persepsi remaja jawa generasi z terhadap tradisi …

88
PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI NYEKAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Sarjana Psikologi Disusun oleh: Ludovicus Cakranuraga NIM: 149114188 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 07-Jun-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z

TERHADAP TRADISI NYEKAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Sarjana Psikologi

Disusun oleh:

Ludovicus Cakranuraga

NIM: 149114188

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

HALAMAN PERSETUJUAN

PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z

TERHADAP TRADISI NYEKAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Ludovicus Cakranuraga

NIM: 149114188

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si. Tanggal: 3 Februari 2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

HALAMAN PENGESAHAN

PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z

TERHADAP TRADISI NYEKAR

SKRIPSI

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Ludovicus Cakranuraga

NIM: 149114188

Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji

Pada tanggal 23 Maret 2021

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Sususan Panitia Penguji

Nama Penguji Tanda Tangan

Penguji 1: Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si. .............................

Penguji 2: Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si.. .............................

Penguji 1: Albertus Harimurti, S.Psi., M.Hum. .............................

Yogyakarta, 7 Mei 2021

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

iv

HALAMAN MOTTO

KUATLAH,

HIDUP TAK SEBERCANDA ITU

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk Mereka yang Senantiasa Setia

Menghidupi Kehidupan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

vii

PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP

TRADISI NYEKAR

Ludovicus Cakranuraga

ABSTRAK

Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

Remaja saat ini termasuk dalam kategori igeneration atau generasi Z. Salah satu

karakteristik generasi Z adalah memiliki keenggannan untuk memaknai suatu hal

secara personal. Karakteristik generasi Z ini bertentangan dengan beberapa tradisi

yang membutuhkan pemaknaan secara personal dari pelakunya. Makna sendiri

akan terbentuk ketika seseorang telah melakukan proses persepsi. Salah satu

tradisi yang membutuhkan pemaknaan secara personal dan masih bertahan hingga

sekarang adalah tradisi nyekar dari masyarakat Jawa. Penelitian ini dilakukan

dengan proses wawancara kepada tiga orang remaja Jawa yang melakukan tradisi

nyekar dengan metode wawancara semi terstruktur dan dianalisis dengan metode

interpretative phenomenological analysis (IPA). Penelitian ini menemukan bahwa

remaja Jawa generasi Z memiliki persepsi yang baik terhadap tradisi nyekar.

Persepsi yang baik dari remaja Jawa terhadap tradisi nyekar dipengaruhi oleh

faktor personal maupun faktor lingkungan.

Kata kunci: persepsi, remaja Jawa, generasi Z, tradisi nyekar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

viii

THE PERCEPTION OF JAVANESE Z GENERATION

TEENAGERS ABOUT NYEKAR TRADITION

Ludovicus Cakranuraga

ABSTRACT

Adolescence is the transitional phase from childhood to adulthood. Adolescence

today is included in the category of iGeneration or Z generation. One of the

characteristics of Z generation has no desire to mean something personally. This

characteristic of Z generation contrast with many traditions that require personal

values and meaning from the person. Meaning will be formed when someone has

done the perception process. One of the traditions that require personal meaning

and still survives until today is the tradition of nyekar from Javanese society. This

research was conducted by interviewing three Javanese Z generation teenagers

who carried out the tradition of nyekar with the semi-structured interview method

and analyzed by interpretative phenomenological analysis (IPA) method. This

research found that Javanese Z generation teenagers have a good perception of

nyekar tradition. A good perception of Javanese Z generation teenagers about

nyekar tradition is influenced by personal and environmental factors.

Keyword: perception, Javanese teenagers, Z generation, nyekar tradition

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

x

KATA PENGANTAR

Kehidupan berjalan dengan temponya masing-masing. Terkadang berlari

adalah sebuah keharusan, namun berhenti sejenak juga diperlukan. Sangat banyak

momentum yang telah terlewati, tanpa sadar hal tersebut telah membentuk diri.

Peneliti menyadari bahwa kehidupannya harus berhenti suatu saat nanti untuk

memberi kesempatan bagi kehidupan baru di kemudian hari. Pemaknaan tentang

kehidupan menjadikan peneliti merasa hidup. Peneliti meghaturkan karya ini bagi

mereka yang senantiasa setia menghidupi kehidupan.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini memiliki banyak kekurangan.

Peneliti sangat terbuka dengan kritik maupun saran dan akan menerimanya

dengan lapang dada. Penelitian ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai

pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Peneliti mengucapkan

terimakasih kepada pihak-pihak tersebut. Peneliti juga menghaturkan terimakasih

kepada:

1. Tuhan Yang Maha dari segala Maha atas kesempatan untuk melakukan

banyak hal dalam kehidupan peneliti.

2. Bapak Hieronymus Purwanta dan Ibu Rosula Mahatmawati atas semua

hal yang diberikan kepada peneliti selama ini. Terimakasih Pa, Ma.

3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M. Si. yang telah meluangkan waktu dan

tenaganya untuk membimbing selama peneliti mengerjakan karya ini.

4. Saudara-saudaraku yang selalu saling menjaga, memberi semangat dan

penghiburan, terimakasih: Mas Joan, Mbak Nita, Candra, Isnu, Wikan,

Mbak Asih, dan Mas Satria.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

xi

5. Agata Marinta Krisjayanti, terimakasih untuk setiap dukungan dan

dorongan yang diberikan. Terimakasih untuk penghiburan dan

pertolonganmu.

6. Mikael Anata Peksajandu, terimakasih sudah menjadi semangat baru

dalam kehidupan peneliti.

7. Bapak Damar dan Ibu Sinta, terimakasih untuk dukungannya.

8. Ludovicus Cakranuraga selaku peneliti, terimakasih untuk tetap mau

melangkah meski berkali-kali terjerembak selama mengerjakan

penelitian skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .......................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................... vi

ABSTRAK ................................................................................................. vii

ABSTRACT ................................................................................................. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. ix

KATA PENGANTAR ............................................................................... x

DAFTAR ISI .............................................................................................. xii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ............................................................. 9

D. Manfaat Penelitian ........................................................... 10

1. Manfaat Teoritis .......................................................... 10

2. Manfaat Praktis ............................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 11

A. Remaja Jawa Generasi Z ................................................. 11

1. Pengertian Remaja ....................................................... 11

2. Pengertian Orang Jawa ................................................ 12

3. Pengertian Generasi Z ................................................. 13

4. Remaja Jawa Generasi Z ............................................. 14

B. PERSEPSI ....................................................................... 14

1. Pengertian Persepsi ...................................................... 14

2. Proses Pembentukan Persepsi ...................................... 16

3. Objek Persepsi ............................................................. 18

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi .............. 19

C. Tradisi Nyekar ................................................................. 21

1. Pengertian Tradisi ........................................................ 21

2. Pengertian Nyekar ....................................................... 21

D. Dinamika Persepsi Remaja Jawa Generasi Z Terhadap

Tradisi Nyekar .................................................................

22

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 26

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...................................... 26

B. Fokus Penelitian .............................................................. 27

C. Informan Penelitian ......................................................... 27

D. Instrumen Penelitian ........................................................ 28

E. Prosedur Pengambilan Data ............................................ 28

F. Metode Analisis Data ...................................................... 29

G. Kualitas Penelitian ........................................................... 30

H. Refleksi Penelitian ........................................................... 31

I. Pedoman Wawancara ...................................................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 33

A. Pelaksanaan Penelitian .................................................... 33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

xiii

B. Latar Belakang Informan ................................................. 34

1. Informan HR ................................................................ 34

2. Informan WL ............................................................... 35

3. Informan KY ............................................................... 35

C. Dinamika Proses Wawancara .......................................... 36

1. Informan HR ................................................................ 36

2. Informan WL ............................................................... 37

3. Informan KY ............................................................... 38

D. Hasil Penelitian ................................................................ 39

1. Informan HR ................................................................ 39

2. Informan WL ............................................................... 41

3. Informan KY ............................................................... 46

E. Analisis Data ................................................................... 49

F. Pembahasan ..................................................................... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 68

A. Kesimpulan ...................................................................... 68

B. Keterbatasan Penelitian ................................................... 68

C. Saran ................................................................................ 69

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................ 69

2. Bagi Keluarga Pelaku Tradisi Nyekar ......................... 69

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71

LAMPIRAN ............................................................................................... 74

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pelaksanaan Wawancara .............................................................. 34

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent ................................................................... 75

Lampiran 2. Analisis Data Informan HR .................................................... 79

Lampiran 3. Analisis Data Informan WL ................................................... 99

Lampiran 4. Analisis Data Informan KY .................................................... 114

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua makluk hidup, termasuk manusia, tidak dapat melepaskan diri

dari siklus kehidupan, yaitu lahir, berkembang, dan mati (Geertz, 2014).

Kematian merupakan tahapan siklus yang paling misterius bagi manusia

(Wicaksono, 2003). Tidak seorang pun yang mampu menguraikan situasi yang

dialami setelah kematian dengan jelas dan disertai bukti-bukti meyakinkan.

Terdapat cerita-cerita mengenai pengalaman setelah kematian di masyarakat,

namun tidak ada bukti cukup kuat yang mampu mengamininya sebagai

kebenaran.

Penggambaran setelah terjadinya kematian banyak dikemukakan oleh

agama-agama yang berkembang di Indonesia. Ajaran agama paling populer

mengenai proses setelah kematian adalah ajaran tentang adanya surga dan

neraka yang dibawa oleh agama Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan).

Ajaran ini dapat menjadi populer karena dibawa oleh tiga agama yang

memiliki jumlah pengikut cukup besar dan menjadi mayoritas di Indonesia

(Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010).

Wicaksono (2003) menjelaskan bahwa kematian menjadi bayangan

yang menakutkan dan tidak dapat dihindari oleh manusia. Manusia cenderung

pasrah dan tidak berdaya dalam menghadapi kematian yang dapat dialami

kapan pun oleh setiap insan tanpa bisa menghindarinya. Mati berarti tidak

hidup lagi atau antonim dari hidup. Senada dengan hal tersebut, Yuwono

(2016) mengatakan bahwa kematian dianggap sebagai kepunahan atau akhir

dari kehidupan. Hal ini dibuktikan dengan hancurnya seluruh bagian tubuh

dan hanya menyisakan tulang setelah dimakamkan. Oleh karena itu orang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

2

yang sudah meninggal akan berpisah secara fisik dengan orang-orang yang

masih hidup.

Indonesia memiliki sangat banyak kebudayaan dengan tradisinya

masing-masing. Salah satunya adalah kebudayaan yang berasal dari suku

Jawa. Kebudayaan yang dijalankan oleh orang Jawa merupakan hasil dari

kebiasaan yang menjadi tradisi dan terus dilestarikan hingga sekarang

(Sutiyono, 2011). Kebiasaan ini dapat menjadi tradisi karena berdasarkan

pengalaman-pengalaman dari pendahulunya yang terus dihayati dan dipahami

sebagai kebenaran oleh orang Jawa. Banyak tradisi yang tidak mampu

dijelaskan kembali dengan kehidupan pada zaman modern, sehingga ketika

menemui ketidaktauan, orang Jawa akan cenderung bertanya kepada orang tua

atau orang yang dianggap tahu (Subagya, 2004).

Orang Jawa sendiri merupakan suku Jawa dan keturunannya yang

berasal dari pulau Jawa bagian Tengah dan Timur (Suseno, 1996). Hal ini

tidak terkait dengan dimana sekarang orang tersebut tinggal, tapi berasal dari

garis keturunannya (Darmoko, 2016). Orang Jawa juga memiliki bahasa ibu

yang merupakan Bahasa Jawa (Suseno, 1996). Lebih lanjut, Susetyo,

Widiyatmadi, dan Sudiantara (2014) membahas tentang identitas kejawaan

orang Jawa. Terkait dengan jati diri dan identitasnya, orang Jawa akan

mengutamakan konsep rasa dalam menjalani kehidupannya. Orang Jawa juga

akan mengedepankan prinsip kerukunan dan prinsip kehormatan dalam

berhubungan sosial. Selain itu, orang Jawa juga dikenal memiliki kesadaran

yang tinggi akan keberadaan orang lain, hal ini terkait dengan bagaimana

orang Jawa akan memposisikan dirinya di hadapan orang lain. Orang Jawa

akan memposisikan diri lebih rendah atau inferior dibandingkan dengan

orang-orang di sekitarnya. Kebiasaan ini terkait dengan konsep lembah manah

dan andhap asor dari tradisi atau kebiasaan orang Jawa. Selain itu orang Jawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

3

akan memposisikan diri selayaknya orang tua yang mengayomi ketika ada di

sekitar orang yang lebih muda atau lebih inferior. Orang Jawa yang tidak

memegang teguh dan menjalankan jati diri atau identitasnya akan akan

dianggap ilang Jawane atau kehilangan kejawaannya, sehingga muncullah

ungkapan wong Jawa ilang Jawane.

Salah satu tradisi yang masih dilakukan hingga sekarang oleh orang

Jawa adalah tradisi nyekar. Tradisi nyekar masih sangat lekat pada kehidupan

orang Jawa di zaman modern ini. Hal ini dapat terjadi karena masyarakat Jawa

sangat menghormati leluhur atau pendahulu mereka. Masyarakat Jawa

menganggap bahwa mereka tidak akan ada tanpa adanya leluhur yang menjadi

cikal-bakal keberadaannya dan akan selalu menjaganya dari segala

marabahaya (Suwardi, 2006). Selain itu masyarakat Jawa menganggap bahwa

semua orang yang telah mati masih ada diantara mereka. Jiwa atau roh orang

yang sudah meninggal dianggap masih menjalani kehidupan di lingkungan

yang sama, namun berbeda dunia dengan dunia kehidupan yang dijalani oleh

manusia hidup. Hal ini dibuktikan dengan adanya ritual yang diadakan bagi

orang yang sudah meninggal pada hari pertama sampai hari ketiga paska

meninggalnya orang tersebut. Ritual ini juga dilanjutkan pada hari ke tujuh,

hari ke 40, hari ke 100, serta hari ke 1000 setelah meninggalnya orang tersebut

(Tanjung, 2013). Mayarakat Jawa juga memiliki kepercayaan bahwa

kehidupan roh adalah kehidupan yang abadi. Keyakinan ini membuat

masyarakat Jawa melakukan tradisi-tradisi yang berhubungan langsung

dengan leluhur. Ketika menjalin hubungan dengan leluhur, masyarakat Jawa

cenderung mengharapkan kesuburan dan pangestu yang menjanjikan

keselamatan (Subagya, 2004).

Penghormatan terhadap leluhur yang dilakukan oleh masyarakat Jawa

dapat dilihat secara nyata ketika mereka sedang melakukan ritual nyekar. Pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

4

intinya nyekar adalah sebuah prosesi untuk menunjukkan rasa hormat dan

meminta pangestu kepada leluhur, saudara-saudara maupun kerabat yang

sudah meninggal lalu dimakamkan di tempat tersebut (Yuwono, 2016).

Masyarakat Jawa sering kali meminta pangestu kepada roh leluhur karena roh

leluhur dianggap memiliki daya sakti yang mampu memberikan pertolongan

kepada orang yang masih hidup (Koentjaraningrat, 1984). Sebelum menjalani

ritual ini, biasanya mereka akan membersihkan makam tersebut dari hal-hal

yang dianggap dapat mengganggu atau merusak makam, seperti daun-daun,

bunga kering, maupun rumput liar.

Bunga merupakan salah satu media yang hampir tidak pernah dapat

dilepaskan dari prosesi nyekar bagi orang Jawa (Yuwono, 2016). Bunga

merupakan simbol penghormatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa

kepada roh leluhurnya. Bunga yang telah disiapkan akan ditaburkan ke atas

makam atau batu nisan orang yang sudah meninggal. Hal ini dilakukan karena

makam dianggap tempat tinggal atau rumah bagi para roh yang sudah

meninggal. Oleh karena itu seringkali ditemukan makam yang memiliki

cungkup atau rumah-rumahan kecil pada makam milik orang Jawa untuk

memperindahnya (Latifundia, 2016). Selain itu orang yang melakukan prosesi

nyekar biasanya akan memposisikan dirinya di samping makam dengan posisi

jengkeng atau setengah duduk untuk menandakan penghormatan yang

setinggi-tingginya kepada orang yang sudah meninggal tersebut. Posisi seperti

ini sering dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam berbagai kesempatan, seperti

menghadap raja atau ketika meminta doa restu (pangestu) kepada kedua orang

tua saat menjalani prosesi pernikahan (Yuwono, 2016).

Ritual nyekar biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa setiap Jumat

Kliwon atau Selasa Kliwon pada penanggalan Jawa. Mereka memilih hari

Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon karena hari tersebut dianggap sebagai hari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

5

yang keramat bagi masyarakat Jawa. Kedua hari tersebut dianggap sebagai

hari yang baik untuk dapat menghubungkan dua dunia, yaitu dunia kehidupan

dan dunia roh (Suara Merdeka, 2018). Dunia kehidupan merupakan dunia

manusia yang masih hidup menjalani kehidupannya, sedangkan roh adalah

dunia bagi orang-orang yang sudah meninggal. Selain itu biasanya tradisi

nyekar dilakukan oleh masyarakat Jawa pada hari kematian (geblag) orang

yang dimakamkan di tempat tersebut untuk memperingatinya (Najitama,

2013). Hal ini dilakukan karena masyarakat Jawa mempercayai akan

datangnya kemalangan ketika tidak melakukan tradisi nyekar ke makam

leluhur yang sudah meninggal (Gertz, 2014).

Selain tradisi nyekar, terdapat pula tradisi atau kebiasaan masyarakat

Jawa yang serupa dengan tradisi tersebut, yaitu tradisi nyadran dan ziarah

makam. Ketiga tradisi ini terlihat serupa dalam mengunjungi pemakaman

sebagai tempat berlangsungnya tradisi. Meskipun memiliki kesamaan, ketiga

tradisi memiliki perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya. Menurut

Mumfangati (2007) Tradisi nyadran sendiri bagi masyarakat Jawa adalah

slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur kang ana ing papan sing

kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang. Maksud dari ungkapan tersebut

adalah upacara slametan di bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa untuk

menghormati para leluhur yang ada di tempat keramat (pemakaman),

sekaligus membersihkannya dan mengirim bunga (nyekar). Tradisi nyadran

dilakukan secara komunal oleh masyarakat Jawa di satu komplek pemakaman

desa. Ketika menjalankan tradisi nyadran, banyak orang akan berbondong-

bondong datang membawa bunga serta ubo rampe dan sesaji berupa makanan

sebagai ungkapan rasa syukur kepada leluhur yang dimakamkan di koplek

pemakaman tersebut. Pada akhir acara tradisi nyadran, akan dilakukan

kenduri dan makan bersama menggunakan makananan yang dibawa oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

6

orang yang datang. Sementara itu menurut Najitama (2013), tradisi ziarah

makam adalah tradisi mengunjugi makam seorang tokoh penting dalam

masyarakat tertentu. Misalnya adalah ziarah ke makam Wali Songo, Gus Dur,

Romo Sanjaya, dan masih banyak lagi. Selain itu, ziarah juga sering kali

dilakukan di tempat-tempat yang dianggap mempu memberikan keberkahan

bagi orang yang datang. Contohnya adalah kebiasaan ziarah ke Sendangsono

atau ke petilasan-petilasan tertentu. Ketika melakukan ziarah ke makam

seorang tokoh atau tempat-tempat tersebut, mayarakat Jawa cenderung

mengharapkan keberkahan tertentu sesuai dengan apa yang ia niatkan.

Selain ketiga tradisi atau kebiasaan tersebut, terdapat pula tradisi mreti

desa yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Tradisi ini juga dilakukan di

komplek pemakaman. Tradisi mreti desa biasanya dilakukan setiap bulan

Ruwah pada penanggalan Jawa. Tujuan dilakukannya tradisi ini adalah untuk

meminta pangestu dari roh (danyang) yang tinggal di desa dan Pangeran

(Tuhan) supaya dapat dihindarkan dari kemalangan-kemalangan yang akan

menimpa warga desa, serta mendapat berkat untuk kemakmuran warga desa

di kemudian hari (Suwardi, 2006). Tradisi mreti desa biasanya dilakukan di

lingkup pemakaman desa atau tempat yang dianggap sakral dan mampu

memberikan berkat keselamatan. Ritual mreti desa biasanya menggunakan

sesaji tradisional (ingkung, tumpeng, apem, dll) dan bunga serta ubo rampe-

nya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi persembahan (caos pisungsung)

bagi roh (danyang) yang menghuni desa dari masyarakat yang masih

menjalani kehidupan (Suwardi, 2006).

Setelah melihat beberapa hal terkait tradisi nyekar, perlu dikaji lebih

dalam mengenai perbandingan pemahaman tradisi nyekar yang sekarang ini

dilakukan dengan tradisi nyekar dalam literatur. Literatur dikaji oleh peneliti

untuk melihat pemaknaan tradisi nyekar dan digunakan sebagai pembanding

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

7

dalam penelitian ini. Seperti yang dikatakan oleh Yuwono (2016) bahwa

nyekar merupakan sebuah prosesi untuk menunjukkan rasa hormat dan

meminta pangestu kepada leluhur yang sudah meninggal. Pangestu yang

diberikan oleh roh leluhur ini diharapkan dapat memberikan pertolongan bagi

orang yang mendapatkannya karena daya sakti yang dimiliki oleh roh tersebut

(Koentjaraningrat, 1984).

Penelitian ini akan menggunakan remaja Jawa yang pernah melakukan

tradisi nyekar sebagai subjek penelitian. Peneliti merasa bahwa sudut pandang

remaja Jawa dalam memandang tradisi nyekar dirasa akan membuat penelitian

ini lebih menarik. Perspektif remaja Jawa dianggap lebih menarik karena

remaja berada dalam tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa.

Selain itu pada nantinya remaja Jawa juga akan menjadi ujung tombak dalam

menjalankan tradisi-tradisi dan kebudayaan yang sedang berlangsung. Maka

dengan melihat bagaimana persepsi remaja Jawa terhadap kebudayaan nyekar

diharapkan akan terlihat pula seberapa dalam pemahaman remaja tersebut

tentang tradisinya.

Subjek remaja Jawa juga menjadi menarik karena remaja saat ini

termasuk dalam generasi Z atau iGeneration. Bencsik & Machova (Putra

2016) mengatakan bahwa generasi Z memiliki karakteristik yang tidak tertarik

atau berkeinginan untuk memaknai suatu hal. Pernyataan tersebut bertolak

belakang dengan tradisi nyekar yang erat dengan pemaknaan bagi pelakunya.

Makna-makna yang dimiliki oleh tradisi nyekar sendiri sering kali bersifat

personal dan berdasarkan pengalaman pribadi pelakunya. Keengganan untuk

memberikan makna yang dimiliki oleh generasi Z dapat membuat tradisi

nyekar yang bersifat personal kehilangan makna dan tempatnya. Hilangnya

makna dari tradisi nyekar dapat membuat eksistensinya terkikis dan bukan hal

yang mustahil tradisi ini akan ditinggalkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

8

Penelitian ini ingin melihat bagaimana persepsi remaja Jawa yang

melakukan tradisi nyekar. Persepsi didefinisikan oleh Walgito (2010) sebagai

sebuah respon terintegrasi dari stimulus yang diberikan atensi ketika diterima

oleh indera. Respon terintegrasi dari stimulus tersebut dapat berupa makna

yang berbeda tiap individu. Perbedaan makna yang terjadi dikarenakan oleh

pengalaman yang berbeda dari tiap individu. Selain itu latar belakang setiap

individu juga sangat berpengaruh terhadap cara individu tersebut memaknai

sesuatu. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk menggali secara mendalam

makna yang dimiliki oleh tiap remaja sehingga dapat menghasilkan

persepsinya masing-masing. Sementara itu Sarwono (2009) menyebutkan

enam faktor yang dapat mempengaruhi persepsi individu. Keenam faktor

tersebut adalah faktor perhatian, set, kebutuhan, sistem nilai, tipe kepribadian,

dan gangguan jiwa. Menurutnya faktor-faktor tersebut dapat membuat adanya

perbedaan persepsi dari tiap individu kepada satu stimulus yang sama.

Peneliti telah melakukan observasi awal dengan mewawancarai lima

remaja Jawa yang pernah melakukan tradisi nyekar sebagai informan pada

tanggal 15 sampai dengan 20 Maret 2019 di tempat yang berbeda-beda. Lima

remaja tersebut menjelaskan tradisi nyekar sesuai pandangan mereka. Hasil

wawancara menunjukkan pengertian tradisi nyekar yang berbeda antara

pandangan informan dengan literatur yang digunakan oleh peneliti. Sebagian

besar remaja yang telah diwawancarai mencampurkan unsur-unsur agama

kedalam pengertian tradisi yang mereka jelaskan. Empat dari kelima

responden mengatakan bahwa nyekar merupakan prosesi untuk mendoakan

arwah leluhur kepada Tuhan supaya diterima oleh-Nya. Hal ini menunjukkan

bahwa adanya percampuran kebudayaan yang mengaburkan makna asli dari

tradisi nyekar Jawa itu sendiri. Sementara satu orang sisanya mengatakan

bahwa nyekar adalah sebuah tradisi turun-temurun yang dilakukan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

9

melawat leluhur yang sudah meninggal, sama halnya dengan ketika ia

melawat ke rumah saudaranya yang masih hidup di dunia. Mesikipun berbeda

dengan definisi yang terdapat dalam literatur, pengertian yang diungkapkan

oleh seorang responden ini tidak bercampur dengan unsur-unsur kebudayaan

lainnya. Selain itu empat dari lima responden memandang bahwa tradisi

nyekar merupakan tradisi yang baik untuk dilakukan dan diwariskan. Satu

orang responden berpandangan bahwa tradisi nyekar bukanlah hal yang terlalu

penting dan malah berbenturan dengan agama yang ia anut selama ini.

Berdasarkan uraian data, literatur dan hasil wawancara awal yang

telah dipaparkan, peneliti tertarik dengan fenomena ini dan mengangkatnya

menjadi sebuah penelitian. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

melihat persepsi remaja Jawa generasi Z terhadap tradisi nyekar. Penelitian ini

dirasa penting untuk melihat bagaimana remaja Jawa generasi Z memandang

tradisi nyekar yang mereka lakukan selama ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan kesenjangan pemaknaan

personal antara karakteristik generasi z dengan tradisi nyekar yang telah

diungkapkan oleh peneliti di atas, maka terbentuklah pertanyaan penelitian

sebagai acuan pembuatan penelitian. Pertanyaan penelitian dari penelitian ini

adalah bagaimana persepsi remaja generasi Z terhadap tradisi nyekar yang

pernah mereka lakukan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui persepsi remaja generasi Z terhadap tradisi nyekar yang pernah

mereka lakukan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

10

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu Psikologi, khususnya

Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan terkait dengan persepsi

remaja terhadap tradisi nyekar.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

a. Bagi remaja yang melakukan tradisi nyekar

Memberikan informasi terkait tradisi nyekar yang pernah

mereka lakukan.

b. Bagi Mahasiswa Psikologi

Menambah bahan untuk pembuatan penelitian tentang persepsi

remaja, khususnya yang terkait dengan tradisi nyekar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja Jawa Generasi Z

Peneliti akan memaparkan definisi-definisi terkait remaja Jawa

generasi Z yang akan menjadi informan penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Pengertian remaja

Remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

masa dewasa (Santrock, 2012). Masa ini dimulai pada usia yang berkisar

antara 10 sampai 13 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 sampai 22

tahun. Santrock (2012) mengatakan bahwa remaja akan mengalami

beberapa perubahan terkait biologis, kognitif, dan sosio-emosional.

Perubahan-perubahan ini akan berdampak bagi kehidupan remaja di

kemudian hari.

Papalia dkk (2008) juga melihat masa remaja sebagai masa

peralihan perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.

Ia juga mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa dimana

terjadinya perubahan yang signifikan pada aspek fisik, kognitif dan

psikososial. Masa remaja akan berlangsung dari usia 10 sampai 14 tahun

hingga berakhir pada usia awal duapuluhan. Secara umum masa remaja

ditandai dengan terjadinya masa pubertas dan berakhir dengan masa

fertilitas atau kematangan seksual.

Menurut Harlock dalam Jahja (2011) masa remaja dapat dibagi

menjadi dua, yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja

awal berada pada usia 13 sampai 16 tahun, sementara masa remaja akhir

terjadi pada usia 16 sampai 18 tahun. Hurlock membaginya menjadi dua

bagian karena melihat pada masa remaja akhir, individu masih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

12

berkembang seperti pada masa kanak-kanak namun telah mencapai

kematangan seperti pada masa dewasa.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan mengenai remaja,

peneliti menyimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa

kanak-kanak yang ditandai dengan pubertas dan masa dewasa yang

ditandai dengan fertilitas, sehingga terjadinya perubahan pada aspek

biologis, kognitif dan psikososial masih berlangsung dari usia 10 sampai

22 tahun.

2. Pengertian orang Jawa

Orang Jawa diartikan secara berbeda oleh beberapa peneliti.

Koentjaraningrat (1984) mengatakan bahwa orang Jawa merupakan suku

Jawa yang berdiam di pulau Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan

pada bagian barat pulau Jawa ditempati oleh orang Sunda. Hal ini senada

dengan yang diungkapkan oleh Suseno (1996), menurutnya orang Jawa

merupakan penduduk asli pulau Jawa bagian timur dan tengah, dan

memiliki bahasa ibu berupa Bahasa Jawa. Sementara itu, Darmoko (2016)

melihat bahwa orang Jawa tidak hanya orang yang berasal dari Pulau

Jawa, akan tetapi orang Jawa juga dapat berarti orang yang memiliki darah

keturunan orang Jawa dimanapun dia tinggal. Menurutnya terdapat

komunitas-komunitas orang Jawa di luar Pulau Jawa yang masih

melestarikan kebudayaan Jawa yang dibawa oleh leluhurnya.

Susetyo, Widiyatmadi, dan Sudiantara (2014) menjelaskan tentang

identitas atau jati diri orang Jawa. Menurut mereka orang Jawa akan

mengutamakan rasa sebagai dasar dari identitas kejawaannya serta

mengedepankan prinsip rukun dan hormat dalam menjalani kehidupannya.

Konsep rasa bagi orang Jawa terbagi menjadi tiga, yaitu rasa pangrasa

(rasa fisik yang diterima oleh indera), rasa rumangsa (rasa yang timbul

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

13

dari dalam diri), rasa sejati (rasa dari kedalaman batin yang mampu

mengenal rasa yang merasakan dan dirasakan). Selain itu orang Jawa juga

memiliki kesadaran yang tinggi terhadap keberadaan orang lain.

Kesadaran ini membuat orang Jawa mampu memposisikan diri lebih

inferior dibandingkan orang yang ada di sekitarnya. Orang Jawa juga akan

bisa memposisikan diri untuk lebih mengayomi ketika berhadapan dengan

orang yang lebih muda atau lebih inferior.

Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa orang Jawa merupakan suku Jawa dan

keturunannya yang mengutamakan rasa sebagai identitas, memegang

teguh prinsip rukun dan hormat, dan memiliki kesadaran tinggi terhadap

keberadaan orang lain.

3. Pengertian generasi Z

Menurut Bencsik, Csikos, dan Juhez dalam Putra (2016), generasi

Z merupakan kelompok manusia yang lahir antara tahun 1995 sampai

2010. Generasi Z juga disebut dengan iGeneration atau generasi internet.

Keakraban generasi Z dengan internet dan peralatan canggih membuatnya

mampu menjalankan beberapa pekerjaan dalam satu waktu atau yang

dikenal dengan multi tasking, seperti mendengarkan musik dengan headset

sambil membuka media sosial di handphone dan browsing di komputer

secara bersamaan. Selain itu generasi Z juga dikenal sebagai generasi yang

profesional dan memiliki kemampuan yang baik dalam bidang teknis

maupun bahasa.

Berdasarkan paparan mengenai generasi Z diatas, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa generasi Z merupakan generasi yang akrab dengan

teknologi canggih dan internet dan lahir antara tahun 1995 sampai 2010,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

14

sehingga membuatnya dikenal dengan profesionalitas dan memiliki

kemampuan multi tasking, ahli dalam bidang teknis maupun bahasa.

4. Remaja Jawa generasi Z

Menurut kesimpulan yang telah dibuat oleh peneliti, remaja

merupakan sebuah masa transisi dari kanak-kanak menuju masa dewasa,

yaitu pada rentang usia antara 10 sampai 22 tahun dan dimulai tanda

dengan fertilitas pada usia tersebut. Sementara itu peneliti menyimpulkan

bahwa orang Jawa merupakan suku Jawa dan keturunannya dimanapun

mereka tinggal, mengutamakan rasa, memegang teguh prinsip rukun dan

prinsip hormat, serta memiliki kesadaran tinggi terhadap keberadaan orang

lain. Selain hal tersebut, peneliti juga menyimpulkan bahwa generasi Z

adalah kelompok manusia yang lahir pada tahun 1995 sampai 2010 dan

akrab dengan peralatan canggih dan internet, sehingga membentuknya

menjadi individu yang profesional dan dapat melakukan multi tasking,

serta memiliki kemampuan yang baik dalam bidang teknis maupun bahasa.

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang telah dipaparkan, maka

peneliti dapat mendefinisikan remaja Jawa generasi Z. Peneliti

mendefinisikan remaja Jawa generasi Z sebagai seorang individu dengan

suku bangsa Jawa yang memegang teguh kejawaannya, berusia 10 sampai

22 tahun, dan lahir antara tahun 1995 hingga 2010.

B. Persepsi

Persepsi merupakan atribut psikologis yang digunakan dalam

penelitian ini. Oleh karena itu maka akan dijelaskan beberapa hal yang terkait

dengan persepsi, yaitu:

1. Pengertian Persepsi

Rakhmat (2008) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses

pengumpulan informasi dan penafsiran pesan hasil dari pengalaman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

15

tentang objek, peristiwa, dan hubungan-hubungan yang ada di dalamnya

hingga pada akhirnya tercipta suatu makna atas stimulus yang ada.

Informasi tersebut dikumpulkan dari objek-objek yang memperoleh

perhatian atau atensi dari individu. Informasi yang diperoleh akan diproses

dan dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang pernah diterima

terkait stimulus tersebut.

Sejalan dengan definisi tersebut, Sternberg (2008)

mengungkapkan bahwa persepsi adalah proses mengenali,

mengorganisasikan, dan memahami stimulus-stimulus yang diterima oleh

indera dari stimuli lingkungan. Proses mengenali stimulus dapat terjadi

ketika objek dari lingkungan yang diterima oleh indera mendapatkan

perhatian yang lebih dibandingkan objek lainnya. Proses pengorganisasian

stimulus terjadi pada otak. Proses ini akan mencocokkan informasi

stimulus baru dengan informasi-informasi lama di dalam otak yang dapat

dikaitkan dengan informasi tersebut. Setelah dilakukan proses

pengorganisasian dan stimulus baru dianggap sesuai dengan pengalaman

yang ada, maka akan terjadi proses memahami. Proses ini akan

memberikan makna pada stimulus baru untuk di simpan sebagai persepsi.

Sementara itu Solso dkk (2008) mendeskripsikan persepsi sebagai

cara penginterpretasian informasi sensorik dengan proses kognisi tinggi.

Informasi sensorik adalah informasi yang diperoleh oleh sistem sensorik

manusia, atau yang lebih dikenal dengan indera. Setelah diterima dan

disalurkan menuju otak, otak akan meninterpretasikan informasi tersebut

berdasarkan informasi yang telah ada.

Walgito (2010) juga merumuskan bahwa persepsi merupakan

sebuah respon terintegrasi dari individu untuk memaknai stimulus yang

diterimanya. Stimulus ini akan ditangkap oleh indera ketika stimulus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

16

mendapatkan atensi dari individu tersebut. Atensi terhadap stimulus

merupakan langkah paling awal sebelum terbentuknya persepsi. Setelah

stimulus ditangkap oleh indera, stimulus akan disalurkan ke otak melalui

syaraf sensoris. Selanjutnya informasi akan diproses dengan cara

pengorganisasian dan penginterpretasian stimulus di dalam otak. Sejalan

dengan definisi dari beberapa tokoh lainnya, proses pengorganisasian dan

penginterpretasian stimulus ini akan menghasilkan sebuah pemaknaan

stimulus. Pemaknaan ini sering kali berbeda pada setiap individu. Hal ini

dikarenakan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh setiap individu

terkait stimulus juga memiliki perbedaan.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan mengenai persepsi,

peneliti menyimpulkan bahwa persepsi adalah respon terintegrasi dari

individu terhadap stimulus berupa objek, peristiwa, dan hubungan-

hubungan di dalamnya yang diterima oleh reseptor (indera) melalui proses

pemberian makna pada stimulus dengan cara mengenali, mengorganisasi,

dan menginterpretasikannya.

2. Proses pembentukan persepsi

Terdapat dua tokoh yang memiliki penjelasan tentang proses

pembentukan persepsi pada individu, yaitu:

a. Bimo Walgito

Walgito (2004) mengatakan bahwa proses pembentukan

persepsi telah dimulai ketika seorang individu memberikan perhatian

atau atensi kepada stimulus yang ada. Proses ini dianggap sebagai

proses persiapan awal yang penting bagi seorang individu sebelum

membentuk sebuah persepsi. Selain itu Walgito juga mengatakan

bahwa proses pembentukan persespsi setelah adanya atensi dapat

dikategorikan kedalam tiga bagian, yaitu kealaman atau fisik,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

17

fisiologis, dan psikologis. Maksud dari proses kealaman atau fisik

adalah proses dimana stimulus akan diterima oleh reseptor atau indera.

Selanjutnya pada tahap fisiologis, informasi yang didapat dari proses

kealaman akan disalurkan ke otak melalui syaraf sensoris. Proses

selanjutnya adalah proses psikologis. Pada tahap ini individu akan

memaknai stimulus yang ia terima dan terbentuklah sebuah persepsi

atas stimulus tersebut.

b. Laura A. King

King (2010) mengatakan bahwa terdapat tiga hal utama dalam

terjadinya proses pembentukan persepsi. Ketiga hal tersebut adalah

sensasi, transduksi, dan persepsi itu sendiri. Sensasi dijelaskan sebagai

proses dimana indera menerima rangsangan dari stimulus yang ada.

Sementara transduksi merupakan proses terjadinya perubahan energ

fisik yang berasal dari rangsangan indera menjadi energi kimia listrik

untuk dapat disalurkan ke otak melalui syaraf sensorik. Selanjutnya

adalah proses analisis dan interpretasi rangsang untuk menjadi sebuah

makna, atau yang ia sebut dengan persepsi.

King membedakan proses terbentuknya persepsi berdasarkan

ketiga hal tersebut kedalam 2 alur yang berbeda, yaitu bottom-up dan

top-bottom. Alur yang pertama adalah bottom-up. Pada alur ini, ia

menjelaskan bahwa proses pembentukan persepsi dapat terjadi dari

sensasi, transduksi, hingga proses terbentuknya makna. Sementara itu

alur top-bottom hanya dapat terjadi ketika seorang individu telah

melakukan proses kognitif pada tingkat yang lebih tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa proses pembentukan persepsi diawali dengan adanya pemberian

perhatian atau atensi terhadap stimulus, dan akan dilanjutkan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

18

proses penangkapan rangsang oleh indera, proses penyaluran informasi

melalui syaraf sensorik, hingga akan dianalisis dan diinterpretasi oleh

otak untuk memberikan makna pada stimulus tersebut.

3. Objek Persepsi

Menurut Walgito (2004) sangat banyak objek yang dapat

dipersepsi oleh setiap individu, maka ia mengkategorisasikan objek

persepsi kedalam tiga kategori, yaitu:

a. Self-perception

Self-perception adalah saat seorang individu melakukan

persepsi terhadap dirinya sendiri, atau diri sendiri digunakan sebagai

objek persepsi. Hal ini dapat menghasilkan sebuah gambaran tentang

diri sendiri dari sudut pandang individu tersebut.

b. Social perception

Social perception merupakan saat dimana seorang individu

mempersepsi manusia sebagai objeknya. Social perception seringkali

digunakan oleh seorang individu untuk mempersepsi perilaku individu

lain. Social perception akan membuat seorang individu memiliki

persepsi terhadap individu lain dari subjektivitas sudut pandang dirinya

sendiri. Persepsi ini akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana

individu tersebut melakukan persepsi. Sering kali individu akan

membandingkan dirinya dengan objek manusia yang di persepsi sesuai

dengan aspek-aspek manusia yang ada.

c. Non-social perception

Non-social perception adalah saat dimana hal-hal diluar

manusia digunakan sebagi objek persepsi. Objek benda dan

lingkungan fisik adalah objek yang menjadi fokus pada bagian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

19

berbeda dengan objek manusia, objek ini tidak memiliki aspek-aspek

seperti individu yang mempersepsi.

Berdasarkan uraian tentang objek persepsi tersebut, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa self-perception, social perception, dan non-social

perception merupakan tiga kategorisasi dari objek persepsi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Sarwono (2009) dalam bukunya mengatakan bahwa terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dari setiap individu, yaitu:

a. Atensi atau perhatian

Individu akan mengalami sangat banyak rangsangan pada setiap

waktunya dari lingkungan. Meskipun demikian tidak semua

rangsangan yang diterima oleh individu dapat diolah secara bersamaan.

Ribuan rangsangan yang diterima akan diseleksi dan hanya akan

menyisakan beberapa rangsangan yang akan mendapat perhatian lebih.

Sementara itu rangsangan yang lain akan diabaikan dan tidak diproses

lebih lanjut.

b. Set

Set merupakan kesiapan individu dalam menerima rangsangan.

Rangsangan akan diterima dan dipersepsi dengan baik ketika individu

tersebut dalam kondisi yang siap menerima rangsangan. Namun ketika

individu tidak siap dengan rangsangan yang diterima, persepsi individu

akan rangsangan tersebut akan menjadi buruk.

c. Kebutuhan

Persepsi tiap individu terhadap satu rangsangan yang sama akan

berbeda ketika memiliki kebutuhan yang berbeda. Ketika individu

merasa membutuhkan rangsangan tersebut, maka individu akan

memiliki persepsi yang baik terhadap rangsangan. Sebaliknya, ketika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

20

individu merasa tidak membutuhkan rangsangan yang ada, maka

individu akan memiliki persepsi yang kurang terhadap rangsangan.

d. Sistem nilai

Sistem nilai yang dimiliki oleh setiap individu akan

mempengaruhi persepsi yang dihasilkan oleh sebuah rangsangan.

Ketika sistem nilai yang dimiliki oleh individu menganggap

rangsangan berharga, maka rangsangan akan dipersepsi sebagai hal

yang baik. Hal ini juga berlaku sebaliknya, individu yang menganggap

rangsangan tidak bernilai baginya akan dipersepsi sebagai hal yang

kurang baik.

e. Tipe kepribadian

Persepsi yang dimiliki oleh individu juga tergantung dengan

tipe kepribadiannya. Ketika rangsangan yang diterima dianggap cocok

dengan tipe kepribadian orang tersebut, maka rangsangan akan

menghasilkan persepsi yang baik. Namun ketika rangsangan dianggap

tidak cocok dengan tipe kepribadian individu, maka ia akan

mempersepsikannya sebagai hal yang kurang baik.

f. Gangguan jiwa

Kesalahan persepsi dapat terjadi ketika rangsangan diterima

oleh individu yang memiliki gangguan jiwa. Rangsangan yang

seharusnya dapat dipersepsi menjadi hal baik oleh individu akan

dianggap sebagai rangsangan yang menghasilkan persepsi tidak baik

kepada individu tersebut karena gangguan jiwa yang ia alami.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa faktor perhatian, set, kebutuhan, sistem nilai, tipe kepribadian, dan

gangguan jiwa merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

persepsi dari individu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

21

C. Tradisi Nyekar

Tradisi nyekar merupakan objek dalam penelitian yang dilakukan.

Berikut ini akan disajikan beberapa penjelasan terkait tradisi nyekar:

1. Pengertian Tradisi

Koentjaraningrat dalam Sutiyono (2011) menjelaskan bahwa

tradisi atau kebudayaan merupakan keseluruhan sistem pikiran, perilaku

dan hasil karya manusia yang diperoleh dari proses belajar dan masih

diwariskan hingga sekarang. Sementara itu menurut Peursen dalam Uhi

dkk (2016), tradisi merupakan sebagian dari kemanusiaan manusia. Lebih

lanjut ia menjelaskan bahwa tradisi tidak hanya berbicara tentang masa

lalu manusia, tetapi masih eksis di masa kini dan masa depan. Tradisi atau

kebudayaan juga merupakan suatu hal yang dinamis, berarti tidak kaku

atau statis dan harus sesuai dengan konsep pada masa lampau.

Berdasarkan uraian terkait definisi tradisi tersebut, peneliti

menyimpulkan bahwa tradisi atau kebudayaan merupakan keseluruhan

sistem pikiran, perilaku, dan hasil karya manusia yang diperoleh dari

proses belajar yang diwariskan dari masa lalu, namun tetap eksis hingga

sekarang dan masa depan dengan adanya perubahan sesuai dengan

perkembangan zaman.

2. Pengertian Nyekar

Secara etimologi, nyekar berasal dari kata sekar yang berarti

kembang atau bunga. Menurut Rahmawati (2016), penamaan tradisi ini

terkait dengan prosesi menaburkan bunga diatas makam dalam

pelaksanaannya. Sebagian orang juga menggunakan wewangian berupa

dupa atau kemenyan sebagai pelengkap (ubo rampe) dalam menjalani

tradisi nyekar. Penggunaan wewangian dalam tradisi nyekar dimaksudkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

22

sebagai perantara kepada leluhur, sekaligus digunakan sebagai pengingat

terhadap wanginya kenangan akan leluhur semasa hidupnya.

Yuwono (2016) melihat bahwa nyekar merupakan sebuah tradisi

turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebagai perwujudan

dari penghormatan dan permohonan pangestu kepada leluhur. Nyekar

biasa dilakukan dengan membersihkan makam, menabur bunga diatas

makam, atau dengan ritual-ritual lainnya.

Najitama (2013) mendefinisikan nyekar sebagai tindakan

mengunjungi makam yang dianggap memiliki unsur sakral, keramat, dan

suci. Ketiga hal tersebut dipercaya mampu memberikan berkah

pertolongan dalam mengatasi permasalahan hidup ketika ritual nyekar

dilakukan, namun ketika tidak dilakukan akan mendapatkan kemalangan

dalam hidup.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan mengenai nyekar, maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa nyekar merupakan sebuah tradisi

mengunjungi dan menaburkan bunga di makam yang dianggap memiliki

unsur sakral, keramat, dan suci dengan maksud menunjukkan rasa hormat

dan memohonkan pangestu atau berkat keselamatan dari lehuhur untuk

mengatasi permasalahan hidup yang dialami.

D. Dinamika Persepsi Remaja Jawa Generasi Z Terhadap Tradisi Nyekar

Penelitian ini berfokus pada persepsi remaja Jawa generasi Z terhadap

tradisi nyekar. Tradisi didefinisikan oleh Koentjaraningrat dalam Sutiono

(2011) sebagai keseluruhan pikiran, tindakan, dan hasil karya yang berasal dari

proses belajar sejak zaman dahulu dan diwariskan hingga sekarang. Proses

belajar ini masih terus berjalan dari masa lalu hingga sekarang dan akan terus

berkembang hingga ke masa yang akan datang. Hal ini membuat tradisi

menjadi dinamis dan dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

23

(Peursen dalam Uhi dkk, 2016). Perkembangan dan perubahan ini dirasakan

oleh banyak tradisi yang ada di dunia, termasuk tradisi nyekar yang berasal

dari suku Jawa. Nyekar merupakan salah satu tradisi turun-temurun yang masih

dilakukan oleh masyarakat Jawa sekarang ini (Yuwono, 2016). Najitama

(2013) menjelaskan bahwa nyekar merupakan tindakan mengunjungi makam

yang dianggap memiliki unsur sakral, keramat, dan suci. Lebih lanjut, ia

menjelaskan bahwa ketiga hal tersebut dapat memberikan berkat pangestu atau

pertolongan dalam mengatasi permasalahan kehidupan bagi orang yang

melakukan tradisi ini.

Tradisi nyekar yang dilakukan secara turun menurun dari orang tua ke

anaknya telah sampai pada remaja Jawa di era digital sekarang ini. Santrock

(2012) mengatakan bahwa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-

kanak ke masa dewasa yang dimulai dari usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir

pada usia 18 sampai 22 tahun. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa remaja akan

mengalami perubahan terkait faktor biologis, kognitif, dan sosio-emosional

pada masa ini. Sementara itu Koentjaraningrat (1984) menjelaskan bahwa

orang jawa merupakan penduduk asli dari suku Jawa yang mendiami Pulau

Jawa bagian tengah dan timur. Lebih lanjut, Darmoko (2016) mengatakan

bahwa keturunan suku Jawa yang tinggal di berbagai daerah juga merupakan

orang Jawa. Susetyo, Widiyatmadi, dan Sudiantara (2014) mengatakan bahwa

orang Jawa akan memegang teguh identitas kejawaanya sebagai sebuah jati

diri. Ia juga menjelaskan bahwa rasa merupakan dasar identitas kejawaan bagi

seorang suku Jawa. Selain itu, ia menjelaskan bahwa orang jawa juga akan

mengedepankan prinsip rukun dan hormat, serta memiliki kesadaran yang

tinggi akan keberadaan orang lain. Hal ini seharusnya masih menjadi pegangan

bagi remaja Jawa di era digital ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

24

Saat ini remaja Jawa termasuk dalam klasifikasi generasi Z atau yang

biasa disebut dengan iGeneration, yang berarti generasi internet (Putra, 2016).

Bencsik, Csikos, dan Juhez dalam Putra (2016) menjelaskan bahwa generasi Z

merupakan generasi yang memiliki tahun kelahiran antara tahun 1995 sampai

2010. Ia juga memaparkan bahwa generasi ini sangat akrab dengan internet dan

fasih dalam mengaplikasikan teknologi canggih untuk mempermudahnya

mendapatkan informasi. Kemudahan untuk mendapatkan informasi ini

membuat remaja Jawa mampu menemukan hal-hal baru yang dianggap lebih

menarik untuk dipelajari dari pada yang ada di sekitar mereka. Hal ini dapat

mengakibatkan tradisi-tradisi yang ada tidak mendapatkan perhatian yang

cukup dari remaja Jawa generasi Z saat ini. Sementara itu perhatian atau atensi

merupakan faktor yang sangat penting dan paling awal sebelum terjadinya

proses persepsi (Walgito, 2010). Hanya beberapa stimulus yang akan diberikan

perhatian untuk dapat dipersepsi oleh seorang individu, selebihnya akan

diabaikan atau dianggap tidak ada (Rakhmat, 2008). Sternberg (2008)

menjelaskan bahwa stimulus yang diberikan perhatian akan diproses dan

dicocokkan dengan informasi yang telah ada di otak lebih awal. Setelah

dianggap cocok, informasi baru dari stimulus tersebut akan diberi makna

untuk dijadikan sebuah persepsi.

Walgito (2004) menjelaskan bahwa proses individu mempersepsi

stimulus merupakan proses psikologis yang terjadi di dalam otak untuk

pertama kali setelah stimulus dari objek diterima oleh indera. Ia juga

mengatakan bahwa objek persepsi terbagi dalam tiga kategori, yaitu self

perception, social perception, dan non-social perception. Objek tradisi nyekar

sendiri masuk dalam kategori self perception dari kategorisasi yang dibuat oleh

Walgito (2004). Objek tradisi nyekar termasuk dalam kategori self perception

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

25

karena perilaku nyekar akan dilihat dari sudut pandang pribadi orang tersebut,

meskipun di dalam self perception juga dipengaruhi oleh social perception.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi remaja Jawa dalam

melakukan persepsi terhadap tradisi nyekar. Sarwono (2009) menjelaskan

bahwa perhatian, kesiapan individu dalam menerima rangsang, kebutuhan,

sistem nilai yang berlaku, tipe kepribadian, dan gangguan jiwa merupakan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Adanya faktor-

faktor ini memungkinkan seorang individu memiliki persepsi yang berbeda

dengan individu lain terkait suatu hal yang sama. Hal ini dapat mengakibatkan

munculnya perbedaan persepsi ketika remaja Jawa memandang tradisi nyekar

sebagai objek yang mereka persepsi. Tradisi nyekar dapat terus berlangsung

dan dilakukan ketika remaja Jawa mempersepsikannya sebagai sebuah hal

yang baik, namun akan luntur dan hilang ketika dipersepsikan sebagai hal yang

buruk.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa jika remaja Jawa memiliki persepsi yang baik terhadap tradisi nyekar,

maka tradisi ini akan tetap berlangsung dan terhindar dari kepunahan. Selama

ini belum ada penelitian yang mencoba melihat persepsi remaja Jawa terhadap

tradisi nyekar. Oleh karena itu penelitian ini akan mencoba melihat persepsi

remaja Jawa generasi Z tehadap tradisi nyekar yang pernah mereka lakukan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi atau menggali persepsi

remaja generasi Z terhadap tradisi nyekar. Informasi yang utuh dan terperinci

mengenai persepsi remaja generasi Z terhadap tradisi nyekar menjadi harapan

yang ingin diwujudkan dengan adanya penelitian ini. Berdasarkan tujuan yang

ingin dicapai, peneliti merasa bahwa jenis penelitian kualitatif merupakan

jenis penelitian paling sesuai untuk diterapkan dalam penelitian. Senada

dengan hal tersebut, Creswell (2015) mengatakan bahwa salah satu ciri khusus

dari penelitian kualitatif adalah kemampuannya untuk mengeksplorasi

permasalahan yang ada, sehingga dapat memunculkan pemahaman yang

terperinci terkait suatu fenomena. Selain itu, penelitian kualitatif juga dapat

menangkap data berupa kata-kata terkait pengalaman informan dengan

pertanyaan terbuka, sehingga deskripsi dan tema dapat ditentukan setelah

dianalisis dengan analisis teks, serta dapat menginterpertasikan maknanya

(Creswell, 2015).

Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) merupakan

pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini. Smith (2013)

menjelaskan bahwa interpretative phenomenological analysis dapat digunakan

untuk mengekplorasi secara terperinci tentang pemaknaan partisipan terhadap

dunia personal maupun sosial yang mereka alami. Smith (2013) juga

mengatakan bahwa pendekatan ini dapat melakukan pengujian secara

terperinci mengenai persepsi individu secara personal terhadap suatu objek

atau kejadian, dan mengesampingkan pernyataan objektif terhadap objek atau

kejadian tersebut. Pendekatan interpretative phenomenological analysis dirasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

27

cocok digunakan dalam penelitian ini karena mampu memasuki dunia

personal partisipan dengan melihat dari sudut pandang orang tersebut,

sehingga diharapkan penelitian ini dapat mengungkap persepsi remaja

generasi Z terhadap tradisi nyekar yang pernah mereka lakukan.

B. Fokus Penelitian

Persepsi remaja Generasi Z terhadap tradisi nyekar yang pernah

mereka lakukan merupakan fokus penelitian yang ingin dicapai. Tradisi

nyekar yang dimaksud adalah tradisi nyekar dalam kebudayaan Jawa. Tradisi

nyekar dalam kebudayaan Jawa dimaknai sebagai sebuah prosesi untuk

menunjukkan rasa hormat dan meminta pangestu kepada leluhur yang sudah

meninggal (Yuwono, 2016). Dengan demikian fokus dalam wawancara yang

dilakukan adalah pengalaman individual informan terhadap prosesi nyekar

yang pernah mereka lakukan.

C. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah tiga orang remaja Jawa berjenis

kelamin laki-laki dan perempuan yang pernah melakukan tradisi nyekar.

Remaja Jawa yang dimaksud adalah remaja yang termasuk dalam kategori

remaja akhir dengan usia 18-22 tahun (Santrock, 2012). Selain itu remaja yang

dipilih sebagai informan juga memiliki latar belakang sebagai suku Jawa yang

pernah melakukan tradisi nyekar. Informan dipilih sesuai dengan kriteria

tersebut karena dianggap paling dapat membantu dengan memberikan

informasi yang cukup terkait penelitian (Creswell, 2009). Jumlah informan

yang dipilih dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan informasi dalam

penelitian ini. Menurut Smith (2009) jumlah pengambilan informan

tergantung pada tingkat kejenuhan informasi yang diperoleh atau informasi

telah mengalami saturasi. Ia juga mengatakan bahwa untuk seorang pemula,

jumlah tiga orang informan merupakan jumlah yang ideal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

28

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dipilih untuk memperoleh data dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan metode wawancara semi

terstruktur kepada informan. Metode wawancara adalah salah satu cara

pengambilan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Pemilihan

metode wawancara semi terstruktur yang diajukan kepada informan sebagai

metode yang paling sesuai untuk memperoleh data secara mendalam terkait

penelitian. Smith (2013) menjelaskan bahwa metode wawancara semi

terstruktur merupakan metode wawancara dengan panduan yang jelas terkait

topik wawancara, namun peneliti bebas untuk melakukan ekplorasi terhadap

jawaban yang diungkapkan oleh informan, sehingga diperoleh data yang lebih

mendalam terkait topik yang diajukan.

E. Prosedur Pengambilan Data

Proses pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti akan dilakukan

sesuai dengan tahapan atau prosedur yang ada. Prosedur-prosedur tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Pencarian dan penentuan informan yang memenuhi semua kriteria dalam

penelitian.

2. Melakukan pendekatan secara personal dengan informan (rapport)

3. Pembahasan dan persetujuan inform consent bersama informan yang

diakhiri dengan penandatanganan inform consent dilakukan oleh kedua

belah pihak.

4. Melangsungkan proses pengambilan data dengan mewawancarai masing-

masing informan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati

kedua belah pihak.

5. Membuat transkrip dari wawancara yang telah dilakukan.

6. Menganalisis transkrip yang telah dibuat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

29

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu

pada metode analisis data interpretative phenomenological analysis yang

dikemukakan oleh Smith (2013). Menurut Smith (2013) terdapat beberapa

tahapan untuk menganalisis data yang diperoleh dari partisipan, yaitu:

1. Membaca transkrip wawancara berulang kali

Tahapan pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah membaca

transkrip secara berulang. Hal ini akan membantu peneliti untuk masuk

lebih dalam dan familiar dengan kata-kata yang terdapat dalam transkrip.

Selain itu peneliti juga dapat memastikan bahwa hasil wawancara telah

sesuai dengan fokus penelitian.

2. Memberikan komentar atau catatan pada transkrip

Proses pemberian komentar atau catatan pada transkrip

membutuhkan waktu dan fokus dari peneliti. Peneliti akan memberikan

komentar pada hal-hal yang dianggap menarik dari transkrip wawancara.

Hal ini akan membantu peneliti untuk dapat melihat cara informan

berbicara, memahami, maupun berpikir dari fenomena yang ada.

3. Mengembangkan tema-tema yang muncul

Berdasarkan komentar dan catatan yang telah dituliskan, peneliti

akan membuat tema-tema yang lebih singkat dan abstrak terkait hal

tersebut. Proses ini sudah dapat memasukkan interpretasi dari peneliti.

Pengembangan komentar menjadi tema ini akan memudahkan peneliti

untuk melihat hubungan antar tema pada tahap selanjutnya.

4. Mencari hubungan antar tema

Pada tahap ini peneliti mencoba memahami hubungan antar tema

yang muncul. Selanjutnya peneliti akan membuat rangkuman yang

mencakup semua persoalan penting yang diangkat dalam penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

30

5. Menganalisis kasus selanjutnya

Setelah melakukan keempat tahapan sebelumnya kepada satu kasus

atau satu transkrip wawancara, peneliti harus melakukan keempat tahapan

tersebut ke transkrip wawancara selanjutnya. Proses ini dilakukan secara

terus menerus kepada semua transkrip wawancara informan.

6. Menemukan pola pada kasus-kasus yang telah dianalisis

Pada tahap ini peneliti akan mencermati pola-pola yang muncul

pada tiap transkrip wawancara partisipan. Proses mencermati hubungan

dari pola-pola yang ada pada tiap partisipan akan memudahkan peneliti

dalam melihat kasus secara keseluruhan.

G. Kualitas Penelitian

Menurut Yardley dalam Smith (2013) terdapat tiga prinsip umum

yang dapat digunakan untuk menilai sebuah penelitian kualitatif. Sebuah

penelitian kualitatif yang baik akan memiliki ketiga prinsip berikut:

1. Kepekaan terhadap konteks

Sebuah penelitian kualitatif yang baik seharusnya mampu

memperlihatkan kepekaan terhadap konteks lingkungan penelitian,

kepekaan dan familiaritas terhadap literatur, serta kepekaan terhadap data

penelitian.

2. Komitmen, kelekatan, transparansi, dan koherensi

Komitmen terhadap penelitian dapat terlihat dari keterlibatan

peneliti selama proses penelitian berlangsung. Sedangkan kelekatan

merupakan kelengkapan ketepatan proses penelitian. Hal ini berkaitan erat

dengan ketepatan pemilihan sampel dengan masalah penelitian dan

analisis data yang digunakan. Sementara itu transparansi dan koherensi

dipengaruhi oleh penulisan penelitian. Sebuah penelitian kualitatif akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

31

memiliki transparansi dan koherensi yang baik ketika peneliti mampu

menuliskan semua tahapan dan proses penelitian yang telah berlangsung.

3. Dampak dan arti penting

Sebuah penelitian tidak akan berguna ketika tidak memiliki

manfaat, tidak penting untuk diteliti, atau tidak mampu menemukan

sesuatu yang baru.

H. Refleksi Penelitian

Bagi peneliti, bertahannya sebuah tradisi di era globalisasi merupakan

hal yang menarik untuk dilihat lebih dalam. Cara pandang orang yang berada

di dalam lingkaran tradisi tersebut akan mempengaruhi perkembangannya.

Tradisi nyekar yang dilakukan oleh masyarakat Jawa merupakan salah satu

tradisi yang masih berjalan hingga saat ini. Sangat menarik bagi peneliti untuk

melihat bagaimana remaja Jawa dalam mempersepsi tradisi nyekar yang

mereka lakukan. Pengalaman-pengalaman selama melakukan tradisi nyekar

ini telah membentuk persepsi remaja Jawa terhadap tradisi nyekar.

Di dalam penelitaian ini peneliti merupakan seorang dengan latar

belakang suku Jawa. Peneliti juga masih melakukan tradisi nyekar secara rutin

setiap tahunnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini rentan

dengan adanya bias dari peneliti ketika melakukan analisis. Bias dalam

penelitian ini dapat terjadi karena adanya kesamaan latar belakang antara

peneliti dengan informan. Pencarian informan yang merupakan orang baru

bagi peneliti adalah salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

bias. Selain itu peneliti juga menggunakan metode member checking untuk

melihat apakah data yang didapatkan dari proses wawancara sesuai dengan

yang dimaksud oleh informan.

Seluruh informan merupakan orang baru bagi peneliti. Hal ini

membuat peneliti dapat memisahkan antara emosi pribadi dengan kepentingan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

32

dalam penelitian selama proses analisis. Ketidakdekatan secara personal antara

peneliti dengan informan tidak menghalangi terbentuknya rasa percaya dari

informan. Kepercayaan yang diberikan oleh informan ditunjukkan dengan

keterbukaan kepada peneliti selama proses wawancara.

I. Pedoman Wawancara

1. Bagaimana pandangan orang disekitar anda terkait tradisi nyekar?

2. Bagaimana anda memaknai tradisi nyekar?

3. Seberapa sering anda melakukan tradisi nyekar?

4. Mengapa anda melakukan tradisi nyekar?

5. Bagaimana anda berkenalan dengan tradisi nyekar?

6. Siapa orang yang biasa melakukan tradisi nyekar bersama anda?

7. Apa cerita menarik yang pernah anda alami selama menjalani tradisi

nyekar?

8. Apa pendapat anda tentang tradisi nyekar yang masih berlangsung hingga

sekarang ini?

9. Apa harapan anda terkait tradisi nyekar?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga orang remaja Jawa

sebagai informan. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti melakukan

seleksi kepada beberapa calon informan. Selanjutnya peneliti membangun

kepercayaan informan dengan melakukan pendekatan secara personal.

Peneliti melakukan pendekatan kepada informan dan mengadakan janji untuk

bertemu melalui aplikasi chat WhatsApp. Pendekatan yang dilakukan kepada

informan terjadi dalam waktu yang singkat. Peneliti melakukannya beberapa

hari sebelum proses pengambilan data dilakukan. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi kemungkinan terjadinya bias pada penelitian karena kedekatan

antara peneliti dan informan.

Selama proses pemilihan informan yang akan digunakan dalam

penelitian, peneliti akan memastikan bahwa informan sesuai dengan kriteria

yang ada. Selain itu peneliti juga melihat latar belakang dari setiap calon

informan untuk melihat seberapa menarik calon tersebut. Peneliti memilih

untuk menggunakan tiga orang informan dengan latar belakang tempat

tinggal yang berbeda-beda. Perbedaan latar belakang tempat tinggal ini

diharapkan dapat membuat data yang diperoleh menjadi lebih kaya dan

komprehensif.

Proses pengambilan data dimulai dengan penjelasan informed consent

dan meminta persetujuan informan dengan menandatangani informed

consent. Penandatanganan informed consent dilakukan untuk memastikan

bahwa kesepakatan yang telah dibicarakan sebelumnya oleh kedua belah

pihak benar-benar dilakukan. Setelah penandatanganan informed consent,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

34

proses pengumpulan data mulai dilakukan. Proses pengumpulan data pada

penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur. Berikut

adalah rangkuman pelaksanaan wawancara yang telah dilakukan:

Tabel 1. Pelaksanaan wawancara

No Informan Waktu Lokasi Waktu

1. HR Senin, 1 April

2019

Café di Yogyakarta 1 jam 50

menit

2. WL Rabu, 3 April

2019

Café di Yogyakarta 1 jam 25

menit

3. KY Sabtu, 6 April

2019

Café di Yogyakarta 1 jam 45

menit

B. Latar Belakang Informan

Berikut merupakan penjelasan terkait dengan garis besar latar belakang

informan penelitian:

1. Informan 1 (HR)

Informan HR merupakan seorang laki-laki remaja Jawa berusia 16

tahun. HR sedang menempuh pendidikan di salah satu SMA di

Yogyakarta. HR adalah anak kedua dari dua bersaudara. Sebenarnya HR

memiliki satu orang kakak lagi, namun ia meninggal sebelum dilahirkan.

HR tetap menganggapnya sebagai kakak meskipun ia belum sempat

terlahir di dunia.

HR terlahir dari keluarga Jawa yang sering berpindah tempat

tinggal. HR sendiri lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Cilegon.

Meskipun sering berpindah tempat, keluarga HR tetap mempertahankan

identitas kejawaannya. Identitas kejawaan ini ditunjukkan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

35

kehidupan keluarga yang masih mempertahankan ajaran-ajaran Jawa.

Salah satu tradisi Jawa yang masih dilakukan dengan rutin oleh keluarga

ini adalah tradisi nyekar. HR telah melakukan tradisi nyekar sejak kecil

dan masih rutin melakukannya hingga sekarang. HR biasa melakukan

tradisi nyekar ketika sebelum lebaran maupun saat libur panjang.

Biasanya ia akan mengunjungi makam saudara-saudaranya yang berada di

beberapa daerah.

2. Informan 2 (WL)

WL adalah seorang laki-laki remaja Jawa berusia 16 tahun. Saat ini

WL sedang menempuh pendidikannya di salah satu SMA di Yogyakarta.

WL merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. WL lahir di salah satu

desa di Yogyakarta, sama seperti tempat ia tinggal sekarang. WL tidak

pernah berpindah tempat tinggal semenjak dia lahir. Lingkungan pedesaan

tempat tinggalnya membuat identitas kejawaan yang ada dalam dirinya

sangat kental.

WL dan lingkungannya masih sering melakukan tradisi-tradisi

Jawa yang sudah jarang ditemukan di tempat-tempat lain. Kedekatannya

dengan tradisi-tradisi Jawa membuat dirinya melakukan tradisi nyekar.

Tradisi ini telah menjadi kebiasaan di dalam keluarga WL, sehingga

cukup sering ia melakukannya. Terkadang WL juga mengajak saudara-

saudaranya ketika melakukan tradisi nyekar ini.

3. Informan 3 (KY)

KY merupakan seorang remaja Jawa dengan jenis kelamin

perempuan. Saat ini KY berusia 16 tahun dan sedang bersekolah di salah

satu SMA di Yogyakarta. KY adalah anak tunggal yang tinggal bersama

kedua orang tua dan neneknya. Ia tinggal di tengah pusat kota

Yogyakarta. Lingkungan tempat tinggal KY sendiri cenderung tertutup

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

36

dan tidak ramah dengan orang lain. Tidak jarang ditemukan orang yang

tidak saling kenal dengan tetangga di lingkungan tempat tinggalnya.

Orang tua KY tetap berusaha mengenalkan KY dengan tradisi-

tradisi Jawa yang masih mungkin dilakukan oleh keluarganya di tengah

kondisi lingkungan yang tertutup. Salah satu tradisi yang masih dijalani

KY dan keluarganya hingga sekarang ini adalah tradisi nyekar. KY dan

keluarga masih menjalankan tradisi nyekar secara rutin tiap tahunnya. Ia

dan keluarga sering pergi ke daerah asal orang tuanya untuk melakukan

tradisi ini.

C. Dinamika Proses Wawancara

Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti menghubungi setiap

informan melalui chat. Setelah menjalin komunkasi, peneliti dan informan

bertemu di tempat-tempat dan waktu yang sudah disepakati bersama (Tabel

1). Peneliti membuka pertemuan dengan sapaan dan pertanyaan-pertanyaan

umum tentang kehidupan partisipan. Setelah peneliti merasa bahwa partisipan

sudah cukup santai dan terbuka, peneliti mulai mengacu pada pembicaraan

terkait topik yang ingin diangkat dan informed consent. Setelah partisipan

memahami dan menyetujui isi informed consent, dilakukan penandatanganan

informed consent tersebut. Ketika penandatanganan informed consent telah

dilakukan, peneliti mulai melakukan proses wawancara yang direkam dengan

dua buah alat rekam. Selama proses wawancara berlangsung, peneliti juga

melakukan observasi terhadap informan. Berikut adalah beberapa catatan saat

dilakukannya proses wawancara kepada tiap informan:

1. Informan HR

Informan HR menggunakan pakaian semi formal ketika proses

wawancara berlangsung. HR menggunakan kaos, celana jeans panjang,

dan sepatu ketika bertemu dengan peneliti. Saat bertemu, HR terlihat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

37

canggung dan malu ketika bersalaman dan bertegur sapa dengan peneliti.

Namun setelah berbincang beberapa waktu, HR sudah terlihat nyaman

dan mampu bercerita banyak tentang kehidupannya. HR juga terlihat

percaya diri dan tidak lagi memperlihatkan ekspresi malu-malu yang

awalnya ia perlihatkan.

Saat dilakukannya proses wawancara, HR sudah terlihat cukup

nyaman dengan peneliti. HR mampu memahami pertanyaan dengan baik

dan menjawab dengan bercerita tentang apa yang ia alami dan rasakan.

HR terkadang terlihat menggebu-gebu ketika bercerita, dan menekankan

beberapa kata dalam kalimatnya. Hal ini menunjukkan bahwa HR

memiliki antusiasme yang tinggi dalam bercerita dan terdapat beberapa

hal yang ingin ia tekankan dalam kalimatnya. HR beberapa kali juga

menunjukkan gesture tubuh yang menunjukkan ketegasannya ketika

mengatakan suatu hal.

2. Informan WL

WL menggunakan pakaian rapi dan formal ketika bertemu dengan

peneliti. WL mengenakan kemeja kotak-kotak, celana jeans panjang, dan

sepatu. WL terlihat tenang dan santai ketika bertemu dengan peneliti.

Namun ketika mulai membahas tentang kegiatan yang akan dilakukan,

WL terlihat agak tegang. Gaya berbicara WL yang awalnya santai

menjadi lebih serius dan membutuhkan waktu berfikir sebelum

menanggapi pertanyaan peneliti. Hal ini dapat diatasi oleh peneliti

dengan memposisikan diri menjadi lebih santai dan menenangkan WL.

Setelah kondisi membaik, barulah peneliti melanjutkan proses

pengambilan data.

Proses pengambilan data berjalan cukup lancar. WL beberapa kali

tersenyum kepada peneliti saat wawancara berlangsung. Hal ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

38

menunjukkan bahwa WL merasa nyaman dengan proses pengambilan

data yang dilakukan oleh peneliti. Pada saat ditanyakan tentang

pandangan kebanyakan orang, WL terlihat gugup ketika menjawabnya.

Suara WL terdengar bergetar dan terlihat keragu-raguan dari ekspresinya.

Ketika peneliti menanyakan alasannya, WL menjawab bahwa ia takut

salah. Hal ini dikarenakan WL merasa ia belum layak ketika menjawab

pertanyaan yang mewakili banyak orang. WL terkadang menemui

kebingungan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh

peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan ekspresi kebingungan dari raut

mukanya. WL pun beberapa kali memberikan jawaban yang serupa pada

beberapa pertanyaan berbeda.

3. Informan KY

KY menggunakan pakaian yang tidak formal ketika bertemu

dengan peneliti. KY memakai kaos, jaket, celana panjang, dan sepatu

sandal. KY telihat cukup santai dan ceria ketika bertemu dengan peneliti.

Hal ini ditunjukkan dengan nada bicara dan raut mukanya ketika

berbicara dengan peneliti.

Proses pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti kepada KY

berjalan cukup lancar. Meskipun demikian, terkadang KY memerlukan

waktu berfikir yang cukup untuk menjawab pertanyaan. KY memerlukan

waktu berfikir karena ia merasa bingung ketika ditanya tentang

lingkungan sekitarnya. Ia merasa tidak banyak tau tentang

lingkungannya. Hal ini dikarenakan ia tinggal di lingkungan yang

tertutup dan sangat jarang berhubungan satu dengan yang lain.

Berkebalikan dengan hal tersebut, KY terlihat cukup lancar ketika

ditanyai tentang dirinya dan keluarganya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

39

D. Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan dipaparkan hasil dari proses penelitian yang

dilakukan kepada masing-masing informan.

1. Informan HR

Informan HR merupakan seorang pelajar yang bersekolah di salah

satu SMA Negeri di Yogyakarta. HR merupakan seorang remaja yang

besar di keluarga Jawa dan sering berpindah-pindah kota selama

hidupnya. Meskipun sering berpindah kota, HR dan keluarga tetap

melakukan tradisi nyekar. HR telah dikenalkan kepada tradisi nyekar

sejak kecil oleh orangtuanya. HR biasa melakukan tradisi ini sebelum

lebaran atau saat liburan sekolah. HR mempersepsikan tradisi nyekar

sebagai tradisi yang baik untuk dilakukan. HR merasa senang dan

menemukan kelegaan setelah menjalankan tradisi ini. Hal ini dapat terjadi

karena ia merasa kerinduannya akan orang yang sudah meninggal dapat

terobati. Baginya, tradisi nyekar adalah saat untuk mengingat dan

mendoakan orang-orang yang sudah meninggal. HR juga merasa bahwa

dengan menjalankan tradisi nyekar dapat membuatnya ingat akan

kematian. HR memandang bahwa momen ketika menjalankan tradisi

nyekar juga dapat digunakan sebagai momen berkumpul bagi keluarga

maupun kerabat yang ditinggalkan.

HR biasa mejalankan tradisi ini di makam saudara-saudaranya.

Saat akan melakukan tradisi nyekar, HR hanya mempersiapkan pakaian

yang sopan untuk ia kenakan dan doa bagi orang yang telah dimakamkan

di pemakaman tersebut. HR merasa tidak perlu membawa peralatan lain

seperti bunga, dupa, maupun air layaknya kebanyakan penganut Kejawen.

HR memandang cara penghormatan kepada makam dan cara berdoa

penganut Kejawen merupakan cara yang aneh. Menurutnya, sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

40

orang beragama seharusnya kita berdoa kepada Tuhan supaya orang yang

sudah meninggal dapat menemukan ketenangan dan terlepas dari siksa

kubur, tidak perlu meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal.

HR memandang tradisi nyekar sebagai salah satu tradisi yang harus

dilestarikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan

tradisi ini adalah dengan terus menjalankan dan mengenalkan tradisi

nyekar kepada para penerusnya. Menurutnya, proses pengenalan dan

pewarisan tradisi ini memerlukan cara yang sesuai untuk menghilangkan

pandangan bahwa makam identik dengan tempat yang angker dan

menyeramkan. HR merasa perlu adanya pembiasaan dari para pelaku

tradisi nyekar untuk dapat menghilangkan stigma negatif yang melekat

pada pemakaman.

HR melihat bahwa prosesi yang dilakukan dalam tradisi nyekar

terus mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi ini berjalan seiring

dengan perkembangan zaman yang semakin modern. Menurutnya, orang-

orang akan meninggalkan prosesi nyekar yang lama dan beralih dengan

prosesi nyekar yang sederhana dan praktis, tanpa menghilangkan esensi

dari tradisi ini. HR mengatakan bahwa peralatan yang dianggap tidak

terlalu penting dalam nyekar akan ditinggalkan. Peralatan yang dimaksud

adalah bunga, dupa, dan air yang biasa untuk melakukan tradisi nyekar.

Menurut HR, orang akan melakukan tradisi nyekar dengan berpakaian

sopan, membawa kitab, membersihkan makam, dan mendoakan orang

yang dimakamkan disana. Baginya, hal-hal tersebut merupakan hal yang

utama dalam melakukan tradisi nyekar.

HR melihat bahwa kemauan akan menjadi tantangan yang akan

dihadapi oleh para pelaku nyekar di kemudian hari. Kemauan untuk

melakukan nyekar dapat tumbuh ketika pelaku tradisi nyekar merasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

41

rindu dengan orang yang sudah meninggal. Sebagai orang Jawa, HR

berharap tradisi nyekar dapat terus berlangsung kedepannya. Ia juga

berharap tradisi-tradisi yang mulai ditinggalkan dapat dihidupkan kembali

supaya tidak punah.

Berdasarkan hasil wawancara dari informan HR dapat

disimpulkan beberapa hal terkait dengan tradisi nyekar. Informan HR

adalah seorang remaja Jawa yang sering berpindah tempat tinggal. Ia

sudah dikenalkan kepada tradisi nyekar sejak dini oleh orang tuanya. HR

memiliki persepsi negatif terhadap tradisi nyekar ketika awal perkenalan.

Seiring dengan kebiasaan melakukan tradisi nyekar, HR mulai bisa

melihat bahwa tradisi nyekar merupakan tradisi yang positif. Menurut

HR, untuk dapat bertahan tradisi nyekar harus terus berkembang

mengikuti perkembangan zaman. Hal-hal yang dianggap tidak terlalu

penting harus ditinggalkan, seperti penggunaan bunga, dupa, air, dan

sebagainya. Kebiasaan untuk mengharapkan dan meminta sesuatu dari

orang yang sudah meninggal juga dianggap tidak baik dan harus

ditinggalkan. Informan HR berharap tradisi nyekar dapat terus ada dan

berkembang di kemudian hari.

2. Informan WL

Informan WL adalah seorang pelajar yang sedang menempuh

pendidikannya di salah satu SMA Negeri di Yogyakarta. WL tumbuh dan

besar di lingkungan pedesaan yang masih lekat dengan tradisi Jawa. Hal

ini membuat WL masih mempertahankan identitas kejawaannya. Salah

satu bentuk identitas kejawaan yang dimiliki oleh WL adalah

penghormatan terhadap orang yang lebih tua, termasuk leluhur yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

42

sudah meninggal. Tradisi nyekar yang masih dilakukan oleh WL menjadi

contoh dari perwujudan identitas kejawaannya.

WL dikenalkan kepada tradisi nyekar sejak kecil oleh orang

tuanya. Ia sempat menemui kebingungan terhadap prosesi dari tradisi ini.

Setelah dijelaskan oleh orang tua tentang tradisi nyekar, termasuk prosesi

dan tujuannya, ia mulai memahami alasan keharusan melakukan tradisi

ini. WL biasa melakukan tradisi ini beberapa kali setiap tahunnya. WL

melakukan tradisi ini tanpa tergantung oleh waktu, sehingga kapanpun ia

mau dan merasa butuh, maka ia akan akan melakukannya. Ia sering kali

melakukan tradisi ini bersama keluarga dan kerabatnya. Selain bersama

keluarga, ia juga melakukan tradisi ini bersama lingkungan tempatnya

tinggal secara serentak tiap tahunnya. Ia biasa melakukan tradisi nyekar

secara komunal bersama lingkungannya pada bulan November setiap

tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi nyekar dapat berkembang

dengan baik karena dianggap sebagai hal positif oleh lingkungan tempat

tinggal WL.

WL melakukan tradisi nyekar karena keinginannya sendiri,

sehingga ia akan melakukan tradisi ini tanpa perlu diminta oleh orang

lain. Bagi WL, tradisi nyekar merupakan prosesi untuk mengunjungi dan

mendoakan leluhur yang sudah meninggal. Ia merasa tradisi ini serupa

dengan kebiasaan mengunjungi kerabat atau saudaranya, hanya berbeda

lokasi dan tujuannya. Jika tujuan mengunjungi kerabat adalah untuk

menjaga tali persaudaraan, tujuan tradisi nyekar adalah sebagai wujud

perhormatan dan mendoakan orang yang sudah meninggal.

Selain sebagai wujud penghormatan dan mendoakan orang yang

sudah meninggal, WL juga melakukan nyekar untuk mengingat kenangan

dan jasa-jasa leluhurnya yang sudah meninggal. WL sering kali

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

43

menyelipkan permohonan supaya diberi kelancaran dalam menjalani

kehidupan dan dijauhkan dari hal-hal buruk yang dapat menimpanya. Ia

akan melakukan tradisi nyekar ketika akan melakukan langkah besar

dalam kehidupannya, seperti ketika akan menjalani ujian sekolah. Hal ini

ia lakukan karena kepercayaannya bahwa orang yang sudah meninggal

berada lebih dekat dengan Tuhan. WL juga mempercayai ketika ia

mendoakan orang yang sudah meninggal, maka ia juga semakin dekat

dengan Tuhan.

WL masih melakukan tradisi nyekar yang diajarkan secara turun-

temurun oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya. Sebelum melakukan

prosesi nyekar, WL akan mempersiapkan bunga tabur, dupa, sabit dan

sapu. Sabit dan sapu yang ia bawa dari rumah akan digunakan untuk

membersihkan makam yang akan dikunjunginya. Ia merasa lebih nyaman

untuk melakukan prosesi nyekar ketika makam sudah dalam keadaan

bersih dan rapi. Sementara itu bunga dan dupa adalah media yang ia

gunakan dalam menjalankan tradisi nyekar. Tujuan dari penggunaan

media bunga dan dupa menurutnya adalah supaya komunikasi dengan

leluhur yang dimakamkan di tempat tersebut dapat berjalan dengan

lancar.

Menurut WL, penting untuk mengenalkan tradisi nyekar kepada

remaja sekarang ini. Selain untuk menjaga kelestariannya supaya tidak

pudar, WL menyebutkan beberapa manfaat dari tradisi nyekar yang dapat

diambil oleh remaja. Menghormati semua orang yang masih hidup

maupun sudah meninggal dan menjaga ingatan agar tidak lupa dengan

leluhur adalah nilai yang beberapa kali ia ulangi dan tekankan.

Kepercayaan akan kekuatan leluhur yang sudah meninggal dan

kepercayaan bahwa mereka berada lebih dekat dengan Tuhan sehingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

44

dapat membantu orang yang masih hidup di dunia juga dirasa penting

oleh WL untuk terus dihidupi.

Tantangan yang sering ditemui oleh WL ketika melakukan tradisi

nyekar selama ini adalah waktu. Ia harus menjadwalkan untuk melakukan

tradisi nyekar supaya tidak bertabrakan dengan kegiatan lainnya dari jauh-

jauh hari. Ia juga harus berkompromi dan membuat janji bersama saudara-

saudaranya ketika akan melakukan tradisi nyekar bersama. Hal ini

membuatnya mampu menghargai kesibukan orang lain dan tidak

memaksakan kehendaknya sendiri.

WL merasa lingkungan sekitarnya sangat mendukung dan

memandang tradisi nyekar sebagai tradisi yang positif. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya pewarisan kepada sebagian besar anak di

lingkungannya. Pewarisan ini terlihat ketika melakukan pembersihan

makam secara komunal di lingkungannya. Pembersihan makam ini terjadi

tanpa memandang usia, baik tua maupun muda ikut membersihkan

pemakaman. Seluruh makam yang ada di tempat itu juga akan dibersihkan

tanpa memandang siapa orang yang dimakamkan di makam tersebut.

Selain ketika melakukan pembersihakan pemakaman secara komunal,

pewarisan tradisi nyekar di lingkungan WL juga dapat dilihat ketika anak

mulai dikenalkan dengan tradisi ini. Anak yang baru mengenal tradisi

nyekar akan dijelaskan dan diberi contoh bagaimana cara melakukan

tradisi nyekar sesuai yang diajarkan oleh leluhur mereka. Anak tersebut

juga akan diberitau tentang apa saja yang harus disiapkan dan dilakukan

selama menjalani prosesi nyekar.

WL memiliki harapan bahwa tradisi nyekar dapat terus

berlangsung secara turun-temurun supaya kedepannya orang-orang akan

terus mengingat leluhur dengan jasa-jasanya. Menurut WL tantangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

45

yang akan akan dihadapi oleh tradisi nyekar dan para pelakunya adalah

kemauan dan waktu. Baginya kemauan untuk terus menjalani tradisi ini

sangat penting, karena harus melawan rasa malas dan meluangkan waktu

dari kesibukan sehari-hari untuk melakukan tradisi nyekar. Menurut WL

pengenalan dan pembiasaan sejak dini merupakan solusi yang dirasa

cocok untuk mengatasi tantangan ini.

Harapan WL supaya tradisi nyekar terus berlangsung juga

terbentuk karena keprihatinannya melihat makam yang tidak terurus dan

tidak pernah dikunjungi oleh keturunannya. Ia tidak ingin makamnya

kelak akan bernasib sama dengan makam-makam tidak terurus yang

pernah ia temui. Oleh karena itu ia selalu mencoba mengajarkan dan

memberi teladan kepada adik-adiknya untuk melakukan tradisi nyekar

seperti yang ia lakukan.

Berdasarkan hasil wawancara bersama informan WL, dapat

disimpulkan beberapa hal terkait dengan tradisi nyekar yang ia alami.

Informan WL adalah seorang remaja Jawa yang sejak lahir tinggal di

lingkungan pedesaan. Lingkungan tempat tinggal WL memiliki unsur

kejawaan yang masih kental. WL telah dikenalkan kepada tradisi nyekar

sejak kecil oleh orang tuanya. Pada awal perkenalan dengan tradisi

nyekar, WL memiliki persepsi negatif terhadap tradisi ini. Hal ini

dikarenakan adanya kebingunggannya terhadap tradisi nyekar, terlebih

kepada tempat berlangsungnya tradisi ini yaitu pemakaman. Persepsi WL

berubah setelah dijelaskan oleh orang tuanya terkait dengan tradisi

nyekar yang ia lakukan. WL berpandangan banyak hal-hal yang ia lihat

positif dan patut dipelajari dari tradisi nyekar. WL berharap tradisi ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

46

dapat terus berlangsung sesuai apa yang diwariskan oleh orang tua

kepadanya.

3. Informan KY

Informan KY adalah seorang perempuan yang sedang bersekolah

di SMA Negeri di kabupaten Bantul, Yogyakarta. KY tinggal di

lingkungan perkotaan Yogyakarta bersama orangtua dan neneknya.

Tempat tinggal KY yang berada di lingkungan perkotaan membuat ia dan

keluarga cenderung tidak saling mengenal dengan tetangga rumahnya.

Menurut KY lingkungan tempat tinggalnya sangat tertutup dan jarang

melakukan komunikasi antar tetangga, sehingga dengan tetangga sebelah

rumah pun ia jarang bertegur sapa. Hal ini membuat KY sangat

menikmati waktunya bersama teman-teman di sekolah.

Keluarga KY yang merupakan pindahan dari salah satu desa di

Bantul merupakan keluarga Jawa yang masih melakukan tradisi-tradisi

Jawa sesuai yang diajarkan oleh leluhurnya. Keluarga KY tetap berusaha

menjaga kejawaannya meskipun mereka sudah tinggal di tengah kota

Yogyakarta. Hal ini pun membuat KY harus ikut melakukan tradisi-tradisi

Jawa yang masih dihidupi oleh keluarganya. Salah satu tradisi yang masih

dilakukan oleh keluarga KY adalah tradisi nyekar.

Tradisi nyekar menurut KY adalah sebuah tradisi mengunjungi

makam untuk mendoakan orang yang sudah meninggal agar menemukan

ketenangan di alam kuburnya. KY cukup sering melakukan tradisi ini

bersama keluarganya. Ia sampai tidak mampu menghitung berapa kali ia

pernah melakukan tradisi nyekar. Hal ini dapat terjadi karena ia

diharuskan untuk ikut melakukan tradisi nyekar oleh orangtuanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

47

KY melakukan tradisi nyekar sejak usia dini. Ia bersama

keluarganya biasa melakukan tradisi nyekar ke makam keluarganya yang

sudah meninggal di Bantul, Yogyakarta. KY selalu melakukan tradisi

nyekar bersama dengan keluarganya. KY memiliki rasa takut ketika ia

dikenalkan dengan tradisi ini. Bayangan menakutkan yang beberapakali ia

temui membuatnya enggan untuk menjalani tradisi nyekar. Hal ini jugalah

yang membuat orangtua KY harus memaksanya untuk menjalani tradisi

ini. Ketakutan KY akan bayangan yang menakutkan itu perlahan hilang

seiring berjalannya waktu.

KY seringkali dijanjikan oleh orangtuanya untuk bertemu saudara-

saudaranya yang tinggal di Bantul ketika ia enggan untuk ikut melakukan

tradisi nyekar ke makam leluhurnya. Ia pun seringkali tertarik untuk

melakukan nyekar karena janji yang diberikan oleh orangtuanya untuk

bertemu saudara-saudara yang tinggal di Bantul. KY dan keluarganya

biasa menyiapkan bunga dan doa-doa yang akan dipanjatkan kepada

Tuhan bagi leluhurnya yang sudah meninggal. KY berharap leluhurnya

akan menemukan kedamaian di alam kubur dengan doa-doa yang ia

panjatkan.

Selain dapat mendoakan orang-orang yang sudah meninggal, KY

juga seringkali diceritakan oleh neneknya tentang leluhur yang

dimakamkan di pemakaman tersebut. Hal ini membuatnya lebih mengenal

leluhur yang datangi makamnya untuk melakukan tradisi nyekar,

meskipun seringkali ia tidak mendengarkan cerita neneknya secara

seksama. KY juga menjadi tahu silsilah keluarga besarnya dengan

mendegar cerita dari neneknya tersebut.

KY sering merasa sedih ketika melakukan tradisi nyekar. Ia akan

merasa sedih ketika melakukan tradisi nyekar ke makam orang-orang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

48

dekat yang pernah ia temui semasa hidupnya. Ia sering teringat tentang

kejadian-kejadian yang pernah ia lakukan bersama orang yang

dimakamkan di tempat itu semasa hidupnya. Hal ini dapat terjadi karena

KY merasa kehilangan orang yang sudah meninggal tersebut.

KY merasa tantangan yang ia temui selama melakukan nyekar

adalah rasa malas. Ia pernah tidak ikut melakukan tradisi nyekar bersama

keluarganya ke makam leluhur. Ia merasa harus diminta oleh orangtuanya

untuk melakukan tradisi nyekar ini ketika ia merasa malas untuk

menjalaninya.

Menurut KY, keberlangsungan tradisi nyekar sangat tergantung

dari keluarga yang melakukannya. Ketika keluarga mengharuskan untuk

melakukan tradisi ini, maka tradisi nyekar akan terus berlangsung.

Sebaliknya, jika keluarga tidak mengharuskan, maka tradisi ini akan

hilang. Meskipun demikian, KY tetap berharap tradisi nyekar dapat terus

berlangsung. Menurutnya tradisi nyekar juga merupakan tempat untuk

mencari amal yang akan dibawa hingga mati.

KY merasa tantangan yang akan dihadapi oleh tradisi nyekar

adalah rasa malas dan kesibukan dari pelakunya. Oleh karena itu keluarga

pelaku nyekar diminta untuk mengharuskan pelaku untuk menjalankan

tradisi ini. Ketika sudah tidak ada yang mengharuskan untuk melakukan

tradisi nyekar, pelaku sebaiknya mengingat akan amal yang ia dapatkan

ketika menjalani tradisi ini.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan KY, dapat

disimpulkan beberapa hal terkait dengan tradisi nyekar. Informan KY

adalah seorang remaja Jawa yang tinggal di lingkungan perkotaan. Ia

dikenalkan kepada tradisi nyekar sejak kecil oleh orang tua dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

49

neneknya. KY memiliki persepsi negatif kepada tradisi nyekar ketika

tahap perkenalan. Hal ini dikarenakan adanya ketakutan terhadap makam

sebagai tempat berlangsungnya tradisi nyekar. Persepsi negatif ini

perlahan hilang dengan semakin biasanya KY menjalani tradisi nyekar

bersama keluarganya. Beberapa kali KY merasa malas untuk menjalani

tradisi nyekar, sehingga orang tua berperan untuk terus mengajak dan

mengharuskannya melakukan tradisi ini. KY berharap tradisi nyekar

dapat terus berlangsung di kemudian hari sesuai apa yang diwariskan

oleh orang tuanya.

E. Analisis Data

Pada sub-bab analisis data ini, peneliti akan memaparkan hasil dari

temuan-temuan dalam penelitian yang dilakukan kepada ketiga orang

informan. Temuan-temuan ini juga akan didukung oleh kutipan dari proses

wawancara untuk memperkuatnya. Temuan yang dimaksud adalah tahap

perkenalan ketiga informan dengan tradisi nyekar serta proses pembentukan

persepsi yang terjadi saat perkenalan. Selanjutnya terdapat pula temuan ketika

ketiga informan terus menjalani tradisi nyekar. Temuan tersebut adalah

proses perubahan persepsi, pandangan terhadap tradisi nyekar, persiapan

melakukan tradisi nyekar, pengalaman berkesan, tantangan, manfaat,

dukungan keluarga dan lingkungan, serta harapan dari ketiga orang informan.

Tradisi nyekar telah dilakukan oleh masing-masing informan sejak

usia dini. Tradisi ini diwariskan dan diperkenalkan kepadanya oleh orangtua

maupun orang terdekat mereka. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

informan HR, WL, dan KY di bawah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

50

“Pas kecil mas, kecil, pas TK apa ya. TK saya malah di Cirebon.

Terus siapa sih yang ngenalin anda sama tradisi nyekar ini? Yang

utama orang tua dulu.” (HR, 140-143)

“Mungkin TK. TK? Siapa yang memperkenalkan itu? Orang tua.

Jadi kalo gak salah tu waktu itu orang tua saya ngajak berkunjung ke

tempat simbah gitu, terus diajaknya malah ke makam. Ya kan saya

bingung to kok malah diajak ke makam.” (WL, 94-99)

“Ee dari kecil, dari TK apa PAUD gitu. Gak inget. Ya makanya itu

gak inget karna karna sering jadi gak inget hehe. Ee terus siapa yang

memperkenalkan itu kepada anda? Eemm nenek kalo enggak bapak,

gitu. Sering diajak ke makam gitu, ayok doa, terus gimana gitu.” (KY,

95-101)

Ketika diperkenalkan dengan tradisi nyekar dan menjalankan tradisi

ini untuk pertama kali, setiap informan memiliki pengalaman negatif yang

mereka alami dalam melakukan tradisi nyekar. Pengalaman negatif yang

dirasakan oleh informan tersebut membuatnya memiliki pandangan yang

cenderung negatif terhadap tradisi nyekar saat itu. Pandangan negatif

terhadap pemakaman yang mereka miliki sebelum berkenalan dengan tradisi

nyekar juga membuat mereka berpandangan negatif terhadap tradisi ini.

Seiring dengan berjalannya waktu, pandangan negatif dari masing-masing

informan tentang tradisi nyekar berubah menjadi positif. Berikut adalah

keterangan dari ketiga informan terkait pandangan mereka ketika berkenalan

dengan tradisi nyekar.

“Aneh mas. Anehnya gimana? Gini, kan dulu kan saya takut sama

orang yang udah meninggal kan ya. Hooh. Orang meninggal kok

serem ke kuburan. Padahal dalam pikiran saya kuburan tu tempat

yang angker itu lho, jadinya setiap itu ada makluk halusnya. Ternyata

gak kayak gitu. Sekarang saya baru sadar bahwa kuburan itu tempat

yang menurut saya itu tempat yang harus kita doakan. Tidak hanya

keluarga aja, tapi semua yang ada dalam situ harus di doakan juga.”

(HR, 152-162)

“Bingung ini tu tempat apa terus mau ngapain juga kok di makam

kayak gini. Mungkin kan saya gak pernah diajak buat ke makam buat

nyekar gitu sebelumnya. Terus setelah anda menemukan

kebingungan itu? Yaa terus mungkin dijelaskan sama orang tua.

Nyekar terus ini makam siapa kita suruh ngapain di sana. Terus

ternyata kita berdoa setelah bersih-bersihin makam dari rumput liar

sama daun yang ada disana.” (WL, 104-113)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

51

“Gimana yaa. Ya dulu kan sering kayak nonton film horror tu jadi

bisa dibilang takut gitu. Takutnya kenapa? Hmm ya karna filmnya tu

kan mesti ee oh ini kuburan mesti relatifnya ke hal yang gitu, yang

gak keliatan. Hantu gitu? Iya, iya hantu gitu. Tapi ya seiring waktu

ya enggak, biasa aja.” (KY, 109-116)

Perubahan pandangan yang dialami oleh informan HR, WL, dan KY

terjadi karena kebiasaan mereka untuk menjalankan tradisi nyekar. Tiap

informan menjalankan tradisi nyekar secara rutin setiap tahun pada waktu

yang berbeda-beda. Hal ini diungkapkan oleh masing-masing informan dalam

proses wawancara. Berikut adalah kutipan wawancara yang diungkapkan.

“Biasanya tu setaun, ee pokoknya nyekarnya apa dulu ini? Di tempat

mana, tempat mana juga diitung enggak? Ee iya. Iya? Tiga kali sih.”

(HR, 52-55)

“Kurang lebih setaun dua kali.” (WL, 47)

“Ya gatau sih gak ngitung, tapi emang dari dulu iya. Ee misalkan

setahun berapa kali, gitu? Gak ngitung. Oh gak ngitung ya. Tapi

relative sering? He’em.” (KY, 59-63)

Selain menjalankan tradisi nyekar sesuai rutinitas setiap tahun,

informan WL juga melakukan tradisi ini pada beberapa kesempatan lain. Hal

ini dilakukan oleh WL ketika ia akan menghadapi ujian dalam kehidupannya,

seperti ketika ia akan menjalani Ujian Nasional.

“Misalnya kalo sedang ujian itu biasanya nyekar terus mohon doa ke

orang yang sudah meninggal. Oo anda berarti kalo mau ujian itu

juga kadang ke makam gitu ya? Iya. Pernah sebelum UN itu juga

nyekar.” (WL, 62-66)

Terkait dengan pemahamannya tentang tradisi nyekar, informan HR,

KY, dan WL memiliki pandangan yang berbeda. Informan HR mengatakan

bahwa tradisi nyekar adalah sebuah prosesi untuk mendoakan orang-orang

yang sudah meninggal supaya menemukan ketenangan di alam kuburnya. HR

juga merasa bahwa dengan menjalankan tradisi nyekar, ia merasa kerinduan

akan orang yang sudah meninggal menjadi berkurang. Selain itu dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

52

menjalankan tradisi nyekar, ia berarti juga telah melestarikan kebudayaan

yang diwariskan kepadanya.

“Nek itu, nyekar itu adalah sebuah memorial dimana orang tersebut

tu mendoakan ee orang yang dicintai di orang, di tempat dimana dia

dimakamkan.” (HR, 7-10)

“Harapannya ya itu tadi. Yang, bahwa yang meninggal itu akan

tenang di alam kuburnya. Jadi gak ada yang namanya, apa, ya siksa

kuburlah.” (HR, 43-45)

“Makna nyekar ya itu kita menghilangkan kerinduan kita kepada

orang yang telah ditinggalkan. Juga gak cuma opo, kangennya dari

doa aja ya bisa, tapi kan kalo kita bisa ketemu sama makamnya

langsung kan kayaknya lebih lega gitu. Gak ada rasa rindu lagi gitu

lho.” (HR, 77-82)

Sementara itu informan WL berpendapat bahwa tradisi nyekar adalah

prosesi untuk mengunjungi makam dan mendoakan orang yang sudah

meninggal. Selain itu tradisi nyekar juga merupakan wujud penghormatan

dari orang yang masih hidup kepada leluhurnya. WL juga menambahkan

bahwa tradisi nyekar dapat digunakan untuk meminta restu dari leluhur yang

sudah meninggal supaya diberikan kelancaran dalam menjalani kehidupan.

“Nyekar itu mengunjungi makam untuk mendoakan orang-orang yang

sudah meninggal, terus kadang saya juga minta supaya direstui ke

simbah saya. Minta, minta doa restu juga. Misalnya kalo sedang ujian

itu biasanya nyekar terus mohon doa ke orang yang sudah

meninggal.” (WL, 58-64)

“Ini tu untuk mengingatkan kita kepada orang-orang yang sudah

meninggal, untuk menghormatinya. Soalnya kan kita sebagai orang

yang masih hidup berziarah di dunia kan harus tetap ingat dan

mendoakan orang-orang yang sudah meninggal.” (WL, 17-23)

Informan KY mengartikan tradisi nyekar sebagai momentum untuk

berkumpul dengan keluarga besar yang jauh darinya. Selain itu KY memiliki

pandangan bahwa tradisi nyekar dapat digunakan sebagai kesempatan untuk

mencari amal dengan mendoakan leluhurnya yang sudah meninggal. Selama

menjalankan tradisi nyekar, KY seringkali merasa perlu untuk diminta dan

diharuskan oleh orangtuanya ketika akan menjalani tradisi nyekar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

53

Emm ya kayak biasanya aja gitu, kayak ngunjungi makam, buat

berdoa, bisa buat kumpul keluarga juga. (KY, 71-73)

Yaa yang penting sih kayaknya kebersamaannya juga gitu. Nek

fungsinya itu ee kayak ee lebih ke yang dimakamkannya gitu. Soalnya

kayak kalo di islam itu kalo cucu-cucunya pada berdoa itu kayak

apasih, pasti amalnya ke mereka, gitu. (KY, 85-90)

Ya emang harus disuruh sih. Disuruh sama orang tua, ayo ke

tempatnya simbah, gitu. (KY, 190-192)

Terkait persiapan dalam menjalankan tradisi nyekar, informan HR

membaginya dalam dua kategori, yaitu utama dan pelengkap. Menurutya hal

utama yang perlu disiapkan untuk menjalani tradisi ini adalah pakaian dan

doa. Sebagai pelengkap, HR juga membawa bunga dan air untuk menjalankan

tradisi ini. Ia merasa tidak perlu membawa dupa. HR pun merasa risih dengan

orang yang meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal saat

menjalankan tradisi ini.

“Yang jelas sih kalo secara pribadi kita hanya mempersiapkan dari

segi pakaian dan doa. Dah itu aja itu yang paling utama dua utama.

Ya pakaiannya pakaian agamis, kayak islam kan koko, pake yang baju

yang bersih, kan juga ada kebudayaan lain yang pake seragam-

seragam semua hitam-hitam terus juga ada yang pake putih-putih.

Tapi kalo yang tambahan lagi kayak bunga air itu hanya sebagai

pelengkap aja. Cuma kalo saya sih herannya sama orang-orang yang

kejawen itu mas. Gimana? Mereka bawa dupa bawa kembang terus

mereka mendoakan dan meminta kepadanya yang udah mati untuk

apa diberikan rejeki apa apa itu lho. Itu kan aneh kita kan

menyembah pada tuhan bukan kepada mayat.” (HR, 206-220)

Informan WL juga memiliki kebiasaan tersendiri dalam melakukan

persiapan menjalankan tradisi nyekar. WL akan membawa bunga setaman

dan dupa, lalu ia juga mempersiapkan arit dan sapu. Arit dan sapu ia gunakan

untuk membersihkan makam sebelum ia melakukan tradisi nyekar. Sementara

itu bunga setaman dan dupa akan digunakan saat melakukan tradisi ini,

“Ee biasanya kalo alat-alat yang diperlukan itu bawa bunga yang

buat ditaburin, biasanya tu bunga setaman gitu kalo orang bilangnya.

Terus biasanya saya bawa dupa juga, soalnya biar simbah ada disitu

bisa dengerin kami yang mendoakannya. Terus bawa arit sama sapu

untuk bersihin sekitar pemakamannya itu. Ya kurang lebih itu.” (WL,

151-158)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

54

Informan KY akan mempersiapkan bunga yang akan ia gunakan untuk

menjalankan tradisi nyekar. KY juga tidak lupa membawa kitab dari

agamanya yang biasanya ia gunakan untuk mendoakan orang yang sudah

meninggal.

“Ee bunga. Terus kalo misalnya ee gak apal doanya ee ya pake apa

namanya, juz amma nek enggak apa gitu.” (KY, 103-105)

Selama menjalankan tradisi nyekar, masing-masing informan

memiliki pengalaman yang berkesan dalam menjalankan tradisi ini. Informan

HR mengatakan bahwa ia merasa bahwa adiknya yang sudah meninggal ada

di sebelahnya ketika ia menjalankan tradisi nyekar di makam adiknya. Ia

seperti dapat melihat adiknya dan membayangkan muka adiknya ketika sudah

bertambah besar. Informan HR pun merasa sedih ketika menyadari bahwa

adiknya sudah meningal dan tidak ada lagi di dunia.

“Pernah sih mas. Pengalaman menariknya itu, itu dalam sodari saya,

saya itu kayak melihat sodari saya itu bingung gitu. Aku pas kecil

malah mikirnya gimana to dia sepertiku sekarang, disampingku.

Mukanya kayak apa saya nggak tau. Saya itu kan yo udah lama dari

kecil sebelum saya lahir, sebelum saya dibuat dia udah meninggal

dulu. Berarti kamu kayak bayangin mukanya dia gitu ya? Iya

mukanya dia kayak apa. Kan saya kan tiga bersaudara, saya, sama

mas saya, sama kakak saya yang sudah meninggal. Kan aneh masak

muka kakak saya kayak muka emas saya kan gak, lain. Masak ya

gimana gitu lho, aneh, sedih dia gak ada.” (HR, 223-237)

Pengalaman berkesan dari informan WL selama menjalani tradisi

nyekar adalah proses persiapan ketika akan menjalankan tradisi nyekar.

Pengalaman membersihkan makam yang sudah ditumbuhi rumput-rumput liar

dan menjadi tempat bersarang nyamuk adalah hal yang menarik baginya. WL

merasa perlu untuk membersihkan makam tersebut supaya ia merasa lebih

nyaman ketika menjalani tradisi nyekar.

“Pengalaman? Ee mungkin kalo sebelum nyekar itu biasanya bersih-

bersihin dulu. Kan biasanya banyak rumput-rumput liar itu dibersihin

dulu, terus banyak nyamuk juga disana, jadi kalo gak dibersihin dulu

tu gak nyaman buat doa, jadi suka keganggu.” (WL, 143-149)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

55

Pengalaman yang berkesan bagi KY selama melakukan prosesi nyekar

terjadi setelah kakek buyutnya meninggal dunia. Ketika menjalankan tradisi

ini ia merasa sangat sedih karena teringat dengan kenangan bersama

kakeknya selama masih hidup. KY teringat dengan kenangan saat mengobrol

dengan kakeknya dan sekarang ia tidak dapat lagi melakukannya.

“Emm oh itu. Dulu kan pernah sebelum kakek buyut meninggal kan

masih sering apa namanya, ya sering ngobrol-ngobrol, masih bisa

gimana gitu, masih bisa berkomunikasi gitulah. Terus abis itu setelah

kakek buyut meninggal itu, wah sedih banget gitulah ceritanya. Terus

nyekar lagi tu kayak hehehe sedih, ya gitu.” (KY, 163-170)

Selama proses menjalani tradisi nyekar, informan WL dan KY pernah

mengalami tantangan-tantangan tersendiri. Tantangan-tantangan yang ada

dapat berasal dari dalam diri (internal) maupun dari luar (eksternal).

Sementara itu informan HR merasa tidak ada tantangan maupun halangan

saat melakukan tradisi nyekar. HR merasa tidak menemui tantangan berati

ketika melakukan tradisi nyekar karena ketika tujuan dari nyekar yang ia

lakukan terpenuhi, maka hal itu sudah cukup baginya.

“Tantangan? Tantangan atau halangan atau apa. Halangannya sih

enggak ya mas. Kita tujuan kalo dah sampe sana itu kita udah

mendoakanya aja nggak ada tantangannya ga ada ritual-ritual ini lah

itulah, gak ada. Kita hanya mendoakan, tenang, duduk, dan

harapannya dia dikasih jalan yang lapang di alam kuburnya.” (HR,

239-245)

Informan WL merasa tantangan yang sering muncul selama ia

menjalani tradisi nyekar adalah waktu. Waktu yang dimaksudkan oleh WL

sendiri adalah waktu luang yang dapat digunakan untuk menjalakan tradisi

ini. WL adalah orang yang sering melakukan tradisi ini secara komunal

bersama keluarganya. Oleh karena itu diperlukan kesepakatan waktu untuk

dapat menjalankan tradisi ini bersama-sama. Tantangan ini dapat diatasi oleh

WL dengan melakukan kesepakatan dari jauh hari sebelum melakukan tradisi

nyekar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

56

“Tantangannya tu mungkin kadang kalo waktu, itu. Kalo apa kadang

gak sempet juga sibuk itu jadi masalah. Iya sih. Terus? Kalo mau apa

ya. misalnya nyekarnya di lain hari kalo sendiri kan juga nggak enak,

lebih enak kalo rame-rame. Kan seneng bisa sambil kumpul-kumpul.”

(WL, 163-169)

“Biasanya jauh-jauh hari itu udah bikin jadwal sendiri mau nyekar

kapan terus ngajak yg lain juga. Soalnya tu kalo bilangnya mepet atau

malah gak direncanain dari jauh hari itu ee suka pada gak bisa, udah

pada punya jadwalnya masing-masing. Mengajak yang lain itu

keluarga? Iya.” (WL, 170-176)

Menurut informan KY, tantangan yang ia temui ketika menjalankan

tradisi nyekar adalah rasa takut dan malas. KY sendiri memilih rasa takut

sebagai tantangan karena ketika ia masih kecil, ia dapat melihat hal-hal tak

kasat mata. Karena kemampuannya itu, KY sering merasa ketakutan. Namun

seiring dengan berjalannya waktu, ia sudah tidak dapat lagi melihat hal-hal

tersebut. Rasa malas untuk menjalankan tradisi nyekar juga sering ia rasakan.

Ia pernah tidak ikut orangtuanya melakukan tradisi nyekar karena rasa malas

yang ia miliki. Permasalahan malas yang ia miliki ini mulai hilang ketika

orangtuanya terus mengajak dan meminta KY untuk ikut serta menjalankan

tradisi nyekar.

“Ini kalo berhubungan sama hal gituan gimana? Ya gakpapa. Aku

kan dulu kan soale sering liat gitu. Oh emang bisa liat? He’em, tapi

sekarang udah enggak sih. Udah enggak bisa. Dulu tu sering takut

sendiri kalo liat gimana gitu. Soalnya pernah liat disitu ada ini, oh

ada ini, ada ini.” (KY, 175-181)

“Oiya itu males pernah. Pernah, sempet gak ikut gitu nyekar karena

males itu. Terus gimana sih menurutmu buat ngatasi tantangan-

tantangan itu? Ya emang harus disuruh sih. Disuruh sama orang tua,

ayo ke tempatnya simbah, gitu.” (KY, 187-192)

Selama menjalani tradisi nyekar, setiap informan memperoleh manfaat

yang mereka rasakan masing-masing. Informan HR mengatakan tiga manfaat

yang ia dapatkan selama menjalani tradisi nyekar ini. Manfaat-manfaat

tersebut adalah kesadaran sebagai makhluk yang hidup sementara, dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

57

mengenang orang yang sudah meninggal, dan menambah kerohanian dengan

mendoakan leluhur.

“Pengalamannya sih pertama tu kita jadi merasa tu, ee kita tu bukan

sebagai makluk yang hidup selama-lamanya. Tapi kita tu mengenang

mereka yang sudah meninggal duluan. Dan juga saya juga apa,

belajar dari segi kerohanian tu kita juga bertambah. Kan kita juga

berdoa kepada yang kuasa semoga arwahnya tu tenang disana.” (HR,

248-254)

Infroman WL mengatakan bahwa tradisi nyekar memiliki beberapa

manfaat yang berguna baginya.WL membagi manfaat-manfaat tersebut

kedalam dua bagian, yaitu dari sesama dan dari orang yang sudah meninggal.

Manfaat-manfaat yang ia peroleh dari sesama tersebut adalah ia menjadi

pribadi yang lebih menghargai waktu dan kesibukan orang lain, sehingga ia

mampu berkompromi dan tidak memaksakan kehendaknya kepada sesama.

Manfaat yang diperoleh WL dari leluhurnya yang sudah meninggal adalah ia

menjadi pribadi yang mampu menghargai dan menghormati pendahulunya.

Hal ini ia wujudkan dengan cara mendoakan leluhur-lehurnya supaya

memperoleh ketenangan.

“Mungkin saya belajar untuk lebih menghargai orang lain, ini terkait

sama waktu. Jadi saya bisa menghargai kesibukan orang lain dan gak

maksain buat orang itu ikut sama saya buat nyekar ke makam. Saya

juga jadi lebih menghargai dan menghormati orang-orang yang

sudah mendahului kita dengan mendoakan-doakannya biar dia tenang

di sana.” (WL, 179-186)

Informan KY berpendapat bahwa manfaat yang ia rasakan secara

langsung dari tradisi nyekar yang selama ini dia jalani adalah kebahagiaan

ketika berkumpul bersama keluarga besar. Sementara itu KY juga merasa

memperoleh amal dari Tuhan ketika menjalankan tradisi nyekar ini.

“Yaa yang penting sih kayaknya kebersamaannya juga gitu. Nek

fungsinya itu ee kayak ee lebih ke yang dimakamkannya gitu. Soalnya

kayak kalo di islam itu kalo cucu-cucunya pada berdoa itu kayak

apasih, pasti amalnya ke mereka, gitu.” (KY, 85-90)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

58

Terkait dukungan dari lingkungan keluarga, setiap informan

mengatakan bahwa keluarga mereka sangat mendukung adanya tradisi

nyekar. Hal ini juga ditunjukkan oleh perilaku menjalankan tradisi nyekar

secara bersama-sama dalam keluarga.

“Ya mendukung. Soalnya tu prakteknya tu juga ada setiap sebelum

puasa. Itu mesti kebanyakan orang pada nyekar. Di keluarga dulu ya,

sanak family dulu terus baru tetangganya, mungkin juga sahabatnya

yang meninggal.” (HR, 257-262)

“Masih. Kalo keluarga biasanya ya nyekar bareng-bareng gitu ke

makam.” (WL, 189-190)

“Mendukung. Mendukungnya kayak gimana? Karna sering ngajak

buat nyekar, gitu. Emang harus, harus, dan harus.” (KY, 197-200)

Selain terkait dengan dukungan dari keluarga, berjalannya tradisi

nyekar juga tidak dapat lepas dari kebiasaan lingkungan masyarakat.

Informan HR dan WL mengungkapkan bahwa lingkungan masyarakat

sekitarnya juga masih melakukan tradisi nyekar secara rutin. Berikut ini

adalah pernyataan dari kedua informan.

“Ya mendukung. Soalnya tu prakteknya tu juga ada setiap sebelum

puasa. Itu mesti kebanyakan orang pada nyekar. Di keluarga dulu ya,

sanak family dulu terus baru tetangganya, mungkin juga sahabatnya

yang meninggal. Biasanya kan ada to yang misalnyakan sebelum

puasa ada reunian. Reunian tapi di makam, mendoakan temen-temen

yang udah meninggal.” (HR, 257-265)

“Masih. Kalo keluarga biasanya ya nyekar bareng-bareng gitu ke

makam. Biasanya dari tetangga juga banyak yang nyekar. Kalo ee

waktu bulan arwah itu kan ada misa arwah nah itu setelah misa itu

biasanya pada bareng-bareng ke makam buat nyekar.” (WL, 189-

194)

Berkebalikan dengan informan HR dan WL, informan KY merasa

tidak mengetahui apakah lingkungan masyarakat sekitarnya masih melakukan

tradisi nyekar atau tidak. Hal ini dikatakan oleh KY dalam proses wawancara,

dan berikut adalah kutipannya.

“Maksudnya? Lingkungan sini? Ya aku gak pernah tau sih kalo

lingkungan sini. Gak pernah tau ya ada yang nyekar gitu di daerah

sini? Aku gak tau sih, soalnya kebanyakan keluarga ada di Bantul,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

59

jadi ngumpulnya kalo buat nyekar ya disana, gak pernah tau kalo

daerah sini kayak gimana.” (KY, 202-208)

Terkait dengan harapan, setiap informan memiliki pandangan yang

berbeda-beda tentang tradisi nyekar. Menurut HR tradisi nyekar akan terus

berkembang mengikuti perkembangan zaman. Hal ini sesuai pengalamannya

menjalani tradisi nyekar yang berubah dari tradisional yang memerlukan

banyak persiapan dan ritual menjadi lebih simpel serta praktis dengan tidak

meninggalkan esensi tradisinya. Contoh dari pernyataan tersebut adalah mulai

ditinggalkannya adat kejawen yang biasa menggunakan dupa dan bebagai

macam kembang. Hal tersebut sekarang sudah berganti menjadi lebih praktis

dengan hanya berpakaian rapi dan membawa kitab dari masing-masing

kepercayaan. HR berpendapat bahwa kemauan untuk melakukan tradisi

nyekar juga menjadi tantangan bagi pelaku dan tradisi ini di kemudian hari.

Namun ia berharap tradisi-tradisi yang ada tetap terjaga kelestariannya,

sehingga tidak punah suatu hari nanti.

“Umumnya setiap decade itu berubah. Berubahnya gimana? Ya kan

kalo dulu sebelum era 2000an orang-orang itu lebih kearah kejawen.

Kita pake adat lah, kita harus pake dupo lah, kita harus pake

kembang lah, kita harus pake apa, bawa air tujuh sumur lah. Yang

aneh-aneh yang neko-nekolah. Ke arah sini, kearah udah mulai

2020an itu udah praktis. Gak ada kejawenlah. Kita hanya disana

hanya berpakaian sopan, rapi, terus ya kalo orang-orang yang tau

agama, kita membawa kitab. Kita mendoakan mereka, terus kita juga

ya seminimal mungkin kita membersihkan kuburannya lah. Itu

minimal. Kita membersihkan dan mendoakannya. Oke berarti

menurut anda itu akan terus berubah lagi nanti kedepannya? Ya

saya percaya sih itu akan berubah tapi tetap basic yang sama. Dia

tujuannya hanya mendoakan dan mengharapkan dia tenang disana.”

(HR, 288-306)

“Tantangannya itu hanya kemauan aja. Kan kalo kita gak ada

kemauan, kita gak ada rasa rindu kepada orang yang kita tinggalkan

itu tidak akan terjadi. Mesti itu mas.” (HR, 309-312)

“Tradisi nyekar itu harus dipertahankan walaupun kita sebagai anak

muda, anak 2000an, yang lahir tahun 2000an itu harus menjaga agar

kebudayaan nyekar itu gak akan punah.” (HR, 330-334)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

60

Informan WL memiliki harapan agar tradisi nyekar dapat terus

berlangsung secara turun menurun di kemudian hari. WL merasa tradisi

nyekar sangat penting diturunkan kepada penerusnya karena sebagai

pengingat akan leluhur yang sudah meninggal. Sementara itu menurutnya

kemauan untuk menjalankan tradisi nyekar akan menjadi tantangan tersendiri

bagi pelakunya di kemudian hari. Kemauan untuk melakukan tradisi nyekar

akan semakin kecil dengan tidak adanya waktu luang karena kesibukan

pelaku dalam menjalani kehidupannya. Menurut WL solusi yang dapat

digunakan untuk mengatasi tantangan tersebut adalah pengenalan dan

pembiasaan sejak dini yang dilakukan dalam setiap keluarga. Harapan WL

supaya tradisi nyekar dapat terus berlangsung beralaskan pada keinginan

pribadinya. Keinginan pribadi yang dimaksud adalah keinginannya untuk

dikunjungi dan didoakan ketika ia sudah meninggal kelak. Ia tidak mau

makamnya kelak menjadi makam yang tidak terurus dan jarang dikunjungi

oleh penerusnya. Oleh karena itu ia sangat berharap tradisi nyekar dan segala

hal baik dibaliknya dapat terus berlangsung di kemudian hari.

“Harapan saya tetap diturunkan. Kenapa? Karena nyekar itu sangat

penting terutama buat remaja-remaja supaya ingat akan orang-orang

yang sudah meninggal. Gak lupa gitu aja sama orangnya, sama jasa-

jasanya juga. Gak kayak kacang lupa kulitnya gitu.” (WL, 243-249)

“Tantangannya itu kemauan untuk melakukan nyekar, untuk pergi ke

makam dan mungkin waktu juga. Kenapa kemauan itu bisa menjadi

tantangan atau halangan itu? Karena kadang ada orang yang

gimana ya, males-malesan untuk nyekar. Kenapa ya kira-kira?

Mungkin karena apa ya kesibukan banyak. Kesibukannya dia itu ya?

Iya, karena dia sibuk dengan dirinya sendiri sampe lupa atau males

nyekar.” (WL, 251-260)

“Solusinya itu mungkin dari keluarga, mulai dari kecil itu mengajak

ke makam. Diajarkan dari kecil supaya lebih kedepanya itu lebih

biasa untuk nyekar. Ya dibiasakan lah dari kecil buat nyekar, biar gak

lupa sama orang-orang yang udah mendahului kita. Biar orang tu gak

lupa sama tradisinya yang udah ada dari dulu.” (WL, 262-269)

“Supaya kalo saya mati pun juga ada yang nengok, ada yang nyekar

gitu. Haha saya juga pengen diinget gitu, biar gak pada lupa sama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

61

saya. Ooo. Gitu ya. Berarti besok kalo misalkan anda sudah

meninggal dan dimakamkan anda pengen ada yang nyekar? Iyaa.

Berarti tandanya masih ada yang peduli dengan kita. Kalo ada

makam yang gak pernah ada yang nyekar kesana kan keliatan gak

terawat, kayak gak ada yang peduli gitu sama orang yang udah

meninggal itu. Jadinya kasian kadang kalo liat makam yang gak

kerawat gitu.” (WL, 278-290)

“Harapannya nyekar tetap berjalan, jangan sampai ditinggalkan.

Karena nyekar itu kan untuk kebaikan kita untuk kebaikan orang lain

juga. Untuk menghargai orang-orang yang sudah meninggal, untuk

supaya ingat kepada Tuhan. Karena besok kita itu juga ee akhir hidup

ketemu sama Tuhan gitu.” (WL, 292-298)

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh kedua informan sebelumnya,

informan KY juga berharap tradisi nyekar dapat terus berlangsung di

kemudian hari. Menurut KY keberlangsungan tradisi nyekar ini sangat erat

hubungannya dengan keluarga. Baginya, ketika sebuah keluarga

mengharuskan keberlangsungan tradisi nyekar, maka tradisi ini akan terus

berlangsung di kemudian hari. Sebaliknya, ketika tradisi nyekar tidak

diharuskan untuk terus dilakukan di dalam keluarga, maka tradisi ini akan

menghilang suatu saat nanti. Menurut KY, tantangan yang akan dihadapi oleh

tradisi nyekar di kemudian hari adalah rasa malas dan kesibukan pelakunya.

Solusi yang ditawarkan oleh KY adalah dengan memotivasi diri sendiri dan

dukungan dari keluarganya untuk terus melakukan tradisi nyekar ini.

Dukungan dari keluarga yang dimaksud oleh KY adalah dengan

mengharuskan tradisi ini untuk tetap berlangsung.

“Hmm gak tau sih, ya tergantung dari keluarganya aja yang

ngeharusin tradisi nyekar ini berlangsung atau enggak. Kalo emang

dari keluarganya itu ngeharusin ya bakalan berlangsung, tapi kalo

enggak ya bakal berhenti nanti suatu saat. Kalo kamu sendiri

berharapnya kayak gimana? Ya kalo aku sih berharapnya bakal

lanjut terus. Karena? Karena amal dan perbuatan itu dibawa sampai

mati, dan dengan nyekar ini aku juga bisa nyari amal disini.” (KY,

221-232)

“Hmm ya rasa males itu pasti ada lah. Ya rasa males itu salah

satunya. Terus? Kalo salah satunya berarti masih ada lagi to? Ya

mungkin kalo ada kesibukan apa gitu, mungkin jadinya gak bisa ikut.”

(KY, 235-239)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

62

“Gimana ya, dari diri sendirii. Ya mikir aja di sana ada mbak siapa

gitu. Berarti kayak motivasi diri sendiri gitu? Iya. Ya gimana ya, gak

dari diri sendiri sih biasanya, kalo disuruh ya disuruh, harus mau,

gitu. Kalo misalkan besok udah gak ada yang nyuruh? Ya mikir

sendiri aja, ya kayak apa ya. Kayak balik lagi ke itu tadi, tentang

amal itu.” (KY, 244-252)

F. Pembahasan

Bagian ini akan memberikan pembahasan dari temuan yang telah

dianalisis pada bagian sebelumnya. Temuan-temuan yang ada akan dikaitkan

dengan teori-teori tertentu sesuai dengan konteksnya masing-masing.

Ketiga informan yang terlahir di dalam keluarga Jawa telah

melakukan tradisi Jawa secara turun-temurun. Oleh karena itu mereka dapat

disebut sebagai orang Jawa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Darmoko (2016). Darmoko (2016) mengungkapkan bahwa orang yang

merupakan keturunan Jawa dapat disebut sebagai orang Jawa dimanapun ia

tinggal.

Ketiga informan dikenalkan dengan tradisi nyekar oleh keluarga

mereka sejak usia dini. Perkenalan dengan tradisi nyekar tersebut tidak begitu

saja dapat diterima oleh ketiga informan secara positif. Makam sebagai

tempat berlangsungnya tradisi ini menjadi hal yang menakutkan bagi ketiga

informan waktu itu. Persepsi makam sebagai tempat yang menakutkan dan

berhantu terbentuk dari informasi-informasi yang didapatkan oleh ketiga

informan dari sekitar mereka. Informasi ini mereka dapatkan dari lingkungan

maupun media yang menggambarkan bahwa makam idendentik dengan

tempat berhantu. Penjabaran ini sesuai dengan penjelasan Rakhmat (2008)

tentang persepsi. Persepsi menurut Rakhmat (2008) merupakan proses

pengumpulan informasi dan penafsiran pesan tentang objek, peristiwa,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

63

maupun hal-hal yang terkait di dalamnya untuk membentuk makna tersendiri

tentang hal tersebut.

Seiring dengan berjalannya waktu, persepsi negatif ketiga informan

terhadap tradisi nyekar yang dikarenakan oleh makam sebagai tempat

berlangsungnya tradisi ini mulai menghilang. Hal ini dikarenakan oleh

intensitas ketiga informan mengunjungi makam untuk melangsungkan tradisi

nyekar. Informasi-informasi bahwa makam merupakan tempat yang

menyeramkan tersebut telah berganti dengan informasi yang positif. Hal ini

sesuai dengan yang dijalaskan oleh Sternberg (2008). Sternberg

mengungkapkan bahwa dalam proses pengorganisasian stimulus lama akan

dicocokkan dengan stimulus baru yang diterima oleh indera, hingga pada

akhirnya akan terjadi pembentukan makna baru pada otak.

Terkait dengan tradisi nyekar yang mereka lakukan, ketiga informan

berpendapat bahwa tradisi nyekar merupakan sebuah prosesi mengunjungi

makam untuk mendoakan orang yang dimakamkan di tempat tersebut. Lebih

lanjut informan WL mengatakan bahwa tradisi nyekar merupakan bentuk

penghormatan kepada leluhur yang sudah meninggal, serta permohonan restu

dari pelakunya supaya dapat menjalani kehidupan dengan lancar. Hal ini

sesuai dengan yang diungkapkan oleh Yuwono (2016) tentang tradisi nyekar.

Menurutnya tradisi nyekar merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan

oleh masyarakat Jawa sebagai wujud penghormatan dan permohonan

pangestu kepada leluhur. Berbeda dengan pendapat WL dan Yuwono,

informan HR mengatakan bahwa nyekar dapat membantunya mengurangi

rasa rindu setelah ditinggalkan oleh orang yang sudah meninggal. Sementara

itu KY juga memiliki pendapatnya sendiri terkait tradisi nyekar. Informan KY

lebih menekankan pada sisi berkumpulnya keluarga saat menjalankan tradisi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

64

nyekar dan amal yang ia dapatkan ketika mendoakan orang yang sudah

meninggal. Perbedaan persepsi tentang nyekar ini dapat terjadi karena

perbedaan pemberian atensi kepada stimulus-stimulus yang ada ketika tradisi

nyekar mereka langsungkan. Hal ini sesuai dengan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi persepsi menurut Sarwono (2009). Menurut Sarwono (2009),

hanya akan ada beberapa stimulus dari jutaan yang diberikan atensi,

sementara yang lain akan diabaikan.

Terkait dengan persiapan sebelum menjalankan tradisi nyekar, HR

akan mempersiapakan kitab doa dan pakaian agamis, kemudian ia akan

membawa bunga dan air sebagai pelengkap. HR sendiri merasa risih dengan

orang-orang yang masih membawa dupa dan meminta sesuatu kepada orang

yang telah dimakamkan saat menjalankan tradisi nyekar. Sementara itu WL

akan mempersiapkan bunga, dupa, arit dan sapu sebelum melakukan tradisi

nyekar. WL juga akan meminta doa restu kepada leluhurnya saat akan

melakukan tradisi nyekar supaya dapat menjalani kehidupan dengan baik dan

terhindar dari halangan. Sarwono (2009) mengatakan bahwa salah satu faktor

yang mempengaruhi pembentukan persepsi adalah sistem nilai. Sarwono

(2009) menjelaskan bahwa ketika stimulus yang diterima dianggap berharga

maka akan dipersepsikan sebagai hal yang baik, namun ketika stimulus

dianggap tidak berharga maka akan dipersepsikan sebagai hal yang buruk.

Terkait pernyataan WL, Sarwono (2009) juga mengatakan bahwa terdapat

faktor kebutuhan yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang tentang

stimulus yang ada.

Saat melakukan tradisi nyekar, terdapat pengalaman-pengalaman yang

berkesan bagi setiap informan. Pengalaman sedih yang diceritakan HR

tentang adiknya yang meninggal senada dengan pengalaman sedih KY saat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

65

kembali melakukan nyekar di makam kakeknya. Berbeda dengan HR dan

KY, informan WL menceritakan tentang pengalamannya membersihkan

makam supaya merasa nyaman saat melangsungkan tradisi nyekar. Walgito

(2010) menjelaskan bahwa persepsi adalah respon terintegrasi atas stimulus

yang diterima oleh individu. Menurut Walgito (2010), perbedaan persepsi

dari tiap individu atas stimulus yang sama dikarenakan oleh perbedaan

pengalaman individu terkait stimulus tesebut.

Selama menjalani tradisi nyekar, informan HR merasa tidak pernah

menemukan tantangan yang berarti. Berbeda dengan HR, informan WL dan

KY mencoba menceritakan tantangan-tantangan yang mereka hadapi selama

menjalani tradisi nyekar. WL merasa waktu sebagai tantangan baginya.

Sementara itu rasa takut dan malas adalah tantangan tersendiri bagi KY.

Meskipun menemukan tantangan dalam melakukan tradisi nyekar, WL dan

KY sudah dapat menanggulanginya dengan cara mereka masing-masing.

Manajemen konflik yang dilakukan oleh WL dan KY dapat berbeda dengan

orang lain pada situasi yang sama, tergantung dari tipe kepribadian yang

dimiliki oleh orang tersebut. Menurut Sarwono (2009), tipe kepribadian dapat

menimbulkan perbedaan persepsi dari beberapa orang terhadap stimulus yang

sama.

Setiap informan memiliki pandangannya masing-masing terkait

manfaat melakukan tradisi nyekar. Bagi HR, tradisi nyekar mampu

menyadarkannya tentang kehidupan yang sementara, ia juga dapat

mengenang orang yang sudah meninggal, dan menambah kerohanian dalam

dirinya. Manfaat lain yang didapatkan oleh WL berkaitan dengan tradisi

nyekar adalah menambah kemampuannya untuk berkompromi dan tidak

memaksakan kehendak kepada orang lain. WL juga merasa lebih mampu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

66

untuk menghormati dan menghargai leluhurnya. Sementara itu KY merasa

bahagia ketika berkumpul bersama keluarga besarnya untuk melangsungkan

tradisi nyekar. KY pun merasa bahwa ia dapat menjadikan tradisi nyekar

sebagai ladang amal baginya.

Kebiasaan menjalankan tradisi nyekar yang dilakukan oleh ketiga

informan tidak dapat dilepaskan dari dukungan keluarga. Menurut pengakuan

ketiga informan, orangtua dan keluarga berperan penting dalam

memperkenalkan mereka terhadap tradisi nyekar ini. Selain keluarga,

informan HR dan WL mengatakan bahwa lingkungan masyarakat di sekitar

mereka juga memadang tradisi nyekar sebagai hal yang positif dan baik untuk

diteruskan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Koentjaraningrat dalam

Sutiyono (2011) mengatakan bahwa tradisi merupakan hasil dari proses

belajar manusia yang masih terus ada dan diwariskan hingga sekarang.

Berbicara tentang harapan terkait tradisi nyekar, ketiga informan

berharap supaya tradisi nyekar dapat terus berlangsung dan tidak punah di

kemudian hari. Informan WL mengatakan bahwa tradisi nyekar sangat

penting untuk diwariskan kepada penerusnya sebagai pengingat akan leluhur

yang telah meninggal. Menurut KY, keluarga sangat berperan penting dalam

keberlangsungan tradisi nyekar dikemudian hari. Peran keluarga dapat

menjadi pengambil keputusan untuk meneruskan tradisi nyekar maupun tidak.

Sementara itu HR berpendapat bahwa tradisi nyekar akan terus berlangsung

di kemudian hari dengan perubahan sesuai perkembangan zaman. Hal-hal

yang dianggap tidak penting akan perlahan hilang dan menyisakan hal-hal

yang esensial dari tradisi nyekar tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti dapat menyimpulkan

beberapa hal terkait dengan proses pembentukan persepsi dari ketiga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

67

informan terhadap tradisi nyekar. Ketika dikenalkan kepada tradisi nyekar

oleh orang tua dari masing-masing informan, tiap informan mendapatkan

banyak stimulus terkait tradisi tersebut. Ketiga informan hanya memberikan

atensi kepada stimulus negatif dari tradisi nyekar yang mereka terima dan

mengabaikan stimulus positif yang ada. Stimulus negatif yang diberi atensi

oleh ketiga informan adalah stimulus mengenai pemakaman sebagai tempat

berlangsungnya tradisi nyekar merupakan tempat yang menakutkan. Hal itu

menyebabkan terbentuknya persepsi negatif dari ketiga informan terhadap

tradisi nyekar. Adanya dorongan dari keluarga dan lingkungan membuat

ketiga informan tetap melaksanakan tradisi nyekar dan mengesampingkan

persepsi negatif yang mereka miliki. Seiring dengan semakin sering

menjalankan tradisi nyekar, ketiga informan mulai memberikan atensinya

kepada stimulus-stimulus positif terkait dengan tradisi tersebut. Hal ini

membuat persepsi negatif yang mereka miliki akan dikoreksi dan berganti

dengan persepsi positif terkait dengan tradisi nyekar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian memperlihatkan bahwa tradisi nyekar masih dipersepsikan

sebagai tradisi yang baik dan layak untuk diteruskan secara turun-menurun di

masyarakat. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam

pembentukan persepsi terhadap tradisi nyekar. Dukungan keluarga dengan

memberikan stimulus positif mampu mematahkan persepsi negatif terhadap

tradisi nyekar dan mengubahnya menjadi persepsi yang positif. Persepsi

negatif terhadap tradisi nyekar berasal dari stimulus-stimulus lingkungan

maupun media yang mengemas makam sebagai tempat berlangsungnya

tradisi ini menjadi tempat yang menyeramkan dan identik dengan keberadaan

hantu. Selain faktor keluarga, dukungan lingkungan juga memiliki peran

untuk membentuk persepsi yang baik terhadap tradisi nyekar. Lingkungan

yang mendukung dengan masih melaksanakan tradisi nyekar secara turun-

temurun dapat menumbuhkan persepsi yang baik bagi tradisi nyekar tersebut.

Pembentukan persepsi yang positif terhadap tradisi nyekar juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor dari dalam individu itu sendiri. Faktor

atensi, sistem nilai, kebutuhan dan tipe kepribadian dari individu menjadi

faktor yang dapat mempengaruhi persepsi. Keempat faktor ini dapat

mempengaruhi persepsi pelaku tradisi nyekar dan dapat membentuk persepsi

yang positif maupun negatif terhadap tradisi tersebut.

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti merasa kesulitan dalam menemukan literatur terbaru yang

membahas tentang tradisi nyekar dari sudut pandang kebudayaan Jawa tanpa

melihat dari sudut pandang kebudayaan lain. Peneliti hanya mampu

menemukan beberapa literatur yang membahas tradisi nyekar dari sudut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

69

pandang Jawa secara mendalam. Hal ini membuat peneliti merasa kurang

untuk memahami dan membahas tradisi nyekar dari sudut pandang

kebudayaan Jawa.

Penelitian ini juga hanya membahas tentang persepsi remaja Jawa

sebagai pelaku tradisi nyekar. Peneliti melihat ada aspek-aspek psikologis

lain yang dapat digali secara mendalam selama proses penelitian. Peneliti

juga melihat adanya aspek-aspek non psikologis yang mempengaruhi aspek

psikologis dalam penelitian. Hal ini juga tidak dibahas lebih lanjut dalam

penelitian karena keterbatasan dari peneliti.

C. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya

a. Minimnya literatur terkini tentang tradisi nyekar dari sudut pandang

Jawa dapat ditanggulangi dengan melakukan wawancara terhadap

tokoh-tokoh yang dianggap mengetahui tentang seluk-beluk tradisi

tersebut. Tokoh yang dimaksud seperti juru kunci pemakaman atau

pemerhati kebudayaan Jawa.

b. Penelitian yang akan dilakukan dapat melihat aspek-aspek psikologis

lain yang mampu menggali lebih dalam tentang pelaku tradisi nyekar.

Aspek motivasi dirasa dapat menjadi rekomendasi dari peneliti.

Penelitian selanjutnya diharapkan juga memperhatikan faktor non

psikologis yang dapat mempengaruhi aspek psikologis informan

penelitian. Faktor non psikologis yang dimaksud seperti lingkungan

geografis, demografis, kebiasaan lingkungan sosial, dan sebagainya.

2. Bagi keluarga pelaku tradisi nyekar

a. Keluarga pelaku tradisi nyekar diharapkan dapat terus menjaga

keberlangsungan tradisi ini dengan mewariskan kepada penerusnya.

Stimul

Perse

psi

Terus

menjalan

Stimulus

positif

Perse

psi

Stimul

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

70

b. Keluarga pelaku tradisi nyekar diharapkan dapat terus menumbuhkan

persepsi positif kepada penerusnya. Hal ini dapat membantu pelaku

tradisi nyekar untuk mematahkan stimulus-stimulus yang dapat

mengubah persepsinya menjadi negatif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

71

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J. W. (2009). Research design: qualitative, quantitative, and mixed

methods approaches (3rd ed). Los Angeles, London, New Delhi,

Singapore: Sage.

Creswell, J. W. (2015). Riset pendidikan: perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi riset kualitatif & kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darmoko. (2016). Budaya jawa dalam diaspora: tinjauan pada masyarakat Jawa di

Suriname. Jurnal IKADBUDI, 5, 1-19.

Geertz, C. (2014). Agama jawa: abangan, santri, priyayi dalam kebudayaan jawa.

Jakarta: Komunitas Bambu.

Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kencana.

King, L. A. (2010). Psikologi umum: sebuah pandangan apresiatif. Jakarta:

Salemba Humanika.

Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Latifundia, E. (2016). Situs makam-makam kuna di kabupaten kuningan bagian

timur: kaitannya dengan religi. Jurnal Kapata Arkeologi, 12 (1), 59-70.

Mumfangati, T. (2007). Tradisi ziarah makam leluhur pada masyarakat jawa.

Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya, 152-158.

Najitama, F. (2013). Fungsi sosial ziarah pada masyarakat jawa: analisis tradisi

ziarah di wonoyoso. Jurnal Wahana Akademika, 15 (2).

Papalia, D. E., Old, S. W., dan Feldman, R. D. (2008). Human development

psikologi perkembangan (vols. 5-9). Jakarta: Kencana.

Putra, Y. S. (2016). Theoritical review: teori perbedaan generasi. Jurnal Among

Makarti, 9 (18).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

72

Rahmawati, H., Ridlo, M.R. (2016). Motivasi daya tarik wisatawan religi di

astana mangadeg. Jurnal Sosiologi DILEMA, 31 (1).

Rakhmat, J. (2008). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Santrock, J. W. (2011). Perkembangan masa hidup (13rd ed, vol. 1). Jakarta:

Erlangga.

Sarwono, S. W. (2009). Pengantar psikologi umum. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Smith, J. A. (2013). Dasar-dasar psikologi kualitatif: pedoman praktis metode

penelitian. Bandung: Nusa Media.

Smith, J. A., Flowers, P., dan Larkin, M. (2009). Interpretative phenomenological

analysis: theory, method and research. Los Angeles, London, New

Delhi, Singapore: Sage.

Solso, R. L., Maclin, O. H., dan Maclin, M. K. (2008). Psikologi kognitif. Jakarta:

Erlangga.

Sternberg, R. J. (2008). Psikologi kognitif (4th ed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subagya, Y. T. (2004). Menemui ajal: etnografi jawa tentang kematian.

Yogyakarta: Kepel Press.

Suseno, F. M. (1996). Etika jawa: sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan

hidup jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Susetyo, DP. B., Widiyatmadi, HM. E., & Sudiantara, Y. (2014). Konsep self dan

penghayatan self orang jawa. Jurnal Psikodimensia, 13 (1), 47-59.

Sutiyono. (2011). Tradisi masyarakat sebagai kekuatan sinkretisme di trucuk

klaten. Jurnal Penelitaian Humaniora, 16 (1), 45-59.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PERSEPSI REMAJA JAWA GENERASI Z TERHADAP TRADISI …

73

Suwardi. (2006). Mistisme dalam seni spiritual bersih desa di kalangan penghayat

kepercayaan. Jurnal Kebudayaan Jawa, 1 (2).

Tanjung, S. Konsepsi kematian ala jawa. Jurnal Komunikasi, 8 (1).

Uhi, J. A., Soeprapto, S., dan Syamsuddin M. M. (2016). Hatuhaha amarima lou

nusa dalam perspektif filsafat kebudayaan cornelis anthonie van peursen

dan relevansinya dengan keutuhan bangsa indonesia. Jurnal Filsafat, 26

(1).

Walgito, B. (2004). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi.

Walgito, B. (2010). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Wicaksono, W., & Meiyanto, S., (2003). Ketakutan terhadap kematian ditinjau

dari kebijaksanaan dan orientasi religious pada periode remaja akhir yang

berstatus mahasiswa. Jurnal Psikologi, (1), 57-65.

Yuwono, E. S. (2016). Kejawaan dan kekristenan: negoisasi identitas orang

kristen jawa dalam persoalan di sekitar tradisi ziarah kubur. Jurnal

Humanika, 16 (1).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI