potensi daun pucuk dan jarak genetik ubi kayu asal

13
Prosiding | 129 Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal Indonesia Berbasis Keragaman Morfologi Daun sebagai Sayuran Potensial Fadhillah Laila 1, *, Chindy Ulima Zanetta 2 , Budi Waluyo 3 , dan Agung Karuniawan 4 1 Fakultas Pertanian Universitas Wiralodra, Indramayu 2 Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Bandung 3 Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang 4 Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang ABSTRAK Daun pucuk ubi kayu mengandung protein tinggi yang dapat membantu pemenuhan gizi masyarakat dan solusi alternatif dalam mengurangi krisis gizi buruk. Adanya diversitas genetik ubi kayu berdasarkan morfologi daun pucuk berpotensi dalam peningkatan nilai tambah pada ubi kayu, salah satunya terhadap kandungan nutrisi daun pucuknya. Percobaan ini dilakukan pada bulan Juli 2013 sampai dengan Desember 2013. Metode eksperimental yang digunakan adalah rancangan dengan tiga aksesi ubi kayu lokal sebagai dan 154 aksesi lokal Indonesia sebagai perlakuan Karakter morfologi daun yang diteliti berjumlah 14 karakter. Keragaman morfologi dianalisis menggunakan analisis komponen utama. Diversitas dan jarak genetik dianalisis menggunakan pendekatan . Hasil dan produksi pucuk dianalisis berdasarkan statistika deskriptif. Terdapat empat komponen utama yang memunculkan keragaman kumulatif sampai dengan 54.5 %. Karakter yang berkontribusi pada setiap komponen utama ialah warna petiol, jumlah cuping daun, panjang cuping daun, lebar cuping daun, dan warna tulang daun. Karakter-karakter tersebut mempunyai variasi pada sifat yang dimiliki dari tinggi sampai dengan sedang. Berdasarkan karakter morfologi aksesi ubi kayu terbagi menjadi 9 kelompok, yang berasal dari 5 wilayah asal. Jarak genetik antar aksesi ubi kayu berdasarkan berkisar antara 0.00-1.00 dengan rata-rata jaraknya 0.46, sedangkan antar wilayah jarak genetiknya berada pada nilai 0.14-0.56 dengan rata-rata 0.33. Potensi bobot pucuk per tanaman ubi kayu di Indonesia berkisar antara 0.50 g sampai dengan 107.40 g dengan rata-rata 32.33 g. Potensi produksi hasil pucuk ubi kayu berkisar antara 5 kg/ha sampai dengan 1074 kg/ha (1.07 ton/ha) dengan rata-rata mencapai 323.31 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa aksesi ubi kayu memiliki diversitas yang luas berdasarkan karakter morfologi daun pucuk. Kata kunci: diversitas genetik, jarak genetik, sayuran daun, ubi kayu, nutrisi. PENDAHULUAN Ubi kayu ( Crantz.) merupakan sumber pangan utama di beberapa negara tropis. Umumnya pemanfaatan ubi kayu terfokus pada umbi, seperti di Republik Demokratik Kongo sekitar 90% digunakan sebagai makanan utama, sedangkan di Thailand untuk pemanfaatan pati (CGIAR, 2014). Selain umbi dan pati, pucuk daun

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 129

Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

Indonesia Berbasis Keragaman Morfologi Daun sebagai

Sayuran Potensial

Fadhillah Laila1,*, Chindy Ulima Zanetta2, Budi Waluyo3, dan Agung

Karuniawan4

1Fakultas Pertanian Universitas Wiralodra, Indramayu 2Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Bandung

3Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang 4Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang

ABSTRAK

Daun pucuk ubi kayu mengandung protein tinggi yang dapat membantu pemenuhan gizi

masyarakat dan solusi alternatif dalam mengurangi krisis gizi buruk. Adanya diversitas

genetik ubi kayu berdasarkan morfologi daun pucuk berpotensi dalam peningkatan nilai

tambah pada ubi kayu, salah satunya terhadap kandungan nutrisi daun pucuknya.

Percobaan ini dilakukan pada bulan Juli 2013 sampai dengan Desember 2013. Metode

eksperimental yang digunakan adalah rancangan dengan tiga aksesi ubi kayu

lokal sebagai dan 154 aksesi lokal Indonesia sebagai perlakuan Karakter

morfologi daun yang diteliti berjumlah 14 karakter. Keragaman morfologi dianalisis

menggunakan analisis komponen utama. Diversitas dan jarak genetik dianalisis

menggunakan pendekatan . Hasil dan produksi pucuk dianalisis

berdasarkan statistika deskriptif. Terdapat empat komponen utama yang memunculkan

keragaman kumulatif sampai dengan 54.5 %. Karakter yang berkontribusi pada setiap

komponen utama ialah warna petiol, jumlah cuping daun, panjang cuping daun, lebar

cuping daun, dan warna tulang daun. Karakter-karakter tersebut mempunyai variasi

pada sifat yang dimiliki dari tinggi sampai dengan sedang. Berdasarkan karakter

morfologi aksesi ubi kayu terbagi menjadi 9 kelompok, yang berasal dari 5 wilayah asal.

Jarak genetik antar aksesi ubi kayu berdasarkan berkisar antara

0.00-1.00 dengan rata-rata jaraknya 0.46, sedangkan antar wilayah jarak genetiknya

berada pada nilai 0.14-0.56 dengan rata-rata 0.33. Potensi bobot pucuk per tanaman

ubi kayu di Indonesia berkisar antara 0.50 g sampai dengan 107.40 g dengan rata-rata

32.33 g. Potensi produksi hasil pucuk ubi kayu berkisar antara 5 kg/ha sampai dengan

1074 kg/ha (1.07 ton/ha) dengan rata-rata mencapai 323.31 kg/ha. Hal ini menunjukkan

bahwa aksesi ubi kayu memiliki diversitas yang luas berdasarkan karakter morfologi daun

pucuk.

Kata kunci: diversitas genetik, jarak genetik, sayuran daun, ubi kayu, nutrisi.

PENDAHULUAN

Ubi kayu ( Crantz.) merupakan sumber pangan utama di

beberapa negara tropis. Umumnya pemanfaatan ubi kayu terfokus pada umbi, seperti di

Republik Demokratik Kongo sekitar 90% digunakan sebagai makanan utama, sedangkan

di Thailand untuk pemanfaatan pati (CGIAR, 2014). Selain umbi dan pati, pucuk daun

Page 2: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 130

ubi kayu juga berpotensi sebagai sumber pangan. Pucuk daun ubi kayu memiki

kandungan protein, vitamin dan mineral tinggi (Montagnac 2009). Tingginya

kandungan nutrisi tersebut dapat membantu pemenuhan gizi masyarakat sehingga

terhindar dari krisis gizi buruk khususnya di negara berkembang.

Krisis gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Pada

tahun 2011, Indonesia mengalami penurunan angka konsumsi protein nabati yang

mencapai 2,43 gram/orang/hari (Badan Pusat Statistika, 2011). Padahal dengan

kandungan protein pucuk daun ubi kayu yang mencapai 12,7 gram akan mampu

memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, dimana standar pemenuhan protein (nabati dan

hewani) adalah 57 gram/orang/hari. Kandungan protein dalam daun ubi kayu lebih tinggi

dibandingkan dengan ubinya. Dilaporkan oleh Nassar dan Marques (2002) kandungan

protein daun ubi kayu berada pada kadar 21%-32%, sedangkan kadar vitamin A dan

serat daun ubi kayu lebih tinggi dari tanaman legum (Montagnac 2009). Adanya

kandungan nutrisi tinggi tersebut menjadikan pucuk daun ubi kayu menjadi sumber

makanan kaya protein dan ekonomis.

Plasma nutfah tanaman merupakan sumber bahan genetik bagi program

pemuliaan tanaman. Indonesia memiliki bentang geografis yang beragam berpeluang

memiliki plasma nutfah ubi kayu dengan morfologi pucuk daun yang beragam.

Berdasarkan yang disusun oleh CIAT (2012) tentang pengembangan ubi kayu

di Asia, Indonesia menjadi referensi dalam hal konservasi sumber daya genetik ubi kayu.

Hal ini didasarkan pada kondisi geografis Indonesia berupa wilayah kepulauan yang

beragam. Komposisi nutrisi dari jenis daun ubi kayu tergantung dari kualitas dan

kuantitas dari variasi jenis ubi kayu itu sendiri (Montagnac 2009). Keragaman

genetik dapat dijadikan parameter awal dalam mengidentifikasi karakter pada suatu

tanaman. Seleksi akan dilakukan pada genotipe yang menampilkan hasil unggul (Fehr,

1987) dan dengan nilai keragaman yang tinggi (Hallauer ., 1988).

Penggunaan karakter morfologi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk

studi keragaman genetik (Laila ., 2015). Penanda morfologi digunakan Osekita

(2014) di Afrika dan Garcia (2014) di Kuba untuk mengevaluasi keragaman

ubi kayu berdasarkan karakter-karakter morfologi tertentu dengan tujuan akhir

mendapatkan varietas yang unggul. Kajian tentang keragaman genetik melalui

identifikasi karakter morfologi memiliki kaitannya dengan jarak genetik. Jarak genetik

diperlukan dalam menentukan tingkat perbedaan genetik pada suatu populasi (Mueller

dan Ayala, 1982). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi

keragaman genetik dan jarak genetik karakter morfologi pucuk daun ubi kayu sebagai

database sumber genetik pengembangan kandungan nutrisi pucuk daun ubi kayu. Hal

ini seiring dengan tujuan dari program pemuliaan tanaman, khususnya dalam

pengembangan ubi kayu diharapkan dapat berkontribusi dalam mengurangi krisis

kekurangan gizi dengan pangan yang bernilai gizi cukup, mudah dan murah.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di kebun Unit Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber

Daya Hayati (UPP SDH) Universitas Padjadjaran, Ciparanje-Jatinangor Kabupaten

Sumedang. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013. Metode

eksperimen yang digunakan adalah rancangan (Petterson, 1994) dengan

Page 3: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 131

tiga aksesi ubi kayu lokal sebagai cek dan 154 aksesi lokal Indonesia sebagai perlakuan

termasuk tiga aksesi ubi kayu lokal asal Jatinangor Sumedang sebagai cek, yaitu varietas

lokal Perak Raweuy, varietas Peteuy, dan varietas Jalang. Penggunaan aksesi tersebut

sebagai cek karena merupakan aksesi lokal asal Jatinangor. Karakter morfologi daun

yang diteliti berjumlah 14 karakter diantaranya warna pucuk daun, bulu pucuk daun,

bentuk daun tengah, warna petiol, warna daun, jumlah cuping daun, panjang cuping

daun, lebar cuping daun, rasio panjang cuping daun terhadap lebar cuping daun, tekstur

tepi cuping daun, warna tulang daun, orientasi/arah tangkai daun (petiol), bobot

pucuk/tanaman, potensi hasil pucuk daun. Pengamatan morfologi pucuk daun dilakukan

tiga bulan setelah tanam.

Keragaman morfologi dianalisis menggunakan analisis multivariat berupa

(PCA) berdasarkan tipe koefisien korelasi Pearson (n-1). Penentuan

jumlah PC yang memberikan pengaruh sebagai komponen utama yaitu memiliki nilai

> 1.00 (Jeffers, 1996). Pada masing-masing PC, karakter-karakter dengan

nilai (PC > |0.6|) memiliki kontribusi utama pada PC (Peres-Neto, Jackson, & Somers, 2003

Waluyo , 2016). Diversitas genetik pada gen dan alel, frekuensi alel dan PIC

( dihitung pada tiap penanda morfologi menggunakan

Power Marker versi 3.25 (Liu dan Muse, 2005 Goncalves, 2017). Jarak genetik

berdasarkan metode mariks dan dendogram menggunakan

pendekatan menggunakan Mega versi 6 (Tamura

2011 Goncalves, 2017). Hasil dan produksi pucuk dianalisis berdasarkan statistika

deskriptif morfologi menurut Fukuda (2010) dan Kambuou (2005). Analisis

data menggunakan perangkat lunak Microsoft® Excel 2007/XLSTAT Version 2009.3.02.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman karakter morfologi daun dianalisis berdasarkan PCA berupa

yang mempunyai nilai diatas 1. Analisis PCA merupakan metode untuk mengidentifikasi

beberapa karakter serta mengklasifikasikan variasi. Metode PCA yang dikenal sekarang

merupakan modifikasi dari teknik statistik yang dikembangkan oleh Pearson (1901) dan

Hotelling (1933) (Jolliffe, 2002). Hasil dari PCA untuk analisis keragaman morfologi pada

14 karakter morfologi daun dengan nilai antara 1.15-2.30, sehingga terdapat empat

komponen utama yang memunculkan keragaman kumulatif sampai dengan 54.5%.

Berdasarkan nilai persentase total keragaman pada 14 karakter morfologi terhadap 154

aksesi ubi kayu terlihat bahwa pada komponen utama (PC1) memiliki 2.30

dengan nilai keragaman 19.17% (Tabel 1). PC2 memiliki 1.60 dengan nilai

keragaman sebesar 13.30% dan memberikan akumulasi keragaman yaitu 32.47%. PC3

memiliki 1.50 dengan nilai keragaman sebesar 12.50 dan memberikan

akumulasi keragaman 44.96%. Untuk PC4 memiliki 1.15 dengan nilai

keragaman 9.54% dan akumulasi keragaman 54.50%. PCA merepresentasikan seberapa

besar kontribusi keragaman total tiap karakter pada keragaman. sering

digunakan untuk menunjukkan jumlah dominan komponen utama. PCA dan analisis

klustering menunjukkan pengelompokkan secara alami pada aksesi ubi kayu. Oleh

karena itu, penggunaan teknik pengukuran yang berbeda akan berkorelasi dengan

pengelompokkan aksesi (Bauer 2007; Kraic 2009 Khodadadi

Page 4: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 132

2011). Komponen utama (PC1) dan komponen kedua (PC2) merupakan nilai komponen

yang memberikan nilai kontribusi besar terhadap variasi yaitu sebesar 19.16% dan

13.29%. Dua PC merepresentasikan empat klaster dan membentuk pola aksesi.

Tabel 1. Nilai Eigenvalue, variabilitas and kumulatif 154 ubi kayu berdasarkan 14

karakter morfologi daun

PC1 PC2 PC3 PC4

Eigenvalue 2.300 1.596 1.500 1.145

Variability (%) 19.168 13.298 12.498 9.544

Cumulative % 19.168 32.466 44.964 54.507

Terdapat empat komponen utama pertama yang mempunyai

berdasarkan nilai(-0.6>PC>0.6) pada Tabel 2 sebagai indiktor keragaman karakteristik

morfologi (Waluyo, 2016).Karakter yang berkontribusi di setiap komponen utama ialah

warna petiol (0.707), jumlah cuping daun (0.662), panjang cuping daun (-0.611), lebar

cuping daun (0.823) dan warna tulang daun (0.664). Karakter-karakter tersebut

mempunyai variasi pada sifat yang dimiliki dari tinggi sampai dengan sedang.

Nilai positif (+) maupun negatif (-) menunjukkan adanya korelasi

positif dan negatif antara komponen dan karakter (Khodadadi 2011). Karakter

yang memiliki nilai tinggi baik positif maupun negatif berkontribusi lebih pada

keragaman genetik. Terdapat nilai kontribusi keragaman yang relatif rendah pada

karakter morfologi meskipun berasal dari wilayah yang berbeda secara geografis.

Berdasarkan Asante dan Offei (2003) Tumuhimbise (2013) keragaman genetik

pada spp. tinggi, namun keragaman dalam suatu wilayah geografis tertentu

mungkin rendah. Hal ini berhubungan dengan adanya pertukaran bahan stek ubi kayu

antara petani dan seleksi pada beberapa karakter yang diinginkan.

Tabel 2. Sumbu komponen utama pada 12 karakter morfologi pucuk daun ubi kayu

PC1 PC2 PC3 PC4

warna pucuk daun -0.288 -0.072 -0.452 0.430

bulu pucuk daun -0.462 -0.294 0.349 -0.291

bentuk daun tengah -0.505 -0.317 0.296 0.298

warna petiol 0.707 -0.058 0.290 0.344

warna daun -0.353 0.099 -0.302 -0.177

jumlah cuping daun -0.061 0.662 0.440 0.050

panjang cuping daun -0.611 0.505 0.157 0.126

lebar cuping daun 0.117 0.823 -0.098 0.005

ratio panjang-lebar -0.533 -0.022 0.334 0.481

tekstur tepi cuping daun -0.057 -0.138 0.516 0.053

warna tulang daun 0.664 -0.011 0.361 0.197

orientasi petiol 0.071 -0.006 -0.418 0.588

Page 5: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 133

Aksesi-aksesi ubi kayu yang diamati menunjukkan diversitas yang luas

berdasarkan karakter morfologi daun. Jumlah alel per lokus bervariasi dari 2 (pada marka

morfologi bulu pucuk daun) sampai 6 (pada marka morfologi bentuk daun tengah dan

warna petiol) dengan rata-rata 3.5 alel per lokus.Untuk nilai rata-rata PIC (

pada riset ini adalah 0.39 dengan nilai tertinggi PIC 0.63 pada

karakter warna pucuk daun dan terendah 0.07 pada karakter ratio panjang:lebar (Tabel

3). Nilai PIC merepresentasikan informasi keunikan hubungan kekerabatan tiap marker

(penanda) genetik yang berada pada rentang 0-1 (Guo dan Elston, 1999). PIC dapat

digunakan untuk menduga diversitas genetik. Jika nilai PIC 0 (nol) maka hal tersebut

disebabkan tidak adanya variasi pada alel. Berdasarkan hal tersebut, nilai PIC pada riset

ini bervariasi karena nilai PIC rata-rata 0.39. Pada studi yang dikembangkan Costa

(2013) dan Ortiz (2016) pada kultivar ubi kayu tradisional asal Paraná State, Brazil,

menunjukkan nilai PIC berada pada kisaran 0.4040 dan 0.4598. Nilai PIC yang lebih

rendah cenderung disebabkan ketika populasi yang semakin kecil dan homogenus.

Tabel 3. Frekuensi alel, diveristas gen dan nilai PIC pada 12 karakter morfologi

Marker

Frekuensi

alel mayor

Jumlah

perlakuann No.Alel

Diversitas

gen PIC

warna pucuk daun 0.46 154 4.00 0.68 0.63

bulu pucuk daun 0.68 154 2.00 0.44 0.34

bentuk daun tengah 0.58 154 6.00 0.55 0.48

warna petiol 0.27 154 6.00 0.80 0.77

warna daun 0.68 154 3.00 0.44 0.35

jumlah cuping daun 0.76 154 3.00 0.38 0.33

panjang cuping daun 0.73 154 3.00 0.43 0.39

lebar cuping daun 0.65 154 3.00 0.46 0.37

ratio panjang-lebar 0.96 154 3.00 0.08 0.07

tekstur tepi cuping daun 0.87 154 2.00 0.23 0.20

warna tulang daun 0.58 154 3.00 0.53 0.43

orientasi petiol 0.73 154 4.00 0.42 0.36

Mean 0.66 154 3.50 0.45 0.39

Tingkat diversitas gen bervariasi dari 0.08-0.80 dengan rata-rata 0.45 (Tabel 3).

Diversitas tertinggi pada marka warna petiol dengan tingkat diversitas (0.80) dan

terendah pada marka ratio panjang-lebar (0.08). Hasil ini lebih rendah dari penelitian

Goncalves (1999) dimana tingkat diversitas yang diestimasi pada nilai 0.6487. Kawuki

. (2013) Goncalves (1999) melansir nilai diversitas genetik pada nilai 0.58 pada

ubi kayu yang berasal dari beberapa negara Afrika menggunakan 26

Adanya perbedaan tersebut dapat dilihat dari kondisi ubi kayu yang merupakan

tanaman yang secara alami dapat melakukan penyerbukan silang, polinasi terbuka dan

memiliki jenis bunga protogeni (Fregene 2003). Dari perbandingan yang

dilakukan, diversitas genetik aksesi-aksesi ubi kayu asal Indonesia memiliki potensi

diversitas genetik yang luas. Meskipun dalam hal ini penggunaan marka morfologi masih

menghasilkan nilai yang lebih rendah daripada penggunaan marka molekuler. Namun,

Page 6: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 134

hal ini dapat dijadikan sebagai dasar awal perbandingan dalam pengembangan riset ubi

kayu selanjutnya dengan menggunakan marka molekuler.

Gambar 1. genetik 154 aksesi ubi

kayuberdasarkan 12 karakter morfologi daun

berdasarkan genetik dari 12 karakter

daun membagi aksesi ubi kayu menjadi 9 kelompok besar (Gambar 1) yang berasal dari

5 wilayah asal (Gambar 2). Pada kelompok besar tersebut terdiri dari sub-kelompok.

Rata-rata kelompok tersebut terbentuk oleh aksesi-aksesi ubi kayu yang berbeda pulau

secara geografis. Contohnya pada kelompok besar yang terdiri dari beberapa aksesi saja

seperti kelompok I (dendogram hitam) yang diisi oleh aksesi 531 dari Jawa Timur, 512

dari Banten, 593 dari Sulawesi Selatan dan 579 dari Sumatera Utara. Kelompok VII

(dendogram merah) mewakili aksesi 580 dari Sumatera Utara, 574 dari Papua, 660 dari

Nusa Tenggara, 584 dari Sulawesi dan 599 dari Madura. Pada kelompok VIII (dendogram

hijau muda) aksesi 528 dari Jawa Barat saling berdekatan dengan aksesi 626 dari Nusa

Tenggara dan 649 Sulawesi Tenggara. Kelompok IX (dendogram biru) terkelompok

aksesi 578 yang berasal dari Papua, 645 dari Maluku, 582 Sumatera Utara dan 596

Sumatera Barat. Meskipun beberapa varietas memiliki nama lokal yang sama, hal

tersebut tidak mengindikasikan bahwa varietas tersebut memiliki latar belakang genetik

Page 7: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 135

yang sama (Elias, Panaud dan Robert, 2000; Sardos et al., 2008). Di masyarakat,

kesamaan nama pada latar belakang genetik yang berbeda dapat disebabkan oleh

penggunaan khusus untuk tujuan tertentu dengan menggunakan bahan yang spesifik

sehingga mencari morfologi yang hamper sama.

Keragaman genetik pada suatu populasi dapat diukur dengan rata-rata

heterozigositas per lokusnya dimana perbedaan gen antara dua populasi dapat

diestimasi dengan jarak genetik (Nei dan Roychoudhury, 1974). Estimasi jarak genetik

berdasarkan karakter morfologi menunjukkan data sebaran normal yang bersifat

yang berguna dalam klasifikasi intergrup populasi (Camussi 1985).

Hubungan genetik antara dua individu atau populasi dapat diestimasi berdasarkan

kemiripan beberapa karakter yang disebabkan oleh perbedaan pada sturuktur

genetiknya (Kartikaningrum 2003). Jarak genetik memberikan gambaran seberapa

luas keragaman genetik pada suatu tanaman sehingga dapat digunakan sebagai dasar

atau standar pemilihan tetua unggul.

Aksesi-aksesi ubi kayu berdasarka morfologi daun memiliki jarak genetik 0.000-

1.000 dengan rata-rata jarak genetik 0.4560, terlihat pada Gambar 1. Jarak terjauh

terdapat antara aksesi 643 (dendogram warna coklat) dengan aksesi kode UP UJ K101

dari Maluku dan 521 (dendogram hijau tua) dari Pontianak dengan jarak genetik 1.000

berdasarkan . Dengan rata-rata jarak genetik 0.4560 menunjukkan

bahwa aksesi-aksesi ubi kayu dari berbagai wilayah di Indonesia memiliki jarak genetik

yang jauh. Adapun aksesi-aksesi yang memiliki jarak genetik 0 atau kecil (seperti aksesi

673 jenis ubi kayu kuning dari Lumajang dan 616 dari NTT pada dendogram hijau tua)

menunjukkan adanya duplikasi pada aksesi atau aksesi mempunyai karakter yang mirip.

Adanya duplikasi bisa disebabkan karena adanya perbanyakan ubi kayu secara vegetatif

(Waluyo, 2016). Jarak genetik berdasarkan dihitung untuk

menjumlahkan ketidaksamaan atau perbedaan antara tiap pasangan dan menampilkan

analisis jarak genetik berdasarkan rata-rata frekuensi allel pada setiap lokusnya

(Chakraborty dan Lin, 1993). Matriks diperoleh dari yang

digunakan untuk menyusun dendogram menggunakan (Saitou dan Nei,

1987). Informasi jarak genetik dapat dijadikan dasar untuk menentukan aksesi yang

akan dipilih sebagai materi persilangan untuk rekombinasi genetik. Semakin jauh jarak

genetik antar aksesi, maka akan memiliki efek heterosis yang tinggi apabila disilangkan.

Pengelompokkan aksesi-aksesi berdasarkan daerah asal dianalisis untuk

mengetahui jarak genetik antar wilayah. Pada beberapa aksesi memiliki nama daerah

yang sama dengan wilayah lain, meskipun secara genetik belum tentu memiliki latar

belakang yang sama. Jarak genetik antar wilayah asal aksesi-aksesi ubi kayu berada di

nilai 0.1407-0.5556 dengan rata-rata 0.3343. Pada Gambar 2 menunjukkan jarak genetik

berdasarkan pada kelompok aksesi dari Bengkulu (dendogram

hijau muda) dan Gorontalo (dendogram biru) memiliki jarak genetik terjauh yaitu 0.5556.

Jarak genetic terdekat pada kelompok aksesi dari NTT dan Jawa Timur (warna hijau)

dengan jarak 0.1407. Proses seleksi tetua persilangan yang unggul dapat dilakukan pada

populasi yang memiliki keragaman dan jarak genetik yang luas dengan karakter tertentu

yang diunggulkan. Jarak genetik diperlukan untuk mengestimasi perbedaan yang timbul

dari adanya keragaman genetik yang ada pada suatu populasi.

Page 8: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 136

Gambar 2. berdasarkan genetik 22 asal

wilayah aksesi ubi kayu

Berdasarkan karakter hasil berupa bobot pucuk/tanaman dan potensi hasil pucuk

daun aksesi ubi kayu (Tabel 3 dan Tabel 4) menunjukkan hasil yang beragam. Nilai

terkecil pada karakter bobot pucuk/tanaman berada pada nilai 0.5 gr, nilai terbesar pada

bobot sebesar 107.40 gr dengan nilai rata-rata bobot sebesar 32.22 gr/tanaman. Hampir

sepertiga dari aksesi ubi kayu yang diamati (50 aksesi), menghasilkan bobot pucuk daun

sekitar 15.71 g–31.43 g/tanaman. Untuk bobot diatas rata-rata sejumlah 65 aksesi, dua

aksesi diantaranya mencapai bobot 100 gr/tanaman.

Adanya perbedaan hasil bobot yang merupakan karakter kuantitatif pada aksesi

ubi kayu dapat disebabkan beberapa faktor seperti lingkungan, jenis varietas dan

lainnya. Terkait faktor lingkungan, hal ini sesuai dengan Allard (1960) yang menyatakan

bahwa lingkungan yang mempengaruhi tanaman dapat bervariasi untuk setiap tempat

tumbuh sehingga memberi pengaruh yang berbeda pada setiap penampilan karakter

morfologi dan hasil tanaman. Pada varietas yang unggul seperti halnya di Thailand

penggunaan varietas unggul Rayong 1 mampu menghasilkan 14 ton/ha yang dirilis sejak

tahun 1975 (Ratanawaraha 2000).

Page 9: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 137

Tabel 4. Data dekriptif karakter bobot pucuk/tanaman (g)

Nilai min 0.50

Nilai max 107.40

Rata-rata 32.33

Gambar 3. Histogram bobot pucuk/tanaman

Produksi pucuk daun dapat meningkat dengan melakukan panen daun ubi kayu

selama masa pertumbuhan, meskipun akan memberi efek kurang baik pada hasil umbi

ketika panen (Ravindran, 1987). Jumlah batang utama yang dihasilkan oleh tanaman

ubi kayu tergantung dari keberadaan jumlah pucuk daun (Alves, 2002). Secara tidak

langsung kualitas dan kuantitas pucuk daun ubi kayu akan berkorelasi pada

pembentukan batang dan umbi. Namun pada beberapa studi menunjukkan bahwa

panen daun dapat dilakukan bersamaan dengan masa pertumbuhan ubi kayu. Selain itu,

konsekuensi yang harus diperhatikan ketika memanen pucuk daun sebagai sayuran

adalah rentannya terhadap penyakit khususnya (CMD) (Ariyo

2010).

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0 20 40 60 80 100 120

Bobot Pucuk per Tanaman (g)

Histogram (Bobot Pucuk per Tanaman (g))

Batas

bawah Batas atas Frekuensi

0.00 15.71 39

15.71 31.43 50

31.43 47.14 30

47.14 62.86 19

62.86 78.57 7

78.57 94.29 7

94.29 110.00 2

Page 10: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 138

Untuk potensi hasil pada pucuk daun ubi kayu juga beragam. Potensi hasil dihitung

untuk memprediksi produktivitas pucuk daun dalam satuan luas. Jika dilihat rata-rata

potensi hasil pada Tabel 5 dan Gambar 4 didapatkan bobot 323 kg/ha (0.323 ton/ha).

Beberapa hasil penelitian untuk produktivitas pucuk daun menunjukkan potensi yang

dapat menghasilkan nilai yang tinggi. Menurut Ravindran dan Rajaguru(1988), hasil

tertinggi untuk potensi daun mencapai nilai 4.6 ton/ha. Adapun hasil rendah didapatkan

dengan nilai potensi bobot mencapai 1.2-1.8 ton/ha (Gomez dan Valdivieso, 1984).

Adanya potensi hasil pucuk daun ubi kayu sangat bervariasi tergantung pada kultivar,

umur tanaman, kesuburan tanah, frekuensi panen dan iklim (Ravindran, 1988). Potensi

hasil pada penelitian ini masih relatif rendah, namun terdapat dua aksesi yang memiliki

potensi hasil yang tinggi yang mencapai 1.1 ton/ha yakni aksesi 535 dari Jawa Barat dan

630 dari Bengkulu. Kedua aksesi tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi

sumber genetik pucuk daun ubi kayu sebagai sayuran daun.

Tabel 5. Data dekriptif karakter potensi hasil pucuk (kg/ha)

Nilai min 5.00

Nilai max 1074.00

Rata-rata 323.32

Gambar 4. Histogram potensi hasil pucuk

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0 200 400 600 800 1000 1200

Potensi Hasil Pucuk (kg/ha)

Histogram (Potensi Hasil Pucuk (kg/ha))

Batas

bawah Batas atas Frekuensi

0 157.14 39

157.14 314.29 50

314.29 471.43 30

471.43 628.57 19

628.57 785.71 7

785.71 942.86 7

942.86 1100.00 2

Page 11: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 139

KESIMPULAN

Aksesi-aksesi ubi kayu memiliki potensi untuk dijadikan sebagai sayuran daun

dengan keragaman morfologi yang luas pada warna petiol, jumlah cuping daun, panjang

cuping daun, lebar cuping daun dan warna tulang daun. Latar belakang genetik ubi kayu

asal Indonesia berupa tingkat diversitas genetik bervariasi dari 0.08-0.80 dengan rata-

rata 0.45 dengan nilai PIC 0.39 pada beberapa karakter morfologi daun. Jarak genetik

yang jauh dengan jarak genetik antar aksesi ubi kayu berdasarkan shared allele distance

berkisar antara 0.000-1.000 dengan rata-rata jaraknya 0.4560.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada LPPM UNPAD karena penelitian

merupakan rangkaian biaya penelitian Strategis Nasional 2014, Underutilize Crops

UNPAD sebagai sponsor eksplorasi dan identifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R.W. (1998). Canada: John Willey &

Sons, Inc.

Alves, A.A.C. (2002). Cassava Botany and Physiology. In Consensus Document on

. Paris: Organisation for Economic

Co-operation and Development (OECD).

Ariyo,O.A., Dixon, A.G.O., & Atiri, G.I.(2003). Cassava leaf harvesting as vegetables; a

cause of vulnerability of cassava plant to cassava mosaic disease and eventual

yield reduction.

Issue 3-4

Chakraborty, R & Jin, L.(1993) A unified approach to study hypervariable

polymorphisms: statistical considerations of determining relatedness and

population distances. In S.D.J Pena, R.Chakraborty, J.T Epplen & A.J.Jeffreys,

(pp.154-175). Basel Switzerland: Birkhauser

Verlag

(CGIAR). Retrieved March 1,

2014, from CGIAR website: http://www.cgiar.org/our-research /crop-factsheets

/cassava/.

Costa, T.R, Vidigal-Filho, P.S., Gonçalves-Vidigal,M.C., Galván, M.Z., Lacanallo, G.F.,

Silva, L.I., and Kvitschal, M.V. (2013). Genetic diversity and population structure

of sweet cassava using simple sequence repeat (SSR) molecular markers.

:1040-1048.

Elias, M., Panaud O, and Robert T. (2000).Assessment of genetic variability in a

traditional cassava ( Crantz.) farming system, using aflp

markers.In Consensus Document on

Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development

(OECD).

Fehr, W.R. (1987). . Iowa State University-USA:

McGraw-Hill, Inc.

Fregene, M.A., Suarez, M., Mkumbira, J., Kulembeka, H., Ndedya, E., Kulaya, A., Mitchel,

S., Gullberg, U., Rosling, H., Dixon, A.G.O, Dean, R., Kresovich, S. (2003). Simple

Page 12: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 140

sequence repeat marker diversity in cassava landraces: genetic diversity and

differentiation in an asexually propagated crop. :1083-

1093

Fukuda, W.M.G., Guevara C.L., Kawuki R., and Ferguson M.E. (2010). Selected

morphological and agronomic descriptors for the characterization of cassava. (pp.

1–19).Ibadan Nigeria:IITA Research to Nourish Africa.

García, B.Y., Jiménez, M.M. D., Arbelo, C.O., Cabrera, R.A., Pérez, B.M., Pino, S.A.,

Torres, L.J., Vega, M.V. R., Alfonso,C.J.A., Díaz, R.E., and Pérez, R.D. (2014).

Morphological and agronomic characterization of Cuban cassava cultivars (

Crantz). Vol. 35 No. 2 pp. 43-50

Gonçalves, T.M. , Filho, P.S.V , Goncalves-Vidigal, M.S., Ferreira, R.C.U., Rocha, V.P.C.,

Ortiz, A.H.T., Moiana, L.D., and Kvitscha, M.V.Genetic diversity and population

structure of traditional sweet cassava accessions from Southern of Minas Gerais

State, Brazil, using microsatellite markers. Vol.

16(8), pp. 346-358

Guo, X., Elston, R.C. (1999). Linkage information content of polymorphic genetic

markers.

, 49(2):112-8.

Hallauer, A., and Miranda F.J.B Miranda.(1988).

. Iowa, USA: Iowa State University Press,.

Jeffers, J.N.R. (1996).

. . p.225-236. Wiley for the Journal oof the Royal Stastical

Society. doi: 10.2307/2985919.

Jolliffe, I. (2002). . USA: Springer.

Kambuou, R., Paofa, J and Winston, R. (2005).

Papua New Guinea:

National Agricultural Research Institute (NARI).

Kartikaningrum.,Hermiati,N.,Baihaki,A.,Karmana, M.H.,&Toruan-Mathius, N. (2003).

Kekerabatan 13 genotipe anggrek Subtribe Sarcanthinae berdasarkan karakter

morfologi & pola pita DNA. ,13(1): 7-15.

Khodadadi, M., Fotokian, M.H., Miransari, M. (2011).Genetic diversity of wheat

genotypes based on cluster&principal component analyses for breeding.

, 5(1):17-24

Laila, F., Zanetta, C.U., Waluyo, B., Amien, S., Karuniawan, A. (2015). Early identification

of genetic diversity and distance from indonesia cassava potential as food,

industrial and biofuel based on morphological characters. Energy Procedia 65:100-

106

Montagnac, J.A., Christopher, R. D., and Sherry A.T. (2009). Nutritional value of cassava

for use as a staple food and recent advances for improvement.

.Vol 8,Issue 3.Muller, L.D and F.J. Ayala.

(1982). Estimation and interpretation of genetic distance in empirical studies.

Res.,Camb, 40: 127-137

Nei M., and Roychoudhury, A.K.(1974). Sampling variances of heterozygosity and

genetic distance. : 379-390

Page 13: Potensi Daun Pucuk dan Jarak Genetik Ubi Kayu Asal

P r o s i d i n g | 141

Ortiz, A.H.T., Rocha,V.P.C., Moiana, L.D., Gonçalves-Vidigal, M.C., Galván,M.Z., Vidigal-

Filho,P.S. (2016). Population structure and genetic diversity in sweet cassava

cultivars from Paraná, Brazil. 34(6):1153-1166.

Osekita, O.S., Ajayo, A.T., Obembe, A.O., and Yusuf, S.O. (2014). Evaluation for

distinctness and variability in morphological charcaters of some cassava (

Crantz) genotypes.

, Vol. 3 No. 2 pp. 628-631.

Petterson, R.G. (1994). New

York.USA: Marcel Dekker Inc..

Ratanawaraha, C., Senanarong, N., and Suriyapan, P.(2000). Status of cassava in

Thailand: implications for future research and development. FAO.

Ravindran,V. (1988).Cassava leaves as animal feed: potential and limitations.

, 61, 141-150.doi: 10.1002/jsfa.2740610202

Saitou, N., and Nei, M. (1987). The neighbour-joining method: a new method for

reconstructing phylogenetic trees. 4: 406-425.

Tumuhimbise, R. (2013). Breeding and evaluation of cassava for high storage root yield

and early bulking in Uganda. In

Pietermaritzburg, Republic of South Africa. Retrieved from

http://hdl.handle.net/10413/10883

Waluyo, B., Karuniawan, A, Ruswandi, D., and Istifadah, N. (2016). Respons aksesi ubi

jalar lokal yang dikoleksi secara ex-situ terhadap perubahan lingkungan.

Malang: Balitkabi Litbang

Pertanian.