potensi-20pengembangan-20agribisnis

Upload: septu-haswindy

Post on 08-Mar-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Agribisnis, Perkebunan

TRANSCRIPT

  • POTENSI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI KAWASAN TRANSMIGRASI, KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI

    I. PENDAHULUAN Paradigma pembangunan transmigrasi mengalami perubahan secara signifikan dari

    demografis, pengurangan kepadatan penduduk ke paradigma pembangunan daerah. Salah satu implikasinya adalah bawa pembangunan unit-unit permukiman transmigrasi (UPT) harus didesain untuk tumbuh dan berkembang menjadi kawasan pertumbuhan (growth centers). Sebuah kawasan transmigrasi harus terintegrasi dengan pusat-pusat pertumbuhan yang sudah ada, atau menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru (Priyono,2001). Dengan demikian pembangunan transmigrasi kedepan diarahkan kepada pengelolaan berbasis agribisnis dan kemitraan yang saling menguntungkan.

    Investasi pemerintah dalam membangun Unit-unit Permukiman Transmigrasi (UPT), telah maksimal, namun masih belum seluruhnya mampu menjadi, atau menopang sebuah kawasan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (PPE). Sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbangtrans (2000), menunjukkan bahwa pembentukan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan transmigrasi menemui kendala besar, sehingga hanya sekitar 14% dari keseluruhan unit permukiman transmigrasi (dalam pembinaan) diprediksi siap menjadi pusat pertumbuhan.

    Unit permukiman transmigrasi (UPT) yang dibangun oleh pemerintah umumnya berbasis lahan sehingga kawasan tersebut potensi yang dapat dikembangkan adalah budidaya pertanian. Sementara itu, investasi di bidang agribisnis dan agro-industri saat ini masih mengalami kelesuan, terutama sejak masa krisis. Terbatasnya jumlah investor di sektor pertanian, apalagi di kawasan transmigrasi, menjadi salah satu kendala perkembangan kawasan transmigrasi dalam mencapai status sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan transmigrasi harus terus dilakukan, agar eksistensi kawasan transmigrasi mampu mengangkat perkembangan desa-desa sekitarnya.

    Perlakuan terhadap unit-unit permukiman transmigrasi yang potensial perlu ditingkatkan, melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi pengembangan usaha dan permodalan (investasi). Perlu dikembangkan berbagai kegiatan kemitraan usaha, mulai dari produksi hingga pemasaran, termasuk juga peningkatan input sarana dan prasarana pendukung perkembangan investasi. Upaya penggalakkan investasi swasta untuk menopang kegiatan bisnis di kawasan transmigrasi harus terus dilakukan. Salah satunya adalah melalui penyebarluasan informasi mengenai peluang usaha dan investasi di kawasan transmigrasi. Lokasi-lokasi yang potensial sebagai pusat pertumbuhan harus dipromosikan sedemikian rupa sehingga menarik minat bagi para investor, baik investor daerah maupun investor pusat.

    Pertumbuhan suatu UPT sebagai kawasan pengembangan sangat dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain tingkat pendidikan transmigran, kemampuan teknologi, kelembagaan petani, peran lembaga ekonomi, kemampuan usaha transmigran, kemauan transmigran untuk bekerjasama dengan pihak luar, aksesibilitas yang tinggi, dan adanya komoditas unggulan yang bernilai ekonomi tinggi. Faktor luar mencakup keberadaan pasar di luar UPT, jalur pemasaran dari UPT ke kota kecamatan dan atau kabupaten, industri pengolahan yang bahan bakunya dari UPT, kios saprodi dengan harga yang relatif murah. (Puslitbangtrans, 2002)

    Pembangunan transmigrasi berbasis lahan dengan penekanan usaha transmigran di sektor pertanian, harus diselaraskan dengan sektor terkait, yaitu sektor pertanian. Sementara itu kebijakan pemerintah sektor pertanian seperti memberdayakan (petani) di hulu dan memperkuat di hilir guna terus digalakan, guna menciptakan peningkatan nilai tambah dan daya saing usaha pertanian (Departemen Pertanian, 1997).

    Pengembangan kawasan transmigrasi dalam kerangka agribisnis memerlukan kerjasama atau kemitraan antar pelaku agribisnis serta keterkaitan antar sektoral. Kerjasama antara para investor usaha pertanian dengan petani haruslah didasarkan atas asas saling memerlukan, saling menguatkan dan saling menguntungkan. Di samping itu, aparat pembina sebagai motivator dan fasilitator, mutlak diperlukan dalam rangka memberdayakan ekonomi rakyat.

  • Kemitraan antara transmigran dan pengusaha menengah atau besar sangat diperlukan dengan tujuan meningkatkan kemampuan usahatani dan kesejahteraan. Karena volume produksi masing-masing petani umumnya rendah, maka tidaklah efisien jika mitra usaha melakukan kemitraan dengan individu petani. Karena itu, kemitraan harus dilakukan antara mitra usaha dengan organisasi petani. Saat ini, usahatani transmigran dan organisasi yang ada di tingkat petani umumnya masih belum mantap dan mandiri. Karena itu, kemitraan antara transmigran dan investor memerlukan pembinaan pemerintah, agar kelembagaan petani dapat tumbuh kuat dan efektif, serta mempunyai posisi tawar yang sama dengan mitra usahanya.

    Tujuan kajian ini adalah mengetahui potensi pengembangan agribisnis di kawasan transmigrasi Kabupaten Muaro Jambi, dengan sasaran dapat mendorong minat investor daerah dan pusat untuk mengembangkan bisnis dan berinvestasi di kawasan transmigrasi.

    Data yang dikumpulakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diambil dari hasil wawancara dengan para penjabat Pemda Kabupaten Muaro Jambi, Kantor Dep. Transmigrasi Kabupaten Muaro Jambi, beberapa Investor di bidang Perkebunan, dan transmigran. Sedangkan data sekunder dari majalah Pemda Jambi, laporan tahunan Provinsi Jambi dan Muaro Jambi dalam angka.

    II. SEKILAS POTENSI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI

    1. Kondisi Geografis Kabupaten Muaro Jambi terletak di antara 1 15' LS-2 20 Lintang Selatan dan

    diantara 103 10' - 104 20' Bujur Timur. Daerah Kabupaten Muaro Jambi beriklim tropis dan dengan ketinggian dari permukaan laut bervariasi antara 0-10 meter = 11,8 persen, 11-1000 meter = 83,7 persen, dan 1001-500 meter = 4,5 persen, sehingga wilayahnya sebagian besar merupakan dataran rendah. Rata-rata curah hujan bulanan sebesar 192 mm dengan 16 hari hujan, suhu udara rata-rata per hari sebesar 26,2 C.

    Jarak ibukota Kabupaten Muaro Jambi (Sangeti) ke Kota Jambi sejauh 38 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 30 menit dengan sarana dan prasarana transportasi baik.

    Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Muaro Jambi adalah 5.300 Km, yang dibatasi di sebelah selatan oleh Provinsi Sumatera Selatan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Batang Hari, sebelah timur dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan di sebelah utara dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kabupaten Muaro Jambi dibagi menjadi 7 wilayah kecamatan seperti yang terlihat dalam tabel berikut:

    Tabel 1. Persentase Luas Daerah Menurut Kecamatan No Kecamatan Luas ( Km2 ) Persentase 1 Jambi luar kota 1.013,18 19,1 2 Mestong 185,71 3,5 3 Sekernan 571,77 10,8 4 Maro Sebo 598,89 11,3 5 Kumpeh 1.678,94 31,7 6 Kumpeh Ulu 633,01 11,9 7 Sei Bahar 618,50 11,7 Jumlah 5,300 100,00

    2. Kondisi Demografis Jumlah Penduduk Kabupaten Muaro Jambi tahun 2002 telah mencapai 246.515

    jiwa terdiri atas penduduk laki-laki 127.385 jiwa dan 119.130 jiwa perempuan, sedangkan jumlah penduduk tahun 2001 sebanyak 235.940 jiwa sehingga laju pertumbuhan penduduk selama setahun sebesar 4,3 persen. Pertumbuhan penduduk per tahun yang cukup besar ini tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk, pada daerah dengan daya dukung lahan lebih besar.

    Dari peseberan penduduknya terlihat sebagian besar mendiami daerah-daerah perkotaan atau kecamatan yang lebih maju seperti Kecamatan Luar Kota Jambi, Sei Bahar, dan Kumpeh Hulu. Kedua kecamatan terakhir ini merupakan daerah transmigrasi yang berhasil sehingga perkembangan pertumbuhan ekonomi sangat pesat dan menarik orang untuk tinggal di daerah ini, disamping itu karena relatif lebih baik akan ketersediaan sarana

  • dan prasaranya perekonomian di daerah tersebut. Hal ini menunjukkan pula bahwa tidak meratanya daya dukung lingkungan yang kurang seimbang di Kabupaten Muaro Jambi. Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 2:

    Tabel 2 . Persebaran Jumlah Penduduk di Tujuh Kecamatan Kabupaten Muaro Jambi, Tahun 2002 Penduduk (Jiwa) No Kecamatan

    Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Luar Kota Jambi 25.657 24.225 49.882 2 Mestong 19.821 18.382 38.203 3 Sekernan 13.485 12.782 26.267 4 Maro Sebo 12.401 11.933 24.334 5 Kumpeh 10.858 10.400 21.258 6 Kumpeh Hulu 21.962 21.052 43.014 7 Sei Bahar 23.102 20.356 43.558

    Sumber : Muaro Jambi Dalam Angka, 2002.

    3. Sumberdaya Manusia

    Kondisi sumberdaya manusia (SDM) di Kabupaten Muaro Jambi, khususnya bidang pendidikan secara umum masih kurang mendukung jika dibandingkan dengan kabupaten lainya. Hal ini karena Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah baru dari hasil perluasan daerah kabupaten, yang dulunya masih wilayah Kabupaten Batanghari. Hal ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya manusia yang kualitas dalam jumlah yang cukup. Disamping itu faktor geografis yang belum mendukung, sehingga transportasi dan komunikasi antar wilayah perdesaan dan perkotaan belum berjalan maksimal.

    Perkembangan angkatan kerja yang cukup besar nampaknya belum mampu juga diimbangi oleh kemampuan kesempatan kerja. Ketimpangan ini berpengaruh buruk bagi pembangunan di Kabupaten Muaro Jambi. Jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan hingga akhir tahun 2002 sebanyak 2.101 orang, sedang lowongan kerja yang tersedia hanya dapat menampung 114 orang atau 5,4 persen.

    4. Kondisi Sosial-Budaya

    Mayoritas penduduk Kabuapten Muaro Jambi adalah Suku Melayu, dan memeluk agama Islam dengan cukup taat menjalankan perintah agamanya. Dari sejarah masuknya agama Islam ke Jambi dan daerah sekitarnya, penduduk asli menganut kepercayaan lama yang bersumber dari lingkungan kehidupan mereka sendiri. Kemudian datang agama Hindu dan berkembang dengan cepatnya, yang kemudian ini juga menjadi anutan dan tuntutan kehidupan. Unsur kepercayaan yang dahulu pernah dianut sampai saat ini masih juga tertinggal dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, dan dalam beberapa unsur itu tercampur dalam ajaran Islam.

    5. Kondisi Sosial-Ekonomi

    Mata pencaharian pokok penduduk Kabupaten Muaro Jambi adalah bertani, karena sebagian besar pendapatan pokoknya berasal dari usaha pertanian, hal ini ditunjukan oleh luasan daerah pertanian yang ada di derah ini. Luas panen padi sawah dan ladang tahun 2002 sebesar 5.295 hektar dengan produksi 24.541 ton. Sedang produksi palawija seperti ubi kayu = 4.667 ton, ubi jalar = 2.845 ton, jagung = 6.216 ton, kacang hijau = 85,47 ton, dan kacang tanah = 187,6 ton. Daerah pertanian meliputi Kecamatan Maro Sebo seluas 1.590 hektar kemudian Kecamatan Sekernan 1.369 hektar. Untuk sektor perkebunan seperti kelapa sawit seluas 25.364 hektar dan karet seluas 2.906 hektar yang didominasi oleh daerah dataran bergelombang.

    Jumlah ternak yang berkembang seperti ternak besar sebanyak 13.893 ekor (sapi dan kerbau), ternak kecil sejumlah 25.113 ekor (kambing, domba, dan babi), sedang ternak unggas sebanyak 520.010 ekor (ayam buras, ayam ras, ayam pedaging, dan itik). Kondisi

  • ini cukup membantu untuk mencukupi kebutuhan sumber konsumsi masyarakat di Kabupaten Muaro Jambi.

    III. POTENSI AGRIBISNIS DI KAWASAN TRANSMIGRASI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI

    A. Wilayah Pengembangan Agribisnis

    Menurut RTRWN, Provinsi Jambi akan dikembangkan menjadi dua kawasan andalan yaitu kawasan Muara Belian dan sekitarnya dan kawasan Muaro Bungo-Sarolangun dan sekitarnya. 1. Kawasan Muara Belian dan sekitarnya Sektor unggulan yang potensial di kawasan ini adalah industri, sub sektor perkebunan,

    pariwisata, tanaman pangan dan perikanan. Kota dalam kawasan yaitu Muara Belian dengan fungsi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), sedangkan Kuala Tungkal, Muara Tembesi, Muara Sabak, Nipah Panjang dan Pelabuhan Dagang sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

    2. Kawasan Muara Bungo- Sarolangun dan sekitarnya Sektor unggulan di kawasan ini adalah sub sektor perkebunan, tanaman pangan dan

    kehutanan. Kota dalam kawasan ini adalah Muara Bungo, Bangko, Sarolangun, Muara Tebo, Sungai Penuh, Tanah Tumbuh dan Sungai Bengkal yang keseluruhnya sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

    Dikaitkan dengan rencana terpadu pengembangan permukiman dan prasarana wilayah di Provinsi Jambi hingga tahun 2004, terdapat satu kawasan cepat tumbuh dan satu kawasan tertinggal. Jika melihat dari segi pengembangan atau pembangunan prioritas baik berdasarkan RTRWN dan Rencana Terpadu Pengembangan Pemukiman, ternyata kawasan andalan yang ada di Provinsi Jambi tidak diprioritaskan untuk dikembangkan.

    Arah kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengembangan kawasan transmigrasi tertuang pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Kabupaten (RTRWK). Dari arahan kebijakan Tata Ruang tersebut dapat dibedakan menjadi dua fungsi yaitu Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Disamping itu telah ditetapkan kawasan-kawasan strategi di Provinsi Jambi yaitu Kawasan Sarolangun, Bangko, Bungo Tebo, Merlung dan Tanjung Jabung Timur.

    Kawasan pengembangan transmigrasi masuk dalam kawasan pengembangan budidaya. Bila dikaitkan dengan pola-pola kegiatan usaha yang dikembangkan melalui transmigrasi, maka pengembangan kawasan budidaya yang dapat diintegrasikan adalah sebagai berikut : 1. Kawasan Hutan Produksi, kawasan ini sebagai besar diarahkan di Kabupaten Batanghari

    dan sebagian di Sarolangun Bangko dan Bungo Tebo. 2. Kawasan Pertanian, pengembangan kawasan ini seluruhnya diarahkan untuk

    pengembangan budidaya tanaman pangan lahan basah/kering, perkebunan, peternakan dan perikanan darat. Namun yang lebih diprioritaskan pengembangannya adalah kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah dan perkebunan. Pengembangan pertanian lahan basah dan perkebunan diarahkan pada kabupaten Sarolangun Bangko, Bungo Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.

    3. Kawasan Permukiman, dibedakan menjadi dua yaitu pemukiman kota dan pemukiman pedesaan. Pengembangan pemukiman pedesaan mencakup perkampungan yang telah ada, dan diarahkan pada perluasannya. Dalam kaitan ini kebijakan pemanfaatan ruang didasarkan pada tujuan untuk pengembangan kawasan pemukiman yang terkait dengan kegiatan budidaya pertanian, meliputi pengembangan desa-desa sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan transmigrasi lokal

    B. Peranan Pemerintah Daerah Dalam Pelayananan Agribisnis

    Kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi untuk mengembangkan dan menarik investasi, khususnya di kawasan transmigrasi telah dibentuk suatu Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah. Badan ini bertugas untuk mengkoordinir penanaman modal

  • baik modal dalam negeri maupun modal asing. Sementara itu di tingkat pemerintah daerah kabupaten/kota ditangani oleh bagian ekonomi pemerintah daerah .

    Pemerintah daerah Kabupaten Muaro Jambi dan Provinsi Jambi, untuk mendorong masuknya modal dalam negeri maupun asing, telah mengeluarkan kebijakan pintu terbuka. Artinya baik perseorangan, maupun perseorangan dapat menanamkan modalnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Bagi investor yang akan menginvestasikan modalnya, harus mengajukan permohonan kepada Bapromoda, selanjutnya setelah mendapatkan rekomendasi dan ijin, investor bersangkutan dapat menjalankan bisnisnya.

    Dari diskusi dengan Bapromoda dan investor, pada dasarnya pemerintah daerah mempermudah proses perijinan. Permohonan ijin investasi hanya membutuhkan waktu yang relatif cepat (7-9 hari). Pihak pemerintah juga memberikan jaminan kepastian keamanan dan hukum dalam pelaksanaan investasi, memfasilitasi kedua pelaku investasi yaitu investor dan petani agar kedua pihak dapat menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Disamping itu kemudahan dan keringanan biaya retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah menjadikan daya tarik tersendiri bagi investor untuk menanamkan modalnya.

    Sebagian besar investor yang masuk ke Provinsi Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi bergerak dalam agribisnis perkebunan kelapa sawit, karet dan pengolahan minyak kelapa sawit, sedangkan agribisnis tanaman pangan kebanyakan tidak diminati oleh investor. Karena kepastian lahan untuk produksi tidak terjamin, harga komoditas tanaman pangan berfluktuasi sehingga keuntungan yang diperoleh relatif kecil.

    Dalam pengembangan kemitraan tentunya memerlukan layanan-layanan yang disediakan oleh pemerintah kabupaten agar kerjasama tersebut berjalan dengan baik. Kontribusi pemerintah tersebut antara lain: 1) Memfasilitasi petani dalam membentuk kelompok tani atau kelompok produktif dan

    koperasi. 2) Mempersiapkan petani atau transmigran agar siap bekerjasama dengan investor 3) Mempersiapkan petani atau transmigran agar memiliki orientasi bisnis dan mampu

    menabung untuk modal mengembangkan usahataninya. 4) Membantu petani/transmigran menentukan pola kemitraan. 5) Membantu petani atau transmigran mencari dan menentukan investor yang

    bertanggung jawab. 6) Penyedia fasilitas penunjang seperti menciptakan penyederhanaan prosedur perijinan

    dan memfasilitasi permodalan. 7) Memfasilitasi petani maupun investor apabila terjadi kesenjangan dalam pelaksanaan

    kemitraan. 8) Membuka peluang usaha bagi masyarakat tani melalui peraturan dan kebijakan daerah,

    menyediakan sarana dan prasarana pendukung seperti jalan usahatani, pasar serta alokasi dana yang memadai bagi kegiatan pendampingan kelompok.

    9) Penyedia fasilitas penunjang seperti menciptakan penyederhanaan prosedur perijinan dan memfasilitasi permodalan.

    10) Mempersiapkan petani atau transmigran agar memiliki orientasi bisnis dan mampu menabung untuk modal mengembangkan usahataninya.

    Jika ditelusuri ternyata potensi investor daerah untuk pengembangan agribisnis di kawasan transmigrasi cukup besar. Sebagian besar investor berminat dalam usaha investasi agribisnis tanaman perkebunan, sedang inventasi pada tanaman pangan tidak menarik bagi mereka. Hal ini disebabkan karena investasi agribisnis komoditas perkebunan lebih menguntungkan dibanding tanaman pangan. Alasan ini sejalan dengan pendapat beberapa investor di Kota Jambi bahwa resiko yang dihadapi sangat besar pada investasi tanaman pangan akibat harganya berfluktuasi, produksi tidak tahan lama sehingga cepat rusak, sulitnya informasi pasar dan tidak mudah mengendalikan harga pasar. Sedang kendala yang dihadapi investor disektor tanaman pangan adalah sulitnya memperoleh lahan yang luas dan letaknya terkonsentrasi (memudahkan pengelolaan lahan), kepastian hukum, dan keamanan. Faktor kendala tersebut menjadikan pertimbangan bagi pihak investor untuk berinvestasi khususnya di kawasan transmigrasi.

  • Menurut hasil wawancara dengan Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah. Provinsi Jambi (2003), telah tercatat 10 perusahaan yang telah mengajukan perijinan dan telah menanamkan modalnya di bidang agribisnis komoditas kelapa sawit di kawasan transmigrasi di Kabupaten Muaro Jambi. Jumlahnya memang relatif sedikit namun kiranya masih ada potensi dan peluang cukup besar apabila kondisi perekonomian nasional sudah membaik dan diikuti kebijakan pemerintah yang menarik bagi dunia usaha atau investor (insentif investasi).

    Masuknya investor agribisnis ke kawasan transmigrasi diharapkan dapat mempercepat pusat pertumbuhan ekonomi (PPE) di kawasan tersebut, yang akhirnya akan membawa dampak pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih baik. Nama investor yang menanamkan investasinya di bidang agribisnis komoditas kelapa sawit di kawasan transmigrasi Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Perusahaan yang Menanamkan Modalnya di Sektor Pertanian (agribisnis) di Kabupaten Muaro Jambi.

    No Nama Perusahaan Jenis Usaha Keterangan 1 PT. Sawit Jambi Lestari Kebun sawit Aktif 2 PT. Sawit Desa Makmur Kebun sawit Aktif 3 PT. Sacona Persada Kebun sawit Aktif 4 PT. Gatra Kembang Paseban Kebun sawit Aktif 5 PT. Tanpak Langit Sejahtera Kebun sawit Aktif 6 PT. Indo Kebun Unggul Kebun sawit Aktif 7 PT. PT Agro Dua Sawit Sejahtera Pengolahan minyak sawit Permohonan baru 8 PT. Berkat Jaya Pangestu Kebun sawit Permohonan baru 9 PT. Nusantara VI (Persero) Kebun, pengolahan sawit Permohonan baru 10 PT. Agro Sawitama Abadi Kebun sawit Permohonan baru

    Sumber : Bapemproda Provinsi Jambi, 2002.

    C. Pola Kemitraan Dalam Agribisnis

    Pengembangan usaha agribisnis sebaiknya menggunakan pola kemitraan yang sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Pola kemitraan yang tepat dan sesuai dengan keinginan tranmigran di daerah penelitian adalah Pola Kemitraan Operasional Agribisnis (KOA), dengan peran pemerintah daerah, investor, dan transmigran yang saling mendukung.

    Kemitraan yang dilakukan antara petani/transmigran dengan investor atau perusahaan mitra yang harus diperhatikan adalah maksud dari kemitraan, tujuan, dan pola kemitraan yang memenuhi prinsip-prinsip dalam kemitraan, peran pemerintah daerah, bidang usaha dan komoditas unggulan yang dapat dikembangkan.

    Kemitraan usaha merupakan kerjasama antara kelompok tani dengan investor (perusahaan mitra) di bidang pertanian baik usahatani (on farm) maupun non usahatani (off farm) dan diikuti dengan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan (Kep Mentan 940/1997.) Kemitraan usaha dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan usahatani dan kesejahteraan transmigran.

    Kemitraan dapat dikembangkan melalui berbagai alternatif pola dan bentuk kelembagaan sesuai dengan aspirasi transmigran dan perusahaan mitra. Berbagai alternatif kemitraan dapat dilaksanakan di lokasi transmigrasi dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memperkuat, prinsip tersebut harus diperhatikan diantara kedua belah pihak yaitu antara investor (perusahaan mitra) dan petani. Kendala utama yang dihadapi dalam pelaksanaan kemitraan adalah sikap investor yang tidak bertanggung jawab. Sehingga untuk melakukan kemitraan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah sebagai fasilitator sebaiknya melaksanakan seleksi lebih teliti terhadap investor.

    Kemitraan dengan pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) lebih sesuai dilaksanakan di kawasan transmigrasi. Secara ekonomi dan kemampuan transmigran pola KOA dapat memberikan nilai positif terhadap petani dari sisi pembinaan, adopsi teknologi, modal usaha, serta jaminan pasar. Bentuk kemitraan pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) dapat dilaksanakan dengan mengembangkan usaha dari kelompok tani

  • yang bekerjasama dengan investor (perusahaan mitra). Pola KOA merupakan bentuk kemitraan yang sering dilakukan oleh petani atau transmigran dengan investor (Gambar 1).

    Dari pola pengembangan kemitraan tersebut antara transmigran dan investor di kawasan transmigrasi sebaiknya investor melakukan pendampingan sebagai berikut : a. Transmigran harus selalu didampingi oleh penyuluh pertanian dari investor yang

    bertindak sebagai motivator b. Ada perjanjian secara tertulis antara transmigran dan investor yang memuat hak dan

    kewajiban masing-masing yang bekerjasama. Investor bertindak sebagai pengelola (investor tidak memiliki lahan usaha).

    Untuk mengembangkan kemitraan pola KOA antara investor dengan transmigran perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut : a. Adanya kelembagaan petani (kelompok tani/kelompok produktif) untuk mempermudah

    pembinaan dan negosiasi dengan investor. b. Dalam pelaksanaan kemitraan, investor memiliki tanggung jawab memberi pembinaan

    kepada petani yang terhimpun dalam kelompok tani berupa : 1) Pinjaman bibit, pupuk, dan pestisida 2) Pinjaman modal usahatani 3) Bimbingan teknis budidaya, dan manajemen agribisnis. 4) Bimbingan menyusun proposal untuk dapat mengakses modal ke Bank BRI

    setempat. 5) Menampung dan memasarkan hasil panen. 6) Pemerintah Daerah memberi pembinaan kepada investor yang diarahkan untuk

    membantu pemecahan masalah, pemberian informasi pasar, teknologi dan kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan kemitraan.

    7) Hasil produksi transmigran dibeli oleh investor dengan harga, jumlah, kualitas sesuai dengan kesepakatan bersama.

    D. Kasus Kawasan Transmigrasi Kumpeh, Muaro Jambi

    1. Kawasan Transmigrasi Kumpeh

    Kawasan transmigrasi Kumpeh berada di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi yang memiliki luas daerah sebesar 5.775 hektar. Salah satu sampel untuk uji petik adalah desa Mekarsari yang merupakan desa eks UPT Kumpeh dan termasuk dalam kawasan transmigrasi Kumpeh. Letaknya berdekatan dengan desa-desa asli dan memiliki sarana jalan dan prasarana transportasi relatif baik dan lancar, sehingga secara alami terjadi interaksi secara ekonomi maupun sosial.

    Kawasan transmigrasi Kumpeh terdiri 4 desa eks Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) dan 1 desa asli. Aksesibilitas ke pusat ekonomi terdekat sekitar 2 km dapat ditempuh selama 5-10 menit dengan menggunakan sepeda. Aksesibilitas ke pusat kegiatan ekonomi (sub terminal agribisnis) yang ada di ibukota kecamatan Kumpeh Ulu sekitar 27 km dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau empat

    Gambar 1: Kemitraan pola KOA

    KELOMPOK TANI I, II,

    INVESTOR/ PERUSAHAAN MITRA

    PETANI

    PETANI

    PETANI PETANI

    PETANI

    PETANI

    Kemitraan

    Pendampingan usahatani

    Keterangan: : Hubungan langsung : Hubungan kemitraan dalam pembinaan

    teknik

  • memerlukan waktu sekitar 20-30 menit. Jarak ke pusat pemerintah Kabupaten Muaro Jambi di Sangeti sekitar 75 km, dan ke Ibukota Provinsi Jambi sekitar 40 km yang dapat ditempuh masing-masing sekitar 90 menit dan 40 menit dengan sarana jalan dan transportasi cukup baik dan lancar.

    Petani di desa Mekarsari memperoleh lahan seluas 2,5 hektar dengan rincian 0,5 hektar lahan pekarangan, 1 hektar lahan usaha I dan 1 hektar lahan usaha II. Lahan pekarangan merupakan tanah daratan, lahan usaha I lahan pasang surut tipe B, sedang lahan usaha II sebagian besar merupakan lahan pasang surut tipe A (dengan ketinggian pasang surut 0,5 m) sehingga potensi pengembangan lahan untuk tanaman pangan per tahun berpola padi + palawija. Lahan pekarangan tertata dan ditanami berbagai tanaman semusim dan tahunan, lahan usaha I sebagian besar ditanami jagung, ubi rambat dan cabe, sedangkan lahan usaha II ditanami padi varietas lokal.

    Umumnya masyarakat petani (eks transmigran) telah mengolah lahan pekarangan dengan baik, yang diusahakan secara tumpang sari antara tanaman semusim dan tahunan. Pemilikan lahan cukup bervariasi, 35 persen rata-rata mempunyai lahan 2,75 hektar per kepala keluarga dan sisanya 65 persen memiliki lahan 2,5 hektar per kepala keluarga. Umumnya pemilikan lahan berasal dari bantuan pemerintah dan secara swadaya, rata-rata luas lahan yang diusahakan 2,4 ha per kepala keluarga.

    Tabel 4. Luas dan Jenis Lahan yang Diusahakan Eks Transmigran No Jenis lahan Luas lahan

    dibagi (Ha) Luas lahan

    digarap (Ha) Persentase

    1 Lahan Pekarangan 225 225 100 2 Lahan Usaha I 500 500 100 3 Lahan Usaha II 500 376 75,2

    Sumber :Monografi Desa, tahun 2002

    Sumber pendapatan utama petani berasal dari usahatani dan berdagang, jasa (non farm). Rata-rata total pendapatan keluarga sekitar Rp 612.818,-per keluarga per bulan atau 291,82 kg setara beras per keluarga per bulan (Tabel 5).

    Tabel 5. Rata-rata Pendapatan EksTransmigran di Desa Merkarsari. No Sumber Pendapatan

    Pendapatan Rp/Keluarga/bulan

    Pendapatan Kg/keluarga/bulan

    1 Farm 512.075 243,850 2 Non farm 100.741 47,97

    Total 612.741 291,82 Sumber: Data Primer diolah, 2003

    Kelembagaan ekonomi yang sudah dibentuk di desa Mekarsari yaitu kelompok tani yang berjumlah 23 kelompok tani. Pada saat ini semua kelompok tani aktif mengikuti kegiatan yang telah disusun bersama-sama oleh para anggota. Masing-masing kelompok tani beranggotakan 20-25 orang. Sumber modal kelompok tani berasal dari modal sendiri dan pinjaman dari Koperasi Unit Desa (KUD).

    Fasilitas ekonomi lainnya yang sudah terbentuk adalah koperasi unit desa (KUD) yang sudah berbadan hukum. Aktifitas koperasi bergerak dalam simpan pinjam, sedang penyediaan kebutuhan pangan, penyediaan sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan pertanian tidak berjalan baik karena kekurangan modal. KUD diharapkan menjadi lembaga ekonomi desa yang mampu memberi peluang bagi anggotanya untuk melakukan aktifitas ekonomi. Koperasi diharapkan mampu menunjang pengembangan usahatani anggotanya. Keberadaan KUD harus bersaing dengan beberapa took atau kios pangan atau saprodi yang berkembang di sekitar desa Mekarsari yang mempunyai modal lebih besar.

    Untuk memperoleh sarana produksi pertanian, terutama pupuk dan obat-obatan transmigran tidak mengalami kesulitan. Mereka bisa membeli di kios saprotan di desa sekitar atau di kota kecamatan maupun di kota Jambi.

  • Sebagian besar (64,2%) penduduk di desa Mekarsari memiliki umur produktif (15-54 tahun). Rata-rata tenaga kerja produktif yang ada 2,4 jiwa per keluarga. Pendidikan mereka relatif cukup baik, karena tidak satupun yang buta huruf, 56 persen memiliki tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar (SD), sisanya tamat SLTP (37 %) dan sebagian kecil (7%) tamat SLTA.

    Potensi ekonomi di desa Mekarsari cukup potensial karena letaknya sangat strategis yang memiliki aksesibilitas lancar sehingga arus keluar masuknya barang dan komoditas pertanian petani relatif tidak masalah. Jarak lokasi ke jalan kabupaten (1 km) yang menghubungkan Ibukota Provinsi Jambi dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda 2 dan 4, selama 40 menit . Pusat pertumbuhan ekonomi terdekat berjarak sekitar 2 km yang dapat ditempuh sekitar 5 menit dengan menggunakan sepeda. Umumnya petani menjual hasil usahataninya ke pasar di kota Jambi karena memiliki aksesibilitas yang baik dan lancar.

    Jasa ekonomi dan industri dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di kawasan transmigrasi. Usaha warung dan industri rumah tangga banyak berkembang di luar desa Mekarsari, karena sebagian besar petani masih berorentasi pada usahatani sebagai modal perekonomiannya. Usaha jasa dan industri rumah tangga yang ada seperti warung kebutuhan pangan, industri tempe dan tahu, keberadanya sangat membantu penduduk desa Mekarsari.

    Pasar sebagai pusat perekonomian masyarakat dapat dijadikan tolok ukur berkembang atau tidaknya pertumbuhan ekonomi di kawasan transmigrasi karena pasar sebagai tempat terjadinya transaksi dan pergerakan arus barang. Pasar di kawasan transmigrasi Kumpeh berkembang secara tradisional seperti pasar desa pada umumnya. Kegiatan di pasar hanya terjadi setiap hari Senin dengan sarana prasarana sederhana, sehingga pasar di kecamatan yang sarananya lebih baik umumnya banyak didatangi oleh para pedagang dan konsumen yang umumnya petani. Pada hari pasaran kecamatan arus barang dan mobilitas masyarakat sangat tinggi, hal ini didukung oleh sarana jalan dan transportasi yang baik karena dekat dengan pusat ekonomi di kota Jambi. Kondisi ini tentunya sangat mempercepat perkembangan ekonomi di kawasan transmigrasi Kumpeh yang mulai berkembang.

    2. Minat Transmigran Untuk Berkerjasama Dalam Agribisnis

    Petani umumnya belum puas terhadap usahatani yang dilakukan selama ini karena produktivitas lahannya belum optimal. Mereka umumnya mengharapkan adanya kerjasama (kemitraan) dengan pihak lain sehingga produksi dan pemasaran hasil lebih terjamin. Mereka memiliki keinginan yang besar agar usahataninya dapat berkembang terutama pada lahan usaha II secara kemitraan. Dengan bermitra petani mudah memperoleh pinjaman saprotan, dan mudah mengakses sumber modal. Pihak investor membutuhkan kepastian lahan, dan kondisi keamanan yang kondusif. Melalui kemitraan diharapkan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan.

    Kendala yang selama ini dirasakan oleh petani sebagai penghambat dalam pengembangan usahataninya adalah keterbatasan modal dan tenaga kerja serta ketersediaan bibit/benih yang berkualitas. Pengembangan kemitraan dengan perusahaan mitra yang memiliki modal dan mampu menyediakan bibit berkualitas sangat diharapkan dan pernah dilaksanakan di semua lokasi penelitian tetapi belum memberikan hasil yang menggembirakan.

    Petani menginginkan kerjasama (kemitraan) model Kerjasama Operasional Agribisnis, dimana petani menyediakan lahan dan tenaga kerja sedang pihak investor menyediakan sarana produksi pertanian, teknologi, pembinaan dan pendampingan, pemasaran dan pengolahan hasil.

    Menurut Najiati (2001), lahan pekarangan dan lahan usaha I dirasakan oleh transmigran merupakan harta yang sangat berharga karena kepemilikannya membutuhkan suatu pengorbanan dan keberanian dalam mengambil keputusan untuk ikut bertransmigrasi. Dari lahan pekarangan dan lahan usaha I inilah transmigran pada awal penempatan menggantungkan hidupnya dari hasil lahan tersebut

    Di kawasan transmigrasi Kumpeh (Mekarsari) minat untuk pengembangan lahan I secara bermitra cukup besar yaitu 63,3 persen, hal ini didorong oleh keinginan

  • yang besar untuk pengembangan budidaya tanaman kelapa sawit pada lahan tersebut. Pendapat ini cukup beralasan karena lahan usaha I lebih sesuai untuk budidaya kelapa sawit jika dibandingkan dengan lahan usaha II yang setiap tahunnnya mengalami genangan air yang sulit diatasi dengan drainase.

    Namun di lokasi transmigrasi lain dimana lahan usaha II tidak tergenang air, pada umumnya petani transmigran menginginkan lahan usaha II sebaiknya dikembangkan secara kemitraan dengan perusahaan mitra. Hal ini disebabkan karena mereka kekurangan tenaga kerja dan modal sehingga tidak mampu lagi untuk mengolah lahannya. Tetapi ada sebagian yang berpendapat bahwa lahan yang telah dikelolanya relatif luas sehingga sebagian lahan usaha lainnya sebaiknya di kelola secara kemitraan. Mereka beranggapan pengelolaan lahan secara kemitraan akan meningkatkan pendapatannya.

    Umumnya petani transmigran tertarik untuk mengelola lahan usaha II secara kemitraan agar memiliki akses ke pemilik modal dan teknologi. Hal ini sejalan dengan pendapat mereka (89,2 %) pengelolaan lahan secara kemitraan sebaiknya dikembangkan karena akan mempercepat mendapatkan uang tunai atau modal, dan meningkatkan alih teknologi.

    Pengelolaan lahan yang dilakukan oleh petani transmigran selama ini umumnya dilakukan secara individu, pengelolaan secara bergotong royong sudah sulit dilakukan lagi seperti pada awal penempatan transmigran, sehinga mereka berpikir pengelolaaan secara bermitralah solusi yang tepat (Najiyati, 2001). Transmigran sejak dari daerah asal memiliki kebiasaan gotong royong dalam mengelola lahannya. Kebiasaan tersebut tetap diteruskan di lokasi transmigrasi khususnya pada awal penempatan. Kebiasaan ini dapat menjadi dasar untuk melakukan kerjasama dengan pihak lain termasuk dengan perusahaan mitra yang memiliki modal dan teknologi.

    IV. KENDALA INVESTADI AGRIBISNIS

    Sejak krisis ekonomi tahun 1997 hingga sekarang (2004), iklim investasi di Indonesia tak kunjung membaik. Pencanangan tahun 2003 sebagai tahun investasi dapat dikatakan belum menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang sektor konsumsi, bukan sektor produksi dan investasi (Meilani, 2003). Menurut hasil diskusi dengan beberapa investor, di Kabupaten Muaro Jambi umumnya kendala- kendala yang banyak dihadapi antara lain: a. Teknis pengaturan investasi yang rumit dan berbelit-belit, prosedur dan tata cara pelayanan

    yang tidak jelas sehingga waktu pelayanan tidak tepat. b. Banyaknya kontak yang harus dilakukan dengan institusi yang berbeda-beda sehingga

    memerlukan waktu yang relatif lama dan membutuhkan biaya besar menyebabkan biaya yang diperlukan tidak jelas.

    c. Informasi yang lengkap dan transparan belum dilakukan oleh pemerintah terhadap investor, d. Iklim investasi yang belum kondusif, e. Kepastian hukum yang tidak jelas, f. Banyaknya pajak yang harus dibayar oleh investor (PPh, pajak pertambahan nilai/PPn), g. Kondisi keamanan yang belum stabil, persyaratan yang cukup memberatkan dan berubah-

    ubah, h. Gangguan keamanan yang belum dapat berhasil ditangani oleh pengusaha dan aparat

    yang berwenang sehingga muncul penjarahan. i. Proses pengurusan HGU yang tidak mudah dan memakan waktu panjang serta masa

    berlaku yang relatif pendek. j. Masih tumpang tindih dan ketidakselarasan peraturan dan perijinan, baik antar instansi baik

    instansi pusat maupun daerah. k. Tidak konsistennya kebijakan pemerintah seperti banyaknya retribusi l. Permasalahan institusional seperti banyaknya biaya-biaya di luar pajak menjadi kendala

    yang dirasakan oleh investor. Biaya-biaya di luar pajak, seperti perijinan, uang kalender, maupun sumbangan-sumbangan lainnya.

    Kawasan transmigrasi tidak saja memilki peluang tetapi juga memiliki kendala untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi melalui investasi agribisnis. Kendala tersebut antara lain kurangnya modal yang dimiliki transmigran/petani, kurangnya informasi pasar, terbatasnya akses ke lembaga keuangan baik pemerintah maupun swasta, sehingga menghambat petani

  • untuk mengembangkan usahataninya. Hal ini dapat dilihat pada lahan usaha II yang umumnya belum diusahakan sehingga menunggu kerjasama dengan investor. Selain itu kurang profesionalnya pengelolaan lembaga ekonomi seperti KUD sehingga tidak mampu memfasilitasi pengadaan saprotan dalam jumlah besar. Kondisi ini menyebabkan terhambatnya pengadaan sarana produksi pertanian. Rendahnya kualitas SDM transmigran juga merupakan kendala yang ada.

    Kendala-kendala dari sisi petani adalah produksi yang dihasilkan petani tidak kontinyu dan mutunya beragam, sumberdaya petani yang relatif rendah, teknologi yang dimiliki petani sangat terbatas, sulitnya mengakes modal perbankan, petani sering menjual hasil produknya ke pihak lain yang tidak memberi pinjaman modal, sehingga pengusaha kecil sulit memperoleh bahan baku.

    V. PENUTUP Unit permukiman transmigrasi (UPT) di Kabupaten Muaro Jambi telah berkembang

    menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kawasan di sekitarnya dan telah memberikan kontribusi besar dalam pembangunan daerah kabupaten ini misalnya kawasan transmigrasi Sei Bahar dan Kumpeh. Program transmigrasi di kabupaten Muaro Jambi ke depan harus dikembangkan dengan pola-pola yang sesuai dengan potensi kawasan yang telah ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.

    Penggalakkan investasi di bidang agribisnis harus tetap dilakukan baik untuk mengembangkan kawasan yang sudah ada ataupun kawasan yang akan dibangun. Investasi agribisnis untuk membangun transmigrasi baru harus berorintasi pada komoditas unggulan yang memiliki nilai kempetitif.

    Kontribusi transmigrasi terhadap pembangunan di Kabupaten Muaro Jambi harus dijadikan dasar bagi prospek pengembangan transmigrasi ke depan. Pemerintah daerah seyogyanya terus melakukan upaya penggalakan investasi agribisnis untuk pengembangan kawasan transmigrasi, agar masyarakat transmigrasi yang sudah ada dapat meningkatkan kesejahteraannya melalui kemitraan dan pengembangan usaha agribisnis.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anharudin, 2002. Transmigrasi dalam Era otonomi Daerah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.

    BPS, 2002. Kabupaten Muaro Jambi Dalam Angka. Jambi. BPS, 2001. Provinsi Jambi Dalam Angka. Jambi Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2002. Statistik Perkebunan Provinsi Jambi, Jambi Dit. Bina Sosial Budaya. Ditjen Bina Masyarakat Transmigrasi Deptrans dan PPH, 1998. Data

    Unit Pembinaan Transmigrasi/Desa Transmigrasi yang Telah Diserahkan Kepada Pemerintah Daerah sejak Pra-Pelita hingga Pelita IV, Jakarta.

    Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi, 2002. Laporan Tahunan Transmigrasi di Provinsi Jambi, Jambi.

    Najiati,dkk,2001. Studi Peluang Pengembangan Corporate Farming dan Agroestate Untuk Kawasan Transmigrasi, Puslitbang Ketransmigrasian, Badan Litbang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian, Depnakertrans.RI. Jakarta.

    Puslitbang Transmigrasi, 2002. Proseding Seminar Arah Kebijakan Transmigrasi 2004-2009, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.

    Pusdatin, 2001. Laporan Profil Potensi Kawasan Transmigrasi Provinsi Jambi. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.

    Priyono, dkk, 2001. Pemberdayaan Kawasan Transmigrasi Pola Transmigrasi Umum Tanaman Pangan dan Lahan Kering dan Basah, Puslitbangtrans, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.

    Rukmini Dewi Nugroho, dkk, 2003. Studi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Melalui Investasi Agribisnis di Kawasan Transmigrasi, Puslitbangtrans, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.