petisi tn sulawesi

5

Click here to load reader

Upload: viqarchu

Post on 26-Jun-2015

40 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Petisi TN Sulawesi

JARINGAN ADVOKASI TAMAN NASIONAL (JATN) DI SULAWESI

 

PETISI 

PENOLAKAN TERHADAP KEBERADAAN BERBAGAI TAMAN NASIONAL DI WILAYAH SULAWESI

PENGANTAR :

Pada beberapa bulan terakhir ini telah mengemuka berbagai informasi, data dan hasil-hasil analisis yang dipublikasikan diberbagai media massa tentang penetapan wilayah tertentu secara sepihak oleh negara sebagai kawasan-kawasan Taman Nasional di Sulawesi, yakni Taman Nasional (TN) Bogani Nani Wartabone di Sulawesi Utara dan Gorontalo, TN Lore Lindu dan Kepulauan Togean di Sulawesi Tengah, TN Rawa Aopa Watumohai dan Wakatobi di Sulawesi Tenggara serta TN Takabone Rate di Sulawesi Selatan. Penetapan sepihak tersebut telah memicu sejumlah masalah, antara lain : 1) konflik struktural antara komunitas dengan berbagai instansi pemerintah, konflik horisontal antara komunitas dengan komunitas, individu dengan individu dan juga antar etnis, konflik antar komunitas dengan Ornop Internasional dan juga konflik antara Ornop lokal dengan Ornop Internasional; 2) penyingkiran hak-hak tenurial (hak kuasa, kepemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam) komunitas-komunitas masyarakat adat dan lokal; 3) tindak kekerasan aparat penegak hukum terhadap warga komunitas yang dituduh mengambil sumberdaya alam tanpa izin negara; 4) ekspolitasi dan tindakan destruktif terhadap sumberdaya alam oleh warga komunitas karena hilangnya hak dan akses atas sumber daya alam untuk hidup dan kehidupan mereka; 5) praktek suap menyuap untuk memuluskan berbagai praktek eksploitasi sumberdaya alam di kawasan-kawasan Taman Nasional.

Penetapan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone di Sulawesi Utara dan Gorontala telah diikuti oleh tindakan penggusuran, pembakaran dan pengusiran komunitas menggunakan cara-cara kekerasan legal oleh aparat negara melalui Operasi Wibawa, Operasi Peti, Operasi Santiago dan Operasi Kesejahtraan yang berlangsung dari tahun 1982 – 1996. Di Rawa Aopa Watu Mohai, pola kekerasan yang sama juga diterapkan melalui Opersasi Sapujagat I – IV sejak tahun 1997 – 2002. Cara yang sama juga dilakukan di Wakatobi melalui Operasi Khusus Napoleon I pada tahun 2004. Selain itu, penetapan kawasan Taman Nasional telah memunculkan konflik antara komunitas, satu diantaranya adalah antara komunitas Bajo di Malo dengan komunitas masyarakat Desa Liya serta terjadinya pengungsian 105 KK nelayan Mola yang kehilangan mata pencaharian mereka. Berbagai upaya

Page 2: Petisi TN Sulawesi

pembujukan dan manipulasi juga telah dan sedang secara intens dilakukan oleh beberapa Ornop Internasional untuk mendorong masyarakat, Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten menerima keberadaan mereka sebagai pengelola kawasan Taman Nasional. Pola yang sama juga sedang terjadi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Lore Lindu (Sulawesi Tengah) dan ada indikasi akan terjadi juga di kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean. Dikuatirkan, mobilasi dukungan ini akan memperluas konflik horizontal karena adanya pro dan kontra terhadap keberadaan Ornop Internasional sebagai pemegang hak konsesi pengelolaan Taman Nasional, sebagaimana yang terjadi di wilayah Komodo, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Penegakan hukum negara oleh para petugas Jagawana di kawasan Taman Nasional dilakukan dengan cara-cara kekerasan melalui tindakan pemukulan dan penganiayaan sebagaimana yang terjadi beberapa bulan ini di Wakatobi. Berbagai tindakan suap menyuap terhadap petugas untuk mengizinkan dilakukannya eksploitasi sumberdaya alam juga telah sedang terus terjadi di Lore Lindu dan Bogani Nani Wartabone. Dampak lain dari penetapan sepihak tersebut adalah meluasnya tindakan destruktif komunitas terhadap alam karena mereka kehilangan hak kuasa, pemilikan dan pengelolaan di kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai Taman Nasional, seperti di Wakatoboi. Sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Wakatobi, hanya terdapat titik kerusakan, saat ini jumlah tersebut telah meluas demikian menurus hasil survey persepsi masyarakat. 

DASAR PERTIMBANGAN :

1.       Bahwa penetapan suatu wilayah sebagai kawasan konservasi melalui Taman Nasional telah dilakukan secara sepihak oleh negara tanpa dialog dan konsultasi publik yang juga telah mengabaikan dan menyingkirkan hak-hak tenurial (hak penguasaan, pemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam) komunitas masyarakat adat dan lokal yang telah ada terlebih dahulu di wilayah-wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional.

2.       Bahwa meluasnya kehancuran keanekaragaman hayati dan meningkatnya tindakan destruktif dan eksploitatif terhadap sumberdaya alam merupakan dampak dari hilangnya kontrol, akses dan hak-hak komunitas-komunitas atas sumberdaya alam di dan sekitar wilayah-wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional. Dampak tersebut merupakan tanggung-jawab negara karena akar masalahnya bersumber pada kebijakan negara yang tidak partisipatif dan juga tidak memperhatikan relasi hidup saling bergantung antara manusia dan alam sekitarnya.

3.       Bahwa faktor lain meluasnya kehancuran keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam tersebut disebabkan oleh berbagai tindakan eskploitatif yang diduga kuat mendapatkan restu dan izin aparat berwenang yang telah menerima imbalan tertentu melalui penyuapan dan juga kolusi.

4.       Bahwa penetapan kawasan Taman Nasional telah melanggar hukum-hukum adat dan kearifan-kearifan setempat, UUD 1945 (terutama pasal 18 B ayat 2, Pasal 28A, Pasal 28C ayat 2, Pasal 28H Ayat 1 dan 4, Pasal 28I ayat  ayat 1 dan 3), Ketetapan (TAP) MPR No XI/2001

Page 3: Petisi TN Sulawesi

tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.

5.       Bahwa penetapan Taman Nasional telah mengabaikan salah satu kewenangan Pemerintah Daerah yang diatur dalam Undang-Undang (UU) 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

6.       Bahwa penyerahan konsesi pengelolaan konservasi melalui Taman Nasional ke beberapa Ornop Internasional telah melanggar etika bangsa dan negara karena adanya indikasi konspirasi dan privatisasi sebagaimana yang telah terjadi di Taman Nasional Komodo.

7.       Bahwa tindakan penegakan hukum oleh para Jagawana menggunakan cara-cara kekerasan merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, pelanggaran terhadap UUD 1945, terutama Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28G, serta pelanggaran terhadap Kitab UU Hukum Acara Pidana (KUHAP) Negara Republik Indonesia.

8.       Bahwa perbuatan suap menyuap di kawasan-kawasan Taman Nasional merupakan perbuatan melanggar hukum yang harus diselidiki dan diproses sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

TUNTUTAN :

Berdasarkan latar belakang dan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka dengan ini kami yang berasal dari komunitas, Organisasi Rakyat (Orak) dan Jaringannya serta Ornop dan jaringannya yang hidup dan bekerja di wilayah Sulawesi dan yang menandatangani petisi ini, dengan ini mengajukan Petisi : 1.       Menolak keberadaan semua Taman Nasional yang berada di Sulawesi. 2.       Mendesak Departemen Kehutanan merumuskan suatu konsep konservasi alternatif melalui suatu dialog terbuka yang partisipatif melibatkan berbagai komponen masyarakat, termasuk komunitas-komunitas masyarakat adat, petani, nelayan dan organisasi-organisasi mereka (Organisasi Rakyat) serta jaringannya dan juga Ornop dan jaringannya. 3.       Mendesak Departemen Kehutanan mencabut semua izin konsesi pengelolaan Taman Nasional oleh pihak swasta dan Ornop Internasional. 4.       Mendesak semua Pemerintah Daerah Kabupaten dan DPRD Kabupaten yang wilayahnya dijadikan kawasan Taman Nasional untuk mengambil keputusan politik dan hukum sesuai kewenangannya dalam UU 32/2004 guna memproduksi Peraturan-peraturan Daerah tentang konservasi keaneka-ragaman hayati yang mengakomodir kepentingan keberlanjutan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam serta hak-hak hidup komunitas sebagai suatu ekositem melalui suatu penataan ruang yang partisipatif dan terbuka. 5.       Mendesak Pemerintah Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Negara Republik Indonesia melaksanakan mandat TAP MPR No IX Tahun 2001.6.       Mendesak Pemerintah Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Negara Republik Indonesia membahas dan memberlakukan UU Pengelolaan Sumberdaya Alam yang adil, setara, berkelanjutan dan berbasis komunitas. 7.       Meminta semua komponen gerakan pro demokratisasi pengurusan sumberdaya alam secara berkelanjutan, adil dan setara untuk melakukan konsolidasi guna menumbuh-kembangkan

Page 4: Petisi TN Sulawesi

solidaritas sosial politik mengawal perumusan konsep dan aturan-aturan konservasi untuk rakyat di semua level (komunitas, desa, kabupaten, provinsi dan negara).8.       Menghimbau semua komunitas, Organisasi Rakyat (Orak) dan jaringannya yang hidup, berdiam dan bekerja di wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional di Sulawesi agar : a) menggelar sidang-sidang rakyat secara terbuka dan multipihak (termasuk melibatkan aparat Pemerintah Daerah dan anggota DPRD) guna meminta pertanggung-gugatan publik dan keuangan dari pihak Balai-Balai Taman Nasional dan pihak-pihak lain yang mendapatkan konsesi pengelolaan di kawasan-kawasan TN; b) menegakkan kembali hukum-hukum adat dan hukum-hukum lokal lainnya serta kearifan-kearifan setempat untuk mencegah perluasan kehancuran dan kerusakan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayatinya. 

PARA PIHAK YANG MENGAJUKAN PETISI :

Forum Kahedupa Toudani (Forkani), Komunitas Mantigola, Forum Tomia Pohenangka, Yayasan Bina Potensi Wanita (Yasinta), Yayasan Cinta Alam (Yascita) Pergerakan Suluh Indonesia, Swara Parampuang, Komunitas Dumoga, Yayasan Rimbawan, Komunitas Desa Sungku, LPA Awam Green, Komunitas dan Organisasi Rakyat (Orak) Boya Marena, Anggota DPRD Kabupaten Wakatobi,  Perkumpulan Kemala Sulawesi, Yayasan KEMALA, Perkumpulan Bantaya, Yayasan Toloka, Jaringan Advokasi Taman Nasional (JATN) Sulawesi.