pengaturan sistem pertanian organik di propinsi …

42
1 LAPORAN PENELITIAN PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI BALI PENELITI: Made Nurmawati,S.H., M.H. PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

Upload: others

Post on 24-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

1

LAPORAN PENELITIAN

PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK

DI PROPINSI BALI

PENELITI:

Made Nurmawati,S.H., M.H.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 2: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

2

Page 3: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

3

RINGKASAN

Pertanian konvensional yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat

membawa berbagai dampak terhadap kesehatan dan lingkungan, hal ini sebagai akibat

pemenfaatan zat-zat kimia/unorganik yang berbahaya bagi kesehatan dan merusak tanah.

Pemerintah Daerah Propinsi Bali telah mencanangkan Propinsi Bali sebagai “island organic”

dan telah membuat berbagai kebijakan seperti Simantri ( sistem pertanian terintegrasi).

Pemerintah pusat juga telah membuat landasan hukum untuk melaksanakan hal tersebut

diantaranya: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian

Organik, dan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029, yang mencanangkan tentang

pelaksanaan sitem pertanian organik di Propinsi Bali. Hanya saja Untuk implementasi

peraturan perundang-undangan tersebutdi Bali belum ada, dan hanya 1 kabupaten di Bali yang

memiliki Perda sistem pertanian organik yakni Kabupaten Jembrana. Peraturan Daerah tentang

Sistem Pertanian Organik perlu dibentuk untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-

undangan diatasnya, menyelenggarakan pemerintahan daerah sesuai dengan kebutuhan daerah

dan juga untuk memberikan kepastian hukum serta perlindungan bagi masyarakat.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normative, yakni meneliti bahan-bahan

hukum primer, secunder dan tertier. Penelitian ini difokuskan pada pengkajian terhadap

pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali melalui pembentukan Perda. Pendekatan

yang dipergunakan adalah penedekatan perundang-undangan, pendekatan konsep. Bahan

hukum yang dikumpulkan diolah dengan metode interpretasi, kemudian dianalisis secara

induktif kualitatif.

Dalam penelitian ini dilakukan penelusuran terhadap konsep-konsep, teori-teori dan

asas-asas yang berkaitan dengan sistem pertanian organik . Hal ini untuk menjelaskan

bagaimana mengatur Perda Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali dari segi teknis dan

materi yang diatur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengatur persoalan pertanian organik

nantinya perlu memperhatikan landasan pemikiran baik secara filosofis,sosiologis dan yuridis

dari Perda yang akan disusun. Secara filosifis memperhatikan visi dan misi propinsi Bali,

Secara sosiologis adalah keinginan masyarakat untuk hidup dan lingkungan yang sehat, serta

landasan yuridisnya adalah telah adanya peraturan perundang-undangan diatasnya yang

mengatur sistem pertanian organik. Selain itu dari segi substansi /materi perda yang dibentuk

sesuai dengan teknik dalam UU No.12 Tahun 2011 dan juga mengatur Ketentuan Umum, Asas,

Tujuan, dan Sasaran, Perencanaan Sistem Pertanian Organik, Pengadaan Saproktan dan

Produk Pertanian Organik, Penyelenggaraan Sistem Pertanian Organik, Kelembagaan,

Budidaya Pertanian Organik, Sarana Produksi dan Pengolahan, Sertifikasi, Pemberian Insentif,

Pelabelan Produk Pertanian Organik, Produk Organik Asal Pemasukan, Pemasaran Produk

Pertanian Organik, pembiayaan dan Pembinaan dan Pengawasan,serta sanksi.

Kata Kunci: Pengaturan, Sistem Pertanian Organik, Propinsi Bali.

Page 4: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

4

PRAKARTA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya

laporan akhir penelitian Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali berhasil

diselesaikan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menelusuri, mengungkapkan dan

menganalisis permasalahan terkait pengaturan sistem pertanian organik . Penelitian

didahului dengan melakukan penelusuran terhadap peraturan-peraturan yang dibuat serta

kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pertanian organik . Kemudian

disusun instrumen penelitian, pengumpulan bahan, identifikasi masalah, analisis data. Tahap

berikutnya adalah pembahasan dan menyimpulkan hasil penelitian serta melaporkan

pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai luaran.

Dengan selesainya laporan ini, sudah sepatutnya diucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas penelitian.

2. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan F H UNUD dan para

wakil dekan yang telah memfasilitisi penelitian ini.

3. Bapak dan Ibu tenaga kependidikan di FH UNUD dan LPPM Unud yang telah

berpartisipasi dalam persiapan dan penyelesaian proses administrasi penelitian ini.

4. Para penulis yang karya tulisnya diacu sebagai referensi dalam menyusun laporan

penelitian.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu yang telah berkontribusi

dalam pelaksanaan dan pelaporan penelitian ini.

6. Besar harapan kami agar hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi Unud,

khususnya bagi dosen dan mahasiswa, aparatur pemerintah daerah, dan masyarakat.

Akhirnya, mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan laporan penelitian ini.

Denpasar, 1 Nopember 2018

Peneliti.

Page 5: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

5

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ 1

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... 2

RINGKASAN ........................................................................................................... 3

PRAKATA ................................................................................................................ 4

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 5

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 6

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 10

1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 10

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 10

1.5. Metode Penelitian ............................................................................................ 10

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

2.1. Pengertian Sistem Pertanian Organik .................................................................. 12

2.2. Prinsip Negara Hukum dan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan...... 16

2.3. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peraturan Desa ................................... 19

BAB III : PEMBAHASAN

3.1. Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali.............................................................. 22

3.2. Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis Pembentukan Peraturan Daerah........ 23

3.3. Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali ......................................... 32

BAB IV : PENUTUP

4.1. Simpulan............................................................................................................... 41

4.2. Saran ...................................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 42

Page 6: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kesadaran tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis

(pupuk non organik) yang terdapat dalam pertanian dewasa ini menjadikan pertanian organik

menarik perhatian masyarakat baik di tingkat internasional, nasional maupun lokal serta

produsen maupun konsumen. Kesadaran akan kesehatan maupun lingkungan telah mengubah

pola kehidupan masyarakat dari model pertanian konvensional yang dikenal selama ini menjadi

model pertanian organik, hal ini sudah tentu mendorong meningkatnya permintaan produk

organik.

Syarat suatu produk pertanian akan memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat

maka produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan

nutrisi tinggi (nutritional attributes), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).1 Hal

tersebut dapat ditemukan dalam produk pertanian organik. Menurut para pakar pertanian barat,

arti pertanian organik adalah penerapan hukum pengembalian “Low of return” yang berarti

suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik kedalam tanah,

baik kedalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan

untuk memberi makan pada tanaman. Filisofi yang melandasi pertanian organik adalah prinsip

memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah akan menyediakan makanan bagi

tanaman secara langsung. 2

Ditingkat Internasional permintaan produk organik terus meningkat, seperti yang

ditunjukkan dari data badan sertifikasi produk organik Biocert pada tahun 2010, pasar organik

dunia mencapai 70,2 milyar US dollar, makanan, maupun minuman mencapai 38,6 milyar US

1 http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3880 2 https://www.indonesiastudents.com/pengertian-pertanian-organik-menurut-para-ahli/

Page 7: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

7

dollar pada tahun 2006, atau meningkat dua (2) kali lipat dibandingkan dengan tahun 2000

sebesar 18 milyar US dollar, dimana Eropa dan Amerika Serikat menjadi pasar utama produk

organik, serta pasar Asia diperkirakan mencapai 780 juta US dollar di tahun 2006. Pasar produk

organik Asia berada di Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.3 Hal ini tidak

terlepas dari meningkatnya kesadaran umat manusia akan kesehatan manusia dan lingkungan.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar

untuk bersaing di pasar internasional hal ini mengingat Indonesia memiliki berbagai

keunggulan komparatif antara lain: (i) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka

untuk mengembangkan sistem pertanian organik, (ii) teknologi untuk mendukung pertanian

organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida

hayati dan lain-lain.4 Keunggulan lainnya adalah memiliki sumber daya manusia yang cukup

besar serta produk pertanian yang sangat beragam. Hanya saja meskipun Indonesia memiliki

keunggulan tersebut namun perkembangan pertanian organik sangat lambat, hal ini akibat pola

pikir masyarakat yang masih enggan untuk beralih dari pertanian konvensional ke pertanian

organik dengan berbagai macam alasan dan berbagai kendala yang dihadapi, antara lain

kendala pasar, minat konsumen dan pemahaman terhadap produk organik, proses sertifikasi

yang dianggap berat oleh petani baik dari segi anggaran/biaya yang dikeluarkan maupun dari

segi proses yang harus dilakukan mulai proses persiapan lahan sampai pada pemasaran.

Sejak Tahun 2010 pemerintah telah mencanangkan berbagai kebijakan dalam

pengembangan pertanian organik seperti ‘Go Organic 2010’, dan mengeluarkan berbagai

peraturan hukum terkait pertanian organik seperti: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992

tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang

3 Musa Hubeis, Hardiana Widyastuti, Nur Hadi Wijaya , Prospek Cerah Produksi Sayuran Organik

Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani, Risalah Kebijakan Pertanian Dan Lingkungan Vol. 1 No. 2, Agustus 2014: 110-115, Issn : 2355-6226

4 Ibid http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3880

Page 8: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

8

Standardisasi Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik dan beberapa peraturan

lainnya yang terkait. Upaya pengembangan pertanian organik dilakukan keberbagai wilayah di

Indonesia dan salah satunya adalah Propinsi Bali.

Propinsi Bali adalah merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia.

Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" Lintang Selatan dan 114°25'53"

- 115°42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau Bali di tengah-tengah terbentang

pegunungan yang memanjang dari barat ke timur.

Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas fisiknya adalah

sebagai berikut:

Utara : Laut Bali

Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)

Selatan : Samudera Indonesia

Barat :Selat Bali (Propinsi Jawa Timur)

Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota,

yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli,

Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Secara administratif

Provinsi Bali terbagi atas 8 kabupaten, 1 kotamadya, 55 kecamatan, dan 701 desa/kelurahan.5

Selain Pulau Bali Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa

Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau

Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total

wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529 km.6

Ada banyak sumber daya alam Bali yang memiliki potensi untuk terus dikembangkan,

dimana dengan kondisi alam yang masih sangat terjaga maka dari itu banyak hal yang masih

dapat dikembangkan untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakat maupun negara.

5 https://id.wikipedia.org/wiki/Bali 6 http://www.baliprov.go.id/v1/geographi

Page 9: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

9

Selain sektor pariwisata yang merupakan sektor paling favorit yang ada di Bali, potensi sumber

daya alam yang bisa dimaksimalkan kembali salah satunya adalah sektor pertanian. Luas

persawahan di Bali mencapai 81.210 hektar. Adapun area persawahan terluas terletak di daerah

Kabupaten Tabanan yang mencapai kurang lebih 22.490 hektar. Maka tidak mengherankan

kalau daerah Tabanan mendapatkan julukan lumbung berasnya Bali. Peringkat kedua diduduki

oleh wilayah Gianyar yang memiliki luas lahan persawahan 14.856 hektar. Adapun Denpasar

menduduki peringkat terakhir dengan memiliki luas lahan hanya 2.768 hektar.7 Propinsi Bali

juga adalah merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memilki potensi kepariwisataan

yang sangat besar, kekayaan alam seni budaya dan adat istiadatnya. Pariwisata di daerah Bali

merupakan sektor paling maju dan berkembang, tetapi masih berpeluang untuk dikembangkan

lebih modern dengan memperhatikan aspek kesehatan dan lingkungan.

Atas dasar potensi tersebut pemerintah Propinsi Bali melakukan berbagai upaya untuk

mengembangkan pertanian organik secara bertahap menuju Bali sebagai pulau organik. Hal ini

sebagai upaya dan langkah untuk mempertahankan alam dan budaya agraris Bali secara

berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Bali menggerakan masyarakat untuk menerapkan sistem

pertanian organik sesuai yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor

16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029.

Meskipun pengaturan tentang pertanian organik telah diatur dalam hukum nasional, dan juga

dalam Perda tentang tata ruang wilayah Bali, namun Bali belum memiliki payung hukum

(perda) yang secara khusus mengatur tentang sistem pertanian organik di Propinsi Bali. Di

berbagai kabupaten yang ada di Bali juga belum memiliki perda kabupaten tentang sistem

pertanian organik. Satu-satunya kabupaten yang telah memiliki adalah Kabupaten Jembrana

dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pengembangan

Pertanian Organik di Kabupaten Jembrana.

7 http://kulturbangsaindonesia.blogspot.co.id/2016/10/potensi-sumber-daya-alam-bali-yang.html

Page 10: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

10

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini

adalah:

1. Apa landasan hukum pengaturan sistem pertanian organik ?

2. Bagaimana pengaturan tentang sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini pada dasarnya hendak mengkaji apa landasan hukum sistem pertanian organik

serta pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali

1.3.2.Tujuan Khusus

1.Menjelaskan landasan hukum sistem pertanian organik

2.Menemukan dan menjelaskan bagaimana pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi

Bali

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1.Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan keilmuan khususnya

terhadap kajian tentang sistem pertanian organik .

1.4.1.Manfaat Praktis

Diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak yang

berkepentingan dalam upaya pembangunan politik hukum yang berkaitan dengan

pembentukan peraturan perundang-undangan, khususnya sistem pertanian organik.

1.5.Metode Penelitian

1.5.1. Jenis Penelitian

Page 11: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

11

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan penelitian hukum

normative, dimana penelitian hukum normative menurut Jhony Ibrahim8 adalah penelitian

yang mencoba untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

normatifnya. Penelitian hukum normative mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu

aspek teori, sejarah,filosofi,perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi,

konsistensi,formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang dan Bahasa hukum yang

digunakan dan tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya.

5.2.Metode Pendekatan

Ada beberapa metode pendekatan yang dikenal dalam penelitian hukum normative

yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual

approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan analitis (analytical

approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis

(historitical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach), dan pendekatan kasus

(case approach)9. Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa cara pendekatan untuk

manganalisa permasalahan, sebagaimana dikemukakan oleh Cambell and Glasson bahwa;

“there is no single technique that is magically “right” for all problem” , 10

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (the statute approach), yang dilakukan dengan menelaah peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah legislasi, antara lain Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102

Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik

Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik dan

beberapa peraturan lainnya yang terkait.. Pendekatan analisis konsep hukum (legal analytical

8 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, : Bayu Media Publishing,

Malang, 2005,hlm.57 9 Peter Mahmud Marzuki; Metodologi Penelitian Hukum, 2000;93-137 10 Jhony Ibrahim, Ibid,hlm.52

Page 12: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

12

conceptual approach), dilakukan dengan menelaah konsep-konsep yang berkaitan dengan

masalah Perdes . Pendekatan filsafat dilakukan dengan menelaah secara mendalam politik

hukum dari peraturan desa serta dengan memberikan pendasaran secara filosofis tentang

peraturan desa tersebut.

1.5.3.Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, secunder dan

tertier.(Suryono Soekanto;1986;52). Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No.12 Tahun 2014

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang No.23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem

Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi

Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik Peraturan Daerah Kabupaten

yang terkait dengan substansi, serta peraturan desa. Selain itu juga akan digunakan Peraturan

Daerah Provinsi Bali tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029

Bahan hukum secunder diperoleh dari dokumen atau bahan hukum seperti hail

penelitian terdahulu, buku-buku/karya tulis para akhli hukum yang relevan dengan masalah

yang diteliti. Bahan hukum tertier, yaitu kamus bahasa dan kamus hukum untuk memperjelas

pengertian yang berkaitan dengan penelitian ini.

.Selain bahan hukum tersebut maka digunakan juga bahan hukum informative, yakni

berupa informasi mengenai Peraturan Desa untuk memperjelas atau mengklarifikasi bahan

hukum primer. Bahan hukum juga diperoleh dengan jalan electronic research, yakni melalui

penelusuran di internet dengan jalan mengcopy (download) website tertentu. Keunggulan

dalam pemakaian internet antara lain: efesien, tanpa batas (without boundry), terbuka selama

Page 13: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

13

24 jam, interaktif dan terjalin dalam sekejap (hyperlink).11 Moris L.Cohen dan Kent C Olson

menyatakan bahwa: “In recent years, of course more and more material has become available

electronically. The computer has not, however, replaced the book and the astute reasercher

knows how to take advanteges of both media. Electronic research has significantly affected the

process of legal research.12

1.5.4.Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum diawali dengan kegiatan inventarisasi. Bahan hukum

dikumpulkan dengan studi dokumentasi, yakni dengan melakukan pencatatan terhadap sumber

bahan hukum primer dan secunder, dan kemudian dilakukan identifikasi terhadap bahan hukum

primer dan secunder. Selanjutnya dilakukaninventarisasi bahan-bahan hukum yang relevan

dengan cara pencatatan atau pengutipan .

Bahan hukum informative diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat yang

terkait dengan penelitian pejabat dilingkungan Pemerintahan serta Pejabat Desa berkaitan

dengan masalah system pertanian organik.

Analisis terhadap bahan hukum yang telah dikumpulkan akan dianalisis secara

deskriptif - evaluative, artinya memaparkan, menafsirkan, menjelaskan, menilai dan

menganalisa asas, norma atau kaidah-kaidah yang berkaitan dengan sistem pertanian organik,

untuk menemukan konsep-konsep hukum yang dapat dipergunakan dalam menyusun perda

sistem pertanian organik yang ideal khususnya dalam masyarakat yang mengenal adanya

aturan hukum lain yang hidup di dalam masyarakat seperti awig-awig di Bali.

1.5.5.Metode Analisa Bahan Hukum

Analisa bahan hukum dilakukan dengan hermeneuka hukum, yang artinya adalah

metode interprestasi atas teks-teks hukum atau metode memahami terhadap suatu naskah

11 Budi Agus Riwandi; Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Jogyakarta, 2006,hlm 325-326. 12 Moris L Cohen, hlm.8

Page 14: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

14

normative. Senada dengan hal itu L.B.Curson mengartikan interpretasi sebagai pemberian

makna pada kata-kata dalam peraturan perundang-undangan (interpretation refers generally to

the assigning of meaning to words in statute).13 Interpretasi yang digunakan adalah

interpretasi gramatika dengan cara menemukan pengertian-pengertian, konsep yang terdapat

dalam kamus. Selain itu dipergunakan pula interpretasi sistematis, sejarah, teleologis dan

kontruksi hukum.

13 LB. Curzon, 1975, Yurisprudence, M&E Handbooks, Mac Donald and Evans, Ltd., Estover, Plymouth

PL6 7PZ,hlm.253.

Page 15: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1.Pengertian Sistem Peratian Organik.

Ada beberapa difinisi tentang pertanian organik maupun sistem pertanian organik yang

dikemukakan oleh para sarjana maupun yang terdapat di dalam peraturan perundang-

undangan. Menurut Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) , Pertanian

organik didefinisikan sebagai " sistem produksi pertanian yang mempromosikan lingkungan,

sosial dan ekonomi produksi makanan dan serat, serta tidak termasuk penggunaan pupuk

sintetis, pestisida, zat pengatur tumbuh, pakan ternak danzat tambahan, serta organisme

rekayasa genetika”. Sedangkan menurut Wikipedia , Pertanian organik diartikan sebagai

sistem budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan

kimia sintetis. Pengolahan pertanian organik didasarkan pada

prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan.14 Yang dimaksud dengan prinsip:

1. kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus

memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan

manusia sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan

tidak terpisahkan.

2. Siklus dan sistem ekologi kehidupan, artinya bahwa pertanian organik juga harus

memperhatikan keadilan baik antar manusia maupun dengan makhluk hidup lain di

lingkungan.

3. Perlindungan, artinya bahwa untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan

pengelolaan yang berhati-hati dan bertanggungjawab melindungi kesehatan dan

kesejahteraan manusia baik pada masa kini maupun pada masa depan.15

14 https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian_organik 15 https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian_organik

Page 16: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

16

Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang

Sistem Pertanian Organik , dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: Sistem Pertanian Organik

adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan

kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi

tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih

mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan

mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal

tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak

menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.

Dari difinisi tersebut terlihat bahwa tujuan sistem pertanian organik adalah untuk

meningkatkan agroekosistem meliputi produk pertanian maupun lingkungan dengan tidak

menggunakan bahan-bahan kimia/sintetis/non organik. Sedangkan menurut tujuan yang hendak

dicapai dalam penggunaan sistem pertanian organik antara lain:

1. mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan

jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta hewan;

2. memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan

kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta

memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan

3. memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. Pertanian organik menurut

IFOAM merupakan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk

buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Pertanian

organik di sisi lain juga berusaha meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna,

dan manusia

2.2. Prinsip Negara Hukum dan pembentukan Peraturan Perundang-undangan

2.2.1. Negara Hukum

Indonesia adalah merupakan sebah negara hukum. Hal tersebut telah ditegaskan

dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan :”Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Page 17: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

17

Makna dari ketentuan tersebut adalah adalah bahwa hukumlah yang pertama-tama dianggap

sebagai pemimpin bukan orang, “the Rule of Law, and not of man”, Orang bisa berganti tetapi

hukum sebagai sustu sistem diharapkan tetap tegak sebagai acuan dan pegangan bersama.16

Sebagai sebuah negara hukum maka hukum memegang peranan yang penting dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala tindakan pemerintah maupun masyarakat harus

berdasarkan hukum yang berlaku. Konsep negara hukum bagi Negara RI adalah negara hukum

Pancasila. Negara hukum Pancasila menurut Padmo Wahyono adalah; suatu kehidupan

berkelompok bangsa Indonesia, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh

keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas dalam arti

merdeka,berdaulat,bersatu, adil dan makmur, yang didasarkan hukum baik yang tertulis

maupun tidak tertulis sebagai wahana untuk ketertiban dan kesejahtraan dengan fungsi

pengayoman dalam arti menegakkan demokrasi,perikemanusiaan, dan keadilan social.17

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mewujudkan tegaknya negara hukum

yakni: elemen instrument hukum; elemen institusi hukum yang perlu ditata kembali tugas,

fungsi dan mekanisme kerjanya; elemen sistem kepemimpinan, aparat atau pejabat hukum serta

profesi hukum yang menjadi pangkal tolak pembangunan sistem hukum yang efektif; dan

elemen tradisi hukum dan budaya hukum masyarakat . 18 Dengan demikian maka salah satu

element yg penting dalam rangka mewujudkan Negara hukum adalah elemen instrument

hukum. Instrument hukum dapat dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis. Instrumen hukum

yang tertulis yakni peraturan perundang-undangan.

16 Jimly Assidiqie, 2000, Reformasi Menuju Indonesia Baru:Agenda Restrukturisasi Organisasi

Negara,Pembaruan Hukum, dan Keberdayaan Masyarakat Madani, Makalah disampaikan dalam Forum Kongres Mahasiswa Indonesi sedunia I, di Chicago, Amerika Serikat, tanggal 28 Oktober

17 Padmo Wahyono, 1989, Pembangunan Hukum di Indonesing bera, Ind-Hill,Jakarta, hlm.153-159 18 Jimly Assidqy,loc cit

Page 18: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

18

2.2.2. Peraturan Perundang-undangan

Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2 UU

No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) adalah:

peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau

ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan

dalam Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian untuk dapat disebut sebagai sebuah

peraturan perundang-undangan harus memenuhi unsur yaitu: harus terttulis,berisi norma

hukum, ditetapkan oleh lembaga/pejabat yang berwenang , dengan prosedur tertentu. Tidak

dipenuhinya unsur-unsur tersebut dapat mengakibatkan peraturan tersebut batal demi hukum

atau dapat dibatalkan.

Ada beberapa jenis peraturan perundang-undangan yang ditentukan dalam Pasal 7(1)

UUP3 yaitu:

a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Susunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7(1) UUP3 tersebut menunjukan suatu

hierachi, dimana peraturan yang diatas harus menjadi dasar bagi yang dibawahnya dan yang

dibawah tidak boleh bertentangan dengan yang diatas. Dalam membentuk peraturan tersebut

harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

Asas-asas tersebut bukan merupakan suatu norma hukum, tetapi merupakan

pertimbangan etik yang dituangkan dalam norma hukum. Asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan ini penting untuk dipahami dan diterapkan, karena dapat terjadi

pembentuk peraturan perundang-undangan berdasarkan kepentingan sesaat, sesuai dengan

kepentingan politik tertentu, tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya

asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas umum

administrasi publik yang baik ( general principles of good administration ).

Page 19: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

19

Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

menegaskan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Selain asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam

Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011, juga terdapat asas-asas terkait dengan materi muatan peraturan

perundang-undangan yang terdapat dalam Pasal 6 UU No.12 Tahun 2011 yakni:

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;

d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Dalam penyusunan suatu rancangan peraturan peraturan perundang-undangan harus

memperhatikan asas-asas tersebut baik dari segi teknik pembentukan maupun dari segi materi

muatannya, dan juga landasan dalam pembentukannya baik secara filosofis, sosiologis dan

yuridis, serta bahasa yag baik sehungga dapat terbentuk peraturan perundang-undangan yang

baik ( good legislation ).

2.2.3. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah

Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa: Negara Kesatuan

Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan

daerah, yang diatur dengan undan-gundang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelas

wilayah Indonesia terbagi-bagi menjadi wilayah Propinsi dan Kabupaten/kota. Undang-

Undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah adalah Undang-undang yang mengatur

adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran

Page 20: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

20

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5587 ) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679 ). Yang dimaksud dengan

pemerintahan daerah menurut Pasal 1 angka 2 UU No.23 Tahun 2014 adalah: penyelenggaraan

urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut

asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah kepala

daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom (Pasal 1 angka 3).

Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, pemerintahan daerah berhak

menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan

tugas pembantuan. Menurut Kapusluhkum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perda

memiliki beberapa fungsi yakni: pertama, sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan

otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana amanat UUD RI Tahun 1945 dan Undang-

Undang tentang Pemerintahan Daerah; kedua, sebagai penampung kekhususan dan keragaman

daerah, serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah. Namun, pengaturannya tetap dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Ketiga, berfungsi sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah; dan

Fungsi yang keempat, adalah sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi. 19

19 https://saepudinonline.wordpress.com/2013/05/01/fungsi-perda-dalam-peraturan-perundang-

undangan/

Page 21: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

21

Propinsi Bali sebagai salah satu bagian dari pemerintahan daerah di Indonesia juga

mempunyai hak dan kewenangan untuk mengatur wilayahnya berdasarkan prinsip otonomi

dan juga berhak membuat Peraturan Daerah dalam rangka mengatur dan menyelenggarakan

pemerintahan di daerah. Pasal 1 angka 25 UU No.23 Tahun 2014 menyebutkan Peraturan

Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda

Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-

undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan

bersama Gubernur (Pasal 1 angka 7 UUP3).

Sementara itu dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah juga harus

memperhatikan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam

Pasal 58 UU No.23 Tahun 2014 yang berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan

negara yang terdiri atas: a.kepastian hukum; b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan

umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; i.

efektivitas; dan j. Keadilan. Sementara itu yang merupakan urusan pemerintahan Pasal 9 ayat

(1) UU 23 Tahun 2014 menentukan “Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan

absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum”. Urusan

pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi

Daerah. Salah satu urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 ayat ( 2 ) adalah berkaitan dengan pangan.

Urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah khususnya daerah

Propinsi Bali inilah yang penjabarannya dapat diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali.

Salah satu kewenangan yang dapat dibentuk oleh pemeritah daerah Propinsi Bali adalah

membentuk Perda Propinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik.

Page 22: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

22

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali

Salah satu kewenangan yang hendak diwujudkan oleh pemerintah Propinsi Bali adalah

mewujudkan Bali sebagai `Organic Island` dengan mengiplementasikan program sistem

pertanian terintegrasi (Simantri)," Masyarakat Bali mulai mengembangkan pertanian

organik dengan mengaplikasikan metode "system of rice intensification" (SRI). Pertanian

SRI organik adalah metode budi daya tanaman yang intensif dan efisien melalui proses

manajemen perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, air dan tanaman. Dsertai pula

pemberdayaan kearifan lokal melalui penggunaan bahan-bahan alamiah dan pengoptimalan

peranan dan fungsi bahan organik tanah20

Menurut Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distan) Provinsi Bali pada tahun ini

mengembangkan 16 desa organik percontohan, sebagai upaya untuk mengintensifkan

pengembangan pertanian organik. Ke-16 desa yang dikembangkan tersebut terbagi dalam

tiga kriteria yakni pertanian organik padi, sayur-sayuran dan buah-buahan. 16 desa organik

percontohan, meliputi enam desa organik berbasis padi di Desa Berambang, Sulangai,

Mengani, Peninjauan, Sambangan dan Aan, ada lima desa organik berbasis sayuran di Desa

Sulangai, Plaga, Lukluk, Sangeh dan Kerta, serta lima desa organik berbasis buah-buahan

di Desa Buana Giri, Bebandem, Jungutan, Amerta Buana dan Mambal.21

Implementasi Simantri dimulai tahun 2009 pada 10 lokasi percontohan Gapoktan Simantri di

7 kabupaten. Perkembangan Simantri 2009-2013 telah mencapai 400 lokasi, dari target 1000

lokasi Simantri tahun 2018 di 9 kabupaten/kota.22 Diharapkan jika ke 50 model SIMANTRI

yang merupakan proyek Percontohan dapat dikembangkan lagi bagi desa-desa lainnya di bali

20 https://bali.antaranews.com/berita/83377/bali-kembangkan-pertanian-organik-metode-sri 21 https://www.beritasatu.com/nasional/385474-bali-kembangkan-16-desa-percontohan-pertanian-

organik.html 22 http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3816

Page 23: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

23

maka mambangun desa secara berkelanjutan dengan target peningkatan pendapatan petani,

terwujudnya program Bali Organik dan Bali Mandara akan dapat direalisasikan.

Meskipun telah banyak program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah daerah

Propinsi Bali melalui program-program tersebut, sayangnya Propinsi Bali tidak memiliki

payung hukum berupa perda yang mengatur tentang sistem pertanian organik di Propinsi Bali.

Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa Perda adalah merupakan penjabaran dari peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga perlu dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi propinsi Bali guna memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat maupun

pelaku pertanian organik.

Guna mewujudkan hal tersebut pembentukan Perda Propinsi Bali tentang Sistem

Pertanian Organikadalah suatu keniscayaa.

3.2. Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan Peraturan Daerah sistem

Pertanian Organik

Pada dasarnya, suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat begitu

saja dibentuk dan disahkan hingga diberlakukan. Pembentukan peraturan

perundang-undangan termasuk Perda harus dilakukan sesuai prosedur yang ada.

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Sifat suatu

peraturan Perundang-undangan yang bersifat tertulis, dibuat/ditetapkan oleh

pejabat yang berwenang, memuat norma hukum dan berlaku umum, dan dalam

pembentukannya harus memperhatikan landasan-landasan yang menjadi dasar

bagi keberadaan dan kekuatannya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka

suatu Peraturan Perundang-undangan yang baik setidaknya memiliki tiga landasan,

yakni landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis. Landasan

tersebut juga termuat didalam pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali

tentang Sistem Pertanan Organik.

Page 24: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

24

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis adalah pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu

menuangkan suatu masalah ke dalam Peraturan Perundang-undangan ( Jazim

Hamidi; 2008:114 ). Ketentuan angka 19 Lampiran II UU No. 12 tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menentukan bahwa unsur filosofis

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan

hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah

bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD Tahun 1945 ).

Berdasarkan pemahaman akan hal tersebut, maka dalam pembentukan

Peraturan Perundang-undangan di Indonesia harus berlandaskan pandangan

filosofis Pancasila, yakni :

1. Nilai-nilai religiusitas bangsa Indonesia yang terangkum dalam Sila Ke-Tuhanan

Yang Maha Esa;

2. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila Kemanusiaan yang

Adil dan Beradab; 3. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum nasional

seperti yang terdapat dalam sila Persatuan Indonesia; 4. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; dan

5. Nilai-nilai keadilan – baik individu maupun sosial – seperti yang tercantum

dalam Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.23

Dalam pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali mengenai Sistem

Pertanian Organik, landasan filosofis yang sesuai untuk dijadikan dasar

penyusunan adalah dengan melihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam UUD

Tahun 1945 sebagaimana dituangkan dalam alinea ke IV Pembukaan UUD Tahun

1945, yakni untuk mewujudkan kesejahtraan masyarakat Indonesia. Dalam

23 Hestu Cipto Handoyo, ibid, hlm 65-66.

Page 25: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

25

pembentukan peraturan daerah di Propinsi Bali, nilai-nilai tersebut dijabarkan

kedalam visi dan misi Provinsi Bali dalam penyelenggaraan pemerintahan. Visi yang

hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Provinsi Bali adalah BALI MANDARA yakni “Terwujudnya Bali yang Maju, Aman,

Damai dan Sejahtera”. Dengan memperhatikan Visi tersebut serta memperhatikan

perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan

datang, diharapkan Bali tetap eksis dalam menghadapi gempuran pengaruh global

sebagai akibat dari perkembangan pariwisata di Bali. Penjabaran makna dari Visi

tersebut adalah:

1. Bali Maju adalah Bali yang dinamis, Bali yang terus bergerak menurut

dinamika pergerakan dan perkembangan dunia. Bali yang senantiasa bergerak dan maju dengan tetap menjunjung kesucian dan keiklasan demi

tegaknya dharma. Bali yang maju adalah Bali yang harus tetap “metaksu” yang senantiasa meningkatkan kualitas dirinya sebagai daerah tujuan wisata

yang handal, berkharisma dan religious. Bali yang maju adalah Bali yang modern menurut ukuran dan tuntutan nilai-nilai universal yang tidak

menyimpang dan atau bertentangan dengan nilai-nilai agama Hindu (Bali)

serta adat istiadat Bali. Kemodernan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan peradaban sebagai masyarakat yang berada di perkampungan

dunia yang terbuka. 2. Bali Aman adalah Bali yang “dabdab” teratur sekala niskala. Bali yang

memiliki keseimbangan antara korelasi kebutuhan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam

lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhan nya sejalan dengan konsep Tri Hita Karana. Bali yang aman adalah Bali yang terhindar dari

ancaman intervensi virus-virus ideology yang bertentangan dengan Tri Hita

Karana seperti : terorisme, anarkhisme dan virus non traditional threat lainnya yang mewarnai jaman Kali.

3. Bali Damai adalah Bali yang diselimuti atmosfir kesejukan lahir batin serta selalu dalam kondisi “tis” dan kondusif. Bali damai adalah Bali yang

menggambarkan adanya komunitas masyarakat Bali, baik di perkotaan maupun pelosok pedesaan yang kental dengan suasana “briyag-briyug,

pekedek pakenyem”. Hal tersebut sebagai indikator optimisme masyarakat

dalam menatap masa depan yang menjanjikan. 4. Bali Sejahtera adalah adalah Bali yang Sukerta Sekala Niskala, sebagai

akumulasi diperolehnya kemajuan, keamanan, dan kedamaian.

Sedangkan Misi Provinsi Bali adalah :

1. Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu, Dinamis, Maju dan Modern.

2. Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta Bebas dari

Berbagai Ancaman.

3. Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Batin.

Page 26: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

26

Arah Kebijakan Pembangunan untuk melaksanakan Misi ke-3 ( “ Mewujudkan Bali

yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Bathin” ) , meliputi beberapa program utama

diantaranya adalah Pertanian yang meliputi :

1. Mengembangkan pertanian yang tangguh

2. Memberikan insentip bagi petani, berupa keringanan pajak, subsidi pupuk, kredit, terutama pada jalur hijau dan kawasan wisata

3. Kerjasama penelitian dan pengembangan budidaya dan pasca panen

pertanian 4. Mensinergikan pembangunan pertanian dengan pariwisata melalui

kerjasama dan kemitraan

Selain itu juga mewujudkan “ketahanan pangan” yakni dengan meningkatkan peran sektor

pertanian dalam memperkokoh Ketahanan Pangan, optimalisasi pengelolaan SDA & SDM

Bali, penguatan kelembagaan.24 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali Tahun 2013-2018 .

Falsafah Tri Hita Karana sebagaimana ditegaskan dalam penjabaran visi pemerintah

Propinsi Bali itu sesunguhnya merupakan simplifikasi atau rangkuman nilai dari Falsafah

Pancasila yang diterapkan dalam wilayah yang lebih sempit dari wilayah Negara yakni di

wilayah Propinsi Bali . Hal ini disebabkan karena adanya kekhususan sistem keagamaan yang

dianut oleh bagian terbesar penduduk Bali yakni Agama Hindu.

Ketiga hubungan dalam falsafah Tri Hita Karana yakni Hubungan Manusia dengan

Tuhannya tercakup dalam nilai ketuhanan yang Maha Esa dari Falsafah Pancasila, hubungan

manusia dengan manusia telah mencakup nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai

persatuan Indonesia dan nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan dari Falsafah Pancasila. Sementara hubungan manusia dengan

lingkungan mencakup nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena spirit yang

terkandung didalamnya menghargai benda-benda disekitar manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan.

24 http://www.baliprov.go.id/v1/visimisi,

Page 27: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

27

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dalam pembentukan peraturan daerah tentang

Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali, nilai falsafah Tri Hita Karana tersebut harus

diperhatikan dan hendaknya menjadi landasan filosofis dalam pembentukannya. Dengan

demikian maka apa yang menjadi tujuan negara sebagaimana ditentukan dengan tegas dalam

Pembukaan UUD Tahun 1945 yakni masyarakat yang adil dan makmur serta penjabaran visi

dan misi Propinsi Bali yang berupaya untuk memantapkan pelaksanaan otonomi daerah

dengan mewujudkan kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa ( Good Governance &

Clean Government ), serta mewujudkan kesejahtraan masyarakat di Propinsi Bali akan segera

menjadi kenyataan.

B. Landasan Sosiologis

Berdasarkan Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 mengenai sistematika Naskah

Akademik, landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan

bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

Dijelaskan juga bahwa landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai

perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Menurut Moh. Mahfud MD terkait landasan sosiologis pembentukan peraturan

perundang-undangan, mengemukakan bahwa karakter produk hukum yang responsif/populis

adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat.

Dalam proses pembuatannya memberikan peranan yang besar dan partisipasi kelompok-

kelompok sosial atau individu dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan

kelompok sosial atau individu dalam masyarakat. Dalam penyusunan peraturan perundang-

undangan dalam hal ini penyusunan Peraturan Daerah, pertimbangan mengenai keadaan

sosiologis masyarakat di tempat keberlakuan produk hukum itu menjadi sangat penting.

Kondisi masyarakat di Propinsi Bali merupakan dasar pertimbangan sosiologis dalam

pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik. Di Bali selain

Page 28: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

28

terkenal akan pemandangan alamnya juga terkenal sebagai daerah dengan sistem pertanian

organik terbaik. “ back to nature “ adalah slogan yang sedang menjadi trend dikalangan

masyarakat termasuk masyarakat di Bali. Seiring dengan meningkatnya kesadaran, taraf hidup,

kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat , maka keinginan akan gaya hidup sehat di

masyarakat , menyebabkan permintaan akan produk pertanian organik dan ramah lingkungan

semakin meningkat. Disisi lain meningkatnya animo masyarakat terhadap produk pertanian

organik dan upaya sosialisasi tentang manfaat pertanian organik yang dilakukan oleh

pemerintah dan pemerhati pertanian organik mendorong semakin bertambahnya jumlah pelaku

usaha pertanian organik dan meningkatnya permintaan akan produk organik.25 Hal tersebut

tentu merupakan hal yang positif karena menunjukkan kesadaran masyarakat akan kesehatan

dan lingkungan yang baik semakin tinggi.

Daerah Bali juga memiliki konsumen bahan organik yang sangat banyak mengingat

Bali sebagai daerah wisata cukup banyak turis asing maupun dalam negeri yang datang ke Bali

tiap tahunnya. Kebutuhan akan sayuran organik, buah organik hingga ke daging organik terus

meningkat baik yang berasal dari dalam maupun luar pulau bali sendiri. Hanya saja

persoalannya belum ada landasan hukum yang ada untuk membangun sistem pertanian organik

yang ramah lingkungan di Propinsi Bali.

C. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan landasan hukum ( yuridische gelding) yang menjadi dasar

kewenangan ( bevoegheid, competence ) pembentukan peraturan perundang-undangan

termasuk Perda. Dalam Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan landasan yuridis adalah

pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

25 http://distantp.baliprov.go.id/pertanian-organik-sebagai-sistem-pertanian-

berkelanjutan.

Page 29: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

29

mengatasi masalah hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan

yang ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa

keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan

substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan perundang-undangan yang

baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan

yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-

Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau

peraturannya memang sama sekali belum ada.

Landasan yuridis dibedakan ke dalam landasan yuridis formal dan landasan yuridis

material. Landasan yuridis formal melihat apakah pejabat atau badan mempunyai dasar hukum

kewenangan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Sedangkan landasan yuridis

material menunjuk kepada materi muatan tertentu yang harus dimuat dalam suatu peraturan

perundang-undangan tertentu.26

Dengan demikian Perda agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektifitas

serta diterima oleh masyarakat, maka dalam pembentukannya harus memenuhi beberapa

persyaratan yuridis. Persyaratan yuridis yang harus dipenuhi adalah:27

1. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang .

Jika persyaratan ini tidak terpenuhi maka peraturan perundang-undangan tersebut akan

batal demi hukum (van rechtswegenietig) sehingga peraturan perundang-undangan itu

akan dianggap tidak ada dan segala akibatnya batal secara hukum.

2. Adanya kesesuaian bentuk/jenis Peraturan Perundang-undangan dengan materi muatan

yang akan diatur.

3. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan.

4. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya.

26 Rasjidi Rangga Widjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, 1998.hlm 43-45). 27 Hestu Cipto Handojo; Prinsip-prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik, Universitas Atma

Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 2012.hlm 75-76

Page 30: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

30

Terkait kewenangan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, maka

kewenangannya diatur berdasarkan pada Pasal 18 UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa:

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota

itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Selanjutnya untuk kewenangan pembentukan perda diatur dalam Pasal 18 ayat ( 6 ) yang

menyebutkan bahwa: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

Guna melaksanakan ketentuan Pasal 18 UUD Tahun 1945 dikeluarkanlah UU No.23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dirubah dengan UU No.2 Tahun

2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi

Undang-Undang ( Lembaran Negara RI Tahun 2015 Nomor 24, TLN RI No.5657 ) dan

terakhir dengan UU No.9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No.23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara 2015 No.58, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679 ). Dalam Pasal 236 ayat ( 2 ) UU tersebut

ditentukan bahwa Perda dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah.

Sebelum ditetapkan akan diproses melalui prosedur dan tata cara pembentukan yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan serta akan didasarkan pada Peraturan

Perundang-undangan di atasnya yang terkait dengan pengaturan sistem pertanian organik.

Selain ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut landasan yuridis

material sistem pertanian organik ditemukan juga dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang

Sistem budidaya tanaman. Yang dimaksud dengan sistem budidaya tanaman adalah sistem

pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan

modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan

manusia secara lebih baik.

Peran pemerintah/pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mewujudkan apa yang

menjadi tujuan negara secara umum maupun tujuan dari pengaturan sistem budidaya tanaman.

Dalam Pasal 58 ayat (1) UU ini sudah ditentukan bahwa, Pemerintah dapat menyerahkan

sebagian urusan di bidang budidaya tanaman kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam ayat ( 2 ) disebutkan bahwa,

Pemerintah dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tugas

Page 31: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

31

pembantuan di bidang budidaya tanaman. Ketentuan penyerahan sebagian urusan

sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan pemerintah yang mengatur tentang hal tersebut adalah Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan,

Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota ( Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4737 ). Dalam Pasal 7 ditentukan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu

urusan wajib yang harus dijalankan oleh Pemerintahanan Daerah termasuk pemerintah daerah

Propinsi Bali . Sedangkan kelautan dan perikanan; pertanian; kehutanan; energi dan sumber

daya mineral; merupakan urusan pilihan, tetapi secara nyata ada dan berpotensi untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena itu harus dijalankan oleh Pemerintahanan

Daerah.

Sebagai peraturan pelaksana UU No.12 Tahun 1992 yang khusus mengatur tentang

Sistem Pertanian Organik adalah Permentan No. 64 Tahun 2013 Tentang Sistem Pertanian

Organik. Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan sistem pertanian

organik, dan dalam pelaksanaan Sistem Pertanian Organik berpedoman pada SNI Sistem

Pangan Organik. Tujuan ditetapkannya peraturan ini adalah : untuk mengatur pengawasan

organik Indonesia; memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari

peredaran produk organik yang tidak memenuhi persyaratan; memberikan kepastian usaha

bagi produsen produk organik; membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel

dan mampu telusur; memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian

lingkungan; dan . meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian

Khusus untuk Pemerintah Daerah Provinsi Bali, pemerintah daerah telah berupaya untuk

menggerakan masyarakat untuk menerapkan sistem pertanian organik, sesuai yang tertuang

dalam Peraturan Daerah ( Perda ) Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029. Salah satu isi dari Perda tersebut adalah

dilakukannya pengembangan sistem pertanian organik di seluruh wilayah dicapai dalam

periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali.

Dengan demikian secara yuridis material substansi Sistem Pertanian Organik

dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut diatas, dimana guna lebih

menjamin kepastian hukum dari sistem pertanian organik di wilayah Provinsi perlu

membentuk Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik, lebih-lebih

secara yuridis material substansi peraturan daerah yang mengatur tentang Sistem Pertanian

Organik di Provinsi Bali selama ini belum ada. Berdasarkan pada hal tersebut maka Peraturan

Page 32: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

32

Daerah Provinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik penting untuk dibentuk karena telah

memenuhi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.

3.3. Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali

Dalam UU No.23 Tahun 2014 Pasal 96 (1) disebutkan bahwa DPRD provinsi

mempunyai fungsi: a. pembentukan Perda provinsi; b. anggaran; dan c. pengawasan.

Selanjutnya dalam Pasal 101 (1) menyebutkan bahwa DPRD provinsi mempunyai tugas dan

wewenang: a. membentuk Perda Provinsi bersama gubernur. Dengan demikian dalam rangka

pembentukan Perda Sistem Pertanian Organik kewenangan untuk mengusulkan dapat berasal

dari DPRD dan Gubernur/Kepala Daerah Propinsi Bali. Ketentuan senada dapat dilihat dalam

Pasal 236: (1) yang menyebutkan : Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas

Pembantuan, Daerah membentuk Perda. (2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah. (3) Perda sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan: a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan

Tugas Pembantuan; dan b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi. (4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat

memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Atas dasar hal tersebut pengaturan Sistem Pertanian Organik dipropinsi Bali dapat

dilakukan melalui pembuatan Perda, yang harus memuat syarat sebagaimana dijabarkan dalam

UU No.12 Tahun2011 maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri No.80 Tentang Produk

Hukum Daerah. Kedua peraturan tersebut telah menentukan syarat formal dan material

pembentukan Perda. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum,

peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah , pelaksanaan pembangunan dan

peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat melalui Sistem Pertanian Organik, sehingga

dapat mewujudkan kesehatan masyarakat serta mempercepat peningkatan kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan kualitas hidup masyarakat Bali.

Page 33: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

33

Dari segi materi muatan Perda Sistem Pertanian Organik ,Secara garis besar,

ketentuan normatif dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang

Pedoman Pembentukan Produk Hukum Daerah telah menggariskan tentang kerangka dan

materi muatan pada bab V. Untuk kerangka Perda tentang Sistem Pertanian Organik ini adalah:

Judul

2 Konsidran a

b

.

Menimbang :

Mengingat :

3 Batang Tubuh Yang direncanakan meliputi :

BAB I I KETENTUAN UMUM

II ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP

III PERENCANAAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK

IV PENGADAAN SAPROKTAN DAN PRODUK PERTANIAN

ORGANIK

V PENYELENGGARAAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK

VI KELEMBAGAAN

VII BUDIDAYA PERTANIAN ORGANIK

VIII SARANA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN

IX SERTIFIKASI

X PEMBERIAN INSENTIF

XI PELABELAN PRODUK PERTANIAN ORGANIK

XII PRODUK ORGANIK ASAL PEMASUKAN

XIII PEMASARAN PRODUK PERTANIAN ORGANIK

XIV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

XV PEMBIAYAAN

Page 34: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

34

XVI SANKSI ADMINISTRATIF

XVII PENYIDIKAN

XVIIISANKSI PIDANA

XIX KETENTUAN PENUTUP

Untuk materi muatan perda Sistem Pertanian Organik terdiri dari uraian tentang : a.

ketentuan umum; b. materi yang akan diatur; c. ketentuan peralihan; dan d.Ketentuan Penutup.

Beberapa ruang lingkup Materi yang akan diuraikan dalam Materi Peraturan Daerah ini

adalah : Ketentuan Umum. Ketentuan umum berisi tentang definisi serta konsep konsep dasar

yang dipakai dalam perda tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Beberapa definisi

tersebut adalah:

1. Provinsi adalah Provinsi Bali.

2. Gubernur adalah Gubernur Bali.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali.

4. Daerah adalah Propinsi Bali.

5. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Bali.

6. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan daerah di bidang pertanian.

7. Sistem Pertanian Organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk

meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro ekosistem, termasuk keragaman

hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian Organik menekankan

penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input

Page 35: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

35

dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi

terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai

dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan

bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.

8. Tri Hita Karana adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang

membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan

Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi

sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.

9. Produk Organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar sistem

pangan Organik termasuk bahan baku pangan olahan Organik, bahan pendukung

Organik, Tanaman dan produk segar Tanaman, ternak dan produk peternakan, produk

olahan Tanaman, dan produk olahan ternak (termasuk non pangan).

10. Sarana produksi pertanian yang selanjutnya disebut Saprotan adalah adalah segala

jenis peralatan, perlengkapan dan fasilitas pertanian yang berfungsi sebagai alat

utama atau pembantu dalam pelaksanaan produksi pertanian.

11. Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah

diproduksi sesuai dengan standar produksi Organik dan disertifikasi oleh lembaga

sertifikasi resmi.

12. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang

berlaku secara nasional di Indonesia, yang dirumuskan oleh panitia teknis dan

ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).

13. SNI Sistem Pangan Organik adalah SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik dan

revisinya.

Page 36: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

36

14. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat KAN adalah lembaga

akreditasi nasional yang mempunyai tugas untuk memberikan akreditasi kepada

lembaga-lembaga sertifikasi dan laboratorium penguji/kalibrasi.

15. Lembaga Sertifikasi Organik yang selanjutnya disingkat LSO adalah lembaga yang

bertanggung jawab untuk mensertifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel

sebagai “Organik” adalah diproduksi, ditangani, dan diimpor menurut Standar

Nasional Indonesia Sistem Pangan Organik dan telah diakreditasi oleh Komite

Akreditasi Nasional. LSO tersebut bisa nasional maupun LSO asing yang

berkedudukan di Indonesia.

16. Sertifikasi adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga

sertifikasi yang diakui oleh pemerintah, memberikan jaminan tertulis atau yang setara

bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan sesuai dengan persyaratan yang

ditentukan.

17. Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki

seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang

dipersyaratkan;

18. Standar kompetensi kerja nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat SKKNI,

adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan

dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat

jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

19. Inspeksi adalah pemeriksaan pangan atau sistem yang digunakan untuk pengendalian

pangan, bahan baku, pengolahan, dan distribusinya, termasuk uji produk baik yang

dalam proses maupun produk akhirnya, untuk memverifikasi bahwa hal -hal tersebut

sesuai dengan persyaratan.

Page 37: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

37

20. Sarana Produksi adalah pupuk dan pestisida yang dipakai untuk sistem pertanian

Organik.

21. Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat BNSP adalah lembaga

independen yang dibentuk untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.

22. Lembaga Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat LSP adalah lembaga yang

melaksanakan kegiatan sertifikasi profesi yang telah memenuhi syarat dan telah

memperoleh lisensi dari BNSP

23. Lembaga Sertifikasi Profesi Pertanian Organik yang selanjutnya disingkat (LSP-PO)

adalah lembaga yang mendapat lisensi dari BNSP untuk melaksanakan sertifikasi

profesi pertanian organik

24. Lisensi adalah bentuk pengakuan dari BNSP kepada LSP untuk dapat melaksanakan

sertifikasi kompetensi kerja atas nama BNSP.

25. Profesi adalah bidang pekerjaan yang memiliki kompetensi yang diakui oleh

masyarakat.

26. Label Pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar,

tulisan kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan,

dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.

27. Pelabelan Organik adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan, cetakan

atau gambar berisi keterangan/identitas produk tersebut yang tertera pada label, yang

menyertai produk pangan, atau dipajang dekat dengan produk pangan, termasuk yang

digunakan untuk tujuan promosi penjualan.

28. Logo Organik Indonesia adalah lambang berbentuk lingkaran yang terdiri dari dua

bagian, bertuliskan “Organik Indonesia” disertai satu gambar daun di dalamnya yang

menempel pada huruf “G” berbentuk bintil akar.

Page 38: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

38

29. Produk Asal Hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang masih segar

dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika,

pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan

manusia.

30. Benih adalah Tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak

dan/atau mengembangbiakkan Tanaman.

31. Petani adalah setiap penduduk beserta keluarganya yang mengusahakan Lahan untuk

komoditas pangan pokok di Lahan Pertanian.

32. Gabungan Kelompok Tani yang selanjutnya disebut Gapoktan adalah, gabungan dari

kelompok petani.

33. Subak adalah, adalah organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata

Tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat

sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang.

34. Unit Usaha adalah petani, subak, gapoktan, kelompok tani, koprerasi tani , subak,

pelaku usaha, organisasi petani, orang perseorangan lainnya, atau perusahaan yang

melakukan usaha Organik, baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum

yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Provinsi Bali.

35. Pendamping/Fasilitator pertanian adalah sekelompok orang yang mendampingi,

memberi semangat, pengetahuan, bantuan, saran kepada unit usaha dalam

memecahkan masalah.

36. Tanaman adalah tumbuhan yang terdiri dari akar, batang, dan daun termasuk

didalamnya jamur, lumut, dan Tanaman air yang dibudidayakan dan berfungsi

sebagai bahan pangan,sandang,papan,bahan industri , dan obat-obatan.

37. Produk Tanaman adalah semua hasil yang berasal dari Tanaman yang masih segar

dan tidak mengalami proses pengolahan.

Page 39: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

39

38. Ternak adalah Hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil

pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan

pertanian.

39. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya

berada didalam lingkungan perairan.

40. Pupuk Organik adalah bahan yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri bahan

Organik yang berasal dari sisa Tanaman, hijauan Tanaman, kotoran hewan (padat

dan cair) kecuali yang berasal dari factory farming, berbentuk padat atau cair yang

telah mengalami proses dekomposisi dan digunakan untuk memasok hara Tanaman

dan memperbaiki lingkungan tumbuh Tanaman. Pupuk Organik sering juga disebut

kompos, istilah ini lebih dikenal luas karena telah digunakan oleh petani sejak jaman

dahulu. Terdapat beberapa istilah lain seperti pupuk hijau karena mengacu pada

bahan yang dipakai yaitu hijauan Tanaman seperti orok-orok, sesbania, azolla, turi,

pangkasan Tanaman pagar/alley cropping yang berasal dari Tanaman legume atau

kacang-kacangan.

41. Pengomposan adalah proses perombakan atau Pestisida untuk sistem pangan Organik

(pestisida nabati) adalah bahan pengendali organisme pengganggu Tanaman (OPT)

selain pestisida sintetis, yang terdiri dari bahan mineral/alami, seperti belerang

ataupun biopestisida yang terdiri dari pestisida botani (berasal dari tumbuh-

tumbuhan) dan pestisida dari agens hayati (zoologi) seperti jamur, bakteri, virus dan

mahluk hidup lainnya yang diformulasikan menjadi suatu formula atau sediaan yang

dapat digunakan sebagai pengendali OPT. Musuh alami seperti parasitoid dan

predator termasuk telur, cahaya, suara, panas, CO2, gas nitrogen ataupun bentuk

lainnya tidak termasuk dalam cakupan sediaan/formulasi pestisida untuk sistem

pertanian Organik, karena dapat langsung digunakan tanpa proses formulasi.

Page 40: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

40

Sedangkan untu Materi Pokok yang diatur, dapat memuat:Asas dalam Sistem pertanian

organik meliputi Asas kesehatan, Ekologi, Keadilan, Perlindungan, Manfaat, Kedaulatan,

Keterpaduan, Kebersamaan, Kemandirian. Keterbukaan, Efisiensi, Lestari, Kearifan lokal dan

Berkelanjutan, dan dengan berpedoman pada asas tersebut maka tujuan penyelenggaraan

sistem pertanian organik adalah :

a. mengatur pengawasan sistem pertanian organik ;

b. memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari peredaran produk

organik yang tidak memenuhi persyaratan;

c. memberikan kepastian usaha bagi produsen produk organik;

d. membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur;

e. memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan; dan

f. meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian.

Ruang lingkup pengaturan sistem pertanian organik dalam peraturan daerah ini

meliputi; Ketentuan Umum, Asas, Tujuan, dan Sasaran, Perencanaan Sistem Pertanian

Organik, Pengadaan Saproktan dan Produk Pertanian Organik, Penyelenggaraan Sistem

Pertanian Organik, Kelembagaan, Budidaya Pertanian Organik, Sarana Produksi dan

Pengolahan, Sertifikasi, Pemberian Insentif, Pelabelan Produk Pertanian Organik, Produk

Organik Asal Pemasukan, Pemasaran Produk Pertanian Organik, pembiayaan dan Pembinaan

dan Pengawasan.

Selain substansi tersebut Perauran daerah ini juga memuat sanksi administrasi yang

ditujukan kepada unit usaha yang tidak melaksanakan pertanian organik, serta ketentuan

peralihan dan penutup.

Page 41: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

41

BAB VI

PENUTUP

4.1. Simpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan:

1. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Propinsi Bali guna mewujudkan Bali sebagai

Organic Island misalnya melalui kegiatan Simantri yang sudah berlangsung sejak Tahun

2009. Namun meskipun banyak hal yang sudah dilakukan Propinsi Bali belum memiliki

payung hukum yang mengatur Sistem Pertanian Organik. Payung hukum dalam bentuk

Peraturan Daerah diperlukan guna menjamin kepastian hukum dan memberi perlindungan

kepada pelaku pertanian organik.

2. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan perda sistem pertanian

organik yakni melalui penyusunan naskah akademik dan pengkajian terhadap landasan

pembentukan perda sistem pertanian organik.

3. Pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali harus sesuai dengan visi dan misi

Propinsi Bali serta teknik pembentukan Perda. Secara substansial beberapa hal yang dapat

dimuat dalam perda antara lain: Ketentuan Umum, Asas, Tujuan, dan Sasaran, Perencanaan

Sistem Pertanian Organik, Pengadaan Saproktan dan Produk Pertanian Organik,

Penyelenggaraan Sistem Pertanian Organik, Kelembagaan, Budidaya Pertanian Organik,

Sarana Produksi dan Pengolahan, Sertifikasi, Pemberian Insentif, Pelabelan Produk

Pertanian Organik, Produk Organik Asal Pemasukan, Pemasaran Produk Pertanian

Organik, pembiayaan dan Pembinaan dan Pengawasan.

4.2. Saran

Perlu dilakukan pembentukan perda sistem pertanian organik, hal ini dimaksudkan untuk

merubah budaya atau cara pandang masyarakat akan pentingnya sistem pertanian organik,

serta memberikan jaminan kepastian hukum.

Page 42: PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI PROPINSI …

42

DAFTAR PUSTAKA

Assidiqie, Jimly,2000, Reformasi Menuju Indonesia Baru:Agenda Restrukturisasi Organisasi

Negara,Pembaruan Hukum, dan Keberdayaan Masyarakat Madani, Makalah

disampaikan dalam Forum Kongres Mahasiswa Indonesi sedunia I, di Chicago,

Amerika Serikat, tanggal 28 Oktober

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, J Kanisius, Yogyakarta,1995.

Ibrahim, Jhony, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, : Bayu Media

Publishing, Malang, 2005.

J.J.H.Brugink, Refleksi Tentang Hukum, : Citra Aditya Bakti, Bandung , 1996

LB. Curzon, 1979, Yurisprudence, M&E Handbooks, Mac Donald and Evans, Ltd., Estover,

Plymouth PL6 7PZ.

Mahmud Marzuki, Peter, 2005,Arti Penting Hermeneutik Dalam Penerapan Hukum, Pidato

Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum, Fakultas Hukum

Universitas Airlangga,Surabaya.

Padmo Wahyono, 1989, Pembangunan Hukum di Indonesing bera, Ind-Hill,Jakarta.

Rasjidi Rangga Widjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, 1998.

1 Hestu Cipto Handojo; Prinsip-prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik,

Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 2012.

Suryono Soekanto, 1986,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press s,Jakarta

http://www.baliprov.go.id/v1/visimisi

https://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Berkelanjutan

http://distantp.baliprov.go.id/pertanian-organik-sebagai-sistem-pertanian-berkelanjutan/

tanggal 1 Mei 2018

Ida Bagus Wisnuardhana. Diakses dari http://www.beritasatu.com/nasional/385474-bali-

kembangkan-16-desa-percontohan-pertanian-organik.html tanggal 30 April 2018