permata hati
DESCRIPTION
Anak ku sayang, semoga tumbuh dan berkembang dengan sebaik mungkinTRANSCRIPT
MENGENDALIKAN AMARAH ORANGTUA DAN
MENGENDALIKAN PERILAKU ANAK
Editor: Asnawati
Setiap orangtua pasti sayang dengan anaknya. Kalau ada cerita kekerasan orang tua terhadap
anak, kemungkinan itu karena masalah orang tua dalam mengendalikan amarah. Tapi anak-anak
memang sangat pandai memancing kemarahan orang tua. Apakah kenakalan mereka murni kesalahan
mereka sendiri ataukah orangtuanya yang tak bisa menanamkan sikap yang baik?. Selaku orangtua tentu
tak ingin menyakiti anak sendiri, karena menyakiti mereka sama dengan menyakiti diri sendiri. Oleh
sebab itu, orang tua perlu mencari cara agar anak-anak dapat membuang kebiasaan buruk dan
melakukan kebiasaan baik agar tak ada lagi sumber kemarahan di diri mereka. Mereka adalah titipan
Illahi yang harus dijaga dan dibekali ilmu (dunia dan akhirat) sebab satu saat nanti mereka akan dewasa,
mereka harus siap untuk mandiri. Ini semua memerlukan proses belajar, jangan sampai proses ini
diwarnai oleh hal-hal yang buruk akibat ketidaktahuan dalam hal cara mendidik anak. Dalam hal
mendidik anak, Islam sendiri pasti sudah memberikan aturan dan Rasulullah adalah teladan yang
terbaik. Kemarahan seorang ibu kepada anaknya dapat membuat kemurkaan Allah, kata-kata yang
keluar dari mulut orang tua bisa jadi do’a bagi anaknya. Oleh sebab itu, agar anak selamat, orang tua
harus dapat menahan diri dari marah dan dari mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas terhadap
anaknya. Diperlukan cara agar dapat mengendalikan perilaku anak tanpa harus ada emosi orangtua.
Rabu, 10 Februari 2010, waktu ke Gramedia kutemukan satu buku di rak Psikologi, judulnya 1-2-3
Magic Cara Ajaib Mendisiplinkan Anak umur 2-12 Tahun karangan Thomas W.Phelan, Ph.D. Berikut
hal-hal yang dipetik dari buku ini (disertai sedikit modifikasi pada perilaku mulai untuk dipraktekkan
sendiri):
Buku ini membagi pengasuhan dalam 3 tahap:
o Tahap 1: melibatkan pengendalian perilaku buruk.
o Tahap 2: melibatkan dorongan pada perilaku baik.
o Tahap 3: mempertahankan hubungan baik dengan anak.
Perilaku “berhenti” dan perilaku “mulai”. Berhenti melakukan yang tidak diinginkan orangtua dan
mulai melakukan apa yang diinginkan orangtua. Pada perilaku “berhenti”, masalahnya adalah apa yang
sedang dilakukan anak. Pada perilaku “mulai”, masalahnya apa yang tidak dilakukan anak.
• Berhenti untuk perilaku: merengek,
mengejek, membantah, mencibir, berteriak,
mendorong, memukul, marah, …
• Prosedur yang digunakan: prosedur 1-2-3
atau ”berhitung”.
• Perilaku mulai: merapikan barang-barang,
makan, mengerjakan PR, mempersiapkan
tempat tidur, merapikan tempat tidur, mandi
tepat waktu, shalat 5 waktu.
• Prosedur yang digunakan: pujian, permintaan
sederhana, pengaturan waktu dapur, docking
system, konsekuensi alami, table, atau variasi
1-2-3.
• Konsep salah: “Asumsi Orang Dewasa Kecil”, yaitu keyakinan bahwa anak mempunyai hati bak
emas dan bahwa pada dasarnya mereka baik dan tidak egois, sehingga apabila anak-anak
berperilaku buruk atau tidak kooperatif, yang menjadi masalah pastilah karena mereka tidak
mempunyai cukup informasi untuk melakukan hal yang benar. Orang tua yang menganut “asumsi
orang dewasa kecil” akan sangat mengandalkan kata-kata dan alasan saat menghadapi anak dan
berusaha mengubah perilaku mereka. Kata-kata serta alasan sendiri sering gagal dan tidak
berdampak sehingga kali lain mengharuskan orangtua dan anak melalui apa yang dinamakan
Sindrom Bicara-Membujuk-Memberi Alasan-Berteriak-Memukul. Terjadi adu pendapat yang
membawa pada saling berteriak dan ketika hal itu gagal, orangtua merasa tidak ada apa pun yang
bisa dilakukan, kecuali memukul. Riset menunjukkan bahwa disiplin fisik cenderung menghasilkan
kecemasan pada anak-anak, merendahkan harga diri mereka, dan membuat anak lebih besar
kemungkinannya menjadi agresif. Berbicara dan memberi penjelasan tentu saja berpengaruh dalam
membesarkan anak. Namun, anak tetaplah anak-anak – bukan orang dewasa kecil. Mereka lahir
dengan sifat tidak bertanggungjawab dan egois, menjadi tugas orangtua untuk membantu anak
menjadi bertanggungjawab dan tidak egois. Di dalam tujuan tersebut, orang dewasa perlu bersikap
lembut, konsisten, tegas, dan tenang. Anak-anak harus dilatih untuk itu dan orangtua sebagai
pelatih harus sabar dan lembut, tetapi juga tekun. Satu penjelasan saja sudah cukup, usaha untuk
mengulang-ulang penjelasanlah yang mebuat orang dewasa dan anak-anak menghadapi masalah.
Orangtua dapat secara bertahap menjadi lebih banyak berbicara dan memberi alasan ketika anak
semakin besar.
• Dua kesalahan terbesar yang dilakukan orangtua dan guru ketika berhadapan dengan anak-anak
adalah: Terlalu Banyak Bicara dan Terlalu Banyak Emosi, karena hal itu tidak berguna ataupun
membuat orangtua melewati Sindrom Bicara-Membujuk-Memberi Alasan-Berteriak-Memukul.
Dalam 1-2-3 Magic disarankan agar orangtua menerapkan – selama situasi konflik atau disiplin –
aturan “Tidak Bicara dan Tidak Ada Emosi”.
METODE MENGHITUNG UNTUK PERILAKU BURUK (METODE 1-2-3)
o Metode 1-2-3 digunakan untuk mengatasi perilaku “Berhenti” (perilaku buruk atau sulit)
seperti membantah, berkelahi, merengek, berteriak, marah, dll.
o Apabila anak berperilaku buruk mulailah menghitung dari 1 kemudian 2 dengan selang 5 detik,
anak hanya diberi dua kesempatan – dua hitungan pertama – untuk memperbaiki
kelakuannya. Apabila ia mengabaikannya, akan sampai hitungan ke 3 yang berarti akan ada
konsekuensi, yang bisa berupa “periode beristirahat” atau “time out” (sekitar 1 menit per
tahun usia anak) atau “time out alternatif”.
o Jika anak mengerjakan sesuatu yang sangat buruk di mana orangtua tidak ingin mereka
mendapat tiga kesempatan untuk memperbaikinya, misalnya melakukan hal yang
membahayakan atau menyakiti orang lain, orangtua cukup berkata, “Tiga, masuk kamar sekian
menit ditambah sekian menit karena menimbulkan sakit hati atau untuk perkataan yang
buruk”.
o “Jendela kesempatan”. Jika anak melakukan tiga kesalahan dalam waktu 30 menit, masing-
masing peringatan totalnya tiga dan orangtua tidak harus melakukan hitungan berbeda untuk
setiap jenis perilaku buruk. Namun, jika ia melakukan satu kesalahan dan dapat hitungan 1
atau 2, dan satu jam kemudian ia melakukan kesalahan lagi, maka orang tua dapat kembali ke
hitungan 1. Jadi, setelah satu jam semua hitungan dihapus kemudian masuk jendela baru dan
terpisah. Jendela kesempatan harus lebih panjang saat anak semakin besar.
o Jika anak berbuat kesalahan saat ada tamu atau saat berada di tempat umum, metode
berhitung tetap berlaku!
o Metode 1-2-3 dapat gagal karena orangtua terlalu banyak bicara yang merusak fokus anak
tentang kemungkinan perilaku yang baik dan meletakkannya pada prospek argumentasi yang
menyenangkan dan bersemangat; sikap orangtua yang tenang dan tidak bicara akan berbicara
lebih keras daripada kata-kata. Lebih banyak bicara akan sungguh diperlukan ketika masalah
melibatkan susuatu yang tidak dipahami oleh anak, ketika yang ia lakukan adalah sesuatu yang
tidak wajar atau cukup serius, atau ketika orangtua benar-benar memerlukan lebih banyak
informasi tentang apa yang telah terjadi.
o Time-Out (masuk ke ruang hukuman): bisa ruang tidur anak atau ruang aman lain (kamar
mandi, jika anak suka mengompol karena jengkel). Dapat juga menggunakan anak tangga atau
kursi tetapi hanya jika anak tidak keluar dari situasi itu (tetap duduk, tidak berbicara dan tidak
turun). Di ruang hukuman anak dapat membaca, tidur siang sebentar, menggambar, dsb; ada
tiga hal yang tidak dibolehkan: telepon, teman, dan tayangan elektronik. Kekuatan time-out
umumnya datang dari gangguan terhadap aktivitas anak. Pertimbangkan tiga hal bila time-out
tidak efektif: (1) apakah orangtua masih terlalu banyak bicara dan terlalu emosional selama
mendisiplinkan anak? (2) jika orangtua merasa tetap tenang, pertimbangkan tempat/ruang lain
untuk time out (3) pertimbangkan TOA.
o Time out alternatif (TOA): digunakan ketika orangtua tidak ingin menggunakan timeout
sebagai konsekuensi bagi anak yang sampai pada hitungan 3, misalnya karena tidak ada waktu
untuk periode istirahat (timeout) atau merasa perlu konsekuensi yang sedikit lebih kuat, atau
ingin konsekuensi yang sesuai dengan kesalahannya. Beberapa kemungkinan TOA: waktu tidur
lebih awal, tidak nonton TV malam hari, kehilangan sebuah mainan – hari istirahat,
pengurangan uang saku, tidak ada makanan penutup, pekerjaan sehari-hari yang ringan
(membersihkan kamar mandi), pekerjaan sehari-hari yang berat (menyiangi rumput di
halaman), menulis sebuah artikel pendek, tidak ada percakapan – 15 menit, tidak ada teman
bermain, menyingkirkan DVD,CD player, mengurangi waktu main computer, tidak boleh ikut
belanja dsb. Perlu diingat untuk menjaga agar hukuman itu adil dan wajar, tujuan timeout
adalah mengajarkan sesuatu kepada anak, bukan untuk menjadi kejam atau untuk balas
dendam.
DORONGAN PADA PERILAKU BAIK
Tujuh taktik untuk perilaku mulai:
1. Penguat positif
� Pujian/penguatan verbal positif/umpan balik positif
� Diberi ucapan terimakasih
2. Permintaan sederhana
� Nada suara: sedikit memerintah
� Hindari spontanitas. Cobalah menyusun tugas sehingga permintaan spontanitas jarang
perlu dilakukan karena anak akan merasa terganggu aktivitasnya karena permintaan yang
mendadak.
3. Kitchen timer
� Pengatur waktu: menandai waktu untuk perilaku “mulai” atau lamanya time-out (bisa
menggunakan stopwatch atau timer hitung mundur di handphone).
� Dapat menjadi bagian dari rutinitas berangkat tidur atau kegiatan bangun pagi.
4. Docking system, memiliki 2 kabar:
� Kabar baik: kalau anak tidak melakukan pekerjaan sehari-hari, maka orangtua yang
melakukan untuknya.
� Kabar buruk: anak harus membayar orangtua karena telah mengerjakan tugasnya.
� Untuk membayar orang tua anak perlu modal yang bisa diperolehnya dari pinjaman, uang
tunai yang didapat dari penguat alami berupa uang tunai, atau dari tabungan anak.
5. Konsekuensi alami
� Membiarkan dunia yang besar dan tidak ramah memberi pelajaran kepada anak tentang
hal yang harus dilakukan dan hal yang tidak boleh dilakukan.
� Misalnya membiarkan anak menonton TV pagi hari setelah dinasehati berkali-kali sehingga
terlambat sekolah dan menerima konsekuensi dimarahi guru.
� Hindari ceramah, tidak perlu ada kalimat, “Nah, ini tidak akan terjadi jika kamu
mendengarkan ayah/ibu.” Mengomel juga bertentangan dengan kemampuan anak untuk
menghargai hubungan antara perilaku dan konsekuensinya.
6. Table
� Menggunakan sesuatu seperti kalender untuk menelusuri seberapa baik seorang anak
sudah melakukan perilaku baik.
Tugas Hari
SN SL R K J SB M
� Tugas bisa berupa: mengurus diri sendiri, berangkat tidur, membersihkan meja setelah
makan.
� Jika anak menyelesaikan tugas dengan baik:
o Memberi tanda dengan stiker untuk anak 4 – 9 tahun.
o Memberi nilai (A-F, 5-1) untuk anak yang lebih tua.
� Penguat alami: es krim, uang tunai, tidur lebih malam, mainan, menyewa film khusus,
jalan-jalan, buku komik/majalah, pergi belanja, makan malam di luar, membaca cerita
dengan orang tua, berkemah, barang untuk koleksi, memilih sendiri snack, membantu
membuat kue/makanan.
7. Menghitung untuk perilaku “Mulai” yang hanya berjalan sesaat, seperti menggosok gigi dan
disuruh mengambilkan sesuatu.
PERILAKU MULAI:
a. Membereskan barang-barang yang berserakan
� Meletakkan segala sesuatu pada tempatnya
� Metode yang digunakan:
Keranjang sampah: bila pada batas waktu yang ditentukan (kitchen timer) masih ada
barang-barang milik anak yang ditemukan teletak sembarangan maka akan dimasukkan
“keranjang sampah” untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Docking system
b. Membersihkan kamar tidur
� Metode: docking system; tabel
c. Pekerjaan sehari-hari.
� Menyiapkan jadwal/tas pelajaran esok pada malam hari.
� Menyiapkan sepatu, kaos kaki, ikat pinggang, baju seragam dan kerudung.
� Meletakkan baju kotor di keranjang cucian.
d. Tugas rumah
� Mencuci piring setelah makan malam.
� Menyiram bunga (sore)
� Merapikan kamar orang tua (Minggu)
� Menyapu & mempel lantai + vacuum cleaner (Minggu)
� Membersihkan kaca jendela (Minggu).
� Menyikat kamar mandi (Minggu).
� Metode: Tabel
e. Waktu makan
� Porsi kecil � kitchen timer, bila selesai sebelum waktunya dapat makanan pencuci mulut.
� Aturan 3 dari 4: memilih 3 dari 4 menu makan yang disediakan.
� Rutinitas Pecahkan –dan- taklukkan
o Rutinitas makan malam bersama: tidak harus selalu bersama dalam 1 meja, kadang biarkan
anak makan di mana yang mereka inginkan (asal jangan di kamar tidur) sepanjang mereka
membawa kembali piring mereka.
o Secara periodik mengajak anak makan di luar.
f. Bangun pagi dan persiapan berangkat ke sekolah
� Melibatkan urutan perilaku “mulai”:
o Bangun dari tempat tidur tepat waktu
o Menggosok gigi
o Sholat subuh
o Membereskan tempat tidur
o Mandi
o Berpakaian
o Sarapan
o Meninggalkan rumah dengan peralatan yang tepat dan waktu yang tepat.
� Metode: Tabel, penguat, kitchen timer.
g. Penilaian mingguan
� Kebersihan kamar
� Kerapian lemari
� Kelengkapan peralatan sekolah (buku, pensil, penghapus, penggaris, pensil warna, kaos kaki,
ikat pinggang)
� Metode: docking system, tabel
h. Pekerjaan rumah dan belajar
� Waktu: setelah sholat magrib/isya (note: pk 20.00 malam bukanlah waktu yang baik untuk
kemampuan akademis yang sempurna).
� Table untuk PR
Komponen Penilaian Nilai
Rapi
Benar
Teliti
Tidak mengeluh
Mengerjakan pada saat yang tepat tanpa diingatkan
1
1
1
1
1
Total 5 point
� Kitchen timer saat mengerjakan PR supaya anak fokus
� Pemeriksaan sepintas: setiap pukul 20.30 � persiapan untuk sekolah besok (tas, seragam,
sepatu, dsb).
i. Waktu tidur
� Pukul 21.00 untuk hari-hari sekolah
� Pada pukul 20.30 saat “pemeriksaan sepintas” hidupkan pengatur waktu untuk 30 menit dan
beritahukan anak untuk bersiap-siap tidur: menyiapkan kelengkapan sekolah esok hari,
menyikat gigi, buang air kecil dan mencuci muka (berwudhu). Bila selesai cepat dan ada waktu
terrsisa, maka waktu itu adalah waktu anak dan orang tua: membaca cerita atau hanya duduk
dan berbicara.