pertanian organik
DESCRIPTION
laporan praktikum pertanian organikTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM PERTANIAN ORGANIK
“PENGENALAN BAHAN ORGANIK (BO), DEKOMPOSISI DAN
MINERALISASI, PERHITUNGAN KEBUTUHAN BO, DAN
KESEIMBANGAN NUTRISI (INPUT-OUTPUT) PERSIAPAN PETAK
UJICOBA DARI APLIKASI BO”
Oleh :
Nama : Annita Khoirun Nisaa’
NIM : 105040201111067
Kelompok : Selasa, 15.05 WIB
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
1. Pengertian Bahan Organik dan Manfaatnya
1.1 Definisi Bahan Organik
Pertanian organik dibanyak tempat dikenal dengan istilah yang berbedabeda. Ada
yang menyebut sebagai pertanian lestari, pertanian ramah lingkungan, sistem pertanian
berkelanjutan dan pertanian organik itu sendiri. Penggunaan istilah pertanian organik atau
“Organik Farming “ pertama kali oleh Northbourne pada Tahun 1940 dalam bukunya
yang berjudul “Look to the Lan”. Northbourne menggunakan istilah tersebut tidak hanya
berhubungan dengan penggunaan bahan organik untuk kesuburan lahan, tetapi juga
kepada konsep merancang dan mengelola sistem pertanian sebagai suatu sistem utuh atau
organik, mengintegrasikan lahan, tanaman panenan, binatang dan masyarakat (Scofield,
1986, dalam Lotter, DW, 2003).
Menurut Sutanto (2002) mendefinisikan pertanian organik sebagai suatu sistem
produksi pertanian yang berasaskan daur ulang secara hayati. Daur ulang hara dapat
melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu
memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Secara lebih luas, Sutanto (2002)
menguraikan bahwa menurut para pakar pertanian Barat sistem pertanian organik
merupakan ”hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang
berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam
bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan
memberikan makanan pada tanaman. Sedangkan menurut Salikin (2003) pertanian
organik merupakan pertanian yang ramah lingkungan yang merupakan alternatif solusi
atas kegagalan sistem pertanian industrial.
Berbeda lagi dengan Lehman (1997) Pertanian organik menurutnya sebenarnya bukan
hal yang baru bagi petani khususnya di Indonesia. Selama beribu tahun (setidaknya
seperti yang terlukis di dinding candi Borobudur) petani kita selalu menerapkan sistem
pertanian yang berorientasi ke lingkungan alamiah. Hal ini terus berlangsung sampai kira-
kira tahun 1900-an. Pupuk dari kotoran hewan atau sisa-sisa panen digunakan sebagai
penyubur alamiah. Ada juga sebagian petani di luar Jawa yang secara tidak sengaja
menerapkan pola pertanian organik, karena mereka tidak menjadi target atau
berpartisipasi dalam "revolusi hijau" dan masih tetap melanjutkan metode pertanian
tradisional.
1.2 Fungsi :
Menurut Stevenson (1994) fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak,
baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut :
a. Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara.
Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro
maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik
membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara
menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang
difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan
unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran.
b. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang
telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik.
Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat.
c. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke
dalam tanah
d. Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi
tanaman.
e. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah.
f. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
g. Mensuplai energi bagi organisme tanah
h. Meningkatkan kapasitas sangga tanah
i. Meningkatkan suhu tanah
Sedangkan menurut Nurbaity, A. et al.(2009) bahan oragnik dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pembawa inokulan fungi mikoriza arbuskula. Fungi mikoriza arbuskula
(FMA) dikenal sebagai pupuk hayati yang dapat meningkatkan produktivitas tanah
dan tanaman.
2. Jenis-jenis Bahan Organik Sebagai Pupuk Organik
Kononova (1966) dan Schnitzer (1978) membagi bahan organik tanah menjadi 2
kelompok, yakni: bahan yang telah terhumifikasi atau bahan humik (humic substances)
dan bahan yang tidak terhumifikasi atau bahan bukan humik (non-humic substances).
Jenis-jenis bahan organik yang dapat digunakan sebagai pupuk organik adalah sebagai
berikut:
1. Sekam padi
Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam
padi yang biasa digunakan bisa berupa sekam bakar atau sekam mentah (tidak
dibakar). Sekam bakar dan sekam mentah memiliki tingkat porositas yang sama.
Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam perbaikan struktur tanah
sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik.
Penggunaan sekam bakar untuk media tanam tidak perlu disterilisasi lagi
karena mikroba patogen telah mati selama proses pembakaran. Selain itu, sekam
bakar juga memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media
tanam ini menjadi gembur, Namun, sekam bakar cenderung mudah lapuk.
2. Pupuk kandang
Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk
kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P),
dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media
tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Selain itu, pupuk kandang memiliki kandungan mikroorganisme yang
diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi
komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman.
Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain jenis hewan, umur hewan, keadaan hewan, jenis
makanan, bahan hamparan yang dipakai, perlakuan, serta penyimpanan sebelum
diaplikasikan sebagai media tanam.
Pupuk kandang yang akan digunakan sebagai media tanam harus yang sudah
matang dan steril. Hal itu ditandai dengan warna pupuk yang hitam pekat.
Pemilihan pupuk kandang yang sudah matang bertujuan untuk mencegah
munculnya bakteri atau cendawan yang dapat merusak tanaman.
3. Humus
Humus adalah segala macam hasil pelapukan bahan organik oleh Jasad mikro
dan merupakan sumber energi jasad mikro tersebut. Bahanbahan organik tersebut
bisa berupa jaringan asli tubuh tumbuhan atau binatang mati yang belum lapuk.
Biasanya, humus berwarna gelap dan ciijumpai terutama pada lapisan atas tanah
(top soil)
Humus sangat membantu dalam proses penggemburan tanah. dan memiliki
kemampuan daya tukar ion yang tinggi sehingga bias menyimpan unsur hara.
Oleh karenanya, dapat menunjang kesuburan tanah, Namun, media tanam ini
mudah ditumbuhi jamur, terlebih ketika tl’rjadi perubahan suhu, kelembapan, dan
aerasi yang ekstrim. Humus Juga memiliki tingkat porousitas yang rendah
sehingga akar tanaman tidak mampu menyerap air, Dengan demikian, sebaiknya
penggunaan humus sebagai media tanam perlu ditambahkan media lain yang
memiliki porousitas tinggi, misalnya tanah dan pasir. (anonymous, 2012)
4. Arang
Arang bisa berasal dari kayu atau batok kelapa. Media tanam ini sangat coeok
digunakan untuk tanaman anggrek di daerah dengan kelembapan tinggi. Hal itu
dikarenakan arang kurang mampu mengikat air dalam )umlah banyak. Keunikan
dari media jenis arang adalah sifatnya yang bufer (penyangga). Dengan demikian,
jika terjadi kekeliruan dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam
pupuk bisa segera dinetralisir dan diadaptasikan.
Selain itu, bahan media ini juga tidak mudah lapuk sehingga sulit ditumbuhi
jamur atau cendawan yang dapat merugikan tanaman. Namun, media arang
cenderung miskin akan unsur hara. Oleh karenanya, ke dalam media tanam ini
perlu disuplai unsur hara berupa aplikasi pemupukan.
Sebelum digunakan sebagai media tanam, idealnya arang dipecah menjadi
potongan-potongan kecil terlebih dahulu sehingga memudahkan dalam
penempatan di dalam pot. Ukuran peeahan arang ini sangat bergantung pada
wadah yang digunakan untuk menanam serta jenis tanaman yang akan ditanam.
Untuk mengisi wadah yang memiliki diameter 15cm atau lebih, umumnya
digunakan pecahan arang yang berukuran panjang 3 em, lebar 2-3 cm, dengan
ketebalan 2-3 em. Untuk wadah (pot) yang lebih kecil, ukuran pecahan arang juga
harus lebih kecil.
5. Moss
Moss yang dijadikan sebagai media tanam berasal dari akar paku-pakuan, atau
kadaka yang banyak dijumpai di hutan-hutan. Moss sering digunakan sebagai
media tanam untuk masa penyemaian sampai dengan masa pembungaan. Media
ini mempunyai banyak rongga sehingga memungkinkan akar tanaman tumbuh dan
berkembang dengan leluasa.
Menurut sifatnya, media moss mampu mengikat air dengan baik serta
memiliki sistem drainase dan aerasi yang lancar. Untuk hasil tanaman yang
optimal, sebaiknya moss dikombinasikan dengan media tanam organik lainnya,
seperti kulit kayu, tanah gambut, atau daun-daunan kering.
6. Kompos
Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari
proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, daun,
rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari penggunaan kompos sebagai media
tanam adalah sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui
perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik, kimiawi, maupun biologis. Selain itu,
kompos juga menjadi fasilitator dalam penyerapan unsur nitrogen (N) yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman.
Kandungan bahan organik yang tinggi dalam kompos sangat penting untuk
memperbaiki kondisi tanah. Berdasarkan hal tersebut dikenal 2 peranan kompos
yakni soil conditioner dan soil ameliorator. Soil ( ondotioner yaitu peranan
kompos dalam memperbaiki struktur tanah, terutama tanah kering, sedangkan soil
ameliorator berfungsi dalam Il1emperbaiki kemampuan tukar kation pada tanah.
Kompos yang baik untuk digunakan sebagai media tanam yaitu yang telah
mengalami pelapukan secara sempurna, ditandai dengan rubahan warna dari
bahan pembentuknya (hitam kecokelatan), tidak berbau, memiliki kadar air yang
rendah, dan memiliki suhu ruang.
7. Sabut kelapa (coco peat)
Sabut kelapa atau coco peat merupakan bahan organik alternatif yang dapat
digunakan sebagai media tanam. Sabut kelapa untuk media tanam ,I ‘iJdiknya
berasal dari buah kelapa tua karena memiliki serat yang kuat.
Penggunaan sabut kelapa sebagai media tanam sebaiknya dilakukan di daerah
yang bercurah hujan rendah. Air hujan yang berlebihan dapat menyebabkan media
tanam ini mudah lapuk. Selain itu, tanaman pun menjadi cepat membusuk
sehingga bisa menjadi sumber penyakit. Untuk mengatasi pembusukan, sabut
kelapa perlu direndam terlebih dahulu di dalam larutan fungisida. Jika
dibandingkan dengan media lain, pemberian fungisida pada media sabut kelapa
harus lebih sering dilakukan karena sifatya yang cepat lapuk sehingga mudah
ditumbuhi jamur.
Kelebihan sabut kelapa sebagai media tanam lebih dikarenakan
karakteristiknya yang mampu mengikat dan menyimpan air dengan kuat, sesuai
untuk daerah panas, dan mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti kalsium
(Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan fosfor (P).
Sementara kelebihan sekam mentah sebagai media tanam yaitu mudah
mengikat air, tidak mudah lapuk, merupakan sumber kalium (K) yang dibutuhkan
tanaman, dan tidak mudah menggumpal atau memadat sehingga akar tanaman
dapat tumbuh dengan sempurna. Namun, sekam padi mentah cenderung miskin
akan unsur hara.
8. Batang Pakis
Berdasarkan warnanya, batang pakis dibedakan menjadi 2, yaitu batang pakis
hitam dan batang pakis coklat. Dari kedua jenis tersebut, batang pakis hitam lebih
umum digunakan sebagai media tanam. Batang pakis hitam berasal dari tanaman
pakis yang sudah tua sehingga lebih kering. Selain itu, batang pakis ini pun mudah
dibentuk menjadi potongan kecil dan dikenal sebagai cacahan pakis.
Selain dalam bentuk pacahan, batang pakis juga banyak dijual sebagai media
tanaman siap pakai dalam bentuk lempengan persegi empat. Umumnya, bentuk
lempengan pakis digunakan sebagai media tanam anggrek. Kelemahan dari
lempengan batang pakis ini adalah sering dihuni oleh semut atau binatang-
binatang kecil lainnya.
Karakteristik yang menjadi keunggulan media batang pakis lebih dikarenakan
sifat-sifatnya yang mudah mengikat air, memiliki aerasi dan drainase yang baik,
serta bertekstur lunak sehingga mudah ditembus oleh akar tanaman.
3. Sketsa Gambar Siklus Mineralisasi Bahan Organik
Siklus Mineralisasi Bahan Organik
4. Soal Perhitungan
Diketahui:
Luas bedengan = 12,5 m2
Kandungan N total tanah = 0,09%
Dosis Rekomendasi = 100-140 kg/ha
Kadar N kotoran sapi = 1,33%
Kadar N paitan = 4,69%
Ditanyakan:
a. Hitung kebutuhan N per petak yang harus ditambahkan agar masuk pada
kategori sedang
b. Hitung kebutuhan kotoran sapi per petak dan per hektar
c. Hitung kebutuhan patan per petak dan per hektar
Jawab:
a. A1 = 0,20
A2 = 0,10B = 0,09 %XA = 140 kg ha-1
XB = 100 kg ha-1
N=0 , 10−0 ,090 , 20−0 ,10
= N−140
140−100
0 ,010 ,10
=N−14040
0,10 (N - 140) = 0,40,10 N – 14 = 0,40,1 N = 0,4 + 140,1 N = 14,4N = 144 kg ha-1
N = 12,5
10000x144 kg=0,18 kg /ha
Jadi, kebutuhan N yang harus ditambahkan agar masuk kategori sedang adalah 144 kg/ha-1 atau 0,18 kg/ha.
b. Kotoran sapi : 1,33 % N
1001,33
x 0,18=13,5 kg/ petak
100001,33
x13,5=101503,75 kg/ ha
= 101,50375 ton/ ha
c. Paitan : 4,69 % N
1004,69
x 0,18=3,84 kg/ petak
5. Soal Perhitungan
Ditanyakan:
a. Kebutuhan N per petak yang harus ditambahkan agar masuk pada kategori
sedang.
b. Kebutuhan kotoran sapi per petak dan per hektar
c. Kebutuhan paitan per petak dan per hektar
Jawab :
a. A1 = 0,50
A2 = 0,21B = 0,09 %XA = 150 kg ha-1
XB = 100 kg ha-1
Luas Petak = 0,3232 m2
N=0 , 21−0,090 , 50−0,21 =
N−150150−100
0,120 ,29
=N−15050
(N – 150)0,29 = 60,29 N-43,5 = 60,29 N = 49,5
N = 49,50 ,29
N = 170,68 kg ha-1
N = 0,323210000
x170,68 kg=0,00551 kg / petak
b. Kadar lamtoro = 2,14% N
1002,81
x0,00551=0,196 kg / petak
100000,3232
x 0,1961=6067,45 kg /ha
= 6,067 ton/ha
Kadar kotoran sapi : 1,67 %N1001,11
x 0,00551=0,496 kg/ petak
100000,3232
x 0,496=15346,5347 kg/ha
¿15,346 ton /ha
6. Diagram Alir Penyiapan Media Tanam
Cara Kerja:
Siapkan polibag ukuran 5kg sebanyak 10 kantong
Ambil media tanam berupa tanah
Isi polibag dengan tanah sebanyak setengah kantong polibag
Timbang bahan organik (lamtoro dan kotoran sapi)
Tambahkan pupuk sintetis, pupuk kandang, pupuk hijau (azola), dan pupuk
kompos (daun lamtoro) masing- masing 2 polibag
Tutup kembali polybag yang telah dicampur bahan organik dengan tanah
Penjelasan :
Langkah pertama pada praktikum pembuatan media dan pengomposan bahan
organik adalah meyiapkan polibag ukuran 5 kg sebanyak 10 kantong, kemudian di
beri label nama kelompok, dan nama asisten. Pelabelan dilakukan agar lebih udah
dalam pengamatan dan kontrol setiap minggu. Polybag yang telah tersedia
dimasukkan ke dalam greenhouse dan di isi dengan media tanam berupa tanah
sebanyak setengah isi kantong polybag. Setelah itu, ditambahkan pupuk sintetis,
pupuk kandang, pupuk hijau (azola) dan pupuk kompos (lamtoro) sesuai dengan
perlakuan kelompok kecil. Masing-masing perlakuan pupuk dilakukan sebanyak dua
polibag dengan cara dibenamkan di dalam tanah yang terdapat pada polybag.
Sebelumnya lamtoro dan kotoran sapi yang telah mengalami pengomposan ditimbang
terlebih dahulu yaitu berturut-turut sebesar 99,4 gr dan 127 gr. Langkah terakhir, yaitu
menutup kembali bahan organik yang telah ditambahkan pada tanah dalam polybag
dengan menggunakan tanah yang berasal dari polybag itu sendiri. perlakuan
penutupan polybag dilakukan ditujuakn untuk mempercepat proses pengomposan
secara anaerob.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, K. A., A. Napoleon dan N. Ghofar., 2005. Biologi Tanah. Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Konova, M.M. 1961. Soil Organic Matter. Oxford : Pergamon Press.
Lehman. 1997. Pertanian organik punya prospek cerah. Jagad Majalah Ilmiah Universitas Jenderal Sudirman(Unsoed). Vol (1), no. 1.
Lotter, DW.2003. Organic Agriculture, Jurnal Sustain Agriculture, Volume 21 No. 4, 2003.
Nurbaity, A., Heerdiyantoro, D., dan Mulyani, O., 2009. Pemanfaatan Bahan Organik sebagai Bahan Pembawa Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula. Jurnal Biologi XIII (1): 17-11.
Stevenson, F.T. (1982) Humus Chemistry : Genesis, composition, reactions. 2end ed. New York : John Wiley and Sons.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan Biota Tanah untuk Keberlanjutan Produktivitas Pertanian Lahan Kering Masam. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 1(2), 2008: 157-163. Transmedia Global Wacana: Yogyakarta.