polypposus nasi2

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polip hidung merupakan salah satu jenis penyakit telinga, hidung dan tenggorok (THT) yang sudah umum didengar di masyarakat. Sebagian orang sering menyebutnya sebagai tumbuh daging dalam hidung. Sebagian orang juga menamainya tumor hidung. Polip Hidung sebenarnya adalah suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung yang bersifat jinak. Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya sangat terkait erat dengan berbagai problem THT lainnya seperti rinitis alergi, asma, radang kronis pada mukosa hidung-sinus paranasal, kista fibrosis, intoleransi pada aspirin. Sampai saat ini para pakar belum mendapatkan jawaban secara pasti apa yang mendasari munculnya benjolan putih keabu-abuan bertangkai itu. Namun dari studi dan pengamatan medis, baru ditemukan ada sejumlah faktor yang “memudahkan” pemunculan benjolan itu. Antara lain radang kronis yang berulang pada mukosa hidung dan sinus paranasal, gangguan keseimbangan vasomotor, peningkatan cairan interstitial serta oedema (pembengkakan) mukosa hidung. 1.2 Tujuan Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian akhir dari serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorok.

Upload: kusuma

Post on 02-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLYPPOSUS NASI2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polip hidung merupakan salah satu jenis penyakit telinga, hidung dan

tenggorok (THT) yang sudah umum didengar di masyarakat. Sebagian orang sering

menyebutnya sebagai tumbuh daging dalam hidung. Sebagian orang juga

menamainya tumor hidung. Polip Hidung sebenarnya adalah suatu pertumbuhan dari

selaput lendir hidung yang bersifat jinak.

Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya

sangat terkait erat dengan berbagai problem THT lainnya seperti rinitis alergi, asma,

radang kronis pada mukosa hidung-sinus paranasal, kista fibrosis, intoleransi pada

aspirin.

Sampai saat ini para pakar belum mendapatkan jawaban secara pasti apa yang

mendasari munculnya benjolan putih keabu-abuan bertangkai itu. Namun dari studi

dan pengamatan medis, baru ditemukan ada sejumlah faktor yang “memudahkan”

pemunculan benjolan itu. Antara lain radang kronis yang berulang pada mukosa

hidung dan sinus paranasal, gangguan keseimbangan vasomotor, peningkatan cairan

interstitial serta oedema (pembengkakan) mukosa hidung.

1.2 Tujuan

Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian akhir

dari serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Telinga Hidung dan

Tenggorok.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, yaitu:

a) Bagi Institusi Pendidikan:

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi kepustakaan

untuk penyusunan karya ilmiah lainnya.

b) Bagi mahasiswa:

1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah diperoleh

selama proses penyusunan referat ini.

2. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang

diperoleh selama proses penyusunan referat ini.

Page 2: POLYPPOSUS NASI2

BAB II

POLYPPOSUS NASI

2.1 ETIOLOGI

Polyp adalah pengertian morpologis (bentuk) yang berarti panjang dan

bertangkai.

2.2 FAKTOR PENYEBAB

Penjelasan yang pasti bagaimana polyp terbentuk masih dalam perdebatan.

Sampai saat ini yang dianut sebagai teori penyebab timbulnya polyp adalah :

Faktor radang kronis

Faktor allergi

Polip hidung sering ditemukan pada penderita :

Rhinitis alergika

Asma

Sinusitis kronis

Fibrosis kistik

2.3 PATOFISIOLOGI

Faktor bakteriil yang terjadi berulang-ulang dan lama, akan menimbulkan :

- Degenerasi nukosa

- Periphlebitis ) - aliran kembali cairan interatisiil terhambat (congesti pasi)

- Perilymphangitis ) – oedema-oedema yang berlangsung lama, penonjolan

mukosa, makin lama makin panjang, bertangkai, terbentuk :

1. Polyp

2. Cyste sebagai akibat penyumbatan saluran lymphe.

Derajat oedema ini untuk setiap tempat bervariasi tergantung dersitas /

kepadatan jaringan ikat dan jaringan pembuluh darah. Karena concha nasi ini dan

yang terjadi berulang-ulang (Bacterial alergy).

Page 3: POLYPPOSUS NASI2

septum nasi mengandung jaringan ikat padat, maka polyp jarang dijumpai pada organ

organ tersebut.

2.4 MIKROSKOPIK

Polyp berupa massa yang berasal dari mukosa hidung dengan tanda-tanda

oedem dan hypertropy, dilapisi epythel cylindris dengan atau tanpa bulu getar ; kalau

mengalami metaplasi , epythel cylindris berubah menjadi epithel kuboid/ atau

bertatah.

Stroma terdiri jaringan ikat yang direnggangkan cairan interstisiil, dengan

banyak saluran lymphe yang melebar, tetapi miskin/sedikit pembuluh darah, dan

syaraf. Didalamnya didapati tumpukan lymphosit , plasma cell dan eosinophil dalam

jumlah yang bervariasi.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu

polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik. Polip Eosinofilik mempunyai latar belakang

alergi dan Polip Neutrofilik biasanya disebabkan infeksi atau gabungan keduanya.

2.5 MAKROSKOPIK

Polyp berupa masa yang lunak dan licin, bening/ pucat (translucent), kadang

kadang berwarna kekuningan, abu abu, atau kemerahan. Dapat tunggal atau multiple

dan tidak sensitive (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang

pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran

darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat

berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat

menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat. Tempat asal

tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di meatus medius dan sinus

etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal

tangkai polip dapat dilihat.

Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring, disebut

polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut

juga polip antrokoana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus

etmoid.

Polyp dibagi menjadi :

A. BENTUK :

1. Bentuk multiple : paling sering dijumpai, sering berasal dari cellulae

ethmoedalis yang melalui ostium kemudian keluar memenuhi cavum nasi.

2. Bentuk solitaer : biasanya berasal dari sinus maxillaris, kemudian melalui

ostium sin.max. meluas kearah choane (choanal polyp).

3. Dapat pula dijumpai polyp yang berasal dari concha medius,

Page 4: POLYPPOSUS NASI2

2.6 PATOLOGI ANATOMI

1. Jenis seromucous : Permukaan licin, disentuh dengan sonde lunak, kalau

pecah keluar cairan seromucous – kempis

2. Jenis fibrooedematous : permukaan kasar, disentuh dengan sonde terasa

padat,bila dipecah keluar darah, tidak mengempis.

2.7 INSIDEN

Jenis kalamin : Lebih banyak dijumpai pada laki- laki daripada wanita.

Umur : Banyak pada dewasa muda dan jarang pada anak-anak.

2.8 GEJALA/ DIAGNOSA :

Keluhan utama dapat berupa :

1. Obstructio nasi : Bisa partial atau total, tergantung besar dan banyaknya polyp

2. Rhinorrhoe/ pilek : yang terus menerus bisa sedikit atau banyak sekret bisa

serous atau mucous bertambah hebat kalau penderita terserang Rhizitis acuta

atau timbul serangan alergi.

Gejala gejala lain adalah gejala-gejala akibat adanya obstruksi nasi, ; suara

bindeng, caries gigi, batuk, dan lain lain. Dapat menyebabkan gejala pada saluran

napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi

dengan asma.

Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap

aspirin dan alergi obat lainya serta alergi makanan. Semua gejala gejala ini bertambah

secara lambat, tetapi progresif.

2.9 PEMERIKSAAN

1. Inspeksi : Dorsum nasi tampak melebar, hidung gepeng frog face deformity

terutama polyp yang berasal dari cellulae ethmoidalia.

2. Rhinitis Interior : Tampak polyp multiple/solitaer, jenis

seromucous/fibrooedematous.

Jenis fibrooedematous ini harus dibedakan dengan concha nasi;

Caranya : masukkan kapas yang dibasahi sol .hol. Ephedrini 1 %

(vasoconatrictor) – karena concha nasi mengandung pembuluh darah lebar-

lebar, akan mengecil, sedangkan polyp tetap tidak mengecil.

3. Rhinitis Posterior : polyp dapat tampak di choane (misalnya : Choanel polyp).

Page 5: POLYPPOSUS NASI2

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997)

a. Stadium 1 : polip masih terbatas dimeatus medius.

b. Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak dirongga

hidung tapi belum memenuhi rongga hidung.

c. Stadium 3 : polip yang massif.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang

baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi

anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal

juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus

maksila.

2. Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi waters, AP, aldwell dan lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan didalam sinus,

tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer sangat

bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah

ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks

osteomeatal. CT terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan

medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan

bedah terutama bedah endoskopi.

2.11 DIAGNOSIS BANDING

1. Angiofibroma/angiofibroma juvenilis : kadang kadang nampak seperti polyp

jenis fibrooed ematous, bedannya A.F/ A.F.J relatif lebih mudah/sering

berdarah.

2. Inverted cell papilloma : bentuk seperti polyp multiple,tetapi mempunyai

tanda G menjadi carcinoma biasanya pada orang usia lanjut.

3. ......................: hati- hati pada bayi kalau ada bentukan polyp dalam hidung,

ingat polyp jarang pada anak- anak/bayi.

2.12 TERAPI

Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi polip dan menghindari penyebab

atau faktor pemicu terjadinya polip. Obat semprot hidung yang mengandung

corticosteroid kadang bisa memperkecil ukuran polip hidung atau bahkan

menghilangkan polip. Operasi dilakukan jika polip mengganggu pernafasan atau

berhubungan dengan tumor.

Page 6: POLYPPOSUS NASI2

Pembedahan dilakukan jika :

Polip menghalangi saluran pernafasan

Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus

Polip berhubungan dengan tumor.

Polip cenderung tumbuh kembali jika penyebabnya (alergi maupun infeksi)

tidak terkontrol. Pemakaian obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid

bisa memperlambat atau mencegah kekambuhan. Tetapi jika kekambuhan ini sifatnya

berat, sebaiknya dilakukan pembedahan untuk memperbaiki drainase sinus dan

membuang bahan-bahan yang terinfeksi. Sayangnya bila faktor yang menyebabkan

terjadinya polip tidak teratasi maka polip hidung ini rawan untuk kambuh kembali

demikian berulang ulang. Oleh sebab itu sangat diharapkan kepatuhan pasien untuk

menghindari hal hal yang menyebabkan alergi yang bisa menjurus untuk terjadinya

polip hidung.

Terapi kausal belum ada, yang dapat dilakukan :

1. Extrctie polypi (cara paliatif) : dengan lokal anaesthesia ( Xylocalo:

Ephederin 1%) dijerat sedekat mungkin pada dasar tangkai – dicabut - di

tampon boorzalf.

2. Ethmoideotomi kalau polyp berasal dari sinus/celluleo ethmoidalis (untuk

mengurangi/ atau memperlambat residif)

3. Operasi Calldwell Luc kalau polyp berasal dari sinus maxillaris.

2.13 KOMPLIKASI

Jarang terjadi komplikasi : kalau ada biasanya akibat adanya obstructio nasi.

Misalnya : sinusitis paranasalis sebagai faktor roinfeksi otitismedia.

2.14 PENCEGAHAN

1. Mengatur alergi dan asma. Mengikuti pengobatan dokter rekomendasi untuk

mengelola asma dan alergi. Jika gejala tidak mudah dan secara teratur di

bawah kendali, konsultasi dengan dokter Anda tentang perubahan rencana

pengobatan Anda.

2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal-hal yang mungkin untuk

memberikan kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus Anda, seperti

alergen, polusi udara dan bahan kimia.

3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan Anda secara teratur dan menyeluruh. Ini

adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi terhadap infeksi bakteri dan

virus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung dan sinus.

Page 7: POLYPPOSUS NASI2

4. Melembabkan rumah Anda. Gunakan pelembab ruangan jika Anda memiliki

udara kering di rumah Anda. Hal ini dapat membantu meningkatkan aliran

lendir dari sinus anda dan dapat membantu mencegah sumbatan dan

peradangan.

5. Gunakan bilasan hidung atau nasal lavage. Gunakan air garam (saline) spray

atau nasal lavage untuk membilas hidung Anda. Hal ini dapat meningkatkan

aliran dan menghilangkan lendir penyebab alergi dan iritasi. Anda dapat

membeli semprotan saline atau lavage nasal dengan perangkat, seperti

sedotan, untuk mngantarkan bilasan. Anda dapat membuat solusi sendiri

dengan mencampurkan 1 / 4 sendok teh (1.2 ml) garam dengan 2 cangkir (0,5

liter) air hangat. Hindari air garam semprot yang mengandung zat aditif yang

dapat membakar lapisan mukosa hidung Anda.

Page 8: POLYPPOSUS NASI2

BAB III

RHINITIS CHRONIKA ATROPICANS

Ada 2 jenis :

1. Foetida (ozaena)

2. Non Foetida

OZAENA

3.1 ETIOLOGI

Yang pasti saat ini belum diketahui :

Faktor predisposisi :

1. Infeksi :Coceobasillus ozaena ( peres, 1889) klebsiela ozaena (Henriksen &

Gunderson, 1959)

2. Herediter

3. Malnutrisi/ Avitaminosis A.

4. Gangguan hormonal : wanita muda

5. Defisiensi FE (1985)

Sampai saat ini faktor- faktor ini dianggap tidak berdiri sendiri tetapi bersama

sama menyebabkan penyakit ini.

3.2 PATOFISIOLOGI

Tergantung etiologi awal (bisa dari kombinasi beberapa faktor penyebab) à

infeksi yg kronik menyebabkan  mukosa dan tulang konka mengalami atrofi yang

bersifat progresif à menghasilkan sekret yang kental dan cepat mongering

(berbentuk krusta yang berbau busuk).

3.3 PATOLOGI

Histologis Rhinitis chronic Atropicans ini ditandai dengan endarteritis dan

periarteritis arterioles -- lumen menebal -- obliterasi/ menutup -- atropi mucosa

concha nasi, kelenjar dan saraf.

3.4 INSIDENS

Banyak ditemukan pada wanita muda/ pubertas

OS : OD = 5 : 1

3.5 GEJALA/ DIAGNOSA :

1. Keluhan utama hawa napas berbau ( faktor nasi) yang dirasakan oleh orang

disekitarnya, sedang penderita tidak membau.

Page 9: POLYPPOSUS NASI2

2. Sebab ada anosmia.

3. Hidung buntu ( obstruksi nasi) karena banyak crustae (secret yang kering)

dalam cavum nasi dan gangguan aliran udara (aerodinamika).

4. Pharinx terasa kering.

5. Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung sangat lapang, konka

inferior dan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta

berwarna hijau.

RHINOSKOPI ANTERIOR

Perlu dibedakan dengan sinusitis maxillaris kronik karena juga terdapat faetor

nasi, tetapi pada sinusitis maxillaris kronok biasanya unilateral, concha nasi udema

dan hyperemi, cavum nasi justru sempit.

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Transiluminasi.

b) Foto Rontgen.

c) Foto sinus paranasalis.

d) Pemeriksaan mikroorganisme.

e) Uji resistensi kuman.

f) Pemeriksaan darah tepi.

g) Pemeriksaan Fe serum.

h) Histopatologik (biopsy konka media) à metaplasia epitel torak bersilia

menjadi epitel kubik atau epitel gepeng berlapis, silia menghilang, lapisan

submukosa menjadi lebih tipis, kelenjar-kelenjar berdegenerasi atau atrofi.

3.7 TERAPI

Karena penyebab belum jelas, maka pengobatan ditujukan pada faktor yang

diduga menjadi penyebab :

1. INH

2. Vitamin A 150.000 U – 200.000 U

3. Estrogen : oestradiol in arachis oil (10.000 U/cc)

4. Preparat FE

R/ Natrium bicarbonas

Natrium chlorida

Amonium chlorida aaa 5

Aqua ad 200

CARA MEMAKAI

1. Satu sendok obat + 9 sendok air hangat ditaruh dalam cawan disedot melalui

hidung dan dibuang melalui mulut, dua kali sehari.

Page 10: POLYPPOSUS NASI2

Bila pengobatan konservatif adekuat yang cukup lama tidak menunjukkan

perbaikan, pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung.

Prinsipnya mengistirahatkan mukosa hidung pada nares anterior atau koana sehingga

menjadi normal kembali selama 2 tahun. Atau dapat dilakukan implantasi untuk

menyempitkan rongga hidung.

Ada sarjana yang melakukan operasi yaitu membuat cavum nasi menjadi

sempit dengan cara :

a. Menebalkan septum nasi, atau

b. Membesarkan concha nasi, yaitu dengan cara :

1. Menyuntikan sub mukosa paraffin atau teflon dalam pasta glycerin

50%

2. Menyelipkan polythene atau cartilago sub mucoperi chondrium

Sayang terapi operatif ini tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan.

NON FOETIDA

3.8 ETIOLOGI

Diduga karena cavum nasi terlalu lebar/ luas, misal setelah :

1. Chonchotomi yang berlebihan misal pada R.H.

2. Extractie polyp, pada polyp yang sangat besar atau multiple/ banyak.

3. Radiasi.

Perbedaan dengan ozaena ialah pada penyakit ini tidak ada gejala anosmia dan

sekret tidak berbau

Page 11: POLYPPOSUS NASI2

BAB IV

RHINOSCLEROMA

4.1 DEFINISI

Suatu penyakit infeksi kronis dan progresif yang berbentuk granulamatus dari

mukosa saluran pernafasan bagian atas dan bawah, dimana sukosa yang terserang

akan mengeras. Karena pengerasan itu maka penyakit ini lebih tepat disebut

SCLEROMA RESPIRATOTIUM.

Penderita penyakit Rinoskleroma

4.2 ETIOLOGI

Diplobasil Klebsicila Rhinoscleromatis yang merupakan basil Gram negatif.

Penyakit ini juga dihubungkan dengan AIDS dan defisiensi sel T.

4.3 EPIDEMIOLOGI

Merupakan penyakit menular, yang banyak didapatkan pada masyarakat yang

padat penduduknya dan socio ekonomi rendah, antara lain petani dan kaum buruh. Di

Indonesia banyak didapatkan di Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan

Sumatra Utara. Di luar negeri banyak dijumpai di Amerika Latin, Hindia, Pakistan,

Afrika Utara dan Eropa Timur.

4.4 INSIDEN

Rinoskleroma merupakan penyakit endemik, di Indonesia terutama di

Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Bali. Belum ada cara penanggulangan yang tepat

dan memuaskan untuk penyakit ini sampai sekarang. Rinoskleroma adalah penyakit

yang jarang di Amerika Serikat dan Inggris, tapi endemik di beberapa negara di Asia,

Amerika, Eropa dan Afrika. Di Indonesia, rinoskleroma telah dilaporkan sejak

sebelum perang dunia ke dua. Kasus pertama ditemukan oleh Snigders dan Stoll

Page 12: POLYPPOSUS NASI2

(1918) di Sumatera Utara. Dilaporkan banyak terdapat di Sulawesi Utara, Sumatera

Utara dan Bali. Pengobatan meliputi medikamentosa, radiasi dan pembedahan,

namun sampai sekarang belum ada cara tepat yang memberikan hasil memuaskan.

Dapat mengenai semua umur, tetapi terbanyak pada umur antara 15 sampai

dengan 45 tahun. Kebanyakan penderita ditemukan pada dekade dua dan tiga.

Penyakit ini sering dijumpai pada sosial ekonomi yang rendah, lingkungan hidup

yang tidak sehat dan gizi yang jelek. Belinoff melaporkan 94,5% terdapat pada

golongan pekerja kasar seperti petani. Fisher menyatakan tidak ada perbedaan yang

nyata antara laki-laki dan perempuan.

Penyakit ini merupakan penyakit endemik di Polandia, Cekoslovakia,

Rumania, Rusia, Ukraina, Guatemala, Salvador, Kolumbia, Mesir, Uganda, Nigeria,

India, Philipina dan Indonesia. Di Indonesia banyak terdapat di Sulawesi Utara,

Sumatera Utara dan Bali.

4.5 PATOGENESIS

Basil ditularkan melalui droplet infection dari secret penderita sewaktu

berbicara, batuk dan bersin. Perjalanan penyakit berlangsung sangat lambat, tetapi

progresif, yaitu sekitar 15 sampai dengan 20 tahun. Mukosa yang terserang akan

melunak yang lambat laun akan mengeras karena terbentuknya sikatrik.

Perjalanan penyakit tersebut akan mengalami beberapa stadia :

1. Rhinitis muko purulenta : dimana terjadi perlunakan mukosa yang terserang,

yang ditandai adanya secret muko purulenta dan bila mongering akan terbentuk

kruste yang menimbulkan bau busuk (footer)

2. Granuloma submukosum (stadium modules), berbentuk modul-modul yang pada

permulaannya berwarna merah kebiruan dan kenyal dan selanjutnya akan

menjadi kepucatan dank eras. Gambaran histopatologi pada stadium ini sangat

khas, adanya :

- Halino bodies dari Russel

- Sel Mikulicz (foal cell), yaiti suatu sel makrofag yang besar dengan adanya

sitoplasma yang berbusa disertai nucleus yang kecil yang terletak eksentrik

- Diplobasilus Klobsiella Rhinoscleromatis didalam sel makrofag tersebut, yang

bersifat gram negative dan akan lebih jelas terlihat pada

pengecatan/impregnasi perak

- Bertambahnya jumlah sel plasma, cosinofil dan limfosit, sedang sel PMN

dalam jumlah sedikit

- Atrofi dan hiperplasi dari epitel mukosa

Page 13: POLYPPOSUS NASI2

3. Scleroma (stadium sikatriks) dimana terbentuk sikatriks yang bersifat retraktif

dan kontraktif, sehingga terjadi perubahan bentuk/malformasi anatomis dari

organ yang terkena, antara lain stenosis hidung, laring dan bronkus.

Keluhan penderita sesuai dengan stadiumnya, yaitu :

Pada stadium I, hanya pilek yang tidak mau sembuh dengan pengobatan biasa.

Lebih lanjut rongga hidung mulai dipenuhi krusta yang menyebabkan hidung

tersumbat dan berbau busuk serta mukosa hidung menjadi kemerahan.

Pada stadium II, di samping keluhan hidung tersumbat juga sering terjadi

perdarahan dari hidung. Pada stadium ini biasanya penyakit mudah dikenali.

Dari pemeriksaan, kavum nasi dipenuhi oleh jaringan yang mudah berdarah,

kemerahan, konsistensi padat, permukaan licin tanpa ulkus. Pada stadium ini

penyakit mudah meluas sampai ke traktus respiratorius bagian bawah.

Stadium III adalah stadium yang sudah tenang dengan keluhan dan gejala dari

sisa kelainan yang menetap akibat proses sikatrisasi dan kontraksi konsentrik

jaringan granu-lomatosa yang mengeras.

4.6 LOKASI

Tempat-tempat yang klasik dan sering terkena ialah hidung dan kemudian ke

faring dan laring, kadang-kadang trakea dan bronkus. Pada hidung kelainan yang

terjadi biasanya dimulai pada tepi anterior dan mukosa hidung dan menyebar secara

bertahap ke bagian-bagian yang lebih dalam dari saluran pernafasan.

4.7 GEJALA KLINIK

Hanya terdapat keluhan hidung buntu pada semua stadia, yang disebabkan

oleh : hanya terdapat keluhan hidung buntu pada semua stadia, yang disebabkan

oleh :

- Sekret mukopurulen oleh perlunakan mukosa hidung

- Adanya modul

- Stenosis karena sikatriks

Tidak dijumpai rasa sakit atau nyeri. Nyeri yang terjadi karena adanay ulkus

yang terjadi oleh trauma korek-korek hidung dengan adanya sekender infeksi. Bila

terkena laring, suara akan menjadi parau dan sesak nafas adanya stenose laring

Page 14: POLYPPOSUS NASI2

4.8 DIAGNOSA

1. Subyektif : Berdasarkan gejala klinis

2. Obyektif : didapatkan adanya pembengkakan dan deformitas dari bibir atas,

vestibulum nasi, cavum nasi, dan palatum mole, faring, dan laring oleh adanya

ulkus dan sikatriks.

3. Histopatologi : adanya hyaline bodies dari Russell, Mikulicz sel dan diplobasil

gram negative.

4.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang

meliputi: rinoskopi anterior/posterior, laringoskopi indirek/direk dan bronkoskopi,

ditambah dengan pemeriksaan penunjang seperti radiologi, bakteriologi,

histopatologi, serologi (test komplemen fiksasi, test aglutinasi) dan imunokimia.

4.10 DIAGNOSA BANDING

- Lues : ada ulkus yang dalam dengan tepinya kemerahan WR/khan positif.

- TBC : ulkus menggaung, tepi tidak rata dan kepucatan.

- Rhinitis chronic stroficans :

Anosmia

Faktor nasi

Atrofi konka nasi

Kruste yang kehijauan

411. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat timbul akibat perluasan penyakit ke :

o Organ sekitar hidung :

Sinus paranasal

Saluran lakrimal (dakrioskleroma)

Orbita : proptosis, kebutaan

Telinga bagian tengah (otoskleroma)

Palatum mole, uvula, orofaring

o Laring, sering timbul di daerah subglotik yang mengakibatkan

kesukaran bernafas, asfiksia dan kematian.

o Saluran nafas bawah: sumbatan trakeobronkial, atelektasis paru.

o Intrakranial

Di samping akibat perluasan penyakit, komplikasi dapat juga timbul berupa

perdarahan (pada stadium granulomatosa) dan berdegenerasi maligna.

Page 15: POLYPPOSUS NASI2

4.12 PENATALAKSANAAN

Meliputi : medikamentosa, radiasi dan tindakan bedah; namun sampai sekarang

belum ada cara yang tepat dan memuaskan.

1. Medikamentosa

Antibiotik sangat berguna jika hasil kultur positif, tetapi kurang berharga pada

stadium sklerotik. Antibiotik yang dapat digunakan antara lain :

- Streptomisin : 0,5-1 g/ hari

- Tetrasiklin : 1-2 g/ hari

- Rifampisin 450 mg/ hari

- Khloramphenikol, Siprofloksasin, Klofazimin1,2,7-10,11,13-15

Terapi antibiotik diberikan selama 4-6 minggu dan dilanjutkan sampai dua

kali hasil pemeriksaan kultur negatif. Rolland menggunakan kombinasi

Streptomisin dan Tetra siklin dengan hasil yang memuaskan. Steroid dapat

diberikan untuk mencegah sikatrik pada stadium granulomatosa.

2. Radiasi

Terapi radiasi pernah diberikan oleh Massod, tetapi hasilnya belum

memuaskan.

3. Dilatasi

Cara dilatasi dapat dicoba untuk melebarkan kavum nasi dan nasofaring

terutama bila belum terjadi sumbatan total.

4. Pembedahan

Tindakan ini dilakukan pada jaringan skleroma yang ter-batas di dalam

rongga hidung, sehingga pengangkatan dapat dikerjakan dengan mudah secara

intranasal. Jika terjadi sumbatan jalan nafas (seperti pada skleroma laring)

harus dilakukan trakeostomi.