pengembangan pertanian organik di kelompok … · pertanian berkelanjutan 5 konsep pertanian...

73
PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK TANI MADYA, DESA KEBONAGUNG, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA FIRDA EMIRIA UTAMI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: phungduong

Post on 03-Mar-2019

264 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

1

PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK

TANI MADYA, DESA KEBONAGUNG, KABUPATEN

BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

FIRDA EMIRIA UTAMI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

2

Page 3: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan

Pertanian Organik di Kelompok Tani Madya Desa Kebonagung, Kabupaten

Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini

saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Firda Emiria Utami

NIM I34090110

Page 4: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

4

ABSTRAK

FIRDA EMIRIA UTAMI. Pengembangan Pertanian Organik di Kelompok Tani

Madya Desa Kebonagung, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dibimbing oleh HERU PURWANDARI.

Pertanian organik merupakan kegiatan pertanian yang mengupayakan

penggunaan asupan luar yang minimal dan menghindari penggunaan pestisida dan

pupuk sintetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani organik dan petani

konvensional memiliki respon yang tinggi pada pertanian organik. Namun,

karakteristik petani organik tidak berhubungan dengan respon petani pada

pertanian organik. Sedangkan pada petani konvensional, pendidikan formal dan

keberanian mengambil resiko berhubungan dengan respon petani pada pertanian

organik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara

respon petani pada pertanian organik dengan pendapatan petani. Meskipun

demikian, dapat diprediksikan adanya peluang pada petani konvensional untuk

menerapkan pertanian organik.

Kata kunci: pertanian organik, respon, pendapatan, petani konvensional

ABSTRACT

FIRDA EMIRIA UTAMI. The Development of Organic Farming in Tani Madya

Groups of Kebonagung Village, District Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Supervised by HERU PURWANDARI.

Organic farming is agricultural activities that seek the use of outside intake

and avoid the use of pesticides and synthetic fertilizer. The results showed that the

organic farmers and conventional farmers have the high responses of organic

farming. However, the characteristics of organic farmer have no relation with

farmer’s respons of organic farming. Then, in conventional farmers, formal

education and the courage to take the risks have relation with farmer’s respons of

organic farming. This research also showed there are no relation between

farmer’s respons of organic farming with farmer’s income. Nevertheless, can be

predicted that there are chances of the conventional farmers to adopt the organic

farming.

Key words: organic farming, respons, income, conventional farmer

Page 5: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

5

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK

TANI MADYA DESA KEBONAGUNG, KABUPATEN

BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

FIRDA EMIRIA UTAMI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 6: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

6

Page 7: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

Judul Skripsi Pengembangan Pertanian Organik di Kelompok Tani Madya Desa Kebonagung, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Nama Firda Emiria Utami NlM 134090110

Disetujui oleh

Heru Purwandari, SP, M.Si Pembimbing

Di~etahui oleh

r. . Soeryo Adiwibowo, MS ;

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: l1 9 JUL 2 13

Page 8: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

7

Judul Skripsi : Pengembangan Pertanian Organik di Kelompok Tani Madya

Desa Kebonagung, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta

Nama : Firda Emiria Utami

NIM : I34090110

Disetujui oleh

Heru Purwandari, SP, M.Si

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 9: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

8

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengembangan Pertanian Organik di Kelompok Tani Madya Desa Kebonagung,

Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penulisan skripsi ini ditujukan

untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Heru Purwandari, SP, M.Si

selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam

memberikan masukan dan bimbingan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada masyarakat Desa

Kebonagung, khususnya para responden yaitu petani Kelompok Tani Madya dan

aparat desa yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Penulis juga turut

mengucapkan terima kasih kepada dosen beserta staf KPM atas ilmu yang telah

diberikan. Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada

ayahanda Soepatmo Boedhi, ibunda Dian Herlina, serta kedua adik tersayang

Irfan Dwirizky dan Naufal Hanif Fadhillah yang selalu memberikan semangat,

motivasi, doa, dan dukungan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada teman satu bimbingan skripsi, Yanitha Rahmasari dan Alfiana

Rachmawati. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-

teman KPM 46, khususnya Dini Dwiyanti, Adia Yuniarti, Rina Khaerunnisa, Nina

Lucellia, Bunga Hadian, Novia Fridayanti, Anissa Mustabsiratul, Gressayana, M.

Septiadi, dan Rafi Nugraha yang telah memberikan banyak masukan dan motivasi

dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada sahabat penulis Desy Kusuma atas bantuannya selama ini. Akhir kata,

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Agustus 2013

Firda Emiria Utami

Page 10: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

9

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Pertanian Berkelanjutan 5

Konsep Pertanian Organik 6

Prinsip-Prinsip Pertanian Organik 7

Peluang Pertanian Organik 9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pertanian Organik 9

Konsep Respons 10

Kerangka Pemikiran 11

Hipotesis Penelitian 12

Definisi Operasional 12

METODE PENELITIAN 15

Pendekatan Penelitian 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Penentuan Responden dan Informan Penelitian 15

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 16

Keterbatasan Studi 17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19

Profil Desa Kebonagung 19

Pemerintahan dan Kependudukan Desa Kebonagung 19

Infrastruktur Desa 20

Kondisi Ekonomi dan Pertanian 22

Kondisi Sosial Budaya 21

Profil Kelompok Tani Madya 21

Kegiatan Budidaya Padi Organik di Kelompok Tani Madya 23

Gambaran Umum Responden 25

Tingkat Pendidikan Formal 25

Tingkat Pengalaman Bertani 26

Tingkat Keberanian Mengambil Resiko 26

Tingkat Jejaring 27

Tingkat Kepemilikan Alat Produksi 28

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PETANI DENGAN

RESPON PETANI PADA PERTANIAN ORGANIK

31

Respon Petani Pada Pertanian Organik 31

Hubungan Karakteristik Petani dengan Respon Petani Pada Pertanian

Organik

33

Hubungan Tingkat Pendidikan Formal dengan Respon Petani Pada 33

Page 11: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

10

Pertanian Organik

Hubungan Tingkat Pengalaman Bertani dengan Respon Petani Pada

Pertanian Organik

34

Hubungan Tingkat Keberanian Mengambil Resiko dengan Respon

Petani Pada Pertanian Organik

36

Hubungan Tingkat Jejaring Petani dengan Respon Petani Pada

Pertanian Organik

37

Hubungan Kepemilikan Alat Produksi dengan Respon Petani Pada

Pertanian Organik

39

PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK TANI

MADYA

41

Analisis Tingkat Pendapatan dan Akses Pasar 41

Tingkat Pendapatan 41

Akses Pasar 43

Peluang Penerapan Pertanian Organik Pada Petani Konvensional 45

SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 53

RIWAYAT HIDUP 60

Page 12: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

1

DAFTAR TABEL

1. Jumlah populasi dan responden penelitian 16

2. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan

formal, kelompok tani Madya, 2013

25

3. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengalaman

bertani, kelompok tani Madya, 2013

26

4. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberanian

mengambil resiko, kelompok tani Madya, 2013

27

5. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat jejaring,

kelompok tani Madya, 2013

28

6. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepemilikan

alat produksi, kelompok tani Madya, 2013

29

7. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pemahaman

dan penerapan petani pada pertanian organik, kelompok tani

Madya, 2013

31

8. Jumlah dan persentase responden menurut respon petani pada

pertanian organik, kelompok tani Madya, 2013

32

9. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut pendidikan formal, responden petani organik, 2013

33

10. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut pendidikan formal, responden petani konvensional, 2013

34

11. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut tingkat pengalaman bertani, responden petani organik,

2013

34

12. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut tingkat pengalaman bertani, responden petani

konvensional, 2013

35

13. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut tingkat keberanian mengambil resiko, responden petani

organik, 2013

36

14. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut tingkat keberanian mengambil resiko, responden petani

konvensional, 2013

36

15. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut tingkat jejaring, responden petani organik, 2013

38

16. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut jejaring petani, responden petani konvensional, 2013

38

17. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut kepemilikan alat produksi, responden petani organik,

2013

39

18. Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik

menurut kepemilikan alat produksi, responden petani

konvensional, 2013

40

19. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan,

kelompok tani Madya, 2013

41

20. Daftar harga jual hasil pertanian organik dan konvensional di 42

Page 13: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

2

kelompok tani Madya, Tahun 2013

21. Jumlah dan persentase pendapatan menurut respon petani pada

pertanian organik, responden petani organik, 2013

42

22. Jumlah dan persentase pendapatan menurut respon petani pada

pertanian organik, responden petani konvensional, 2013

43

23. Jumlah dan persentase responden berdasarkan akses pasar,

kelompok tani Madya, 2013

44

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran 12

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2013 53

2. Peta Lokasi Penelitian (Desa Kebonagung) 54

3. Sketsa Lahan Pertanian Organik dan Pertanian Konvensional 55

4. Kerangka Sampling Penelitian 56

5. Sertifikat Organik Kelompok Tani Madya 58

Page 14: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang identik dengan pertanian. Potensi

di bidang pertanian yang dimiliki Indonesia dapat dikembangkan dan dapat

menjadi salah satu bidang yang sangat penting perannya dalam meningkatkan

pendapatan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)1, pada Bulan

Februari 2013 dapat diketahui bahwa sebesar 39 959 073 penduduk Indonesia

mengandalkan sektor pertanian sebagai lapangan pekerjaan utama. Angka tersebut

mengalami kenaikan sebesar 2.77% dari perhitungan sebelumnya pada Bulan

Agustus 2012. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bidang pertanian memiliki

daya tarik tersendiri untuk dijadikan lapangan pekerjaan utama, salah satunya

yaitu bidang pertanian merupakan sumber makanan utama masyarakat.

Selama ini, sebagian besar pertanian yang dikembangkan di Indonesia

adalah pertanian modern. Pertanian modern dicirikan dengan sistem usahatani

yang menggunakan bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan dan

lingkungan. Sutanto (2002) menyatakan bahwa paket teknologi pertanian modern

yang dimaksud adalah penggunaan varietas unggul berproduksi tinggi, pestisida

kimia, pupuk kimia/sintesis, dan menggunakan mesin-mesin pertanian untuk

mengolah tanah dan memanen hasil. Pertanian modern itu sendiri merupakan

salah satu wujud dari revolusi hijau yang mulai diterapkan di Indonesia pada

tahun enam puluhan. Pada awalnya revolusi hijau berhasil mengatasi kerawanan

pangan sehingga Indonesia berhasil mencukupi sendiri kebutuhan pangannya

yang sebelumnya Indonesia adalah negara pengimpor beras (Sutanto 2002). Wolf

(1986) dalam Sutanto (2002) juga menyatakan bahwa kenaikan produksi pangan

dunia sejalan dengan penggunaan pupuk kimia. Namun, seiring dengan

berjalannya waktu banyak pakar lingkungan menyadari bahwa penggunaan bahan

kimia tersebut dapat menimbulkan dampak negatif berupa penurunan

produktivitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia serta rusaknya keseimbangan

ekosistem akibat penggunaan pestisida. Keadaan tersebut akhirnya mendorong

individu dan kelompok organisasi menyuarakan gerakan untuk mempraktikkan

usahatani alami yang ramah lingkungan dengan berbagai istilah seperti “organic”

atau “alternatif” dan selanjutnya berkembang menjadi pertanian organik seperti

saat ini. Prospek ekonomis dari pertanian ini pun cukup baik teriring dengan

berubahnya pola konsumsi manusia dimana manusia lebih memilih makanan yang

sehat meskipun harganya mahal (Soetrisno 1999).

Pada prinsipnya, pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian

dengan masukan teknologi rendah (low-input technology) dan upaya menuju

pembangunan pertanian berkelanjutan. Pertanian organik berkembang secara

cepat terutama di negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia Timur (Jepang, Korea,

dan Taiwan). Di Asia, terutama di daratan China, pertanian organik dilaksanakan

sebelum pupuk kimia diperkenalkan secara meluas pada tahun 1960 (Sutanto

1 Badan Pusat Statistik. 2013. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yanrja menurut Lapangan Pekerjaan

Utama 2004 - 2012.

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&notab=2 [7

Maret 2013]

Page 15: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

2

2002). Indonesia merupakan negara ketiga di Asia dalam pengembangan

pertanian organik setelah China dan India (Winarno dalam Siahaan 2009).

Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) yang diterbitkan

oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sampai tahun 2011 tercatat bahwa luas area

pertanian Indonesia tahun 2011 adalah 225 062.65 ha dengan status 90 135.5 ha

merupakan area tersertifikasi pertanian organik, 3.8 area dalam proses sertifikasi

pertanian organik dan 134 917.66 ha merupakan area tanpa sertifikasi organik

(Ariesusanty et al. 2012). Sangat disayangkan, jika dibandingkan tahun lalu, luas

lahan ini mengalami penurunan sebesar 5.77%, terutama karena menurunnya luas

area pertanian organik tersertifikasi.

Berkurangnya luas area pertanian organik menunjukkan bahwa jumlah

petani dan luas lahan organik di Indonesia masih rendah. Hal ini didukung oleh

data hasil survey lapangan penulis pada bulan Januari hingga Maret 2013 yang

menunjukkan bahwa jumlah petani organik di Kabupaten Bogor masih sangat

sedikit dibandingkan petani konvensional. Padahal menurut Saragih2 (2008), sejak

tahun 2000, pemerintah sudah mulai mengembangkan pertanian organik di 20

kabupaten, antara lain Bogor, Sukabumi, Cianjur, Sragen, Yogyakarta, Malang

dan Cimande, serta Bengkulu. Keadaan ini menunjukkan kondisi yang bertolak

belakang dengan tingginya permintaan konsumen atas pertanian organik. Menurut

Sutanto (2002) istilah sistem pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi

petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan

bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk

memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Selain itu, IFOAM3 menyampaikan

bahwa pertanian organik ini sangat tepat untuk diterapkan karena sangat aman

bagi kesehatan serta teknologi pertanian yang ramah lingkungan. Dengan

demikian, pertanian organik secara tidak langsung telah menjadi gaya hidup

masyarakat yang selalu ingin mengkonsumsi produk-produk yang sehat dan bebas

dari bahan kimia.

Kelompok Tani Madya, Desa Kebonagung, Kabupaten Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah satu-satunya kelompok tani di desa tersebut yang

telah menerapkan pertanian organik System Rice Intensification (SRI) pada tahun

2008. Kelompok tani ini melaksanakan usaha produksi pangan organik sesuai SNI

6729-2010-Organic Food & Production System dan CAC/GL 32/1999 Codex

Alimentarius Commision Guidelines for the production, processing, labelling and

marketing of organically produced foods. Penerapan pertanian organik yang telah

sejak lama dilaksanakan tersebut, diduga memberikan pengaruh ekonomi petani,

khususnya pada pendapatan petani. Hal ini didukung oleh pernyataan Sutanto

(2002) bahwa jika ditinjau dari segi ekonomi, pertanian organik seharusnya dapat

memberikan keuntungan yang diperoleh dari hasil produksi. Sugarda et al. (2008)

juga turut berpendapat bahwa pada kasus pangan, pengertian ramah lingkungan

tidak hanya sekedar aman (bersih, sehat, bergizi, bermutu, dan berwawasan

lingkungan) tetapi juga memberikan jaminan kesejahteraan bagi petani dan

ketersediaan pangan secara berkelanjutan. Meskipun demikian, merujuk kembali

pada hasil survey lapangan penulis yang menunjukkan jumlah petani dan luas

lahan organik masih rendah, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam

2 Berdasarkan komunikasi pribadi Riza VT dengan Mahfudi pada tanggal 29 November 2004

3International Federation for Organic Agriculture Movement

Page 16: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

3

pengembangan pertanian organik dan menganalisis sejauh mana pertanian organik

berpotensi dikembangkan oleh petani konvensional.

Perumusan Masalah

Pertanian organik merupakan salah satu alternatif pertanian yang dapat

memberikan hal positif sehingga patut untuk dikembangkan. Petani menjadi pihak

utama yang memegang peranan penting dalam menerima atau menolak sistem

pertanian tersebut. Pengambilan keputusan petani untuk menerapkan pertanian

organik ini dipengaruhi oleh karakteristik petani itu sendiri. Melalui proses

adaptasi, pertanian organik secara perlahan mulai digeluti dan mendapat respon

yang cukup baik dari para petani. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji lebih

dalam bagaimana hubungan antara karakteristik petani dengan respon petani pada

pertanian organik?

Sejauh ini, pertanian organik nyatanya memiliki permintaan yang semakin

meningkat dari konsumen yang mulai sadar akan pentingnya mengkonsumsi hasil

pertanian yang sehat. Sutanto (2002) berpendapat bahwa dengan semakin

banyaknya konsumen hijau yang menguasai pasar produk pertanian organik, baik

di tingkat internasional maupun nasional, serta dengan semakin berkembangnya

gerakan zero emisions, maka pertanian organik memperoleh momentum penting

dan dukungan besar dari pasar global yang mendambakan produk-produk

pertanian akrab lingkungan. Selain itu, harga jual hasil pertanian organik tersebut

digolongkan lebih mahal jika dibandingkan dengan hasil pertanian non organik.

Oleh karena itu, akan dibahas selanjutnya mengenai bagaimana perbedaan kondisi

ekonomi petani organik dan petani konvensional yang dipengaruhi oleh respon

petani pada pertanian organik?

Dalam kenyataannya, jumlah petani organik masih sangat sedikit jika

dibandingkan jumlah petani non organik. Meskipun demikian, petani organik

masih konsisten dalam mengembangkan sistem pertanian yang sehat dan ramah

lingkungan. Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji lebih dalam sejauh mana

peluang petani konvensional dalam menerapkan pertanian organik.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dirumuskan

sebagai berikut:

1. Menganalisis hubungan karakteristik petani dengan respon petani pada

pertanian organik.

2. Menganalisis sejauhmana respon petani pada pertanian organik dapat

mempengaruhi pendapatan petani.

3. Menganalisis sejauhmana peluang petani konvesional menerapkan pertanian

organik.

Page 17: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai

kalangan, diantaranya:

1. Peneliti dan civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

tambahan pengetahuan mengenai respon petani pada pertanian organik dan

pengaruhnya bagi pendapatan petani.

2. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terutama

masyarakat sekitar kawasan pertanian untuk mengetahui respon petani pada

pertanian organik dan pengaruhya bagi kondisi ekonomi petani.

3. Pemerintah dan swasta, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam

membuat kebijakan dan pemberdayaan petani mengenai pertanian organik.

Page 18: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pertanian Berkelanjutan

Pendekatan penghidupan berkelanjutan adalah cara berpikir dan bekerja

untuk pembangunan yang berkembang secara evolusi dengan tujuan

mengefektifkan segala usaha-usaha mengakhiri kemiskinan dan ketidakadilan

(Saragih 2008). Pendekatan penghidupan berkelanjutan tersebut didukung oleh

seperangkat prinsip yang menggambarkan pengorganisasian, pemahaman, dan

bekerja menangani masalah kemuskinan dan ketidakadilan yang disesuaikan

terhadap prioritas dan situasi lokal. Menurut Perman et al. dalam Jaya (2004)

memberikan beberapa alternatif pengertian dari konsep berkelanjutan, yaitu (1)

suatu kondisi dikatakan berkelanjutan sustainable) jika utilitas yang diperoleh

masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun

sepanjang waktu (non-declining consumption), (2) keberlanjutan adalah kondisi

dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara

kesempatan produksi dimasa mendatang, (3) keberlanjutan adalah kondisi dimana

sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu

(nondeclining), (4) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam

dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam, dan (5)

keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan (resilience)

ekosistem terpenuhi.

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah sistem pertanian

yang harus dibangun dengan fondasi sumberdaya yang dapat diperbaharui yang

berasal dari lingkungan usaha tani dan sekitarnya (Francis dan King dalam Salikin

2003). Menurut Reijntjes et all. (1999), pertanian dapat dikatakan pertanian

berkelanjutan jika mencakup hal-hal sebagai berikut, yaitu mantap secara

ekologis, berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi, dan luwes. Menurut Atmojo

dalam Widiarta (2010), sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi

berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria, yaitu aman menurut wawasan

lingkungan, menguntungkan secara ekonomi, adil menurut pertimbangan sosial,

manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, dan mudah diadaptasi (luwes).

Eicher dalam Indriana (2010) mendefinisikan tiga alternatif pendekatan

konseptual mengenai definisi keberlanjutan pertanian yakni:

1. Keberlanjutan pertanian terkait dengan istilah teknik dan ekonomis, dengan

melihat kapasitas untuk menyediakan permintaan yang semakin beragam dan

meningkat terhadap komoditi tertentu.

2. Keberlanjutan pertanian sebagai pertanyaan ekologis merujuk pada suatu

sistem pertanian dimana mengurangi polusi dan faktor-faktor yang merusak

keseimbangan ekologi dari sistem yang tidak berkelanjutan.

3. Keberlanjutan pertanian di bawah istilah pertanian alternatif, menempatkan

keberlanjutan tersebut pada titik berat yang paling utama terkait dengan

keberlanjutan tidak hanya sebagai sumber daya fisik tapi sejumlah set nilai-

nilai komunitas. Berdasarkan Widiarta (2010) pertanian berkelanjutan bisa

diwujudkan melalui berbagai sistem usaha tani, termasuk pertanian organik

Page 19: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

6

yang menekankan daur ulang hara secara alami, sehingga penggunaan input

luar menjadi rendah.

Indonesia telah lama menerapkan prinsip ekologis dari pengembangan

pertanian berkelanjutan, salah satunya yaitu pertanian organik. Pertanian organik

merupakan salah satu bukti adanya gerakan-gerakan pengembangan pertanian

yang ramah lingkungan. Menurut Harwood dalam Susanto (2002), ada tiga

kesepakatan yang harus dilaksanakan dalam pembangunan pertanian

berkelanjutan, ialah (i) produksi pertanian harus ditingkatkan tetapi efisien dalam

pemanfaatan sumber daya, (ii) proses biologi harus dikontrol oleh sistem

pertanian itu sendiri (bukan tergantung pada masukan yang berasal dari luar

pertanian), dan (iii) daur hara dalam sistem pertanian harus lebih ditingkatkan dan

bersifat lebih tertutup.

Menurut beberapa pendapat para ilmuan, pertanian organik harus dapat

berkelanjutan secara ekonomi. Keberlanjutan ekonomi adalah pembangunan yang

mampu mengendalikan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara

keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya keseimbangan sektoral

yang dapat merusak produksi pertanian dan industri (Haris dalam Jaya 2004).

Menurut Jaya (2004), keberlanjutan ekonomi dari perspektif pembangunan

memiliki dua hal utama yang antara keduanya mempunyai keterkaitan yang erat

dengan tujuan aspek keberlanjutan lainnya. Menurut Ho dan Ching dalam

Widiarta (2010), pertanian organik menjamin keberlanjutan ekonomi yang terlihat

dari:

1. Produksi yang lebih efisien dan menguntungkan dihasilkan dari pertanian

organik melalui peningkatan produktivitas, biaya rendah namun keuntungan

tinggi.

2. Pertanian organik dapat meningkatkan ketahanan pangan dan keuntungan

bagi masyarakat lokal selain baik juga untuk kesehatan.

Penerapan pertanian organik dapat memberikan sejumlah keuntungan di

bidang ekonomi berupa semakin meningkatnya pendapatan petani, terciptanya

lapangan kerja baru di pedesaan, serta meningkatnya daya saing dan nilai tambah

produk agribisnis secara berkelanjutan. Pernyataan tersebut didukung oleh

pernyataan Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa dari segi ekonom, pertanian

organik akan lebih menghemat devisa negara untuk mengimpor pupuk, bahan

kimia pertanian, serta memberi banyak kesempatan lapangan kerja dan

meningkatan pendapatan petani.

Konsep Pertanian Organik

Istilah pertanian organik dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan

langsung dari istilah organic agriculture dan organic farming yang ditemui dalam

literatur-literatur berbahasa Inggris (Saragih 2008). Istilah pertanian organik

menyebabkan petani dan konsumen untuk menghindarkan bahan kimia dan pupuk

yang meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan

yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang

berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber

daya alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian (Sutanto 2002). Pertanian

organik adalah salah satu sistem pertanian yang ramah lingkungan. Pertanian

organik merupakan pertanian yang berwawasan lingkungan karena dalam

pengolahannya menggunakan bahan organik yang akan menunjang dan menjaga

Page 20: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

7

kesuburan tanah, serta mengembalikan kerusakan tanah akibat pertanian

anorganik. Menurut Codex4 dalam Saragih (2008) pertanian organik adalah

kegiatan pertanian yang mengupayakan penggunaan asupan luar yang minimal

dan menghindari penggunaan pestisida dan pupuk sintetik. Pertanian organik

merupakan pertanian yang berwawasan lingkungan karena dalam pengolahannya

menggunakan bahan organik yang akan menunjang dan menjaga kesuburan tanah,

serta mengembalikan kerusakan tanah akibat pertanian anorganik.

Menurut IFOAM dalam Susilo (2005), tujuan yang hendak dicapai dengan

penggunaan sistem pertanian organik adalah sebagai berikut: (1) menghasilkan

bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup, (2)

melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung

semua kehidupan yang ada, (3) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam

sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna,

tanah, tanaman, serta hewan, (4) memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah

secara berkelanjutan, (5) menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber

terbarui yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri, (6) memanfaatkan bahan-

bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar usaha tani, (7)

menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan

perilakunya yang hakiki, (8) membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran

lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian, (9)

mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelaksanaan habitat tanaman

dan hewan, (10) memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen

pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi

manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan

kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat. Menurut Saragih

(2008), di Indonesia, yang disebut dengan produk pertanian organik ditetapkan

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pertanian Organik yang disahkan oleh

Badan Standarisasi Nasional melalui BSN SNI 01-6729-2002 yang bersumber

pada kesepakatan antarnegara yang tertuang dalam Codex Alimentariu Guidelines

for the Production, Processing, Labelling, and Marketing of Organically

Produced Foods.

Prinsip-Prinsip Pertanian Organik

Pertanian organik mengasilkan produk pertanian yang menerapkan prinsip-

prinsip ekologi terbebas dari pemakaian bahan-bahan kimia berbahaya mulai dari

pembenihan, penanaman, perawatan, panen, dan pasca panen. Menurut

International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM), pertanian

organik memiliki empat prinsip yang disusun untuk mengilhami tindakan dalam

mewujudkan visi pertanian organik menjadi nyata. Prinsip-prinsip tersebut, yaitu:

1. Prinsip kesehatan

Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah,

tanaman, manusia hewan, dan planet sebagai satu dan tak terpisahkan. Prinsip

ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat

dipisahkan dari kesehatan ekosistem - tanah yang sehat akan menghasilkan

tanaman sehat yang mendukung kesehatan hewan dan manusia. Peran

4 Codex Alimentarius Guidelines adalah guideline yang dibuat oleh dua badan di bawah

Perserikatan Bangsa Bangsa yaitu WHO (World Health Organization) dan FAO (Food and

Agriculture Organization).

Page 21: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

8

pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi, atau konsumsi,

adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan

organisme, dari yang terkecil dalam tanah untuk manusia. Dengan demikian,

maka pertanian organik harus bebas dari pupuk, pestisida, obat-obatan dan

zat-zat lain yang dapat berbahaya bagi kesehatan.

2. Prinsip ekologi

Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus kehidupan ekologi,

bekerja sama dengan kondisi tersebut, dan berusaha membantu kondisi

tersebut berkelanjutan. Pertanian organik, peternakan, dan sistem panen harus

berdasarkan pada siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Pengelolaan

pertanian organik harus diadaptasikan pada keadaan lokal, ekologi, budaya,

dan skala. Input harus dikurangi dengan daur ulang, dan pengelolaan material

serta energi yang efisien sebagai upaya memelihara dan meningkatkan

kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Pertanian organik

harus mencapai keseimbangan ekologis, baik dalam bentuk sistem pertanian,

pembentukan habitat, serta pemeliharaan keragaman genetik.

3. Prinsip keadilan

Pertanian organik harus mampu membangun hubungan yang menjamin

keadilan pada lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Keadilan ditandai

dengan adanya kesetaraan, saling menghargai, keadilan, dan kesediaan untuk

hidup bersama, baik sesama manusia dan dan hubungan manusia tersebut

dengan makhluk hidup lain. Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang

terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan antar manusia

dengan saling menjamin adanya keadilan pada semua tingkatan dan semua

pihak, termasuk petani, pekerja, pengolah, pedagang, distributor, serta

konsumen. Pertanian organik harus melibatkan semua orang dengan kualitas

hidup yang lebih baik dan berkontribusi pada ketahanan pangan dan

mengurangi kemiskinan. Sumber daya alam dan lingkungan yang digunakan

untuk produksi dan konsumsi harus dikelola secara sosialis dan ekologis adil

dan dipastikan untuk generasi berikutnya. Keadilan memerlukan sistem

produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil serta dapat

memperhitungkan biaya lingkungan dan biaya sosial.

4. Prinsip perawatan

Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab

untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan

mendatang serta lingkungan hidup. Dalam pertanian organik, ilmu

dibutuhkan untuk menjamin kesehatan,keamanan, dan keberlangsungan

ekologi. Pertanian organik harus mampu mencegah terjadinya resiko yang

signifikan dengan mengadopsi teknologi tepat guna dan menolak yang tak

terduga, seperti rekayasa genetika. Pengambilan keputusan harus

mencerminkan nilai-nilai dan kebutuhan dari semua aspek yang mungkin

dapat terkena dampaknya, melalui proses yang transparan dan partisipatif.

Page 22: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

9

Peluang Pertanian Organik

Menurut Sutanto (2002) ada tiga peluang pertanian organik yang dapat

diterapkan dengan memperhatikan kondisi lokasi yang spesifik, yakni sebagai

berikut:

a. Pertanian organik murni – Penggunaan pupuk organik, pupuk hayati dan

pestisida hayati (biopesticide) ditingkatkan dan menghindarkan pupuk kimia

dan pestisida/bahan kimia pertanian.

b. Sistem usaha tani “revolusi hijau terpadu – Masukan teknologi tinggi

dimasukkan ke dalam pengelolaan gizi/nutrisi tanaman terpadu (PNT) dan

pengendalian hama terpadu (PHT). Pupuk hayati diterapkan untuk memasok

kebutuhan hara nitrogen sampai aras tertentu.

c. Sistem usaha tani terpadu – Masukan teknologi rendah dengan sistem

pertanian organik dan sumber daya lokal didaur-ulang secara efektif. Hal ini

dapat dipadukan dengan komponen lain yang berkembang spesifik lokasi,

termasuk: kolam ikan, peternakan ayam, sapi, babi, limbah jamur merang, dll.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pertanian Organik

Pada saat ini, pandangan pengembangan pertanian organik sebagai salah

satu teknologi alternatif untuk menanggulangi persoalan lingkungan sangat

diperlukan. Di negara yang sudah maju dan sangat memerhatikan masalah

lingkungan, adanya residu kimia dalam bahan pangan yang berasal dari pupuk

kimia dan pestisida sintetik mendapatkan perhatian yang serius, sedang situasi di

Indonesia sangat berbeda sama sekali (Sutanto 2002). Menurut Salikin (2003),

terdapat beberapa indikator pertanian berkelanjutan untuk ekosistem dataran

rendah (low land) pada level usaha tani, diantaranya yaitu indikator biofisik dan

indikator sosial ekonomi. Indikator biofisik terdiri dari kualitas tanah,

keanekaragaman (spesies/varietas), dan penggunaan input eksternal dan internal.

Sedangkan indikator sosial ekonomi terdiri dari diversifikasi sumber pendapatan,

sistem panen, praktek manajemen, status kepemilikan/penguasaan lahan,

ketahanan pangan, nilai-nilai dan praktik tradisional, indikator sosial (pendidikan,

kesehatan, tempat tinggal, dan fasilitas-fasilitas), keanggotaan dalam organisasi,

dan dukungan pelayanan.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, didapatkan beberapa faktor yang

berhubungan dengan penerapan pertanian organik. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Susati et al. (2008) yang dilakukan terhadap petani responden di

Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen diketahui bahwa terdapat

hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani

dengan pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik.

Dari penelitian tersebut didapatkan hasil adanya hubungan signifikan antara

keputusan petani dengan pendidikan petani, lingkungan sosial, dan lingkungan

ekonomi. Selain itu, hasil penelitian Putri (2011) dijelaskan bahwa terdapat

hubungan antara luas lahan yang dikelola petani, tingkat keberanian mengambil

resiko, tingkat keterbukaan/keinovatifan, keterdedahan terhadap sumber

informasi, dan kekosmopolitan terhadap persepsinya tentang karakteristik inovasi

pertanian padi organik. Selain itu, hasil penelitian Rukka et al. (2006) didapatkan

bahwa faktor internal pada petani dapat berpengaruh pada respon petani terhadap

penggunaan pupuk organik pada padi sawah. Faktor internal tersebut berupa

motivasi petani, pengalaman berusahatani, dan luas lahan garapan.

Page 23: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

10

Berdasarkan penelitian Widiarta (2011) keberlanjutan praktik pertanian

organik di kalangan petani masih rendah. Meskipun demikian, hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa petani yang berpendidikan lebih tinggi dibandingkan petani

lainnya, cenderung lebih mudah mengadopsi suatu inovasi seperi praktik

pertanian organik. Begitu juga dengan kepemilikan lahan dan kepemilikan hewan

ternak. Petani yang memiliki lahan dan hewan ternak sendiri dapat mempengaruhi

tingkat adopsi petani terhadap pertanian organik. Padahal, pada hasil penelitian

Suwantoro (2008) disebutkan bahwa pertanian organik memerlukan partisipasi

penuh dari seluruh pihak. Hasil penelitian lain yang didapatkan oleh Widiarta

(2011) yaitu masih banyak petani yang belum mengadopsi praktik pertanian

organik. Beberapa alasan yang menyebabkan masih sedikitnya petani yang

menerapkan pertanian organik adalah sebagai berikut:

1. Pola pikir petani yang masih pragmatis dan menganggap praktik pertanian

organik lebih sulit daripada praktik pertanian konvensional,

2. Rendahnya kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan,

3. Petani tidak puas jika hanya menggunakan pupuk organik karena warna hijau

daun tanaman padi kurang terlihat,

4. Praktik pertanian organik tidak menjamin bebas hama,

5. Penggunaan pupuk organik lebih sulit daripada pupuk kimia sintetik,

6. Sebagian petani tidak memiliki pasokan pupuk kandang, banyak petani di

Desa Ketapang yang berstatus sebagai buruh tani sehingga mereka harus

mengejar target hasil panen dari petani pemilik lahan,

7. Sumber air irigasi yang bersih jauh dari lahan pertanian,

8. Hasil panen pertanian organik jumlahnya lebih sedikit dan kurang

memuaskan pada masa awal bertani organik.

Sutanto (2002) juga turut menyatakan bahwa sampai saat ini masih

berkembang pemahaman yang keliru tentang pertanian organik, yaitu: 1) biaya

mahal, 2) memerlukan banyak tenaga kerja, 3) kembali pada sistem pertanian

tradisional, 4) produksi rendah. Selain itu, untuk menerapkan pertanian organik

juga terdapat beberapa kendala, yaitu: a) ketersediaan bahan organik terbatas dan

takarannya harus banyak, b) transportasi mahal karena bahan bersifat ruah, c)

menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh sisa

pertanaman dan limbah organik, d) tidak adanya bonus harga produk pertanian

organik.

Konsep Respons

Menurut Scheerer dalam Sarwono (2003), respons (balas) adalah proses

pengorganisasian rangsang. Rangsang proksimal diorganisasikan sedemikian rupa

sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsang proksimal itu. Proses inilah

yang disebut respons. Menurut Hunt (1962) dalam Sarwono (2003), orang dewasa

mempunyai sejumlah besar unit untuk memproses informasi. Unit-unit ini dibuat

khusus untuk menangani representasi fenomenal dari keadaan di luar yang ada

dalam diri seorang individu (internal environment). Lingkungan internal ini dapat

digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar. Proses

yang berlangsung secara rutin inilah yang dinamakan respons.

Page 24: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

11

Wilis dalam Sarwono (2003) mengemukakan 4 modus dari respon sosial,

yaitu:

1. Konformitas: perilaku konformitas yang murni adalah usaha terus-menerus

dari individu untuk selalu selaras dengan norma-norma yang diharapkan oleh

kelompok. Kalau persepsi individu tentang norma-norma kelompok (standar

sosial) berubah, maka ia akan mengubah pula tingkah lakunya.

2. Ketidaktergantungan (independence): perilaku tidak tergantung murni adalah

perilaku yang memberi nilai nol pada norma yang berlaku. Ini bukannya

berarti bahwa individu sama sekali mengabaikan norma-norma, individu tetap

tahu bahwa ada norma-norma (standar sosial), tetapi ia tidak membiarkan

responsnya dipengaruhi oleh standar sosial tersebut.

3. Anti konformitas (anticonformity): perilaku anti konformitas murni adalah

perilaku yang merupakan respons (balasan, tanggapan) terhadap norma

tersebut, akan tetapi yang arahnya justru berlawanan dengan norma. Dengan

perkataan lain, seorang anti konformis justru memilih perilaku-perilaku yang

menurut standar sosial dinilai “tidak benar”.

4. Variabilitas (variability): variabilitas yang murni adalah perilaku yang

berubah-ubah tidak membantu dan tidak berkaitan dengan norma-norma yang

diprersepsikan individu. Jadinya, gerak di sini tidak ditentukan oleh standar

sosial dan standar sosial tidak diberi nilai apapun oleh individu. Orang yang

respons sosialnya tergolong variabilitas murni dapat disebut juga self anti-

conformity (tidak konform terhadap diri sendiri), karena perilakunya sama

sekali tidak sesuai dengan perilaku awalnya sendiri.

Kerangka Pemikiran

Adanya revolusi hijau terutama bentuknya dalam menerapkan pertanian

konvensional mendorong petani untuk menerapkan pertanian yang menggunakan

bahan-bahan kimia, seperti pupuk kimia dan pestisida kimia. Penggunaan bahan

kimia tersebut dinilai oleh para ilmuan akan membawa dampak buruk bagi

lingkungan maupun kesehatan manusia. Hal ini kemudian mengawali pergerakan

pertanian organik yang dilakukan oleh sekelompok individu yang peduli akan

keadaan lingkungan. Pertanian organik dinilai dapat menjadi alternatif pertanian

ramah lingkungan yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia. Pertanian organik

adalah kegiatan pertanian yang mengupayakan penggunaan asupan luar yang

minimal dan menghindari penggunaan pestisida dan pupuk sintetik. Pertanian

organik diidentifikasikan akan menimbulkan respon berupa tingkat pemahaman,

dan penerapan yang dipengaruhi oleh karakteristik petani. Dalam hal ini, respon

yang tinggi seiring dengan semakin tingginya minat masyarakat untuk

mengkonsumsi makanan yang bebas dari bahan berbahaya. Tingginya respon

tersebut dapat berpengaruh pada kondisi ekonomi, yaitu pada tingkat pendapatan.

Dari perbedaan respon yang diberikan oleh setiap petani maka dapat dilihat

adanya kontradiksi masih sedikitnya petani yang menerapkan pertanian organik.

Secara sederhana, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 25: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

12

Keterangan:

: berhubungan

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis dari penelitian

ini adalah

(1) Diduga terdapat hubungan antara karakteristik petani (tingkat pendidikan

formal, tingkat pengalaman bertani, tingkat keberanian mengambil resiko,

tingkat jejaring yang dimiliki petani, dan tingkat kepemilikan alat produksi)

dengan tingkat respon petani pada pertanian organik.

(2) Diduga terdapat hubungan antara respon petani pada pertanian organik

dengan tingkat pendapatan.

Definisi Operasional

(1) Tingkat pendidikan formal adalah jenjang terakhir sekolah formal yang

pernah diikuti oleh responden. Pengukuran ini dilakukan dengan

menggunakan skala ordinal dan dikategorikan menjadi:

a. Rendah (skor 1) : tidak lulus SD sampai dengan lulus SD/sederajat

b. Tinggi (skor 2) : lulus SMP/sederajat sampai dengan lulus

SMA/sederajat

(2) Tingkat pengalaman bertani adalah lamanya responden dalam melakukan

usahatani. Pengukuran dikategorikan menjadi:

a. Rendah (skor 1) : tingkat pengalaman < 36 tahun

b. Tinggi (skor 2) : tingkat pengalaman ≥ 36 tahun

Respon petani pada

pertanian organik

1. Tingkat pemahaman

2. Tingkat penerapan

Kondisi Ekonomi

1. Tingkat Pendapatan

2. Akses Pasar

Karakteristik Petani

1. Tingkat pendidikan

formal

2. Tingkat pengalaman

bertani

3. Tingkat keberanian

mengambil resiko

4. Tingkat jejaring yang

dimiliki petani

5. Tingkat kepemilikan

alat produksi

Page 26: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

13

(3) Tingkat keberanian mengambil resiko adalah keberanian petani dalam

mengambil keputusan meskipun meskipun memiliki resiko dalam proses

produksi pertanian organik. Indikator yang digunakan untuk mengukur

tingkat keberanian mengambil resiko ini, yaitu:

a. Resiko gagal panen yaitu petani tetap bertani organik meskipun hasil

panen pada awal penerapan pertanian turun drastis/gagal panen.

b. Resiko penyesuaian terhadap hal baru yaitu petani tetap bertani organik

meskipun memiliki cara yang sangat berbeda dengan sistem pertanian

yang telah sejak dahulu Bapak/Ibu terapkan.

c. Resiko penggunaan waktu yaitu petani tetap bertani organik meskipun

menggunakan pupuk kompos yang dibuat sendiri.

d. Resiko kesehatan yaitu petani mau membuat pupuk kompos menggunakan

kotoran hewan yang memiliki bau menyengat.

Pengukuran variabel ini meliputi jawaban “ya” (2) dan “tidak” (1) dan

dikategorikan menjadi:

1. Rendah (skor 1) : akumulasi nilai 4-6

2. Tinggi (skor 2) : akumulasi nilai 7-10

(4) Tingkat jejaring yang dimiliki petani adalah interaksi petani dengan petani

lain maupun dengan penyuluh pertanian. Indikator yang digunakan untuk

mengukur tingkat jejaring, yaitu:

a. Rekan sesama petani satu kelompok tani

b. Rekan sesama petani beda desa

c. Penyuluh pertanian tingkat kecamatan/kabupaten di dalam wilayah

Yogyakarta

d. Penyuluh pertanian tingkat kecamatan/kabupaten di luar wilayah

Yogyakarta.

Petani boleh memilih lebih dari 1 berdasarkan jejaring yang dimiliki.

Selanjutnya akan dikategorikan menjadi:

1. Rendah (skor 1) : akumulasi nilai 1-2

2. Tinggi (skor 2) : akumulasi nilai 3-4

(5) Tingkat kepemilikan alat produksi adalah jenis alat produksi yang dimiliki

oleh petani yang dilihat dari indikator kepemilikan sawah dan hewan ternak.

Petani boleh memilih lebih dari 1 jika memang memilikinya. Selanjutnya

apabila petani hanya memilih 1, maka akan diberikan skor 1 dan apabila

petani memilih kedua-duanya, maka akan diberikan skor 2.

(6) Tingkat respon petani pada pertanian organik adalah perubahan tingkah laku

sebagai akibat dari adanya pertanian organik. Tingkat respon petani dilihat

dari dua indikator, yaitu tingkat pemahaman dan tingkat penerapan. Tingkat

respon petani pada pertanian organik diberikan 14 pernyataan yang meliputi 6

pernyataan terkait tingkat pemahaman dan 8 pernyataan terkait tingkat

penerapan. Tingkat respon petani akan dikategorikan menjadi:

i. Rendah (skor 1) : jika total nilai 14-20

ii. Tinggi (skor 2) : jika total nilai 21-28

Page 27: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

14

Adapun sub variabel dari tingkat respon petani adalah

a. Tingkat pemahaman adalah seberapa besar petani memahami pertanian

organik yang dengan memberikan 6 pernyataan terkait tingkat

pemahaman. Pengukuran variabel ini meliputi jawaban “ya” (2) dan

“tidak” (1). Pengukuran ini dilakukan menggunakan skala ordinal dan

dikategorikan menjadi:

1. Rendah (skor 1) : jika total nilai 6-8

2. Tinggi (skor 2) : jika total nilai 9-12

b. Tingkat penerapan adalah seberapa besar petani menerapkan pertanian

organik sebagai sistem pertaniannya dengan memberikan 8 pernyataan

terkait tingkat penerapan. Pengukuran variabel ini meliputi jawaban “ya”

(2) dan “tidak” (1). Pengukuran ini dilakukan menggunakan skala ordinal

dan dikategorikan menjadi:

1. Rendah (skor 1) : jika total nilai 8-11

2. Tinggi (skor 2) : jika total nilai 12-16

(7) Tingkat pendapatan adalah ukuran taraf hidup yang dilihat dari jumlah

penghasilan petani dari mata pencahariannya sebagai petani yang dilihat dari

penghasilan hasil panen terakhir dikurangi dengan biaya-biaya produksi.

Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan sebaran

data sesuai data lapang.

Pengukuran ini dikategorikan menjadi:

a. Rendah (skor 1) : pendapatan < Rp2 714 617

b. Tinggi (skor 2) : pendapatan ≥ Rp2 714 617

(8) Akses pasar yaitu potensi atau peluang petani dalam memasarkan atau

menjual produk pertaniannya kepada konsumen melalui berbagai macam

saluran distribusi berdasarkan permintaan konsumen. Akses pasar diukur dari

tempat menjual hasil produksi saat ini dan potensi menjual hasil panen di

tempat lain.

Adapun indikator yang digunakan yaitu:

i. Terdapat tempat langganan menjual hasil panen.

ii. Ada potensi menjual hasil panen di tempat lain.

Pengukuran indikator ini meliputi jawaban “ya” (2) dan “tidak” (1) dan

dikategorikan menjadi

1. Rendah (skor 1) : jika total nilai 2

2. Tinggi (skor 2) : jika total nilai 3-4

Page 28: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

15

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Hal ini dilakukan

sebagai upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang

diteliti dengan menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian eksperimental, yaitu

dengan melakukan uji hipotesa untuk mengetahui hubungan sebab akibat variabel

penelitian. Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner

dan mewawancarai sampel penelitian dari populasi yang didalamnya terdapat dua

kelompok berbeda (kelompok pembanding). Pendekatan kualitatif yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yang bersifat deskriptif

untuk sejauh mana berimbasnya pertanian organik pada petani konvensional. Data

kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dan pengamatan langsung di

lokasi penelitian untuk menggali informasi lebih dalam dari pihak informan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelompok tani Madya, Desa Kebonagung,

Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Bulan

April-Mei 2013. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

dengan pertimbangan yaitu kelompok tani Madya merupakan pelaku usaha

penerap jaminan mutu tanaman pangan yang bergerak pada budidaya tanaman

padi yang menghasilkan beras organik. Informasi ini didapatkan dari Profil

Penerima Penghargaan Ketahanan Pangan Bidang Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Pertanian Tahun 2010 yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Penerapan

pertanian organik sudah berlangsung sejak tahun 2008 dan telah bersertifikat oleh

lembaga sertifikasi Persada. Penyusunan proposal dilakukan pada bulan Februari -

April 2013. Pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan pada bulan

April - Mei 2013. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian,

kolokium, revisi proposal, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data,

penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Jadwal Pelaksanaan

Penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penentuan Responden dan Informan Penelitian

Unit analisis penelitian ini adalah individu. Terdapat dua subyek dalam

penelitian ini, yaitu responden dan informan. Responden penelitian ini adalah

petani organik yang telah melaksanakan praktik pertanian organik dengan

budidaya padi sawah dan petani konvensional sebagai responden kontrol yang

tergabung dalam kelompok tani yang sama dengan petani organik. Jumlah

populasi petani di Kelompok Tani Madya (populasi sampling) sebanyak 119

orang. Populasi sampling tersebut terdiri dari dua sub populasi (strata), yaitu 46

orang petani organik dan 73 orang petani konvensional (Lampiran 4). Penelitian

Page 29: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

16

ini menggunakan metode eksperimental yang membutuhkan sampel dari populasi

yaitu dua kelompok responden penelitian yang terdiri dari kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Responden diambil secara acak distratifikasi (stratified

random sampling) karena populasi tidak homogen yaitu terdiri dari dua sub

populasi petani organik dan petani konvensional. Responden dari masing-masing

sub populasi tersebut selanjutnya dipilih secara acak melalui teknik acak

sederhana (simple random sampling) menggunakan bantuan program Microsoft

Excel 2010. Rincian mengenai jumlah populasi dan sampel penelitian dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Populasi dan Responden Penelitian

Kelompok Tani Madya* Populasi Total

* Responden (orang)

Petani Organik 46 30

Petani Konvensional 73 30

Total 119 60 *Sumber: Data Kelompok Tani Madya

Sebanyak 30 orang petani organik dan 30 orang petani konvensional

dijadikan sampel responden dengan asumsi responden tersebut dapat

menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti,

dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan

baku (standar) yang diperoleh, sederhana dan mudah dilaksanakan, serta dapat

memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya

(Teken dalam Singarimbun dan Effendi 1989).

Pemilihan informan dilakukan secara purposive dengan teknik bola salju

(snowball technique). Teknik bola salju adalah penentuan informan dari satu

informan ke informan lainnya yang dilakukan pada saat penelitian dilaksanakan

hingga dicapai jumlah informan yang dianggap dapat merepresentasikan berbagai

informasi yang dibutuhkan. Informan dalam penelitian ini adalah orang yang

memahami maupun telah turut serta dalam pengembangan pertanian organik di

Desa Kebonagung, khususnya kelompok tani Madya. Dengan menggunakan

teknik bola salju, maka didapatkan 3 tokoh yang memahami pertanian organik

yaitu Ngj, Sdy, Mrg. Informan ini diperlukan sebagai pemberi informasi atau data

tambahan terkait dengan penelitian yang tidak dapat diperoleh melalui kuesioner.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari

hasil wawancara melalui kuesioner yang ditujukan kepada responden serta

melalui wawancara mendalam terhadap informan. Data sekunder sebagai data

pendukung diperoleh melalui studi literatur, informasi dari internet, dokumen

yang berhubungan dengan pertanian organik, data potensi desa, serta berbagai

dokumen dan pustaka lainnya yang dapat menunjang penelitian.

Data kuantitatif yang diperoleh dari kuesioner diolah dengan menggunakan

bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2010. Data yang diperoleh dianalisis

dengan menggunakan teknik tabel frekuensi dan tabulasi silang. Analisa tabulasi

Page 30: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

17

silang atau teknik elaborasi adalah metode analisa yang paling sederhana tetapi

memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan

antarvariabel (Singarimbun dan Effendi 1989). Selain analisis data kuantitatif,

dilakukan pula analisis data secara kualitatif sebagai pendukung hasil penelitian

dengan mengutip hasil wawancara mendalam dengan responden atau informan

dan disampaikan secara deskriptif guna mempertajam hasil penelitian. Hasil

analisis data kuantitatif dan kualitatif kemudian disinergikan sehingga dapat

saling melengkapi kebutuhan penelitian. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan

dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.

Keterbatasan Studi

Hal yang patut dikritisi dalam penelitian ini yaitu pada bagian metode

penelitian. Pada awalnya peneliti ingin melihat sejauhmana perbedaan petani

organik dan petani konvensional. Kesalahan terletak pada penentuan responden.

Seharusnya penulis tidak terpaku pada teori Singarimbun dan Effendi (1989) yang

menyatakan bahwa dalam menentukan besarnya sampel dalam suatu penelitian

harus mempertimbangkan derajat keseragaman (degree of homogenity) dari

populasi. Pada dasarnya peneliti ingin melihat perbedaan penerapan yang

dilakukan oleh petani organik dan petani konvensional pada pertanian organik.

Peneliti merasa bahwa menganalisis dalam satu kelompok saja sudah cukup.

Namun ternyata karena adanya keseragaman dalam kelompok tersebut, salah

satunya yaitu jejaring petani dalam memperoleh informasi mengenai pertanian

organik maka berdampak pada pemahaman petani yang sama-sama tinggi namun

penerapannya berbeda. Seharusnya peneliti mengambil responden yang berbeda

desa atau yang jejaring yang dimiliki dalam memperoleh informasi mengenai

pertanian organik beragam.

Keseragaman data yang diperoleh tersebut diduga karena keterbatasan

bahasa yang dimiliki penulis. Penulis hanya menggunakan Bahasa Indonesia

selama proses penelitian ini berlangsung. Padahal petani di kelompok tani Madya

tersebut mayoritas adalah petani yang sehari-harinya menggunakan Bahasa Jawa.

Selain itu, kesalahan lain diduga karena kurang tepatnya waktu yang digunakan

penulis dalam melakukan wawancara pada responden.

Page 31: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

18

Page 32: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

19

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini memaparkan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang terbagi

kedalam beberapa sub bab. Sub bab pertama merupakan profil desa Kebonagung

yang terbagi menjadi beberapa sub-sub bab yang memaparkan tentang kondisi

geografis dan keadaan sosial ekonomi desa. Sub bab kedua berupa profil

kelompok tani Madya, dan sub bab ketiga berupa karakteristik responden

penelitian yang terdiri dari tingkat pendidikan formal, lamanya bertani, tingkat

keberanian mengambil resiko, tingkat jejaring, dan kepemilikan alat produksi.

Profil Desa Kebonagung

Pemerintah dan Kependudukan Desa Kebonagung

Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang terdapat

di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dengan

luas wilayah 183,1105 Ha. Desa Kebonagung memiliki lima dukuh (Dukuh Jayan,

Dukuh Kalangan, Dukuh Kanten, Dukuh Mandingan, dan Dukuh Tlogo) dan 23

rukun tetangga. Desa Kebonagung berada di dataran rendah pada ketinggian 100

meter di atas permukaan laut (dpl). Letak Desa Kebonagung yang berada pada

dataran rendah membuat suhu harian di desa ini antara 23ºC sampai dengan 26ºC.

Batas-batas wilayah Desa Kebonagung adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Karangtalun

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sriharjo

3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Canden

4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Karang Tengah

Berdasarkan data profil desa 2011, jumlah penduduk Desa Kebonagung

adalah 3 456 orang dan jumlah kepala keluarga yang tercatat sebanyak 1 364

kepala keluarga. Status kewarganegaraan seluruh penduduk Desa Kebonagung

adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dengan rincian berdasakan jenis kelamin

yaitu 1 710 orang laki-laki dan 1 746 orang perempuan. Mayoritas penduduk

Kebonagung merupakan penduduk asli Suku Jawa. Dari data profil Desa

Kebonagung 2011 juga didapatkan informasi sumber penghasilan utama sebagian

besar penduduk adalah pertanian dengan komoditas utama berupa padi. Jumlah

keluarga pertanian di Desa Kebonagung sebanyak 300 keluarga dan terdapat

keluarga yang anggota keluarganya menjadi buruh tani sebanyak 174 keluarga.

Kepadatan penduduk di desa ini mencapai 1 920 jiwa/km2.

Mata pencaharian masyarakat di Desa Kebonagung cukup beragam, namun

sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani.

Selain sektor pertanian, masyarakat Desa Kebonagung juga bekerja di bidang

wiraswasta yang meliputi usaha warung, di bidang jasa, dan pertukangan. Hanya

sedikit penduduk yang bekerja sebagai PNS seperti menjadi pemerintah desa dan

guru.

Page 33: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

20

Infrastruktur Desa

Desa Kebonagung memiliki prasarana umum yang disediakan untuk

mempermudah kehidupan sehari-hari penduduknya. Desa Kebonagung terdapat

balai desa balai pertemuan, dan gardu jaga. Sarana pemerintahan desa terdiri dari

balai desa, jalan desa, balai pertemuan, serta gardu jaga. Desa Kebonagung pada

saat ini telah memiliki gedung pendidikan, yaitu gedung taman kanak-kanak (TK),

gedung sekolah dasar (SD), gedung sekolah menengah pertama (SMP), serta

pondok pesantren.

Keadaan jalan di Desa Kebonagung sudah cukup baik dengan kondisi

wilayah yang datar serta jalan yang sudah beraspal ataupun bersemen. Akses

transportasi menuju desa ini juga sangat mudah karena dapat dilalui oleh bus,

truk, kendaraan beroda empat, maupun kendaraan beroda dua. Namun, fasilitas

kendaraan umum menuju Desa Kebonagung masih sangat terbatas jumlahnya dan

hanya beroperasi pada jam-jam tertentu. Sehingga mayoritas penduduknya

menggunakan ojek atau kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat.

Penerangan di desa ini juga masih kurang baik. Pada malam hari, di desa terasa

begitu gelap karena penerangan jalan yang ada hanya berasal dari lampu-lampu

rumah warga, dan merupakan listrik nonpemerintah. Jarak dari Desa Kebonagung

ke ibukota Kecamatan Imogiri sejauh 2 km dengan lama jarak tempuh dengan

kendaraan bermotor adalah 5 menit. Jarak dari Desa Kebonagung ke ibukota

kabupaten/kota adalah 8 km dengan lama jarak tempuh menggunakan kendaran

bermotor adalah 15 menit. Sedangkan jarak dari Desa Kebonagung ke ibukota

Provinsi DI Yogyakarta adalah 17 km dengan lama jarak tempuh menggunakan

kendaraan bermotor adalah 40 menit.

Sebagian besar luas wilayah desa digunakan untuk area persawahan, baik

sawah bersertifikat organik maupun yang belum bersertifikat organik. Selain itu,

tanah di Desa Kebonagung dimanfaatkan untuk pemukiman, fasilitas umum,

lapangan olahraga, dan kuburan. Desa Kebonagung juga terdapat kandang ternak

desa, yaitu lahan yang sengaja dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk

dijadikan kandang hewan ternak mereka. Semua penduduk yang memiliki hewan

ternak berupa sapi, kerbau, maupun kambing harus ”mengandangkan” hewan

mereka di kandang tersebut. Langkah tersebut dilakukan sebagai upaya untuk

menjaga kebersihan lingkungan.

Secara topografi, wilayah Desa Kebonagung membujur dari arah utara ke

selatan dengan kondisi kemiringan lahan merupakan lahan landai (kurang dari 15

derajat) sehingga cocok untuk kegiatan bercocok tanam. Di sebelah timur desa

terdapat jalan provinsi yang berupa jalur wisata menuju Pantai Parangtritis dan

Pantai Renehan Gunungkidul. Sedangkan di sebelah barat Desa Kebonagung

kondisi wilayahnya datar dan dilalui Sungai Opak. Di barat desa tersebut juga

terdapat Bendungan Tegal yang berfungsi untuk mengairi lahan pertanian dan

sebagai objek wisata.

Kondisi Ekonomi dan Pertanian

Mata pencaharian masyarakat di Desa Kebonagung cukup beragam, yaitu

sebagai petani maupun di sektor lainnya yang meliputi usaha warung, bekerja di

bidang jasa, dan pertukangan, baik di dalam desa maupun di luar desa. Namun,

sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani sehingga setiap

kepala keluarga memiliki lahan untuk diolah, baik lahan tersebut merupakan milik

Page 34: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

21

pribadi, bagi hasil, sewa, maupun tanah milik pemerintah desa. Bagi yang tidak

memiliki lahan dan tidak memiliki keahlian lain, biasanya mereka menjadi buruh

tani di lahan-lahan milik tetangganya. Petani di Desa Kebonagung terdiri dari 712

orang. Sebanyak 46 orang petani di desa tersebut merupakan petani organik dan

sisanya merupakan petani konvensional.

Di desa Kebonagung terdapat 5 (lima) kelompok tani yaitu kelompok tani

Sasona Catur, kelompok tani Karya, kelompok tani Nguyobogo, kelompok tani

Madya, dan kelompok tani Pantiwicoro. Kelompok tani tersebut dibuat atas

kesadaran para petani sendiri, dan ketua kelompok tani dipilih secara

musyawarah. Menurut penuturan Mrg (45 tahun), secara umum hampir seluruh

petani di desa ini telah mendapatkan informasi mengenai Pengelolaan Tanaman

Terpadu (PTT) dan pertanian organik, namun masih sedikit petani yang mencoba

untuk menerapkan dan memiliki lahan bersertifikat organik.

Siklus tanam di Desa Kebonagung cukup beragam, tergantung kebijakan

yang dibuat oleh masing-masing kelompok. Mayoritas petani di Desa

Kebonagung merupakan petani gurem sehingga hasil dari pertanian mereka hanya

cukup untuk konsumsi pribadi. Tetapi terdapat pula beberapa petani yang menjual

hasil panen mereka, baik kepada penggilingan gabah yang berada di jalan utama

desa maupun kepada penangkar benih.

Kondisi Sosial Budaya

Sejak tahun 2006, Desa Kebonagung telah ditetapkan menjadi desa wisata

pendidikan pertanian berdasarkan SK Bupati Bantul No 359 Tahun 2006 tentang

Kepengurusan POKDARWIS Desa Kebonagung Kecamatan Imogiri Kabupaten

Bantul. Desa ini juga terdapat Museum Tani Jawa Indonesia yang didirikan

dengan tujuan agar generasi muda dapat mewarisi budaya bertani dan dapat

menghargai perjuangan petani, mengingat semakin rendahnya minat para pemuda-

pemudi Indonesia dalam melestarikan pertanian seiring dengan perkembangan

teknologi (Anonim 2011). Selain itu, di Desa Kebonagung juga terdapat rumah

adat Jawa yaitu rumah Joglo dan Limasan.

Profil Kelompok Tani Madya

Kelompok tani Madya merupakan salah satu organisasi petani yang terdapat

di Desa Kebonagung. Kelompok ini bergerak di bidang budidaya tanaman padi

dan telah diresmikan oleh Kepala Desa Kebonagung pada 6 Agustus 1981. Ketua

kelompok tani Madya pertama adalah seorang kepala dukuh yang bernama

Pramogo Suharjo dengan jumlah anggota awal sebanyak 63 orang. Saat ini,

kelompok tani Madya diketuai Ngatidjo yang dipilih berdasarkan hasil

musyawarah dan kelompok tani ini memiliki anggota sebanyak 119 dengan

komposisi 46 orang petani organik dan 73 orang petani konvensional.

Kelompok tani Madya telah mendapatkan beberapa prestasi dalam bidang

pertanian, yaitu penghargaan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pemasaran

Hasil Pertanian sebagai pemenang penghargaan ketahanan pangan bidang

pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dan juga penghargaan ketahanan

pangan dari Menteri Pertanian RI atas prestasi dalam mendorong dan

mewujudkan pemantapan ketahanan pangan melalui padi organik (Anonim 2011).

Page 35: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

22

Sejak tahun 2006, kelompok tani Madya memang sudah menetapkan

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT adalah suatu pendekatan dalam

budidaya padi yang menekankan pada pengelolaan, tanama, lahan, air, dan

organisme pengganggu tanaman (OPT) secara terpadu. Pengelolaan yang

diterapkan tersebut mempertimbangkan hubungan sinergis dan komplementer

antar komponen. Selain PTT, kelompok tani Madya juga bergerak di bidang

budidaya tanaman padi organik. Dalam melaksanakan usaha produksi beras,

kelompok ini mengacu pada SNI 19-9001-2001 Sistem Manajemen Mutu

Persyaratan tahun 2001, Badan Standarisasi Nasional (BSN) serta Keputusan

Menteri Pertanian Nomor 170/Pelaku Usaha/OT.210/3/2007 tentang Pelaksanaan

Standarisasi Nasional dibidang pertanian, Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-

6729-2002 untuk Sistem Pangan Organik.

Kelompok tani Madya telah sejak tahun 2008 mencoba untuk menerapkan

pertanian organik. Kelompok tersebut juga telah mendapatkan sertifikat sebanyak

dua kali yaitu pada tahun 2010 dan 2013 sebagai penghargaan yang diberikan oleh

Lembaga Sertifikasi Persada. Pada tahun 2010, kelompok tani Madya

mendapatkan sertifikat organik dengan No. Register 001-2501-10 karena telah

melaksanakan sistem manajemen organik sesuai dengan SNI 01-6792-2002 untuk

budidaya tanaman padi. Sertifikat tersebut berlaku dalam waktu tiga tahun dari

tanggal 24 Januari 2010 sampai dengan tanggal 24 Januari 2013. Selanjutnya pada

tahun 2013, kelompok tani Madya kembali mendapatkan sertifikat organik denga

No. 012/P/1012/2012 dari Lembaga Sertifikasi Pangan Organik LSPO-007-IDN

dan Lembaga Sertifikasi Persada. Sertifikat kedua diberikan kepada kelompok

tani Madya karena telah menerapkan sistem produksi pangan organik sesuai SNI

6729-2010-Organic Food & Production System dan CAC/GL 32/1999 Codex

Alimentarius Commission Guidelines for the production, processing, labelling

and marketing of organically produced foods. Ruang lingkup sertifikasi adalah

padi organik dengan luas lahan 5.7 hektar. Selain penghargaan berbentuk

sertifikat yang telah diberikan oleh pemerintah, kelompok tani Madya juga telah

mendapatkan beberapa bantuan dari pemerintah Kabupaten Bantul berupa rumah

kompos sebagai tempat pembuatan kompos, biogas, traktor, dan kompos.

Dalam melakukan kegiatan usahanya, kelompok tani Madya menetapkan

visi bahwa kelompok ini dapat mewujudkan petani yang mampu dan bijaksana

dalam mengelola usaha pertanian yang lebih adil dan sejahtera. Para pengurus

kelompok tani Madya telah berkomitmen bahwa seluruh kebijakan yang ada akan

mengarah pada visi tersebut. Perusahan ini juga memiliki tiga misi, yaitu

memberdayaan sumberdaya petani dalam menumbuhkan usahatani yang lebih

produktif demi meningkatkan pendapatan, mendorong petani untuk maju dalam

dunia usahatani demi meningkatkan ekonomi keluarga, mendorong petani untuk

lebih percaya diri dalam bermitra dengan kelompok tani lain dan instansi lain

seperti lembaga pemerintah maupun swasta.

Kelompok tani Madya saat ini memiliki beberapa usaha dan kegiatan yang

modalnya berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota, simpanan

sukarela yang sewaktu-waktu dapat ditarik, serta bantuan dari lembaga lain atau

pemerintah berupa kredit lunak, dana bergulir, maupun dana hibah. Adapun usaha

dan kegiatan yang dijalankan oleh kelompok tani Madya adalah sebagai berikut:

Page 36: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

23

1. Usahatani padi sawah.

Salah satu kegiatan pokok kelompok tani Madya adalah menghasilkan produk

beras, baik organik maupun non organik. Produk beras tersebut

dibudidayakan dengan tiga penerapan, yaitu System Rice Intensification,

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), dan secara organik. Kelompok ini pun

telah mendapatkan Penghargaan Ketahanan Pangan Bidang Pengolahan Dan

Pemasaran Hasil Pertanian tahun 2010 oleh Kementerian Pertanian Republik

Indonesia.

2. Usaha ternak

Para petani anggota kelompok tani Madya juga mengusahakan ternak kerbau,

sapi, dan kambing. Hewan ternak tersebut dikumpulkan menjadi satu di

“kandang ternak” yang telah disediakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten

Bantul. Masing-masing kapling kandang ternak tersebut akan diberikan biaya

sewa sebesar Rp30 000 per tahun dan uang tersebut akan dimasukkan ke

dalam kas kelompok.

3. Pembuatan kompos

Sebagian besar petani kelompok tani Madya menggunakan pupuk kompos

yang dibuat sendiri. Kotoran ternak didapatkan dari kandang ternak tersebut.

Pembuatan pupuk kompos mendapatkan arahan dari Dinas Pertanian

Kabupaten Bantul.

4. Usaha lain

Selain usaha-usaha di atas, kelompok tani Madya juga melaksanakan usaha

lain diantaranya budidaya tanaman holtikultura dan sayur mayur seperti

kacang panjang, pengelolaan hasil panen yang dijual kepada penggiling beras

maupun penangkar bibit padi, serta simpan pinjam yang baru saja dirintis.

Kegiatan Budidaya Padi Organik di Kelompok Tani Madya

Kelompok tani Madya terdiri dari petani organik dan petani konvensional.

Pada dasarnya, keduanya sama-sama memiliki proses penanaman padi yang tidak

jauh berbeda. Pemberian sertifikat organiklah yang menjadi salah satu alasan

petani secara konsisten mau menerapkan menerapkan pertanian organik. Standar

budidaya secara organik yang ditentukan oleh kelompok adalah menanam padi

lokal mentik wangi atau mentik susu dengan tidak lagi menggunakan pupuk dan

pestisida kimia sintetis. Musim tanam petani di kelompok tani Madya pun

diseragamkan baik yang organik maupun konvensional. Biasanya, dalam waktu 2

tahun, petani melakukan 5 kali panen. Berikut merupakan uraian penerapan

budidaya padi di kelompok tani Madya.

1. Pengolahan Tanah

Lahan pertanian organik yang seluas 5.7 ha telah dikonversi dari tanah yang

sebelumnya terdapat bahan kimia sintetik menjadi tanah yang bebas dari

unsur-unsur kimia yang berbahaya selama lebih dari 5 tahun. Langkah

pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani organik pada dasarnya tidak

jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh petani konvensional dan yang telah

mereka lakukan sebelumnya. Pengolahan tanah pertanian organik dapat

dilakukan seperti metode konvensional. Perbedaannya berada pada pemberian

pupuk kompos sebanyak 5-10 ton/ha dan dilakukan pembajakan dengan

menggunakan traktor maupun kerbau. Selanjutnya, tanah diratakan dan

didiamkan kurang lebih selama 1-2 hari untuk dilakukan penanaman.

Page 37: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

24

Kesuburan tanah sangat bergantung pada pemberian pupuk organik.

Mayoritas petani organik menggunakan pupuk kompos yang dibeli maupun

pupuk kandang. Namun, mereka tidak menggunakan kotoran ayam karena

memiliki kandungan kimia yang sangat tinggi. Petani organik telah

merasakan adanya perbedaan kesuburan tanah yang semakin meningkat

setelah mereka beralih ke pertanian organik.

2. Pemilihan Benih/Persemaian

Benih yang digunakan oleh petani organik dan petani konvensional adalah

mentik wangi dan mentik susu. Benih yang digunakan ini menghasilkan padi

aromatik. Namun, masih ada petani konvensional yang menggunakan benih

IR 64. Benih yang digunakan oleh petani dibudidayakan secara alami dengan

tidak menggunakan obat pengatur tumbuh. Banyak benih yang digunakan

adalah 2.5-3 kg per 1000 meter persegi atau sesuai dengan kebutuhan.

Banyak benih disesuaikan dengan kondisi luas lahan dan jumlah benih padi

yang tersedia. Benih yang digunakan oleh petani sesuai yang dianjurkan oleh

kelompok, yaitu 12-14 hari setelah semai.

3. Penanaman

Petani di kelompok tani Madya menggunakan sistem tanam pindah. Artinya

setelah benih dicabut harus segera di tanam kembali di lahan pertanian

masing-masing. Hari penanaman ini biasanya ditentukan secara musyawarah

dengan melakukan kumpul kelompok. Benih ditanam saat berusia 12-14 hari

setelah semai dan ditanam setiap lubang 1-2 batang. Setiap petani memiliki

hak masing-masung untuk mengatur jarak tanam. Namun, kelompok

menghimbau petani untuk menerapkan sistem tanam jajar legowo (tajarwo)

2:1 karena dianggap paling bagus. Sistem tajarwo ini diterapkan oleh seluruh

petani organik dan hanya beberapa saja petani konvensional yang

menerapkan sistem ini. Sistem tajarwo ini sangat dianjurkan oleh kelompok

karena dapat membantu meningkatkan hasil panen. Namun, selain

penanaman secara tajarwo dan konvensional terdapat pula petani yang

menerapkan tabilah.

4. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Sejauh ini kelompok tani Madya belum pernah mengalami masalah hama

atau penyakit tanaman yang sangat parah. Biasanya, lahan hanya terganggu

oleh belalang. Penanganan hama yang dilakukan oleh petani organik berbeda

dengan yang dilakukan oleh petani konvensional. Petani konvensional masih

menggunakan pestisida kimia sintetik untuk mengatasi hama. Petani organik

menghindari praktik pengendalian hama yang dapat merusak lingkungan.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dilakukan dengan

menggunakan pestisida nabati apabila diperlukan. Namun, secara umum

petani di kelompok tani Madya menerapakan pengendalian hama terpadu.

5. Pemupukan

Pemupukan yang dilakukan oleh petani organik berbeda dengan petani

konvensional. Petani organik sudah mampu melepaskan diri dari

ketergantungan pada penggunaan pupuk kimia sintetik. Petani organik pada

umumnya menggunakan pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan pupuk

cair organik. Selain menggunakan pupuk kandang maupun kompos yang

diproses sendiri, petani organik juga menggunakan pupuk Petroganik.

Page 38: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

25

Sedangkan, petani konvensional masih menggunakan pupuk kimia sintetik

berupa NPK, tetapi ada juga petani yang menggunakan kompos.

6. Panen

Hasil panen petani masih merupakan gabah kering maupun gabah basah.

Petani kelompok tani Madya menjual hasil panen kepada penggilingan dan

ada pula beberapa dari petani konvensional yang menjual hasil panen kepada

penangkar benih. Tidak semua petani langsung menjual hasil panen. Hasil

panen yang didapat oleh hampir sebagian besar petani langsung di bawa

pulang ke rumah. Petani akan menjual sesuai dengan keadaan apakah gabah

tersebut perlu untuk di jual atau cukup untuk dikonsumsi pribadi.

Gambaran Umum Responden

Responden pada penelitian ini berjumlah 60 orang dengan proporsi 30 orang

petani organik dan 30 orang petani konvensional. Sub-sub bab berikut ini akan

menunjukkan jumlah dan persentase responden penelitian menurut tingkat

pendidikan formal, tingkat pengalaman bertani, tingkat keberanian mengambil

resiko, tingkat jejaring, dan tingkat kepemilikan alat produksi yang dimiliki

petani.

Tingkat Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu rendah (tidak

tamat SD sampai dengan tamat SD/sederajat) dan tinggi (tamat SMP/sederajat

sampai dengan tamat SMA/sederajat). Tabel 2 di bawah ini menyajikan jumlah

dan persentase responden menurut tingkat pendidikan formal.

Tabel 2 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan, kelompok

tani Madya, 2013

Tingkat Pendidikan

Formal

Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Rendah 17 56.67 14 46.67

Tinggi 13 43.33 16 53.33

Total 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa mayoritas responden petani

organik berada pada kategori rendah (56.67%) sedangkan responden petani

konvensional mayoritas berada pada kategori tinggi (53.33%). Sebagian besar

petani mengaku bahwa mereka hanya sekolah hingga tamat SD dan sangat sedikit

yang meneruskannya ke jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut karena

keterbatasan dana sehingga banyak petani yang memilih untuk tidak bersekolah

lagi dan meneruskan pekerjaan orang tuanya sebagai petani. Padahal, dengan

tingkat pendidikan yang tinggi, diharapkan dapat menciptakan cara-cara baru

dalam perkembangan pertanian yang ramah lingkungan.

Page 39: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

26

Tingkat Pengalaman Bertani

Tingkat pengalaman bertani diamati dari lamanya petani mulai bercocok

tanam di sawah. Berdasarkan hasil pengamatan kepada 60 responden didapatkan

bahwa tingkat pengalaman bertani tersingkat adalah 7 tahun dan terlama 55 tahun,

dengan pengalaman bertani rata-rata sebesar 36 tahun. Selanjutnya tingkat

pengalaman bertani dibagi menjadi dua kategori, yaitu rendah (< 36 tahun) dan

tinggi (≥36 tahun). Tabel 3 menyajikan jumlah dan persentase responden menurut

tingkat pengalaman bertani.

Tabel 3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengalaman bertani,

kelompok tani Madya, 2013

Tingkat Pengalaman

Bertani

Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase

(%)

Jumlah Persentase

(%)

Rendah 15 50 14 46.67

Tinggi 15 50 16 53.33

Total 30 100 30 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pengalaman bertani responden

mayoritas berada pada kategori tinggi dengan persentase responden petani organik

sebesar 50% dan persentase responden petani konvensional sebesar 53.33%. Hal

ini menunjukkan bahwa mayoritas anggota kelompok tani Madya memiliki

tingkat pengalaman bertani yang tergolong tinggi, yaitu lebih dari 36 tahun.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada responden, banyak

responden yang mengaku sudah bertani sejak kecil dengan cara membantu kedua

orang tua. Namun, terdapat pula responden yang mulai bertani kurang dari

sepuluh tahun yang lalu karena kebutuhan.

Tingkat Keberanian Mengambil Resiko

Menurut Putri (2011), kepribadian dilihat dari karakter yang

menggambarkan diri individu, salah satunya yaitu mau mengambil resiko. Dalam

penelitian ini, keberanian mengambil resiko sengaja dipilih untuk mengetahui

seberapa jauh petani mau menerapkan pertanian yang sekiranya berisiko.

Responden diberikan empat pertanyaan terkait keberanian mengambil resiko.

Tingkat keberanian mengambil resiko kemudian diukur dengan memberikan skor

terhadap jawaban responden dan menghitung jumlah skor tersebut. Skor yang

diperoleh dibagi ke dalam dua kategori, yaitu rendah dan tinggi. Tingkat

keberanian mengambil resiko responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 40: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

27

Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberanian mengambil

resiko, kelompok tani Madya, 2013

Tingkat Keberanian

Mengambil Resiko

Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase

(%)

Jumlah Persentase

(%)

Rendah 0 0 19 63.33

Tinggi 30 100 11 36.67

Total 30 100 30 100

Tabel 4 menunjukkan adanya perbedaan tingkat keberanian mengambil

resiko pada petani organik dan petani konvensional. Pada petani organik terlihat

bahwa tingkat keberanian mengambil resiko berada pada kategori tinggi (100%),

sedangkan tingkat keberanian mengambil resiko pada petani konvensional berada

pada kategori rendah (63.33%). Pada responden petani organik, resiko

berkurangnya hasil panen karena gagal panen pada awal penerapan pertanian

organik dianggap hal yang wajar sebagai bentuk penyesuaian tanah terhadap

penggunaan pupuk organik.

“... Iya turun. 2 sampai 3 kali panen baru normal lagi. Soalnya kan

tanah biasanya dikasih pupuk kimia terus, jadinya seperti nyesuain

dulu gitu...” (Tgr, 52 tahun)

Berbeda halnya dengan petani konvensional, karena mereka masih takut

untuk lepas dari bahan kimia sintetik sehingga meskipun sudah ada beberapa

petani konvensional yang menggunakan pupuk organik, mereka tetap

menyeimbangkannya dengan penggunaan pupuk kimia. Meskipun demikian, baik

responden petani organik maupun petani konvensional hanya sedikit yang berani

untuk menggunakan pupuk kompos yang dibuat sendiri. Terdapat beberapa

diantara mereka yang sudah berorganik memilih untuk menggunakan pupuk

Petroganik atau POMI dan petani konvensional menggunakan pupuk Ponska

daripada harus mengolah kompos dari kotoran hewan.

“... Nggak, Mbak, tenaganya kalo bikin sendiri nggak ada. Paling

untuk pupuk saya beli saja atau kan ada hijau-hijauan itu pakai aja

langsung...” (Sgy, 55 tahun).

Tingkat Jejaring

Berdasarkan definisi operasional, tingkat jejaring adalah interaksi petani

dengan petani lain maupun dengan penyuluh pertanian untuk mendapatkan

informasi mengenai pertanian organik. Responden diberikan empat pertanyaan

terkait jejaring yang dimiliki petani. Tingkat jejaring kemudian diukur dengan

memberikan skor terhadap jawaban responden dan menghitung jumlah skor

tersebut. Skor yang diperoleh dibagi ke dalam dua kategori yaitu rendah dan

tinggi. Tingkat jejaring dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 41: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

28

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat jejaring, kelompok tani

Madya, 2013

Tingkat Jejaring Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Rendah 30 100 30 100

Tinggi 0 0 0 0

Total 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa baik petani organik maupun

petani konvensional tingkat jejaring berada pada kategori rendah. Rendahnya

tingkat jejaring yang dimiliki disebabkan oleh responden petani organik dan

konvensional mendapatkan informasi mengenai pertanian organik hanya dari

rekan satu kelompok tani dan penyuluh pertanian tingkat Kabupaten Bantul. Pada

Kelompok Tani Madya setiap petani telah menjalin hubungan yang cukup baik

sehingga dapat terjalin proses pertukaran ilmu dan pengetahuan mengenai

pertanian organik. Penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kabupaten Bantul dan

Yogyakarta ternyata memiliki peranan yang besar dalam memberikan informasi.

Sehingga meskipun tidak ada petani yang mendapatkan informasi dari sesama

petani berbeda desa maupun dari penyuluh di luar Yogyakarta, informasi yang

didapat dari dalam kelompok itu pun dianggap sudah cukup, bahkan telah

membuat lahan pertanian di Desa Kebonagung ada yang bersertifikat organik.

Selain dari jejaring yang telah terbentuk sesama anggota Kelompok Tani

Madya, informasi pertanian organik juga didapatkan petani dari berbagai media

massa, baik cetak maupun elektronik.

“... Kalo penyuluhan cuma dari dinas aja, Mbak. Dinas Kabupaten

atau dari Yogya aja. Tapi ya kalo saya baca-baca dari media. Sinar

Tani itu, yaa saya baca-baca buat tambah informasi...” (Ngj, 62

tahun)

Tingkat Kepemilikan Alat Produksi

Tingkat kepemilikan alat produksi diamati dari kepemilikan lahan pertanian

dan hewan ternak. Kedua indikator tersebut sengaja dipilih karena kepemilikan

lahan pertanian diduga menjadi salah satu alasan responden mau menjadi petani,

sedangkan hewan ternak diduga dapat mempermudah petani untuk

memanfaatkannya dalam membajak tanah maupun memanfaatkan kotoran hewan

untuk dijadikan pupuk (kompos). Tingkat kepemilikan alat produksi dibagi

menjadi dua kategori, yaitu rendah (responden hanya memiliki hewan ternak atau

lahan pertanian saja) dan tinggi (responden memiliki hewan ternak dan lahan

pertanian.

Page 42: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

29

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepemilikan alat

produksi, Kelompok Tani Madya, 2013

Tingkat Kepemilikan

Alat Produksi

Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase

(%)

Jumlah Persentase

(%)

Rendah 25 83.33 21 70

Tinggi 5 16.67 9 30

Total 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa petani organik dan petani

konvensional tingkat kepemilikan alat produksi berada pada kategori rendah. Hal

itu karena hanya sedikit petani yang memiliki kedua alat produksi seperti lahan

pertanian dan hewan ternak. Mayoritas petani di Kelompok Tani Madya hanya

memiliki lahan pertanian saja. Hal tersebut sudah dianggap cukup karena pupuk

dapat diperoleh dengan mudah, yaitu petani dapat membeli langsung dari kios alat

pertanian, menggunakan bekas tanaman, atau meminta kotoran ternak milik

rekanan. Selain itu, hewan ternak juga sudah jarang sekali digunakan untuk

membajak. Petani dapat membajak tanah menggunakan traktor milik kelompok.

“... Saya bertani sudah dari dulu, Mbak, dari SD. Ya sekedar bantu

orang tua di sawah itu sudah bertani toh. Tanah yang saya miliki ini

juga tanah warisan, ya jadi sekarang tinggal terusin aja” (Mrg, 45

tahun).

Responden lainnya juga mengatakan:

“... Pupuk ya disamping pupuk kotoran sapi, ya pupuk cair, namanya

pomi. Itu banyak yang pakai. Saya sendiri pakai, pakai pomi...” (Sdy,

54 tahun)

“... Bajaknya ya pake traktor. Itu sudah langganan. Kalo dulu ya

bajaknya pake kerbau, tapi sekarang yang punya sudah tidak

banyak...” (Srw, 61 tahun).

Dengan demikian, meskipun petani tidak memiliki hewan ternak, hal

tersebut tidak menjadi penghalang bagi petani untuk tetap bertani karena masih

bisa mengusahakan untuk membeli pupuk.

Page 43: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

30

Page 44: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

31

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PETANI DENGAN

RESPON PETANI PADA PERTANIAN ORGANIK

Respon Petani pada Pertanian Organik

Respon petani adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada petani

sebagai akibat adanya pertanian organik. Dalam penelitian ini, respon petani

dilihat melalui dua indikator yaitu tingkat pemahaman dan tingkat penerapan

pertanian organik. Responden diberikan 14 pernyataan terkait respon, yaitu 6

pernyataan terkait tingkat pemahaman dan 8 pernyataan terkait tingkat penerapan.

Respon kemudian diukur dengan memberikan skor terhadap jawaban responden

dan menghitung jumlah skor tersebut. Skor yang diperoleh dibagi ke dalam duaa

kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat pemahaman dan penerapan

responden pada pertanian organik dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengetahuan dan

penerapan petani pada pertanian organik, kelompok tani Madya, 2013

Kategori

Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase

(%)

Jumlah Persentase

(%)

Tingkat Pemahaman

Rendah 0 0 7 23.33

Tinggi 30 100 23 76.67

Total 30 100 30 100

Tingkat Penerapan

Rendah 0 0 25 83.33

Tinggi 30 100 5 16.67

Total 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui adanya perbedaan penerapan pada

petani organik dan petani konvensional. Responden pada penelitian ini merupakan

petani yang berada pada satu kelompok. Namun, meskipun tingkat pemahaman

petani tinggi, tingkat penerapan pada petani konvensional masih rendah. Hal ini

karena pada dasarnya kelompok tani Madya adalah kelompok yang menerapkan

sistem usaha tani terpadu atau yang lebih di kenal dengan petani kelompok Madya

dengan pengelolaan tanaman terpadu (PTT).

Menurut Sutanto (2002) sistem usaha tani terpadu merupakan salah satu

peluang pertanian organik yang dapat diterapkan dengan memperhatikan kondisi

lokasi yang spesifik. Sistem usaha tani terpadu ini menggunakan masukan

teknologi yang rendah dengan sistem pertanian organik dan sumberdaya lokal

didaur ulang secara efektif. Hal ini sesuai dengan keadaan di lapangan yang

menunjukkan bahwa pada petani konvensional sebagian besar dari mereka

menggunakan pupuk organik dan pupuk kimia. Menurut penuturan Mrg (45

tahun), petani konvensional juga tidak selalu menggunakan pestisida kimia

sintetik. Pestisida kimia sintetik tersebut digunakan sesuai kebutuhan saja, yaitu

apabila hama di sawah sudah melebihi ambang batas. Namun karena petani

konvensional masih menggunakan pupuk maupun pestisida kimia, hal tersebutlah

Page 45: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

32

yang menyebabkan tingkat penerapan pada pertanian organik rendah. Karena

seharusnya pertanian organik murni itu menggunakan pupuk organik, pupuk

hayati, dan pestisida hayati dan menghindarkan penggunaan pupuk kimia dan

pestisida/bahan kimia pertanian (Sutanto 2002).

Fakta lain yang diperoleh di lapangan adalah sistem pengairan irigasi pada

kelompok tani Madya masih tercampur antara lahan organik maupun lahan

konvensional. Kelompok tani Madya menggunakan perairan yang berasal dari

Sungai Opak (Bendungan Canden Kiri). Sehingga pada lahan organik pun masih

terdapat campuran bahan kimia yang berasal dari air tersebut.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut respon petani pada pertanian

organik, kelompok tani Madya, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase

(%)

Jumlah Persentase

(%)

Rendah 0 0 14 46.67

Tinggi 30 100 16 53.33

Total 30 100 30 100

Tabel 8 menunjukkan bahwa kedua responden penelitian memiliki tingkat

respon yang tinggi. Tingginya respon tersebut disebabkan oleh tingginya tingkat

pemahaman penerapan petani pada pertanian organik (lihat Tabel 7). Sedangkan

pada petani konvensional, tingginya respon petani pada pertanian organik

disebabkan oleh tingginya tingkat pemahaman. Mrg (45 tahun) juga menyatakan

bahwa petani kelompok Madya sangat responsif pada pertanian organik. seluruh

petani telah mencoba menggunakan pupuk organik meskipun tidak secara

berkelanjutan. Informasi yang diperoleh pun cukup seragam sehingga pemahaman

pada pertanian organik seragam pula. Menurut penuturan Ngj (62 tahun),

pemerintah Kabupaten Bantul pernah melakukan penyuluhan mengenai pertanian

organik dan hampir seluruh petani di Desa Kebonagung, terutama Kelompok Tani

Madya menghadirinya. Dari penyuluhan itulah informasi mengenai pertanian

organik di dapatkan dan satu persatu petani mencoba untuk mempraktikkannya.

Pertanian organik di Kelompok Tani Madya sudah sejak tahun 2008

diperkenalkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bantul. Penyuluhan tersebut

diikuti oleh hampir seluruh anggota petani sehingga pengetahuan yang dimiliki

hampir seragam. Namun tidak semua petani hadir dalam penyuluhan tersebut

karena terdapat beberapa petani yang berhalangan hadir. Namun ketidakhadiran

petani dalam penyuluhan itu juga tidak menutup kemungkinan bagi petani untuk

mengetahui informasi lebih tentang pertanian organik karena petani yang tidak

hadir dapat bertanya kepada petani yang hadir pada saat penyuluhan

diselenggarakan. Selain dari dinas, kelompok khususnya ketua kelompok Madya

juga melakukan sosialisasi mengenai pertanian organik baik dalam pertemuan

kelompok maupun dengan obrolan ringan yang dilakukan di sawah.

Selain tingkat pemahaman, tingkat penerapan pertanian organik pada petani

organik juga memiliki peran sehingga menghasilkan respon yang tinggi. Petani

sejak tahun 2008 sudah ada yang coba menerapkan pertanian organik dan berhasil

mendapatkan sertifikasi lahan pertanian budidaya organik pada tahun 2010. Lahan

pertanian Kelompok Tani Madya saat ini yang telah bersertifikat seluas 5.7

Page 46: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

33

hektar. Sertifikat tersebut secara tidak langsung turut mengontrol petani untuk

tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetik.

Tidak hanya petani organik, petani konvensional pun ternyata juga telah ada

yang mulai mencoba untuk menghindari penggunaan pupuk kimia maupun

pestisida sintetik.

“... Ya kalo saya sudah mengurangi penggunaan kimia. Pupuk pake

aja itu dari kotoran sapi, atau hijau-hijauan saya langsung taro di

sawah. Kalo tanam sekarang, saya pake pupuk Petroganik...” (Mrg,

45 tahun).

Hubungan Karakteristik Petani dengan Respon Petani pada Pertanian

Organik

Sub bab ini menjelaskan hubungan antara karakteristik petani dengan respon

petani pada pertanian organik. Karakteristik petani yang dihubungkan dengan

respon petani antara lain tingkat pendidikan formal, tingkat pengalaman bertani,

tingkat keberanian mengambil resiko, kekuatan jejaring, dan tingkat kepemilikan

alat produksi.

Hubungan Tingkat Pendidikan Formal dengan Respon Petani pada

Pertanian Organik

Variabel tingkat pendidikan formal dihubungkan dengan respon petani pada

pertanian organik bertujuan untuk melihat apakah tingkat pendidikan formal dapat

berpengaruh terhadap respon petani pada pertanian organik. Hubungan ini

dianalisis dengan menggunakan metode tabulasi silang.

Tabel 9 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

pendidikan formal, responden petani organik, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Pendidikan Formal Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 0 0 0 0 0 0

Tinggi 17 100 13 100 30 100

Jumlah 17 100 13 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 9, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan respon

petani pada pertanian organik. Petani yang memiliki pendidikan rendah ternyata

memiliki respon yang tinggi pada pertanian organik. Hal ini menunjukkan bahwa

pendidikan formal yang rendah pun tidak menjadi penghalang bagi petani untuk

memahami informasi dan menerapkan pertanian organik. Karena informasi

mengenai pertanian organik tidak didapat dari pendidikan formal, melainkan dari

kegiatan informal yaitu penyuluhan pertanian dan informasi dari petani lain.

Page 47: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

34

Tabel 10 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

pendidikan formal, responden petani konvensional, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Pendidikan Formal Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 8 57.14 6 37.50 14 46.67

Tinggi 6 42.86 10 62.50 16 53.33

Jumlah 14 100 16 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 10, dapat diketahui

bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan respon petani

pada pertanian organik. Petani yang memiliki pendidikan rendah memiliki respon

yang rendah pula pada pertanian organik. Sebaliknya, responden yang

berpendidikan formal tinggi, ternyata juga memiliki respon yang tinggi pada

pertanian organik.

Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10, dapat dianalisa bahwa pendidikan formal

sesungguhnya memiliki peranan bagi petani. Semakin tinggi pendidikan petani,

maka seharusnya semakin tinggi pula respon petani pada pertanian organik.

Namun, pada seluruh responden terlihat adanya kebebasan dalam memahami dan

menerapkan pertanian organik sehingga dapat menghasilkan respon yang tinggi.

Artinya, petani yang memiliki pendidikan rendah juga bebas untuk memahami

informasi yang dapat memberikan penghidupan lebih baik. Karena ilmu dan

pengetahuan tidak selalu berasal dari pendidikan formal, tetapi juga didapat dari

pendidikan non formal maupun dari hasil pengalaman selama hidup. Selain itu,

diduga adanya motivasi yang mendorong petani untuk menerapkan pertanian

organik.

Hubungan Tingkat Pengalaman Bertani dengan Respon Petani pada

Pertanian Organik

Variabel tingkat pengalaman bertani dihubungkan dengan respon petani

pada pertanian organik bertujuan untuk melihat apakah tingkat pengalaman

bertani dapat berpengaruh terhadap respon petani pada pertanian organik.

Hubungan ini dianalisis dengan menggunakan metode tabulasi silang.

Tabel 11 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

tingkat pengalaman bertani, responden petani organik, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Pengalaman Bertani Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 0 0 0 0 15 50

Tinggi 15 100 15 100 15 50

Jumlah 15 100 15 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 11, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengalaman bertani dengan respon

petani pada pertanian organik. Hasil wawancara yang dilakukan kepada responden

didapatkan bahwa dahulu sebelum datangnya informasi mengenai pertanian

Page 48: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

35

organik, banyak petani yang menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetik.

Namun, semenjak pertanian organik sudah datang ke petani tersebut, sistem

bertani yang menggunakan kimia sudah dihilangkan.

“... Kemarin sih ngga ada hama, Mbak. Selama organik hamanya gak

terlalu bermasalah. Kecuali dulu misal ada ulat banyak ya harus

disemprot, dulu juga ada serangan wereng...” (Wrn, 66 tahun).

Tabel 12 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

tingkat pengalaman bertani, responden petani konvensional, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Pengalaman Bertani Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 6 42.86 8 50 14 46.67

Tinggi 8 57.14 8 50 16 53.33

Jumlah 14 100 16 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 12, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengalaman bertani dengan respon

petani pada pertanian organik. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa petani yang

pengalaman bertaninya rendah ternyata juga memiliki respon yang tinggi pada

pertanian organik. Hal ini terjadi karena petani yang pengalaman bertaninya

rendah diduga lebih tertarik untuk menggali informasi lebih dalam dan

memahaminya terlebih dahulu mengenai pertanian organik sebelum

menerapkannya (tingginya tingkat pemahaman dapat dilihat pada Tabel 7).

Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 12 dapat dianalisa bahwa petani yang

memiliki tingkat pengalaman bertaninya tinggi cenderung memiliki respon yang

tinggi pada pertanian organik. Fakta di lapangan yang ditemukan oleh peneliti

adalah mayoritas anggota Kelompok Tani Madya adalah generasi tua. Artinya

yaitu sebagian besar petani sudah berumur 40 tahun ke atas dan banyak dari

petani yang mengaku sudah bertani sejak kecil untuk membantu keluarga,

sehingga memungkinkan jika pengalaman mereka tinggi. Tingginya pengalaman

diduga dapat menyebabkan petani telah memahami dengan pasti kondisi

pertaniannya. Dengan demikian, respon yang tinggi pada pertanian organik

merupakan bentuk dari petani yang mencoba untuk memperbaiki sistem

bertaninya.

Meskipun demikian, masih terdapat petani yang pengalaman bertaninya

rendah namun respon yang diberikan tinggi. Hal itu terjadi karena ada petani yang

baru mulai bertani beberapa tahun yang lalu tetapi sudah memiliki respon yang

tinggi sebagai akibat dari pemahaman dan penerapannya pada pertanian organik

itu tinggi. Tingginya respon tersebut di dapatkan dari kepercayaannya untuk

belajar lebih mengenai pertanian pada kelompok.

“... Saya memulai bertani itu baru. Semenjak bapak ngga ada saya

yang menggantikan. Saya ikuti kelompok. Katanya ada pertanian

organik ya saya belajar dari kelompok...” (Sgy, 55 tahun)

Page 49: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

36

Hubungan Tingkat Keberanian Mengambil Resiko dengan Respon Petani

pada Pertanian Organik

Variabel tingkat keberanian mengambil resiko dihubungkan dengan respon

petani pada pertanian organik bertujuan untuk melihat apakah tingkat keberanian

mengambil resiko dapat berpengaruh terhadap respon petani pada pertanian

organik. Hubungan ini dianalisis dengan menggunakan metode tabulasi silang.

Tabel 13 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

tingkat keberanian mengambil resiko, responden petani organik, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Keberanian Mengambil Resiko Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 0 0 0 0 0 0

Tinggi 0 0 30 100 30 100

Jumlah 0 0 30 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 13, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat keberanian mengambil

resikodengan respon petani pada pertanian organik. Meskipun demikian fakta di

lapangan menunjukkan bahwa tingkat keberanian mengambil resiko yang tinggi

itulah yang menyebabkan respon petani pada pertanian organik tinggi. Petani

organik tetap mau menerapkan sistem pertanian organik yang bebas dari

penggunaan bahan kimia sintetik walaupun pada awal penerapannya hasil panen

mengalami pengurangan sebagai bentuk adaptasi tanah terhadap perlakuan yang

diberikan. Penerapan organik yang harus mengubah kebiasaan petani dalam

menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetik juga ternyata tidak menjadi

kendala dan tidak menimbulkan resiko. Justru pertanian organik mempermudah

petani dalam mendapatkan pupuk. Pupuk organik tersebut tidak hanya berupa

pupuk kompos dari hewan ternak atau pupuk Petroganik. Tetapi petani justru

lebih mudah menggunakan daun yang sudah gugur atau mati untuk dijadikan

pupuk dengan meletakkannya pada lahan pertanian.

Tabel 14 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

tingkat keberanian mengambil resiko, responden petani konvensional,

2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Keberanian Mengambil Resiko Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 10 52.63 4 36.36 14 46.67

Tinggi 9 47.37 7 63.64 16 53.33

Jumlah 19 100 11 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 14, dapat diketahui

bahwa terdapat hubungan antara tingkat keberanian mengambil resiko dengan

respon petani pada pertanian organik. Petani yang keberanian mengambil

resikonya rendah cenderung memiliki respon yang rendah pula pada pertanian

organik.

Page 50: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

37

Berdasarkan Tabel 13 dan Tabel 14 dapat dianalisa bahwa seharusnya

semakin tinggi tingkat keberanian mengambil resiko maka semakin tinggi pula

respon petani pada pertanian organik. Pada petani organik tidak terdapat

hubungan karena tidak terdapat satu pun petani yang memiliki tingkat keberanian

resiko dan respon pada pertanian organik yang rendah. Mereka semua memiliki

keberanian resiko dan respon pada pertanian organik yang tinggi. Hal ini dapat

menjadi salah satu alasan bahwa sampai penelitian ini dilaksanakan lahan

pertanian kelompok Tani Madya ada yang telah mendapatkan sertifikat dari Dinas

Pertanian Bantul. petani organik termasuk dalam petani yang memiliki keberanian

mengambil resiko tinggi. Meskipun pada awal diterapkan pertanian organik pada

lahan mereka hasil panen sedikit menurun hal tersebut tidak menjadi alasan petani

untuk tidak berorganik.

“... Saya ngga mengalami gagal panen, Mbak. Kan ada kelompok.

Kelompok yang kasih informasi gimana menerapkan organik ini...”

(Wrn, 66 tahun).

Meskipun demikian, masih terdapat petani organik yang keberanian

mengambil resiko rendah. Hal tersebut karena mereka belum siap untuk membuat

pupuk organik sendiri. Saat ini dapat dengan mudah memperoleh pupuk organik,

baik dalam bentuk padat maupun cair.

“... Saya ngga punya sapi, mau buat waktunya juga ngga ada. Paling

pake Pomi aja itu atau Petroganik. Lebih mudah didapatkan itu

daripada pupuknya harus buat sendiri...” (Wkj, 45 tahun).

Sedangkan, pada petani konvensional dari tabel tabulasi silang dapat dilihat

bahwa semakin rendah keberanian mengambil resiko, maka semakin rendah pula

respon petani pada pertanian organik. Hal ini terbukti dari hanya sedikit petani

yang mau menggunakan pupuk organik, apalagi membuat pupuk kandang sendiri

karena terbentur oleh masalah waktu.

“... Saya buat pupuk sendiri ndak, Mbak. Waktunya ngga ada, saya

juga menggarap sawah milik orang lain juga...” (Srw, 61 tahun)

Hubungan Tingkat Jejaring dengan Respon Petani pada Pertanian Organik

Variabel tingkat jejaring dihubungkan dengan respon petani pada pertanian

organik bertujuan untuk melihat apakah tingkat jejaring dapat berpengaruh

terhadap respon petani pada pertanian organik. Hubungan ini dianalisis dengan

menggunakan metode tabulasi silang.

Page 51: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

38

Tabel 15 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

tingkat jejaring, responden petani organik, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Jejaring Petani Jumlah

Rendah Tinggi

f % F % F %

Rendah 0 0 0 0 0 0

Tinggi 30 100 0 0 30 100

Jumlah 30 100 0 0 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 15, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat jejaring dengan respon petani pada

pertanian organik. Hal ini disebabkan jejaring yang dibentuk oleh petani organik

hanya sampai penyuluh pertanian dalam lingkup Yogyakarta. Selain berinteraksi

dengan petani satu kelompok, informasi pertanian organik jugadidapatkan dari

penyuluhan tingkat Kabupaten Bantul. Tidak ada petani yang mendapatkan

informasi dari desa lain. Rasa kepercayaan yang tinggi kepada keberadaan

kelompok lah yang menyebabkan pertanian organik masih terlaksana hingga saat

ini.

Tabel 16 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

jejaring petani, responden petani konvensional, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Jejaring Petani Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % F %

Rendah 14 46.67 0 0 14 46.67

Tinggi 16 53.33 0 0 16 53.33

Jumlah 30 100 0 0 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 16, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat jejaring dengan respon petani pada

pertanian organik. Petani yang tingkat jejaringnya rendah cenderung memiliki

respon yang tinggi pada pertanian organik. Sama halnya dengan petani organik,

mayoritas petani konvensional hanya memiliki jejaring petani sesama kelompok

dan dari penyuluhan tingkat kabupaten untuk mendapatkan informasi mengenai

pertanian organik.

Dengan demikian, berdasarkan Tabel 15 dan Tabel 16 dapat dianalisa

bahwa tingkat jejaring tidak memiliki hubungan nyata dengan respon petani pada

pertanian organik. Hal tersebut disebabkan oleh penyuluh yang memberikan

penyuluhan mengenai pertanian organik pada kelompok tersebut hanya berasal

dari wilayah Yogyakarta, baik tingkat kabupaten maupun provinsi. Sampai saat

ini belum ada penyuluh yang berasal dari luar Yogyakarta datang untuk

memberikan penyuluhan informasi mengenai pertanian organik. Meskipun

penyuluh hanya berasal dari Yogyakarta, namun respon yang diberikan oleh

petani hampir seluruhnya merupakan respon positif. Artinya, mereka mau

memahami dan menerapkan pertanian organik.

Selain dari penyuluh, informasi mengenai pertanian organik juga didapatkan

dari rekan sesama petani Kelompok Madya. Kelompok secara rutin mengadakan

Page 52: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

39

pertemuan untuk menentukan masa tanam dan panen yang secara otomatis juga

ikut berperan memberikan informasi tambahan mengenai pertanian organik. Tidak

hanya sampai disitu. Terdapat juga petani yang mendapatkan informasi tambahan

mengenai pertanian organik dari media massa, sehingga pengetahuan mereka

semakin meningkat yang pada akhirnya akan membuat mereka untuk mencoba

menerapkan pertanian organik.

Hasil penelitian ini didukung oleh Reijntjes et all (1999) yang menyatakan

terdapat suatu studi di India yang dilakukan oleh Flader dan Slade pada tahun

1985, dan didapatkan hasil bahwa 47% petani memilih teman sesama petani

sebagai sumber informasi utama sementara 19% yang memilih petugas penyuluh

lapangan, 16% kontak tani, dam 10% siaran radio pertanian. Dengan demikian,

jejaring sesama petani dan penyuluh pertanian dinilai memegang peranan penting

dalam menyebarkan informasi pertanian.

Hubungan Tingkat Kepemilikan Alat Produksi dengan Respon Petani pada

Pertanian Organik

Variabel tingkat kepemilikan alat produksi dihubungkan dengan respon

petani pada pertanian organik bertujuan untuk melihat apakah tingkat kepemilikan

alat produksi dapat berpengaruh terhadap respon petani pada pertanian organik.

Hubungan ini dianalisis dengan menggunakan metode tabulasi silang.

Tabel 17 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

kepemilikan alat produksi, responden petani organik, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Kepemilikan Alat Produksi Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 0 0 0 0 0 0

Tinggi 25 100 5 100 30 100

Jumlah 25 100 5 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 17, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat kepemilikan alat produksi dengan

respon petani pada pertanian organik. Data di lapangan menunjukkan bahwa

memang mayoritas petani telah memiliki lahan pertanian sendiri meskipun tidak

terlalu luas, namun hanya sedikit petani yang memiliki hewan ternak. Lahan

pertanian yang berstatus milik sendiri itu lah yang menyebabkan petani cenderung

memiliki respon yang tinggi pada pertanian organik. mereka dapat secara bebas

untuk menerapkan pertanian organik demi menghasilkan produk pertanian yang

sehat dan demi kelestarian lingkungan.

Page 53: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

40

Tabel 18 Jumlah dan persentase respon petani pada pertanian organik menurut

kepemilikan alat produksi, responden petani konvensional, 2013

Respon Petani Pada

Pertanian Organik

Kepemilikan Alat Produksi Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 10 47.62 4 44.44 14 46.67

Tinggi 11 52.38 5 55.56 16 53.33

Jumlah 21 100 9 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 18, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara kepemilikan alat produksi dengan respon

petani pada pertanian organik. Petani yang kepemilikan alat produksinya rendah

cenderung memiliki respon pada pertanian organik yang tinggi. Sama halnya

dengan petani organik. Status kepemilikan lahan tersebut yang menyebabkan

petani memiliki kebebasan untuk menentukan apakah perlu mengubah lahan

pertaniannya menjadi lahan organik atau sudah cukup menjadi petani

konvensional.

Pada Tabel 17 dan Tabel 18 dapat dianalisa bahwa tidak terdapat hubungan

antara tingkat kepemilikan alat produksi dengan respon petani pada pertanian

organik. Tingginya kepemilikan alat produksi tidak selalu dapat mendorong petani

untuk memiliki respon yang tinggi pada pertanian organik. fakta di lapangan

menunjukkan berupa hewan ternak di petani konvensional belum tentu digunakan

sebagai penunjang dalam menerapkan pertanian. Terdapat beberapa responden

petani konvensional yang mengaku hewan ternak yang dimiliki merupakan

warisan dan tidak semuanya memanfaatkan kotorannya untuk dijadikan pupuk

(kompos). Terdapat pula petani yang justru memberikan hasil kotoran tersebut

untuk dijadikan kompos oleh petani lain.

“... Saya memang punya sapi, tapi kotorannya tidak dijadikan kompos

tuh Mbak. Kalo ada petani yang minta ya saya kasih aja...” (Srw, 61

tahun)

Page 54: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

41

PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK

TANI MADYA

Analisis Tingkat Pendapatan dan Akses Pasar

Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan responden diukur berdasarkan pendapatan responden

pada hasil panen terakhir yang didapat dari hasil bertani. Perhitungan pendapatan

merupakan pendapatan bersih yang dihitung dengan cara penerimaan hasil panen

dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang diukur dengan rupiah. Berdasarkan

hasil pengamatan terhadap 60 responden didapatkan bahwa pendapatan terkecil

petani adalah sebesar Rp645 000 dan terbesar Rp8 215 000 yang kedua-duanya

berasal dari petani organik, dengan penghasilan rata-rata sebesar Rp2 714 617 dan

rata-rata hasil panen 769.28 kg. Selanjutnya tingkat pendapatan dibagi menjadi

dua kategori yaitu rendah (< Rp2 714 617) dan tinggi (≥ Rp2 714 617). Jumlah

responden berdasakan tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan,

kelompok tani Madya, 2013

Tingkat Pendapatan Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Rendah 11 36.7 22 73.33

Tinggi 19 63.3 8 26.67

Total 30 100 30 100

Tabel 19 menunjukkan bahwa pendapatan responden sangat menyebar. Pada

responden petani organik dapat dilihat bahwa sebagian besar berada pada kategori

tinggi, sedangkan pada petani konvensional sebagian besar berada pada kategori

rendah. Meskipun demikian, pendapatan yang diperoleh petani dari usaha

pertanian tersebut tidak memberikan penghasilan secara langsung dalam bentuk

uang. Artinya yaitu hasil panen yang didapatkan hanya digunakan untuk konsumsi

sendiri. Petani akan menjual hasil panennya apabila hasil panen sedang meningkat

atau saat petani sedang membutuhkan uang barulah mereka akan menjual hasil

panen tersebut. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Mrg (45 tahun) sebagai

berikut.

“Rata-rata kalo petani secara umum hasilnya di bawa pulang sendiri.

Dijemur sendiri. Nanti apabila ada kebutuhan umpamanya beli pupuk

ya dijual ke penggiling.”

Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 19, diketahui bahwa rata-rata

pendapatan bersih petani organik lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan

petani konvensional. Pendapatan petani organik rata-rata Rp2 984 367 dengan

hasil panen rata-rata yaitu 935.9 kg. Sedangkan pendapatan petani konvensional

rata-rata yaitu Rp2 444 867 dengan hasil panen rata-rata 602.67 kg.

Tinggi/rendahnya pendapatan petani tidak hanya bergantung pada jumlah panen,

tetapi juga pada harga yang diberikan pasar. Perbandingan harga jual antara

produk pertanian organik dan konvensional dapat dilihat pada Tabel 20.

Page 55: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

42

Tabel 20 Daftar harga jual hasil pertanian organik dan konvensional di

Kelompok Tani Madya, Tahun 2013

Hasil Panen

yang Dijual

Harga Jual/kg (Rp)

Organik Konvensional

Jual Ke Penggilingan Jual Ke

Penggilingan

Jual Ke

Penangkar

Benih

Gabah Basah 3 600 – 3 800 3 200 – 3 400 3 900

Pada Tabel 20, secara jelas dapat diketahui bahwa harga jual hasil pertanian

organik lebih tinggi daripada hasil pertanian konvensional. Namun, penjualan

hasil pertanian organik hanya terpusat pada penggilingan saja, sedangkan pada

petani konvensional gabah yang dihasilkan selain dijual ke penggilingan, terdapat

pula petani yang menjual hasil panennya kepada penangkar benih meskipun hanya

sedikit dari responden penelitian yang menjual hasil panennya kepada penangkar

benih tersebut. Dengan demikian, penulis memiliki asumsi lain bahwa pendapatan

petani, baik petani organik maupun petani konvensional dapat meningkat jika

petani mampu menjual hasil panen dalam bentuk beras karena harga jual dalam

bentuk beras pastinya lebih tinggi dari harga jual dalam bentuk gabah. Selain itu,

penulis menduga bahwa pendapatan petani dipengaruhi oleh respon petani

tersebut pada pertanian organik. oleh karena itu, penulis mencoba untuk

menganalisis hubungan antara respon petani pada pertanian organik dengan

tingkat pendapatan. Hubungan ini dianalisis dengan menggunakan metode

tabulasi silang. Hasil hubungan ditunjukkan pada Tabel 21 berikut.

Tabel 21 Jumlah dan persentase pendapatan menurut respon petani pada

pertanian organik, responden petani organik, 2013

Pendapatan

Respon Petani pada Pertanian

Organik Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 0 0 11 36.67 11 36.67

Tinggi 0 0 19 63.33 19 63.33

Jumlah 0 0 30 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 21, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara respon petani pada pertanian organik

dengan tingkat pendapatan. Selain itu, pada tabel dapat diketahui bahwa petani

yang memiliki respon yang tinggi pada pertanian organik juga memiliki tingkat

pendapatan yang tinggi. Hal ini diduga semakin dalam pemahaman petani pada

pertanian organik maka petani tersebut akan menerapkan pertanian yang benar-

benar murni organik. Dengan demikian, maka hasil pertanian pun menjadi lebih

bagus dibandingkan hasil pertanian konvensional sehingga memiliki harga jual

yang lebih tinggi pula sehingga pendapatan petani pun dapat meningkat.

Page 56: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

43

Tabel 22 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan menurut respon petani pada

pertanian organik, responden petani konvensional, 2013

Pendapatan

Respon Petani pada Pertanian

Organik Jumlah

Rendah Tinggi

f % f % f %

Rendah 11 78.57 11 68.75 22 73.33

Tinggi 3 21.43 5 31.25 8 26.67

Jumlah 14 100 16 100 30 100

Berdasarkan perhitungan tabulasi silang pada Tabel 22, dapat diketahui

bahwa tidak terdapat hubungan antara respon petani pada pertanian organik

dengan tingkat pendapatan. Selain itu, pada tabel dapat dilihat bahwa petani yang

memiliki respon yang rendah maupun respon yang tinggi pada pertanian organik

ternyata memiliki tingkat pendapatan yang rendah pula. Hal itu karena lahan

mereka belum bersertifikat organik sehingga hasil pertanian masih digolongkan

sebagai hasil pertanian konvensional. Di Desa Kebonagung, harga jual hasil

pertanian konvensional masih tergolong rendah (Tabel 20). Hasil produk

konvensional dinilai berbeda dengan hasil produk organik, hal tersebut

menyebabkan harga jual hasil produk konvensional rendah.

Pada Tabel 21 dan Tabel 22 dapat dianalisa bahwa ternyata respon petani

pada pertanian organik tidak berhubungan dengan tingkat pendapatan. Namun

pada kenyataannya, pendapatan petani organik lebih tinggi dibandingkan dengan

petani konvensional. Hal ini disebabkan tingginya harga jual hasil pertanian

organik, sehingga secara tidak langsung dapat diketahui bahwa keputusan petani

untuk bertani organik atau tidak dapat mempengaruhi pendapatannya. Pada Tabel

19 dan Tabel 21 dapat dilihat juga bahwa masih ada petani organik yang memiliki

pendapatan rendah karena lahan yang dimilikinya tidak terlalu luassehingga hanya

mampu menghasilkan hasil panen yang sedikit pula. Meskipun demikian, petani

organik yang memiliki pendapatan rendah tidak menyebabkan ia berhenti untuk

terus menjadi petani organik. Hal ini disebabkan oleh penerapan pertanian organik

yang dilakukan atas kesadaran pribadi petani masing-masing. Petani merasa

bahwa penggunaan bahan kimia pada tanah telah menghancurkan kesuburan

tanah. Oleh karena itu petani mencoba untuk menerapkan sistem pertanian

organik yang ramah lingkungan. Beberapa petani juga merasa bahwa hasil

pertanian organik itu sangat memuaskan, baik dari segi kesehatan maupun harga

jual. Namun, hasil pertanian organik memang jarang yang dijual karena hasilnya

hanya habis untuk konsumsi keluarga. Sehingga pendapatan yang didapatkan

bukan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk hasil panen.

Akses Pasar

Menurut Widiarta (2011), akses pasar adalah kemampuan atau peluang

petani dalam memasarkan atau menjual produk pertaniannya kepada konsumen

melalui berbagai macam saluran distribusi berdasarkan permintaan konsumen.

Pada penelitian ini, digunakan dua indikator untuk mengetahui akses pasar yaitu

tempat langganan menjual hasil panen dan peluang menjual hasil panen ke tempat

lain. Kondisi perbandingan akses pasar antara petani organik dan petani

konvensional dapat dilihat pada Tabel 19.

Page 57: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

44

Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan akses pasar, Kelompok

Tani Madya, 2013

Akses Pasar Petani Organik Petani Konvensional

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Rendah 0 0 0 0

Tinggi 30 100 30 100

Total 30 100 30 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa akses pasar petani berada pada kategori

tinggi. Petani telah memiliki tempat langganan untuk menjual hasil panen dan

juga telah mengetahui adanya peluang untuk menjual ke tempat lain. Berdasarkan

hasil wawancara kepada responden, diketahui bahwa setiap petani telah memiliki

tempat langganan untuk menjual hasil panen. Menurut penuturan semua

responden, tempat langganan untuk menjual hasil panen adalah pada tengkulak

(tempat penggilingan beras) yang terdapat di jalan luar wilayah desa, baik untuk

hasil panen organik maupun konvensional. Petani organik mengaku bahwa hasil

panen juga bisa secara bebas dijual kepada konsumen. Untuk harga jual, biasanya

sebelum panen dilakukan kumpul kelompok untuk menentukan harga jual yang

sesuai dengan kondisi pasar sebagai gambaran apakah harga beli yang ditawarkan

oleh penggiling beras sudah sesuai dengan harga pasar.

Sangat disayangkan saluran distribusi lain seperti koperasi, grosir beras

organik maupun secara bermitra belum dapat dijangkau oleh petani. Hal itu

karena Kelompok Tani Madya belum memiliki alat penggilingan gabah sehingga

jika ingin menjual dalam jumlah besar harus menggilingnya ke tempat

penggilingan gabah. Padahal sebagian besar petani telah mengetahui bahwa jika

dengan bermitra akan mempermudah petani dalam menjual hasil panen. Fakta

mengenai peluang menjual hasil panen ke tempat lain diperkuat oleh pernyataan

salah satu informan penelitian sebagai berikut:

“... Sekarang kita sudah punya sertifikat padi organik. Jadi

rencananya kelompok akan bermitra dengan pihak lain. Nanti

kelompok akan punya penggilingan sendiri. Hasil panen akan

dipisahkan dengan pertanian konvensional. Udah bisa jual beras

bukan gabah lagi nanti jadinya.” (Ngj, 62 tahun)

Petani organik dan konvensional telah mengetahui bahwa harga beras

organik di pasar sangatlah tinggi. Namun, permintaan yang tinggi tersebut belum

sejalan dengan kesiapan kelompok untuk memenuhi permintaan yang ada. Oleh

karena itu, kelompok akan mengusahakan semaksimal mungkin untuk

mengembangkan jejaring pemasaran hasil pertanian organik.

Keunggulan Pertanian Organik

Pada dasarnya petani organik di kelompok tani Madya telah merasakan

manfaat setelah mengubah pertanian mereka menjadi pertanian organik. Seluruh

petani organik yang menjadi responden penelitian ini mengaku bahwa hasil beras

dari pertanian organik lebih enak daripada pertanian konvensional dan memiliki

harga jual yang lebih tinggi. Petani dapat menggunakan beras hasil pertaniannya

Page 58: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

45

sendiri untuk makan, berbeda dengan petani konvensional yang perlu membeli

beras untuk kebutuhan makan sehari-hari. Sehingga petani dapat meminimalkan

pengeluaran rumah tangga untuk membeli beras karena dapat mengkonsumsi

beras hasil pertanian sendiri dan dapat menggunakannya untuk keperluan lainnya.

Pertanian organik juga menggunakan input eksternal yang rendah dengan

mengoptimalkan penggunaan asupan alami yang ada di sekitar melalui proses

daur ulang bahan-bahan alami. Petani dapat menghemat penggunaan benih dan

memanfaatkan sisa tanaman dengan mendaur ulang daun-daun telah mati. Selain

itu petani juga dapat memanfaatkan kotoran ternak sehingga lingkungan sekitar

tidak mengalami kesulitan untuk membuang kotoran ternak tersebut.

Praktik pertanian organik terbukti menguntungkan secara ekonomi,

khususnya pada tingkat pendapatan. Responden yang merupakan petani organik

memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden

petani konvensional. Selain itu, pertanian organik berupaya untuk menciptakan

pasar yang berpihak kepada petani organik tersebut. Selain harga jual gabah yang

lebih tinggi daripada gabah hasil pertanian konvensional, petani juga memiliki

kesempatan untuk ikut menentukan harga jual atas produk yang telah mereka

hasilkan. Permintaan yang tinggi pada pertanian organik juga memberikan nilai

lebih bahwa petani organik dapat dengan bebas menjual hasil panennya dengan

tidak selalu menjual pada penggilingan padi saja.

Peluang Penerapan Pertanian Organik Pada Petani Konvensional

Sutanto (2002) mendefinisikan bahwa pertanian organik bertujuan untuk

mengelola pertanian dan ekosistem sekaligus bersama-sama. Petani harus mampu

mengelola pertaniannya dengan menggunakan segala sumber daya yang berasal

dari lingkungan tinggalnya. Hal tersebut perlu diterapkan untuk meminimalkan

ketergantungan petani pada pupuk dan pestisida kimia yang sebelumnya telah

mereka gunakan. Penerapan pertanian organik hanya akan berhasil baik di

wilayah atau tempat yang secara alami cukup bahan organik dan ketersediaan

pupuk kimia terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali (Susanto 2002).

Berdasarkan hasil penggalian informasi di lapangan, ternyata ditemui

banyak permasalahan yang menjadi penghalang sulitnya pertanian organik

berkembang dengan cepat. Tingginya respon petani organik pada pertanian

organik ternyata tidak memberikan pengaruh yang besar pada petani

konvensional. Hal tersebut dilihat tidak banyak petani konvensional yang berani

menerapkan pertanian organik secara berkelanjutan walaupun sebagian besar

diantara mereka telah banyak yang memahaminya. Pada Tabel 7 telah dilihatkan

bahwa pemahaman pada petani konvensional yang tinggi, yaitu sebesar 76.67%

diduga memungkinkan petani konvensional untuk beralih menjadi petani organik.

Hal tersebut didukung pula dengan sebesar 16.67% petani konvensional yang

sistem pertaniannya sudah mengarah ke pertanian organik. Sehingga dengan

pemahaman yang tinggi, seharusnya petani petani lebih menyadari sisi positif dari

pertanian organik. Namun, pertanian organik yang merupakan salah satu bentuk

dari pertanian berkelanjutan memiliki kendala dalam menerapkannya, salah

satunya yaitu kendala sumber daya manusia yang rata-rata tingkat pendidikan

petani relatif rendah, kondisi kesehatan petani kurang baik, produktivitas kerja

Page 59: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

46

masih rendah, dan kurangnya motivasi untuk maju (Kusharto dan Gunardja dalam

Salikin 2003).

Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan,

didapatkan informasi bahwa petani konvensional masih takut untuk benar-benar

menerapkan pertanian organik yang bebas dari penggunaan pestisida atau pupuk

kimia sintetik walaupun pada dasarnya mereka telah memahami pertanian

organik.

“Petani konvensional itu ya istilahnya masih takut nerapin karena

syarat-syarat organik itu banyak sekali toh. Kalo di kelompok ini

ya semua petani ini diajak kumpul sosialisasi organik.” (Sdy, 54

tahun)

Informan Mrg (45 tahun) menambahkan pula bahwa pada dasarnya petani

itu membutuhkan segala sesuatu untuk usahataninya yang cepat. Sehingga petani

lebih suka dan terbiasa untuk membeli daripada memanfaatkan lingkungan

sekitar.

“Petani kan butuh yang cepat, jadi mau tidak mau ya lebih baik beli.

Soalnya kan kalo proses buat obat yang alami itu kan minimalnya

butuh waktu satu minggu dan lebih lama lebih bagus.” (Mrg, 45

tahun)

Tingginya tingkat pendidikan (53.33%) pada petani konvensional

seharusnya dapat menjadi pendorong petani untuk menerapkan pertanian organik.

Karena semakin tingginya pendidikan seharusnya petani lebih memahami bahwa

lingkungan ini perlu dijaga kelestariannya, salah satunya dengan menerapkan

pertanian yang ramah lingkungan yaitu pertanian organik. Hal ini didukung oleh

hasil penelitian Widiarta (2011) yang menyatakan bahwa petani yang

berpendidikan lebih tinggi dibandingkan petani lainnya cenderung lebih mudah

mengadopsi suatu inovasi seperti pertanian organik. Namun, dalam penelitian ini

juga terlihat bahwa petani organik sebagian besar (56.67%) merupakan petani

yang berpendidikan rendah. Oleh karena itu, agar pertanian organik dapat

berlangsung dan diterapkan oleh petani di Indonesia, diperlukan peran pemerintah

untuk lebih memerhatikan tingkat pendidikan petani. Selain itu diharapkan bahwa

pemerintah juga mampu memberikan pendidikan informal kepada petani dengan

cara sosialisasi dan penyuluhan yang secara intensif dilakukan agar petani lebih

sadar akan manfaat dari pertanian organik.

Selain tingkat pendidikan formal, seharusnya dengan tingginya tingkat

pengalaman bertani petani konvensional (53.33%), petani dapat belajar dan

menyadari bahwa tanah yang telah diberi bahan-bahan kimia sintetik secara

bertahun-tahun nantinya akan mengalami kerusakan. Oleh sebab itu, sebaiknya

petani konvensional perlu beralih untuk membebaskan lahannya dari bahan-bahan

kimia berbahaya tersebut. Namun sangat disayangkan, ternyata untuk mengajak

petani konvensional menjadi petani organik masih sulit dilaksanakan. Hasil

penggalian informasi yang dilakukan didapatkan bahwa masih sulit untuk

mengubah perilaku petani yang sudah terbiasa menggunakan pupuk dan pestisida

kimia yang dapat secara instan didapatkan.

Page 60: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

47

Mrg (45 tahun) merupakan petani konvensional yang saat ini telah mencoba

untuk melepaskan diri dari ketergantungan kepada pupuk dan pestisida kimia.

Mrg (45 tahun) dapat digolongkan sebagai petani semi konvensional karena telah

berupaya untuk secara konsisten menggunakan pupuk organik, baik yang berasal

dari tanaman atau kotoran ternak. Namun, Mrg terkadang masih menggunakan

pestisida kimia karena lahannya masih berada pada lahan konvensional. Di lahan

konvensional tersebut, hama tanaman dapat digolongkan lebih banyak

dibandingkan dengan lahan pertanian organik.

“Pupuknya saya bikin sendiri, cuma kotorannya beli. Kalo saya pada

dasarnya menggunakan barang yang ada. Kalo sudah merasa cukup

ya itu aja. Saya ya daun-daun yang jatoh itu saya ambili, saya

langsung taro ke sawah. Baru beberapa hari sudah langsung mulai

menghijau.” (Mrg 45 tahun)

Selain itu, didapatkan pula informasi lain bahwa petani tidak puas dengan

hasil panen yang sedikit pada saat pertama kali menerapkan pertanian organik.

Srw (61 tahun) merupakan salah satu dari beberapa petani yang telah mengalami

masalah tersebut. Srw (61 tahun) hanya mampu menerapkan pertanian yang bebas

dari pupuk kimia selama 1 kali panen. Hal tersebut karena Srw (61 tahun) merasa

bahwa penerapan pertanian organik itu sulit. Padahal Srw (61 tahun) telah

merasakan manfaat dari penerapan pertanian yang bebas bahan kimia sintetik

yaitu beras yang bagus dan nasi yang pulen dan tidak cepat basi. Di sisi lain Srw

(61 tahun) juga berpendapat bahwa hasil pertanian jika tidak diimbangi dengan

pupuk kimia, hasil panen yang diterima lebih sedikit. Hal itulah yang

menyebabkan saat ini Srw (61 tahun) belum bisa melepaskan diri dari

ketergantungan pada pupuk kimia sintetik. Ketergantungan ini yang menyebabkan

adanya pandangan bahwa usaha pertanian tidak bisa terlepas dari penggunaan

pupuk kimia. Fakta ini sesuai dengan hasil penelitian Widiarta (2011) yang

menyampaikan bahwa hasil panen pertanian organik jumlahnya lebih sedikit dan

kurang memuaskan pada masa awal bertani organik sehingga masih sedikit petani

yang menerapkan pertanian organik. Padahal dari literatur yang telah peneliti

baca, rendahnya hasil panen pada awal penerapan pertanian organik merupakan

hal yang wajar karena pada saat itu merupakan masa peralihan tanah yang setelah

tiga hingga lima tahun dilalui justru akan naik dan memuaskan.

Selain kekecewaan petani pada hasil pertanian organik pada awal penerapan

berkurang, ternyata petani juga belum bisa mengubah kebiasaan mereka yang

sudah sejak dulu terbiasa menggunakan pupuk atau pestisida kimia sintetik.

Pertanian organik ini memang dapat memberikan beberapa manfaat, khususnya

dari segi ekonomi. Peluang harga jual pertanian yang tinggi di pasar seharusnya

dapat menjadi daya tarik bagi petani untuk beralih menjadi petani organik.

Namun, fakta di lapangan yang terjadi menunjukkan keadaan yang sebaliknya.

Banyak yang belum beralih menjadi petani organik murni karena keuntungan

ekonomi yang dirasakan belum signifikan. Meskipun harga jual hasil panen

organik lebih tinggi daripada hasil panen konvensional, hal tersebut belum dapat

menjadi alasan kuat petani konvensional beralih menjadi petani organik.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa responden petani konvensional di

Kelompok Tani Madya belum dapat membebaskan diri dari ketergantungan

Page 61: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

48

pupuk dan pestisida kimia sintetik. Selain itu, sistem pertanian konvensional

maupun semi konvensional yang telah diterapkannya saat ini sudah memberikan

kepuasan kerja tersendiri, baik dari segi penjualan maupun proses pertanian yang

berlangsung. Sehingga mereka tidak perlu mengubah sistem bertani mereka

menjadi petani organik murni karena penerapan sistem pertanian mereka saat ini

sudah cukup. Meskipun demikian, pertanian organik memiliki peluang yang

cukup besar untuk diterapkan secara berkelanjutan oleh Kelompok Tani Madya.

Hal ini karena setiap anggota memiliki kekerabatan yang dekat dan kepercayaan

yang tinggi dengan ketua kelompok dan anggota kelompok lainnya. Sehingga hal

ini diduga dapat menjadi nilai positif bahwa pertanian organik dapat

dikembangkan melalui pertemuan dan sosialisasi yang intensif dari kelompok

selain penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah.

Page 62: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

49

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian mengenai hubungan

antara karakteristik petani dengan respon petani pada pertanian organik serta

dampak yang ditimbulkan dari pertanian organik. Kesimpulan yang dibuat

merupakan jawaban dari permasalahan dan tujuan yang diangkat pada bagian

awal penulisan skripsi ini. Pada bab ini juga disertai pula saran untuk berbagai

pihak mengenai perkembangan pertanian organik dan dampaknya.

Simpulan

Pada Kelompok Tani Madya pengembangan pertanian organik diasumsikan

akan terus berkembang. Hal tersebut didukung dengan sudah tingginya

pemahaman mereka mengenai pertanian organik. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa:

1. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani organik dengan respon

petani pada pertanian organik dan terdapat hubungan antara pendidikan

formal dan keberanian mengambil resiko petani konvensional dengan respon

petani pada pertanian organik. Adanya beberapa ketidakberhubungan antara

karakteristik petani dengan respon petani pada pertanian tersebut karena

individu dengan berbagai karakteristik dapat memiliki respon yang rendah

atau tinggi pada pertanian organik. Hal tersebut juga menunjukkan adanya

kebebasan bagi siapapun untuk memahami dan menerapkan pertanian

organik. Selain itu, adanya motivasi lain dari setiap petani yang menyebabkan

beragamnya respon petani pada pertanian organik.

2. Tidak terdapat hubungan antara respon petani pada pertanian organik dengan

pendapatan petani. Hal ini terjadi bahwa karena tinggi rendahnya pendapatan

petani tergantung pada nilai jual hasil pertanian yang dihasilkan.

3. Adanya peluang pada petani konvensional untuk menerapkan pertanian

organik. Hal ini didukung oleh fakta yang menunjukkan bahwa terdapat

petani yang memiliki pendidikan formal dan pengalaman bertani yang tinggi

sehingga dapat diprediksikan mereka mau mengubah perilakunya untuk

menghindari diri dari penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetik. Selain

itu, petani konvensional juga telah memiliki pemahaman yang tinggi sehingga

dengan pemahaman yang tinggi seharusnya petani lebih menyadi manfaat

dari pertanian organik.

Saran

Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah pemerintah

diharapkan lebih memerhatikan pertanian yang dapat berkelanjutan. Hal ini

karena mengingat bahwa penerapan pertanian organik sangatlah sulit karena harus

benar-benar bebas dari bahan kimia, termasuk kandungan kimia yang terdapat

pada air irigasi. Pemerintah diharapkan dapat menerapkan kebijakan yang sesuai

dengan kondisi sebenarnya karena masih banyak petani konvensional yang belum

beralih menjadi petani organik murni. Selain itu, ini diharapkan ada pihak

Page 63: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

50

akademisi yang meneliti lebih lanjut untuk memperbaiki berbagai kelemahan

dalam penelitian ini. Hasil riset memperlihatkan bahwa meskipun petani organik

dan petani konvensional berada pada satu kelompok, tetapi tidak semua petani

mengadopsi pertanian organik. Dengan demikian, penulis mengharapkan adanya

penelitian lebih lanjut terkait dengan hal apa yang menyebabkan petani

konvensional belum mampu menerapkan pertanian organik murni karena pada

penelitian ini hanya dijabarkan berdasarkan data kualitatif.

Page 64: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

51

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2011. Profil Desa Kebonagung. Yogyakarta [ID]: Puswira Yogyakarta.

http://www.scribd.com/doc/53492359/Profil-Desa-Kebonagung [11 Maret

2013]

[Anonim]. 2010. Profil Penerima penghargaan ketahanan pangan bidang

pengolahan dan pemasaran hasil pertaniantahun 2010.

http://agribisnis.deptan.go.id/download/layanan_informasi/sekretariat/profi

l_penerima_penghargaan_ketahanan_pangan_bidang_pphp_2010.pdf [17

Maret 2013]

Ariesusanty R, Nuryati S, dan Wangsa R. 2012. Statistik pertanian organik

Indonesia - 2011. Bogor [ID]: Aliansi Organis Indonesia

Badan Pusat Statistik. 2011. Potensi Desa 2011. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut

lapangan pekerjaan utama 2004 - 2012.

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_sub

yek=06&notab=2 [22 Juli 2013]

Indriana H. 2010. Kelembagaan berkelanjutan dalam pertanian organik. [tesis].

Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

Jaya A. 2004. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

[tugas individu semester ganjil 2004 pengantar falsafah sains program s3

IPB]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor

Putri NI. 2011. Penerapan teknologi pertanian padi organik di Kampung Ciburuy,

Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor

[ID]: Institut Pertanian Bogor

Reijntjes C, Haverkort B, Bayer AW. 1999. Pertanian masa depan: pengantar

untuk pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Yogyakarta [ID]:

Kanisius

Rukka, Buhaerah, Sunaryo. 2006. Hubungan karakteristik petani dengan respon

petani terhadap penggunaan pupuk organik pada padi sawah (Oriza sativa

L.). [jurnal]. [internet]. [diunduh pada 10 Maret 2013].

www.stppgowa.ac.id/datadownloadcenterpap/data-jurnal-agrisistem-stpp-

gowa/4.%20hubungan%20karakteristik%20petani%20dengan%20respon

%20petani%20terhadap%20penggunaan%20pupuk%20organik%20pada%

20padi%20sawah%20(Oriza%20sativa%20L.).pdf

Salikin KA. 2003. Sistem pertanian berkelanjutan. Yogyakarta [ID]: Kanisius

Saragih SE. 2008. Pertanian organik solusi hidup harmoni dan berkelanjutan.

Depok [ID]: Penebar Swadaya

Sarwono SW. 2003. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta [ID]: Raja Grafindo

Persada.

Siahaan L. 2009. Strategi pengembangan padi organik Kelompok Tani Sisandi,

Desa Baruara, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. [skripsi]. Bogor

[ID]: Institut Pertanian Bogor.

Singarimbun, M. Efendi S, editor. 1989. Metode penelitian survei. Jakarta: LP3ES

Soetrisno L. 2002. Paradigma baru pembangunan pertanian sebuah tinjauan

sosiologis. Yogyakarta [ID]: Kanisius

Page 65: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

52

Sugarda TJ, Charina A, Setiagustina L, dan Setiawan I. 2008. Kajian

pengembangan usahatani padi organik SRI (System Of Rice

Intensification) berwawasan agribisnis dalam mendukung program

ketahanan pangan secara berkelanjutan. [jurnal]. [Internet]. [diunduh 22

November 2012]. Dapat diunduh dari:

http://journals.unpad.ac.id/agrikultura/article/viewFile/625/671

Susanti LW, Sugihardjo, Suwarto. 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi

pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik di

Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. [jurnal].

[internet]. [diunduh 1 April 2013]. Dapat diunduh dari

http://fp.uns.ac.id/jurnal/download.php?file=Agritex-4.pdf

Susilo A. 2005. Pertanian dalam globalisasi. Y. Wartaya Winagun, penyunting.

Membangun karakter petani organik sukses dalam era globalisasi.

Yogyakarta [ID]: Kanisius

Sutanto R. 2002. Pertanian organik menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan.

Yogyakarta [ID]: Kanisius

Suwantoro AA. 2008. Analisis pengembangan pertanian organik di Kabupaten

Magelang (studi kasus di Kecamatan Sawangan). [tesis]. [Internet].

[diunduh 22 November 2012].

http://eprints.undip.ac.id/16429/1/Andreas_Avelinus_Suwantoro.pdf

Widiarta A. 2011. Analisis berlanjutan praktik pertanian organik di di kalangan

petani. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor

Page 66: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

53

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

1 Penyusunan

proposal

2 Kolokium

3 Revisi

proposal

4 Pengumpulan

data

5 Pengolahan

dan Analisis

data

6 Penulisan

skripsi

7 Konsultasi

skripsi

8 Uji petik

9 Sidang

skripsi

10 Perbaikan

skripsi

Page 67: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

54

Lampiran 2 Peta Lokasi Penelitian (Desa Kebonagung)

Lokasi Penelitian

Page 68: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

55

Lampiran 3 Sketsa Lahan Pertanian Organik dan Pertanian Konvensional

Page 69: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

56

Lampiran 4 Kerangka Sampling Penelitian

Daftar Responden Petani Organik

No Nama No Nama

1 PRA 24 MTR

2 CPW 25 NGI

3 SMT 26 NGJ

4 SGR 27 TKS

5 TGM 28 WNT

6 ANS 29 SRB

7 SMN 30 MUJ

8 WKO 31 BGM

9 RBG 32 SWJ

10 SGG 33 PRJ

11 SGY 34 YWN

12 WGM 35 SDH

13 MWY 36 MRH

14 NGD 37 SBR

15 KSM 38 TGD

16 MDS 39 WDY

17 SBN 40 PNJ

18 WRN 41 ARS

19 SDY 42 JMR

20 SJH 43 SGN

21 JWB 44 SND

22 UNW 45 NGY

23 WKJ 46 BSR

Keterangan:

Dipilih sebagai responden

Page 70: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

57

Daftar Responden Petani Konvensional

No Nama No Nama

1 JMY 38 MAR

2 MRG 39 MDI

3 PNA 40 MRW

4 BDI 41 ATM

5 SHR 42 MRO

6 TRS 43 MRT

7 SYN 44 PAI

8 SWD 45 SDL

9 DWY 46 PUR

10 SWB 47 WRT

11 MIP 48 SAR

12 BSK 49 WAD

13 IMR 50 SRW

14 PON 51 PHS

15 SAS 52 PNM

16 WIY 53 GMN

17 SUG 54 DRM

18 HRJ 55 ADW

19 AHM 56 SPY

20 TND 57 RSW

21 JOW 58 SUM

22 SUR 59 NJM

23 PJO 60 NGM

24 SUA 61 AMY

25 WAK 62 MUH

26 KAM 63 SRI

27 SMH 64 GYN

28 WAN 65 SUB

29 SKR 66 PAR

30 WIR 67 SYN

31 PRL 68 SDN

32 SRJ 69 BSI

33 SKR 70 WDS

34 MNT 71 TRU

35 SLM 72 TJS

36 JOD 73 SUN

37 PNO

Keterangan:

Dipilih sebagai responden

Page 71: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

58

Lampiran 5 Sertifikat Organik Kelompok Tani Madya

Sertifikat Organik 24 Januari 2010 – 24 Januari 2013

Page 72: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

59

Sertifikat Organik 10 Desember 2012 – 9 Desember 2015

Page 73: PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KELOMPOK … · Pertanian Berkelanjutan 5 Konsep Pertanian Organik 6 Prinsip ... Kondisi Ekonomi dan Pertanian ... merupakan area tersertifikasi

60

RIWAYAT HIDUP

Firda Emiria Utami dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Februari 1991.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang terlahir dari pasangan

Soepatmo B. Soetrisno dan Dian Herlina Iriawati. Penulis memulai pendidikannya

di Taman Kanak-Kanak Budi Asih pada tahun 1996-1997, kemudian melanjutkan

di Sekolah Dasar Negeri Menteng Atas 19 Jakarta pada tahun 1997-2003, Sekolah

Menengah Pertama Negeri 3 Jakarta pada tahun 2003-2006, Sekolah Menengah

Atas Negeri 26 Jakarta pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009, penulis

melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Fakultas Ekologi Manusia, Departemen

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM).

Selama di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif mengikuti berbagai

kegiatan kepanitiaan dalam beberapa event diantaranya INVESTMENT 2010, 4th

E’SPENT (Ecology Sport and Art Event) pada tahun 2011, IAC (IPB Art Contest)

pada tahun 2011, Masa Perkenalan Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat pada tahun 2011, INDEX (Indonesian Ecology Expo)

pada tahun 2011, Job Fair IPB 2011, 5th

E’SPENT (Ecology Sport and Art Even)

pada tahun 2012, IGLM (IPB Green Living Movement) pada tahun 2012, serta

INDEX (Indonesian Ecology Expo) pada tahun 2012. Penulis juga pernah

mengikuti kegiatan di luar IPB, diantaranya Peserta Indonesian Youth Camp yang

diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga pada tahun 2011 dan

Peserta Transmania Broadcasting Camp yang diselenggarakan oleh Trans TV

pada tahun 2012.