plasenta previa tugas
DESCRIPTION
obsgynTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tahun diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal sebagai
akibat komplikasi yang timbul dari kehamilan dan persalinan, sehingga
diperkirakan terdapat angka kematian maternal sebesar 400 per 100.000 kelahiran
hidup (estimasi kematian maternal dari WHO/ UNICEF/ UNFPA tahun 2000).
Hal ini memiliki arti bahwa satu orang wanita di belahan dunia akan meninggal
setiap menitnya. Kematian maternal 98% terjadi di negara berkembang dan
sebenarnya sebagian besar kematian ini dapat dicegah. 1
Angka kematian maternal di negara – negara maju berkisar antara 20 per
100.000 kelahiran hidup (KH), sedangkan di negara – negara berkembang angka
ini hampir 20 kali lebih tinggi yaitu berkisar antara 440 per 100.000 KH. Di
wilayah Asia Tenggara diperkirakan terdapat 240.000 kematian maternal setiap
tahunnya, sehingga diperoleh angka kematian maternal sebesar 210 per 100.000
KH. Indonesia sebagai negara berkembang, masih memiliki angka kematian
maternal yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1992 angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 425 per 100.000 KH
dan menurun menjadi 373 per 100.000 KH pada SKRT tahun 1995. Sedangkan
pada SKRT yang dilakukan pada tahun 2001, angka kematian maternal kembali
mengalami peningkatan yaitu sebesar 396 per 100.000 KH dan dari SDKI 2002 /
2003 angka kematian maternal menjadi sebesar 307 per 100.000 KH. Hal ini
menunjukkan bahwa angka kematian maternal di Indonesia cenderung stagnan. 1-3
Hampir dua pertiga kematian maternal disebabkan oleh penyebab
langsung yaitu perdarahan (25%), infeksi / sepsis (15%), eklamsia (12%), abortus
yang tidak aman (13%), partus macet (8%), dan penyebab langsung lain seperti
kehamilan ektopik, embolisme, dan hal – hal yang berkaitan dengan masalah
anestesi (8%). Sedangkan sepertiga lainnya disebabkan oleh penyebab tidak
langsung yaitu keadaan yang disebabkan oleh penyakit atau komplikasi lain yang
sudah ada sebelum kehamilan atau persalinan dan memberat dengan adanya
kehamilan atau persalinan, seperti terdapatnya penyakit diabetes, hepatitis,
anemia, malaria atau AIDS (19%). 1,2
1
Pada laporan chichaki dan kawan-kawan disebutkan perdarahan obstetrik
pada kehamilan lanjut yang sampai menyebabkan kematian terdiri dari solusio
plasenta (19%) dan koagulopati (14%), robekan jalan lahir termasuk ruptura uteri
(16%), plasenta previa (7%) dan plasenta akreta/inkreta dan perkreta (6%) dan
atonia uteri (15%). Salah satu faktor yang mempengaruhi mortalitas dan
morbiditas maternal dan perinatal adalah faktor keterlambatan pasien menerima
bantuan medik saat pertama pasien mulai sakit di rumah, keterlambatan dalam
pengangkutan ke rumah sakit bahkan sampai di rumah sakit pun masih sering
terjadi keterlambatan.4
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum (OUI). 4,5 Faktor Predisposisinya antara lain multiparitas dan umur lanjut
( >/ = 35 tahun), defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat
perubahan atrofik dan inflamatorotik, cacat atau jaringan parut pada endometrium
oleh bekas pembedahan (SC, Kuret, dll), konsepsi dan nidasi terlambat, plasenta
besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.
Plasenta previa sering menjadi penyebab perdarahan pada kehamilan
lanjut ini perlu mendapat perhatian dalam penanganannya agar tidak terjadi
keterlambatan yang menyebabkan mortalitas maupun morbiditas ibu dan janin.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai
bentuk bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan
beratnya 500 gram. Plasenta merupakan organ yang sangat aktif dan memiliki
mekanisme khusus untuk menunjang pertumbuhan dan ketahanan hidup
janin. Hal ini termasuk pertukaran gas yang efisien, transport aktif zat-zat
energi, toleransi imunologis terhadap imunitas ibu pada alograft dan akuisisi
janin. Melihat pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan
pada plasenta akan menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu
proses persalinan. Salah satu kelainan pada plasenta adalah kelainan
implantasi atau disebut dengan plasenta previa.4
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal) dan oleh
karenanya bagian terendah sering kali terkendala memasuki Pintu Atas
Panggul (PAP) atau menimbulkan kelainan janin dalam rahim. Pada keadaan
normal plasenta umumnya terletak di korpus uteri bagian depan atau belakang
agak ke arah fundus uteri.4,5
2.2 Klasifikasi
Secara umum plasenta previa dapat dibagi menjadi empat, yaitu :4,5
1. Plasenta previa totalis : apabila jaringan plasenta menutupi seluruh
ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis : apabila jaringan plasenta menutupi sebagian
ostium uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis : plasenta yang tepinya terletak pada pinggir
ostium uteri internum.
3
4. Plasenta previa letak rendah : apabila jaringan plasenta berada kira-kira
3-4 cm di atas ostium uteri internum, pada pemeriksaan dalam tidak
teraba.
2.3 Etiologi
Menurut Sheiner etiologi plasenta previa sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang
berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:6,7,8
1) Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim,
menyebabkan plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan
serviks.
2) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau
jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau
aborsi).
3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6) Plasenta terbentuk secara tidak normal.
7) Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan
vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat
persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan
memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir
(Sumapraja dan Rachimhadi, 2005).
8) Ibu merokok atau menggunakan kokain.
9) Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih
besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di
bawah usia 20 tahun (Sheiner, 2001). Hasil penelitian Wardana (2007)
menyatakan usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-35 tahun. Diduga risiko plasenta previa meningkat
dengan bertambahnya usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun. Plasenta
4
previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan pada periode
trimester ke III. Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan usia lebih
dari 35 tahun (Varney, 2006). Prevalensi plasenta previa meningkat 3
kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi pada umur
diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat
meningkatkan kejadian plasenta previa (Manuaba, 2008). Hasil penelitian
Wardana (2007) menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor
risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan
arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan
yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.
2.4 Patofisiologi
Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding
uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat
untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta
terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali.4,6
Pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang
luas untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas.
Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml
tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada
kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot
selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium
dari vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang
dan hanya ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot
menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh
darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblas.4,6
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya
terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih
mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan. Menurut
Manuaba Implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan :4,6
5
a. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi
b. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi janin
c. Villi korealis pada korion leave yang persisten
Menurut Davood, Sebuah penyebab utama perdarahan trimester ketiga,
plasenta previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa rasa sakit.
Pendarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen
bawah uterus pada trimester ketiga.4,5,6
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding uterus. Pada saai itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna
merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang
berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang
terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.4,5,6
2.5 Gejala Klinis
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi pada saat penderita tidur
atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak
akan berakibat fatal dan sering berhenti sendiri. Akan tetapi perdarahan
berikutnya selalu lebih banyak daripada perdarahan sebelumnya dan lebih
berbahaya jika sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun
perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak
6
jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah
uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.4,10
Dengan bertambahnya usia kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Plasenta yang letaknya lebih tinggi
dapat menyebabkan perdarahan yang baru muncul ketika persalinan dan sering
kali salah didiagnosis dengan solutio plasenta. Darah berwarna merah segar,
berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna
kehitaman. Sumber perdarahan berasal dari sinus uterus yang terobek karena
lepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahan yang terjadi tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
seperti perdarahan pada kala III dengan letak plasenta yang normal.4,10
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang
karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi
kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul
yang mungkin karena plasenta previa sentralis, menggolak ke samping karena
plasenta previa parsialis, menonjol di atas simfisis karena plasenta previa
posterior, atau bagian terendah janin tidak teraba karena plasenta previa anterior.
Pada plasenta previa tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau
letak sungsang.4,9
2.6 Diagnosis
Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester
kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Ini dapat
dilakukan pemeriksaan USG. Beberapa wanita mungkin bahkan tetap tidak
terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa
sebagian.5,9
1) Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan,
apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta
banyaknya perdarahan.
7
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa
rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida
2) Pemeriksaan luar
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah
beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu kelihatan anemis.
Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering
dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum turun, apabila
letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau
mengolak di atas pintu atas panggul.
3) Ultrasonografi
Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata
sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan
tidak rasa nyeri.
USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan
plasenta previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat
mencapai 100% identifikasi plasenta previa. Transabdominal ultrasonografi
dengan keakuratan berkisar 95%. Dengan USG dapat ditentukan implantasi
plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5
cm disebut plasenta letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa,
dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain.
4) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uetri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.
8
2.7 Penatalaksanaan
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas untuk melakukan transfusi darah dan operasi.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali, atau boleh dikatakan tidak
pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya
masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit,
sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu lebih banyak daripada
sebelumnya. Jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan dalam kecuali dalam
keadaan siap operasi.4,10
Apabila dari penilaian ternyata perdarahan yang telah berlangsung atau
yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan/atau janinnya (yang
masih hidup), dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat
janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan
untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik
lagi. Penanganan pasif ini, pada kasus-kasus tertentu sangat bermanfaat untuk
mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas, asal jangan
dilakukan pemeriksaan dalam.4,10
Penganganan pasif ini diperkenalkan oleh Johnson dan Macafee pada
tahun 1945 untuk beberapa kasus plasenta previa yang janinnya masih prematur
dan perdarahannya tidak berbahaya, sehingga tidak diperlukan tindakan
pengakhiran kehamilan segera. Pengalamannya membuktikan bahwa perdarahan
pertama pada plasenta previa jarang sekali fatal apabila sebelumnya tidak
dilakukan pemeriksaan dalam dan perdarahan berikutnya pun jarang sekali fatal
apabila sebelumnya ibu tidak menderita anemia dan tidak pernah dilakukan
pemeriksaan dalam.4,10
Penanganan pasif ini bertujuan untuk memberikan kesempatan janin untuk
dapat hidup dan berkembang lebih lama di dalam uterus sehingga akan
meningkatkan luaran bayi kemungkinan bayi untuk hidup di luar kandungan lebih
besar lagi.4,9 Penanganan pasif ini harus dilakukan secara konsekuen dimana
menuntut fasilitas rumah sakit dan perhatian dokter yang luar biasa. Penderita
harus dirawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan
menunjukkan tidak adanya plasenta previa atau sampai bersalin. Transfusi darah
9
atau operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus
segera diatasi mengingat kemungkinan perdarahan berikutnya. Menilai banyaknya
perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
secara berkala, daripada memperkirakan banyaknya darah yang hilang
pervaginam. Ada atau tidaknya plasenta previa diperiksa dengan penentuan letak
plasenta secara tidak langsung.4,10 Penderita dianjurkan untuk melakukan tirah
baring atau bedrest, diberi hematinik, antibiotika, dan tokolitik bila ada his. Bila
umur kehamilan kurang dari 34 minggu diberikan kortikosteroid untuk
mempercepat pematangan paru-paru janin. Jika ibu memiliki tipe darah Rh
negatif, diberikan injeksi Rh immune globulin atau RhoGam.6
Bila selama 3 hari tidak ada perdarahan, pada pasien dilakukan mobilisasi
bertahap. Setelah pasien berjalan tetap tidak ada perdarahan, pasien boleh pulang
dengan diinformasikan agar mengurangi aktifitas fisik dan menghindari setiap
manipulasi intravaginal.4,10
Untuk cara penanganan pasif berdasarkan protap di Rumah Sakit Sanglah
adalah sebagai berikut 9,10
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam.
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai Hb lebih dari 10 gr%.
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga kemungkinan
penanganan pasif gagal), dengan dexametason 5 mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti, penderita dipindahkan ke ruangan setelah
sebelumnya dilakukan USG di IRD.
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi, denyut jantung janin, perdarahan setiap 6
jam.
f. Penanganan pasif gagal jika terjadi perdarahan berulang (penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah dilakukan
mobilisasi.
h. Waktu pasien pulang, diberi nasehat agar istirahat, tidak melakukan
koitus/manipulasi vagina, bila perdarahan lagi segera datang ke rumah sakit,
dan periksa ulang (ANC) 1 minggu lagi.
Dilakukan penanganan aktif segera dan penanganan pasif harus ditinggalkan,
jika terdapat salah satu dari keadaan dibawah ini :4,14
10
Penurunan kondisi ibu
Perdarahan aktif
Umur kehamilan > 36 minggu
Taksiran berat janin > 2500 gram
Gawat janin pada janin yang viable
Kontraksi uterus yang tidak berespon pada pengobatan
Dalam hal ini pemeriksaan dalam dapat dilakukan di meja operasi dalam
keadaan siap operasi.
Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik tergantung dari
derajat plasenta previa, paritas dan banyaknya perdarahan. Beberapa hal lain yang
harus diperhatikan pula ialah apakah terhadap penderita pernah dilakukan
pemeriksaan dalam, atau penderita pernah mengalami infeksi seperti seringkali
terjadi pada kasus-kasus kebidanan yang terbengkalai.4,10
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea,
tanpa menghiraukan faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada
primigravida sangat cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak, apalagi
berulang, merupakan indikasi mutlak umtuk seksio sesarea karena perdarahan itu
biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya daripada
apa yang ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada
serviks dan segmen bawah uterus.4,10
Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis,
atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi
dengan pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi, apabila ternyata pemecahan
selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul kemudian, atau setelah
12 jam tidak terjadi persalinan, atau terjadi gawat janin, maka seksio sesarea harus
dilakukan. Dalam memilih cara persalinan per vaginam hendaknya dihindarkan
cara persalinan yang lama dan sulit karena akan sangat membahayakan ibu dan
janinnya.4,10
Pada kasus yang terbengkalai, dengan anemia berat dengan perdarahan
atau infeksi intrauterin, baik seksio sesarea maupun persalinan per vaginam sama-
sama tidak mengamankan ibu maupun janinnya. Akan tetapi, dengan bantuan
transfusi darah dan antibiotika secukupnya, seksio sesarea masih lebih aman
11
daripada persalinan per vaginam untuk semua kasus plasenta previa totalis dan
kebanyakan kasus plasenta previa parsialis. Seksio sesarea pada multigravida
yang telah memiliki anak hidup cukup banyak dapat dipertimbangkan untuk
dilanjutkan dengan histerektomi untuk menghindarkan terjadinya perdarahan
postpartum yang sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya
dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindarkan
kehamilan yang berikutnya. Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan
per vaginam dan persalinan per abdominal (seksio sesarea). Persalinan per
vaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian
plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan
berhenti. Seksio sesarea bertujuan untuk secepat-nya mengangkat sumber
perdarahan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk
menghentikan perdarahannya dan untuk menghindarkan perlukaan pada serviks
dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan per
vaginam.4,10
12
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.Serati Nama Suami : Tn. Memeng
Umur : 22 tahun Umur : 24 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Melayu Suku : Melayu
Alamat : Lipat Kain Alamat : Lipat Kain
No. MR : 87.70.51
II. ANAMNESA
Seorang pasien (Ny. S) masuk Kamar Bersalin RSUD AA Pekanbaru pada tanggal 2 Januari 2014 Jam 03.15 WIB Kiriman Puskesmas Kampar dengan suspek plasenta previa
II.1. Keluhan utama : Keluar darah segar dan bergumpal dari kemaluan
II.2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan keluar darah dari kemaluan sejak 13 jam SMRS. Darah
keluar tiba-tiba dari jalan lahir membasahi 2 pembalut. Keluar darah ini tidak
disertai rasa nyeri dan tidak disertai dengan keluar air-air tak tertahankan. Pasien
menyangkal keputihan, trauma, dan terjatuh. Karena keluhan ini pasien berobat ke
Puskesmas lalu dirujuk ke RSUD AA. Pasien mengaku hamil 9 bulan dengan
HPHT 20 April 2014 (36-37 minggu), TP 27 Januari 2015, ANC tiap bulan di
Puskesmas, USG belum pernah. Gerakan janin dirasakan aktif sejak usia
kehamilan 5 bulan.
II.3. R H M : Mual (+), muntah (+), perdarahan (-)
II.4. R H T : Mual (-), muntah (-), perdarahan (+)
II.5. P N C : Teratur di Puskesmas, USG belum pernah
II.6. R. Makan Obat : vitamin (-), penambah darah (-)
II.7. R. Penyakit Dahulu : HT (-), DM (-), Asma (-), Jatung (-)
II.8. R. Penyakit Keluarga : HT (-), DM (-), Asma (-), Jatung (-)
II.9. R. Haid : menarche umur 14 tahun, siklus teratur, lama 5-7 hari, nyeri haid
(-)
13
II.10. R. Perkawinan :1 kali umur 22 tahun
II.11. R. Kehamilan/R. Abortus/R. Persalinan :
I. Hamil saat ini
II.12. R. KB :
Disangkal
II.13. R. Sosial : Suami : Petani
Istri : Ibu rumah tangga
III. PEMERIKSAAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Suhu : 36,5 0C
Napas : 20 kali/menit
Gizi : baik
TB : 155 cm BB : 49 kg
Status generalis
Kepala : konjuctiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-)
Leher : pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)
THT : dalam batas normal
Dada
Paru : Vesikuler (+), Rh(-), Wh(-)
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+), CRT < 2 detik, motorik 5 5
Sensasi raba (+), nyeri (+), suhu (+) 5 5
14
IV. STATUS OBSTETRIKUS
Muka : Chloasma gravidarum (-/-)
Mammae : Aerola hiperpigmentasi (+/+), mammae membesar dan menegang
(+/+)
Abdomen :
Inspeksi : Perut membesar sesuai usia kehamilan, linea nigra(+), striae (+)
Palpasi :
L1 : teraba massa lunak, bulat, tidak melenting, TFU 3 jari dibawah prosesus
xypoideus
L2 : teraba tahanan terbesar pada sisi kanan, tahanan terkecil sisi kirI
L3 : teraba massa keras, bulat melenting
L4 : belum masuk PAP (5/5)
TFU : 32 cm TBJ: 2945 gr HIS: (-) Auskultasi DJJ: 146 dpm Teratur
Genitalia Eksterna :
Inspeksi/Palpasi : v/u tenang, tampak rembesan darah
Genitalia Interna/Pemeriksaan dalam
Inspekulo :
Vagina : dinding licin, perdarahan aktif (-)
Porsio : Porsio licin, livide, OUE tertutup, fluksus (+), flour (-), darah (+)
tidak aktif
VT/ bimanual palpasi : tidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah lengkap : WBC 9,1 /Ul, RBC 3.400.000 /Ul, hB 10,5 g/gL, Ht 32 %,
MCV 85,1 fL, MCH 28,1 pg, MCHC 33,7 g/dl PLT 215.000
Pemeriksaan usg (17-11-14) : kesan janin tunggal, letak kepala, air ketuban
cukup, plasenta corpus kiri, tepi mendekati SBR grade III, hematoma
retroplasentar (-).
15
VI. RESUME PEMERIKSAAN
Pasien mengeluhkan keluar darah dari kemaluan sejak 13 jam SMRS. Darah
keluar tiba-tiba dari jalan lahir membasahi 2 pembalut. Keluar darah ini tidak
disertai rasa nyeri dan tidak disertai dengan keluar air-air tak tertahankan.
Pasien menyangkal keputihan, trauma, dan terjatuh. Karena keluhan ini
pasien berobat ke Puskesmas lalu dirujuk ke RSUD AA. Pasien mengaku
hamil 9 bulan dengan HPHT 20 April 2014 (36-37 minggu), TP 27 Januari
2015. Menarch usia 14 tahun, menikah usia 22 tahun. Status Obstetrikus TFU
3 jari dibawah prosesus xypoideus, (32cm), punggung kanan, kepala belum
masuk PAP 5/5, his (-), DJJ 146 dpm, TBJ 2945 gr.
Pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal.
Pemeriksaan usg (17-11-14) : kesan janin tunggal, letak kepala, air ketuban
cukup, plasenta corpus kiri, tepi mendekati SBR grade III, hematoma
retroplasentar (-).
VII.DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA : G1 hamil 36-37 minggu dengan plasenta letak rendah +
janin hidup tunggal intrautrein presentasi kepala
VIII.PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK YANG DIUSULKAN :
USG konfirmasi
IX.TERAPI
- Hemodinamik ibu stabil : Observasi tanda vital, kontraksi DJJ, perdarahan
Observasi tanda profuse bleeding
- Management konservatif : Nifedipin 10 mg peroral/15 menit
Ceftriaxone 2x1 gr
X.PEMERIKSAAN PENUNJANG (Jika ada)
- CTG
16
XI.DIAGNOSIS PASTI
G1 hamil 36-37 minggu dengan plasenta letak rendah + janin hidup tunggal
intrautrein presentasi kepala
XII.RENCANA TINDAKAN
• SC elektif
• SC cito jika didapatkan tanda-tanda profuse bleeding
XIII.PROGNOSA
Dubia ad bonam
Mengetahui Mahasiswa yang memeriksa
Dokter Pembimbing
Dr. Renardy Reza, Sp.OG Anjari Agnesia W
17
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Maternal mortality in 2000. Department of Reproductive Health and
Research WHO, 2003.
2. UNFPA, SAFE Research study and impacts. Maternal mortality update 2004,
delivery into good hands. New York, UNFPA; 2004.
3. Saifudin AB. Issues in training for essential maternal healthcare in Indonesia.
Medical Journal of Indonesia Vol 6 No. 3, 1997: 140 – 148.
4. Prawiroharjo S. Ilmu kebidanan. 2009. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
5. Perkumpulan obstetri dan ginekologi indonesia. Standar pelayanan medik
obstetri dan ginekologi. 2006.
6. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung. Obstetri patologi. Bandung: Elstar Offset Bandung; 1984. 110-20.
7. Miller D.A. Obstetric hemorrhage. 2004. [diakses 11 Maret 2012]
http://www.obfocus.com/images/previa.gif.htm.
8. Cunningham F.G, Leveno K.J, Bloom S.L. Obstetrical hemorrhage. Williams
obstetric. Edisi ke-22. McGraw-Hill Companies; 2007
9. Karkata K. Pedoman diagnosis obstetrik dan ginekologik. Denpasar:
Bagian/SMF Kebidanan dan Ilmu Penyakit Kandungan FK Unud/RS Sanglah
10. Saifudin A.B, Wiknjosastro G.H, Affandi B, Waspodo D. Buku panduan
praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Cetakan ke-7. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002. 18-24.
18
Laporan Kasus
PLASENTA PREVIA
Oleh :
Anjari Agnesia Wibowo
0908113646
Pembimbing:
dr. Renardy Reza, SpOG
KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU2014
19