
selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari selama 1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat dihentikan total. Kalau kemudian
sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose
one hour before sleep) untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan
SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan.
22
BAB. III
PEMBAHASAN
A. IKTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang wanita datang ke Rumah Sakit karena merasa takut yang tidak wajar,
rasa takut disertai dengan gemetaran, keringat dingin dan detak jantung yang
cepat. Selain itu pasien juga merasa akan mati. Pasien mengalami gangguan tidur
dan mengalami mimpi buruk dalam tiap tidur malamnya. Nafsu makan sangat
berkurang hingga pasien harus dirawat di RS karena gastritis yang diderita sejak
pasien berusia 20 tahun. Pasien merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan ini
hingga sempat pergi ke dukun dan kyai namun tidak berhasil menghilangkan
ketakutannya. Keluhan ini dirasakan sejak pasien berusia 19 tahun tepat ketika
ayahnya, yang merupakan keluarga terdekatnya meninggal dunia. Pasien sempat
merasa lebih baik ketika meninggalkan rumah dan hidup bersama suami yang
sangat mengerti keadaannya. Namun, ketika anak keduanya lahir gejala mulai
muncul tiba-tiba kembali hingga pasien merasa kembali tidak nyaman dengan
hidupnya. Pasien mulai merasa gejalanya semakin parah ketika tetangganya
berturut-turut meninggal dunia, berdebar-debar, keringat dingin, mimpi buruk,
sesak nafas, hingga perasaan akan mati kembali dirasakannya hingga tak jarang
pasien sering berjalan-jalan sendiri untuk menghilangkan kegelisahannya.
Halusinasi auditorik maupun visual disangkal. Pasien tidak berwaham, preokupasi
(+) terhadap ketakutannya. Fungsi peran maupun social masih berjalan meskipun
agak terganggu.
B. FORMULASI DIAGNOSIS
Dari hasil alloanamnesis maupun autoanamnesis pasien pernah mengalami
ketakutan yang berlebihan yang disebabkan oleh kematian ayahnya yang
merupakan keluarga terdekat pasien. Pasien merasa berdebar-debar, gemetaran,
sesak nafas, dan merasa akan mati. Selain itu pasien mengalami gangguan tidur
dan nafsu makan yang turun drastic. Pasien juga mengaku mudah lelah dan
pekerjaannya sangat terganggu.
23
Berdasarkan anamnesis dan status mental pasien ini memenuhi kriteria
diagnostik PPDGJ-III sebagai F32.2 yaitu episode depresi berat tanpa gejala
psikotik, dimana pedoman diagnostik nya adalah :
Semua 3 gejala utama depresi ada.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan gejalanya secara rinci.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejalanya amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu
kurang dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali dalam taraf yang sangat
terbatas.
C. DIAGNOSIS
F32.2 Episode Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik.
Diagnosis banding :
F32.0 Episode Depresi Ringan
F32.1 Episode Depresi Sedang
F32.3 Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
D. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Axis I : Gangguan Suasana Perasaan
Axis II : Gangguan Kepribadian Cemas
Axis III : Penyakit Sistem Pencernaan
Axis IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
24
Axis V : Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam social dan pekerjaan.
E. TERAPI
a. Non Farmakologi
Psikoterapi
b. Farmakoterapi
Amitriptilin 25mg 1x1
25
DAFTAR PUSTAKA
Rusdi, M. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK- Unika Atma Jaya
Pramudya.2003. Skizofrenia. Jakarta : Comphrehensive Textbook Psychiatry
Azorin, J. 20011. A double Blind Comparative study Of Clozapine And Risperidone In The Management Of Severe Chronic Schizophrenia
26
REFLEKSI KASUS
Bagaimana pemberian terapi pada pasien ini ?
Pasien diberi obat antidepresan :
Mekanisme terjadinya obat anti depresi adalah :
Menghambat ‘reuptake aminergic neurotransmitter’
Menghambat penghancuran oleh enzim ‘monoamine oxidase’
Sehingga terjadi peningkatan jumlah ‘aminergic transmitter’ pada sinaps
neuron di SSP.
Golongan obat anti depresan antara lain :
Trisiklik: Amitriptylin, Tianeptine, Imipramine, Clomipramine, Opipramol
Tetrasiklik: Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
MAOI Reversibel: Moclobemide
Atypical: Trazodone, Mirtazepin
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor): Sertraline, Paroxetine,
Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek
klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam, serta
waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali per hari). Ada 5 proses dalam
pengaturan dosis, yaitu:
- Initiating dosage (tes dosage), untuk mencapai dosis anjuran selama 1
minggu, misalnya amitriptylin 25 mg/hari pada hari 1-2,50 mg/hari pada
hari ke 3 dan ke 4, 100 mg/hari pada hari ke 5 dan ke 6.
- Titrating dosage (optimal dose), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis
efektif, kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amitriptylin 150
mg/hari selama hari ke 7-15 ( minggu II), kemudian minggu ke III 200
mg/hari dan minggu ke IV 300 mg/hari.
27
- Stabilizing dosage (Stabilzation dose), dosis optimal dipertahankan
selama 2-3 bulan. Misalnya amitriptylin 300 mg/hari (dosis optimal)
kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
- Maintaning dosage (maintanance dose), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari.
- Tapering dosage (tapering dose), selama 1 bulan, kebalikan dari proses
initialing dose. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama
1 minggu. 100 mg 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg 50 mg/hari
selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari selama 1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat dihentikan total. Kalau kemudian
sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose
one hour before sleep) untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan
SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan.
28