pengaturan sistem pertanian organik di propinsi …
TRANSCRIPT
1
LAPORAN PENELITIAN
PENGATURAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK
DI PROPINSI BALI
PENELITI:
Made Nurmawati,S.H., M.H.
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
2
3
RINGKASAN
Pertanian konvensional yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat
membawa berbagai dampak terhadap kesehatan dan lingkungan, hal ini sebagai akibat
pemenfaatan zat-zat kimia/unorganik yang berbahaya bagi kesehatan dan merusak tanah.
Pemerintah Daerah Propinsi Bali telah mencanangkan Propinsi Bali sebagai “island organic”
dan telah membuat berbagai kebijakan seperti Simantri ( sistem pertanian terintegrasi).
Pemerintah pusat juga telah membuat landasan hukum untuk melaksanakan hal tersebut
diantaranya: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian
Organik, dan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029, yang mencanangkan tentang
pelaksanaan sitem pertanian organik di Propinsi Bali. Hanya saja Untuk implementasi
peraturan perundang-undangan tersebutdi Bali belum ada, dan hanya 1 kabupaten di Bali yang
memiliki Perda sistem pertanian organik yakni Kabupaten Jembrana. Peraturan Daerah tentang
Sistem Pertanian Organik perlu dibentuk untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan diatasnya, menyelenggarakan pemerintahan daerah sesuai dengan kebutuhan daerah
dan juga untuk memberikan kepastian hukum serta perlindungan bagi masyarakat.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normative, yakni meneliti bahan-bahan
hukum primer, secunder dan tertier. Penelitian ini difokuskan pada pengkajian terhadap
pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali melalui pembentukan Perda. Pendekatan
yang dipergunakan adalah penedekatan perundang-undangan, pendekatan konsep. Bahan
hukum yang dikumpulkan diolah dengan metode interpretasi, kemudian dianalisis secara
induktif kualitatif.
Dalam penelitian ini dilakukan penelusuran terhadap konsep-konsep, teori-teori dan
asas-asas yang berkaitan dengan sistem pertanian organik . Hal ini untuk menjelaskan
bagaimana mengatur Perda Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali dari segi teknis dan
materi yang diatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengatur persoalan pertanian organik
nantinya perlu memperhatikan landasan pemikiran baik secara filosofis,sosiologis dan yuridis
dari Perda yang akan disusun. Secara filosifis memperhatikan visi dan misi propinsi Bali,
Secara sosiologis adalah keinginan masyarakat untuk hidup dan lingkungan yang sehat, serta
landasan yuridisnya adalah telah adanya peraturan perundang-undangan diatasnya yang
mengatur sistem pertanian organik. Selain itu dari segi substansi /materi perda yang dibentuk
sesuai dengan teknik dalam UU No.12 Tahun 2011 dan juga mengatur Ketentuan Umum, Asas,
Tujuan, dan Sasaran, Perencanaan Sistem Pertanian Organik, Pengadaan Saproktan dan
Produk Pertanian Organik, Penyelenggaraan Sistem Pertanian Organik, Kelembagaan,
Budidaya Pertanian Organik, Sarana Produksi dan Pengolahan, Sertifikasi, Pemberian Insentif,
Pelabelan Produk Pertanian Organik, Produk Organik Asal Pemasukan, Pemasaran Produk
Pertanian Organik, pembiayaan dan Pembinaan dan Pengawasan,serta sanksi.
Kata Kunci: Pengaturan, Sistem Pertanian Organik, Propinsi Bali.
4
PRAKARTA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya
laporan akhir penelitian Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali berhasil
diselesaikan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menelusuri, mengungkapkan dan
menganalisis permasalahan terkait pengaturan sistem pertanian organik . Penelitian
didahului dengan melakukan penelusuran terhadap peraturan-peraturan yang dibuat serta
kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pertanian organik . Kemudian
disusun instrumen penelitian, pengumpulan bahan, identifikasi masalah, analisis data. Tahap
berikutnya adalah pembahasan dan menyimpulkan hasil penelitian serta melaporkan
pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai luaran.
Dengan selesainya laporan ini, sudah sepatutnya diucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas penelitian.
2. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan F H UNUD dan para
wakil dekan yang telah memfasilitisi penelitian ini.
3. Bapak dan Ibu tenaga kependidikan di FH UNUD dan LPPM Unud yang telah
berpartisipasi dalam persiapan dan penyelesaian proses administrasi penelitian ini.
4. Para penulis yang karya tulisnya diacu sebagai referensi dalam menyusun laporan
penelitian.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu yang telah berkontribusi
dalam pelaksanaan dan pelaporan penelitian ini.
6. Besar harapan kami agar hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi Unud,
khususnya bagi dosen dan mahasiswa, aparatur pemerintah daerah, dan masyarakat.
Akhirnya, mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan laporan penelitian ini.
Denpasar, 1 Nopember 2018
Peneliti.
5
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................ 1
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... 2
RINGKASAN ........................................................................................................... 3
PRAKATA ................................................................................................................ 4
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 5
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 6
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 10
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 10
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 10
1.5. Metode Penelitian ............................................................................................ 10
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
2.1. Pengertian Sistem Pertanian Organik .................................................................. 12
2.2. Prinsip Negara Hukum dan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan...... 16
2.3. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peraturan Desa ................................... 19
BAB III : PEMBAHASAN
3.1. Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali.............................................................. 22
3.2. Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis Pembentukan Peraturan Daerah........ 23
3.3. Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali ......................................... 32
BAB IV : PENUTUP
4.1. Simpulan............................................................................................................... 41
4.2. Saran ...................................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 42
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kesadaran tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis
(pupuk non organik) yang terdapat dalam pertanian dewasa ini menjadikan pertanian organik
menarik perhatian masyarakat baik di tingkat internasional, nasional maupun lokal serta
produsen maupun konsumen. Kesadaran akan kesehatan maupun lingkungan telah mengubah
pola kehidupan masyarakat dari model pertanian konvensional yang dikenal selama ini menjadi
model pertanian organik, hal ini sudah tentu mendorong meningkatnya permintaan produk
organik.
Syarat suatu produk pertanian akan memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat
maka produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan
nutrisi tinggi (nutritional attributes), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).1 Hal
tersebut dapat ditemukan dalam produk pertanian organik. Menurut para pakar pertanian barat,
arti pertanian organik adalah penerapan hukum pengembalian “Low of return” yang berarti
suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik kedalam tanah,
baik kedalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan
untuk memberi makan pada tanaman. Filisofi yang melandasi pertanian organik adalah prinsip
memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah akan menyediakan makanan bagi
tanaman secara langsung. 2
Ditingkat Internasional permintaan produk organik terus meningkat, seperti yang
ditunjukkan dari data badan sertifikasi produk organik Biocert pada tahun 2010, pasar organik
dunia mencapai 70,2 milyar US dollar, makanan, maupun minuman mencapai 38,6 milyar US
1 http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3880 2 https://www.indonesiastudents.com/pengertian-pertanian-organik-menurut-para-ahli/
7
dollar pada tahun 2006, atau meningkat dua (2) kali lipat dibandingkan dengan tahun 2000
sebesar 18 milyar US dollar, dimana Eropa dan Amerika Serikat menjadi pasar utama produk
organik, serta pasar Asia diperkirakan mencapai 780 juta US dollar di tahun 2006. Pasar produk
organik Asia berada di Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.3 Hal ini tidak
terlepas dari meningkatnya kesadaran umat manusia akan kesehatan manusia dan lingkungan.
Pengembangan pertanian organik di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar
untuk bersaing di pasar internasional hal ini mengingat Indonesia memiliki berbagai
keunggulan komparatif antara lain: (i) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka
untuk mengembangkan sistem pertanian organik, (ii) teknologi untuk mendukung pertanian
organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida
hayati dan lain-lain.4 Keunggulan lainnya adalah memiliki sumber daya manusia yang cukup
besar serta produk pertanian yang sangat beragam. Hanya saja meskipun Indonesia memiliki
keunggulan tersebut namun perkembangan pertanian organik sangat lambat, hal ini akibat pola
pikir masyarakat yang masih enggan untuk beralih dari pertanian konvensional ke pertanian
organik dengan berbagai macam alasan dan berbagai kendala yang dihadapi, antara lain
kendala pasar, minat konsumen dan pemahaman terhadap produk organik, proses sertifikasi
yang dianggap berat oleh petani baik dari segi anggaran/biaya yang dikeluarkan maupun dari
segi proses yang harus dilakukan mulai proses persiapan lahan sampai pada pemasaran.
Sejak Tahun 2010 pemerintah telah mencanangkan berbagai kebijakan dalam
pengembangan pertanian organik seperti ‘Go Organic 2010’, dan mengeluarkan berbagai
peraturan hukum terkait pertanian organik seperti: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
3 Musa Hubeis, Hardiana Widyastuti, Nur Hadi Wijaya , Prospek Cerah Produksi Sayuran Organik
Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani, Risalah Kebijakan Pertanian Dan Lingkungan Vol. 1 No. 2, Agustus 2014: 110-115, Issn : 2355-6226
4 Ibid http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3880
8
Standardisasi Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik dan beberapa peraturan
lainnya yang terkait. Upaya pengembangan pertanian organik dilakukan keberbagai wilayah di
Indonesia dan salah satunya adalah Propinsi Bali.
Propinsi Bali adalah merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia.
Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" Lintang Selatan dan 114°25'53"
- 115°42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi Pulau Bali di tengah-tengah terbentang
pegunungan yang memanjang dari barat ke timur.
Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas fisiknya adalah
sebagai berikut:
Utara : Laut Bali
Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)
Selatan : Samudera Indonesia
Barat :Selat Bali (Propinsi Jawa Timur)
Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota,
yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli,
Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Secara administratif
Provinsi Bali terbagi atas 8 kabupaten, 1 kotamadya, 55 kecamatan, dan 701 desa/kelurahan.5
Selain Pulau Bali Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa
Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau
Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total
wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529 km.6
Ada banyak sumber daya alam Bali yang memiliki potensi untuk terus dikembangkan,
dimana dengan kondisi alam yang masih sangat terjaga maka dari itu banyak hal yang masih
dapat dikembangkan untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakat maupun negara.
5 https://id.wikipedia.org/wiki/Bali 6 http://www.baliprov.go.id/v1/geographi
9
Selain sektor pariwisata yang merupakan sektor paling favorit yang ada di Bali, potensi sumber
daya alam yang bisa dimaksimalkan kembali salah satunya adalah sektor pertanian. Luas
persawahan di Bali mencapai 81.210 hektar. Adapun area persawahan terluas terletak di daerah
Kabupaten Tabanan yang mencapai kurang lebih 22.490 hektar. Maka tidak mengherankan
kalau daerah Tabanan mendapatkan julukan lumbung berasnya Bali. Peringkat kedua diduduki
oleh wilayah Gianyar yang memiliki luas lahan persawahan 14.856 hektar. Adapun Denpasar
menduduki peringkat terakhir dengan memiliki luas lahan hanya 2.768 hektar.7 Propinsi Bali
juga adalah merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memilki potensi kepariwisataan
yang sangat besar, kekayaan alam seni budaya dan adat istiadatnya. Pariwisata di daerah Bali
merupakan sektor paling maju dan berkembang, tetapi masih berpeluang untuk dikembangkan
lebih modern dengan memperhatikan aspek kesehatan dan lingkungan.
Atas dasar potensi tersebut pemerintah Propinsi Bali melakukan berbagai upaya untuk
mengembangkan pertanian organik secara bertahap menuju Bali sebagai pulau organik. Hal ini
sebagai upaya dan langkah untuk mempertahankan alam dan budaya agraris Bali secara
berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Bali menggerakan masyarakat untuk menerapkan sistem
pertanian organik sesuai yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor
16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029.
Meskipun pengaturan tentang pertanian organik telah diatur dalam hukum nasional, dan juga
dalam Perda tentang tata ruang wilayah Bali, namun Bali belum memiliki payung hukum
(perda) yang secara khusus mengatur tentang sistem pertanian organik di Propinsi Bali. Di
berbagai kabupaten yang ada di Bali juga belum memiliki perda kabupaten tentang sistem
pertanian organik. Satu-satunya kabupaten yang telah memiliki adalah Kabupaten Jembrana
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pengembangan
Pertanian Organik di Kabupaten Jembrana.
7 http://kulturbangsaindonesia.blogspot.co.id/2016/10/potensi-sumber-daya-alam-bali-yang.html
10
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah:
1. Apa landasan hukum pengaturan sistem pertanian organik ?
2. Bagaimana pengaturan tentang sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini pada dasarnya hendak mengkaji apa landasan hukum sistem pertanian organik
serta pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali
1.3.2.Tujuan Khusus
1.Menjelaskan landasan hukum sistem pertanian organik
2.Menemukan dan menjelaskan bagaimana pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi
Bali
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1.Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan keilmuan khususnya
terhadap kajian tentang sistem pertanian organik .
1.4.1.Manfaat Praktis
Diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak yang
berkepentingan dalam upaya pembangunan politik hukum yang berkaitan dengan
pembentukan peraturan perundang-undangan, khususnya sistem pertanian organik.
1.5.Metode Penelitian
1.5.1. Jenis Penelitian
11
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan penelitian hukum
normative, dimana penelitian hukum normative menurut Jhony Ibrahim8 adalah penelitian
yang mencoba untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya. Penelitian hukum normative mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu
aspek teori, sejarah,filosofi,perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi,
konsistensi,formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang dan Bahasa hukum yang
digunakan dan tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya.
5.2.Metode Pendekatan
Ada beberapa metode pendekatan yang dikenal dalam penelitian hukum normative
yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual
approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan analitis (analytical
approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis
(historitical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach), dan pendekatan kasus
(case approach)9. Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa cara pendekatan untuk
manganalisa permasalahan, sebagaimana dikemukakan oleh Cambell and Glasson bahwa;
“there is no single technique that is magically “right” for all problem” , 10
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan (the statute approach), yang dilakukan dengan menelaah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah legislasi, antara lain Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102
Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik dan
beberapa peraturan lainnya yang terkait.. Pendekatan analisis konsep hukum (legal analytical
8 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, : Bayu Media Publishing,
Malang, 2005,hlm.57 9 Peter Mahmud Marzuki; Metodologi Penelitian Hukum, 2000;93-137 10 Jhony Ibrahim, Ibid,hlm.52
12
conceptual approach), dilakukan dengan menelaah konsep-konsep yang berkaitan dengan
masalah Perdes . Pendekatan filsafat dilakukan dengan menelaah secara mendalam politik
hukum dari peraturan desa serta dengan memberikan pendasaran secara filosofis tentang
peraturan desa tersebut.
1.5.3.Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, secunder dan
tertier.(Suryono Soekanto;1986;52). Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No.12 Tahun 2014
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang No.23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional Indonesia , Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang Sistem Pertanian Organik Peraturan Daerah Kabupaten
yang terkait dengan substansi, serta peraturan desa. Selain itu juga akan digunakan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029
Bahan hukum secunder diperoleh dari dokumen atau bahan hukum seperti hail
penelitian terdahulu, buku-buku/karya tulis para akhli hukum yang relevan dengan masalah
yang diteliti. Bahan hukum tertier, yaitu kamus bahasa dan kamus hukum untuk memperjelas
pengertian yang berkaitan dengan penelitian ini.
.Selain bahan hukum tersebut maka digunakan juga bahan hukum informative, yakni
berupa informasi mengenai Peraturan Desa untuk memperjelas atau mengklarifikasi bahan
hukum primer. Bahan hukum juga diperoleh dengan jalan electronic research, yakni melalui
penelusuran di internet dengan jalan mengcopy (download) website tertentu. Keunggulan
dalam pemakaian internet antara lain: efesien, tanpa batas (without boundry), terbuka selama
13
24 jam, interaktif dan terjalin dalam sekejap (hyperlink).11 Moris L.Cohen dan Kent C Olson
menyatakan bahwa: “In recent years, of course more and more material has become available
electronically. The computer has not, however, replaced the book and the astute reasercher
knows how to take advanteges of both media. Electronic research has significantly affected the
process of legal research.12
1.5.4.Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum diawali dengan kegiatan inventarisasi. Bahan hukum
dikumpulkan dengan studi dokumentasi, yakni dengan melakukan pencatatan terhadap sumber
bahan hukum primer dan secunder, dan kemudian dilakukan identifikasi terhadap bahan hukum
primer dan secunder. Selanjutnya dilakukaninventarisasi bahan-bahan hukum yang relevan
dengan cara pencatatan atau pengutipan .
Bahan hukum informative diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat yang
terkait dengan penelitian pejabat dilingkungan Pemerintahan serta Pejabat Desa berkaitan
dengan masalah system pertanian organik.
Analisis terhadap bahan hukum yang telah dikumpulkan akan dianalisis secara
deskriptif - evaluative, artinya memaparkan, menafsirkan, menjelaskan, menilai dan
menganalisa asas, norma atau kaidah-kaidah yang berkaitan dengan sistem pertanian organik,
untuk menemukan konsep-konsep hukum yang dapat dipergunakan dalam menyusun perda
sistem pertanian organik yang ideal khususnya dalam masyarakat yang mengenal adanya
aturan hukum lain yang hidup di dalam masyarakat seperti awig-awig di Bali.
1.5.5.Metode Analisa Bahan Hukum
Analisa bahan hukum dilakukan dengan hermeneuka hukum, yang artinya adalah
metode interprestasi atas teks-teks hukum atau metode memahami terhadap suatu naskah
11 Budi Agus Riwandi; Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Jogyakarta, 2006,hlm 325-326. 12 Moris L Cohen, hlm.8
14
normative. Senada dengan hal itu L.B.Curson mengartikan interpretasi sebagai pemberian
makna pada kata-kata dalam peraturan perundang-undangan (interpretation refers generally to
the assigning of meaning to words in statute).13 Interpretasi yang digunakan adalah
interpretasi gramatika dengan cara menemukan pengertian-pengertian, konsep yang terdapat
dalam kamus. Selain itu dipergunakan pula interpretasi sistematis, sejarah, teleologis dan
kontruksi hukum.
13 LB. Curzon, 1975, Yurisprudence, M&E Handbooks, Mac Donald and Evans, Ltd., Estover, Plymouth
PL6 7PZ,hlm.253.
15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.Pengertian Sistem Peratian Organik.
Ada beberapa difinisi tentang pertanian organik maupun sistem pertanian organik yang
dikemukakan oleh para sarjana maupun yang terdapat di dalam peraturan perundang-
undangan. Menurut Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) , Pertanian
organik didefinisikan sebagai " sistem produksi pertanian yang mempromosikan lingkungan,
sosial dan ekonomi produksi makanan dan serat, serta tidak termasuk penggunaan pupuk
sintetis, pestisida, zat pengatur tumbuh, pakan ternak danzat tambahan, serta organisme
rekayasa genetika”. Sedangkan menurut Wikipedia , Pertanian organik diartikan sebagai
sistem budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan
kimia sintetis. Pengolahan pertanian organik didasarkan pada
prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan.14 Yang dimaksud dengan prinsip:
1. kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus
memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan
manusia sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan
tidak terpisahkan.
2. Siklus dan sistem ekologi kehidupan, artinya bahwa pertanian organik juga harus
memperhatikan keadilan baik antar manusia maupun dengan makhluk hidup lain di
lingkungan.
3. Perlindungan, artinya bahwa untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan
pengelolaan yang berhati-hati dan bertanggungjawab melindungi kesehatan dan
kesejahteraan manusia baik pada masa kini maupun pada masa depan.15
14 https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian_organik 15 https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian_organik
16
Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/2013 Tentang
Sistem Pertanian Organik , dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: Sistem Pertanian Organik
adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan
kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi
tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih
mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan
mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal
tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak
menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.
Dari difinisi tersebut terlihat bahwa tujuan sistem pertanian organik adalah untuk
meningkatkan agroekosistem meliputi produk pertanian maupun lingkungan dengan tidak
menggunakan bahan-bahan kimia/sintetis/non organik. Sedangkan menurut tujuan yang hendak
dicapai dalam penggunaan sistem pertanian organik antara lain:
1. mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan
jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta hewan;
2. memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan
kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta
memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan
3. memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. Pertanian organik menurut
IFOAM merupakan sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk
buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Pertanian
organik di sisi lain juga berusaha meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna,
dan manusia
2.2. Prinsip Negara Hukum dan pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2.2.1. Negara Hukum
Indonesia adalah merupakan sebah negara hukum. Hal tersebut telah ditegaskan
dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan :”Negara Indonesia adalah negara hukum”.
17
Makna dari ketentuan tersebut adalah adalah bahwa hukumlah yang pertama-tama dianggap
sebagai pemimpin bukan orang, “the Rule of Law, and not of man”, Orang bisa berganti tetapi
hukum sebagai sustu sistem diharapkan tetap tegak sebagai acuan dan pegangan bersama.16
Sebagai sebuah negara hukum maka hukum memegang peranan yang penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala tindakan pemerintah maupun masyarakat harus
berdasarkan hukum yang berlaku. Konsep negara hukum bagi Negara RI adalah negara hukum
Pancasila. Negara hukum Pancasila menurut Padmo Wahyono adalah; suatu kehidupan
berkelompok bangsa Indonesia, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas dalam arti
merdeka,berdaulat,bersatu, adil dan makmur, yang didasarkan hukum baik yang tertulis
maupun tidak tertulis sebagai wahana untuk ketertiban dan kesejahtraan dengan fungsi
pengayoman dalam arti menegakkan demokrasi,perikemanusiaan, dan keadilan social.17
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mewujudkan tegaknya negara hukum
yakni: elemen instrument hukum; elemen institusi hukum yang perlu ditata kembali tugas,
fungsi dan mekanisme kerjanya; elemen sistem kepemimpinan, aparat atau pejabat hukum serta
profesi hukum yang menjadi pangkal tolak pembangunan sistem hukum yang efektif; dan
elemen tradisi hukum dan budaya hukum masyarakat . 18 Dengan demikian maka salah satu
element yg penting dalam rangka mewujudkan Negara hukum adalah elemen instrument
hukum. Instrument hukum dapat dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis. Instrumen hukum
yang tertulis yakni peraturan perundang-undangan.
16 Jimly Assidiqie, 2000, Reformasi Menuju Indonesia Baru:Agenda Restrukturisasi Organisasi
Negara,Pembaruan Hukum, dan Keberdayaan Masyarakat Madani, Makalah disampaikan dalam Forum Kongres Mahasiswa Indonesi sedunia I, di Chicago, Amerika Serikat, tanggal 28 Oktober
17 Padmo Wahyono, 1989, Pembangunan Hukum di Indonesing bera, Ind-Hill,Jakarta, hlm.153-159 18 Jimly Assidqy,loc cit
18
2.2.2. Peraturan Perundang-undangan
Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2 UU
No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) adalah:
peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian untuk dapat disebut sebagai sebuah
peraturan perundang-undangan harus memenuhi unsur yaitu: harus terttulis,berisi norma
hukum, ditetapkan oleh lembaga/pejabat yang berwenang , dengan prosedur tertentu. Tidak
dipenuhinya unsur-unsur tersebut dapat mengakibatkan peraturan tersebut batal demi hukum
atau dapat dibatalkan.
Ada beberapa jenis peraturan perundang-undangan yang ditentukan dalam Pasal 7(1)
UUP3 yaitu:
a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Susunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7(1) UUP3 tersebut menunjukan suatu
hierachi, dimana peraturan yang diatas harus menjadi dasar bagi yang dibawahnya dan yang
dibawah tidak boleh bertentangan dengan yang diatas. Dalam membentuk peraturan tersebut
harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Asas-asas tersebut bukan merupakan suatu norma hukum, tetapi merupakan
pertimbangan etik yang dituangkan dalam norma hukum. Asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan ini penting untuk dipahami dan diterapkan, karena dapat terjadi
pembentuk peraturan perundang-undangan berdasarkan kepentingan sesaat, sesuai dengan
kepentingan politik tertentu, tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya
asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas umum
administrasi publik yang baik ( general principles of good administration ).
19
Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
menegaskan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Selain asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam
Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011, juga terdapat asas-asas terkait dengan materi muatan peraturan
perundang-undangan yang terdapat dalam Pasal 6 UU No.12 Tahun 2011 yakni:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Dalam penyusunan suatu rancangan peraturan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan asas-asas tersebut baik dari segi teknik pembentukan maupun dari segi materi
muatannya, dan juga landasan dalam pembentukannya baik secara filosofis, sosiologis dan
yuridis, serta bahasa yag baik sehungga dapat terbentuk peraturan perundang-undangan yang
baik ( good legislation ).
2.2.3. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa: Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undan-gundang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelas
wilayah Indonesia terbagi-bagi menjadi wilayah Propinsi dan Kabupaten/kota. Undang-
Undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah adalah Undang-undang yang mengatur
adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran
20
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587 ) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679 ). Yang dimaksud dengan
pemerintahan daerah menurut Pasal 1 angka 2 UU No.23 Tahun 2014 adalah: penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah kepala
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom (Pasal 1 angka 3).
Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan. Menurut Kapusluhkum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perda
memiliki beberapa fungsi yakni: pertama, sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan
otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana amanat UUD RI Tahun 1945 dan Undang-
Undang tentang Pemerintahan Daerah; kedua, sebagai penampung kekhususan dan keragaman
daerah, serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah. Namun, pengaturannya tetap dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Ketiga, berfungsi sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah; dan
Fungsi yang keempat, adalah sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. 19
19 https://saepudinonline.wordpress.com/2013/05/01/fungsi-perda-dalam-peraturan-perundang-
undangan/
21
Propinsi Bali sebagai salah satu bagian dari pemerintahan daerah di Indonesia juga
mempunyai hak dan kewenangan untuk mengatur wilayahnya berdasarkan prinsip otonomi
dan juga berhak membuat Peraturan Daerah dalam rangka mengatur dan menyelenggarakan
pemerintahan di daerah. Pasal 1 angka 25 UU No.23 Tahun 2014 menyebutkan Peraturan
Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda
Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan
bersama Gubernur (Pasal 1 angka 7 UUP3).
Sementara itu dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah juga harus
memperhatikan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam
Pasal 58 UU No.23 Tahun 2014 yang berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan
negara yang terdiri atas: a.kepastian hukum; b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan
umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; i.
efektivitas; dan j. Keadilan. Sementara itu yang merupakan urusan pemerintahan Pasal 9 ayat
(1) UU 23 Tahun 2014 menentukan “Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan
absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum”. Urusan
pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi
Daerah. Salah satu urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 ayat ( 2 ) adalah berkaitan dengan pangan.
Urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah khususnya daerah
Propinsi Bali inilah yang penjabarannya dapat diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali.
Salah satu kewenangan yang dapat dibentuk oleh pemeritah daerah Propinsi Bali adalah
membentuk Perda Propinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik.
22
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali
Salah satu kewenangan yang hendak diwujudkan oleh pemerintah Propinsi Bali adalah
mewujudkan Bali sebagai `Organic Island` dengan mengiplementasikan program sistem
pertanian terintegrasi (Simantri)," Masyarakat Bali mulai mengembangkan pertanian
organik dengan mengaplikasikan metode "system of rice intensification" (SRI). Pertanian
SRI organik adalah metode budi daya tanaman yang intensif dan efisien melalui proses
manajemen perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, air dan tanaman. Dsertai pula
pemberdayaan kearifan lokal melalui penggunaan bahan-bahan alamiah dan pengoptimalan
peranan dan fungsi bahan organik tanah20
Menurut Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distan) Provinsi Bali pada tahun ini
mengembangkan 16 desa organik percontohan, sebagai upaya untuk mengintensifkan
pengembangan pertanian organik. Ke-16 desa yang dikembangkan tersebut terbagi dalam
tiga kriteria yakni pertanian organik padi, sayur-sayuran dan buah-buahan. 16 desa organik
percontohan, meliputi enam desa organik berbasis padi di Desa Berambang, Sulangai,
Mengani, Peninjauan, Sambangan dan Aan, ada lima desa organik berbasis sayuran di Desa
Sulangai, Plaga, Lukluk, Sangeh dan Kerta, serta lima desa organik berbasis buah-buahan
di Desa Buana Giri, Bebandem, Jungutan, Amerta Buana dan Mambal.21
Implementasi Simantri dimulai tahun 2009 pada 10 lokasi percontohan Gapoktan Simantri di
7 kabupaten. Perkembangan Simantri 2009-2013 telah mencapai 400 lokasi, dari target 1000
lokasi Simantri tahun 2018 di 9 kabupaten/kota.22 Diharapkan jika ke 50 model SIMANTRI
yang merupakan proyek Percontohan dapat dikembangkan lagi bagi desa-desa lainnya di bali
20 https://bali.antaranews.com/berita/83377/bali-kembangkan-pertanian-organik-metode-sri 21 https://www.beritasatu.com/nasional/385474-bali-kembangkan-16-desa-percontohan-pertanian-
organik.html 22 http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/3816
23
maka mambangun desa secara berkelanjutan dengan target peningkatan pendapatan petani,
terwujudnya program Bali Organik dan Bali Mandara akan dapat direalisasikan.
Meskipun telah banyak program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah daerah
Propinsi Bali melalui program-program tersebut, sayangnya Propinsi Bali tidak memiliki
payung hukum berupa perda yang mengatur tentang sistem pertanian organik di Propinsi Bali.
Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa Perda adalah merupakan penjabaran dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga perlu dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi propinsi Bali guna memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat maupun
pelaku pertanian organik.
Guna mewujudkan hal tersebut pembentukan Perda Propinsi Bali tentang Sistem
Pertanian Organikadalah suatu keniscayaa.
3.2. Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan Peraturan Daerah sistem
Pertanian Organik
Pada dasarnya, suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat begitu
saja dibentuk dan disahkan hingga diberlakukan. Pembentukan peraturan
perundang-undangan termasuk Perda harus dilakukan sesuai prosedur yang ada.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Sifat suatu
peraturan Perundang-undangan yang bersifat tertulis, dibuat/ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang, memuat norma hukum dan berlaku umum, dan dalam
pembentukannya harus memperhatikan landasan-landasan yang menjadi dasar
bagi keberadaan dan kekuatannya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka
suatu Peraturan Perundang-undangan yang baik setidaknya memiliki tiga landasan,
yakni landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis. Landasan
tersebut juga termuat didalam pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali
tentang Sistem Pertanan Organik.
24
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu
menuangkan suatu masalah ke dalam Peraturan Perundang-undangan ( Jazim
Hamidi; 2008:114 ). Ketentuan angka 19 Lampiran II UU No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menentukan bahwa unsur filosofis
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD Tahun 1945 ).
Berdasarkan pemahaman akan hal tersebut, maka dalam pembentukan
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia harus berlandaskan pandangan
filosofis Pancasila, yakni :
1. Nilai-nilai religiusitas bangsa Indonesia yang terangkum dalam Sila Ke-Tuhanan
Yang Maha Esa;
2. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab; 3. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum nasional
seperti yang terdapat dalam sila Persatuan Indonesia; 4. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; dan
5. Nilai-nilai keadilan – baik individu maupun sosial – seperti yang tercantum
dalam Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.23
Dalam pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali mengenai Sistem
Pertanian Organik, landasan filosofis yang sesuai untuk dijadikan dasar
penyusunan adalah dengan melihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam UUD
Tahun 1945 sebagaimana dituangkan dalam alinea ke IV Pembukaan UUD Tahun
1945, yakni untuk mewujudkan kesejahtraan masyarakat Indonesia. Dalam
23 Hestu Cipto Handoyo, ibid, hlm 65-66.
25
pembentukan peraturan daerah di Propinsi Bali, nilai-nilai tersebut dijabarkan
kedalam visi dan misi Provinsi Bali dalam penyelenggaraan pemerintahan. Visi yang
hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Bali adalah BALI MANDARA yakni “Terwujudnya Bali yang Maju, Aman,
Damai dan Sejahtera”. Dengan memperhatikan Visi tersebut serta memperhatikan
perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan
datang, diharapkan Bali tetap eksis dalam menghadapi gempuran pengaruh global
sebagai akibat dari perkembangan pariwisata di Bali. Penjabaran makna dari Visi
tersebut adalah:
1. Bali Maju adalah Bali yang dinamis, Bali yang terus bergerak menurut
dinamika pergerakan dan perkembangan dunia. Bali yang senantiasa bergerak dan maju dengan tetap menjunjung kesucian dan keiklasan demi
tegaknya dharma. Bali yang maju adalah Bali yang harus tetap “metaksu” yang senantiasa meningkatkan kualitas dirinya sebagai daerah tujuan wisata
yang handal, berkharisma dan religious. Bali yang maju adalah Bali yang modern menurut ukuran dan tuntutan nilai-nilai universal yang tidak
menyimpang dan atau bertentangan dengan nilai-nilai agama Hindu (Bali)
serta adat istiadat Bali. Kemodernan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan peradaban sebagai masyarakat yang berada di perkampungan
dunia yang terbuka. 2. Bali Aman adalah Bali yang “dabdab” teratur sekala niskala. Bali yang
memiliki keseimbangan antara korelasi kebutuhan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam
lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhan nya sejalan dengan konsep Tri Hita Karana. Bali yang aman adalah Bali yang terhindar dari
ancaman intervensi virus-virus ideology yang bertentangan dengan Tri Hita
Karana seperti : terorisme, anarkhisme dan virus non traditional threat lainnya yang mewarnai jaman Kali.
3. Bali Damai adalah Bali yang diselimuti atmosfir kesejukan lahir batin serta selalu dalam kondisi “tis” dan kondusif. Bali damai adalah Bali yang
menggambarkan adanya komunitas masyarakat Bali, baik di perkotaan maupun pelosok pedesaan yang kental dengan suasana “briyag-briyug,
pekedek pakenyem”. Hal tersebut sebagai indikator optimisme masyarakat
dalam menatap masa depan yang menjanjikan. 4. Bali Sejahtera adalah adalah Bali yang Sukerta Sekala Niskala, sebagai
akumulasi diperolehnya kemajuan, keamanan, dan kedamaian.
Sedangkan Misi Provinsi Bali adalah :
1. Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu, Dinamis, Maju dan Modern.
2. Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta Bebas dari
Berbagai Ancaman.
3. Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Batin.
26
Arah Kebijakan Pembangunan untuk melaksanakan Misi ke-3 ( “ Mewujudkan Bali
yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Bathin” ) , meliputi beberapa program utama
diantaranya adalah Pertanian yang meliputi :
1. Mengembangkan pertanian yang tangguh
2. Memberikan insentip bagi petani, berupa keringanan pajak, subsidi pupuk, kredit, terutama pada jalur hijau dan kawasan wisata
3. Kerjasama penelitian dan pengembangan budidaya dan pasca panen
pertanian 4. Mensinergikan pembangunan pertanian dengan pariwisata melalui
kerjasama dan kemitraan
Selain itu juga mewujudkan “ketahanan pangan” yakni dengan meningkatkan peran sektor
pertanian dalam memperkokoh Ketahanan Pangan, optimalisasi pengelolaan SDA & SDM
Bali, penguatan kelembagaan.24 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali Tahun 2013-2018 .
Falsafah Tri Hita Karana sebagaimana ditegaskan dalam penjabaran visi pemerintah
Propinsi Bali itu sesunguhnya merupakan simplifikasi atau rangkuman nilai dari Falsafah
Pancasila yang diterapkan dalam wilayah yang lebih sempit dari wilayah Negara yakni di
wilayah Propinsi Bali . Hal ini disebabkan karena adanya kekhususan sistem keagamaan yang
dianut oleh bagian terbesar penduduk Bali yakni Agama Hindu.
Ketiga hubungan dalam falsafah Tri Hita Karana yakni Hubungan Manusia dengan
Tuhannya tercakup dalam nilai ketuhanan yang Maha Esa dari Falsafah Pancasila, hubungan
manusia dengan manusia telah mencakup nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai
persatuan Indonesia dan nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dari Falsafah Pancasila. Sementara hubungan manusia dengan
lingkungan mencakup nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena spirit yang
terkandung didalamnya menghargai benda-benda disekitar manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan.
24 http://www.baliprov.go.id/v1/visimisi,
27
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dalam pembentukan peraturan daerah tentang
Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali, nilai falsafah Tri Hita Karana tersebut harus
diperhatikan dan hendaknya menjadi landasan filosofis dalam pembentukannya. Dengan
demikian maka apa yang menjadi tujuan negara sebagaimana ditentukan dengan tegas dalam
Pembukaan UUD Tahun 1945 yakni masyarakat yang adil dan makmur serta penjabaran visi
dan misi Propinsi Bali yang berupaya untuk memantapkan pelaksanaan otonomi daerah
dengan mewujudkan kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa ( Good Governance &
Clean Government ), serta mewujudkan kesejahtraan masyarakat di Propinsi Bali akan segera
menjadi kenyataan.
B. Landasan Sosiologis
Berdasarkan Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 mengenai sistematika Naskah
Akademik, landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
Dijelaskan juga bahwa landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai
perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
Menurut Moh. Mahfud MD terkait landasan sosiologis pembentukan peraturan
perundang-undangan, mengemukakan bahwa karakter produk hukum yang responsif/populis
adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat.
Dalam proses pembuatannya memberikan peranan yang besar dan partisipasi kelompok-
kelompok sosial atau individu dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan
kelompok sosial atau individu dalam masyarakat. Dalam penyusunan peraturan perundang-
undangan dalam hal ini penyusunan Peraturan Daerah, pertimbangan mengenai keadaan
sosiologis masyarakat di tempat keberlakuan produk hukum itu menjadi sangat penting.
Kondisi masyarakat di Propinsi Bali merupakan dasar pertimbangan sosiologis dalam
pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik. Di Bali selain
28
terkenal akan pemandangan alamnya juga terkenal sebagai daerah dengan sistem pertanian
organik terbaik. “ back to nature “ adalah slogan yang sedang menjadi trend dikalangan
masyarakat termasuk masyarakat di Bali. Seiring dengan meningkatnya kesadaran, taraf hidup,
kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat , maka keinginan akan gaya hidup sehat di
masyarakat , menyebabkan permintaan akan produk pertanian organik dan ramah lingkungan
semakin meningkat. Disisi lain meningkatnya animo masyarakat terhadap produk pertanian
organik dan upaya sosialisasi tentang manfaat pertanian organik yang dilakukan oleh
pemerintah dan pemerhati pertanian organik mendorong semakin bertambahnya jumlah pelaku
usaha pertanian organik dan meningkatnya permintaan akan produk organik.25 Hal tersebut
tentu merupakan hal yang positif karena menunjukkan kesadaran masyarakat akan kesehatan
dan lingkungan yang baik semakin tinggi.
Daerah Bali juga memiliki konsumen bahan organik yang sangat banyak mengingat
Bali sebagai daerah wisata cukup banyak turis asing maupun dalam negeri yang datang ke Bali
tiap tahunnya. Kebutuhan akan sayuran organik, buah organik hingga ke daging organik terus
meningkat baik yang berasal dari dalam maupun luar pulau bali sendiri. Hanya saja
persoalannya belum ada landasan hukum yang ada untuk membangun sistem pertanian organik
yang ramah lingkungan di Propinsi Bali.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan landasan hukum ( yuridische gelding) yang menjadi dasar
kewenangan ( bevoegheid, competence ) pembentukan peraturan perundang-undangan
termasuk Perda. Dalam Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan landasan yuridis adalah
pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk
25 http://distantp.baliprov.go.id/pertanian-organik-sebagai-sistem-pertanian-
berkelanjutan.
29
mengatasi masalah hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan
yang ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan perundang-undangan yang
baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan
yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-
Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau
peraturannya memang sama sekali belum ada.
Landasan yuridis dibedakan ke dalam landasan yuridis formal dan landasan yuridis
material. Landasan yuridis formal melihat apakah pejabat atau badan mempunyai dasar hukum
kewenangan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Sedangkan landasan yuridis
material menunjuk kepada materi muatan tertentu yang harus dimuat dalam suatu peraturan
perundang-undangan tertentu.26
Dengan demikian Perda agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektifitas
serta diterima oleh masyarakat, maka dalam pembentukannya harus memenuhi beberapa
persyaratan yuridis. Persyaratan yuridis yang harus dipenuhi adalah:27
1. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang .
Jika persyaratan ini tidak terpenuhi maka peraturan perundang-undangan tersebut akan
batal demi hukum (van rechtswegenietig) sehingga peraturan perundang-undangan itu
akan dianggap tidak ada dan segala akibatnya batal secara hukum.
2. Adanya kesesuaian bentuk/jenis Peraturan Perundang-undangan dengan materi muatan
yang akan diatur.
3. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan.
4. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
26 Rasjidi Rangga Widjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, 1998.hlm 43-45). 27 Hestu Cipto Handojo; Prinsip-prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik, Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 2012.hlm 75-76
30
Terkait kewenangan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, maka
kewenangannya diatur berdasarkan pada Pasal 18 UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa:
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Selanjutnya untuk kewenangan pembentukan perda diatur dalam Pasal 18 ayat ( 6 ) yang
menyebutkan bahwa: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.
Guna melaksanakan ketentuan Pasal 18 UUD Tahun 1945 dikeluarkanlah UU No.23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dirubah dengan UU No.2 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang ( Lembaran Negara RI Tahun 2015 Nomor 24, TLN RI No.5657 ) dan
terakhir dengan UU No.9 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No.23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara 2015 No.58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679 ). Dalam Pasal 236 ayat ( 2 ) UU tersebut
ditentukan bahwa Perda dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah.
Sebelum ditetapkan akan diproses melalui prosedur dan tata cara pembentukan yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan serta akan didasarkan pada Peraturan
Perundang-undangan di atasnya yang terkait dengan pengaturan sistem pertanian organik.
Selain ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut landasan yuridis
material sistem pertanian organik ditemukan juga dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang
Sistem budidaya tanaman. Yang dimaksud dengan sistem budidaya tanaman adalah sistem
pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan
modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan
manusia secara lebih baik.
Peran pemerintah/pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mewujudkan apa yang
menjadi tujuan negara secara umum maupun tujuan dari pengaturan sistem budidaya tanaman.
Dalam Pasal 58 ayat (1) UU ini sudah ditentukan bahwa, Pemerintah dapat menyerahkan
sebagian urusan di bidang budidaya tanaman kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam ayat ( 2 ) disebutkan bahwa,
Pemerintah dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tugas
31
pembantuan di bidang budidaya tanaman. Ketentuan penyerahan sebagian urusan
sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan pemerintah yang mengatur tentang hal tersebut adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737 ). Dalam Pasal 7 ditentukan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu
urusan wajib yang harus dijalankan oleh Pemerintahanan Daerah termasuk pemerintah daerah
Propinsi Bali . Sedangkan kelautan dan perikanan; pertanian; kehutanan; energi dan sumber
daya mineral; merupakan urusan pilihan, tetapi secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena itu harus dijalankan oleh Pemerintahanan
Daerah.
Sebagai peraturan pelaksana UU No.12 Tahun 1992 yang khusus mengatur tentang
Sistem Pertanian Organik adalah Permentan No. 64 Tahun 2013 Tentang Sistem Pertanian
Organik. Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan sistem pertanian
organik, dan dalam pelaksanaan Sistem Pertanian Organik berpedoman pada SNI Sistem
Pangan Organik. Tujuan ditetapkannya peraturan ini adalah : untuk mengatur pengawasan
organik Indonesia; memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari
peredaran produk organik yang tidak memenuhi persyaratan; memberikan kepastian usaha
bagi produsen produk organik; membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel
dan mampu telusur; memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian
lingkungan; dan . meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian
Khusus untuk Pemerintah Daerah Provinsi Bali, pemerintah daerah telah berupaya untuk
menggerakan masyarakat untuk menerapkan sistem pertanian organik, sesuai yang tertuang
dalam Peraturan Daerah ( Perda ) Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 s.d 2029. Salah satu isi dari Perda tersebut adalah
dilakukannya pengembangan sistem pertanian organik di seluruh wilayah dicapai dalam
periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali.
Dengan demikian secara yuridis material substansi Sistem Pertanian Organik
dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut diatas, dimana guna lebih
menjamin kepastian hukum dari sistem pertanian organik di wilayah Provinsi perlu
membentuk Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik, lebih-lebih
secara yuridis material substansi peraturan daerah yang mengatur tentang Sistem Pertanian
Organik di Provinsi Bali selama ini belum ada. Berdasarkan pada hal tersebut maka Peraturan
32
Daerah Provinsi Bali tentang Sistem Pertanian Organik penting untuk dibentuk karena telah
memenuhi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
3.3. Pengaturan Sistem Pertanian Organik di Propinsi Bali
Dalam UU No.23 Tahun 2014 Pasal 96 (1) disebutkan bahwa DPRD provinsi
mempunyai fungsi: a. pembentukan Perda provinsi; b. anggaran; dan c. pengawasan.
Selanjutnya dalam Pasal 101 (1) menyebutkan bahwa DPRD provinsi mempunyai tugas dan
wewenang: a. membentuk Perda Provinsi bersama gubernur. Dengan demikian dalam rangka
pembentukan Perda Sistem Pertanian Organik kewenangan untuk mengusulkan dapat berasal
dari DPRD dan Gubernur/Kepala Daerah Propinsi Bali. Ketentuan senada dapat dilihat dalam
Pasal 236: (1) yang menyebutkan : Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas
Pembantuan, Daerah membentuk Perda. (2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah. (3) Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan: a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan
Tugas Pembantuan; dan b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. (4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat
memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas dasar hal tersebut pengaturan Sistem Pertanian Organik dipropinsi Bali dapat
dilakukan melalui pembuatan Perda, yang harus memuat syarat sebagaimana dijabarkan dalam
UU No.12 Tahun2011 maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri No.80 Tentang Produk
Hukum Daerah. Kedua peraturan tersebut telah menentukan syarat formal dan material
pembentukan Perda. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum,
peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah , pelaksanaan pembangunan dan
peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat melalui Sistem Pertanian Organik, sehingga
dapat mewujudkan kesehatan masyarakat serta mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan kualitas hidup masyarakat Bali.
33
Dari segi materi muatan Perda Sistem Pertanian Organik ,Secara garis besar,
ketentuan normatif dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pedoman Pembentukan Produk Hukum Daerah telah menggariskan tentang kerangka dan
materi muatan pada bab V. Untuk kerangka Perda tentang Sistem Pertanian Organik ini adalah:
Judul
2 Konsidran a
b
.
Menimbang :
Mengingat :
3 Batang Tubuh Yang direncanakan meliputi :
BAB I I KETENTUAN UMUM
II ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP
III PERENCANAAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK
IV PENGADAAN SAPROKTAN DAN PRODUK PERTANIAN
ORGANIK
V PENYELENGGARAAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK
VI KELEMBAGAAN
VII BUDIDAYA PERTANIAN ORGANIK
VIII SARANA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN
IX SERTIFIKASI
X PEMBERIAN INSENTIF
XI PELABELAN PRODUK PERTANIAN ORGANIK
XII PRODUK ORGANIK ASAL PEMASUKAN
XIII PEMASARAN PRODUK PERTANIAN ORGANIK
XIV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
XV PEMBIAYAAN
34
XVI SANKSI ADMINISTRATIF
XVII PENYIDIKAN
XVIIISANKSI PIDANA
XIX KETENTUAN PENUTUP
Untuk materi muatan perda Sistem Pertanian Organik terdiri dari uraian tentang : a.
ketentuan umum; b. materi yang akan diatur; c. ketentuan peralihan; dan d.Ketentuan Penutup.
Beberapa ruang lingkup Materi yang akan diuraikan dalam Materi Peraturan Daerah ini
adalah : Ketentuan Umum. Ketentuan umum berisi tentang definisi serta konsep konsep dasar
yang dipakai dalam perda tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Beberapa definisi
tersebut adalah:
1. Provinsi adalah Provinsi Bali.
2. Gubernur adalah Gubernur Bali.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali.
4. Daerah adalah Propinsi Bali.
5. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Bali.
6. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah di bidang pertanian.
7. Sistem Pertanian Organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk
meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro ekosistem, termasuk keragaman
hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian Organik menekankan
penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input
35
dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi
terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai
dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan
bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.
8. Tri Hita Karana adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang
membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi
sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
9. Produk Organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar sistem
pangan Organik termasuk bahan baku pangan olahan Organik, bahan pendukung
Organik, Tanaman dan produk segar Tanaman, ternak dan produk peternakan, produk
olahan Tanaman, dan produk olahan ternak (termasuk non pangan).
10. Sarana produksi pertanian yang selanjutnya disebut Saprotan adalah adalah segala
jenis peralatan, perlengkapan dan fasilitas pertanian yang berfungsi sebagai alat
utama atau pembantu dalam pelaksanaan produksi pertanian.
11. Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah
diproduksi sesuai dengan standar produksi Organik dan disertifikasi oleh lembaga
sertifikasi resmi.
12. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang
berlaku secara nasional di Indonesia, yang dirumuskan oleh panitia teknis dan
ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).
13. SNI Sistem Pangan Organik adalah SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik dan
revisinya.
36
14. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat KAN adalah lembaga
akreditasi nasional yang mempunyai tugas untuk memberikan akreditasi kepada
lembaga-lembaga sertifikasi dan laboratorium penguji/kalibrasi.
15. Lembaga Sertifikasi Organik yang selanjutnya disingkat LSO adalah lembaga yang
bertanggung jawab untuk mensertifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel
sebagai “Organik” adalah diproduksi, ditangani, dan diimpor menurut Standar
Nasional Indonesia Sistem Pangan Organik dan telah diakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional. LSO tersebut bisa nasional maupun LSO asing yang
berkedudukan di Indonesia.
16. Sertifikasi adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga
sertifikasi yang diakui oleh pemerintah, memberikan jaminan tertulis atau yang setara
bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan.
17. Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki
seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang
dipersyaratkan;
18. Standar kompetensi kerja nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat SKKNI,
adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan
dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat
jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
19. Inspeksi adalah pemeriksaan pangan atau sistem yang digunakan untuk pengendalian
pangan, bahan baku, pengolahan, dan distribusinya, termasuk uji produk baik yang
dalam proses maupun produk akhirnya, untuk memverifikasi bahwa hal -hal tersebut
sesuai dengan persyaratan.
37
20. Sarana Produksi adalah pupuk dan pestisida yang dipakai untuk sistem pertanian
Organik.
21. Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat BNSP adalah lembaga
independen yang dibentuk untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.
22. Lembaga Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat LSP adalah lembaga yang
melaksanakan kegiatan sertifikasi profesi yang telah memenuhi syarat dan telah
memperoleh lisensi dari BNSP
23. Lembaga Sertifikasi Profesi Pertanian Organik yang selanjutnya disingkat (LSP-PO)
adalah lembaga yang mendapat lisensi dari BNSP untuk melaksanakan sertifikasi
profesi pertanian organik
24. Lisensi adalah bentuk pengakuan dari BNSP kepada LSP untuk dapat melaksanakan
sertifikasi kompetensi kerja atas nama BNSP.
25. Profesi adalah bidang pekerjaan yang memiliki kompetensi yang diakui oleh
masyarakat.
26. Label Pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar,
tulisan kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan,
dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.
27. Pelabelan Organik adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan, cetakan
atau gambar berisi keterangan/identitas produk tersebut yang tertera pada label, yang
menyertai produk pangan, atau dipajang dekat dengan produk pangan, termasuk yang
digunakan untuk tujuan promosi penjualan.
28. Logo Organik Indonesia adalah lambang berbentuk lingkaran yang terdiri dari dua
bagian, bertuliskan “Organik Indonesia” disertai satu gambar daun di dalamnya yang
menempel pada huruf “G” berbentuk bintil akar.
38
29. Produk Asal Hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang masih segar
dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika,
pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan
manusia.
30. Benih adalah Tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak
dan/atau mengembangbiakkan Tanaman.
31. Petani adalah setiap penduduk beserta keluarganya yang mengusahakan Lahan untuk
komoditas pangan pokok di Lahan Pertanian.
32. Gabungan Kelompok Tani yang selanjutnya disebut Gapoktan adalah, gabungan dari
kelompok petani.
33. Subak adalah, adalah organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata
Tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat
sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang.
34. Unit Usaha adalah petani, subak, gapoktan, kelompok tani, koprerasi tani , subak,
pelaku usaha, organisasi petani, orang perseorangan lainnya, atau perusahaan yang
melakukan usaha Organik, baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Provinsi Bali.
35. Pendamping/Fasilitator pertanian adalah sekelompok orang yang mendampingi,
memberi semangat, pengetahuan, bantuan, saran kepada unit usaha dalam
memecahkan masalah.
36. Tanaman adalah tumbuhan yang terdiri dari akar, batang, dan daun termasuk
didalamnya jamur, lumut, dan Tanaman air yang dibudidayakan dan berfungsi
sebagai bahan pangan,sandang,papan,bahan industri , dan obat-obatan.
37. Produk Tanaman adalah semua hasil yang berasal dari Tanaman yang masih segar
dan tidak mengalami proses pengolahan.
39
38. Ternak adalah Hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil
pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan
pertanian.
39. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya
berada didalam lingkungan perairan.
40. Pupuk Organik adalah bahan yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri bahan
Organik yang berasal dari sisa Tanaman, hijauan Tanaman, kotoran hewan (padat
dan cair) kecuali yang berasal dari factory farming, berbentuk padat atau cair yang
telah mengalami proses dekomposisi dan digunakan untuk memasok hara Tanaman
dan memperbaiki lingkungan tumbuh Tanaman. Pupuk Organik sering juga disebut
kompos, istilah ini lebih dikenal luas karena telah digunakan oleh petani sejak jaman
dahulu. Terdapat beberapa istilah lain seperti pupuk hijau karena mengacu pada
bahan yang dipakai yaitu hijauan Tanaman seperti orok-orok, sesbania, azolla, turi,
pangkasan Tanaman pagar/alley cropping yang berasal dari Tanaman legume atau
kacang-kacangan.
41. Pengomposan adalah proses perombakan atau Pestisida untuk sistem pangan Organik
(pestisida nabati) adalah bahan pengendali organisme pengganggu Tanaman (OPT)
selain pestisida sintetis, yang terdiri dari bahan mineral/alami, seperti belerang
ataupun biopestisida yang terdiri dari pestisida botani (berasal dari tumbuh-
tumbuhan) dan pestisida dari agens hayati (zoologi) seperti jamur, bakteri, virus dan
mahluk hidup lainnya yang diformulasikan menjadi suatu formula atau sediaan yang
dapat digunakan sebagai pengendali OPT. Musuh alami seperti parasitoid dan
predator termasuk telur, cahaya, suara, panas, CO2, gas nitrogen ataupun bentuk
lainnya tidak termasuk dalam cakupan sediaan/formulasi pestisida untuk sistem
pertanian Organik, karena dapat langsung digunakan tanpa proses formulasi.
40
Sedangkan untu Materi Pokok yang diatur, dapat memuat:Asas dalam Sistem pertanian
organik meliputi Asas kesehatan, Ekologi, Keadilan, Perlindungan, Manfaat, Kedaulatan,
Keterpaduan, Kebersamaan, Kemandirian. Keterbukaan, Efisiensi, Lestari, Kearifan lokal dan
Berkelanjutan, dan dengan berpedoman pada asas tersebut maka tujuan penyelenggaraan
sistem pertanian organik adalah :
a. mengatur pengawasan sistem pertanian organik ;
b. memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari peredaran produk
organik yang tidak memenuhi persyaratan;
c. memberikan kepastian usaha bagi produsen produk organik;
d. membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur;
e. memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan; dan
f. meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian.
Ruang lingkup pengaturan sistem pertanian organik dalam peraturan daerah ini
meliputi; Ketentuan Umum, Asas, Tujuan, dan Sasaran, Perencanaan Sistem Pertanian
Organik, Pengadaan Saproktan dan Produk Pertanian Organik, Penyelenggaraan Sistem
Pertanian Organik, Kelembagaan, Budidaya Pertanian Organik, Sarana Produksi dan
Pengolahan, Sertifikasi, Pemberian Insentif, Pelabelan Produk Pertanian Organik, Produk
Organik Asal Pemasukan, Pemasaran Produk Pertanian Organik, pembiayaan dan Pembinaan
dan Pengawasan.
Selain substansi tersebut Perauran daerah ini juga memuat sanksi administrasi yang
ditujukan kepada unit usaha yang tidak melaksanakan pertanian organik, serta ketentuan
peralihan dan penutup.
41
BAB VI
PENUTUP
4.1. Simpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan:
1. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Propinsi Bali guna mewujudkan Bali sebagai
Organic Island misalnya melalui kegiatan Simantri yang sudah berlangsung sejak Tahun
2009. Namun meskipun banyak hal yang sudah dilakukan Propinsi Bali belum memiliki
payung hukum yang mengatur Sistem Pertanian Organik. Payung hukum dalam bentuk
Peraturan Daerah diperlukan guna menjamin kepastian hukum dan memberi perlindungan
kepada pelaku pertanian organik.
2. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan perda sistem pertanian
organik yakni melalui penyusunan naskah akademik dan pengkajian terhadap landasan
pembentukan perda sistem pertanian organik.
3. Pengaturan sistem pertanian organik di Propinsi Bali harus sesuai dengan visi dan misi
Propinsi Bali serta teknik pembentukan Perda. Secara substansial beberapa hal yang dapat
dimuat dalam perda antara lain: Ketentuan Umum, Asas, Tujuan, dan Sasaran, Perencanaan
Sistem Pertanian Organik, Pengadaan Saproktan dan Produk Pertanian Organik,
Penyelenggaraan Sistem Pertanian Organik, Kelembagaan, Budidaya Pertanian Organik,
Sarana Produksi dan Pengolahan, Sertifikasi, Pemberian Insentif, Pelabelan Produk
Pertanian Organik, Produk Organik Asal Pemasukan, Pemasaran Produk Pertanian
Organik, pembiayaan dan Pembinaan dan Pengawasan.
4.2. Saran
Perlu dilakukan pembentukan perda sistem pertanian organik, hal ini dimaksudkan untuk
merubah budaya atau cara pandang masyarakat akan pentingnya sistem pertanian organik,
serta memberikan jaminan kepastian hukum.
42
DAFTAR PUSTAKA
Assidiqie, Jimly,2000, Reformasi Menuju Indonesia Baru:Agenda Restrukturisasi Organisasi
Negara,Pembaruan Hukum, dan Keberdayaan Masyarakat Madani, Makalah
disampaikan dalam Forum Kongres Mahasiswa Indonesi sedunia I, di Chicago,
Amerika Serikat, tanggal 28 Oktober
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, J Kanisius, Yogyakarta,1995.
Ibrahim, Jhony, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, : Bayu Media
Publishing, Malang, 2005.
J.J.H.Brugink, Refleksi Tentang Hukum, : Citra Aditya Bakti, Bandung , 1996
LB. Curzon, 1979, Yurisprudence, M&E Handbooks, Mac Donald and Evans, Ltd., Estover,
Plymouth PL6 7PZ.
Mahmud Marzuki, Peter, 2005,Arti Penting Hermeneutik Dalam Penerapan Hukum, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Airlangga,Surabaya.
Padmo Wahyono, 1989, Pembangunan Hukum di Indonesing bera, Ind-Hill,Jakarta.
Rasjidi Rangga Widjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, 1998.
1 Hestu Cipto Handojo; Prinsip-prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah Akademik,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 2012.
Suryono Soekanto, 1986,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press s,Jakarta
http://www.baliprov.go.id/v1/visimisi
https://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Berkelanjutan
http://distantp.baliprov.go.id/pertanian-organik-sebagai-sistem-pertanian-berkelanjutan/
tanggal 1 Mei 2018
Ida Bagus Wisnuardhana. Diakses dari http://www.beritasatu.com/nasional/385474-bali-
kembangkan-16-desa-percontohan-pertanian-organik.html tanggal 30 April 2018