pik dedew

Upload: dewi-notriani

Post on 18-Jul-2015

1.535 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Proses Industri Kimia (Industri Kimia Organik)

Oleh: Dr. Ir. Izarul Machdar, M. Eng.

Jurusan Teknik Kimia, Unsyiah November 2007

Daftar Isi

I. PENGANTAR

Proses industri kimia (PIK) mencakup fasilitas produksi yang dihasilkan dari (a) reaksireaksi kimia antara bahan-bahan organik, atau anorganik, atau keduanya; (b) ekstraksi, separasi, atau purifikasi dari produk alam, dengan atau tanpa bantuan reaksi-reaksi kimia; dan (c) pemisahan dari material yang memiliki rumus spesifik apakah dari bahan alam maupun buatan (sintetis). Contoh produk dari PIK adalah plastik, resin, bahan pewarna, obat-obatan, cat, sabun, deterjen, petrokimia, bahan pewangi, dan material organik sintetis. Diperkirakan saat ini lebih dari 70.000 produk industri kimia yang diperdagangkan.

1. 1 Perkembangan Industri Kimia Industri kimia sudah dimulai sejak abad pertengahan seperti di dalam pembuatan sabun, lilin, cat, dan bahan obatan. Pembuatan bahan ini pada saat itu masih dalam skala rumah tangga. Produksi kimia menjadi suatu indusri dimulai sejak tahun 1700-an tetapi masih dalam skala kecil, karena pada waktu itu belum punya kemampuan untuk memproduksi dalam jumlah besar. Pada abad ke-19 dan 20, ketika ahli-hali kimia telah memegang peranan penting, maka industri kimia secara skala besar mulai berkembang. Penemuan bahan sintetis zat pewarna pada tahun 1860-an oleh W.H. Perkins sebagai titik awal bekembangnya industri kimia organik di Inggris dan Jerman. Industri kimia organik tumbuh secara signifikan pada tahun 1940 saat berkembangnya sektor perminyakan dan petrokimia. Perkembangan petrokimia pada tahun 1960 1970 disebabkan banyaknya permintaan akan polimer sintetis. Perkembangan pada saat itu juga disebabkan banyak hak paten tentang proses kimia yang sudah dilepas sehingga banyak negara dapat memanfaatkannya.

1.2 Karakteristik Industri Kimia Industri kimia pada dasarnya merupakan industri berbasis ilmu pengetahuan (sciencebased industry). Perkembangan industri kimia saat ini erat hubungan dengan penemuan di laboratorium, sehingga salah-satu faktor utama pendukung perkembangan industri kimia

adalah investasi di bidang R&D (Research and Development). Sebagai contoh, negara Amerika mengalokasi dana sekitar $US 18 milyar setahun untuk R&D obat-obatan. Perusahaan industri kimia dapat dibagi ke dalam 8 kategori, yaitu: Industri kimia anorganik Plastik, material, dan bahan buatan (sintetis) Obat-obatan Sabun, pembersih, dan perlengkapan toilet Cat dan produk sejenis Industri kimia organik Bahan kimia pertanian Produk kimia lainnya.

Sebagai bahan referensi, Tabel 1 memperlihatkan rangking perusahaan penghasil bahan kimia dunia dan negara asal perusahaan.

Tabel 1. Top 10 Penjualan Bahan Kimia (2003 2004)

Sumber: Chem. & Eng. News., Juli 19, 2004, hal. 11-13

1.3 Bahan Baku, Pembuatan, dan Rekayasa Penyediaan bahan baku untuk industri kimia berasal dari lingkungan alam yang dikonversi menjadi bahan intermediet sebagai bahan dasar untuk pembuatan material lainnya. Ada 4 sumber dari alam, yaitu:

Dari kulit bumi (litosphere) Dari lautan (hidrosphere) Dari udara (atsmosphere) Dari tumbuhan (biosphere)

Bahan baku dari alam di atas dikelompokkan ke dalam renewable dan nonrenewable. Sumber-sumber renewable dapat diperbaharui dengan sendirinya, seperti produk dari sumber pertanian, hutan, perikanan, dan hewani. Apabila laju penggunaan material di atas melampaui kapasitas regenerasinya, maka kelompok renewable menjadi nonrenewable. Sumber nonrenewable berasal dari pembentukan geologi yang berlangsung sangat sama. Material ini termasuk logam, mineral, dan material organik. Penggunaan kelompok renewable juga merupakan bahan yang ramah lingkungan. Limbah dari renewable umumnya dapat diuraikan oleh mikroorganisme (biodegradable). Industri proses kimia didesain harus ekonomis untuk menghasilkan produk. Penggunaan bahan baku harus dilakukan perlakuan awal sebelum diolah di proses industri kimia. Tahapan umum di dalam industri proses kimia seperti diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Contoh struktur proses pada industri proses kimia

Dua tahapan utama di dalam PIK adalah reaksi kimia dan permunian produk (purifikasi). Reaksi kimia dapat dijalankan secara batch atau kontinyu. Di dalam proses batch, reaktan dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian produk dikeluarkan (reaktor dikosongkan) setelah reaksi berakhir. Proses batch umumnya digunakan pada produksi skala kecil. Di dalam proses kontinyu, reaktan ditambahkan dan produk diambil pada laju yang konstan. Ada dua jenis reaktor kontinyu, yaitu sistem pencampuran sempurna dan reaktor pipa (plug flow). Proses kontinyu sering digunakan untuk skala produk yang besar.

Produk dari kedua sistem reaktor di atas tidak murni. Oleh karena itu, diperlukan proses downstream untuk didapatkan produk yang diinginkan melalui proses purifikasi dan pemisahan. Proses tersebut sering dilakukan melalui filtrasi, distilasi, dan ekstraksi.

1.4 Aspek Lingkungan Di dalam industri kimia organik, penggunaan maupun menghasilkan berbagai pelarut, partikel logam, uap asam, dan monomer yang tidak bereaksi. Bahan-bahan ini dikeluarkan baik ke media udara, air, maupun tanah. Dengan demikian IPK berpotensi mencemari lingkungan di sekitarnya. Tabel 2 menunjukkan potensi pencemaran yang dihasilkan dari industri kimia organik.

Tabel 2. Potensi Bahan Pencemar dari Proses Industri Kimia

Sumber: Chemical Manufacturers Association, 1993.

Cara paling baik untuk mereduksi bahan pencemaran dari industri kimia adalah dengan meminimalkan produk bahan pencemar tersebut dari proses. Hal ini dapat dilakukan melalui evaluasi yield proses, produk samping, dan konversi proses.

II. INDUSTRI MINYAK MAKAN, LEMAK, DAN GEMUK (WAX)

Minyak makan, lemak, dan gemuk (wax) secara alami merupakan ester yang memiliki rantai panjang dari asam karboksilat. Kelompok ini merupakan bagian dari group lipid yang dilakukan saponifikasi (direaksikan dengan NaOH). Lipid adalah material yang dihasilkan secara biologi yang sifatnya relatif tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam pelarut organik (benzena, khloroform, aseton, eter). Reaksi saponifikasi lipid diberikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Produk minyak, lemak dan gemuk adari saponifikasi lipid

Minyak dan lemak dalah ester dari gliserol. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah hanya pada titik leleh. Lemak berbentuk padat pada suhu ruang (20oC) sedangkan minyak berbentuk cair. Kedua senyawa tersebut adalah trigliserida.

Gambar 3. Struktur trigliserida

Karena gliserol umumnya ada di dalam lemak dan minyak, baik hewan dan tumbuhan, maka asam lemak dari lemak dan minyak menjadi penting. Perbedaan di antara trigliserida (lemak dan miyak) disebabkan oleh panjang rantai hidrokarbon dari asam yang dimilikinya dan jumlah serta posisi ikatan rangkap duanya (bentuk tidak jenuh). Geometri konfigurasi ikatan rangkap dua di dalam lemak dan minyak berbentuk cis. Adanya ikatan rangkap yang menyebabkan pembentukan lekuk (kink), membentuk molekul tidak teratur, tidak kompak, sehingga trigliserida tidak jenuh ini berbentuk cairan pada suhu ruang, yang disebut dengan minyak (lihat Gambar 4).

Gambar 4. Struktur trigliserida (minyak)

Lemak dan minyak mengandung energi yang besar (9 kal/g), bandingkan dengan protein dan karbohidrat (4 kal/g). Lemak dan minyak juga sebagai pembawa vitamin yang larut dalam minyak dan asam lemak esensial. Bahan ini juga menyebabkan makanan terasa enak. Penggunaan lemak dan minyak digunakan untuk bahan penggorengan atau memasak, sebagai media pemanas, dan juga penyumbang warna dan rasa pada makanan. Penggunaan

minyak dan lemak juga pada sabun, deterjen, emulsifier, dawat cetak, pelapis, dan makanan ternak. Gemuk (wax) adalah monoester dari asam lemak rantai panjang, biasanya mengandung sebanyak 24 hingga 28 atom karbon. Wax umumnya jenuh dan berbentuk padatan pada suhu ruang.

Gambar 5. Struktur wax

Pada tumbuhan, wax biasanya terdapat pada daun dan bijian. Was diklasifikasi berdasarkan asalnya baik dari alam maupun sintetis. Wax alami dibagi ke dalam sumber hewan, sayuran, dan mineral. Beeswax, spermaceti, woolgrease, lanolin adalah wax hewani. Wax sayuran termasuk carnauba, ouricouri, dan candelila. Wax dari minyak bumi dikelompokkan sebagai mineral wax. Wax parafin adalah wax dari minyak bumi umumnya terdiri dari normal alkana dengan BM kurang dari 450. Komposisi wax diberikan pada Tabel 3.

2.1 Asam Lemak Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis lemak atau minyak disebut dengan asam lemak. Asam lemak merupakan building block dari trigliserida, sehinga lemak dan minyak sering dinamai sebagai turunan dari asam lemak ini. Misalnya tristearat dari gliserol dinamakan tristearin, tripalmitat dari gliserol dinamakan tripalmitin. Asam lemak normalnya memiliki rantai hidrokarbon tidak bercabang yang panjang dengan rumus kimia CH3(CH2)nCOOH, dimana n bervariasi antara 2 sampai 24. Asam lemak tidak jenuh biasanya memiliki satu ikatan rangkap (monosaturated) atau memiliki lebih dari satu ikatan rangkap (polisaturated), lihat Gambar 6.

Tabel 3. Sumber dan Komposisi Wax Normal

Sumber : Riegel's Handbook of Industrial Chemistry, 9th ed., 1992.

Gambar 6. Strukur beberapa asam lemak

Tabel 4 memberikan beberapa contoh asam lemak beserta sumbernya, nama yang sering dugunakan, dan nama sistematik. Banyak istilah tambahan digunakan untuk membedakan asam lemak tidak jenuh dengan melihat lokasi ikatan rangkap pertama terhadap lokasi omega () atau karbon CH3.

2.2 Gliserida Gliserol dapat diesterifikasi secara komersial dengan satu, dua, atau tiga asam lemak untuk menghasilkan mono-, di-, atau trigliserida (Gambar 7). Lemak dan minyak alami merupakan suatu trigliserida, yang terdapat pada tumbuhan dan hewan. Sifat trigeliserida tergantung pada komposisi asam lemak dan lokasi relatif asam lemak di dalam gliserol. Lemak dan minyak alami terbagi pada trigliserida jenuh dan tidak jenuh serta bentuk isometrik tertentu.

Tabel 4. Contoh asam lemak yang penting, namanya, dan sumbernya

Gambar 7. Pembentukan trigliserida

2.3 Sifat fisik trigliserida Sifat fisik trigliserida yaitu titik leleh, panas spesifik, viskositas, densiti, indeks refraksi tergantung pada jenis asam lemak yang ada dan lokasinya, panjang rantai asam lamak, jumlah dan lokasi ikatan rangkap cis dan trans.

Titik Leleh Titik leleh lemak tergantung pada komposisi trigliserida, yang meningkat dengan bertambah panjangnya rantai. Asam lemak dalam bentuk trans lebih tinggi titik lelehnya dibandingkan dengan asam lemak berbentuk cis.

Panas spefisik Panas spefisik lemak didefinisikan sebagai perbandingan kapasitas panas lemak terhadap kapasitas panas air. Kapasitas panas trigiserida umumnya meningkat dengan meningkatnya jumlah asam lemak tidak jenuh. Kapasitas panas lemak cair dua kali lipat lebih besar dari pada kapasitas panas lemak padat. Pengetahun kapasditas panas berguna di dalam operasi proses.

Viscositas Pengetahuan tentang viscositas lemak dan minyak diperlukan pada saat menangani sistem proses. Viscositas asam lemak umumnya meningkat dengan bertambahnya rantai, dan menurun dengan meningkatnya ikatan tidak jenuh. Viscositas merupakan fungsi dari ukuran molekul dan orientasi molekul-molekul. Viscositas minyak biasanya meningkat dengan memperpanjang masa pemanasan sebagai hasil dari polimerisasi (pembentukan gum).

Densiti Properti ini penting di dalam menentukan solid fat index (SFI). SFI berhubungan dengan persentasi padatan di dalam lemak pada suhu tertentu.

Indeks refraksi Indeks refraksi minyak dan lemak sensitif terhadap komposisi. Indeks refraksi lemak meningkat dengan meningkatnya panjang rantai asam lemak atau meningkatnya jumlah ikatan tidak jenuh. Nilai ini menjadi dasar penentuan analisis di tempat (spot test) dari komposisi lemak dan minyak. Nilai indeks refraksi dapat digunakan di dalam prosedur selama proses hidrogenasi.

Polimorphis Substan yang dapat berada dalam dua atau lebih bentuk dimana sifat fisiknya atau kimia berbeda dinyatakan sebegai polimorphis. Sebagai contoh, tristearin dapat berada dalam tiga polimorphis dengan titik leleh yang berbeda, yaitu 54,7; 63,2; dan 73,5oC. Sifat polimorphis memberi implikasi di dalam industri yang menggunakan fat sebagai shortening, margarin, dan butter coklat.

2.4 Sifat Kimia trigliserida Sifat reaksi kimia yang penting pada trigliserida adalah hidrolisis, matanolisis, hidrogenasi, isomerisasi, polimerisasi, dan autooksidasi.

Hidrolisis Lemak dan minyak daapt dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol melalui penggunaan steam pada tekanan dan suhu tertentu. Reaksi adalah reversible dan menggunakan katalis anorganik (ZnO, MgO, atauCaO), seperti reaksi di bawah ini.

Gliserida juga dapat dihidrolisis dengan alkali (saponifikasi). Setelah mengalami asidifikasi dan ekstraksi, asam lemak bebas diambil sebagai garam alkali (sabun), seperti reaksi di bawah ini.

Metanolisis Lemak dan minyak bereaksi dengan metanol membentuk lemak metil ester. Di dalam industri pembuatan sabun, katalis yang digunakan adalah alkali anorganik, garam ammonium, dan enzim (lipase).

Hidrogenasi Ikatan rangkap tidak jenuh pada rantai asam lemak dikonversi menjadi ikatan rangkap jenuh melaui penambahan hidrogen. Reaksi antara cairan minyak dan gas hidrogen dipercepat dengan mengguaakan katalis padat yang sesuai seperi nikel, platinum, tembaga, atau palladium. Proses hidrogenasi adalah eksotermis, yang akan menaikkan titik didih dan menurunkan bilangan iod. Hidrogenasi parsial akan menghasilkan isomerisasi cis ikatan rangkap (isomerisasi geometris).

Isomerisasi Konfigurasi ikatan rangkap secara alami terjadi di dalam asam lemak (yang terdapat di dalam minyak dan lemak), umumnya dalam bentuk cis. Isomerisasi dapat terjadi apabila minyak dan lemak yang dipanasakan pada suhu di atas 100oC dengan adanya tanah bleching (pemucat) atau katalis seperti nikel, selenium, sulfur, atau iod.

Polimerisasi Pada kondisi penggorengan 200-300oC, alam lemak tidak jenuh mengalami reaksi polimerisasi membentuk senyawa dimer, oligomer, dan polimer. Laju polimerisasi

meningkat dengan meningkatnya tingkat ketidakjenuhan (asam lemak jenuh tidak dapat dipolimerisasi). Oksidasi polimerisasi melibatkan pembentukan ikatan C-O-C. Polimer dengan eter dan ikatan peroksida dibentuk dengan adanya oksigen. Polimer ini mengandung kelompok hidroksi, okso, atau epoksi. Kelompok senyawa ini tidak diinginkan di dalam penggorengan menggunakan lemak atau minyak dikarenakan menghilangkan karakteristik rasa minyak atau lemak dan juga membentuk permasalahan foaming.

Autooksidasi Lemak dan minyak selalu mengandung ikatan rangkap. Proses autooksidasi lemak dan minyak menghasilkan suatu asam karboksilat, aldehid, dan metil keton yang memiliki berat molekul yang ringan. Autooksidasi mengalami tahapan inisiasi, propogasi, dan terminasi.

2.5 Sumber-sumber minyak makan dan lemak Banyak sumber dari tumbuhan dan hewan yang menghasilkan lemak dan minyak, tetapi hanya beberapa yang diproduksi secara komersial. Tabel 5 menunjukkan sumber-sumber utama minyak dan lemak dan metode prosesnya. Lemak umumnya bersumber dari hewani, sedangkan minyak dari tumbuhan. Minyak dapat diekstrak dari buah (olive oil dan minyak sawit) atau dari biji.

2.6 Proses dan pemurnian lemak dan minyak Lemak dan minyak mentah umumnya terdiri gliserida. Walaupun demikian juga mengandung lipid yang lain dalam jumlah sedikit. Minyak jagung misalnya mengandung

gliserida juga ada phospholipida, glikolipid, isomer dari sitosterol dan stigmasterol (steroid tumbuhan), beberapa tokopherol (vitamin E), vitamin A, wax, hidrokarbon tidak jenuh seperti squalen dan karotin, dan senyawa khlorophil, dan juga berbagai produk dekomposisi, hidrolisis, dan polimerisasi bahan alam. Semua lemak dan minyak mentah diperoleh setelah mengalami proses rendering, crushing (engancuran) dam ekstraksi. Tabel 6 menjukkan bahan utama yang diperoleh di dalam minyak.

Tabel 5. Sumber utama minyak dan lemak dan metode prosesnya

Tabel 6. Komponen minor di dalam minyak

Beberapa material ini tidak diinginkan dan harus dipisahkan untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan seperti warna, bau, rasa, dan menjaga kualitas hingga produk akhir. Bahan yang tidak diinginkan dipisahkan selama proses pemurnian (refining), sedemikian sehingga konstituen yang diinginkan dan yield gliserida tidak berubah.

Gambar 8 menujukkan berbagai tahapan persiapan dan proses pemurnian secara kimia. Metode umum yang digunakan untuk menghasilkan minyak makan yang layak dikonsumsi oleh manusia terdiri dari (a) persiapan umpan (biji atau buah); (b) ekstraksi; (c) degumming; (d) netralisasi; (e) bleaching (pemucatan); (f) deodorisasi (penghilangan bau); dan (g) hidrogenisasi.

Seed Preparation (persiapan bahan baku) Ketika bahan baku sampai pada unit penghancur biji, bijian mungkin masih mengandung residu tanaman, biji yang rusak, kotoran debu, pasir, kayu, potongan logam, dan bijian lainnya. Bijian ini pertama harus dicuci dengan hati-hati menggunakan magnit, saringan, dan sistim aspirator. Bijian yang bersih dikeringkan untuk dihilangkan kadar airnya. Selanjutnya dilakukan pengupasan untuk menghilangkan kulitnya. Kulit biasanya mengandung sedikit minyak dari pada inti. Pengulitan normalnya dilakukan secara hatihati, untuk menjamin isi biji tidak rusak. Kulit dipisahkan melalui saringan dan penghembusan. Kulit dapat digunakan sebagai makanan hewan atau dibakar sebagai sumber energi.

Gambar 8. Tahapan Umum ekstraksi dan pemurnian minyak makan dari biji minyak

Ekstraksi Tujuan ekstraksi minyak adalah untuk mendapatkan jumlah maksimum minyak yang berkualitas dan selanjutnya mendapatkan minyak dari sisa ampasnya.

Rendering Proses rendering digunakan dalam skala besar untuk menghasikan lemak dari hewani, seperti tallow (lemak dari sapi), lard (lemak dari babi), lemak tulang, dan minyak ikan paus. Jaringan lemak dipotong kecil-kecil dan dididihkan di dalam steam digester. Lemak akan terpisah dari sel dan mengapung ke permukaan, yang selanjutnya dikumpulkan dengan skimmer. Metode yang sama digunakan di dalam mengekstraksi minyak kelapa sawit dari buah sawit segar.

Pressing Biji minyak tidak memilki sel lemak seperti pada hewan untuk menyimpan lemak. Minyak pada biji disimpan di dalam bola-bola kecil berukuran mikrokospik di dalam sel-sel. Dalam hal ini, proses rendering tidak akan dapat mengeluarkan minyak dari struktur sel ini. Dinding sel hanya hancur melalui penggilingan (grinding), pengupasan (flaking), rolling (penggulingan) atau melalaui pengepresan pada tekanan tinggi untuk mengeluarkan minyak. Susunan umum pada proses pengepresan biji minyak sebagai berikut: (1) persiapan biji untuk menghilangkan logam atau kulit; (2) pengecilan ukuran inti melalui grinding, dan (3) pemasakan dan pengepresan menggunakan hidraulik atau screw press. Efisiensi ekstraksi minyak menggunakan pres mekanik sangat tergantung pada proses persiapan sebelumnya. Tahapan ekstraksi dilakukan dengan screw press (Gambar 9). Minyak yang dipress tanpa menggunakan panas akan dihasilkan minyak yang sedikit impuritis dan dapat lansung dikonsumsi tanpa pemurnian lebih lanjut. Minyak jenis ini sering disebut sebagai cold-drawn, cold-press, atau virgin oil. Minyak yang diperoleh melalui pemasakan seed mengandung sejumlah besar impuritis non-gliserida seperti phospolipida, bahan berwarna, dan bahan yang tidak dapat disaponifikasi. Minyak jenis ini sangat berwarna dan tidak layak untuk penggunaan konsumsi.

Gambar 9. Pres Ulir untuk mengeluarkan minyak

Ekstraksi menggunakan solven Sisa pengepresan berupa cake masih mengandung residu minyak sekitar 3 sampai 15%. Ekstraksi lebih lanjut menggunakan solven. Continous ekstractor digunakan untuk skala industri di dalam ekstrasi minyak. Solven yang sering digunakan adalah heksana atau heptana, sering dikenal sebagai eter minyak, yang memiliki titik didih antara 63,3 sampai 68,9oC. Solven direcoveri menggunakan distilasi dan digunakan kembali. Minyak yang diekstraksi dicampur dengan minyak yang didapat melalui pengepresan untuk dilakukan pemurnian. Dalam skala besar penggunakan solven lebih menguntungkan dari pada menggunakan pengepresan.

Pemurnian (degumming dan netralisasi) Pemurnian minyak sayuran biasanya melibatkan proses degumming dan alkali refining. Proses degumming berfungsi untuk mengurangi kandungan senyawa-senyawa phosfatida dan logam pada minyak mentah dengan cara mencampur dengan asam dan air. Senyawasenyawa phosfatida berada dalam bentuk hidrat bebas atau non-hidrat, yang berkombinasi dengan kalsium, magnesium atau besi. Di dalam proses alkali refining, phosfatida nonhidrat tetap berada di dalam minyak setelah penggunaan asam, dan asam lemak bebas terbentuk selama proses hidrolisis (lipolisis) phosfatida hidrat bebas, yang selanjutnya diambil melalui proses netralisasi.

Di dalam proses yang disebut sebagai soft-degumming digunakan agen chelat (EDTA) yang ditambahkan ke dalam minyak untuk memisahkan kation dari dari senyawa phofatida non-hidrat menjadi hidrat.

Proses degumming tergantung pada kualitas minyak mentah. Minyak segar lebih mudah dilakukan proses degumming daripada minyak yang sudah berumur. Gambar 10 menunjukkan tahapan proses degumming.

Gambar 10. Diagram alir proses degumming

Bleaching (pemucatan) Minyak yang dimurnikan biasanya memiliki warna yang gelap karena mengandung material pigmen seperti khlorophil atau senyawa-senyawa karotenoid, dan juga residu phosfatida, sabun, logam, dan produks hasil oksidasi. Bleaching mengurangi warna minyak melalui absorbsi zat penyebab warna menggunakan tanah pemucat (bentonit) atau arang aktif, atau keduanya. Proses bleaching juga dapat menyerap bahan tersuspensi dan impuritis minor lainnya. Proses bleaching terdiri dari tiga tahapan: Pecampuran awal minyak dengan tanah pemucat Pemanasan minyak di bawah kondisi vacum dengan sparge steam (penyemprotan steam) untuk mendapatkan pengontakan sempurna antara minyak dan tanah pemucat Filtrasi diikuti dengan polishing. Cake yang diperoleh dikeringkan dengan steam dan minyak yang diperoleh diresirkulasi. Tanah pemucat alami adalah aluminum silika (bentonit, attapulgit, dan montmorilonit), mengandung sejumlah besar unsur Mg, Ca, atau Fe. Tanah ini diaktifkan dengan menggunakan panas. Tanah pemucat tidak efektif untuk menyerap kandungan logam. Logam ini dapat diambil dengan tanah pemucat yang diasamkan, sehingga meningkatkan kapasitas adsorpsinya. Dalam beberapa kasus ke dalam tanah pemucat ditambahkan karbon aktif untuk meningkatkan pemisahan pigmen biru dan hijau dan juga hidrokarbon aromatik polisiklik. Rasio penggunaan biasanya 1/10 sampai 1/20 terhadap jumlah tanah pemucat. Gambar 11 menunjukan flowsheet dari proses bleahing menggunakan double batch sistem. Untuk mengurangi konsumsi tanah pemucat, alternatif proses blaching digunakan (Gambar 12). Proses menggunakan dua tingkat counter current bleaching dan proses prefiltrasi. Fungsi utama prefiltrasi adalah untuk memisahkan semua impuritis padatan dan juga mengabsorb phosfatida dan sabun. Hal ini meningkatkan efisiensi bleaching pada tahap kedua.

Deodorisasi (penghilangan bau) Kebanyakan lemak dan minyak, bahkan setelah pemurnian sekalipun, memiliki karakteristik rasa dan bau tertentu disebabkan adanya sejumlah kecil asam lemak bebas, aldehida, keton, dan senyawa lainnya. Konsentrasi bahan yang tidak diinginkan ini berkisar antara 0,2 sampai 0,5 %. Efisiensi pemisahan bahan ini tergantung pada (a) tekanan uap dari bahan; (b) kondisi deodorisasi (suhu, tekanan, waktu tingga); (c) jumlah stripping steam dan (d) geometri tangki. Deodorisasi biasanya dilakukan pada suhu antara 220 260oC, pada tekanan antara 2- 4 mbar, dan di bawah kondisi injeksi steam. Bahan volatil menguap selama proses deodorisasi, selajutna dikondensasikan dan direcover di dalam condenser atau scrubber. Proses dapat dilakukan secara batch atau kontinyu. Biasanya dilakukan menggunakan tangki silinder vertikal tunggal. Proses batch dan kontinyu diperlihatkan masing-masing pada Gambar 13 dan Gambar 14.

Gambar 11. Flowsheet proses bleaching menggunakan double batch sistem

Gambar 12. Dua tahapan counter-current bleaching diikuti dengan prefiltrasi

Gambar 13. Proses deodoorisasi secara batch

Gambar 14. Proses deodoorisasi secara kontinyu

Ke dalam minyak yang telah dilakukan deodorisasi ditambahkan asam sitrat (0,01 %) agar kontaminan trace-metal (konsentrasi logam dalam jumlah kecil) menjadi tidak aktif untuk terjadinya oksidasi.

Hidrogenasi Proses hidrogenasi digunakan untuk mengkonversi cairan lemak menjadi bentuk lemakplastik, sehingga mudah untuk pembuatan margarin atau shortening. Lemak dan minyak hasil hidrogenasi juga memperbaiki warna dan stabilitas oksidasi. Sebagai contoh, minyak makan (cooking oil) dapat diperbaiki kualitasnya melalui pengontrolan proses hidrogenasi. Di dalam proses hidrogenasi, hidrogen ditambahkan secara langsung ke dalam ikatan ganda pada asam lemak.

Katalis jenis nikel dan tembaga umumnya sering digunakan di dalam proses hidrogenasi. Variabel yang mempengaruhi proses ini adalah katalis, suhu, tekanan hidrogen, dan pengadukan. Setelah proses, katalis direcovery dan digunakan kembali.

2.7 Identifikasi lemak dan minyak

Bilangan saponifikasi (SN-saponification number) Berat KOH yang dibutuhkan (dalam mg) untuk menghidrolisis 1 g sampel minyak atau lemak. Bertambah besar nilai SN, bertambah kecil berat molekul rata-rata asam lemak di dalam trigliserida. Contoh bilangan SN diberikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Contoh bilangan SN dan IN

Bilangan asam (acid value AV) Bilangan yang penting di dalam menentukan asam lemak bebas (ALB) di dalam minyak dan lemak mentah. Bilangan ini adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisir asam organik yang ada di dalam 1 g minyak atau lemak. ALB dihitung sebagai asam oleik bebas dan dilaporkan sebagai persentase. Nilai AV ditentukan dengan mengalikan ALB dengan faktor 1,9

Bilangan Iod (Iodine Value) Bilangan ini mengukur jumlah minyak dan lemak tidak jenuh dalam unit jumlah gram iod yang diabsorb per 100 g sampel. Beberapa contoh nilai IN diperlihatkan pada Tabel 7.

Bilangan hidroksil (Hydroxyl number OHN) Bilangan ini menggambarkan kandungan hidroksil dari asam lemak, alkohol lemak, mono dan diasilgliserol, dan gliserol bebas.

Komposisi asam lemak Asam lemak jenuh dan tidak jenuh (8 sampai 24 atom karbon) di dalam lemak hewani, minyak sayuran, dan asam lemak ditentukan secara kuantitatif menggunakan GC (gas chromatography) setelah dikonversi menjadi bentuk metil ester-nya.

III. INDUSTRI SABUN DAN DETERJEN

3.1 Sabun Istilah sabun diklasifikasi berdasarkan garam K dan Na dari asam lemak. Asam lemak ini diperoleh baik dari hewan maupun dari tumbuhan seperti minyak kelapa, kelapa sawit, atau minyak kapuk.

3.1.1 Bahan baku Sabun dibuat dari bahan renewable yaitu trigliserida (atau triester dari asam lemak) yang banyak terdapat pada tumbuhan dan hewan. Di Amerika, sabun dibuat dari minyak kelapa, sedangkan di negara-negara lain sabun dibuat dari minyak sawit. Sabun dari minyak kelapa lebih berbusa karena mengandung sejumlah besar gliserida yang diperlukan seperti asam laurik dan miristik (lihat Tabel 8).

Tabel 8. Komposisi Asam Lemak Pada Beberapa bahan baku pembuatan sabun

Bahan pembantu lainnya dalam pembuatan sabun adalah kaustik soda, garam, soda abu, sodium silikat, sodium bikarbonat, dan trisodium phosfat.

3.1.2 Sifat Kimia Sabun Sabun adalah bahan water-soluble garam Na atau K dari asam lemak yang mengandung 8 22 atom karbon. Reaksi kimia pembuatan sabun melalui proses saponifikasi.

Metode lainnya di dalam pembuatan sabun melalui proses splitting yang diikuti dengan proses netralisasi dengan NaOH.

Pada proses di atas alkali yang sering digunakan adalah NaOH, KOH, Na-bikarbonat, dan trietanolamin. Akhir-akhir ini di Jepang dan Italia sabun diproduksi melalui saponifikasi metil ester lemak. Metil ester lemak dan gliserin dihasilkan dari metanolisis trigliserida dengan adanya enzim lipase sebagai katalis. Selanjutnya metil ester lemak dilakukan saponifikasi untuk membentuk produk akhir.

3.1.3 Pembagian Jenis Sabun Ada dua jenis sabun yaitu sabun toilet dan sabun industri. Sabun toilet biasanya dibuat dari campuran lemak dan minyak kelapa dengan perbandingan 80-90 ; 10-20. Sabun batangan termasuk sabun toilet, sabun deodorant dan antimikroba, dan hard water soap. Semua sabun mengandung 10-30 persen air dan juga bahan pewangi untuk memperbaiki bau sabun sebenarnya. Sabun toilet hanya mengandung 10 15 persen air dan sedikit bahan tambahan, serta bahan pewangi dan titanium oksida yang digunakan sebagai agen pemutih. Sabun untuk mencukur mengandung sejumlah besar unsur K dan asam stearik. Kombinasi ini memberikan proses pengeringan kulit yang lambat. Sabun untuk mencuci berbentuk potongan (chip) atau bubuk umumnya dibuat dari lemak atau kombinasi dari lemak dan minyak kelapa. Borak dan builders (seperti sodium silika dan sodium karbonat) ditambahkan pada sabun cuci untuk memperbaiki sifat sabun dan pelunakan air.

3.1.4 Industri Sabun Sebelum tahun 1950-an, sabun dibuat melalui proses saponifikasi. Sabun dibuatadi dalam ketel yang besar dimana lemak, minyak dan kaustik soda dicampur dan dipanaskan. Setelah pendinginan, garam ditambahkan ke dalam campuran membentuk dua kapisan, sabun dan air. Sabun kemudian dipompa dari lapisan atas ke dalam tangki tertutup dimana builders, bahan pewangi, dan bahan lainnya ditambahkan. Selanjutnya sabun dibentuk menjadi batangan atau di spray-dried untuk dijadikan bubuk. Saat ini produksi sabun secara modern dilakukan dengan hidrolisis langsung lemak dengan air pada suhu tinggi (diperlihatkan pada Gambar 15). Proses termasuk splitting (atau hidrolisis) dimana asam lemak dinetralisasi menjadi sabun.

Gambar 15. Proses Kontinyu pembuatan sabun dan asam lemak

Proses saponifikasi trigliserida dengan alkalis merupakan suatu proses substitusi bimolecular nucleophilic (SN2). Laju reaksi tergantung pada suhu dan pengadukan. Saponifikasi trigliserida dengan alkali, kedua reaktan immisible. Pembentukan sabun sebagai produk dari efek emulsifikasi dari kedua reaktan immisible tersebut. Trigliserida + 3 NaOH 3 RCOONa + Gliserin

Di dalam diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 15, terdapat komponen penting yaitu hidrolyzer dimana lemak dan katalis dimasukan setelah pencampuran dan preheating di dalam tangki pencampur (blend tank). Pada saat yang sama air panas (deaerateddemineralized) diumpankan melalui puncak hydrolizer. Asam lemak dikeluarkan dari puncak spliter dan gliserin dipisahkan dari bagian bawah hydrolizer. Asam lemak dikirim ke flash tank dimana air dipisahkan atau flused off.

Asam lemak diaerasi dan didistilasi di dalam high-vacuum still. Proses deaerasi dilakukan untuk mencegah perubahan warna (darkening) akibat proses oksidasi selama proses dilakukan. Asam lemak panas yang diambil dari bagian bawah menara distilasi selanjutya didinginkan pada suhu ruang melalui kondenser sebelum dinetralisasi dengan kaustik soda 50% pada tangki netralizer dengan pengadukan kecepatan tinggi menjadi garam sodium dan sabun.

Jumlah kaustik soda (NaOH) yang dibutuhkan untuk netralisasi asam lemak dapat dihitung sebagai berikut: NaOH = (berat asam lemak x 40)/M asam lemak M asam lemak = 56,1 x 1000/BA Dimana, BA = bilangan asam dari asam lemak = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 g asam lemak Sabun murni (60 sampai 63% dari bahan asam lemak) dikeluarkan dan dialirkan ke dalam tangki pengaduk putaran rendah untuk mencapai netralisasi sempurna. Pada tahap ini sabun diambil untuk dijadikan sabun konvensional (batangan, atau bubuk) atau dilanjutkan proses pada high-pressure stream exchanger. Sabun yang panas dikirim ke flush tank untuk proses partial drying. Sabun yang dihasilkan berbentuk pasta kemudian didinginkan dari suhu 105 oC menjadi 65oC. Kelebihan dari pembutan sabun melalui proses ini adalah warna sabun yang lebih baik, recoveri gliserin yang lbeih baik, dan kebutuhan ruang dan pekerja yang lebih sedikit.

3.1.5 Aspek Lingkungan Permasalahan utama dari pabrik sabun adalah bau. Sumber bau berasal dari gudang penyimpanan dan penanganan bahan tambahan seperti garam dan sulfat. Pengendalian bau dapat dilakukan dengan menggunakan scrubbing exhaust fume atau pembakaran (incinerator) senyawa organik volatil. Bau dari spray dryer dapat dikendalikan dengan

scrubbing larutan asam. Debu yang erasal dari blending, mixing, drying dan packaging dikumpulkan melalaui bag houses atau cyclone.

3.2 Deterjen Sabun masih menjadi produk penting hingga awal abad 20 sampai ditemukannya deterjen di Jerman. Deterjen merupakan formula yang kompleks mengandung lebih dari 25 jenis bahan yang dibagi ke dalam kelompok berikut: Surfactan Builder Bleaching agent Additive

Setiap bahan tersebut memiliki fungsi khusus dan sinergis selama proses pencucian

3.2.1 Surfactan Surfactan (bahan aktif permukaan) merupakan kelompok paling penting di dalam deterjen. Surfactan adalah bahan water-soluble memiliki group hidrophobic (rantai alkil panjang) yang tertempel pada grup hydrophilic. Group hydrophilic biasanya ditambahkan secara sintetis pada bahan hidrophobic agar senyawa tersebut larut dalam air. Walaupun demikian, solubilisasi ini tidak begitu penting di dalam menghasilkan deterjen, disebabkan sifat deterjen tergantung pada keseimbangan berat molekul hidrophobic terhadap hidrophilic. Kelompok surfactan dibagi empat yaitu anion (alkil sulfonat), kation (dialkil dimetilammonium khlorida), nonion (alkil poly-etilen glikol-eter), dan amphoter (betain).

3.2.1.1 Surfaktan Ion Alkilbenzen sulfonat adalah kelompok sintetis anion surfaktan yang paling banyak digunakan. TPS (tetra propilen benzene sulfonat) merupakan bahan deterjen yang sering digunakan sampai akhir tahun 1960-an sebagai bahan pencuci. Walupun demikian, disebabkan sifat bahan ini yang tidak mudah terurai secara biologi, maka bahan ini kurang disukai. Struktur TPS diberikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Struktur TPS (tetra propilen benzene sulfonat)

LAS

(linear

alkilbenzensulfonat)

menggantikan

TPS.

LAS

diproduksi

melalui

dehidrogenasi parafin, yang diikuti dengan proses alkilasi benzena yang dicampur dengan olefin atau parafin. Proses ini menggunakan katalis hidrogen fluorida (HF). Struktur LAS diberikan pada Gambar 17.

Proses pembuatan LAS adalah dengan proses parsial khlorinasi parafin, diikuti dengan alkilasi kholoparafin atau parafin menggunakan katalis AlCl3. LAS dapat juga diproduksi melalui parsial khlorinasi tetapi dengan memasukkan proses dehidrokhlorinasi olefin sebelum proses alkilasi, dengan menggunakan katalis HF atau AlCl3.

Gambar 17. Struktur LAS (linear alkilbenzensulfonat)

Perusahaan UOP (Universal Oil Product) menyediakan proses, katalis adsorben, dan peralatan untuk menghasilkan LAB (linear alkilbenzen) dari kerosen atau normal parafin. Saat ini lebih dari 70% produksi LAB di dunia menggunakan teknologi UOP.

Sulfonasi LAB Sulfonisasi alkilbenzen menghasilkan produk asam sulfonik yang kemudian dinetralisasi dengan basa seperti NaOH untuk menghasilkan sodium alkilbenzen sulfonat. Reaksi ini sangat eksotermis dan cepat. Reaktor khusus digunakan untuk mengambil panas yang dihasilkan untuk mencegah dekomposisi produk. Reaksi sulfonisasi menggunakan oleum (SO3H2SO4) atau SO3. Walaupun proses dengan oleum menggunakan peralatan yang tidak mahal, tetapi proses ini umumnya tidak menguntungkan dibandingkan dengan proses menggunakan SO3. Pada proses ini diperlukan disposal asam dan potensi korosif. Reaksi sulfonasi dengan oluem dan netralisasi diberikan di bawah ini. Sulfonasi:

Netralisasi:

Reaksi sulfonasi dengan SO3 terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu sulfonasi, hidrasi, dan netralisasi. Sulfonasi:

Hidrasi:

Netralisasi:

3.2.1.2 Surfactan Kation Surfactan kation jenis DSDMAC (disteral diametil ammonium chloride) merupakan zat aktif permukaan yang sangat kuat nilai penyerapannya. Surfactan jenis ini digunakan pada keadaan khusus misalnya untuk penyerapan mikroba. Semua surfactan kation mengandung senyawa amino. Bahan yang sering digunakan adalah garam ammonium seperti cetrylmetilammonioum khlorida (germisida).

3.2.1.3 Surfactan Non-ion Surfactan non-ion umumnya hasil dari produk kondensasi etilen oksida dengan senyawa hidrophobic. Material non-ion dapat dari salah satu produk reaksi berikut: Kondensat dari fatty alkohol dan alkilphenol

Kondensat dari asam lemak

Kondensat dari etilen oksida dengan amina

Kondensat dari etilen oksida dengan amida

3.2.1.4 Surfactan Amphoter Senyawa ini memilki sifat deterjen anion dan kation. Dipakai untuk pH netral, sering dijumpai pada shampoo, pembersih kulit, dan shampoo karpet. Surfactan jenis ini jarang digunakan untuk pembersih kain disebabkan harganya yang mahal.

3.2.2 Builder Anorganik Kegunaan builder adalah untuk meningkatkan fungsi deterjen. Kemampuan builder adalah untuk mengontrol kesadahan air dan ion logam lainnya dengan mengeliminasi ion Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat di dalam air maupun kotoran tanah. Senyawa builder dibagi ke dalam kelompok: Phosfat Silika Karbonat Zeolit Senyawa bleaching

3.2.2.1 Phosfat Kelompok phosfat terbagi dua, yaitu: Orthophosfat Kompleks phosfat

Orthophosfat yang digunakan pada indutri deterjen adalah trisodium phosfat dalam bentuk hidrat maupun anhidrat (Na3PO4 dan Na3PO4. 12H2O), disodium phosfat, Na2HPO4, dan kristal Na2HPO4. 12H2O). Trisodium phosfat saat ini tidak digunakan karena menyebabkan proses eutrophikasi air. Industri deterjen saat ini memasukkan bentuk phosfat yang lain yang disebut sebagai condensed phosphat. Bahan ini memiliki P2O5 yang lebih besar dan sedikit Na2O. Phosfat ini memiliki alkalinitas lebih rendah daripada trisodium phosfat. Kompleks phosfat yang sering digunakan adalah: Tetrasodium pyrophosfat, Na4P2O7 (TSPP) Sodium tripolyphosfat, Na5P3O10 (STP) Sodium tetraphosfat, Na6P4O13 Sodium hexametaphosfat (NaPO3)6

Sodium tetraphosfat dan hexametaphosfat adalah senyawa hygroskopik sehingga tidak sesuai untuk dibentuk menjadi bubuk deterjen kering.

3.2.2.2 Silika Penambahan Na dan K silika ke dalam deterjen sintetis sangat menguntungkan. Bahan ini dapat bebentuk padat atau cair sehingga menjadi bahan penting di dalam proses emulsifikasi, buffering, deflokulasi. Bahan ini dibuat dengan mereaksikan silika dengan soda abu seperti reaksi berikut ini.

3.2.2.3 Karbonat Karbonat digunakan untuk mengganti phosfat pada daerah yang dilarang menggunakan phosfat di dalam deterjen. Sodium karbonat atau kombinasi Na2CO3 dan zeolit digunakan untuk menggantikan STP sebagai builder di dalam produk deterjen granular. Sodium

karbonat sering digunakan di dalam deterjen bubuk, senyawa untuk pencuci piring automatis, dan bahan pembersih tangan.

3.2.2.4 Zeolit Zeolit dikenal juga sebagai molecular sieves, sebagai bahan alternatif penting builder untuk deterjen bubuk dan pengganti garam phosfat. Zeolit alam diperoleh bersenyawa dengan garam kalsium, sodium, magnesium, potasium dan barium. Kelebihan zeolit dibandingkan dengan phosfat adalah tidak larut dalam air, dapat memisahkan secara cepat ion-ion logam berat seperti mangan dan besi. Walaupun demikian, zeolit tidak dapat memisahkan magnesium seluruhnya. Untuk itu, zeolit dicampur dengan builder lain seperti sodium karbonat.

3.2.3 Senyawa Bleaching Senyawa aktif peroksida paling banyak digunakan sebagai bahan bleaching (pemucat) di seluruh dunia. Di antara senyawa peroksida, hidrogen perosida (H2O2) paling sering digunakan dengan mereaksikannya dengan media alkalis. Sumber hidrogen peroksida umumnya dari sodium perborat, dikenal sebagai sodium peroxoborat tetrahidrat, NaBO3.4H2O berbentuk kristal. Bahan ini stabil ketika dicampurkan dengan bahan kering lainnya. Walaupun demikian, apabila terdapat kandungan air dan logam berat tertentu, perborat akan terdekomposisi. Oleh karena itu, perlu ditambahkan magnesium sulfat atau silikat, atau tetrasodium pirophosfat untuk menyerap air agar waktu penyimpanan bubuk deterjen dapat lebih lama.

3.2.4 Bahan Additive

3.2.4.1 Bahan Antiredeposit Deterjen memiliki sifat yang penting di dalam memisahkan kotoran dari serat kain selama proses pencucian. Untuk mencegah redeposit dari kotoran yang telah dipisahkan diperlukan penambahan bahan antiredeposit. Bahan ini akan diabsorb pada permukaan

kain yang menyebabkan terbentuk lapisan pelindung untuk mencegah kotoran kembali tertempel pada kain. Turunan carboxymethyl cellulose (CMC) dan carboxymethyl starch (CMS) adalah bahan antiredeposit yang aktif untuk serat yang mengandung selulosa seperti kain katun atau campuran katun dan serat sintetis. CMC tidak berpengaruh terhadap serat sintetis murni. Untuk serat sintetis digunakan eter selulosa non-ion. Deterjen modern terdiri dari campuran polimer anion dan non-ion (seperti carboxymethyl cellulose-metylcellulose) dan juga polimer polietilen glikol dan asam terepthalik.

3.2.4.2 Optical brightener (bahan pengilap) Optical brightener merupakan bahan yang terintergasi di dalam produk bahan pencuci, baik berbentul cair maupun bubuk. Bahan ini berupa senyawa organik yang mampu mengubah bagian cahaya ultraviolet tak tampak menjadi cahaya biru yang tampak (panjang gelombang lebih panjang). Refleksi cahaya biru menyebabkan bahan pakaian lebih cerah daripada mulanya. Optical brightener biasanya turunan dari coumarin, stilbene, distyrylbipheny, dan bis(benzoxazole).

3.2.4.3 Bahan chelat Fungsi bahan chelat (chelating agent) adalah untuk menahan pembentukan ion polivalen dan membuatnya tidak efektif. EDTA (etilen diamin tetraasetat) dan NTA (nitril triasetat) adalah dua bahan yang sering digunakan sebagai bahan chelat. Garam Na-EDTA bereaksi dengan ion kalsium akan membentuk ion kompleks Ca pada atom nitrogen-EDTA. Pada reaksi ini dua atom Na dilepaskan.

EDTA atau NTA digunakan di dalam formula deterjen untuk menahan pembentukan ion tiga valensi, sehingga dapat menahan pengotoran ion besi pada kain yang dicuci.

3.2.4.4 Enzim Enzim didefinisikan sebagai katalis organik yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Secara alami terbentuknya enzim dari protein yang terdiri dari sebagian besar komposisi asam amino. Katalis enzim digunakan untuk merusak dan menghilangkan kotoran yang berasal dari protein dan kotoran lainnya yang khusus. Makanan coklat dan kotoran makanan yang berasal dari starch sangat sulit dihilangkan dari kain pada kondisi suhu rendah. Hal demikian dapat dihilangkan dengan deterjen yang mengandung enzim. Ada 4 jenis enzim yang digunakan pada industri deterjen, yaitu: Protease, digunakan untuk kotoran berbasis protein yang diubah menjadi asam amino Amilase, mengubah starch menjadi dekstrin Lipase, berfungsi untuk kotoran lemak dan minyak Selulose, menghidrolisa selulosa dari serat permukaan yang rusak dan menghilangkan kotoran-kotoran halus dan warna yang menempel

3.3 Pembuatan Deterjen

3.3.1 Produksi alkilbenzen sulfonat Alkilbenzen sulfonat, digunakan sebagai surfaktan cairan di dalam pembuatan slurry detergen, dihasilkan melalui sulfonasi alkil linear yang diikuti dengan tahapan netralisasi dengan larutan kaustik NaOH. Proses sulfonasi alkilbenzen dengan oleum dilakukan di dalam sistem batch dengan 5 tahapan (lihat Gambar 17). Sulfonasi Digestion Dilution Pemisahan Netralisasi

Tahapan sulfonasi termasuk mixing senyawa alkil dengan oleum menghasilkan reaksi eksoterm. Pengambil panas dilakukan melalui jaket reaktor. Parameter kunci pengendali reaksi sulfonasi adalah suhu, tingkat keasaman, waktu reaksi, dan rasio oleum terhadap senyawa alkil. Reaksi berakhir setelah 15 sampai 30 menit. Campuran asam sulfonat dan asam sulfat diencerkan dengan air. Campuran dikirim ke unit pemisah. Lapisan bagian bawah berupa lapisan asam mengandung 75 sampai 80% asam sulfat. Lapisan atas berupa asam sulfonat mengandung 88 sampai 91 %. Alkil sulfonat liner dinetralisasi dengan cairan basa seperti NaOH, KOH, NH4OH atau alkanoamin. Garam Na digunakan di dalam proses formulasi untuk menghasilkan deterjen kering yang digunakan pada pencucian. Sedangkan netralisasi dengan garam-garam ammonium dan alknoamin digunakan utuk deterjen cairan.

Gambar 17. Proses Sulfonasi dengan oleum

3.3.2 Sulfonasi alkohol lemak Sulfonasi alkohol lemak dilakukan di dalam reaktor falling film pada suhu rendah. Asam sulfonat yang diperoleh dinetralisasi segera untuk meminimalkan degradasi dan reaksi samping di dalam tahapan penyimpanan. Reaksi diberikan di bawah ini.

Contoh proses diberikan pada Gambar 18. Tahapan posthidrolisis termasuk bleaching dilakukan untuk memisahkan warna sebelum proses netralisasi. Proses netralisasi asam sulfonat mirip seperti proses sulfonasi dengan menggunakan oleum.

Gambar 18. Proses Sulfonasi alkohol lemak

3.3.3 Proses spray-drying Tahapan pertama dari proses spray-drying adalah persiapan slurry dari bahan deterjen. Slurry, builder, dan bahan penambah lainnya dicampur di dalam crutcher. Campuran dibawa ke tangki penampung berpenganduk untuk dipompa secara kontinyu ke spray dryer. Bahan tersebut di spray ke dalam suatu menara melalui suatu nozzle tunggal pada tekanan 4,1 sampai 6,9 kPa dan tekanan 340 sampai 690 melalui nozzle cairan ganda. Steam dan udara digunakan sebagai atomizing fluid di dalam nozzle ganda. Suhu udara panas yang digunakan berkisar antara 315 oC 400oC. Bubuk kering deterjen keluar dari menara pada suhu 90 oC 100oC. Udara dialirkan untuk pendinginan dan mencegah penggumpalan. Menara umumnya didesain secara countercurrent. Slurry dimasukan dari puncak dan udara panas dari bawah menara. Bubuk deterjen dibawa melalui conveyor mekanik atau dengan bantuan udara dari menara untuk dicampur dengan bahan tambahan lainya seperti bahan pewangi. Susunan peralatan diberikan pada Gambar 19.

3.3.4 Aspek Lingkungan

Pengendalian Emisi Udara yang keluar melaui menara pabrik deterjen mengandung dua jenis kontaminan:

Partikel halus deterjen Uap bahan organik

Emisi debu dihasilkan dari hopper, mixer, dan crutcher selama proses batch dan mixing. Dari conveyor, mixing dan pengepakan granul deterjen juga menghasilkan emisi debu deterjen. Untuk hal ini maka perlu dipasang penyaring kain untuk mengeliminasi emisi dan juga mereoveri bahan. Dry cyclone umumnya dipakai untuk menangkap debu deterjen di dalam exhaust spray dryer dan debu tersebut dikembalikan ke crutcher. Selain emisi, VOC (volatil organic compound) juga keluar dari bahan organik slurry. Bahan surfaktan merupakan sumber VOC.

Gambar 19. Blok diagram proses pembuatan bubuk deterjen

IV. INDUSTRI GULA

Karbohidrat, gula, dan tepung adalah bahan organik yang paling banyak dan tersebar di seluruh dunia. Bahan ini merupakan komponen inti dari metabolisme hewan dan tumbuhan karena merupakan bahan dasar makanan. Bahan-bahan ini dapat berbentuk sebagai bahan pemanis, gel, pemekat, stabilizer, dan juga sebagai pemancing aroma dan penghasil warna di dalam makanan melalui suatu tahapan reaksi selama pemrosesan. Karbohidrat awalnya dikenal sebagai hidrat dari karbon dengan rumus molekul Cn(H2O)m. Lebih realistis, karbohidrat sekarang dianggap sebagai polihidroksi aldehida, polihidroksi keton, atau bahan yang dihasilkan dari hidrolisa asam.

4.1 Sifat Kimia Sakarida Bahasa latin dari gula adalah saccharum yang menghasilkan istilah sakarida (saccharide) yang merupakan dasar klasifikasi sistem karbohidrat. Gula paling sederhana yang termasuk di dalam klas karbohidrat adalah monosakarida (misalnya fruktosa dan glukosa). Glukosa dan fruktosa merupaka struktur yang berbentuk isomer dengan rumus molekul C6H12O6. Rumus struktur glukosa mengandung cincin yang memiliki 6 atom (C5O, bentuk piranosa) dan group aldehida (aldosa). Walaupun demikian, rumus struktur fruktosa memiliki 5 atom (C4O, bentu furanosa) dan group keton (ketosa) yang disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20. Struktur molekul glukosa dan fruktosa

Disakarida terbentuk dengan menggambungkan dua buah monsakarida dengan kehilangan satu molekul air. Contoh disakarida adalah laktosa, sellobiosa, maltosa, dan sukrosa. Rumus molekul sukrosa adalah C2H22O11.Struktur sukrosa disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. Struktur molekul sukrosa

Kelompok

karbohidrat

(polisakarida)

merupakan

senyawa

yang

memiliki

unit

monosakarida terikat bersama melalui ikatan glikosida. Melalui hidrolisis sempurna, suatu senyawa polisakarida akan menghasilkan monosakarida. Tepung (starch) adalah jenis polisakarida yang sangat berguna. Molekul starch (amilosa dan amilopektin) adalah seperti pohon dimana mengandung 250 sampai 1000 atau lebih unit glukosa yang terikat melalui ikatan alpha (Gambar 22).

Gambar 22. Struktur molekul starch (tepung)

Selulosa adalah polisakarida yang paling banyak dijumpai. Senyawa ini berbentuk komponen berserat yang terdapat pada dinding sel tumbuhan (contohnya kapas). Molekul sellulosa merupakan rantai dari molekul D-glukosa berjumlah lebih dari 14.000 unit terikat bersama melalui ikatan beta (Gambar 23).

Gambar 23. Struktur molekul selulosa

4.2 Sifat Sukrosa Di dalam penggunakan komersial, istilah gula sering disamakan dengan sukrosa. Sukrosa merupakan suatu gula disakarida yang ada di alam dalam setiap buahan dan sayuran. Bahan ini merupakan produk utama dari photosintesis. Gula terdapat dalam jumlah besar pada batang tebu (sugar cane) maupun umbi manis (sugar beet), yang dipisahkan untuk dimanfaatkan secara ekonomi. Pabrik gula baik bahan baku yang berasal dari batang tebu atau umbi merupakan sukrosa murni, sehingga konsumen tidak dapat membedakan bahan bakunya lagi. Walaupun produk akhir tidak dapat dibedakan, industri gula beet sangat berbeda metodologi produksinya dengan industri gula tebu. Kristal sukrosa dibentuk dari laruran pekat berbentuk kristal hemimorphis. Apabila terdapat impuritis rafinosa atau dekstran dalam jumlah yang besar, maka produk gula membentuk kristal jarum. Titik didih sukrosa sekitar 188oC yang tergantung pada penggunaan pelarut pada saat proses kristalisasi. Densitas sukrosa adalah 1,5879 g/cm3.

Properti yang penting pada sukrosa di dalam larutan adalah nilai polarisasi. Telah diketahui bahwa sukrosa di dalam larutan akan memutar cahaya terpolarisasi ke kanan sesuai dengan kuantitas sukrosa yang ada di dalam larutan. Properti ini digunakan di dalam sacharimeter, suatu instrumen yang dapat membaca secara langsung persentase larutan sukrosa. Oleh karena itu, sukrosa yang dijual dimonitor dengan menggunakan peralatan polarisasi.

4.3 Produksi Gula Tebu

4.3.1 Persiapan Bahan baku Gula putih adalah sukrosa murni yang diperoleh dari batang tebu. Pohon tebu adalah anggota dari family saccharum. Beberapa spesies saccharum terdapat di daerah Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan India Barat. Pemanenan tebu dengan alat mekanik menghasilkan tebu yang mengandung kotoran (lumpur, pasir, sampah pohon, dan bahan butiran halus) selama transportasi ke lokasi pabrik. Semua impuritis ini akan menimbulkan masalah di dalam proses penggilingan (grinding) dan pemisahan (clarification) sari gula tebu maupun di dalam tahapan proses selanjutnya. Sistim pencucian dilakukan dengan penyiraman air hangat di atas suatu meja (conveyor) dan dilanjutkan di dalam suatu bak air untuk menghilangkan batuan dan lumpur. Gambar 24 menyajikan beberapa tahapan persiapan bahan baku produksi gula.

Gambar 24. Diagram alir persiapan bahan baku pembuatan gula tebu

4.3.2 Ekstraksi Sari gula Sari gula diekstrak dari batang tebu dengan menggunakan penggiling (milling) maupun difusion. Penggilingan digunakan apabila sari gula diambil dengan melakukan pengepresan melalui suatu rol yang berat, sedangkan difusion dilakukan dengan pengeluaran sari gula dengan menggunakan air (leaching). Cara lain dilakukan pemotongan ke dalam bentuk kecil-kecil berukuran (8 sampai 12 in) dengan melewatkan melalui pisau berputar (rotating knive). Tujuan utama milling adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin sukrosa dari tebu ke dalam bentuk sari gula dan untuk menghasilkan serat tebu akhir (bagase, residu serat tebu) sekering mungkin, sehingga dapat segera dibakar pada unit boiler. Unit milling standard yang sering dipakai di pabrik gula berbentuk segitiga, disajikan pada Gambar 25. Penggiling (roller) bagian atas berputar berlawanan dengan arah jarum jam, sedangkan bagian bawah sebaliknya. Susunan milling terdiri dari 3 sampai 7 unit, dimana bagase yang diperoleh pada milling pertama selanjutnya di bawa ke unit selanjutnya untuk mendapatkan ekstrasi yang baik. Proses ini disebut dengan coumpound imbibition digunakan untuk menguragi sukrosa di dalam serat melalui proses pengulangan pengepresan. Sari gula yang diperoleh pada mill pertama digabung dengan yang diperoleh pada mill selanjutnya, yang kemudian dilewatkan melalui saringan logam berlubang (1 mm) untuk pemurnian (clarification).

Gambar 25. Potongan dari alat penggiling tebu three-roller mill

4.3.3 Proses difusion Difuser secara umum digunakan pada proses ekstraksi sukrosa dari umbi gula (sugar beet) tetapi proses ini baru untuk ekstraksi dari tebu. Pada proses ektrasi gula tebu terdapat dua sistem utama, yaitu difusi dari tebu dan difusi dari bagase. Operasi difuser didasarkan pada pencucian secara countercurrent dengan bantuan imbibisi air panas (65 75oC). Secara praktis hal ini dilakukan di dalam conveyor. Air akan melarutkan gula dari dalam sumber sukrosa dan sari gula yang terbentuk dikumpulkan di dalam hopper (penampung). Sari gula yang diperoleh selanjutnya dipompa dan proses diulangi hingga diperoleh konsentrasi sari gula maksimum pada unit terakhir dari difuser. Kelebihan proses difusion dibandingkan dengan proses milling adalah sederhana, lebih efisien, biaya rendah, dan hanya memerlukan sedikit energi. Walaupun demikian, hasil bagase dari proses difusion lebih banyak mengandung air yang harus dikeringkan lebih lanjut.

4.3.4 Permunian Sari Gula Bahan mentah sari gula yang keluar dari unit penggilingan sedikit asam (pH 5,6 sampai 6,5), keruh dan berwarna. Juga mengandung serat tebu, kotoran tanah, protein, lemak, bahan bewarna, dan garam terlarut. Pada kondisi asam yang demikian, sukrosa di dalam sari gula berubah perlahan menjadi glukosa dan fruktosa (proses hidrolisa). Untuk menghentikan proses ini, maka dilakukan penghilangan impuritis melalui unit clarification atau defecation. Untuk menghentikan hidrolisa ditambahkan cairan susu kapur untuk menaikkan pH menjadi 7,5 sampai 8,5. Untuk menghentikan enzim dan aktifitas mikroba di dalam cairan gula, dilakukan pemanasan berkala pada suhu mendekati 100oC. Pada saat yang sama bahan suspensi dipisahkan melalui pengendapan. Clarification dengan menggunakan panas dan kapur disebut pross defecation. Modifikasi proses dilakukan dengan menggunakan phosfat untuk meningkatkan jumlah endapan kalsium phosfat. Flokulan polielektrolit seperti poliakrilamida juga digunakan untuk kasus tertentu dimana proses pengendapan sulit dilakukan. Sari gula yang telah jernih dibawa ke unit evaporator tanpa pengolahan lainnya.

Sari gula yang telah dibersihkan dari kotoran biasanya berwarna gelap (coklat tua) disebabkan oleh pemanasan (100oC) di dalam proses penggunaan kapur. Penggunaan SO2 atau CO2 bersamaan dengan kapur akan menghasilkan gula yang berwarna sangat putih. Penggunaan SO2 yang ditambahkan ke dalam kapur akan menghasilkan produk clarification yang lebih baik. Dalam metode ini (proses sulfitasi), kapur ditambah seperti biasanya, tetapi kemudian ditambahkan SO2 dari sulfur burner yang dibuihkan ke dalam sari gula. Proses sulfitasi menaikkan biaya proses, dikarenakan dibutuhkan sealing yang baik di dalam evaporator dan tingginya debu di dalam gula, sehingga saat ini proses tersebut jarang dilakukan.

4.3.5 Proses evaporasi dan pemanasan Sari gula yang telah di-clarification mengandung sekitar 85% air, sehingga diperlukan pemisahan air dengan penguapan untuk mendapatkan produk kristal gula. Evaporasi dilakukan dalam dua tahapan, pemekatan dan dilanjutkan dengan kristalisasi pada tekanan vakum. Proses evaporasi dilakukan evaporator multiple-effect yang dibagi ke dalam sejumlah tahapan. Contoh multiple effect evaporator disajikan pada Gambar 26. Produk evaporator berupa cairan dengan kadar gula (sirup) 65% sampai 68%. Larutan sirup berwarna coklat tua dan keruh. Konsentrasi larutan gula diukur dengan skala Brix (skala densitas larutan sukrosa), misalnya skala Brix 68 berarti konsentrasi sukrosa 68%.

Gambar 26. Multiple effect evaporator

4.3.6 Kristalisasi Larutan sirup gula dari evaporator dibawa ke vacuum pan (suatu tangki dimana sirup gula didihkan di bawah tekanan vakum untuk membentuk campuran kristal dan larutan induk mother liquor yang disebut dengan massecuite). Vacuum pan merupakan suatu evaporator single effect dengan ukuran bervariasi (diameter hingga 4,27 m) dan bahkan lebih besar. Fungsi vacuum pan untuk memproduksi dan meningkatkan kristal gula dari sirup gula. Umumnya digunakan dua jenis pan, yaitu coil pan (yang dioperasikan dengan bantuan steam) dan Calandria pan (yang terdiri dari pipa vertikal menggunakan exhaust steam tekanan rendah dari preevaporator atau concentrator). Contoh Calandria pan diberikan pada Gambar 27. Metode kristalisasi larutan gula yang lain menggunakan vacuum pan dikenal dengan nama sugar boiling. Untuk mengontrol pan-boiling digunakan seeding berupa inti kristal (butiran gula berukuran 0,35 mm ke dalam larutan sukrosa jenuh (massecuite) yang jumlahnya sama dengan populasi kristal yang diinginkan.

Gambar 27. Calandria pan

4.3.7 Sentrifugasi Larutan dari vacuum pan atau dari kristalizer pertama dikirim ke tangki penampung yang berpengaduk untuk mencegah pengendapan kristal. Kristal dan larutan dipisahkan dengan menggunakan unit sentrifugal yang bekerja secara batch dengan kecepatan perputaran yang tinggi (Gambar 28). Untuk menghemat energi dan waktu, centrifuge kontinyu dapat digunakan.

Gambar 28. Contoh batch centrifuge

4.3.8 Packing dan penyimpanan Gula kering yang diperoleh dari sentrifuge selanjutnya dipak dan disimpan. Untuk pabrik yang besar pengepakan tidak praktis. Gula dikirim biasanya dalam bentuk bulk (curah).

4.3.9 Pemurnian Gula Gula yang dihasilkan biasanya masih berwarna gelap, liat, dan mengandung 1 % sampai 2 % abu, tepung, dan bahan berwarna. Tujuan pemurnian gula adalah untuk menghilangkan impuritis tersebut, sehingga diperoleh gula yang kemurnian mendekati 100%. Ada beberapa tahapan pemurnian gula (Gambar 28).

Gambar 29. Tahapan pemurnian gula

4.3.9.1 Affinasi Tahapan awal pemurnian gula adalah pengambilan lapisan tipis molases dari kristal gula melalui pencucian yang dikenal dengan proses affinasi. Hal ini dilakukan dengan mencampur gula mentah dengan larutan sirop panas di dalam tangki berpengaduk. Larutan sirop akan melarutkan lapisan molases yang melekat pada gula yang selanjutnya diambil dengan air panas. Proses affinasi menghasilkan gula yang berwarna pucat.

4.3.9.2 Melting Gula yang telah tercuci dilelehkan di dalam tangki. Larutan gula coklat tua diatur densitasnya pada skala Brix 65. Cairan yang meleleh dialirkan melalui saringan untuk memisahkan impuritis.

4.3.9.3 Clarification Gula mentah dari unit melting masih mengandung bahan partikel yang berasal dari berbagai sumber, misalnya kotoran tanah dan serat, jamur, kapang, bahan koloid, dan kontaminan lainnya. Tujuan clarification adalah untuk menghilangkan semua kontaminan

tersebut. Bahan baku gula juga bersifat asam, sehingga perlu dinetralkan menggunakan peroses karbonasi, phospatasi atau filtrasi.

4.3.9.4 Decolorization Produk dari proses clarification walaupun sudah bersih tetapi masih berwarna coklat tua. Zat warna ini berasal dari pigmen tumbuhan yang tetap berada di dalam larutan gula yang berasal dari hasil reaksi asam amino, atau karamel hasil dari dekomposisi panas sukrosa. Peningkatan zat warna berasal dari setiap unit proses umumya disebabkan karena panas. Penghilangan warna merupakan tujuan utama karena warna mempengaruhi nilai ekonomi khususnya untuk bahan makanan. Adsorben karbon seperti arang tulang atau arang kelapa secara tradisional sudah digunakan untuk menghilangkan warna. Pada saat penghilangan warna di pabrik gula sering dilakukan dengan sistem ion exchanger. Senyawa khlorida (resin anion) atau senyawa sodium (resin kation) digunakan sebagai bahan exchanger pengilangan warna. Kelebihan sistem ion exchanger adalah dapat diregenerasi di tempat (in situ) tanpa menggunakan panas, waktu kontak yang singkat, dan ukuran alat yang kecil.

4.3.9.5 Kristalisasi dan Finishing Cairan gula (Brix 55 sampai 65) yang telah dilakukan penghilangan warna selanjutnya dibawa ke unit kristalisasi. Pada industri gula tertentu, sebelum dikristalisasi dilakukan penguapan untuk mencapai nilai Brix lariutan gula lebih besar dari 68. Hal ini untuk menjamin larutan gula bebas dari bahan impuritis. Proses kristalisasi dilakukan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

4.4 Jenis gula yang lain Industri gula di seluruh dunia menghasilkan 4 jenis produk gula, yaitu berbentuk granul, berwarna coklat, cairan gula, dan gula invert.

3.4.1 Gula granul Gula granul merupakan kristal murni dari sukrosa, yang dapat dibagi ke dalam 7 jenis gula berdasarkan ukuran kristal. Umumnya gula jenis ini sebagai bahan isian makanan (pabrik roti) Setiap kristal memiliki fungsi khusus tarhadap makanan yang akan dibuat. Jenis-jenis gula granul dan penggunaanya disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis-jenis gula granul dan penggunaannya

4.4.2 Gula Coklat (Brown Sugar) Gula ini dipakai untuk rumah tangga dan industri makanan untuk meningkatkan cita rasa pada kue atau permen. Gula ini terdiri dari kristal gula yang dilapisi oleh sirup molases dengan cita rasa dan warna alami. Molases adalah sirup gula berwarna hitam yang berasal dari pengulangan proses sentrifugasi yang dipisahkan dari gula. Umumnya pabrik gula menghasilkan gula ini melalui pendidihan molases yang khusus hingga terbentuk krital gula.

4.4.3 Gula Cair Gula berbentuk cair yang berasal dari gula granul yang sering dipakai untuk minuman.

4.4.4 Gula Invert Proses inversi atau peruraian kimia sukrosa menghasilkan gula invert (campuran glukosa dan fruktosa) yang tersedia secara komersial dalam bentuk cairan. Gula invert lebih terasa manis dari pada gula granul. Digunakan pada industri minuman dan produk makanan untuk memperlambat kristalisasi gula dan mempertahankan kelembaban.

4.5 Pemanis Lainnya Secara tradisional, gula (sukrosa) atau madu digunakan sebagai pemanis makanan. Walaupun demikian di industri makanan modern digunakan sejumlah pemanis selain gula dalam bentuk pemanis curah sebagai pengganti gula (dengan jumlah yang sama apabila digunakan gula) atau sebagai pengisi substitusi bahan pemanis (penggunaan dengan jumlah sedikit). Sirup fruktosa tinggi yang dibuat dari starch biasanya digunakan sebagai pengganti gula yang dikenal sebagai HFCS (High Fructose Corn Syrup) yang mengandung 35% fruktosa, 35% glukosa, dan 6% sakarida tinggi lainnya. Alkohol gula seperti sorbitol, mannitol dan xylitol juga digunakan sebagai bahan pemanis. Bahan ini diperoleh dari gula yang ada secara alami pada beberapa buah-buahan dan dibuat melalui reduksi kimia dari gula induk. Alkohol gula memiliki kalori yang rendah dari pada gula darimana bahan gula alkohol diperoleh, yang sering dikonsumsi untuk penderita diabetes. Maksimum konsumsi gula jenis ini sebesar 20 sampai 50 g/hari. Permanis buatan digunakan untuk pengganti gula sebagai bahan produk makanan yang dikonsumsi oleh peserta diet. Pemanis buatan pertama adalah sakarin yang ditemukan pada tahun1879 oleh ahli kimia Inggris, Constantine Fahlberg. Pada awalnya banyak dikonsumsi yang akhirnya dilarang disebabkan karena dapat menyebabkan penyakit kanker. Permintaan yang tinggi akan pemanis menyebabkan industri menghasilkan beberapa pemanis buatan seperti acesulfame-K, alitame, aspartame, cyclamate, adn sucralose. Tingkat kemanisan bahan pemanis dibandingkan dengan sukrosa disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat kemanisan beberapa bahan pemanis

V. INDUSTRI FERMENTASI

Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan atau produksi suatu bahan dengan bantuan mikroorganisme. Fermentasi telah digunakan untuk mengawetkan atau mengubah makanan sejak dahulu kala, khususnya di dalam metode untuk mengubah produk segar pertanian menjadi suatu produk yang tahan lama. Yogurt, salami (semacam sosis), sauerkraut (asinan), tauco, tempe, dan cuka adalah beberapa contoh produk makanan fermentasi yang masih disukai sampai saat ini. Fermentasi dapat terjadi spontan atau terencana dengan penambahan mikroorganisme. Pembusukan bahan makanan adalah contoh fermentasi spontan, sedangan pembuatan roti dengan penambahan ragi adalah contoh fermentasi secara terencana. Sejak tahun 1800, mekanisme fermentasi telah dipelajari. Contohnya Louise Pasteur, ahli kimia Prancis yang menjeaskan bahwa mikroba bertanggung jawab terhadap pembentukan asam laktat pada saat makanan diawetkan. Pasteur juga yang mengungkapkan bahwa untuk menghentikan proses fermentasi yang tidak diinginkan dapat dilakukan dengan pemanasan substrat atau bahan baku, yang dikenal dengan proses pasteurisasi. Teknik ini masih digunakan sampai saat ini pada industri susu atau sari buah. Contoh pemanfaatan proses fermentasi untuk keselamatan umat manusia adalah dalam pembuatan penisilin, yaitu antibiotik pertama yang dipakai untuk melawan bakteri penyebab infeksi. Produksi asam amino melalui fermentasi pertama dilakukan di Jepang tahun 1960, sebagai produk utamanya adalah asam glutamat yang dijual dalam bentuk garam yang dikenal sebagai MSG (monosodium glutamat). MSG digunakan sebagai bahan penyedap. Pengembangan genetic engineering (bioteknologi) pada tahun 1980-an memungkinkan untuk memilih jenis mikroorganisme untuk melakukan tugas yang khusus (spesifik). Saat ini berbagai proses fermentasi dilakukan di industri untuk memproduksi berbagai bahan yang bermanfaat untuk kehidupan umat manusia. Gambaran perkembangan indutri fermentasi disajikan pada Tabel 11.

5.1 Aspek-Aspek Proses Dan Biokimia Hampir semua proses fermentasi mengikuti prinsip yang sama. Unit utama di dalam proses ini adalah fermentor (fermenter) dimana mikroorganisme tumbuh dan menghasilkan produk yang diinginkan. Substrat adalah makanan mikroorganisme, yang juga mengandung starting material yang dibutuhkan di dalam proses. Fermentasi dimulai dengan menambahkan seed mikroorganisme (starter culture), yang disebut dengan inoculum. Starter diproduksi di dalam suatu fermentor inokulum berukuran kecil sebelum ditambahkan ke dalam fermentor yang berukuran besar. Pada akhir proses fermentasi diperoleh larutan (broth) yang komplek terdiri dari bakteria, substrat yang tidak terkonversi, produk samping, air dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan tahapan selanjutnya berupa pemisahan dan pemurnian sebelum produk cukup murni untuk dipasarkan. Proses lanjutan tersebut sering disebut sebagai downstream processing. Ringkasan tahapan proses fermentasi disajikan pada Gambar 30.

Tabel 11. Perkembangan Industri fermentasi

Gambar 30. Diagram alir proses fermentasi

5.2 Mikroorganisme Mikroorganisme yang digunakan di dalam fermentasi umumnya sel tunggal atau sel agregat (biasanya bakteri, kadang-kadang jamur atau alga). Suatu sel bakteri terdiri dari dinding sel luar berupa membran sel yang melindungi isi sel dari kebocoran, tetapi memungkinkan transportasi nutrien ke dalam dan metabolisme ke luar sel. Cairan sel mengandung berbagai komponen untuk mendukung kehidupan sel, misalnya protein, enzim, dan vitamin. Selama pertumbuhan sel, nutrien dari substrat dikonversi menjadi massa sel. Senyawasenyawa kimia yang dihasilkan pada proses ini disebut sebagai metabolisme primer. Massa sel umumnya terdiri dari protein, tetapi sejumlah produk utama lainnya sebagai limbah juga terbentuk seperti karbon dioksida, asam laktat, etanol, dan sebagainya. Pembentukan dari metabolisme sekunder tidak langsung berhubungan dengan

pertumbuhan sel, cotohnya pembentukan antibiotik dan vitamin.

5.3 Bioreaktor Bioreaktor harus memiliki sejumlah persyaratan tertentu agar dapat dapat digunakan di dalam skala produksi yang besar, termasuk efisiensi pencampuran tanpa menimbulkan tegangan mekanik terhadap mikroorganisme, pengendalian suhu, pH, dan oksigen (untuk

sistem aerobik) yang efektif. Bioreaktor juga dapat dibersihkan dan disterilisasi dengan mudah. Bioreaktor didesain dalam berbagai bentuk, dimana sistem tangki reaktor berpengaduk yang sering digunakan. Bioreaktor dapat dioperasi secara batch atau kontinyu. Contoh jenis bioreaktor disajikan pada Gambar 31 dan skala industri pada Gambar 32.

Gambar 31. Jenis bioreaktor berpengaduk (kiri) dan air lift (kanan)

Gambar 32. Bioreaktor skala industri

5.4 Proses Downstream Produk yang diperoleh dari proses fermentasi biasanya dalam konsentrasi yang rendah dan mengandung berbagai komponen. Pemekatan dan pemisahan dari komponen lain untuk

mendapatkan produk fermentasi yang diiginkan merupakan suatu tahapan yang membutuhkan biaya yang besar (60 sampai 90% dari biaya total). Pemisahan pertama dalam proses downstream adalah memisahkan dari sel-sel mikroba, yang dilakukan biasanya melalui sedimentasi. Penambahan flokulan dapat mempercepat proses pengendapan. Apabila sel merupakan suatu target produk, maka sel yang diperoleh dikeringkan dan dipak. Apabila produk di dalam fasa likuid di dalam broth- (misalnya etanol), maka proses pemurnian selanjutnya dilakukan. Apabila produk berada di dalam sel (misalnya enzim), maka sel harus dipecah untuk mengambil produkya. Pemecahan sel dapat dilakukan melalui tekanan atau ultrasonik.

5.5 Produk Makanan dari proses fermentasi Pengawetan makanan dengan menggunakan proses fermentasi hingga sekarang masih digunakan, bahkan diaplikasi pada skala yang besar. Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteria dapat melindungi makanan dari kerusakan. Asam laktat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan jamur dan mikroorganisme lainnya. Contoh makanan yang diproduksi melalui proses fermentasi disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Contoh Bahan Makanan yang diproduksi melalui fermentasi

5.6 Industri Bahan Kimia melalui Fermentasi

5.6.1 Etanol Etanol adalah bahan alkohol utama yang banyak digunakan di industri. Etanol dapat dihasilkan dari fermentasi dengan bahan baku (feedstock) gula. Fermentasi alkohol merupakan salah satu industri fermentasi tertua yang ada. Secara tradisional, proses ini telah digunakan untuk memproduksi minuman beralkohol, tetapi saat ini telah digunakan di dalam industri kimia dan kenderaan bermotor sebagai bahan bakar. Etanol juga digunakan sebagai pelarut yang penting dan starting material pada industri kosmetik dan obat-obatan, dan juga banyak digunakan sebagai disinfektan di dalam dunia kedokteran. Etanol diproduksi dari bahan karbohidrat dengan bantuan yeast (ragi), yang ditunjukkan reaksi biokimianya seperi berikut ini.

Bahan tumbuhan yang mengandung gula dapat digunakan langsung untuk produksi etanol tanpa perlakuan awal. Contoh bahan dari tumbuhan adalah buah-buah, tebu, ubi kayu, gandum, dan sebagainya. Apabila pembuatan etanol dari tepung atau produk limbah, maka dibutuhkan enzim sebagai perlakuan awalnya. Material selulosa seperti kayu dimasak terlebih dahulu dengan asam untuk memutuskan ikatan karbohidrat polimer untuk membentuk monomer sebelum digunakan sebagai bahan baku pembutan etanol. Tahapan produksi etanol (lihat Gambar 33) adalah: 1. Persiapan bahan baku Bahan baku dipotong dan diekstrak gulanya. 2. Fermentasi Bahan dimasukkan ke dalam fermentor dan didinginkan pada suhu 30oC untuk menjamin tidak ada mikroba lain di dalam bahan. Ragi dimasukkan dengan jumlah yang sesuai. Ragi akan menghasilkan alkohol hingga 8-12%. Pada kondisi ini ragi selanjutnya tidak aktif. 3. Pemisahan Pada tahap ini pemisahan produk dilakukan dengan distilasi sederhana. Residu distilasi berupa slurry yang merupakan campuran biomassa mikroba dan air.

4. Distilasi Tahap ini peningkatan konsentrasi etanol hingga mencapai 96%. 5. Dehidrasi Etanol anhidrous diperlukan untuk dicampur dengan gasolin, yang diperoleh dengan menggunakan dehidrasi (molecular sieve atau distilasi tingkat lanjut).

Gambar 33. Diagram alir produksi etanol

5.6.2 Asam-asam Organik Telah dijelaskan di atas tentang pentingnya asam laktat di dalam pengawetan makanan. Di samping itu asam laktat digunakan untuk memproduksi etil laktat yang digunakan di dalam industri elektronik untuk memisahkan garam-garam dan lemak dari papan sirkuit, dan juga komponen penting untuk industri cat. Asam asetat adalah produk fermentasi lainya yang dihasilkan dari oksidasi etanol dengan bantuan organisme Acetobacter. Asam asetat (vinegar) digunakan sebagai bahan makanan (bentuk encer) atau konsentrasi tinggi untuk digunakan di dalam industri. Asam sitrat dihasilkan dari fermentasi gula menggunakan Aspergillus niger. Ketiga asam di atas menunjukkan bagaimana kegunaan fermentasi di dalam menghasilkan produk yang berbeda dengan bahan baku yang sama (diberikan oleh reaksi di bawah ini).

Industri modern memproduksi asam sitrat melalui bahan baku larutan glukosa atau sakarosa dan garam. Bahan baku dimasukkan ke dalam cation exchanger untuk memisahkan ion-ion yang mengganggu, dan dilakukan sterilisasi. Asam sitrat diproduksi secara fermentasi batch dengan menggunakan Aspergillus niger. Bubble coloumn digunakan sebagai reaktor. Setelah fermentasi, larutan dipisahkan dari sel melalui vacuum filter dan saringan membran. Impuritis lainnya dihilangkan dengan menggunakan anion dan cation exchanger serta karbon aktif. Larutan asam sitrat yang jernih dipekatkan di dalam unit evaporator, kemudian dikristalkan, dan dikeringkan.

5.6.3 Asam Amino L-asam glutamat atau garamnya (MSG) digunakan sebagai bahan tambahan di dalam makanan sebagai penyedap. Mulanya asam glutamat diekstrak dari rumput laut, tetapi pada tahun 1956, Ajinomoto (suatu perusahaan di Jepang) berhasil memproduksi asam glutamat melalui fermentasi. Saat ini L-asam glutamat umumnya diproduksi melalui fermentasi menggunakan bakteria yang gen-nya telah dimodifikasi. Fermentasi MSG menggunakan glukosa dalam kondisi aerobik. MSG yang terbentuk larut di dalam medium (broth) yang selanjutnya dipekatkan dan dikristalkan.

5.6.4 Vitamin Vitamin dihasilkan dari fermentasi dengan bahan baku gula dan bahan tambahan khusus. Vitamin terakumulasi di dalam sel dan tidak di dalam larutan fermentor. Vitamin A1 (retinal) dihasilkan dari -karoten yang diperoleh dari fermentasi jagung atau kacang kedelai. Vitamin B2 (riboflavin) diproduksi dari ragi dengan bahan baku glukosa, urea, dan garam mineral di dalam fermentasi aerobik. Vitamin B12 (cyanocobalamin) dihasilkan dari glukosa, jagung, dan garam kobalt dalam kondisi anaerobik (3 hari) serta aerobik (3 hari). Starting point untuk menghasilkan vitamin C adalah senyawa gula D-sorbit yang dioksidasi menjadi L-sorbose menggunakan bakteri Acetobacter suboxidant. L-sorbose kemudian diubah menjadi asam L-ascorbit, yang dikenal sebagai vitamin C.

5.6.5 Biopolimer Umumnya membran, protein, dan nukleotide yang terdapat pada organisme hidup adalah polimer. PHAs (polyhydroxyalkanoic acids) adalah biopolimer yang sangat menjanjikan sebagai bahan biodegradable substitusi pada polimer sintetis. Walaupun demikian, biaya fermentasi produk ini masih mahal dibandingkan dengan biaya produksi polimer sintetis,

VI. INDUSTRI PETROLEUM DAN PETROKIMIA

Petroleum (juga disebut minyak mentah, crude oil) dalam bentuk tidak dimurnikan (unrefined) atau dalam bentuk mentah tidak dapat digunakan langsung, sehingga disebut sebagai industri komoditas. Hidrogen dan karbon merupakan elemen dasar minyak mentah yang berkombinasi menjadi bermacam-macam jenis senyawa, dan nilai ekonomi dari komponen ini bervariasi sesuai dengan kualitas masing-masing senyawa tersebut. Berdasarkan titik didihnya minyak mentah dibagi ke dalam beberapa kategori (Tabel 13) dan proses pengilangannya (Gambar 34).

Tabel 13. Minyak Mentah adalah campuran senyawa-senyawa yang dapat dipisahkan berdasarkan fraksi titik didihnya.

2

Gas dan gasoline (bensin) diambil dari produk dengan titik didih lebih rendah dan biasanya bernilai lebih dibandingkan dengan fraksi dengan titik didih lebih tinggi. Bahan ini sebagai penyedia gas (LPG), naphtha, bahan bakar pesawat, BBM, dan feedstock untuk industri petrokimia. Naphtha sebagai bahan baku gasolin dan solven, diekstrak baik dari komponen ringan maupun menengah yang juga digunakan sebagai bahan baku petrokimia. Distilat tingkat menengah terdiri dari kerosen (minyak tanah), bahan bakar diesel (solar), light gas oil. Pelumas, gemuk, dan asphalt merupakan produk dengan titik didih yang tinggi.

Untuk menkonversi minyak mentah menjadi poduk yang diinginkan secara umum dibagi ke dalam tiga tahapan proses: 1) proses pemisahan, yang dilakukan melalui distilasi 2) proses konversi, melibatkan proses catalytic cracking 3) prose finishing, proses hydrotreating untuk memisahkan sulfur Sebelum proses proses pemisahan minyak menjadi produk yang diinginkan, diperlukan pembersihan awal dari sumber minyak mentah, termasuk di sini penghilangan kandungan garam (desalting) dan air (dewatering) yang berasal dari sumur pengeboran.

Gambar 34. Skematik Umum Pengilangan Minyak Mentah

6.1 Desalting dan Dewatering Minyak yang diambil dari sumur minyak bercampur dengan berbagai bahan seperti gasgas, air, dan batuan (mineral), sehingga diperlukan perlakukan awal sebelum dilakukan

pemurnian. Pemisahan di sumur minyak biasanya dilakukan untuk memisahkan gas-gas, air, dan kotoran yang terikut bersama minyak dari dalam bumi. Separator berupa suatu tangki yang besar yang memberikan pemisahan dengan gaya grafitasi membagi minyak ke dalam tiga lapisan, yaitu gas, minyak mentah, dan air yang mengandung kotoran. Desalting adalah proses pencucian dengan air yang dilakukan pada lapangan minyak dan pada lokasi refinery (lihat Gambar 35). Apabila minyak dari separator mengandung air dan kotoran, maka pencucian dengan air akan memisahkan mineral yang larut dengan air. Apabila kontaminan minyak tidak dapat dipisahkan, akan menyebabkan permasalahan di unit selanjutnya, seperti terjadinya penyumbatan dan korosi serta katalis yang tidak aktif.

Gambar 35. Operasi desalting menggunakan elektrostatik

6.2 Proses Evaluasi Setelah minyak mentah dibersihkan dan sebelum dilakukan pemurnian, dibutuhkan untuk mengestimasi potensi karakteristik minyak selama operasi pemurnian. Pada tahap ini biasanya dilakukan tiga pengujian, yaitu densitas (specific grafity, API gravity), faktor karakteristik, dan kandungan sulfur. Specific grafity adalah rasio berat minyak terhadap berat air dengan volume yang sama pada suhu standard, biasanya 60oF. Nilai API (American Petroleum Institute) grafity adalah nilai kebalikan dari specific grafity (sp gr) yang diberikan sebagai: Gravity, oAPI = (141,5/sg) 131,5

6.3 Distilasi Tahapan pertama dan proses paling menentukan di dalam pemurnian minyak (setelah proses perlakuan awal) adalah distilasi, sehingga disebut sebagai primary refining process. Distilasi mencakup pemisahan berbagai fraksi hidrokarbon. Di dalam proses distilasi atmosfir (Gambar 36), minyak mentah yang telah dipanaskan dipisahkan di dalam kolom distilasi (menara distilasi) ke dalam aliran-aliran yang kemudian dimurnikan menjadi produk yang siap dipasarkan. Komponen yang lebih ringan (titik didih rendah) dipisahkan pada lokasi kolom lebih atas, sedangkan komponen berat (titik didih tinggi) diambil pada lokasi kolom lebih bawah. Fraksinasi ini dikenal sebagai straight run fractions, yang terdiri dari (menara atmosfir) adalah gas, gasolin, dan naptha sampai pada minyak tanah, gas oil, dan diesel ringan, dan (menara vakum) dengan produk minyak pelumas dan residu. Umpan distilasi sebelumnay dipasankan melalui pipa-pipa di dalam furnace yang besar. Unit pemanas dikenal sebagai pipe still heater atau pipe still furnace. Fungsi unit ini untuk mengubah minyak mentah menjadi bentuk uap. Bagian yang tidak teruapkan berupa fraksi berat diambil melalui bottom product pada unit distilasi, sehingga hanya pemisahan gas oil, kerosen, dan naphta yang dilakukan sepanjang kolom distilasi. Residu kemudian dipanaskan dan diumpan ke dalam distilasi vacum pada tekanan 10 mmHg dimana produk yang dihasilka berupa vacuum gas oil, heavy vacuum ga oil, dan vacuum residu (disajikan pada Gambar 37). Produk overhead (gas oil) diperoleh pada suhu 150oC, minyak pelumas pada 250-350oC, dan residu pada suhu 350oC (sama dengan suhu umpan).

Gambar 36. Unit distilasi atmosfir

Gambar 37. Unit distilasi vakum Residu dari proses distilasi atmosfir dan vakum selanjutnya dikirim ke unit deasphalting untuk dipisahkan komponen dengan berat molekul lebih tinggi, yaitu asphalt dan deasphalt oil. Deasphalt oil digunakan sebagai feedstock unit catalytic cracking. Pada unit deasphalting digunakan solven dimana residu terpisah berdasarkan perbedaan berat molekul (densitas). Solven yang digunakan bervariasi dari propana sampai pentana.

6.4 Cracking, Coking, Hydrocracking, dan Reforming Proses cracking bertujuan untuk memecah struktur dari bahan yang memiliki titik didih tinggi dengan menggunakan panas menjadi fraksi produk dengan titik didih rendah. Catalytic cracking adalah proses yang sering digunakan dimana pemecahan molekul dilakukan dengan bantuan katalis. Melalui proses catalytic cracking dihasilkan produk gas ringan (light gas), dan gasolin yang memiliki nilai oktan yang lebih tinggi dan sedikit kandungan minyak bakar berat. Gas ringan yang dihasilkan dari catalytic cracking mengandung lebih banyak olefin dibandingkan apabila dilakukan dengan thermal cracking. Pada sistem thermal cracking, feedstock (misalnya gas oil) diumpankan ke dalam fraksionator untuk dipisahkan antara gasoline dan minyak berat dan ringan. Minyak ringan kemudian dipanaskan di dalam heater pada suhu 540-595oC dan tekanan 350-700 psi untuk dijadikan ke dalam fasa uap.

Tujuan utama dilakukan catalytic cracking adalah untuk menghasilkan gasolin dengan kadar oktan tinggi. Proses ini juga menghasilkan propana dan butana. Ringkasan proses catalytic cracking disajikan pada Tabel 14 dan unit proses diberikan pada Gambar 38.

Tabel 14. Ringkasan proses catalytic cracking

Gambar 38. Unit FCC (Fluid Catalytic Cracking)

Unit FCC (Fluid Catalytic Cracking) diperkenalkan tahun 1942 menggunakan katalis unggun terfluidisasi yang kontinyu. Katalis yang digunakan berupa alumina atau zeolit sintetis. Dibandingkan dengan thermal cracking, proses catalytic cracking: 1) digunakan pada suhu dan tekanan rendah 2) lebih fleksibel 3) mekanisme reaksi dikontrol dengan katalis. Penggunaan sistem unggun katalis yang terfluidisasi memudahkan untuk meregenarasi katalis melalui aliran yang disirkulasi. Unit coking digunakan untuk mengubah feedstock menjadi solid coke dan produk hidrokarbon dengan titik didih rendah yang akan digunakan sebagai feedstock unit refinery selanjutnya, untuk menghasilkan bahan bakar transportasi yang berharga. Coking dapat dianggap sebagai suatu proses thermal cracking. Produk samping dari coking mengandung sulfur dan kandungan logam yang tinggi (hingga 8 persen). Proses coking dibagi tiga yaitu delayed coking (Gambar 39), fluid coking (Gambar 40), dan flexicoking. Delayed coking merupakan proses semi kontinyu. Fluid coking merupakan suatu proses kontinyu. Hydroprocess menggunakan prinsip bahwa selama proses reaksi thermal adanya hidrogen di dalam feedstock untuk meningkatkan komponen titik didih rendah seperti bensin, minyak tanah, dan bahan bakar jet. Hydrotreating (Gambar 41) dilakukan melalui perubahan umpan di dalam reaktor dengan adanya hidrogen dan katalis seperti tungsten-nikel sulfida, kobal-molibdenum-alumina, nikel oksida silika-alumina, dan platinum-alumina. Umumnya prose menggunakan katalis kobal-molibdenum oksida. Suhu yang digunakan antara 300-345oC, dan tekanan antara 500-1000 psi.

Gambar 39. Delayed coker

Gambar 40. Fluid Coker

Proses hidrocracking (Gambar 42) sama seperti catalytic craking, dimana digunakan hidrogen di dalam reaksinya. Hidrocracking digunakan untuk meningkatkan feedstock distilasi bernilai ekonomi rendah (seperti produk aromatik dari catalytic crakcer).

Feedstock ini sulit diurai melalui catalytic cracking karena mengandung aromatik polisiklik dengan konsentrasi tinggi juga beracun terhadap katalis (senyawa sulfur dan nitrogen).

Gambar 41. Skema hidrotreater dari hidrodesulfurisasi

Gambar 42. Unit hidrocracking dua tingkat Proses reforming digunakan untuk mengubah struktur kimia hidrokarbon yang menempel yang terjadi selama fraksi distilasi minyak mentah menjadi beberapa jenis senyawa.

Catalytic reforming (Gambar 43) adalah salah satu proses yang paling penting di dalam industri perminyakan modern.

Gambar 43. Unit catalytic reforming Proses lain untuk meningkatkan produk bensin adalah isomerisasi (Gambar 44) yang digunakan untuk menggabungkan bahan-bahan ringan menjadi produk baru. Penggunaan proses isomerisasi di dalam kilang minyak adalah menyediakan feedstock untuk unit-unit polimerisasi (Gambar 45) dan unit alkilasi (Gambar 46). Saat ini produk proses isomerisasi digunakan untuk menyediakan fraksi oktan tinggi yang digunakan di dalam gasoline blending.

Gambar 44. Unit isomerisasi butana

Gambar 45. Unit polimerisasi

Gambar 46. Unit alkilasi

6.5 Produk-Produk Perminyakan Produk yang dihasilkan dari kilang minyak terdiri dari berbagai macam yang tergantung padasifat bahan baku yang diolah. Produk bervariasi dari gas hingga padatan.

6.5.1 Gas Bakar dan LPG (Liquefied Petroleum Gas) Gas bakar (fuel gas, refinery gas) digunakan sebagai bahan bakar untuk pengilangan minyak itu sendiri dan juga bahan penting untuk industri petrokimia. LPG sering

digunakan sebagai gas rumah tangga untuk memasak dan pemanas ruangan serta industri petrokimia. Gas ini juga digunakan di dalam industri untuk memotong bahan logam.

6.5.2 Gasoline (Bahan Bakar Bensin) Gasoline (bensin) dikenal juga sebagai petrol merupakan produk paling penting di dalam industri pengilangan minyak. Bahan ini biasanya dicampur dengan bahan lain untuk mendapatkan nilai oktan tertentu. Gasoline adalah suatu campuran hidrokarbon yang kompleks dengan struktur 4 sampai 12 karbon yang memiliki titik didih di bawah 200oC. Blending gasoline diperlukan disebabkan komposisinya yang berbeda. Nilai oktan merupakan properti gaoline yang penting. Nilai ini diukur berdasarkan ketahanan bahan bakar terhadap kompresi. Nilai oktan yang tinggi memiliki nilai kompressi yang tinggi (untuk menaikkan kualitas antiknock, mudah starting, dan cepat pemanasan, rendah terjadinya vapor lock, dan sedikit deposit pada mesin). Nilai oktan tinggi pada bahan bakar diperlukan untuk mesin-mesin modern. Bahan bakar pesawat memiliki rentang titik didih yang lebih dekat (38 oC 170oC) dibandingkan dengan bahan bakar kenderaan biasa (-1 oC 200oC). Rentang titik didih yang dekat mengakibatkan distribusi uap bahan bakar lebih sempurna ke seluruh bagian mesin pembakar.

6.5.3 Solven Naptha dari produk industri perminyakan banyak digunakan sebagai solven karena sifat yang tidak beracun dan kemampuan melarutkan yang baik. Terpentin adalah salah satu contoh solven konvensional dari kelompok naptha yang sering digunakan pada industri cat.

6.5.4 Kerosen (minyak tanah) Kerosen memiliki titik didih antara 205-260oC. Jenis kerosen bervariasi sesuai dengan kartakteristik bahan baku minyak mentah. Produk kerosin sangat stabil sehingga tidak

diperlukan bahan aditif untuk memperbaiki kualitasnya. Produk hanya diperlukan proses pencucian dengan alkali apabila mengandung hidrogen sulphida. Minyak solar (diesel fuel) merupakan bagian dari kerosen (titik didih dalam rentang kerosen). Minyak solar terbagi dua, untuk mesin kecepatan tinggi (mobil dan truk) dengan kualitas tinggi, dan untuk mesin kecepatan rendah (mesin kapal). Properti penting pada minyak solar adalah nilai cetan (mirip nilai oktan), yang menentukan kemudahan terbakar pada kondisi bertekanan.

6.5.5 Minyak Pelumas Minyak pelumas umumnya mengandung 25 sampai 30 atom karbon per molekul dengan titik didih lebih besar dari 400oC. Vacum distilasi digunakan untuk memisahkan minyak pelumas dari komponen lainnya.

6.6.6 Petroleum Wax (lilin minyak) Petroleum wax terbagi dua, yaitu paraffin wax (dari distilat) dan microcrystalline wax (dari residu). Kualitas wax berdasarkan titik didihnya dan kandungan minyak. Paraffin wax berbentuk kristal padat yang terdiri dari hidrokarbon dengan C20 sampai C30 atau lebih tinggi.

6.6.7 Asphalt Residu yang tidak menguap (non volatile) digunakan untuk melapis jalan raya (yang dikenal sebagai bitumen) dan juga sebagai untuk tapa tahap bocor (asphalt dengan kualitas tertentu).

6.6.8 Coke Petrolueum coke adalah residu yang tertinggal dari proses destruksi residu mintyak. Coke dari catalytic crakcing