113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

80
PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR’ATIS SUHARTINI H 14094006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 21-Jun-2015

437 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA

DI INDONESIA

OLEH ATIK MAR’ATIS SUHARTINI

H 14094006

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

RINGKASAN ATIK MAR’ATIS SUHARTINI. Pengaruh Pola Investasi Pemerintah

terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI)

Pembangunan ekonomi suatu negara akan memberikan pengaruh kepada

kondisi ekonomi dan sosial masyarakatnya. Kondisi ekonomi suatu negara tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan ekonominya, yang mengindikasikan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Sedangkan salah satu hal yang bisa menggambarkan kondisi sosial masyarakat suatu negara adalah distribusi pendapatannya.

Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi, mempunyai peran yang cukup besar dan menonjol dalam upaya menjaga kesinambungan dan kelanjutan pembangunan nasional. Peran pemerintah melalui kebijakan investasinya, tentunya mempengaruhi pembangunan yang hasilnya dapat dilihat dari distribusi pendapatan rumah tangga yang menggambarkan kondisi sosial masyarakat.

Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang dapat memberikan gambaran kondisi ekonomi dan sosial suatu negara, merupakan alat analisis yang dapat menjelaskan pengaruh suatu kebijakan dalam ini investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga. Melalui matrik pengganda neraca dan dekomposisinya yang diturunkan dari tabel SNSE Indonesia tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2005, dapat diketahui pengaruh kebijakan investasi pemerintah tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga untuk tahun yang sama serta perbandingannya.

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa investasi pemerintah pada tahun 1996 dan tahun 2008 mempunyai prioritas yang sama yaitu di sektor 5, Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan Kebudayaan, Jasa Hiburan. Sedangkan pada saat krisis tahun 1998, investasi pemerintah lebih dirioritaskan di sektor yang berhubungan dengan publik. Investasi pemerintah di semua sektor kecuali sektor 5 mengalami peningkatan persentase.

Pengaruh investasi pemerintah pada saat krisis tahun 1998 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga menunjukkan bahwa, jika dibandingkan dengan tahun 1996, pada saat krisis tahun 1998 secara umum terjadi penurunan pendapatan perkapita di hampir semua golongan rumah tangga. Kesenjangan pendapatan juga semakin lebar. Tetapi setelah perekonomian pulih dari krisis tahun 2008, secara umum terjadi peningkatan pendapatan perkapita pada semua golongan rumah tangga. Kesenjangan pendapatan yang semakin melebar pada saat krisis, juga berkurang.

Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi krisis telah membawa dampak terhadap pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan. Investasi pemerintah pada saat krisis baik perubahan pola maupun peningkatan nilai investasi, bisa dikatakan kurang tepat dalam meningkatkan pendapatan perkapita sekaligus mengurangi kesenjangan. Mungkin kondisi krisis

Page 3: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesenjangan yang semakin lebar. Tetapi setelah keadaan perekonomian jauh lebih stabil dibandingkan pada saat krisis, perubahan pola investasi pemerintah dan peningkatan investasi di sektor 4 dan 5, bisa dikatakan cukup tepat dalam meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat dan mengurangi kesenjangan yang sempat melebar pada saat krisis.

Page 4: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA

DI INDONESIA

Oleh

ATIK MAR’ATIS SUHARTINI H 14094006

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 5: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Atik Mar’atis Suhartini

Nomor Registrasi Pokok : H14094006

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Pola Investasi Pemerintah

Terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga

di Indonesia Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Idqan Fahmi, M.Ec. NIP. 19631111 1988111 001

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 1989031 003

Tanggal Kelulusan:

Page 6: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BNAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Atik Mar’atis Suhartini

H14094006

Page 7: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Atik Mar’atis Suhartini lahir pada tanggal 2 Agustus

1978 di Madiun, salah satu kabupaten di Jawa Timur. Penulis menamatkan

Sekolah Dasar di SDN 02 Pagotan di Madiun pada tahun 1990, kemudian

melanjutkan ke SMP Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun yang

sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun 1996.

Setelah menamatkan pendidikan SMA, penulis diterima di Sekolah

Tinggi Ilmu Statistik (STIS), sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan dibawah

naungan Badan Pusat Statistik Jakarta. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan

pendidikan di STIS tersebut dan langsung bekerja di BPS Provinsi Jambi. Tahun

2001 penulis bekerja di BPS Pusat khususnya di STIS dan ditugaskan sebagai

salah satu pengajar di STIS tersebut. Saat ini penulis melanjutkan pendidikan di

Institut Perguruan Tinggi Bogor melalui Program Alih Jenjang, dengan status

Tugas Belajar BPS Pusat-STIS. Program ini terselenggara atas kerjasama BPS

dengan IPB dalam rangka meningkatkan kualitas SDM BPS, khususnya STIS.

Page 8: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, atas ijin dan ridhoNya penelitian

dengan judul ‘Pengaruh Pola Investasi Pemerintah terhadap Distribusi Pendapatan

Rumah Tangga di Indonesia’ ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bermaksud

mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh investasi Pemerintah Umum pada

masa sebelum krisis keuangan tahun 1997, pada saat krisis tahun 1998 dan setelah

kondisi perekonomian pulih dari krisis tahun 2008, terhadap distribusi pendapatan

rumah tangga. Distribusi pendapatan yang dipengaruhi oleh investasi pemerintah

tersebut di atas, akan berguna untuk mengetahui apakah peran pemerintah sebagai

salah satu pelaku ekonomi melalui kegiatan investasinya, mampu mengurangi

kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ‘my

lovely husband’ Eko Puji Santoso, juga anak-anakku ‘Iqbal dan Akbar’ yang

selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti. Tidak lupa terima kasih

juga penulis sampaikan kepada orang tua dan ‘almarhumah’ yang selalu

memberikan dukungan positif semasa hidupnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Bapak Idqan Fahmi, M.Ec. selaku pembimbing, yang memberikan bimbingan,

arahan, dukungan dan semangat dalam proses penulisan skripsi.

2. Ibu Diana, Bapak Pudji, Ibu Nina Suri, yang membantu pendalaman

metodologi dan penyediaan data.

3. Semua rekan di Program Alih Jenjang kerjasama BPS-IPB angkatan kedua.

Page 9: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

4. Seluruh pihak yang tidak bisa dituliskan satu persatu, yang membantu baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan, oleh karena itu kritik

dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan tulisan selanjutnya. Semoga

skripsi ini berguna bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Wassalam

Bogor, Oktober 2009

Atik Mar’atis Suhartini

H14094006....... `

Page 10: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ………………….………………………………………..... xxi

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………...... Ixiii

I. PENDAHULUAN ………………………………………………………..... 1

1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1

1.2 Permasalahan ...................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ....................... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7

2.1.1 Perekonomian Indonesia .................................................................... 7

2.1.2 Peranan Pemerintah dalam perekonomian ......................................... 8

2.1.3 Investasi Pemerintah .......................................................................... 10

2.1.4 Ukuran Kesejahteraan Rakyat ……………………………………… 11

2.1.5 Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial

Ekonomi .............................................................................................

12

2.2 Identifikasi variabel ............................................................................ 13

2.3 Keterbatasan ....................................................................................... 14

2.4 Kerangka Pikir .................................................................................... 15

III METODE PENELITIAN.................................................................... 17

3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian................................................ 17

3.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................ 17

3.3 Metode Analisa................................................................................... 18

3.3.1 Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi ....................... 18

3.3.2 Prosedur Penghitungan........................................................................ 25

IV GAMBARAN UMUM............ ........................................................... 27

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia dalam SNSE.................. 27

4.1.1 Gambaran Umum SNSE Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun

Page 11: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

1996..................................................................................................... 27

4.1.2 Gambaran Umum SNSE Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun

1998.....................................................................................................

29

4.1.3 Gambaran Umum SNSE Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun

2008.....................................................................................................

30

4.2 Matrik Investasi Pemerintah Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun

2008........................... .........................................................................

31

V HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 36

5.1 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1996 terhadap Distribusi

Pendapatan Rumah Tangga.................................................................

36

5.2 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1998 terhadap Distribusi

Pendapatan Rumah Tangga.................................................................

38

5.3 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 2008 terhadap Distribusi

Pendapatan Rumah Tangga.................................................................

40

5.4 Perbandingan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah

Tangga Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008............................

41

VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 45

6.1 Kesimpulan.......................................................................................... 45

6.2 Saran.................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 48

LAMPIRAN....................................................................................................... 50

Page 12: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 PDB dan Laju Pertumbuhannya Per Tahun: 1969 – 1990

Atas Dasar Harga Konstan.......................................................

2

2 Perbandingan Pendapatan Disposabel Antar Rumah Tangga.. 3

3 Kerangka Dasar SNSE............................................................. 19

4 Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi............. 19

5 Investasi Pemerintah menurut Sektor Produksi Tahun 1996,

Tahun 1998 dan Tahun 2008 (Juta Rp).................................... 32

6 Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan

terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan

Rumah Tangga Tahun 1996..................................................... 36

7 Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan

terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan

Rumah Tangga Tahun 1998..................................................... 39

8 Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan

terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan

Rumah Tangga Tahun 2008..................................................... 40

9 Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga

Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008.............................. 41

10 Pendapatan Perkapita dan Perbandingannya terhadap

Pendapatan Perkapita Terendah, menurut Golongan Rumah

Tangga Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008................. 43

Page 13: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Diagram antar Sub Sistem........................................................ 12

2 Kerangka Pemikiran................................................................. 16

3 Perubahan Persentase Investasi Pemerintah menurut Sektor

Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008..............................

34

Page 14: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 SNSE Indonesia Tahun 1995 Ukuran 26 * 26 …………………. 50

2 SNSE Indonesia Tahun 1998 Ukuran 26 * 26………………….. 53

3 SNSE Indonesia Tahun 2008 Ukuran 26 * 26 …………………. 56

4 Klasifikasi SNSE Indonesia Ukuran 26 * 26…………………… 59

4 Konsep dan Definisi…………………………………………….. 60

5 Prosedur Penghitungan Investasi Pemerintah………………… 63

Page 15: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Para ekonom tradisional menyatakan bahwa tinggi rendahnya kemajuan

pembangunan di suatu negara secara umum hanya diukur berdasarkan tingkat

pertumbuhan Gross National Income (GNI), baik secara keseluruhan maupun

perkapita, yang diyakini akan memiliki ‘efek penetesen ke bawah’ (trickle down

effect). GNI tersebut akan menetes dengan sendirinya sehingga menciptakan

lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain, yang pada akhirnya akan

menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-

hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Hal ini berarti tingkat

pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sedangkan

masalah-masalah lain seperti persoalan kemiskinan, diskriminasi, pengangguran,

dan ketimpangan distribusi pendapatan, seringkali dinomorduakan (Todaro,

2006).

Perekonomian Indonesia pada masa Orde Baru, sejak repelita I dan

repelita-repelita berikutnya mencapai pertumbuhan yang cukup mengagumkan.

Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan PDB pada harga konstan selama

periode 1969 – 1990, secara rata-rata berada di atas 7% per tahun. Akan tetapi

pada tingkat mikro, hasil pembangunan tersebut dapat dikatakan tidak seperti

yang terlihat pada tingkat makro. Walaupun jumlah penduduk miskin mengalami

penurunan selama masa orde baru, tetapi kesenjangan ekonomi serta sosial

cenderung melebar (Tambunan, 2009).

Page 16: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Tabel 1. PDB dan Laju Pertumbuhannya per Tahun: 1969-1990 Atas Dasar

Harga Konstan

Tahun Pertumbuhan Tahun Pertumbuhan PDB

(triliun)* Laju PDB

(triliun)* Laju

1969 4,8 - 1980 11,2 9,9 1970 5,2 7,5 1981 12,1 7,9 1971 5,6 7,0 1982 12,3 2,2 1972 6,1 9,4 1983 12,8/77,6** 4,2 1973 6,8 11,3 1984 83,0 7,0 1974 7,3 7,6 1985 85,1 2,5 1975 7,6 5,0 1986 90,1 5,9 1976 8,2 6,9 1987 94,5 4,9 1977 8,9 8,9 1988 99,9 5,8 1978 9,6 7,7 1989 104,5 7,5 1979 10,2 6,3 1990 112,4 7,2

*angka dibulatkan **dan tahun-tahun setelah itu atas dasar harga 1983 (sebelumnya atas dasar harga 1973) Sumber: Tabel 2.4 di Tambunan (2009)

Kesenjangan ekonomi dapat dilihat berdasarkan perbandingan pendapatan

disposabel (pendapatan setelah pajak dikurangi dengan penerimaan transfer dari

rumah tangga lain) antara rumah tangga golongan bawah sebagai penerima

pendapatan terendah dan rumah tangga golongan atas sebagai penerima

pendapatan tertinggi. Tabel 2 menunjukkan bahwa perbandingan pendapatan

disposabel antara rumah tangga golongan rendah dan atas pada tahun 1975

sebesar 1:6,7. Nilai ini mempunyai arti bahwa rumah tangga golongan atas

mempunyai pendapatan disposabel sebesar 6,7 kali pendapatan yang dimiliki oleh

rumah tangga golongan bawah. Mulai tahun 1990-an, perbandingan ini semakin

besar dan perbandingan paling besar terjadi pada saat krisis tahun 1998, yaitu

sebesar 1:9,53. Hal ini menandakan bahwa kesenjangan ekonomi antara rumah

tangga golongan bawah dan atas semakin besar pada saat krisis tahun 1998.

Page 17: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Tabel 2. Perbandingan Pendapatan Disposibel Antar Rumah Tangga Selama

Tahun 1975 – 1998

Golongan Rumah Tangga 1975 1980 1985 1990 1993 1995 1998

1. Rumah Tangga Buruh Tani 1.00 1.00 1.04 1.00 1.00 1.00 1.00

2. Rumah Tangga petani gurem (yang memiliki lahan pertanian <= 0,5 Ha)

1.08 1.31 1.00 1.32 1.62 1.57 1.65

3 Rumah Tangga pengusaha pertanian yang memiliki lahan 0,5 - 1 Ha

1.44 1.51 1.49 1.60 1.93 1.79 2.12

4 Rumah Tangga pengusaha pertanian yang memiliki lahan > 1 Ha 2.11 1.95 2.42 2.49 3.14 2.66 3.15

5. Rumah tangga bukan pertanian golongan rendah di desa 1.33 1.72 1.27 1.18 1.35 2.95 2.98

6. bukan angkatan kerja di desa 1.25 1.47 1.18 2.24 2.83 2.55 2.67

7. Rumah tangga bukan pertanian golongan atas di desa 1.76 3.30 2.21 2.52 3.96 5.34 7.90

8. Rumah tangga bukan pertanian golongan rendah di kota 3.81 2.81 2.25 1.94 2.18 3.55 3.59

9. Bukan angkatan kerja di kota 1.05 2.31 2.24 2.14 2.64 2.85 3.33

10. Rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota 6.47 5.33 3.78 4.53 6.63 7.92 9.53 Sumber: BPS dalam SNSE tahun 1995 dan tahun 1998

Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dalam publikasinya ’30 Tahun

Bapindo’ tahun 1990 menjelaskan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi yang

pesat, tidak terlepas dari peranan pemerintah dalam hal investasinya. Seperti

halnya yang ditulis oleh Priyarsono, Widyastutik, dan Reinhardt dalam ‘Ekonomi

Publik’ tahun 2007 yang menyebutkan bahwa pembelian barang dan jasa yang

dilakukan oleh pemerintah sebagian ditujukan untuk keperluan investasi, sebagai

pengeluaran pembangunan infrastruktur yang di masa depan diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas perekonomian. Sehingga dapat dikatakan bahwa

investasi pemerintah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

sekaligus pendapatan masyarakat, yang berarti mempengaruhi kesejahteraan

rakyat.

Page 18: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Krisis ekonomi yang dimulai dengan krisis keuangan pada pertengahan

tahun 1997 telah berlalu selama sebelas tahun lebih. Kebijakan-kebijakan yang

dilakukan pemerintah khususnya investasi selama sebelas tahun tersebut,

mempunyai tujuan akhir yang sama yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat. Pemerintah juga menyatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia

tahun 2007 telah kembali seperti pada saat sebelum krisis keuangan tahun 1997.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh investasi

pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga sebagai salah satu

indikator kesejahteraan rakyat. Penelitian ini dilakukan selama tiga periode yang

menggambarkan keadaan sebelum krisis tahun 1997, pada saat krisis dan sebelas

tahun lebih setelah masa krisis dimana pemerintah mengeluarkan pernyataan

tersebut. Periode pertama diwakili oleh keadaan tahun 1996, periode kedua

diwakili oleh keadaan tahun 1998 dan periode terakhir diwakili oleh keadaan

tahun 2008.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan utama yang ingin diteliti

adalah apakah investasi pemerintah dapat mengurangi kesenjangan ekonomi yang

terjadi di masyarakat. Permasalahan tersebut dapat juga dituliskan dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana gambaran umum distribusi pendapatan rumah tangga?

2. Bagaimana gambaran variasi pola investasi pemerintah?

3. Bagaimana pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan

rumah tangga?

Page 19: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

4. Bagaimana perbandingan distribusi pendapatan rumah tangga antar

berbagai pola investasi pemerintah?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran secara umu tentang distribusi pendapatan rumah

tangga.

2. Memberikan gambaran tentang berbagai pola investais pemerintah.

3. Menganalisa pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan

rumah tangga.

4. Menganalisa perbandingan distribusi pendapatan rumah tangga antar

berbagai pola investasi pemerintah.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk melihat perbandingan pengaruh investasi

pemerintah tahun 1996 yang mewakili masa sebelum krisis keuangan tahun 1997

terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, pengaruh

investasi pemerintah tahun 1998 yang mewakili masa krisis keuangan tahun 1997

terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, serta pengaruh

investasi pemerintah tahun 2008 yang mewakili masa sebelas tahun setelah krisis

keuangan tahun 1997 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang

sama.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

pencapaian pembangunan melalui distribusi pendapatan rumah tangga sebagai

Page 20: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

dampak kegiatan investasi pemerintah. Hal ini akan sangat berguna bagi decision

maker sebagai salah satu bahan evaluasi dan dasar perencanaan berikutnya dalam

membuat kebijakan tentang investasinya, agar terwujud tujuan akhir

pembangunan nasional yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat.

Page 21: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Perekonomian Indonesia

Para ekonom tradisional memberikan arti pada istilah pembangunan

(development) sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional -yang kondisi

ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup

lama- untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan nasional

bruto atau GNI (Gross National Income). Indeks ekonomi lainnya yang juga

sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat

pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capita) atau GNI perkapita

(Todaro, 2006). Pencapaian pertumbuhan GNI, baik secara keseluruhan maupun

perkapita, diyakini akan menetes dengan sendirinya sehingga menciptakan

lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya, yang pada akhirnya

akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi

hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Inilah yang

secara luas dikenal sebagai prinsip ‘efek penetesan ke bawah’ (trickle down

effect). Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang

paling diutamakan sedangkan masalah-masalah lain seperti soal kemiskinan,

diskriminasi, pengangguran, dan ketimpangan distribusi pendapatan, seringkali

dinomorduakan (Todaro, 2006).

Tambunan (1996) menuliskan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia

sampai Pelita V memilih strategi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan

output sektor-sektor dominan, sehingga pendapatan nasional akan meningkat dan

Page 22: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

memiliki laju pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat (Suhartini, 2000). Tujuan

jangka panjang dari pembangunan tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat

itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk

menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja dan defisit

neraca pembayaran. Dengan kepercayaan yang penuh akan ada efek “cucuran ke

bawah” (trickle down effect) pada awalnya pemerintah memusatkan

pembangunan hanya di sektor-sektor tertentu yang secara potensial dapat

menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak panjang

(Tambunan, 2009).

Pada tingkat makro, perekonomian Indonesia mencapai pertumbuhan yang

cukup mengagumkan. Selama periode 1969 – 1990 laju pertumbuhan PDB pada

harga konstan rata-rata per tahun di atas 7% (lihat tabel 1). Akan tetapi pada

tingkat mikro, hasil pembangunan di Indonesia tidak terlalu menggemberikan

seperti pada tingkat makro. Walaupun jumlah penduduk miskin mengalami

penurunan selama masa orde baru, tetapi kesenjangan ekonomi serta sosial

cenderung melebar (Tambunan, 2009).

2.1.2 Peranan Pemerintah dalam Perekonomian

Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (2002)

mendefinisikan pemerintah sebagai (1) sistem yang menjalankan wewenang dan

mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu Negara atau bagian-

bagiannya; (2) sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung

jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; (3) penguasa suatu negara (bagian

Page 23: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Negara); (4) badan tertinggi yang memerintah suatu Negara (seperti kabinet

merupakan suatu pemerintah); (5) Negara atau negeri (sebagai lawan partikelir

atau swasta); (6) pengurus atau pengelola (Priyarsono, et. al, 2007). Berdasarkan

definisi pemerintah yang pertama memperlihatkan bahwa pemerintah mempunyai

peranan dalam menjalankan wewenang dan mengatur perekonomian nasional.

Menurut Tambunan (2009), pada prinsipnya pemerintah mempunyai tugas

sebagai stabilisator, fasilitator, stimulator dan regulator, sedangkan pelaku

ekonomi sepenuhnya diserahkan kepada swasta. Tugas ini direalisasikan melalui

berbagai macam kebijakan, peraturan dan perundang-undangan dengan tujuan

untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus mendorong pertumbuhan

ekonomi pada tingkat tertentu yang menciptakan kesempatan kerja penuh, yang

berarti mengurangi/menghilangkan pengangguran dan kemiskinan.

Publikasi BPS tahun 1998 tentang ‘Neraca Pemerintahan Pusat

Indonesia’ menjelaskan bahwa kegiatan pemerintah dalam arti luas adalah

kegiatan penyelenggaraan Negara, penyediaan sarana dan prasarana umum, jasa

pelayanan kebutuhan dasar, yang umumnya berorientasi pada kepentingan

masyarakat. Dengan demikian kegiatan pemerintah tidak bisa disamakan dengan

kegiatan bisnis yang umumnya bertujuan mencari keuntungan dengan cara

meningkatkan efisiensi. Sedangkan Priyarsono, et.al dalam ‘Ekonomi Publik’

tahun 2007 membedakan kegiatan pemerintah ke dalam 4 kategori, yaitu produksi

barang dan jasa, peraturan dan pemberian subsidi untuk produksi swasta,

pembelian barang dan jasa dari pembelian keperluan militer sampai jasa

pembersih jalan, redistribusi pendapatan. Kegiatan pemerintah dalam hal

Page 24: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

pembelian barang dan jasa ini sebagian ditujukan untuk keperluan investasi,

sebagai pengeluaran pembangunan infrastruktur yang di masa depan diharapkan

dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Sehingga dapat dikatakan

bahwa investasi pemerintah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi.

2.1.3 Investasi Pemerintah

BPS (1999) menuliskan bahwa dalam upaya menjaga kesinambungan dan

kelanjutan pembangunan nasional di Indonesia yang telah dilakukan, pemerintah

sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai peran yang cukup besar dan

menonjol disamping pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Sehingga diperlukan dana

investasi yang cukup besar untuk mempertahankan hasil-hasil pembangunan

tersebut (Suhartini, 2000). Selaras dengan yang ditulis oleh Bapindo (1990),

pencapaian pertumbuhan ekonomi yang pesat selama ini, tidak terlepas dari

peranan pemerintah dalam hal investasinya (Suhartini, 2000).

Investasi atau PMTB pemerintah menurut System of National Accounts (SNA)

adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan, pembuatan dan pembelian

barang modal (capital goods) baru di dalam negeri, dan pembelian barang modal

bekas dari luar negeri, dikurangi dengan penjualan dari barang-barang modal

bekas, yang semua kegiatannya dilakukan di dalam negeri (domestik) (BPS,

1999). Investasi pemerintah tersebut meliputi pengeluaran untuk sarana dan

prasarana ekonomi, seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal;

jalan, jembatan dan konstruksi lainnya; mesin dan peralatan; kendaranaan;

perbaikan besar pada modal; tanah dan ternak (BPS, 1997). Investasi tersebut di

Page 25: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

atas bertujuan untuk mendukung perkembangan dunia usaha, terutama untuk

menunjang produktifitasnya dan pertumbuhan output, serta untuk menunjang

pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Artinya investasi ini merupakan fasilitas

bagi tumbuhnya unit-unit usaha. Tentunya unit-unit usaha tersebut membutuhkan

faktor produksi yang dimiliki rumah tangga untuk menjalankan usahanya. Rumah

tangga akan menerima pembayaran sebagai balas jasa atas faktor produksi yang

digunakan dalam usaha di atas, yang akhirnya menciptakan distribusi pendapatan

bagi rumah tangga (Sukirno, 1994). Sehingga tujuan akhir pembangunan yaitu

meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat terwujud.

2.1.4 Ukuran Kesejahteraan Rakyat

Kesejahteraan penduduk yang ingin dicapai melalui pembangunan dapat

dilihat dari distribusi pendapatan sekaligus pendapatan perkapita. Para ahli

ekonomi membedakan dua ukuran distribusi pendapatan yaitu distribusi

pendapatan perorangan sebagai perorangan atau rumah tangga, dan distribusi

pendapatan fungsional sebagai pemilik factor produksi. Distribusi pendapatan

perorangan atau ukuran menggambarkan bagaimana pendapatan nasional yang

diterima oleh perorangan atau rumah tangga, menurut golongan pendapatan yang

mereka terima. Pada konsep ini tidak memperhitungkan cara memperoleh

pendapatan, tempat dan sektor sumber penerimaannya. Sedangkan distribusi

pendapatan fungsional yang disebut juga dengan distribusi faktor menerangkan

distribusi pendapatan berdasarkan peranan masing-masing faktor produksi yang

didistribusikan (distributive factor share). Misalnya pendapatan yang diterima

sebagai tenaga kerja, sebagai pemilik modal dan kekayaan (Todaro, 2006). Kedua

Page 26: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

ukuran distribusi pendapatan di atas telah terangkum dalam Sistem Neraca Sosial

Ekonomi (SNSE) yang didefinisikan sebagai distribusi pendapatan faktorial

(distribusi pendapatan perorangan atau ukuran) dan distribusi pendapatan institusi

(distribusi pendapatan fungsional atau fakor).

2.1.5 Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Hubungan variabel sosial dan ekonomi masyarakat dijelaskan melalui

kerangka dasar SNSE yang merupakan suatu sistem analisis yang dapat

membedakan proses:

• struktur produksi

• distribusi pendapatan faktor produksi dalam kegiatan produksi

• pendapatan, konsumsi, investasi dan tabungan.

Hubungan dari ketiga proses tersebut, dapat dimulai dari pengeluaran rumah

tangga berupa konsumsi, dan tabungan yang akhirnya menciptakan investasi.

Selanjutnya konsumsi tersebut menciptakan permintaan akan output dan secara

tidak langsung menciptakan permintaan akan faktor produksi. Balas jasa terhadap

faktor produksi menciptakan distribusi pendapatan rumah tangga. Hubungan

tersebut dapat dilihat di dalam diagram berikut.

Keinginan dan Kebutuhan Permintaan Akhir (1)

Struktur Produksi (2)

Distribusi Pendapatan Instisusi/Rumah Tangga (4)

Distribusi Kekayaan (7)

Distribusi Pendapatan Faktorial (3)

Tabungan (5)

Investasi (6)

Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 1. Diagram antar Sub Sistem

Page 27: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Sebagai contoh permintaan mie instant untuk rumah tangga mengalami

kenaikan (1). Untuk memenuhinya dibutuhkan supply mie instant yang lebih

banyak, sehingga outputnya pun meningkat (2). Peningkatan output tersebut

membutuhkan faktor produksi yang lebih besar, seperti tenaga kerja, modal dan

lainnya. Balas jasa atas faktor produksi dalam proses produksinya menimbulkan

distribusi pendapatan faktorial (3). Rumah tangga sebagai pemilik faktor produksi

menerima pendapatan dari faktor yang dimilikinya (3 dan 7), yang menciptakan

distribusi pendapatan rumah tangga (4). Pendapatan ini digunakan untuk

memenuhi kebutuhannya dan sisanya ditabung (5) yang akan menciptakan

investasi (6).

2.2 Identifikasi variabel

SNSE mengklasifikasikan neraca ke dalam empat neraca yang utama,

yaitu

• Neraca faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja dan bukan tenaga kerja,

dengan kode 1 - 9.

• Neraca Institusi yang terdiri dari rumah tangga, perusahaan dan pemerintah,

dengan kode 10 - 17.

• Neraca Sektor Produksi yang merupakan kegiatan produksi untuk total

komoditi domestik dan impor, dengan kode 18 - 22.

• Neraca Lainnya yang meliputi margin perdagangan dan pengangkutan dengan

kode 23, neraca kapital dengan kode 24, pajak tak langsung minus subsidi

dengan kode 25 dan neraca luar negeri dengan kode 26.

Page 28: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Neraca-neraca tersebut dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu neraca

endogen (neraca faktor produksi kode 1 - 9), neraca institusi (kode 10 - 17) dan

neraca sektor produksi (kode 18 - 22)) dan neraca eksogen (neraca atau variabel

yang dijadikan alat untuk mengatur kebijaksanaan (policy tools) oleh pemerintah

atau variabel yang sulit dikontrol, terdiri dari institusi pemerintah (kode 17),

neraca kapital (kode 24), pajak tak langsung neto/pajak tak langsung minus

subsidi (kode 25) dan neraca luar negeri (kode 26)). Isian sel pada neraca sektor

produksi dalam tulisan ini merupakan aggregasi dari neraca sektor produksi yang

dirinci menurut komoditi domestik dan komoditi impor. Sehingga dalam SNSE

ukuran 26 * 26 ini, isiannya berupa total komoditi domestik dan impor menurut

sektor produksi (isian baris dan kolom 18 – 22).

Faktor eksogen yang dimaksud dalam tulisan ini adalah investasi

pemerintah, yaitu isian pada neraca kapital menurut sektor produksi (isian baris 18

- 22 kolom 24). Sedangkan neraca endogen yang dimaksud adalah neraca institusi

rumah tangga yang berarti distribusi pendapatan rumah tangga (isian baris 10 - 15

kolom total). Keterangan setiap kode, dari 1 sampai 26 dijelaskan lebih lanjut

dalam lampiran.

2.3 Keterbatasan SNSE

Keterbatasan matrik M (multiplier) dalam SNSE ini adalah

• Harga tetap yang mengakibatkan pola kepemilikan faktor produksi tetap.

• Pola transfer antar institusi tidak berubah.

• Koefisien teknologi yang tidak mengalami perubahan (konstan).

Page 29: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

2.4 Kerangka Pemikiran

Tambunan dalam bukunya Perekonomian Indonesia yang terbit pada tahun

1996 menuliskan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia sampai Pelita V

memilih strategi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan output sektor-sektor

dominan, sehingga pendapatan nasional akan meningkat dan memiliki laju

pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat (Suhartini, 2000). Melalui proses

penetesan ke bawah (trickle down effect) hasil-hasil pembangunan dengan strategi

di atas, diharapkan akan mengalir kepada masyarakat sehingga kesejahteraannya

secara umum meningkat.sampai repelita V, Indonesia mempunyai laju

pertumbuhan ekonomi yang cukup mengagumkan.

Pencapaian pembangunan ekonomi tersebut tidak lepas dari peran

pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi. BPS dalam publikasinya Matrik

Investasi Pemerintah Pusat yang terbit tahun 1999 menuliskan bahwa pemerintah

memerlukan dana investasi yang cukup besar dalam rangka mempertahankan

hasil-hasil pembangunan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat. Sehingga dapat dikatakan bahwa investasi pemerintah mempunyai

pengaruh terhadap kesejahteraan rakyat, yang dapat dilihat pada distribusi

pendapatan sekaligus pendapatan perkapita.

Oleh karena itu, penelitian ini melihat pengaruh investasi pemerintah

terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun 1996, tahun 1998 dan tahun

2008. Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

Page 30: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Peran Pemerintah Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Pengaruh Peran Pemerintah

Investasi Pemerintah Distribusi Pendapatan Rumah

tangga pada berbagai Pola Investasi

Hubungan investasi pemerintah dengan distribusi pendapatan rumah tangga

Implikasi kebijakan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Page 31: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

III. METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada data investasi pemerintah tahun 1996, tahun

1998 dan tahun 2008, serta data tabel SNSE tahun 1995, tahun 1998 dan tahun

2008. Data investasi yang dimaksud adalah realisasi pengeluaran pemerintah baik

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang ditujukan untuk Pembentukan

Modal Tetap Bruto.

Data investasi tahun 1996 digunakan untuk mewakili keadaan sebelum

krisis, data tahun 1998 mewakili keadaan pada saat krisis dan data tahun 2008

untuk mewakili kondisi pada saat ini setelah pulih dari krisis. Sedangkan data

SNSE yang dipakai adalah SNSE tahun 1995 untuk mewakili keadaan sebelum

krisis, SNSE tahun 1998 yang mewakili keadaan pada saat krisis dan SNSE tahun

2005 yang mewakili keadaan setelah krisis. Terdapat perbedaan tahun antara data

investasi pemerintah dengan data SNSE. Hal ini tidak menjadi masalah, karena

keterbatasan SNSE membuat kondisi perekonomian yang digambarkan berlaku

selama periode SNSE.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sebagai

berikut:

1. Total investasi pemerintah umum tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008

yang diperoleh dari Sub Direktorat Neraca Pemerintahan dan Badan

Usaha, Badan Pusat Statistik. Untuk

Page 32: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

2. Tabel SNSE tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2005 ukuran 37 * 37 yang

diperoleh dari Sub Direktorat Konsolidasi Neraca Pengeluaran, Badan

Pusat Statistik. Tabel SNSE ukuran 37 * 37 tersebut diaggregasi pada

sektor produksinya, sehingga menjadi SNSE ukuran 26*26. Agregasi

dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel tahun 2007.

Penjelasan lebih lanjut ada di lampiran.

3.3 Metode Analisis

3.3.1 Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi

SNSE merupakan suatu kerangka data yang berbentuk matrik, terdiri atas

lajur ke samping (baris) yang menunjukkan penerimaan dan lajur ke bawah

(kolom) yang menunjukkan pengeluaran. Empat neraca utama dalam kerangka

SNSE yaitu neraca faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi dan

neraca lainnya (rest of the world), masing-masing terletak pada lajur baris dan

kolom.

Kondisi keseimbangan umum dalam perekonomian, digambarkan dalam

SNSE dimana lajur pengeluaran selalu sama dengan lajur penerimaan, karena

pengeluaran di suatu neraca merupakan penerimaan bagi neraca lainnya.

Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dengan jumlah masing-masing kolom j

sama dengan baris i, dimana i = j.

Page 33: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Tabel 3. Kerangka Dasar SNSE Pengeluaran Neraca Endogen Neraca Eksogen Jumlah

Faktor

Produksi

Institusi Sektor

Produksi

Penerimaan 1 2 3 4 5

Neraca

Endogen

Faktor

Produksi

1 0 0 T13 T14 Y1

Institusi 2 T21 T22 0 T24 Y2

Sektor

Produksi

3 0 T32 T33 T34 Y3

Neraca Eksogen 4 T41 T42 T43 T44 Y4

Jumlah 5 Y1’ Y2’ Y3’ Y4’

Sumber: Badan Pusat Statistik Notasi Tij yang merupakan pertemuan antara neraca pada baris dan kolom

tertentu, mempunyai arti tersendiri. Tetapi ada beberapa pertemuan antara neraca

yang tidak mempunyai arti dan dinyatakan dengan 0 (nol). Berikut arti hubungan

pertemuan antara neraca dalam SNSE.

Tabel 4. Arti Hubungan Antar Neraca Dalam Kerangka SNSE Penerimaan

/Pengeluaran

Faktor Produksi Institusi Sektor Produksi Neraca lainnya Total

Faktor Produksi 0 0 Alokasi Nilai

Tambah ke Faktor

Produksi

Pendapatan Faktor

Produksi dari

Luar Negeri

Distribusi

Pendapatan

Faktorial

Institusi Alokasi

Pendapatan

Institusi

Transfer Institusi 0 Transfer kapital

dari Luar Negeri

Distribusi

Pendapatan

Institusi

Sektor Produksi 0 Permintaan Akhir Permintaan

Antara

Ekspor

Investasi

Total Output

Neraca Lainnya Pendapatan Faktor

Produksi ke Luar

Negeri

Impor, Tabungan,

Pajak tidak

langsung

transfer dan

Neraca Lainnya

Total Penerimaan

Lainnya

Sumber: Badan Pusat Statistik

Notasi Tij pada Tabel 3 menunjukkan transaksi antar neraca baris i dan

neraca kolom j yang berarti matrik transaksi yang diterima oleh neraca baris i dari

neraca kolom j. Notasi Yi menunjukkan total penerimaan neraca baris i dan Yj

Page 34: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

menunjukkan total pengeluaran neraca kolom j. Sesuai dengan gambaran

keseimbangan dalam SNSE, maka setiap Yi akan sama dengan Yj untuk i = j.

Sebagai contoh bisa dilihat pada neraca T13 dan T14. Neraca T13

menunjukkan alokasi nilai tambah sektor produksi ke berbagai faktor produksi,

sedang T14 merupakan pendapatan faktor produksi yang diterima dari luar negeri.

Totalnya Y1 merupakan distribusi pendapatan yang diterima oleh faktor produksi

(distribusi pendapatan faktorial). Kemudian neraca T21 dan T41. Neraca T21

menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi yang diterima oleh rumah

tangga dan institusi lainnya. T41 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi

ke luar negeri. Total keduanya Y1’ merupakan total pengeluaran faktor produksi.

Total ini, Y1 akan sama dengan Y1’ sesuai dengan ketentuan keseimbangan dalam

SNSE, dimana Yi =Yj untuk i = j. Dan untuk total di atas i = j = 1.

Berdasarkan konsep keseimbangan tersebut, dari tabel 3 dapat

disederhanakan dalam bentuk matematis, dimana jumlah setiap baris harus sama

dengan jumlah kolom.

Neraca penerimaan dalam persamaan

Faktor Produksi : Y1 = T13 + T14

Institusi : Y2 = T21 + T22 + T24

Sektor Produksi : Y3 = T32 + T33 + T34

Eksogen : Y4 = T41 + T42 + T43 + T44 ..............(1.1)

Neraca pengeluaran dalam persamaan

Faktor Produksi : Y1’ = T21 + T41

Institusi : Y2’ = T22 + T32 + T42

Sektor Produksi : Y3’ = T13 + T33 + T43

Page 35: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Eksogen : Y4’ = T14 + T24 + T34 + T44 ............(1.2)

Persamaan (1.1) di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks. Aij yang

merupakan koefisien kecenderungan pengeluaran rata-rata, diperoleh dengan

membagi masing-masing isian dari setiap sel Tij dengan total Yj.

Aij = Tij (Yj’)-1 atau Tij = Aij Yj. .......................(2)

dimana

Aij = koefisien kecenderungan pengeluaran rata-rata neraca baris i kolom j

Tij = matrik neraca baris i kolom j

Yj = total pengeluaran (kolom j).

Jika notasi Tij pada persamaan (1.1) diubah dengan Tij = Aij Yj pada

persamaan (2) maka

Y1 = A13 Y3 + A14 Y4

Y2 = A21 Y1 + A22 Y2 + A24 Y4

Y3 = A32 Y2 + A33 Y3 + A34 Y4

Y4 = A41 Y1 + A42 Y2 + A43 Y3 +A44 Y4 ......................(3)

Persamaan (3) di atas jika disusun dalam bentuk matrik akan menjadi

....…………..(4)

dimana

Xi = vektor matrik dari penjumlahan baris dalam sub matrik Ti4 (Ai4 Y4)

untuk i = 1,2,3,4 dengan Xi merupakan himpunan variabel eksogen.

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

+⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

=

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

4

3

2

1

3

2

1

43

33

13

42

32

22

41

21

4

3

2

1

00

0

0

XXXX

YYY

AA

A

AAA

A

A

YYYY

Page 36: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Y1 = matrik transaksi dalam neraca faktor produksi

Y2 = matrik transaksi dalam neraca institusi

Y3 = matrik transaksi dalam neraca sektor produksi

Y4 = matrik transaksi dalam neraca lainnya.

Aij = matrik koefisien pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity).

Xi sebagai variabel eksogen dan Aij merupakan matrik dengan unsur yang

konstan, persamaan (4) dapat ditulis dengan

yyY

AA A

A A

YYY

XXX

1

2

3

13

21 22

32 33

1

2

3

1

2

3

0 00

0

⎢⎢⎢

⎥⎥⎥=

⎢⎢⎢

⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

⎥⎥⎥+

⎢⎢⎢

⎥⎥⎥

…………(5)

Dalam bentuk matrik

Y = A Y + X …………..(6)

Persamaan (6) di atas dapat ditulis juga dengan

Y = A Y + X

Y – AY = X , karena Y = IY maka IY - AY = X dan

(I - A) Y = X

Perkalian suatu matrik dengan kebalikannya akan sama dengan 1, maka

Y = (I - A)-1 X = M X .....……..(7)

dimana M = (I - A)-1 merupakan pengganda neraca (accounting multiplier).

Persamaan di atas menjelaskan bahwa pendapatan neraca endogen (neraca faktor

produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi) akan bertambah sebesar M

akibat perubahan neraca eksogen sebesar 1 unit (Slamet Sutomo,1991).

Page 37: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Matrik A dalam persamaan (5) dapat ditulis sebagai berikut

AA

A AA A

AA

AA

A=

⎢⎢⎢

⎥⎥⎥=

⎢⎢⎢

⎥⎥⎥+

⎢⎢⎢

⎥⎥⎥

0 00

0

0 0 00 00 0

0 00 0

0 0

13

21 22

32 33

22

33

13

21

32

= B + C …………….(8)

dimana B menunjukkan kecenderungan pengeluaran rata-rata dalam neraca itu

sendiri dan C menunjukkan kecenderungan pengeluaran rata-rata antar neraca.

Berdasarkan persamaan (8), maka persamaan (6) dapat dituliskan dengan

Y = BY + CY + X ................(9)

Persamaan (9) ini dapat dituliskan sebagai

Y = (I – B)-1(CY + X)

= (I –B)-1CY + (I – B)-1X ................(10)

dengan asumsi M1 = (I – B)-1 ada (exist), maka persamaan (10) menjadi

Y = M1CY + M1X ......................(11).

Persamaan (11) ini dapat dituliskan sebagai

Y = (I – C*)-1M1X ...............(12)

dimana C* = M1C dan (I – C*)-1 ada (exist).

Menurut deret geometri, (1 – a )-1 merupakan jumlah tak hingga dari 1 + a

+ a2 + a3 + .... Maka (I – C*)-1 dapat ditulis dengan

(I – C*)-1 = I + C* + C*2 + C*3 + ...

= (I + C*3+ C*6 + ...) (I + C* + C*2)

= (I – C*3)-1 (I + C* + C*2) .................(13)

Page 38: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Misalkan M3 = (I – C*3)-1 dan M2 = I + C* + C*2, maka persamaan (12)

menjadi Y = M3M2M1 X .................(14)

Persamaan (14) ini merupakan dekomposisi matrik M dalam bentuk

perkalian (multiple) dengan M = M3 M2 M1 dimana

M1 = (I - B)-1

M2 = (I + (I - B)-1 C + (I - B)-1 C (I - B)-1 C)

M3 = (I - (I - B)-1 C (I - B)-1 C (I - B)-1 C)-1

Matrik M dapat juga didekomposisikan dalam bentuk pertambahan

(additive), yaitu M = I + (M1 -I) + (M2 - I) M1 + (M3 - I) M2 M1 dimana

M = Pengganda neraca (accounting multiplier) yang menjelaskan pengaruh

neraca yang diterima oleh neraca endogen akibat perubahan neraca

eksogen.

I = matrik identitas

(M1 - I) = Transfer multiplier (transfer effect) yang menunjukkan pengaruh yang

terjadi pada suatu neraca akibat neraca itu sendiri.

(M2 - I) M1 = Open loop multiplier yang menunjukkan pengaruh yang terjadi

pada suatu neraca akibat neraca yang lain.

(M3 - I) M2 M1 = Closed loop multiplier yang menunjukkan pengaruh yang

terjadi pada suatu neraca akibat neraca yang lain dan kembali ke neraca

semula, begitu seterusnya hingga dampaknya diabaikan.

Penelitian ini menggunakan dekomposisi matrik M dalam bentuk additive,

dan pengganda yang dicari adalah (M2 - I) M1, open loop multiplier. Melalui

matrik open loop multiplier akan diketahui pengaruh neraca eksogen dalam hal ini

Page 39: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

investasi pemerintah, terhadap neraca endogen dalam hal ini distribusi pendapatan

rumah tangga.

3.3.2 Prosedur Penghitungan

Matrik pengganda neraca (accounting multiplier), diperoleh dengan

menggunakan teknik berupa matrik kebalikan (inverse of matrices) dan operasi

matrik berupa penambahan matrik, pengurangan matrik serta perkalian matrik

(multiple of matrices). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Melakukan agregasi SNSE ukuran 37 * 37 menjadi SNSE ukuran 26 * 26

untuk tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2008.

2. Mencari matrik open loop multiplier dari masing-masing SNSE ukuran 26

* 26 Tahun 1995, Tahun 1998 dan Tahun 2005.

3. Mencari alokasi investasi (PMTB) pemerintah umum tahun 1996, tahun

1998 dan tahun 2008 yang telah disesuaikan dengan konsep definisi sektor

produksi dalam SNSE.

4. Mencari pengaruh investasi pemerintah tahun 1996, tahun 1998 dan tahun

2008 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun 1996, tahun

1998, dan tahun 2008 melalui open loop multiplier masing-masing.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, data investasi dan data SNSE

menggunakan tahun yang berbeda. Pengaruh investasi pemerintah tahun 1996

terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, digunakan SNSE

tahun 1995. Pengaruh investasi pemerintah tahun 1998 terhadap distribusi

pendapatan rumah tangga tahun yang sama, digunakan SNSE tahun 1998.

Page 40: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Sedangkan pengaruh investasi pemerintah tahun 2008 terhadap distribusi

pendapatan rumah tangga tahun yang sama, digunakan SNSE tahun 2008. Hal ini

terjadi karena keterbatasan dari SNSE itu sendiri, seperti yang telah disebutkan

sebelumnya. Yaitu SNSE mempunyai asumsi yang menyebabkan kondisi

perekonomian Indonesia tetap untuk periode SNSE. Sehingga investasi

pemerintah tahun 1996 bisa dikalikan dengan matrik open loop multiplier dari

SNSE tahun 1995, untuk mengetahui pengaruh investasi terhadap distribusi

pendapatan rumah tangga tahun 1996 dan seterusnya.

Page 41: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

4.1.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun 1995

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II mengenai Distribusi

Pendapatan Rumah Tangga Dalam SNSE, bahwa SNSE dapat memberikan

gambaran kinerja ekonomi dan sosial suatu negara. Gambaran perekonomian

Indonesia secara umum selama tahun 1995 dapat dilihat melalui SNSE Indonesia

tahun 1995. Pada lampiran 1 tentang SNSE Indonesia ukuran 26*26 tahun 1995 di

lampiran, distribusi pendapatan fungsional atau faktorial dalam SNSE dapat

dilihat bahwa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja berupa

upah/gaji sebesar 262.359,18 milyar rupiah (jumlah isian baris 1 sampai baris 8

komol 18 sampai 22) dan faktor produksi bukan tenaga kerja berupa sewa

modal/keuntungan sebesar 248.633,45 milyar rupiah (jumlah isian baris 9 kolom

18 sampai baris 22) ditambah balas jasa faktor produksi bukan tenaga kerja dari

luar negeri sebesar 2.913,12 milyar rupiah (isian baris 9 kolom 26).

Distribusi pendapatan ukuran atau institusional dalam SNSE pada

lampiran 1 memperlihatkan bahwa sumber pendapatan rumah tangga atas

kepemilikan faktor produksinya baik upah/gaji maupun sewa modal/keuntungan

sebesar 386.462,93 milyar rupiah (jumlah isian baris 10 sampai baris 15 kolom 1

sampai kolom 9), transfer antar institusi (rumah tangga, perusahaan dan

pemerintah) sebesar 10.330,54 milyar rupiah (jumlah isian baris 10 sampai baris

15 untuk kolom yang sama), dan dari luar negeri sebesar 6.021,56 milyar rupiah

Page 42: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

(jumlah isian baris 10 sampai baris 15 kolom 26). Balas jasa faktor produksi (baik

tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja) yang dimaksud disini adalah pendapatan

rumah tangga atas kepemilikan faktor produksinya (tenaga kerja, modal tanah dan

kekayaan lainnya).

Transfer antar institusi dalam SNSE tahun 1995 diperlihatkan pada baris

10 sampai baris 17 untuk kolom yang sama. Transfer antar rumah tangga

merupakan isian baris 10 sampai 15 kolom yang sama sebesar 1. 847,96 milyar

rupiah, transfer dari perusahaan ke rumah tangga berupa pemberian barang-barang

produksi perusahaan kepada karyawan yang tidak dihitung dalam upah dan gaji,

klaim asuransi, dan lain-lain sebesar 150,15 milyar rupiah (isian baris 10 sampai

baris 15 kolom 16) dan transfer dari pemerintah ke rumah tangga seperti subsidi

kesehatan dan pendidikan sebesar 8.332,42 milyar rupiah (isian baris 10 sampai

baris 15 kolom 17). Sedangkan sumber pendapatan rumah tangga dari luar negeri

misalnya pendapatan tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri.

Selanjutnya pendapatan rumah tangga tersebut digunakan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, yaitu untuk mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh

sektor produksi sebesar 359.849,40 milyar rupiah (jumlah isian baris 18 sampai

baris 22 kolom 10 sampai kolom 15). Dan sisanya digunakan untuk tabungan

(saving), yang merupakan salah satu sumber investasi nasional yaitu sebesar

37.208,44 milyar rupiah (jumlah isian baris 24 kolom 10 sampai kolom 15).

Sektor produksi sebagai produsen melakukan proses produksi untuk

menghasilkan komoditi guna memenuhi permintaan akhir rumah tangga dan

permintaan antara sektor produksi itu sendiri. Proses produksi ini yang

Page 43: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

selanjutnya akan menciptakan nilai produksi sebagaimana tersebut di atas.

Penjelasan lebih lengkap, bisa dilihat tabel SNSE tahun 1995 ukuran 26 * 26 yang

ada di lampiran 1.

4.1.2 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia periode krisis Tahun 1998

Lampiran 2 pada lampiran tentang SNSE Indonesia tahun 1998,

memperlihatkan bahwa pada saat krisis, distribusi pendapatan faktorial atau

fungsional berupa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja

berupa upah/gaji sebesar 278.315,99 milyar rupiah dan faktor produksi bukan

tenaga kerja berupa sewa modal/keuntungan sebesar 701.446,59 milyar rupiah.

Sedangkan distribusi pendapatan institusional atau ukuran yang berasal

dari balas jasa faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja

sebesar 621.034,80 milyar rupiah, transfer antar institusi (rumah tangga,

perusahaan dan pemerintah) sebesar 18.402,3 milyar rupiah dan dari luar negeri

sebesar 32.546,85 milyar rupiah. Transfer antar institusi dalam tabel SNSE tahun

1998 agregasi 26*26 terdiri atas transfer antar rumah tangga sebesar 3.388,47

milyar rupiah, transfer dari perusahaan sebesar 270,84 milyar rupiah dan transfer

dari pemerintah sebesar 14.742,99 milyar rupiah.

Distribusi pendapatan ukuran di atas digunakan rumah tangga untuk

mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi sebesar 397.057,83

milyar rupiah dan digunakan untuk tabungan (saving) sebesar minus 22.757,72

milyar rupiah. Tabungan yang minus bisa karena digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsinya karena krisis. Penjelasan lebih lengkap, bisa dilihat

lampiran 2 tentang SNSE tahun 1998 ukuran 26 * 26.

Page 44: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

4.1.3 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia periode pulih dari krisis Tahun 2005

Lampiran 3 menjelaskan tentang SNSE Indonesia tahun 2005 ukuran

26*26, yang memberikan gambaran umum perekonomian Indonesia tahun 2005.

Lampiran tersebut memperlihatkan bahwa distribusi pendapatan faktorial atau

fungsional berupa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja

berupa upah/gaji sebesar 1.487.377,61 milyar rupiah dan faktor produksi bukan

tenaga kerja berupa sewa modal/keuntungan sebesar 1.346.454,61 milyar rupiah.

Sedangkan distribusi pendapatan institusional atau ukuran yang berasal

dari balas jasa faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja

sebesar 1.919.977,8 milyar rupiah, transfer antar institusi (rumah tangga,

perusahaan dan pemerintah) sebesar 214.101,92 milyar rupiah dan dari luar negeri

sebesar 57.229 milyar rupiah. Transfer antar institusi dalam tabel SNSE tahun

1998 agregasi 26*26 terdiri atas transfer antar rumah tangga sebesar 10.355,80

milyar rupiah, transfer dari perusahaan sebesar 63.355,12 milyar rupiah dan

transfer dari pemerintah sebesar 140.391 milyar rupiah.

Distribusi pendapatan ukuran di atas digunakan rumah tangga untuk

mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi sebesar

1.869.540,95 milyar rupiah, digunakan untuk tabungan (saving) sebesar

186.221,67 milyar rupiah dan transfer ke luar negeri seperti transfer biaya sekolah

anak di luar negeri sebesar 11.700,99 milyar rupiah. Terlihat adanya pengeluaran

rumah tangga untuk ke luar negeri yang pada dua periode sebelumnya tidak ada

dan juga terjadi peningkatan jumlah tabungan rumah tangga dibanding pada saat

Page 45: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

krisis. Penjelasan lebih lengkap ada pada lampiran 3 SNSE tahun 1998 ukuran 26

* 26.

4.2 Matrik Investasi Pemerintah Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008

Investasi/PMTB Pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

investasi pemerintah menurut wujud. Investasi pemerintah yang dilihat dari wujud

fisiknya, seperti pembangunan gedung perkantoran, pembuatan jalan raya, dan

perbaikan irigasi. Selanjutnya investasi tersebut dipisah menurut sektor produksi

yang telah disesuaikan dengan konsep dan definisi sektor produksi yang

digunakan dalam SNSE. Misalnya investasi pemerintah berupa pembangunan

irigasi masuk ke sektor 1 (Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan,

Industri Makanan). Investasi pemerintah di sektor peternakan berupa pembelian

hewan ternak, di sektor kehutanan berupa perbaikan hutan, sektor kontruksi

berupa bangunan, jalan, jaringan dan tanah, serta sektor industri berupa peralatan,

mesin dan output lainnya (seperti pembelian buku perpustakaan, barang-barang

museum, dan lain-lain). Berikut tabel investasi pemerintah menurut wujud dan

sektor produksi tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008.

Page 46: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Tabel 5. Investasi Pemerintah Menurut Sektor Produksi Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008 (Juta Rp)

Sektor Produksi *)

Investasi Pemerintah Tahun 1996 Tahun 1998 Tahun 2008

Nilai %

terhadap Total

Nilai %

terhadap Total

Nilai %

terhadap Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 2,989,046.10 10.31 4,480,659.98 10.90 2,801,573.77 1.94 2 423,113.60 1.46 659,759.86 1.60 2,187,780.86 1.51 3 5,627,323.89 19.42 9,574,875.33 23.29 7,992,052.48 5.53 4 8,815,633.89 30.42 14,432,003.53 35.10 44,951,481.16 31.10 5 11,126,442.54 38.39 11,964,858.09 29.10 86,625,117.41 59.92

Total 28,981,560.00 100.00 41,112,156.79 100.00 144,558,005.67 100.00 Sumber: Hasil Olahan *) Keterangan sektor produksi: 1. Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Industri Makanan. 2. Pertanian Tanaman Lainnya, Kehutanan dan Perburuan. 3. Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan, Listrik, Gas dan Air Minum. 4. Perdagangan, Restoran & Perhotelan, Pengangkutan & Komunikasi, Jasa Perseorangan dan Rumah Tangga. 5. Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan Kebudayaan, Jasa Hiburan.

Kondisi sebelum krisis tahun 1996, pemerintah mengalokasikan investasi

tertinggi di sektor 5 yaitu sebesar 11.126.442,54 juta rupiah atau 38,39 persen dari

total investasi. Sedangkan alokasi investasi terendah ada di sektor 2, yaitu sebesar

423.113,60 juta rupiah atau 1,46 persen dari total investasi. Pada kondisi krisis

tahun 1998, alokasi investasi pemerintah yang tertinggi ada di sektor 4, yaitu

14.432.003,53 juta rupiah atau 35,10 persen dari totalnya, dan alokasi terendah

ada di sektor 2 yaitu sebesar 659.759,86 juta rupiah atau 1,60 persen dari total

investasi.

Secara persentase, terlihat perubahan persentase investasi terbesar pada

tahun 1996 dan tahun 1998. Investasi yang dialokasikan pada tahun 1996 lebih

diprioritaskan di sektor 5, sedangkan pada tahun 1998 prioritas investasi

pemerintah berada di sektor 4. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah dalam

mengalokasikan investasinya lebih memprioritaskan pada masalah yang

berhubungan dengan publik, seperti penyediaan sarana dan prasarana transportasi,

Page 47: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

misalnya jalan, jembatan, jaringan komunikasi, penyediaan pembangkit tenaga

listrik, listrik pedesaan, sumber air bersih, fasilitas pendidikan, kesehatan, serta

pembangunan sarana di bidang pertanian. Kondisi krisis keuangan yang

berkembang menjadi krisis ekonomi pada saat itu banyak menyebabkan kerusakan

infrastruktur yang mempunyai peran yang cukup penting dalam perkembangan

perekonomian suatu negara. Semakin baik dan lengkap infrastrukturnya, maka

akan semakin baik dalam menunjang perkembangan dunia usaha khususnya

produktivitasnya. Pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang

menunjukkan keberhasilan pembangunan suatu negara. Sehingga investasi yang

berhubungan dengan publik khususnya pembangunan infrastruktur merupakan hal

yang diutamakan pada saat krisis, dibandingkan sektor lain. Tetapi secara nilai,

investasi pemerintah tahun 1998 di sektor 5 mengalami kenaikan dibandingkan

tahun 1996, bahkan semua sektor mengalami peningkatan nilai investasi

dibandingkan tahun 1996.

Setelah sebelas tahun lebih krisis berlalu yaitu tahun 2008, alokasi

investasi pemerintah tertinggi kembali terjadi di sektor 5 sebesar 86.625.117,41

juta rupiah atau 59,92 persen dari total investasi. Bahkan lebih dari setengah total

investasi pemerintah dialokasikan di sektor ini, yaitu sebesar 59,92 persen.

Investasi pemerintah di sektor 1 sampai 4, secara persentase mengalami

penurunan dibandingkan tahun 1998 dengan alokasi terendah tetap di sektor 2

yaitu sebesar 2.187.780,86 juta rupiah atau 1,51 persen dari total investasi.

Perubahan persentase investasi pemerintah selama tiga periode menurut sektor

bisa dilihat pada gambar berikut.

Page 48: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Persentase

Sumber: Tabel 5 Tahun Keterangan: Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3 Sektor 4 Sektor 5

Gambar 3. Perubahan Persentase Investasi Pemerintah Menurut Sektor Tahun 1996, Tahun 1998 Dan Tahun 2008.

Secara persentase terlihat sektor 5 kembali mendapat prioritas utama

dalam investasi pemerintah, sedangkan alokasi di empat sektor lainnya mengalami

penurunan. Bahkan sektor 1 dan 3 mengalami penurunan alokasi investasi yang

cukup tajam baik secara nilai maupun persentasenya. Hal ini menunjukkan bahwa

prioritas investasi pemerintah sudah mulai berubah ke sektor yang tidak

berhubungan dengan publik, tetapi lebih ke sektor yang dapat menunjang

pertumbuhan ekonomi dengan cepat. Kondisi perekonomian yang jauh lebih stabil

dibandingkan pada saat krisis, merupakan lahan subur bagi tumbuhnya dunia

usaha khususnya keuangan dan jasa-jasa. Hal yang wajar jika alokasi investasi

pemerintah yang terbesar ada di sektor 5. Tetapi walaupun prioritas investasi

pemerintah ada di sektor 5, secara nilai investasi pemerintah di sektor 2 dan 4

mengalami peningkatan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintah juga

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

1996 1998 2008

Page 49: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

melakukan investasi di sektor yang berhubungan dengan publik, walaupun dengan

persentase yang lebih kecil.

Page 50: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1996 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga

Tabel 6 berikut menunjukkan besar pendapatan, jumlah penduduk, dan

pendapatan perkapita menurut golongan rumah tangga tahun 1996. Alokasi

investasi pemerintah tahun 1996 sebagaimana tertera pada Tabel 5, telah

mempengaruhi distribusi pendapatan rumah tangga seperti pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan terhadap Total dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996

Golongan Rumah Tangga Jumlah Penduduk (jiwa)*

Besar Pendapatan (Juta Rp)

Persentase terhadap Total

Pendapatan Perkapita (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)

Rumah tangga pertanian – buruh

20,794,316 572,239.77 2.58 27,519.05

Rumah tangga pertanian – pengusaha 57,484,287 2,991,291.54 13.47 52,036.68

Rumah tangga gol. Rendah di desa 37,799,400 3,233,363.09 14.55 85,540.06

Rumah tangga gol. Atas di desa 15,267,947 3,119,799.33 14.04 204,336.53

Rumah tangga gol. Rendah di kota 44,032,235 5,542,432.98 24.95 125,872.17

Rumah tangga gol. Atas di kota 19,376,621 6,755,895.22 30.41 348,662.20

Total 194,754,806 22,215,021.93 100 114,066.62 Sumber: Hasil Olahan *) Keterangan: Jumlah penduduk pada SNSE tahun 1995 sesuai dengan keterbatasan

Tabel 6 menunjukkan bahwa pendapatan paling kecil yang dipengaruhi

oleh investasi pemerintah tahun 1996, diterima oleh golongan rumah tangga

pertanian yang bekerja sebagai buruh, yaitu sebesar 572.239,22 juta rupiah dengan

persentase terhadap total sebesar 2,58 persen. Rumah tangga ini juga memiliki

pendapatan perkapita paling kecil dibandingkan dengan pendapatan perkapita

Page 51: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

rumah tangga lainnya. Bahkan pendapatan perkapita mereka jauh lebih kecil

daripada pendapatan perkapita nasional, yaitu hanya sebesar 27.519,05 rupiah.

Golongan rumah tangga lain yang mempunyai pendapatan perkapita dibawah

pendapatan perkapita nasional adalah golongan rumah tangga pertanian sebagai

pengusaha dan rumah tangga golongan rendah di pedesaan.

Ketiga golongan rumah tangga dengan pendapatan perkapita dibawah

pendapatan perkapita nasional, merupakan rumah tangga yang bidang pekerjaan

utamanya di sektor pertanian dan sektor yang padat karya. Termasuk dalam

golongan ini adalah rumah tangga pertanian baik yang bekerja sebagai buruh

maupun pengusaha, rumah tangga yang bekerja sebagai pekerja golongan rendah,

seperti pedagang keliling, pedagang kaki lima, supir, pekerja kasar, dan lain-lain.

Biasanya pekerja golongan rendah ini mempunyai skill (keahlian) yang rendah

dan kepemilikan faktor produksi yang kecil, sehingga pendapatan yang diterima

juga cenderung kecil.

Pendapatan paling besar diterima oleh rumah tangga golongan atas di kota

yaitu sebesar 6.755.895,22 juta rupiah dengan persentase terhadap total sebesar

30,41 persen. Rumah tangga ini juga memiliki pendapatan perkapita paling besar

dibandingkan yang lain, yaitu sebesar 348.662,20 rupiah. Selain rumah tangga

golongan atas di kota, rumah tangga golongan atas di pedesaan juga memiliki

pendapatan perkapita di atas pendapatan perkapita nasional. Sedangkan rumah

tangga golongan rendah di kota memiliki pendapatan perkapita yang hampir sama

dengan pendapatan perkapita nasional.

Page 52: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Dua rumah tangga golongan atas baik di desa maupun kota, merupakan

rumah tangga yang bekerja sebagai pekerja golongan atas, seperti pengusaha

(bukan pertanian) golongan atas, manajer, dosen/guru besar, pedagang besar,

importir, dan lain-lain. Biasanya golongan ini memiliki skill yang tinggi dan

modal yang besar, sehingga pendapatannya pun juga besar. Misalnya pemerintah

membangun proyek jalan raya, untuk memperlancar transportasi. Investasi

pemerintah tersebut memang tidak secara langsung dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat, tetapi masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas yang ada

untuk menunjang usahanya. Seperti pemilik suatu perusahaan yang menyediakan

angkutan taksi. Maka pendapatan yang dia terima sebagai pengusaha tentunya

akan lebih besar daripada pendapatan sopir taksi yang bekerja di perusahaannya.

Pendapatan yang diterima oleh pemilik usaha sebuah tabloid tentunya akan jauh

lebih besar daripada pendapatan yang diterima oleh loper koran yang ikut

menjajakan tabloidnya, seiring dengan meningkatnya kemudahan dalam

jangkauan pemasarannya.

5.2 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1998 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga

Tabel 7 memperlihatkan distribusi pendapatan rumah tangga yang

dipengaruhi oleh investasi pemerintah tahun 1998. Pendapatan tersebut paling

rendah diterima oleh rumah tangga pertanian yang bekerja sebagai buruh, yaitu

sebesar 518.002,92 juta rupiah dengan persentase terhadap total sebesar 2,81

persen, dan pendapatan perkapita sebesar 21.408,17 rupiah. Pendapatan perkapita

ini jauh di bawah pendapatan perkapita nasional yang sebesar 90,965.10 rupiah.

Page 53: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Tabel 7. Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan terhadap Total dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1998

Golongan Rumah Tangga Jumlah Penduduk (jiwa)*

Besar Pendapatan (Juta Rp)

Persentase terhadap Total

Pendapatan Perkapita (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)

Rumah tangga pertanian – buruh

24,196,504 518,002.92 2.81 21,408.17

Rumah tangga pertanian – pengusaha 59,880,472 2,687,584.37 14.56 44,882.48

Rumah tangga gol. Rendah di desa 39,659,730 2,623,425.46 14.22 66,148.34

Rumah tangga gol. Atas di desa 13,611,768 2,900,430.64 15.72 213,082.58

Rumah tangga gol. Rendah di kota 48,082,275 4,511,462.87 24.45 93,827.98

Rumah tangga gol. Atas di kota 17,442,250 5,213,457.08 28.25 298,898.20

Total 202,872,999 18,454,363.34 100 90,965.10 Sumber: Hasil Olahan *) Keterangan: Jumlah penduduk pada SNSE tahun 1998 sesuai dengan keterbatasan

Rumah tangga pertanian yang bekerja sebagai pengusaha dan rumah

tangga golongan rendah di desa juga memiliki pendapatan perkapita di bawah

pendapatan perkapita nasional, seperti halnya rumah tangga pertanian yang

bekerja sebagai buruh. Ketiga golongan rumah tangga ini, pada tahun 1996 juga

memiliki pendapatan perkapita di bawah pendapatan perkapita nasional.

Pendapatan paling tinggi juga masih diterima oleh rumah tangga golongan atas di

kota dan golongan atas di desa.

Jika dibandingkan dengan tahun 1996, secara umum pendapatan yang

diterima dan pendapatan perkapita masing-masing golongan rumah tangga

mengalami penurunan. Hanya pendapatan perkapita rumah tangga golongan atas

di desa yang mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa krisis telah

membawa dampak bagi pengaruh investasi pemerintah tahun 1998 terhadap

Page 54: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

distribusi pendapatan, dimana pendapatan perkapita masing-masing rumah tangga

memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan tahun 1996.

5.3 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 2008 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga

Tabel 8 berikut menunjukkan distribusi pendapatan rumah tangga tahun

2008 yang dipengaruhi oleh investasi pemerintah pada tahun yang sama. Pada

table terlihat bahwa pendapatan terendah masih diterima oleh golongan rumah

tangga yang sama dengan dua tahun sebelumnya (tahun 1996 dan tahun 1998),

yaitu rumah tangga pertanian yang bekerja sebagai buruh, sebesar 5.384.916,70

juta rupiah dengan persentase terhadap total sebesar 4,96 persen. Rumah tangga

ini serta rumah tangga pertanian yang bekerja sebagai pengusaha dan rumah

tangga golongan rendah di desa, ketiganya tetap memiliki pendapatan perkapita di

bawah pendapatan perkapita nasional seperti pada tahun 1996 dan tahun 1998.

Tabel 8. Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan terhadap Total dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 2008

Golongan Rumah Tangga Jumlah Penduduk (jiwa)*

Besar Pendapatan (Juta Rp)

Persentase terhadap Total

Pendapatan Perkapita (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)

Rumah tangga pertanian – buruh

29,453,137 5,384,916.70 4.96 182,829.99

Rumah tangga pertanian – pengusaha 63,312,764 18,807,607.63 17.32 297,058.70

Rumah tangga gol. Rendah di desa 44,934,175 16,384,282.19 15.09 364,628.53

Rumah tangga gol. Atas di desa 15,073,094 13,036,623.36 12.01 864,893.65

Rumah tangga gol. Rendah di kota 46,751,962 24,894,195.57 22.93 532,473.82

Rumah tangga gol. Atas di kota 19,343,868 30,059,380.82 27.69 1,553,948.82

Total 218,869,000 108,567,006.27 100 496,036.47

Sumber: Hasil Olahan *) Keterangan: Jumlah penduduk pada SNSE tahun 2005 sesuai dengan keterbatasan .

Page 55: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Pendapatan dan pendapatan perkapita tertinggi juga masih diterima oleh

rumah tangga golongan atas di kota dan golongan atas didesa. Tetapi secara

keseluruhan, semua golongan rumah tangga mengalami peningkatan baik pada

nilai pendapatan maupun pendapatan perkapitanya. Terlihat bahwa investasi

pemerintah pada tahun 2008 telah meningkatkan pendapatan maupun pendapatan

perkapita masyarakat.

5.4 Perbandingan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008.

Tabel 9 berikut menunjukkan perbandingan pendapatan perkapita pada

tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 menurut golongan rumah tangga. Pada

table 9 terlihat bahwa tiga golongan rumah tangga pertama, yaitu rumah tangga

pertanian yang bekerja sebagai buruh, rumah tangga pertanian yang bekerja

sebagai pengusaha, dan rumah tangga golongan rendah di desa, tetap sebagai

rumah tangga dengan pendapatan perkapita terkecil di ketiga periode. Demikian

juga dengan rumah tangga golongan atas di desa dan rumah tangga golongan atas

di desa, keduanya juga sebagai rumah tangga dengan pendapatan perkapita

tertinggi di ketiga periode.

Tabel 9 Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996, Tahun

1998 dan Tahun 2008

Golongan Rumah Tangga Pendapatan Perkapita (rupiah) Tahun 1996 Tahun 1998 Tahun 2008

(1) (2) (3) (4) Rumah tangga pertanian – buruh 27,519.05 21,408.17 182,829.99 Rumah tangga pertanian - pengusaha 52,036.68 44,882.48 297,058.70 Rumah tangga gol. Rendah di desa 85,540.06 66,148.34 364,628.53 Rumah tangga gol. Atas di desa 204,336.53 213,082.58 864,893.65 Rumah tangga gol. Rendah di kota 125,872.17 93,827.98 532,473.82 Rumah tangga gol. Atas di kota 348,662.20 298,898.20 1,553,948.82

Sumber: Hasil Olahan

Page 56: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Secara umum, pendapatan perkapita masing-masing rumah tangga pada

masa krisis mengalami penurunan dibandingkan dengan pendapatan perkapita

tahun 1996. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa kebijakan

pemerintah dalam hal alokasi investasi tidak tepat dalam meningkatkan

pendapatan perkapita masyarakat. Walaupun nilai investasi pemerintah tahun

1998 semakin besar dibandingkan pada tahun 1996, pola investasi juga berubah,

ternyata tidak dapat meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.

Sedangkan pendapatan perkapita masing-masing rumah tangga pada tahun

2008, secara umum mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan

dengan tahun 1998. Peningkatan nilai investasi yang cukup tajam di sector 4 dan

5, pengurangan investasi di sector 1, sector 2 dan sector 3, serta perubahan pola

investasi pada tahun 2008, ternyata mampu meningkatkan pendapatan perkapita

masyarakat secara keseluruhan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kebijakan alokasi

investasi pemerintah pada tahun 2008 sudah cukup tepat dalam meningkatkan

pendapatan perkapita masyarakat.

Tabel 10 berikut menunjukkan perbandingan pendapatan perkapita tahun

1996, tahun 1998 dan tahun 2008 menurut golongan rumah tangga. Perbandingan

pendapatan perkapita dilakukan terhadap pendapatan perkapita terendah, sehingga

mampu menunjukkan tingkat kesenjangan yang terjadi. Perbandingan yang

mempunyai nilai 1 berarti rumah tangga tersebut memiliki pendapatan perpakita

terendah. Misalnya nilai perbandingan rumah tangga golongan atas di kota pada

tahun 1996 sebesar 12,67 berarti bahwa rumah tangga ini memiliki pendapatan

perkapita sebesar 12,67 kali pendapatan perkapita terendah. Sehingga nilai

Page 57: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

perbandingan antara rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita terendah

dengan tertinggi dapat menggambarkan kesenjangan yang terjadi di masyarakat.

Tabel 10 Pendapatan Perkapita dan Perbandingannya Terhadap Pendapatan Perkapita Terendah, menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008

Golongan Rumah Tangga Pendapatan Perkapita dan Perbandingannya Terhadap Pendapatan Perkapita Terendah

Tahun 1996 Tahun 1998 Tahun 2008 Nilai (Ribu Rp)

Perbandingan

Nilai (Ribu Rp)

Perbandingan

Nilai (Ribu Rp)

Perbandingan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Rumah tangga pertanian – buruh 27,52 1.00 21,41 1.00 182,83 1.00 Rumah tangga pertanian - pengusaha 52,04 1.89 44,88 2.10 297,06 1.62 Rumah tangga gol. Rendah di desa 85,54 3.11 66,15 3.09 364,63 1.99 Rumah tangga gol. Atas di desa 204,34 7.43 213,08 9.96 864,89 4.73 Rumah tangga gol. Rendah di kota 125,87 4.57 93,83 4.38 532,47 2.91 Rumah tangga gol. Atas di kota 348,66 12.67 298,90 13.96 1,553,95 8.50

Sumber: Hasil Olahan Berdasarkan table terlihat bahwa nilai perbandingan antara pendapatan

perkapita terendah dengan yang tertinggi sebesar 1 : 12,67. berarti bahwa rumah

tangga golongan atas di kota mempunyai pendapatan perkapita sebesar 12,67 kali

pendapatan perkapita rumah tangga pertanian yang bekerja sebagai buruh. Nilai

perbandingan pada saat krisis tahun 1998 sebesar 1 : 13,96 berarti bahwa rumah

tangga golongan atas mempunyai pendapatan perkapita sebesar 13,97 kali dari

pendapatan perkapita terendah. Nilai ini menunjukkan kesenjangan yang semakin

melebar pada saat krisis. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kebijakan

pemerintah dalam investasinya tidak tepat dalam mengurangi kesenjangan yang

terjadi.

Nilai perbandingan pendapatan perkapita tahun 2008 sebesar 1 : 8,50

berarti bahwa rumah tangga golongan atas di kota memiliki pendapatan perkapita

sebesar 8,50 kali pendapatan perkapita terendah. Penurunan nilai perbandingan ini

Page 58: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan yang semakin lebar pada tahun

1998, berkurang pada tahun 2008. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa

kebijakan pemerintah dalam hal investasinya bias dikatakan tepat dalam

mengurangi kesenjangan yang ada.

Berdasarkan kedua fenomena tersebut, dapat dikatakan bahwa krisis

membawa dampak terhadap pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi

pendapatan rumah tangga. Pengaruh investasi pemerintah pada saat krisis tahun

1998, menyebabkan penurunan pendapatan perkapita dan peningkatan

kesenjangan jika dibandingkan dengan tahun 1996. Hal ini mungkin saja terjadi

karena kondisi perekonomian yang sedang tidak stabil, sehingga peran pemerintah

tidak langsung dirasakan oleh masyarakat. Tetapi setelah perekonomian pulih

dari krisis menurut pemerintah, maka pengaruh investasi pemerintah tahun 2008

telah menyebabkan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan penurunan

kesenjangan pendapatan yang sempat melebar pada krisis.

Page 59: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan yaitu

1. Alokasi investasi pemerintah pada tahun 1996 dan tahun 2008 mempunyai

prioritas yang sama yaitu di sektor 5, sektor Lembaga Keuangan, Real Estate,

Pemerintah, Jasa Sosial dan Kebudayaan, Jasa Hiburan. Sedangkan pada saat

krisis tahun 1998, investasi pemerintah lebih diprioritaskan pada masalah yang

menyangkut publik seperti pembangunan sarana dan prasarana transportasi

dan penundaan beberapa proyek prasarana yang tidak terlalu mendesak.

Sehingga persentase investasi terbesar ada di sektor 4 dan bukan di sektor 5,

karena sektor keuangan yang sedang mengalami kelesuan.

2. Pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga.

2.1 Investasi pemerintah pada masa sebelum krisis tahun 1996, rumah tangga

golongan atas di kota mempunyai pendapatan perkapita tertinggi dan rumah

tangga pertanian yang bekerja sebagai buruh mempunyai pendapatan

perkapita terendah pada tahun 1996.

2.2 Investasi pemerintah pada saat krisis tahun 1998, mempunyai oengaruh yang

sama seperti tahun 1996. Rumah tangga golongan atas di kota mempunyai

pendapatan perkapita tertinggi dan rumah tangga pertanian yang bekerja

sebagai buruh juga mempunyai pendapatan perkapita terendah. Tetapi secara

Page 60: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

keseluruhan pendapatan perkapita masyarakat menurun dibandingkan tahun

1996.

2.3 Investasi pemerintah setelah pulih dari krisis tahun 2008, juga menyebabkan

rumah tangga golongan atas di kota tetap mempunyai pendapatan perkapita

tertinggi dan sebaliknya rumah tangga pertanian yang bekerja sebagai buruh

juga tetap mempunyai pendapatan perkapita terendah pada tahun 2008. Tetapi

secara keseluruhan, nilai pendapatan perkapita masyarakat meningkat.

3. Perubahan pola investasi dan peningkatan nilai investasi pemerintah pada saat

krisis tahun 1998, tidak tepat dalam meningkatkan pendapatan perkapita

masyarakat karena pendapatan perkapita justru menurun dibandingkan tahun

1996. Kebijakan tersebut juga kurang tepat dalam mengurangi kesenjangan

yang ada di masyarakat karena kesenjangan semakin bertambah. Sementara

itu, penurunan pendapatan perkapita dan peningkatan kesenjangan pendapatan

dimungkinkan karena kondisi perekonomian yang tidak stabil karena krisis.

4. Kebijakan pola alokasi investasi pemerintah peningkatan investasi di sektor 4

dan 5 pada tahun 2008 berpengaruh pada peningkatan pendapatan perkapita

sekaligus menurunnya kesenjangan pendapatan yang sempat melebar pada

saat krisis. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam hal

investasinya pada tahun 2008 bisa dikatakan cukup tepat dalam meningkatkan

pendapatan perkpita masyarakat sekaligus mengurangi kesenjanganya,

walaupun kesenjangan tersebut masih cukup tinggi.

Page 61: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan agar pemerintah

dalam mengalokasikan investasinya lebih memperhatikan hal-hal berikut dalam

rangka meningkatkan pendapatan perkapita dan mengurangi kesenjangan ekonomi

yang masih ada.

1. Investasi sebaiknya diprioritaskan di sektor 4 dan 5, yaitu sektor yang

mempunyai peluang untuk berkembang yang lebih besar serta mempunyai

resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor lainnya.

2. Tiga golongan rumah tangga yang mempunyai pendapatan perkapita di bawah

pendapatan perkapita secara umum, mempunyai skill yang rendah. Karena itu,

hendaknya pemerintah mengalokasikan investasi yang mendukung

peningkatan keahlian masyarakat khususnya yang mempunyai skill rendah,

agar meningkatkan produktivitasnya sehingga bisa menambah pendapatan.

3. Dua golongan rumah tangga dengan pendapatan perkapita di bawah

pendapatan perkapita secara umum adalah rumah tangga yang bekerja di

pertanian, yang berarti pertanian masih menjadi sumber penghidupan mereka.

Sebaiknya pemerintah juga meningkatkan nilai investasinya di bidang

pertanian untuk mendukung produktivitas mereka.

4. Penelitian dengan metode lain perlu dilakukan untuk melihat pengaruh yang

lebih mendalam dari investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan

rumah tangga.

Page 62: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

DAFTAR PUSTAKA

Alarcon, Jorge, and friends. 1990. The Social Accounting Framework for

Development (concepts, construction and application). Athenaeum Press Ltd., Newcastle upon Tyen.

Bapindo. 1990. 30 Tahun Bapindo. Bank Pembangunan Indonesia, Jakarta.

Boediono. 2009. Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana? Kumpulan esai ekonomi. Penerbit Gramedia, Jakarta.

BPS. 1995, 1998, 2005. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. ---. 1999, 2001. Matrik Investasi Pemerintah Pusat. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Dumairy. 1999. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga, Jakarta. King, Benjamin B. 1981. What is a SAM? A Layman’s Guide to Social Accounting Matrix. The World Bank, Washington, D.C., U.S.A. Mankiw, N. Gregory. 2007. Teori Makro Ekonomi. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga. Miller, Karen R. Polashe and Adam Z. Rose. 1989. Frontiers of Input – Output Analysis. Oxford University Press, New York. Orange Book. 2009. Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global. IPB Press, Bogor. Priyarsono, D.S. Widyastutik. Reinhardt, Henny. 2008. Ekonomi Publik. Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta. Sudarmadi, Dadan. 2000. Analisis Dampak Permintaan Sektor Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga (Studi Kasus Sistem Neraca Sosial Ekonomi 1995). Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta. Tidak dipublikasikan. Suhartini, Atik Mar’atis. 2000. Perubahan Distribusi Pendapatan rumah tangga sebagai dampak Perubahan Investasi Pemerintah Indonesia Tahun 1998 dan 1999 (Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi Tahun 1998). Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta. Tidak dipublikasikan. Sukirno, Sadono. 1997. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Edisi Kedua. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Page 63: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Sutomo, Salmet. 1991. Dampak Peningkatan Produksi Pupuk Sebagai Subtitusi Impor Terhadap Berbagai Kegiatan dan Aktor Ekonomi Dalam Negeri. Forum Statistik, Maret – Juni, 1991, Jakarta. Tambunan, Tulus T. H. 2009. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Todaro, Michael P. 1995. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 1 Edisi Kesembilan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Widjayanti. 2000. Analisa Subsidi Sektor Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan Dalam Struktur Keseimbangan Umum (Studi Kasus Sistem Neraca Sosial Ekonomi 1998). Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta. Tidak dipublikasikan.

Page 64: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA, 1995 (26X26; dalam Rp Miliar)

1

2 3 4 5 6 7

8

9

10 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 5,379.88 1,640.73 640.87 172.47 554.97 277.17 212.81 16.84 2,306.66 7.98 11 1,551.33 23,777.53 3,978.22 2,535.54 1,642.77 2,690.96 808.38 195.22 24,884.47 3.10 12 6,789.36 5,822.64 19,165.06 7,055.78 2,822.21 9,541.78 829.19 350.92 11,273.06 9.12 13 471.16 6,699.88 1,483.99 1,875.92 7,763.01 3,111.94 5,823.22 111.79 24,885.92 1.39 14 2,485.90 1,108.91 29,833.52 7,060.46 18,119.96 12,665.75 2,547.71 800.31 20,880.16 7.01 15 485.01 594.49 2,906.20 876.21 34,784.49 9,331.21 12,297.20 668.34 39,873.48 0.81 16 107,173.46 17 3,989.45 64.95 18 5,230.71 19 89.43 20 2,639.09 21 2,364.49 22 2,083.37 23 24 416.61 25 26 16,279.93

JUMLAH 17,162.64 39,644.17 58,007.85 19,576.37 65,687.41 37,618.81 22,518.50 2,143.42 251,546.59 12,918.05

Page 65: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

LANJUTAN SNSE 1995

11 12

13 14 15 16 17 18

19

20 11,310.89 5,851.75 32,728.90 6,915.27 7,352.23 540.57 39,023.75 3,852.04 165.67 9,495.48 2,508.08 280.79 9,133.44 324.06 33.12 451.62 259.60 40.70 3,308.09 102.78 36.59 929.79 44,722.25 10,212.72 98,309.12

85.00 68.14 65.13 139.10 135.95 32.46 1,117.48 33.00 26.46 25.29 54.01 52.79 24.28 1,111.97 97.17 77.90 74.46 159.00 155.41 12.34 785.51 14.76 11.83 11.31 24.15 23.60 25.58 574.05 74.74 59.92 57.27 122.30 119.54 44.45 4,010.02

8.67 6.95 6.65 14.19 13.87 11.04 733.39 2,044.22

301.35 636.90 511.79 1,400.66 993.58 35,554.41 8,085.65 25,667.73 26,072.78 20,341.90 38,944.35 35,892.20 349.62 67,084.18 79.23 789.23

434.82 440.15 331.13 636.88 584.45 6.05 14,742.44 1,136.12 14,502.46 12,954.42 13,502.30 9,766.41 19,080.76 16,602.49 5,717.34 10,984.22 3,934.34 191,808.18 11,396.82 11,520.00 8,923.95 17,365.97 15,486.89 2,542.31 2,645.12 807.38 7,974.96 10,845.39 10,776.76 8,921.42 15,856.87 15,095.48 27,086.86 3,319.30 671.35 16,796.35

36,994.23 4,640.09 63,106.75 4,904.17 4,000.17 4,068.11 6,363.42 17,455.97 43,113.78 24,689.47

37,208.44 7,155.28 256.56 14,649.01 39,822.05 6,957.57 8,574.27 47.27 94,348.77

66,818.03 67,200.26 53,104.82 100,161.66 102,612.21 120,684.61 83,767.30 201,936.08 30,705.61 392,522.47

Page 66: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

LANJUTAN SNSE 1995

21 22

23

24

25 26 JUMLAH 0.00 0.00 0.00 17,162.64 0.00 0.00 0.00 39,644.17

7,568.70 3,522.59 0.00 58,007.85 5,718.54 344.65 0.00 19,576.37

25,876.55 27,888.55 0.00 65,687.41 35,886.39 923.62 0.00 37,618.81

1,771.78 17,138.33 0.00 22,518.50 491.41 582.85 0.00 2,143.42

47,489.45 47,899.92 2,913.12 251,546.57 64.40 12,918.05 3,422.73 66,818.03 2,179.35 67,200.26 191.35 53,104.82 163.74 100,161.66 0.00 102,612.21 11,466.93 120,684.61 31,762.80 465.76 83,767.30

19,316.58 1,188.94 0.00 3,967.84 9,734.58 201,936.08 391.38 52.42 0.00 749.18 1,552.62 30,705.61

25,771.94 14,155.08 0.00 144,986.61 92,723.82 392,522.47 15,885.34 5,961.74 104,741.06 1,696.66 11,640.98 201,179.75 15,011.69 23,356.07 0.00 207.83 6,707.62 143,014.75

0.00 0.00 104,741.06 0.00 0.00 0.00 0.00 46,596.43 151,608.12

6,871.20 2,830.76 0.00 0.00 31,762.80 12,902.72 10,890.84 0.00 0.00 0.00 189,823.42

201,179.75 143,014.75 104,741.06 151,608.12 31,762.80 189,823.42

Page 67: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA, 1998 (26X26; dalam Rp Miliar) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 4564.26 1950.69 1688.54 1029.6 562.49 486.23 337.08 20.15 7648.32 14.89 11 6303.01 22628.78 7184.83 3502.96 2049.71 4187.01 713.86 150.9 59973.23 5.95 12 4061.16 8771.92 17283.16 7189.72 2949.29 7938.45 788.03 345.55 47729.38 17.31 13 1021.36 8908.85 4430.15 3036.67 8028.6 5200.98 5210.14 185.93 62533.8 2.55 14 1965.19 1276.19 29457.71 7146.13 18919.09 12158.54 1859.97 677.32 73787.57 11.85 15 330.74 682.17 2864.67 1035.02 33787.53 10480.9 12224.09 740.66 91046.52 1.37 16 294495.77 17 35633.1 121.61 18 11227.47 19 118.6 20 5754.16 21 6179.89 22 2898.48 23 24 -2604.63 25 26 28598.9

TOTAL 18245.72 44218.6 62909.06 22940.1 66296.71 40452.11 21133.17 2120.51 701446.59 23749.5

LANJUTAN SNSE 1998

Page 68: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

11726.37 6519.36 36683.1 7535.49 12213.74 624.12 38392.33 6452.01 183.76 9462.75 4038.78 322.67 9757.22 520.57 36.9 373.46 401.06 47.24 3722.11 143.23 41.03 894.03 178324.75 39885.18 277188.58

158.67 127.2 121.59 259.65 253.78 60.48 2081.34 63.43 50.85 48.61 103.8 101.45 46.26 2139.34

184.45 147.86 141.34 301.83 295 23.19 1483.71 27.17 21.78 20.82 44.47 43.46 47.02 1054.73

126.26 101.22 96.75 206.62 201.95 75.38 6755.35 14.56 11.67 11.16 23.83 23.29 18.51 1228.53

3436.6 576.76 1204.55 945.27 2408.78 1673.14 57470.54 13167

61703.58 62640.83 48915.21 98596.14 77884.84 444.78 219056.59 146.04 2105.38 576.65 585.39 457.43 870.63 646.56 7.66 37617.77 2963.29 27783.14

16926.9 16387.27 12184.64 20922.63 23354.23 7643.83 47267.48 10380.72 411396.31 24768.01 23466.6 23390.72 38502.7 27708.74 3460.7 15530.47 2039.15 25416.97 15003.75 13522.81 10394.27 20256.25 18577.69 34248.33 13098.94 1397.06 30693.43

50068.56 4990.37 91712.91 -4490.4 -7788.45 5217.75 -20022.06 6930.08 93224.59 13355.05

13538.08 475.94 -20868.28 159996.73 39727.2 32356.26 150.8 313232.08

115639.79 110479.58 101945.56 162475.27 157694.21 314399.3 126797.55 679037.76 77739.12 1221262.4

LANJUTAN SNSE 1998

Page 69: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

21 22 23 24 25 26 TOTAL 18245.73 44218.59

8791.08 2887.78 62909.05 6552.41 289.16 22940.09

28505.22 23672.82 66296.71 38887.62 633.55 40452.1

1964.62 14998.14 21133.17 572.04 470.19 2120.52

126758.01 77969.77 1320.3 701446.59 2384.53 23749.49 6385.85 115639.83 10828.24 110479.59

2127.08 101945.56 7652.16 162475.25 3169 157694.22 16466.93 314399.3 11131.02 2465.76 126797.53

47260.88 2628.02 6127.08 40300.91 679037.75 534.28 67.45 1033.44 4476.85 77739.14

59744.51 26726.67 173895.3 388677.8 1221262.5 45448.15 10586.91 146771.84 2093.09 48307.51 443671.45 23235.07 35344.17 205.78 18889.72 237765.75

146771.84 99532.78 183354.71

12741.39 5243.89 11131.02 42676.19 36247.27 652985.43

443671.47 237765.79 146771.84 183354.69 11131.02 652985.42

Page 70: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA, 2005 (26X26; dalam Rp Miliar) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 26,499.83 10,532.67 17,054.46 1,138.48 17,775.44 3,733.50 3,704.69 120.06 7,540.88 143.05 11 25,021.81 116,423.94 42,140.34 22,998.93 45,271.72 12,246.71 26,417.96 1,763.64 74,896.71 144.56 12 15,597.64 34,865.13 85,905.32 32,357.80 21,853.09 53,525.45 10,284.67 4,545.87 75,518.20 143.42 13 6,116.96 41,621.31 7,092.46 27,699.63 24,253.02 20,565.33 26,263.85 1,839.60 77,662.60 30.60 14 1,224.10 2,515.42 166,597.46 41,168.87 104,706.61 40,489.23 12,239.59 5,133.01 98,999.47 163.68 15 2,028.44 1,900.86 13,135.19 20,272.12 102,149.85 94,386.10 76,728.48 12,116.98 101,336.33 17.26 16 819,048.39 3,322.76 17 3,596.56 18 64,656.14 19 902.00 20 20,715.51 21 13,395.54 22 21,302.27 23 24 7,419.63 25 26 780.11 1,019.55 1,554.34 91,451.69 532.93

76,488.78 207,859.32 332,705.35 145,635.83 317,029.29 224,946.33 157,193.57 25,519.15 1,346,454.27 136,485.91

LANJUTAN SNSE 2005

Page 71: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

53,840.84 22,647.94 171,447.80 36,411.53 36,477.69 1,894.24 225,358.47 18,095.81 477.74 82,634.29 11,436.54 1,598.91 56,723.62 1,904.01 200.68 3,808.30 3,850.66 352.51 27,176.76 946.16 370.91 9,657.97 142,324.98 24,224.03 770,647.18

540.68 381.21 429.07 591.45 645.90 2,983.02 34,799.37 482.72 316.26 386.30 506.04 465.95 12,315.96 37,114.67 408.55 334.53 371.39 517.76 516.99 10,137.35 32,922.67

80.39 60.39 106.56 86.62 51.69 8,309.90 6,539.10 540.43 305.49 388.61 344.74 596.11 14,173.13 23,030.24

48.03 45.26 41.81 57.15 65.13 15,435.77 5,984.94 11,263.84 7,109.26 7,395.87 9,337.58 7,860.55 106,496.40 43,495.40 10,752.45 9,388.43 9,606.76 17,277.63 16,577.63 313,112.48 99,297.27

155,394.52 130,396.02 62,844.42 153,100.46 100,975.24 316,595.50 1,087.43 8,039.60 2,436.01 2,427.49 1,089.59 2,275.45 1,673.93 14.46 51,076.60 8,298.33 58,321.54

87,363.35 89,047.28 59,125.35 119,341.46 107,587.69 25,937.52 42,177.15 16,611.29 1,244,960.13 71,938.96 72,663.60 47,927.69 108,145.69 91,612.46 28,231.29 11,765.20 2,980.37 73,079.54 54,382.62 61,192.58 28,823.30 76,923.29 59,881.03 86,847.32 16,263.78 4,141.76 95,973.68

229,421.15 15,269.31 376,157.76 37,173.86 21,786.37 30,434.68 33,072.95 56,334.17 506,253.51 108,812.95

-108,135.98 44,989.81 3,468.22 96,475.31 2,556.06 2,107.48 1,152.38 2,926.84 2,425.29 45,645.97 14,154.65 59,358.13 6,983.06 594,204.16

435,362.47 397,561.66 250,123.78 524,505.12 447,269.79 1,034,863.47 655,317.84 878,202.73 121,297.65 2,656,381.08

LANJUTAN SNSE 2005

Page 72: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

21 22 23 24 25 26 Jumlah 76,488.78 207,859.32

60,149.66 8,553.65 271.63 332,705.35 40,725.75 3,702.23 145,635.83

150,720.88 96,075.99 473.35 317,029.29 206,124.72 12,908.62 224,946.33

18,955.62 106,403.99 454.02 157,193.57 5,619.96 8,924.16 25,519.15

208,556.81 198,721.90 1,979.37 1,346,454.27 7,872.14 136,485.91 16,448.25 435,362.47 17,755.81 397,561.66 1,743.77 250,123.78 11,888.94 524,505.12 1,520.08 447,269.79 19,533.44 1,034,863.47 174,427.43 1,281.21 655,317.84

111,046.67 28,701.29 -12,052.51 -147.75 91,039.27 878,202.73 1,945.91 253.92 1,223.06 15,079.93 121,297.65

233,856.34 74,556.03 727,839.02 -107,003.50 767,096.70 2,656,381.08 128,003.89 26,305.54 620,989.31 7,865.05 -845.40 64,598.18 1,277,131.16 111,424.95 85,046.90 4,471.53 -139.33 39,291.39 650,154.23

141.10 620,989.31 801,288.13

23,050.22 6,443.87 66,291.45 70,025.23 89,507.63 71,941.97 1,058,327.48

1,277,131.16 650,154.23 620,989.31 801,288.13 66,291.45 1,058,327.48

Page 73: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah
Page 74: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Klasifikasi SNSE Ukuran 26 * 26

Uraian KodeFaktor Produksi Tenaga Kerja Pertanian Penerima Upah dan Gaji 1

Bukan Penerima Upah dan Gaji 2 Produksi, Operator Alat Angkutan,

Manual (buruh kasar) Penerima Upah dan Gaji 3 Bukan Penerima Upah dan Gaji 4

Tata Usaha, Penjualan, Jasa-jasa

Penerima Upah dan Gaji 5 Bukan Penerima Upah dan Gaji 6

Kepemimpinan, Ketatalaksanaan,Militer, Profesional, teknisi

Penerima Upah dan Gaji 7 Bukan Penerima Upah dan Gaji 8 Bukan

Tenaga Kerja 9

Institusi Rumah Tangga

Pertanian Buruh 10 Pengusaha 11

Pedesaan Golongan Rendah 12 Golongan Atas 13

Kota Golongan Rendah 14 Golongan Atas 15

Perusahaan 16 Pemerintah 17

Sektor Produksi Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Industri Makanan 18 Pertanian Tanaman Lainnya, Kehutanan dan Perburuan 19 Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan, Listrik, Gas dan Air Minum 20 Perdagangan, Restoran dan Perhotelan, Pengangkutan dan Komunikasi, Jasa Perseorangan dan Rumah Tangga 21

Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan Kebudayaan, Jasa Hiburan 22 Margin Perdagangan dan Pengangkutan 23

Neraca Kapital 24 Pajak Tidak Langsung minus Subsidi 25

Luar Negeri 26

Page 75: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah
Page 76: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Konsep Dan Definisi

Distribusi Pendapatan Faktorial atau Fungsional; menunjukkan alokasi nilai tambah yang

dihasilkan olah berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi, yaitu sebagai balas

jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, misalnya upah dan gaji sebagai

balas jasa penggunaan faktor produksi tenaga kerja; keuntungan, dividen, bunga, sewa

rumah, dsb sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi bukan tenaga kerja.

Investasi adalah modal yang digunakan untuk memberikan manfaat di masa datang, dalam

hal ini meliputi pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok.

Klasifikasi neraca lainnya dalam kerangka ini meliputi margin perdagangan dan biaya

pengangkutan, neraca kapital, pajak tidak langsung dan neraca luar negeri.

Kebutuhan dasar (basic needs) adalah kebutuhan dasar hidup suatu masyarakat seperti

sandang dan pangan.

Margin Perdagangan dan biaya pengangkutan merupakan selisih nilai transaksi pada tingkat

harga pembeli dengan tingkat harga produsen.

Neraca produksi adalah neraca yang menggambarkan besarnya nilai produksi yang dihasilkan

secara keseluruhan dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan produksi.

Neraca Kapital/modal adalah suatu neraca yang menggambarkan hubungan antara proses

akumulasi modal yang terjadi dengan sumber pembiayaannya.

Output/keluaran adalah nilai produksi dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor

ekonomi.

Pembayaran transfer (transfer payment) antar institusi, misalnya pemberian subsidi

pemerintah ke rumah tangga atau pemberian subsidi dari perusahaan ke rumah tangga,

atau pembayaran transfer dari rumah tangga ke rumah tangga yang lain.

Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan,

baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-

anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal daari balas jasa faktor

produksi tenaga kerja (upah & gaji, keuntungan, bonus dll), balas jasa kapital (bungan,

bagi hasil, dll) dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer).

Pendapatan rumah tangga ini yang disebut sebagai distribusi pendapatan perorangan

atau ukuran.

Page 77: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Rumah tangga dalam kerangka SNSE mengikuti konsep rumah tangga yang digunakan oleh

BPS, yaitu sekelompok orang yang tinggal dalam satu atap dan makan dari satu dapur.

Rumah tangga buruh tani adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga atau penerima

pendapatan terbesar bekerja sebagai buruh tani.

Rumah tangga pengusaha pertanian yaitu rumah tanggan dengan kepala rumah tangga atau

penerima pendapatan terbesar dari hasil mengusahakan lahan pertanian (agricultural

operators). Golongan ini dapat diklasifikasikan lagi atas mereka yang memiliki lahan

pertanian kurang dari 0,5 Ha (disebut dengan petani gurem); 0,5 – 1 Ha dan lebih dari

1 Ha.

Rumah tangga golongan rendah yaitu golongan rumah tangga bukan pertanian dengan kepala

rumah tangga atau penerima pendapatan terbesar bekerja sebagai pengeusaha bebas

golongan rendah, tenaga tata usaha golongan rendah, pedagang keliling, pekerja bebas

sektor angkutan (seperti kondektur, sopir), pekerja bebas sektor jasa perseorangan,

pekerja kasar. Golongan ini dirinci lagi menjadi yang bertempat tinggal di desa dan

kota.

Rumah tangga bukan angkatan kerja adalah golongan rumah tangga dengan kepala rumah

tangga yang sudah tidak bekerja lagi (penerima pensiun) atau pendapatan terbesar

berasal dari transfer (penerima pendapatan). Golongan rumah tangga ini dirinci lagi

menjadi yang bertempat tinggal di desa dan kota.

Rumah tangga golongan atas yaitu golongan rumah tangga bukan pertanian dengan kepala

rumah tangga atau penerima pendapatan terbesar bekerja sebagai pengusaha bebas

golongan atas, manajer, profesional (seperti akuntan, dokter), militer, guru/dosen/guru

besar, pekerja tata usaaha dan penjualan golongan atas. Golongan ini dirinci lagi

menjadi yang bertempat tinggal di desa dan kota.

Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) merupakan salah satu cara yang lain untuk memantau

masalah distribusi pendapatan atau pemerataan. SNSE merupakan suatu kerangka data

yang disusun dalam bentuk matrik yang merangkum berbagai variabel sosial dan

ekonomi secara kompak dan terintegrasi sehingga dapat memberikan gambaran umum

mengenai perekonomian suatu negara dan keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi

dan sosial pada suatu waktu tertentu.

Page 78: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Sektor produksi/lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari usaha/perusahaan/instansi

tempat seseorang bekerja/pernah bekerja. Sektor Produksi dalam klasifikasi SNSE

ukuran 27 * 27 dibedakan atas 5 sektor Lampiran 3).

Page 79: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

Prosedur Penghitungan Investasi Pemerintah

Investasi/PMTB Pemerintah Umum adalah pengeluaran pemerintah pusat dan

pemerintah daerah untuk pengadaan, pembuatan dan pembelian barang modal

(capital goods) baru di dalam negeri, dan barang modal baru maupun barang modal

bekas dari luar negeri dikurangi dengan penjualan dari barang-barang modal bekas,

yang semua kegiatannya dilakukan di dalam negeri (domestik). Investasi/PMTB

dalam hal ini disitilahkan sebagai investasi fisik.

Sumber Data:

3. Total investasi pemerintah umum tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008

yang diperoleh dari Sub Direktorat Neraca Pemerintahan dan Badan Usaha,

Badan Pusat Statistik.

4. Investasi Pemerintah Pusat menurut wujud dan lapangan usaha tahun 1996,

tahun 1998 dan tahun 2008.

Prosedur Penghitungan Investasi/PMTB Pemerintah Umum:

1. Investasi Pemerintah Pusat Tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 yang

telah dipisah menurut wujud dan lapangan usaha, selanjutnya dilakukan

pengelompokkan menurut lapangan usaha yang digunakan dalam SNSE.

Sehingga konsep lapangan usaha dalam investasi Pemerintah Pusat tersebut

telah sesuai dengan konsep lapangan usaha (sektor produksi) dalam SNSE.

2. Menghitung rasio investasi Pemerintah Pusat yang terbentuk di masing-

masing sektor produksi dalam SNSE, terhadap total investasinya.

Page 80: 113694076 pengaruh-pola-investasi-pemerintah

3. Karena keterbatasan data, maka besaran investasi Pemerintah Umum yang

terbentuk di masing-masing sektor produksi dalam SNSE, dihitung dengan

menggunakan rasio pada langkah dua, yaitu rasio investasi Pemerintah Pusat

di masing-masing sektor produksi terhadap total investasinya. Dengan cara

mengalikan rasio tersebut dengan total investasi Pemerintah Umum di

masing-masing tahun.

4. Asumsi yang digunakan dalam penghitungan ini adalah bahwa alokasi

investasi Pemerintah Umum berhubungan linier dengan alokasi investasi

Pemerintah Pusat.