potensi nefroproteksi aktivitas nanopropolis … · semoga penulis dapat menghasilkan skripsi yang...

29
POTENSI NEFROPROTEKSI AKTIVITAS NANOPROPOLIS PADA KERUSAKAN GINJAL TIKUS YANG DIINDUKSI DOXORUBICIN : ANALISIS PATOMORFOLOGI SITI KHUNAEFAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: vuongkhue

Post on 14-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

POTENSI NEFROPROTEKSI AKTIVITAS NANOPROPOLIS

PADA KERUSAKAN GINJAL TIKUS YANG DIINDUKSI

DOXORUBICIN : ANALISIS PATOMORFOLOGI

SITI KHUNAEFAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Nefroproteksi

Aktivitas Nanopropolis pada Kerusakan Ginjal Tikus yang Diinduksi

Doxorubicin: Analisis Patomorfologi adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Siti Khunaefah

NIM B04120123

ABSTRAK

SITI KHUNAEFAH. Potensi Nefroproteksi Nanopropolis pada Kerusakan Ginjal

Tikus yang Diinduksi Doxorubicin: Analisis patomorfologi. Dibimbing oleh

VETNIZAH JUNIANTITO dan BAYU FEBRAM PRASETYO.

Doxorubicin (DOX) merupakan obat antikanker yang sering dipakai tetapi

memiliki efek samping pada ginjal. Radikal bebas yang dihasilkan DOX

menyebabkan kerusakan ginjal. Efek antioksidan dari flavonoid dalam propolis

mengurangi radikal bebas yang menginduksi kematian sel. Nanopropolis memiliki

kemampuan penyerapan ke dalam sel yang lebih baik. Tujuan penelitian ini

adalah mengamati aktivitas nanopropolis mencegah kerusakan ginjal yang

diinduksi DOX secara patomorfologi. Sebanyak 24 ekor tikus dibagi menjadi 4

kelompok (n=6): kontrol (injeksi salin), DOX (diinjeksi DOX), DOX+propolis

(pro), DOX+nanopropolis (nano). DOX diinjeksi intraperitoneal dosis 4 mg/kgBB,

seminggu sekali selama 4 minggu. Pro dan nano diberikan secara peroral dosis

200 mg/kgBB, setiap hari selama 5 minggu. Kemudian, ginjal dikoleksi, diproses,

dan diwarnai dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) dan Masson’s

Trichrome (MT). Hasil menunjukkan jumlah glomerulus yang memiliki endapan

protein dan sel nekrotik pada perlakuan pro dan nano lebih rendah secara

signifikan daripada perlakuan DOX (P<0.05). Tingkat fibrosis menunjukkan hasil

yang sama pada semua kelompok. Kesimpulan yang didapat adalah nanopropolis

memiliki peran sebagai nefroprotektor pada kerusakan ginjal yang diinduksi DOX.

Kata kunci : doxorubicin, ginjal, nanopropolis, propolis, stres oksidatif

ABSTRACT

SITI KHUNAEFAH. Nephroprotection Potency of in Doxorubicin-Induced

Kidney Damage in Rats: A Pathomorphological Analisis. Supervised by

VETNIZAH JUNIANTITO and BAYU FEBRAM PRASETYO.

Doxorubicin (DOX) is a widely used anti cancer drug with harmful side

effect on kidney. Free radical produced by DOX caused kidney damages.

Antioxidative effects of flavonoid in propolis ameliorates free radicals-induced

cell death. Nanopropolis possessed greater absorbing capacity onto cells. The aim

of this research is to elaborate the inhibition activities of nanopropolis to prevent

DOX-induced kidney damages based on pathomorphological assessments. Here,

twenty four rats were divided into 4 groups (each n=6): Control (received saline

injection), DOX-injected rats, DOX+propolis (pro), and DOX+nanopropolis

(nano). DOX was injected intraperitoneally at 4 mg/kgBW, weekly, for 4 weeks.

Pro and nano were given perorally at 200 mg/kgBW, daily for 5 weeks.

Afterwards, kidneys were collected, processed, and stained with hematoxylin-

Eosin (HE) for general morphology and Masson’s Trichrome (MT) for fibrosis

assessment. The results showed that, the number of glomerular protein deposition

in pro- and nano-treated groups was significantly lower with those in DOX treated

group (P<0.05). Additionally, level of fibrosis showed similar values in all groups.

In conclusion, these result imply nephroprotective roles of nanopropolis in DOX-

induced kidney damage.

Keywords: doxorubicin, kidney, nanopropolis, propolis, stress oksidative

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

POTENSI NEFROPROTEKSI AKTIVITAS NANOPROPOLIS

PADA KERUSAKAN GINJAL TIKUS YANG DIINDUKSI

DOXORUBICIN : ANALISIS PATOMORFOLOGI

SITI KHUNAEFAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala nikmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Judul skripsi yang

dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei

2016 ini adalah “Potensi Nefroproteksi Nanopropolis pada Kerusakan Ginjal

Tikus yang Diinduksi Doxorubicin: Analisis Patomorfologi”. Adapun penyusunan

skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drh Vetnizah Juniantito, PhD, APVet selaku Pembimbing I

2. Bapak Bayu Febram, SSi, Apt, MSi selaku pembimbing II sekaligus

pembimbing akademik

3. Mama, Bapak, Bapa, Mamas dan sekeluarga

4. Muamar, Sari, Kanti, Devi, Nisa, Crisna, Intan, yang senantiasa

membantu, memberi saran, dan mendukung satu sama lain dalam

pembuatan skripsi

5. Fadel, Bunga, Agung, Oryza, Awan, Rohmah, Dijako, Haerani, dan Rio

yang memberi dukungan seperti keluarga kedua di Bogor

6. Tomi, Eni, Fadhlan, Rizqi, Simon yang telah membantu penelitian

7. Staf Laboratorium Histopatologi Divisi Klinik, Reproduksi, dan Patologi

FKH IPB yang telah membantu dalam proses pembuatan preparat

8. Elisabet dan Neni Eviyanti yang telah membantu dalam mengolah data

9. Penghuni kos New Arini terutama Rere, Resty, Yenny, dan Boki yang juga

selalu mendukung satu sama lain dalam pembuatan skripsi

10. Gerry, Ari, Ririn, Aang, Kodrat, Fathia, Shawn, Alif, Retno, Windi yang

selalu mendengarkan cerita, membantu dan juga memberikan dukungan

11. Syukur yang telah menemani kemanapun serta teman-teman lainnya atas

segala doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik. Semoga penulis dapat menghasilkan skripsi yang

bermanfaat bagi penulis lain dan juga bagi pembaca

Bogor, Oktober 2016

Siti Khunaefah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Propolis 2

Nanopropolis 2

Doxorubicin 3

Tikus Sprague-Dawley 3

METODE 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Alat dan Bahan Penelitian 4

Prosedur Percobaan 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Endapan Protein pada Glomerulus 7

Jumlah Sel Nekrotik 9

Skoring Fibrosis 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

RIWAYAT HIDUP 15

DAFTAR TABEL

1 Rataan jumlah korpuskulus yang memiliki endapan protein pada

ruang Bowman per sepuluh korpuskulus jaringan ginjal 7

2 Rataan jumlah sel nekrotik tubuli ginjal 9

3 Hasil skoring jaringan ikat yang terbentuk pada korteks ginjal 11

DAFTAR GAMBAR

1 Endapan protein pada kelompok (a) kontrol, (b) DOX, (c) DOX+pro,

(d) DOX+nano 8 2 Sel nekrosa yang terdiri dari (a) piknosis, (b) karioreksis, dan (c)

kariolisis pada epitel tubuli ginjal kelompok (A) kontrol, (B) DOX,

(C) DOX+Pro, dan (D) DOX+Nano 10 3 Jaringan ikat yang terbentuk pada kelompok (a) kontrol, (b) DOX,

(c) DOX+pro, (d) DOX+nano 11

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Doxorubicin (DOX) atau Adriamycin adalah obat antikanker yang

digunakan untuk kemoterapi berbagai macam kanker pada manusia. DOX telah

sukses digunakan sebagai obat antikanker urutan pertama melawan kanker (Patil

et al. 2008). Penggunaan DOX terbatas karena memiliki efek toksik yang dapat

merusak beberapa organ (El-Moselhy & El-Sheikh 2013). Efek yang dapat

ditimbulkan karena akumulasi dari obat ini adalah kerusakan jantung. Selain itu,

DOX juga menimbulkan kerusakan pada hati dan ginjal, yang merupakan organ

utama detoksifikasi dan ekskretori pada tubuh. oleh karena itu, diperlukan obat

yang dapat menanggulangi efek toksik dari DOX.

DOX digunakan secara luas untuk menginduksi proteinuria dan nefropati

yang berakhir pada fibrosis (Szalay et al. 2015). Penelitian yang dilakukan oleh

El-Moselhy dan El-Sheikh (2013) menyebutkan gambaran histopatologi dari

ginjal yang diberi DOX mengalami kongesti pada pembuluh darah ginjal dan

glomerulus, kapsula Bowman berdilatasi disertai adanya hialin pada tubuli ginjal,

dan tubuli ginjal nekrosa. Pemberian DOX dapat membentuk metabolit reaktif

seperti radikal superoksida dan hidrogen peroksida yang kemudian akan

menyerang membran sel dan menyebabkan efek samping yaitu nekrosis sel

(Boutabet et al. 2011). Penelitian mengenai senyawa aktif sebagai cardioprotector

dan hepatoprotector terhadap pemberian DOX sudah banyak dilakukan, tetapi

penelitian mengenai senyawa aktif sebagai nefroprotektor terhadap kerusakan

yang ditimbulkan oleh DOX sedikit. Salah satu bahan yang dapat menjadi

nefroprotektor adalah propolis (Azab et al. 2014).

Propolis atau lem lebah merupakan bahan yang dikumpulkan lebah madu

yang digunakan untuk mengunci dan mensterilkan sarang koloni. Flavonoid dan

komponen fenol yang dimiliki propolis terlihat sebagai komponen utama yang

bertanggung jawab terhadap aktivitas biologis (Kosalec et al. 2004). Propolis

memiliki aktivitas biologis yang luas karena kandungan yang dimilikinya,

termasuk di dalamnya sebagai antioksidan. (Sahlan & Supardi 2013). Propolis

sudah berkembang sampai teknologi nano. Peran teknologi nano ini adalah untuk

membantu menghasilkan dan meningkatkan efektifitas bahan yang lebih baik di

berbagai bidang seperti biosains dan obat-obatan dengan menggunakan perubahan

ukuran (Afrouzan 2012). Propolis yang berukuran nano ini dapat meningkatkan

efektifitas zat aktif obat (Qurbatussofa 2013).

Penelitian mengenai obat dan bahan alami lainnya yang digunakan sebagai

nefroprotektor pada keracunan DOX telah dilakukan (Granados-Principal et al.

2010). Penelitian mengenai nanopropolis sebagai antioksidan sudah pernah

dilakukan sebelumnya, namun belum dilakukan penelitian aktivitas nanopropolis

sebagai nefroprotektor terhadap efek toksik dari DOX. Nanopropolis yang

mengandung berbagai macam kandungan bahan kimia termasuk di dalamnya

flavonoid, diduga dapat mengurangi efek toksik pada ginjal yang ditimbulkan

oleh DOX. Antioksidan pada propolis diduga dapat menangkap metabolit reaktif

yang dihasilkan oleh DOX.

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi nefroproteksi dari

nanopropolis pada kerusakan ginjal tikus yang diinduksi oleh DOX secara

patomorfologi

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai gambaran

patomorfologi pemberian nanopropolis pada kejadian nefropati tikus yang

diinduksi DOX serta memberikan strategi untuk meminimalisir efek samping

pemberian DOX.

TINJAUAN PUSTAKA

Propolis

Propolis adalah kompleks bahan resin produk sarang lebah, campuran lilin,

gula dan eksudat tumbuhan yang dikoleksi oleh lebah dari berbagai sumber

tanaman. Kandungan kimia dan komposisi utamanya tergantung pada asal dan

macam tumbuhan berdasarkan iklim dan kondisi geografis (Boutabet et al. 2011).

Menurut Sahlan dan Supardi (2013), propolis sudah dikenal dengan berbagai

macam aktivitas biologis yang dimilikinya seperti antimikroba, antivirus, anti

peradangan, antitumor, antioksidan, fotoreseptor dan lain sebagainya. Propolis

dari daerah yang berbeda memiliki kandungan kimia yang berbeda, namun secara

umum mengandung polifenol (flavonoid, asam fenol, ester, aldehid, alkohol, dan

keton), terpenoid, steroid, asam amino, dan berbagai komponen anorganik

lainnya. Propolis ditemukan di pasaran dengan berbagai bentuk seperti kapsul,

tablet, preparat tetes, dan lain-lain.

Beberapa obat antikanker dapat memproduksi Reactive Oxygen Species

(ROS) yang menyebabkan terjadinya keracunan dan nekrosis sel yang ekstensif.

Propolis mengandung antioksidan dan antiapoptosis. Antioksidan yang dimiliki

oleh propolis yaitu flavonoid dapat melemahkan perkembangan kanker dan

peradangan. Salah satu penemuan lain mengenai propolis adalah kemampuannya

pada pencegahan dan perawatan pada kanker. Propolis mencegah pertumbuhan sel

kanker dengan cara meningkatkan proses apoptosis oleh efek pro-oksidan yang

menginduksi apoptosis atau oleh produksi ROS. Propolis dapat mencegah efek

samping obat dan mengurangi resistensi (Boutabet et al. 2011)

Nanopropolis

Menurut Qurbatussofa (2013), pengembangan dan pemanfaatan teknologi

nano saat ini telah banyak dilakukan. Salah satu pengembangan dan pemanfaatan

3

tersebut adalah teknologi nano dapat diaplikasikan dalam bidang kesehatan untuk

pembuatan obat. Teknologi nano merupakan teknik memanipulasi materi menjadi

berskala nanometer. Keuntungan dari teknologi nano ini adalah meningkatkan

efek terapi obat. Penelitian yang dilakukan oleh Afrouzan et al. (2012)

menunjukkan bahwa nanopropolis lebih efektif daripada propolis pada aktivitas

antimikrobial.

Doxorubicin

Menurut El-Moselhy dan El-Sheikh (2013) DOX yang dikenal dengan

Adriamycin, dahulu berasal dari isolasi aktinobakteria Streptomyces peucetius

pada tahun 1960. Farmakodinamik dari DOX adalah berapitan dengan DNA sel

tumor, menyebabkan blokade siklus sel pada fase G2. Mekanisme molekuler

keracunan yang diinduksi oleh DOX belum diketahui dengan jelas karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Teori yang dapat diterima adalah masuknya

racun sampai menyebabkan stress oksidatif. Faktor lainnya adalah adanya sel

radang yang diinduksi oleh DOX dan berakhir pada kematian sel yang terprogram

(apoptosis). Studi mengenai mekanisme efek toksik DOX pada nefron terutama

disebabkan oleh stres oksidatif dan apoptosis (Korga et al. 2012; Zhang et al.

2009). Antioksidan dapat mengurangi kerusakan akibat intoksikasi DOX

(Granados-Principal et al. 2010).

Akumulasi DOX menyebabkan kerusakan pada organ, termasuk di

dalamnya efek pada ginjal. Mekanisme molekuler pada kejadian keracunan yang

disebabkan oleh DOX adalah adanya stres oksidatif. DOX dapat menginduksi

pelepasan sitokin, diikuti oleh stimulasi reaksi peradangan dan berujung pada

kejadian nefropati. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IL-6 dan TNF-

memiliki peran yang penting pada kejadian nefropati (Ma et al. 2013).

Tikus Sprague-Dawley

Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) menurut Adiyati (2011) adalah:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus Norvegicus

Galur/strain : Sprague Dawley

Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus albino yang

digunakan secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan yang didapat

menggunakan tikus ini adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Tikus

ini pertamakali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley (kemudian menjadi

perusahaan Animal Sprague Dawley) di Madison Wincosin, Amerika Serikat.

Berat badan tikus jantan adalah 450-520 g.

4

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP)

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) dan di laboratorium Histopatologi Divisi

Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Institut Pertanian Bogor

(IPB) mulai bulan Februari sampai Mei 2016.

Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan adalah kotak plastik berukuran 30 x 20 x 20 cm

sebagai kandang, kawat sebagai pentup kandang, botol air minum, timbangan

digital, syringe 1 mL dan 3 mL, sonde lambung, alat nekropsi, botol spesimen,

kertas label, spidol, cutter, tissue cassete, tissue basket, Sakura®

automatic tissue

processor, paraffin embedding console, mikrotom, waterbath, gelas objek, cover

glass, staining chamber, inkubator, mikroskop cahaya, digital electronic

eyepiece®

camera, satu set komputer untuk pengambilan gambar jaringan, serta

perangkat lunak imageJ®

(https://imagej.nih.gov/ij).

Bahan yang digunakan adalah tikus, obat-obatan sebelum perlakuan, obat-

obatan perlakuan, serta bahan pembuatan preparat histopatologi pewarnaan

Hematoxylin-Eosin (HE) dan Masson’s Trichrome (MT). Tikus yang digunakan

adalah tikus jantan Sprague-Dawley sebanyak 24 ekor berumur 6-8 minggu

dengan bobot badan 140 sampai 200 gram. Obat-obatan sebelum perlakuan yang

digunakan adalah anthelmentik

(pyrantel pamoat, 125 mg, Pfizer, Jakarta,

Indonesia), antibiotik

(amoxicillin , 125 mg/5 ml, HUFA, Indonesia) dan

antiprotozoa (benzoyl metronidazole, Alventis, Pharma, Indonesia). Obat-obatan

perlakuan yang digunakan adalah antibiotika doxorubicin injeksi (doxosorubicin

hidroksida 50 mg, Actavis, Indonesia), propolis (propolis 90 mg/ml, MSS,

Indonesia), dan nanopropolis (50% ekstrak propolis, PT Gizi Indonesia). Bahan

yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi pewarnaan HE dan MT

adalah ketamin HCl, BNF 10%, silol, alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 85%,

alkohol 70%, parafin, Mayer’s Hematoxylin, litium karbonat, Eosin, perekat,

Mordant, Carrazi’s hematoxylin, orange G, asam asetat 1%, ponceau xylidine

fuchsin, asam fosfotungstat 2.5%, aniline blue, dan akuades.

Prosedur Percobaan

Tahap Persiapan Hewan Coba

Tikus diberikan obat-obatan sebelum perlakuan berupa dosis tunggal

anthelmentik 10 mg/kg BB pada hari pertama, antibiotik 20 mg/kg BB setiap pagi

dan sore selama 5 hari berikutnya, dan anti protozoa 20 mg/kg BB setiap pagi

pada hari yang sama dengan pemberian antibiotik selama 3 hari. Tikus dipelihara

di dalam kotak plastik yang ditutup dengan kawat dan diberi air minum serta

pakan setiap harinya. Alas tikus di dalam kotak plastik berupa serutan kayu.

5

Tahap Perlakuan

Tahap perlakuan berlangsung selama 5 minggu dan merupakan modifikasi

dari metode peneliti sebelumnya (Schunke et al. 2013). Tikus dibagi menjadi 4

kelompok secara acak, masing-masing kelompok berisi 6 ekor tikus.

Kelompok 1 (kontrol) adalah tikus yang diinjeksi menggunakan NaCl

fisiologis sebanyak 0.4 ml/ekor secara intraperitoneal (IP) sekali seminggu selama

4 minggu. Kelompok 2 (DOX) adalah tikus yang diinjeksi menggunakan DOX

dosis 4 mg/kg BB secara IP sekali seminggu selama 4 minggu. Kelompok 3

(DOX+pro) adalah tikus yang diinjeksi menggunakan DOX dosis 4 mg/kg BB

secara IP dikombinasikan dengan pemberian propolis dosis 200 mg/kg BB (El-

Sayed et al. 2009) secara oral setelah injeksi. Sediaan propolis yang digunakan

yaitu 90 mg/ml. Kelompok 4 (DOX+nano) adalah tikus yang diinjeksi

menggunakan DOX dosis 4 mg/kg BB secara IP dikombinasikan dengan

pemberian nanopropolis dosis 200 mg/kg BB secara oral setelah injeksi. Sediaan

nanopropolis yang digunakan yaitu 100 mg/ml. Pemberian propolis dan

nanopropolis dilakukan setiap hari sampai minggu ke-5.

Pada minggu ke-5, tikus dibius menggunakan ketamine HCl sebanyak 0.2

ml/ekor kemudian dilakukan eksanguinasi sesuai dengan American Veterinary

Medical Association (AVMA) Guidelines (2013). Tahapan selanjutnya dilakukan

sampling organ ginjal. Spesimen organ ginjal dimasukkan ke dalam botol

spesimen yang berisi BNF 10% dan diberi keterangan. Sampel organ kemudian

difiksasi selama ±48 jam.

Pembuatan Blok Parafin

Sampel organ ginjal dipotong (trimming) dengan ketebalan ± 5 mm

menggunakan cutter. Potongan ginjal dimasukkan ke dalam tissue cassette dan

diproses dalam automatic tissue prosessor untuk proses dehidrasi, penjernihan

(clearing), dan infiltrasi. Tahapan selanjutnya yaitu pencetakan (embedding)

dengan cara potongan organ dimasukkan ke dalam alat pencetak paraffin

embedding console yang telah terisi sedikit parafin cair. Potongan organ diatur

sehingga posisinya berada di tengah cetakan kemudian ditambahkan parafin cair

sampai penuh. Parafin dibiarkan mengeras dan berbentuk blok parafin.

Selanjutnya, parafin dipotong menggunakan mikrotom putar dengan ketebalan 3-5

µm. Hasil irisan diletakkan di atas waterbath dengan suhu ± 45 C. Hasil

potongan kemudian diangkat dari permukaan air menggunakan gelas objek,

selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator (60 C) selama sehari dan dilanjutkan

dengan pewarnaan.

Pewarnaan HE

Pewarnaan HE dawali dengan proses deparafinisasi dan rehidrasi.

Selanjutnya, gelas objek yang tertempel potongan organ direndam menggunakan

pewarna Mayer’s hematoksilin selama 8 menit lalu dibilas dengan air mengalir

selama 30 detik. Setelah itu, dilakukan perendaman dalam litium karbonat selama

15-30 detik dan dibilas dengan air mengalir selama 2 menit. gelas objek direndam

ke dalam pewarna Eosin selama 2-3 menit dan dibilas dengan air mengalir 30-60

detik. Tahap terakhir adalah dilakukan dehidrasi dengan mencelupkan gelas objek

secara berturut-turut ke dalam alkohol 95% (± 10 celupan), alkohol absolut I (± 10

celupan), alkohol absolut II selama 2 menit. Penutupan gelas objek digunakan zat

6

perekat Permount®

dan ditutup menggunakan cover glass kemudian dibiarkan

hingga perekat kering. Preparat yang telah jadi diamati dengan menggunakan

mikroskop untuk melihat gambaran struktur organ secara umum.

Pewarnaan MT

Pewarnaan MT diawali dengan proses deparafinisasi kemudian dibilas

dengan akuades selama beberapa detik. Gelas objek yang tertempel potongan

organ direndam dalam larutan mordant selama 40 menit dan dicuci dengan

akuades beberapa detik. Kemudian dilakukan perendaman dalam pewarna

Carrazi’s hematoksilin selama 40 menit dan dicuci kembali dengan akuadest.

Selanjutnya dilakukan perendaman pada pewarna orange G 0.75% selama 2

menit. gelas objek selanjutnya dimasukkan ke dalam asam asetat 1% selama

beberapa detik kemudian dimasukkan ke dalam pewarna ponceau xylidine

fuchsin selama 15 menit dan dibilas kembali pada asam asetat 1% selama

beberapa detik sambil digoyangkan. Gelas objek direndam dalam larutan asam

fosfotungstat 2.5% selama 10 menit, kemudian kembali direndam pada asam

asetat 1% selama beberapa detik. Setelah itu gelas objek dimasukkan ke dalam

pewarna aniline blue selama 15 menit dan kembali direndam dalam asam asetat

1%. Selanjutnya preparat direndam dalam alkohol 95% selama 3 menit kemudian

dilakukan dehidrasi dan diberi cover glass yang telah diberi perekat. Preparat

yang telah diwarnai diamati menggunakan mikroskop untuk mengetahui struktur

kolagen yang terbentuk. Warna biru kehijauan menunjukkan kolagen (jaringan

ikat), warna merah menunjukkan otot dan elastin, sedangkan warna ungu

menunjukkan adanya fibrin dan akumulasi kalsium.

Pengamatan Histopatologi

Preparat pewarnaan HE diamati pada luas lapang pandang 0.232 mm2 dan

0.059 mm2 di bagian korteks ginjal. Luas lapang pandang 0.232 mm

2 digunakan

untuk menghitung persentase jumlah korpuskulus ginjal yang mempunyai

endapan protein pada kapsula bowman. Endapan protein terlihat berwarna merah

keunguan pada ruang bowman. Pengamatan dilakukan 5 kali lapang pandang pada

masing-masing organ secara merata. Luas lapang pandang 0.059 mm2 digunakan

untuk menghitung jumlah sel nekrotik epitel tubuli ginjal yang terdiri dari

piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Penghitungan dilakukan pada 5 kali lapang

pandang yang diambil secara acak pada masing-masing organ.

Preparat pewarnaan MT pada lapang pandang 0.232 mm2 dilihat persentase

jumlah jaringan ikat yang terbentuk di korteks ginjal dengan metode skoring.

Metode skoring yang digunakan adalah tipe ordinal dengan cara blind skoring.

Skoring dilakukan oleh seorang patolog yang tidak mengetahui identitas

kelompok sampel. Preparat ginjal diamati pada 5 kali lapang pandang secara acak.

Tingkat fibrosis dikelompokkan menjadi 4 kriteria yaitu 0 (tidak ditemukan atau

sangat sedikit [<5%]), +1 (ringan [6-25%]), +2 (sedang [26-50%]), dan +3 (parah

[>50%]) (Chen et al. 2014).

Analisis Data

Hasil penghitungan persentase korpuskulus ginjal yang memiliki endapan

protein dianalisis menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010 dengan uji

Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Dunn untuk mengetahui adanya

7

perbedaan dan pengaruh pemberian DOX yang dikombinasikan dengan

pemberian propolis ataupun nanopropolis pada glomerulus. Data sel nekrotik

dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS®

16 metode analisis ragam

ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui adanya

perbedaan pengaruh pemberian DOX yang dikombinasikan dengan pemberian

propolis ataupun nanopropolis pada sel epitel tubuli ginjal . Seluruh data dianalisis

menggunakan tingkat kepercayaan 95 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Endapan Protein pada Glomerulus

Mekanisme molekuler dari induksi kerusakan ginjal oleh DOX adalah

peningkatan dari produksi radikal bebas. Radikal bebas dalam bentuk oksigen

reaktif menyebabkan DNA mitokondria rusak dan menyebabkan kerusakan

struktur sel. Terlebih lagi, DOX menyebabkan penurunan tingkat enzim glutation

peroksidase (antioksidan) dan peningkatan tingkat dari lipid peroksidase di dalam

ginjal, hati, dan jantung (Lee & Harris 2010).

Tabel 1 Rataan jumlah korpuskulus yang memiliki endapan protein pada ruang

Bowman per sepuluh korpuskulus jaringan ginjal

Perlakuan Rataan jumlah korpuskulus yang memiliki endapan

protein pada ruang bowman per 10 korpuskulus renalis

Kontrol 1.385 ± 0.775a

DOX 4.230 ± 0.278c

DOX+pro 2.270 ± 0.589ab

DOX+nano 2.135 ± 0.754ab

a, b, cAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji 5% (uji Duncan)

Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok DOX menghasilkan endapan

protein pada ruang bowman paling tinggi secara signifikan dibandingkan

kelompok perlakuan yang lain. DOX menghasilkan toksik yang menginduksi

kerusakan secara langsung pada glomerulus diikuti dengan kerusakan

tubulointerstisial. DOX menyebabkan perubahan barier filtrasi glomerulus, seperti

sel endotel glomerulus, membran basal glomerulus dan podosit. Kerusakan

glomerulus karena induksi DOX ditunjukkan dengan penipisan glikokalik, ukuran

pori-pori sel endotel glomerulus meningkat, permeabilitas glomerulus berkurang,

dan foot process sel podosit menyatu. Perubahan ini diikuti dengan pengurangan

produksi proteoglikan dan glikosaminoglikan yang diproduksi oleh sel endotel

glomerulus (Jeasson et al. 2009 dalam Lee & Harris 2010). Perubahan barier

filtrasi glomerulus menyebabkan protein dapat lolos dari filtrasi glomerulus dan

terlihat di ruang Bowman (Winter dan Harris 2012). Endapan protein pada ruang

Bowman dapat dilihat pada Gambar 1. Endapan protein terlihat sebagai massa

berwarna merah yang mengisi ruang Bowman.

8

Gambar 1 Endapan protein pada kelompok (a) kontrol, (b) DOX, (c) DOX+pro,

(d) DOX+nano

Kelompok DOX+pro memiliki endapan protein pada ruang Bowman

berbeda nyata dengan kelompok DOX. Kondisi glomerulus ginjal kelompok

DOX+pro tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan kondisi ginjal kelompok

kontrol. Hal ini dapat disebabkan flavonoid dari propolis menangkap metabolit

reaktif toksik yang biasa ditangkap oleh glutation (Boutabet et al. 2011). Proses

ini menyebabkan metabolit toksik akan berkurang dan diikuti dengan penurunan

tingkat kerusakan pada barier filtrasi glomerulus. Berdasarkan paparan di atas,

maka terlihat indikasi bahwa propolis memiliki efek proteksi terhadap kerusakan

glomerulus.

Kelompok tikus DOX+nano memiliki endapan protein pada ruang Bowman

yang berbeda nyata dengan kelompok DOX tetapi tidak berbeda nyata dengan

kelompok DOX+pro. Hasil ini berbeda dengan penyataan dari Troncarelli et al.

(2013) yang menyebutkan ukuran yang kecil dari nanopartikel serupa dengan

molekul yang ada dalam tubuh untuk masuk melewati barrier internal. Ketika

dalam bentuk nanopartikel, bahan aktif memiliki peningkatan stabilitas,

terlindungi dari agen yang dapat mengoksidasi, enzim atau interaksi kimia dengan

molekul lain. Obat berbasis nanopartikel dapat masuk ke dalam sel melalui

endositosis (Troncarelli et al. 2013). Kemungkinan perbedaan hasil penelitian ini

dengan pendapat peneliti sebelumnya adalah jumlah pengulangan yang banyak

dengan tingkat sensitif tikus yang berbeda-beda. Faktor lain yang menyebabkan

perbedaan hasil adalah perbedaan sumber resin sehingga memiliki karakteristik

a b

c d

9

yang berbeda, konsentrasi dan rute pemberian, waktu panen, metode persiapan,

lokasi, dan kontaminasi (Bonvehi & Coll 1994; Hasan et al. 2016; Fogden dan

Neuberger 2003 dalam Ramadan et al. 2010).

Jumlah Sel Nekrotik

Pemberian DOX menghasilkan berubahnya sel termasuk perubahan struktur

DNA serta efek langsung pada membran sel yang menyebabkan nekrosis dan

apoptosis (Lee & Harris 2010). Pada nekrosis sel, terjadi perubahan histologi pada

nukleus yaitu kariolisis, piknosis, dan karioreksis. Kariolisis adalah

menghilangnya atau memudarnya nukleus. Piknosis digambarkan dengan

penyusutan nukleus sedikit demi sedikit, dan kariolisis adalah nukleus yang

pecah, dengan hasil akhir berupa hilangnya nukleus (Ingle & Bakland 2002). Sel

nekrotik ditemukan di epitel tubuli ginjal masing-masing kelompok (Gambar 2).

Sel nekrotik tubuli ginjal pada kelompok DOX memiliki rataan jumlah yang

paling besar dan berbeda nyata dengan kelompok perlakuan lain (Tabel 2).

Tabel 2 Rataan jumlah sel nekrotik tubuli ginjal

Perlakuan Rataan jumlah sel nekrotik tubuli ginjal

Kontrol 20.500 ± 3.060a

DOX 38.300 ± 4.473d

DOX+pro 30.233 ± 3.431c

DOX+nano 25.833 ± 3.374b

a,b,c,dAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji 5% (uji Duncan)

Propolis memiliki enzim Superoksida dismutase (SOD)-like dan katalase

(CAT)-like. SOD adalah enzim penting yang mengkatalisis radikal superoksida

reaktif (O2-) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen peroksida (H2O2). CAT akan

mengonversi produk dari SOD (H2O2) menjadi air dan oksigen, kemudian

menjadi enzim paling penting melindungi kerusakan sel dari ROS yang dihasilkan

oleh DOX (Freires et al. 2015). Kelompok DOX+pro memiliki rataan jumlah sel

nekrotik yang berbeda nyata dengan kelompok DOX. Hasil di atas menunjukkan

indikasi propolis memiliki efek proteksi terhadap sel tubuli ginjal. Akan tetapi,

efek proteksi yang dimiliki propolis tidak lebih baik dari nanopropolis dilihat dari

hasil rataan jumlah sel nekrotik perlakuan DOX+pro yang lebih banyak dan

berbeda secara signifikan dari kelompok DOX+nano. Hal ini disebabkan ukuran

molekul propolis yang besar menurunkan efektivitas penyerapan propolis oleh sel.

Kelompok DOX+nano memiliki rataan jumlah sel nekrotik yang lebih

rendah dan berbeda secara signifikan dibanding kelompok DOX, tetapi lebih

banyak dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa

nanopropolis memiliki efek proteksi terhadap sel epitel tubuli ginjal.

Nanopropolis juga memiliki efek yang lebih baik daripada propolis. Hal ini

didukung dengan jumlah sel nekrotik pada kelompok DOX+nano berbeda

signifikan dengan kelompok DOX+pro. Troncarelli et al. (2013) menyebutkan

bahwa proses perubahan struktur propolis menjadi ukuran nano dapat

mengoptimalkan efikasi dan keamanan dari propolis ketika digunakan untuk

hewan.

10

Gambar 2 Sel nekrosa yang terdiri dari (a) piknosis, (b) karioreksis, dan (c)

kariolisis pada epitel tubuli ginjal kelompok (A) kontrol, (B) DOX,

(C) DOX+Pro, dan (D) DOX+Nano

Skoring Fibrosis

Stres oksidatif adalah keadaan yang ditandai oleh ketidakseimbangan antara

oksidan dan antioksidan dalam tubuh (Setiawan & Suhartono 2005). DOX dapat

menyebabkan stres oksidatif. Keadaan ini dapat meningkatkan ekspresi dari

beberapa growth factor, seperti transforming growth factor-β, faktor pertumbuhan

jaringan ikat, dan turunan platelet di sel endotel glomerulus, sel mesangial, sel

epitel tubulus proksimal, fibroblas, dan makrofag. Faktor-faktor ini menyebabkan

peningkatan matriks ektraseluler. Ekstrak propolis dapat mengaktifkan matriks

metalloproteinase (MMPs) yang bertanggungjawab mendegradasi matriks

ekstraseluler. Hal ini menyebabkan propolis dapat melindungi ginjal dari

glomeruloskeloris dan fibrosis pada ginjal. (Sameni et al. 2016).Pembentukan

fibrosis masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil

skoring menunjukkan tidak adanya perbedaan fibrosis yang terbentuk antara

masing-masing kelompok perlakuan. Kemungkinan hal ini disebabkan dosis

pemberian DOX yang diberikan bukan dosis yang menyebabkan kerusakan kronis

pada ginjal.

A B

C D

11

Gambar 3 Jaringan ikat yang terbentuk pada kelompok (a) kontrol, (b) DOX,

(c) DOX+pro, (d) DOX+nano

Tabel 3 Hasil skoring jaringan ikat yang terbentuk pada korteks ginjal

Perlakuan Skoring

Kontrol +

DOX +

DOX+pro +

DOX+nano +

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nanopropolis memiliki potensi sebagai nefroprotektor tikus terhadap

kerusakan ginjal tikus yang diakibatkan oleh DOX lebih baik daripada propolis.

Pemberian nanopropolis memiliki jumlah korpuskulus yang memiliki endapan

protein pada ruang bowman sama dengan kontrol dan memiliki jumlah sel

nekrotik epitel tubuli ginjal lebih sedikit dari yang dihasilkan oleh DOX dan

propolis.

a b

c d

12

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai konsentrasi antioksidan yang

dihasilkan oleh nanopropolis pada kerusakan ginjal tikus yang diinduksi oleh

DOX dan dosis yang tepat agar daya kerja nanopropolis optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyati PN. 2011. Ragam jenis ektoparasit pada hewan coba tikus putih (Rattus

Norvegicus) galur Sprague-Dawley [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian

Bogor.

Afrouzan H, Amirina C, Mirhandi SA, Ebadollahi A, Vasenji N, Tahmasbi G.

2012. Evaluation of antimicrobial activity of propolis and nanopropolis against

Staphylococcus aureus and Candida albicans. Afr.J.Microbiol.Res. 6(2):421-

425.doi:10.5897/AJMR11.1183.

AVMA [American Veteriary Medical Association]. 2013. AVMA Guidelines for

the Euthanasia of Animals. Schaumburg: Meacham Road.

Azab AES, Fetouh FA, Albasha MO. 2014. Nephron-protective effect of

curcumin, rosemary and propolis against gentamicin induced toxicity in guinea

pigs: Morfological and biochemical study. AJCEM. 2(2):28-

35.doi:10.11648/j.ajcem20140202.14.

Bonvehi JS, Coll FV. 1994. Phenolic composition of propolis from China and

from South America. Z. Naturforsh. 49c:712-718.

Boutabet K, Kebsa W, Alyane M, Lahouel M. 2011. Plyphelic fraction of

Algerian propolis protects rat kidney against acute oxidative stress induced by

doxorubicin. Indian J Nephrol. 21(2):101-106.doi:10.4103/0971-4068.8213.

Chen GT, Zhang L, Liao XH, Yan RY, Li Y, Sun H, Guo H, Liu Q. 2014.

Augmenter of liver regeneration ameliorates renal fibrosis in rats with

obstructive nephropathy. Biosci.Rep. 34(5).doi:10.10.42/BSR20140038.

El-Moselhy MA, El-Sheikh AAK. 2013. Protective mechanism of atorvastatin

against doxorubicin-induced hepato-renal toxicity. BIOPHA. 68(1):101-

110.doi:http://dx.doi.org/doi:10.1016/j.pathopys.2015.04.002.

El-Sayed E, Abo-Salem OM, Aly HA, Mansour AM. 2009. Potentidal antidiabetic

and hypolipidemic effects of propolis extract in streptozotocin-induced diabetic

rats. Pak J Pharm Sci. 22(2):168-74.

Freires IA, Matias de Alencar S, Rosalen PL. 2016. A pharmacological

perspective on the use of Brazilian red propolis and its isolated compounds

against human diseases. Eur J Med Chem. doi:10.1016/j.ejmech.2016.01.033.

Granados-Principal S, quiles JL, Ramirez-tortosa CL, sanchez-Rovira P, Ramirez-

Tortosa MC. 2010. New advance in molecular mechanism and the prevention

of Adriamycin toxicity by antioxidant nutrients. Food Chem Toxicol.

48(6):1425-38.doi:10.1016/j.fct.2010.04.007.

Hasan AEZ, Mangunwidjaja D, Sunarti TC, Suparno O, Setiyono A. 2016.

Antibreastcancer activity of nanopropolis Indonesia on induced mammary

gland tumor by DMBA in virgin Sprague-dawley rats. BIOTROPIA. 23(1):35-

41.doi :1011598/btb2016.23.1.473.

13

Ingle JI, Bakland LK. 2002. Endodontics 5th

ed. Volume ke-1. London (UK): BC

Decker Inc.

Korga A, Dudka J, burden F, Sliwinska J, Mandziuk S, Dawidek-Pietryka K. 2012.

The redox imbalance and the reduction of contractile protein content in rat

hearts administered with L-thyroxine and Doxorubicin. Oxid Med Cell Longev.

2012:681367.doi:10.1155/2012/681367.

Kosalec I, Bakmaz M, Pepeljnjak S, Vladimir-Knezevic S. 2004. Quantitive

analysis of the flavonoids in raw propolis from northern Croatica. Acta Pharm.

54:65-72.

Lee VWS, Harris DCH. 2010. Adriamycin nephropathy: A model of focal

segmental glomerulosclerosis. Nephrol. 16(2011):30-38.doi:10.1111/j.1440-

1797.2010.01383

Ma H, Wu Y, Zhang W, Dai Y, Li F, Xu Y, Wang Y, Tu H, Li W, Zhang X. 2013.

The effect of mesenchymal stromal cells on doxorubicin-induced nephropathy

in rats. Cytotherapy. (15):703-

711.doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.jcyt.2013.02.002.

Patil RR, Guhagarkar SA, Devarajan PV. 2008. Engineered nanocarriers of

doxorubicin: a current update. Crit Rev Ther Drug Carrier Syst. 25(1):1-61.

Percy DH, Barthold SW. 2008. Pathology of Laboratory Rodents and Rabbits 3rd

ed. New Jersey : Wiley-Blacwell Publisher.

Qurbatussofa NS. 2013. Ekstrak propolis dan sintesis nanopropolis lebah madu

Trigona spp [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian BBogor.

Ramadan A, Soliman G, Mahmoud SS, Nofal SM, Abdel-Rahman RF. 2010.

Evaluation of the safety and antioxidant activities of Crocus sativus and

Propolis ethanolic extract. J.Saudi Chem. Soc. 16(2012):13-

21.doi:10.1016/j.jsc.2010.10.012.

Sahlan M, Supardi T. 2013. Encapsulation of Indonesian propolis by casein

micelle. Int J Pharm Bio Sci. 4(1):297-305.

Sameni HR, Ramhormozi P, Bandegi AR, Taherian AA, Mirmohammadkhani M,

Safari M. 2016. Effects of ethanol extract of propolis on histopathological

changes and anti-oxidant defence of kidney in a rat model for type 1 diabetes

mellitus. J Diabetes Investig. 7(4):1-8.doi:10.1111/jdi.12459.

Schunke KJ, Coyle L, Merrill GF, Denhardt DT. 2013. Acetaminophen attenuates

doxorubicin-induced cardiac fibrosis via osteopontin and GATA4 regulation:

reduction of oxidant levels. J.Cell.Physio. 228:2006-2014.

Setiawan B & Suhartono E. 2005. Stres oksidatif dan peran antioksidan pada

diabetes mellitus. Maj Kedokt Indon. 55(2):86-91.

Szalay CI, Erdelyl K, Kokeny G, Lajtar E, Godo M, Revesz C, Kauscar T, Kiss N,

Sarkorzy M, Csont T, et al. 2015. Oxidative/nitrative stress and inflammation

drive progression of doxorubicin-induced renal fibrosis in rats as revealed by

comparing a normal and a fibrosis-resistant rat strain. PLoS ONE. 10(6):1-

17.doi:10.1371/journal.pone.0127090.

Troncarelli MZ, Brandao HM, Gern JC, Guimaraes S, Langoni H. 2013.

Nanotechnology and antimicrobials in veterinary medicine. FORMATEX.

Winter WE, Harris NS. 2012. Multiple Myeloma and Related Serum Protein

Disorders : An Electrophoretic Guid. New York: Demos Medical.

14

Zhang YW, Shi J, Li YJ, Wei L. 2009. Cardiomyocyte death in doxorubicin-

induced cardiotoxicity. Arch Immunol Ther Exp (Warsz). 57:435-

45.doi:10.1007/s00005-009-0051-8.

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Siti Khunaefah, dilahirkan di Desa Cikawung, Kabupaten

Banyumas, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 11 Oktober 1994. Penulis

merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara, yaitu anak kandung dari pasangan

Bapak Syamsudin dan Lestari Sabariyah. Penulis menyelesaikan pendidikan

kanak-kanak di TK Diponegoro selama dua tahun, pendidikan dasar di SDN 1

Cikawung pada tahun 2006, pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Ajibarang

pada tahun 2009, pendidikan menengah atas di SMAN 2 Purwokerto pada tahun

2012. Tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor

(IPB) melalui jalur undangan di Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi

kemahasiswaan, seperti Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar (HIMPRO

SATLI), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman. Penulis juga

aktif mengikuti kepanitian di dalam dan di luar kampus seperti LO Pet Care Day,

Seminar Nasional HIMPRO SATLI 2014 DAN 2015, Kontes Ayam Ketawa

2014, Farewell Party, Workshop Degung Klasik dan Internasional Student Party.

Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kampus sebagai peserta Abdi Nusantara

tahun 2015 di Banten, Peserta Magang di Klinik Kayu Manis, dan juga Peserta

Magang di BPPTU Baturraden. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata

kuliah Histologi Veteriner 1 pada tahun 2014 dan Histologi Veteriner 2 pada

tahun 2015, Patologi Klinik pada tahun 2016, Anatomi Veteriner 1 dan Anatomi

Topografi pada tahun 2016.