present akmenstra kelompok 7
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
AKUNTANSI MANAJEMEN STRATEGIS
“ Cost Planning for Product Life Cycle:
Target Costing, Theory of Contraint and
Strategic Pricing “
Disusun Oleh :
Desy Wulandari
Ellys Febrianti
Iwan Saputra
Nike
Riski Rian Nainggolan (C1C012103)
Program Studi S1 Akuntansi Universitas Bengkulu
Tahun Akademik 2014-2015
TUJUAN PEMBAHASAN TOPIK DISKUSI
1. Menjelaskan bagaimana menggunakan target costing dapat membantu
manajemen stratejik
2. Menerapkan teori kendala (Theory of Constract) untuk manajemen biaya
stratejik
3. Menjelaskan bagaimana life-cycle costing membantu manajemen stratejik
4. Menguraikan tujuan dan teknik life-cycle pricing (penentuan harga jual
yang strategis)
Empat metode pengukuran biaya yanga kan dibahas dalam diskusi pembahasan adalah :
1. Target costing
2. Theory of constraints (TOC)
3. Life-cycle costing
4. Strategic pricing
Keempat metode tersebut dilibatkan dalam product life cycle dimana manajer memerlukan
pendekatan untuk melihat biaya upstream (sebelum proses pemanufakturan) maupun
downstream (setelah proses pemanufakturan)
Tahapan The Product Life Cycle
Tahapan diatas merupakan siklus hidup suatu produk atau jasa dari sudut pandang biaya yang
dikeluarkan.
Siklus hidup pada sebuah perusahaan harus diperhatikan dari dua aspek yaitu biaya selama siklus
hidup produk (cost life cycle ) dan penjualan selama siklus hidup produk (sales life cycle)
Riset dan Pengembangan
Desain
Produksi
Pemasaran dan Distribusi
Pelayanan pada Pelanggan
TARGET
PENJELASAN KURVA PLC
Bila Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) dianggap sebagai nilai strategik bagi suatu
perusahaan, maka manajernya harus dapat menentukan dimana posisi Siklus Hidup Produk
(Product Life Cycle) produknya.
Identifikasi tahapan Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini dapat ditentukan dengan
kombinasi tiga faktor yang menunjukan ciri status produk dan membandingkan hasilnya dengan
pola yang umum.
Tahap PLC suatu produk dapat ditentukan dengan mengidentifikasi statusnya pada 3 kurva.
Market Volume, ditunjukkan dalam unit untuk menghindari distorsi
akibat perubahan harga.
Rate of Change of Market Volume, merupakan cara yang lebih kompleks untuk
menunjukkan tingkat pertumbuhan karena sebagian orang dapat memahami tingkat
pertumbuhan yang negatif.
Profit/Loss, menggambarkan perbedaan antara pendapatan total
dan biaya total pada setiap titik waktu.
Dalam keempat tahap dari analisa Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) ini memiliki
beberapa strategi
TAHAP PERKENALAN (INTRODUCTION)
a. Strategi peluncuran cepat (rapid skimming strategy) yakni peluncuran dengan
tingkat promosi yang tinggi produk baru dengan harga tinggi sehingga keuntungan
yang mana akan digunakan untuk menutup biaya pengeluaran dari pemasaran.
b. Strategi peluncuran lambat (slow skimming strategy) yakni peluncuran produk
baru dengan harga tinggi dan sedikit promosi.
c. Strategi penetrasi cepat (rapid penetration strategy) yakni peluncuran produk pada
harga yang rendah dengan biaya promosi yang besar. dimana strategi ini menjanjikan
penetrasi pasar yang paling cepat dan pangsa pasar yang paling besar.
d. Strategi penetrasi lambat (slow penetration strategy) yskni peluncuran produk baru
dengan tingkat promosi rendah dan harga rendah dimana harga rendah ini dapat
mendorong penerimaan produk yang cepat dan biaya promosi yang rendah.
TAHAP PERTUMBUHAN (GROWTH)
Selama tahap pertumbuhan perusahaan menggunakan beberapa strategi untuk
mempertahankan pertumbuhan pasar yang pesat selama mungkin dengan cara:
a. Meningkatkan kualitas produk serta menambahkan keistimewaan produk baru dan
gaya yang lebih baik.
b. Perusahaan menambahkan model – model baru dan produk – produk penyerta
(yaitu, produk dengan berbagai ukuran, rasa, dan sebagainya yang melindungi produk
utama)
c. Perusahaan memasuki segmen pasar baru.
d. Perusahaan meningkatkan cakupan distribusinya dan memasuki saluran distribusi
yang baru.
e. Perusahaan beralih dari iklan yang membuat orang menyadari produk (product
awareness advertising) ke iklan yang membuat orang memilih produk (product
preference advertising)
f. Perusahaan menurunkan harga untuk menarik pembeli yang sensitif terhadap harga
dilapisan berikutnya.
TAHAP KEDEWASAAN (MATURITY)
a Perusahaan meninggalkan produk mereka yang kurang kuat dan lebih
berkonsentrasi sumber daya pada produk yang lebih menguntungkan dan pada
produk baru.
b. Memodifikasi pasar dimana perusahaan berusaha untuk memperluas pasar untuk
merek yang mapan.
c. Perusahaan mencoba menarik konsumen yang merupakan pemakai produknya.
d. Menggunakan strategi peningkatan keistimewaan (feature improvement) yaitu
bertujuan menambah keistimewaan baru yang memperluas keanekagunaan,
keamanan atau kenyaman produk.
e. Strategi defensif dimana perusahaan untuk mempertahankan pasar yang mana hasil
dari strategi ini akan memodifikasi bauran pemasaran.
f. Strategi peningkatkan mutu yang bertujuan meningkatkan kemampuan produk,
misalnya daya tahan, kecepetan, dan kinerja produk.
g. Strategi perbaikan model yang bertujuan untuk menambah daya tarik estetika
produk seperti model, warna, kemasan dan lain – lain.
h. Menggunakan take-off strategy yang mana marupakan salah satu strategi yang
digunakan untuk mencapai fase penerimaan konsumen baru, strategi ini dapat
memperbaharui pertumbuhan pada saat produk masuk dalam kematangan.
TAHAP PENURUNAN (DECLINE)
a. Manambah investasi agar dapat mendominasi atau menempati posisi persaingan
yang baik.
b. Mengubah produk atau mencari penggunaan/manfaat baru pada produk
c. Mencari pasar baru
d. Tetap pada tingkat investasi perusahaan saat ini sampai ketidakpastian dalam
industri dapat diatasi
e. Mengurangi investasi perusahaan secara selesktif dengan cara meninggalkan
konsumen yang kurang menguntungkan.
f. Harvesting strategy untuk mewujudkan pengembalian uang tunai secara cepat
g. Meninggalkan bisnis tersebut dan menjual aset perusahaan.
KARAKTERISTIK PLC
Aplikasi konsep PLC tidaklah terbatas pada product form life cycle saja, tetapi juga
meliputi product line life cycle, product category life cycle, industry product life cycle,
individual product life cycle, bahkan brand life cycle.
Tidak setiap produk melalui semua tahapan. Beberapa produk bahkan ada yang tidak
pernah melewati tahap perkenalan.Umumnya produk yang gagal memasuki semua
tahapan ini adalah produk-produk yang berkaitan dengan teknologi dan mode .
PLC dapat diperpanjang dengan inovasi dan repositioning. Banyak contoh perusahaan-
perusahaan yang berhasil memperpanjang PLC produknya sehingga penjualannya tidak
menurun tetapi malahan terus meningkat. Untuk contoh di Indonesia, misalnya Rinso
yang berhasil memperpanjang PLC-nya dengan memperkenalkan Rinso Baru, Rinso
Ultra, Rinso Formula Plus, serta Rinso Warna. Demikian pula halnya dengan Pepsodent
yang memperkenalkan Pepsodent yang khusus memelihara kesehatan gusi dsb.
Dengan demikian pandangan Product Life Cycle terkait hubungan pencapaian strategi produk
atas laba dan pendapatan adalah
Produk, pasar (permintaan konsumen), dan pesaing akan berubah sepanjang
siklus hidup produk.
Produk memiliki umur yang terbatas.
Penjualan produk akan melalui berbagai tahap yang khas, dan masing-
masing memberikan tantangan, peluang, dan masalah yang berbeda bagi
penjualnya.
Laba akan naik dan turun pada berbagai tahap yang berbeda selama siklus
hidup produk.
Produk memerlukan strategi pemasaran, keuangan, manufaktur, pembelian,
dan sumber daya manusia yang berbeda dalam tiap tahap siklusnya.
1. TARGET COSTING
Tahapan dalam product life-cycle terkait target costing mengacu pada beberapa aktivitas
yang digambarkan pada bagan berikut :
TARGET COSTING
DEFINISI
Target Costing adalah penentuan biaya yang diharapkan untuk suatu produk berdasarkan harga
yang kompetitif, sehingga produk tersebut akan dapat memperoleh laba yang diharapkan.
Target Costing menentukan biaya berdasarkan harga yang kompetitif sehingga penggunaan
target costing harus sering mengadopsi ukuran-ukuran penurunan biaya yang ketat atau
merancang ulang produk atau proses produksi agar dapat memenuhi harga yang ditentukan pasar
namun tetap mendapatkan laba.
Target Costing dapat dicapai apabila ada keseriusan untuk melakukan efisiensi / pengeliminasian
terhadap pemborosan-pemborosan agar mencapai maksimalisasi efisiensi tertinggi.
Target Costing dirumuskan sebagai :
Riset dan Pengembangan
Desain
Produksi
Pemasaran dan Distribusi
Pelayanan pada Pelanggan
Target Biaya = Harga Kompetitif – Laba yang diharapkan
Perusahaan memiliki dua alternative terkait menurunkan biaya sampai pada level target cost
yakni :
1. Pendekatan “Kaizen” costing dimana perusahaan berusaha mengimplementasikan
penentuan biaya standar yakni dengan cara mengintegrasikan teknolgi pemanufakturan
baru, penggunaan teknik teknik manajemen biaya kontemporer seperti Activty based
costing (ABC), dan meneliti produktivitas yang lebih tinggi terkait perbaikan organisasi
dan hubungan ketenagakerjaan.
2. Pendekatan dengan desain ulang terhadap produk atau jasa secara cermat yang dapat
menurunkan baiaya sampai level target cost dimana keputusan desain ulang ini akan
berpengaruh signifikan terhadap total biaya selama total product life cycle.
Banyak perusahaan menggunakan kedua metode, yaitu pengendalian operasional untuk
meningkatkan produktivitas dan target costing untuk merancang produk dengan biaya rendah.
Target costing yang didasarkan pada analisis tradeoff fungsionalitas/biaya, adalah merupakan
alat manajemen yang cocok untuk perusahaan-perusahaan seperti perusahaan mobil, produsen
software dan produsen barang konsumen.
Banyak perusahaan menyadari bahwa merupakan hal yang sulit untuk bersaing secara sukses
dalam hal cost leadership atau diferensiasi, mereka harus bersaing dalam hal harga maupun
fungsionalitas. Target costing merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk mengelola
kebutuhan terhadap trade off antara peningkatan fungsionalitas dan semakin tingginya biaya.
Contoh Kasus Target Costing :
Henry Ford menghadapi persaingan yang memaksa ia mencari-cari cara agar dapat menurunkan
biaya dari tahun ke tahun, pada saat yang sama harus menghasilkan produk dengan kualitas
bagus dan fungsi produk yang baik Artinya Henry Ford menjalankan apa yang dikenal dengan
Target Costing.
Henry Ford memiliki 2 alternatif turunkan biaya :
1. Mengintegrasikan teknologi pemanufakturan maju
2. Design ulang terhadap produk merancang produk dengan biaya lebih rendah tanpa
mengurangi kualitas produk, misalnya dengan cara mengganti splash shield dari bahan
plastic baru dengan bahan plastic daur ulang.
Cara yang ke-2 lebih umum dilakukan karena cara ini diyakini akan berpengaruh besar
terhadap total biaya selama siklus hidup produk.
TAHAPAN PENGIMPLEMENTASIAN TARGET COSTING
Ada 5 (lima) tahap pengimplementasian pendekatan target costing :
1. Menentukan harga pasar kompetitif
2. Menentukan laba yang diharapkan
3. Menghitung target biaya pada harga pasar dikurangi laba yang diharapkan
4. Penggunaan rekayasa nilai (value) untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat
digunakan agar terjadi penurunan biaya produk
5. Estimasi Biaya setelah rekayasa nilai
6. Aktivitas-aktivitas untuk mencapai Biaya target Keizen Costing / Genkakaizen
Cara ke-4 hingga ke-6 dapat dikatakan sebagai cara untuk mencapai target biaya.
Penjelasan untuk tahapan ke 4 :
TAHAP REKAYASA NILAI (VALUE) Digunakan dalam Target Costing untuk menurunkan biaya produksi melalui analisis
konsumen, yang digunakan untuk mengidentifikasi preferensi konsumen yang
kritis/penting guna mengetahui konsumen maunya produk yang kaya apa berhubungan
dengan fungsi-fungsinya, jika ada produk hasil inovasi atau produk baru.
Klasifikasi produk berdasarkan fungsionalitasnya dibagi menjadi 2 (dua) :
1. Kelompok produk yang fungsionalitasnya relatif mudah ditambah/dikurangi
kelompok produk yang sering berubah model / sering mengalami perbaikan / sering
alami perubahan preferensi konsumen. Contoh : Mobil, handphone, jam tangan dll
Untuk kelompok ini, produsen harus selalu inovatif Cycle Life Productnya pendek,
misalnya dalam produksi mobil dituntut selalu dapat menghasilkan mobil dengan
penampilan baru, tambahan fasilitas keamanan sedang dalam computer software selalu
dituntut untuk hasilkan software dengan kemampuan melakukan analysis yang lebih
baik dan tepat.
2. Kelompok produk yang fungsionalitasnya relatif stabil (tidak sering terjadi
perubahan model). Produk dalam golongan ini, modelnya relatif stabil / tidak sering
mengalami perubahan preferensi konsumen. Contohnya : Peralatan konstruksi, truk, alat
kedokteran dll produk-produk ini
Untuk kelompok ini produsen harus merancang fungsionalitas produk sebaik
mungkin(karena cendrung stabil)
Untuk produk Kelompok ke-1 peran REKAYASA NILAI dibutuhkan melalui ANALISIS
FUNGSIONAL dilakukan pengkajian kinerja dan biaya dari masing-masing fungsi produk
sehingga dapat diseimbangkan antara ke-2nya.
Idealnya adalah kinerja / fungsi produk yang diharapkan konsumen (preferensi konsumen)
tercapai dengan tetap mempertahankan biaya rendah Proses Benchmarking (Mengikuti hal-
hal positif yang pernah dijalankan oleh perusahaan-perusahaan sejenis) ikut dilibatkan
Contohnya :
Industri mobil
preferensi konsumen maunya ada perbaikan ‘safety airbag’. Produsen akan melakuka
analisis fungsional dengan mencari informasi berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk
perbaikan ‘safety airbag’ kemudian membandingkan dengan kendala target costing-
nya tentukan apa masih bisa Target Costing dicapai jika perbaikan ‘safety airbag’
dilakukan ?
Bila ternyata Target Costing tidak dapat tercapai cari cara-cara yang bisa kembali
mencapai Target Costing sehingga preferensi konsumen dapat tercapai Gunakan cara-
cara manufaktur maju seperti Continuous Improvement, benchmarking dll…
Untuk produk Kelompok ke-2 gunakan Analisis Design
Tim design menyiapkan beberapa design produk yang memiliki biaya rendah dan
kompetitif, dimana tiap design punya keistimewaan yang serupa tetapi tampilan dan
biaya yang berbeda.
Tim design bekerja bersama dengan seorang manajemen biaya untuk dapat menentukan
design yang terbaik dengan tidak melebihi Target Costing sekaligus memenuhi preferensi
konsumen
Jenis rekayasa nilai :
1. Analisis fungsional, adalah bentuk umum dan rekayasa nilai untuk pengkajian kinerja dan
biaya dari masing-masing fungsi atau ciri utama produk. Tampilan dan biaya pada setiap
fungsi utama atau model produk diuji secara cermat. Tujuan analisis ini adalah
keseimbangan antara tampilan dan biaya. Benchmarking sering digunakan pada tahap ini
untuk menentukan tampilan yang seperti apa yang memberikan keunggulan kompetitif
bagi perusahaan.
2. Analisis desain, merupakan bentuk umum dari rekayasa nilai untuk kelompok produk-
produk industri dan produk khusus. Tim desain menyiapkan beberapa desain produk yang
mungkin, masing-masing keistimewaan yang serupa yang mempunyai tampilan dan biaya
yang berbeda.
Pendekatan penurunan biaya meliputi :
a. Tabel biaya (cost table) Tabel biaya merupakan database yang dibuat berdasarkan
komputer yagn memasukkan informasi yang komprehensif tentang cost driver
perusahaan. Cost driver tersebut meliputi ukuran produk, bahan yang digunakan dalam
pembuatan produk, dan jumlah model.
b. Teknologi kelompok merupakan metode untuk mengidentifikasi menyamakan suku
cadang untuk produk dalam perusahaan manufaktur, sehingga suku cadang yang sama
dapat digunakan untuk dua produk atau lebih, sehingga dapat menurunkan biaya.
Perusahaan manufaktur yang besar dengan lini produk yang berbeda-beda, seperti dalam
industri mobil menggunakan teknologi ini.
TARGET COSTING DAN KAIZEN COSTING
Contoh target costing pada perusahaan Jepang
Perusahaan
Industri
Fungsionalitas Pendekatan
Penurunan Biaya
Strategi
Nissan/Auto Peningkatan secara cepat;
mudah untuk menambah
atau menghilangkan
fungsionalitas
Rekayasa nilai :
meningkatkan harga
atau menurunkan
fungsionalitas
Harga
ditentukan oelh
harapan
pelanggan,
target
penghematan
khsusunya dari
supplier
Komatsu/
peralatan
konstruksi
Statis; harus sudah
dirancang
Fokus utama
pada
pengendalian
biaya daripada
desain ulang
atau analisis
fungsionalitas
Olympus/
Camera
Analisis desain penentuan
desain alternatif
Analisis fungsional trade-
off biaya
Fokus yang lebih
besar ada pada desain
ulang &
fungsionalitas
Fokus pada
pengelolaan
fungsionalitas
seperti nissan
tetapi lebih
penting harga.
Contoh kalkulasi target costing pada perusahaan farmasi Health Product Internasional
(HPI)
HPI melakukan analisis target costing alat bantu dengar (HPI-2), yang dijual seharga $ 750
(biaya = $ 650) dan telah menguasai 30% dari pangsa pasar.
Namun, pesaing telah memperkenalkan model baru yang menggabungkan chip komputer yang
faktanya meningkatkan kualitas. Biayanya adalah $ 1.200. Sebuah analisis konsumen
menunjukkan bahwa kesadaran konsumen akan biaya akan tetap dihadapi HPI untuk
mempertahakan pangsa pasar selama harga tidak melebihi $ 600. HPI ingin mempertahankan
tingkat laba, $ 100 per unit dengan desain ulang atau proses manufaktur
Oleh karena itu, HPI harus mengurangi biaya sampai $ 500 ($ 600 - $ 100) untuk memenuhi
tujuan laba sehingga ada penurunan biaya sebesar $150
Apabila HPI menggunakan analisis desain dengan melakukan berbagai alternative perubahan
perubahan dan penghematan penghematan sebagai berikut :
Menurunkan pengeluaran untuk riset dan pengembangan dengan mengganti prosedur
inspeksi yang terintegrasi
Mengganti amplifier yang mempunyai kekuatan terndah yang tidak terlalu dirasakan
perbedaanya oleh konsumen
Meningkatkan aktivitas riset dan pengembangan dengan jenis terinovatif seperti pesaing.
HUBUNGAN TARGET COSTING DENGAN TUJUAN PENCAPAIAN STRATEGI
Mendorong perusahaan berupa untuk melakukan peningkatan laba dengan melakukan
perbaikan yang mendasar sehingga keselerasan visi dan misi akan direalisasikan oleh
tindakan manajemen yang didasarkan pada upaya maksimalisasi laba
2. THEORY OF CONSTRANT (TOC) Atau TEORI KENDALA
Setiap perusahaan menghadapi sumber daya yang terbatas dan permintaaan yang terbatas atas
setiap produk. Keterbatasan-keterbatasn ini disebut “Kendala” (constraint).
Teori Kendala mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya. Jika
hendak memperbaiki kinerjanya, suatu perusahaan harus mengidentifikasi kendala-kendalanya,
mengeksploitasi kendalanya dalam jangka pendek dan jangka panjang, kemudian menemukan
cara untuk mengatasinya.
Theory of constraint (TOC) merupakan pemanfaatan keterbatasan sumber daya yang dapat
menunjukkan kinerja dari suatu sistem. Manajer seharusnya tidak hanya meminimasi biaya,
tetapi melainkan juga memanaj keterbatasan dalam suatu sistem. Sebagai pengimplementasian
theory of constraint menajer perlu mempertimbangkan asumsi dasar mengenai tujuan pemilik
suatu perusahaan.
TOC mengasumsikan bahwa visi dan tujuan pemilik perusahaan adalah memperoleh laba, tidak
menurunkan biaya atau mendorong efesiensi tetapi menghasilkan laba untuk masa sekarang
maupun masa yang Akan datang. Kesuksesan TOC terlihat dari cara mengimplementasikan cara
pengukuran baru untuk mencapai tujuan perusahaan. Terdapat akuntansi jenis baru yang
dikembangkan untuk theoryconstraints(TOC) yang dinamakan throughput accounting (TA)
Ruhl, Jack (1996). Throughput accounting membantu dalam pengukuran kinerja yang dapat
dipergunakan manajer dalam mengimplementasikan TOC.
Suatu kendala akan ditemukan disetiap sistem, dan dapat didefinsikan sebagai suatu yang dapat
membatasi kinerja suatu sistem untuk mencapai tujuan. Konsep utama TOC yaitu throughput.
Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas melalui penjualan (penjualan bahan yang
diperlukan dalam produk terjual).
Dengan kata lain bahwa throughput merupakan perbedaan antara penjualan dikurangi biaya
langsung. Dalam pasar kompetitif kemampuan untuk menghasilkan throughput yang lebih cepat
merupakan salah satu faktor suksesnya suatu perusahaan. Kecepatan yang dimaksud meliputi
pengembangan produk, proses produk dan pengiriman produk pelanggan. Campbell,R dalam
makalahnya yang berjudul theory of constraints menyatakan rumus bahwa
Throughput = Revenues – Cost of Raw Materials
.
Berikut ini diungkapkan mengenai implementasi Theory of Constraint dalam Cost Life Cycle:
Pengukuran TOC
Ada tiga pengukuran yang digunakan dalam theory of constraint throughput
Throughput adalah harga yang dihasilkan suatu sistem melalui penjualan. Throughput tidak sama
dengan penjualan.
Untuk menghitung throughput dapat diilustrasikan sebagai berikut:
apabila perusahaan menjual produk sebesar Rp.50.000,00 Jika produk mengandung komponen
yang dibeli dari supplier sebesar Rp.35.000,00
Maka throughput adalah Rp. 15.000,00 yang diperoleh dari (Rp. 50.000,00 – Rp. 35.000,00)
jumlah sebesar Rp. 15.000,00 yang dihasilkan oleh perusahaan. Nilai lain juga harus dikurangi
dari pendapatan penjualan ketika menghitung throughput termasuk
biaya: 1) subkontrak, 2) Komisi penjualan yang dibayarkan, 3) Biaya dinas, dan 4) transportasi
jika perusahaan tidak memiliki alat transportasi sendiri.
Pada konsep TOC biaya tenaga kerja tidak langsung tidak dikurangi dengan penjualan, kerena
seringkali tenaga kerja sekarang apalagi ternaga ahli sering di anggap biaya tetap. Pendifinisian
throughput ini dapat mengurangi ketidakjelasan mengenai nilai yang termasuk dalam persediaan
dan nilai yang dianggap sebagai biaya periode.
Inventory /Persediaan didefinisikan sebagai semua uang dalam sebuah investasi sistem dari
pembelian yang siap dijual, meliputi bangunan dan mesin. Peningkatan dalam throughput, tidak
dapat mengabaikan level persediaan. Rendahnya level persediaan dapat membuat lebih mudah
dalam pencapaian tujuan perusahaan. Rendahnya level persediaan dapat dimungkinkan pada
perusahaanmenufaktur yang memproduksi produk dalam batchyang sedikit. Perusahaan yang
memproduksi pada level batch sedikit dapat lebih berkonsentrasi dalam produk sehingga dapat
meningkatkan kualitas produk
Perusahaan dengan persediaan yang rendah dapat menjual produk lebih rendah dibandingkan
dengan pesaingnya. Karena menggunakan peralatan dan fasilitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan yang memiliki persediaan yang tinggi. Hasil akhirnya maka biaya yang rendah dapat
ditukar dengan harga yang rendah. Perusahaan dengan jumlah persediaan yang rendah dapat
merespon konsumen lebih baik sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih baik
Biaya Operasi
Biaya operasional adalah suatu biaya langsung kecuali untuk biaya bahan langsung yang
dibutuhkan untuk memperoleh kontribusi throughput. Jangka waktu biaya operasional
menunjukkan semua yang dalam sebuah sistem pembelian pada perhitungan persediaan terhadap
throughput.
Biaya tersebut diantaranya adalah: 1) biaya tenaga kerja langsung,2) biaya personel penjualan, 3)
biaya supervisor, 4) biaya manajer, dan 5) biaya sekretaris Biaya tersebut dianggap biaya
operasional karena tenaga kerja bertanggung jawab sepenuhnya atas perputaran persediaan
terhadap throughput dan depresisasi yang juga dapat diklasifikasikan kedalam biaya operasional.
Theory of constrain (TOC) menjelaskan metode untuk memaksimalkan laba operasi ketika
dihadapkan pada suatu kendala dan non kendala operasi,dimana ada tiga ukuran yang digunakan
yaitu :
1) Throughput contribution sama dengan penerimaan dikurangi biaya bahan baku langsung dari
harga jual
2) Investment cost sama dengan jumlah biaya bahan baku, work in process dan finished good
inventory
3) Biaya operasi sama dengan seluruh biaya operasi dalam memperoleh kontribusi throughput
Langkah-langkah dalam Analisis TOC Theory of constraint memfokuskan pada perbaikan yang
terus-menerus dengan mengelola kendala dalam suatu sistem. Theory of Constraint memiliki
lima langkah yang harus yakni :
a) Identify the system’s constraints
b) Exploit the system’s constraints
c) Subordinate Everything to the step 2 decision
d) Elevate the system’s constraints
e) Break constraint and go back to step 1
TAHAPAN 1 : IDENTIFIKASI KENDALA YANG TERIKAT
Suatu kendala akan ditemukan di setiap sistem dan dikatakan sebagai sesuatu yang dapat
membatasi kinerja suatu hubungan sistem untuk mencapai tujuan.
Theory of Constraint dikembangkan berdasarkan tujuan utama dari kebanyakan perusahaan yaitu
memeperoleh laba dan jika perusahaan tidak dapat menghasilkan laba maka terdapat kendala
yang membatasi kinerja.
Kendala dapat diklasifikasikan ke dalam lima katagori yaitu:
1)Kendala pasar, artinya tidak ada permintaan akan produk yang diproduksi perusahaan sehingga
tidak ada kapasitas perusahaan yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk membuat produk.
2) Kendala sumber daya, artinya kapasitas sumber daya diperusahaan tidak cukup untuk
memenuhi permintaan pasar.
3) Kendala kebijakan, artinya manajemen melaksanakan aturan yang membatasi kemampuan
perusahaan dalam merespon kesempatan.
4) Kendala bahan baku, artinya bahan baku yang berasal dari luar menjadi terbatas.
5) Kendala logistic, artinya mempergunakan metode khusus yang memerlukan
penumpukan proses atau menetapkan prosedur yang membatasi operasi.
Pada langkah yang pertama dalam pemecahan masalah adalah mengidentifikasi dari sistem
kendala .Sehingga pihak manajemen harus membuat
Flowchart kegiatan yang menunjukan urutan proses produksi dan jumlah yang dibutuhkan untuk
setiap proses tersebut. Sehingga dengan dibuatnya Flowchart tersebut maka manajer dapat
mendeteksi kemungkinan terjadinya pemborosan-pemborosan.
Analisis tugas (Task Analysis), yang menggambarkan aktivitas dari setiap proses secara rinci,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang mengikat. Pada perusahaan
Manufaktur untuk mengidentifikasi kendala yang ada maka manajer melakukan penelitian
terhadap jumlah persediaan setengah jadi, adanya waktu tunggu dari satu proses ke proses yang
begitu lama,dll.
TAHAPAN KEDUA : Menentukan Pemanfaatan Yang Paling Efesien Untuk Setiap
Kendala Yang Mengikat
Meskipun kebanyakan sistem mempunyai beberapa kendala utama yang benar-benar dapat
membatasi kinerja sistem dan pihak manajemen selalu menangani kendala yang saling
berhubungan (kendala yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung melaui interaksinya
dengan kendala utama).
Kendala yang ada didalam suatu sistem saling mempengaruhi pada jangka pendek jika tidak
dikelola dengan benar, sehingga akan berkembang menjadi lebih besar, ada 2 (dua) alasan utama
yaitu: 1) Kurang baiknya penjadwalan pada sumber daya yang tidak memiliki Kendala, dan 2)
Kebijakan yang membatasi kapasitas sumber daya .
Keberadaan kendala mungkin dapat digunakan lebih efektif dengan memanfaatkan pada jangka
pendek efek dari perbedaan konsumen dan komposisi produk. Pilihan tersebut dapat digunakan
dalam jangka pendek yang mewakili perbedaan cara dalam menggunakan seluruh kapasitas dari
sumber kendala tanpa membuat perubahaan dalam kapasitas itu sendiri. Pada intinya perbedaan
pilihan ini adalah untuk meningkatkan profit dengan cara menentukan komposisi produk yang
paling menguntungkan. Masing-masing produk atau pilihan konsumen perlu dievaluasi, sehingga
manajer harus memfokuskan usaha untuk meningkatkan volume dan persentase dari komposisi
produk, waktu yang dibutuhkan masing-masing produk pada kendala yang mengikat.
Strategi promosi tentunya akan meningkatkan penjualan produk, sehingga jumlah produk yang
akan dijual menentukan jumlah barang yang akan diproduksi. Pergeseran komposisi mungkin
akan menyeleksi pengurangan dalam harga jual atau menambah biaya promosi dan iklan. Harga
dan biaya yang akan diganti dari throughputpotensial dari jumlah target produk. Kunci dari
tujuan ini adalah menemukan cara yang signifikan untuk meningkatkan throughput baik dalam
jangka pendek ataupun dalam jangka panjang.
TAHAPAN KETIGA : MENGELOLA ALIRAN SEPANJANG KENDALA MENGIKAT
Pada langkah ke tiga dari implementasi Theory of contrain menyediakan penyelesaian untuk
mengembangkan jadwal dari sumber daya non kendala dengan mengkordinasikannya pada
proses permintaan dan kemampuan dari sumber daya kendala.
Jika dalam suatu proses produksi terdapat penjadwalan yang tidak benar, sumber daya yang tidak
memiliki kendala membatasi sistem produksi dan menjadi kendala yang saling mempengaruhi.
Seharusnya suatu kendala dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengoptimalisasikan
keseluruhan kinerja dalam suatusistem.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk memanfaatkan suatu kendala yaitu :
1) Mengelola kendala 24 jam sehari dan meningkatkan kerja sehingga tidak ada throughput yang
hilang, dan
2) Proses item tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan throughput
pada waktu yang dibutuhkan masing-masing produk pada kendala yang mengikat. Perlu ada
keseimbangan antara proses kendala dengan non kendala sehingga proses non kendala bekerja
untuk menunjang proses kendala dengan membenarkan pada jumlah waktu yang tepat.
Dimana fase tiga ini bertujuan untuk mengelola aliran produksi yang masuk dan keluar dalam
suatu kendala yang mengikat untuk melancarkan aliran produk dalam suatu industri. Salah satu
instrumen yang penting untuk mengelola aliran produk yaitu dengan Drum-Buffer-Rape
(DBR) yaitu suatu sistem untuk meyeimbangkan aliran produk melalui kendala yang mengikat
sehingga mengurangi jumlah persediaan pada kendala meningkatkan produktivitas secara
keseluruhan.
Drum-Buffer-Rape menjelaskan bahwa pada semua pabrik manufaktur memiliki kejadian yang
bebas dan perubahaan yang statis, maka ini harus dikelola agar perusahaan mencapai tujuannya.
Kemudahan dalam pemrosesan siklus manufaktur yaitu berubahnya barang setengah jadi me
njadi barang jadi dan perubahan statis mempertimbangkan setiap fase dalam prosesnya.
FASE 4 : MENAMBAH KAPASITAS PADA KENDALA YANG MENGIKAT
Pada fase ini merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan throughput
jangka panjang dan mengurangi terjadinya pemborosan yaitu menambah atau
memperbaiki mesin dan menambah tenaga kerja langsung. Pada fase ini menunjukan usaha
manajemen untuk mengubah dari suatu kendala menjadi tidak ada kendala.
FASE 5 MERANCANG ULANG PROSES PEMANUFAKTURAN KE ARAH
FLEKSIBILITAS DAN THROUGPUT YANG CEPAT
Respon stratejik yang paling lengkap untuk situasi pemborosan adalah merancang ulang proses
produksi, diantaranya meliputi pengenalan teknologi pemanufakturan baru, menghilangkan hal-
hal yang menyulitkan produksi, dan mendesain ulang beberapa produk sehingga lebih mudah
diproduksi.
Activity Based Costing dan Theory of constrain
Activity Based Costing (ABC) digunakan perusahaan yang menggunakan metode manajemen
baiya seperti target costing dan theory of constrain. ABC dipergunakan dalam menilai
profitabilitas produk seperti juga pada theory of constrain yang telah dijelaskan sebelumnya,
hanya saja ABC menggunakan pendekatan jangka panjang sedangkan TOC menggunakan
pendekatan jangka pendek karena Theory of Constrain hanya menekankan pada biaya yang
berkaitan dengan bahan,sementara Activity Based Costing memasukan semua biaya produk,
sehingga ABC tidak secara eksplisit memasukan kendala sumber daya dan kapasitas aktivitas
produksi. Oleh sebab itu ABC tidak dapat digunakan untuk menentukan komposisi produk
terbaik dalam jangka pendek.
Perbedaan utama antara Theory of Constrain dengan Activity Based Costing seperti yang
diuraikan dalam berikut
HUBUNGAN TOC DENGAN PENCAPAIAN STRATEGI PERUSAHAAN
Perusahaan terus gencar melakukan pencapaian laba di setiap periodenya namun perusahaan
tersebut tentunya menemui banyak kendala dalam proses pemanufakturan. Karena itu, TOC
hadir menggunakan pendekatan jangka pendek dalam melaksanakan analisis profitabilitas,
dikarenakan ToC hanya menekankan pada biaya yang berkaitan dengan bahan, sehingga ToC
merupakan strategi yang tepat bagi perusahaan untuk menyeleraskan kepentingan produksi dan
kinerja laba yakni dengan menentukan komposisi produk terbaik dalam jangka pendek pada
industri manufaktur melalui penyesuaian komposisi produk dan melalui perhatian terhadap
pemborosan produksi (sector perbaikan).
3. LIFE CYCLE COSTING
Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
memonitor biaya produk selama siklus hidup produknya. Siklus hidup produk meliputi semua
tahap, mulai dari perancangan produk dan pembelian bahan baku hingga pengiriman dan
pelayanan atas produk yang sudah jadi.
Siklus akuntansi biaya dalam suatu perusahaan mengikuti siklus kegiatan usaha perusahaan
yang bersangkutan. Siklus akuntansi biaya untuk perusahaan manufaktur, dimulai dengan
pengolahan bahan baku dibagian produksi dan berakhir dengan penyerahan produk jadi ke
bagian gudang. Dalam perusahaan tersebut, siklus akuntansi biaya dimulai dengan pencatatan
harga pokok bahan baku yang dimasukkan dalam proses produksi, dilanjutkan dengan pencatatan
biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang dikonsumsi untuk produksi, serta
berakhir dengan disajikannya harga pokok produk jadi yang diserahkan oleh bagian produksi ke
bagian gudang.
Life cycle costing memberikan perspektif jangka panjang karena mempertimbangkan semua
biaya selama umur produk atau jasa.
Total biaya selama siklus hidup dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Biaya hulu, terdiri dari riset dan pengembangan, desain yang membuat prototype,
pengujian, teknis, dan pengembangan kualitas.
2. Biaya produksi, terdiri dari pembelian, biaya produksi langsung, biaya produksi tidak
langsung.
3. Biaya hilir, terdiri dari pemasaran dan distribusi pengemasan, pengangkutan, contoh,
promosi, advertensi, dan pelayanan serta garansi keluhan, pelayanan,
pertanggungjawaban produk, dukungan kepada pelanggan.
1. Biaya Hulu
a. Desain
Karena manajer mempertimbangkan biaya hulu dan hilir, pengambilan keputusan pada
tahap desain merupakan sesuatu yang penting. Meskipun biaya yang terjadi pada tahap desain
mungkin hanya merupakan presentase yang kecil dari total selama biaya siklus hidup, keputusan
pada tahap desain membuat perudahaan berkomitmen pada rencana produksi, pemasaran dan
layanan yang ada.
Oleh karena itu, biaya desain mempengaruhi sebagian besar lainnya yang dikeluarkan
selama siklus produk tersebut.
Faktor – faktor penentu keberhasilan pada tahap desain adalah sbb :
1. Mempercepat waktu peluncuran ke pasar
2. Menurunkan biaya layanan/perbaikan yang diharapkan
3. Mempermudah produksi
4. Merencanakan dan mendesain proses
Ada empat metode desain yang umum sebagai berikut :
a. Rekayasa Teknik Dasar
Merupakan teknik dimana desainer produk bekerja secara terpisah dari fungsi pemasaran
dan produksi untuk mengembangkandesain dengan rencana dan spesifikasi khusus.
b. Pembuatan Prototipe
Merupakan mode dimana model – model fungsional dikembangkan dan di uji coba oleh para
teknisi dan pemakaian yang dipilih untuk percobaan.
c. Templating
Merupakan mtode desain produk yang ada pada saat ini ditambahkan atau dikurangi agar
sesuai dengan spesifikasi produk baru yang diharapkan.
d. Rekayasa Simultan
Merupakan perkembangan penting baru yang merupakan pengganti pendekatan rekayasa
dasar, sebaliknya rekayasa simultan merupakan pendekatan yang terintegrasi, dimana proses
desain/teknis dilakukan selama siklus hidu biaya oleh tim –tim lintas fungsi.
b. Pengujian
Proses dan materi pengujian yang dipilih biasanya dilakukan dengan menerapkan dengan
teknik-tenik ekperimental secara formal dan sekaligus dijadikan landasan untuk tahap
perencanaan berikutnya yang lebih mendetail, yang nantinya akan diuji. Pada tahap pelaksanaan
masih akan dilakukan pengujian lebih lanjut, sampai dihasilkan produk yang benar-benar optimal
hingga dapat dianggap selesai.
c. Pengembangan Kualitas
Dalam zaman quality assurance, konsep kualitas mengalami perluasan, dari konsep yang
sempit, hanya terbatas pada tahap produksi, ke tahap desain dan koordinasi dengan departemen
jasa (seperti perencanaan dan pengendalian produksi, pergudangan).
Dalam zaman ini pula diperkenalkan konsep total quality control (TQC) oleh armand
Feigenbaum pada tahun 1956. Menurut Feigenbaum, kualitas produk tidak hanya ditentukan oleh
pekerjaan manufaktur, namun lebih luas dari itu, keterlibatan pemasok, desain dan
pengembangan produk, dan kerja tim antar fungsi.
2. Biaya Produksi
Biaya produksi meliputi semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi yaitu
semua biaya dalam rangka pengolahan bahan baku menjadi produk selesai yang siap untuk
dijual. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu :
a. Biaya Bahan Baku
Bahan baku adalah berbagai macam bahan yang diolah menjadi produk selesai dan
pemakaiannya dapat diidentifikasikan secara langsung, atau diikuti jejaknya , atau merupakan
bagian dari produk tertentu. Biaya bahan baku adalah harga perolehan berbagai macam bahan
baku yang dipakai di dalam kegiatan pengolahan produk
b. Biaya Tenaga kerja Langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang jasanya dapat diidentifikasikan atau diikuti
jejak manfaatnya pada produk tertentu. Biaya tenaga kerja langsung adalah balas jasa yang
diberikan oleh perusahaan kepada tenaga kerja langsung dan jejaknya manfaatnya dapat
diidentifikasikan pada produk tertentu.
c. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung, contohnya seprti biaya reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik.1[6]
Biaya Produksi Langsung
Biaya langsung, berkaitan dengan obyek biaya tertentu dan dapat ditelusuri ke obyek biaya
tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya).
contoh; biaya kaleng atau botol untuk produk teh botol.
Biaya Produksi Tak Langsung
berkaitan dengan obyek biaya tertentu namun tidak dapat ditelusuri ke obyek biaya tersebut
dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya).
Contoh; biaya gaji supervisor
3. Biaya Hilir
1
Biaya pemasaran
Biaya Pemasaran adalah meliputi semua dalam melaksanakan kegiatan pemasaran atau
kegiatan untuk menjual barang dan jasa perusahaan kepada para pembeli sampai dengan
pengumpulan piutang menjadi kas. Sesuai dengan fungsi pemasaran, biaya pemasaran
digolongkan menjadi :
1). Biaya untuk menimbulkan pesanan, contohnya seperti biaya promosi dll.
2). Biaya untuk melayani pesanan, diantaranya :
Biaya fungsi penggudangan dan penyimpanan produk selesai
Biaya fungsi pengepakan dan pengiriman
Biaya fungsi pemberian kredit dan penagihan piutang
Biaya fungsi administrasi penjualan
Biaya Promosi
Biaya promosi merupakan sejumlah dana yang dikucurkan perusahaan ke dalam promosi untuk
meningkatkan penjualan. Biaya Promosi dapat dikategorikan sebagai biaya langsung apabila
terkait langsung dengan suatu produk atau proyek. Tetapi apabila Biaya Promosi ini bersifat
umum untuk seluruh kegiatan perusahaan, ia dapat dikategorikan sebagai biaya operasi.2[9]
Biaya Layanan Konsumen
Biaya Layanan konsumen adalah sekumpulan biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi,
mendapatkan, dan menggunakan produk atau jasa tersebut.
Contoh Kasus Life Cycle Costing
2
Pertanyaan:
1. Apakah laporan rugi/laba selama siklus hidup produk berbeda dari laporan rugi/laba per
tahun?
2. Buatlah laporan rugi/laba untuk tiga tahun kedua jenis produk tersebut, produk manakah yang
lebih menguntungkan?
3. Buatlah daftar yang menunjukkan setiap kategori biaya dalam bentuk persentase terhadap
biaya total per tahun. Berilah perhatian khusus untuk kategori riset & pengembangan dan
pelayanan kepada pelanggan.
Penyelesaian:
1. Laporan R/L selama siklus hidup produk berbeda dari laporan R/L per tahun, karena
laporan R/L siklus produk seharusnya memaparkan total dalam setiap kategori
pendapatan dan biaya selama siklus hidup produk. Apabila siklus hidup produk
diharapkan selama 10 tahun,
Laporan ini membutuhkan forecast selama 7 tahun ke depan.
2. Laporan R/L selama siklus hidup produk (3 tahun) dipaparkan sebagai berikut:
Dari laporan R/L tersebut diketahui bahwa produk TM200 lebih menguntungkan.
3.
Produk TM200 memiliki total biaya lebih rendah disbanding produk TM800, akan tetapi
persentase biaya pelayanan pelanggan terhadap biaya total lebih tinggi jika dibandingkan dengan
produk TM800.
Riset & Pengembangan dan Prototipe produk TM200 lebih rendah dibanding produk TM800,
akan tetapi kedua biaya tersebut dapat meningkatkan biaya pelayanan pada pelanggan.
Selanjutnya prediksi yang akurat tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi ini, karena
perlu melihat juga prospek dari produk TM800 mengalokasikan biaya pada Riset &
Pengembangan dan Prototipe lebih besar dibanding produk TM200 dengan harapan tingkat
pengembalian yang lebih besar di masa endatang.
Dari penjelasan di atas bahwa manajer perlu mempertimbangkan biaya hulu dan biaya hilir,
demikian halnya pada tahap desain. Keputusan pada tahap desain berdampak pada rencana
produksi, pemasaran dan pelayanan tertentu selama siklus hidup produk.
Manfaat Analisis Life Cycle Cost terkait pencapaian strategi perusahaan
Untuk meningkatkan kesadaran biaya. Penerapan LCC akan meningkatkan kesadaran
akan manajemen dan insinyur pada faktor-faktor yang mendorong biaya dan sumber
daya yang diperlukan oleh item, sehingga bisa dilakukan program pengurangan biaya.
Seluruh biaya hidup evaluasi. LCC memungkinkan evaluasi pilihan bersaing
berdasarkan seluruh biaya hidup.
Memaksimalkan pendapatan. Dengan menerapkan LCC, operasi dan biaya pemeliharaan
berkurang tanpa scarifying kinerja alat produksi melalui analisis parameter kinerja dan
biaya driver.
Memahami prosedur untuk menerapkan LCC termasuk pengembangan Biaya Siklus
Hidup model untuk berbagai aplikasi.
Memahami latar belakang teoritis nilai waktu uang dan analisis risiko serta dampaknya
terhadap proses pengambilan keputusan
4. Strategic Pricing ( Penentuan Harga Jual Strategis )
Untuk mencapai pengambilan keputusan stratejik dalam melakukan penentuan harga jual
strategis , diperlukan informasi yang dihasilkan dari dua aktivitas siklus produk dalam sebuah
perusahaan yakni ;
a. The Cost Life Cycle merupakan urutan aktivitas dalam perusahaan mulai dari riset dan
pengembangan kemudian desain, produksi, (atau penyediaan jasa), pemasaran/distribusi,
dan pelayanan kepada pelanggan.
The Sales Life Cycle merupakan urutan atau fase fase hidup produk dan jasa di pasar
mulai dari pengenalan produk atau jasa sampai pada pertumbuhan dalam penjualan dan
akhirnya kematangan, penurunan dan penarikan dari pasar.
Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk mendapatkan sebuah produk
atau jasa. Dalam bauran pemasaran, harga merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi pemasaran suatu produk. Tinggi rendahnya harga selalu menjadi perhatian utama
para konsumen saat mereka mencari suatu produk. Sehingga harga yang ditawarkan menjadi
bahan pertimbangan khusus, sebelum mereka memutuskan untuk membeli barang maupun
menggunakan suatu jasa. Dari kebiasaan para konsumen, dapat disimpulkan bahwa strategi
penetapan harga sangat berpengaruh terhadap penjualan maupun pemasaran produk yang
ditawarkan.
Penentuan harga jual strategis tergantung pada posisi produk atau jasa dalam siklus hidup
penjualan produk tersebut seperti yang dijelaskan pada tabel berikut:
FASE 1
Pengenalan
Harga yang diatur relatif tinggi agar dapat menggantikan biaya
pengembangan dan mampu memenuhi permintaan produk baru
FASE 2
Pertumbuhan
Harga masih relatif tinggi karena perusahaan mencoba untuk membangun
profitabilitas yang berkelanjutan.
FASE 3
Kedewasaan
Perusahaan menjadi lebih dari price taker dari proce setter dan disini terlihat perusahaan berupaya untuk mengurangi biaya hulu dan hilir
FASE 4
Penurunan
Permintaan produk semakin berkurang karena efek persaingan , munculnya
produk terbaru yang lebih menarik ataupun selera konsumen yang berubah.
Tabel berikut juga akan menjelaskan bagaimana siklus penjualan produk memiliki hubungan
penting terkait strategi pricing sebuah perusahaan dengan factor kritis keberhasilan.
SALES LIFE
CYCLE PRODUCT
FAKTOR KRITIS
KEBERHASILAN
STRATEGIC
PRICING
Introduction Differensiasi , inovasi,
tampilan
Harga relative
tinggi karena
pemenuhan
permintaan
produk dan
diferensiasi
Growth mengembangkan sumber daya
keuangan dan kapasitas
produksi perusahaan
digunakan untuk
mempertahankan
pertumbuhan, perkembangan
distribusi dan pemasaran
produk.
Masih serupa
dengan tahap
pengenalan
Maturity Pengendalian biaya yang
efektif, pelayanan,
pengembangan fitur produk
terbaru
Decline Pengendalian dalam biaya,
pengurangan kapasitas
pemborosan, efisiensi total
waktu
Informasi biaya untuk penentuan harga umumnya didasarkan pada salah satu dari empat
metode:
Ada beberapa macam metode penetapan harga yang berorientasi pada biaya dimana metode ini
menjadi keputusan strategis perusahaan demi pencapaian laba yaitu :
1) Metode penetapan harga mark-up atau cost-plus;
2) Metode penetapan harga rate-of-return atau target return;
3) Metode penetapan harga break-even;
4) Penetapan harga biaya variabel.
1) Metode penetapan harga mark-up atau cost-plus
Metode penetapan harga yang dipandang paling sederhana dan paling banyak digunakan adalah
dengan menambahkan sejumlah kenaikan (mark-up) pada biaya produk. Metode semacam ini
disebut metode penentapan harga mark-up (mark-up pricing) atau cost-plus (cost-plus pricing).
Mark-up merupakan jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk untuk
menghasilkan harga jual.
Mark-up tersebut diteteapkan dengan maksud untuk menutup biaya overhead(biaya tidak
langsung) dan laba bagi perusahaan. Dengan demikian akan kita dapatkan sejumlah rupiah
sebagai harga jual(lihat rumus berikut).
Harga Jual = Biaya Produk + Mark Up
= Biaya Produk + (% x Biaya Produk)
Disini, harga jual ditentukan dari biaya dibagi dengan satu dikurangi presentase mark-up
Rumusnya :
Harga Jual = Biaya
(1-% Mark Up)
Dari tinjauan yang praktis ini kita menemukan sedikit perbedaan antara mark-up yang didasarkan
pada biaya (MUC, mark-up on sales price). Untuk mendapatkan harga jual yang sama, mark-up
yang ditentukan atas dasar biaya tidak sam besarnya dengan mark-up yang didasarkan pada
harga jual. Misalnya, kita sudah menentukan mark-up yang didasarkan biaya 20% maka markup
yang didasarkan pada harga jual akan sebesar 16,6%. Jumlah ini dapat dihitung dengan memakai
rumus sbagai berikut.
MUSP = MUC
(1-%Mark-up)
Atau,
MUC = MUSP
(1+MUSP)
Dimana :
MUSP = mark up on sales price (mark-up yang didasarkan pada harga)
MUC = mark-up on cost (mark-up yang didasarkan pada biaya)
Jadi, dengan telah ditentukannya MUC = 20% maka MUSP dapat dicar dengan cara sebagai
berikut.
MUSP = MUC
(1+MUC)
= 20%
(1+20 %)
= 16,67%
2) Metode penetapan harga rate-of-return atau target return
Kebijakan penetapan harga untuk mencapai tingkat pengembalian investasi (rate of return on
investment) merupakan kebijakan yang banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan besar. Dua
faktor utama untuk dapat dilaksanakannya prosedur tersebut adalah:
a) Estimasi permintaan;
b) Penggunaan fasilitas;
Adapun metode yang dipakai untuk menentukan harga setiap produknya dapat ditunjukan seperti
produk X yang telah disebutkan di muka.
Misalnya, diketahui bahwa:
a) Kapasitas pabrik = 100.000 unit
b) Kapasitas yang diharapkan dapat dicapai adalah 70%,
Maka perusahaan harus memperkirakan bahwa permintaannya paling tidak sebesar 70.000 unit
(atau 70% x 100.000 unit).
Kemudian tahap selanjutnya adalah menambahkan margin keuntungan pada biaya tersebut
sehingga pengembalian investasi yang telah direncanakan dapat dicapai. Jika diketahui bahwa:
a) Pengembalian sesuai pajak = 14% (yang diharapkan)
b) Investasinya = Rp 250.000.000,00 (untuk persediaan dan fasilitas).
c) Pajak = 50 %
d) Jumlah unit yang akan dijual = 70.000 unit.
Maka untuk menentukan harga jualnya kita harus menentukan dulu jumlah labanya (50% kena
pajak dan sebagian lainnya untuk menutup investasi) dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Pengembalian investasi = 14% x Rp 250.000.000,00 = Rp 35.000.000,00
2. Bagian laba yang dikenan pajak dan yang dipakai untuk menutup investasi = 100/50 x Rp
35.000.000,00 = Rp 70.000.000,00
3. Biaya total = 70.000 unit x Rp 3.214,00 = Rp 224.980.000,00
4. Penghasilan total = Rp 70.000.000,00 + Rp 224.980.000,00 = Rp 294.980.000,00
5. Jadi, harga jual per unitnya minimal = Rp 294.980.000,00 : 70.000 = Rp 4.214,00
Untuk menghitung tingkat pengembalian investasi tersebut kita dapat menggunakan prosedur
sebagai berikut.
1. Penghasilan total = 70.000 unit x Rp 5.214,00 = Rp 364.700.000,00
2. Biaya total = 70.000 unit x Rp 3.214,00 = Rp 224.980.000,00
3. Laba = Rp 139.720.000,00
4. Pajak 50% = 50% x Rp 139.720.000,00 = Rp 69.860.000,00
5. Pengembalian pada investasi = Rp 69.860.000,00
Jadi, dengan ditetapkannya harga jual untuk produk X sebesar Rp. 5.214,00 maka pengembalian
investasinya adalah sebesar Rp 69.860.000,00. Jika dinyatakan dalam persentase, tingkat
pengembaliannya pada investasi (return on investnment) adalah :
R.O.I = 69.860.000 x 1
Dari tinjauan yang praktis ini kita menemukan sedikit perbedaan antara mark-up yang didasarkan
pada biaya (MUC, mark-up on sales price). Untuk mendapatkan harga jual yang sama, mark-up
yang ditentukan atas dasar biaya tidak sam besarnya dengan mark-up yang didasarkan pada
harga jual. Misalnya, kita sudah menentukan mark-up yang didasarkan biaya 20% maka markup
yang didasarkan pada harga jual akan sebesar 16,6%.
Jumlah ini dapat dihitung dengan memakai rumus sbagai berikut.
MUSP = MUC
(1-%Mark-up) Atau,
MUC = MUSP
(1+MUSP)
Dimana :
MUSP = mark up on sales price (mark-up yang didasarkan pada harga)
MUC = mark-up on cost (mark-up yang didasarkan pada biaya)
Jadi, dengan telah ditentukannya MUC = 20% maka MUSP dapat dicar dengan cara sebagai
berikut.
MUSP = MUC
(1+MUC)
= 20%
(1+20 %)
= 16,67%
2) Metode penetapan harga rate-of-return atau target return
Kebijakan penetapan harga untuk mencapai tingkat pengembalian investasi (rate of return on
investment) merupakan kebijakan yang banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan besar. Dua
faktor utama untuk dapat dilaksanakannya prosedur tersebut adalah:
a) Estimasi permintaan;
b) Penggunaan fasilitas;
Adapun metode yang dipakai untuk menentukan harga setiap produknya dapat ditunjukan seperti
produk X yang telah disebutkan di muka.
Misalnya, diketahui bahwa:
a) Kapasitas pabrik = 100.000 unit
b) Kapasitas yang diharapkan dapat dicapai adalah 70%,
Maka perusahaan harus memperkirakan bahwa permintaannya paling tidak sebesar 70.000 unit
(atau 70% x 100.000 unit).
Kemudian tahap selanjutnya adalah menambahkan margin keuntungan pada biaya tersebut
sehingga pengembalian investasi yang telah direncanakan dapat dicapai. Jika diketahui bahwa:
a) Pengembalian sesuai pajak = 14% (yang diharapkan)
b) Investasinya = Rp 250.000.000,00 (untuk persediaan dan fasilitas).
c) Pajak = 50 %
d) Jumlah unit yang akan dijual = 70.000 unit.
Maka untuk menentukan harga jualnya kita harus menentukan dulu jumlah labanya (50% kena
pajak dan sebagian lainnya untuk menutup investasi) dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Pengembalian investasi = 14% x Rp 250.000.000,00 = Rp 35.000.000,00
2. Bagian laba yang dikenan pajak dan yang dipakai untuk menutup investasi = 100/50 x Rp
35.000.000,00 = Rp 70.000.000,00
3. Biaya total = 70.000 unit x Rp 3.214,00 = Rp 224.980.000,00
4. Penghasilan total = Rp 70.000.000,00 + Rp 224.980.000,00 = Rp 294.980.000,00
5. Jadi, harga jual per unitnya minimal = Rp 294.980.000,00 : 70.000 = Rp 4.214,00
Untuk menghitung tingkat pengembalian investasi tersebut kita dapat menggunakan prosedur
sebagai berikut.
1. Penghasilan total = 70.000 unit x Rp 5.214,00 = Rp 364.700.000,00
2. Biaya total = 70.000 unit x Rp 3.214,00 = Rp 224.980.000,00
3. Laba = Rp 139.720.000,00
4. Pajak 50% = 50% x Rp 139.720.000,00 = Rp 69.860.000,00
5. Pengembalian pada investasi = Rp 69.860.000,00
Jadi, dengan ditetapkannya harga jual untuk produk X sebesar Rp. 5.214,00 maka pengembalian
investasinya adalah sebesar Rp 69.860.000,00. Jika dinyatakan dalam persentase, tingkat
pengembaliannya pada investasi (return on investnment) adalah :
R.O.I = 69.860.000 x 100% = 28% (dibulatkan)
250.000.000
Jadi, sekarang tingkat pengembalian investasinya dapat ditingkatkan dari 14% menjadi 28%. Ini
berarti akan semakin cepat kembalinya dana yang diinvstasikan.
Adapun berbagai masalah yang dihadapi dlam rate of return pricing ini adalah:
a) Pengestimasian penjualan yang dipakai untuk menentukan haraga meskipun jumlah unit yang
terjual itu sendiri merupakan fungsi harga.
b) Rate of return pricing ini dapat menimbulkan fluktuasi dalam keuntungan karena jumlah
penghasilan yang diterima lngsung dipengaruhi oleh estimasi penjualan.
3) Metode penetapan harga break-even
Dalam break-even pricing kita dapat mengetahui tentang bagaimana satu-satuan produk itu dijual
pada harga tertentu untuk mengembalikan dana yang tertanam dalam produk tersebut. Untuk
memperoleh tingkat atau titik break-even (TBE) dapatlah dipakai rumus berikut:
TBE = BTT
(Rp) 1 - BV
P
TBE = BTT
H – BVR
Dimana:
TBE = titik break-even
BTT = biaya tetap total
BV = biaya variabel
P = penjualan
H = harga jual per unit
BVR = biaya variabel rata-rata
Grafik berikut menunjukkan perhitungan biaya berdasarkan break event point
Masalah yang mungkin dianggap paling serius dalam penentapan harga break-even ini adalah
masalah kurangnya permintaan. Penentuan harga yang optimal sangat dipengaruhi oleh
hubungan antara harga jual eceran dengan jumlah produk X yang akan di beli oleh konsumen.
Adapun faktor0faktor yang mempengaruhi keputusan ini antara lain:
a) faktor saingan;
b) pengalaman dalam penetapan harga;
c) kondisi dari produk yang ditawarkan.
4) Metode penetapan harga biaya variabel
Penetapan harga biaya variabel(variabel cost pricing) ini didasarkan pada suatu ide bahwa biaya
total tidak selalu harus ditutup untuk menjalankan kegiatan bisnis yang menguntungkan. Sistem
penetapan harga biaya variabel ini dapat dipakai untuk menentukan harga minimum yang
mampu ditawarkan.
Contoh lain penggunaan peak-load pricing ini adalah pada pertunjukan bioskop dimana tarif
yang lebih rendah dikenakan pada jam-jam siang hari(permintaan relatif sedikit).
Jadi, peak-load pricing ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
1) Menekan permintaan pada periode ramai;
2) Meningkatkan permintaan pada periode tidak ramai;
3) Meningkatkan efisiensi penggunaan fasilitas yang ada;
PROSES PENETAPAN HARGA STRATEJIK (Strategic Pricing)
Proses penetapan harga terdiri atas sembilan tahap, yaitu:
(1) menentukan tujuan penetapan harga,
(2) memperkirakan permintaan untuk barang tersebut dan elastisitas harganya,
(3) mengantisipasi reaksi dalam persaingan,
(4) menentukan pangsa pasar yang dapat diharapkan,
(5) memilih strategi harga untuk mencapai pasar sasaran,
(6) mempertimbangkan kebijakan pemasaran perusahaan,
(7) memilih metode penghitungan harga,
(8) menetapkan tingkat harga, dan
(9) menyesuaikan struktur harga terhadap variasi dalam permintaan dan biaya di masing-masing
segmen pasar.
TUJUAN PENENTUAN HARGA
Dalam menentukan harga, setiap usaha mungkin memiliki strategi yang berbeda – beda. Namun
setiap strategi yang mereka jalankan masih memiliki tujuan yang sama.
Pada dasarnya tujuan penetapan harga memiliki empat orientasi, antara lain yaitu :
1. Tujuan berorientasi pada laba yakni etiap usaha selalu memilih penetapan harga yang
bertujuan menghasilkan laba paling banyak. Namun karena besarnya persaingan,
sehingga suatu usaha sering kesulitan dalam memastikan harga yang dapat menghasilkan
laba paling banyak. Sebagai solusinya para pelaku usaha menggunakan pendekatan
target laba, yaitu besar laba yang sesuai dengan sasaran laba.
2. Tujuan berorientasi pada volume yakni penetapan yang berorientasi pada volume,
bertujuan menetapkan harga untuk mencapai target volume penjualan atau pangsa pasar
tertentu. Biasanya harganya lebih murah, dibandingkan harga yang berorientasi pada
laba.
3. Tujuan berorientasi pada citra / image yakni penetapan harga yang bertujuan
membentuk citra atau image produk dari suatu usaha. Misalnya dengan memberikan
harga paling rendah untuk menanamkan image murah pada produk yang Anda tawarkan.
4. Tujuan berorientasi pada stabilitas harga yakni orientasi pada stabilitas harga
bertujuan untuk menjaga kestabilan antara harga produk suatu usaha dengan harga yang
dimiliki para pesaingnya.
Beberapa cara terkait strategi pricing yang dapat digunakan :
Strategi penetapan harga produk baru
Dalam menetapkan harga produk baru, usahakan menentukan harga yang dapat menarik minat
pasar. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam menetapkan harga produk baru, yaitu sebagai
berikut :
Skimming price yaitu menetapkan harga yang tinggi pada produk baru, dengan disertai
promosi yang besar – besaran. Kemudian semakin lama, harganya akan semakin turun.
Misalnya pada produk elektronik seperti handphone, laptop, ataupun computer.
Penetration price yakni adalah kebalikan dari skimming price, dengan menetapkan harga
awal serendah mungkin untuk meraih pangsa pasar yang luas menjangkau semua
kalangan guna membangun image pada konsumen.
Strategi penerapan harga produk yang sudah lama di pasaran
Untuk penetapan harga produk lama yang sudah beredar dipasaran, biasanya dapat berubah
harga jika dipengaruhi adanya perubahan lingkungan pasar ataupun adanya pergeseran
permintaan konsumen. Untuk mengatasi faktor tersebut, para produsen menggunakan tiga
strategi penetapan harga sebagai berikut :
1. Untuk mempertahankan posisi dalam pasar serta image yang telah tertanam di
masyarakat, produsen menggunakan strategi untuk tetap mempertahankan harga yang ada
di pasaran.
2. Produsen menurunkan harga, namun jika menggunakan strategi tersebut produsen harus
memiliki cadangan biaya yang besar karena harus menerima keuntungan yang kecil.
3. Menaikan harga produk, strategi ini dilakukan suatu usaha untuk mempertahankan
keuntungan yang diperoleh di tengah naiknya biaya produksi.
Selain strategi penetapan harga untuk produk baru dan produk lama, strategi penetapan
harga yang mempengaruhi psikologis konsumen juga sering digunakan para pengusaha
untuk meningkatkan penjualan. Misalnya dengan menetapkan harga yang cukup tinggi
untuk membentuk image kualitas produk yang tinggi.
Selain itu bisa juga dengan menetapkan harga ganjil yang sedikit lebih murah dari harga
yang ditentukan agar konsumen mengira produk yang dibeli lebih murah, contoh barang
yang harganya Rp 100.000,00 diganti dengan harga Rp 99.900,00 . Serta pemberian
potongan harga tertentu apabila konsumen membeli produk dalam jumlah banyak, juga
dapat dijadikan strategi khusus untuk menarik minat beli konsumen. Adanya strategi
penetapan harga yang digunakan, sangat berpengaruh terhadap penjualan produk usaha
kita.
KESIMPULAN STRATEGIC PRICING TERKAIT PENCAPAIAN STRATEGI
PERUSAHAAN
Strategic Pricing mampu menjadi landasan manajemen dalam membuat sebuah
keputusan harga produk dimana terdapat sejumlah perhitungan yang analitis yang melihat
factor factor kondisi pasar tentunya. Sehingga strategi perusahaan akan terealisasi berkat
adanya strategic pricing yang mampu menentukan harga produk demi pencapaian laba
yang optimal.