persepsi remaja jawa generasi z terhadap tradisi …
TRANSCRIPT
PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z
TERHADAP TRADISI NYEKAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Sarjana Psikologi
Disusun oleh:
Ludovicus Cakranuraga
NIM: 149114188
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSETUJUAN
PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z
TERHADAP TRADISI NYEKAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Ludovicus Cakranuraga
NIM: 149114188
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing,
Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si. Tanggal: 3 Februari 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PENGESAHAN
PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z
TERHADAP TRADISI NYEKAR
SKRIPSI
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Ludovicus Cakranuraga
NIM: 149114188
Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal 23 Maret 2021
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Sususan Panitia Penguji
Nama Penguji Tanda Tangan
Penguji 1: Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si. .............................
Penguji 2: Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si.. .............................
Penguji 1: Albertus Harimurti, S.Psi., M.Hum. .............................
Yogyakarta, 7 Mei 2021
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN MOTTO
KUATLAH,
HIDUP TAK SEBERCANDA ITU
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk Mereka yang Senantiasa Setia
Menghidupi Kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP
TRADISI NYEKAR
Ludovicus Cakranuraga
ABSTRAK
Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Remaja saat ini termasuk dalam kategori igeneration atau generasi Z. Salah satu
karakteristik generasi Z adalah memiliki keenggannan untuk memaknai suatu hal
secara personal. Karakteristik generasi Z ini bertentangan dengan beberapa tradisi
yang membutuhkan pemaknaan secara personal dari pelakunya. Makna sendiri
akan terbentuk ketika seseorang telah melakukan proses persepsi. Salah satu
tradisi yang membutuhkan pemaknaan secara personal dan masih bertahan hingga
sekarang adalah tradisi nyekar dari masyarakat Jawa. Penelitian ini dilakukan
dengan proses wawancara kepada tiga orang remaja Jawa yang melakukan tradisi
nyekar dengan metode wawancara semi terstruktur dan dianalisis dengan metode
interpretative phenomenological analysis (IPA). Penelitian ini menemukan bahwa
remaja Jawa generasi Z memiliki persepsi yang baik terhadap tradisi nyekar.
Persepsi yang baik dari remaja Jawa terhadap tradisi nyekar dipengaruhi oleh
faktor personal maupun faktor lingkungan.
Kata kunci: persepsi, remaja Jawa, generasi Z, tradisi nyekar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
THE PERCEPTION OF JAVANESE Z GENERATION
TEENAGERS ABOUT NYEKAR TRADITION
Ludovicus Cakranuraga
ABSTRACT
Adolescence is the transitional phase from childhood to adulthood. Adolescence
today is included in the category of iGeneration or Z generation. One of the
characteristics of Z generation has no desire to mean something personally. This
characteristic of Z generation contrast with many traditions that require personal
values and meaning from the person. Meaning will be formed when someone has
done the perception process. One of the traditions that require personal meaning
and still survives until today is the tradition of nyekar from Javanese society. This
research was conducted by interviewing three Javanese Z generation teenagers
who carried out the tradition of nyekar with the semi-structured interview method
and analyzed by interpretative phenomenological analysis (IPA) method. This
research found that Javanese Z generation teenagers have a good perception of
nyekar tradition. A good perception of Javanese Z generation teenagers about
nyekar tradition is influenced by personal and environmental factors.
Keyword: perception, Javanese teenagers, Z generation, nyekar tradition
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Kehidupan berjalan dengan temponya masing-masing. Terkadang berlari
adalah sebuah keharusan, namun berhenti sejenak juga diperlukan. Sangat banyak
momentum yang telah terlewati, tanpa sadar hal tersebut telah membentuk diri.
Peneliti menyadari bahwa kehidupannya harus berhenti suatu saat nanti untuk
memberi kesempatan bagi kehidupan baru di kemudian hari. Pemaknaan tentang
kehidupan menjadikan peneliti merasa hidup. Peneliti meghaturkan karya ini bagi
mereka yang senantiasa setia menghidupi kehidupan.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini memiliki banyak kekurangan.
Peneliti sangat terbuka dengan kritik maupun saran dan akan menerimanya
dengan lapang dada. Penelitian ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Peneliti mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak tersebut. Peneliti juga menghaturkan terimakasih
kepada:
1. Tuhan Yang Maha dari segala Maha atas kesempatan untuk melakukan
banyak hal dalam kehidupan peneliti.
2. Bapak Hieronymus Purwanta dan Ibu Rosula Mahatmawati atas semua
hal yang diberikan kepada peneliti selama ini. Terimakasih Pa, Ma.
3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M. Si. yang telah meluangkan waktu dan
tenaganya untuk membimbing selama peneliti mengerjakan karya ini.
4. Saudara-saudaraku yang selalu saling menjaga, memberi semangat dan
penghiburan, terimakasih: Mas Joan, Mbak Nita, Candra, Isnu, Wikan,
Mbak Asih, dan Mas Satria.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
5. Agata Marinta Krisjayanti, terimakasih untuk setiap dukungan dan
dorongan yang diberikan. Terimakasih untuk penghiburan dan
pertolonganmu.
6. Mikael Anata Peksajandu, terimakasih sudah menjadi semangat baru
dalam kehidupan peneliti.
7. Bapak Damar dan Ibu Sinta, terimakasih untuk dukungannya.
8. Ludovicus Cakranuraga selaku peneliti, terimakasih untuk tetap mau
melangkah meski berkali-kali terjerembak selama mengerjakan
penelitian skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .......................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................... vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACT ................................................................................................. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................... x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 10
1. Manfaat Teoritis .......................................................... 10
2. Manfaat Praktis ............................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 11
A. Remaja Jawa Generasi Z ................................................. 11
1. Pengertian Remaja ....................................................... 11
2. Pengertian Orang Jawa ................................................ 12
3. Pengertian Generasi Z ................................................. 13
4. Remaja Jawa Generasi Z ............................................. 14
B. PERSEPSI ....................................................................... 14
1. Pengertian Persepsi ...................................................... 14
2. Proses Pembentukan Persepsi ...................................... 16
3. Objek Persepsi ............................................................. 18
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi .............. 19
C. Tradisi Nyekar ................................................................. 21
1. Pengertian Tradisi ........................................................ 21
2. Pengertian Nyekar ....................................................... 21
D. Dinamika Persepsi Remaja Jawa Generasi Z Terhadap
Tradisi Nyekar .................................................................
22
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 26
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...................................... 26
B. Fokus Penelitian .............................................................. 27
C. Informan Penelitian ......................................................... 27
D. Instrumen Penelitian ........................................................ 28
E. Prosedur Pengambilan Data ............................................ 28
F. Metode Analisis Data ...................................................... 29
G. Kualitas Penelitian ........................................................... 30
H. Refleksi Penelitian ........................................................... 31
I. Pedoman Wawancara ...................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 33
A. Pelaksanaan Penelitian .................................................... 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
B. Latar Belakang Informan ................................................. 34
1. Informan HR ................................................................ 34
2. Informan WL ............................................................... 35
3. Informan KY ............................................................... 35
C. Dinamika Proses Wawancara .......................................... 36
1. Informan HR ................................................................ 36
2. Informan WL ............................................................... 37
3. Informan KY ............................................................... 38
D. Hasil Penelitian ................................................................ 39
1. Informan HR ................................................................ 39
2. Informan WL ............................................................... 41
3. Informan KY ............................................................... 46
E. Analisis Data ................................................................... 49
F. Pembahasan ..................................................................... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 68
A. Kesimpulan ...................................................................... 68
B. Keterbatasan Penelitian ................................................... 68
C. Saran ................................................................................ 69
1. Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................ 69
2. Bagi Keluarga Pelaku Tradisi Nyekar ......................... 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71
LAMPIRAN ............................................................................................... 74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pelaksanaan Wawancara .............................................................. 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Consent ................................................................... 75
Lampiran 2. Analisis Data Informan HR .................................................... 79
Lampiran 3. Analisis Data Informan WL ................................................... 99
Lampiran 4. Analisis Data Informan KY .................................................... 114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua makluk hidup, termasuk manusia, tidak dapat melepaskan diri
dari siklus kehidupan, yaitu lahir, berkembang, dan mati (Geertz, 2014).
Kematian merupakan tahapan siklus yang paling misterius bagi manusia
(Wicaksono, 2003). Tidak seorang pun yang mampu menguraikan situasi yang
dialami setelah kematian dengan jelas dan disertai bukti-bukti meyakinkan.
Terdapat cerita-cerita mengenai pengalaman setelah kematian di masyarakat,
namun tidak ada bukti cukup kuat yang mampu mengamininya sebagai
kebenaran.
Penggambaran setelah terjadinya kematian banyak dikemukakan oleh
agama-agama yang berkembang di Indonesia. Ajaran agama paling populer
mengenai proses setelah kematian adalah ajaran tentang adanya surga dan
neraka yang dibawa oleh agama Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan).
Ajaran ini dapat menjadi populer karena dibawa oleh tiga agama yang
memiliki jumlah pengikut cukup besar dan menjadi mayoritas di Indonesia
(Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010).
Wicaksono (2003) menjelaskan bahwa kematian menjadi bayangan
yang menakutkan dan tidak dapat dihindari oleh manusia. Manusia cenderung
pasrah dan tidak berdaya dalam menghadapi kematian yang dapat dialami
kapan pun oleh setiap insan tanpa bisa menghindarinya. Mati berarti tidak
hidup lagi atau antonim dari hidup. Senada dengan hal tersebut, Yuwono
(2016) mengatakan bahwa kematian dianggap sebagai kepunahan atau akhir
dari kehidupan. Hal ini dibuktikan dengan hancurnya seluruh bagian tubuh
dan hanya menyisakan tulang setelah dimakamkan. Oleh karena itu orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
yang sudah meninggal akan berpisah secara fisik dengan orang-orang yang
masih hidup.
Indonesia memiliki sangat banyak kebudayaan dengan tradisinya
masing-masing. Salah satunya adalah kebudayaan yang berasal dari suku
Jawa. Kebudayaan yang dijalankan oleh orang Jawa merupakan hasil dari
kebiasaan yang menjadi tradisi dan terus dilestarikan hingga sekarang
(Sutiyono, 2011). Kebiasaan ini dapat menjadi tradisi karena berdasarkan
pengalaman-pengalaman dari pendahulunya yang terus dihayati dan dipahami
sebagai kebenaran oleh orang Jawa. Banyak tradisi yang tidak mampu
dijelaskan kembali dengan kehidupan pada zaman modern, sehingga ketika
menemui ketidaktauan, orang Jawa akan cenderung bertanya kepada orang tua
atau orang yang dianggap tahu (Subagya, 2004).
Orang Jawa sendiri merupakan suku Jawa dan keturunannya yang
berasal dari pulau Jawa bagian Tengah dan Timur (Suseno, 1996). Hal ini
tidak terkait dengan dimana sekarang orang tersebut tinggal, tapi berasal dari
garis keturunannya (Darmoko, 2016). Orang Jawa juga memiliki bahasa ibu
yang merupakan Bahasa Jawa (Suseno, 1996). Lebih lanjut, Susetyo,
Widiyatmadi, dan Sudiantara (2014) membahas tentang identitas kejawaan
orang Jawa. Terkait dengan jati diri dan identitasnya, orang Jawa akan
mengutamakan konsep rasa dalam menjalani kehidupannya. Orang Jawa juga
akan mengedepankan prinsip kerukunan dan prinsip kehormatan dalam
berhubungan sosial. Selain itu, orang Jawa juga dikenal memiliki kesadaran
yang tinggi akan keberadaan orang lain, hal ini terkait dengan bagaimana
orang Jawa akan memposisikan dirinya di hadapan orang lain. Orang Jawa
akan memposisikan diri lebih rendah atau inferior dibandingkan dengan
orang-orang di sekitarnya. Kebiasaan ini terkait dengan konsep lembah manah
dan andhap asor dari tradisi atau kebiasaan orang Jawa. Selain itu orang Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
akan memposisikan diri selayaknya orang tua yang mengayomi ketika ada di
sekitar orang yang lebih muda atau lebih inferior. Orang Jawa yang tidak
memegang teguh dan menjalankan jati diri atau identitasnya akan akan
dianggap ilang Jawane atau kehilangan kejawaannya, sehingga muncullah
ungkapan wong Jawa ilang Jawane.
Salah satu tradisi yang masih dilakukan hingga sekarang oleh orang
Jawa adalah tradisi nyekar. Tradisi nyekar masih sangat lekat pada kehidupan
orang Jawa di zaman modern ini. Hal ini dapat terjadi karena masyarakat Jawa
sangat menghormati leluhur atau pendahulu mereka. Masyarakat Jawa
menganggap bahwa mereka tidak akan ada tanpa adanya leluhur yang menjadi
cikal-bakal keberadaannya dan akan selalu menjaganya dari segala
marabahaya (Suwardi, 2006). Selain itu masyarakat Jawa menganggap bahwa
semua orang yang telah mati masih ada diantara mereka. Jiwa atau roh orang
yang sudah meninggal dianggap masih menjalani kehidupan di lingkungan
yang sama, namun berbeda dunia dengan dunia kehidupan yang dijalani oleh
manusia hidup. Hal ini dibuktikan dengan adanya ritual yang diadakan bagi
orang yang sudah meninggal pada hari pertama sampai hari ketiga paska
meninggalnya orang tersebut. Ritual ini juga dilanjutkan pada hari ke tujuh,
hari ke 40, hari ke 100, serta hari ke 1000 setelah meninggalnya orang tersebut
(Tanjung, 2013). Mayarakat Jawa juga memiliki kepercayaan bahwa
kehidupan roh adalah kehidupan yang abadi. Keyakinan ini membuat
masyarakat Jawa melakukan tradisi-tradisi yang berhubungan langsung
dengan leluhur. Ketika menjalin hubungan dengan leluhur, masyarakat Jawa
cenderung mengharapkan kesuburan dan pangestu yang menjanjikan
keselamatan (Subagya, 2004).
Penghormatan terhadap leluhur yang dilakukan oleh masyarakat Jawa
dapat dilihat secara nyata ketika mereka sedang melakukan ritual nyekar. Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
intinya nyekar adalah sebuah prosesi untuk menunjukkan rasa hormat dan
meminta pangestu kepada leluhur, saudara-saudara maupun kerabat yang
sudah meninggal lalu dimakamkan di tempat tersebut (Yuwono, 2016).
Masyarakat Jawa sering kali meminta pangestu kepada roh leluhur karena roh
leluhur dianggap memiliki daya sakti yang mampu memberikan pertolongan
kepada orang yang masih hidup (Koentjaraningrat, 1984). Sebelum menjalani
ritual ini, biasanya mereka akan membersihkan makam tersebut dari hal-hal
yang dianggap dapat mengganggu atau merusak makam, seperti daun-daun,
bunga kering, maupun rumput liar.
Bunga merupakan salah satu media yang hampir tidak pernah dapat
dilepaskan dari prosesi nyekar bagi orang Jawa (Yuwono, 2016). Bunga
merupakan simbol penghormatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa
kepada roh leluhurnya. Bunga yang telah disiapkan akan ditaburkan ke atas
makam atau batu nisan orang yang sudah meninggal. Hal ini dilakukan karena
makam dianggap tempat tinggal atau rumah bagi para roh yang sudah
meninggal. Oleh karena itu seringkali ditemukan makam yang memiliki
cungkup atau rumah-rumahan kecil pada makam milik orang Jawa untuk
memperindahnya (Latifundia, 2016). Selain itu orang yang melakukan prosesi
nyekar biasanya akan memposisikan dirinya di samping makam dengan posisi
jengkeng atau setengah duduk untuk menandakan penghormatan yang
setinggi-tingginya kepada orang yang sudah meninggal tersebut. Posisi seperti
ini sering dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam berbagai kesempatan, seperti
menghadap raja atau ketika meminta doa restu (pangestu) kepada kedua orang
tua saat menjalani prosesi pernikahan (Yuwono, 2016).
Ritual nyekar biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa setiap Jumat
Kliwon atau Selasa Kliwon pada penanggalan Jawa. Mereka memilih hari
Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon karena hari tersebut dianggap sebagai hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
yang keramat bagi masyarakat Jawa. Kedua hari tersebut dianggap sebagai
hari yang baik untuk dapat menghubungkan dua dunia, yaitu dunia kehidupan
dan dunia roh (Suara Merdeka, 2018). Dunia kehidupan merupakan dunia
manusia yang masih hidup menjalani kehidupannya, sedangkan roh adalah
dunia bagi orang-orang yang sudah meninggal. Selain itu biasanya tradisi
nyekar dilakukan oleh masyarakat Jawa pada hari kematian (geblag) orang
yang dimakamkan di tempat tersebut untuk memperingatinya (Najitama,
2013). Hal ini dilakukan karena masyarakat Jawa mempercayai akan
datangnya kemalangan ketika tidak melakukan tradisi nyekar ke makam
leluhur yang sudah meninggal (Gertz, 2014).
Selain tradisi nyekar, terdapat pula tradisi atau kebiasaan masyarakat
Jawa yang serupa dengan tradisi tersebut, yaitu tradisi nyadran dan ziarah
makam. Ketiga tradisi ini terlihat serupa dalam mengunjungi pemakaman
sebagai tempat berlangsungnya tradisi. Meskipun memiliki kesamaan, ketiga
tradisi memiliki perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya. Menurut
Mumfangati (2007) Tradisi nyadran sendiri bagi masyarakat Jawa adalah
slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur kang ana ing papan sing
kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang. Maksud dari ungkapan tersebut
adalah upacara slametan di bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa untuk
menghormati para leluhur yang ada di tempat keramat (pemakaman),
sekaligus membersihkannya dan mengirim bunga (nyekar). Tradisi nyadran
dilakukan secara komunal oleh masyarakat Jawa di satu komplek pemakaman
desa. Ketika menjalankan tradisi nyadran, banyak orang akan berbondong-
bondong datang membawa bunga serta ubo rampe dan sesaji berupa makanan
sebagai ungkapan rasa syukur kepada leluhur yang dimakamkan di koplek
pemakaman tersebut. Pada akhir acara tradisi nyadran, akan dilakukan
kenduri dan makan bersama menggunakan makananan yang dibawa oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
orang yang datang. Sementara itu menurut Najitama (2013), tradisi ziarah
makam adalah tradisi mengunjugi makam seorang tokoh penting dalam
masyarakat tertentu. Misalnya adalah ziarah ke makam Wali Songo, Gus Dur,
Romo Sanjaya, dan masih banyak lagi. Selain itu, ziarah juga sering kali
dilakukan di tempat-tempat yang dianggap mempu memberikan keberkahan
bagi orang yang datang. Contohnya adalah kebiasaan ziarah ke Sendangsono
atau ke petilasan-petilasan tertentu. Ketika melakukan ziarah ke makam
seorang tokoh atau tempat-tempat tersebut, mayarakat Jawa cenderung
mengharapkan keberkahan tertentu sesuai dengan apa yang ia niatkan.
Selain ketiga tradisi atau kebiasaan tersebut, terdapat pula tradisi mreti
desa yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Tradisi ini juga dilakukan di
komplek pemakaman. Tradisi mreti desa biasanya dilakukan setiap bulan
Ruwah pada penanggalan Jawa. Tujuan dilakukannya tradisi ini adalah untuk
meminta pangestu dari roh (danyang) yang tinggal di desa dan Pangeran
(Tuhan) supaya dapat dihindarkan dari kemalangan-kemalangan yang akan
menimpa warga desa, serta mendapat berkat untuk kemakmuran warga desa
di kemudian hari (Suwardi, 2006). Tradisi mreti desa biasanya dilakukan di
lingkup pemakaman desa atau tempat yang dianggap sakral dan mampu
memberikan berkat keselamatan. Ritual mreti desa biasanya menggunakan
sesaji tradisional (ingkung, tumpeng, apem, dll) dan bunga serta ubo rampe-
nya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi persembahan (caos pisungsung)
bagi roh (danyang) yang menghuni desa dari masyarakat yang masih
menjalani kehidupan (Suwardi, 2006).
Setelah melihat beberapa hal terkait tradisi nyekar, perlu dikaji lebih
dalam mengenai perbandingan pemahaman tradisi nyekar yang sekarang ini
dilakukan dengan tradisi nyekar dalam literatur. Literatur dikaji oleh peneliti
untuk melihat pemaknaan tradisi nyekar dan digunakan sebagai pembanding
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
dalam penelitian ini. Seperti yang dikatakan oleh Yuwono (2016) bahwa
nyekar merupakan sebuah prosesi untuk menunjukkan rasa hormat dan
meminta pangestu kepada leluhur yang sudah meninggal. Pangestu yang
diberikan oleh roh leluhur ini diharapkan dapat memberikan pertolongan bagi
orang yang mendapatkannya karena daya sakti yang dimiliki oleh roh tersebut
(Koentjaraningrat, 1984).
Penelitian ini akan menggunakan remaja Jawa yang pernah melakukan
tradisi nyekar sebagai subjek penelitian. Peneliti merasa bahwa sudut pandang
remaja Jawa dalam memandang tradisi nyekar dirasa akan membuat penelitian
ini lebih menarik. Perspektif remaja Jawa dianggap lebih menarik karena
remaja berada dalam tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa.
Selain itu pada nantinya remaja Jawa juga akan menjadi ujung tombak dalam
menjalankan tradisi-tradisi dan kebudayaan yang sedang berlangsung. Maka
dengan melihat bagaimana persepsi remaja Jawa terhadap kebudayaan nyekar
diharapkan akan terlihat pula seberapa dalam pemahaman remaja tersebut
tentang tradisinya.
Subjek remaja Jawa juga menjadi menarik karena remaja saat ini
termasuk dalam generasi Z atau iGeneration. Bencsik & Machova (Putra
2016) mengatakan bahwa generasi Z memiliki karakteristik yang tidak tertarik
atau berkeinginan untuk memaknai suatu hal. Pernyataan tersebut bertolak
belakang dengan tradisi nyekar yang erat dengan pemaknaan bagi pelakunya.
Makna-makna yang dimiliki oleh tradisi nyekar sendiri sering kali bersifat
personal dan berdasarkan pengalaman pribadi pelakunya. Keengganan untuk
memberikan makna yang dimiliki oleh generasi Z dapat membuat tradisi
nyekar yang bersifat personal kehilangan makna dan tempatnya. Hilangnya
makna dari tradisi nyekar dapat membuat eksistensinya terkikis dan bukan hal
yang mustahil tradisi ini akan ditinggalkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Penelitian ini ingin melihat bagaimana persepsi remaja Jawa yang
melakukan tradisi nyekar. Persepsi didefinisikan oleh Walgito (2010) sebagai
sebuah respon terintegrasi dari stimulus yang diberikan atensi ketika diterima
oleh indera. Respon terintegrasi dari stimulus tersebut dapat berupa makna
yang berbeda tiap individu. Perbedaan makna yang terjadi dikarenakan oleh
pengalaman yang berbeda dari tiap individu. Selain itu latar belakang setiap
individu juga sangat berpengaruh terhadap cara individu tersebut memaknai
sesuatu. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk menggali secara mendalam
makna yang dimiliki oleh tiap remaja sehingga dapat menghasilkan
persepsinya masing-masing. Sementara itu Sarwono (2009) menyebutkan
enam faktor yang dapat mempengaruhi persepsi individu. Keenam faktor
tersebut adalah faktor perhatian, set, kebutuhan, sistem nilai, tipe kepribadian,
dan gangguan jiwa. Menurutnya faktor-faktor tersebut dapat membuat adanya
perbedaan persepsi dari tiap individu kepada satu stimulus yang sama.
Peneliti telah melakukan observasi awal dengan mewawancarai lima
remaja Jawa yang pernah melakukan tradisi nyekar sebagai informan pada
tanggal 15 sampai dengan 20 Maret 2019 di tempat yang berbeda-beda. Lima
remaja tersebut menjelaskan tradisi nyekar sesuai pandangan mereka. Hasil
wawancara menunjukkan pengertian tradisi nyekar yang berbeda antara
pandangan informan dengan literatur yang digunakan oleh peneliti. Sebagian
besar remaja yang telah diwawancarai mencampurkan unsur-unsur agama
kedalam pengertian tradisi yang mereka jelaskan. Empat dari kelima
responden mengatakan bahwa nyekar merupakan prosesi untuk mendoakan
arwah leluhur kepada Tuhan supaya diterima oleh-Nya. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya percampuran kebudayaan yang mengaburkan makna asli dari
tradisi nyekar Jawa itu sendiri. Sementara satu orang sisanya mengatakan
bahwa nyekar adalah sebuah tradisi turun-temurun yang dilakukan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
melawat leluhur yang sudah meninggal, sama halnya dengan ketika ia
melawat ke rumah saudaranya yang masih hidup di dunia. Mesikipun berbeda
dengan definisi yang terdapat dalam literatur, pengertian yang diungkapkan
oleh seorang responden ini tidak bercampur dengan unsur-unsur kebudayaan
lainnya. Selain itu empat dari lima responden memandang bahwa tradisi
nyekar merupakan tradisi yang baik untuk dilakukan dan diwariskan. Satu
orang responden berpandangan bahwa tradisi nyekar bukanlah hal yang terlalu
penting dan malah berbenturan dengan agama yang ia anut selama ini.
Berdasarkan uraian data, literatur dan hasil wawancara awal yang
telah dipaparkan, peneliti tertarik dengan fenomena ini dan mengangkatnya
menjadi sebuah penelitian. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
melihat persepsi remaja Jawa generasi Z terhadap tradisi nyekar. Penelitian ini
dirasa penting untuk melihat bagaimana remaja Jawa generasi Z memandang
tradisi nyekar yang mereka lakukan selama ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan kesenjangan pemaknaan
personal antara karakteristik generasi z dengan tradisi nyekar yang telah
diungkapkan oleh peneliti di atas, maka terbentuklah pertanyaan penelitian
sebagai acuan pembuatan penelitian. Pertanyaan penelitian dari penelitian ini
adalah bagaimana persepsi remaja generasi Z terhadap tradisi nyekar yang
pernah mereka lakukan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui persepsi remaja generasi Z terhadap tradisi nyekar yang pernah
mereka lakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu Psikologi, khususnya
Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan terkait dengan persepsi
remaja terhadap tradisi nyekar.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
a. Bagi remaja yang melakukan tradisi nyekar
Memberikan informasi terkait tradisi nyekar yang pernah
mereka lakukan.
b. Bagi Mahasiswa Psikologi
Menambah bahan untuk pembuatan penelitian tentang persepsi
remaja, khususnya yang terkait dengan tradisi nyekar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja Jawa Generasi Z
Peneliti akan memaparkan definisi-definisi terkait remaja Jawa
generasi Z yang akan menjadi informan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Pengertian remaja
Remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan
masa dewasa (Santrock, 2012). Masa ini dimulai pada usia yang berkisar
antara 10 sampai 13 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 sampai 22
tahun. Santrock (2012) mengatakan bahwa remaja akan mengalami
beberapa perubahan terkait biologis, kognitif, dan sosio-emosional.
Perubahan-perubahan ini akan berdampak bagi kehidupan remaja di
kemudian hari.
Papalia dkk (2008) juga melihat masa remaja sebagai masa
peralihan perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.
Ia juga mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa dimana
terjadinya perubahan yang signifikan pada aspek fisik, kognitif dan
psikososial. Masa remaja akan berlangsung dari usia 10 sampai 14 tahun
hingga berakhir pada usia awal duapuluhan. Secara umum masa remaja
ditandai dengan terjadinya masa pubertas dan berakhir dengan masa
fertilitas atau kematangan seksual.
Menurut Harlock dalam Jahja (2011) masa remaja dapat dibagi
menjadi dua, yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja
awal berada pada usia 13 sampai 16 tahun, sementara masa remaja akhir
terjadi pada usia 16 sampai 18 tahun. Hurlock membaginya menjadi dua
bagian karena melihat pada masa remaja akhir, individu masih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
berkembang seperti pada masa kanak-kanak namun telah mencapai
kematangan seperti pada masa dewasa.
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan mengenai remaja,
peneliti menyimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa
kanak-kanak yang ditandai dengan pubertas dan masa dewasa yang
ditandai dengan fertilitas, sehingga terjadinya perubahan pada aspek
biologis, kognitif dan psikososial masih berlangsung dari usia 10 sampai
22 tahun.
2. Pengertian orang Jawa
Orang Jawa diartikan secara berbeda oleh beberapa peneliti.
Koentjaraningrat (1984) mengatakan bahwa orang Jawa merupakan suku
Jawa yang berdiam di pulau Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan
pada bagian barat pulau Jawa ditempati oleh orang Sunda. Hal ini senada
dengan yang diungkapkan oleh Suseno (1996), menurutnya orang Jawa
merupakan penduduk asli pulau Jawa bagian timur dan tengah, dan
memiliki bahasa ibu berupa Bahasa Jawa. Sementara itu, Darmoko (2016)
melihat bahwa orang Jawa tidak hanya orang yang berasal dari Pulau
Jawa, akan tetapi orang Jawa juga dapat berarti orang yang memiliki darah
keturunan orang Jawa dimanapun dia tinggal. Menurutnya terdapat
komunitas-komunitas orang Jawa di luar Pulau Jawa yang masih
melestarikan kebudayaan Jawa yang dibawa oleh leluhurnya.
Susetyo, Widiyatmadi, dan Sudiantara (2014) menjelaskan tentang
identitas atau jati diri orang Jawa. Menurut mereka orang Jawa akan
mengutamakan rasa sebagai dasar dari identitas kejawaannya serta
mengedepankan prinsip rukun dan hormat dalam menjalani kehidupannya.
Konsep rasa bagi orang Jawa terbagi menjadi tiga, yaitu rasa pangrasa
(rasa fisik yang diterima oleh indera), rasa rumangsa (rasa yang timbul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dari dalam diri), rasa sejati (rasa dari kedalaman batin yang mampu
mengenal rasa yang merasakan dan dirasakan). Selain itu orang Jawa juga
memiliki kesadaran yang tinggi terhadap keberadaan orang lain.
Kesadaran ini membuat orang Jawa mampu memposisikan diri lebih
inferior dibandingkan orang yang ada di sekitarnya. Orang Jawa juga akan
bisa memposisikan diri untuk lebih mengayomi ketika berhadapan dengan
orang yang lebih muda atau lebih inferior.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa orang Jawa merupakan suku Jawa dan
keturunannya yang mengutamakan rasa sebagai identitas, memegang
teguh prinsip rukun dan hormat, dan memiliki kesadaran tinggi terhadap
keberadaan orang lain.
3. Pengertian generasi Z
Menurut Bencsik, Csikos, dan Juhez dalam Putra (2016), generasi
Z merupakan kelompok manusia yang lahir antara tahun 1995 sampai
2010. Generasi Z juga disebut dengan iGeneration atau generasi internet.
Keakraban generasi Z dengan internet dan peralatan canggih membuatnya
mampu menjalankan beberapa pekerjaan dalam satu waktu atau yang
dikenal dengan multi tasking, seperti mendengarkan musik dengan headset
sambil membuka media sosial di handphone dan browsing di komputer
secara bersamaan. Selain itu generasi Z juga dikenal sebagai generasi yang
profesional dan memiliki kemampuan yang baik dalam bidang teknis
maupun bahasa.
Berdasarkan paparan mengenai generasi Z diatas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa generasi Z merupakan generasi yang akrab dengan
teknologi canggih dan internet dan lahir antara tahun 1995 sampai 2010,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
sehingga membuatnya dikenal dengan profesionalitas dan memiliki
kemampuan multi tasking, ahli dalam bidang teknis maupun bahasa.
4. Remaja Jawa generasi Z
Menurut kesimpulan yang telah dibuat oleh peneliti, remaja
merupakan sebuah masa transisi dari kanak-kanak menuju masa dewasa,
yaitu pada rentang usia antara 10 sampai 22 tahun dan dimulai tanda
dengan fertilitas pada usia tersebut. Sementara itu peneliti menyimpulkan
bahwa orang Jawa merupakan suku Jawa dan keturunannya dimanapun
mereka tinggal, mengutamakan rasa, memegang teguh prinsip rukun dan
prinsip hormat, serta memiliki kesadaran tinggi terhadap keberadaan orang
lain. Selain hal tersebut, peneliti juga menyimpulkan bahwa generasi Z
adalah kelompok manusia yang lahir pada tahun 1995 sampai 2010 dan
akrab dengan peralatan canggih dan internet, sehingga membentuknya
menjadi individu yang profesional dan dapat melakukan multi tasking,
serta memiliki kemampuan yang baik dalam bidang teknis maupun bahasa.
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang telah dipaparkan, maka
peneliti dapat mendefinisikan remaja Jawa generasi Z. Peneliti
mendefinisikan remaja Jawa generasi Z sebagai seorang individu dengan
suku bangsa Jawa yang memegang teguh kejawaannya, berusia 10 sampai
22 tahun, dan lahir antara tahun 1995 hingga 2010.
B. Persepsi
Persepsi merupakan atribut psikologis yang digunakan dalam
penelitian ini. Oleh karena itu maka akan dijelaskan beberapa hal yang terkait
dengan persepsi, yaitu:
1. Pengertian Persepsi
Rakhmat (2008) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses
pengumpulan informasi dan penafsiran pesan hasil dari pengalaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
tentang objek, peristiwa, dan hubungan-hubungan yang ada di dalamnya
hingga pada akhirnya tercipta suatu makna atas stimulus yang ada.
Informasi tersebut dikumpulkan dari objek-objek yang memperoleh
perhatian atau atensi dari individu. Informasi yang diperoleh akan diproses
dan dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang pernah diterima
terkait stimulus tersebut.
Sejalan dengan definisi tersebut, Sternberg (2008)
mengungkapkan bahwa persepsi adalah proses mengenali,
mengorganisasikan, dan memahami stimulus-stimulus yang diterima oleh
indera dari stimuli lingkungan. Proses mengenali stimulus dapat terjadi
ketika objek dari lingkungan yang diterima oleh indera mendapatkan
perhatian yang lebih dibandingkan objek lainnya. Proses pengorganisasian
stimulus terjadi pada otak. Proses ini akan mencocokkan informasi
stimulus baru dengan informasi-informasi lama di dalam otak yang dapat
dikaitkan dengan informasi tersebut. Setelah dilakukan proses
pengorganisasian dan stimulus baru dianggap sesuai dengan pengalaman
yang ada, maka akan terjadi proses memahami. Proses ini akan
memberikan makna pada stimulus baru untuk di simpan sebagai persepsi.
Sementara itu Solso dkk (2008) mendeskripsikan persepsi sebagai
cara penginterpretasian informasi sensorik dengan proses kognisi tinggi.
Informasi sensorik adalah informasi yang diperoleh oleh sistem sensorik
manusia, atau yang lebih dikenal dengan indera. Setelah diterima dan
disalurkan menuju otak, otak akan meninterpretasikan informasi tersebut
berdasarkan informasi yang telah ada.
Walgito (2010) juga merumuskan bahwa persepsi merupakan
sebuah respon terintegrasi dari individu untuk memaknai stimulus yang
diterimanya. Stimulus ini akan ditangkap oleh indera ketika stimulus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
mendapatkan atensi dari individu tersebut. Atensi terhadap stimulus
merupakan langkah paling awal sebelum terbentuknya persepsi. Setelah
stimulus ditangkap oleh indera, stimulus akan disalurkan ke otak melalui
syaraf sensoris. Selanjutnya informasi akan diproses dengan cara
pengorganisasian dan penginterpretasian stimulus di dalam otak. Sejalan
dengan definisi dari beberapa tokoh lainnya, proses pengorganisasian dan
penginterpretasian stimulus ini akan menghasilkan sebuah pemaknaan
stimulus. Pemaknaan ini sering kali berbeda pada setiap individu. Hal ini
dikarenakan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh setiap individu
terkait stimulus juga memiliki perbedaan.
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan mengenai persepsi,
peneliti menyimpulkan bahwa persepsi adalah respon terintegrasi dari
individu terhadap stimulus berupa objek, peristiwa, dan hubungan-
hubungan di dalamnya yang diterima oleh reseptor (indera) melalui proses
pemberian makna pada stimulus dengan cara mengenali, mengorganisasi,
dan menginterpretasikannya.
2. Proses pembentukan persepsi
Terdapat dua tokoh yang memiliki penjelasan tentang proses
pembentukan persepsi pada individu, yaitu:
a. Bimo Walgito
Walgito (2004) mengatakan bahwa proses pembentukan
persepsi telah dimulai ketika seorang individu memberikan perhatian
atau atensi kepada stimulus yang ada. Proses ini dianggap sebagai
proses persiapan awal yang penting bagi seorang individu sebelum
membentuk sebuah persepsi. Selain itu Walgito juga mengatakan
bahwa proses pembentukan persespsi setelah adanya atensi dapat
dikategorikan kedalam tiga bagian, yaitu kealaman atau fisik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
fisiologis, dan psikologis. Maksud dari proses kealaman atau fisik
adalah proses dimana stimulus akan diterima oleh reseptor atau indera.
Selanjutnya pada tahap fisiologis, informasi yang didapat dari proses
kealaman akan disalurkan ke otak melalui syaraf sensoris. Proses
selanjutnya adalah proses psikologis. Pada tahap ini individu akan
memaknai stimulus yang ia terima dan terbentuklah sebuah persepsi
atas stimulus tersebut.
b. Laura A. King
King (2010) mengatakan bahwa terdapat tiga hal utama dalam
terjadinya proses pembentukan persepsi. Ketiga hal tersebut adalah
sensasi, transduksi, dan persepsi itu sendiri. Sensasi dijelaskan sebagai
proses dimana indera menerima rangsangan dari stimulus yang ada.
Sementara transduksi merupakan proses terjadinya perubahan energ
fisik yang berasal dari rangsangan indera menjadi energi kimia listrik
untuk dapat disalurkan ke otak melalui syaraf sensorik. Selanjutnya
adalah proses analisis dan interpretasi rangsang untuk menjadi sebuah
makna, atau yang ia sebut dengan persepsi.
King membedakan proses terbentuknya persepsi berdasarkan
ketiga hal tersebut kedalam 2 alur yang berbeda, yaitu bottom-up dan
top-bottom. Alur yang pertama adalah bottom-up. Pada alur ini, ia
menjelaskan bahwa proses pembentukan persepsi dapat terjadi dari
sensasi, transduksi, hingga proses terbentuknya makna. Sementara itu
alur top-bottom hanya dapat terjadi ketika seorang individu telah
melakukan proses kognitif pada tingkat yang lebih tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa proses pembentukan persepsi diawali dengan adanya pemberian
perhatian atau atensi terhadap stimulus, dan akan dilanjutkan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
proses penangkapan rangsang oleh indera, proses penyaluran informasi
melalui syaraf sensorik, hingga akan dianalisis dan diinterpretasi oleh
otak untuk memberikan makna pada stimulus tersebut.
3. Objek Persepsi
Menurut Walgito (2004) sangat banyak objek yang dapat
dipersepsi oleh setiap individu, maka ia mengkategorisasikan objek
persepsi kedalam tiga kategori, yaitu:
a. Self-perception
Self-perception adalah saat seorang individu melakukan
persepsi terhadap dirinya sendiri, atau diri sendiri digunakan sebagai
objek persepsi. Hal ini dapat menghasilkan sebuah gambaran tentang
diri sendiri dari sudut pandang individu tersebut.
b. Social perception
Social perception merupakan saat dimana seorang individu
mempersepsi manusia sebagai objeknya. Social perception seringkali
digunakan oleh seorang individu untuk mempersepsi perilaku individu
lain. Social perception akan membuat seorang individu memiliki
persepsi terhadap individu lain dari subjektivitas sudut pandang dirinya
sendiri. Persepsi ini akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana
individu tersebut melakukan persepsi. Sering kali individu akan
membandingkan dirinya dengan objek manusia yang di persepsi sesuai
dengan aspek-aspek manusia yang ada.
c. Non-social perception
Non-social perception adalah saat dimana hal-hal diluar
manusia digunakan sebagi objek persepsi. Objek benda dan
lingkungan fisik adalah objek yang menjadi fokus pada bagian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
berbeda dengan objek manusia, objek ini tidak memiliki aspek-aspek
seperti individu yang mempersepsi.
Berdasarkan uraian tentang objek persepsi tersebut, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa self-perception, social perception, dan non-social
perception merupakan tiga kategorisasi dari objek persepsi.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Sarwono (2009) dalam bukunya mengatakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dari setiap individu, yaitu:
a. Atensi atau perhatian
Individu akan mengalami sangat banyak rangsangan pada setiap
waktunya dari lingkungan. Meskipun demikian tidak semua
rangsangan yang diterima oleh individu dapat diolah secara bersamaan.
Ribuan rangsangan yang diterima akan diseleksi dan hanya akan
menyisakan beberapa rangsangan yang akan mendapat perhatian lebih.
Sementara itu rangsangan yang lain akan diabaikan dan tidak diproses
lebih lanjut.
b. Set
Set merupakan kesiapan individu dalam menerima rangsangan.
Rangsangan akan diterima dan dipersepsi dengan baik ketika individu
tersebut dalam kondisi yang siap menerima rangsangan. Namun ketika
individu tidak siap dengan rangsangan yang diterima, persepsi individu
akan rangsangan tersebut akan menjadi buruk.
c. Kebutuhan
Persepsi tiap individu terhadap satu rangsangan yang sama akan
berbeda ketika memiliki kebutuhan yang berbeda. Ketika individu
merasa membutuhkan rangsangan tersebut, maka individu akan
memiliki persepsi yang baik terhadap rangsangan. Sebaliknya, ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
individu merasa tidak membutuhkan rangsangan yang ada, maka
individu akan memiliki persepsi yang kurang terhadap rangsangan.
d. Sistem nilai
Sistem nilai yang dimiliki oleh setiap individu akan
mempengaruhi persepsi yang dihasilkan oleh sebuah rangsangan.
Ketika sistem nilai yang dimiliki oleh individu menganggap
rangsangan berharga, maka rangsangan akan dipersepsi sebagai hal
yang baik. Hal ini juga berlaku sebaliknya, individu yang menganggap
rangsangan tidak bernilai baginya akan dipersepsi sebagai hal yang
kurang baik.
e. Tipe kepribadian
Persepsi yang dimiliki oleh individu juga tergantung dengan
tipe kepribadiannya. Ketika rangsangan yang diterima dianggap cocok
dengan tipe kepribadian orang tersebut, maka rangsangan akan
menghasilkan persepsi yang baik. Namun ketika rangsangan dianggap
tidak cocok dengan tipe kepribadian individu, maka ia akan
mempersepsikannya sebagai hal yang kurang baik.
f. Gangguan jiwa
Kesalahan persepsi dapat terjadi ketika rangsangan diterima
oleh individu yang memiliki gangguan jiwa. Rangsangan yang
seharusnya dapat dipersepsi menjadi hal baik oleh individu akan
dianggap sebagai rangsangan yang menghasilkan persepsi tidak baik
kepada individu tersebut karena gangguan jiwa yang ia alami.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa faktor perhatian, set, kebutuhan, sistem nilai, tipe kepribadian, dan
gangguan jiwa merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
persepsi dari individu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
C. Tradisi Nyekar
Tradisi nyekar merupakan objek dalam penelitian yang dilakukan.
Berikut ini akan disajikan beberapa penjelasan terkait tradisi nyekar:
1. Pengertian Tradisi
Koentjaraningrat dalam Sutiyono (2011) menjelaskan bahwa
tradisi atau kebudayaan merupakan keseluruhan sistem pikiran, perilaku
dan hasil karya manusia yang diperoleh dari proses belajar dan masih
diwariskan hingga sekarang. Sementara itu menurut Peursen dalam Uhi
dkk (2016), tradisi merupakan sebagian dari kemanusiaan manusia. Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa tradisi tidak hanya berbicara tentang masa
lalu manusia, tetapi masih eksis di masa kini dan masa depan. Tradisi atau
kebudayaan juga merupakan suatu hal yang dinamis, berarti tidak kaku
atau statis dan harus sesuai dengan konsep pada masa lampau.
Berdasarkan uraian terkait definisi tradisi tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa tradisi atau kebudayaan merupakan keseluruhan
sistem pikiran, perilaku, dan hasil karya manusia yang diperoleh dari
proses belajar yang diwariskan dari masa lalu, namun tetap eksis hingga
sekarang dan masa depan dengan adanya perubahan sesuai dengan
perkembangan zaman.
2. Pengertian Nyekar
Secara etimologi, nyekar berasal dari kata sekar yang berarti
kembang atau bunga. Menurut Rahmawati (2016), penamaan tradisi ini
terkait dengan prosesi menaburkan bunga diatas makam dalam
pelaksanaannya. Sebagian orang juga menggunakan wewangian berupa
dupa atau kemenyan sebagai pelengkap (ubo rampe) dalam menjalani
tradisi nyekar. Penggunaan wewangian dalam tradisi nyekar dimaksudkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
sebagai perantara kepada leluhur, sekaligus digunakan sebagai pengingat
terhadap wanginya kenangan akan leluhur semasa hidupnya.
Yuwono (2016) melihat bahwa nyekar merupakan sebuah tradisi
turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebagai perwujudan
dari penghormatan dan permohonan pangestu kepada leluhur. Nyekar
biasa dilakukan dengan membersihkan makam, menabur bunga diatas
makam, atau dengan ritual-ritual lainnya.
Najitama (2013) mendefinisikan nyekar sebagai tindakan
mengunjungi makam yang dianggap memiliki unsur sakral, keramat, dan
suci. Ketiga hal tersebut dipercaya mampu memberikan berkah
pertolongan dalam mengatasi permasalahan hidup ketika ritual nyekar
dilakukan, namun ketika tidak dilakukan akan mendapatkan kemalangan
dalam hidup.
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan mengenai nyekar, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa nyekar merupakan sebuah tradisi
mengunjungi dan menaburkan bunga di makam yang dianggap memiliki
unsur sakral, keramat, dan suci dengan maksud menunjukkan rasa hormat
dan memohonkan pangestu atau berkat keselamatan dari lehuhur untuk
mengatasi permasalahan hidup yang dialami.
D. Dinamika Persepsi Remaja Jawa Generasi Z Terhadap Tradisi Nyekar
Penelitian ini berfokus pada persepsi remaja Jawa generasi Z terhadap
tradisi nyekar. Tradisi didefinisikan oleh Koentjaraningrat dalam Sutiono
(2011) sebagai keseluruhan pikiran, tindakan, dan hasil karya yang berasal dari
proses belajar sejak zaman dahulu dan diwariskan hingga sekarang. Proses
belajar ini masih terus berjalan dari masa lalu hingga sekarang dan akan terus
berkembang hingga ke masa yang akan datang. Hal ini membuat tradisi
menjadi dinamis dan dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
(Peursen dalam Uhi dkk, 2016). Perkembangan dan perubahan ini dirasakan
oleh banyak tradisi yang ada di dunia, termasuk tradisi nyekar yang berasal
dari suku Jawa. Nyekar merupakan salah satu tradisi turun-temurun yang masih
dilakukan oleh masyarakat Jawa sekarang ini (Yuwono, 2016). Najitama
(2013) menjelaskan bahwa nyekar merupakan tindakan mengunjungi makam
yang dianggap memiliki unsur sakral, keramat, dan suci. Lebih lanjut, ia
menjelaskan bahwa ketiga hal tersebut dapat memberikan berkat pangestu atau
pertolongan dalam mengatasi permasalahan kehidupan bagi orang yang
melakukan tradisi ini.
Tradisi nyekar yang dilakukan secara turun menurun dari orang tua ke
anaknya telah sampai pada remaja Jawa di era digital sekarang ini. Santrock
(2012) mengatakan bahwa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa yang dimulai dari usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir
pada usia 18 sampai 22 tahun. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa remaja akan
mengalami perubahan terkait faktor biologis, kognitif, dan sosio-emosional
pada masa ini. Sementara itu Koentjaraningrat (1984) menjelaskan bahwa
orang jawa merupakan penduduk asli dari suku Jawa yang mendiami Pulau
Jawa bagian tengah dan timur. Lebih lanjut, Darmoko (2016) mengatakan
bahwa keturunan suku Jawa yang tinggal di berbagai daerah juga merupakan
orang Jawa. Susetyo, Widiyatmadi, dan Sudiantara (2014) mengatakan bahwa
orang Jawa akan memegang teguh identitas kejawaanya sebagai sebuah jati
diri. Ia juga menjelaskan bahwa rasa merupakan dasar identitas kejawaan bagi
seorang suku Jawa. Selain itu, ia menjelaskan bahwa orang jawa juga akan
mengedepankan prinsip rukun dan hormat, serta memiliki kesadaran yang
tinggi akan keberadaan orang lain. Hal ini seharusnya masih menjadi pegangan
bagi remaja Jawa di era digital ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Saat ini remaja Jawa termasuk dalam klasifikasi generasi Z atau yang
biasa disebut dengan iGeneration, yang berarti generasi internet (Putra, 2016).
Bencsik, Csikos, dan Juhez dalam Putra (2016) menjelaskan bahwa generasi Z
merupakan generasi yang memiliki tahun kelahiran antara tahun 1995 sampai
2010. Ia juga memaparkan bahwa generasi ini sangat akrab dengan internet dan
fasih dalam mengaplikasikan teknologi canggih untuk mempermudahnya
mendapatkan informasi. Kemudahan untuk mendapatkan informasi ini
membuat remaja Jawa mampu menemukan hal-hal baru yang dianggap lebih
menarik untuk dipelajari dari pada yang ada di sekitar mereka. Hal ini dapat
mengakibatkan tradisi-tradisi yang ada tidak mendapatkan perhatian yang
cukup dari remaja Jawa generasi Z saat ini. Sementara itu perhatian atau atensi
merupakan faktor yang sangat penting dan paling awal sebelum terjadinya
proses persepsi (Walgito, 2010). Hanya beberapa stimulus yang akan diberikan
perhatian untuk dapat dipersepsi oleh seorang individu, selebihnya akan
diabaikan atau dianggap tidak ada (Rakhmat, 2008). Sternberg (2008)
menjelaskan bahwa stimulus yang diberikan perhatian akan diproses dan
dicocokkan dengan informasi yang telah ada di otak lebih awal. Setelah
dianggap cocok, informasi baru dari stimulus tersebut akan diberi makna
untuk dijadikan sebuah persepsi.
Walgito (2004) menjelaskan bahwa proses individu mempersepsi
stimulus merupakan proses psikologis yang terjadi di dalam otak untuk
pertama kali setelah stimulus dari objek diterima oleh indera. Ia juga
mengatakan bahwa objek persepsi terbagi dalam tiga kategori, yaitu self
perception, social perception, dan non-social perception. Objek tradisi nyekar
sendiri masuk dalam kategori self perception dari kategorisasi yang dibuat oleh
Walgito (2004). Objek tradisi nyekar termasuk dalam kategori self perception
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
karena perilaku nyekar akan dilihat dari sudut pandang pribadi orang tersebut,
meskipun di dalam self perception juga dipengaruhi oleh social perception.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi remaja Jawa dalam
melakukan persepsi terhadap tradisi nyekar. Sarwono (2009) menjelaskan
bahwa perhatian, kesiapan individu dalam menerima rangsang, kebutuhan,
sistem nilai yang berlaku, tipe kepribadian, dan gangguan jiwa merupakan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Adanya faktor-
faktor ini memungkinkan seorang individu memiliki persepsi yang berbeda
dengan individu lain terkait suatu hal yang sama. Hal ini dapat mengakibatkan
munculnya perbedaan persepsi ketika remaja Jawa memandang tradisi nyekar
sebagai objek yang mereka persepsi. Tradisi nyekar dapat terus berlangsung
dan dilakukan ketika remaja Jawa mempersepsikannya sebagai sebuah hal
yang baik, namun akan luntur dan hilang ketika dipersepsikan sebagai hal yang
buruk.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa jika remaja Jawa memiliki persepsi yang baik terhadap tradisi nyekar,
maka tradisi ini akan tetap berlangsung dan terhindar dari kepunahan. Selama
ini belum ada penelitian yang mencoba melihat persepsi remaja Jawa terhadap
tradisi nyekar. Oleh karena itu penelitian ini akan mencoba melihat persepsi
remaja Jawa generasi Z tehadap tradisi nyekar yang pernah mereka lakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi atau menggali persepsi
remaja generasi Z terhadap tradisi nyekar. Informasi yang utuh dan terperinci
mengenai persepsi remaja generasi Z terhadap tradisi nyekar menjadi harapan
yang ingin diwujudkan dengan adanya penelitian ini. Berdasarkan tujuan yang
ingin dicapai, peneliti merasa bahwa jenis penelitian kualitatif merupakan
jenis penelitian paling sesuai untuk diterapkan dalam penelitian. Senada
dengan hal tersebut, Creswell (2015) mengatakan bahwa salah satu ciri khusus
dari penelitian kualitatif adalah kemampuannya untuk mengeksplorasi
permasalahan yang ada, sehingga dapat memunculkan pemahaman yang
terperinci terkait suatu fenomena. Selain itu, penelitian kualitatif juga dapat
menangkap data berupa kata-kata terkait pengalaman informan dengan
pertanyaan terbuka, sehingga deskripsi dan tema dapat ditentukan setelah
dianalisis dengan analisis teks, serta dapat menginterpertasikan maknanya
(Creswell, 2015).
Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) merupakan
pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini. Smith (2013)
menjelaskan bahwa interpretative phenomenological analysis dapat digunakan
untuk mengekplorasi secara terperinci tentang pemaknaan partisipan terhadap
dunia personal maupun sosial yang mereka alami. Smith (2013) juga
mengatakan bahwa pendekatan ini dapat melakukan pengujian secara
terperinci mengenai persepsi individu secara personal terhadap suatu objek
atau kejadian, dan mengesampingkan pernyataan objektif terhadap objek atau
kejadian tersebut. Pendekatan interpretative phenomenological analysis dirasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
cocok digunakan dalam penelitian ini karena mampu memasuki dunia
personal partisipan dengan melihat dari sudut pandang orang tersebut,
sehingga diharapkan penelitian ini dapat mengungkap persepsi remaja
generasi Z terhadap tradisi nyekar yang pernah mereka lakukan.
B. Fokus Penelitian
Persepsi remaja Generasi Z terhadap tradisi nyekar yang pernah
mereka lakukan merupakan fokus penelitian yang ingin dicapai. Tradisi
nyekar yang dimaksud adalah tradisi nyekar dalam kebudayaan Jawa. Tradisi
nyekar dalam kebudayaan Jawa dimaknai sebagai sebuah prosesi untuk
menunjukkan rasa hormat dan meminta pangestu kepada leluhur yang sudah
meninggal (Yuwono, 2016). Dengan demikian fokus dalam wawancara yang
dilakukan adalah pengalaman individual informan terhadap prosesi nyekar
yang pernah mereka lakukan.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah tiga orang remaja Jawa berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan yang pernah melakukan tradisi nyekar.
Remaja Jawa yang dimaksud adalah remaja yang termasuk dalam kategori
remaja akhir dengan usia 18-22 tahun (Santrock, 2012). Selain itu remaja yang
dipilih sebagai informan juga memiliki latar belakang sebagai suku Jawa yang
pernah melakukan tradisi nyekar. Informan dipilih sesuai dengan kriteria
tersebut karena dianggap paling dapat membantu dengan memberikan
informasi yang cukup terkait penelitian (Creswell, 2009). Jumlah informan
yang dipilih dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan informasi dalam
penelitian ini. Menurut Smith (2009) jumlah pengambilan informan
tergantung pada tingkat kejenuhan informasi yang diperoleh atau informasi
telah mengalami saturasi. Ia juga mengatakan bahwa untuk seorang pemula,
jumlah tiga orang informan merupakan jumlah yang ideal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dipilih untuk memperoleh data dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode wawancara semi
terstruktur kepada informan. Metode wawancara adalah salah satu cara
pengambilan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Pemilihan
metode wawancara semi terstruktur yang diajukan kepada informan sebagai
metode yang paling sesuai untuk memperoleh data secara mendalam terkait
penelitian. Smith (2013) menjelaskan bahwa metode wawancara semi
terstruktur merupakan metode wawancara dengan panduan yang jelas terkait
topik wawancara, namun peneliti bebas untuk melakukan ekplorasi terhadap
jawaban yang diungkapkan oleh informan, sehingga diperoleh data yang lebih
mendalam terkait topik yang diajukan.
E. Prosedur Pengambilan Data
Proses pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti akan dilakukan
sesuai dengan tahapan atau prosedur yang ada. Prosedur-prosedur tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pencarian dan penentuan informan yang memenuhi semua kriteria dalam
penelitian.
2. Melakukan pendekatan secara personal dengan informan (rapport)
3. Pembahasan dan persetujuan inform consent bersama informan yang
diakhiri dengan penandatanganan inform consent dilakukan oleh kedua
belah pihak.
4. Melangsungkan proses pengambilan data dengan mewawancarai masing-
masing informan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati
kedua belah pihak.
5. Membuat transkrip dari wawancara yang telah dilakukan.
6. Menganalisis transkrip yang telah dibuat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada metode analisis data interpretative phenomenological analysis yang
dikemukakan oleh Smith (2013). Menurut Smith (2013) terdapat beberapa
tahapan untuk menganalisis data yang diperoleh dari partisipan, yaitu:
1. Membaca transkrip wawancara berulang kali
Tahapan pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah membaca
transkrip secara berulang. Hal ini akan membantu peneliti untuk masuk
lebih dalam dan familiar dengan kata-kata yang terdapat dalam transkrip.
Selain itu peneliti juga dapat memastikan bahwa hasil wawancara telah
sesuai dengan fokus penelitian.
2. Memberikan komentar atau catatan pada transkrip
Proses pemberian komentar atau catatan pada transkrip
membutuhkan waktu dan fokus dari peneliti. Peneliti akan memberikan
komentar pada hal-hal yang dianggap menarik dari transkrip wawancara.
Hal ini akan membantu peneliti untuk dapat melihat cara informan
berbicara, memahami, maupun berpikir dari fenomena yang ada.
3. Mengembangkan tema-tema yang muncul
Berdasarkan komentar dan catatan yang telah dituliskan, peneliti
akan membuat tema-tema yang lebih singkat dan abstrak terkait hal
tersebut. Proses ini sudah dapat memasukkan interpretasi dari peneliti.
Pengembangan komentar menjadi tema ini akan memudahkan peneliti
untuk melihat hubungan antar tema pada tahap selanjutnya.
4. Mencari hubungan antar tema
Pada tahap ini peneliti mencoba memahami hubungan antar tema
yang muncul. Selanjutnya peneliti akan membuat rangkuman yang
mencakup semua persoalan penting yang diangkat dalam penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
5. Menganalisis kasus selanjutnya
Setelah melakukan keempat tahapan sebelumnya kepada satu kasus
atau satu transkrip wawancara, peneliti harus melakukan keempat tahapan
tersebut ke transkrip wawancara selanjutnya. Proses ini dilakukan secara
terus menerus kepada semua transkrip wawancara informan.
6. Menemukan pola pada kasus-kasus yang telah dianalisis
Pada tahap ini peneliti akan mencermati pola-pola yang muncul
pada tiap transkrip wawancara partisipan. Proses mencermati hubungan
dari pola-pola yang ada pada tiap partisipan akan memudahkan peneliti
dalam melihat kasus secara keseluruhan.
G. Kualitas Penelitian
Menurut Yardley dalam Smith (2013) terdapat tiga prinsip umum
yang dapat digunakan untuk menilai sebuah penelitian kualitatif. Sebuah
penelitian kualitatif yang baik akan memiliki ketiga prinsip berikut:
1. Kepekaan terhadap konteks
Sebuah penelitian kualitatif yang baik seharusnya mampu
memperlihatkan kepekaan terhadap konteks lingkungan penelitian,
kepekaan dan familiaritas terhadap literatur, serta kepekaan terhadap data
penelitian.
2. Komitmen, kelekatan, transparansi, dan koherensi
Komitmen terhadap penelitian dapat terlihat dari keterlibatan
peneliti selama proses penelitian berlangsung. Sedangkan kelekatan
merupakan kelengkapan ketepatan proses penelitian. Hal ini berkaitan erat
dengan ketepatan pemilihan sampel dengan masalah penelitian dan
analisis data yang digunakan. Sementara itu transparansi dan koherensi
dipengaruhi oleh penulisan penelitian. Sebuah penelitian kualitatif akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
memiliki transparansi dan koherensi yang baik ketika peneliti mampu
menuliskan semua tahapan dan proses penelitian yang telah berlangsung.
3. Dampak dan arti penting
Sebuah penelitian tidak akan berguna ketika tidak memiliki
manfaat, tidak penting untuk diteliti, atau tidak mampu menemukan
sesuatu yang baru.
H. Refleksi Penelitian
Bagi peneliti, bertahannya sebuah tradisi di era globalisasi merupakan
hal yang menarik untuk dilihat lebih dalam. Cara pandang orang yang berada
di dalam lingkaran tradisi tersebut akan mempengaruhi perkembangannya.
Tradisi nyekar yang dilakukan oleh masyarakat Jawa merupakan salah satu
tradisi yang masih berjalan hingga saat ini. Sangat menarik bagi peneliti untuk
melihat bagaimana remaja Jawa dalam mempersepsi tradisi nyekar yang
mereka lakukan. Pengalaman-pengalaman selama melakukan tradisi nyekar
ini telah membentuk persepsi remaja Jawa terhadap tradisi nyekar.
Di dalam penelitaian ini peneliti merupakan seorang dengan latar
belakang suku Jawa. Peneliti juga masih melakukan tradisi nyekar secara rutin
setiap tahunnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini rentan
dengan adanya bias dari peneliti ketika melakukan analisis. Bias dalam
penelitian ini dapat terjadi karena adanya kesamaan latar belakang antara
peneliti dengan informan. Pencarian informan yang merupakan orang baru
bagi peneliti adalah salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
bias. Selain itu peneliti juga menggunakan metode member checking untuk
melihat apakah data yang didapatkan dari proses wawancara sesuai dengan
yang dimaksud oleh informan.
Seluruh informan merupakan orang baru bagi peneliti. Hal ini
membuat peneliti dapat memisahkan antara emosi pribadi dengan kepentingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dalam penelitian selama proses analisis. Ketidakdekatan secara personal antara
peneliti dengan informan tidak menghalangi terbentuknya rasa percaya dari
informan. Kepercayaan yang diberikan oleh informan ditunjukkan dengan
keterbukaan kepada peneliti selama proses wawancara.
I. Pedoman Wawancara
1. Bagaimana pandangan orang disekitar anda terkait tradisi nyekar?
2. Bagaimana anda memaknai tradisi nyekar?
3. Seberapa sering anda melakukan tradisi nyekar?
4. Mengapa anda melakukan tradisi nyekar?
5. Bagaimana anda berkenalan dengan tradisi nyekar?
6. Siapa orang yang biasa melakukan tradisi nyekar bersama anda?
7. Apa cerita menarik yang pernah anda alami selama menjalani tradisi
nyekar?
8. Apa pendapat anda tentang tradisi nyekar yang masih berlangsung hingga
sekarang ini?
9. Apa harapan anda terkait tradisi nyekar?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga orang remaja Jawa
sebagai informan. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti melakukan
seleksi kepada beberapa calon informan. Selanjutnya peneliti membangun
kepercayaan informan dengan melakukan pendekatan secara personal.
Peneliti melakukan pendekatan kepada informan dan mengadakan janji untuk
bertemu melalui aplikasi chat WhatsApp. Pendekatan yang dilakukan kepada
informan terjadi dalam waktu yang singkat. Peneliti melakukannya beberapa
hari sebelum proses pengambilan data dilakukan. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya bias pada penelitian karena kedekatan
antara peneliti dan informan.
Selama proses pemilihan informan yang akan digunakan dalam
penelitian, peneliti akan memastikan bahwa informan sesuai dengan kriteria
yang ada. Selain itu peneliti juga melihat latar belakang dari setiap calon
informan untuk melihat seberapa menarik calon tersebut. Peneliti memilih
untuk menggunakan tiga orang informan dengan latar belakang tempat
tinggal yang berbeda-beda. Perbedaan latar belakang tempat tinggal ini
diharapkan dapat membuat data yang diperoleh menjadi lebih kaya dan
komprehensif.
Proses pengambilan data dimulai dengan penjelasan informed consent
dan meminta persetujuan informan dengan menandatangani informed
consent. Penandatanganan informed consent dilakukan untuk memastikan
bahwa kesepakatan yang telah dibicarakan sebelumnya oleh kedua belah
pihak benar-benar dilakukan. Setelah penandatanganan informed consent,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
proses pengumpulan data mulai dilakukan. Proses pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur. Berikut
adalah rangkuman pelaksanaan wawancara yang telah dilakukan:
Tabel 1. Pelaksanaan wawancara
No Informan Waktu Lokasi Waktu
1. HR Senin, 1 April
2019
Café di Yogyakarta 1 jam 50
menit
2. WL Rabu, 3 April
2019
Café di Yogyakarta 1 jam 25
menit
3. KY Sabtu, 6 April
2019
Café di Yogyakarta 1 jam 45
menit
B. Latar Belakang Informan
Berikut merupakan penjelasan terkait dengan garis besar latar belakang
informan penelitian:
1. Informan 1 (HR)
Informan HR merupakan seorang laki-laki remaja Jawa berusia 16
tahun. HR sedang menempuh pendidikan di salah satu SMA di
Yogyakarta. HR adalah anak kedua dari dua bersaudara. Sebenarnya HR
memiliki satu orang kakak lagi, namun ia meninggal sebelum dilahirkan.
HR tetap menganggapnya sebagai kakak meskipun ia belum sempat
terlahir di dunia.
HR terlahir dari keluarga Jawa yang sering berpindah tempat
tinggal. HR sendiri lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Cilegon.
Meskipun sering berpindah tempat, keluarga HR tetap mempertahankan
identitas kejawaannya. Identitas kejawaan ini ditunjukkan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
kehidupan keluarga yang masih mempertahankan ajaran-ajaran Jawa.
Salah satu tradisi Jawa yang masih dilakukan dengan rutin oleh keluarga
ini adalah tradisi nyekar. HR telah melakukan tradisi nyekar sejak kecil
dan masih rutin melakukannya hingga sekarang. HR biasa melakukan
tradisi nyekar ketika sebelum lebaran maupun saat libur panjang.
Biasanya ia akan mengunjungi makam saudara-saudaranya yang berada di
beberapa daerah.
2. Informan 2 (WL)
WL adalah seorang laki-laki remaja Jawa berusia 16 tahun. Saat ini
WL sedang menempuh pendidikannya di salah satu SMA di Yogyakarta.
WL merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. WL lahir di salah satu
desa di Yogyakarta, sama seperti tempat ia tinggal sekarang. WL tidak
pernah berpindah tempat tinggal semenjak dia lahir. Lingkungan pedesaan
tempat tinggalnya membuat identitas kejawaan yang ada dalam dirinya
sangat kental.
WL dan lingkungannya masih sering melakukan tradisi-tradisi
Jawa yang sudah jarang ditemukan di tempat-tempat lain. Kedekatannya
dengan tradisi-tradisi Jawa membuat dirinya melakukan tradisi nyekar.
Tradisi ini telah menjadi kebiasaan di dalam keluarga WL, sehingga
cukup sering ia melakukannya. Terkadang WL juga mengajak saudara-
saudaranya ketika melakukan tradisi nyekar ini.
3. Informan 3 (KY)
KY merupakan seorang remaja Jawa dengan jenis kelamin
perempuan. Saat ini KY berusia 16 tahun dan sedang bersekolah di salah
satu SMA di Yogyakarta. KY adalah anak tunggal yang tinggal bersama
kedua orang tua dan neneknya. Ia tinggal di tengah pusat kota
Yogyakarta. Lingkungan tempat tinggal KY sendiri cenderung tertutup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
dan tidak ramah dengan orang lain. Tidak jarang ditemukan orang yang
tidak saling kenal dengan tetangga di lingkungan tempat tinggalnya.
Orang tua KY tetap berusaha mengenalkan KY dengan tradisi-
tradisi Jawa yang masih mungkin dilakukan oleh keluarganya di tengah
kondisi lingkungan yang tertutup. Salah satu tradisi yang masih dijalani
KY dan keluarganya hingga sekarang ini adalah tradisi nyekar. KY dan
keluarga masih menjalankan tradisi nyekar secara rutin tiap tahunnya. Ia
dan keluarga sering pergi ke daerah asal orang tuanya untuk melakukan
tradisi ini.
C. Dinamika Proses Wawancara
Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti menghubungi setiap
informan melalui chat. Setelah menjalin komunkasi, peneliti dan informan
bertemu di tempat-tempat dan waktu yang sudah disepakati bersama (Tabel
1). Peneliti membuka pertemuan dengan sapaan dan pertanyaan-pertanyaan
umum tentang kehidupan partisipan. Setelah peneliti merasa bahwa partisipan
sudah cukup santai dan terbuka, peneliti mulai mengacu pada pembicaraan
terkait topik yang ingin diangkat dan informed consent. Setelah partisipan
memahami dan menyetujui isi informed consent, dilakukan penandatanganan
informed consent tersebut. Ketika penandatanganan informed consent telah
dilakukan, peneliti mulai melakukan proses wawancara yang direkam dengan
dua buah alat rekam. Selama proses wawancara berlangsung, peneliti juga
melakukan observasi terhadap informan. Berikut adalah beberapa catatan saat
dilakukannya proses wawancara kepada tiap informan:
1. Informan HR
Informan HR menggunakan pakaian semi formal ketika proses
wawancara berlangsung. HR menggunakan kaos, celana jeans panjang,
dan sepatu ketika bertemu dengan peneliti. Saat bertemu, HR terlihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
canggung dan malu ketika bersalaman dan bertegur sapa dengan peneliti.
Namun setelah berbincang beberapa waktu, HR sudah terlihat nyaman
dan mampu bercerita banyak tentang kehidupannya. HR juga terlihat
percaya diri dan tidak lagi memperlihatkan ekspresi malu-malu yang
awalnya ia perlihatkan.
Saat dilakukannya proses wawancara, HR sudah terlihat cukup
nyaman dengan peneliti. HR mampu memahami pertanyaan dengan baik
dan menjawab dengan bercerita tentang apa yang ia alami dan rasakan.
HR terkadang terlihat menggebu-gebu ketika bercerita, dan menekankan
beberapa kata dalam kalimatnya. Hal ini menunjukkan bahwa HR
memiliki antusiasme yang tinggi dalam bercerita dan terdapat beberapa
hal yang ingin ia tekankan dalam kalimatnya. HR beberapa kali juga
menunjukkan gesture tubuh yang menunjukkan ketegasannya ketika
mengatakan suatu hal.
2. Informan WL
WL menggunakan pakaian rapi dan formal ketika bertemu dengan
peneliti. WL mengenakan kemeja kotak-kotak, celana jeans panjang, dan
sepatu. WL terlihat tenang dan santai ketika bertemu dengan peneliti.
Namun ketika mulai membahas tentang kegiatan yang akan dilakukan,
WL terlihat agak tegang. Gaya berbicara WL yang awalnya santai
menjadi lebih serius dan membutuhkan waktu berfikir sebelum
menanggapi pertanyaan peneliti. Hal ini dapat diatasi oleh peneliti
dengan memposisikan diri menjadi lebih santai dan menenangkan WL.
Setelah kondisi membaik, barulah peneliti melanjutkan proses
pengambilan data.
Proses pengambilan data berjalan cukup lancar. WL beberapa kali
tersenyum kepada peneliti saat wawancara berlangsung. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
menunjukkan bahwa WL merasa nyaman dengan proses pengambilan
data yang dilakukan oleh peneliti. Pada saat ditanyakan tentang
pandangan kebanyakan orang, WL terlihat gugup ketika menjawabnya.
Suara WL terdengar bergetar dan terlihat keragu-raguan dari ekspresinya.
Ketika peneliti menanyakan alasannya, WL menjawab bahwa ia takut
salah. Hal ini dikarenakan WL merasa ia belum layak ketika menjawab
pertanyaan yang mewakili banyak orang. WL terkadang menemui
kebingungan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh
peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan ekspresi kebingungan dari raut
mukanya. WL pun beberapa kali memberikan jawaban yang serupa pada
beberapa pertanyaan berbeda.
3. Informan KY
KY menggunakan pakaian yang tidak formal ketika bertemu
dengan peneliti. KY memakai kaos, jaket, celana panjang, dan sepatu
sandal. KY telihat cukup santai dan ceria ketika bertemu dengan peneliti.
Hal ini ditunjukkan dengan nada bicara dan raut mukanya ketika
berbicara dengan peneliti.
Proses pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti kepada KY
berjalan cukup lancar. Meskipun demikian, terkadang KY memerlukan
waktu berfikir yang cukup untuk menjawab pertanyaan. KY memerlukan
waktu berfikir karena ia merasa bingung ketika ditanya tentang
lingkungan sekitarnya. Ia merasa tidak banyak tau tentang
lingkungannya. Hal ini dikarenakan ia tinggal di lingkungan yang
tertutup dan sangat jarang berhubungan satu dengan yang lain.
Berkebalikan dengan hal tersebut, KY terlihat cukup lancar ketika
ditanyai tentang dirinya dan keluarganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
D. Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil dari proses penelitian yang
dilakukan kepada masing-masing informan.
1. Informan HR
Informan HR merupakan seorang pelajar yang bersekolah di salah
satu SMA Negeri di Yogyakarta. HR merupakan seorang remaja yang
besar di keluarga Jawa dan sering berpindah-pindah kota selama
hidupnya. Meskipun sering berpindah kota, HR dan keluarga tetap
melakukan tradisi nyekar. HR telah dikenalkan kepada tradisi nyekar
sejak kecil oleh orangtuanya. HR biasa melakukan tradisi ini sebelum
lebaran atau saat liburan sekolah. HR mempersepsikan tradisi nyekar
sebagai tradisi yang baik untuk dilakukan. HR merasa senang dan
menemukan kelegaan setelah menjalankan tradisi ini. Hal ini dapat terjadi
karena ia merasa kerinduannya akan orang yang sudah meninggal dapat
terobati. Baginya, tradisi nyekar adalah saat untuk mengingat dan
mendoakan orang-orang yang sudah meninggal. HR juga merasa bahwa
dengan menjalankan tradisi nyekar dapat membuatnya ingat akan
kematian. HR memandang bahwa momen ketika menjalankan tradisi
nyekar juga dapat digunakan sebagai momen berkumpul bagi keluarga
maupun kerabat yang ditinggalkan.
HR biasa mejalankan tradisi ini di makam saudara-saudaranya.
Saat akan melakukan tradisi nyekar, HR hanya mempersiapkan pakaian
yang sopan untuk ia kenakan dan doa bagi orang yang telah dimakamkan
di pemakaman tersebut. HR merasa tidak perlu membawa peralatan lain
seperti bunga, dupa, maupun air layaknya kebanyakan penganut Kejawen.
HR memandang cara penghormatan kepada makam dan cara berdoa
penganut Kejawen merupakan cara yang aneh. Menurutnya, sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
orang beragama seharusnya kita berdoa kepada Tuhan supaya orang yang
sudah meninggal dapat menemukan ketenangan dan terlepas dari siksa
kubur, tidak perlu meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal.
HR memandang tradisi nyekar sebagai salah satu tradisi yang harus
dilestarikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan
tradisi ini adalah dengan terus menjalankan dan mengenalkan tradisi
nyekar kepada para penerusnya. Menurutnya, proses pengenalan dan
pewarisan tradisi ini memerlukan cara yang sesuai untuk menghilangkan
pandangan bahwa makam identik dengan tempat yang angker dan
menyeramkan. HR merasa perlu adanya pembiasaan dari para pelaku
tradisi nyekar untuk dapat menghilangkan stigma negatif yang melekat
pada pemakaman.
HR melihat bahwa prosesi yang dilakukan dalam tradisi nyekar
terus mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi ini berjalan seiring
dengan perkembangan zaman yang semakin modern. Menurutnya, orang-
orang akan meninggalkan prosesi nyekar yang lama dan beralih dengan
prosesi nyekar yang sederhana dan praktis, tanpa menghilangkan esensi
dari tradisi ini. HR mengatakan bahwa peralatan yang dianggap tidak
terlalu penting dalam nyekar akan ditinggalkan. Peralatan yang dimaksud
adalah bunga, dupa, dan air yang biasa untuk melakukan tradisi nyekar.
Menurut HR, orang akan melakukan tradisi nyekar dengan berpakaian
sopan, membawa kitab, membersihkan makam, dan mendoakan orang
yang dimakamkan disana. Baginya, hal-hal tersebut merupakan hal yang
utama dalam melakukan tradisi nyekar.
HR melihat bahwa kemauan akan menjadi tantangan yang akan
dihadapi oleh para pelaku nyekar di kemudian hari. Kemauan untuk
melakukan nyekar dapat tumbuh ketika pelaku tradisi nyekar merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
rindu dengan orang yang sudah meninggal. Sebagai orang Jawa, HR
berharap tradisi nyekar dapat terus berlangsung kedepannya. Ia juga
berharap tradisi-tradisi yang mulai ditinggalkan dapat dihidupkan kembali
supaya tidak punah.
Berdasarkan hasil wawancara dari informan HR dapat
disimpulkan beberapa hal terkait dengan tradisi nyekar. Informan HR
adalah seorang remaja Jawa yang sering berpindah tempat tinggal. Ia
sudah dikenalkan kepada tradisi nyekar sejak dini oleh orang tuanya. HR
memiliki persepsi negatif terhadap tradisi nyekar ketika awal perkenalan.
Seiring dengan kebiasaan melakukan tradisi nyekar, HR mulai bisa
melihat bahwa tradisi nyekar merupakan tradisi yang positif. Menurut
HR, untuk dapat bertahan tradisi nyekar harus terus berkembang
mengikuti perkembangan zaman. Hal-hal yang dianggap tidak terlalu
penting harus ditinggalkan, seperti penggunaan bunga, dupa, air, dan
sebagainya. Kebiasaan untuk mengharapkan dan meminta sesuatu dari
orang yang sudah meninggal juga dianggap tidak baik dan harus
ditinggalkan. Informan HR berharap tradisi nyekar dapat terus ada dan
berkembang di kemudian hari.
2. Informan WL
Informan WL adalah seorang pelajar yang sedang menempuh
pendidikannya di salah satu SMA Negeri di Yogyakarta. WL tumbuh dan
besar di lingkungan pedesaan yang masih lekat dengan tradisi Jawa. Hal
ini membuat WL masih mempertahankan identitas kejawaannya. Salah
satu bentuk identitas kejawaan yang dimiliki oleh WL adalah
penghormatan terhadap orang yang lebih tua, termasuk leluhur yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
sudah meninggal. Tradisi nyekar yang masih dilakukan oleh WL menjadi
contoh dari perwujudan identitas kejawaannya.
WL dikenalkan kepada tradisi nyekar sejak kecil oleh orang
tuanya. Ia sempat menemui kebingungan terhadap prosesi dari tradisi ini.
Setelah dijelaskan oleh orang tua tentang tradisi nyekar, termasuk prosesi
dan tujuannya, ia mulai memahami alasan keharusan melakukan tradisi
ini. WL biasa melakukan tradisi ini beberapa kali setiap tahunnya. WL
melakukan tradisi ini tanpa tergantung oleh waktu, sehingga kapanpun ia
mau dan merasa butuh, maka ia akan akan melakukannya. Ia sering kali
melakukan tradisi ini bersama keluarga dan kerabatnya. Selain bersama
keluarga, ia juga melakukan tradisi ini bersama lingkungan tempatnya
tinggal secara serentak tiap tahunnya. Ia biasa melakukan tradisi nyekar
secara komunal bersama lingkungannya pada bulan November setiap
tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi nyekar dapat berkembang
dengan baik karena dianggap sebagai hal positif oleh lingkungan tempat
tinggal WL.
WL melakukan tradisi nyekar karena keinginannya sendiri,
sehingga ia akan melakukan tradisi ini tanpa perlu diminta oleh orang
lain. Bagi WL, tradisi nyekar merupakan prosesi untuk mengunjungi dan
mendoakan leluhur yang sudah meninggal. Ia merasa tradisi ini serupa
dengan kebiasaan mengunjungi kerabat atau saudaranya, hanya berbeda
lokasi dan tujuannya. Jika tujuan mengunjungi kerabat adalah untuk
menjaga tali persaudaraan, tujuan tradisi nyekar adalah sebagai wujud
perhormatan dan mendoakan orang yang sudah meninggal.
Selain sebagai wujud penghormatan dan mendoakan orang yang
sudah meninggal, WL juga melakukan nyekar untuk mengingat kenangan
dan jasa-jasa leluhurnya yang sudah meninggal. WL sering kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
menyelipkan permohonan supaya diberi kelancaran dalam menjalani
kehidupan dan dijauhkan dari hal-hal buruk yang dapat menimpanya. Ia
akan melakukan tradisi nyekar ketika akan melakukan langkah besar
dalam kehidupannya, seperti ketika akan menjalani ujian sekolah. Hal ini
ia lakukan karena kepercayaannya bahwa orang yang sudah meninggal
berada lebih dekat dengan Tuhan. WL juga mempercayai ketika ia
mendoakan orang yang sudah meninggal, maka ia juga semakin dekat
dengan Tuhan.
WL masih melakukan tradisi nyekar yang diajarkan secara turun-
temurun oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya. Sebelum melakukan
prosesi nyekar, WL akan mempersiapkan bunga tabur, dupa, sabit dan
sapu. Sabit dan sapu yang ia bawa dari rumah akan digunakan untuk
membersihkan makam yang akan dikunjunginya. Ia merasa lebih nyaman
untuk melakukan prosesi nyekar ketika makam sudah dalam keadaan
bersih dan rapi. Sementara itu bunga dan dupa adalah media yang ia
gunakan dalam menjalankan tradisi nyekar. Tujuan dari penggunaan
media bunga dan dupa menurutnya adalah supaya komunikasi dengan
leluhur yang dimakamkan di tempat tersebut dapat berjalan dengan
lancar.
Menurut WL, penting untuk mengenalkan tradisi nyekar kepada
remaja sekarang ini. Selain untuk menjaga kelestariannya supaya tidak
pudar, WL menyebutkan beberapa manfaat dari tradisi nyekar yang dapat
diambil oleh remaja. Menghormati semua orang yang masih hidup
maupun sudah meninggal dan menjaga ingatan agar tidak lupa dengan
leluhur adalah nilai yang beberapa kali ia ulangi dan tekankan.
Kepercayaan akan kekuatan leluhur yang sudah meninggal dan
kepercayaan bahwa mereka berada lebih dekat dengan Tuhan sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dapat membantu orang yang masih hidup di dunia juga dirasa penting
oleh WL untuk terus dihidupi.
Tantangan yang sering ditemui oleh WL ketika melakukan tradisi
nyekar selama ini adalah waktu. Ia harus menjadwalkan untuk melakukan
tradisi nyekar supaya tidak bertabrakan dengan kegiatan lainnya dari jauh-
jauh hari. Ia juga harus berkompromi dan membuat janji bersama saudara-
saudaranya ketika akan melakukan tradisi nyekar bersama. Hal ini
membuatnya mampu menghargai kesibukan orang lain dan tidak
memaksakan kehendaknya sendiri.
WL merasa lingkungan sekitarnya sangat mendukung dan
memandang tradisi nyekar sebagai tradisi yang positif. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya pewarisan kepada sebagian besar anak di
lingkungannya. Pewarisan ini terlihat ketika melakukan pembersihan
makam secara komunal di lingkungannya. Pembersihan makam ini terjadi
tanpa memandang usia, baik tua maupun muda ikut membersihkan
pemakaman. Seluruh makam yang ada di tempat itu juga akan dibersihkan
tanpa memandang siapa orang yang dimakamkan di makam tersebut.
Selain ketika melakukan pembersihakan pemakaman secara komunal,
pewarisan tradisi nyekar di lingkungan WL juga dapat dilihat ketika anak
mulai dikenalkan dengan tradisi ini. Anak yang baru mengenal tradisi
nyekar akan dijelaskan dan diberi contoh bagaimana cara melakukan
tradisi nyekar sesuai yang diajarkan oleh leluhur mereka. Anak tersebut
juga akan diberitau tentang apa saja yang harus disiapkan dan dilakukan
selama menjalani prosesi nyekar.
WL memiliki harapan bahwa tradisi nyekar dapat terus
berlangsung secara turun-temurun supaya kedepannya orang-orang akan
terus mengingat leluhur dengan jasa-jasanya. Menurut WL tantangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
yang akan akan dihadapi oleh tradisi nyekar dan para pelakunya adalah
kemauan dan waktu. Baginya kemauan untuk terus menjalani tradisi ini
sangat penting, karena harus melawan rasa malas dan meluangkan waktu
dari kesibukan sehari-hari untuk melakukan tradisi nyekar. Menurut WL
pengenalan dan pembiasaan sejak dini merupakan solusi yang dirasa
cocok untuk mengatasi tantangan ini.
Harapan WL supaya tradisi nyekar terus berlangsung juga
terbentuk karena keprihatinannya melihat makam yang tidak terurus dan
tidak pernah dikunjungi oleh keturunannya. Ia tidak ingin makamnya
kelak akan bernasib sama dengan makam-makam tidak terurus yang
pernah ia temui. Oleh karena itu ia selalu mencoba mengajarkan dan
memberi teladan kepada adik-adiknya untuk melakukan tradisi nyekar
seperti yang ia lakukan.
Berdasarkan hasil wawancara bersama informan WL, dapat
disimpulkan beberapa hal terkait dengan tradisi nyekar yang ia alami.
Informan WL adalah seorang remaja Jawa yang sejak lahir tinggal di
lingkungan pedesaan. Lingkungan tempat tinggal WL memiliki unsur
kejawaan yang masih kental. WL telah dikenalkan kepada tradisi nyekar
sejak kecil oleh orang tuanya. Pada awal perkenalan dengan tradisi
nyekar, WL memiliki persepsi negatif terhadap tradisi ini. Hal ini
dikarenakan adanya kebingunggannya terhadap tradisi nyekar, terlebih
kepada tempat berlangsungnya tradisi ini yaitu pemakaman. Persepsi WL
berubah setelah dijelaskan oleh orang tuanya terkait dengan tradisi
nyekar yang ia lakukan. WL berpandangan banyak hal-hal yang ia lihat
positif dan patut dipelajari dari tradisi nyekar. WL berharap tradisi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dapat terus berlangsung sesuai apa yang diwariskan oleh orang tua
kepadanya.
3. Informan KY
Informan KY adalah seorang perempuan yang sedang bersekolah
di SMA Negeri di kabupaten Bantul, Yogyakarta. KY tinggal di
lingkungan perkotaan Yogyakarta bersama orangtua dan neneknya.
Tempat tinggal KY yang berada di lingkungan perkotaan membuat ia dan
keluarga cenderung tidak saling mengenal dengan tetangga rumahnya.
Menurut KY lingkungan tempat tinggalnya sangat tertutup dan jarang
melakukan komunikasi antar tetangga, sehingga dengan tetangga sebelah
rumah pun ia jarang bertegur sapa. Hal ini membuat KY sangat
menikmati waktunya bersama teman-teman di sekolah.
Keluarga KY yang merupakan pindahan dari salah satu desa di
Bantul merupakan keluarga Jawa yang masih melakukan tradisi-tradisi
Jawa sesuai yang diajarkan oleh leluhurnya. Keluarga KY tetap berusaha
menjaga kejawaannya meskipun mereka sudah tinggal di tengah kota
Yogyakarta. Hal ini pun membuat KY harus ikut melakukan tradisi-tradisi
Jawa yang masih dihidupi oleh keluarganya. Salah satu tradisi yang masih
dilakukan oleh keluarga KY adalah tradisi nyekar.
Tradisi nyekar menurut KY adalah sebuah tradisi mengunjungi
makam untuk mendoakan orang yang sudah meninggal agar menemukan
ketenangan di alam kuburnya. KY cukup sering melakukan tradisi ini
bersama keluarganya. Ia sampai tidak mampu menghitung berapa kali ia
pernah melakukan tradisi nyekar. Hal ini dapat terjadi karena ia
diharuskan untuk ikut melakukan tradisi nyekar oleh orangtuanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
KY melakukan tradisi nyekar sejak usia dini. Ia bersama
keluarganya biasa melakukan tradisi nyekar ke makam keluarganya yang
sudah meninggal di Bantul, Yogyakarta. KY selalu melakukan tradisi
nyekar bersama dengan keluarganya. KY memiliki rasa takut ketika ia
dikenalkan dengan tradisi ini. Bayangan menakutkan yang beberapakali ia
temui membuatnya enggan untuk menjalani tradisi nyekar. Hal ini jugalah
yang membuat orangtua KY harus memaksanya untuk menjalani tradisi
ini. Ketakutan KY akan bayangan yang menakutkan itu perlahan hilang
seiring berjalannya waktu.
KY seringkali dijanjikan oleh orangtuanya untuk bertemu saudara-
saudaranya yang tinggal di Bantul ketika ia enggan untuk ikut melakukan
tradisi nyekar ke makam leluhurnya. Ia pun seringkali tertarik untuk
melakukan nyekar karena janji yang diberikan oleh orangtuanya untuk
bertemu saudara-saudara yang tinggal di Bantul. KY dan keluarganya
biasa menyiapkan bunga dan doa-doa yang akan dipanjatkan kepada
Tuhan bagi leluhurnya yang sudah meninggal. KY berharap leluhurnya
akan menemukan kedamaian di alam kubur dengan doa-doa yang ia
panjatkan.
Selain dapat mendoakan orang-orang yang sudah meninggal, KY
juga seringkali diceritakan oleh neneknya tentang leluhur yang
dimakamkan di pemakaman tersebut. Hal ini membuatnya lebih mengenal
leluhur yang datangi makamnya untuk melakukan tradisi nyekar,
meskipun seringkali ia tidak mendengarkan cerita neneknya secara
seksama. KY juga menjadi tahu silsilah keluarga besarnya dengan
mendegar cerita dari neneknya tersebut.
KY sering merasa sedih ketika melakukan tradisi nyekar. Ia akan
merasa sedih ketika melakukan tradisi nyekar ke makam orang-orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
dekat yang pernah ia temui semasa hidupnya. Ia sering teringat tentang
kejadian-kejadian yang pernah ia lakukan bersama orang yang
dimakamkan di tempat itu semasa hidupnya. Hal ini dapat terjadi karena
KY merasa kehilangan orang yang sudah meninggal tersebut.
KY merasa tantangan yang ia temui selama melakukan nyekar
adalah rasa malas. Ia pernah tidak ikut melakukan tradisi nyekar bersama
keluarganya ke makam leluhur. Ia merasa harus diminta oleh orangtuanya
untuk melakukan tradisi nyekar ini ketika ia merasa malas untuk
menjalaninya.
Menurut KY, keberlangsungan tradisi nyekar sangat tergantung
dari keluarga yang melakukannya. Ketika keluarga mengharuskan untuk
melakukan tradisi ini, maka tradisi nyekar akan terus berlangsung.
Sebaliknya, jika keluarga tidak mengharuskan, maka tradisi ini akan
hilang. Meskipun demikian, KY tetap berharap tradisi nyekar dapat terus
berlangsung. Menurutnya tradisi nyekar juga merupakan tempat untuk
mencari amal yang akan dibawa hingga mati.
KY merasa tantangan yang akan dihadapi oleh tradisi nyekar
adalah rasa malas dan kesibukan dari pelakunya. Oleh karena itu keluarga
pelaku nyekar diminta untuk mengharuskan pelaku untuk menjalankan
tradisi ini. Ketika sudah tidak ada yang mengharuskan untuk melakukan
tradisi nyekar, pelaku sebaiknya mengingat akan amal yang ia dapatkan
ketika menjalani tradisi ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan KY, dapat
disimpulkan beberapa hal terkait dengan tradisi nyekar. Informan KY
adalah seorang remaja Jawa yang tinggal di lingkungan perkotaan. Ia
dikenalkan kepada tradisi nyekar sejak kecil oleh orang tua dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
neneknya. KY memiliki persepsi negatif kepada tradisi nyekar ketika
tahap perkenalan. Hal ini dikarenakan adanya ketakutan terhadap makam
sebagai tempat berlangsungnya tradisi nyekar. Persepsi negatif ini
perlahan hilang dengan semakin biasanya KY menjalani tradisi nyekar
bersama keluarganya. Beberapa kali KY merasa malas untuk menjalani
tradisi nyekar, sehingga orang tua berperan untuk terus mengajak dan
mengharuskannya melakukan tradisi ini. KY berharap tradisi nyekar
dapat terus berlangsung di kemudian hari sesuai apa yang diwariskan
oleh orang tuanya.
E. Analisis Data
Pada sub-bab analisis data ini, peneliti akan memaparkan hasil dari
temuan-temuan dalam penelitian yang dilakukan kepada ketiga orang
informan. Temuan-temuan ini juga akan didukung oleh kutipan dari proses
wawancara untuk memperkuatnya. Temuan yang dimaksud adalah tahap
perkenalan ketiga informan dengan tradisi nyekar serta proses pembentukan
persepsi yang terjadi saat perkenalan. Selanjutnya terdapat pula temuan ketika
ketiga informan terus menjalani tradisi nyekar. Temuan tersebut adalah
proses perubahan persepsi, pandangan terhadap tradisi nyekar, persiapan
melakukan tradisi nyekar, pengalaman berkesan, tantangan, manfaat,
dukungan keluarga dan lingkungan, serta harapan dari ketiga orang informan.
Tradisi nyekar telah dilakukan oleh masing-masing informan sejak
usia dini. Tradisi ini diwariskan dan diperkenalkan kepadanya oleh orangtua
maupun orang terdekat mereka. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
informan HR, WL, dan KY di bawah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
“Pas kecil mas, kecil, pas TK apa ya. TK saya malah di Cirebon.
Terus siapa sih yang ngenalin anda sama tradisi nyekar ini? Yang
utama orang tua dulu.” (HR, 140-143)
“Mungkin TK. TK? Siapa yang memperkenalkan itu? Orang tua.
Jadi kalo gak salah tu waktu itu orang tua saya ngajak berkunjung ke
tempat simbah gitu, terus diajaknya malah ke makam. Ya kan saya
bingung to kok malah diajak ke makam.” (WL, 94-99)
“Ee dari kecil, dari TK apa PAUD gitu. Gak inget. Ya makanya itu
gak inget karna karna sering jadi gak inget hehe. Ee terus siapa yang
memperkenalkan itu kepada anda? Eemm nenek kalo enggak bapak,
gitu. Sering diajak ke makam gitu, ayok doa, terus gimana gitu.” (KY,
95-101)
Ketika diperkenalkan dengan tradisi nyekar dan menjalankan tradisi
ini untuk pertama kali, setiap informan memiliki pengalaman negatif yang
mereka alami dalam melakukan tradisi nyekar. Pengalaman negatif yang
dirasakan oleh informan tersebut membuatnya memiliki pandangan yang
cenderung negatif terhadap tradisi nyekar saat itu. Pandangan negatif
terhadap pemakaman yang mereka miliki sebelum berkenalan dengan tradisi
nyekar juga membuat mereka berpandangan negatif terhadap tradisi ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, pandangan negatif dari masing-masing
informan tentang tradisi nyekar berubah menjadi positif. Berikut adalah
keterangan dari ketiga informan terkait pandangan mereka ketika berkenalan
dengan tradisi nyekar.
“Aneh mas. Anehnya gimana? Gini, kan dulu kan saya takut sama
orang yang udah meninggal kan ya. Hooh. Orang meninggal kok
serem ke kuburan. Padahal dalam pikiran saya kuburan tu tempat
yang angker itu lho, jadinya setiap itu ada makluk halusnya. Ternyata
gak kayak gitu. Sekarang saya baru sadar bahwa kuburan itu tempat
yang menurut saya itu tempat yang harus kita doakan. Tidak hanya
keluarga aja, tapi semua yang ada dalam situ harus di doakan juga.”
(HR, 152-162)
“Bingung ini tu tempat apa terus mau ngapain juga kok di makam
kayak gini. Mungkin kan saya gak pernah diajak buat ke makam buat
nyekar gitu sebelumnya. Terus setelah anda menemukan
kebingungan itu? Yaa terus mungkin dijelaskan sama orang tua.
Nyekar terus ini makam siapa kita suruh ngapain di sana. Terus
ternyata kita berdoa setelah bersih-bersihin makam dari rumput liar
sama daun yang ada disana.” (WL, 104-113)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
“Gimana yaa. Ya dulu kan sering kayak nonton film horror tu jadi
bisa dibilang takut gitu. Takutnya kenapa? Hmm ya karna filmnya tu
kan mesti ee oh ini kuburan mesti relatifnya ke hal yang gitu, yang
gak keliatan. Hantu gitu? Iya, iya hantu gitu. Tapi ya seiring waktu
ya enggak, biasa aja.” (KY, 109-116)
Perubahan pandangan yang dialami oleh informan HR, WL, dan KY
terjadi karena kebiasaan mereka untuk menjalankan tradisi nyekar. Tiap
informan menjalankan tradisi nyekar secara rutin setiap tahun pada waktu
yang berbeda-beda. Hal ini diungkapkan oleh masing-masing informan dalam
proses wawancara. Berikut adalah kutipan wawancara yang diungkapkan.
“Biasanya tu setaun, ee pokoknya nyekarnya apa dulu ini? Di tempat
mana, tempat mana juga diitung enggak? Ee iya. Iya? Tiga kali sih.”
(HR, 52-55)
“Kurang lebih setaun dua kali.” (WL, 47)
“Ya gatau sih gak ngitung, tapi emang dari dulu iya. Ee misalkan
setahun berapa kali, gitu? Gak ngitung. Oh gak ngitung ya. Tapi
relative sering? He’em.” (KY, 59-63)
Selain menjalankan tradisi nyekar sesuai rutinitas setiap tahun,
informan WL juga melakukan tradisi ini pada beberapa kesempatan lain. Hal
ini dilakukan oleh WL ketika ia akan menghadapi ujian dalam kehidupannya,
seperti ketika ia akan menjalani Ujian Nasional.
“Misalnya kalo sedang ujian itu biasanya nyekar terus mohon doa ke
orang yang sudah meninggal. Oo anda berarti kalo mau ujian itu
juga kadang ke makam gitu ya? Iya. Pernah sebelum UN itu juga
nyekar.” (WL, 62-66)
Terkait dengan pemahamannya tentang tradisi nyekar, informan HR,
KY, dan WL memiliki pandangan yang berbeda. Informan HR mengatakan
bahwa tradisi nyekar adalah sebuah prosesi untuk mendoakan orang-orang
yang sudah meninggal supaya menemukan ketenangan di alam kuburnya. HR
juga merasa bahwa dengan menjalankan tradisi nyekar, ia merasa kerinduan
akan orang yang sudah meninggal menjadi berkurang. Selain itu dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
menjalankan tradisi nyekar, ia berarti juga telah melestarikan kebudayaan
yang diwariskan kepadanya.
“Nek itu, nyekar itu adalah sebuah memorial dimana orang tersebut
tu mendoakan ee orang yang dicintai di orang, di tempat dimana dia
dimakamkan.” (HR, 7-10)
“Harapannya ya itu tadi. Yang, bahwa yang meninggal itu akan
tenang di alam kuburnya. Jadi gak ada yang namanya, apa, ya siksa
kuburlah.” (HR, 43-45)
“Makna nyekar ya itu kita menghilangkan kerinduan kita kepada
orang yang telah ditinggalkan. Juga gak cuma opo, kangennya dari
doa aja ya bisa, tapi kan kalo kita bisa ketemu sama makamnya
langsung kan kayaknya lebih lega gitu. Gak ada rasa rindu lagi gitu
lho.” (HR, 77-82)
Sementara itu informan WL berpendapat bahwa tradisi nyekar adalah
prosesi untuk mengunjungi makam dan mendoakan orang yang sudah
meninggal. Selain itu tradisi nyekar juga merupakan wujud penghormatan
dari orang yang masih hidup kepada leluhurnya. WL juga menambahkan
bahwa tradisi nyekar dapat digunakan untuk meminta restu dari leluhur yang
sudah meninggal supaya diberikan kelancaran dalam menjalani kehidupan.
“Nyekar itu mengunjungi makam untuk mendoakan orang-orang yang
sudah meninggal, terus kadang saya juga minta supaya direstui ke
simbah saya. Minta, minta doa restu juga. Misalnya kalo sedang ujian
itu biasanya nyekar terus mohon doa ke orang yang sudah
meninggal.” (WL, 58-64)
“Ini tu untuk mengingatkan kita kepada orang-orang yang sudah
meninggal, untuk menghormatinya. Soalnya kan kita sebagai orang
yang masih hidup berziarah di dunia kan harus tetap ingat dan
mendoakan orang-orang yang sudah meninggal.” (WL, 17-23)
Informan KY mengartikan tradisi nyekar sebagai momentum untuk
berkumpul dengan keluarga besar yang jauh darinya. Selain itu KY memiliki
pandangan bahwa tradisi nyekar dapat digunakan sebagai kesempatan untuk
mencari amal dengan mendoakan leluhurnya yang sudah meninggal. Selama
menjalankan tradisi nyekar, KY seringkali merasa perlu untuk diminta dan
diharuskan oleh orangtuanya ketika akan menjalani tradisi nyekar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Emm ya kayak biasanya aja gitu, kayak ngunjungi makam, buat
berdoa, bisa buat kumpul keluarga juga. (KY, 71-73)
Yaa yang penting sih kayaknya kebersamaannya juga gitu. Nek
fungsinya itu ee kayak ee lebih ke yang dimakamkannya gitu. Soalnya
kayak kalo di islam itu kalo cucu-cucunya pada berdoa itu kayak
apasih, pasti amalnya ke mereka, gitu. (KY, 85-90)
Ya emang harus disuruh sih. Disuruh sama orang tua, ayo ke
tempatnya simbah, gitu. (KY, 190-192)
Terkait persiapan dalam menjalankan tradisi nyekar, informan HR
membaginya dalam dua kategori, yaitu utama dan pelengkap. Menurutya hal
utama yang perlu disiapkan untuk menjalani tradisi ini adalah pakaian dan
doa. Sebagai pelengkap, HR juga membawa bunga dan air untuk menjalankan
tradisi ini. Ia merasa tidak perlu membawa dupa. HR pun merasa risih dengan
orang yang meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal saat
menjalankan tradisi ini.
“Yang jelas sih kalo secara pribadi kita hanya mempersiapkan dari
segi pakaian dan doa. Dah itu aja itu yang paling utama dua utama.
Ya pakaiannya pakaian agamis, kayak islam kan koko, pake yang baju
yang bersih, kan juga ada kebudayaan lain yang pake seragam-
seragam semua hitam-hitam terus juga ada yang pake putih-putih.
Tapi kalo yang tambahan lagi kayak bunga air itu hanya sebagai
pelengkap aja. Cuma kalo saya sih herannya sama orang-orang yang
kejawen itu mas. Gimana? Mereka bawa dupa bawa kembang terus
mereka mendoakan dan meminta kepadanya yang udah mati untuk
apa diberikan rejeki apa apa itu lho. Itu kan aneh kita kan
menyembah pada tuhan bukan kepada mayat.” (HR, 206-220)
Informan WL juga memiliki kebiasaan tersendiri dalam melakukan
persiapan menjalankan tradisi nyekar. WL akan membawa bunga setaman
dan dupa, lalu ia juga mempersiapkan arit dan sapu. Arit dan sapu ia gunakan
untuk membersihkan makam sebelum ia melakukan tradisi nyekar. Sementara
itu bunga setaman dan dupa akan digunakan saat melakukan tradisi ini,
“Ee biasanya kalo alat-alat yang diperlukan itu bawa bunga yang
buat ditaburin, biasanya tu bunga setaman gitu kalo orang bilangnya.
Terus biasanya saya bawa dupa juga, soalnya biar simbah ada disitu
bisa dengerin kami yang mendoakannya. Terus bawa arit sama sapu
untuk bersihin sekitar pemakamannya itu. Ya kurang lebih itu.” (WL,
151-158)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Informan KY akan mempersiapkan bunga yang akan ia gunakan untuk
menjalankan tradisi nyekar. KY juga tidak lupa membawa kitab dari
agamanya yang biasanya ia gunakan untuk mendoakan orang yang sudah
meninggal.
“Ee bunga. Terus kalo misalnya ee gak apal doanya ee ya pake apa
namanya, juz amma nek enggak apa gitu.” (KY, 103-105)
Selama menjalankan tradisi nyekar, masing-masing informan
memiliki pengalaman yang berkesan dalam menjalankan tradisi ini. Informan
HR mengatakan bahwa ia merasa bahwa adiknya yang sudah meninggal ada
di sebelahnya ketika ia menjalankan tradisi nyekar di makam adiknya. Ia
seperti dapat melihat adiknya dan membayangkan muka adiknya ketika sudah
bertambah besar. Informan HR pun merasa sedih ketika menyadari bahwa
adiknya sudah meningal dan tidak ada lagi di dunia.
“Pernah sih mas. Pengalaman menariknya itu, itu dalam sodari saya,
saya itu kayak melihat sodari saya itu bingung gitu. Aku pas kecil
malah mikirnya gimana to dia sepertiku sekarang, disampingku.
Mukanya kayak apa saya nggak tau. Saya itu kan yo udah lama dari
kecil sebelum saya lahir, sebelum saya dibuat dia udah meninggal
dulu. Berarti kamu kayak bayangin mukanya dia gitu ya? Iya
mukanya dia kayak apa. Kan saya kan tiga bersaudara, saya, sama
mas saya, sama kakak saya yang sudah meninggal. Kan aneh masak
muka kakak saya kayak muka emas saya kan gak, lain. Masak ya
gimana gitu lho, aneh, sedih dia gak ada.” (HR, 223-237)
Pengalaman berkesan dari informan WL selama menjalani tradisi
nyekar adalah proses persiapan ketika akan menjalankan tradisi nyekar.
Pengalaman membersihkan makam yang sudah ditumbuhi rumput-rumput liar
dan menjadi tempat bersarang nyamuk adalah hal yang menarik baginya. WL
merasa perlu untuk membersihkan makam tersebut supaya ia merasa lebih
nyaman ketika menjalani tradisi nyekar.
“Pengalaman? Ee mungkin kalo sebelum nyekar itu biasanya bersih-
bersihin dulu. Kan biasanya banyak rumput-rumput liar itu dibersihin
dulu, terus banyak nyamuk juga disana, jadi kalo gak dibersihin dulu
tu gak nyaman buat doa, jadi suka keganggu.” (WL, 143-149)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Pengalaman yang berkesan bagi KY selama melakukan prosesi nyekar
terjadi setelah kakek buyutnya meninggal dunia. Ketika menjalankan tradisi
ini ia merasa sangat sedih karena teringat dengan kenangan bersama
kakeknya selama masih hidup. KY teringat dengan kenangan saat mengobrol
dengan kakeknya dan sekarang ia tidak dapat lagi melakukannya.
“Emm oh itu. Dulu kan pernah sebelum kakek buyut meninggal kan
masih sering apa namanya, ya sering ngobrol-ngobrol, masih bisa
gimana gitu, masih bisa berkomunikasi gitulah. Terus abis itu setelah
kakek buyut meninggal itu, wah sedih banget gitulah ceritanya. Terus
nyekar lagi tu kayak hehehe sedih, ya gitu.” (KY, 163-170)
Selama proses menjalani tradisi nyekar, informan WL dan KY pernah
mengalami tantangan-tantangan tersendiri. Tantangan-tantangan yang ada
dapat berasal dari dalam diri (internal) maupun dari luar (eksternal).
Sementara itu informan HR merasa tidak ada tantangan maupun halangan
saat melakukan tradisi nyekar. HR merasa tidak menemui tantangan berati
ketika melakukan tradisi nyekar karena ketika tujuan dari nyekar yang ia
lakukan terpenuhi, maka hal itu sudah cukup baginya.
“Tantangan? Tantangan atau halangan atau apa. Halangannya sih
enggak ya mas. Kita tujuan kalo dah sampe sana itu kita udah
mendoakanya aja nggak ada tantangannya ga ada ritual-ritual ini lah
itulah, gak ada. Kita hanya mendoakan, tenang, duduk, dan
harapannya dia dikasih jalan yang lapang di alam kuburnya.” (HR,
239-245)
Informan WL merasa tantangan yang sering muncul selama ia
menjalani tradisi nyekar adalah waktu. Waktu yang dimaksudkan oleh WL
sendiri adalah waktu luang yang dapat digunakan untuk menjalakan tradisi
ini. WL adalah orang yang sering melakukan tradisi ini secara komunal
bersama keluarganya. Oleh karena itu diperlukan kesepakatan waktu untuk
dapat menjalankan tradisi ini bersama-sama. Tantangan ini dapat diatasi oleh
WL dengan melakukan kesepakatan dari jauh hari sebelum melakukan tradisi
nyekar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
“Tantangannya tu mungkin kadang kalo waktu, itu. Kalo apa kadang
gak sempet juga sibuk itu jadi masalah. Iya sih. Terus? Kalo mau apa
ya. misalnya nyekarnya di lain hari kalo sendiri kan juga nggak enak,
lebih enak kalo rame-rame. Kan seneng bisa sambil kumpul-kumpul.”
(WL, 163-169)
“Biasanya jauh-jauh hari itu udah bikin jadwal sendiri mau nyekar
kapan terus ngajak yg lain juga. Soalnya tu kalo bilangnya mepet atau
malah gak direncanain dari jauh hari itu ee suka pada gak bisa, udah
pada punya jadwalnya masing-masing. Mengajak yang lain itu
keluarga? Iya.” (WL, 170-176)
Menurut informan KY, tantangan yang ia temui ketika menjalankan
tradisi nyekar adalah rasa takut dan malas. KY sendiri memilih rasa takut
sebagai tantangan karena ketika ia masih kecil, ia dapat melihat hal-hal tak
kasat mata. Karena kemampuannya itu, KY sering merasa ketakutan. Namun
seiring dengan berjalannya waktu, ia sudah tidak dapat lagi melihat hal-hal
tersebut. Rasa malas untuk menjalankan tradisi nyekar juga sering ia rasakan.
Ia pernah tidak ikut orangtuanya melakukan tradisi nyekar karena rasa malas
yang ia miliki. Permasalahan malas yang ia miliki ini mulai hilang ketika
orangtuanya terus mengajak dan meminta KY untuk ikut serta menjalankan
tradisi nyekar.
“Ini kalo berhubungan sama hal gituan gimana? Ya gakpapa. Aku
kan dulu kan soale sering liat gitu. Oh emang bisa liat? He’em, tapi
sekarang udah enggak sih. Udah enggak bisa. Dulu tu sering takut
sendiri kalo liat gimana gitu. Soalnya pernah liat disitu ada ini, oh
ada ini, ada ini.” (KY, 175-181)
“Oiya itu males pernah. Pernah, sempet gak ikut gitu nyekar karena
males itu. Terus gimana sih menurutmu buat ngatasi tantangan-
tantangan itu? Ya emang harus disuruh sih. Disuruh sama orang tua,
ayo ke tempatnya simbah, gitu.” (KY, 187-192)
Selama menjalani tradisi nyekar, setiap informan memperoleh manfaat
yang mereka rasakan masing-masing. Informan HR mengatakan tiga manfaat
yang ia dapatkan selama menjalani tradisi nyekar ini. Manfaat-manfaat
tersebut adalah kesadaran sebagai makhluk yang hidup sementara, dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
mengenang orang yang sudah meninggal, dan menambah kerohanian dengan
mendoakan leluhur.
“Pengalamannya sih pertama tu kita jadi merasa tu, ee kita tu bukan
sebagai makluk yang hidup selama-lamanya. Tapi kita tu mengenang
mereka yang sudah meninggal duluan. Dan juga saya juga apa,
belajar dari segi kerohanian tu kita juga bertambah. Kan kita juga
berdoa kepada yang kuasa semoga arwahnya tu tenang disana.” (HR,
248-254)
Infroman WL mengatakan bahwa tradisi nyekar memiliki beberapa
manfaat yang berguna baginya.WL membagi manfaat-manfaat tersebut
kedalam dua bagian, yaitu dari sesama dan dari orang yang sudah meninggal.
Manfaat-manfaat yang ia peroleh dari sesama tersebut adalah ia menjadi
pribadi yang lebih menghargai waktu dan kesibukan orang lain, sehingga ia
mampu berkompromi dan tidak memaksakan kehendaknya kepada sesama.
Manfaat yang diperoleh WL dari leluhurnya yang sudah meninggal adalah ia
menjadi pribadi yang mampu menghargai dan menghormati pendahulunya.
Hal ini ia wujudkan dengan cara mendoakan leluhur-lehurnya supaya
memperoleh ketenangan.
“Mungkin saya belajar untuk lebih menghargai orang lain, ini terkait
sama waktu. Jadi saya bisa menghargai kesibukan orang lain dan gak
maksain buat orang itu ikut sama saya buat nyekar ke makam. Saya
juga jadi lebih menghargai dan menghormati orang-orang yang
sudah mendahului kita dengan mendoakan-doakannya biar dia tenang
di sana.” (WL, 179-186)
Informan KY berpendapat bahwa manfaat yang ia rasakan secara
langsung dari tradisi nyekar yang selama ini dia jalani adalah kebahagiaan
ketika berkumpul bersama keluarga besar. Sementara itu KY juga merasa
memperoleh amal dari Tuhan ketika menjalankan tradisi nyekar ini.
“Yaa yang penting sih kayaknya kebersamaannya juga gitu. Nek
fungsinya itu ee kayak ee lebih ke yang dimakamkannya gitu. Soalnya
kayak kalo di islam itu kalo cucu-cucunya pada berdoa itu kayak
apasih, pasti amalnya ke mereka, gitu.” (KY, 85-90)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Terkait dukungan dari lingkungan keluarga, setiap informan
mengatakan bahwa keluarga mereka sangat mendukung adanya tradisi
nyekar. Hal ini juga ditunjukkan oleh perilaku menjalankan tradisi nyekar
secara bersama-sama dalam keluarga.
“Ya mendukung. Soalnya tu prakteknya tu juga ada setiap sebelum
puasa. Itu mesti kebanyakan orang pada nyekar. Di keluarga dulu ya,
sanak family dulu terus baru tetangganya, mungkin juga sahabatnya
yang meninggal.” (HR, 257-262)
“Masih. Kalo keluarga biasanya ya nyekar bareng-bareng gitu ke
makam.” (WL, 189-190)
“Mendukung. Mendukungnya kayak gimana? Karna sering ngajak
buat nyekar, gitu. Emang harus, harus, dan harus.” (KY, 197-200)
Selain terkait dengan dukungan dari keluarga, berjalannya tradisi
nyekar juga tidak dapat lepas dari kebiasaan lingkungan masyarakat.
Informan HR dan WL mengungkapkan bahwa lingkungan masyarakat
sekitarnya juga masih melakukan tradisi nyekar secara rutin. Berikut ini
adalah pernyataan dari kedua informan.
“Ya mendukung. Soalnya tu prakteknya tu juga ada setiap sebelum
puasa. Itu mesti kebanyakan orang pada nyekar. Di keluarga dulu ya,
sanak family dulu terus baru tetangganya, mungkin juga sahabatnya
yang meninggal. Biasanya kan ada to yang misalnyakan sebelum
puasa ada reunian. Reunian tapi di makam, mendoakan temen-temen
yang udah meninggal.” (HR, 257-265)
“Masih. Kalo keluarga biasanya ya nyekar bareng-bareng gitu ke
makam. Biasanya dari tetangga juga banyak yang nyekar. Kalo ee
waktu bulan arwah itu kan ada misa arwah nah itu setelah misa itu
biasanya pada bareng-bareng ke makam buat nyekar.” (WL, 189-
194)
Berkebalikan dengan informan HR dan WL, informan KY merasa
tidak mengetahui apakah lingkungan masyarakat sekitarnya masih melakukan
tradisi nyekar atau tidak. Hal ini dikatakan oleh KY dalam proses wawancara,
dan berikut adalah kutipannya.
“Maksudnya? Lingkungan sini? Ya aku gak pernah tau sih kalo
lingkungan sini. Gak pernah tau ya ada yang nyekar gitu di daerah
sini? Aku gak tau sih, soalnya kebanyakan keluarga ada di Bantul,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
jadi ngumpulnya kalo buat nyekar ya disana, gak pernah tau kalo
daerah sini kayak gimana.” (KY, 202-208)
Terkait dengan harapan, setiap informan memiliki pandangan yang
berbeda-beda tentang tradisi nyekar. Menurut HR tradisi nyekar akan terus
berkembang mengikuti perkembangan zaman. Hal ini sesuai pengalamannya
menjalani tradisi nyekar yang berubah dari tradisional yang memerlukan
banyak persiapan dan ritual menjadi lebih simpel serta praktis dengan tidak
meninggalkan esensi tradisinya. Contoh dari pernyataan tersebut adalah mulai
ditinggalkannya adat kejawen yang biasa menggunakan dupa dan bebagai
macam kembang. Hal tersebut sekarang sudah berganti menjadi lebih praktis
dengan hanya berpakaian rapi dan membawa kitab dari masing-masing
kepercayaan. HR berpendapat bahwa kemauan untuk melakukan tradisi
nyekar juga menjadi tantangan bagi pelaku dan tradisi ini di kemudian hari.
Namun ia berharap tradisi-tradisi yang ada tetap terjaga kelestariannya,
sehingga tidak punah suatu hari nanti.
“Umumnya setiap decade itu berubah. Berubahnya gimana? Ya kan
kalo dulu sebelum era 2000an orang-orang itu lebih kearah kejawen.
Kita pake adat lah, kita harus pake dupo lah, kita harus pake
kembang lah, kita harus pake apa, bawa air tujuh sumur lah. Yang
aneh-aneh yang neko-nekolah. Ke arah sini, kearah udah mulai
2020an itu udah praktis. Gak ada kejawenlah. Kita hanya disana
hanya berpakaian sopan, rapi, terus ya kalo orang-orang yang tau
agama, kita membawa kitab. Kita mendoakan mereka, terus kita juga
ya seminimal mungkin kita membersihkan kuburannya lah. Itu
minimal. Kita membersihkan dan mendoakannya. Oke berarti
menurut anda itu akan terus berubah lagi nanti kedepannya? Ya
saya percaya sih itu akan berubah tapi tetap basic yang sama. Dia
tujuannya hanya mendoakan dan mengharapkan dia tenang disana.”
(HR, 288-306)
“Tantangannya itu hanya kemauan aja. Kan kalo kita gak ada
kemauan, kita gak ada rasa rindu kepada orang yang kita tinggalkan
itu tidak akan terjadi. Mesti itu mas.” (HR, 309-312)
“Tradisi nyekar itu harus dipertahankan walaupun kita sebagai anak
muda, anak 2000an, yang lahir tahun 2000an itu harus menjaga agar
kebudayaan nyekar itu gak akan punah.” (HR, 330-334)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Informan WL memiliki harapan agar tradisi nyekar dapat terus
berlangsung secara turun menurun di kemudian hari. WL merasa tradisi
nyekar sangat penting diturunkan kepada penerusnya karena sebagai
pengingat akan leluhur yang sudah meninggal. Sementara itu menurutnya
kemauan untuk menjalankan tradisi nyekar akan menjadi tantangan tersendiri
bagi pelakunya di kemudian hari. Kemauan untuk melakukan tradisi nyekar
akan semakin kecil dengan tidak adanya waktu luang karena kesibukan
pelaku dalam menjalani kehidupannya. Menurut WL solusi yang dapat
digunakan untuk mengatasi tantangan tersebut adalah pengenalan dan
pembiasaan sejak dini yang dilakukan dalam setiap keluarga. Harapan WL
supaya tradisi nyekar dapat terus berlangsung beralaskan pada keinginan
pribadinya. Keinginan pribadi yang dimaksud adalah keinginannya untuk
dikunjungi dan didoakan ketika ia sudah meninggal kelak. Ia tidak mau
makamnya kelak menjadi makam yang tidak terurus dan jarang dikunjungi
oleh penerusnya. Oleh karena itu ia sangat berharap tradisi nyekar dan segala
hal baik dibaliknya dapat terus berlangsung di kemudian hari.
“Harapan saya tetap diturunkan. Kenapa? Karena nyekar itu sangat
penting terutama buat remaja-remaja supaya ingat akan orang-orang
yang sudah meninggal. Gak lupa gitu aja sama orangnya, sama jasa-
jasanya juga. Gak kayak kacang lupa kulitnya gitu.” (WL, 243-249)
“Tantangannya itu kemauan untuk melakukan nyekar, untuk pergi ke
makam dan mungkin waktu juga. Kenapa kemauan itu bisa menjadi
tantangan atau halangan itu? Karena kadang ada orang yang
gimana ya, males-malesan untuk nyekar. Kenapa ya kira-kira?
Mungkin karena apa ya kesibukan banyak. Kesibukannya dia itu ya?
Iya, karena dia sibuk dengan dirinya sendiri sampe lupa atau males
nyekar.” (WL, 251-260)
“Solusinya itu mungkin dari keluarga, mulai dari kecil itu mengajak
ke makam. Diajarkan dari kecil supaya lebih kedepanya itu lebih
biasa untuk nyekar. Ya dibiasakan lah dari kecil buat nyekar, biar gak
lupa sama orang-orang yang udah mendahului kita. Biar orang tu gak
lupa sama tradisinya yang udah ada dari dulu.” (WL, 262-269)
“Supaya kalo saya mati pun juga ada yang nengok, ada yang nyekar
gitu. Haha saya juga pengen diinget gitu, biar gak pada lupa sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
saya. Ooo. Gitu ya. Berarti besok kalo misalkan anda sudah
meninggal dan dimakamkan anda pengen ada yang nyekar? Iyaa.
Berarti tandanya masih ada yang peduli dengan kita. Kalo ada
makam yang gak pernah ada yang nyekar kesana kan keliatan gak
terawat, kayak gak ada yang peduli gitu sama orang yang udah
meninggal itu. Jadinya kasian kadang kalo liat makam yang gak
kerawat gitu.” (WL, 278-290)
“Harapannya nyekar tetap berjalan, jangan sampai ditinggalkan.
Karena nyekar itu kan untuk kebaikan kita untuk kebaikan orang lain
juga. Untuk menghargai orang-orang yang sudah meninggal, untuk
supaya ingat kepada Tuhan. Karena besok kita itu juga ee akhir hidup
ketemu sama Tuhan gitu.” (WL, 292-298)
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh kedua informan sebelumnya,
informan KY juga berharap tradisi nyekar dapat terus berlangsung di
kemudian hari. Menurut KY keberlangsungan tradisi nyekar ini sangat erat
hubungannya dengan keluarga. Baginya, ketika sebuah keluarga
mengharuskan keberlangsungan tradisi nyekar, maka tradisi ini akan terus
berlangsung di kemudian hari. Sebaliknya, ketika tradisi nyekar tidak
diharuskan untuk terus dilakukan di dalam keluarga, maka tradisi ini akan
menghilang suatu saat nanti. Menurut KY, tantangan yang akan dihadapi oleh
tradisi nyekar di kemudian hari adalah rasa malas dan kesibukan pelakunya.
Solusi yang ditawarkan oleh KY adalah dengan memotivasi diri sendiri dan
dukungan dari keluarganya untuk terus melakukan tradisi nyekar ini.
Dukungan dari keluarga yang dimaksud oleh KY adalah dengan
mengharuskan tradisi ini untuk tetap berlangsung.
“Hmm gak tau sih, ya tergantung dari keluarganya aja yang
ngeharusin tradisi nyekar ini berlangsung atau enggak. Kalo emang
dari keluarganya itu ngeharusin ya bakalan berlangsung, tapi kalo
enggak ya bakal berhenti nanti suatu saat. Kalo kamu sendiri
berharapnya kayak gimana? Ya kalo aku sih berharapnya bakal
lanjut terus. Karena? Karena amal dan perbuatan itu dibawa sampai
mati, dan dengan nyekar ini aku juga bisa nyari amal disini.” (KY,
221-232)
“Hmm ya rasa males itu pasti ada lah. Ya rasa males itu salah
satunya. Terus? Kalo salah satunya berarti masih ada lagi to? Ya
mungkin kalo ada kesibukan apa gitu, mungkin jadinya gak bisa ikut.”
(KY, 235-239)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
“Gimana ya, dari diri sendirii. Ya mikir aja di sana ada mbak siapa
gitu. Berarti kayak motivasi diri sendiri gitu? Iya. Ya gimana ya, gak
dari diri sendiri sih biasanya, kalo disuruh ya disuruh, harus mau,
gitu. Kalo misalkan besok udah gak ada yang nyuruh? Ya mikir
sendiri aja, ya kayak apa ya. Kayak balik lagi ke itu tadi, tentang
amal itu.” (KY, 244-252)
F. Pembahasan
Bagian ini akan memberikan pembahasan dari temuan yang telah
dianalisis pada bagian sebelumnya. Temuan-temuan yang ada akan dikaitkan
dengan teori-teori tertentu sesuai dengan konteksnya masing-masing.
Ketiga informan yang terlahir di dalam keluarga Jawa telah
melakukan tradisi Jawa secara turun-temurun. Oleh karena itu mereka dapat
disebut sebagai orang Jawa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Darmoko (2016). Darmoko (2016) mengungkapkan bahwa orang yang
merupakan keturunan Jawa dapat disebut sebagai orang Jawa dimanapun ia
tinggal.
Ketiga informan dikenalkan dengan tradisi nyekar oleh keluarga
mereka sejak usia dini. Perkenalan dengan tradisi nyekar tersebut tidak begitu
saja dapat diterima oleh ketiga informan secara positif. Makam sebagai
tempat berlangsungnya tradisi ini menjadi hal yang menakutkan bagi ketiga
informan waktu itu. Persepsi makam sebagai tempat yang menakutkan dan
berhantu terbentuk dari informasi-informasi yang didapatkan oleh ketiga
informan dari sekitar mereka. Informasi ini mereka dapatkan dari lingkungan
maupun media yang menggambarkan bahwa makam idendentik dengan
tempat berhantu. Penjabaran ini sesuai dengan penjelasan Rakhmat (2008)
tentang persepsi. Persepsi menurut Rakhmat (2008) merupakan proses
pengumpulan informasi dan penafsiran pesan tentang objek, peristiwa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
maupun hal-hal yang terkait di dalamnya untuk membentuk makna tersendiri
tentang hal tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu, persepsi negatif ketiga informan
terhadap tradisi nyekar yang dikarenakan oleh makam sebagai tempat
berlangsungnya tradisi ini mulai menghilang. Hal ini dikarenakan oleh
intensitas ketiga informan mengunjungi makam untuk melangsungkan tradisi
nyekar. Informasi-informasi bahwa makam merupakan tempat yang
menyeramkan tersebut telah berganti dengan informasi yang positif. Hal ini
sesuai dengan yang dijalaskan oleh Sternberg (2008). Sternberg
mengungkapkan bahwa dalam proses pengorganisasian stimulus lama akan
dicocokkan dengan stimulus baru yang diterima oleh indera, hingga pada
akhirnya akan terjadi pembentukan makna baru pada otak.
Terkait dengan tradisi nyekar yang mereka lakukan, ketiga informan
berpendapat bahwa tradisi nyekar merupakan sebuah prosesi mengunjungi
makam untuk mendoakan orang yang dimakamkan di tempat tersebut. Lebih
lanjut informan WL mengatakan bahwa tradisi nyekar merupakan bentuk
penghormatan kepada leluhur yang sudah meninggal, serta permohonan restu
dari pelakunya supaya dapat menjalani kehidupan dengan lancar. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Yuwono (2016) tentang tradisi nyekar.
Menurutnya tradisi nyekar merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan
oleh masyarakat Jawa sebagai wujud penghormatan dan permohonan
pangestu kepada leluhur. Berbeda dengan pendapat WL dan Yuwono,
informan HR mengatakan bahwa nyekar dapat membantunya mengurangi
rasa rindu setelah ditinggalkan oleh orang yang sudah meninggal. Sementara
itu KY juga memiliki pendapatnya sendiri terkait tradisi nyekar. Informan KY
lebih menekankan pada sisi berkumpulnya keluarga saat menjalankan tradisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
nyekar dan amal yang ia dapatkan ketika mendoakan orang yang sudah
meninggal. Perbedaan persepsi tentang nyekar ini dapat terjadi karena
perbedaan pemberian atensi kepada stimulus-stimulus yang ada ketika tradisi
nyekar mereka langsungkan. Hal ini sesuai dengan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi menurut Sarwono (2009). Menurut Sarwono (2009),
hanya akan ada beberapa stimulus dari jutaan yang diberikan atensi,
sementara yang lain akan diabaikan.
Terkait dengan persiapan sebelum menjalankan tradisi nyekar, HR
akan mempersiapakan kitab doa dan pakaian agamis, kemudian ia akan
membawa bunga dan air sebagai pelengkap. HR sendiri merasa risih dengan
orang-orang yang masih membawa dupa dan meminta sesuatu kepada orang
yang telah dimakamkan saat menjalankan tradisi nyekar. Sementara itu WL
akan mempersiapkan bunga, dupa, arit dan sapu sebelum melakukan tradisi
nyekar. WL juga akan meminta doa restu kepada leluhurnya saat akan
melakukan tradisi nyekar supaya dapat menjalani kehidupan dengan baik dan
terhindar dari halangan. Sarwono (2009) mengatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi pembentukan persepsi adalah sistem nilai. Sarwono
(2009) menjelaskan bahwa ketika stimulus yang diterima dianggap berharga
maka akan dipersepsikan sebagai hal yang baik, namun ketika stimulus
dianggap tidak berharga maka akan dipersepsikan sebagai hal yang buruk.
Terkait pernyataan WL, Sarwono (2009) juga mengatakan bahwa terdapat
faktor kebutuhan yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang tentang
stimulus yang ada.
Saat melakukan tradisi nyekar, terdapat pengalaman-pengalaman yang
berkesan bagi setiap informan. Pengalaman sedih yang diceritakan HR
tentang adiknya yang meninggal senada dengan pengalaman sedih KY saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
kembali melakukan nyekar di makam kakeknya. Berbeda dengan HR dan
KY, informan WL menceritakan tentang pengalamannya membersihkan
makam supaya merasa nyaman saat melangsungkan tradisi nyekar. Walgito
(2010) menjelaskan bahwa persepsi adalah respon terintegrasi atas stimulus
yang diterima oleh individu. Menurut Walgito (2010), perbedaan persepsi
dari tiap individu atas stimulus yang sama dikarenakan oleh perbedaan
pengalaman individu terkait stimulus tesebut.
Selama menjalani tradisi nyekar, informan HR merasa tidak pernah
menemukan tantangan yang berarti. Berbeda dengan HR, informan WL dan
KY mencoba menceritakan tantangan-tantangan yang mereka hadapi selama
menjalani tradisi nyekar. WL merasa waktu sebagai tantangan baginya.
Sementara itu rasa takut dan malas adalah tantangan tersendiri bagi KY.
Meskipun menemukan tantangan dalam melakukan tradisi nyekar, WL dan
KY sudah dapat menanggulanginya dengan cara mereka masing-masing.
Manajemen konflik yang dilakukan oleh WL dan KY dapat berbeda dengan
orang lain pada situasi yang sama, tergantung dari tipe kepribadian yang
dimiliki oleh orang tersebut. Menurut Sarwono (2009), tipe kepribadian dapat
menimbulkan perbedaan persepsi dari beberapa orang terhadap stimulus yang
sama.
Setiap informan memiliki pandangannya masing-masing terkait
manfaat melakukan tradisi nyekar. Bagi HR, tradisi nyekar mampu
menyadarkannya tentang kehidupan yang sementara, ia juga dapat
mengenang orang yang sudah meninggal, dan menambah kerohanian dalam
dirinya. Manfaat lain yang didapatkan oleh WL berkaitan dengan tradisi
nyekar adalah menambah kemampuannya untuk berkompromi dan tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain. WL juga merasa lebih mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
untuk menghormati dan menghargai leluhurnya. Sementara itu KY merasa
bahagia ketika berkumpul bersama keluarga besarnya untuk melangsungkan
tradisi nyekar. KY pun merasa bahwa ia dapat menjadikan tradisi nyekar
sebagai ladang amal baginya.
Kebiasaan menjalankan tradisi nyekar yang dilakukan oleh ketiga
informan tidak dapat dilepaskan dari dukungan keluarga. Menurut pengakuan
ketiga informan, orangtua dan keluarga berperan penting dalam
memperkenalkan mereka terhadap tradisi nyekar ini. Selain keluarga,
informan HR dan WL mengatakan bahwa lingkungan masyarakat di sekitar
mereka juga memadang tradisi nyekar sebagai hal yang positif dan baik untuk
diteruskan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Koentjaraningrat dalam
Sutiyono (2011) mengatakan bahwa tradisi merupakan hasil dari proses
belajar manusia yang masih terus ada dan diwariskan hingga sekarang.
Berbicara tentang harapan terkait tradisi nyekar, ketiga informan
berharap supaya tradisi nyekar dapat terus berlangsung dan tidak punah di
kemudian hari. Informan WL mengatakan bahwa tradisi nyekar sangat
penting untuk diwariskan kepada penerusnya sebagai pengingat akan leluhur
yang telah meninggal. Menurut KY, keluarga sangat berperan penting dalam
keberlangsungan tradisi nyekar dikemudian hari. Peran keluarga dapat
menjadi pengambil keputusan untuk meneruskan tradisi nyekar maupun tidak.
Sementara itu HR berpendapat bahwa tradisi nyekar akan terus berlangsung
di kemudian hari dengan perubahan sesuai perkembangan zaman. Hal-hal
yang dianggap tidak penting akan perlahan hilang dan menyisakan hal-hal
yang esensial dari tradisi nyekar tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti dapat menyimpulkan
beberapa hal terkait dengan proses pembentukan persepsi dari ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
informan terhadap tradisi nyekar. Ketika dikenalkan kepada tradisi nyekar
oleh orang tua dari masing-masing informan, tiap informan mendapatkan
banyak stimulus terkait tradisi tersebut. Ketiga informan hanya memberikan
atensi kepada stimulus negatif dari tradisi nyekar yang mereka terima dan
mengabaikan stimulus positif yang ada. Stimulus negatif yang diberi atensi
oleh ketiga informan adalah stimulus mengenai pemakaman sebagai tempat
berlangsungnya tradisi nyekar merupakan tempat yang menakutkan. Hal itu
menyebabkan terbentuknya persepsi negatif dari ketiga informan terhadap
tradisi nyekar. Adanya dorongan dari keluarga dan lingkungan membuat
ketiga informan tetap melaksanakan tradisi nyekar dan mengesampingkan
persepsi negatif yang mereka miliki. Seiring dengan semakin sering
menjalankan tradisi nyekar, ketiga informan mulai memberikan atensinya
kepada stimulus-stimulus positif terkait dengan tradisi tersebut. Hal ini
membuat persepsi negatif yang mereka miliki akan dikoreksi dan berganti
dengan persepsi positif terkait dengan tradisi nyekar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian memperlihatkan bahwa tradisi nyekar masih dipersepsikan
sebagai tradisi yang baik dan layak untuk diteruskan secara turun-menurun di
masyarakat. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam
pembentukan persepsi terhadap tradisi nyekar. Dukungan keluarga dengan
memberikan stimulus positif mampu mematahkan persepsi negatif terhadap
tradisi nyekar dan mengubahnya menjadi persepsi yang positif. Persepsi
negatif terhadap tradisi nyekar berasal dari stimulus-stimulus lingkungan
maupun media yang mengemas makam sebagai tempat berlangsungnya
tradisi ini menjadi tempat yang menyeramkan dan identik dengan keberadaan
hantu. Selain faktor keluarga, dukungan lingkungan juga memiliki peran
untuk membentuk persepsi yang baik terhadap tradisi nyekar. Lingkungan
yang mendukung dengan masih melaksanakan tradisi nyekar secara turun-
temurun dapat menumbuhkan persepsi yang baik bagi tradisi nyekar tersebut.
Pembentukan persepsi yang positif terhadap tradisi nyekar juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor dari dalam individu itu sendiri. Faktor
atensi, sistem nilai, kebutuhan dan tipe kepribadian dari individu menjadi
faktor yang dapat mempengaruhi persepsi. Keempat faktor ini dapat
mempengaruhi persepsi pelaku tradisi nyekar dan dapat membentuk persepsi
yang positif maupun negatif terhadap tradisi tersebut.
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti merasa kesulitan dalam menemukan literatur terbaru yang
membahas tentang tradisi nyekar dari sudut pandang kebudayaan Jawa tanpa
melihat dari sudut pandang kebudayaan lain. Peneliti hanya mampu
menemukan beberapa literatur yang membahas tradisi nyekar dari sudut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
pandang Jawa secara mendalam. Hal ini membuat peneliti merasa kurang
untuk memahami dan membahas tradisi nyekar dari sudut pandang
kebudayaan Jawa.
Penelitian ini juga hanya membahas tentang persepsi remaja Jawa
sebagai pelaku tradisi nyekar. Peneliti melihat ada aspek-aspek psikologis
lain yang dapat digali secara mendalam selama proses penelitian. Peneliti
juga melihat adanya aspek-aspek non psikologis yang mempengaruhi aspek
psikologis dalam penelitian. Hal ini juga tidak dibahas lebih lanjut dalam
penelitian karena keterbatasan dari peneliti.
C. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya
a. Minimnya literatur terkini tentang tradisi nyekar dari sudut pandang
Jawa dapat ditanggulangi dengan melakukan wawancara terhadap
tokoh-tokoh yang dianggap mengetahui tentang seluk-beluk tradisi
tersebut. Tokoh yang dimaksud seperti juru kunci pemakaman atau
pemerhati kebudayaan Jawa.
b. Penelitian yang akan dilakukan dapat melihat aspek-aspek psikologis
lain yang mampu menggali lebih dalam tentang pelaku tradisi nyekar.
Aspek motivasi dirasa dapat menjadi rekomendasi dari peneliti.
Penelitian selanjutnya diharapkan juga memperhatikan faktor non
psikologis yang dapat mempengaruhi aspek psikologis informan
penelitian. Faktor non psikologis yang dimaksud seperti lingkungan
geografis, demografis, kebiasaan lingkungan sosial, dan sebagainya.
2. Bagi keluarga pelaku tradisi nyekar
a. Keluarga pelaku tradisi nyekar diharapkan dapat terus menjaga
keberlangsungan tradisi ini dengan mewariskan kepada penerusnya.
Stimul
Perse
psi
Terus
menjalan
Stimulus
positif
Perse
psi
Stimul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
b. Keluarga pelaku tradisi nyekar diharapkan dapat terus menumbuhkan
persepsi positif kepada penerusnya. Hal ini dapat membantu pelaku
tradisi nyekar untuk mematahkan stimulus-stimulus yang dapat
mengubah persepsinya menjadi negatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J. W. (2009). Research design: qualitative, quantitative, and mixed
methods approaches (3rd ed). Los Angeles, London, New Delhi,
Singapore: Sage.
Creswell, J. W. (2015). Riset pendidikan: perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi riset kualitatif & kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Darmoko. (2016). Budaya jawa dalam diaspora: tinjauan pada masyarakat Jawa di
Suriname. Jurnal IKADBUDI, 5, 1-19.
Geertz, C. (2014). Agama jawa: abangan, santri, priyayi dalam kebudayaan jawa.
Jakarta: Komunitas Bambu.
Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kencana.
King, L. A. (2010). Psikologi umum: sebuah pandangan apresiatif. Jakarta:
Salemba Humanika.
Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Latifundia, E. (2016). Situs makam-makam kuna di kabupaten kuningan bagian
timur: kaitannya dengan religi. Jurnal Kapata Arkeologi, 12 (1), 59-70.
Mumfangati, T. (2007). Tradisi ziarah makam leluhur pada masyarakat jawa.
Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya, 152-158.
Najitama, F. (2013). Fungsi sosial ziarah pada masyarakat jawa: analisis tradisi
ziarah di wonoyoso. Jurnal Wahana Akademika, 15 (2).
Papalia, D. E., Old, S. W., dan Feldman, R. D. (2008). Human development
psikologi perkembangan (vols. 5-9). Jakarta: Kencana.
Putra, Y. S. (2016). Theoritical review: teori perbedaan generasi. Jurnal Among
Makarti, 9 (18).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Rahmawati, H., Ridlo, M.R. (2016). Motivasi daya tarik wisatawan religi di
astana mangadeg. Jurnal Sosiologi DILEMA, 31 (1).
Rakhmat, J. (2008). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Santrock, J. W. (2011). Perkembangan masa hidup (13rd ed, vol. 1). Jakarta:
Erlangga.
Sarwono, S. W. (2009). Pengantar psikologi umum. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Smith, J. A. (2013). Dasar-dasar psikologi kualitatif: pedoman praktis metode
penelitian. Bandung: Nusa Media.
Smith, J. A., Flowers, P., dan Larkin, M. (2009). Interpretative phenomenological
analysis: theory, method and research. Los Angeles, London, New
Delhi, Singapore: Sage.
Solso, R. L., Maclin, O. H., dan Maclin, M. K. (2008). Psikologi kognitif. Jakarta:
Erlangga.
Sternberg, R. J. (2008). Psikologi kognitif (4th ed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Subagya, Y. T. (2004). Menemui ajal: etnografi jawa tentang kematian.
Yogyakarta: Kepel Press.
Suseno, F. M. (1996). Etika jawa: sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan
hidup jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Susetyo, DP. B., Widiyatmadi, HM. E., & Sudiantara, Y. (2014). Konsep self dan
penghayatan self orang jawa. Jurnal Psikodimensia, 13 (1), 47-59.
Sutiyono. (2011). Tradisi masyarakat sebagai kekuatan sinkretisme di trucuk
klaten. Jurnal Penelitaian Humaniora, 16 (1), 45-59.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Suwardi. (2006). Mistisme dalam seni spiritual bersih desa di kalangan penghayat
kepercayaan. Jurnal Kebudayaan Jawa, 1 (2).
Tanjung, S. Konsepsi kematian ala jawa. Jurnal Komunikasi, 8 (1).
Uhi, J. A., Soeprapto, S., dan Syamsuddin M. M. (2016). Hatuhaha amarima lou
nusa dalam perspektif filsafat kebudayaan cornelis anthonie van peursen
dan relevansinya dengan keutuhan bangsa indonesia. Jurnal Filsafat, 26
(1).
Walgito, B. (2004). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi.
Walgito, B. (2010). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Wicaksono, W., & Meiyanto, S., (2003). Ketakutan terhadap kematian ditinjau
dari kebijaksanaan dan orientasi religious pada periode remaja akhir yang
berstatus mahasiswa. Jurnal Psikologi, (1), 57-65.
Yuwono, E. S. (2016). Kejawaan dan kekristenan: negoisasi identitas orang
kristen jawa dalam persoalan di sekitar tradisi ziarah kubur. Jurnal
Humanika, 16 (1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI