ppok eksaserbasi akut

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PPOK Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), merupakan suatu penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang bearcun atau berbahaya. 1,2,3,4. Eksaserbasi dan komorbiditas secara keseluruhan memperberat tingkat keparahan penyakit pasien PPOK. PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia. World Health Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. The Global Burden of Disease Study memperkirakan PPOK akan menjadi peringkat empat penyebab kematian pada tahun 2030. PPOK di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yakni kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. 1 PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan. 3 1,5 PPOK eksaserbasi merupakan kejadian penting pada perjalanan penyakit karena: - Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien 1 - Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk perbaikan - Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru - Berhubungan dengan meningkatnya kematian secara signifikan, terutama pada mereka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Universitas Sumatera Utara

Upload: meilysasraya

Post on 14-Sep-2015

73 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ppok eksaserbasi akut

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. PPOK Eksaserbasi Akut

    Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), merupakan suatu penyakit paru

    yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak

    sepenuhnya reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru

    terhadap partikel atau gas yang bearcun atau berbahaya. 1,2,3,4. Eksaserbasi dan

    komorbiditas secara keseluruhan memperberat tingkat keparahan penyakit pasien

    PPOK.

    PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di

    dunia. World Health Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan

    meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari

    peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. The Global

    Burden of Disease Study memperkirakan PPOK akan menjadi peringkat empat

    penyebab kematian pada tahun 2030. PPOK di Indonesia juga akan meningkat

    akibat faktor pendukungnya yakni kebiasaan merokok yang masih merupakan

    perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum

    dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat

    Indonesia.

    1

    PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang

    ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi

    normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan.

    3

    1,5 PPOK

    eksaserbasi merupakan kejadian penting pada perjalanan penyakit karena:

    - Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien

    1

    - Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa minggu

    untuk perbaikan

    - Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru

    - Berhubungan dengan meningkatnya kematian secara signifikan, terutama pada

    mereka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

    Universitas Sumatera Utara

  • - Mengakibatkan tingginya biaya sosial ekonomi.

    Eksaserbasi dari PPOK dapat dicetuskan oleh berbagai fakor. Penyebab

    paling sering adalah infeksi saluran nafas (virus atau bakteri). Studi bronkoskopik

    menunjukkan bahwa sedikitnya 50% pasien memiliki bakteri pada saluran nafas

    bagian bawah selama eksaserbasi dari PPOK, tetapi proporsi signifikan dari

    pasien tersebut juga memiliki bakteri yang berkolonisasi pada saluran nafas

    bagian bawah pada fase PPOK stabil. Terlihat bahwa terjadinya peningkatan kerja

    bakteri selama terjadinya eksaserbasi PPOK, dan bertambahnya strain bakteri

    yang baru. Polusi udara juga dapat mencetuskan eksaserbasi PPOK. Eksaserbasi

    dari gejala respiratori (terutama dispnu) pada pasien PPOK dapat terjadi dengan

    mekanisme berbeda yang dapat terjadi secara bersamaan pada pasien yang sama.

    Kondisi yang mirip dan/atau memperburuk eksaserbasi, yaitu pneumonia, emboli

    paru, penyakit jantung kongestif, aritmia jantung, pneumotoraks, efusi pleura dan

    kondisi tersebut harus dianggap sebagai diagnosa banding dan diterapi apabila

    ditemukan.

    Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien

    mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan

    dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan

    pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh

    infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan

    sedatif. Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang

    mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak

    nafas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau

    purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti

    malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis PPOK

    eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi

    yaitu berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan

    purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan nafas yang dngakal dan cepat.

    Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan deyut nadi

    serta gangguan status mental pasien.

    1

    5

    Universitas Sumatera Utara

  • Risiko PPOK : Placebo-limb data dari TORCH, Uplift dan Eclipse

    GOLD Spirometric

    Level

    Exacerbations (per year)

    Hospitalization (per year)

    3-year mortality

    GOLD 1: Mild ? ? ? GOLD 2: Moderate

    0.7-0.9 0.11-0.2 11%

    GOLD 3: Severe 1.1-1.3 0.25-0.3 15% GOLD 4: Very

    Severe 1.2-2.0 0.4-0.54 24%

    Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    EPIDEMIOLOGI

    1

    Dari systemic review dan penelitian metaanalisis yang dilakukan pada 28

    negara antara tahun 1994-2004, dan studi tambahan dari Jepang, memberikan

    bukti bahwa prevalensi PPOK cukup tinggi pada: perokok dan mantan perokok

    dibandingkan dengan bukan perokok; usia diatas 40 tahun; pria dibandingkan

    dengan wanita.

    PPOK merupakan penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat

    dan sekitar 500.000 orang pertahun memerlukan perawatan rumah sakit karena

    eksaserbasi PPOK. Pasien dengan PPOK biasanya menunjukkan dekompensasi

    akut dari penyakit mereka satu sampai tiga kali dalam satu tahun. Dari eksaserbasi

    yang dilaporkan, 3-16% memerlukan perawatan di rumah sakit. Kematian pada

    rawat inap berkisar 3-10% pada pasien PPOK berat. Kematian 180 hari, satu

    tahun dan 2 tahun setelah perawatan rumah sakit adalah 13.4%, 22%, dan 35.6%.

    Tingkat kematian rumah sakit setelah perawatan ICU adalah 15-24% dan menjadi

    30% pada pasien lebih dari 65 tahun.

    1

    Di Hong Kong, PPOK merupakan penyebab kematian ke 5, dan penyebab

    4% dari seluruh perawatan akut di rumah sakit pada tahun 2003. Prevalensi PPOK

    lansia di Cina (umur > 70 tahun) yang tinggal di Hong Kong diperkirakan

    mencapai 7%.

    9

    13

    Universitas Sumatera Utara

  • PATOFISIOLOGI

    Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass

    fuels menyebabkan inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah

    pada pasien yang berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat

    mencetuskan destruksi jaringan parenkim (menyebabkan emfisema), mengganggu

    perbaikan normal dan mekanisme pertahanan (menyebabkan fibrosis jalan nafas

    kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air trapping dan terbatasnya aliran

    udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas PPOK lainnya.

    Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari

    respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok.

    Mekanisme untuk menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi

    mungkin terdapat keterlibatan genetik. Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa

    adanya riwayat merokok, dasar dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui.

    Stres oksidatif dan penumpukan proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah

    inflamasi paru. Secara bersamaan, mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik

    perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah memberhentikan

    merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui, walaupun autoantigen dan

    mikroorganisme persisten juga berperan.

    1

    Perubahan yang khas pada PPOK dijumpai pada saluran nafas, parenkim

    paru, dan pembuluh darah paru. Perubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi

    kronik, dengan peningkatan sejumlah sel inflamasi spesifik yang merupakan

    akibat dari trauma dan perbaikan berulang. Secara umum, inflamasi dan

    perubahan struktur pada jalan nafas meningkat dengan semakin parahnya penyakit

    dan menetap walaupun merokok sudah dihentikan.

    1

    DIAGNOSIS

    1

    Diagnosis klinis PPOK harus disangkakan pada pasien dengan gejala

    dispnu, batuk kronik atau produksi sputum, dan/atau adanya riwayat pemaparan

    terhadap faktor risiko PPOK. Spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis,

    bila didapatkan post-bronchodilator FEV1/FVC < 0.7, menegaskan adanya

    terbatasnya aliran udara persisten dan dianggap sebagai PPOK. FEV1 dan FVC

    Universitas Sumatera Utara

  • dapat memprediksi seluruh penyebab kematian independen pada perokok dan

    fungsi paru abnormal.

    Gejala khas dari PPOK adalah dispnu kronik dan progresif, batuk dan

    produksi sputum. Batuk kronik dan produksi sputum dapat menjadi awal

    berkembangnya menjadi terbatasnya aliran udara bertahun tahun kemudian.

    Pemeriksaan fisik jarang dapat mendiagnosis PPOK. Gejala klinis dari terbatasnya

    aliran udara biasanya tidak terlihat sampai terjadinya gangguan fungsi paru

    signifikan, dan deteksi ini biasanya memiliki sensitifitas dan spesifitas yang

    rendah. Spirometri merupakan pengukuran yang objektif terhadap terbatasnya

    aliran udara. Pengukuran Peak expiratory flow (PEF) saja tidak dapat diandalkan

    sebagai tes diagnostik, karena walaupun memilik sensitifitas yang baik, tapi

    spesifitasnya rendah.

    1

    1

    Klasifikasi keparahan dari keterbatasan aliran udara pada PPOK

    Classification of Severity of Airflow Limitation in COPD (Based on Post-Bronchodilator FEV1)

    In Patients with FEV1GOLD 1: Mild FEV

    /FVC < 0.7: 1

    GOLD 2: Moderate 50% FEV> 80% predicted

    1 GOLD 3: Severe 30% FEV

    < 80% predicted 1

    GOLD 4: Very Severe FEV< 50% predicted

    1 < 30% predicted

    Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    Diagnosis eksaserbasi berdasarkan pada temuan klinis dari pasien yang

    mengeluhkan perubahan gejala akut (gejala biasanya dispnu, batuk, dan/atau

    produksi sputum) yang semakin memberat hari ke hari.

    1

    1

    Universitas Sumatera Utara

  • Penilaian dari eksaserbasi PPOK: riwayat klinis

    Assessment of COPD Exacerbations: Signs of Severity Severity of COPD based on degree of airflow limitation Duration of worsening or new symptoms Number of previous episodes (total/hospitalizations) Comorbidities Present treatment regimen Previous use of mechanical ventilation Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    1

    Penilaian dari eksaserbasi PPOK: tanda keparahan

    Assessment of COPD Exacerbations: Medical History Use of accessory respiratory muscles Paradoxical chest wall movements Worsening or new onset central cyanosis Development of peripheral edema Hemodynamic instability Deteriorated mental status Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    1

    Tes lain yang duanggap dapat menilai keparahan dari eksaserbasi :

    - Pulse oximetry dan analisa gas darah. Penilaian status asam basa diperlukan

    sebelum memulai ventilasi mekanik.

    1,5

    - Foto toraks untuk menyingkirkan diagnosis alternatif lainnya.

    - EKG dapat membantu mendiagnosis dari penyakit jantung yang timbul

    bersamaan dengan PPOK.

    - Darah lengkap, untuk melihat polisitemia (hematokrit > 55%), anemia atau

    leukositosis.

    - Adanya sputum purulen saat eksaserbasi dapat dianggap sebagai indikasi

    untuk memulai terapi antibiotik empiris. Haemophilus influenza,

    Streptococcus pneumonia, dan Moraxella catarrhalis merupakan bakteri

    pathogen yang paling sering terlibat pada eksaserbasi pada pasien GOLD3 dan

    GOLD 4. Pseudomonas aeroginosa juga dianggap penting. Apabila infeksius

    Universitas Sumatera Utara

  • eksaserbasi tidak respons terhadap pemberian antibiotika awal, kultur sputum

    dan tes sensitivitas antibiotik dapat dilakukan.

    - Abnormalitas tes biokimia: gangguan elektrolit, hiperglikemia.

    - Spirometri tidak dianjurkan selama eksaserbasi karena sulit dilakukan dan

    pengukurannya tidak cukup akurat.

    KLASIFIKASI

    Berdasarkan health-care utilization, eksaserbasi dapat diklasifikasikan: (i)

    ringan, apabila pasien membutuhkan penambahan jumlah obat, apabila seseorang

    masih dapat melakukan pekerjaan untuk diri sendiri secara normal; (ii) sedang,

    apabila membutuhkan penambahan jumlah obat, dan merasa membutuhkan

    bantuan asisten medis; (iii) berat, apabila kondisi pasien memburuk dengan cepat

    dan membutuhkan perawatan rumah sakit.

    Penilaian tingkat keparahan PPOK eksaserbasi akut

    9

    Dikutip dari: Evidence-Based Approach to Acute Exacerbations of chronic

    Obstructive Pulmonary Disease

    14

    Anthonisen dkk mendefinisikan PPOK eksaserbasi akut dengan

    dijumpainya adanya peningkatan sputum purulen, peningkatan volume sputum

    dan memburuknya dispnu. Tipe I (berat) apabila memiliki ketiga gejala tersebut,

    tipe II (sedang) apabila memiliki dua gejala, dan tipe III (ringan) apabila memiliki

    satu gejala ditambah sedikitnya satu dari gejala berikut: infeksi saluran nafas atas

    pada 5 hari terakhir, demam tanpa penyebab jelas lainnya, bertambahnya

    wheezing, batuk yang meningkat, meingkatnya pernafasan atau nadi 20% dari

    baseline. 9

    Universitas Sumatera Utara

  • Klasifikasi PPOK eksaserbasi akut oleh Anthonisen

    Dikutip dari: Acute Exacerbation of Chronic Obstructibe Pulmonary Disease

    15

    Kriteria Winnipeg untuk PPOK eksaserbasi akut

    Dikutip dari: Acute Exacerbations and Respiratory Failure in COPD

    16

    PENATALAKSANAAN

    Tujuan dari penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah untuk

    meminimalkan pengaruh eksaserbasi yang sedang berlangsung dan mencegah

    terjadinya ekseserbasi berikutnya. Berdasarkan dari tingkat keparahan eksaserbasi

    dan/atau keparahan penyakit penyerta, eksaserbasi dapat ditatalaksana pada rawat

    jalan maupun rawat inap. Lebih dari 80% eksaserbasi dapat ditatalaksana pada

    rawat jalan dengan terapi farmakologis yang meliputi bronkodilator,

    kortikosteroid dan antibiotik.

    1

    Universitas Sumatera Utara

  • Indikasi utama untuk penilaian pada saat perawatan ke rumah sakit

    Potential Indications for Hospital Assessment or Admission Marked increase in intensity of symptoms, such as sudden development of

    resting dyspnea Severe underlying COPD Onset of new physical signs (e.g. cyanosis, peripheral edema) Failure of an exacerbation to respond to initial medical management Presence of serious comorbidities (e.g. heart failure or newly occurring

    arrhythmias) Frequent exacerbations Older age Insufficient home support

    Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    1

    Inhalasi beta2 agonist kerja pendek dengan/tanpa antikolinergik kerja

    pendek merupakan bronkodilator pilihan untuk eksaserbasi. Kortikosteroid

    sistemik dan antibiotik dapat mempercepat waktu penyembuhan, memperbaiki

    fungsi paru (FEV1) dan hipoksemia arteri (PaO2), dan mengurangi risiko

    terjadinya kambuh, gagal pengobatan dan lamanya pengobatan.

    1

    Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit

    Therapeutic Components of Hospital Management Respiratory Support Oxygen therapy Ventilatory support

    Noninassive ventilation Invasive ventilation

    Pharmaacologic Treatment Bronchodilators Corticosteroids Antibiotics Adjunct therapies

    Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    1

    Universitas Sumatera Utara

  • Indikasi perawatan ICU

    Indications for ICU Admission Severe dyspnea that responds inadequately to intial emergency therapy Changes in mental status (confusion, lethargy, coma) Persistent or worsening hypoxemia (PaO2 , 5,3 kPa, 40 mmHg) and/or

    worsening respiratory acidosis (pH < 7,25) despite supplemental oxygen and noninvasive ventilation

    Nedd for invasive mechanical ventilation Hemodynamic instability-need for vasopressors

    Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    1

    2.2. KEMATIAN PADA PPOK EKSASERBASI AKUT

    Kematian pada PPOK dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi komorbid

    kronik lain (seperti penyakit kardiovaskular, gangguan muskuloskletal, diabetes

    mellitus) yang berhubungan dengan PPOK dan memberikan pengaruh pada status

    kesehatan pasien, yang akan mengganggu penatalaksanaan PPOK.

    Kematian pasien rawat inap pada pasien yang datang ke rumah sakit

    karena hiperkapnia dengan asidosis berkisar 10%. Pada pasien yang

    membutuhkan bantuan nafas mekanik selama dirawat di rumah sakit, kematian

    meningkat 40% satu tahun setelah pasien dipulangkan untuk berobat jalan. Dan

    keseluruhan kematian 3 tahun setelah dirawat di rumah sakit meningkat menjadi

    49%.

    1

    Beberapa studi melaporkan tingkat kematian pada rawat inap 11-24% dan

    22-35,6% setelah 1 dan 2 tahun. Soler-Cataluna melaporkan bahwa PPOK

    eksaserbasi akut mempunyai pengaruh independen prognostik negatif, dimana

    kematian meningkat dengan semakin seringnya terjadi eksaserbasi akut dan

    membutuhkan perawatan rumah sakit. The Study to Understand Prognosis and

    Preferences for Outcomes and rates of Treatment (SUPPORT), melaporkan

    tingkat kematian rawat inap dijumpai pada 11% pasien dengan gagal nafas akut

    hiperkapnia. Tingkat kematian 180 hari adalah 33% dan tingat kematian 2 tahun

    adalah 49%.

    1

    Beberapa studi telah menunjukkan faktor yang secara langsung

    berhubungan dengan kematian rawat inap rumah sakit yang terjadi pada PPOK

    10,11,12

    Universitas Sumatera Utara

  • eksaserbasi, yaitu disfungsi sistem organ non-respiratori (terutama jantung),

    lamanya rawat inap di rumah sakit, usia yang lebih tua, kondisi komorbid dan

    status nutrisi, oksigen arteri (PaO2) dan tekanan karbondioksida pada saat masuk,

    dan membutuhkan perawatan ICU.

    Studi prospektif multisenter oleh Roche dkk di Perancis (2008), menilai

    hal hal yang menentukan hasil akhir perawatan rumah sakit pada pasien pada

    pasien yang datang ke instalasi gawat darurat (IGD) oleh karena PPOK

    eksaserbasi akut, hasil akhir adalah kematian pada rawat inap dan dibutuhkannya

    post-hospital support. Penelitian ini mendapatkan hasil tingkat kematian rawat

    inap RS adalah 7,4%. Faktor prognostik independen adalah umur 70 tahun;

    jumlah dari keparahan tanda klinis (sianosis, gangguan neurologis, edema tungkai

    bawah, asterexis, penggunaan otot aksesori pada saat inpirasi dan ekspirasi; dan

    baseline dyspnoe grade (0-1, 2-3, 4-5) pada keadaan stabil. Hasil dari studi ini

    menunjukkan faktor prognostik sederhana yang dapat digunakan pada pasien

    PPOK eksaserbasi akut yang datang ke IGD.

    6

    Penelitian oleh Gudmundsson dkk di Swedia (2006) bertujuan

    menganalisa mortalitas dan faktor risiko yang berhubungan, yang lebih ditujukan

    pada status kesehatan, pengobatan dan komorbiditas, pada pasien PPOK

    eksaserbasi akut yang memerlukan perawatan rumah sakit. Hasil penelitian ini

    menunjukkan kematian yang tinggi pada PPOK setelah perawatan rumah sakit,

    dengan usia yang lebih tua, berkurangnya fungsi paru, status kesehatan yang

    menurun dan diabetes sebagai faktor risiko yang paling penting.

    6

    Soler-Cataluna dkk di Spanyol (2005) meneliti apakah PPOK eksaserbasi

    akut yang berat menunjukkan efek langsung terhadap kematian. Faktor prognostik

    yang berpengaruh pada PPOK eksaserbasi akut yang mendapatkan perawatan di

    rumah sakit dikelompokkan atas umur pasien, merokok, indeks massa tubuh,

    komorbiditas, terapi oksigen jangka panjang, parameter kekuatan spirometri,

    tekanan arteri gas darah. Hanya usia yang lebih tua, tekanan karbondioksida arteri

    yang ditemukan sebagai indikator prognostik buruk pada pasien PPOK

    eksaserbasi akut. Kematian meningkat dengan seringnya terjadi eksaserbasi berat,

    terutama pada pasien yang membutuhkan perawatan rumah sakit.

    17

    18

    Universitas Sumatera Utara

  • Studi prospektif oleh Groenewegen dkk (2003) meneliti hasil akhir dari

    pasien PPOK eksaserbasi akut yang datang ke rumah sakit selama dirawat di

    rumah sakit dan setelah follow up 1 tahun. Hasil studi ini menunjukkan tingginya

    tingkat kematian setelah eksaserbasi akut, terutama pada pasien yang lebih tua

    dengan gagal nafas kronik. Hal ini penting diketahui untuk memindahkan pasien

    ke perawatan suportif yang lebih baik apabila diperlukan. Penelitan ini

    menyimpulakan bahwa prognosis pasien yang datang ke rumah sakit dan

    memerlukan perawatan rumah sakit adalah jelek. Penggunaan kortikosteroid oral

    jangka panjang, PaCO2 yang tinggi, dan usia lebih tua dianggap sebagai faktor

    risiko yang berhubungan dengan tingginya kematian pada PPOK eksaserbasi

    akut.

    Penelitian oleh Archibald dkk (2012), mencoba menentukan prediktor

    kematian rawat inap pada pasien dengan dengan PPOK eksaserbasi akut, dan

    menghasilkan sistem skor prediksi untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko

    tinggi kematian rawat inap RS. CAUDA 70 dapat digunakan untuk memprediksi

    kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Skor ini

    menggabungkan 6 variabel klinis: asidosis, albumin, ureum, perubahan status

    mental (confusion), skor MRCD dan umur. Pada penelitian ini menunjukkan

    bahwa CAUDA 70 akurat dalam memprediksi kematian rawat inap pada PPOK

    eksaserbasi akut .

    19

    2.3. SKOR CAUDA 70

    Pada penelitian yang dilakukan oleh Archibald dkk (2012), mencoba

    menentukan prediktor kematian rawat inap pada pasien dengan dengan PPOK

    eksaserbasi akut, dan menghasilkan sistem skor prediksi untuk mengidentifikasi

    pasien dengan risiko tinggi kematian rawat inap RS. Dari 1031 pasien yang

    mengikuti studi kohort ini, tingkat kematian rawat inap RS adalah 5,2%. Prediktor

    independen dari kematian ditemukan dan diperoleh sistem skor baru: CAUDA 70

    dapat digunakan untuk memprediksi kematian rawat inap RS pada pasien PPOK

    eksaaserbasi akut. Skor ini menggabungkan 6 variabel klinis: asidosis, albumin,

    ureum, perubahan status mental (confusion), skor MRCD dan umur. Pada

    Universitas Sumatera Utara

  • penelitian ini menunjukkan bahwa CAUDA 70 akurat dalam memprediksi

    kematian rawat inap pada PPOK eksaserbasi akut.

    The Medical Research Council Dypsnoea Scale (MRCD) pada pasien PPOK

    7

    Dikutip dari: Dyspnoe Severity and Pneumonia as A Preddictors of In-Hospital

    Mortality and Early Readmission in Acute Exacerbations of COPD

    Skor CAUDA 70 dibagi atas skor 0-1: pasien yang mempunyai risiko

    kematian yang rendah dan lebih baik diobati di rumah. Skor 2: pasien yang

    mempunyai risiko kematian yang rendah tetapi membutuhkan perawatan rumah

    sakit apabila terjadi confusion atau asidosis. Skor 3 atau lebih: pasien dengan

    risiko tinggi kematian rawat inap, tingkat kematian meningkat sampai 14%.

    20

    Skor prediktif CAUDA 70

    7

    Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations

    of COPD

    Hanya sejumlah kecil studi sebelumnya yang memperoleh sistem skor

    pediksi untuk kematian rawat inap rumah sakit pada pasien PPOK eksaserbasi

    akur. Pada skor prediktif yang baru, CAUDA 70, terdapat alasan yang

    memungkinkan kenapa enam variabel pada skor tersebut berkorelasi dengan

    7

    Universitas Sumatera Utara

  • kematia rawat inap pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Sebagai contoh,

    confusion (yang juga merupakan marker penting untuk hasil akhir buruk pada

    CAP), dapat meningkat pada PPOK eksaserbasi akut dengan hiperkapnia, dan

    dapat bekerja sebagai indikator respons tubuh terhadap proses patofisiologi yang

    mendasarinya. Ureum juga terlihat sebagai prediktor penting terhadap hasil akhir

    buruk pada penyakit respiratori. Ureum juga dapat memperlihatkan gagal ginjal

    akut sebagai akibat berkurangnya volume yang terjadi pada hiperventilasi atau

    buruknya intake cairan oral sebelum dirawat di rumah sakit. Hal ini menandakan

    bahwa marker patofisiologi dari penaykit, merupakan prediktor yang kuat untuk

    kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaserbasi akut.

    Perbandingan skor CAUDA 70 dengan skor lain

    Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations

    of COPD

    7

    CAUDA 70 dapat memprediksi kematian rawat inap RS pada pasien

    PPOK eksaserbasi akut. Ke enam variabel yang masuk dalam skor merupakan

    variabel klinis yang mudah didapatkan dan sangat sederhana dikerjakan. Sistem

    skor ini dapat digunakan dalam mengambil keputusan pada saat pasien darang ke

    rumah sakit, memberhentikan pengobatan dan memberikan pelayanan kesehatan

    yang sesuai.

    Universitas Sumatera Utara

  • Kematian dan survival berdasarkan skor CAUDA 70

    Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations of COPD

    2.4. SKOR BAP-65

    Studi yang dilakukan oleh Shorr dkk di Amerika Serikat (2010)

    memperkenalkan satu skor baru, yaitu skor risiko PPOK eksaserbasi akut, BAP-

    65. Penggunaan skor CURB-65 oleh dokter dalam memprediksi hasil akhir pasien

    dengan pneumonia sangat akurat, tetapi keakuratannya pada PPOK eksaserbasi

    akut masih belum jelas. Hal inilah yang melatar belakangi munculnya skor baru

    dalam memprediksi kematian pada PPOK eksaserbasi akut yaitu skor BAP-65.

    Skor ini terdiri dari peningkatan blood urea nitrogen (BUN), perubahan status

    mental, nadi > 109 kali permenit, umur diatas 65 tahun. Penelitian ini mencoba

    menghubungkan skor BAP-65 dengan CURB-65. Hasil dari penelitian ini

    menunjukkan bawa kedua skor, BAP-65 dan CURB-65 berhubungan dengan

    tingginya kematian dan perlunya ventilator mekanik pada pasien dengan PPOK

    eksaserbasi akut. CURB-65 hanya memiliki tingkat keakuratan sedang dalam

    mengetahui pasien risiko tinggi untuk mendapatkan hasil akhir buruk (prognosis

    buruk). Skor BAP-65 lebih akurat dalam memprediksi hasil akhir PPOK

    eksaserbasi akut.

    Penelitian yang dilakukan oleh Shorr dkk (2011) mecoba memvalidasi

    skor BAP-65 (peningkatan BUN, perubahan status mental, nadi > 109x/menit, dan

    umur > 65 tahun). Hasil penelitian ini menunjukkan sistem BAP-65 dapat

    memberikan gambaran tingkat keparahan penyakit dan menunjukkan alat

    sederhana dalam mengelompokkan pasien dengan PPOK eksaserbasi akut

    26

    Universitas Sumatera Utara

  • terhadap risiko untuk terjadinya efek yang merugikan. BAP-65 merupakan alat

    tambahan yang dapat digunakan pada penilaian awal PPOK eksaserbasi akut.

    8

    Sensifisitas, spesifisitas, positive dan negative predictive value BAP- 65 terhadap kematian dan ventilator mekanik.

    Dikutip dari: Validation of Novel Risk Score for Severity of Illness in Acute

    Exacerbations of COPD

    Skor BAP-65 dibuat berdasarkan dari informasi yang didapatkan pada

    awal pasien masuk ke rumah sakit. Skor BAP-65 ini diabagi menjadi 5 kelas:

    8

    1) Kelas I : Usia 65 tahun, tidak memiliki 3 faktor risiko (kadar BUN 25

    mg/dL, perubahan status mental, nadi 109 x/ menit).

    8

    2) Kelas II : Usia > 65 tahun, tanpa faktor risiko.

    3) Kelas III : Memiliki satu faktor risiko

    4) Kelas IV : Memilikki dua faktor risiko

    5) Kelas V : Memiliki tiga faktor risiko

    Jika BAP-65 kelas I disebut risiko rendah, kelas II-III disebut risiko sedang, kelas

    IV disebut risiko tinggi.

    Universitas Sumatera Utara