refrat oa rm

55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. OA merupakan bentuk yang paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika Serikat. Hal ini mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga mempengaruhi hampir 27 juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80% penduduk telah terbukti OA (radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari mereka yang memiliki gejala (Wiken, 2009). Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi 1

Upload: salma-asri-nova

Post on 06-Aug-2015

190 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Oa Rm

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang

berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis

tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. OA merupakan bentuk

yang paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika

Serikat. Hal ini mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga

mempengaruhi hampir 27 juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80%

penduduk telah terbukti OA (radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari

mereka yang memiliki gejala (Wiken, 2009).

Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi

dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi

pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab

tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih

dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang

bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang

berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang

menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi

yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan,

kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun. Prevalensi

kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia (Wiken, 2009).

Klinis osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien dengan

osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan gerakan, dan efusi

sendi. Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang dan subluksasi. Sebagian

besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri sendi. Pasien sering

menggambarkan nyeri yang dalam, ketidaknyamanan yang sukar dilokalisasikan, yang

telah dirasakan selama bertahun-tahun. Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas biasanya

terasa segera setelah penggunaan sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam

setelah aktivitas. (Wiken, 2009).

1

Page 2: Refrat Oa Rm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang

berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutu, dan pergelangan kaki

paling sering terkena OA..(Soeroso, 2009).

Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-sendi

penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa memburuknya tulang rawan

sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi, metabolisme fisiologis

maupaun patologis yang terjadi pada perendian (Dharmawirya, 2000).

B. Epidemiologi

OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama pada

orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan OA pada

gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45

tahun prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada

umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan

beban tubuh (Ariani, 2009).

Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada

usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoartritis lutut prevalensinya

cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh

nyeri waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada

derajat nyeri yang berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1

sampai 2 juta orang la njut usia di Indonesia menderita cacat karena OA (Soeroso. 2009)

C. Etiologi

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA

sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak

diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan

lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,

inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang

2

Page 3: Refrat Oa Rm

terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder

(Tjokroprawiro, 2007).

Tidak ada bakteri atau virus yang menyebabkan osteoarthritis, beberapa faktor

predisposisi terjadinya osteoarthritis dipengaruhi antara lain:

1. Umur

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang

terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya

umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan

sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara

umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.

2. Jenis kelamin

Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya osteoartritis

pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering

terjadi pada pria dari wanita. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi,

dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.

3. Suku bangsa

Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan prevalensi

pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan

cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan kongenital dan

pertumbuhan.

4. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen

prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti

kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada

osteoartritis.

5. Kegemukan dan penyakit metabolik

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi

penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan

ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban,

tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang

berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes

melitus dan hipertensi.

6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga

3

Page 4: Refrat Oa Rm

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan

dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh

raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih

tinggi.

7. Kelainan pertumbuhan

Kelainan kongenital dan pertumbuhan pahav(misalnya penyakit Perthex dan dislokasi

kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda.

8. Faktor-faktor lain

Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini

mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi

benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi

menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada

orang gemuk dan pelari (karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif antara

osteoporosis dengan OA.

Proses utama OA sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan satu-satunya

sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang

akan memicu proses patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis berbagai komponen yang

diperlukan dalam pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya.

Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks rawan sendi

melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.( Soeroso. 2007)

Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan

suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai

kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara

degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Tjokroprawiro,

2007).

Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi

rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses

degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi

yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada

terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang

terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang buruk

tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari

menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi khondrosit.

4

Page 5: Refrat Oa Rm

Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan

mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses

peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini

menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah

subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral

tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan

interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui

mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit

itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan

prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta

spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan.

Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum

dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena

intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan

subkondral (Tjokroprawiro, 2007). Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu

terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi

akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak

kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral

berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat

dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu

pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu

bengkak.

Gambar 2.1 Osteoartritis

5

Page 6: Refrat Oa Rm

Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh

jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin

aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF

α dan β, dan interferon (IFN) α dan . Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel

cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu

stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit

(Tjokroprawiro. 2007).

Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan

perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan

sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih

rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci

membuktikan bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan

kembali normal setelah 3-4 minggu (Soeroso, 2009).

D. Etiopatologi Nyeri pada Osteoartritis

Nyeri biasanya dicirikan sebagai nociceptive, neuropatik, idiopatik atau psikogenik.

reseptor di erent dan pemancar rasa sakit yang terlibat, dan tanggapan terhadap agen

analgesik di ¡eh dalam kategori seperti halnya pola distribusi nyeri. Nyeri juga dicirikan

tentang kualitas (menusuk, sakit, menembak atau paresthetic), apakah itu bersifat permanen

atau tidak tetap, atau apakah hal itu berkaitan dengan saat latihan, hari, saring dan stres fisik

atau mental.

Nyeri pada (OA) yang paling sering di pinggul dan lutut, yaitu sendi besar di bawah

beban mekanis. Perubahan degeneratif seiring dengan rasa sakit juga sangat umum di tulang

belakang, namun sering kali ada kontroversi mengenai apakah rasa sakit yang dihasilkan

dari OA pada sendi intervertebralis, degenerasi disk atau dalam struktur lain seperti otot dan

ligamen(Subagjo, 2000).

Selanjutnya osteophytes, sinovitis dan penebalan kapsul dalam OA sendi

intervertebralis serta herniasi dari disko merosot dengan iritasi mekanik dan kimia struktur

saraf dapat menyebabkan nyeri neurogenik asal perifer (Subagjo, 2000).

Nyeri pada OA dapat mulai baik dari tulang subchondral, seperti ketika OA

berkembang sebagai penyebab dari nekrosis avaskular di kepala femoral dari lesi primer

tulang rawan (Sapu et al 2001) atau dari sendi bengkak dan reaksi inflamasi disertai distensi

dari kapsul(Subagjo, 2000).

6

Page 7: Refrat Oa Rm

E. Klasifikasi

Seperti telah dijelaskan di atas OA dapat terjadi secara orier (idiopatik) maupun

sekunder, seperti yang tercantum di bawah ini:

IDIOPATIK SEKUNDER

Setempat

Tangan:

- nodus Heberden dan Bouchard (nodal)

- artritis erosif interfalang

- karpal-metakarpal I

Kaki:

- haluks valgus

- haluks rigidus

- jari kontraktur (hammer/cock-up toes)

- talonavikulare

Coxa

- eksentrik (superior)

- konsentrik (aksial, medial)

- difus (koksa senilis)

Vertebra

- sendi apofiseal

- sendi intervertebral

- spondilosis (osteofit)

- ligamentum (hiperostosis, penyakit Forestier,

diffuse idiopathic skeletal

hyperostosis=DISH)

Tempat lainnya:

- glenohumeral

- akromioklavikular

- tibiotalar

- sakroiliaka

- temporomandibular

Menyeluruh:

Trauma

− akut

− kronik (okupasional, port)

Kongenital atau developmental:

Gangguan setempat:

− Penyakit Leg-Calve-Perthes

− Dislokasi koksa kongenital

− Slipped epiphysis

Faktor mekanik

− Panjang tungkai tidak sama

− Deformitas valgus / varus

− Sindroma hipermobilitas

Metabolik

− Okronosis (alkaptonuria)

− Hemokromatosis

− Penyakit Wilson

− Penyakit Gaucher

Endokrin

− Akromegali

− Hiperparatiroidisme

− Diabetes melitus

− Obesitas

− Hipotiroidisme

Penyakit Deposit Kalsium

− deposit kalsium pirofosfat dihidrat

− artropati hidroksiapatit

Penyakit Tulang dan Sendi lainnya

Setempat:

7

Page 8: Refrat Oa Rm

Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut diatas

(Kellgren-Moore)

− Fraktur

−Nekrosis avaskular

Tabel 2.1 Osteoartritis idiopatik dan sekunder, (Setyohadi, 2000)

F. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari OA biasanya terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya

persendian akan terasa nyeri di persendian, kemudian nyeri tersebut akan menjadi persisten

atau menetap, kemudian diikuti dengan kekakuan sendi terutama saat pagi hari atau pada

posisi tertentu pada waktu yang lama (Subagjo, 2000).

Tanda kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun dari tidur

atau duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau lebih persendian,

terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian digerakkan(Subagjo, 2000).

Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot. Terdapatnya luka

mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering ditemukan, dan dalam cairan sendi

superfisial, penebalan sinovial atau osteofit dapat teraba (Hoaglund, 2001).

Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada jarak tertentu; hal

ini mungkin disertai dengan krepitasi.Beberapa gerakan lebih terbatas dari yang lainnya

oleh karena itu, pada ekstensi panggul, abduksi dan rotasi interna biasanya merupakan

gerakan yang paling terbatas. Pada stadium lanjut ketidakstabilan sendi dapat muncul

dikarenakan tiga alasan: berkurangnya kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris,

dan kelemahan otot (Hoaglund, 2001).

Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada

satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas

berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan memperhatikan gejala-gejala

dan tanda-tanda sebagai berikut (Moskowitz, 2001) :

1. Nyeri sendi

Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA

merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada pergerakan dari

sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dapat menjalar

(radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten

merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal yang telah mengalami

stenosis spinal. Predileksi OA pada sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I),

Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi apofiseal tulang belakang, lutu, dan paha).

8

Page 9: Refrat Oa Rm

2. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)

Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena duduk di

kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan sering disebutkan

kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).

3. Hambatan pergerakan sendi

Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara

perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi

4. Krepitasi

Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.

5. Perubahan bentuk sendi

Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa perubahan

bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur

sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berjalan dan

perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada lutut atau tangan

mengalami perubahan bentuk membesar secara perlahan-lahan.

6. Perubahan gaya berjalan

Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir semua

pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan

gaya berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri.

G. Diagnosis

Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan

laboratoris (JH Klippel, 2001) :

1. Klinis:

Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:

a. umur > 50 tahun

b. kaku sendi < 30 menit

c. krepitus

d. nyeri tekan tepi tulang

e. pembesaran tulang sendi lutut

f. tidak teraba hangat pada sendi

2. Klinis, dan radiologis:

Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:

a. umur > 50 tahun

9

Page 10: Refrat Oa Rm

b. kaku sendi <30 menit

c. krepitus disertai osteofit

3. Klinis dan laboratoris:

Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:

a. usia >50 tahun

b. kaku sendi <30 menit

c. Krepitus

d. nyeri tekan tepi tulang

e. pembesaran tulang

f. tidak teraba hangat pada sendi terkena

g. LED<40 mm/jam

h. RF <1:40

i. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan

disertai 3 atau 4 kriteria berikut:

1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan

2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)

3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)

4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan

Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-

masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

H. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran

radiologis.

Gambaran radiografi sendi yang

menyokong diagnosis OA, ialah:

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali

asimetris (lebih berat pada daerah yang

menanggung beban)

b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang

subkondral

c. Kista tulang

10

Page 11: Refrat Oa Rm

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan pemeriksaan radiologi, Kellgren & Lawrence menyusun gradasi OA lutut

menjadi :

a. Grade 0 :  tidak ada OA

b. Grade 1 :  sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan

c. Grade 2 :  terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak

nampak deformitas tulang.

d. Grade 3 :  terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah

sendi.

e. Grade 4 :  terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya

celah sendi.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok

pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas

normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan.

Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid dan komplemen) juga normal. Pada

OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis

ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan

protein. (Soeroso, 2009)

3. Pemeriksaan Marker

Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul

yang akan dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin.

Beberapa marker molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis,

prognostik dan monitor penyakit sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula

mengidentifikasi mekanisme penyakit pada tingkat molekuler.

Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain:

Keratan sulfat, Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric

matrix protein), metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan

sulfat dalam serum dapat digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker

sering pula digunakan untuk menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan

derajat penyakit.

11

Page 12: Refrat Oa Rm

Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker

prognostik untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA

maka hialuronan serum dapat digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut

akan terjadinya progresivitas OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat

membuat prediksi terhadap progresivitas penggunaan untuk petanda lainnya maka

marker untuk prognostik ini masih diteliti lagi secara prospektif dan longitudinal

dengan jumlah pasien yang lebih besar.

Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons

pengobatan. Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan

dan yang masih tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi

penting dari perangai proses metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh

maka fragmen agrekan yang dilepaskan dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal

dalam matriks, sangatlah konsisten dengan aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda

fungsinya terhadap matriks rawan sendi pada OA. Enzim tersebut ialah strolielisin dan

agrekanase. Penelitian penggunaan marker ini sedang dikembangkan.

I. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:

1. Meredakan nyeri

2. Mengoptimalkan fungsi sendi

3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup

4. Menghambat progresivitas penyakit

5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena)

dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:

1. Terapi non-farmakologis:

a. Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar

penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai. Untuk

proteksi atau pemeliharaan sendi (Joint Protection) dikenal 12 prinsip sebagai

berikut:

1) Memakai sendi yang terkuat atau terbesar untuk melakukan tugas.

2) Membagi beban pada beberapa sendi.

3) Gunakan setiap sendi pada posisi yang paling stabil dan fungsional.

4) Gunakan mekanisme tubuh yang baik.

12

Page 13: Refrat Oa Rm

5) Kurangi tenaga yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan.

6) Hindari terlalu lama mempertahankan posisi sendi yang sama.

7) Usahakan gerakan sendi penuh dan lengkap dalam aktivitas sehari-hari.

8) Hindari posisi dan aktivitas sendi.

9) Organisasikan pekerjaan.

10) Seimbangkan pekerjaan dan istirahat.

11) Gunakan penyimpanan yang efisien.

12) Hilangkan tugas yang tidak penting.

b. Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan faktor

yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu

dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan

penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.

c. Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi

1) Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan

melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit.

2) Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan

menambah luas pergerakan sendi.

2. Terapi Farmakologis:

a. Obat Sistemik

1) Analgesik oral

2) Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

3) Chondroprotective

Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat

menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA,

sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti

Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis

Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini

adalah: Tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan,

vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.

4) Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian)

Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep pengobatan

tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan peningkatan fungsi

dengan efek samping ringan diantara pasien dengan OA lutut dari sedang sampai

parah. Tranezumad adalah suatu humanis IgG2 monoklonal antibodi yang bekerja

13

Page 14: Refrat Oa Rm

menghambat nerve growth factor yang memblik interaksi antara nerve factor

dengan receptor. TrkA dan p75. (Nancy, 2011)

b. Obat topical

1) Krim rubefacients dan capsaicin.

Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya

bersifat counter irritant.

2) Krim NSAIDs

Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran

yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah

gel piroxicam, dan sodium diclofenac.

c. Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama

dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam

penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal

maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni

penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan

hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang

sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan

tambahan dalam bidang reumatologi.

1) Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)

Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik. Kejadian

inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu obat ini

dipakai dan obat ini mampu mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu

singkat. Penelitian selanjutnya tidak menunjukan keuntungan yang nyata pada

pasien OA, sehingga hal ini masih kontroversial.

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan

inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat

mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi

terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar

untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak

menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau

setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.

Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk

sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

14

Page 15: Refrat Oa Rm

2) Asam hialuronat

Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah

memperbaiki viskositas cairan synovial. Obat ini diberikan intra-artikuler. Obat

ini memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui

agregasi dengan proteoglikan.

Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra

artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.

Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-

masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan

benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis

jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan

dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3

sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.

3) Stem sells

Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan stem sel

untuk terapi OA terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran. Dilakukan

penelitian selama periode satu tahun, dengan menyuntikan stem sel intraartikular

kepada pasien dengan OA lutut yang berat. Didapatkan hasil ysng puas dan tidak

ditemukan efek samping lokal atau sistemik. Nyeri, status fungsional lutut, dan

berjalan kaki cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi, setelah itu

rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien berjalan sedikit

menurun. Perbandingan gambar resonansi magnetik (MRI) pada awal dan enam

bulan pasca-suntikan sel didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan,

perluasan jaringan perbaikan atas tulang subchondral dan penurunan yang cukup

besar dalam ukuran patch pembengkakan subchondral dalam tiga dari enam

pasien.

Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago artikular yang

hancur dalam lutut osteoarthritic. Menurut hasil penelitian ini, disimpulkan

bahwa semua parameter dievaluasi muncul semakin meningkatkan hingga enam

bulan pasca injeksi. Nilai ini sedikit berkurang sampai 12 bulan pasca injeksi.

Untuk alasan ini, dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan membutuhkan

enam bulan setelah injeksi pertama. (Emadedin, 2012)

d. Pembedahan

15

Page 16: Refrat Oa Rm

Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih

dahulu risiko dan keuntungannya.

Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :

1) Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

2) Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan

rehabilitative

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

1) Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut

dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang

sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau

meniscus repair (Chapman, 2001).

2) Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru

ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam

high-density polyethylene (Thomas, 2000).

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

1) Partial replacement/unicompartemental

2) High tibial osteotmy : orang muda

3) Patella &condyle resurfacing

4) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh

ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.

5) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability

(Solomon, 2001).

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,

instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi

meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi,

Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein

thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi,

loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan

dari Total Knee Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan mobilitas dan

gerakan, koreksi deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas

hidup.(Solomon, 2001).

16

Page 17: Refrat Oa Rm

BAB III

REHABILITASI MEDIK PADA OSTEOARTHRITIS

Intervensi rehabilitasi mencakup: 1) pengurangan rasa nyeri; 2) pemeliharaan

serta pemulihan rentang sendi (ROM) dan kekuatan otot; 3) pengurangan beban

sendi; 4) pencegahan atau pengurangan kontraktur; 5) pemeliharaan

susunan/kesegarisan sendi.

A. LATIHAN

Latihan atau exercise diperlukan untuk:

1. meningkatkan dan mempertahankan rentang sendi (ROM = Range of

Motion)

2. mengajar kembali (re-edukasi) dan menguatkan otot

3. meningkatkan ketahanan statik dan dinamik

4. memungkinkan sendi berfungsi secara biomekanik lebih baik

5. meningkatkan fungsi menyeluruh dan rasa nyaman penderita

Latihan terdiri dari :

1. Latihan Aktif dan Pasif ROM

Latihan fleksibilitas (ROM) yang dilakukan pada latihan fisik tahap

pertama dapat meningkatkan panjang dan elastisitas otot dan jaringan

sekitar sendi. Untuk pasien osteoartritis, latihan fleksibilitas ditujukan

untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan

mencegah kontraktur jaringan lunak.

2. Latihan Penguatan

Latihan kekuatan otot secara isometrik, isotonik, maupun isokinetik

dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan

berjalan pada pasien osteoartritis. Latihan isotonik memberikan perbaikan

lebih besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk

latihan kekuatan awal pada pasien osteoartritis dengan nyeri lutut saat

latihan. Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan

paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat evaluasi,

sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki stabilitas sendi dan

ketahanan berjalan.

17

Page 18: Refrat Oa Rm

Latihan isometrik diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan

akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometrik memberikan tekanan

ringan pada sendi dan ditoleransi baik oleh penderita osteoartritis dengan

pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan

otot dan ketahanan statis dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan

yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan.

Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometrik dikenakan pada

otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat. Apabila instabilitas

sendi dan nyeri berkurang program latihan bertahap diubah ke latihan

yang dinamis (isotonik).

3. Latihan Peregangan (Stretching)

Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak sendi.

Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan otot-otot, sendi-

sendi dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan sebaiknya menjangkau

ruang gerak sendi yang tidak menimbulkan rasa nyeri.

4. Latihan Endurance (Ketahanan)

5. Latihan Aerobic

Latihan aerobik penting untuk penderita OA karena pada penderita

OA sering terjadi penurunan kapasitas aerobik sebagai akibat kurangnya

aktivitas. Manfaat latihan aerobik antara lain meningkatkan kapasitas

aerobik, kekuatan otot, daya tahan, serta pengurangan berat badan. Selain

itu latihan aerobik juga dapat menyebabkan pelepasan opioid endogen,

serta memperbaiki gejala depresi dan kecemasan.

Bentuk latihan aerobik yang dianjurkan adalah berjalan, bersepeda,

berenang, senam aerobik, dan senam aerobik di kolam. Berenang dan

latihan di kolam menimbulkan stress sendi yang lebih ringan

dibandingkan bentuk latihan aerobik yang lain. Setiap sesion latihan

aerobik harus diawali oleh latihan pemanasan yang terdiri dari latihan

ROM dan diikuti oleh pendinginan dan peregangan.

Jika latihan jalan kaki atau jogging menyebabkan gejala yang

dikeluhkan pasien bertambah berat, intensitas latihan harus dikurangi atau

bentuk latihan dirubah. Alas kaki yang baik sangat penting dan latihan

18

Page 19: Refrat Oa Rm

lebih baik dilakukan di permukaan yang lunak. Untuk dapat

meningkatkan kapasitas aerobik heart rate yang harus dicapai adalah 60-

80% dari target heart rate untuk latihan selama 20-30 menit, 3-4 kali

seminggu. Naik turun tangga juga merupakan bentuk latihan aerobik yang

baik, tapi menyebabkan joint loading yang maksimal pada hip dan lutut

sehingga tidak dianjurkan untuk pasien OA lutut dan hip.

Latihan dengan sepeda statik dilakukan dengan setting lutut ekstensi

saat pedal sepeda berada di bawah. Tingkat beban diatur bertahap mulai

dari minimal sampai sedang. Latihan dilakukan 5 menit dengan beban

ringan selama 2 hari, kemudian beban dinaikkan dan waktu ditambah 5

menit. Setiap peningkatan level dilatih selama 3 hari sampai waktu

latihan 20-30 menit.

6. Latihan Rekreasi

B. FISIOTERAPI

1. Cold Therapy

Kompres dingin pada sendi rheumatoid akan menghambat

aktivitas kolagenase di dalam sinovium dan juga mengurangi spasme

otot. Terapi dingin sebagai salah satu modalitas fisik efektif untuk

mengurangi nyeri pada semua stadium (terutama stadium akut dan

subakut dini). Semua terapi dingin bersifat pendimginan superficial.

Transfer energinya secara konduksi, evaporasi dan konveksi.

Terapi dingin Kedalaman Transfer energi

Cold pack Superfisial Konduksi

Ice Massage Superfisial Konduksi

Cold water immersion Superfisial Konduksi

Cryotherapy-compresion unit Superfisial Konduksi

Vapocoolant spray Superfisial Evaporasi

Whirlpool bath Superfisial Konveksi

19

Page 20: Refrat Oa Rm

Efek fisiologis terapi dingin adalah vasokontriksi pembuluh

darah dan perlambatan sirkulasi darah sehingga dapat untuk

mengurangiatau menghentikan perdarahan, mengurangi edema dan

mengurangi inflamasi akut. Sebaliknya, pemberian terapi dingin yang

lebih lama terjadi vasodilatasi sekunder yang disebut Hunting response

yang dipercaya merupakan mekanisme proteksi jaringan perifer tubuh

(tangan, kaki) terhadap cedera dingin berupa kerusakan jaringan (infark,

gangren). Efek fisiologis terapi dingin terhadap neuromuskuler yaitu

meningkatkan ambang nyeri, menurunkan kecepatan hantaran saraf dan

mengurangi spasme otot. Terhadap sendi dan jaringan ikat efek terapi

dingin adalah menurunkan temperature intra artrikuler (kurang lebih 4º

C), aktivitas kolagenase synovial menurun dan memperlambat

kolagenolisis, namun efek negative terapi dingin adalah menurunnya

ekstensibilitas tendon dan menigkatkan kaku sendi.

Kontraindikasi terapi dingin yang paling sering adalah

intoleransi terhadap dingin, neuropraksia atau aksonotmeses yang

diinduksi oleh terapi dingin. Di daerah dengan gangguan sensasi dan

pasien dengan gangguan kognitif atau komunikasi. Cryopat dapat berupa

cryoglobulinemia yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh presipitasi

dari kompleks imun pada temperature rendah yang reversibel.

Hipersensitivitas terhadap dingin berupa urtikaria akibat suatu proses

dengan mediator sel mast. Raynaud disease merupakan kondisi idiopatik

yang ditandai dengan spasme arteriol yang dicetuskan oleh suhu dingin,

oleh sebab itu pada pemberian terapi dingin diperlukan pengetahuan

mengenai indikasi dan kontraindikasi yang tepat untuk keamanan

penderita.

2. Heating Therapy

a. Superfisial

Penggunaan terapi panas superficial untuk penderita arthritis

sudah lama diperkenalkan, penderita arthritis yang menggunakan

kolam air panas, mandi air hangat, hot pack dan sumber air mineral

melaporkan pengurangan nyeri dan pengurangan kaku sendi, terutama

20

Page 21: Refrat Oa Rm

pada fase sub akut dan kronik. Terapi panas menurut penetrasinya

dibagi menjadi superficial dan dalam, sedangkan menurut mekanisme

transfer panasnya dibagi menjadi konduksi, konveksi, radiasi,

evaporasi dan konversi.

Efek fisiologis terapi panas terhadap hemodinamik adalah

meningkatnya aliran darah, vasodilatasi meningkatkan penyerapan

nutrisi, lekosit dan antibody dan meningkatkan pembuangan sisa

metabolic dan sisa jaringan dan membantu resolusi kondisi inflamasi.

Namun vasodilatasi juga menyebabkan peningkatan perdarahan dan

edema dan dapat membuat kambuh kondisi inflamasi.

Pada neuromuskular, terapi panas meningkatkan ambang nyeri

dan meningkatkan kecepatan konduksi saraf. Pada sendi dan jaringan

ikat dapat meningkatkan ekstensibilitas tendon dan menurunkan

kekakuan sendi.

Efek fisiologis lain terapi panas menghasilkan efek analgesik,

beberapa mekanisme efek anlgetik meliputi:

b. Efek cutaneus counter irritant

c. Vasodilatasi yang menghasilkan pengurangan nyeri iskemik

d. Vasodilatasi yang menghasilkan pembuangan mediator nyeri

e. Respon dengan mediator endorphin

f. Perubahan konduksi saraf

g. Perubahan permeabilitas membrane sel

Kontraindikasi penggunaan terapi panas meliputi trauma atau

inflamasi akut, pasien dengan gangguan sirkulasi, diatese hemoragik,

edema, jaringan parut yang luas, gangguan sensasi, keganasan,

gangguan komunikasi atau kognitif yang tidak dapat melaporkan

nyeri.

Panas akan mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot,

mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon.

b. Deep ( MWD, SWD, Laser )

1. MWD (Micro Wave Diathermy)

21

Page 22: Refrat Oa Rm

MWD merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor

fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus

listrik bolak-balik (AC) dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang

gelombang 12,25 cm. Penetrasi MWD terhadap jaringan sangat

dangkal atau superficial ± 3 cm dan efek termal yang dihasilkan

bersifat lokal tepat pada area yang diobati yaitu daerah lutut.

Energi elektromagnetik yang dipancarkan sangat kuat dan

perubahan temperatur lebih cepat terabsorbsi pada jaringan yang

mengandung banyak cairan atau darah Efek dari micro wave

diathermy antara lain :

a. Efek psikologis

Efek psikologis yang dihasilkan adalah meningkatkan

temperatur lokal. Dari peningkatan temperatur ini akan

menimbulkan beberapa reaksi antara lain:

1) Meningkatkan aktivitas metabolisme. Dengan

meningkatkan sirkulasi darah, maka pengangkutan sisa

metabolisme juga akan meningkat. 2) Meningkatkan aliran

darah. Rasa hangat yang dihasilkan MWD dapat memberikan

pengaruh vasodilatasi pembuluh darah sehingga suplai O2 dan

nutrisi ke jaringan juga semakin meningkat. 3) Menstimulasi

reseptor saraf yang terdapat dalam kulit atau jaringan.

Efek termal yang dihasilkan MWD dapat menaikkan ambang

rangsang nyeri (threshold) dari serabut saraf disekitar lutut

sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, sirkulasi

darah ke jaringan akan meningkat dan diikuti dengan

pembuangan substansi nyeri, sehingga akan didapatkan efek

sedatif pada jaringan

b. Efek terapeutik.

Efek terapeutik yang dihasilkan adalah meningkatkan suplai

darah, mengurangi nyeri dan mengurangi spasme otot

Adapun kontra indikasi dalam pemberian MWD diantaranya

sebagai berikut 1) logam pada tubuh, 2) gangguan peredaran

22

Page 23: Refrat Oa Rm

darah/ pembuluh darah, 3) nilon dan bahan lain yang tidak

menyerap keringat, 4) jaringan dan organ yang mempunyai

banyak cairan seperti mata atau luka yang basah, 5) gangguan

sensibilitas, 6) kehamilan, 7) menstruasi.

2. SWD (Short Wave Diathermy)

SWD adalah Suatu alat terapi yang menggunakan pemanasan yang

pada jaringan dengan merubah energi elektromagnet menjadi

energi panas.

Kemampuan dari sebuah alat diatermi untuk menghasilkan panas

di jaringan tergantung dari besarnya energi yang dihasilkan dari

panas. Untuk alat SWD yang berkerja kontinyu energy panas yang

dihasilkan berkisar anatara 55-500 W. Energi yang dihasilkan dari

diatermi sangat adekuat, karena kebanyakan SWD digunakan

untuk meningkatkan suhu dijaringan dengan terapi range yang

ekfektif berkisar antara 40ºC-44ºC, energy yang deperlukan

berkisar antara 80-120 W. Meskipun range dari puncak arus energy

yang dihasilkan dari alat short wave diatermi berkisar antara 100-

1000W, potensi dari menghasilkan efek panas pada alat ini

tergantung dari energy utama yang disalurkan ke jaringan dengan

secara berturut-turut. Seperti telah disebutkan diawal, energy

utama tertinggi yang dapat disalurkan pada pulsasi SWD (80W)

lebih rendah dibandingkan dengan energy yang dihasilkan dari

pemakaian kontinyu SWD secara berkelanjutan untuk pengobatan.

Efek dari penggunaan SWD pada sirkulasi lutut meningkat sebesar

100 %, sesuai penelitian Harris mengenai clearance radio-sodium

dari sendi lutut. Sama seperti penggunaan SWD untuk pengobatan

kronik rheumatoid di lutut menunjukan peningkatan sirkulasi

sekitar 60%, yang mana pada kebanyakan pengobatan akut

rheumatoid lutut didapatkan penurunan dari sirkulasi. Penurunan

ini di bandingkan dengan penurunan sirkulasi pada pengobatan

dengan hidrokortison. Haris mengatakan SWD dapat digunakan

23

Page 24: Refrat Oa Rm

secara rasional pada pemanasan ringan terapi di rematoid arthritis

dengan inflamasi akut dari sendi.

Beberapa pasien mungkin mengalami luka bakar dangkal. Karena

terapi melibatkan panas, maka penggunaannya perlu hati-hati

untuk menghindari luka bakar, khususnya pada pasien yang cedera

dan telah terjadi penurunan sensitivitas terhadap panas. Selain itu,

diatermi dapat mempengaruhi fungsi alat pacu jantung dan pasien

wanita yang menerima perawatan di punggung bawah atau daerah

panggul dapat mengalami peningkatan aliran menstruasi. 

3. Laser

LASER (Light amplification by stimulation emission of radiation)

yang bertujuan untuk meningkatkan sintesis kolagen, mengurangi

resiko kontaminasi oleh microorganisme, meningkatkan

vaskularisasi, mengurangi nyeri dan peradangan.

3. Elecrotherapy

Electrotherapy, atau terapi listrik merupakan terapi dengan

menggunakan listrik arus rendah. Arus listrik terjadi karena adanya arus

elektron yang melewati konduktor. Arus listrik yang diapliaksikan pada

syaraf dapat berupa arus AC (alternating current), DC (direct curent)

maupun pulsed. Arus listrik tersebut pada intensitas dan durasi yang

memadai dapat meningkatkan kerja syaraf dalam merangsang jaringan

yang dipersarafi. Tiga jenis syaraf secara fisiologis dibedakan menjadi:

sensoris, motoris dan persepsi nyeri. Listrik arus rendah dapat

mengurangi nyeri dengan memblokir saraf sensorik. Arus listrik rendah

ini juga dapat menstimulasi saraf motorik karena impuls elektrik ini

menyerupai impuls saraf otak untuk menstimulasi gerakan otot.

Oleh karenanya terapi ini dapat digunakan untuk memperbaiki

kelemahan otot.

Beberapa teori tentang mekanisme terapi listrik dalam

mengurangi nyeri antara lain adalah lewat mekanisme menghambat

transmisi nyeri ke otak (gate control theory) dan teori kedua adalah lewat

24

Page 25: Refrat Oa Rm

mekanisme pengeluaran endorphins (suatu hormon dalam otak yang

menurunkan kepekaan terhadap nyeri dan mempengaruhi emosi).

Alat electrotherapy menggunakan tiga jenis arus yang ketika

diaplikasikan pada tubuh mampu mempengaruhi tubuh secara spesifik

yakni jenis AC, DC dan gelombang (pulsed). Arus DC (Direct Current)

atau galvanik bergerak searah dari kutup positif ke kutup negatif. Arus

ini dapat digunakan untuk memodulasi nyeri dan gerakan otot.

Sebagian besar alat electrotherapy menggunakan jenis arus

ini. Arus AC (Alternating Current) terjadi secara bolak balik. Arus

pulsed merupakan arus yang tidak kontinyu, misalkan terdapat

beberapa gelombang arus yang secara periodik diikuti dengan

waktu istirahat. Arus pulsed disebut juga arus inferential atau arus Rusia.

Arus listrik AC, DC maupun pulsed dapat digunakan untuk memodulasi

nyeri dan untuk memacu kontraksi otot. Khusus arus DC dapat

digunakan untuk ionthoporesis yang merupakan usaha memasukkan

bahan topikal dengan menggunakan arus listrik.

Modulasi nyeri yang dapat dilakukan arus listrik adalah dengan

mekanisme gate control (membiaskan nyeri dengan persepsi sensoris

yang lain) dan perangsangan morfin endogen. Sedangkan kontraksi otot

yang etrjadi pada electrotherapy terjadi dengan cara arus listrik

memacu rangsangan motorik melalui peningkatan eksitabilitas syaraf

yang pada akhirnya memacu motor end plate otot. Semakin tinggi

intensitas arus semakin banyak berkas otot yang dapat dipengaruhi.

Kontraksi otot tersebut bermanfaat untuk : pemompaan otot,

penguatan otot, pengurangan efek atrofi otot dan reedukasi otot.

Pada pasien dengan osteoarthritis, biasanya dilakukan TENS, ES,

Biofeedback, EMS.

Sebelum dilakukan electrotherapy, ahli fisioterapi harus melacak

riwayat penyakit serta mengadakan pemeriksaan fisik dengan fokus

utama pada area yang mengalami nyeri. Penilaian terhadap nyeri

dilakukan untuk menilai frekuensi, intensitas dan durasi nyeri.

Penderita juga harus ditanya apakah nyeri sampai menimbulkan

25

Page 26: Refrat Oa Rm

keterbatasan gerakan atau apakah gerakan tertentu dapat meningkatkan

atau mengurangi nyeri.

Penderita diminta untuk menggambarkan intensitas nyeri

dengan skala 0 (tidak nyeri) sampai dengan 10 (nyeri yang tidak

tertahankan). Skala ini penting untuk mengevaluasi apakah suatu

tindakan dapat mengurangi nyeri. Ahli fisioterapi bertugas untuk

menentukan jenis terapi listrik yang paling tepat, frekuensi serta

durasi terapi sesuai dengan jenis dan keparahan gangguan. Terapi listrik

ini biasanya dikombinasikan dengan jenis terapi lain misalkan manual

therapy.

Pada umumnya, elektroda atau kumparan kawat diletakkan

diatas bagian yang mengalami gangguan atau bagian yang perlu

stimulasi. Pada beberapa teknik alat-lat ini diimplantasikan dibawah

kulit. Elektroda tersebut biasanya dihubungkan pada komputer yang

diprogram untuk menghasilkan besar arus yang sesuai dengan

kebutuhan. Arus listrik tersebut kemudian akan menstimulasi otot dan

saraf pada area tersebut. Komputer dapat pula mengukur respon

penderita terhadap terapi. Pada umumnya terapi listrik tidak

menimbulkan nyeri atau rasa tidak nyaman. Penderita mungkin

merasakan sensasi getaran yang ringan. Penderita biasanya akan

merasakan berkurangnya rasa nyeri setelah perlakuan. Pada beberapa

jenis terapi penderita memrlukan beberapa kali terapi sebelum

merasakan adanya perbaikan.

Beberapa jenis terapi seperti TENS dapat dilakukan sendiri

di rumah oleh penderita setelah penderita diberi pelatihan sehingga

dapat mengurangi ketergantungan penderita terhadap therapist.

Antara electrotherapy yang boleh dilakukan pada pasien osteoarthritis

adalah :

Transcutaneous electro nerve stimulation (TENS) yang merupakan

alat portable bertenaga baterai yang dapat menghasilkan arus listrik

bertegangan rendah yang dialirkan ke kulit lewat elektroda yang

diletakkan diatas area yang mengalami gangguan. Arus listrik

26

Page 27: Refrat Oa Rm

mengeblok saraf sensorik area tersebut dengan jalan menghambat

transmisi nyeri menuju otak.

Shortwave diathermy merupakan arus listrik frekuensi tinggi

yang dapat meningkatkan suhu jaringan. Modalitas ini dapat

meningkatkan elastisitas jaringan ikat (khususnya kulit), otot,

ligamen dan kapsul sendi.

Transcutaneous electro joint stimulation (TEJS) yang merupakan

pemberian arus listrik melalui elektroda yang dilakukan pada

permukaan sendi.

Iontophoresis yang merupakan teknik meningkatkan absorbsi obat

topical dengan bantuan arus listrik. Teknik ini dapat digunakan

untuk terapi nyeri leher, nyeri punggung, arthritis, cedera rotator

cuff dan bursitis. Pada teknik ini diperlukan arus DC intensitas

rendah dengan mode gelombang kontinyu agar gelombang dapat

mendorong obat masuk ke dalam kulit.

TENS merupakan salah satu dari sekian banyak modalitas yang

digunakan oleh profesi Fisioterapi di Indonesia. Fisioterapi adalah salah

satu dari tenaga medis yang bergerak dalam hal mempebaiki gerak dan

fungsi. TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik yang

berguna untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan

terbukti efektif untuk mengurangi berbagai tipe nyeri.

TENS mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar

maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi

sensoris ke sistem saraf pusat. Efektivitas TENS dapat diterangkan lewat

teori kontrol gerbang (gate control )nya Melzack dan Wall yang

diaplikasikan dengan intensitas comfortable. Lewat stimulasi antidromik

TENS dapat memblokir hantaran rangsang dari nociceptor ke medulla

spinalis. Stimulasi antidromik dapat mengakibatkan terlepasnya materi P

dari neuron sensoris yang akan berakibat terjadinya vasodilatasi arteriole

yang merupakan dasar bagi terjadinya triple responses.

Mekanisme lain yang dapat dicapai oleh TENS ialah

mengaktivasi system saraf otonom yang akan menimbulkan tanggap

27

Page 28: Refrat Oa Rm

rangsang vasomotor yang dapat mengubah kimiawi jaringan. Postulat

lain menyatakan bahwa TENS dapat mengurangi nyeri melalui

pelepasan opioid endogen di SSP. TENS dapat juga menimbulkan efek

analgetik lewat sistem inhibisi opioid endogen dengan cara mengaktivasi

batang otak. Stimulasi listrik yang diberikan cukup jauh dari jaringan

yang cidera /rusak, sehingga jaringan yang menimbulkan nyeri tetap

efektif untuk memodulasi nyeri.

Pada penggunaan TENS perlu diperhatikan beberapa hal yaitu

tentang indikasi dan kontra indikasi pada penggunaan TENS.

Indikasinya dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut dan nyeri kronis,

indikasinya meliputi : Nyeri akibat trauma, musculoskeletal, sindroma

kompresi neurovaskuler, neuralgia, causalgia. Sedangkan kontra indikasi

dari TENS yaitu pada penderita dengan alat pacu jantung, alat-alat listrik

yang ditemukan pada tubuh pasien.

Efek samping dari TENS yang sering timbul adalah alergi pada

kulit dimana elektroda ditempelkan. Reaksi tersebut biasanya disebabkan

oleh gel pada waktu menempelkan elektroda.

4. Hidroterapi

Air sebagai terapi digunakan terutama dalam memberikan latihan. Daya

apung air akan membuat ringan bagian atau ekstremitas yang direndam

sehingga sendi lebih muda digerakkan. Selain itu, suhu air yang hangat

membantu mengurangi rasa nyeri. Tujuan dari hidroterapi adalah untuk

mempertahankan lingkup gerak sendi, kekuatan atau ketahanan. Manfaat

latihan dalam kolam yaitu mengeliminasi gaya tarik (gravitasi) serta efek

positif daya apung air yang dapat mengurangi penekanan (kompresi) dan

nyeri pada sendi dan menambah relaksasi otot.

C. OKUPASI TERAPI

Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas kehidupan sehari-

harinya dengan posture tubuh, terutama leher yang baik dan benar.

Mekanisme badan yang baik (good body mechanism) yang diajarkan adalah:

28

Page 29: Refrat Oa Rm

1. Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher.

2. Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping.

3. Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan sehingga mata/

kepala harus keatas/ tengadah untuk kompensasi.

4. Bekerjalah didepan obyek setinggi mata.

5. Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandar dan

hindari menyetir mobil terlalu lama.

6. Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV, sehingga

kepala bisa bersandar.

7. Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara bahu dan

kepala.

8. Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama.

D. ORTESA

Ortosis atau alat bantu atau bidai diberikan untuk

1. Mengurangi beban sendi

2. Menstabilkan sendi

3. Mengurangi gerakan sendi

4. Memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal

5. Mencegah deformitas

Contoh: Knee brace/ insole

E. PSIKOLOGIS

Intervensi psikososial diperlukan pada penderita yang menunjukkan gejala

reaksi menyangkal, represi dan depresi serta marah. Hal ini terjadi apabila

penyakitnya terutama rasa nyeri sangat mengganggu sehingga selain

mengatasi rasa nyeri ia harus menyesuaikan dengan keterbatasan fungsi

ataupun deformitas baik karena penyakit maupun akibat sampingan obat;juga

reaksi teman, anggota keluarga dan masyarakat. Bantuan psikologis bagi

penderita dan keluarga sering diperlukan dan dapat diberikan dalam bentuk

terapi kelompok.

29

Page 30: Refrat Oa Rm

F. EDUKASI DAN HOME EXERCISE PROGRAM

Edukasi dan program latihan di rumah merupakan hal yang penting bagi

penderita OA. Edukasi yang diberikan terutama tentang penyakit OA, prinsip

perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala OA, dan program latihan di

rumah. Program yang diberikan adalah latihan yang aman dilakukan di rumah

berupa latihan penguatan otot, latihan luas gerak sendi, dan latihan

enduran/daya tahan. Pasien dengan berat badan lebih dianjurkan untuk

mengurangi berat badannya.

Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan  menghindari

gerakan fleksi yang berlebihan, menghindari memposisikan sendi pada satu

posisi dalam waktu yang lama, menghindari overuse, mengontrol berat badan,

mengurangi beban pada sendi yang nyeri, menyeimbangkan  aktivitas dan

istirahat, mendistribusikan tekanan, menggunakan otot dan sendi yang paling

kuat, dan menggunakan gerakan dengan biomekanik yang baik..

Home exercise program atau program latihan di rumah sangat penting bagi

pasien OA. Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan di rumah

merupakan tujuan yang utama karena sangat berhubungan dengan perbaikan

fungsi fisik penderita OA.

30

Page 31: Refrat Oa Rm

31

Page 32: Refrat Oa Rm

BAB IV

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Osteoarthrosis (OA) atau yang lebih banyak dikenal dengan Osteoarthritis

juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi degeneratif, adalah

sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang

rawan artikular dan tulang subchondral.

Etiopatogenesis OA sampai saat ini belum dapat dijelaskan melalui satu

teori yang pasti. OA diduga merupakan interaksi antara faktor intrinsik dan

ekstrinsik. Dengan diagnosis dan terapi yang tepat, termasuk edukasi pasien, dapat

meminimalkan gejala dan membantu pasien mempertahankan kualitas hidup.

Untuk mengerti tujuan ini, dokter harus mengerti patofisiologi degenerasi sendi

dan hubungan antara degenerasi sendi dan sindroma klinis OA kerusakan tulang

rawan sendi disebabkan oleh gangguan intergritas struktur kartilago sendi disertai

ketidakseimbangan aktivitas anabolik dan katabolik jaringan.

Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri

sendi. Banyak pasien dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan,

krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi. Kebanyakan pasien dengan OA

mencari perhatian medis karena nyeri. Pendekatan awal yang paling aman adalah

dengan menggunakan analgesik sederhana seperti acetaminofen (mungkin dalam

hubungannya dengan terapi topikal). Jika pereda nyeri tidak memadai, oral obat

anti-inflamasi nonsteroid atau injeksi intra-artikular produk acidlike hialuronat

harus dipertimbangkan. Injeksi intraartikular kortikosteroid dapat menyediakan

bantuan jangka pendek nyeri pada penyakit. Selain itu metode baru injeksi intra-

artikular dengan stemsel sedang dikembangkan dan menghasilkan kepuasan

terhadap penggunaannya. Namun metode tersebut masih dalam penelitian.

Penanggulangan nyeri tidak mengubah penyakit yang mendasarinya. Perhatian

juga harus diberikan kepada tindakan nonpharmacologic seperti pendidikan

pasien, penurunan berat badan dan melaksanakan fungsi. Pengurangan rasa sakit

dan pemulihan dapat dicapai pada beberapa pasien dengan osteoarthritis awal,

terutama jika pendekatan terpadu digunakan.

32

Page 33: Refrat Oa Rm

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiken. 2009. Osteoartritis. http://www.health&medicine.com/share.

Diakses tanggal 25 Juli 2012.

2. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.

Diakses tanggal 25 Juli 2012.

3. Dharmawirya, Mitzy. 2000. Efek Akupunktur pada Osteoartritis Lutut.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisL

utut129.pdf/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.html, diakses

tanggal 26 Juli 2012.

4. Ariani, F. 2009.Osteoarthritis Sebabkan Lutut Keropos. Disajikan dalam

Seminar Kesehatan by Fajar Public Makassar 26 Juli 2012.

5. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009. p.2538-2549.

6. Susilo D. Kesesuaian hasil foto rontgen dan diagnosis klinik pada penderita

osteoartritis di RSUP Dr. Kariadi 1995-2002. Semarang: Medical Faculty

Diponegoro University; 2002.

7. Salimah K. Hubungan faktor resiko body mass index dengan kejadian

osteoartritis lutut pada pasien rawat jalan poli reumatik RS. Dr. Kariadi

(Studi kasus tanpa kontrol di bagian penyakit dalam RS. Dr. Kariadi

Semarang periode Maret-Juni 2005). Semarang: Medical Faculty

Diponegoro University; 2005.

8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:

Airlangga University Press.

9. Setyohadi B, 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis.

www. technorati favorites.com. Diakses tanggal 28 Desember 2009Adam,

W. 2006.Osteoarthritis and How Is It.

http://arthritis.about.com/od/oa/a/osteoarthritis.htm, diakses tanggal 25 Juli

2012.

33

Page 34: Refrat Oa Rm

10. Subagjo, Harry. 2000. Struktur rawan sendi dan perunbahannya. Sub bagian

Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 129. Jakarta.

11. Hoaglund, FT. 2001. Primary Osteoarthritis of the Hip: Etiology and

Epidemiology. Journal of The American Academy of Orthopedic Surgeon

9:320-327.

12. Moskowitz RW., Howell DS., Altman RD., et al (Eds). Osteoarthritis. 3rd

ed. 2001. W.B. Saunders company. Philadelphia. Pennsylvania

13. Klippel JH. Primer on the rheumatic diseases. 12ed. Atlanta: Arthritis

foundation. 2001. pp: 637

14. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee

Osteoarthritis. In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index

dengan Kellgren-Lawrence grading system pada penderita osteoartritis genu.

Semarang: Medical Faculty Diponegoro University; 2007. p. 12.

15. Woolf CJ. 2004. “Pain: moving from symptom control toward mechanism-

specific pharmacologic management”. Ann Intern Medicine ;140:441-451.

Abstract. Diakses tanggal 26 Juli 2012.

16. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian

Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto

Mangunkusumo, Jakarta

17. Birrell, Fraser. 2008. “Osteoarthritis: The care and management of

osteoarthritis in adults”. National Institute for Health and Clinical

Excellence. London. www.nice.org.uk/CG059. Diakses tanggal 27 Juli

2012.

18. Barrack L, Booth E, et all. 2006. OKU: “Orthopaedic Knoelrdge Update 3.

Hip and Knee Reconstruction Chapter 16: Osteoarthritis and Arthritis

inflamatoric.

19. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of

Medicine.

20. Fife RS & Brandt KD. 1992. Other approaches to therapy. In : Moskowitz

RW, Howell DS, Goldberg VM, Mankin HJ. Eds. Osteoarthritis Diagnosis

34

Page 35: Refrat Oa Rm

and Medical/Surgical Management. 2nd ed. W. B. Saunders Coy,

Philadelphia, Pennsyvania, USA. pp 511-526

21. Chapman, Michael W et al. 2001. Chapman’s Orthopaedic surgery 3rd

edition. Chapter 107; Osteotomies of The Knee for Osteoarthritis.

Lippincott William & Wilkins. USA.

22. Emadedin M, Aghdami N et al. 2012. Intra-articular Injection of Autologous

Mesenchymal Stem Cells in Six Patients with Knee Osteoarthritis; Archives

of Iranian Medicine, Volume 15, Number 7. Diakses tanggal 26 Juli 2012.

23. Nancy E, lane, MD, et all. 2010, Tanezumad for the treatment of pain from

osteoarthritis of the knee. The new england journal of medicine.

24. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoatrhritis. 2nd

ed. Professional Communications Inc. Caddo, 2000. p 53-65, 117-135

35