persoalan persoalan teologi

13
PERSOALAN- PERSOALAN TEOLOGI Oleh: Khairul Muttaqin, M.Th.I (Dosen STAIN Pamekasan)

Upload: khairul-muttaqin

Post on 15-Jan-2017

1.613 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Persoalan persoalan teologi

PERSOALAN-PERSOALAN TEOLOGIOleh: Khairul Muttaqin, M.Th.I(Dosen STAIN Pamekasan)

Page 2: Persoalan persoalan teologi

SIFAT-SIFAT ALLAHAsy’ariyah Asy’ariyah mengatakan bahwa sifat-sifat Allah SWT itu

merupakan sesuatu yang berada di luar Dzat. Mereka juga menetapkan adanya qudrah, iradah,’ilm, hayah, sama’, bashar, kalam dll pada Dzat Allah SWT. Semua itu merupakan sesuatu di luar Dzat-Nya namun tidak bisa dipisahkan dari Dzat-Nya.

Mu’tazilah Mu’tazilah mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di luar

Dzat-Nya. Adapun yang disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti: ’Alim (Maha mengetahui), Khabir (Maha mengenal), Hakim (Maha bijaksana), Bashir (Maha melihat), dll merupakan nama-nama bagi Dzat Allah SWT. Bagi Mu’tazilah, Allah tidak memiliki sifat ‘alim (mengetahui) akan tetapi Allah mengetahui dengan Dzat-Nya.

Page 3: Persoalan persoalan teologi

Maturidiyah Maturidi menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah SWT,

tetapi ia mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah sesuatu di luar Dzat-Nya, bukan pula sifat-sifat yang berdiri pada Dzat-Nya dan tidak pula terpisah dari Dzat-Nya. Aliran ini mengatakan bahwa pembicaraan tentang sifat harus didasarkan atas pengakuan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat-Nya sejak zaman azaly, tanpa pemisahan antara sifat-sifat zat, seperti qadrat dan sifat-sifat yang berhubungan dengan Af’al seperti menciptakan, menghidupkan dan lain-lain. Sifat-sifat tersebut menurut golongan maturidiyah tidak boleh diperbincangkan apakah hakikat zat atau bukan.

Page 4: Persoalan persoalan teologi

PELAKU DOSA BESARkhawarij Menurut Khawarij pelaku dosa besar dianggap keluar dari agama Islam

dan dianggap kafir.  

Murji’ahDalam hal pelaku dosa besar murji’ah terbagi menjadi dua bagian: Murji’ah moderat, berpendapat bahwa orang yang berdosa besar

bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali.

Murji’ah ekstrim, berpendapat bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya hanyalah dalam hati, bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia. Meskipun orang tersebut menyembah berhala asalkan hatinya tetap iman pada Allah maka dia tetap muslim. Perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusakkan iman seseorang, dan sebaliknya pula perbuatan baik tidak akan merubah kedudukan seseorang musyrik atau politheist.

Page 5: Persoalan persoalan teologi

Mu’tazilah Pelaku dosa besar menurut mu’tazilah tidak muslim dan tidak kafir akan

tetapi berada dalam tempat di antara dua tempat. Jika orang tersebut mati sebelum bertaubat maka di akhiran dia akan masuk neraka, tapi siksaannya lebih ringan dibandingkan dengan orang yang memang layak masuk neraka karena banyaknya dosa yang diperbuat.

 Asyariyah Menurut Asy’ariyah, pelaku dosa besar masih tetap sebagai orang yang

beriman meskipun mereka tetap berdosa karena berbuat dosa besar. Akan tetapi, jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal itu dibolehkan (halal) dan tidak menyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.

Jika pelaku dosa besar tersebut mati dan tidak sempat bertobat, maka menurut Al-Asy’ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapaat syafaat Nabi SAW. Sehingga terbebas dari siksaan neraka atau kebalikannya, yaitu Tuhan memberikan siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir.

Page 6: Persoalan persoalan teologi

Maturidiyah Al-Maturidi sefaham dengan al-Asy’ari yaitu: bahwa

orang yang berdosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat.

Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelim bertobat karena kekekalan di Neraka hanya untuk orang yang mati dalam keadaan musyrik.

Syiah Zaidiyah Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang

melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika dia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya.

Page 7: Persoalan persoalan teologi

AKAL DAN WAHYUMu’tazilah Segala sesuatu ditimbangnya lebih dahulu dengan akalnya mana yang

tidak sesuai dengan akalnya dibuang, walaupun ada hadits dan Ayat Al-Qur’an yang bertalian dengan masalah itu, tetapi berlawanan dengan akalnya. Jadi jelasnya menurut kaum Mu’tazilah, fungsi akal lebih tinggi ketimbang wahyu.

Salafiyah Menurut Salafiyah, fungsi wahyu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

fungsi akal. Fungsi akal pikiran tidak lain hanya menjadi saksi pembenaran dan penjelas dalil-dalil Al-Qur’an, bukan menjadi hakim yang mengadili dan menolaknya.

 Asy’ariyah Menurut Asy’ariyah, fungsi wahyu (Al-Qur’an) dan hadits adalah sebagai

pokok, sedang fungsi akal adalah sebagai penguat Nash-nash wahyu dan hadits. Asy’ari tidak menafikan peran dan fungsi akal dalam mengetahui adanya Tuhan, akan tetapi posisi akan harus tetap berada di bawah posisi wahyu. Karena manusia mengetahui baik dan buruk dan mengetahui kewajiban-kewajiban hanya karena turunnya wahyu.

Page 8: Persoalan persoalan teologi

MaturidiyahDalam hal ini maturidiyah terbagi menjadi dua bagian: Maturidiyah Samarkhan adalah aliran teologi yang dinisbahkan kepada

imam al-Maturidi (lengkapnya: Abu Mansyur Muhammad bin Muhammad al-Maturidi). Aliran ini hampir sama dengan Mu’tazilah dalam hal peran akal dan wahyu. Akan tetapi penggunaan akal oleh golongan ini satu tingkat di bawah Mu’tazilah. Perbedaanya adalah, kalau Mu’tazilah menyatakan bahwa pengetahuan Tuhan itu diwajibkan oleh akal (artinya akal yang mewajibkan), maka menurut Maturidi Samarkhan, kewajiban itu sendiri datangnya dari Tuhan. Akal hanya bisa sampai kepada tingkat dapat memahami perintah-perintah dan larangan-larangan tuhan mengenai baik dan buruk dan tidak pada kewajiban berbuat baik dan menjauhi larangan. Sementara wahyu menyempurnakan pengetahuan akal tentang mana yang baik dan mana yang buruk serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan diterima manusia di akherat. Tanpa wahyu masyarakat manusia akan hidup dalam kekacauan.

Maturidiyah Bukhara adalah aliran teologi yang dinisbahkan kepada Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi. Menurutnya, akal adalah alat untuk mengetahui kewajiban dan yang menentukan kewajiban adalah Tuhan. Akal tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban dan hanya mengetahui sebab-sebab yang membuat kewajiban-kewajiban menjadi wajib.

Page 9: Persoalan persoalan teologi

KEKUASAAN TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIAJabariyah Jabbariyah memahami bahwa manusia tidak berkuasa atas perbuatannya.

Hanya Allah sajalah yang memutuskan segala amal perbuatan manusia. Jadi apapun yang dilakukan oleh manusia maka sebenarnya itu adalah perbuatan Allah.

 Qadariyah Qadariyah memahami bahwa manusia itu bebas memilih atas perbuatannya.

Tuhan sama sekali tidak ikut campur dalam perpuatan manusia. Apapun yang dilakukan manusia adalah murni perbuatan manusia tanpa campur tangan Tuhan.

Mu’tazilah Dalam persoalan ini aliran mu’tazilah sependapat dengan aliran Qadariyah,

bahwa semua perbuatan perbuatan manusia sepenuhnya ditentuakan oleh manusia tanpa campur tangan manusia. Akan tetapi menurut Mu’tazilah ada beberapa perbuatan manusia yang ditentukan oleh Tuhan seperti perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara reflek. Selain hal itu, semua perbuatan manusia ditentukan oleh dirinya sendiri.

Page 10: Persoalan persoalan teologi

Asy’ariyah Aliran asy’ariyah dalam persoalan ini lebih dekat dengan  paham

Jabariyah dari pada paham Mu’tzilah. Untuk menggambarkan pahamnnya mengenai perbuatan manusia imam al-Asy’ari menggunakan teori al-kasb. Bahwa manusia masih memiliki kasb (usaha) yang bisa dilakukan, namun yang menentukan akhirnya tetaplah Allah SWT.

 Maturidiyah Ada perbedaan antar maturidiyah samarkand dan maturidiyah

bukhara mengenai perbuatan manusia. Maturidiyah Samarkhan berpendapat bahwa kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan, maksudnya daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan bagi-Nya.

Page 11: Persoalan persoalan teologi

KEKUASAAN MUTLAK DAN KEADILAN TUHANMu’tazilah Kata “Tuhan Adil” mengandung arti bahwa segala

perbuatan-Nya adalah baik, bahwa ia tidak dapat berbuat yang buruk dan bahwa ia tidak dapat mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. oleh karena itu Tuhan tidak boleh bersifat Zalim dalam memberi hukuman, tidak dapat menghukum anak orang musyrik lantaran dosa orang tuanya dan mesti memberi upah kepada orang-orang yang patuh pada-Nya dan memberikan hukuman kepada orang-orang yang menentang perintah-Nya. Selanjutnya keadilan juga mengadukan arti berbuat semestinya serta seusai dengan kepentingan manusia. Dan memberi upah atau hukuman kepada manusia sejajar dengan corak perbuatannya.

Page 12: Persoalan persoalan teologi

Asy’ariyah menurut Asy’ariyah, pemahman Mu’tazilah tentang Tuhan memiliki

kewajiban adalah hal yang keliru. Allah bebas melakukan apapun dan tidak memiliki kewajiban apapun. Keadilan Tuhan kaitannya dengan kekuasaan mutlak Tuhan mempunyai arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan berbuat sekehendak hati-Nya. Ketidak adilan, sebaliknya berarti “Menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu berkuasa mutlak terhadap hak milik orang”. Oleh karena itu, Tuhan dalam faham kaum Asy’ariyah dapat berbuat apa saja yang dikehendakinya, sesungguhnya hal itu menurut pandangan manusia adalah tidak adil. Asy’ari sendiri berpendapat bahwa Tuhan tidaklah berbuat salah kalau memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka.

Dengan demikian, Tuhan dapat berbuat sekehendak hati-Nya dalam kerajaan-Nya. Itulah makna adil bila dikaitkan dengan Tuhan dalam pandangan Asy’ariyah. Sedangkan ketidakadilan dipahami dalam arti Tuhan tidak bisa berbuat sekehendak-Nya terhadap makhluk-Nya. Atau dengan kata lain, dikatakan tidak adil bila yang terpahami adalah Tuhan tidak lagi berkuasa mutlak terhadap milik-Nya.

Page 13: Persoalan persoalan teologi

Maturidiyah Maturidiyah Bukhara dalam hal ini sama

dengan pendapat Asy’ariyah bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban namun Tuhan pasti menempati janjinya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat baik dll. Sedangkan.

Maturidiyah Samarkhan lebih dekat pada pandangan Mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, juga pemikiran rasul dipandang maturidiyah samarkand sebagai kewajiban Tuhan.