positive accounting theory

21
POSITIVE ACCOUNTING THEORY 1. PENDAHULUAN Positivisme dalam Riset Akuntansi sebenarnya telah lama dilakukan, yang dimulai oleh Beaver (1968). Sedangkan Positive Accounting Theory (selanjutnya disebut PAT), dalam paradigmatic positioning, baru muncul ketika Watts dan Zimmerman meluncurkan artikel penelitiannya tahun 1978. Gagasan yang disampaikan oleh Watts dan Zimmerman merupakan gagasan teori yang sangat fenomenal, monumental sekaligus kontroversial. Banyak pujian muncul terhadapnya, dan akhirnya berujung dijadikannya PAT sebagai paradigma riset yang dominan, riset berbasis studi empiris-kuantitatif. Tidak kurang pula kritikan dialamatkan kepada mereka. Kritikan, baik yang lebih menekankan pada kritik metodologi, kritik asumsi dasar ekonomi (teoritis), sampai pada kritik asumsi filosofis-sains. Kritikan pedas misalnya disampaikan Sterling (1990), yang mengatakan bahwa PAT tidak memenuhi syarat sebagai Ilmu yang utuh. Tetapi hanya dianggap sebagai Cottage Industry di sisi Periphery Accounting Thought. Atau disebut Tinker et.al. (1982) sebagai Marginalism. Tulisan ini mencoba untuk melakukan penelusuran kritik- kritik yang dilakukan oleh akademisi di bidang akuntansi terhadap PAT dalam dua periode sebelum dan sesudah, yang dibatasi oleh artikel jawaban dari Watts dan Zimmerman (1990). Dari penelusuran itu akan ditarik benang merah yang

Upload: theoprimabhakti

Post on 24-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Akuntansi

TRANSCRIPT

Page 1: Positive Accounting Theory

POSITIVE ACCOUNTING THEORY

1. PENDAHULUAN

Positivisme dalam Riset Akuntansi sebenarnya telah lama dilakukan, yang dimulai oleh

Beaver (1968). Sedangkan Positive Accounting Theory (selanjutnya disebut PAT), dalam

paradigmatic positioning, baru muncul ketika Watts dan Zimmerman meluncurkan artikel

penelitiannya tahun 1978. Gagasan yang disampaikan oleh Watts dan Zimmerman

merupakan gagasan teori yang sangat fenomenal, monumental sekaligus kontroversial.

Banyak pujian muncul terhadapnya, dan akhirnya berujung dijadikannya PAT sebagai

paradigma riset yang dominan, riset berbasis studi empiris-kuantitatif.

Tidak kurang pula kritikan dialamatkan kepada mereka. Kritikan, baik yang lebih

menekankan pada kritik metodologi, kritik asumsi dasar ekonomi (teoritis), sampai pada

kritik asumsi filosofis-sains. Kritikan pedas misalnya disampaikan Sterling (1990), yang

mengatakan bahwa PAT tidak memenuhi syarat sebagai Ilmu yang utuh. Tetapi hanya

dianggap sebagai Cottage Industry di sisi Periphery Accounting Thought. Atau disebut

Tinker et.al. (1982) sebagai Marginalism.

Tulisan ini mencoba untuk melakukan penelusuran kritik-kritik yang dilakukan oleh

akademisi di bidang akuntansi terhadap PAT dalam dua periode sebelum dan sesudah,

yang dibatasi oleh artikel jawaban dari Watts dan Zimmerman (1990). Dari penelusuran

itu akan ditarik benang merah yang muncul dari kritik PAT dan mencoba untuk

melakukan evaluasi konstruktif.

2. KRITIK SEBELUM WATTS DAN ZIMMERMAN (1990)

Kritik yang dilakukan Christenson (1983) pada pertanyaan-pertanyaan riset “positif”

yang sebenarnya hanya berkaitan dengan ‘sosiologi akuntansi’ bukannya bertujuan untuk

membentuk “teori akuntansi”, karena hal tersebut berkaitan dengan deskripsi dan prediksi

tentang perilaku para akuntan atau manajer, bukan perilaku ’entitas-entitas akuntansi’.

Dan yang paling penting lagi adalah seperti yang disebut Zimmerman (1980) yang

mengutip pernyataan Friedman (1953) “untuk membedakan ekonomi positif dan ekonomi

normatif”, bahwa kebijakan ekonomi yang ‘benar’ tergantung pada kemajuan ekonomi

normatif yang mendukung kemajuan ekonomi positif sehingga teori ekonomi dapat

Page 2: Positive Accounting Theory

diterima. Friedman tidak menggunakan istilah “teori positif”, tapi dia mengatakan bahwa

“tujuan akhir dari ilmu pengetahuan positif adalah perkembangan ‘teori’ atau ‘hipotesis’

yang mampu memprediksi secara valid dan bermakna atas fenomena yang belum diamati.

Friedman menunjukkan perbedaan antara sains “positif” dan “normatif” dengan

menyatakan bahwa: “sains positif dapat didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan

(knowledge) tersistem yang berkaitan dengan “apa itu” (what is); sedangkan sains

normatif atau regulatif didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan yang berhubungan

dengan kriteria tentang bagaimana seharusnya……”. Konsep “sains positif” mulai

populer sejak abad ke-19. Paradigma sains positif sering-kali disebut dengan

“positivism”, yang hanya melakukan metode-metode ilmu pengetahuan alam yang

memberikan “pengetahuan positif” (positive knowledge) tentang “apa” (what is) (untuk

lebih detil dan sebagai pembanding dapat dilihat kritik dari Whitington 1987 misalnya).

Sebenarnya menurut Christenson (1983) memandang ilmu pengetahuan tidaklah harus

dipandang dari perbedaan antara normatif dan positif. Tetapi ilmu pengetahuan empiris

bisa dipandang sebagai produk (seperangkat pengetahuan atau knowledge yang tersistem)

atau sebagai proses (aktivitas manusia dalam menghasil-kan pengetahuan atau

knowledge). Para positivis menekankan pandangan bahwa ilmu pengetahuan me-rupakan

suatu produk, yang ditunjukkan melalui struktur formal dalam bentuk proposisi empiris.

Sementara itu, filsafat ilmu menekankan pada pandangan ilmu pengetahuan sebagai suatu

proses. Jadi penekanan yang ingin disampaikan oleh Christenson adalah tidak penting

apakah pencapaian ilmu pengetahuan itu dilakukan secara normatif atau positif,

semuanya sah-sah saja. Dan semuanya benar. Bahkan pencapaian ilmu pengetahuan juga

perlu dilakukan pada satu waktu bersifat normatif dan pada akhirnya bersifat positif.

Hanya yang berbeda adalah pencapaian ilmu pengetahuan yang empiris lebih didasarkan

pada produk dan proses.

Lebih mendalam lagi kritik PAT yang dilakukan Sterling (1990), dibagi dalam 3

bagian, yaitu Dua Pilar Utama (Studi Fenomena dan Value Free), Asumsi Dasar Ekonomi

yang berakar pada Teori Ekonomi Positif, serta Science yang berakar dari Positivisme

Logis) dan Pencapaian (Aktual dan Potensial). Kritik ringan Sterling berkaitan dengan

penjelasan dan konten (isi) buku mereka yang terbit tahun 1986 yang berjudul POSITIVE

ACCOUNTING THEORY. Rasional dari buku ini mengenai posisi scientific dari PAT

hanya dijelaskan kurang dari 5% keseluruhan buku. Bab 1 yang terdiri dari 14 halaman

Page 3: Positive Accounting Theory

dari 362 halaman, yang berkaitan mengapa teori dikatakan scientifik hanya setengahnya.

Sehingga Sterling kemudian menjuluki buku ini sebagai Buku Akuntansi Empiris

Berbasis Ilmu Ekonomi, bukan Buku tentang Teori Akuntansi. Hal ini terlihat dari parade

kronologis studi empiris akuntansi pada Bab 2-13. sedangkan bab 14 merupakan Artikel

Watts dan Zimmerman tahun 1979 yang diedit kembali.

Sedangkan Bab 15 hanya Summary, Evaluation dan Prospects.

Kritik Sterling (1992) terhadap PAT dalam hal dua pilar utama, dibagi menjadi dua, yaitu

studi fenonema dan value free. Studi fenomena sendiri berkaitan dengan penelitian

praktik akuntansi, praktik akuntan dan utility maximization. Teori dianggap ilmiah bila

berdasarkan praktik, sedangkan teori yang tidak dipraktikkan dianggap tidak ilmiah

(semu). Praktik akuntansi didasarkan pada tujuan utama dari PAT, yaitu bahwa tujuan

teori akuntansi adalah untuk menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to predict). Studi

fenomena yang berkaitan dengan praktik akuntan merupakan ekstensi fenomena

akuntansi adalah bagaimana manajer membuat keputusan dengan memakai formulae atau

mathematical constructions (seperti pada kasus LIFO atau LIFO). Pertanyaan yang

muncul kemudian formula mana yang dipakai, kedua adalah mengapa formula tersebut

yang dipakai. Fenomena akuntansi dan akuntan hanya diukur melalui mathematical

constructions, yang digunakan untuk merepresentasikan bentuk-bentuk (informasi)

akuntansi. Konstruk matematis ini dianggap Sterling hanya dapat memotret kata-kata dan

angka-angka tanpa dapat melihat bentuk riil (things) dan kejadian (events). Sindiran

Sterling (1990, 101) lengkapnya sebagai berikut:

They have fallen in love with pictures (financial statements) without recognizing that they

need be images of matters (economic goods)

Sedangkan berkaitan dengan behavior akuntan praktisi, PAT memiliki basic assumption

Utility Maximization. Utilitas dalam PAT diasumsikan atau diaproksimasi sebagai

income (atau cashflow, wealth, variabel finansial lainnya). Asumsi ini menurut Sterling

(1990) tidak selalu benar, misal utilitas dalam pandangan philanthropist bukanlah income,

tetapi altruistik. PAT tidak pernah melihat utility maximization di luar kepentingan self-

interest, seperti gagasan yang menjadi rujukannya, Chicago School yang tetap melihat

dua hal tersebut dalam satu bagian utuh.

Page 4: Positive Accounting Theory

Bahkan Ulitily Maximization sebenarnya tidak hanya dapat dijelaskan dalam seluruh

perhitungan statistik. Bila setiap manusia memang memiliki utility mazimization

seharusnya hasil penelitian adalah 100%. Tetapi kenyataannya pasti ada R2, yang terlihat

sebagai bentuk tidak adanya kepentingan Utility Maximization yang 100%. Dari sini

diperlukan metode penelitian di luar kuantitatif research yang dapat menjelaskan realitas

utility maximization yang bukan hanya dikonstruk dalam bentuk income dan derivasinya,

atau bahkan perilaku di luar utility maximization. Sterling misalnya mengusulkan adanya

Antropologi Akuntansi, yang melihat fenomena akuntansi bukan hanya dari hasil

mathematical constructions yaitu laporan keuangan misalnya (misalya Tinker, et.al. 1982,

mengusulkan Historical Materialism).

Tetapi fenomena akuntasi seharusnya juga melihat proses akuntan melakukan

proses akuntansi sampai menghasilkan laporan keuangan. Hal ini tidak dapat dilakukan

oleh PAT, tetapi dapat dilakukan dalam kerangka sosiologis. Dari konteks seperti itu

dapat terlihat motivasi perilaku apakah mengarah pada utility maximization atau tidak,

kemudian juga dapat melakukan konfirmasi utuh terhadap realitas atau fenomena

akuntansi dengan teori akuntansi yang normatif. Artinya tidak seperti PAT, yang

menegasikan Teori Normatif, PAT telah salah dalam menilai Teori Normatif sebagai

tidak ilmiah, dan hanya PAT yang ilmiah. Sebagai Newton atau Einstein-pun sebenarnya

merumuskan teorinya tidak seluruhnya berasal dari fenomena yang seragam, tetapi juga

dapat berasal dari pikiran normatif (misalnya Einstein dengan rumus E=mc2) atau

fenomena tunggal (misalnya Newton dengan gagasan Gravity Theory)

Pilar kedua PAT menurut Sterling (1990) adalah Value Free. Value Free

menghindari pertanyaan mengenai nilai (menjadi positive atau descriptive) adalah Ilmiah.

Sedangkan yang mempertanyakan nilai (normatif) dianggap tidak ilmiah atau teori semu.

Science adalah bebas nilai atau positif sedangkan yang sarat nilai atau normatif dianggap

tidak ilmiah. Lacunae (bagian yang hilang) dari PAT adalah reduksi teori normatif, dan

Positif adalah satu-satunya yang Ilmiah.

Sebenarnya tidak mungkin realitas akuntansi bebas dari aspek normatif, yang

dengan demikian sarat dengan nilai. Ketika Watts dan Zimmerman mendefinisikan PAT

sebagai textbook, saat itu pula PAT telah menjadi normatif dan Watts dan Zimmerman

telah memasukkan nilai bahwa yang benar adalah proses empiris. Realitas empiris

sebenarnya mempraktikkan aspek normatif akuntansi, yang kemudian diuji secara

Page 5: Positive Accounting Theory

statistik (positif) yang kemudian melakukan konfirmasi teori. Sains secara umum

memiliki rantai interelasi aktivitas; peneliti mencari dan menemukan teknik yang lebih

maju, akademisi mengajarkan teknik tersebut, praktisi mengimplementasikan teknik lebih

baik

PAT, lanjut Sterling (1990) dibangun dalam dua asumsi dasar, yaitu Ilmu

Ekonomi Positif dan Positifisme Logis. Basis PAT dalam ekonomi seharusnya merujuk

pada National Income Accounting. Juga dalam konsep utility, seharusnya merujuk

konsep Optimality Pareto yang juga menjadi basis Chicago School. Basis PAT dalam

sains merujuk pada positifisme logis. Positifisme sebenarnya adalah turunan langsung

dari Positifisme Logis dari Hempel, Passmore, Poincare, dan Popper (hal ini diakui oleh

Watts dan Zimmerman). Tetapi mereka sendiri melakukan penolakan terhadap konsep

positifisme logis yang dianggap masih banyak kerumitan di dalamnya. Sedangkan

penentuan kata positif dirujuk dari ilmu ekonomi yang banyak dipengaruhi oleh

positifisme.

Berkaitan dengan pencapaian aktual dan potensial PAT, Watts dan Zimmerman

(1986) memulai dengan asumsi bahwa semua orang bertindak untuk memaksimalkan

utilitas mereka ketika menyeleksi metode akuntansi. Setelah 350 halaman dari buku PAT

mereka menyimpulkan dari temuan empiris utama bahwa para manajer bertindak untuk

memaksimalkan utilitas mereka ketika melakukan pemilihan metode-metode akuntansi.

Kesimpulan empiris pemilik dan manajer memiliki kepentingan diri sendiri dengan

memanipulasi angka akuntansi. Pengalaman itu dihasilkan dalam membangun fungsi

auditing (dan membangun banyak komisi regulatori, pengesahan undang-undang, dll).

Untuk alasan-alasan ini, masalah-masalh semacam itu telah dijelaskan oleh ahli teori

normatif dan lainnya selama puluhan tahun. Hal yang sama dalam Pencapaian Aktual

dalam 20 tahun yang akan datang terdapat laporan penelitian bahwa manajer dan atau

pemilik cenderung memanipulasi angka. Hal ini sebenarnya juga sudah diprediksi oleh

Normative Theory.

Page 6: Positive Accounting Theory

3. SESUDAH WATTS AND ZIMMERMAN (1990)

Watts dan Zimmerman tahun 1990 menulis artikel setelah sepuluh tahun

keluarnya gagasan mereka tahun 1978 mengenai PAT, dan empat tahun setelah terbitnya

gagasan PAT dalam bentuk buku. Artikel Watts dan Zimmerman (1990), disamping

melakukan evaluasi perkembangan PAT secara konseptual, juga melakukan tanggapan

atas kritik-kritik terhadap PAT.

Meskipun yang banyak dilakukan Watts dan Zimmerman (1990) adalah evaluasi

mengenai konsep metodologis, bagaimana perkembangannya sampai saat ini dan

pengembangan hipotesis yang dapat menunjang konsep utama PAT, to explain dan to

predict. Pengakuan terhadap asumsi filosofis dan asumsi saintifik, sangat tidak

konstruktif. Pengakuan bahwa sains tidak bebas nilai sebenarnya telah dipahami oleh

Watts dan Zimmerman, meskipun dengan ’agak malu-malu’. Kritik asumsi dasar PAT

sesudah tulisan Watts dan Zimmerman (1990), misalnya datang dari Boland dan Gordon

(1992), yang menurut mereka asumsi dasar PAT berasal dari Economic-Based

Accounting Theory (1978, p.4; 1986, pp.1 & 13). Atau lebih detil lagi menurut Boland

dan Gordon (1992) asumsi Watts Zimmerman tahun 1978, 1979 dan 1980 merupakan

penggabungan dari Instrumentalisme dari Milton Friedman. Instrumentalisme

menyatakan bahwa teori dan explanation harus dijustifikasi untuk kepentingan

usefullness daripada realism. Asumsi Watts dan Zimmerman juga berasal dari

Positivisme-nya Paul Samuelson. Teori yang berbasis empiris tidak akan berjalan jika

hanya berada pada kondisi ideal. Sedangkan asumsi Watts dan Zimmerman tahun 1986

berasal dari kombinasi Poincare, Hemple dan Popper, yaitu Conventionalism.

Conventionalism menyatakan bahwa teori tidak pernah sepenuhnya benar atau salah

(never absolutely thrue or false).

Sedangkan kritik Boland dan Gordon (1992) dilakukan dalam tiga asumsi

Metodologis, Filosofis, Akuntansi berbasis Ilmu Ekonomi. Pertama, Kritik metodologi

seperti dilakukan Lev dan Ohlson (1982) memandang PAT tidak dapat dipakai untuk

model yang multiperson, multiperiod equilibria, terdapat kesenjangan antara strategic

considerations dan pendekatan game-theory yang dijadikan basis mengembangkan teori

formal. Ball dan Foster (1982) memandang validitas konstruk dalam variabel “size” tidak

jelas. Houlthausen dan Leftwich (1983) melihat terdapat dikotomi problematik dari

variabel dependen yang merepresentasikan persetujuan atau ketidaksetujuan dalam

Page 7: Positive Accounting Theory

penentuan standar akuntansi. McKee, Bell dan Boatsman (1984) memandang terdapat

bias identifikasi statistik dalam studi Watts dan Zimmerman 1978.

Kedua, kritik Filosofis mirip Kritik Value Free dalam Sterling. Banyak penulis

mengkritik pembedaan Positif dan Normatif dari Watts dan Zimmerman (Tinker, Merino,

dan Neimark 1982; Christenson 1983; Schreuder 1984; Whittington 1987; Whitley 1988).

Hal ini seperti dibahas oleh Sterling, yang lebih penting adalah seperti dijelaskan oleh

Boland dan Gordon (1992) bahwa PAT berasal dari positivisme ala London School

Economics dan Chicago School.

Ketiga, kritik berbasis Ilmu Ekonomi, menurut Boland dan Gordon (1992)

beberapa pengkritik melihat keterbatasan penjelasan PAT (Sterling 1990 dan Mouck

1990). Dalam teori ekonomi sendiri, maksimasi kepentingan individu tidak sepenuhnya

dilakukan. Hal ini harus juga dipandang bahwa maksimasi juga harus mempertimbangkan

maksimasi welfare of society. Inilah yang disebut dengan General Equilibrium dari

Chicago School yang dihilangkan dari asumsi Watts dan Zimmerman. Mereka hanya

merujuk salah satu gagasan Chicago School terutama tulisan dari George Stigler dan

Gary Becker 1977. Terutama pada gagasan penjelasan fenomena sebagai konsekuensi

maksimasi utilitas atau secara tidak langsung pada profit atau maksimasi kekayaan.

Sehingga segala bentuk model yang dibangun harus memberikan dukungan pada asumsi

utama ini. Inilah yang disebut dengan Conventionalisme atau Friedman’s

Instrumentalism, yaitu bahwa model merupakan aproksimasi yang baik dari realitas.

PAT memang sampai saat ini masih tidak berubah dari substansi asalnya. Hal ini

ditegaskan oleh Gaffikin (2005), bahwa PAT memiliki asumsi sentral yaitu setiap

individu selalu memiliki tujuan untuk meningkatkan kepentingan dirinya sendiri.

Asumsi ini berasal dari teori ekonomi neo-klasikal. Tujuannya adalah untuk

menjelaskan dan memprediksi praktik akuntansi serta mengendalikan perilaku

opurtunistik dalam bentuk bonding (seperti restriksi), monitoring (seperti reporting) dan

compensation (seperti stock options). Kritik Gaffikin (2005) menyatakan bahwa PAT

tidak pernah melakukan preskripsi, tidak bebas nilai, memiliki asumsi keperilakuan yang

simplistis, secara scientific mengidap cacat (flawed), dan miskin (atau tidak memiliki)

kontribusi praktis akuntansi.

Page 8: Positive Accounting Theory

4. EVALUASI KRITIS PAT

Kritik-kritik terhadap PAT sebenarnya merupakan diskursus yang memberikan kontribusi

keilmuan akuntansi. Kritik balik Watts dan Zimmerman (terutama dalam kritik filosofis-

saintifik) yang dialamatkan kepada mereka, dianggap tidak memiliki kontribusi apapun

terhadap praktik akuntansi. Kerangka berpikir Watts dan Zimmerman sepertinya lebih

didorong oleh pragmatism utility of knowledge of accounting research. Ukuran yang

dipakai oleh Watts dan Zimmerman ditera sesuai dengan kontribusi yang dihasilkan oleh

mereka sendiri, yang menurut mereka PAT lebih memberi manfaat langsung. Sedangkan

kontribusi yang diinginkan oleh para kritikus memang berbeda, yaitu masuk pada

substansi keilmuan akuntansi dan bukan hanya terpenjara dalam praktik akuntansi an

sich.

Value Laden

Dalam konteks value laden misalnya, Watts dan Zimmerman memahami

pentingnya nilai yang mempengaruhi akuntan. Tetapi Watts dan Zimmerman tetap tidak

memahami pengaruh yang muncul ketika nilai sosiologis-psikologis akuntan bersentuhan

dengan hasil yang diperoleh oleh akuntan dalam bentuk laporan keuangan misalnya.

Dijelaskan Chua (1986), akuntansi bukan hanya dipandang sebagai rasional teknik saja,

suatu aktivitas jasa yang terpisah dari hubungan kemasyarakatan. Tetapi, seperti

dikatakan oleh Hines (1989), bahwa :

accounting creates and maintains (or can play a part in changing) the social world, is

through its reflection and reinforcement of the values of society.

Ketika akuntansi sarat nilai, yaitu ketika akuntansi konvensional masih didominasi world-

view Barat, yang terjadi dalam karakter akuntansi pasti bernilai kapitalisme, sekuler,

egois, anti-altruistik. Hameed (2000a) menggambarkan, bahwa tujuan akuntansi sebagai

decision usefulness untuk investor dan kreditor yang berorientasi pada pasar modal

berasal dari world-view materialisme dan norma-norma ekonomi kapitalisme. Hal ini

ditegaskan Harahap (2001, 305-306), bahwa akuntansi barat dibangun atas dasar filsafat

materialisme-sekulerisme hasil pemikiran manusia tanpa campur tangan Allah.

Page 9: Positive Accounting Theory

Bila ditelusuri lebih jauh, akar pemikiran akuntansi konvensional tersebut berasal dari

substansi Ilmu Ekonomi, yang berprinsip pada self-interest (lihat misalnya pemikiran

Soros 2002 hal 140 ). Self-interest adalah representasi substansi pandangan dunia (world-

view/paradigma) Barat yang sekuler dan kapitalistik.

Sekularisme adalah bentuk 3 penegasian, yaitu penegasian kekuasaan dan

kekuatan di luar manusia (anthropocentrism), hilangnya nilai-nilai non-materi

(materialism) dan penolakan terhadap certainty condition (relativism) (lebih jauh lihat Al-

Attas 1981). Ketika sekularisme telah muncul di awal pembentukannya di kalangan Barat

setelah Renaissance dan Revolusi Ilmiah serta Revolusi Teknologi. Diakui sendiri oleh

kalangan Barat, bahwa sekularisme telah keluar dari domain religi, dan telah bermakna

sosiologis (lihat misalnya sosiologi sekularisasinya Glasner 1992). Sekularisme dalam

akuntansi, ketika melihat akuntansi modern hanya memiliki sifat materialisme. Seperti

terlihat dalam laporan keuangan yang hanya memberikan informasi tentang aktivitas

perusahaan yang bersifat materi dan diukur dalam unit uang, atau singkatnya menyajikan

realitas materi saja.

Pemikiran kapitalisme seperti dijelaskan panjang lebar oleh Fukuyama (2003)

seorang pemikir politik beraliran Neo-Hegelisme, menyebutkan manusia adalah seperti

binatang yang memiliki kebutuhan alami dan hasrat terhadap benda di luar dirinya seperti

makanan, minuman, tempat berlindung, dan segala sesuatu yang mempertahankan

fisiknya. Namun, lanjut Fukuyama, manusia berbeda secara fundamental dari binatang,

karena disamping manusia memiliki hasrat terhadap orang lain, ia juga ingin “diakui”

oleh orang lain, terutama dia ingin diakui sebagai manusia dengan martabat dan

penghargaan tertentu. Penghargaan, menurut Fukuyama adalah pertama yang

berhubungan dengan keinginannya untuk mempertaruhkan kehidupannya demi

perjuangan memperoleh prestise yang lebih baik. Karena hanya manusia, lebih lanjut

Fukuyama menjelaskan, yang mengatasi instink hewan untuk mencapai prinsip-prinsip

tujuan yang lebih abstrak dan tinggi. Tujuan dalam peperangan berdarah pada awal

sejarah bukanlah makanan, tempat berlindung atau keamanan, tetapi semata-mata untuk

prestise.

Sehingga yang muncul kemudian adalah takut matinya seseorang atas orang lain,

dan akhirnya muncul yang dinamakan sebagai “tuan” dan “budak”. Berdasarkan filosofi

inilah kemudian kapitalisme berkembang, seperti yang dijadikan landasan Weber,

Page 10: Positive Accounting Theory

melegitimasi kapitalisme sebagai rasionalisasi kemajuan dan perbaikan manusia dalam

mengarungi dunia. Weber (2003) telah mengarahkan bagaimana Akuntansi sebagai alat

dari para pemilik modal untuk melegitimasi, mencatat dan mempertahkan kepentingan

pribadinya. Ketika perusahaan sebagai pusat modal dan simbol kekuasaan, berkembang

dengan pemisahan antara pemilik modal dan manejemen, maka yang terjadi sebenarnya

bukanlah konflik kepentingan dalam teori agensi. Dalam domain akuntansi, pengaruh

kapitalisme dijelaskan oleh Hines (1989), pertama, bahwa fungsi-fungsi akuntansi

berjalan di dalam lingkungan pasar kompetitif dan yang kuat yang akan bertahan. Pasar

diarahkan pada the invisible hand kompetisi bebas, perusahaan yang paling efisien yang

paling profitable dalam terminologi akuntansi. Kedua, asumsi produsen dan pengguna

informasi akuntansi bertindak rasional, yang menurut Hines merupakan terminologi yang

dibangun dari tradisi self-interest yang berdampak pada survival of the fittest.

Sehingga berakibat pada studi-studi akuntansi yang kurang memperhatikan aspek

eksternalitas. Dan ketiga, lebih mementingkan shareholders dan creditors, dimana hanya

hak kepemilikan (property rights) riil yang dianggap eksis, dan cenderung mereduksi hak-

hak masyarakat lainnya yang sarat dengan nilai.

Dua hal itulah (sekularisme dan kapitalisme) yang kemudian mengarahkan

pemikiran manusia Barat menjadi terobsesi dengan dirinya sendiri. Muncul dalam bentuk

pondasi ekonomi Barat yang berprinsip pada Self-Interest. Dengan prinsip utama self-

interest, berdampak pada kepentingan perusahaan yang berorientasi stockholders atau

shareholders.

Kepentingan tersebut adalah bentuk penegasian kekuatan di luar dirinya dan tidak

berlakunya nilai etis. Serta mengarahkan konteks ekonomi yang selalu berada pada

kondisi ketidakpastian yang mutlak, dan tidak bermanfaatnya eksternalitas kecuali

berdampak langsung terhadap dirinya. Ujung-ujungnya, adalah rekayasa kepentingan

manusia yang harus selalu memikirkan untuk dapat hidup dalam kepuasan dan

kesenangan (laissez-faire ). Dampak lanjutan dari self-interest dalam akuntansi, mengarah

pada laporan keuangan, informasi serta akuntabilitas pada shareholders maupun

stockholders (lihat misalnya Triyuwono 2000; Hameed 2000b; Harahap 2002). Bentuk

riilnya terpampang dalam Laporan Laba Rugi/Income Statement, dengan akhir

perhitungan, berupa Laba (earnings-based oriented).

Page 11: Positive Accounting Theory

Mathematical Constructions

Di samping itu, teori akuntansi, menurut Sterling (1990) bukan hanya reduksi informasi

akuntansi menjadi mathematical constructions, tetapi juga berhubungan dengan things

dan events. Bila memang asumsi akuntansi mirip studi kealaman, dengan demikian perlu

penggeseran tradisi keilmuan menjadi cabang ilmu matematika dan teknik, menjadi

penting S-Matrix Theory dari Geoffrey Chew yang merupakan gagasan teknis dari

Filsafat Bootstrap. Filsafat Bootstrap (Capra 2000) adalah teori puncak fisika kuantum

dan relativitas, dengan kesadaran kesalinghubungan esensial dan universal, memperoleh

unsur dinamisnya dari teori realitivitas dan dirumuskan dalam konteks probabilitas reaksi

dalam S-Matrix Theory. S-Matrix Theory yang menggabungkan konsep Kuantum dan

Relativitas layak dipertimbangkan untuk memahami sifat-sifat informasi akuntansi

sebagai representasi simbolik reaksi partikel (investor) yang dideskripsikan dalam knteks

kecepatan (momentum) investor ‘bermain’ di bursa saham.

Tetapi, sekali lagi, apakah mungkin S-Matrix Theory kemudian hanya terpakai

secara parsial dalam Teori Akuntansi Positif, seperti yang terjadi dalam pemakaian

asumsi dasar teoritis ekonomi Neo-Klasik yaitu konsep utility maximization dari Chicago

School, MIT, Harvard ataupun London School of Economics. Utility maximization yang

hanya dipakai sampai pada taraf kepentingan pemilik modal dan menegasikan asumsi

lanjutan yang bersifat Keseimbangan Pareto? Karena S-Matrix Theory mensyaratkan

empat postulat (prinsip umum) yang membatasi kemungkinan matematis untuk

mengkonstruksi elemen matriks S sehingga memberikan suatu struktur tertentu pada

matriks S.

Prinsip pertama, berasal dari teori relativitas, yaitu bahwa probabilitas-

probabillitas reaksi mesti tak tergantung (Independensi) pada perpindahan peralatan

eksperimental dalam ruang dan waktu, tak bergantung pada orientasinya dalam ruang dan

tergantung pada keadaan gerak dari pengamat. Independensi suatu reaksi partikel

terhadap orientasi dan perpindahannya dalam ruang dan waktu menyiratkan kekelan

jumlah total rotasi, momentum dan energi yang terlibat dalam reaksi. Simetri ini sangat

mendasar bagi aktivitas ilmiah.

Page 12: Positive Accounting Theory

Prinsip kedua, berasal dari teori kuantum, bahwa hasil reaksi tertentu hanya dapat

diprediksi dalam konteks probabilitas, dan lebih jauh lagi, jumlah probabilitas untuk

seluruh hasil yang mungkin – termasuk ketika tak terjadi interaksi antar partikel – harus

sama dengan satu. Dengan kata lain, kita bisa memastikan apakah partikel-partikel ini

akan berinteraksi satu sama lain, atau tidak sama sekali. Prinsip ini dinamakan prinsip

uniter yang secara tegas membatasi kemungkinan-kemungkinan untuk menyusun elemen

matriks S.

Prinsip ketiga dan keempat, terkait dengan gagasan tentang sebab akibat (prinsip

kasualitas). Prinsip ini menyatakan bahwa energi dan momentum berpindah melalui

jarak-jarak spasial hanya melalui partikel-partikel, dan perpindahan energi dan

momentum ini terjadi sedemikian sehingga sebuah partikel dapat tercipta dalam suatu

reaksi dan musnah dalam reaksi lainnya hanya jika reakis yang terakhir terjadi setelah

reaksi sebelumnya. Rumusan matematis dari prinsip energi dan momentum dari partikel-

partikel yang terlibat dalam suatu rekasi, kecuali untuk nilai-nilai dimana penciptaan

partikel-partikel yang baru menjadi mungkin. Pada nilai-nilai itu, struktur matematis dari

Matriks S berubah secara tiba-tiba; menjumpai apa yang disebut matematikawan sebagai

singularitas

Ulitity Maximization

Kemudian, berkaitan dengan reduksi positifisme logis atas ekuilibrium dan

definisi utility maximization yang masih dipahami sebagai approximation dalam bentuk

income, cashflow, abnormal return dan lainnya. Watts dan Zimmerman masih tidak

menginginkan adanya bentuk lain dari utility maximization seperti pandangan filantropis,

misalnya distribusi kesejahteraan atau value added. Atau mungkin di luar utility

maximization yang tidak ter’cover’ dalam asumsi dasar economic based accounting

theory. Seperti konsep mandatory-charity atau dalam bahasa budaya asli kita, shadaqah,

infaq dan zakat yang tidak (belum) dipahami dengan utuh dalam konsep Kapitalisme,

Materialisme dan Anthropocentrism (Self-Interest) yang merupakan substansi dari konsep

utility maximization Chicago School, MIT, Harvard ataupun London School of

Economics.

Page 13: Positive Accounting Theory

5. CATATAN AKHIR

Benarlah kemudian ketika Suwardjono (2005, 32-34; 482-495) yang meletakkan

pembahasan mengenai PAT sebagai bagian dari Akuntansi dalam Tataran Pragmatik.

Tataran Pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk menentukan apakah

pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilaku yang dituju. Teori akuntansi

pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap perubahan

perilaku pemakai informasi akuntansi. Apakah akhirnya pihak pemakai informasi tersebut

untuk dasar pengambilan keputusan merupakan masalah usefulness informasi. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya asosiasi antara angka akuntansi atau peristiwa (event) dengan

return, harga atau volume saham di pasar modal

Sebenarnya kontribusi keilmuan akuntansi tidak hanya bersifat pragmatis saja, tetapi

harus selalu dalam bentuk multidimensi dan multi arah. Tidak hanya bersifat linier dan

selalu dependensi satu arah atau beberapa arah yang membentuk parsial utility.

Kontribusi haruslah integrated utility, yang dengan itu maka akuntansi tidak terjebak pada

konteks pragmatis saja dengan ambil teori sana, ambil teori sini.

Akuntansi bukanlah “bangunan mati” yang dapat didirikan oleh batu batu, semen, pasir,

cat yang semuanya berasal dari benda mati. Tetapi bila ingin menjadi ilmu yang kokoh,

seharusnya mengarah menjadi “pohon hidup” keilmuannya sendiri. Struktur keilmuan

akuntansi yang memiliki akar kuat, ke dalam, memiliki batang yang kokoh, cabang dapat

memberikan tempat bagi daun dan buah untuk tumbuh, serta bermanfaat dan bagi

lingkungan serta entitas di luarnya.

.