pertanian dan pengairan - kementerian … · web viewpenggunaan sejumlah 57 macam pestisida tetap...

83
PERTANIAN DAN PENGAIRAN

Upload: trinhdieu

Post on 10-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERTANIAN DAN PENGAIRAN

BAB VI

PERTANIAN DAN PENGAIRAN

A. PENDAHULUAN

Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1983 menetapkan bahwa prioritas pembangunan diletakkan pada pembangunan bi-dang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan. Pemba-ngunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi perta-nian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri serta meningkatkan ekspor, meningkatkan penda-patan petani, memperluas kesempatan kerja, mendorong pemera-taan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah serta meningkatkan kegiatan transmigrasi.

Sejalan dengan arah pembangunan di atas, pembangunan pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan, dilaksanakan secara se-rasi, terpadu dan merata, dengan tetap memelihara kemampuan sumber alam dan kelestarian hidup, antara lain melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi.

Dalam tahun keempat Repelita IV, peningkatan produksi tanaman pangan lebih ditekankan pada usaha diversifikasi tanaman dan peningkatan kualitas pelaksanaan intensifikasi, di samping melanjutkan usaha ekstensifikasi. Usaha diversifi-kasi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya

VI/3

alam dan kesempatan kerja di pedesaan. Usaha ini ditunjang dengan penyuluhan, penyediaan teknologi dan fasilitas kredit serta perbaikan sistem pengelolaan irigasi. Usaha diversifi-kasi ini dikaitkan pula dengan usaha untuk meningkatkan produksi palawija dan hortikultura.

Usaha untuk mempertahankan swasembada beras dilakukan terutama melalui kebijaksanaan peningkatan kualitas intensi-fikasi dan pelaksanaan Supra Insus, pengendalian hama terpa-du, peningkatan usaha pemeliharaan jaringan irigasi, pengem-bangan teknologi pasca panen dan kebijaksanaan harga yang layak. Supra Insus adalah usaha untuk lebih meningkatkan produksi beras per ha dengan menerapkan paket teknologi Insus melalui kerjasama antar kelompok tani. Pelaksanaan pengenda-lian hama terpadu didasarkan atas Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986, yang menekankan pemberantasan hama dengan meng-gunakan pestisida secara bijaksana, sehingga efisiensi dan efektivitas penggunaan peatisida dapat ditingkatkan. Kebijak-sanaan ini juga merupakan usaha untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup, khususnya untuk menghindarkan terjadinya resurgensi hama wereng coklat dan timbulnya keracunan akibat penggunaan pestisida secara berlebihan.

Dalam tahun keempat Repelita IV, kebijaksanaan yang sa-ngat penting adalah peningkatan usaha penanganan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. seluas 5,4 juta ha. Dengan demikian investasi di subsektor pengairan dapat dipertahankan dalam waktu yang lebih lama. Selain kebijaksanaan tersebut, kebijaksanaan untuk meningkatkan luas areal tanaman dan mem-perluas jaringan irigasi terus ditingkatkan. Kebijaksanaan ini didukung pula melalui usaha memperbaiki tata guna air serta pembinaan pertanian pangan di areal transmigrasi. Per-baikan tata guna air ini diarahkan untuk meningkatkan inten-sitas tanaman dan produktivitas sumber daya alam.

Peningkatan produksi perkebunan lebih menekankan pada peningkatan produktivitas perkebunan rakyat melalui usaha intensifikasi dan rehabilitasi. Usaha ini umumnya dilaksa-nakan dengan pola Unit Pelaksana Proyek (UPP), yaitu berupa penyediaan sarana lengkap seperti bibit unggul, pupuk dan fasilitas kredit. Usaha ekstensifikasi umumnya dilaksanakan di daerah bukaan baru, melalui pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang melibatkan Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP). Di samping itu, berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1986, usaha untuk mendorong peranan swasta dan meningkatkan produktivitas lahan di daerah transmigrasi, semakin ditingkatkan. Selanjut

VI/4

nya untuk meningkatkan efisiensi pembangunan perkebunan dan penyediaan kredit, proses konversi tanaman perkebunan ke pemilik kebun lebih diintensifkan. Dalam usaha untuk mening-katkan kemampuan petani dalam memasarkan hasilnya, pada tahun 1987 telah dimulai pembentukan lembaga koperasi.

Peningkatan produksi perikanan lebih ditekankan pada usaha intensifikasi perikanan rakyat melalui penyediaan fasilitas kredit dan pengembangan teknologi produksi dan manajemen. Selain itu dilakukan pula usaha ekstensifikasi dengan cara mendorong investasi swasta untuk mengembangkan budidaya tambak. Usaha ini didasarkan atas Paket Kebijak-sanaari 6 Mei 1986. Untuk meningkatkan produktivitas sumber daya laut dan penghasilan para nelayan serta untuk pengem-bangan daerah pantai, investasi swasta didorong melalui pengembangan teknologi penangkapan dan penyediaan fasilitas kredit.

Usaha peningkatan produksi peternakan terutama ditekan-kan pada intensifikasi peternakan rakyat melalui perbaikan mutu ternak dan peningkatan penyediaan makanan ternak serta pemberantasan penyakit ternak. Di samping itu dilaksanakan juga pembinaan peningkatan investasi swasta dalam usaha ekstensifikasi dan diversifikasi peternakan. Kebijaksanaan ini dikaitkan dengan usaha penyediaan ternak kerja untuk pertanian di daerah transmigrasi.

Sebagai hasil kebijaksanaan tersebut di atas, produksi hasil-hasil pertanian umumnya pada tahun 1987 telah meningkat (Tabel VI-1) kecuali jagung, ubi jalar, kedelai, kacang ta-nah, kopra, tembakau dan kapas. Demikian pula volume ekspor hasil-hasil pertanian umumnya juga meningkat (Tabel VI-2) ke-cuali untuk minyak sawit, teh, kopi, lada dan gaplek.

B. PERTANIAN PANGAN

1. Padi/Beras

Dalam upaya lebih meningkatkan efisiensi penggunaan sum-ber-sumber daya lahan dan meningkatkan pendapatan petani serta kesempatan kerja, dalam tahun keempat Repelita IV usaha peningkatan produksi tanaman pangan terus ditekankan pada usaha diversifikasi tanaman, di samping melaksanakan usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Usaha ini di-dukung dengan peningkatan penyediaan teknologi produksi dan

VI/5

TABEL VI - 1

PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING,1983 - 1987(ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam bentuk gabah kering giling4) Dalam juta liter5) Dalam ribu m3

VI/6

TABEL VI – 2

VOLUME EKSPOR HASIL PERTANIAN TERPENTING, 1983 - 1987(ribu ton)

1) Angka diperbaiki 2) Angka semeatara3) Dalam ribu m3

VI/7

fasilitas kredit, perlindungan tanaman, penyuluhan dan penye-diaan sarana produksi termasuk pengadaan kapur untuk lahan kering bereaksi masam serta peningkatan efisiensi tata guna air irigasi.

Usaha intensifikasi ditekankan pada peningkatan mutu serta luas intensifikasi, sehingga dapat menjangkau daerah pertanian secara lebih merata ke seluruh tanah air. Sedangkan usaha rehabilitasi dilaksanakan di lahan-lahan kritis. Usaha ekstensifikasi dilaksanakan melalui pembukaan lahan pertanian baru di lahan beririgasi, lahan kering, lahan rawa dan lahan pasang surut serta daerah transmigrasi.

Dalam tahun keempat Repelita IV produksi beras menun-jukkan kenaikan (Tabel VI-3, Grafik VI-1) dan swasembada pangan dapat dipertahankan. Berdasarkan angka sementara dalam tahun 1987 produksi beras telah mencapai 27.453 ribu ton (40.372 ribu ton gabah), atau bila dibandingkan dengan tahun 1986 telah meningkat 1,6%. Peningkatan tersebut relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pada tahun 1987 terjadi musim kemarau yang kering dan panjang. Peningkatan produksi sebesar 1,6% tersebut sebagian adalah karena peningkatan produksi yang lebih besar di luar Jawa yang dalam tahun 1987 naik dengan 2,6%.

Hasil rata-rata beras per ha selama empat tahun pertama Repelita IV cenderung meningkat terus (Tabel VI-4 dan Grafik VI-2). Pada tahun 1987 hasil rata-rata per ha mencapai 2,77 ton atau telah meningkat sebesar 2,2% dari tahun 1986. Hasil rata-rata beras per ha di Jawa mencapai 3,24 ton atau bila dibandingkan dengan tahun 1986 meningkat sebesar 3,8%. Se-dangkan hasil rata-rata per ha di luar Jawa mencapai 2,26 ton beras, bila dibandingkan dengan tahun 1986 meningkat sebesar 1,3%. Perbedaan produktivitas per ha tersebut umumnya dise-babkan lahan pertanian di Jawa lebih subur dari lahan per-tanian di luar Jawa.

Pada tahun 1987, hasil rata-rata beras per ha sawah in-tensifikasi telah mencapai 3,07 ton, atau meningkat 0,7% dari tahun sebelumnya (Tabel VI-5 dan Grafik VI-3). Keadaan terse-but merupakan hasil dari usaha peningkatan kualitas intensi-fikasi, baik yang melalui intensifikasi khusus (Insus) maupun melalui operasi khusus (Opsus), dan lebih teraturnya penye-diaan air irigasi.

Dengan meningkatnya areal dan mutu Insus, luas panen

VI/8

TABEL VI – 3

PRODUKSI BERAS (PADI) 1),1983 – 1987(ribu ton)

1) Dalam bentuk gabah kering giling2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

TABEL VI – 4

HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PER HA, 1)1983 – 1987

(ton)

1) Dalam bentuk gabah kering giling2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

TABEL VI – 5

HASIL RATA-RATA BERAS (PADI)PROGRAM INTENSIFIKASI, 1)1983 – 1987(ton per ha)

1) Dalam bentuk gabah kering giling2) Angka diperbaiki3) Angka sementara4) Intensifikasi umum5) Intensifikasi khusus

VI/9

GRAFIK VI - 1

PRODUKSI BERAS (PADI),1983 – 1987

VI/10

GRAFIK VI - 2

HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PER HA.1983 – 1987

VI/11

GRAFIK VI - 3

HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PROGRAM INTENSIFIKASI.1983 – 1987

VI/12

intensifikasi khusus pada tahun 1987 juga mengalami pening-katan, yaitu telah mencapai 4.924 ribu ha (Tabel VI-6 dan Grafik VI-4), atau bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 9,9%. Sedangkan luas panen Inmum terus mengalami penurunan, karena pergeseran areal dari Inmum ke Insus/Supra Insus. Seperti tampak pada Tabel VI-7, luas panen padi di seluruh Indonesia pada tahun 1987 telah menca-pai 9.908 ribu ha, bila dibandingkan dengan tahun 1986 sedi-kit mengalami penurunan yaitu sebesar 0,8%. Penurunan ini merupakan pengaruh musim kering yang cukup panjang dalam tahun 1987.

Penggunaan pupuk oleh petani semakin baik, terutama penggunaan pupuk N dan K20, masing-masing telah meningkat 7,9% dan 43,7% di atas tahun 1986 (Tabel VI-8). Hal ini me-nunjukkan bahwa kesadaran petani akan kegunaan pupuk semakin meningkat.

Dalam rangka pengendalian hama wereng coklat, pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 3 Tahun 1986 semakin ditingkatkan. Inpres ini memberi tekanan pada sistem pengendalian hama terpadu dengan menggunakan in-sektisida secara bijaksana yang disertai penggunaan Varitas Unggul Tahan Wereng (VUTW) dan tahan terhadap penyakit virus dan tungro, sedangkan penanaman dilaksanakan serentak. Peng-gunaan sejumlah 57 macam pestisida tetap dilarang karena dapat menyebabkan peledakan hama wereng/resurgensi.

Beberapa varitas seperti Bahbolon, Bahbutong, Kelara dan PB-46 untuk daerah-daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Ba-rat dan Riau, serta varitas Barito, Bogowonto, Batang Pane, Semeru, PB-36 dan PB-54 untuk daerah-daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur, merupakan varitas-varitas yang dianjurkan untuk pengendalian wereng coklat.

2. Palawija dan Hortikultura

Daerah-daerah pertanian yang berpengairan kurang baik dapat merupakan daerah produksi utama palawija dan hortikul-tura sehingga dapat memenuhi kebutuhan bahan makanan dan me-ningkatkan pendapatan petani serta kesempatan kerja. Di dae-rah-daerah tersebut produksi palawija dan hortikultura terus ditingkatkan melalui usaha intensifikasi. Sedangkan di daerah lahan berpengairan, produksi palawija dan hortikultura terus ditingkatkan melalui usaha diversifikasi tanaman, yang ber-tujuan untuk meningkatkan penghasilan petani dan daya guna

VI/13

TABEL VI - 6

LUAS PANEN INTENSIFIKASI PADI,1963 – 1987(ribu ha)

Uraian 1983 1984 1985 1986 1) 19872)

In tens ifikas i- Inmum 3) 3.218 3.563 3.561 3.311 3.114- Insus 4) 3.477 3.806 4.100 4.480 4.924

Jumlah 6.695 7.369 7.661 7.791 8.038

Non Intensifikasi 2.467 2.394 2.241 2.197 1.870

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Intensifikasi umum4) Intensifikasi khusus

TABEL VI - 7

LUAS PANEN PADI,1983 - 1987

(ribu ha)

Daerah 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

Jawa 4.779 5.212 5.301 5.330 5.J85Luar Jawa 4.383 4.552 4.601 4.658 4.723Indoneaia 9.162 9.764 9.902 9.988 9.908

1) Angka diperbaiki 2) Angka semeatara

TABEL VI – 8

PENGGUNAAN PUPUK DI PROGRAM TANAMAN PANGAN1983 - 1987

(ton zat hara)

Jenis Pupuk 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

N 986.230 1.137.288 1.117.749 1.148.438 1.238.778P20 322.689 388.093 408.838 634.677 490.439K20 60.130 74.702 67.400 61.060 87.731

Jumlah 1.369.249 1.600.083 1.593.987 1.844.175 1.816.948

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/14

GRAFIK VI – 4

LUAS PANEN INTENSIFIKASI PADI.1983 – 1987

VI/15

air serta untuk menekan perkembangan hama/penyakit secara biologis.

Demikian pula usaha terasering dan intensifikasi tanaman palawija telah dilaksanakan secara teratur pada lahan-lahan yang kemiringannya cukup tinggi. Pada tahun 1987, dalam rang-ka meningkatkan produksi palawija telah dilakukan kegiatan pengapuran lahan pertanian serta kegiatan penelitian dan pe-nyuluhan yang intensif.

Walaupun produksi palawija pada tahun 1987 menunjukkan sedikit penurunan, hasil rata-rata per ha tanaman palawija utama kecuali kacang tanah umumnya terus menunjukkan kenaik-an. Beberapa jenis palawija yang mencapai peningkatan hasil rata-rata per ha tertinggi adalah kedelai, yaitu sebesar 10,56 kwintal per ha, atau meningkat 8% di atas tahun 1986. Kemu-dian berturut-turut diikuti oleh ubi jalar, ubi kayu dan jagung, masing-masing naik sebesar 6,3%, 6,2% dan 3,2%. Se-dangkan hasil per ha kacang tanah tahun 1986/87 menurun (Ta-bel VI-9). Luas panen ubi kayu menunjukkan peningkatan yang tertinggi di antara luas panen palawija, yaitu mencapai 1.198 ribu ha, atau naik dengan 2,4% dibanding tahun 1986. Luas panen hasil palawija yang lain menurun (Tabel VI-10).

Dalam tahun 1987 produksi sayuran mencapai 4.349 ribu ton (Tabel VI-11), atau bila dibandingkan dengan tahun 1986 mengalami kenaikan sebesar 17,4%. Sedangkan hasil rata-rata sayuran mencapai 53 kwintal per ha, atau naik 29,3% di atas tahun 1986.

C. PETERNAKAN

Pada tahun keempat Repelita IV, usaha peningkatan pro-duksi peternakan ditekankan pada usaha intensifikasi baik ba-gi ternak besar maupun ternak kecil. Usaha intensifikasi ter-nak besar dilaksanakan melalui peningkatan kegiatan-kegiatan pengamanan ternak, inseminasi buatan, pengendalian pemotongan ternak betina produktif, distribusi ransuman dan obat-obatan, dan peningkatan penyuluhan bagi para peternak, yang bertujuan untuk memperbaiki mutu ternak dan meningkatkan populasi ternak dan ternak kerja. Selain itu usaha intensifikasi ternak kecil dan unggas dilakukan dengan menggunakan sistem bimbingan massal atau panca usaha ternak di daerah-daerah sentra pro-duksi melalui penyediaan kredit bagi para peternak dalam ben-tuk bibit, makanan ternak dan obat-obatan serta melalui bim

VI/16

TABEL VI – 9

PEODUKSI DAN HASIL RATA-RATA BEBERAPA JENIS PALAWIJA,1983 – 1987

Jenis Palawija Satuan 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

JagungProduksi ribu ton 5.087 5.288 4.330 5.920 5.093Hasil rata-rata Kwintal/ha 16,94 17,13 17,74 18,84 19,45

Ubi kayu:Produksi ribu ton 12.103 14.167 14.057 13.312 14.479Hasil rata-rata Kwintal/ha 99.00 105,00 109,00 113,78 120,86

Ubi jalar:Produksi ribu ton 2.213 2.156 2.161 2.091 1.905Hasil rata-rata Kwintal/ha 79,00 82,00 84,00 83,00 88,19

Kedelai:Produksi ribu ton 536 769 870 1.227 1.151

Hasil rata-rata Kwintal/ba 8,38 8,96 9,70 9,78 10,56

Kacang tanah:Produksi ribu ton 460 535 528 642 524Hasil rata-rata Kwintal/ha 9,58 9,95 10,35 10,68 9,58

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/17

TABEL VI - 10

LUAS PANEN PALAWIJA,1983 - 1987

(ribu ba)

Jenis Palawija 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

Jagung 3.002 3.086 2.440 3.143 2.619

Ubi kayu 1.221 1.350 1.292 1.170 1.198

Ubi ja lar 280 263 256 253 216

Kacang tanah 481 537 510 601 547

Kedelai 640 859 896 1.254 1.090

1) Angka.diperbaiki 2) Angka sementara

TABEL VI - 11

LUAS PANBN DAN PRODUKSI HORTIKULTURA,1983 – 1987

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/18

bingan pengelolaan dan pemasaran hasil. Usaha ekstensifikasi dan diversifikasi dilaksanakan melalui bimbingan usaha swasta di bidang peternakan, khususnya di daerah-daerah kurang padat ternak. Usaha tersebut diikuti pula dengan kebijaksanaan impor ternak bibit dan penyebaran/pemindahan ternak dalam me-ngembangkan daerah ternak yang baru, diantaranya ke daerah transmigrasi. Pusat-pusat pembibitan ternak produksi dan penggunaan semen beku serta pengadaan bibit ternak terus di-perbanyak dan dikembangkan. Kegiatan tersebut didukung pula melalui pembangunan kebun bibit dan penyebaran bibit hijauan makanan ternak serta peningkatan keterampilan para petani ternak.

Pada tahun 1987 telah didistribusikan sebanyak 402.100 dosis semen beku untuk inseminasi, yang digunakan untuk me-ningkatkan mutu genetik ternak potong dan ternak kerja. Jum-lah vaksin yang telah diproduksi pada tahun 1987 adalah sebe-sar 20,4 juta dosis, yang digunakan untuk menekan kerugian yang diderita petani ternak dan menunjang produksi hasil-ha-sil ternak.

Sebagai hasil dari usaha-usaha tersebut di atas, per-kembangan populasi ternak dan unggas telah mengalami kenaik-an. Kenaikan terbesar adalah pada populasi ayam pedaging, yaitu sebesar 25,7% bila dibandingkan dengan tahun sebelum-nya, kemudian diikuti oleh populasi ayam petelur yang menca-pai 19,8% di atas tahun sebelumnya. Sedangkan populasi ayam buras, sapi perah dan sapi potong masing-masing mengalami kenaikan sebesar 5,8%, 1,4% dan 0,5% di atas tahun 1986 (Tabel VI-12 dan Grafik VI-5).

Dalam tahun 1987 penyebaran bibit ternak mengalami pe-ningkatan. Bibit ternak sapi telah didistribusikan sebanyak 44.549 ekor atau naik 23,6% dari tahun sebelumnya. Sedangkan penyebaran bibit ternak kerbau dan babi masing-masing menca-pai sebanyak 8.235 ekor dan 656 ekor atau bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya masing-masing meningkat sebesar 58,4% dan 158,3%. Penyebaran bibit kuda berkurang (Tabel VI-13).

Produksi daging, telur dan susu pada tahun 1987 juga mengalami peningkatan (Tabel VI-14), bila dibandingkan dengan tahun 1986 masing-masing meningkat sebesar 7,8%, 14,6% dan 3,2%. Volume ekspor kulit ternak mengalami peningkatan (Tabel VI-15), bila dibandingkan dengan tahun 1986 ekspor kulit ter-nak, kecuali kulit sapi dan kulit domba, mengalami kenaikan

VI/19

TABEL VI – 12

POPULASI TERNAK DAN UNGGAS,1983 - 1987

(ribu ekor)

Jenis Ternak 1983 1984 1905 1986 1) 1987 2)

Sapi potong 8.895 9.236 9.318 9.516 9.564

Sapi perah 198 203 208 222 225

Kerbau 2.398 2.743 3.245' 3.496 3.251

Kambing 10.970 11.947 9.629 10.738 10.094

Domba 4.7A9 4.698 4.884 5.284 5.187

Babi 4.211 5.112 5.560 6.216 6.020

Kuda 527 659 668 715 667

Ayam buras 159.462 166.815 155.627 162.991 172.392

Ayam petelur 28.102 29.559 31.875 38.669 46.353

Ayam pedaging/ broiler

87.591 110.580 143.657 173.795 218.478

I t i k 23.781 24.694 23.870 27.002 26.032

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

TABEL VI - 13

PENYEBARAN BIBIT TERNAK,1983 - 1967

(ekor)

Jenis Ternak 1983 1984 1965 1986 1) 1987 2)

Sapi 25.918 33.339 20.887 36.040 44.549

Kerbau 1.952 1.850 3.550 5.200 8.235

Kambing/domba 12.735 10.308 21.179 45.645 4.000

Babi - 60 150 254 656

K u d a 2.507 2.905 66 2.702 1.840

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/20

GRAFIK VI - 5POPULASI TERNAK DAN UNGGAS.

1983 – 1987

VI/21

TABEL VI - 14

PRODUKSI DAGING, TELUR DAN SUSU,1983 - 1987(ribu ton)

Jenis Produksi 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

Daging 3) 650 742 808 860 927

Telur 3) 319 355 370 432 495

Susu 4) 143 178 192 220 227

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Dalam ribu ton 4) Dalam juta liter

TABEL VI - 15

VOLUME EKSPOR HASIL-HASIL TERNAK,1983 - 1987

(ton)

Jenis Hasil Ternak 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

K u l i t 5.38794 7.745,9 6.190,1 3.587,3 4.167,7

S a p I 1.180,7 4.181,4 2.697,3 1.979,5 1.403,0

K e r b a u 9,7 22,2 6,8 3,9 7.4

K a m b i n g 3.374,0 2.751,2 2.751,9 1.110,2 2.284,5

D o m b a 823,0 791,1 734,1 493,7 472,8

Tulang dan tanduk - 1.567,3 2.406,8 2.480,4 1.932,6

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/22

16,2%, dengan kenaikan tertinggi pada ekspor kulit kambing yaitu telah mencapai 105,8%. Ekspor kulit sapi dan kulit dom-ba serta ekspor tulang dan tanduk mengalami penurunan, seba-gai akibat permintaan dalam negeri yang semakin meningkat.

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi ternak adalah usaha meningkatkan keterampilan petugas inseminator dan vaksinator (Tabel VI-16). Jumlah tenaga inseminator pada tahun 1987 telah mencapai 2.695 orang, atau meningkat 49,2% dibandingkan dengan tahun 1986. Sedangkan jumlah tenaga laboratorium diagnostik dan kader peternak dalam tahun 1987 masing-masing adalah 659 orang dan 4.966 orang, atau bila dibandingkan dengan tahun 1986 masing-masing telah meningkat dengan 23,4% dan 17,7%. Sedangkan pula jumlah tenaga vaksi nator mengalami peningkatan sebesar 1,3% di atas tahun 1986.

TABEL VI - 16JUMLAH TENAGA INSEMINATOR DAN VAKSINATOR,

1983 - 1987(orang)

Jenis Tenaga 1983 1984 1985 19861) 19872)

Kader peternak 2.754 4.219 4.219 4.219 4.966

Inseminator 595 625 940 1.806 2.695

Laboratori/diagnostik 313 313 534 534 659

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/23

D. PERIKANAN

Seperti pada tahun sebelumnya, dalam tahun keempat Repe-lita IV usaha peningkatan produksi perikanan ditekankan pada usaha intensifikasi dan ekstensifikasi, dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan, memperbaiki mutu gizi rak-yat, dan meningkatkan ekspor serta memperluas kesempatan kerja. Kedua usaha tersebut ditunjang oleh pola pengusahaan budidaya udang yang ditetapkan melalui Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986, yaitu Pola Inti Rakyat. Dengan adanya kebijaksanaan tersebut investasi swasta telah meningkat cukup berarti. Untuk menunjang usaha tersebut sejumlah saluran tambak telah direhabilitasi, terutama yang berada di propinsi Aceh, Lam-pung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.

Untuk meningkatkan produktivitas sumber laut secara optimal, pengembangan daerah-daerah perairan pantai yang pa-dat tangkapannya diarahkan ke perairan lepas pantai, budidaya tambak dan budidaya laut. Daerah-daerah tersebut meliputi Ja-wa, Selat Bali dan Selat Malaka. Dalam rangka mendukung kebi-jaksanaan tersebut di atas, pembangunan prasarana pemasaran ikan terus ditingkatkan. Pada saat ini jumlah Pusat Pendarat-an Ikan (PPI) yang berfungsi sebagai tempat berlabuhnya pera-hu-perahu nelayan dan sebagai sarana penyuluhan para nelayan telah berjumlah 154 buah. Sedangkan jumlah pelabuhan perikan-an pada saat ini telah ada 24 buah, yang terdiri dari pela-buhan perikanan pantai 21 buah, pelabuhan perikanan nusantara 2 buah dan pelabuhan perikanan samudera 1 buah.

Sejalan dengan usaha-usaha tersebut, penyediaan kredit terus ditingkatkan baik bagi pengusaha besar maupun bagi pengusaha perikanan rakyat. Fasilitas kredit disediakan untuk usaha motorisasi dan pembangunan pabrik es serta penyediaan dana bagi para petani tambak. Lagi pula perusahaan perikan-an milik negara telah membantu penyediaan sarana pemasaran ikan antar pulau, yang meliputi "cold atorage", "freezer" dan truk-truk pendingin dan membantu pemasaran hasil perikanan rakyat serta pengembangan teknologi produksi perikanan rak-yat. Selanjutnya pengembangan perikanan rakyat didukung pula dengan pembangunan balai benih. Pada saat ini telah dibangun 6 Balai Benih Udang (BBU), 46 Balai Benih Ikan (BBI) dan 5 Balai Benih Udang Galah (BBUG). Peningkatan jumlah perahu/ kapal motor beserta alat-alat penangkapan yang lebih produk-tif cukup penting dalam rangka peningkatan pendapatan para nelayan. Seperti tampak pada Tabel VI-17, pada tahun 1987

VI/24

TABEL VI - 17

PERKEMBANGAN JUMLAH PERAHU/KAPAL MOTORDAN PERAHU TANPA MOTOR,

1983 - 1987

(buah)

JenisPerahu/Kapal 1983 1984 1985

1)1986

2)1987

Perahu/kapal motor 86.351 93.711 95.623 98.965 101.730

Perahutanpa motor 220.706 219.929 220.823 219.130 218.190

Jumlah 307.057 313.640 316.446 318.095 319.920

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

jumlah perahu/kapal motor telah mencapai 101.730 buah, atau naik 2,8% di atas tahun 1986, sedangkan jumlah perahu tanpa motor sedikit mengalami penurunan yaitu sebesar 0,4%.

Sebagai hasil dari kebijaksanaan tersebut di atas, maka pada tahun 1987 produksi perikanan telah mencapai 2.667 ribu ton, atau mengalami kenaikan sebesar 5,4% di atas tahun 1986 (Tabel VI-18). Produksi tersebut terdiri dari produksi per-ikanan laut dan perikanan darat, yang masing-masing menga-lami kenaikan sebesar 5,5% dan 5,1%.

Produksi perikanan usaha budidaya pada tahun 1987 juga terus mengalami kemajuan, mencapai 360 ribu ton atau naik 7,8% dibanding tahun 1986. Begitu pula produksi perikanan perairan umum pada tahun 1987 telah mencapai 278 ribu ton atau naik 1,8% dibanding tahun 1986 (Tabel VI-19).

Volume ekspor hasil perikanan pada tahun 1987 telah

VI/25

TABEL VI - 18

PRODUKSI PERIKANAN,1983 - 1987(ribu ton)

Jenis Hasil 1983 1984 1985 1987 1) 1987 2)

Ikan laut 1.682 1.713 1.822 1.923 2,029

Ikan darat 533 548 573 607 638

Jumlah, 2.215 2.261 2.395 2.530 2.667

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 19

PRODUKSI PERIKANAN DARAT,1983 - 1987

(ribu ton)

Jenis Usaha 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

Usaha Budidaya 267 279 304 334 360

Tambak 134 142 156 170 186

Kolam 80 78 85 90 100

Sawah 53 59 63 74 74

Perairan Umum 266 269 269 273 278

Jumlah 533 548 573 607 638

1) Angks diperbaiki 2) Angka sementara

VI/26

mengalami kenaikan yang cukup menggembirakan sebesar 30,8% dibanding dengan tahun 1986. Di antaranya, ekspor ikan segar mengalami kenaikan tertinggi yaitu sebesar 18.000 ton atau 51,9% ekspor tahun 1986 (Tabel VI-20), kemudian diikuti oleh ekspor udang segar/awetan, yang mencapai kenaikan sebesar 22,6%.

TABEL VI - 20

VOLUME EKSPOR HASIL-HASIL PERIKANAN,1983 - 1987

(ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/27

E. PERKEBUNAN

Dalam tahun keempat Repelita IV peningkatan produksi perkebunan lebih ditekankan untuk pengembangan perkebunan rakyat melalui usaha peremajaan dan rehabilitasi, intensifi-kasi, diversifikasi, pengembangan proses pengolahan dan pema-saran hasil serta pengembangan kelembagaan. Usaha-usaha ter-sebut dilaksanakan melalui pola Unit Pelaksana Proyek (UPP), yang merupakan usaha pembinaan perkebunan rakyat secara ter-padu dan terdiri dari kegiatan-kegiatan seperti penanaman, pemeliharaan tanaman, pengolahan dan pemasaran hasil. Pola ini telah meningkatkan kegiatan penyuluhan, penyediaan sarana produksi, pelayanan kredit bagi petani perkebunan, pemberan-tasan hama dan penyakit tanaman dan pembangunan fasilitas pe-ngolahan hasil-hasil perkebunan rakyat.

Usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman musiman ditekankan pada usaha intensifikasi dan diversifikasi, yang meliputi budidaya tebu, kapas, serat karung dan tembakau ser-ta beberapa budidaya tanaman tahunan seperti cengkeh dan la-da. Seperti tampak pada Tabel VI-21 dan Grafik VI-6 pada tahun 1987, luas areal Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di semua daerah kecuali DI Yogyakarta mengalami peningkatan dan secara menyeluruh telah mencapai 237.140 ha, atau bila di-bandingkan dengan tahun 1986 telah mengalami kenaikan sebesar 7,4%.

Usaha ekstensifikasi dilaksanakan melalui pola Perkebun-an Inti Rakyat (PIR) dan melibatkan perkebunan besar milik negara dan milik swasta nasional sebagai perkebunan inti. Pola ini bertujuan untuk membantu pembangunan perkebunan rak-yat melalui bimbingan pemanfaatan teknologi maju, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan rakyat. Pelaksanaan usaha ini lebih dimantapkan lagi dengan adanya Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986 dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1986 tentang PIR Trans.

Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, pembinaan per-kebunan besar swasta diarahkan untuk dapat meningkatkan kemampuan manajemen dan teknis, sedangkan pembinaan perke-bunan besar negara diarahkan untuk meningkatkan pengembangan fasilitas pengolahan dan efisiensi sistem produksi.

Sebagai hasil dari usaha-usaha tersebut di atas, produk-si perkebunan pada tahun 1987 umumnya mengalami peningkatan (Tabel VI-22). Produksi hasil perkebunan terpenting yang

VI/28

TABEL VI - 21

AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI,1983 - 1987

(ha)

1) Angka dipsrbaiki2) Angka sementara3) Dimulsi tahun 19854) Dimulai tahun 1986

TABEL VI - 22

PRODUKSI HASIL PERKEBUNAN TERPENTING,1983 - 1987(ribu ton)

1) Angka dipsrbaiki2) Angka sementara

VI/29

GRAFIK VI - 6

AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI,1983 – 1987

VI/30

mengalami peningkatan terbesar adalah lada, yaitu sebesar 22,5%. Produksi teh dan gula/tebu telah pula meningkat ma-sing-masing sebesar 15,4% dan 12,4%, sedangkan produksi kopi, minyak/kelapa sawit, cengkeh dan karet masing-masing telah meningkat sebesar 5,3%, 4,5%, 3,6% dan 2,1%.

Hasil-hasil produksi perkebunan terpenting umumnya ber-asal dari produksi perkebunan rakyat. Produksi perkebunan rakyat yang mengalami peningkatan cukup baik pada tahun 1987 adalah lada yang telah meningkat 22,5% dan gula/tebu yang meningkat sebesar 12,8%. Produksi cengkeh, kopi, karet dan teh masing-masing telah meningkat sebesar 5,7%, 5,1%, 5% dan 3,2% (Tabel VI-23).

Hasil-hasil produksi perkebunan besar swasta juga meng-alami peningkatan (Tabel VI-24). Dalam tahun 1987 produksi teh menunjukkan peningkatan yang tertinggi yaitu sebesar 127,8%. Produksi gula tebu dan kelapa/kopra masing-masing meningkat dengan 49,1% dan 6,3%, sedangkan produksi kopi, mi-nyak sawit dan inti sawit adalah sama dengan tahun sebelum-nya. Demikian pula produksi perkebunan besar negara, kecuali teh, telah mengalami peningkatan (Tabel VI-25), antara lain tembakau 40%, minyak sawit 6,3% dan inti sawit 4,1%, sedang-kan produksi karet hanya mengalami kenaikan sebesar 1%, dan produksi gula tebu untuk perkebunan negara tetap sama dengan tahun 1986.

Volume ekspor komoditi hasil perkebunan pada tahun 1987 yang mengalami peningkatan tertinggi adalah volume ekspor tembakau dengan kenaikan 2,8% (Tabel VI-26), diikuti dengan kenaikan volume ekspor karet yaitu sebesar 0,4%.

F. KEHUTANAN

Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk menun-jang kegiatan ekonomi dan kebutuhan dalam negeri serta untuk menghasilkan devisa. Pelaksanaan kebijaksanaan tersebut dipa-dukan dengan usaha untuk melestarikan dan melindungi hutan dan sumber-sumber alam lainnya. Perkembangan sub sektor kehutanan dalam tahun keempat Repelita IV adalah sebagai berikut.

Produksi kehutanan berupa hasil hutan dalam bentuk jadi semakin meningkat, baik untuk memenuhi kebutuhan di dalam ne-geri maupun untuk ekspor. Pada tahun 1987/88 produksi kayu bulat rimba meningkat sebesar 14,3% dibandingkan produksi

VI/31

TABEL VI – 23

PRODUKSI PERKEBUNAN RAKYAT,1983 - 1987(ribu ton)

Jenis komoditi 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

1. Karet 673 704 720 763 801

2. Kelapa/kopra 1.593 1.737 1.905 2.098 1.985

3. Teh 23 24 30 31 32

4. Kopi 287 291 288 316 332

5. Cengkeh 40 48 41 53 56

6. Gula/tebu 1.249 1.397 1.450 1.417 1.599

7. L a d a 46 46 41 40 49

8. Tembakau 100 104 156 159 108

9. K a p a s 14 12 45 53 23

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

TABEL VI - 24

PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR SWASTA,1983 - 1987

(r ibu ton)

Jenis komoditi 1983. 1984 1985 1986 1)1987 2)

1. Karet 133 121 124 150 133

2. Teh 17 18 17 18 41

3. K o p i 8 9 10 10 10

4. Minyak sawit 269 329 339 385 385

5. Inti sawit 68 69 71 73 73

6. Gula tebu 88 83 106 106 158

7. Kelapa/kopra 14 13 15 16 17

8. Cengkeh 0,6 0,9 1.0 2,0 - 1,3

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/32

TABEL VI - 25

PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR NEGARA,1963 - 1987(ribu ton)

Jenis Komoditi 1983 1964 1985 1986 1) 1986 2)

1. Karet 201 208 211 196 198

2. Minyak Sawit 713 818 904 965 1.026

3. Inti Sawit 98 178 187 193 201

4. Teh 70 84 B0 87 84

5. Gula tebu 291 330 343 371 371

6. Ko pi 10 15 13 13 15

7. Tembakau 9 4 5 5 7

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

TABEL VI - 26

VOLUME EKSPOR KOMODITI PERKEBUNAN,1983 - 1987(ribu ton)

Jenis Komodit i 1983 1984 1985 1986 1) 1987 2)

1. Karet 941,3 1.121.7 1.080,6 1.034,8 1.038.7

2. Minyak Sawit 348.7 157.9 468.5 566,9 470,9

3. K o p I 245,6 312,5 300,1 307,3 254,2

4. T e h 75.1 95,8 100,8 88,8 80,6

5. L a d a 45.4 38,9 26,8 30,8 28,5

6. Tembakau 25,7 23,0 21,1 24,7 25,4

1) Angka diperbaiki 2) Angtu sementara

VI/33

tahun 1986/87, menjadi sebesar 30,4 juta m3. Produksi kayu bulat rimba rata-rata sejak tahun 1983/84 sampai tahun 1987/88 meningkat 6,7% setahun. Peningkatan produksi kayu bulat yang cukup besar ini terutama disebabkan oleh mening-katnya keperluan bahan baku untuk industri kayu lapis (Tabel VI-27).

Selain produksi kayu bulat yang dihasilkan di areal HPH terdapat juga produksi kayu bulat jati yang terutama dihasil-kan di pulau Jawa. Antara tahun 1983/84 dan 1986/87, produksi hutan jati di Jawa cukup mantap, yaitu dari 718 ribu m3 men-jadi 798 ribu m3, atau meningkat rata-rata sebesar 3,6% per tahun. Namun dalam tahun 1987/88 produksi kayu ini mengalami penurunan sebesar 13,7% dari tahun sebelumnya.

Pada tahun- 1987/88 produksi kayu gergajian mencapai 7,6 juta m3, yang berarti meningkat 2,7% dibandingkan dengan ta-hun 1986/87. Produksi kayu gergajian pada tahun 1983/84 men-capai tingkat yang tinggi yaitu 7.945 ,ribu m3 (Tabel VI-28). Pada tahun berikutnya produksi kayu gergajian merosot tajam menjadi 6.600 ribu m3, namun setelah itu meningkat terus men-capai 7.566 ribu m3 pada tahun 1987/88.

Dalam tahun 1984/85 kapasitas terpasang industri kayu gergajian adalah sebesar 8,7 juta m3 dan dalam tahun 1987/88 kapasitas terpasang induatri kayu gergajian tersebut hampir tak berubah, yaitu 8,8 juta m3.

Dalam tahun 1986/87 volume ekspor adalah 2.353 ribu m3 dan dalam tahun 1987/88 meningkat menjadi 2.841 ribu m3 atau meningkat sebesar 20,7%. Volume ekspor kayu gergajian rata rata sejak tahun 1983/84 sampai tahun 1987/88 meningkat sebesar 12,2% per tahun (Tabel VI-29).

Pada tahun 1987/88 urutan negara tujuan. ekspor kayu gergajian berdasarkan volume ekspor adalah sebagai berikut: Singapura (32,6%), Taiwan (11,5%), Jepang (11,4%), Hongkong (5,7%), Korea Selatan (4,5%) dan negara-negara Asia lainnya (14,8%). Negara-negara tujuan lainnya adalah Italia (9,7%), Belanda (1,3%), USA dan Canada (1,1%), Australia (0,2%) dan negara-negara lainnya (7,2%). Peningkatan ekspor juga terjadi dalam tahun 1987/88, antara lain ke Jepang, Hongkong, Korea Selatan, dan negara-negara Asia lainnya, Belanda, USA dan Kanada, serta Taiwan. Ekspor ke Australia, Singapura, Italia dan negara-negara Eropa lainnya menurun. Perkembangan volume ekspor ini dapat dilihat dalam Tabel VI-30.

VI/34

TABEL VI – 27

PRODUKSI KAYU BULAT RIMBA DAN JATI,1983/84 - 1987/88

Uraian Satuan Repel ita IV1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 2)

Produksi :

a. Kayu Bulat ribu M3 s.b 1) 23.462 26.958 23.500 26.605 30.400Rimba

b. Kayu Bulat ribu M3 s.b 718 758 777 798 689Jati

1) s.b = setara kayu bulat ( log)

2) Angka sementara

TABEL VI - 28

PRODUKSI DAN EKSPOR KAYU OLAHAN,1983/84 - 1987/88

(ribu m3)

Repel ita IV

Uraian 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1)

Produksi :a. Kayu gergajian 2) 7.945. 6.600 7.065 7.442 7.566

b. Kayu Lapis 3.300 3.600 4.615 5.302 6.670

Jumlah 11.245 10.200 11.680 12.744 14.236

Ekspor :

a. Kayu gergajian 1.793 2.198 2.166 2.353 2.841

b. Kayu Lapis 2.106 3.046 3.603 4.210 5.238

Jumlah 3.899 5.244 5.769 6.563 8.079

1) Angka sementara2) Tidak termasuk industri keci l

VI/35

TABEL VI - 29

REALISASI EKSPOR HASIL HUTAN BERUPA KAYU,1983/84 - 1987/88

(ribu m3)

1) Angka sementara2) Kayu jati bulat

TABEL VI - 28

PRODUKSI DAN EKSPOR KAYU OLAHAN,1983/84 - 1987/88

(ribu m3)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/36

Pada tahun 1987/88 produksi kayu lapis mencapai 6,7 juta m3 (83.4% dari kapasitas produksi yang ada), meningkat sebe-sar 25,8% dibandingkan dengan tabun 1986/87. Produksi kayu lapis antara tahun 1983/84 sampai tahun 1987/88 rata-rata meningkat sebesar 19,2% per tahun (Tabel VI-28).

Ekspor kayu lapis tahun 1987/88 mencapai 5.238,4 ribu m3, yang berarti terjadi peningkatan sebesar 24,4% dibandingkan dengan tahun 1986/87. Volume ekspor kayu lapis sejak tahun 1983/84 sampai tahun 1987/88 rata-rata meningkat sebesar 25,5% per tahun (Tabel VI-29).

Pada tahun 1987/88 urutan negara tujuan ekspor kayu lapis berdasarkan volume ekspor adalah: USA (26,7%), Hongkong (14,7%), Timur Tengah (13,5%), Singapura (12,7%), Jepang (10,5%). Selanjutnya Inggris (7,0%), Taiwan .(6,6%), negara-negara Asia lain (3,7%), Belgia (0,7%), Kanada (0,4%) dan Belanda (0,2%). Perkembangan volume kayu lapis ke berbagai negara dapat dilihat pada Tabel VI-31.

Pada tahun 1987/88 pemasaran dalam negeri kayu gergajian mencapai 5.350 ribu m3 atau menurun 13,4% dari tahun sebelum-nya. Penurunan ini ada kaitannya dengan membaiknya ekspor ka-yu gergajian dan kayu lapis. Pemasaran kayu lapis dan kayu gergajian dalam negeri sejak tahun 1984/85 sampai tahun 1987/88 meningkat rata-rata sebeaar 7,8% per tahun.

Perkembangan ekspor veneer tidak begitu menggembirakan. Antara tahun 1983/84 dan 1985/86 ekspor komoditi ini mening-kat dari 74 ribu m3 menjadi 106 ribu m3. Namun setelah itu terus merosot dan mencapai 60 ribu m3 dalam tahun 1987/88. Antara tahun 1983/84 dan 1987/88 ekspor veneer menurun dengan rata-rata 5,1% per tahun (Tabel VI-29).

Sejak tahun 1984/85 ekspor kayu bulat jati telah dihen-tikan. Dalam tahun 1987/88 volume ekspor kayu jati olahan bsrjumlah 29,3.ribu m3, menurun 11,2% dibanding dengan tahun sebelumnya.

Hasil hutan non kayu, seperti rotan, tengkawang, arang, gondorukem,, minyak kayu putih, damar dan kopal, mempunyai potensi yang cukup besar sebagai sumber devisa, tetapi eks-pornya kurang berkembang. Dalam tahun 1987/88 ekspor hasil hutan bukan kayu berjumlah 132 ribu ton, atau menurun 19,0% dibandingkan tahun 1986/87. Antara tahun 1983/84 dan 1987/88

VI/37

TABEL VI - 31

EKSPOR KAYU LAPIS KE BERBAGAI NEGARA TUJUAN,1983/84 - 1987/88

( m3 )

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/38

volume ekspor hasil hutan bukan kayu rata-rata menurun sebesar 7,6% per tahun. Perkembangan ekspor jenis-jenis hasil hutan bukan kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel VI-32.

Partisipasi awaata asing dan nasional di bidang peng-usahaan hutan di Indonesia berkembang dengan pesat. HPH yang berasal dari modal nasional pada tahun 1984/85 mencakup areal seluas 46.200 ribu ha, sedang yang berasal dari modal asing dan campuran mencakup areal seluas 7.600 ribu ha. Pada tahun 1986/87 HPH modal nasional bertambah luasnya menjadi 48.261 ribu ha atau meningkat menjadi 0,2%, sedangkan HPH modal asing dan campuran luas arealnya sama dengan tahun 1985/86, yaitu 6.360 ribu ha.

Dalam tahun 1987/88, luas areal HPH modal nasional me-ningkat 2,6% menjadi 49.508 ribu ha, sedangkan areal HPH modal asing serta campuran menurun 7,2% menjadi 5.903 ha dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel VI-34).

Untuk merehabilitasi kawasan HPH yang rusak, maka dalam tahun 1984/85 telah dikembangkan hutan tanaman industri (HTI) yang meliputi areal seluas 11.000 ha. Pada tahun 1986/87 usa-ha ini telah dapat ditingkatkan menjadi seluas 28.100 ha. Dalam tahun 1987/88 pembangunan HTI diperkirakan mencapai ca-kupan areal seluas 30.478 ha. Lokasi pembangunan HTI tersebar di propinsi-propinsi: Sumatera utara, Riau, Jambi, Aceh, Lam-pung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Untuk memperlancar arus pengiriman kayu dari luar pulau Jawa ke pulau Jawa dan Bali, serta untuk menjamin persediaan kayu yang dibutuhkan dalam jumlah yang memadai dalam waktu yang relatif singkat, telah dikembangkan pembangunan pusat-pusat pendaratan kayu di beberapa tempat di Sumatera, Kali-mantan dan Jawa. Pada tahun 1984 telah dibentuk pusat penda-ratan kayu Marunda di Jakarta, serta dilakukan pula persiapan pembangunan pusat perkayuan lainnya, seperti Kanci di Cire-bon, Jenu di Tuban, Alalak di Kalimantan Selatan, Sampit di Kalimantan Tengah dan Muara Sabak di Jambi. Pembangunan pusat pendaratan kayu di Marunda, Kanci dan Jenu telah dimulai pada tahun 1985/86.

Salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah dan mutu te-naga kerja kehutanan adalah dengan mendirikan sekolah keju-ruan kehutanan (SKMA) di Kadipaten, Samarinda, Pekanbaru dan Ujung Pandang serta Balai Latihan Kehutanan (BLK) di Pematang

VI/39

TABEL VI - 32

EKSPOR HASIL HUTAH BUKAN KAYU,1983/84 - 1987/88

(ton)

1) Angka sementara

VI/40

TABEL III – 33

INDUSTRI HASIL HUTAN DENGAN BAHAN BAKU DARI AREAL HPH,

1983/84 – 1987/88

1) Angka sementara

VI/41

TABEL VI - 34

PENGUSAHAAN HUTAN,1983/84 - 1987/88

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/42

Siantar, Pekanbaru, Bogor, Kadipaten, Samarinda, Ujung Pan-dang, Kupang dan Manokwari. Kegiatan Pendidikan dan Latihan Kehutanan yang dilaksanakan meliputi bidang pengusahaan hu-tan, reboisasi dan rehabilitasi lahan, inventarisasi dan tata guna hutan, perlindungan hutan dan pelestarian alam serta administrasi/manajemen pembangunan kehutanan.

Melalui pendidikan SKMA dalam tahun 1987/88 dihasilkan lulusan sejumlah 98 orang, dan dengan demikian sejak tahun 1984/85 sampai sekarang telah dihasilkan lulusan sebanyak 399 orang. Selanjutnya pada tahun 1987/88 melalui kegiatan latih-an tersebut telah dihasilkan tenaga terlatih sebanyak 4.649 orang, dan dengan demikian sejak tahun 1984/85 sampai saat ini telah dihasilkan tenaga terlatih sebanyak 24.925 orang.

G. PENGAIRAN

Dalam usaha mendukung pembangunan pertanian, khususnya dalam rangka mempertahankan swasembada pangan dan peningkatan produksi perikanan, pembangunan di bidang prasarana pengairan semakin ditingkatkan. Kegiatan ini meliputi usaha-usaha peme-liharaan dan perbaikan jaringan-jaringan irigasi yang sudah ada, pembangunan jaringan irigasi baru, reklamasi daerah rawa, serta usaha pengaturan dan perbaikan sungai untuk mengamankan areal produksi pertanian dan pemukiman dari bahaya banjir.

1. Program Perbaikan dan Pemeliharaan Jaringan Pengairan

Pelaksanaan perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi pada tahun 1987/88 meliputi areal sekitar 153.290 ha (Tabel VI-35), yaitu meningkat 319,8% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pelaksanaan dari kegiatan tersebut antara lain meliputi kegiatan di daerah irigasi Serayu, Semarang Barat, Warujayeng Turi Tunggorono, Way Seputih-Sekampung dan Jenebe-rang. Di samping itu telah dilaksanakan pula kegiatan eks-ploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seluas 5,4 juta ha di seluruh Indonesia.

2. Program Pembangunan Jaringan Irigasi

Melalui program ini pada tahun 1987/88 telah dilaksana-kan pembangunan jaringan irigasi baru, yang meliputi areal

VI/43

TABEL VI - 35

HASIL PELAKSANAAN PROGRAM-PROGRAM PENGAIRAN,1983/84 - 1987/88

(ha)

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

VI/44

sekitar 59.930 ha, atau meningkat dengan 173,2% di atas hasil pelaksanaan tahun 1986/87. Seperti pada tahun sebelumnya prioritas utama pembangunan jaringan irigasi adalah pemba-ngunan irigasi sedang dan kecil, sehingga dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan dapat dimanfaatkan dalam waktu sekitar 1 sampai 3 tahun. Pembangunan jaringan irigasi ini antara lain berlokasi di daerah Jambu Aye, Sungai Dareh, Si-tiung, Pasaman, Way Rarem, Namu Sira-Sira, Teluk Lada, Citan-duy, Padawaras, Kedu Selatan, Wonogiri, Bali, Yawotobi, Dumo-ga, Luwu, Bah Bolon dan Sanrego. Selanjutnya usaha pengem-bangan air tanah di daerah-daerah pertanian kering dan rawan terus dilaksanakan di daerah-daerah seperti Yogyakarta Sela-tan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok dan Timor.

3. Program Pengembangan Daerah Rawa

Melalui program ini pada tahun 1987/88 telah dilaksana-kan kegiatan lanjutan pengembangan daerah rawa sekitar 18 ri-bu ha, yang bertujuan untuk perluasan areal pertanian dan pe-mukiman. Seperti tahun sebelumnya, program ini dilaksanakan melalui kegiatan pembangunan tata saluran reklamasi lahan pa-sang surut di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Ba-rat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan melalui pro-yek-proyek reklamasi rawa bukan pasang surut di daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Sela-tan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

4. Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air.

Program ini selain sebagai salah satu faktor penunjang sektor pertanian dalam rangka pengamanan daerah produksi, daerah pemukiman yang padat penduduk dan jalur-jalur peng-angkutan, terhadap gangguan bencana banjir, juga dimaksudkan untuk mengamankan sungai-sungai yang merupakan sumber-sumber air bagi jaringan yang sudah ada. Sehubungan dengan itu ke-giatan pengaturan dan perbaikan sungai semakin ditingkatkan. Kegiatan ini meliputi pengerukan dasar sungai, pelurusan aliran, pembuatan sodetan, perlindungan dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan saluran banjir, pembuatan pin-tu-pintu banjir dan sekaligus dengan latihan penanggulangan banjir baik untuk petugas maupun untuk penduduk setempat.

Pada tahun 1987/88 pelaksanaan program ini, yang merupa-kan usaha pengamanan terhadap bencana banjir, meliputi areal sekitar 50.900 ha, atau 108,5% lebih besar jika dibandingkan

VI/45

tahun sebelumnya. Kegiatan tersebut dilakukan melalui pro-yek-proyek perbaikan sungai serta pengaturan dan perbaikan sungai besar yang dikelola secara khusus, antara lain melipu-ti Bengawan Solo, Cimanuk, Citanduy, Cisanggarung, Arakundo, Sungai Ular, Kali Brantas dan pengendalian banjir Jakarta. Untuk menanggulangi bencana banjir lahar akibat letusan gu-nung berapi telah dilakukan kegiatan-kegiatan pembuatan ba-ngunan pengendali seperti checkdam dan kantong-kantong pasir. Selanjutnya melalui program ini diusahakan pula penyelesaian waduk serbaguna Kedung Ombo dan Wadaslintang yang dimaksudkan untuk penyediaan air irigasi dan pembangkit tenaga listrik.

H. PENDIDIKAN, PENYULUHAN DAN PENELITIAN PERTANIAN/ PENGAIRAN

Untuk meningkatkan produksi pertanian, usaha-usaha pene-muan dan penyediaan teknologi baru serta penyuluhan secara terus menerus ditingkatkan.

1. Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian

Kegiatan penyuluhan pertanian terus ditingkatkan melalui penyediaan prasarana dan tenaga penyuluh baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Pendidikan, latihan dan penyuluhan perta-nian dilaksanakan melalui pendidikan formal, latihan pegawai dan penyuluhan pertanian untuk menghasilkan tenaga teknisi pertanian, baik teknisi tingkat menengah maupun teknisi ting-kat atas. Kegiatan penyuluhan pertanian merupakan unsur ter-padu dalam kegiatan di bawah koordinasi Bimbingan Massal (Bi-mas), yang mencakup bidang pertanian tanaman pangan, peterna-kan, perikanan dan perkebunan dengan jenis komoditi yang di-prioritaskan. Kegiatan penyuluhan disertai dengan penyediaan paket sarana produksi dan kredit, yaitu dalam rangka usaha menumbuhkan gerakan massal dalam program peningkatan kesejah-teraan petani dan nelayan beserta keluarganya.

Dalam rangka menunjang ,kegiatan penyuluhan, sampai de-ngan tahun 1987 sebanyak 1.501 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) telah dibangun. Balai-balai tersebut digunakan secara teratur untuk penyelenggaraan kursus tani, usaha, pertanian percontohan, petak percontohan, siaran pertanian melalui ra-dio, televisi, slide/film dan untuk penyebaran informasi per-tanian. Jumlah penyuluh pertanian lapangan (PPL) pada tahun 1987 seluruhnya telah mencapai sebanyak 27.746 orang dan jum-lah penyuluh pertanian spesialis (PPS) sebanyak 1.501 orang.

VI/46

PPL bertugas melaksanakan latihan dan kunjungan (Laku) untuk setiap kelompok tani. Setiap PPL membina 16 kelompok tani/kontak tani, yang masing-masing meliputi 160-300 orang petani maju. Kemudian secara individu petani maju tersebut dapat membina para petani lainnya.

Sampai dengan tahun 1987 jumlah PPL dan PPS tanaman pangan masing-masing telah mencapai 21.897 orang dan 1.086 orang. Jumlah tenaga PPL dan PPS, untuk peternakan, masing-masing 1.692 orang dan 154 orang. Jumlah tenaga PPL dan PPS di bidang perikanan masing-masing telah mencapai sebanyak 1.367 orang dan 195 orang, sedangkan jumlah tenaga tersebut di bidang perkebunan masing-masing telah mencapai 2.790 orang dan 66 orang.

2. Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Dalam rangka mendukung pembangunan pertanian, usaha-usaha dalam penelitian dan pengembangan pertanian juga terus ditingkatkan melalui kegiatan penemuan dan penyediaan tekno-logi baru.

Penelitian di bidang tanaman pangan diprioritaskan pada usaha-usaha pemantapan swasembada padi, perbaikan gizi dan, mendorong industri pangan. Pada saat ini telah dihasilkan dan dilepas beberapa varitas padi unggul seperti Cisokan, Progo, Cimanuk, Bah Butong, Tuntang, Batang Pane, Tajum, Cisangga-rung, padi gogo varitas Maninjau, Danam Bawau, Dodokan, Jang-kok, Nagara, Alabio, Tapus, IR48, IR64 dan IR63. Penelitian mengenai komoditi palawija, khususnya jagung, kedelai, kacang hijau dan ubi, telah menghasilkan beberapa varitas unggul ba-ru yang memiliki potensi produksi tinggi dan tahan terhadap penyakit tertentu. Selanjutnya penelitian mengenai komoditi hortikultura telah menghasilkan tiga varitas tomat yaitu Intan, Ratna dan Berlian, yang berpotensi tinggi dan tahan terhadap penyakit layu bakteri, lima varitas unggul kentang, satu varitas unggul kubis, dua varitas unggul bayam, tiga varitas unggul petani, empat varitas unggul bawang merah dan dua varitas unggul bawang putih.

Penelitian di bidang peternakan terutama diarahkan pada penelitian dalam rangka pengendalian penyakit. Di antara ha-sil penelitian tersebut adalah ditemukannya aiatem vaksinasi untuk memberantas penyakit tetelo pada ayam yang disebabkan oleh virus paramyxo. Penyakit tersebut merupakan penyakit ayam yang ganas, yang pengendaliannya dikenal dengan sistem

VI/47

"4" yaitu pada umur 4 hari, 4 minggu dan 4 bulan. Di samping itu telah ditemukan pula sistem pemberantasan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak berkuku belah, serta sistem pe-ngendalian penyakit mastitis (penurunan produksi susu) dengan cara pemerahan yang hygienis yang dapat mengurangi 10% masti-tis klinis dan 25% mastitis subklinis.

Penelitian di bidang perikanan telah menemukan cara pem-bibitan ikan yang mampu berproduksi tinggi dan tahan penya-kit, peningkatan teknologi budidaya ikan air tawar, air pa-yau, air laut, budidaya ikan dengan komoditi non ikan (seper- ti rumput laut), pengendalian hama dan penyakit ikan, dan ja-sad non ikan yang hidup di air, penelitian potensi daerah daerah penangkapan ikan, teknologi penangkapan ikan serta teknologi pasca panen perikanan.

Penelitian di bidang perkebunan telah menghasilkan ber-bagai varitas/klon unggul di antaranya seperti 6 varitas unggul tebu, 14 klon teh baru yang berpotensi produksi ting-gi, yaitu 4.500 kg teh kering per tahun, 12 varitas kelapa sawit, 6 klon anjuran kopi Robusta, 9 klon harapan kopi Ara-bica dan 3 klon anjuran cacao.

Penelitian di bidang pengairan meliputi survai dan pe-nyelidikan yang diperlukan dalam rangka perencanaan teknis bangunan pengairan, perencanaan dan tata laksana pengembangan wilayah sungai. Dalam rangka menunjang program Inpres penghi-jauan dan reboisasi telah dilaksanakan pemasangan instalasi jaringan hidro-metrologi dan observasi hidrologi.

VI/48