permasalahan dan kebijakan di bidang pertanian

25
PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PERTANIAN A. KEBIJAKAN PERTANIAN Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang- undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi. Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan. Hampir setiap kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak. Selau ada saja pihak 1

Upload: hsuhhj

Post on 01-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hhh

TRANSCRIPT

Page 1: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG

PERTANIAN

A. KEBIJAKAN PERTANIAN

Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah,

sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan

tertentu. Adapun tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah

memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih

produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat

penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai

tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah

mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk

Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen,

keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi

dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan

pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies).

Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering

dalam perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang

sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga

kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra

di Sulawesi.

Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan

keadilan. Hampir setiap kebijakan jarang akan disambut dengan baik

oleh semua pihak. Selau ada saja pihak yang memperoleh manfaat lebih

besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang dirugikan. Itulah

sebabnya masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada banyak

sedikitnya campur tangan pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya

kebijakan itu mencapai sasarannya dengan sekaligus mencari keadilan

bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan

1

Page 2: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

pertanian yang lebih baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional

untuk menaikkan produksi secara optimal dengan perlakuan yang adil

pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.

1. Kebijakan Harga

Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di

banyak negara dan biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan

sehingga disebut kebijakan harga dan pendapatan (price and economic

policy). Segi harga dari kebijakan itu bertujuan untuk mengadakan

stabilitas harga, sedangkan segi pendapatannya bertujuan agar

pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan

dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung pemberian

penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak

terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi

tertentu bagi petani. Di banyak negara seperti; Amerika Serikat, Jepang,

dan Australia banyak sekali hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi,

dan gula yang mendapat perlindungan pemerintah berupa harga

penyangga dan atau subsidi. Indonesia baru mulai mempraktekkan

kebijakan harga untuk beberapa hasil pertanian sejak tahun 1969.

Secara teoritis kebijakan harga yang dapat dipakai untuk mencapai tiga

tujuan yaitu:

1. stabilitas harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani

2. meningkatkan pendapatan petani melalui pebaikan dasar tukar

(term of trade)

3. memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.

Kebijakan harga di Indonesia terutama ditekankan pada tujuan

pertama yaitu Stabilitas harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan

harga-harga umum yang stabil berarti pula terjadi kestabilan

2

Page 3: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali dilaksanakan pada hasil-

hasil pertanian di negara-negara yang sudah maju dengan alasan pokok

pendapatan rata-rata sektor pertanian terlau rendah dibandingkan

dengan penghasilan di luar sektor pertanian.

Tujuan yang kedua ini sulit untuk dilaksanakan di negara-negara

yang jumlah petaninya berjuta-juta dan terlalu kecil-kecil seperti di

Indonesia karena persoalan administrasinya sangat kompleks. Pada

prinsipnya kebijakan harga yang demikian ini merupakan usaha

memindahkan pendapatan dari golongan bukan pertanian ke golongan

pertanian, sehingga hal ini bisa dilaksanakan dengan mudah di negara-

negara yang sudah maju dan kaya, dimana golongan penduduk di luar

pertanian jumlahnya jauh lebih besar dengan pendapatan lebih tinggi

dibanding golongan penduduk pertanian. Di negara-negara ini penduduk

sektor pertanian rata-rata di bawah 10 persen dari seluruh penduduk,

sedangkan di negara kita masih antara 60 persen-70 persen.

Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktek sering dilaksanakan

oleh negara-negara yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua

yaitu dalam bentuk pembatasan jumlah produksi dengan pembayaran

kompensasi. Berdasarkan ramalan harga, pemerintah membuat

perencanaan produksi dan petani mendapat pembayaran kompensasi

untuk setiap kegiatan produksi yang diistirahatkan. Di negara kita,

dimana hasil-hasil pertanian pada umumnya belum mencukupi

kebutuhan, maka kebijakan yang demikian tidak relevan. Selain

kebijakan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian, peningkatan

pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada harga

sarana-sarana produksi seperti pupuk/insektisida. Subsidi ini mempunyai

pengaruh untuk menurunkan biaya produksi yang dalam teori ekonomi

berarti menggeser kurva penawaran ke atas.

3

Page 4: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

2. Kebijakan Pemasaran

Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen,

pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam

kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan

tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke

konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani.

Di negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Kenya apa yang dikenal

dengan nama Badan Pemasaran Pusat (Central Marketing Board)

berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia atas

penghasilan petani. Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang

dimulai sesudah depresi besar tahun 1930 untuk industri bulu domba,

susu, telor dan kentang. Di Indonesia Badan Pengurusan Kopra, Badan

Pemasaran Lada pada prinsipnya mempunyai tujuan yang sama

dengan Badan pemasaran Pusat di Afrika dan Inggris.

Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan

berproduksi pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan

penanaman baru dan usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi

karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif kecil

dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain.

Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan

untuk ekspor, kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-

sarana produksi bagi petani. Pemerintah berusaha menciptakan

persaingan yang sehat di antara para pedagang dengan melayani

kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida dan lain-lain

sehingga petani akan dapat membeli sarana-sarana produksi tersebut

dengan harga yang relatif tidak terlalu tinggi. Jadi disini jelas bahwa

4

Page 5: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

kebijakan pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah

dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar. Di satu pihak pemerintah

dapat mengurangi pengaruh kekuatan-kekuatan pasar supaya tidak

terlalu merugikan pedagang dan petani, tetapi di pihak lain persaingan

dapat didorong untuk mencapai efisiensi ekonomi yang tinggi. Dalam

praktek kebijakan pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan

kebijakan harga.

3. Kebijakan Struktural

Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk

memperbaiki strukutur produksi misalnya luas pemilikan tanah,

pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian yang baru dan

perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik

maupun sosial ekonomi.

Kebijakan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama

yang erat dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang

dimaksud disini tidak mudah untuk mencapainya dan biasanya

memakan waktu lama. Hal ini disebabkan sifat usahatani yang tidak saja

merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari

kehidupan petani dengan segala aspeknya. Oleh karena itu tindakan

ekonomi saja tidak akan mampu mendorong perubahan struktural dalam

sektor pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan dengan lebih mudah

pada sektor industri. Pengenalan baru dengan penyuluhan-penyuluhan

yang intensif merupakan satu contoh dari kebijakan ini. Kebijakan

pemasaran yang telah disebutkan di atas sebenarnya dimaksudkan pula

untuk mempercepat proses perubahan struktural di sektor pertanian

dalam komoditi-komoditi pertanian. Pada bidang produksi dan tataniaga

kopra, lada, karet, cengkeh dan lain-lain. Dalam kenyataannya

5

Page 6: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

pelaksanaan kebijakan harga, pemasaran dan struktural tidak dapat

dipisahkan, dan ketiganya saling melengkapi.

4. Kebijakan Pertanian dan Industri

Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah:

1. Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena

tergantung pada alam yang kebanyakannya di luar kekuasaan

manusia untuk mengontrolnya, sedangkan industri tidak demikian.

2. Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-

bahan mentah yang dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan

tingkat hidup manusia permintaannya tidak akan naik seperti pada

permintaan atas barang-barang industri

3. Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor

ekonomi saja yang menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi,

kebiasaan dan lain-lain memegang peranan penting. Industri lebih

bersifat lugas (zakelijk).

Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi

sebagai perbedaan dalam respons permintaan dan penawaran atas

perubahan-perubahan harga.

Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian

jauh lebih kecil daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga

atas permintaan radio, buku-buku, mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi

daripada elatisitas harga atas permintaan beras dan bahan pakaian. Hal

ini disebabkan pendapatan sektor industri pada umumnya lebih tinggi

daripada pendapatan sektor pertanian maka elastisitas pendapatan atas

permintaan barang-barang hasil industri lebih besar daripada atas bahan

makanan pokok.

6

Page 7: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

5. Pendapatan Penduduk Desa dan Kota

Perbedaan kebijakan antar sektor pertanian dan industri dapat

dilihat pula dalam keperluan akan kebijakan yang berbeda antara

penduduk kota dan penduduk desa. Perbedaan pendapatan antara

penduduk kota dan penduduk pedesaan adalah sedemikian rupa

sehingga mempunyai akibat dalam pola pengeluaran konsumsi dan

perilaku ekonomi lain-lainnya.

Ada tiga hal yang meyebabkan rata-rata pendapatan penduduk kota

lebih tinggi dibanding penduduk desa yaitu:

1. kestabilan dan kemantapan pendapatan penduduk kota lebih

besar dibanding pendapatan penduduk desa

2. lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat mendorong

kegiatan ekonomi di kota lebih banyak dibandingkan di desa

3. lebih banyaknya fasilitas pendidikan dan kesehatan di kota yang

memungkinkan rata-rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih

tinggi.

Salah satu upaya untuk mengurangi perbedaan pendapatan ini

adalah dengan menambah persediaan modal di desa serta mengurangi

jumlah tenaga kerja di pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di

kota-kota. Dengan lebih banyaknya investasi di desa misalnya dalam

alat-alat pertanian yang lebih modern, huller , traktor dan juga dalam

pembangunan-pembangunan prasarana fisik seperti jembatan-jembatan

baru, bendungan irigasi dan lain-lain maka timbul adanya keperluan

akan peningkatan keterampilan tenaga kerja. Seorang petani yang

mengerjakan sawah dengan bajak atau traktor dalam waktu yang sama

akan mampu menyelesaikan luas sawah yang lebih besar daripada

petani lain yang hanya menggunakan cangkul. Beberapa faktor yang

menjadi penyebabnya adalah:

7

Page 8: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

1. Adanya tambahan modal yang berupa pajak dan ternak serta

mesin traktor pada petani pertama

2. Adanya keahlian dan keterampilan khusus yang diperlukan oleh

petani yang menjalankan bajak atau traktor itu.

Kedua unsur inilah yang menimbulkan perbedaan produktivitas

tenaga kerja.

B. Permasalahan Pertanian

1. Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan

Pendapatan dalam Pertanian

Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang

berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil

pertaniannya maupun yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Selain merupakan usaha, bagi si petani pertanian juga merupakan

bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of live), sehingga

tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek-aspek sosial dan

kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta aspek-aspek

tradisi semuanya memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan

petani. Namun demikian dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya

produksi petani dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil

produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan

kehidupan petani.

Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi

pertanian dan persoalan ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian

adalah jarak waktu (gap) antara pengeluaran yang harus dilakukan para

pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu

ini sering pula disebut gestation period, yang dalam bidang pertanian

jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang

industri, sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari penjualan

8

Page 9: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi.

Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan

penangkap ikan yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia

menjual ikannya. Jadi ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola

penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya

diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan

setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang

sangat mendesak sebelum panen tiba.

2. Tekanan Penduduk dan Pertanian

Persoalan lain yang sifatnya lebih jelas lagi dalam ekonomi

pertanian adalah persoalan yang menyangkut hubungan antara

pembangunan pertanian dan jumlah penduduk. Malthus dalam tahun

1888 menerbitkan buku yang terkenal mengenai persoalan-persoalan

penduduk dan masalah pemenuhan kebutuhan manusia akan bahan

makanan. Penduduk bertambah lebih cepat daripada pertambahan

produksi bahan makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur,

sedangkan produksi bahan makanan hanya bertambah menurut deret

hitung. Persoalan penduduk di Indonesia tidak hanya dalam

kepadatannya tetapi juga pembagian antardaerah tidak seimbang.

Komposisinya menunjukkan suatu penduduk yang muda dengan

pemusatan penduduk di kota-kota besar. Tingkat pertambahan

penduduk tinggi, karena angka kelahiran tinggi, sedangkan angka

kematian menurun. Menurunnya angka kematian disebabkan oleh

kemajuan kesehatan dan sanitasi.

Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya persoalan penduduk

dapat dilihat dari tanda-tanda berikut:

1. persediaan tanah pertanian yang makin kecil

2. produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun

9

Page 10: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

3. bertambahnya pengangguran

4. memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan

bertambahnya hutang-hutang pertanian.

3. Pertanian Subsisten

Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai

karangan mengenai ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari

perkataan subsistence dari kata subsist yang berarti hidup. Pertanian

yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem bertani dimana tujuan

utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya

beserta keluarganya. Namun dalam menggunakan definisi yang

demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani susbsisten

yang begitu homogen, yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang

lain. Dalam kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda

dalam hal luas dan kesuburan tanah yang dimilikinya dan dalam kondisi-

kondisi sosial ekonomi lingkungan hidupnya.

Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka

memandang pertanian sebagai sarana pokok untuk memenuhi

kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil produksi pertanian itu. Dengan

definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa petani susbsisten tidak

berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga berpikir

dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya

tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi

dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain.

C. Mekanisasi, Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani

Dewasa ini strategi pembangunan nasional khususnya

pembangunan sektor pertanian dipusatkan pada upaya mendorong

percepatan perubahan struktural, meliputi proses perubahan dari sistem

10

Page 11: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

pertanian tradisional ke sistem pertanian yang maju dan modern, dari

sistem pertanian subsistem ke sistem pertanian yang berorientasi pasar

dan dari kedudukan ketergantungan kepada kedudukan kemandirian.

Perubahan struktural tersebut merupakan langkah dasar yang

meliputi pengalokasian sumber daya (baik alam, manusia maupun

mekanik), penguatan kelembagaan dan pemberdayaan manusia. Dalam

pelaksanaannya harus meliputi langkah-langkah nyata untuk

meningkatkan akses kepada aset produktif berupa teknologi harus dapat

dimanfaatkan dan dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih maju

dan lebih bermanfaat termasuk antara lain pengolahan tanah,

pemberian air pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendlaian hama

dan penyakit, dan pemanenan secara bijaksana.

Pembangunan pertanian harus diarahkan pada terciptanya tenaga

petani yang terampil dalam mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya

masyarakat petani yang maju, bersemangat profesional sehingga

mampu menghadapi tantangan dan permasalahan dalam melaksanakan

usaha taninya.

Di Indonesia dapat dicatat adanya berbagai tantangan dan

permasalahan dalam pengelolaan usaha tani yang masing-masing

mempunyai kekhususan yang berbeda-beda seperti kenaikan produksi,

peningkatan di bidang pemasaran dan sistem kredit, serta efisiensi. Dari

berbagai ragam tantangan dan permasalahan tersebut yang sering kali

terlupakan oleh pengamat adalah efisiensi dalam pengelolaan usaha

tani terutama yang berhubungan dengan kerja petani.

Perlunya Efisiensi

Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian

tenaga kerja di sektor pertanian di Indonesia tergolong sangat besar

dibanding negara lain. Di Amerika Serikat kurang lebih 0,002 Kw/ha,

11

Page 12: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

Jepang 0,014 Kw/ha, sedang Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi tenaga kerja

manusia di Jepang dan Amerika Serikat lebih intensif dibanding di

Indonesia. Terlihat adanya perbedaan nyata antara petani Indonesia

dengan petani Jepang.

Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh

meninggalkan Indonesia dalam jangka waktu yang sama adalah

produktivitas pekerja. Yang utama dalam produktivitas pekerja (petani)

Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik

pertanian Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di

Jepang produktivitas pekerja (petani) bukan hanya diperhitungkan per

ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja dimanfaatkan se efisien

mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.

Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu

sumber tenaga dapat menangani suatu bahan, masih belum mendapat

perhatian secara serius. Padahal fungsi perbaikan pertanian adalah

menaikkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli petani.

Sangat kecilnya efisiensi petani merupakan hambatan bagi faktor-faktor

lain yang merupakan penetrasi pembangunan pertanian.

Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan

hanya memberi landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit

reform (Pemberian Kredit Usaha Tani), tetapi perlu juga diperhatikan

situasi kerja petani. Situasi kerja yang monoton dengan hasil yang

rendah menyebabkan petani mengalami kejenuhan. Ditilik lebih jauh,

perlu diakui bahwa kejenuhan petani ini terus berlangsung. Hal ini

disebabkan oleh miskinnya inovasi dan tiadanya gebrakan-gebrakan

baru yang menggairahkan petani.

Hambatan pembangunan dalam sektor pertanian di Indonesia

adalah lambatnya kemajuan teknologi. Kontras teknologi selalu

dipersoalkan. Tingkat teknologi yang rendah menyebabkan petani sulit

12

Page 13: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

memperoleh hasil dalam proses produksi yang maksimal. Kehilangan

hasil dalam proses produksi sangat besar, sementara biaya yang

diperlukan sangat tinggi. Contoh paling sederhana adalah dalam

memanen padi. Untuk 9 kg gabah harus dibayar 1 kg gabah. Jika total

hasil panen padi (dalam satu musim tanam) dalam 1 ha adalah 9 ton

gabah, maka biaya pemanenan yang dikeluarkan sebesar 1 ton gabah.

Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja

dengan produktivitas tinggi masih dicemburui. Harapan

memperkenalkan teknologi yang efisien selalu dihantui oleh

pembengkakan pengangguran terutama di wilayah perdesaan.

Akibatnya jumlah tenaga pengangguran semu dalam sektor pertanian di

Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya tenaga kerja semu ini

karena efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia

atau memang karena distribusi kerja yang tidak merata.

Tuntutan Inovasi

Dalam arah kebijakan pembangunan nasional, pembangunan

sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan

kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas dan kemandirian serta

akses masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui

peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi dan

keanekaragaman hasil pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan

pada pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan yang

berbudaya industri, maju dan efisien ditingkatkan dengan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembangunan pertanian memang sudah saatnya menganut

pendekatan industri bukan lagi agraris, artinya menangani pertanian

secara industri bukan lagi tergantung sepenuhnya kepada faktor alam.

Pengertian industri dalam hal ini bukan semata-mata mendirikan pabrik,

13

Page 14: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

tetapi yang lebih mendasar adalah mentransformasikan budaya (pola

pikir, sikap mental dan perilaku) masyarakat industri di kalangan para

petani.

Kebudayaan industri tersebut antara lain mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut, pertama pengetahuan merupakan landasan utama

dalam menentukan langkah atau tindakan dalam pengambilan

keputusan (bukan berdasarkan kebiasaan semata). Kedua, perekayasan

harus menggantikan ketergantungan pada faktor alam. Ketiga,

kemajuan teknologi merupakan sarana utama dalam pemanfaatan

sumber daya. Keempat, efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama

dalam alokasi sumber daya agar penggunaan sumber daya tersebut

hemat. Kelima, mekanisme pasar merupakan media utama transaksi

barang dan jasa. Keenam, profesionalisme merupakan karakter yang

menonjol.

Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai

sekarang tampaknya relevan walaupun tidak terlalu baru adalah

penerapan mekanisasi pertanian (penggunaan alat dan mesin

pertanian). Sudah saatnya dimulai penerapan mekanisasi pertanian

dalam sistem pertanian nasional meskipun tetap dilakukan secara

selektif.

Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan

dengan peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam

pengolahan tanah dan penanganan pasca panen. Salah satu keuntungan

yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan efisiensi dan produktivitas

pemanfaatan sumber daya alam.

14

Page 15: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

Mekanisasi Dan Distribusi Kerja

Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah

merupakan suatu kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai

diperkenalkan kepada petani. Hal ini tentu beralasan karena tenaga

kerja yang digunakan saat ini tidak mempunyai kesinambungan

(kontinuitas). Seorang buruh tani hanya akan dibutuhkan pada saat

pengolahan tanah dan panen. Pada proses lain mereka kurang

dibutuhkan, akhirnya terjadi pengangguran yang tidak kentara

(disguised unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia-sia ini

menyebabkan efisiensi menjadi lebih rendah.

Berdasarkan data dalam Involusi Pertanian, pada saat pengolahan

tanah, traktorisasi di Indonesia sangat rendah dibanding negara lain.

Pada hakikatnya Indonesia masih sangat ketinggalan pada

pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005

Kw/ha. Amerika Serikat 1,7 Kw/ha, Belanda 3,6 Kw/ha dan Jepang 5,6

Kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini disebabkan oleh rendahnya

perkembangan mekanisasi di Indonesia.

Akibatnya, untuk menggarap tanah seluas 1 ha diperlukan waktu

berhari-hari dan melibatkan banyak tenaga manusia. Tenaga manusia

akhirnya tidak mendapat harga yang layak sehingga produktivitas juga

semakin rendah. Tenaga manusia adalah tenaga riskan, hanya

digunakan paling cepat 4 bulan sekali menjadi buruh tani.

D. Strategi dan Kebijakan Pokok Pembangunan Pengolahan

dan Pemasaran Hasil Pertanian

Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan

pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, maka strategi kebijakan

yang ditempuh harus mencerminkan visinya, yaitu: tangguh, berdaya

15

Page 16: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

saing, dan berkelanjutan. Dalam hubungan tersebut maka strategi

pokok pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah:

1. Meningkatkan Kapasitas dan Memberdayakan SDM serta

Kelembagaan Usaha di Bidang Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Pertanian.

Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan

usaha pertanian di tanah air adalah masih lemahnya kemampuan

sumber daya manusia dan kelembagaan usaha dalam hal penanganan

pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil. Hal tersebut disebabkan

oleh karena pembinaan SDM pertanian selama ini lebih difokuskan

kepada upaya peningkatan produksi (budidaya) pertanian, sedangkan

produktivitas dan daya saing usaha agribisnis sangat ditentukan oleh

kemampuan pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola produk

yang dihasilkan (pasca panen dan pengolahan hasil) serta

pemasarannya. Adapun beberapa kebijakan operasional terkait dengan

strategi tersebut adalah:

1. Meningkatkan penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan

di bidang pasca panen, pengolahan serta pemasaran hasil pertanian;

2. Mengembangkan kelembagaan usaha pelayanan pascapanen,

pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang langsung dikelola

oleh petani/kelompok tani.

2. Meningkatkan Inovasi Dan Diseminasi Teknologi Pasca

Panen Dan Pengolahan.

Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan yang menitik

beratkan kepada usaha produksi (budidaya) selama ini adalah kurang

memadainya upaya-upaya inovasi teknologi pasca panen dan

pengolahan serta diseminasinya. Hal tersebut mengakibatkan lemahnya

daya saing dan kecilnya nilai tambah yang dapat dinikmati oleh petani,

16

Page 17: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

sehingga kesejahteraan tidak meningkat dari tahun ke tahun. Untuk

meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian maka perlu

ditingkatkan upaya-upaya inovasi teknologi pasca panen dan

pengolahan hasil pertanian serta diseminasinya. Dalam hubungan

tersebut, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah:

1. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan sumber-sumber inovasi

teknologi seperti lembaga riset, Perguruan Tinggi dan bengkel-

bengkel swasta dalam rangka pengembangan dan diseminasi

teknologi tepat guna.

2. Mengembangkan bengkel alsin pascapanen dan pengolahan hasil

3. Mengembangkan sistem sertifikasi dan apresiasi (penghargaan)

terhadap inovasi teknologi yang dilakukan oleh masyarakat.

4. Mengembangkan pilot proyek dan percontohan penerapan teknologi

pasca panen dan pengolahan hasil pertanian.

5. Memberikan penghargaan dengan kriteria mutu, rasa, skala usaha,

tampilan terhadap produk olahan yang dihasilkan oleh para pelaku

usaha.

3. Meningkatkan Efisiensi Usaha Pasca Panen, Pengolahan

Dan Pemasaran Hasil

Kunci terpenting dalam rangka meningkatkan daya saing produk

pertanian baik produk segar maupun olahan hasil pertanian adalah mutu

produk yang baik dan efisiensi dalam proses produksi maupun pada

tahap pemasarannya. Mutu produk dan efisiensi akan berpengaruh

langsung terhadap harga dari setiap produk bersangkutan. Kebijakan

dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi produksi dan pemasaran

hasil pertanian di antaranya adalah:

1. Revitalisasi teknologi dan sarana/ prasarana usaha pasca panen

pengolahan dan pemasaran hasil pertanian;

17

Page 18: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

2. Mengembangkan produksi sesuai potensi pasar;

3. Menerapkan sistem jaminan mutu, termasuk penerapan GAP, GHP

dan GMP;

4. Mengembangkan kelembagaan pemasaran yang dikelola oleh

kelompok tani di sentra produksi;

5. Mengupayakan sistem dan proses distribusi yang efisien.

6. Memfasilitasi pengembangan kewirausahaan dan kemitraan usaha

pada bidang pemasaran hasil pertanian

4. Meningkatkan Pangsa Pasar Baik Di Pasar Domestik

Maupun Internasional.

Pasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha

agribisnis; oleh karena itu maka pengembangan pemasaran harus selalu

dilakukan sejalan dengan pengembangan usaha produksi. Seperti usaha

industri pada umumnya, sistem usaha produksi pertanian atau agribisnis

dimulai dengan salah satu kegiatan pemasaran yaitu Riset Pasar. Dari

kegiatan riset pasar dihasilkan informasi pasar yaitu antara lain berupa

potensi pasar dan harga. Sub sistem selanjutnya adalah perencanaan

produksi, termasuk penentuan desain produk, volume dan waktu. Dalam

sistem budidaya pertanian, perencanaan tersebut lazim disebut sebagai

penentuan pola tanam atau penentuan luas tanam untuk tanaman

semusim. Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas

harga produk yang bersangkutan tetap berada pada tingkat harga yang

wajar berdasarkan keseimbangan kebutuhan dan pasokan atas produk

yang bersangkutan. Sub sistem selanjutnya adalah kegiatan pemasaran

yang meliputi: promosi, penjualan dan diakhiri dengan distribusi

(delivery). Dalam hubungan tersebut maka beberapa kebijakan dalam

pengembangan pasar ialah:

1. Mengembangkan kegiatan riset pasar

2. Meningkatkan pelayanan informasi pasar;

18

Page 19: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

3. Meningkatkan promosi dan diplomasi pertanian;

4. Mengembangkan infrastruktur dan sistem pemasaran yang efektif

dan adil.

5. Rasionalisasi impor produk pertanian.

6. Memfasilitasi pengembangan investasi dalam pengembangan

infrastruktur pemasaran.

5. Pendekatan Pengembangan Industri Melalui Konsep

Cluster Dalam Konteks Membangun Daya Saing Industri

Yang Berkelanjutan

Pokok-pokok rencana aksi, dalam jangka menengah ditujukan

untuk memperkuat rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur,

diversifikasi, peningkatan nilai tambah, peningkatan mutu, serta

perluasan penguasaan pasar. Sedangkan untuk jangka panjang

difokuskan pada upaya pembangunan industri pertanian yang mandiri

dan berdaya saing tinggi. Adapun prioritas cluster industri pertanian

yang akan dikembangkan dalam jangka menengah meliputi :

1. Pengembangan Industri yang memiliki daya saing (Competitive

Industry)

a. Industri Pengolahan kakao dan cokelat,

b. Industri Pengolahan Buah,

c. Industri Pengolahan Kelapa,

d. Industri Pengolahan Kopi,

e. Industri Pengolahan Tembakau,

f. Industri Kelapa Sawit, dan

g. Industri Karet dan Barang Karet

19

Page 20: Permasalahan Dan Kebijakan Di Bidang Pertanian

h. Industri Pasca Panen Produk Segar

2. Pengembangan Industri Strategis

a. Industri Perberasan

a. Industri Kedele

b. Industri Jagung

c. Industri Gula

d. Industri Daging dan Susu

3. Pengembangan Industri Rumah Tangga

- Industri pangan lokal, camilan dan pengolahan produk samping

20