portofolio oa
DESCRIPTION
yesTRANSCRIPT
REHABILITASI MEDIK PADA OSTEOARTHRITIS
Intervensi rehabilitasi mencakup: 1) pengurangan rasa nyeri; 2) pemeliharaan
serta pemulihan rentang sendi (ROM) dan kekuatan otot; 3) pengurangan beban
sendi; 4) pencegahan atau pengurangan kontraktur.
A. LATIHAN
Latihan atau exercise diperlukan untuk:
1. meningkatkan dan mempertahankan rentang sendi (ROM = Range of
Motion)
2. mengajar kembali (re-edukasi) dan menguatkan otot
3. meningkatkan ketahanan statik dan dinamik
4. memungkinkan sendi berfungsi secara biomekanik lebih baik
5. meningkatkan fungsi menyeluruh dan rasa nyaman penderita
Latihan terdiri dari :
1. Latihan Aktif dan Pasif ROM
Latihan fleksibilitas (ROM) yang dilakukan pada latihan fisik tahap
pertama dapat meningkatkan panjang dan elastisitas otot dan jaringan
sekitar sendi. Untuk pasien osteoartritis, latihan fleksibilitas ditujukan
untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan
mencegah kontraktur jaringan lunak.
2. Latihan Penguatan
Latihan kekuatan otot secara isometrik, isotonik, maupun isokinetik
dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan
berjalan pada pasien osteoartritis. Latihan isotonik memberikan perbaikan
lebih besar dalam menghilangkan nyeri.
Latihan isometrik diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan
akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometrik memberikan tekanan
ringan pada sendi dan ditoleransi baik oleh penderita osteoartritis dengan
pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan
otot dan ketahanan statis dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan
yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan.
Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometrik dikenakan pada
otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat. Apabila instabilitas
sendi dan nyeri berkurang program latihan bertahap diubah ke latihan
yang dinamis (isotonik).
Latihan isometric dilakukan dengan cara posisi duduk dan pasien
mengangkat salah satu tungkai bawah dan ditahan selama 6 hitungan, dan
dilakukan sampai 8-10 kali repitisi, dan dianjurkan ada periode istirahat
selama 20 detik selama pergantin repetisi. Hal yang perlu diperhatikan
dalah tidak boleh menahan nafas. Latihan untuk fase akut dapat dilakukan
2 kali per hari, dan terus ditingkatkan hingga 3-10 kali perhari.
Sedangkan isotonic dilakukan dengan cara pasien duduk di kursi
dengan diberi beban pada kaki. Beban pada kaki ditentukan oleh terapis,
pasien diminta untuk melakukan gerakan berulang semampunya dengan
beban tersebut tanpa henti, tanpa gerakan kompensasi dan setiap repetisi
gerakan dilakukan dengan kecepatan yang sama. Tes dianggap selesai
jika subjek berhenti karena kelelahan atau takut untuk melanjutkan suatu
gerakan yang telah dilakukan oleh subjek.
3. Latihan Peregangan (Stretching)
Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak sendi.
Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan otot-otot, sendi-
sendi dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan sebaiknya menjangkau
ruang gerak sendi yang tidak menimbulkan rasa nyeri.
4. Latihan Aerobic
Latihan aerobik penting untuk penderita OA karena pada penderita
OA sering terjadi penurunan kapasitas aerobik sebagai akibat kurangnya
aktivitas. Manfaat latihan aerobik antara lain meningkatkan kapasitas
aerobik, kekuatan otot, daya tahan, serta pengurangan berat badan. Selain
itu latihan aerobik juga dapat menyebabkan pelepasan opioid endogen,
serta memperbaiki gejala depresi dan kecemasan.
Bentuk latihan aerobik yang dianjurkan adalah berjalan, bersepeda,
berenang, senam aerobik, dan senam aerobik di kolam. Berenang dan
latihan di kolam menimbulkan stress sendi yang lebih ringan
dibandingkan bentuk latihan aerobik yang lain. Setiap sesion latihan
aerobik harus diawali oleh latihan pemanasan yang terdiri dari latihan
ROM dan diikuti oleh pendinginan dan peregangan.
B. FISIOTERAPI
1. Cold Therapy
Kompres dingin pada sendi rheumatoid akan menghambat
aktivitas kolagenase di dalam sinovium dan juga mengurangi spasme
otot. Terapi dingin sebagai salah satu modalitas fisik efektif untuk
mengurangi nyeri pada semua stadium (terutama stadium akut dan
subakut dini). Semua terapi dingin bersifat pendimginan superficial.
Transfer energinya secara konduksi, evaporasi dan konveksi.
Terapi dingin Kedalaman Transfer energi
Cold pack Superfisial Konduksi
Ice Massage Superfisial Konduksi
Cold water immersion Superfisial Konduksi
Cryotherapy-compresion unit Superfisial Konduksi
Vapocoolant spray Superfisial Evaporasi
Whirlpool bath Superfisial Konveksi
Efek fisiologis terapi dingin adalah vasokontriksi pembuluh
darah dan perlambatan sirkulasi darah sehingga dapat untuk
mengurangiatau menghentikan perdarahan, mengurangi edema dan
mengurangi inflamasi akut. Sebaliknya, pemberian terapi dingin yang
lebih lama terjadi vasodilatasi sekunder yang disebut Hunting response
yang dipercaya merupakan mekanisme proteksi jaringan perifer tubuh
(tangan, kaki) terhadap cedera dingin berupa kerusakan jaringan (infark,
gangren). Efek fisiologis terapi dingin terhadap neuromuskuler yaitu
meningkatkan ambang nyeri, menurunkan kecepatan hantaran saraf dan
mengurangi spasme otot. Terhadap sendi dan jaringan ikat efek terapi
dingin adalah menurunkan temperature intra artrikuler (kurang lebih 4º
C), aktivitas kolagenase synovial menurun dan memperlambat
kolagenolisis, namun efek negative terapi dingin adalah menurunnya
ekstensibilitas tendon dan menigkatkan kaku sendi.
Kontraindikasi terapi dingin yang paling sering adalah
intoleransi terhadap dingin, neuropraksia atau aksonotmeses yang
diinduksi oleh terapi dingin. Hipersensitivitas terhadap dingin berupa
urtikaria akibat suatu proses dengan mediator sel mast. Selain itu juga
pada raynaud disease merupakan kondisi idiopatik yang ditandai dengan
spasme arteriol yang dicetuskan oleh suhu dingin, oleh sebab itu pada
pemberian terapi dingin diperlukan pengetahuan mengenai indikasi dan
kontraindikasi yang tepat untuk keamanan penderita.
2. Heating Therapy
a. Superfisial
Penggunaan terapi panas superficial untuk penderita arthritis
sudah lama diperkenalkan, penderita arthritis yang menggunakan
kolam air panas, mandi air hangat, hot pack dan sumber air mineral
melaporkan pengurangan nyeri dan pengurangan kaku sendi, terutama
pada fase sub akut dan kronik. Terapi panas menurut penetrasinya
dibagi menjadi superficial dan dalam, sedangkan menurut mekanisme
transfer panasnya dibagi menjadi konduksi, konveksi, radiasi,
evaporasi dan konversi.
Efek fisiologis terapi panas terhadap hemodinamik adalah
meningkatnya aliran darah, vasodilatasi meningkatkan penyerapan
nutrisi, lekosit dan antibody dan meningkatkan pembuangan sisa
metabolic dan sisa jaringan dan membantu resolusi kondisi inflamasi.
Namun vasodilatasi juga menyebabkan peningkatan perdarahan dan
edema dan dapat membuat kambuh kondisi inflamasi.
Pada neuromuskular, terapi panas meningkatkan ambang nyeri
dan meningkatkan kecepatan konduksi saraf. Pada sendi dan jaringan
ikat dapat meningkatkan ekstensibilitas tendon dan menurunkan
kekakuan sendi.
Kontraindikasi penggunaan terapi panas meliputi trauma atau
inflamasi akut, pasien dengan gangguan sirkulasi, diatese hemoragik,
edema, jaringan parut yang luas, gangguan sensasi, keganasan,
gangguan komunikasi atau kognitif yang tidak dapat melaporkan
nyeri.
Panas akan mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot,
mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon.
b. Deep ( MWD, SWD, Laser )
1. MWD (Micro Wave Diathermy)
MWD merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan
stressor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh
arus listrik bolak-balik (AC) dengan frekuensi 2450 MHz dan
panjang gelombang 12,25 cm. Penetrasi MWD terhadap jaringan
sangat dangkal atau superficial ± 3 cm dan efek termal yang
dihasilkan bersifat lokal tepat pada area yang diobati yaitu daerah
lutut. Energi elektromagnetik yang dipancarkan sangat kuat dan
perubahan temperatur lebih cepat terabsorbsi pada jaringan yang
mengandung banyak cairan atau darah Efek dari micro wave
diathermy antara lain :
a. Efek psikologis
Efek psikologis yang dihasilkan adalah meningkatkan
temperatur lokal. Dari peningkatan temperatur ini akan
menimbulkan beberapa reaksi antara lain:
1) Meningkatkan aktivitas metabolisme. Dengan
meningkatkan sirkulasi darah, maka pengangkutan sisa
metabolisme juga akan meningkat. 2) Meningkatkan aliran
darah. Rasa hangat yang dihasilkan MWD dapat memberikan
pengaruh vasodilatasi pembuluh darah sehingga suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan juga semakin meningkat. 3) Menstimulasi
reseptor saraf yang terdapat dalam kulit atau jaringan.
Efek termal yang dihasilkan MWD dapat menaikkan ambang
rangsang nyeri (threshold) dari serabut saraf disekitar lutut
sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, sirkulasi
darah ke jaringan akan meningkat dan diikuti dengan
pembuangan substansi nyeri, sehingga akan didapatkan efek
sedatif pada jaringan
b. Efek terapeutik.
Efek terapeutik yang dihasilkan adalah meningkatkan
suplai darah, mengurangi nyeri dan mengurangi spasme otot
Adapun kontra indikasi dalam pemberian MWD diantaranya
sebagai berikut 1) logam pada tubuh, 2) gangguan peredaran
darah/ pembuluh darah, 3) nilon dan bahan lain yang tidak
menyerap keringat, 4) jaringan dan organ yang mempunyai
banyak cairan seperti mata atau luka yang basah, 5) gangguan
sensibilitas, 6) kehamilan, 7) menstruasi.
2. SWD (Short Wave Diathermy)
SWD adalah Suatu alat terapi yang menggunakan
pemanasan yang pada jaringan dengan merubah energi
elektromagnet menjadi energi panas.
Kemampuan dari sebuah alat diatermi untuk menghasilkan
panas di jaringan tergantung dari besarnya energi yang dihasilkan
dari panas. Sama seperti penggunaan SWD untuk pengobatan
kronik rheumatoid di lutut menunjukan peningkatan sirkulasi
sekitar 60%, yang mana pada kebanyakan pengobatan akut
rheumatoid lutut didapatkan penurunan dari sirkulasi. Penurunan
ini di bandingkan dengan penurunan sirkulasi pada pengobatan
dengan hidrokortison. Haris mengatakan SWD dapat digunakan
secara rasional pada pemanasan ringan terapi di rematoid arthritis
dengan inflamasi akut dari sendi.
Beberapa pasien mungkin mengalami luka bakar dangkal.
Karena terapi melibatkan panas, maka penggunaannya perlu hati-
hati untuk menghindari luka bakar, khususnya pada pasien yang
cedera dan telah terjadi penurunan sensitivitas terhadap panas.
Selain itu, diatermi dapat mempengaruhi fungsi alat pacu jantung
dan pasien wanita yang menerima perawatan di punggung bawah
atau daerah panggul dapat mengalami peningkatan aliran
menstruasi.
3. Elecrotherapy
Electrotherapy, atau terapi listrik merupakan terapi dengan
menggunakan listrik arus rendah. Arus listrik terjadi karena adanya arus
elektron yang melewati konduktor. Arus listrik yang diapliaksikan pada
syaraf dapat berupa arus AC (alternating current), DC (direct curent)
maupun pulsed. Arus listrik tersebut pada intensitas dan durasi yang
memadai dapat meningkatkan kerja syaraf dalam merangsang jaringan
yang dipersarafi. Tiga jenis syaraf secara fisiologis dibedakan menjadi:
sensoris, motoris dan persepsi nyeri. Listrik arus rendah dapat
mengurangi nyeri dengan memblokir saraf sensorik. Arus listrik rendah
ini juga dapat menstimulasi saraf motorik karena impuls elektrik ini
menyerupai impuls saraf otak untuk menstimulasi gerakan otot.
Oleh karenanya terapi ini dapat digunakan untuk memperbaiki
kelemahan otot.
Beberapa teori tentang mekanisme terapi listrik dalam
mengurangi nyeri antara lain adalah lewat mekanisme menghambat
transmisi nyeri ke otak (gate control theory) dan teori kedua adalah lewat
mekanisme pengeluaran endorphins (suatu hormon dalam otak yang
menurunkan kepekaan terhadap nyeri dan mempengaruhi emosi).
Arus listrik AC, DC maupun pulsed dapat digunakan untuk
memodulasi nyeri dan untuk memacu kontraksi otot. Khusus arus DC
dapat digunakan untuk ionthoporesis yang merupakan usaha
memasukkan bahan topikal dengan menggunakan arus listrik.
Sebelum dilakukan electrotherapy, ahli fisioterapi harus melacak
riwayat penyakit serta mengadakan pemeriksaan fisik dengan fokus
utama pada area yang mengalami nyeri. Penilaian terhadap nyeri
dilakukan untuk menilai frekuensi, intensitas dan durasi nyeri.
Penderita juga harus ditanya apakah nyeri sampai menimbulkan
keterbatasan gerakan atau apakah gerakan tertentu dapat meningkatkan
atau mengurangi nyeri.
Penderita diminta untuk menggambarkan intensitas nyeri
dengan skala 0 (tidak nyeri) sampai dengan 10 (nyeri yang tidak
tertahankan). Skala ini penting untuk mengevaluasi apakah suatu
tindakan dapat mengurangi nyeri. Ahli fisioterapi bertugas untuk
menentukan jenis terapi listrik yang paling tepat, frekuensi serta
durasi terapi sesuai dengan jenis dan keparahan gangguan. Terapi listrik
ini biasanya dikombinasikan dengan jenis terapi lain misalkan manual
therapy.
Pada umumnya, elektroda atau kumparan kawat diletakkan
diatas bagian yang mengalami gangguan atau bagian yang perlu
stimulasi. Pada beberapa teknik alat-lat ini diimplantasikan dibawah
kulit. Elektroda tersebut biasanya dihubungkan pada komputer yang
diprogram untuk menghasilkan besar arus yang sesuai dengan
kebutuhan. Arus listrik tersebut kemudian akan menstimulasi otot dan
saraf pada area tersebut. Komputer dapat pula mengukur respon
penderita terhadap terapi. Pada umumnya terapi listrik tidak
menimbulkan nyeri atau rasa tidak nyaman. Penderita mungkin
merasakan sensasi getaran yang ringan. Penderita biasanya akan
merasakan berkurangnya rasa nyeri setelah perlakuan. Pada beberapa
jenis terapi penderita memrlukan beberapa kali terapi sebelum
merasakan adanya perbaikan.
Beberapa jenis terapi seperti TENS dapat dilakukan sendiri
di rumah oleh penderita setelah penderita diberi pelatihan sehingga
dapat mengurangi ketergantungan penderita terhadap therapist.
Antara electrotherapy yang boleh dilakukan pada pasien osteoarthritis
adalah :
Transcutaneous electro nerve stimulation (TENS) yang merupakan
alat portable bertenaga baterai yang dapat menghasilkan arus listrik
bertegangan rendah yang dialirkan ke kulit lewat elektroda yang
diletakkan diatas area yang mengalami gangguan. Arus listrik
mengeblok saraf sensorik area tersebut dengan jalan menghambat
transmisi nyeri menuju otak.
Transcutaneous electro joint stimulation (TEJS) yang merupakan
pemberian arus listrik melalui elektroda yang dilakukan pada
permukaan sendi.
Iontophoresis yang merupakan teknik meningkatkan absorbsi obat
topical dengan bantuan arus listrik. Teknik ini dapat digunakan
untuk terapi nyeri leher, nyeri punggung, arthritis, cedera rotator
cuff dan bursitis. Pada teknik ini diperlukan arus DC intensitas
rendah dengan mode gelombang kontinyu agar gelombang dapat
mendorong obat masuk ke dalam kulit.
TENS mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar
maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi
sensoris ke sistem saraf pusat. Efektivitas TENS dapat diterangkan lewat
teori kontrol gerbang (gate control )nya Melzack dan Wall yang
diaplikasikan dengan intensitas comfortable. Lewat stimulasi antidromik
TENS dapat memblokir hantaran rangsang dari nociceptor ke medulla
spinalis. Stimulasi antidromik dapat mengakibatkan terlepasnya materi P
dari neuron sensoris yang akan berakibat terjadinya vasodilatasi arteriole
yang merupakan dasar bagi terjadinya triple responses.
Mekanisme lain yang dapat dicapai oleh TENS ialah
mengaktivasi system saraf otonom yang akan menimbulkan tanggap
rangsang vasomotor yang dapat mengubah kimiawi jaringan. Postulat
lain menyatakan bahwa TENS dapat mengurangi nyeri melalui
pelepasan opioid endogen di SSP. TENS dapat juga menimbulkan efek
analgetik lewat sistem inhibisi opioid endogen dengan cara mengaktivasi
batang otak. Stimulasi listrik yang diberikan cukup jauh dari jaringan
yang cidera /rusak, sehingga jaringan yang menimbulkan nyeri tetap
efektif untuk memodulasi nyeri.
Pada penggunaan TENS perlu diperhatikan beberapa hal yaitu
tentang indikasi dan kontra indikasi pada penggunaan TENS.
Indikasinya dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut dan nyeri kronis,
indikasinya meliputi : Nyeri akibat trauma, musculoskeletal, sindroma
kompresi neurovaskuler, neuralgia, causalgia. Sedangkan kontra indikasi
dari TENS yaitu pada penderita dengan alat pacu jantung, alat-alat listrik
yang ditemukan pada tubuh pasien.
Efek samping dari TENS yang sering timbul adalah alergi pada
kulit dimana elektroda ditempelkan. Reaksi tersebut biasanya disebabkan
oleh gel pada waktu menempelkan elektroda.
C. OKUPASI TERAPI
Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas kehidupan sehari-
harinya dengan posture tubuh, terutama leher yang baik dan benar.
Mekanisme badan yang baik (good body mechanism) yang diajarkan adalah:
1. Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher.
2. Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping.
3. Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan sehingga mata/
kepala harus keatas/ tengadah untuk kompensasi.
4. Bekerjalah didepan obyek setinggi mata.
5. Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandar dan
hindari menyetir mobil terlalu lama.
6. Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV, sehingga
kepala bisa bersandar.
7. Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara bahu dan
kepala.
8. Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama.
D. ORTESA
Ortosis atau alat bantu atau bidai diberikan untuk
1. Mengurangi beban sendi
2. Menstabilkan sendi
3. Mengurangi gerakan sendi
4. Memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal
5. Mencegah deformitas
Contoh: Knee brace/ insole
E. PSIKOLOGIS
Intervensi psikososial diperlukan pada penderita yang menunjukkan
gejala reaksi menyangkal, represi dan depresi serta marah. Hal ini terjadi
apabila penyakitnya terutama rasa nyeri sangat mengganggu sehingga selain
mengatasi rasa nyeri ia harus menyesuaikan dengan keterbatasan fungsi
ataupun deformitas baik karena penyakit maupun akibat sampingan obat;juga
reaksi teman, anggota keluarga dan masyarakat. Bantuan psikologis bagi
penderita dan keluarga sering diperlukan dan dapat diberikan dalam bentuk
terapi kelompok.
F. EDUKASI DAN HOME EXERCISE PROGRAM
Edukasi dan program latihan di rumah merupakan hal yang penting
bagi penderita OA. Edukasi yang diberikan terutama tentang penyakit OA,
prinsip perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala OA, dan program
latihan di rumah. Program yang diberikan adalah latihan yang aman
dilakukan di rumah berupa latihan penguatan otot, latihan luas gerak sendi,
dan latihan enduran/daya tahan. Pasien dengan berat badan lebih dianjurkan
untuk mengurangi berat badannya.
Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan
menghindari gerakan fleksi yang berlebihan, menghindari memposisikan
sendi pada satu posisi dalam waktu yang lama, menghindari overuse,
mengontrol berat badan, mengurangi beban pada sendi yang nyeri,
menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, mendistribusikan tekanan,
menggunakan otot dan sendi yang paling kuat, dan menggunakan gerakan
dengan biomekanik yang baik..
Home exercise program atau program latihan di rumah sangat
penting bagi pasien OA. Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan
di rumah merupakan tujuan yang utama karena sangat berhubungan dengan
perbaikan fungsi fisik penderita OA.