pola hubungan pemerintah pusat dan pemerintah …

21
POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH (Konsepsi dan Dinamikanya) Imam Ropii 1 Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang Abstraksi : Bentuk Negara kesatuan merupakan pilihan yang sudah final. Siapapun tanpa kecuali harus setuju dengan formula susunan negara ini tanpa kecuali. Berbagai upaya penguatan untuk meneguhkan bentuk kegara kesatuan telah dilakukan sejak bangsa kita merdeka. Begitu strategis dan mendasarnya persoalan susunan negara ini, maka dalam konstitusi dilakukan melalui pembagian wilayah NKRI ini ke dalam daerah-daerah (provinsi dan kabupaten dan kota) yang memiliki pemerintahan sendiri untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya melalui asas desentralisasi disamping juga asas dekosentrasi sebagai salah satu karakter dari bentuk Negara kesatuan. Penerapan asas desentralisasi ini merupakan tindaklanjut dari pembagian atas wilayah Indonesia tersebut. pembagian daerah-daerah dan dibentuknya pemerintahan daerah akan melahirkan pemerintahan yang berposisi sebagai pemerintah pusat dan pemerintahan yang berposisi sebagai pemerintahan daerah. Konstelasi penyelenggaraan pemerintahan yang demikian akan melahirkan wewenang, hak dan kewajiban dan hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam posisi/kedudukan yang demikian akan sangat rentan terjadinya tarik menarik kepentingan dan sangat mungkin terjadinya ketegangan (spanning) jika pola hubungan dan kedudukan yang dibangun kurang tepat dan kurang harmonis. Pemahaman yang baik dan benar atas kedudukan, hak, wewenang serta kewajiban dalam hubungan pusat dan daerah akan memperkuat peneguhan dalam berbangsa dan bernegara melalui sikap saling menghargai dan menghormati keberagaman antar daerah dengan segala potensi dan kekurangan yang dimiliki. Kini rumah besar berupa Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keluarga besar berupa bangsa itu harus dikelola secara benar sesuai dengan kaidah agama, konstitusi, hukum dan berbagai kearifan local yang telah diakui dan dijamin keberadaannya oleh Konstitusi. Kata Kunci : hubungan, pemerintahan, pusat, daerah, 1 Alamat Korespondensi : [email protected]

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH

DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH

(Konsepsi dan Dinamikanya)

Imam Ropii1

Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang

Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang

Abstraksi :

Bentuk Negara kesatuan merupakan pilihan yang sudah final. Siapapun tanpa kecuali harus setuju dengan

formula susunan negara ini tanpa kecuali. Berbagai upaya penguatan untuk meneguhkan bentuk kegara

kesatuan telah dilakukan sejak bangsa kita merdeka. Begitu strategis dan mendasarnya persoalan susunan

negara ini, maka dalam konstitusi dilakukan melalui pembagian wilayah NKRI ini ke dalam daerah-daerah

(provinsi dan kabupaten dan kota) yang memiliki pemerintahan sendiri untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya melalui asas desentralisasi disamping juga asas

dekosentrasi sebagai salah satu karakter dari bentuk Negara kesatuan. Penerapan asas desentralisasi ini

merupakan tindaklanjut dari pembagian atas wilayah Indonesia tersebut. pembagian daerah-daerah dan

dibentuknya pemerintahan daerah akan melahirkan pemerintahan yang berposisi sebagai pemerintah pusat

dan pemerintahan yang berposisi sebagai pemerintahan daerah. Konstelasi penyelenggaraan pemerintahan

yang demikian akan melahirkan wewenang, hak dan kewajiban dan hubungan antar susunan pemerintahan.

Dalam posisi/kedudukan yang demikian akan sangat rentan terjadinya tarik menarik kepentingan dan

sangat mungkin terjadinya ketegangan (spanning) jika pola hubungan dan kedudukan yang dibangun

kurang tepat dan kurang harmonis. Pemahaman yang baik dan benar atas kedudukan, hak, wewenang serta

kewajiban dalam hubungan pusat dan daerah akan memperkuat peneguhan dalam berbangsa dan bernegara

melalui sikap saling menghargai dan menghormati keberagaman antar daerah dengan segala potensi dan

kekurangan yang dimiliki. Kini rumah besar berupa Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keluarga

besar berupa bangsa itu harus dikelola secara benar sesuai dengan kaidah agama, konstitusi, hukum dan

berbagai kearifan local yang telah diakui dan dijamin keberadaannya oleh Konstitusi.

Kata Kunci : hubungan, pemerintahan, pusat, daerah,

1Alamat Korespondensi : [email protected]

Page 2: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

40 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

A. Pendahuluan

Bentuk negara kesatuan yang kita

pilih dan kita pertahankan hingga saat ini

secara historis telah mengalami pasang surut

dan tantangan yang luar biasa sesaat setelah

proklamasi kemerdekaan Indonesia

diproklamasikan oleh sang duo

Proklamator- Soekarno Hatta. Sejarah dan

tantangan atas kelahiran negara kesatuan

Republik Indonesia tersebut tidak saja

muncul dari dalam negeri akan tetapi juga

dari luar negeri.

Ditilik dari sudut historis bentuk

negara kesatuan yang kita pilih ini tentu

tidak terlepas dari pengalaman sejarah

negara kerajaan yang pernah berjaya di masa

lampau, yaitu kerajaan Sriwijaya dan

Majapahitr. Kejayaan bekas kedua kerajaan

nasional di masa lampau tersebut setidak-

telah memberikan pemahaman dan inspirasi

sejarah yang amat kuat akan pentingnya

persatuan nasional dalam wadah negara.

Selain itu, dipilihnya bentuk negara

kesatuan juga merupakan salah satu hasil

pemikiran keras dan mendalam dari para

pendiri republik tercinta ini.2 Kini bangunan

2 Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menegaskan, Negara

Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk

Republik. Ketentuan ini merupakan bukti bahwa

bentuk negara kesatuan telah melewati proses yang

mendalam saat pembentukan konstitusi. Dalam

amandemen sama sekali tidak disentuh dan bahkan

diperkuat sebagai wujud dari komitmen untuk

negara kesatuan Republik Indonesia yang

berdiri kokoh diantara berbagai negara di

dunia akan terus dipertahankan dan

sekaligus menjadi komitmen seluruh

komponen anak bangsa Indonesia.

Puncaknya bentuk negara kesatuan

merupakan pilihan yang sudah final, yang

selanjutnya memikirkan bagaimana

membangun tata kelola penyelenggaraan

pemerintahan yang mengarah pada

penguatan dari bentuk Negara tersebut.

Mengingat luasnya wilayah dan

Kondisi geografis negara kesatuan Republik

Indonesia yang terdiri dari beribu ribu pulau

besar dan kecil, jumlah penduduk yang

besar dan dengan ribuan etnik suku,

bahasa, budaya yang multikultural

merupakan kekayaan yang amat mahal yang

mempertahankan bentuk negara kesatuan. Komitmen

untuk mempertahankan bentuk negara kesatuan ini

juga dilakukan oleh Panitia Adhoc I (PAH I) MPR

saat melakukan amandemen, yang telah bersepakat

bahwa dalam merubah UUD 1945 :1. Tidak

Mengubah Pembukaan UUD 1945;2. Tetap

mempertahankan Negara Kesatuan Republik

Indonesia; 3. Mempertegas sistem pemerintahan

Presidensil;4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan, dan

hal-hal yang normatif dalam penjelasan dimasukkan

dalam pasal-pasal; 5. Perubahan dilakukan secara

adendum. Suko Wiyono, H. 2006. Otonomi Daerah

dalam Negara Hukum Indonesia. (Pembentukan

Peraturan Daerah Partisipatif), Jakarta : Faza

Media, hal. 47. Komitmen lain penguatan bentuk

Negara kesatuan misalnya ditemukan di pintu-pintu

masuk kesatrian TNI (di kesatrian TNI AD misalnya)

tidak jarang kita temukan komitmennya dalam

mempertahankan bentuk negara kesatuan dengan

semboyannya “ NKRI HARGA MATI” atau juga

dengan istilah NKRI sudah final.

Page 3: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

41

41

tidak dapat terbeli dengan apapun karena

juga sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Sistem pemerintahan yang demokratis

dengan tetap menghormati corak dan hak-

hak asli masyarakat tidaklah mungkin

dilakukan dengan system pemerintahan yang

sentralistis.3

Dalam perspektif penyelenggaraan

pemerintahan, kondisi tersebut tentu sangat

mustahil jika penyelenggaraan urusan

pemerintahan hanya ditangani oleh

pemerintah pusat saja dapat berjalan secara

merata, adil dan demokratis. Kondisi

geografis wilayah negara yang demikian

tentu akan sangat tepat jika negara kesatuan

ini kemudian dibagi-bagi menjadi daerah-

daerah besar (provinsi) dan daerah provinsi

dibagi-bagi lagi ke dalam daerah kabupaten

dan kota untuk diserahi urusan pemerintahan

tertentu yang dikenal dengan otonomi

daerah dengan sistem desentralisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan.4

Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1)

UUD 1945 merupakan peneguhan formal

Konstitusi bahwa bentuk negara kesatuan

merupakan pilihan dan komitmen bangsa

3 Hestu Cipto Handoyo, Otonomi Daerah Titik Berat

otonomi dan Urusan Rumah Tangga Daerah (Pokok-

pokok Pikiran Menuju Reformasi Hukum di Bidang

Pemerintahan Daerah). Universitas Atmajaya :

Yogyakarta, 1998. hal.16. 4 Pasal 18 ayat (1) UUD 1945.

yang harus dipertahankan dan diisi dengan

kreativitas pembangunan, sedangkan

ketentuan Pasal 18 ayat (1) merupakan

peneguhan konstitusional pemberian

kewenangan kepada daerah-daerah untuk

terlibat dan aktif menyelenggarakan

pemerintahan yang menjadi urusannya.

Kedua pasal ini merupakan pasal yang

saling mengisi dan menguatkan yang setiap

pembahasan keduanya harus selalu dikaitkan

untuk mencegah tindakan resentralisasi

maupun otonomi terhadap daerah yang

kebabalasan.

Mengedepankan sentralisasi berarti

merupakan langkah mundur dalam penataan

penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan

mengagung-agungkan secara berlebihan

terhadap daerah-daerah otonom merupakan

karakter bentuk negara federasi yang tentu

sangat membahayakan. Penataan

keseimbangan dalam pembagian

kewenangan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah secara sistemik dengan

karakter ke-Indonesiaan yakni dengan tetap

menghormati hak-hak tradisional

masyarakat serta hak asal-usul daerah harus

senantiasa menjadi pemikiran awal dari

setiap tindakan pengaturan hubungan pusat

dan daerah. Hanya dengan pemahaman

karakter sosial, budaya dan kesejarahan serta

Page 4: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

42 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

kewilayahan pengaturan hubungan pusat dan

daerah akan mendapat legitimasi kuat dari

seluruh komponen masyarakat yang

kemudian diikuti dengan legalitas atas

legitimasi tersebut.

Implementasi komitmen atas pilihan

negara kesatuan dengan sistem otonomi ini

secara masif dan nyata diawali dengan

peristiwa reformasi pada tahun 1998,

dimana dalam gerakan reformasi yang

ditandai dengan berakhirnya kekuasaan

presiden Soeharto dan diserahkannya kepada

BJ. Habibi telah melahirkan perubahan yang

amat luas dan mendasar dalam tatanan

penyelenggaraan pemerintahan melalui

amandemen UUD 1945. Tatanan baru dalam

penyelenggaraan pemerintahan tersebut

antara lain berupa pemberian penguatan

konstitusional terhadap keberadaan

pemerintahan daerah provinsi, kabupaten

dan kota sebagai daerah otonom yang diberi

kewenangan untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya.

Penguatan atas eksistensi

pemerintahan daerah dengan hak

otonominya juga telah mengalami pasang

surut. Namun jika ditelaah secara mendalam

dari kurun waktu pelaksanaan otonomi

daerah yang benar-benar terasa dampak

politis dan ekonomisnya adalah pasca

reformasi dengan lahirnya format baru tata

kelola pemerintahan daerah dengan

instrumen undang-undang nomor 22 tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta

peraturan perundang-undangan pendukung

lainnya.

Kelahiran undang-undang tentang

pemerintahan daerah tersebut dalam

perkembangannya ternyata menimbulkan

ekses yang luar biasa terhadap format

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sebagai produk awal terhadap pengaturan

pemerintahan daerah era otonomi tentu

sangat wajar jika di dalamnya terdapat

nuansa yang hampir bertolak belakang

dengan yang berlaku dalam tiga dasa warsa

pemerintahan sebelumnya. Sebagai wujud

koreksi atas undang-undang pemerintahan

daerah nomor 22 tahun 1999 serta sejalan

dengan telah diamandemennya UUD 1945,

yang telah membawa perubahan yang amat

mendasar dan prinsip dalam

penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat

maupun di daerah maka lahirlah undang-

undang nomor 32 tahun 2004 sebagai

pengantinya.

Pelaksanaan kebijakan otonomi

daerah dengan corak dan gaya implentasinya

sangat menarik untuk dikaji dan

didiskusikan karena acapkali terjadi

penafsiran yang berbeda yang berujung pada

Page 5: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

43

43

tarik menarik kepentingan (spanning

interest) yang kuat antara pemerintah pusat

selaku pengemban tanggungjawab secara

nasional atas penyelenggaraan pemerintahan

dengan pemerintah daerah selaku

pengemban pemerintahan di tingkat lokal.

Sebagai contoh, pengalaman

pengelolaan pemerintahan daerah provinsi

yang baik dan tentu masih banyak yang

belum final sebagai implementasi kebijakan

otonomi daerah, secara panjang lebar bisa

dibaca dari pembeberan mantan gubernur

provinsi Gorontalo waktu itu yaitu Dr. Ir

Fadel Muhammad. Dalam catatan tersebut

bagaimana peran pemerintah pusat dan

daerah pada intinya Fadel Muhammad

menyatakan” jika daerah makmur maka

negara akan kuat dan Negara kesatuan

Republik Indonesia akan kokoh berdiri jika

memiliki rakyat yang makmur, dimana tugas

memakmurkan rakyat adalah tugas utama

dari pemerintah daerah. Untuk mewujudkan

hal itu dibutuhkan keberanian pemerintah

daerah untuk berinovasi dan melakukan

terobosan yang berkesinambungan untuk

meningkatkan kinerja5.

Pengalaman yang dipaparkan Fadel

Muhammad tersebut memberikan gambaran

5 Fadel Muhammad, Reinventing Lokal

Goverenment: Pengalaman dari daerah, 2008.

Jakarta PT. Elex Media Komputindo, hal. xxiii.

pada publik bahwa eksistensi pemerintahan

daerah merupakan bagian yang sama

pentingnya dengan keberadaan pemerintah

pusat itu sendiri dalam upaya mencapai

tujuan pembangunan yaitu mengembangkan

potensi alam dan social serta membangun

kesejahteraan masyarakat. Pencapaian

prestasi daerah dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat yang didukung

dengan tatakelola pemerintahan yang baik

sebagai manivestasi sikap dan prinsip

tanggungjawab pemangku pemerintahan

daerah harus dijadikan cermin, inspirasi dan

pembanding bagi penyelenggara

pemerintahan daerah lain khususnya dan

pemerintah pusat.

B. Pembahasan

1. Konsepsi Hubungan Pemerintah

Pusat dan Daerah

Tarik menarik kewenangan urusan

pemerintahan dalam penyelenggaraan

pemerintahan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dalam Negara kesatuan

bukanlah hal yang aneh. Jika kebijakan yang

dibangun dalam membentuk hubungan

antara pemerintah pusat dan daerah tidak

memperhatikan aspek-aspek karakter dan

potensi daerah tentu akan membawa ekses

Page 6: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

44 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

social ekonomi, politik yang rumit dan biaya

social yang amat mahal (high social cost)6.

Implementasi kebijakan otonomi

daerah secara lebih terbuka dan berkeadilan

dalam sejarahnya praktis dilakukan dan

dinikmati pasca berakhirnya rezim orde

baru. Di tengah-tengah suasana euphoria

kebebasan politik atas kemenangan

kelompok reformasi tersebut pemerintah

dituntut secepatnya untuk menata dan

mengelola hubungan antara pemerintah

pusat dan pemerintah daerah. Dan dalam

perkembangannya tentu tidak seperti

memecah semangka membagi/menyerahkan

urusan pemerintahan oleh pemerintah

kepada pemerintah daerah. Sebab banyak

pertimbangan dan kepentingan yang harus

dipertimbangkan. Kondisi geografis dan

sosiologis tiap daerah yang berbeda-beda

benar-benar membutuhkan kearifan dan

kajian yang komprehensif sebelum berbagai

urusan pemerintahan tersebut akan

diserahkan.

Hubungan pemerintah pusat dan

daerah oleh Clarke dan Stewart

dikonsepsikan dalam tiga bentuk hubungan

6 .Pengalaman atas pemberlakuan undang-undang

nomor 9 tahun 1974 tentang Desa sebagai instrument

hukum untuk melengkapi undang-undang nomor 5

tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di

Daerah benar-benar telah memberangus karakter desa

atau sebutan lain yang dalam perpsektif konstitusi

merupakan wujud inkonstitusional kebijakan di masa

itu vide Pasal 18 B UUD 1945.

sebagai berikut 7. a. The relative autonomy

model. Dalam model relative autonomi

pemerintah pusat memberikan kebebasan/

kewenangan bertindak yang lebih besar

kepada daerah dalam kerangka tugas dan

tanggungjawab yang telah dirumuskan oleh

peraturan perundang-undangan. Dengan

pemberian kewenangan dan kebebasan

melalui peraturan perundang-undangan

tersebut pemerintah daerah menjadi lebih

leluasa dalam bertindak. Dalam kondisi

yang demikian daerah akan memiliki

keleluasaan dalam mengatur dan mengurus

urusan yang menjadi wewenangnya. b. The

agency model. Dalam model agency ini di

mana daerah tidak mempunyai kekuasaan

yang cukup berarti, sehingga daerah hanya

sebagai agen (penyalur/pelaksana saja) dari

pemerintah pusat yang bertugas untuk

menjalankan kebijakan pemerintah pusat.

Keberadaan pemerintah daerah tak lebih

sebagai perangkat dari pemerintah pusat

yang hanya berperan sebagai perangkat yang

harus dengan patuh melaksnakan kebijakan

pemerintah pusat. c.The interaction model.

Dalam model interaction ini, keberadaan

dan peran pemerintah daerah ditentukan

7 Jazim Hamidi, Pola Hubungan Pemerintah Pusat

dan Daerah (slide), Seminar Nasional dan Refleksi

Akhir Tahun 2009, Asosiasi Pengajar Hukum Tata

Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara

(HAN) Jawa Timur, Hotel Panorama- Jember 27 –

29 Desember 2009.

Page 7: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

45

45

oleh interaksi yang terjadi antara pemerintah

pusat dengan pemerintah daerah. Jika

interaksi yang dibangun antara pusat dan

daerah berjalan dengan baik dan dapat saling

mengisi maka kepercayaan pemerintah pusat

terhadap daerah akan semakin besar dan luas

demikian juga sebaliknya jika interaksi

antara pusat dan daerah tidak baik maka

akan sangat berpengaruh terhadap

kepercayaan pusat terhadap daerah.

Pemikiran konsepsi atas hubungan

antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah yang dikemukakan di atas masing-

masing tentu memiliki kelebihan dan

kelemahan. Untuk diimplementasikan dalam

system Negara kesatuan Republik Indonesia

tentunya membutuhkan studi dan pengkajian

yang mendalam dan komprehensif. Selain

itu karakter daerah-daerah otonom di

Indonesia memiliki heterogenitas yang luar

biasa dimana masing-masing memiliki

kekhasan sendiri-sendiri. Sebagai bentuk

penghormatan atas karakter daerah-daerah

dan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum

adat di Indonesia, Undang-Undang Dasar

1945 secara tegas telah memberikan

jaminan terhadap hal ini.8 Oleh sebab itu

8 Ketentuan ini dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal

18 B. Berikut kutipan lengkap pasal tersebut : (1)

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau

pemilihan model hubungan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

membutuhkan pemahaman dan kearifan

yang tepat untuk mencegah timbulnya ekses

negative dan munculnya disharmoni pusat

dan daerah.

Pola hubungan yang dibangun antara

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah

didesain dan dikokohkan dalam sebuah

aturan hukum. Hukum yang mengatur

tentang hal itu dalam sejarah penyeleng-

garaan pemerintahan selama ini telah

mengalami pasang surut sejalan dengan

system politik yang dibangun oleh

kekuasaan politik. Sebagai contoh pola

hubungan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah yang dibangun masa kekuasaan

politik orde baru melalui instrument

kekuasaan undang-undang nomor 5 tahun

1974 yang berwatak sentralistis dan

otoritarian telah menempatkan pemerintah

daerah lebih banyak sebagai perangkat

pemerintah pusat sehingga praktis tidak ada

gagasan dan kreativitas daerah dalam upaya

mengembangkan potensi daerah dan

membangun kesejahteraan masyarakat. Dan

bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-

kesatuan masyarakat hokum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam

undang-undang.

Page 8: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

46 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

setelah kekuasaan politik orde baru berakhir

pada tahun 1998 dan digantikan oleh

kekuasaan politik reformasi melalui undang-

undang nomor 22 tahun 1999 dan pada

tahun 2004 telah diganti dengan undang-

undang nomor 32, pola hubungan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

berubah sejalan dengan system politik yang

dibangun saat itu yakni menekan pada

demokratisasi politik dan ekonomi yang

praktis tidak pernah didapat di era

sebelumnya9.

Bagaimana pola hubungan pusat dan

daerah yang didesain dalam undang-undang

pemerintahan daerah? Pengkajian atas pola

hubungan tersebut tentu harus tetap

merujuk pada konstitusi dan ketentuan

hukum terkait. Prinsip dalam negara

kesatuan mengandung makna bahwa

pemerintah (pusat) merupakan penanggung-

jawab dalam seluruh penyelenggaraan

pemerintahan. Oleh sebab itu pemerintah

pusat harus tetap menjaga konsistensi

prinsip ini dalam situasi dan kondisi apapun.

Untuk melaksanakan kewenangan ini

pemerintah menggunakan instrument

9 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah merupakan undang-undang

produk sistem politik yang demokratis. Dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah undang-

undang tersebut merupakan instrument pembuka

hubungan pusat dan daerah yang menerapkan asas

desentralisasi disamping asas dekonsentrasi secara

lebih terbuka.

hukum, sumber daya manusia, dan juga

sarana dan prasarana public.

Luasnya wilayah dan tugas

pemerintah, maka wilayah Negara kesatuan

dibagi-bagi ke dalam daerah-daerah

provinsi, dan daerah provinsi dibagi-bagi

lagi menjadi daerah kabupaten dan kota.

Daerah-daerah tersebut kemudian diberi

(secara formal dan material) kewenangan

untuk mengatur dan mengurus urusan yang

menjadi kewenangannya. Prinsip ini oleh

undang-undang yang mengatur

pemerintahan daerah dikenal dengan

desentralisasi. Pembagian daerah-daerah

inilah yang kemudian melahirkan

desentralisasi yaitu penyerahan sebagian

urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat.

Keberadaan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah inilah yang kemudian

melahirkan hubungan antar susunan

pemerintahan selain kewajiban. Dipahami

dari aspek kewajiban, baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah sama-sama

bertangungjawab untuk menyelenggarakan

pemerintahan sesuai dengan hak,

kewenangan, dan kewajiban serta tujuan dan

cara yang telah ditentukan dalam aturan

hukum. Untuk tetap menjaga konsistensi

penyelenggaraan pemerintahan di daerah,

sekali lagi sebagai konsekuensi dari prinsip

negara kesatuan, maka pemerintah pusat

Page 9: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

47

47

menggunakan instrument pembinaan dan

pengawasan. Melalui instrument itu

diharapkan penyelenggaraan pemerintahan

daerah benar-benar tidak terjadi penyim-

pangan.

Konsepsi yang dibangun konstitusi

kita dalam penyelenggaraan pemerintahan

dapat ditangkap, bahwa antar susunan

pemerintahan (pusat-daerah) berkedudukan

sama-sama sebagai penyelenggara

pemerintahan, namun demikian harus tetap

diingat bahwa pemerintah pusat merupakan

penanggungjawab secara nasional. Oleh

sebab itu dalam hal-hal yang tertentu unsur

sentralistik akan tetap mewarnai dan masuk

dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah terutama dalam bentuk pengawasan

dan pembinaan. Pemerintah Daerah memang

diberi hak otonom dalam penyelenggaraan

pemerintahan, namun pemerintah pusat

tidak melepas tanpa kendali begitu saja.

Melalui hubungan antar susunan

pemerintahan (yang meliputi hubungan

wewenang, keuangan, pelayanan umum,

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya)10

, pembinaan dan

10

Pasal 18 A UUD 1945 dan selanjutnya diatur lebih

lanjut dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah Pasal 14 sampai 18.

pengawasan,11

penerapan asas dekonsen-

trasi kepada daerah provinsi12

merupakan

bentuk-bentuk implementasi dari prinsip

negara kesatuan yang dibangun dalam

konstitusi kita.

Oleh karena itu dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah selain

semangat desentralisasi dengan hak-hak

otonominya keberadaan dan semangat

sentralistik pemerintah pusat merupakan

sesuatu yang tidak bisa dihilangkan

kehadirannya sebagai konsekuensi dari

prinsip Negara kesatuan tersebut. Oleh

sebab itu pemahaman terhadap pola

hubungan antara pemerintah pusat dan

daerah harus dikembalikan pada aspek

kesejarahan, politik hukum yang dibangun

konstitusi kita serta tujuan dari bernegara

ini. Kesemua itu sebagai kunci pengingat

agar dalam implementasinya dapat sebagai

pencegah kemungkinan terjadinya

over/arogansi pemerintah pusat terhadap

daerah dengan dalih mengukuhkan prinsip

bentuk Negara kesatuan dengan

membalutnya dengan berbagai kemasan

11

Pasal 217 sampai Pasal 223 UU Nomor 32 Tahun

2004 dan pelaksanaannya diatur dalam PP Nomor 79

tahun 2005 sebagai penganti PP No. 20 Tahun

2001tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan. 12

Pasal 37 dan 38 UU Nomor 32 Tahun 2004.

Pengaturan pelaksanaan Dekonsentrasi diatur dalam

PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan

Tugas Pembantuan.

Page 10: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

48 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

kebijakan yang resentralistik dan egoisme

daerah yang kebablasan dengan dalih

daerah memiliki otonomi yang tidak dapat

dibatasi dan dikontrol oleh pusat, dimana

sikap dan perilaku demikian dikawatirkan

akan membangkitkan sikap dan perilaku

yang disharmoni antara pusat dan daerah.

2. Penyelenggaraan Urusan Pemerinta-

han

Mendiskusikan hakekat pemerinta-

han daerah yang saat ini menguat

implementasinya tentu tidak terlepas dari

landasan konstitusional sebagai titik

awalnya sekaligus sebagai wujud

membangun konstitusionalitas dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Konstitusi

menegaskan, Negara Kesatuan republik

Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

dan daerah provinsi itu dibagi atas

kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten, dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah, yang diatur dengan

undang-undang.13

Ketentuan dalam

konstirusi ini sebagai bentuk amanat dan

dasar untuk dilaksanakannya pengelolaan

urusan pemerintahan secara berbagi antara

pemerintah pusat dengan pemerintahan

daerah. Oleh karena itu keberadaan

pemerintah daerah dan pusat dalam rangka

13

UUD 1945 Pasal 18 ayat (1)

penyelenggaraan urusan pemerintahan yang

menjadi kuota kewenangannya merupakan

amanat dari konstitusi yang harus

dijalankan.

Mengukur hak otonom dalam

penyelenggaraan urusan pemerintahan yang

diberikan oleh pemerintah sebagai

konsekuensi dari dibentuknya daerah-daerah

otonom sampai dengan saat ini masih sulit

ditemukan tujukannya yang menyevutkan

secara jelas. Dalam ketentuan hukum Pasal

7 UU No. 32 Tahun 2004 secara limitatif

diatur urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan pemerintah pusat dan urusan

yang menjadi kewenangan uurusan

pemerintah daerah, sedang tolok ukut lain

sulit ditemukan. Mengukur otonomi daerah

tentunya tidak sebatas dari jenis dan jumlah

kuota otonomi semata, akan tetapi juga

aspek lain.

Tolok ukur pemberian hak otonom

terhadap penyelenggaraan otonomi daerah

sampai saat ini masih belum secara tegas

diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sebagai contoh Untuk mengukur bobot

desentralisasi (otonomi daerah) dalam

sistem pemerintahan dapat diukur dengan

menggunakan beberapa parameter.14

Alat

14

Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan

Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi,

Malang : Asosiasi

Page 11: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

49

49

ukur dimaksud antara lain meliputi:

a. Quota kewenangan daerah;

b. Sistem pengawasan dan pembinaan

pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah;

c. Cara pemilihan dan pengangkatan serta

pemberhentian kepala daerah;

d. Proses pembuatan Perda.

Selain empat tolok ukur tersebut

tentu masih ada tolok ukur lain untuk

mengukur tingkat otonomi daerah yang

sedang dijalankan. Inilah yang menarik

untuk dikaji dan diteliti guna menemukan

format yang lebih jelas bagaimana format

pola hubungan antara pusat dan daerah

dibangun dan diperkuat.

Jika dicermati dalam aturan hukum

pembagian kuota penyelenggaraan urusan

pemerintahan antara pemerintah dengan

pemerintahan daerah baik daerah provinsi

maupun daerah kanbupaten/kota ada tiga

macam jenis kriteria, yaitu secara limitatif

menjadi urusan pemerintah, secara wajib

dan pilihan bagi pemerintah daerah , serta

secara bersama (concurrensi) antar susunan

pemerintahan15

. Sedangkan kuota pemba-

Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur dan In-TRANS,

hal. 22.

15

Pengaturan secara rinci tentang pembagian urusan

pemerintahan diatur dalam Pasal 10 s/d pasal 18 UU

N0. 32 tahun 2004 dan pelaksanaannya diatur dalam

gian perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

guna mendukung penyelenggaraan otonomi

telah diatur dalam undang-undang tersendiri

sebagai satu kesatuan dengan undang-

undang tentang pemerintahan daerah.16

Melalui instrument hukum tersebut

penyelenggara pemerintahan baik pusat

maupun daerah mendapat kepastian dan

legalitas atas berbagai sumber dan jenis

pendanaan yang dapat digali.

Namun demikian dengan pengaturan

secara hukum yang ketat terhadap

pembagian urusan antara pemerintah pusat

dan daerah tidak berarti urusan sudah

selesai. Wilayah Indonesia yang luas dengan

karakter daerah masing-masing sangat

berbeda tentu dibutuhkan kearifan tersendiri

dalam hal ini. Oleh sebab itu melandaskan

pada kondisi riil pada setiap daerah dalam

pembagian dan penyerahan urusan

pemerintahan merupakan sikap yang sangat

menghormati keberagaman. Dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang

pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah,

pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan

daerah kabupaten/kota. 16

Pengaturan perimbangan keuangan antara pusat

dan daerah dimaksud adalah Undang-undang Nomor

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah

yang diundangkan bersamaan dengan undang-undang

tentang Pemerintahan Daerah sebagai instrument

pelengkap dan pendukung penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

Page 12: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

50 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

demikian tentunya disetiap daerah tidak

akan sama jenis dan banyaknya kuota urusan

pemerintahan yang akan diserahkan.

Dalam penyelenggaraan pemerin-

tahan daerah terdapat tiga system rumah

tangga daerah, yaitu system rumah tangga

materiil, system rumah tangga formil, dan

system rumah tangga nyata (riil).17

Dalam

sistem rumah tangga materiil otonomi

daerah bukan sesuatu (hak, wewenang dan

tanggung jawab) yang tumbuh dan

berkembang secara alami, melainkan hanya

sebatas suatu pemberian atau penyerahan

dari pemerintah pusat kepada daerah. Sistem

ini bertolak dari pemikiran bahwa urusan

pemerintahan itu dapat dipilah-pilah antara

pusat dan daerah atau secara kodrati dapat

dibedakan. Ada/tidaknya otonomi daerah

dalam system ini tergantung ada/tidaknya

penyerahan suatu urusan pemerintahan oleh

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Ditegaskan oleh Bagir Manan, suatu daerah

hanya dapat mengatur dan mengurus urusan

rumah tangga daerah kalau urusan itu

diserahkan kepada daerah yang bersang-

kutan.18

Menurut sistem rumah tangga formil

hakekat otonomi daerah bukanlah

merupakan sesuatu yang sifatnya pemberian,

17

Hestu Cipto Handoyo, op. cit, hal. 28. 18

Ibid, hal. 30.

melainkan sesuatu yang dibiarkan tumbuh

secara alami dan kemudian diberi

pengakuan. Otonomi daerah secara kodrati

telah melekat dalam diri suatu daerah

sebagai layaknya hak yang melekat dalam

diri manusia.19

Pangkal tolak sistem ini

adanya prinsip bahwa tidak ada perbedaan

sifat antara urusan pemerintahan yang

diselenggarakan oleh pusat maupun daerah.

Urusan yang dapat diselenggarakan oleh

pusat pada hakekatnya dapat pula

diselenggarakan oleh daerah. Selanjutnya

menurut system rumah tangga riil/nyata.

Dalam system rumah tangga riil urusan

rumah tangga didasarkan pada keadaan-

keadaan atau factor-faktor nyata yang ada

dalam suatu daerah.20

Dalam system ini

memberikan peluang kepada daerah untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerin-

tahan tertentu menjadi urusan rumah tangga

sendiri asalkan urusan tersebut secara nyata

berdasarkan keadaan/factor nyata dan layak

menjadi urusan rumah tangga daerah.

Menurut sistem rumah tangga riil

pada hakekatnya berawal dari adanya

pengakuan dari pemerintah terhadap

keadaan atau faktor riil yang tumbuh dan

berkembang di lingkungan masyarakat suatu

daerah, dan pada akhirnya menurut system

19

Ibid, hal. 32-33. 20

Ibid, hal. 35.

Page 13: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

51

51

rumah tangga riil ini kandungan/kuota

kewenangan urusan pemerintahan akan

berbeda/tidak sama/bervariasi antara daerah

yang satu dengan daerah laiinnya.21

Sistem

rumah tangga riil ini sangat mendukung dan

lebih tepat untuk dijadikan model sistem

otonomi Indonesia sebagai tindak lanjut

dari dibentuknya daerah-daerah yang

diserahi urusan pemerintahan tertentu tetapi

juga memberikan pengakuan (penguatan)

formil atas urusan pemerintahan tertentu

(nyata) yang telah ada lebih dahulu di

daerah itu.

Sebagai satu kesatuan wadah dalam

negara kesatuan maka antara pemerintah dan

pemerintahan daerah akan dibangun

hubungan antar susunan pemerintahan

maupun sesama susunan pemerintahan.

Hubungan antar susunan pemerintahan

tersebut antara lain meliputi hubungan

wewenang; hubungan keuangan, pelayanan

umum, dan juga pemanfaatan sumber daya.

22

21

HAW. Wijaya. Otonomi Daerah dan Daerah

Otonom. Rajawali Press:Jakarta, 2002, hal. 24. 22

Philipus M. Hadjon. Kedudukan Undang-Undang

Pemerintahan Daerah dalam Sistem Pemerintahan.

(Makalah) Disampaikan dalam Seminar Sistem

Pemerintahan Indonesia Pasca Amandemen UUD

1945 yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan

Hukum Nasional Depkeh dan Ham RI Bekerja sama

dengan Fakultas Hukum Universitas Air langga dan

Kantor Wilayah Depkeh dan Ham Propinsi Jawa

Timur tanggal 9-10 Juni 2004.

Prinsip pembagian kewenangan

dalam urusan pemerintahan antara

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah

merupakan konstruksi system yang

dibangun oleh UUD 1945. Keterbatasan

pemerintah pusat dalam menyelenggarakan

seluruh urusan pemerintahan merupakan

salah satu alasan yang dikuatkan konstitusi

dilibatkannya daerah dalam menyeleng-

garakan urusan pemerintahan. Melalui

sistem penyelenggaraan urusan pemerin-

tahan yang demikian diharapkan daerah-

daerah akan lebih proaktif dan kreatif dalam

menyelenggarakan dan mengurus urusan

pemerintahan dan berbagai kepentingan

masyarakat daerah. Sistem yang demikian

diharapkan mampu membentuk dan

menempatkan daerah-daerah menjadi

penyangga (buffer) dalam upaya

pembentukan pemerintahan nasional yang

kuat, demokratis dan berkeadilan. Secara

logika, jika pemerintahan daerah yang

disokong oleh rakyat daerah kuat, maka

pemerintahan nasional juga akan semakin

kuat, dan sebaliknya jika kuatnya

pemerintahan nasional tidak didukung oleh

pemerintahan daerah yang kokoh sangat

rawan terjadinya instabilitas politik.

Untuk mendukung penguatan

otonomi daerah, kebijakan dan pengaturan

Page 14: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

52 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

harus mengarah pada upaya yang sungguh-

sungguh dengan memberikan secara nyata

beberapa komponen penguat dalam

penyelenggaraan otonomi daerah yang oleh

Agus Syamsudin diidentifikasi sebagai

berikut : (a) Self Regulating Power,yaitu

kemampuan mengatur dan melaksanakan

otonomi Daerah demi kesejahteraan

masyarakat di daerahnya. (b) Self

Modifiying Power, yaitu kemampuan

melakukan penyesuaian-penyesuaian dari

peraturan yang ditetapkan secara nasional

dengan kondisi daerah. (c) Local Political

Support, yaitu menyelenggarakan pemerin-

tahan daerah yang mempunyai legitimasi

luas dari masyarakat, baik pada posisi

Kepala Daerah sebagai unsur eksekutif

maupu DPRD sebagai unsur legislatif.

Dukungan politik local ini akan sekaligus

menjamin efektivitas pe-nyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan. (d)

Financial Recources, yaitu mengembangkan

kemampuan dalam mengelola sumber-

sumber penghasilan dan keuangan yang

memadai untuk membiayai kegiatan-

kegiatan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan masyarakat yang segera menjadi

kebutuhannya. dan (e) Developing Brain

Power, yaitu membangun sumberdaya

manusia aparatur pemerintah dan

masyarakat yang handal yang bertumpu

pada kapabilitas intelektual dalam

menyelesaikan berbagai masalah. dimana

komponen tersebut secara normative telah

diwadahi dan mendapat pengaturan dalam

undang-undang pemerintahan daerah.23

3. Rasionalitas Otonomi Daerah Dalam

Negara Kesatuan

Implentasi dan tindaklanjut dari

pembentukan daerah-daerah otonom adalah

diberikannya hak otonom kepada daerah-

daerah tersebut. Pendekatan yuridis yang

digunakan dalam pemberian Otonomi

daerah yang seluas-luasnya (luas sekali)

yang diberikan kepada daerah kecuali yang

oleh undang-undang ditentukan menjadi

urusan pemerintah pusat merupakan bentuk

sharing of power yang sangat rasional

walaupun dalam perspektif Negara kesatuan

hal ini menimbulkan masih perdebatan.

Beberapa argumen rasional yang

mendukung dilaksanakannya otonomi

daerah dalam Negara kesatuan dapat

dipaparkan sebagai berikut.

a. Efisiensi dan efektifitas dalam

penyelenggaraan pemerintahan.

Mengelola negara yang sangat

23

Trilaksono Nugroho, Reformasi dan Reorientasi

Kebijakan Otonomi daerah dalam perspektif

Hubungan PemerintahPpusat-Daerah. Jurnal

Administrasi Negara, Vol. I, No. 1, September 2000 :

11-18.

Page 15: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

53

53

komplek, luas serta kondisi geografis

yang terdiri dari ribuan pulau yang

dihubungkan dengan laut dan perairan

dilakukan secara sentralistik tidaklah

memungkinkan.

b. Instrumen Pendidikan Politik tingkat

lokal. Pemerintahan daerah (local

government) dalam kontek nasional

dapat dijadikan sebagai lahan

permainan/pelatihan (training ground)

bagi para politikus lokal dan sekaligus

sebagai basis yang kokoh untuk

membangun dan mengembangkan

demokrasi dalam sebuah negara.

Persaingan yang sangat ketat untuk

berkarir di pusat pemerintahan

merupakan alih-alih yang tepat untuk

menjadikan kehidupan politik lokal

sebagai sarana berlatih dan menata karir

politik ke depan untuk masa yang akan

datang.

c. Penguat Stabilitas Politik Nasional.

Stabilitas politik nasional disangga dan

berawal dari stabilitas politik daerah

(lokal) atau Stabilitas politik nasional

diawali dan dibangun dari politik lokal.

Jika setiap kehidupan politik lokal

terbangun stabilitas yang ajek, kokoh

dan berkelanjutan maka akan membawa

efek positif terhadap daerah lain dan

pada akhirnya secara nasional. Stabilitas

politik lokal dan diharapkan berdampak

pada stabilitas politik secara nasional

d. Kesetaraan Politik. Masyarakat di

daerah otonom baik perorangan maupun

kelompok memiliki kesempatan yang

sama dalam ikut mempengaruhi

kebijakan pemerintahan di daerah

berkaitan dengan kepentingan mereka.

Bangunan kesetaraan politik daerah

otonom ini akan memicu warga

masyarakat untuk berperanserta secara

optimal. Pemunculan kesetaraan politik

yang didasari atas nilai-nilai yang

dibangun dari kearifan lokal dan

dipadukan dengan aturan hukum akan

sangat efektif jika diawali dari lokal.

e. Persiapan Karier Politik yang lebih

luas. Para aktor politik dalam

membangun karir politik ditataran

nasional akan sangat teruji dan matang,

berisi dan mendapat legitimasi publik

yang luas jika mampu menapak,i dari

bawah (lokal). Prestasi dan kemampuan

mengelola pemerintahan di tingkat lokal

akan menjadi magnit yang kuat bagi

dirinya untuk ditarik ke jenbtang yang

lebih tinggi dan lebih kuatg

tantangannya.

Page 16: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

54 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

f. Ketepatan Perencanaan Pembangunan.

Kondisi Indonesia yang multikultural

baik aspek demografi, geografi, sumber

pencaharian ekonomi, agama dan

kepercayaan akan sangat tepat dan tentu

juga cocok untuk disesuaikan dengan

kepentingan mendasar masyarakat yang

sangat heterogin tersebut. Kebutuhan

dasar yang sesuai dengan kondisi

geografis, sosiologis dan ekonomis dari

masyarakat dapat ditelisik dan

direncanakan dengan baik jika dilakukan

oleh masyarakat daerah di bawah

bimbingan, pembinaan dan pengawasan

pemerintah pusat.

Selanjutnya Josef Riwu Kaho

sebagaimana dikutif oleh Bambang

Yudoyono24

memberikan rasionalitas

perlunya melaksanakan desentralisasi

kewenangan sesuai sistem pemerintahan

negara sebagai berikut :

a. Desentralisasi untuk mencegah

penumpukan kekuasaan pada satu

pihak saja yang pada akhirnya dapat

menimbulkan tirani;

b. Desentralisasi dipandang sebagai

tindakan pendemokrasian untuk

24

Bambang Yudoyono. Otonomi Daerah,

Desentralisasi dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Aparatur Pemerintahan Daerah dan

Anggota DPRD. Sinar Harapan: Jakarta, 2001, hal.

20-21.

menarik rakyat ikut serta dalam

pemerintahan dan melatih diri dalam

mempergunakan hak-hak demokrasi;

c. Adesentralisasi untuk mencapai

suatu pemerintahan yang efisien, apa

yang dianggap lehih utama untuk

diurus oleh pemerintah (daerah)

setempat, pengurusannya diserahkan

kepada daerah;

d. Desentralisasi perlu diadakan supaya

perhatian sepenuhnya dapat

ditumpukan kepada kekhususan

suatu daerah seperti geografi,

penduduk, ekonomi dan lain-lain;

e. Desentralisasi diperlukan karena

pemerintah daerah dapat lebih

banyak dan secara langsung

membantu dan melaksanakan

pembangunan daerahnya.

4. Setralisasi dan Desentralisasi sebagai

Conditio Sine Quanon dalam Negara

Kesatuan

Komitmen nasional yang

mengunakan asas desentralisasi dalam

Negara Kesatuan Indonesia tersebut

mengandung makna bahwa

penyelenggaraan organisasi dan administrasi

negara Indonesia tidak hanya dilakukan

semata-mata atas dasar asas sentralisasi,

tetapi juga dengan menggunakan asas

Page 17: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

55

55

desentralisasi dan otonomi daerah sebagai

perwujudannya. Dengan demikian, setidak-

tidaknya di kalangan para Pembentuk UUD

1945 dan penyelenggara organisasi negara

Indonesia (termasuk juga sampai dengan

saat ini) telah menerima dan diterima

pemikiran yang mendasar bahwa sentralisasi

dan desentralisasi masing-masing sebagai

asas organisasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan tidak ditempatkan pada kutub

yang berlawanan (dichotomy) dan

dipisahkan (separating), tetapi kedua asas

tersebut merupakan suatu rangkaian

kesatuan (continuum) dan menyatu (unity).

Kedua asas ini memiliki fungsi yang

berlainan dalam memberikan penguatan

negara kesatuan, tetapi saling melengkapi

bagi keutuhan organisasi negara. Secara

lebih dan agak ektrim penerapan asas

sentralisasi secara ketat berfungsi

menciptakan “keseragaman” dan juga

pengendalian antar susunan pemerintahan

daerah, sedangkan penerapan asas

desentralisasi dibangun untuk menciptakan

keberagaman di daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan dari setiap

daerah otonom sesuai dengan kekhasan dan

dinamika daerah. Asas ini sekaligus sebagai

perlindungan dan penguatan terhadap

berbagai kearifan lokal termasuk adat

istiadat serta hukum adatnya yang secara

sosiologis telah ada dan memberikan

penguatan untuk berjalannya pemerintahan

daerah dan kehidupan masyarakat yang

lebih baik secara efektif.

Penerapan kedua asas dalam

penyelenggaraan pemerintahan dalam

negara kesatuan yang telah diamanatkan

oleh konstitusi itu sudah sangat tepat. Hanya

saja secara terus menerus perlu dilakukan

monitoring dan evaluasi atas implementasi

penyelenggaraan pemerintahan daerah

(desentralisasi) dengan pembinaan dan

pengawasan agar pembentukan daerah

otonom dan pemberian kewenangan dalam

urusan pemerintahan kepada pemerintah

daerah sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

Selain itu pemerintah juga tetap untuk tidak

tergiur untuk mengeluarkan kebijakan yang

menjerat dan mengarah pada usaha-usaha

meresentralisasi terhadap urusan yang telah

didesentralisasikan dengan perkecualian jika

penyelenggaraan urusan tersebut telah

dilalaikan atau salah dalam implementasikan

sehingga menimbulkan dampak sosial dan

politik yang membahayakan persatuan dan

kesatuan serta kelangsungan kehidupan

masyarakat daerah berdasarkan kriteria yang

telah ditentukan dengan aturan.

Page 18: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

56 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

Penguatan terhadap kelembagaan

daerah menjadi salah satu instrumen penting

untuk tetap membangun trust dan soliditas

bahwa keberadaan pemerintahan daerah

sebagai ujung tombak yang penting untuk

mewujudkan kemakmuran dan kesejah-

teraan dan menjamin integrasi bangsa.25

5. Membangun Pola Hubungan

Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

Mencermati keberadaan pemerintah

pusat dan daerah dalam konsepsi negara

kesatuan Republik Indonesia dipandang dari

sudut efektifitas, efisiensi, ketepatan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,

pemerataan keadilan politik dan ekonomi

serta sosial, kesetaraan, kemandirian daerah

tentu sangat terasa sekali manfaat yang telah

dipetik. Pelaksanaan pemerintahan daerah

hingga kini telah berjalan di tahun ke 11

pasca reformasi. Namun bagaimana format

hubungan antara pemerintah pusat dan

daerah perlu ada kejelasan. Apakah

pemerintah daerah sebagai perangkat

pemerintah pusat dalam meyelenggarakan

urusan pemerintahan yang berarti

menguatnya resentralisasi ataukah

pemerintah daerah sebagai sebuah entitas

25

Hj. Sedarmayanti dkk, Desentralisasi dan Tuntutan

Kelambagaan Daerah. Bandung, Humaniora, 2005,

hal. 3.

yang berdiri sendiri sebagai sebuah

pemerintahan dengan segala kewenangan

yang telah diberikan oleh pemerintah pusat

sehingga pemerintah pusat tidak dapat

melakukan intervensi atas penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Dalam hal ini tentunya

tetap diingat, bahwa tanggung jawab

nasional atas penyelenggaraan pemerintahan

adalah pemerintah pusat, sehingga

pemerintah pusat tetap memiliki hak

prerogratif untuk melakukan pembinaan,

control (monitoring) dan evaluasi serta

memberikan reward dan bila perlu hukuman

(sanksi) kepada pemerintah daerah yang

tidak secarta konsisten melaksanakan dan

menyelenggarakan pemerintahan.

Kedepan perlu diatur bagaimana

hubungan dan kedudukan antara pemerintah

pusat dan pemerintah daerah secara

sistemik. Pengaturan ini diperlukan untuk

memberikan kepastian dan penguatan atas

keberlangsungan pemerintah dan

pemerintahan daerah. Dengan pengaturan

yang jelas maka dapat dicegah kemungkinan

munculnya ego pusat-daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan karena

perbedaan konstelasi dan afiliasi politik

antara kepala pemerintahan pusat dengan

pemimpin/kepala pemerintahan daerah.

Pengaturan hal itu sangat penting untuk

dilakukan guna menjamin bahwa apapun

Page 19: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

57

57

afiliasi politik dan siapapun

kepala/pemimpin daerah harus tetap loyal

kepada pemerintah pusat dalam

melaksanakan fungsi keperintahan.

Sistem politik dan pemilu yang

dibangun untuk memilih kepala daerah dan

wakil kepala daerah dan untuk memilih

presiden dan wakil presiden memang sangat

memungkinkan terjadinya perbedaan partai

yang memenangkan sehingga pasangan

calon presiden dan wakil presiden sangat

mungkin berbeda partainya dengan

pasangan calon kepala daerah dan wakil

kepala daerah yang terpilih.

Kondisi ini secara politis hal yang

sangat lumrah terjadi sekaligus sebagai

proses politik yang demokratis. Namun

begitu perbedaan partai pemenang antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

tentu bukan menjadi alasan bagi seorang

kepala daerah dan wakilnya untuk tidak

loyal kepada pemerintah pusat. Bahkan

loyalitas harus selalu terbangun kepada

pemerintah pusat sebagai konsekuensi dari

bentuk negara kesatuan yang telah kita

tetapkan. Oleh karena itu sangat tepat jika

salah satu kewajiban kepala daerah dan

wakilnya mempertahankan dan memelihara

keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.26

Untuk memagari guna memperkuat

basis negara kesatuan dan dibagi-baginya

menjadi daerah-daerah, maka sekali lagi ke

depan harus dikuatkan dengan aturan hukum

yang mengatur bangunan secara sistemik

bagaimana kedudukan dan hubungan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Undang-undang pemerintahan dae-

rah memang telah mengatur kedudukan dan

pembagian kewenangan serta isi hubungan

antar susunan pemerintahan. Pengaturan

hubungan dan kedudukan secara sistemik

pusat-daerah, daerah provinsi dengan

kabupaten/kota dalam kerangka otonomi

daerah perlu dipertegas guna menjamin

kelangsungan penyelenggaraan pemerin-

tahan sesuai kewenangan masing-masing.

Loyalitas yang terbangun antara pusat dan

daerah ke depan tentunya bukan semata atas

dasar kesamaan politik akan tetapi atas dasar

kebersamaan dalam perbedaan, kepastian

dan keadilan, tugas dan tanggungjawab serta

kesadaran sebagai satu kesatuan bangsa dan

Negara Indonesia.

C. Penutup

26

Pasal 27 ayat (1) huruf a.

Page 20: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

58 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov. 2015 Hal. 39 - 59

Pembentukan daerah-daerah otonom

dan pemberian hak-hak otonom atas dae-

rah–daerah otonom merupakan kebijakan

yang konstitusional. Oleh karena itu

pengaturan lebih lanjut dari amanat

konstitusi tersebut untuk member penguatan

sebagai konsekuensi dari pilihan bentuk

negara kesatuan merupakan sebuah

keharusan yang mendesak.

Pola hubungan antara pusat dan

daerah dalam negara kesatuan perlu

dikuatkan secara sistemik dengan aturan

hukum guna menjamin kepastian dan

kejelasan sejalan dengan kuatnya manfaat

dan dukungan dari kebijakan otonomi

daerah yang telah diimplementasikan secara

riil dalam satu dasawarsa ini. Bagaikan

sebuah sisi mata uang dari sebuah koin,

maka antara pemerintah pusat dan daerah

memiliki urgenistas dan tingkat kepentingan

yang relative tidak berbeda dalam

menjalankan fungsi pemerintahan guna

mewujudkan tujuan dibentuknya Negara.

Inilah pilihan ideal yang harus

ditindaklanjuti dengan penataan dan

pemberian penguatan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bambang Yudoyono, 2001, Otonomi

Daerah, Desentralisasi dan

Pengembangan Sumber Daya

Manusia Aparatur Pemerintahan

Daerah dan Anggota DPRD. Sinar

Harapan: Jakarta.

Fadel Muhammad, 2008. Reinventing Lokal

Goverenment: Pengalaman dari

daerah,. PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Hestu Cipto Handoyo, 1998. Otonomi

Daerah Titik Berat otonomi dan

Urusan Rumah Tangga Daerah

(Pokok-pokok Pikiran Menuju

Reformasi Hukum di Bidang

Pemerintahan Daerah). Universitas

Atmajaya : Yogyakarta.

Soewoto Mulyosudarmo, 2006.

Pembaharuan Ketatanegaraan

Melalui Perubahan Konstitusi,

Asosiasi Pengajar HTN dan HAN

Jawa Timur dan In-TRANS, Malang.

Suko Wiyono, H. 2006. Otonomi Daerah

dalam Negara Hukum Indonesia.

(Pembentukan Peraturan Daerah

Partisipatif), Faza Media, Jakarta.

Wijaya. HAW. 2002. Otonomi Daerah dan

Daerah Otonom. Rajawali Press,

Jakarta.

B. Artikel Jurnal

Page 21: POLA HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Ropii, Pola Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah

(Konsepsi dan Dinamikanya)

59

59

Trilaksono Nugroho, “Reformasi dan

Reorientasi Kebijakan Otonomi

Daerah dalam Perspektif Hubungan

Pemerintah Pusat-Daerah”. Jurnal

Administrasi Negara, Vol. I, No. 1,

September 2000.

C. Makalah/Pidato

Jazim Hamidi, Pola Hubungan Pemerintah

Pusat dan Daerah (slide),

Disampaikan dalam Seminar

Nasional dan Refleksi Akhir Tahun

2009, Asosiasi Pengajar Hukum Tata

Negara (HTN) dan Hukum

Administrasi Negara (HAN) Jawa

Timur, Hotel Panorama- Jember 27

– 29 Desember 2009.