pi chapter ii - pejanjian perpajakan internasional

24
PERPAJAKAN INTERNASIONAL PERJANJIAN PERPAJAKAN

Upload: michailamri

Post on 27-Jun-2015

266 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

PERPAJAKAN INTERNASIONALPERJANJIAN PERPAJAKAN

Page 2: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

LATAR BELAKANG

Sebagian besar negara di dunia ini mengandalkan sumber keuangannya dari pajak. Masing-masing negara tentu mengenakan pajak sesuai dengan ketentuan dan aturan yang diatur oleh masing-masing negara (asas soverenitas). Di Indonesia, dasar hukum tertinggi pengenaan pajak diatur dalam Pasal 23A Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang” yang kemudian diatur lagi oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Page 3: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

LATAR BELAKANG

Salah satu jenis pajak yang diutamakan di banyak negara adalah Pajak Penghasilan. Dalam hal pengenaan pajak penghasilan ini, ada tiga asas pengenaan pajak yaitu:* asas domisili (asas kependudukan),* asas sumber, dan* asas kewarganegaraan (nasionalitas). Indonesia

tidak menerapkan asas ini. Contoh negara yang menerapkan asas nasionalitas adalah Amerika Serikat, Filipina

Page 4: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

LATAR BELAKANG

Indonesia menganut azas tempat tinggal (domisili) untuk orang pribadi dan tempat kedudukan untuk badan. Hal terssebut tercermin di dalam pasal 2 ayat 3 huruf a dan b Undang-undang pajak Penghasilan yang berbunyi sebagai berikut:• Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau

orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga ) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau oaring pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di indonesia dan memepunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

• Badan yang didirikan dan bertempat tinggal di Indonesia

Page 5: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

LATAR BELAKANGIndonesia juga menganut azas sumber untuk subjek pajak luar negeri yang memeperoleh atau menerima penghasilan dari Indonesia yang tercermin dalam pasal 2 ayat (4) huruf a dan b Undang-undang pajak Penghasilan yang berbunyi sebagai berikut:• a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

• b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Page 6: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

LATAR BELAKANG

Penerapan masing-masing azas pengenaan pajak oleh negara yang berbeda berpotensi menimbulkan pengenaan pajak pada satu subjek pajak tertentu atas penghasilan/objek pajak yang sama. Oleh karena itu perlu adanya suatu perjanjian antara dua atau lebih otoritas pajak dalam menerapkan pemajakan supaya tidak terjadi kasus pengenaan pajak berganda.

Page 7: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Perjanjian internasional adalah suatu perbuatan hukum yang mengikat negara pada bidang-bidang tertentu, termasuk perpajakan, oleh karena itu perjanjian internasional harus dibuat dengan dasar-dasar yang jelas dan kuat, dengan menggunakan instrumen peraturan perundang-undangan yang jelas.

Page 8: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Perjanjian internasional dapat dilakukan dengan cara: Penandatanganan, pengesahan, pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.

Page 9: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

JENIS ATAU PENGGOLONGAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Menurut Mochtar Kusumaatmadja:• perjanjian bilateral, dan • perjanjian multilateral. jika dilihat dari pembuatan kontrak perjanjian dan keterikatan negara-negara yang terkait dalam perjanjian: • kontrak perjanjian (treaty contract), dan • perjanjian-perjanjian yang menimbulkan

hukum (law making treaties).

Page 10: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

TAHAPAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

a) penjajakan, b) perundingan, c) perumusan naskah, d) penerimaan, e) dan penandatanganan.

Page 11: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Untuk sahnya sebuah perjanjian harus dibuat dalam bentuk: • ratifikasi (ratification)• aksesi (accession)• penerimaan (acceptance)• penyetujuan (approval).

Page 12: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

CARA RATIFIKASI

• ratifikasi semata-mata untuk badan eksekutif, • ratifikasi semata-mata untuk badan legislatif, • ratifikasi campuran eksekutif dan legislatif. Ratifikasi yang lazim untuk saat ini adalah ratifikasi yang dilakukan bersama-sama oleh badan legislatif dan eksekutif. Namun karena suatu persetujuan pada hakekatnya merupakan rekonsiliasi dari dua hukum pajak yang berbeda, kedudukannya berada diatas undang-undang pajak nasional masing-masing Negara.

Page 13: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pengesahan/ratifikasi perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan; masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara, perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia, kedaulatan atau hak berdaulat negara, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, pembentukan kaidah hukum baru, pinjaman dan/atau hibah luar negeri.Jika melihat Pasal 10 Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, maka perjanjian persetujuan penghindaran pajak berganda cukup disahkan melalui Keputusan Presiden.

Page 14: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Dalam contoh tax treaty antara Indonesia dengan Amerika Serikat, Presiden Republik Indonesia, Soeharto telah mengesahkan tax treaty pada tanggal 11 Juli 1988, kemudian Presiden memberitahukan kepada Pimpinan DPR pada tanggal 31 Oktober 1988 tentang pengesahan tax treaty antara Indonesia dengan Amerika tersebut. Terhadap perjanjian yang disahkan melalui Keppres, DPR dapat melakukan pengawasan terhadap pemerintah, walaupun tidak diminta persetujuan sebelum pembuatan perjanjian internasional tersebut karena pada umumnya pengesahan dengan keppres hanya dilakukan bagi perjanjian internasional di bidang teknis.

Page 15: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

SYARAT PERJANJIAN INTERNASIONAL

a.perjanjian internasional harus berdasarkan kesepakatan dan dilaksanakan dengan itikad baik;

b.perjanjian internasional harus berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip kesamaan, saling menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.

Page 16: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

SAAT DIMULAI DAN BERAKHIR

PENANDATANGANAN PERJANJIAN berarti merupakan persetujuan atas naskah perjanjian internasionalBERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL adalah apabila terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian, tujuan perjanjian tersebut telah tercapai, terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian, salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian, dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama, muncul norma-norma baru dalam hukum internasional, objek perjanjian hilang, terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.

Page 17: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

PERJANJIAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Perjanjian perpajakan internasional adalah suatu perbuatan hukum yang mengikat negara pada bidang-bidang perpajakan. Perjanjian perpajakan internasional tersebut bentuknya adalah: • persetujuan penghindaran pajak berganda

(tax treaty) • cara penerapan

(mode of application) • tata cara persetujuan bersama

(mutual agreement procedure)

Page 18: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

BENEFICIAL OWNER(SE-04/PJ.34/2005)

Beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa dividen, bunga atau royalty baik wajib pajak perorangan maupun wajib pajak badan, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan-penghasilan tersebut. Dengan demikian, maka special purpose vehicles dalam bentuk conduit company, paper box company, pass through company serta yang sejenis lainnya, tidak termasuk dalam pengertian beneficial owner. Sehingga pihak-pihak yang bukan merupakan beneficial owner yang menerima pembayaran dividen, bunga dan royalty yang bersumber dari Indonesia, maka pihak yang membayarkan dividen, bunga dan royalty diwajibkan melakukan pemotongan PPh Pasal 26 sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan tarif 20% x penghasilan bruto

Page 19: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

MODEL PERJANJIAN PERPAJAKAN

• OECD Model Model yang dikembangkan oleh negara-negara Eropa Barat, prinsip yang digunakan adalah azas pengenaan pajak domisili.

• UN Model (United Nation Model) Model yang dikembangkan untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang.

• Model lain seperti Nordic Convention untuk European Nordic State

Page 20: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

struktur Model Konvensi OECD• JUDUL DAN PREAMBUL• Bab I RUANG LINGKUP PERJANJIAN

– Berisi orang atau badan dan pajak-pajak yang tercakup di dalamnya• Bab II PENGERTIAN-PENGERTIAN• Bab III PAJAK ATAS PENGHASILAN

– Berisi objek-objek atas penghasilan yang dikenai pajak• Bab IV PAJAK ATAS KEKAYAAN• Bab V METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA• Bab VI KETENTUAN KHUSUS

– Berisi ketentuan-ketentuan khussus yang belum diatur dalam ketentuan-ketentuan sebelumnya, misalnya prosedur kesepakatan bersama

• Bab VII KETENTUAN PERNUTUP– Berisi kapan berlakuanya dan dihentikannya perjanjian

Page 21: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

TAX TREATY

Tax treaty hanya mengenakan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan tidak berlaku untuk Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan-ketentuan dalam UU PPh yang terkait dengan perpajakan internasional adalah Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 26, dan Pasal 32 A. Dengan kata lain, walaupun perjanjian perpajakan memberikan kepada negara-negara yang terikat perjanjian hak untuk memajaki. Contohnya, suatu jenis penghasilan apabila penghasilan itu bukan objek pajak di negara tersebut tetap saja penghasilan itu tidak dapat dikenakan pajak di negara itu.

Page 22: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

TAX TREATY

• Tax treaty hanya mencakup pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan tidak berlaku untuk Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan-ketentuan dalam UU PPh yang terkait dengan perpajakan internasional adalah sebagai berikut:

• Tax treaty hanya mengenakan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan tidak berlaku untuk Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan-ketentuan dalam UU PPh yang terkait dengan perpajakan internasional adalah Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 18, Pasal24,Pasal26, danPasal 32.

Page 23: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

TUJUAN PERJANJIAN PERPAJAKAN

istilah perjanjian perpajakan ini lebih dikenal dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau biasa disingkat dengan P3B. Sampai dengan saat ini Indonesia sudah memiliki 58 perjannjian perpajakan (tax treaty) dengan negara lain. Ada juga beberapa P3B yang masih dalam proses sehingga belum berlaku efektif.Payung hukum persetujuan penghindaran pajak berganda atau P3B ini adalah Pasal 32A Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh).

Page 24: PI Chapter II - Pejanjian Perpajakan Internasional

Pasal 32A UU PPh

dilakukannya perundingan dengan negara lain untuk membuat perjanjian perpajakan ini memiliki dua tujuan utama yaitu :• menghindari pengenaan pajak berganda (avoidance of double taxation)

yaitu dengan cara penetapan tarif pajak tertentu atau pembagian wewenang pemajakan (tax sharing).

• mencegah pengelakan pajak(prevention of fiscal evasion) yaitu dengan cara pertukaran informasi dengan otoritas perpajakan negara lain

Selain kedua tujuan utama diatas tersebut, ada 1 tujuan lain, yaitu:• Pertukaran Informasi

Untuk mencegah terjadinya penghindaran dan pengelakan pajak dalam suatu transaksi internasional, suatu perjanjian perpajakan biasanya memuat ketentuan tentang pertukaran informasi.