potensi nefroproteksi aktivitas nanopropolis … · semoga penulis dapat menghasilkan skripsi yang...
TRANSCRIPT
POTENSI NEFROPROTEKSI AKTIVITAS NANOPROPOLIS
PADA KERUSAKAN GINJAL TIKUS YANG DIINDUKSI
DOXORUBICIN : ANALISIS PATOMORFOLOGI
SITI KHUNAEFAH
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Nefroproteksi
Aktivitas Nanopropolis pada Kerusakan Ginjal Tikus yang Diinduksi
Doxorubicin: Analisis Patomorfologi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Siti Khunaefah
NIM B04120123
ABSTRAK
SITI KHUNAEFAH. Potensi Nefroproteksi Nanopropolis pada Kerusakan Ginjal
Tikus yang Diinduksi Doxorubicin: Analisis patomorfologi. Dibimbing oleh
VETNIZAH JUNIANTITO dan BAYU FEBRAM PRASETYO.
Doxorubicin (DOX) merupakan obat antikanker yang sering dipakai tetapi
memiliki efek samping pada ginjal. Radikal bebas yang dihasilkan DOX
menyebabkan kerusakan ginjal. Efek antioksidan dari flavonoid dalam propolis
mengurangi radikal bebas yang menginduksi kematian sel. Nanopropolis memiliki
kemampuan penyerapan ke dalam sel yang lebih baik. Tujuan penelitian ini
adalah mengamati aktivitas nanopropolis mencegah kerusakan ginjal yang
diinduksi DOX secara patomorfologi. Sebanyak 24 ekor tikus dibagi menjadi 4
kelompok (n=6): kontrol (injeksi salin), DOX (diinjeksi DOX), DOX+propolis
(pro), DOX+nanopropolis (nano). DOX diinjeksi intraperitoneal dosis 4 mg/kgBB,
seminggu sekali selama 4 minggu. Pro dan nano diberikan secara peroral dosis
200 mg/kgBB, setiap hari selama 5 minggu. Kemudian, ginjal dikoleksi, diproses,
dan diwarnai dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) dan Masson’s
Trichrome (MT). Hasil menunjukkan jumlah glomerulus yang memiliki endapan
protein dan sel nekrotik pada perlakuan pro dan nano lebih rendah secara
signifikan daripada perlakuan DOX (P<0.05). Tingkat fibrosis menunjukkan hasil
yang sama pada semua kelompok. Kesimpulan yang didapat adalah nanopropolis
memiliki peran sebagai nefroprotektor pada kerusakan ginjal yang diinduksi DOX.
Kata kunci : doxorubicin, ginjal, nanopropolis, propolis, stres oksidatif
ABSTRACT
SITI KHUNAEFAH. Nephroprotection Potency of in Doxorubicin-Induced
Kidney Damage in Rats: A Pathomorphological Analisis. Supervised by
VETNIZAH JUNIANTITO and BAYU FEBRAM PRASETYO.
Doxorubicin (DOX) is a widely used anti cancer drug with harmful side
effect on kidney. Free radical produced by DOX caused kidney damages.
Antioxidative effects of flavonoid in propolis ameliorates free radicals-induced
cell death. Nanopropolis possessed greater absorbing capacity onto cells. The aim
of this research is to elaborate the inhibition activities of nanopropolis to prevent
DOX-induced kidney damages based on pathomorphological assessments. Here,
twenty four rats were divided into 4 groups (each n=6): Control (received saline
injection), DOX-injected rats, DOX+propolis (pro), and DOX+nanopropolis
(nano). DOX was injected intraperitoneally at 4 mg/kgBW, weekly, for 4 weeks.
Pro and nano were given perorally at 200 mg/kgBW, daily for 5 weeks.
Afterwards, kidneys were collected, processed, and stained with hematoxylin-
Eosin (HE) for general morphology and Masson’s Trichrome (MT) for fibrosis
assessment. The results showed that, the number of glomerular protein deposition
in pro- and nano-treated groups was significantly lower with those in DOX treated
group (P<0.05). Additionally, level of fibrosis showed similar values in all groups.
In conclusion, these result imply nephroprotective roles of nanopropolis in DOX-
induced kidney damage.
Keywords: doxorubicin, kidney, nanopropolis, propolis, stress oksidative
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
POTENSI NEFROPROTEKSI AKTIVITAS NANOPROPOLIS
PADA KERUSAKAN GINJAL TIKUS YANG DIINDUKSI
DOXORUBICIN : ANALISIS PATOMORFOLOGI
SITI KHUNAEFAH
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Judul skripsi yang
dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei
2016 ini adalah “Potensi Nefroproteksi Nanopropolis pada Kerusakan Ginjal
Tikus yang Diinduksi Doxorubicin: Analisis Patomorfologi”. Adapun penyusunan
skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Drh Vetnizah Juniantito, PhD, APVet selaku Pembimbing I
2. Bapak Bayu Febram, SSi, Apt, MSi selaku pembimbing II sekaligus
pembimbing akademik
3. Mama, Bapak, Bapa, Mamas dan sekeluarga
4. Muamar, Sari, Kanti, Devi, Nisa, Crisna, Intan, yang senantiasa
membantu, memberi saran, dan mendukung satu sama lain dalam
pembuatan skripsi
5. Fadel, Bunga, Agung, Oryza, Awan, Rohmah, Dijako, Haerani, dan Rio
yang memberi dukungan seperti keluarga kedua di Bogor
6. Tomi, Eni, Fadhlan, Rizqi, Simon yang telah membantu penelitian
7. Staf Laboratorium Histopatologi Divisi Klinik, Reproduksi, dan Patologi
FKH IPB yang telah membantu dalam proses pembuatan preparat
8. Elisabet dan Neni Eviyanti yang telah membantu dalam mengolah data
9. Penghuni kos New Arini terutama Rere, Resty, Yenny, dan Boki yang juga
selalu mendukung satu sama lain dalam pembuatan skripsi
10. Gerry, Ari, Ririn, Aang, Kodrat, Fathia, Shawn, Alif, Retno, Windi yang
selalu mendengarkan cerita, membantu dan juga memberikan dukungan
11. Syukur yang telah menemani kemanapun serta teman-teman lainnya atas
segala doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Semoga penulis dapat menghasilkan skripsi yang
bermanfaat bagi penulis lain dan juga bagi pembaca
Bogor, Oktober 2016
Siti Khunaefah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Propolis 2
Nanopropolis 2
Doxorubicin 3
Tikus Sprague-Dawley 3
METODE 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Alat dan Bahan Penelitian 4
Prosedur Percobaan 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Endapan Protein pada Glomerulus 7
Jumlah Sel Nekrotik 9
Skoring Fibrosis 10
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 12
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Rataan jumlah korpuskulus yang memiliki endapan protein pada
ruang Bowman per sepuluh korpuskulus jaringan ginjal 7
2 Rataan jumlah sel nekrotik tubuli ginjal 9
3 Hasil skoring jaringan ikat yang terbentuk pada korteks ginjal 11
DAFTAR GAMBAR
1 Endapan protein pada kelompok (a) kontrol, (b) DOX, (c) DOX+pro,
(d) DOX+nano 8 2 Sel nekrosa yang terdiri dari (a) piknosis, (b) karioreksis, dan (c)
kariolisis pada epitel tubuli ginjal kelompok (A) kontrol, (B) DOX,
(C) DOX+Pro, dan (D) DOX+Nano 10 3 Jaringan ikat yang terbentuk pada kelompok (a) kontrol, (b) DOX,
(c) DOX+pro, (d) DOX+nano 11
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Doxorubicin (DOX) atau Adriamycin adalah obat antikanker yang
digunakan untuk kemoterapi berbagai macam kanker pada manusia. DOX telah
sukses digunakan sebagai obat antikanker urutan pertama melawan kanker (Patil
et al. 2008). Penggunaan DOX terbatas karena memiliki efek toksik yang dapat
merusak beberapa organ (El-Moselhy & El-Sheikh 2013). Efek yang dapat
ditimbulkan karena akumulasi dari obat ini adalah kerusakan jantung. Selain itu,
DOX juga menimbulkan kerusakan pada hati dan ginjal, yang merupakan organ
utama detoksifikasi dan ekskretori pada tubuh. oleh karena itu, diperlukan obat
yang dapat menanggulangi efek toksik dari DOX.
DOX digunakan secara luas untuk menginduksi proteinuria dan nefropati
yang berakhir pada fibrosis (Szalay et al. 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
El-Moselhy dan El-Sheikh (2013) menyebutkan gambaran histopatologi dari
ginjal yang diberi DOX mengalami kongesti pada pembuluh darah ginjal dan
glomerulus, kapsula Bowman berdilatasi disertai adanya hialin pada tubuli ginjal,
dan tubuli ginjal nekrosa. Pemberian DOX dapat membentuk metabolit reaktif
seperti radikal superoksida dan hidrogen peroksida yang kemudian akan
menyerang membran sel dan menyebabkan efek samping yaitu nekrosis sel
(Boutabet et al. 2011). Penelitian mengenai senyawa aktif sebagai cardioprotector
dan hepatoprotector terhadap pemberian DOX sudah banyak dilakukan, tetapi
penelitian mengenai senyawa aktif sebagai nefroprotektor terhadap kerusakan
yang ditimbulkan oleh DOX sedikit. Salah satu bahan yang dapat menjadi
nefroprotektor adalah propolis (Azab et al. 2014).
Propolis atau lem lebah merupakan bahan yang dikumpulkan lebah madu
yang digunakan untuk mengunci dan mensterilkan sarang koloni. Flavonoid dan
komponen fenol yang dimiliki propolis terlihat sebagai komponen utama yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas biologis (Kosalec et al. 2004). Propolis
memiliki aktivitas biologis yang luas karena kandungan yang dimilikinya,
termasuk di dalamnya sebagai antioksidan. (Sahlan & Supardi 2013). Propolis
sudah berkembang sampai teknologi nano. Peran teknologi nano ini adalah untuk
membantu menghasilkan dan meningkatkan efektifitas bahan yang lebih baik di
berbagai bidang seperti biosains dan obat-obatan dengan menggunakan perubahan
ukuran (Afrouzan 2012). Propolis yang berukuran nano ini dapat meningkatkan
efektifitas zat aktif obat (Qurbatussofa 2013).
Penelitian mengenai obat dan bahan alami lainnya yang digunakan sebagai
nefroprotektor pada keracunan DOX telah dilakukan (Granados-Principal et al.
2010). Penelitian mengenai nanopropolis sebagai antioksidan sudah pernah
dilakukan sebelumnya, namun belum dilakukan penelitian aktivitas nanopropolis
sebagai nefroprotektor terhadap efek toksik dari DOX. Nanopropolis yang
mengandung berbagai macam kandungan bahan kimia termasuk di dalamnya
flavonoid, diduga dapat mengurangi efek toksik pada ginjal yang ditimbulkan
oleh DOX. Antioksidan pada propolis diduga dapat menangkap metabolit reaktif
yang dihasilkan oleh DOX.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi nefroproteksi dari
nanopropolis pada kerusakan ginjal tikus yang diinduksi oleh DOX secara
patomorfologi
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai gambaran
patomorfologi pemberian nanopropolis pada kejadian nefropati tikus yang
diinduksi DOX serta memberikan strategi untuk meminimalisir efek samping
pemberian DOX.
TINJAUAN PUSTAKA
Propolis
Propolis adalah kompleks bahan resin produk sarang lebah, campuran lilin,
gula dan eksudat tumbuhan yang dikoleksi oleh lebah dari berbagai sumber
tanaman. Kandungan kimia dan komposisi utamanya tergantung pada asal dan
macam tumbuhan berdasarkan iklim dan kondisi geografis (Boutabet et al. 2011).
Menurut Sahlan dan Supardi (2013), propolis sudah dikenal dengan berbagai
macam aktivitas biologis yang dimilikinya seperti antimikroba, antivirus, anti
peradangan, antitumor, antioksidan, fotoreseptor dan lain sebagainya. Propolis
dari daerah yang berbeda memiliki kandungan kimia yang berbeda, namun secara
umum mengandung polifenol (flavonoid, asam fenol, ester, aldehid, alkohol, dan
keton), terpenoid, steroid, asam amino, dan berbagai komponen anorganik
lainnya. Propolis ditemukan di pasaran dengan berbagai bentuk seperti kapsul,
tablet, preparat tetes, dan lain-lain.
Beberapa obat antikanker dapat memproduksi Reactive Oxygen Species
(ROS) yang menyebabkan terjadinya keracunan dan nekrosis sel yang ekstensif.
Propolis mengandung antioksidan dan antiapoptosis. Antioksidan yang dimiliki
oleh propolis yaitu flavonoid dapat melemahkan perkembangan kanker dan
peradangan. Salah satu penemuan lain mengenai propolis adalah kemampuannya
pada pencegahan dan perawatan pada kanker. Propolis mencegah pertumbuhan sel
kanker dengan cara meningkatkan proses apoptosis oleh efek pro-oksidan yang
menginduksi apoptosis atau oleh produksi ROS. Propolis dapat mencegah efek
samping obat dan mengurangi resistensi (Boutabet et al. 2011)
Nanopropolis
Menurut Qurbatussofa (2013), pengembangan dan pemanfaatan teknologi
nano saat ini telah banyak dilakukan. Salah satu pengembangan dan pemanfaatan
3
tersebut adalah teknologi nano dapat diaplikasikan dalam bidang kesehatan untuk
pembuatan obat. Teknologi nano merupakan teknik memanipulasi materi menjadi
berskala nanometer. Keuntungan dari teknologi nano ini adalah meningkatkan
efek terapi obat. Penelitian yang dilakukan oleh Afrouzan et al. (2012)
menunjukkan bahwa nanopropolis lebih efektif daripada propolis pada aktivitas
antimikrobial.
Doxorubicin
Menurut El-Moselhy dan El-Sheikh (2013) DOX yang dikenal dengan
Adriamycin, dahulu berasal dari isolasi aktinobakteria Streptomyces peucetius
pada tahun 1960. Farmakodinamik dari DOX adalah berapitan dengan DNA sel
tumor, menyebabkan blokade siklus sel pada fase G2. Mekanisme molekuler
keracunan yang diinduksi oleh DOX belum diketahui dengan jelas karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Teori yang dapat diterima adalah masuknya
racun sampai menyebabkan stress oksidatif. Faktor lainnya adalah adanya sel
radang yang diinduksi oleh DOX dan berakhir pada kematian sel yang terprogram
(apoptosis). Studi mengenai mekanisme efek toksik DOX pada nefron terutama
disebabkan oleh stres oksidatif dan apoptosis (Korga et al. 2012; Zhang et al.
2009). Antioksidan dapat mengurangi kerusakan akibat intoksikasi DOX
(Granados-Principal et al. 2010).
Akumulasi DOX menyebabkan kerusakan pada organ, termasuk di
dalamnya efek pada ginjal. Mekanisme molekuler pada kejadian keracunan yang
disebabkan oleh DOX adalah adanya stres oksidatif. DOX dapat menginduksi
pelepasan sitokin, diikuti oleh stimulasi reaksi peradangan dan berujung pada
kejadian nefropati. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IL-6 dan TNF-
memiliki peran yang penting pada kejadian nefropati (Ma et al. 2013).
Tikus Sprague-Dawley
Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) menurut Adiyati (2011) adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Norvegicus
Galur/strain : Sprague Dawley
Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus albino yang
digunakan secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan yang didapat
menggunakan tikus ini adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Tikus
ini pertamakali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley (kemudian menjadi
perusahaan Animal Sprague Dawley) di Madison Wincosin, Amerika Serikat.
Berat badan tikus jantan adalah 450-520 g.
4
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP)
Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) dan di laboratorium Histopatologi Divisi
Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Institut Pertanian Bogor
(IPB) mulai bulan Februari sampai Mei 2016.
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan adalah kotak plastik berukuran 30 x 20 x 20 cm
sebagai kandang, kawat sebagai pentup kandang, botol air minum, timbangan
digital, syringe 1 mL dan 3 mL, sonde lambung, alat nekropsi, botol spesimen,
kertas label, spidol, cutter, tissue cassete, tissue basket, Sakura®
automatic tissue
processor, paraffin embedding console, mikrotom, waterbath, gelas objek, cover
glass, staining chamber, inkubator, mikroskop cahaya, digital electronic
eyepiece®
camera, satu set komputer untuk pengambilan gambar jaringan, serta
perangkat lunak imageJ®
(https://imagej.nih.gov/ij).
Bahan yang digunakan adalah tikus, obat-obatan sebelum perlakuan, obat-
obatan perlakuan, serta bahan pembuatan preparat histopatologi pewarnaan
Hematoxylin-Eosin (HE) dan Masson’s Trichrome (MT). Tikus yang digunakan
adalah tikus jantan Sprague-Dawley sebanyak 24 ekor berumur 6-8 minggu
dengan bobot badan 140 sampai 200 gram. Obat-obatan sebelum perlakuan yang
digunakan adalah anthelmentik
(pyrantel pamoat, 125 mg, Pfizer, Jakarta,
Indonesia), antibiotik
(amoxicillin , 125 mg/5 ml, HUFA, Indonesia) dan
antiprotozoa (benzoyl metronidazole, Alventis, Pharma, Indonesia). Obat-obatan
perlakuan yang digunakan adalah antibiotika doxorubicin injeksi (doxosorubicin
hidroksida 50 mg, Actavis, Indonesia), propolis (propolis 90 mg/ml, MSS,
Indonesia), dan nanopropolis (50% ekstrak propolis, PT Gizi Indonesia). Bahan
yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi pewarnaan HE dan MT
adalah ketamin HCl, BNF 10%, silol, alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 85%,
alkohol 70%, parafin, Mayer’s Hematoxylin, litium karbonat, Eosin, perekat,
Mordant, Carrazi’s hematoxylin, orange G, asam asetat 1%, ponceau xylidine
fuchsin, asam fosfotungstat 2.5%, aniline blue, dan akuades.
Prosedur Percobaan
Tahap Persiapan Hewan Coba
Tikus diberikan obat-obatan sebelum perlakuan berupa dosis tunggal
anthelmentik 10 mg/kg BB pada hari pertama, antibiotik 20 mg/kg BB setiap pagi
dan sore selama 5 hari berikutnya, dan anti protozoa 20 mg/kg BB setiap pagi
pada hari yang sama dengan pemberian antibiotik selama 3 hari. Tikus dipelihara
di dalam kotak plastik yang ditutup dengan kawat dan diberi air minum serta
pakan setiap harinya. Alas tikus di dalam kotak plastik berupa serutan kayu.
5
Tahap Perlakuan
Tahap perlakuan berlangsung selama 5 minggu dan merupakan modifikasi
dari metode peneliti sebelumnya (Schunke et al. 2013). Tikus dibagi menjadi 4
kelompok secara acak, masing-masing kelompok berisi 6 ekor tikus.
Kelompok 1 (kontrol) adalah tikus yang diinjeksi menggunakan NaCl
fisiologis sebanyak 0.4 ml/ekor secara intraperitoneal (IP) sekali seminggu selama
4 minggu. Kelompok 2 (DOX) adalah tikus yang diinjeksi menggunakan DOX
dosis 4 mg/kg BB secara IP sekali seminggu selama 4 minggu. Kelompok 3
(DOX+pro) adalah tikus yang diinjeksi menggunakan DOX dosis 4 mg/kg BB
secara IP dikombinasikan dengan pemberian propolis dosis 200 mg/kg BB (El-
Sayed et al. 2009) secara oral setelah injeksi. Sediaan propolis yang digunakan
yaitu 90 mg/ml. Kelompok 4 (DOX+nano) adalah tikus yang diinjeksi
menggunakan DOX dosis 4 mg/kg BB secara IP dikombinasikan dengan
pemberian nanopropolis dosis 200 mg/kg BB secara oral setelah injeksi. Sediaan
nanopropolis yang digunakan yaitu 100 mg/ml. Pemberian propolis dan
nanopropolis dilakukan setiap hari sampai minggu ke-5.
Pada minggu ke-5, tikus dibius menggunakan ketamine HCl sebanyak 0.2
ml/ekor kemudian dilakukan eksanguinasi sesuai dengan American Veterinary
Medical Association (AVMA) Guidelines (2013). Tahapan selanjutnya dilakukan
sampling organ ginjal. Spesimen organ ginjal dimasukkan ke dalam botol
spesimen yang berisi BNF 10% dan diberi keterangan. Sampel organ kemudian
difiksasi selama ±48 jam.
Pembuatan Blok Parafin
Sampel organ ginjal dipotong (trimming) dengan ketebalan ± 5 mm
menggunakan cutter. Potongan ginjal dimasukkan ke dalam tissue cassette dan
diproses dalam automatic tissue prosessor untuk proses dehidrasi, penjernihan
(clearing), dan infiltrasi. Tahapan selanjutnya yaitu pencetakan (embedding)
dengan cara potongan organ dimasukkan ke dalam alat pencetak paraffin
embedding console yang telah terisi sedikit parafin cair. Potongan organ diatur
sehingga posisinya berada di tengah cetakan kemudian ditambahkan parafin cair
sampai penuh. Parafin dibiarkan mengeras dan berbentuk blok parafin.
Selanjutnya, parafin dipotong menggunakan mikrotom putar dengan ketebalan 3-5
µm. Hasil irisan diletakkan di atas waterbath dengan suhu ± 45 C. Hasil
potongan kemudian diangkat dari permukaan air menggunakan gelas objek,
selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator (60 C) selama sehari dan dilanjutkan
dengan pewarnaan.
Pewarnaan HE
Pewarnaan HE dawali dengan proses deparafinisasi dan rehidrasi.
Selanjutnya, gelas objek yang tertempel potongan organ direndam menggunakan
pewarna Mayer’s hematoksilin selama 8 menit lalu dibilas dengan air mengalir
selama 30 detik. Setelah itu, dilakukan perendaman dalam litium karbonat selama
15-30 detik dan dibilas dengan air mengalir selama 2 menit. gelas objek direndam
ke dalam pewarna Eosin selama 2-3 menit dan dibilas dengan air mengalir 30-60
detik. Tahap terakhir adalah dilakukan dehidrasi dengan mencelupkan gelas objek
secara berturut-turut ke dalam alkohol 95% (± 10 celupan), alkohol absolut I (± 10
celupan), alkohol absolut II selama 2 menit. Penutupan gelas objek digunakan zat
6
perekat Permount®
dan ditutup menggunakan cover glass kemudian dibiarkan
hingga perekat kering. Preparat yang telah jadi diamati dengan menggunakan
mikroskop untuk melihat gambaran struktur organ secara umum.
Pewarnaan MT
Pewarnaan MT diawali dengan proses deparafinisasi kemudian dibilas
dengan akuades selama beberapa detik. Gelas objek yang tertempel potongan
organ direndam dalam larutan mordant selama 40 menit dan dicuci dengan
akuades beberapa detik. Kemudian dilakukan perendaman dalam pewarna
Carrazi’s hematoksilin selama 40 menit dan dicuci kembali dengan akuadest.
Selanjutnya dilakukan perendaman pada pewarna orange G 0.75% selama 2
menit. gelas objek selanjutnya dimasukkan ke dalam asam asetat 1% selama
beberapa detik kemudian dimasukkan ke dalam pewarna ponceau xylidine
fuchsin selama 15 menit dan dibilas kembali pada asam asetat 1% selama
beberapa detik sambil digoyangkan. Gelas objek direndam dalam larutan asam
fosfotungstat 2.5% selama 10 menit, kemudian kembali direndam pada asam
asetat 1% selama beberapa detik. Setelah itu gelas objek dimasukkan ke dalam
pewarna aniline blue selama 15 menit dan kembali direndam dalam asam asetat
1%. Selanjutnya preparat direndam dalam alkohol 95% selama 3 menit kemudian
dilakukan dehidrasi dan diberi cover glass yang telah diberi perekat. Preparat
yang telah diwarnai diamati menggunakan mikroskop untuk mengetahui struktur
kolagen yang terbentuk. Warna biru kehijauan menunjukkan kolagen (jaringan
ikat), warna merah menunjukkan otot dan elastin, sedangkan warna ungu
menunjukkan adanya fibrin dan akumulasi kalsium.
Pengamatan Histopatologi
Preparat pewarnaan HE diamati pada luas lapang pandang 0.232 mm2 dan
0.059 mm2 di bagian korteks ginjal. Luas lapang pandang 0.232 mm
2 digunakan
untuk menghitung persentase jumlah korpuskulus ginjal yang mempunyai
endapan protein pada kapsula bowman. Endapan protein terlihat berwarna merah
keunguan pada ruang bowman. Pengamatan dilakukan 5 kali lapang pandang pada
masing-masing organ secara merata. Luas lapang pandang 0.059 mm2 digunakan
untuk menghitung jumlah sel nekrotik epitel tubuli ginjal yang terdiri dari
piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Penghitungan dilakukan pada 5 kali lapang
pandang yang diambil secara acak pada masing-masing organ.
Preparat pewarnaan MT pada lapang pandang 0.232 mm2 dilihat persentase
jumlah jaringan ikat yang terbentuk di korteks ginjal dengan metode skoring.
Metode skoring yang digunakan adalah tipe ordinal dengan cara blind skoring.
Skoring dilakukan oleh seorang patolog yang tidak mengetahui identitas
kelompok sampel. Preparat ginjal diamati pada 5 kali lapang pandang secara acak.
Tingkat fibrosis dikelompokkan menjadi 4 kriteria yaitu 0 (tidak ditemukan atau
sangat sedikit [<5%]), +1 (ringan [6-25%]), +2 (sedang [26-50%]), dan +3 (parah
[>50%]) (Chen et al. 2014).
Analisis Data
Hasil penghitungan persentase korpuskulus ginjal yang memiliki endapan
protein dianalisis menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010 dengan uji
Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Dunn untuk mengetahui adanya
7
perbedaan dan pengaruh pemberian DOX yang dikombinasikan dengan
pemberian propolis ataupun nanopropolis pada glomerulus. Data sel nekrotik
dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS®
16 metode analisis ragam
ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui adanya
perbedaan pengaruh pemberian DOX yang dikombinasikan dengan pemberian
propolis ataupun nanopropolis pada sel epitel tubuli ginjal . Seluruh data dianalisis
menggunakan tingkat kepercayaan 95 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Endapan Protein pada Glomerulus
Mekanisme molekuler dari induksi kerusakan ginjal oleh DOX adalah
peningkatan dari produksi radikal bebas. Radikal bebas dalam bentuk oksigen
reaktif menyebabkan DNA mitokondria rusak dan menyebabkan kerusakan
struktur sel. Terlebih lagi, DOX menyebabkan penurunan tingkat enzim glutation
peroksidase (antioksidan) dan peningkatan tingkat dari lipid peroksidase di dalam
ginjal, hati, dan jantung (Lee & Harris 2010).
Tabel 1 Rataan jumlah korpuskulus yang memiliki endapan protein pada ruang
Bowman per sepuluh korpuskulus jaringan ginjal
Perlakuan Rataan jumlah korpuskulus yang memiliki endapan
protein pada ruang bowman per 10 korpuskulus renalis
Kontrol 1.385 ± 0.775a
DOX 4.230 ± 0.278c
DOX+pro 2.270 ± 0.589ab
DOX+nano 2.135 ± 0.754ab
a, b, cAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji Duncan)
Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok DOX menghasilkan endapan
protein pada ruang bowman paling tinggi secara signifikan dibandingkan
kelompok perlakuan yang lain. DOX menghasilkan toksik yang menginduksi
kerusakan secara langsung pada glomerulus diikuti dengan kerusakan
tubulointerstisial. DOX menyebabkan perubahan barier filtrasi glomerulus, seperti
sel endotel glomerulus, membran basal glomerulus dan podosit. Kerusakan
glomerulus karena induksi DOX ditunjukkan dengan penipisan glikokalik, ukuran
pori-pori sel endotel glomerulus meningkat, permeabilitas glomerulus berkurang,
dan foot process sel podosit menyatu. Perubahan ini diikuti dengan pengurangan
produksi proteoglikan dan glikosaminoglikan yang diproduksi oleh sel endotel
glomerulus (Jeasson et al. 2009 dalam Lee & Harris 2010). Perubahan barier
filtrasi glomerulus menyebabkan protein dapat lolos dari filtrasi glomerulus dan
terlihat di ruang Bowman (Winter dan Harris 2012). Endapan protein pada ruang
Bowman dapat dilihat pada Gambar 1. Endapan protein terlihat sebagai massa
berwarna merah yang mengisi ruang Bowman.
8
Gambar 1 Endapan protein pada kelompok (a) kontrol, (b) DOX, (c) DOX+pro,
(d) DOX+nano
Kelompok DOX+pro memiliki endapan protein pada ruang Bowman
berbeda nyata dengan kelompok DOX. Kondisi glomerulus ginjal kelompok
DOX+pro tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan kondisi ginjal kelompok
kontrol. Hal ini dapat disebabkan flavonoid dari propolis menangkap metabolit
reaktif toksik yang biasa ditangkap oleh glutation (Boutabet et al. 2011). Proses
ini menyebabkan metabolit toksik akan berkurang dan diikuti dengan penurunan
tingkat kerusakan pada barier filtrasi glomerulus. Berdasarkan paparan di atas,
maka terlihat indikasi bahwa propolis memiliki efek proteksi terhadap kerusakan
glomerulus.
Kelompok tikus DOX+nano memiliki endapan protein pada ruang Bowman
yang berbeda nyata dengan kelompok DOX tetapi tidak berbeda nyata dengan
kelompok DOX+pro. Hasil ini berbeda dengan penyataan dari Troncarelli et al.
(2013) yang menyebutkan ukuran yang kecil dari nanopartikel serupa dengan
molekul yang ada dalam tubuh untuk masuk melewati barrier internal. Ketika
dalam bentuk nanopartikel, bahan aktif memiliki peningkatan stabilitas,
terlindungi dari agen yang dapat mengoksidasi, enzim atau interaksi kimia dengan
molekul lain. Obat berbasis nanopartikel dapat masuk ke dalam sel melalui
endositosis (Troncarelli et al. 2013). Kemungkinan perbedaan hasil penelitian ini
dengan pendapat peneliti sebelumnya adalah jumlah pengulangan yang banyak
dengan tingkat sensitif tikus yang berbeda-beda. Faktor lain yang menyebabkan
perbedaan hasil adalah perbedaan sumber resin sehingga memiliki karakteristik
a b
c d
9
yang berbeda, konsentrasi dan rute pemberian, waktu panen, metode persiapan,
lokasi, dan kontaminasi (Bonvehi & Coll 1994; Hasan et al. 2016; Fogden dan
Neuberger 2003 dalam Ramadan et al. 2010).
Jumlah Sel Nekrotik
Pemberian DOX menghasilkan berubahnya sel termasuk perubahan struktur
DNA serta efek langsung pada membran sel yang menyebabkan nekrosis dan
apoptosis (Lee & Harris 2010). Pada nekrosis sel, terjadi perubahan histologi pada
nukleus yaitu kariolisis, piknosis, dan karioreksis. Kariolisis adalah
menghilangnya atau memudarnya nukleus. Piknosis digambarkan dengan
penyusutan nukleus sedikit demi sedikit, dan kariolisis adalah nukleus yang
pecah, dengan hasil akhir berupa hilangnya nukleus (Ingle & Bakland 2002). Sel
nekrotik ditemukan di epitel tubuli ginjal masing-masing kelompok (Gambar 2).
Sel nekrotik tubuli ginjal pada kelompok DOX memiliki rataan jumlah yang
paling besar dan berbeda nyata dengan kelompok perlakuan lain (Tabel 2).
Tabel 2 Rataan jumlah sel nekrotik tubuli ginjal
Perlakuan Rataan jumlah sel nekrotik tubuli ginjal
Kontrol 20.500 ± 3.060a
DOX 38.300 ± 4.473d
DOX+pro 30.233 ± 3.431c
DOX+nano 25.833 ± 3.374b
a,b,c,dAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji Duncan)
Propolis memiliki enzim Superoksida dismutase (SOD)-like dan katalase
(CAT)-like. SOD adalah enzim penting yang mengkatalisis radikal superoksida
reaktif (O2-) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen peroksida (H2O2). CAT akan
mengonversi produk dari SOD (H2O2) menjadi air dan oksigen, kemudian
menjadi enzim paling penting melindungi kerusakan sel dari ROS yang dihasilkan
oleh DOX (Freires et al. 2015). Kelompok DOX+pro memiliki rataan jumlah sel
nekrotik yang berbeda nyata dengan kelompok DOX. Hasil di atas menunjukkan
indikasi propolis memiliki efek proteksi terhadap sel tubuli ginjal. Akan tetapi,
efek proteksi yang dimiliki propolis tidak lebih baik dari nanopropolis dilihat dari
hasil rataan jumlah sel nekrotik perlakuan DOX+pro yang lebih banyak dan
berbeda secara signifikan dari kelompok DOX+nano. Hal ini disebabkan ukuran
molekul propolis yang besar menurunkan efektivitas penyerapan propolis oleh sel.
Kelompok DOX+nano memiliki rataan jumlah sel nekrotik yang lebih
rendah dan berbeda secara signifikan dibanding kelompok DOX, tetapi lebih
banyak dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
nanopropolis memiliki efek proteksi terhadap sel epitel tubuli ginjal.
Nanopropolis juga memiliki efek yang lebih baik daripada propolis. Hal ini
didukung dengan jumlah sel nekrotik pada kelompok DOX+nano berbeda
signifikan dengan kelompok DOX+pro. Troncarelli et al. (2013) menyebutkan
bahwa proses perubahan struktur propolis menjadi ukuran nano dapat
mengoptimalkan efikasi dan keamanan dari propolis ketika digunakan untuk
hewan.
10
Gambar 2 Sel nekrosa yang terdiri dari (a) piknosis, (b) karioreksis, dan (c)
kariolisis pada epitel tubuli ginjal kelompok (A) kontrol, (B) DOX,
(C) DOX+Pro, dan (D) DOX+Nano
Skoring Fibrosis
Stres oksidatif adalah keadaan yang ditandai oleh ketidakseimbangan antara
oksidan dan antioksidan dalam tubuh (Setiawan & Suhartono 2005). DOX dapat
menyebabkan stres oksidatif. Keadaan ini dapat meningkatkan ekspresi dari
beberapa growth factor, seperti transforming growth factor-β, faktor pertumbuhan
jaringan ikat, dan turunan platelet di sel endotel glomerulus, sel mesangial, sel
epitel tubulus proksimal, fibroblas, dan makrofag. Faktor-faktor ini menyebabkan
peningkatan matriks ektraseluler. Ekstrak propolis dapat mengaktifkan matriks
metalloproteinase (MMPs) yang bertanggungjawab mendegradasi matriks
ekstraseluler. Hal ini menyebabkan propolis dapat melindungi ginjal dari
glomeruloskeloris dan fibrosis pada ginjal. (Sameni et al. 2016).Pembentukan
fibrosis masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil
skoring menunjukkan tidak adanya perbedaan fibrosis yang terbentuk antara
masing-masing kelompok perlakuan. Kemungkinan hal ini disebabkan dosis
pemberian DOX yang diberikan bukan dosis yang menyebabkan kerusakan kronis
pada ginjal.
A B
C D
11
Gambar 3 Jaringan ikat yang terbentuk pada kelompok (a) kontrol, (b) DOX,
(c) DOX+pro, (d) DOX+nano
Tabel 3 Hasil skoring jaringan ikat yang terbentuk pada korteks ginjal
Perlakuan Skoring
Kontrol +
DOX +
DOX+pro +
DOX+nano +
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nanopropolis memiliki potensi sebagai nefroprotektor tikus terhadap
kerusakan ginjal tikus yang diakibatkan oleh DOX lebih baik daripada propolis.
Pemberian nanopropolis memiliki jumlah korpuskulus yang memiliki endapan
protein pada ruang bowman sama dengan kontrol dan memiliki jumlah sel
nekrotik epitel tubuli ginjal lebih sedikit dari yang dihasilkan oleh DOX dan
propolis.
a b
c d
12
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai konsentrasi antioksidan yang
dihasilkan oleh nanopropolis pada kerusakan ginjal tikus yang diinduksi oleh
DOX dan dosis yang tepat agar daya kerja nanopropolis optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyati PN. 2011. Ragam jenis ektoparasit pada hewan coba tikus putih (Rattus
Norvegicus) galur Sprague-Dawley [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian
Bogor.
Afrouzan H, Amirina C, Mirhandi SA, Ebadollahi A, Vasenji N, Tahmasbi G.
2012. Evaluation of antimicrobial activity of propolis and nanopropolis against
Staphylococcus aureus and Candida albicans. Afr.J.Microbiol.Res. 6(2):421-
425.doi:10.5897/AJMR11.1183.
AVMA [American Veteriary Medical Association]. 2013. AVMA Guidelines for
the Euthanasia of Animals. Schaumburg: Meacham Road.
Azab AES, Fetouh FA, Albasha MO. 2014. Nephron-protective effect of
curcumin, rosemary and propolis against gentamicin induced toxicity in guinea
pigs: Morfological and biochemical study. AJCEM. 2(2):28-
35.doi:10.11648/j.ajcem20140202.14.
Bonvehi JS, Coll FV. 1994. Phenolic composition of propolis from China and
from South America. Z. Naturforsh. 49c:712-718.
Boutabet K, Kebsa W, Alyane M, Lahouel M. 2011. Plyphelic fraction of
Algerian propolis protects rat kidney against acute oxidative stress induced by
doxorubicin. Indian J Nephrol. 21(2):101-106.doi:10.4103/0971-4068.8213.
Chen GT, Zhang L, Liao XH, Yan RY, Li Y, Sun H, Guo H, Liu Q. 2014.
Augmenter of liver regeneration ameliorates renal fibrosis in rats with
obstructive nephropathy. Biosci.Rep. 34(5).doi:10.10.42/BSR20140038.
El-Moselhy MA, El-Sheikh AAK. 2013. Protective mechanism of atorvastatin
against doxorubicin-induced hepato-renal toxicity. BIOPHA. 68(1):101-
110.doi:http://dx.doi.org/doi:10.1016/j.pathopys.2015.04.002.
El-Sayed E, Abo-Salem OM, Aly HA, Mansour AM. 2009. Potentidal antidiabetic
and hypolipidemic effects of propolis extract in streptozotocin-induced diabetic
rats. Pak J Pharm Sci. 22(2):168-74.
Freires IA, Matias de Alencar S, Rosalen PL. 2016. A pharmacological
perspective on the use of Brazilian red propolis and its isolated compounds
against human diseases. Eur J Med Chem. doi:10.1016/j.ejmech.2016.01.033.
Granados-Principal S, quiles JL, Ramirez-tortosa CL, sanchez-Rovira P, Ramirez-
Tortosa MC. 2010. New advance in molecular mechanism and the prevention
of Adriamycin toxicity by antioxidant nutrients. Food Chem Toxicol.
48(6):1425-38.doi:10.1016/j.fct.2010.04.007.
Hasan AEZ, Mangunwidjaja D, Sunarti TC, Suparno O, Setiyono A. 2016.
Antibreastcancer activity of nanopropolis Indonesia on induced mammary
gland tumor by DMBA in virgin Sprague-dawley rats. BIOTROPIA. 23(1):35-
41.doi :1011598/btb2016.23.1.473.
13
Ingle JI, Bakland LK. 2002. Endodontics 5th
ed. Volume ke-1. London (UK): BC
Decker Inc.
Korga A, Dudka J, burden F, Sliwinska J, Mandziuk S, Dawidek-Pietryka K. 2012.
The redox imbalance and the reduction of contractile protein content in rat
hearts administered with L-thyroxine and Doxorubicin. Oxid Med Cell Longev.
2012:681367.doi:10.1155/2012/681367.
Kosalec I, Bakmaz M, Pepeljnjak S, Vladimir-Knezevic S. 2004. Quantitive
analysis of the flavonoids in raw propolis from northern Croatica. Acta Pharm.
54:65-72.
Lee VWS, Harris DCH. 2010. Adriamycin nephropathy: A model of focal
segmental glomerulosclerosis. Nephrol. 16(2011):30-38.doi:10.1111/j.1440-
1797.2010.01383
Ma H, Wu Y, Zhang W, Dai Y, Li F, Xu Y, Wang Y, Tu H, Li W, Zhang X. 2013.
The effect of mesenchymal stromal cells on doxorubicin-induced nephropathy
in rats. Cytotherapy. (15):703-
711.doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.jcyt.2013.02.002.
Patil RR, Guhagarkar SA, Devarajan PV. 2008. Engineered nanocarriers of
doxorubicin: a current update. Crit Rev Ther Drug Carrier Syst. 25(1):1-61.
Percy DH, Barthold SW. 2008. Pathology of Laboratory Rodents and Rabbits 3rd
ed. New Jersey : Wiley-Blacwell Publisher.
Qurbatussofa NS. 2013. Ekstrak propolis dan sintesis nanopropolis lebah madu
Trigona spp [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian BBogor.
Ramadan A, Soliman G, Mahmoud SS, Nofal SM, Abdel-Rahman RF. 2010.
Evaluation of the safety and antioxidant activities of Crocus sativus and
Propolis ethanolic extract. J.Saudi Chem. Soc. 16(2012):13-
21.doi:10.1016/j.jsc.2010.10.012.
Sahlan M, Supardi T. 2013. Encapsulation of Indonesian propolis by casein
micelle. Int J Pharm Bio Sci. 4(1):297-305.
Sameni HR, Ramhormozi P, Bandegi AR, Taherian AA, Mirmohammadkhani M,
Safari M. 2016. Effects of ethanol extract of propolis on histopathological
changes and anti-oxidant defence of kidney in a rat model for type 1 diabetes
mellitus. J Diabetes Investig. 7(4):1-8.doi:10.1111/jdi.12459.
Schunke KJ, Coyle L, Merrill GF, Denhardt DT. 2013. Acetaminophen attenuates
doxorubicin-induced cardiac fibrosis via osteopontin and GATA4 regulation:
reduction of oxidant levels. J.Cell.Physio. 228:2006-2014.
Setiawan B & Suhartono E. 2005. Stres oksidatif dan peran antioksidan pada
diabetes mellitus. Maj Kedokt Indon. 55(2):86-91.
Szalay CI, Erdelyl K, Kokeny G, Lajtar E, Godo M, Revesz C, Kauscar T, Kiss N,
Sarkorzy M, Csont T, et al. 2015. Oxidative/nitrative stress and inflammation
drive progression of doxorubicin-induced renal fibrosis in rats as revealed by
comparing a normal and a fibrosis-resistant rat strain. PLoS ONE. 10(6):1-
17.doi:10.1371/journal.pone.0127090.
Troncarelli MZ, Brandao HM, Gern JC, Guimaraes S, Langoni H. 2013.
Nanotechnology and antimicrobials in veterinary medicine. FORMATEX.
Winter WE, Harris NS. 2012. Multiple Myeloma and Related Serum Protein
Disorders : An Electrophoretic Guid. New York: Demos Medical.
14
Zhang YW, Shi J, Li YJ, Wei L. 2009. Cardiomyocyte death in doxorubicin-
induced cardiotoxicity. Arch Immunol Ther Exp (Warsz). 57:435-
45.doi:10.1007/s00005-009-0051-8.
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siti Khunaefah, dilahirkan di Desa Cikawung, Kabupaten
Banyumas, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 11 Oktober 1994. Penulis
merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara, yaitu anak kandung dari pasangan
Bapak Syamsudin dan Lestari Sabariyah. Penulis menyelesaikan pendidikan
kanak-kanak di TK Diponegoro selama dua tahun, pendidikan dasar di SDN 1
Cikawung pada tahun 2006, pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Ajibarang
pada tahun 2009, pendidikan menengah atas di SMAN 2 Purwokerto pada tahun
2012. Tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur undangan di Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan, seperti Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar (HIMPRO
SATLI), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman. Penulis juga
aktif mengikuti kepanitian di dalam dan di luar kampus seperti LO Pet Care Day,
Seminar Nasional HIMPRO SATLI 2014 DAN 2015, Kontes Ayam Ketawa
2014, Farewell Party, Workshop Degung Klasik dan Internasional Student Party.
Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kampus sebagai peserta Abdi Nusantara
tahun 2015 di Banten, Peserta Magang di Klinik Kayu Manis, dan juga Peserta
Magang di BPPTU Baturraden. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata
kuliah Histologi Veteriner 1 pada tahun 2014 dan Histologi Veteriner 2 pada
tahun 2015, Patologi Klinik pada tahun 2016, Anatomi Veteriner 1 dan Anatomi
Topografi pada tahun 2016.