pola pengasuhan anak dan sosialisasi peran pada keluarga buruh pemetik teh

53
Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar 1

Upload: khaerul-umam-noer

Post on 07-Jun-2015

3.978 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

studi mengenai pola pengasuhan anak dan sosialisasi peran gender pada keluarga buruh pemetik teh di Malang, Jawa Timur

TRANSCRIPT

Page 1: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

1

Page 2: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Sejak masa kanak-kanak manusia telah mengalami suatu proses

enkulturasi, proses ini dimulai segera setelah kelahiran dan terus berlanjut

hingga meninggal (Haviland, 2002:398-399). Enkulturasi merupakan

proses penerusan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya,

dimana dalam prosesnya, enkulturasi dilakukan dengan berbagai medium,

namun medium yang paling efektif adalah pendidikan. Pendidikan

merupakan medium yang paling tepat dalam mempertahankan sekaligus

mengembangkan kebudayaan yang di miliki oleh manusia, tidak

mengherankan bahwa pendidikan memiliki peranan yang penting dan

menjadi fokus utama dalam kehidupan manusia demi memajukan

kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang tentunya

sejalan dengan kebutuhan dan kehendak masyarakat tersebut.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan

utama, sebelum anak mendapat pendidikan di lembaga lain. Keberhasilan

seorang anak dalam hubungan sosialnya tergantung perlakuan orang tua

dalam mengasuh anak-anaknya. Pada umumnya perlakuan tersebut di

wujudkan dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, dan

membimbing anak. Setelah melalui proses pendidikan non-formal melalui

institusi keluarga, tugas pendidikan perlahan beralih pada institusi-institusi

resmi, dan anak perlahan di perkenalkan pada suatu model pengajaran

yang baku dan formal.

Seorang anak, sejak usia pra sekolah dapat di katakan telah

menjalani suatu proses enkulturasi, dan proses ini terus berlanjut ketika

anak tersebut menginjak usia sekolah. Permasalahan kemudian muncul,

manakala dalam kedua proses ini terjadi suatu pembentukan kepribadian

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

2

Page 3: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

anak yang dilakukan dalam proses pembakuan peran, terutama peran

gender, dan hal ini lah yang di coba untuk dilihat dalam penelitian kali ini.

Bagi buruh pemetik teh yang bekerja di perkebunan teh,

pengasuhan anak menjadi suatu persoalan tersendiri. Para pemetik teh

memiliki ritme bekerja yang berbeda, dimana mereka telah meninggalkan

rumah untuk bekerja pada pagi hari dan kembali ke rumah pada siang

hari, bahkan sore hari. Hal ini lah yang menyebabkan proses pengasuhan

dan pendidikan anak bagi para buruh pemetik teh menjadi menarik untuk

dikaji lebih lanjut.

I.2. Perumusan Penelitian

Dari dasar uraian yang terdapat pada Latar Belakang Masalah,

maka permasalahan yang hendak di telusuri adalah: (1) Bagaimana

proses pengasuhan anak pada keluarga buruh pemetik teh yang bekerja

di perkebunan teh; dan (2) Bagaimana sosialisasi peran gender dalam

keluarga pemetik teh.

I.3. Kerangka Pemikiran

Pikiran anda lah yang membentuk kepribadian anda. Meski pun

sifat seperti introversi dan ekstroversi telah mulai terbentuk ketika lahir,

banyak aspek lain dari kepribadian dibentuk oleh apa yang terjadi di awal

tahun-tahun kehidupan. Selama kanak-kanak, orang tua dapat

mempengaruhi perkembangan fisik otak bayinya, dengan cara bermain

dan mengajar anak-anaknya. Masa kanak-kanak adalah fase penting

dalam perkembangan kepribadian, dan kenapa pengalaman kecil penting

bagi kepribadian kelak adalah karena apa yang terjadi pada otak manusia.

Setiap otak anak tumbuh dengan cara yang sangat mengagumkan, dan

hal ini berlangsung pada tingkatan yang amat kecil (Sherwood, 2001).

Ki Hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa pendidikan bagi

bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga lingkungan yaitu: keluarga,

sekolah dan organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

3

Page 4: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

pertama dan terpenting, karena sejak munculnya adab kemanusiaan

sampai sekarang keluarga selalu berpengaruh besar terhadap

perkembangan anak manusia (Tilaar, 2005). Orang tua memiliki peran

penting dalam proses pendidikan, di antara peran yang di emban adalah:

memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar seperti

agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman,

dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, dan menanamkan kebiasaan-

kebiasaan.

Peralihan bentuk pendidikan informal keluarga ke formal sekolah

memerlukan kerjasama antara orang tua dan sekolah (pendidik). Sikap

anak terhadap sekolah terutama akan di pengaruhi oleh sikap orang tua

mereka. Sehingga di perlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah

yang menggantikan tugasnya selama di sekolah. Orang tua harus

memperhatikan sekolah anaknya dengan memperhatikan pengalaman-

pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya, menunjukkan

kerjasamanya dalam cara anak belajar di rumah dan atau membuat

pekerjaan rumahnya.

Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar

pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar seperti pendidikan agama, budi

pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar

untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasan-

kebiasan. Selain itu peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan

tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah. Dengan kata

lain, ada kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi

yang diajarkan di sekolah.

Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak telah di

sadari oleh banyak fihak, kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS)

dalam reformasi pendidikan pun menempatkan peranan orang tua

sebagai salah satu dari 3 pilar keberhasilannya (Tilaar 2005). Berbagai

hasil penelitian menunjukkan bahwa bila orang tua berperan dalam

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

4

Page 5: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

pendidikan, anaknya menunjukkan peningkatan prestasi belajarnya, di

ikuti dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio-emosional, kedisiplinan,

serta aspirasi anaknya untuk belajar sampai di Perguruan Tinggi, bahkan

setelah bekerja dan berkeluarga.

Peran orang tua jelas tidak tergantikan, terutama dalam proses

pengasuhan dan pendidikan anak. Dengan demikian, keberadaan orang

tua dalam proses-proses tersebut mutlak di perlukan. Meskipun terdapat

suatu institusi resmi berupa lembaga pendidikan formal, namun

pengalihan tugas pengasuhan dan pendidikan anak tetap tidak dapat di

serahkan sepenuhnya pada lembaga-lembaga tersebut.

1.4. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif bertipe

deskriptif, metode penelitian kualitatif secara sederhana bermaksud

mengembangkan pengertian tentang individu dan berbagai kejadian

dengan memperhitungkan konteks yang relevan, dan bertujuan

memahami fenomena sosial melalui gambaran holistik dan

memperbanyak pemahaman mendalam.

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ketindan, Kecamatan

Lawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Desa Ketindan dan

Desa Toyomerto, Kecamatan Singosari adalah dua desa tempat dimana

mayoritas penduduknya bekerja di PTPN XII, Desa Wonosari, Kecamatan

Lawang, Kabupaten Malang. Pengambilan lokasi di Desa Ketindan

berdasarkan dua alasan: (1) desa ini relatif dekat dengan perkebunan teh

ketimbang desa Toyomerto, dan (2) pengambilan sampel di desa ini kami

anggap sudah mewakili desa lainnya, terutama dengan topik yang kami

ambil mengenai pola pengasuhan anak dan sosialisasi peran gender.

Data penelitian ini di ambil dengan menggunakan teknik observasi,

teknik observasi atau pengamatan bertujuan melihat perilaku nyata atau

faktual dan keadaan lingkungan serta benda-benda fisik. Selain itu,

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

5

Page 6: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

pengamatan dalam penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan

menggambarkan suasana di lokasi penelitian serta berbagai kegiatan dan

aktivitas yang terjadi di tempat tersebut secara langsung. Sesuai dengan

fokus penelitian yang telah di tetapkan sebelumnya, maka kami akan

mengkhususkan diri mengamati berbagai fenomena sosial yang berkaitan

dengan masalah gender.

Selain menggunakan observasi, kami juga menggunakan teknik

wawancara tak terstruktur namun berfokus; dimana kami telah

menetapkan masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan di ajukan.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan metode riwayat hidup (life

history) melalui teknik wawancara mendalam (indepth interview),

dilakukan beberapa kali agar mendapatkan gambaran yang lengkap dan

utuh tentang kehidupan para pemetik teh, bagaimana pola pengasuhan

anak dan sosialisasi peran gender pada keluarga buruh pemetik teh.

Wawancara dilakukan dengan aparat desa mengenai kehidupan sehari-

hari para buruh pemetik teh; wawancara juga dilakukan dengan keluarga

buruh pemetik teh yang tidak bekerja di perkebunan. Bagi para buruh

pemetik teh, wawancara dilakukan pada sore hari ketika mereka sedang

berada di rumah untuk beristirahat.

Teknik analisa data tidak dimaksudkan untuk membuat atau

membuktikan hipotesis yang telah di rumuskan sebelum penelitian di

adakan, analisis ini merupakan pembentukan abstraksi berdasarkan

bagian-bagian yang telah di kumpulkan, kemudian di kelompok-

kelompokkan berdasarkan klasifikasi yang telah kami tentukan

sebelumnya. Penelitian ini bersifat kualitatif; oleh karena itu, penelitian ini

sangat bergantung pada kemampuan wawancara, observasi, dan

interpretasi peneliti. Analisis yang digunakan pun merupakan analisis data

kualitatif model etnografi, yakni model penelitian yang terkait dengan

sosiokultural dan penyajian berbagai pandangan hidup subyek penelitian

yang menjadi obyek penelitian.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

6

Page 7: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

Analisis data penelitian ini berkaitan langsung dengan data yang

peneliti dapatkan; dengan demikian, seluruh analisis harus berdasarkan

pada data yang ada bukan pada berbagai ide yang telah di tetapkan oleh

peneliti sebelumnya. Konsekuensinya adalah, hasil yang di peroleh

sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan data yang baru masuk atau

yang baru peneliti dapatkan. Berbagai data yang masuk, baik dari

observasi dan wawancara disusun dalam kategori-kategori tertentu, dan

mengacu pada pokok-pokok penelitian yang telah di tetapkan

sebelumnya. Pembagian dalam kategori ini bertujuan untuk memudahkan

peneliti dalam melihat dan menginterpretasi data.

Dalam melakukan analisis, peneliti melakukan interpretasi berupa

pemberian makna terhadap fakta sosial yang ada melalui keterkaitan

antara berbagai fenomena, dan melihat data yang di dapat sesuai dengan

konteks aslinya. Melalui usaha ini di harapkan bahwa kehidupan buruh

pemetik teh dan bagaimana pola pengasuhan anak mereka dapat di

deskripsikan secara jelas sehingga kualitas penelitian di harapkan dapat

mendekati realitas.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

7

Page 8: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

BAB II

DESKRIPSI LOKASI

II.1. Selayang Pandang Kecamatan Lawang

Kabupaten Malang adalah salah satu Kabupaten di Indonesia yang

terletak di Propinsi Jawa Timur dan merupakan Kabupaten yang terluas

wilayahnya dari 37 Kabupaten/Kotamadya yang ada di Jawa Timur. Hal ini

di dukung dengan luas wilayahnya 3.348 km² atau setara dengan 334.800

ha dan jumlah penduduknya 2.346.710 (terbesar kedua setelah

Kotamadya Surabaya). Kabupaten Malang juga di kenal sebagai daerah

yang kaya akan potensi di antaranya dari pertanian, perkebunan, tanaman

obat keluarga dan lain sebagainya.

Kabupaten Malang berbatasan langsung dengan Kabupaten

Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto di sebelah utara; Kabupaten

Probolinggo dan Kabupaten Lumajang di sebelah timur; Kabupaten Blitar

dan Kabupaten Kediri di sebelah barat; dan Samudra Indonesia di sebelah

selatan. Selain itu, secara geologi, Kabupaten di pagari oleh gunung

Anjasmoro dan gunung Arjuno di bagian utara; gunung Bromo dan

gunung Semeru di bagian timur; gunung Kelud di bagian barat; dan

pegunungan kapur serta gunung Kawi di bagian selatan. Banyaknya

pegunungan yang memagari Kabupaten Lawang menjadikan kabupaten

ini cukup subur, meskipun di sebelah selatan kabupaten relatif kurang

subur jika di bandingkan dengan sebelah utara. Masyarakat yang tinggal

di Kabupaten Malang umumnya bertani, terutama yang tinggal di wilayah

pedesaan. Sebagian lainnya telah berkembang sebagai masyarakat

industri.

Secara umum, Kabupaten Malang memiliki 33 kecamatan, namun

yang menjadi fokus kali ini adalah Kecamatan Lawang. Kecamatan

Lawang adalah salah satu kecamatan yang berada di daerah perbatasan

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

8

Page 9: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

Malang-Pasuruan. Kecamatan ini menjadi kecamatan yang pasti di lalui

oleh orang-orang yang ingin ke Malang atau ke Pasuruan. Selain itu, di

Kecamatan ini juga terdapat Perusahaan Teh dan Perkebunan Nusantara

XII atau biasa di singkat dengan PTPN Rolas.

Kecamatan Lawang memiliki jumlah penduduk sebanyak 90.468

jiwa pada tahun 2000, lebih lengkapnya dapat di lihat pada Tabel 1. di

bawah ini:

Tabel 1. Penduduk Kecamatan Lawang Tahun 2000

KecamatanRumah

tangga

PendudukRasio

jenis

kelamin

Rata-rata

anggota

rumah

tangga

Laki-laki Perempuan Jumlah

Lawang 22.459 45.102 45.366 90.468 99,42 4,0

Sumber: (www.kabmalang.go.id)

Pada tahun 2004, terjadi penurunan jumlah penduduk, semula

berjumlah 90,468 jiwa, maka pada tahun 2004 penduduk Kecamatan

Lawang berkurang menjadi 86.757 jiwa, lebih lengkapnya dapat di lihat

pada Tabel 2. berikut ini:

Tabel 2. Penduduk Kecamatan Lawang Tahun 2004

KecamatanRumah

tangga

PendudukRasio

jenis

kelamin

Rata-rata

anggota

rumah

tangga

Laki-laki Perempuan Jumlah

Lawang 22.952 42.838 43.919 86.757 97,54 3,8

Sumber: (www.kabmalang.go.id)

Kecamatan Lawang memiliki luas wilayah sebesar 68,23 km2,

dengan kepadatan penduduk 1.272 per-km2. Adapun data lebih lengkap

mengenai kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini:

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

9

Page 10: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

Tabel 3. Persentase luas daerah dan penduduk tahun 2004

Kecamatan Luas (km2) PendudukKepadatan

penduduk

% terhadap kabupaten

Luas (km2) Penduduk

Lawang 68,23 86.757 1.272 2,29 3,78

Sumber: (www.kabmalang.go.id)

II.2. Agro Wisata Kebun Teh

Lokasi Agro Wisata Kebun Teh Wonosari terletak +30 km arah

utara kota Malang dan dari Kecamatan Lawang tepatnya di kaki Gunung

Arjuno. Tampak dari kejauhan hamparan pepohonan dengan daun-

daunnya yang hijau, kicau burung menambah semaraknya perbincangan

dengan gelak tawa pemetik daun teh. Sekilas tentang Agro Wisata Kebun

Teh Wonosari yang terletak di desa Toyomarto, Kecamatan Singosari dan

desa Wonorejo, Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Objek Wisata ini

menawarkan suasana pegunungan yang sejuk dan panorama keindahan

alam salah satu atraksi wisata untuk menambah wawasan pengetahuan,

yakni pemetikan daun teh sampai proses akhir hingga produk berada di

tangan konsumen.

PTPN XII atau biasa di kenal dengan PTPN Rolas merupakan

salah satu daerah tujuan wisata yang berada di Kabupaten Malang. Selain

Agro Wisata Teh Wonosari, masih terdapat berbagai objek wisata lain,

sebut saja Desa Wisata Poncokusumo, Pantai Ngliyep, Pantai

Sendangbiru dan lain-lain. Dapat di katakan bahwa PTPN Rolas adalah

objek wisata yang menyerap tenaga kerja paling besar, mulai tenaga kerja

yang bertugas untuk operasionalisasi pabrik teh hingga para buruh

pemetik teh.

Setidaknya terdapat dua kategori buruh pemetik teh, yakni buruh

tetap dan buruh honorer atau musiman. Buruh tetap adalah buruh yang di

pekerjakan di perkebunan tanpa melihat musim, apakah itu musim

kemarau atau musim hujan. Sedangkan buruh musiman adalah buruh

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

10

Page 11: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

yang di pekerjakan hanya pada musim tertentu, dan jika sedang musim

tersebut, jumlah buruh pemetik yang bekerja dapat melonjak dengan

tajam. Hal ini mengingat bahwa sebagian para buruh pemetik teh adalah

buruh musiman, dan jika bukan musim memetik teh, mereka akan lebih

banyak menganggur atau melakukan kegiatan lain di rumah masing-

masing.

II.3. Desa Ketindan

Desa Ketindan, termasuk dalam Kecamatan Lawang, Kabupaten

Malang. Desa ini merupakan salah satu penopang utama Agro Wisata

Perkebunan Teh Wonosari, dimana setiap orang yang akan menuju agro

tersebut harus melewati daerah ini. Selain itu, para pekerja yang bekerja

sebagai buruh pemetik teh pun sebagian berasal dari desa ini, tepatnya

Dukuh Karangrejo. Selain dari Desa Ketindan, buruh pemetik teh juga di

datangkan dari Desa Toyomerto, Kecamatan Singosari. Desa Ketindan

terdiri dari dua dusun, yaitu Ketindan dan Karangrejo. Sedangkan Desa

Toyomerto terdiri dari tujuh dusun, yaitu Dusun Bodean Kraja, Bodean

Putuk, Ngujung, Sumberawan, Glatik, Retug Wulung, dan Wonosari.

II.3.a. Permukiman dan Pola Pemukiman

Pada umumnya, rumah penduduk Desa Ketindan berupa rumah

permanen dengan dinding tembok terbuat dari bata dan atap genting.

Meskipun demikian, masih terdapat beberapa rumah yang masih

berdinding tembok dan anyaman bambu. Selain itu, rumah penduduk

umumnya sudah menggunakan berbagai jenis ubin, mulai dari tegel

hingga keramik – meskipun masih ada juga yang masih berlantaikan

tanah. Pengamatan kami juga menemukan, bahwa meskipun cukup

banyak rumah dengan arsitektur modern, namun masih banyak yang tidak

meninggalkan model arsitektur tradisional. Contohnya adalah masih

banyak di jumpai rumah yang tidak mempunyai pagar sebagai pembatas

antara satu rumah dengan rumah lainnya. Pun mereka menggunakan

pagar, yang di pergunakan umumnya pagar yang terbuat dari bambu, dan

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

11

Page 12: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

hal itu kebanyakan berfungsi untuk menghalau ayam agar tidak masuk ke

dalam rumah.

Penggunaan pagar yang minimal, dalam berbagai bentuk material,

apakah itu bambu, bata, hingga pagar tanaman setidaknya menunjukkan

dua hal. Pertama, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Ketindan

masih memiliki sifat yang terbuka, saling menghargai dan memiliki

intensitas yang tinggi dalam interaksi antar sesama anggota masyarakat.

Kedua, hal ini juga menjadi contoh langsung adanya hubungan antara

satu rumah dengan rumah lainnya. Pada umumnya, satu rumah dengan

rumah lainnya masih terdapat hubungan saudara, sehingga penggunaan

pagar yang massif di anggap menganggu hubungan tersebut. Selain itu,

penggunaan pagar yang minimal nantinya akan sangat membantu dalam

proses pengasuhan anak.

Pembahasan mengenai pola permukiman, maka akan di bicarakan

konsep yang kemukakan oleh Paul Landis. Pola permukiman penduduk

desa Ketindan, jika menggunakan konsep Paul Landis, dapat di

kategorikan sebagai Arranged Isolated Farm Type, yakni suatu desa yang

penduduknya bertempat tinggal di sekitar jalan-jalan yang berhubungan

dengan pusat perdagangan sedangkan sisanya adalah sawah dan ladang.

Selain itu, di sepanjang jalan juga dapat di temukan berbagai fasilitas

umum, seperti sarana peribadatan dan sekolah. Dapat dikatakan, bahwa

jalan utama desa ini adalah jalan yang langsung menuju Agro Wisata

Perkebunan Teh Wonosari, dan hanya di lalui oleh satu jenis angkutan

umum, dengan trayek jalan Sumber Porong-Wonosari.

Pada umumnya, masyarakat yang hidup di desa Ketindan

menggunakan pola permukiman ambilokal dan/atau neolokal. Pola tempat

tinggal ambilokal atau bilokal merupakan pola dimana pasangan yang

telah kawin dapat memilih untuk tinggal matrilokal (hidup di tempat

termasuk keluarga istri) atau patrilokal (hidup di tempat termasuk keluarga

suami). Sedangkan pola tempat tinggal neolokal merupakan pola tempat

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

12

Page 13: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

tinggal di mana pasangan yang telah kawin mendirikan rumah tangga di

tempat yang tidak ada hubungannya dengan suami atau istri (Haviland,

2000 2:95).

Pola tempat tinggal neolokal barangkali menjadi pola yang umum

terjadi, namun demikian, pola ini tetap tidak meninggalkan pola matrilokal

maupun patrilokal. Dalam artian bahwa meskipun pasangan tersebut

mendirikan tempat tinggal baru, namun lokasi tempat tinggal tersebut tidak

terlalu jauh dari kerabat suami atau kerabat istri. Hal ini justru menjadi

bagian penting dari strategi pengasuhan anak, sekaligus menjadi jawaban

paling memungkinkan bagi pasangan yang waktu kerjanya panjang dan

tidak menentu.

Adanya hubungan yang akrab – baik dengan alasan kekerabatan

atau pun tetangga biasa – di tandai dengan tidak adanya batas yang

massif antara satu rumah dengan rumah lainnya. Satu rumah yang orang

tuanya bekerja dapat menitipkan anaknya untuk bermain, dan tetangga

pun akan memperbolehkan anak tersebut untuk bermain-main di sekitar

rumah mereka, hal ini tentunya akan sangat di bantu dengan penggunaan

pagar yang bersifat minimal dalam pembedaan satu rumah dengan rumah

lainnya.

II.3.b. Bahasa

Bahasa merupakan salah satu ciri penting dari kebudayaan yang di

miliki oleh manusia. Penggunaan bahasa merupakan salah satu

mekanisme penting adanya penerusan kebudayaan dari satu generasi ke

generasi lainnya. Penggunaan bahasa – atau lebih tepatnya dialek –

adalah salah satu ciri penting yang membedakan satu masyarakat dan

kebudayaan yang di milikinya dengan masyarakat lain dengan

kebudayaan yang lain pula.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

13

Page 14: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

Bahasa yang di pergunakan oleh penduduk desa Ketindan pada

umumnya adalah bahasa ‘Jawa ngoko’. Jika di pandang dari sudut

pandang ‘epik’, bahasa Jawa ngoko akan terdengar lebih kasar ketimbang

bahasa Jawa krama, yang umumnya di pergunakan oleh masyarakat yang

berada di wilayah Mangkunegaraan atau Yogyakarta dan Surakarta.

Adalah penting untuk mengingat bahwa di lihat dari peta penggunaan

bahasa Jawa, maka wilayah ini termasuk dalam lingkar budaya ‘arek’,

termasuk di dalamnya adalah Surabaya, Sidoarjo dan Malang. Oleh

karena itu, ketika pembahasan mengenai bahasa, maka tidak di temukan

kesulitan berarti dalam pemahaman makna ucapan yang di lontarkan,

mengingat adanya kesamaan dengan Surabaya.

Ketika melihat suatu fenomena budaya dari sudut pandang bahasa,

akan di temukan bahwa bahasa merupakan medium yang sangat sesuai

dalam penerusan kebudayaan. Daerah-daerah yang termasuk dalam

lingkar budaya ‘arek’ cenderung menggunakan bahasa Jawa ngoko

bercampur dengan bahasa Indonesia – juga bahasa lainnya – dalam

proses penerusan kebudayaan mereka. Bahasa akan menjadi penanda

penting dari adanya sosialisasi peran gender, sebagaimana akan kami

tunjukkan pada sub bab berikutnya.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

14

Page 15: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

BAB III

POLA PENGASUHAN ANAK DAN SOSIALISASI PERAN GENDER

III.1. Gender: Tinjauan

Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti 'jenis kelamin'

(Echols dan Shadily, 1983:265), istilah gender acapkali di rancukan

dengan seks. Seks mengacu pada perbedaan biologis, seperti

kromosomal, hormonal, atau fisik antara laki-laki dan perempuan;

sedangkan gender mengacu pada identitas sosial yang mengandung

peranan yang harus dilakukan oleh seseorang karena jenis kelamin

mereka (Crapo, 2002:98-99; Humm 2002), di mana peranan tersebut

sesuai dengan konstruksi sosial maupun kultural (Fakih, 2005:8). Seks di

yakini sebagai biologi tubuh, sementara gender mengacu pada asumsi

dan praktik budaya yang mengatur konstruksi sosial laki-laki, perempuan

dan relasi sosial antara keduanya (Barker, 2004:244-8). Gender

merupakan pembedaan antara bentuk nyata dan jenis kelamin yang di

berikan, sehingga membentuk dua kategori umum: maskulin dan feminim

(Marckwardt, 1976:525; Clarke dan Summers, 1977:404).

Gender merupakan hasil dari suatu konstruksi, baik itu konstruksi

sosial maupun konstruksi kultural. Hal ini dapat dilihat pada teori Mead

dalam tulisan klasiknya Sex and Temperament in Three Primitive

Societies ([1935] dalam Danandjaja, 2005: 34), di mana Mead

menjelaskan bahwa jenis kelamin adalah biologis dan perilaku gender

adalah konstruksi sosial. Konstruksi sosial memegang peranan yang

penting atas subordinasi perempuan sehingga memunculkan suatu

realitas sosial di mana laki-laki menguasai dan mendominasi kehidupan,

dan perempuan menjadi subordinat dari laki-laki, yang dengannya

perempuan menjadi obyek untuk di manipulasi demi kepentingan laki-laki,

atau demi kepentingan perempuan dengan seizin laki-laki.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

15

Page 16: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

Fakih (2005:7-8) menyatakan bahwa gender adalah suatu sifat

yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang di konstruksi secara

sosial maupun kultural. Perubahan ciri-ciri dan sifat tersebut dapat terjadi

dari satu waktu ke waktu yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain,

dan dari kelas sosial yang satu ke kelas sosial yang lain. Konstruksi sosial

yang ada dalam masyarakat memandang bahwa perempuan adalah

makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, halus dan lain sebagainya

(Abdullah, 2001). Wacana tersebut di sosialisasikan dengan berbagai

medium dalam kehidupan sehari-hari sehingga terlihat seakan-akan

wacana tersebut merupakan cermin dari adanya realitas bahwa

perempuan memang lemah dan sebagainya.

III.2. Peran Gender, Peran Keluarga

Wacana gender acapkali bermula dari adanya suatu konstruksi

yang bias, dimana konstruksi tersebut dilaksanakan dengan sosialisasi

peran pada laki-laki dan perempuan. Sosialisasi peran secara langsung

berpengaruh terhadap pemahaman akan fungsi, hak dan kewajiban

antara perempuan dan laki-laki. Gender bukan sesuatu yang di miliki sejak

lahir atau kodrat seseorang, gender adalah hasil konstruksi sosial yang

dapat di bentuk, dimana konstruksi ini terlembagakan melalui struktur-

struktur sosial; dengan demikian, gender sangat bergantung pada

dimensi-dimensi sosial dan kultural. Sosialisasi peran gender dapat

dilakukan baik di keluarga, dengan membedakan antara tugas anak laki-

laki dan anak perempuan; maupun di sekolah, di mana sosialisasi peran

gender berlangsung dalam proses pembelajaran, yakni seluruh aktivitas

belajar-mengajar, antara lain meliputi kurikulum pendidikan, buku

pelajaran hingga kegiatan ekstra kurikulum.

Konstruksi gender dilakukan dengan hal-hal yang mungkin terlihat

amat sepele dan di sosialisasikan melalui pembedaan peran antara anak

laki-laki dan perempuan. Sosialisasi peran ini di sadari atau tidak telah

menjadikan suatu hubungan yang asimetris antara peran laki-laki dan

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

16

Page 17: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

perempuan, di mana perempuan hanya menjadi kanca wingking, tanpa

pernah mendapat kesempatan untuk menjadi mitra yang sejajar dan

menikmati berbagai fasilitas yang sama dengan laki-laki (Saptandari,

2000; Wiludjeng [et.al], 2005).

Dalam keluarga Indonesia pada umumnya, orang tua atau orang-

orang terdekat lainnya, secara langsung ataupun tidak langsung telah

mensosialisasikan peran anak laki-laki dan perempuan secara berbeda.

Anak laki-laki di minta membantu orang tua dalam hal-hal tertentu saja,

bahkan seringkali di berikan kebebasan untuk bermain dan tidak di bebani

tanggungjawab tertentu. Sebaliknya, anak perempuan selalu di berikan

tanggungjawab untuk membantu pekerjaan yang menyangkut pengurusan

rumah (atau kegiatan reproduksi sosial, seperti mencuci, memasak dll),

ataupun menjaga adik-adiknya.

Adanya pembedaan ini secara tidak sengaja telah mengarahkan

dan mengajarkan bahwa anak laki-laki berbeda perannya dengan anak

perempuan. Anak perempuan – sengaja atau tidak – telah di persiapkan

menjadi ibu rumah tangga, hal ini tentunya di dukung oleh struktur budaya

masyarakat berupa sosialisasi bahwa setelah menikah seorang anak

perempuan akan menjadi ibu rumah tangga, mengurus rumah, suami dan

anak; sedangkan anak laki-laki telah di sosialisasi untuk menjadi kepala

keluarga, yang bertanggungjawab atas nafkah, dan berhak mendapatkan

kepatuhan dari istri sepenuhnya (Abdullah, 2003).

Kajian yang dilakukan oleh Tim Peneliti LSPPA (1999) pada orang-

orang Jawa di Limbangan, Jawa Tengah yang beragama Islam, bahwa

sejak awal anak sudah di perkenalkan norma-norma pembagian kerja

dalam rumah tangga. Perempuan sebagai ibu rumah tangga mempunyai

kewajiban melayani kebutuhan konsumsi keluarga dan mengasuh anak,

perempuan di anggap tidak boleh menjadi kepala keluarga terutama untuk

fungsi pengatur dan 'hakim' atau pengambil keputusan. Kebalikannya,

laki-laki memiliki kewajiban sebagai kepala keluarga, dan padanya di

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

17

Page 18: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

bebankan kewajiban untuk mencari nafkah, pelindung, pengambilan

keputusan, dan pengatur keluarga. Laki-laki selama masih ada istrinya,

tidak boleh terlalu terlibat dengan tugas-tugas keseharian rumah tangga

yang dapat menurunkan martabat yang di milikinya, karena pekerjaan

tersebut merupakan 'kodrat' yang di bebankan pada perempuan.

Hal yang tidak jauh berbeda juga di temukan di masyarakat Batak

Toba, baik di daerah asal maupun di kota-kota besar. Peta genealogis dan

sejarah orang Batak Toba hanya dapat di telusuri melalui garis laki-laki,

anak perempuan dan istri tidak tercatat dalam peta tersebut. Dalam sistem

patrilineal tersebut, laki-laki dan perempuan menyandang hak dan

kewajiban yang berbeda terhadap clan mereka. Anak laki-laki sejak kecil

sudah di sadarkan bahwa mereka harus memiliki pengetahuan mengenai

sejarah dan kebudayaan Batak Toba, dan tanggungjawab mereka

terhadap kelangsungan clan ayahnya (Irianto, 2003:8-15). Sebaliknya,

anak perempuan di sosialisasikan bagaimana menjadi istri yang baik dan

'terhormat' baik dalam keluarga maupun di masyarakat sekitar. Akibat dari

sistem ini adalah, perempuan tidak berhak atas warisan orang tuanya

ataupun suaminya yang meninggal dunia, sehingga untuk mendapatkan

akses terhadap harta waris mereka harus mengajukan gugatan melalui

pengadilan negara bukan pengadilan adat.

Perbedaan ini pada gilirannya memunculkan suatu bentuk-bentuk

struktur ketimpangan gender, di mana pihak laki-laki terlalu di harapkan

untuk mempertahankan kehidupan dirinya dan orang-orang yang

menjadikan tanggungannya. Tidak mengherankan jika fenomena bunuh

diri di daerah Gunung Kidul umumnya adalah laki-laki pada usia kerja

produktif, dimana mereka telah terkonstruksi sebagai kepala keluarga,

sedangkan kondisi ekologis Gunung Kidul yang relatif tandus menjadikan

tugas tersebut menjadi terlalu berat bagi mereka. Konstruksi tersebut

pada gilirannya menjadikan sikap pasrah dan menyerah pada nasib

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

18

Page 19: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

dengan menggantung diri, yang kemudian di kaitkan dengan mitos pulung

gantung (Darmaningtyas, 2002).

Bagi masyarakat Desa Ketindan, pembedaan peran gender

memang nyata terjadi antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pada

umumnya, masyarakat desa lebih menyukai anak perempuan anak

perempuan ketimbang anak laki-laki, meskipun mereka tidak pernah

menolak ketika ‘di berikan’ anak laki-laki. Bagi mereka, anak perempuan

jauh lebih mudah di urus dan di atur. Kehadiran anak perempuan,

terutama ketika anak tersebut mulai masuk usia sekolah, akan segera di

bebankan berbagai tugas domestik. Anak perempuan di bebani berbagai

tugas domestik seperti mencuci piring, menyapu, hingga menjaga adiknya

yang masih kecil.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, keberadaan anak sangat

bergantung pada nilai anak tersebut di masyarakat. Masyarakat desa

Ketindan yang lebih menyukai anak perempuan jelas menunjukkan

adanya ‘nilai khusus’ pada diri anak perempuan. Setidaknya terdapat tiga

alasan mengapa masyarakat desa lebih menyukai anak perempuan: (1)

anak perempuan di anggap lebih mudah di atur ketimbang anak laki-laki,

(2) anak perempuan di anggap ‘lebih berguna’ ketimbang anak laki-laki,

dimana anak perempuan akan di bebani berbagai tugas domestik

sehingga lebih membantu orang tua (ibu) dalam menjalankan aktivitasnya,

dan (3) anak perempuan pada gilirannya (pasti) akan menikah, dan hal ini

sedikit banyak akan membantu perekonomian keluarganya, terutama

dengan nafkah yang akan di berikan pada keluarga anak perempuan

tersebut.

Melihat konteks yang lebih luas, terdapat ketimpangan peran

gender di sini. Alasan utama mengapa anak perempuan lebih di sukai

tetap di kaitkan dengan tugas-tugas domestik dan ‘nilai jual’ anak tersebut

ketika akan menikah nanti. Persoalannya kemudian, ketimpangan ini di

sosialisasikan dalam bentuk-bentuk yang paling sederhana, yakni

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

19

Page 20: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

pembagian tugas dan peranan. Anak perempuan lagi-lagi di bentuk untuk

menjadi ibu rumah tangga yang ideal, yang hanya bergerak di ruang-

ruang domestik tanpa memiliki hak untuk membantah. Sebaliknya, anak

laki-laki tidak di bebankan dengan tugas domestik, mereka di bentuk di

ruang-ruang publik, sehingga peranan mereka akan lebih menonjol

ketimbang anak perempuan.

III.3. Pola Pengasuhan Anak

Secara Etimologi pengasuhan berasal dari kata “asuh“ artinya

peminpin, pengelola, membimbing, maka pengasuhan adalah orang yang

melaksanakan tugas membimbing, meminpin atau mengelola

(Purwadarminta, t.t:89). Pengasuhan yang di maksud di sini adalah

mengasuh anak. Dimana proses ini menitikberatkan pada mengasuh

anak, mendidik dan memelihara anak. Termasuk di dalamnya mengurus

makan, minumnya, pakaiannya dan keberhasilannya dalam periode

kanak-kanak sampai dewasa.

Dengan pengertian di atas dapat di pahami bahwa pengasuhan

anak yang di maksud adalah kepemimpinan, bimbingan yang dilakukan

terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Beberapa pola

asuh dari orangtua atau pendidik yang dapat mempengaruh kreativitas

anak antara lain: (1) lingkungan fisik, (2) lingkungan social, (3) pendidikan

internal dan eksternal, (4) dialog, (5) suasana psikologis, (6) sosio budaya,

(7) perilaku orang tua, (8) kontrol, (9) menentukan nilai moral (Tilaar,

2005).

Kesembilan pola asuh orang tua di atas sangat mempengaruhi

terhadap perkembangan diri sekaligus pengembangan kreativitas anak di

dalam kehidupannya. Keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak

berkreativitas anak diri di maksudkan sebagai upaya orang tua dalam

meletakkan dasar-dasar disiplin diri kepada anak dan membantu

mengembangkannya sehingga memiliki disiplin diri. Intentitas kebutuhan

anak untuk mendapatkan bantuan dari orangtua bagi kepemilikan dan

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

20

Page 21: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

pengembangan dasar–dasar kreativitas diri, menunjukkan adanya

kebutuhan internal yaitu manakala anak masih membutuhkan banyak

bantuan dari orangtua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar

kreativitas diri, berdasarkan nalar sekaligus berdasarkan kata hati.

Bagi buruh pemetik teh, pengasuhan anak dapat dilakukan dengan

tiga cara. Pertama, dilakukan ketika mereka berada di rumah, dan hal ini

dilakukan ketika mereka pulang dari memetik teh di perkebunan teh.

Kedua, pengasuhan anak dilakukan oleh kerabat terdekat mereka ketika

mereka bekerja, dan hal ini terutama untuk anak usia pra-sekolah. Ketiga,

bagi anak usia sekolah, mereka akan disekolahkan di sekolah yang ada di

sekitar mereka, pun jika terdapat sekolah di sekitar mereka, maka mereka

akan menitipkan anak mereka pada kerabat terdekat mereka (point

kedua).

Pada point pertama, harus di ingat bahwa jam kerja buruh pemetik

teh cukup padat, mereka berangkat untuk bekerja pada pagi hari dan baru

kembali pada siang atau sore hari. Bagi mereka yang berasal dari

Ketindan, maka umumnya mereka berangkat pada pukul 6.30 pagi dan

menuju perkebunan teh dengan berjalan kaki; bagi mereka yang berasal

dari Toyomerto, mereka berangkat lebih pagi, yakni sekitar jam 6.00, dan

mereka akan di jemput oleh truk untuk membawa mereka ke perkebunan

teh. Mudah di mengerti jika proses pengasuhan anak oleh orang tua (ibu)

menjadi sangat terbatas, hanya ketika sang ibu tersebut berada di rumah.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pengasuhan anak cenderung

pada point kedua, yakni di serahkan pada kerabat terdekat.

Pada point kedua, pengasuhan anak di serahkan pada kerabat

terdekat. Kerabat terdekat di sini lebih di tekankan pada suami, ayah dan

ibu (dari pihak suami atau istri), atau saudara kandung yang tinggal di

sekitar mereka. Harus di ingat, telah di sebutkan sebelumnya, bahwa pola

tempat tinggal di desa ini adalah model ambilokal dan/atau neolokal.

Dengan model ambilokal atau bilokal, maka pasangan yang baru menikah

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

21

Page 22: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

dapat memilih untuk tinggal bersama dengan kerabat istri atau kerabat

suami. Pun mereka memilih untuk membuat tempat tinggal baru atau

neolokal, mereka akan lebih memilih untuk tinggal di dekat kerabat

mereka.

Pemilihan lokasi tempat tinggal yang berdekatan memiliki alasan

yang logis dan rasional, yakni memudahkan terjadinya proses

pengasuhan anak oleh kerabat terdekat. Selain itu, pemilihan tempat

tinggal yang umumnya berdekatan memungkinkan terjadinya saling

interaksi antara sesama anggota keluarga yang masih berkerabat dengan

lebih intensif, dan tentunya memudahkan terjadinya pengawasan atas

kegiatan anak-anak ketika orang tua tidak berada di rumah.

Pada point pertama dan point kedua, pada umumnya anak yang

akan di asuh masih pada usia pra-sekolah. Dengan demikian, peran

pengasuhan anak akan di jalankan oleh orang tua anak tersebut, pun

mereka berhalangan, mereka akan meminta anak (perempuan) mereka

yang paling besar untuk membantu menjaga adik mereka, tentu saja hal

ini dengan catatan bahwa anak tersebut belum (atau tidak) bersekolah.

Jika tidak ada orang lain dalam keluarganya yang tidak dapat di mintakan

tolong, maka mereka akan meminta bantuan kerabat terdekat mereka,

apakah itu orang tua (kakek atau nenek) atau saudara kandung. Bahkan

jika tidak ada saudara yang dapat di mintakan tolong, mereka akan

meminta bantuan tetangga mereka untuk membantu menjaga anak

mereka.

Pada anak usia sekolah, maka umumnya mereka akan

‘menitipkan’ anak mereka pada institusi pendidikan yang ada di sekitar

mereka. Tersedianya lembaga pendidikan yang ada di sekitar penduduk

jelas akan membantu para orang tua yang bekerja, sedangkan anak

mereka telah memasuki usia sekolah. Lembaga pendidikan yang tersedia

di desa Ketindan cukup beragam, di mulai dari Play Group, Taman Kanak-

Kanak, SD hingga SMP.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

22

Page 23: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pendidikan dapat menjadi bantuan penting dalam proses

pengasuhan anak, di mana lembaga pendidikan menyediakan berbagai

kebutuhan anak, terutama untuk Play Group ataupun Taman Kanak-

Kanak. Pada umumnya, Play Group dan TK menyediakan berbagai

permainan yang tidak di sediakan oleh orang tua mereka, selain itu juga

dengan di berikannya perhatian dari tenaga pengajar terhadap

perkembangan peserta didik. Pada lembaga pendidikan SD dan SMP,

anak didik akan di ajarkan berbagai materi ajaran yang di anggap di

perlukan oleh anak didik.

Salah satu karakteristik utama dari adanya lembaga pendidikan

adalah penggunaan berbagai metode belajar, adanya kurikulum formal,

dan tentunya beban belajar yang di bebankan pada peserta didik. Selain

itu, adanya seperangkat peraturan yang mengikat dan sejumlah tugas

yang ‘menumpuk’ di harapkan dapat menjadikan peserta didik lebih

disiplin dan mandiri. Hal ini sedikit-banyak akan sangat membantu beban

orang tua yang bekerja di perkebunan, sehingga mereka tidak perlu

mengkhawatirkan bagaimana pendidikan anak-anak mereka, yang perlu

mereka khawatirkan hanya lah persoalan biaya pendidikan yang harus di

bayarkan.

Masalah kemudian muncul ketika anak pada usia sekolah, ternyata

anak tersebut tidak di sekolahkan dengan berbagai alasan. Cukup banyak

orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya karena tidak adanya biaya,

sehingga mereka lebih memilih untuk mengasuh anak secara mandiri. Hal

ini tentunya akan sangat bergantung pada tersedianya tenaga yang akan

membantu dalam pengasuhan anak tersebut.

III.4. Sosialisasi Peran Gender

Sosialisasi peran gender adalah bagian penting dalam

‘pembentukan karakter’ gender, tentunya sesuai dengan model

pengasuhan anak. Sosialisasi peran gender berkaitan erat dengan

ideologi gender. Secara sederhana, ideologi gender adalah bagaimana

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

23

Page 24: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

kedua jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan, di persepsikan, di

nilai, dan di harapkan untuk bertingkahlaku (Saptari dan Holzner, 1977).

Pengertian ini juga nampaknya di dukung oleh Schegel, hanya saja ia

menyebut hal ini dengan istilah gender meaning (pengertian gender).

Namun demikian, Schegel membagi gender meaning dalam dua artian:

umum dan khusus. Jika menilik pengertian gender secara umum, maka

akan di dapatkan suatu pengertian bagaimana laki-laki dan perempuan di

definisikan dalam artian abstrak, yakni ciri-ciri khusus yang di berikan

berdasarkan jenis kelamin masing-masing. Sedangkan pengertian secara

khusus adalah pendefinisian gender dalam lokasi tertentu, struktur sosial

tertentu, dan bidang kegiatan tetentu.

Sekurang-kurangnya terdapat tiga macam contoh dari bentuk

ideologi umum, yaitu: (1) nilai pemingitan, (2) nilai pengucilan dari bidang

tertentu, dan (3) nilai femininitas perempuan. Ketiga hal tersebut mungkin

terlihat terpisah satu dengan lainnya, padahal ketiganya adalah satu

kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi. Ketiganya adalah

‘jerat’ yang saling berjalin-berkelindan membentuk sebuah ideologi

dominan yang di kenal dengan sebutan patriarki.

Sosialisasi dapat terlihat dari bahasa yang di gunakan sehari-

sehari. Sesuai dengan konteks budaya ‘arek’, mayoritas anak laki-laki

yang penulis wawancarai dapat mengucapkan ‘misuh’ sebagai reaksi atas

lingkungan sekitar mereka, dan lingkungan sekitar tidak melakukan reaksi

apapun atas perilaku tersebut. Sebaliknya, ketika ada seorang anak

perempuan informan meniru perilaku kakak laki-lakinya, sang ibu dengan

segera memandang pada anak tersebut dengan ‘pandangan

memperingatkan’. Ketika penulis tanyakan, si ibu hanya menjawab singkat

“Ga pantes, Mba, cah wedok kok misuh...”.

Penggunaan bahasa yang seksis adalah bukti konkret dari adanya

nilai femininitas perempuan. Perempuan di harapkan untuk bertingkah

laku yang sesuai dengan jenis kelaminnya, yakni bertingkah laku yang

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

24

Page 25: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

baik, sopan, beretika, memiliki tata krama, dan seperangkat peraturan lain

yang membedakan perempuan tersebut dengan opisisi binari jenis

kelaminnya: laki-laki.

Penggunaan bahasa termasuk di antara berbagai pranata yang di

ajarkan dan di sosialisasikan pada anak-anak. Seluruh informan yang

penulis datangi setuju, bahwa anak perempuan ‘harus’ memiliki bentuk

dan struktur bahasa yang berbeda dengan anak laki-laki; di mana anak

perempuan di haruskan untuk menggunakan bahasa yang ‘baik’, entah itu

secara gramatika maupun kesopanan. Hal ini memperlihatkan bagaimana

ragam bahasa yang di tuturkan seseorang banyak mengikuti pola interaksi

di dalam sebuah komunitas, dan terkait erat dengan hubungan status

yang di milikinya dalam komunitas tersebut.

Secara sederhana, penggunaan bentuk-bentuk bahasa oleh anak

laki-laki dan anak perempuan atau perbedaan jenis kelamin tertentu

dalam perilaku bahasa merupakan efek samping dari pengalaman sosial

anak laki-laki dan perempuan yang secara sistematis berbeda. Beberapa

jenis tuturan mungkin secara sosial di anggap tepat bagi jenis kelamin

tertentu, dan mungkin saja di pelajari anak-anak sama seperti mereka

mempelajari berbagai macam perilaku gender lainnya (Graddol dan

Swann, 2003:13-14).

Sebagaimana halnya penggunaan bahasa, berbagai bentuk

permainan pun merupakan salah satu medium sosialisasi gender yang

penting. Berbagai janis permainan telah di kontruksikan pada dua jenis

kelamin: laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki akan cenderung bermain

dengan teman-temannya permainan yang 'membutuhkan' tenaga dan

kecerdikan. Permainan seperti sepak bola, layang-layang, dan kejar-

kejaran merupakan permainan yang di identikkan dengan laki-laki;

sedangkan permainan rumah-rumahan, dokter-dokteran, dan lompat tali di

identikkan dengan perempuan. Namun demikian, ada pula permainan

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

25

Page 26: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

yang berada di wilayah abu-abu, yakni permainan yang unisex seperti

petak-umpet, dan bulu tangkis.

Beragam bentuk permainan yang di konstruksikan hanya untuk

jenis kelamin tertentu, sehingga jenis kelamin lawannya akan merasa

enggan untuk bermain permainan tersebut. Anak laki-laki yang kami

tanyakan, tidak ada satupun yang berminat bermain rumah-rumahan,

meskipun itu dengan adik perempuannya sendiri; dengan alasan

ketidakpatutan, mereka menghindari permainan tersebut dan lebih

memilih untuk bermain ‘bal-balan’ dengan dengan teman-teman mereka.

Demikian pula dengan anak perempuan, tidak ada satupun dari mereka

yang berminat untuk bermain sepak bola ataupun kejar-kejaran. Mereka

lebih tertarik untuk bermain yang tidak membutuhkan tenaga ataupun

keterampilan, selain itu, mereka merasa tidak cocok untuk bermain

dengan anak laki-laki.

Konsekuensi logis dari adanya permainan yang seksis adalah

pengelompokkan yang jelas antara dua jenis kelamin. Ketika penulis

mengajak anak perempuan dan anak laki-laki untuk bermain bulu tangkis,

anak laki-laki akan ‘secara sadar’ memilih anak laki-laki lainnya sebagai

lawan main, demikian pula anak perempuan. Ketika salah satu orang tua

menyarankan untuk bermain ganda campuran, tidak ada seorang

anakpun yang mau bermain, terkecuali masing-masing pihak – dengan

jenis kelamin yang sama melawan pihak lainnya, pasangan anak laki-laki

melawan pasangan anak perempuan; meskipun pasangan anak

perempuan harus menerima kekalahan yang telak, yang di anggap

sebagai akibat dari “pelanggaran kodrat” mereka.

Permainan yang di mainkan oleh anak-anak telah lagi-lagi

menunjukkan adanya ideologi gender yang dominan, yakni adanya nilai

pengucilan dari bidang tertentu. Ketika anak perempuan kalah bermain

dan di anggap sebagai konsekuensi atas pelanggaran kodrat, yang terjadi

sebenarnya adalah pengucilan anak perempuan dalam bidang tertentu,

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

26

Page 27: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

yakni dalam bidang permainan yang di dominasi oleh laki-laki. Anak-anak

perempuan tidak di perbolehkan bermain pemainan yang berada di bawah

domain laki-laki, pengucilan ini berlaku dengan adanya sosialisasi secara

intensif, sehingga permainan yang di dominasi laki-laki tidak akan di lirik

oleh anak perempuan, demikian pula sebaliknya.

Jika permainan menyajikan suatu gambaran yang seksis, demikian

pula dengan pekerjaan rumah tangga. Adanya perbedaan tugas dan

tanggung jawab dalam urusan rumah tangga pun menggambarkan

adanya ideologi gender, yakni adanya nilai-nilai pemingitan. Pemingitan ini

berlangsung atas nama tradisi, bahwa anak perempuan memiliki ranah

domain yang berbeda dengan anak laki-laki. Anak perempuan selalu di

sosialisasikan akan kewajibannya membantu ibu di rumah atau kegiatan

reproduksi sosial. Membantu memotong sayuran, memasak air, menyapu,

mengepel, hingga membersihkan tempat tidur adalah tugas-tugas yang di

bebankan pada anak perempuan. Anak laki-laki memiliki waktu luang

yang jauh lebih banyak, mereka di bebaskan dari berbagai aktivitas

reproduksi sosial, dimana umumnya mereka menghabiskan sisa waktu

mereka dengan bermain bersama teman ataupun bermain Play Station.

Salah satu kewajiban anak laki-laki adalah membereskan ‘perlengkapan

main’ sesudah bermain, dan membantu ayah mereka, apakah itu

memperbaiki kandang burung ataupun sekedar membantu mencuci

motor.

Pembagian kerja yang asimetris ini di sosialisasikan dengan intens,

sehingga baik anak laki-laki maupun anak perempuan menerima tugas

tersebut dengan senang hati dan wajar. Ungkapan Alam sebagai salah

satu informan laki-laki mungkin merefleksikan hal ini "Ya kalo dirumah

paling bantu Bapak cuci motor, biasanya Yuyun (adik perempuan) yang

bantu Ibu, soalnya ibu sering marah kalo Alam ikut bantu di dapur".

Perbedaan peran gender antara anak laki-laki dan anak perempuan pada

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

27

Page 28: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

masa kecil akan berpengaruh pada pola-pola perilaku mereka ketika

dewasa nanti.

III.4. Gender: Peran, Status dan Kewajiban

Masa kanak-kanak merupakan masa penting dalam pembentukan

kepribadian, hal ini telah banyak di akui oleh para antropolog yang tertarik

dalam masalah perkembangan kepribadian. Perkembangan kepribadian

anak sangat bergantung pada proses-proses pembelajaran yang di

kembangkan dan di langsungkan oleh orang tua, dimana proses

sosialisasi merupakan salah satu cara pembelajaran yang penting bagi

anak-anak. Proses pembelajaran pada gilirannya akan menjadi proses

enkulturasi, dimana kebudayaan di turunkan dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Secara sederhana, Koentjaraningrat membagi

kebudayaan dalam empat wujud, yakni: (a) kebudayaan sebagai artifacts

atau benda-benda fisik, (b) kebudayaan sebagai sistem tingkah laku dan

tindakan yang berpola, (c) kebudayaan sebagai sistem gagasan, dan (d)

kebudayaan sebagai sistem gagasan yang ideologis (Koentjaraningrat,

2003:74-75).

Proses enkulturasi sebagai penerusan kebudayaan dapat

terefleksikan dalam watak dan kepribadian individu, dimana pembentukan

watak dalam jiwa individu banyak di pengaruhi pengalamannya di masa

kanak-kanak ketika ia di asuh oleh orang-orang di sekitarnya, watak juga

sangat di tentukan oleh berbagai tingkah laku yang di biasakan sejak kecil

(Koentjaraningrat, 2003:108-109). Antropologi tidak mempelajari individu,

tetapi mempelajari semua pengetahuan, gagasan, dan konsep yang

secara umum hidup dalam masyarakat; dimana pengetahuan, gagasan,

dan konsep yang di anut sebagian besar warga yang umumnya disebut

adat istiadat. Para antropolog meyakini, bahwa mempelajari adat istiadat

pengasuhan anak mereka akan dapat mengetahui adanya berbagai unsur

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

28

Page 29: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

kepribadian pada sebagian besar warga yang merupakan akibat dari

pengalaman-pengalaman mereka sejak masa kanak-kanak.

Pembentukan peran gender dapat dilakukan melalui berbagai

medium, salah satunya adalah pendidikan melalui sosialisasi. Sosialisasi

memegang peranan penting, dimana sosialisasi dilakukan sejak masa

kanak-kanak akan membentuk watak dan kepribadian mereka

(Koentjaraningrat, 2003:143). Konsekuensinya adalah, watak yang

terbentuk lebih pada watak yang mendukung struktur ketimpangan

gender, dimana laki-laki akan mensubordinatkan perempuan. Tentu saja

struktur ini tidak tumbuh dengan sendirinya, namun di dukung oleh

struktur lain, dimana proses sosialisasi peran gender mendukung proses-

proses ini.

Pendidikan melalui berbagai pranata, aturan, maupun kebiasaan

menjadi bagian penting dalam proses sosialisasi anak. Pranata

merupakan suatu sistem norma khusus yang menata serangkaian

tindakan berpola guna memenuhi suatu keperluan khusus dalam

kehidupan masyarakat, dimana interaksi yang berpola ini tidak serta-merta

terjadi dalam sekejap, namun di biasakan dan di sosialisasikan.

Sosialisasi menjadi bagian yang sangat penting dalam pembentukan

kehidupan anak, dan proses-proses ini akan membentuk kepribadian dan

juga temperamen anak tersebut. Mead (dalam Danandjaja, 2005:35)

meyakini bahwa perbedaan kepribadian antara laki-laki dan perempuan

bukanlah perbedaan yang biologis-universal, melainkan suatu perbedaan

yang muncul dan di tentukan oleh kebudayaan, sejarah, struktur sosial

masyarakat bersangkutan, juga yang harus di perhatikan adalah status

sosial yang melekat pada individu tersebut.

Terkait dengan sosialisasi gender di keluarga, jika menggunakan

konsep Mead, akan terlihat bahwa pembentukan kepribadian dan

tempramen yang dilakukan melalui sosialisasi gender sewaktu kecil akan

memiliki dampak yang signifikan jika dewasa nanti, hal ini dapat dilihat

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

29

Page 30: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

dengan perbedaan temperamen antara laki-laki dan perempuan. Anak

laki-laki sejak kecil telah di biasakan untuk bermain dan belajar

mengucapkan sumpah-serapah (misuh), sehingga akan membentuk

temperamen yang berbeda ketika dewasa jika di bandingkan dengan anak

perempuan. Anak perempuan sejak usia dini telah di sosialisasikan nilai-

nilai ‘kelembutan seorang wanita’, sehingga memunculkan temperamen

yang lebih kalem dan tenang jika di bandingkan dengan laki-laki. Tentu

saja hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya penyimpangan-

penyimpangan. Mungkin saja seorang perempuan bertemperamen keras

dan kasar sedangkan laki-laki kebalikannya, hal ini dapat terjadi dalam

proses pengasuhan dan sosialisasi anak.

Salah satu hal penting jika melihat konsepsi Mead adalah,

pembentukan kepribadian seorang anak sangat di pengaruhi oleh

kepribadian orang tuanya, yang juga mengalami proses sosialisasi peran

gender sewaktu kecilnya. Dengan kata lain, sosialisasi peran gender yang

dilaksanakan pada masa sekarang adalah sosialisasi yang pernah

dilakukan pada masa lalu, meskipun telah mengalami perubahan bentuk

dan cara (metode) sosialisasi, namun untuk tujuan, kami rasa masih sama

– atau setidaknya tidak terlalu jauh berbeda.

Pola pengasuhan anak dan sosialisasi peran gender di keluarga

buruh teh menunjukkan adanya struktur yang timpang, dimana setiap

anak telah di konstruksikan untuk melakukan berbagai aktivitas ataupun

pekerjaan yang ‘sesuai dengan jenis kelaminnya’. Seorang responden

kami menuturkan, bahwa beban atas berbagai tugas domestik yang di

embannya bukanlah suatu hal yang harus di risaukan. Ia menganggap

bahwa kegiatan reproduksi sosial – terutama reproduksi biologis –

sebagai kodrat yang harus di terima, dan tidak ada hak untuk protes atas

masalah tersebut.

Masih ada satu persoalan lain yang mengganjal, yakni ketika

perempuan bekerja sebagai buruh pemetik teh, maka perempuan tersebut

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

30

Page 31: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

sebenarnya telah melangkah ke dalam ruang publik, dan ia jelas di bayar

untuk itu. Namun demikian, lagi-lagi struktur timpang yang telah di

sosialisasikan sejak masa kanak-kanak menunjukkan hal lain: bekerja di

perkebunan teh hanya sebagai nafkah tambahan. Suami (laki-laki)

sebagai kepala rumah tangga, apapun pekerjaannya atau sebesar apapun

penghasilannya adalah pencari nafkah utama, dan hal ini telah di

sosialisasikan dengan sangat baik sejak masa kanak-kanak.

Sebesar apapun penghasilan istri, keberadaannya tetap tidak di

perhitungkan. Istri (perempuan) tetap harus melakukan dua hal sekaligus:

melakukan berbagai tugas reproduksi biologis dan sosial serta melakukan

pekerjaan di luar rumah – untuk menambah pemenuhan kebutuhan rumah

tangga. Istri di terus di bebani dengan beban ganda, dan suami tetap di

tuntut untuk berada di luar rumah. Bahkan dalam rumah sekalipun telah

muncul struktur-struktur yang membakukan peran gender. Dalam rumah

(ber-) tangga, istri (perempuan) di tempatkan dalam ruang yang paling

privat, ruang domestik yang di haramkan bagi laki-laki untuk masuk ke

dalam ruang tersebut, demikian pula sebaliknya.

Istri (perempuan) acapkali di definisikan dalam hubungannya

dengan suami (laki-laki), mereka bukanlah suatu entitas yang utuh dan

otonom karena di dasarkan pada definisi ketiadaan ‘ciri-ciri laki-laki’,

sehingga menjadikan perempuan sebagai golongan yang lebih rendah

(Supelli 2005) atau dengan kata lain sebagai Yang Lain atau The Other

(de Beauvoir 2003). Istri (perempuan) seringkali menjadi subordinat dari

suami (laki-laki), eksistensi mereka di pandang sebagai suatu bentuk

pengejawantahan dari kekuasaan absolut suami. Istri lebih di pandang

dalam kaitannya dengan peranan biologis mereka dan fungsi mereka

untuk memelihara rumah tangga (Abbot, 2000:1150-1). Peran biologis

seperti mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak pada gilirannya

menjadi suatu legitimasi atas subordinasi mereka, bahwa istri

(perempuan) sangat bergantung pada suami (laki-laki) dalam pemenuhan

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

31

Page 32: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

kebutuhan hidupnya maupun kebutuhan anak-anak yang sedang di

besarkannya (de Beauvoir, 2003:89-92).

Subordinasi perempuan seringkali di mulai dengan adanya

'ideologi' yang merendahkan perempuan, pemanfaatan tenaga kerja,

kewajiban untuk pengasuhan anak yang menempatkan mereka di bawah

pengawasan hukum dari ayah, saudara laki-laki dan suami mereka

(Keesing, 1992:62). Ideologi ini menjadi sangat kuat tidak hanya karena di

dukung oleh struktur sosial dan kultural, namun juga oleh perempuan itu

sendiri. Rosaldo dan Lamphere ([1974] dalam Keesing, 1992:64)

mengetengahkan suatu tema besar, bahwa meskipun di beberapa

masyarakat, perempuan memiliki hak politik, ekonomi, status dan

kebebasan yang relatif besar; namun demikian, hak yang mereka miliki

tidak pernah lebih tinggi – atau setidaknya setara – dari pada yang di

nikmati oleh laki-laki.

Peran dan status merupakan bagian penting dari masyarakat,

dimana masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi;

dengan demikian, agar interaksi dapat berjalan dengan mudah dan

efisien, setiap orang harus mengetahui peran dan statusnya. Begitu

pentingnya pengetahuan akan peran dan status, sehingga setiap individu

akan mengalami suatu proses sosialisasi sewaktu anak-anak mengenai

hal ini. Sosialisasi peran gender dalam keluarga terkait dengan peran dan

status yang di sandang oleh orang tua mereka, dan kelak anak-anak

mereka.

Bentuk-bentuk sosialisasi peran gender yang ada saat ini dapat di

katakan telah ‘di restui’ oleh masyarakat umum, hal ini dapat dilihat

dengan pembedaan peran antara anak laki-laki dan anak perempuan,

dimana peranan yang harus mereka mainkan tentunya harus

mendapatkan persetujuan dari orang tua dan lingkungan sosial mereka.

Anak perempuan lebih di kondisikan untuk selalu di rumah dan mengurusi

segala pekerjaan domestik ataupun tugas reproduksi sosial – dan biologis

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

32

Page 33: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

kelak; sedangkan anak laki-laki di kondisikan untuk selalu berada di luar

rumah, mereka harus belajar bekerja keras untuk memenuhi segala

kebutuhan dirinya dan keluarganya. Nafkah menjadi urusan laki-laki,

sedangkan menghabiskan nafkah menjadi urusan perempuan – meskipun

sosialisasi yang dilakukan tidak selalu berbunyi seperti itu, namun kami

kira untuk definisi yang singkat dan jelas, hal tersebut dapat di maklumi.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

33

Page 34: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

BAB IV

KESIMPULAN

IV.1. Karakter Gender: Penutup

Gender menjadi masalah yang cukup pelik, karena tidak hanya

berkaitan dengan bagaimana masing-masing jenis kelamin di harapkan

untuk bersikap dan berperilaku, namun juga terkait dengan perbedaan

peran dan status sosial yang merupakan hasil dan bentukan dari

konstruksi sosial. Konstruksi sosial memiliki posisi yang signifikan, dan

dengannya masyarakat menyandarkan seluruh pilihan hidup keluarganya.

Pola pengasuhan anak dan sosialisasi peran gender menjadi bagian yang

penting untuk di bahas, tidak hanya karena sosialisasi peran gender

adalah realitas sosial masyarakat, namun justru dari sosialisasi peran

gender pada waktu anak-anak setiap jenis akan menyandarkan peran dan

status mereka ketika dewasa kelak.

Peran dan status di masyarakat akan sangat bergantung pada

konstruksi masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin, dan hal ini

termanifesasikan dalam banyak hal, salah satunya adalah pengasuhan

anak dan sosialisasi peran gender ketika anak-anak. Para ahli meyakini

bahwa proses-proses pembelajaran yang dilakukan pada masa anak-anak

bertanggungjawab atas kepribadian anak tersebut ketika dewasa kelak.

Kepribadian merupakan masalah yang menarik untuk dibahas lebih lanjut,

hal ini disebabkan karena setiap orang memiliki kepribadian yang

berbeda, dan salah satu penyebab perbedaan ini adalah karena proses

sosialisasi yang berbeda ketika kecil. Setidaknya dengan 'sedikit

mengubah' proses sosialisasi gender pada anak akan membentuk

kepribadian anak, yang pada gilirannya dapat mengurangi kadar patriarki

dimasyarakat, tentunya dengan membentuk pola sosialisasi yang

seimbang antara anak laki-laki dan anak perempuan.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

34

Page 35: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

Kiranya akan sangat bijaksana jika sosialisasi yang dilakukan tidak

lagi penuh muatan bias gender, dimana anak laki-laki dan anak

perempuan di bedakan berbagai tugas dan aktivitasnya. Tidak akan

berkurang nilai seorang laki-laki jika ia mau mengerjakan tugas domestik,

sebagaimana tidak akan berkurang nilai seorang perempuan jika ia

mengabdikan hidupnya berkecimpung di ruang publik. Hanya saja,

sosialisasi peran seperti ini akan menyita waktu yang cukup panjang, tidak

hanya untuk sosialisasi pada anak, namun juga untuk mengajarkan pada

masyarakat, bahwa ketimpangan struktur gender yang terjadi saat ini

adalah konsekuensi logis dan hasil dari pola pengasuhan anak dan

sosialisasi peran gender yang terjadi di masyarakat pada masa

sebelumnya, dan perubahan sosialisasi dengan memperhatikan aspek

gender di harapkan akan menghilangkan – atau setidaknya meminimalisir

ketimpangan dan bias gender yang terjadi di masyarakat.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

35

Page 36: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, Pamela 2000 ”women” dalam Adam Kuper dan Jessica Kuper (eds.)

Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial edisi kedua. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Abdullah, Irwan 2001 Seks, Gender, dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta:

Terawang Press 2003 ”Dari Domestik ke Publik: Jalan Panjang Pencarian Identitas

Perempuan, Pendahuluan” dalam Irwan Abdullah (ed.) Sangkan Paran Gender. Cetakan kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barker, Chris 2004 Cultural Studies: Teori & Praktik. Cetakan pertama.

Yogyakarta: Kreasi Wacana

Clarke, H.E. dan L.R. Summers 1977 the Lexicon Webster Dictionary, volume 1. USA: The

English-Language Institute of America, Inc

Crapo, Richley H. 2002 Cultural Anthropology: Understanding Ourselves and Others,

Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Co.

Danandjaja, James 2005 Antropologi Psikologi: Kepribadian Individu dan Kolektif.

Jakarta: Lembaga Kajian Budaya Indonesia

Darmaningtyas 2002 Pulung Gantung: Menyingkap Tragedi Bunuh Diri di Gunung

Kidul. Yogyakarta: Salwa

de Beauvoir, Simone 2003 Second Sex: Fakta dan Mitos. Cetakan pertama. Surabaya:

Pustaka Promethea

Fakih, Mansour 2005 Analisis Gender & Transformasi Sosial. cetakan kesembilan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Graddol, David dan Joan Swann 2003 Gender Voices: Telaah Kritis Relasi Bahasa-Jender.

Cetakan pertama. Pasuruan: Penerbit Pedati

Haviland, William A.

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

36

Page 37: Pola Pengasuhan Anak Dan Sosialisasi Peran Pada Keluarga Buruh Pemetik Teh

Pola Pengasuhan Anak dan Sosialisasi Peran Gender di Keluarga Buruh Pemetik Teh

2002 Antropologi, jilid 1, edisi keempat. Cetakan keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga

Humm, Maggie. 2002 Ensiklopedia Feminisme. Cetakan pertama. Yogyakarta:

Fajar Pustaka Baru

Irianto, Sulistyowati 2003 Perempuan diantara Berbagai Pilihan Hukum: Studi

Mengenai Strategi Perempuan Batak Toba untuk Mendapatkan Akses kepada Harta Waris melalui Proses Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Keesing. Roger M. 1992 Antropologi Budaya, Suatu Perspektif Kontemporer edisi

kedua, Jilid kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Marckwardt, A.H. (et.al) 1976 Funk and Wagnalls Standard Dictionary of the English

Language, volume 1. Chicago: J.G. Ferguson Publishing

Saptari, Ratna dan Holzner, B. 1977 Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial: suatu pengantar

studi perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Sherwood, Lauralee 2001 Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Edisi kedua. Jakarta:

EGC

Supelli, Karina 2005 "Kata Pengantar, Tubuh yang Menyangga Sejarah" dalam

Shirley Lie Pembebasan Tubuh Perempuan, Gugatan Etis Simone de Beauvoir terhadap Budaya Patriarkat. Jakarta: Grasindo

Tilaar, H.A.R 2005 Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif

Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

www.umamnoer.co.cc – spread your wings and soar

37