evaluasi implementasi kebijakan lahan pertanian pangan

193
EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (LP2B) DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 2015

Upload: phamthuy

Post on 18-Dec-2016

240 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

EVALUASI IMPLEMENTASIKEBIJAKAN LAHAN PERTANIANPANGAN BERKELANJUTAN (LP2B)

DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIANKEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNANNASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL2015

Page 2: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________i

EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

LAHAN PERTANIAN PANGAN

BERKELANJUTAN (LP2B)

DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

NASIONAL

2015

Page 3: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ii

Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B)

Penanggungjawab : Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam

Penyusun : Nono Rusono

Anwar Sunari

Zulfriandi

Jarot Indarto

Ali Muharam

Noor Avianto

Dini Maghfirra

Puspita Suryaningtyas

Tejaningsih

Ifan Martino

Susilawati

Dian Hersinta

Editor : Ali Muharam

Dini Maghfirra

Cover Buku : http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistim-

pengairan-irigasi-di-bali.html

http://posronda.net/2014/08/18/selamatkan-lahan-pertanian-

peneliti-kembangkan-teknologi-sawah-anti-theft/

Direktorat Pangan dan Pertanian,Bappenas

Gedung 2A, Lantai 5

Jl.Taman Suropati No.2

Jakarta Pusat,10310

Phone: 021-319-34323

Fax:021-391-5404

Email: [email protected]

Page 4: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________iii

KATA PENGANTAR

valuasi pelaksanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang

dilaksanakan tahun ini bertujuan untuk melihat sejauhmana implementasi

dari regulasi yang telah ditetapkan sejak tahun 2009 yang terdiri atas UU

41/2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta peraturan-

peraturan turunannya. Regulasi ini muncul pertama kali dari kekhawatiran

banyaknya lahan-lahan pertanian yang berubah fungsi ataupun dimiliki oleh perusahaan

asing.Evaluasi ini diharapkan dapat menghimpun informasi-informasi terbaru terkait

pelaksanan LP2B di daerah, baik dari sisi perencanaan, penetapan, pengembangan,

penelitian, pengawasan, pembiayaan, pengendalian, dan peran serta masyarakat terhadap

pelaksanaan LP2B.Hasil evaluasi atas informasi-informasi pelaksanaan LP2B tersebut

dapat dijadikan sebagai bahan dalam perumusan kebijakan LP2B sehingga kebijakan ini

dapat operasional di tingkat lapangan.

Penyusunan hasil evaluasi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan.Oleh karena itu,

masukan, kritik, ataupun saran bagi perbaikan tulisan sangat diharapkan.Terima kasih kami

ucapkan pula kepada pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan evaluasi LP2B ini

khususnya kepada pihak Bappeda dan Dinas Pertanian di lokasi-lokasi yang menjadi

sampel kegiatan ini.

Jakarta, Desember 2015

Direktur Pangan dan Pertanian

Nono Rusono

E

Page 5: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________iv

Page 6: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________v

RINGKASAN EKSEKUTIF

ektor pertanian masih menjadi sektor unggulan di Indonesia. Selain tenaga

kerja yang terserap cukup besar, sektor ini juga masih mampu memberikan

kontribusi pendapatan yang cukup besar bagi perekonomian nasional.Akan

tetapi, permasalahan yang paling mendasar dari sektor pertanian ini adalah

semakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan.Lahan merupakan faktor

utama dalam pengembangan pertanian.Oleh karena itu, pada tahun 2009 Pemerintah

bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya Undang-Undang No.41/2009 tentang

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).Undang-undang ini diharapkan dapat

menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah dengan irigasi teknis sehingga dapat

menopang ketahanan pangan nasional dan Indonesia memiliki lahan pertanian abadi.

Adapun tujuan dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B) adalah untuk:

1. mengidentifikasi perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B;

2. mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kebijakan LP2B; serta

3. menganalisis dan mengevaluasi capaian pelaksanaan kebijakan LP2B serta

rekomendasi kebijakan yang diperlukan.

Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode survey dengan mengambil

beberapa sampel kabupaten yang menjadi sentra pertanian padi di provinsinya masing-

masing, yaitu Aceh Tamiang (NAD), OKU Timur (Sumsel), Lamongan (Jatim), Maros

(Sulsel), Garut (Jabar), Sleman (DIY), Magelang (Jateng), Lombok Tengah (NTB), dan

Tabanan (Bali). Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis ini didasarkan pada

UU No. 41/2009 pasal 4, yaitu:

a. Perencanaan dan Penetapan

b. Pengembangan

c. Penelitian

d. Pemanfaatan

e. Pembinaan

f. Pengendalian

g. Pengawasan

h. Sistem Informasi

i. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

j. Pembiayaan

k. Peranserta Masyarakat

l. Dan ditambah dengan sanksi administrasi.

Aspek-aspek di atas diukur dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan hasil

implementasi dari undang-undang tersebut. Selanjutnya, untuk mengukur faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B digunakan Participatory System Analysis

(PSA) yang memetakan berbagai faktor tersebut ke empat diagram, yaitu symptom, critical

element, motor/leverage, dan buffer.

S

Page 7: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________vi

Hasil evaluasi atas keseluruhan aspek LP2B yang diamanatkan didalam UU No.41 Tahun

2009 terhadap kabupaten yang menjadi target lokasi kajian adalah seperti pada tabel di

bawah ini.

Tabel 1. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian

No Aspek LP2B Pelakasanaan

1. Perencanaan dan Penetapan Tidak direncanakan secara matang, penetapan

LP2B sebagian besar di RTRW bukan di

RDTR

2. Pengembangan Sebagian besar merupakan program rutin

bukan LP2B

3. Penelitian 5 kabupaten telah melaksanakan, 1 kabupaten

akan dilaksanakan, dan 3 kabupaten belum

melaksanakan penelitian

4. Pemanfaatan Bagian dari rutinitas bukan LP2B

5. Pembinaan Bagian dari rutinitas bukan LP2B

6. Pengendalian Insentif belum dikaitkan dengan program

LP2B

7. Pengawasan Belum ada sistem pelaporan LP2B

8. Sistem Informasi Belum ada sistem informasi LP2B

9. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Cenderung program rutin bukan LP2B

10. Pembiayaan Pembiayaan Penelitian LP2B oleh 3

kabupaten, sumber APBD

11. Peranserta Masyarakat Belum terlibat

12. Sansi Administrasi Belum ada sanksi

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan LP2B dapat dikatakan

belum berjalan sebagaimana mestinya.Hal ini disebabkan berbagai kendala yang dihadapi

oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat undang–undang tersebut.Berdasarkan

seluruh aspek yang dikaji, hanya ada dua aspek yang baru dilakukan, yaitu perencanaan

dan penetapan LP2B di dalam RTRW kabupaten, dan penelitian.Aspek perencanaan dan

penetapan pun masih berada pada koridor yang tidak tepat karena ada beberapa kabupaten

menempatkan LP2B di dalam RTRW, seharusnya LP2B dan Lahan Cadangan P2B

ditempatkan di dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Rekapitulasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di kabupaten

sampel diuraikan pada tabel di bawah ini.

Page 8: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________vii

Tabel 2. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B

No Wilayah

Studi

Kriteria Faktor yang Berpengaruh

Symptom Critical

Elements Motor/Leverage Buffer

1.

Aceh

Tamiang,

Provinsi

Nanggroe

Aceh

Darussalam

Regulasi daerah,

petunjuk teknis

terkait LP2B,

sosialisasi LP2B,

basis data lahan,

rendahnya

kesadaran pelaku

Data pemilik

lahan dan

kerjasama

instansi

2.

OKU Timur,

Provinsi

Sumatera

Selatan

Hukum,

kepemilikan lahan,

dan sarana dan

prasarana usaha

tani

Perkebunan

rakyat dan

sosialisasi LP2B

3.

Lamongan,

Provinsi

Jawa Timur

Alih Fungsi Lahan

dan Tataniaga

pupuk

Sumber air baku,

jaringan irigasi,

dan harga jual

panen

4.

Tabanan,

Provinsi

Bali

Alih Fungsi Lahan

dan Kondisi Sosial

Ekonomi

Sikap para petani

terhadap LP2B

dan dampak

perubahan iklim

serangan hama

penyakit

5.

Sleman,

Provinsi

Yogyakarta

Alih fungsi,

tataniaga pupuk,

dan harga jual

panen

Sumber air baku,

jaringan irigasi,

dan harga pupuk

6.

Magelang,

Provinsi

Jawa Tengah

Kelompok tani,

anggaran terbatas,

dan sarana dan

prasarana usaha

tani

Pemetaan

wilayah dan

insentif dan

disinsentif

7.

Lombok

Tengah,

Provinsi

Nusa

Tenggara

Barat

Rendahnya

kepemilikan lahan,

teknologi alternatif,

dan nilai ekonomi

pertanian

Peran serta

masyarakat dalam

LP2B,

perkembangan

pembangunan,

dan hamparan

sawah tersebar

Regulasi

LP2B

8.

Maros,

Provinsi

Sulawesi

Selatan

SDM Dinas Anggaran, alih

fungsi, dan

investor

Sosialisasi

dan

Koordinasi

LP2B

9.

Garut,

Provinsi

Jawa Barat

Anggaran

terbatas, alih

fungsi, dan

investor melirik

Garut

SDM

terbatas,

dan tidak

ada

wilayah

acuan

Page 9: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________viii

Berdasarkan tabel di atas telah dapat diidentifikasi bahwa tiap wilayah memiliki kriteria

faktor-faktor yang berbeda.Perbedaan kriteria dari masing-masing wilayah tersebut

disebabkan berbagai faktor, seperti kurangnya sosialisasi LP2B, LP2B bukan prioritas

wilayah, koordinasi antar SKPD dan sebagainya.

Berdasarkan hasil uraian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Secara keseluruhan, perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW dilakukan

secara sepihak oleh pemerintah, tidak didasarkan pada pendapat atau usulan dari

masyarakat. Alasannya belum memiliki informasi yang cukup untuk mensosialisasikan

LP2B ke masyarakat.

2. Luasan lahan LP2B yang ditetapkan masih pada luasan kabupaten dan paling kecil

sampai pada tingkat kecamatan karena lebih aman jika terjadi perubahan lahan

dikemudian hari

3. Ada satu wilayah telah menetapkan Peraturan Bupati tentang LP2B, yaitu Kabupaten

Tabanan, dan Kabupaten Garut dan Maros sedang menyusun peraturan tersebut.

4. Ada 6 kabupaten telah melakukan penelitian terkait dengan LP2B dengan dana APBD

dimana hasil penelitian tersebut digunakan untuk penyusunan perencanaan LP2B

5. Aspek pengembangan, pemanfaatan, pembinaan, sampai dengan aspek sanksi belum

diterapkan karena semua wilayah masih terfokus pada proses perencanaan dan

penetapan LP2B

6. Permasalahan yang muncul terkait dengan LP2B adalah kurangnya sosialisasi LP2B

baik dari pusat maupun provinsi, dan ketidakmampuan pihak kabupaten dalam

mengontrol alih fungsi lahan dan alih fungsi komoditas

Adapun rekomendasi yang dapat disarankan atas hasil kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya, Pemerintah Daerah (Pemda) penyusunan rencana LP2B terlebih dahulu

sebelum ditetapkan di dalam Perda

2. Sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan LP2B. Kendala utama

penyebab tidak jalannya pelaksanaan LP2B harus menjadi fokus perhatian sehingga

permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan.

3. Evaluasi pasal-pasal yang ambigu dalam UU No. 41 Tahun 2009 beserta turunannya,

terutama untuk membedakan perlakuan antara kegiatan reguler dengan kegiatan LP2B.

4. Sebaiknya dilakukan koordinasi kembali terkait LP2B, terutama di tingkat pusat, yang

dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan reposisi kembali atas tugas dan

fungsi masing-masing pada program LP2B

5. Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah terkait kegiatan LP2B

antara lain:

a. Kementerian Pertanian harus melakukan sosialisasi lebih intensif,

b. Pemerintah Daerah dan DPRD melakukan revisi atas peraturan-peraturan daerah

yang tidak sesuai dengan regulasi LP2B,

c. Bappeda mengkoordinasikan pembentukan Tim LP2B di daerah,

d. Pendataan petani by name by addres diperlukan sebagai salah satu instrumen

pendukung pelaksanaan program LP2B yang dikoordinasikan oleh Bappenas dan

dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian bekerjasama dengan BPS dan

Kementerian Dalam Negeri.

Page 10: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii

RINGKASAN KAJIAN .......................................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL.................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………

1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2. Tujuan............................................................................................. 3

1.3. Sasaran............................................................................................ 3

1.4. Ruang Lingkup............................................................................... 3

1.5. Keluaran.......................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN ……………………………………….. 5

2.1. Land Reform, Reformasi Agraria dan Kebijakan LP2B …………. 5

2.2. Alih Fungsi Lahan ……………………………………………….. 7

2.3. Hasil-hasil Penelitian Terkait dengan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan …………………………………………………….. 10

BAB 3 METODE KAJIAN ……………………………………………….......... 17

3.1. Kerangka Kajian ............................................................................. 17

3.2. Objek Kajian................................................................................... 17

3.3. Lokasi Kajian.................................................................................. 17

3.4. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 18

3.5. Metode Analisis.............................................................................. 18

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISA REGULASI……………………… 23 4.1. Identifikasi Regulasi dan Analisis Kritis Regulasi......................... 23

4.2. Analisis Regulasi LP2B.................................................................. 30

BAB 5 GAMBARAN UMUM……….………………………………………… 39 5.1. Pemetaan Penetapan LP2B di dalam RTRW................................... 39

5.2. Gambaran Umum Luasan Sawah dan Produktivitas Padi di

Wilayah Studi ……………………………………………………. 44

BAB 6 EVALUASI PERKEMBANGAN DAN CAPAIAN PELAKSANAAN

LP2B……….…………………………………………………………… 47 6.1. Aspek Perencanaan dan Penetapan LP2B..................................... 47

6.2. Aspek Pengembangan LP2B......................................................... 56

6.3. Aspek Penelitian LP2B................................................................. 59

6.4. Aspek Pemanfaatan LP2B............................................................. 61

6.5. Aspek Pembinaan LP2B ............................................................... 63

Page 11: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________x

6.6. Aspek Pengendalian LP2B........................................................... 65

6.7. Aspek Pengawasan LP2B............................................................. 66

6.8. Aspek Sistem Informasi LP2B...................................................... 67

6.9. Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani............................ 68

6.10. Aspek Pembiayaan........................................................................ 71

6.11. Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B.................................... 72

6.12. Aspek Sanksi................................................................................. 72

6.13. Rekapitulasi Evaluasi Penilaian Seluruh Aspek LP2B ................. 73

6.14. Pendapat Petani terhadap LP2B.................................................... 75

BAB 7 PERMASALAHAN DAN FAKTOR YANG BERPENGARUH

TERHADAP PELAKSANAAN LP2B……………………….............. 83 7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B................................................... 83

7.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Atas Pelaksanaan LP2B............. 85

BAB 8 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……………………….......... 97 8.1. Kesimpulan ..................................................................................... 97

8.2. Rekomendasi ................................................................................... 97

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

LAMPIRAN ............................................................................................................. 101

Page 12: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xi

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1. Kebijakan LP2B di dalam RTRW Kabupaten/Kota Kajian …………… 11 3.1. Lokasi Kajian Evaluasi LP2B …………………………………………. 18 3.2. Variabel Analisis Evaluasi Implementasi LP2B………………………. 18 4.1. Analisis Undang-undang No. 41 Tahun 2009……………….................. 31 5.1. Rekapitulasi Perda RTRW yang telah Mencantumkan LP2B di Daerah 39 5.2. Data LP2B yang Melebihi dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit……… 40 5.3. Data LP2B yang kurang dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit………... 42 5.4. Identifikasi Wilayah Studi……………………………………………... 44 6.1. Proses Perencanaan LP2B di Wilayah Studi…………………………... 48 6.2. Penetapan Kawasan P2B dan LP2B di dalam RTDR…………………. 53 6.3. Penilaian Aspek Pengembangan Kawasan P2B dan LP2B……………. 57 6.4. Penilaian Aspek Penelitian P2B ……………………………………….. 60 6.5. Penilaian Aspek Pemanfaatan LP2B …………………………………... 62 6.6. Penilaian Aspek Pembinaan LP2B …………………………………….. 64 6.7. Aspek Pengendalian LP2B …………………………………………….. 65 6.8. Penilaian Aspek Pengawasan LP2B …………………………………… 67 6.9. Penilaian Aspek Sistem Informasi LP2B ……………………………… 68 6.10. Penilaian Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ……………. 70 6.11. Penilaian Aspek Pembiayaan LP2B …………………………………… 71 6.12. Penilaian Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B ………………….. 72 6.13. Penilaian Aspek Sanksi LP2B …………………………………………. 73 6.14. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian … 74 6.15. Pendapat Petani Tentang LP2B ……………………………………….. 76 7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B di Wilayah Studi …………………... 83 7.2. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh

Tamiang ……………………………………………………………….. 86 7.3. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Oku

Timur …………………………………………………………………... 87 7.4. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Lamongan ……………………………………………………………… 87 7.5. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Tabanan ……………………………………………………................... 88 7.6. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Lombok Tengah ……………………………………………………….. 89 7.7. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut 90 7.8. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Maros …………………………………………………………………... 91 7.9. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Sleman …………………………………………………………………. 92 7.10. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Magelang ………………………………………………………………. 93 7.11. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B 95

Page 13: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xii

Page 14: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

2.1. Segitiga Lokasi Weber ………………………………………………… 8 2.2. Kurva Permintaan Losch dan Kerucut Permintaan …………………… 9 3.1. Kerangka Kajian Implementasi Kebijakan LP2B …………………….. 17 3.2. Contoh Diagram Participatory Sistem Analisis (PSA) ………………... 22 5.1. Luasan Baku Sawah Wilayah Studi (Ha) ……………………………… 45 5.2. Produktivitas Lahan Sawah Wilayah Studi (Ton/Ha) …………………. 46 7.1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Aceh Tamiang ……………………………………………... 86 7.2. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten OKU Timur ………………………………………………... 87 7.3. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Lamongan …………………………………………………. 88 7.4. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Tabanan …………………………………………………… 89 7.5. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Lombok Tengah …………………………………………… 90 7.6. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Garut ………………………………………………………. 91 7.7. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Maros ……………………………………………………... 92 7.8. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Sleman …………………………………………………….. 93 7.9. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Magelang ………………………………………………….. 94

Page 15: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________xiv

Page 16: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berbicara mengenai pertanian, tidak terlepas dari lahan. Lahan merupakan faktor utama

dalam pengembangan pertanian. Sebagai negara agraris yang memiliki serapan tenaga

kerja terbanyak dibandingkan sektor ekonomi lainnya, sektor pertanian menjadi salah satu

tumpuan pembangunan nasional, khususnya dalam penyediaan pangan. Pasokan pangan

lokal menjadi tumpuan bagi penyediaan pangan nasional. Namun, seiring dengan

peningkatan jumlah penduduk, peningkatan aktivitas ekonomi, serta peningkatan

kebutuhan pangan menyebabkan upaya mencapai ketahanan pangan nasional di masa

mendatang menjadi semakin berat. Apalagi ditunjang dengan kenyataan bahwa penyediaan

pangan lokal belum mampu memenuhi permintaan pangan nasional. Hal ini disebabkan

oleh meningkatnya permintaan dan turun naiknya produksi dan produktivitas pangan

nasional. Dengan kata lain, produksi pangan sangat dipengaruhi iklim, apalagi sekarang ini

pertanian dihadapkan pada fenomena iklim yang tidak menentu sebagai akibat terjadinya

perubahan iklim (climate change).

Tantangan berikutnya yang harus dihadapi oleh sektor pertanian adalah semakin

tergerusnya lahan-lahan pertanian oleh aktivitas ekonomi manusia, terutama untuk

permukiman, pembangunan infrastruktur (jalan, bendungan, dan sebagainya), ataupun

industri. Pembangunan yang terus dilaksanakan menyebabkan banyak lahan pertanian

yang harus beralih fungsi menjadi non-pertanian. Alih fungsi lahan semakin masif terjadi

di wilayah perkotaan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa selama periode

Juni 1998-Juni 2003, terjadi konversi lahan sawah menjadi lahan bukan pertanian

mencapai sekitar 12,7 ribu ha, sementara konversi dari lahan pertanian bukan sawah

menjadi lahan non pertanian mencapai sekitar hampir 30 ribu ha. Harga lahan yang cukup

tinggi menjadi salah satu faktor pemicu para petani untuk melepas kepemilikan lahannya

ke investor untuk dialihfungsikan. Artinya, motif ekonomi menjadi penyebab utama dari

alih fungsi lahan. Adapun petaninya itu sendiri memanfaatkan hasil penjualan lahannya

tersebut dalam berbagai keperluan, seperti pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji,

warisan, membeli lahan baru di wilayah yang jauh dari perkotaan, dan sebagainya.

Akibatnya keadaan ini menyebabkan kemampuan lahan pertanian untuk memenuhi

kebutuhan makanan bagi penduduk semakin berkurang. Apabila hal ini dibiarkan, maka

akan terjadi penurunan produksi pangan, khususnya padi. Akibatnya, kemampuan produksi

pangan lokal semakin tidak mampu memenuhi tekanan demand pangan yang cukup tinggi,

selanjutnya pemerintah akan melakukan impor atas komoditas pangan. Dampak berikutnya

adalah semakin besar anggaran pemerintah untuk pengadaan pangan impor atau terjadinya

pengeluaran sumber daya kapital ke luar negeri (capital flight).

Menyadari kondisi yang semakin mengkhawatirkan atas konversi lahan tersebut,

Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya Undang-Undang

No.41/2009 Tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Undang-undang ini

diharapkan dapat menahan laju konversi lahan sawah khususnya sawah dengan irigasi

Page 17: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 2

teknis sehingga dapat menopang ketahanan pangan nasional. Di samping itu, pemerintah

akan memiliki lahan pertanian abadi dalam rangka penyediaan pangan karena di dalam

undang-undang tersebut dijelaskan bahwa lahan-lahan yang termasuk di dalam kategori

lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) tidak dapat dialihfungsikan ke peruntukan

lain. Dengan kata lain, pemerintah tidak akan memberi rekomendasi alih fungsi atas tanah

yang telah ditetapkan sebagai lahan LP2B. Dengan diterbitkannya undang-undang ini,

pemerintah berharap dapat melindungi lahan-lahan pertanian pangan dari konversi lahan

dan menjadikan lahan tersebut menjadi lahan abadi bagi pertanian. Namun, tentunya

undang-undang ini tidak dapat berjalan dengan baik apabila petani sebagai pemilik lahan

tidak mengetahui keberadaan dari undang-undang tersebut.

Guna memperkuat kedudukan UU No.41/2009, selanjutnya pemerintah mengeluarkan

peraturan perundangan yang berfungsi memperjelas fungsi dan kedudukan dari undang-

undang tersebut, yaitu (i) PP No.1/2011 Tentang Penetapan dan alih Fungsi Lahan

Pertanian; (ii) PP No.12/2012 Tentang Insentif Perlindungan Lahan; (iii) PP No.25/2012

Tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan (iv) PP No.30/2012

tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan

perundangan tentang alih fungsi lahan di lahan LP2B hanya dapat dilakukan untuk

kepentingan publik saja sedangkan alih fungsi lainnya tidak diperkenankan. Peraturan

tentang insentif dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan insentif kepada lahan

pertanian yang terkena LP2B berupa perbaikan prasarana dan sarana serta bantuan input

produksi sampai dengan pasca panen, misalnya jaminan harga. Sedangkan peraturan

tentang sistem informasi LP2B dimaksudkan untuk memberikan arahan bahwa penetapan

LP2B harus dapat diakses ataupun diinformasikan ke masyarakat. Adapun peraturan

tentang pembiayaan pada dasarnya menjelaskan kegiatan-kegiatan LP2B yang didanai

serta sumber pendanaannya.

Peraturan perundangan terkait dengan LP2B ini masih dapat dikatakan relevan dengan

prioritas Nawa Cita yang disebutkan di dalam RPJMN Tahun 2015-2019. Pada Nawa Cita

ke-5 disebutkan bahwa “Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia”.

Artinya, salah satu wujud dari peningkatan kualitas hidup adalah dengan peningkatan

kesejahteraan penduduk. Peningkatan kesejahteraan hidup petani lebih dikaitkan pada

penguasaan lahan pertanian. Oleh karena itu, prioritas ini masih memiliki relevansi dengan

upaya perlindungan petani melalui LP2B.

Akan tetapi, seiring perjalanan waktu setelah ditetapkannya UU No. 41/2009 implementasi

dari regulasi tersebut belum mampu mengimbangi alih fungsi lahan yang terus terjadi.

Disisi lain, program pencetakan sawah baru yang menjadi salah satu tupoksi Kementerian

Pertanian acap tidak mencapai target dan masih menyisakan berbagai permasalahan seperti

ketersediaan sarana pendukungnya seperti petani, irigasi, dan juga akses usaha.

Persoalannya adalah apakah informasi LP2B tersebut telah sampai pada masyarakat yang

lahannya terkena LP2B. Apakah pemerintah daerah telah mengeluarkan peraturan

perundangan daerah terkait dengan LP2B dan sebagainya.

Oleh karena itu, diperlukan suatu evaluasi atau assessment untuk melihat implementasi

kebijakan LP2B dikaitkan dengan berbagai regulasi yang telah disusun selama ini.

Evaluasi ini menitikberatkan pada amanat yang ditelah ditetapkan di dalam UU No.

Page 18: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 3

41/2009, yaitu dimulai pada saat perencanaan sampai dengan implementasi dari

pelaksanaan LP2B tersebut.

1.2. Tujuan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)

bertujuan bertujuan untuk:

1. mengidentifikasi perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B;

2. mengidentifikasi hambatan pelaksanaan kebijakan LP2B; serta

3. menganalisis dan mengevaluasi capaian pelaksanaan kebijakan LP2B serta

rekomendasi kebijakan yang diperlukan.

1.3. Sasaran

Adapun yang menjadi sasaran dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah:

1. Teridentifikasinya perkembangan dan capaian pelaksanaan kebijakan LP2B dan

permasalahan yang dihadapi, dan

2. Tersusunnya rekomendasi kebijakan percepatan pelaksanaan LP2B

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B) meliputi:

1. Identifikasi peraturan perundangan;

2. Identifikasi dan evaluasi proses pelaksanaan; dan

3. Identifikasi permasalahan dan penyusunan rekomendasi kebijakan

1.5. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah tersusunnya sebuah laporan Evaluasi Implementasi

Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan termasuk didalamnya rekomendasi

kebijakan yang terkait dengan LP2B

Page 19: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 4

Page 20: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 5

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Land Reform, Reformasi Agraria dan Kebijakan LP2B

Berdasarkan laporan dari Foley (2014) yang ditulis di dalam National Geographic edisi

Mei 2014 bertopik “Masa Depan Pangan” menyebutkan bahwa lahan tanpa es yang terbagi

atas dua hal, yaitu lahan yang belum tersentuh sebesar 46,5% dan lahan yang telah diubah

manusia sebesar 53,5% dari total area permukaan bumi, termasuk air, seluas 509 triliun

Km2. Luas bumi yang telah diusahakan oleh manusia terbagi atas dua hal, yaitu untuk

pertanian seluas 50 triliun meter persegi (38,6%) dan lainnya seluas 19 triliun meter

persegi (14,9%). Lahan pertanian dimanfaatkan untuk penggembalaan dan lahan tanam,

sedangkan lahan lainnya terdiri dari lahan yang tergerus karena erosi, perumahan dan

bisnis pedesaan, area perkotaan, hutan tanaman, pembalakan, dan pertambangan, tambang

terbuka, jalanan, rel kereta api, penampungan air. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa

lahan pertanian mendominasi area bumi saat ini. Artinya, seluruh lahan tersebut

dimanfaatkan untuk penyediaan pangan bagi milyaran penduduk di muka bumi. Data

tersebut dapat menjelaskan bahwa lahan pertanian sangat krusial bagi penghidupan

penduduk dunia.

Seperti diketahui bahwa tanah memiliki dua sisi perspektif, yaitu sebagai barang ekonomi,

dan objek budaya yang memiliki nilai ikatan spiritual (Husein, 2014). Sebagai barang

ekonomi, tanah atau lahan dapat dimanfaatkan secara langsung untuk penghidupan, baik

untuk pertanian, permukiman, usaha, fasilitas publik dan sebagainya. Di sisi lainnya, lahan

dapat dialihkan status kepemilikannya dari satu orang/lembaga ke orang/lembaga lainnya,

atau dengan kata lain, lahan sebagai objek yang dapat diperjualbelikan sesuai peraturan

perundangan yang berlaku. Oleh karena lahan sebagai objek yang dapat dialihkan

statusnya atau diperjualbelikan, dan dapat dialihfungsikan dari pertanian ke non-pertanian,

hal ini yang menjadi titik dasar terjadinya permasalahan pertanahan hampir di seluruh

negara di dunia. Permasalahan yang muncul berikutnya adalah kesenjangan dalam

kepemilikan lahan. Orang-orang berkapital melakukan akuisisi atas lahan-lahan yang

dimiliki oleh orang-orang yang tergolong miskin atau berketidakmampuan, sehingga

terjadinya ketimpangan atas distribusi lahan. Hal ini menimbulkan gagasan di dunia untuk

melakukan “Land Reform”.

Sejarah Land Reform pertama kali dilakukan di jaman Yunani Kuno pada pemerintahan

Solon, 594 tahun Sebelum Masehi (Heryanti, 2011). Selanjutnya, melalui tonggak-tonggak

sejarah: “land reform” berhasil diterapkan di jaman Romawi Kuno (134 SM) oleh Tiberius

Gracchus; gerakan pencaplokan tanah-tanah pertanian oleh peternak di Inggris, selama ±5

abad; dan Revolusi Perancis (1789 – 1799), maka sejak itu hampir semua negara-negara di

Eropa melakukan “land reform”. Apalagi setelah Perang Dunia Kedua, terjadi

pembaharuan pertanahan di dunia. Dalam perkembangannya reforma agraria mengalami

perkembangan dan perubahan dimana ada negara yang berhasil dan membawa perubahan

dalam perkembangan pembangunan dalam negaranya namun ada pula yang gagal.

Page 21: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 6

Selanjutnya, program land reform pertama kali dipopulerkan oleh Amerika Serikat melalui

Bank Dunia, yang kemudian menyebar ke Asia,Afrika, dan Amerika Latin.

Pengertian land reform menurut Cohen (1978) adalah redistribusi tanah sebagai upaya

perbaikan struktur penguasaan dan kepemilikan lahan di tengah masyarakat sehingga

kemajuan dapat diraih dan lebih menjamin keadilan. Adapun reformasi agraria adalah

suatu upaya yang sistematik, terencana, dan dilakukan secara relatif cepat dalam jangka

waktu tertentu dan terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial serta

menjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat “baru” yang demokratis dan

berkeadilan yang mulai dengan langkah menata ulang penguasaan, penggunaan, dan

pemanfaatan tanah dan kekayaan alam lainnya, kemudian disusul oleh sejumlah program

pendukung lain untuk meningkatkan produktivitas petani khususnya dan masyarakat pada

umumnya (Bachriadi, 2007). Berdasarkan kedua pengertian tersebut, terjadi perbedaan

pengertian antara land reform dan reformasi agraria yang diterapkan di Indonesia.

Reformasi agraria di Indonesia di mulai pada tahun 1948 dengan dibentuknya Panitia

Agraria Yogyakarta melalui Penetapan Presiden No. 16 Tahun 1948. Selanjutnya,

perjuangan untuk mensahkan regulasi tentang agraria terus dilakukan, dan akhirnya pada

tahun 1960 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) disahkan menjadi Undang-undang

No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria tanggal 24 September

1960. Baik land reform ataupun reformasi agraria lebih cenderung pada satu konsep, yaitu

redistribusi penguasaan dan pemilikan tanah yang berkeadilan.

Kaitan UUPA dengan pertanian, disebutkan pasal 7 dan 17 UUPA dimana terdapat

pembatasan penguasaan dan pemilikan tanah, serta batas-batas maksimum pemilikan

tanah. Pasal tersebut mendasari terbentuknya Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960

tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dan PP No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan

Pembagian Tanah Pertanian dan Pembagian Ganti Rugi. Pada dasarnya undang-undang

tersebut mengatur 3 masalah pokok, yaitu (1) penetapan luas maksimum penguasaan

tanah, (2) gadai tanah, dan (3) luas maksimum tanah pertanian (Mungkasa, 2014). Akan

tetapi, undang-undang landreform ini tidak dapat diterapkan di Pulau Jawa karena luas

lahan yang akan dibagikan tidak cukup. Berdasarkan Heryanti (2001) disebutkan bahwa

sejak tahun 1961 sampai dengan 2002, setidak-tidaknya sebanyak 840.227 hak tanah

obyek landreform sudah didistribusikan kepada 1,328 juta lebih keluarga petani yang

tersebar diseluruh Indonesia. Inti dari reformasi agraria ini adalah dalam rangka

peningkatan produksi pertanian melalui redistribusi tanah dan peningkatan taraf hidup

petani.

Bagaimana halnya kaitan antara UUPA dan UU No. 41 Tahun 2009 tentang LP2B. Kaitan

keduanya adalah saling melengkapi dimana Reformasi Agraria menetapkan luasan

kepemilikan dan penguasaan lahan, sedangkan UU LP2B lebih kepada upaya

mempertahankan status luasan lahan pertanian produktif agar tidak terjadi konversi lahan

ke non-pertanian, meskipun lahan tersebut dapat dialihkan status kepemilikan dan

kepenguasaannya, namun fungsinya tetap sebagai lahan pertanian. Basisnya adalah bahwa

pemerintah akan memagari lahan-lahan pertanian dan pangan agar tidak terjadi penyusutan

lahan-lahan tersebut sebagai akibat adanya konversi lahan pertanian menjadi non-

pertanian.

Page 22: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 7

2.2. Alih Fungsi Lahan

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa lahan atau tanah memiliki dua

perspektif, yaitu sebagai objek ekonomi dan objek budaya. Sebagai objek ekonomi, lahan

menjadi barang yang dapat dialihkan status kepemilikan dan penguasaannya atau dapat

diperjualbelikan karena memiliki nilai tukar. Tanah seringkali dijadikan sebagai barang

tabungan karena nilai objek tersebut tidak pernah turun bahkan cenderung meningkat dari

tahun ke tahun. Oleh karena itu, perorangan yang memiliki lahan yang cukup luas berarti

orang tersebut dapat dikatakan kaya.

Teori yang berkaitan erat dengan alih fungsi lahan adalah teori lokasi. Dalam laporan ini,

ada dua teori yang diungkap, yaitu teori Weber dan Losch. Kedua teori ini memiliki

prinsip yang sama dalam penentuan lokasi adalah adanya biaya terkecil. Penentuan lokasi

merupakan salah satu aspek penting dalam perencanaan pra- produksi sebab pemilihan

lokasi yang salah akan berdampak pada ketidakberhasilan usaha pertanian bahkan bisa

menimbulkan kebangkrutan pada usaha yang telah diinvestasikan. Untuk usaha agribisnis

yang berskala kecil mungkin saja pemilihan lokasi bukan merupakan prioritas utama

karena umumnya produksi dilakukan di daerah domisili para petani. Akan tetapi, jika

usaha agribisnisnya berskala besar, seperti dalam bentuk perusahaan, yang dikelola oleh

perusahaan dengan modal investasi yang cukup besar, maka aspek lokasi mempunyai

pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan dan kesinambungan usaha.

Pengambilan keputusan tentang penentuan lokasi usaha oleh perusahaan terkait dengan

memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh terutama dalam meminimalisasi biaya

produksi (cost of production) dan biaya transportasi. Ada tiga hal yang menjadi

pertimbangan perusahaan dalam menentukan lokasi, yaitu kemudahan dalam pengumpulan

input produksi, proses produksi, dan pemasaran (Budiharsono, 1988).

Pertama, pertimbangan kemudahan dalam input produksi lebih ditekankan pada kedekatan

lokasi dengan sumber input produksi dan tenaga kerja. Ada dua sumber input produksi,

yaitu input lokal dan input yang dapat ditransfer. Input lokal adalah semua barang dan jasa

yang menjadi potensi sumberdaya dari lokasi tersebut. Input lokal ini tentunya didukung

oleh faktor-faktor lain sehingga potensi sumberdaya tersebut berlimpah di daerah itu,

seperti lahan, iklim, kualitas udara, kualitas air, keadaan lingkungan, infrastruktur jalan,

telekomunikasi, kelistrikan, dan sebagainya. Selanjutnya, input yang dapat ditransfer

adalah input produksi yang dapat ditransfer dari sumber-sumber di luar suatu lokasi atau

dari lokasi tersebut ke luar lokasi. Dengan adanya input yang dapat ditransfer dari dan ke

luar lokasi merupakan pencerminan adanya biaya transfer atau biaya transportasi.

Kedua pertimbangan terhadap lokasi produksi didasarkan pada pertimbangan biaya

terkecil. Pertimbangan lokasi produksi berdasarkan pada biaya terkecil dimaksudkan agar

perusahaan dapat mengurangi biaya yang tidak perlu dikeluarkan. Seperti halnya di

beberapa daerah di Indonesia, ongkos untuk pendirian usaha relatif cukup besar karena

banyak sekali pungutan dan biaya diluar perijinan pendirian usaha, seperti biaya

penghubung dan biaya percepatan perijinan. Di samping itu, perusahaan juga harus

meminimalkan biaya transportasi dengan penentuan lokasi tersebut karena masih

terdapatnya beberapa pungutan di jalan, baik atas nama PAD (penerimaan asli daerah)

disuatu wilayah ataupun untuk kelancaran transportasi. Beberapa penelitian telah

Page 23: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 8

membuktikan betapa besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan

untuk mendistribusikan barangnya ke wilayah lain. Bila kondisi ini terus dibiarkan dan

bahkan dipelihara, maka akan banyak perusahaan yang hengkang dari lokasi tersebut

bahkan banyak tidak akan memilih berinvestasi di lokasi itu karena pertimbangan tersebut

di atas.

Selain, biaya pembuatan perijinan yang murah, alternatif pemilihan lokasi juga ditentukan

oleh biaya transportasi. Berdasarkan Alfred Weber yang dikutip oleh Budiharsono (1988)

dan Richardson (1972) mengungkapkan bahwa pendekatan biaya terkecil sebagai salah

satu alternatif pemilihan lokasi. Dasar Teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi untuk

suatu usaha didasarkan atas biaya transportasi terkecil atau meminimumkan biaya

transportasi. Weber mengemukakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi

usaha, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi (terpusatnya

industri yang memproduksi komoditas yang sama). Weber mengasumsikan bahwa biaya

transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh dan berat barang sehingga titik

yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai input

dan pendistribusian adalah minimum. Weber menggambarkan teorinya dengan segitiga

lokasi (lihat Gambar 2.1), di mana titik lokasi optimum (T) adalah titik keseimbangan

antara sumber bahan-bahan mentah (M1 dan M2) dengan pasar (Mk). Untuk menunjukkan

bahwa lokasi tersebut optimum terhadap sumber-sumber input produksi dengan pasar,

Weber mengemukakan suatu indeks yang disebut dengan indek bahan (material index)

yang dirumuskan sebagai berikut:

Berat Bahan Mentah Lokal

Indeks Bahan =

Berat Produk Akhir

Gambar 2.1.

Segitiga Lokasi Weber

Bila indeks bahan lebih dari satu (> 1) artinya bahwa perusahaan tersebut lebih berorientasi

ke bahan mentah (material oriented). Sedangan bila nilai indeks bahannya kurang dari satu

(< 1) berarti perusahaan tersebut lebih berorientasi kepada pasar (market oriented). Teori

Weber tersebut mempunyai kelemahan sebagai berikut:

Keterangan:

T = Lokasi usaha optimum

M1 & M2 = Sumber bahan mentah

Mk = Pasar

x,y,z = bobot dari input atau output

a,b,c = jarak antara lokasi input

dengan pasar

Mk

X

M2 M1

Y Z

T

a

b c

Page 24: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 9

1. Diasumsikan bahwa biaya transportasi dan biaya produksi bersifat konstan,

2. Tidak memperhatikan faktor kelembagaan, seperti kebijakan pemerintah berupa pajak

lokal,

3. Terlalu menekankan pada sisi input.

Terlepas dari kelemahan teori tersebut, Teori Weber dapat dimanfaatkan dengan

menggunakan asum-asumsi dari kelemahan teorinya.

Ketiga pemilihan lokasi berdasarkan kedekatan dengan pasar. Pendekatan lokasi

berdasarkan kedekatan dengan pasar diungkapkan oleh Losch yang menggunakan

pendekatan Kerucut Permintaan yang diturunkan menjadi kurva permintaan. Teori Losch

tersebut dikenal dengan teori Loschian Demand Curve atau kurva permintaan Losch

(Gambar 2.2). Teori Losch memperbaiki Teori Weber dengan beberapa asumsi perbaikan

sebagai berikut:

1. Penyebaran faktor input merata, seperti penyebaran bahan baku, tenaga kerja, dan

modal,

2. Penyebaran/kepadatan penduduk merata,

3. Selera masyarakat diasumsikan sama,

4. Tidak ada ketergantungan lokasi antar perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh

Weber bahwa lokasi mempunyai kekuatan bila terjadi aglomerasi perusahaan.

Gambar 2.2

Kurva Permintaan Losch dan Kerucut Permintaan

Pada kurva permintaan Losch diungkapkan bahwa pusat pasar adalah O sedangkan lokasi

yang berdekatan dengan pasar adalah P. Harga persatuan barang adalah OP dengan

permintaan sebesar PQ. Agak jauh dari pusat pasar, misalkan saja titik R, biaya

pengangkutan menyebabkan harga persatuan barang meningkat menjadi OR dengan

permintaan RS. Jauh dari pusat pasar, misalnya titik F, biaya pengangkutan menyebabkan

harga per satuan barang menjadi sangat tinggi sehingga permintaan sama dengan nol.

F

R S

P Q

Harga

Kuantitas/ Jumlah

Barang (Q)

O

P

Q

R

S

F

Kurva

Permintaan

Page 25: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 10

Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa bila lokasi perusahaan tersebut

dekat dengan sumber input produksi atau pasar, maka biaya pengangkutan dapat

diminimalisasi oleh perusahaan. Tetapi bila lokasi perusahaan tersebut berjauhan dengan

sumber input produksi atau pasar, maka biaya transportasipun akan meningkat dan biaya

tersebut akan dibebankan pada produk yang dijual.

Uraian di atas mencoba menggambarkan pemilihan lokasi lebih ditekankan pada

minimalisasi biaya transportasi baik terhadap input produksi dan maupun terhadap

penjualan output ke pasar. Oleh karena itu dapat disimpulkan beberapa hal yang

mempengaruhi dalam pemilihan lokasi, yaitu:

1. Kedekatan dengan sumber input produksi,

2. Kedekatan dengan lokasi pemasaran,

3. Ketersediaan sumber tenaga kerja, baik dalam hal jumlah, spesifikasi, dan kualitas

tenaga kerja.

4. Kebijakan mengenai upah regional,

5. Ketersediaan sarana dan prasarana fisik penunjang, seperti transportasi, komunikasi,

penerangan, pengairan, dan sebagainya.

6. Insentif wilayah dalam hal kemudahan birokrasi terutama dalam perijinan usaha.

Berdasarkan kedua teori di atas dapat ditunjukkan pemilihan lokasi dalam rangka

pengembangan usaha ditentukan berdasarkan kedekatan dengan sumber bahan baku

produksi, pasar, dan biaya transfer. Hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan individu,

kelompok, atau lembaga yang memiliki lahan dalam melepas status lahannya, terutama

jika lahan tersebut memiliki nilai jual yang tinggi.

2.3. Hasil-hasil Penelitian Terkait dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Pada bagian ini diuraikan beberapa hasil penelitian terkait dengan implemtasi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Ada tiga fokus pembahasan yang dihasilkan oleh

para peneliti sebelumnya, yaitu Implementasi Kebijakan LP2B, LP2B di dalam RTRW,

pemetaan LP2B, dan tanggapan petani terhadap LP2B. Hasil-hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan gambaran pelaksanaan dari kebijakan LP2B seperti yang

diamanatkan dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Adapun penjelasan dari hasil-hasil penelitian terdahulu diuraikan di bawah ini:

1. Pelaksanaan Kebijakan LP2B

Kebijakan LP2B yang telah diundangkan melalui UU No. 41 Tahun 2009 menjadi kajian

menarik untuk diteliti. Salah satu peneliti yang membahas tentang pelaksanaan kebijakan

LP2B di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dilakukan oleh Handari (2012) dan

menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pelaksanaan kebijakan perlindungan LP2B di Kabupaten Magelang baru sebatas

proses identifikasi lahan, dimana ditetapkan luas lahan pertanian berkelanjutan adalah

42.079,00 hektar yang terdiri dari lahan sawah dan lahan kering dan tersebar di 21

kecamatan di dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Lahan Pertanian Pangan

Page 26: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 11

Berkelanjutan (LP2B) Bappeda Kabupaten Magelang. Hasil ini merupakan hasil

identifikasi dari data sawah lestari dari Kementerian Pertanian, sebaran lahan sawah

dari Badan Pertanahan Nasional, RTRW Kabupaten Magelang tahun 2010-2030, studi

interprestasi citra satelit Kabupaten Magelang tahun 2010, dan hasil survey tahun

2012.

2. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan LP2B, yaitu sosialisasi,

petugas, dana, respon implementor, pemahaman terhadap kebijakan, peraturan

pendukung, Standard Operating Procedure (SOP), koordinasi antar instansi, tingkat

pendidikan, usia, kepemilikan lahan, alasan konversi, dukungan publik dan komitmen

pelaksana, menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Sebagaimana telah disimpulkan

pada point 1 bahwa implementasi LP2B di Kabupaten Magelang baru sampai pada

tahap identifikasi lokasi dan belum ada suatu peraturan daerah yang mengatur tentang

hal tersebut.

3. Hasil analisis Analytical Hyrarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa alternatif

strategi yang menjadi prioritas dalam perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di

Kabupaten Magelang adalah dari aspek ekologi. Hal ini sangat terkati erat dengan

upaya pelestarian lingkungan dan kebijkaan LP2B mensyaratkan adanya upaya

konservasi tanah dan air, karena dampak dari kerusakan tanah berakibat pada

ketidakberlanjutan pertanian.

2. Kesesuaian LP2B di dalam RTRW

Sesuai dengan amanat UU No. 41 Tahun 2009, kebijakan LP2B harus ditetapkan di dalam

RTRW kabupaten/kota. Berdasarkan hasil kajian dari Direktorat Jenderal Prasarana dan

Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian di tahun 2013 dan 2014 tentang Kajian

Inventarisasi LP2B dihasilkan hal-hal sebagai berikut.

Tabel 2.1. Kebijakan LP2B di dalam RTRW Kabupaten/Kota Kajian

Page 27: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 12

Page 28: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 13

Page 29: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 14

Berdasarkan kajian di atas, tidak ada penjelasan mengenai penetapan LP2B di dalam

RTRW tersebut apakah sebelum ditetapkan LP2B tersebut disosialisasikan ke masyarakat

atau tidak. Selanjutnya juga tidak dijelaskan apakah LP2B yang ditetapkan tersebut telah

mengakomodasi usulan dari masyarakat yang terkena LP2B atau tidak. Kajian-kajian di

atas lebih memfokuskan pada penetapan LP2B di RTRW dan kesesuaiannya dengan

pemetaan sawah hasil audit 2012.

3. Pemetaan LP2B

Kajian Pemetaan LP2B di Kabupaten Purworejo dilakukan oleh Sakti, dkk (2013). Pada

penelitian ini dijelaskan bahwa terjadi alih fungsi lahan sawah ke non sawah dengan rata-

rata sebesar -0,0956% pertahun dari 2007–2011. Luas lahan sawah pada Tahun 2007

adalah 30.621,04 ha, namun di Tahun 2011 menjadi 30.504,02 ha atau terjadi penyusutan

seluas 117,2 ha selama 5 tahun atau rata-rata 24 ha lahan sawah dikonversi per tahun.

Adapun konversi pada lahan kering sebesar -0,0005% pertahun. Luas lahan kering di

Tahun 2007 tecatat seluas 51.598,15 ha, sedangkan pada Tahun 2011 tercatat seluas

51.597,13 ha. Jadi, terjadi konversi lahan 1 hektar selama 5 tahun. Artinya, laju konversi

lahan kering lebih lambat dibandingkan dengan lahan sawah.

Di dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa terdapat perbedaan antara hasil perhitungan

peta present landuse (2010) (data primer) dengan luas dari Perda Pemkab Purworejo No.

27/2011, BPS (2010) dan BPN (2010). Total luas lahan pertanian hasil analisis peta

present landuse adalah 38.561,82 ha; terdiri dari 27.850,18 ha lahan sawah (lowland) dan

10.711,00 ha lahan kering (upland). Pasal 52 ayat 2 Perda No. 27/2011 menyebutkan

bahwa total kawasan pertanian pangan Purworejo 40.149 ha, terdiri dari 29.891 ha untuk

lahan basah dan 10.258 ha lahan kering; sedangkan BPN Kabupaten Purworejo mencatat

luas lahan sawah Tahun 2010 adalah 30.505,46 ha, dan menurut BPS (2010) seluas

30.626,99 ha. Adapun hasil analisis penentuan luas kawasan pertanian pangan yang

dituangkan dalam bentuk peta LP2B dan LCP2B di Kabupaten Purworejo adalah total luas

kawasan pertanian pangan adalah 38.562 ha terdiri dari lahan basah 27.850 ha dan lahan

Page 30: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 15

kering 10.712 ha. Perbedaan ini disebabkan berbedanya kriteria-kriteria yang diterapkan

oleh masing-masing instansi ataupun yang melakukan penelitian.

Kajian lainnya yang terkait dengan pemetaan LP2B, LCP2B, dan KP2B dengan

menggunakan data citra penginderaan jauh dilakukan oleh Barus, dkk (2012) di Kabupaten

Garut dan Bogor menghasilkan penelitian sebagai berikut:

1. Secara umum Kabupaten Garut termasuk yang surplus lahan sawah, sedangkan

Kabupaten Bogor termasuk daerah yang defisit lahan sawah.

2. Hasil kajian ini berhasil mengidentifikasi bahwa penetapan kawasan pertanian pangan

berkelanjutan hanya mampu menyelamatkan lahan sawah sebesar 25% dari total area

sawah yang teridentifikasi.

3. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil kajian ini adalah:

a. Penyebab lahan pangan belum terlindungi antara lain karena keterbatasan data

yang tersedia untuk pengambilan keputusan. Ketersediaan data lain untuk

penentuan lahan yang dilindungi bervariasi antar wilayah. Selain itu,

keterlambatan penyelamatan lahan pangan juga terkait dengan pertimbangan

ekonomi dan politis yang ada di kabupaten.

b. Variabel yang selama ini digunakan untuk penentuan prioritas lahan pangan yang

dilindungi perlu dijelaskan sampai proksi operasional yang spesifik. Pilihan

proksi operasional harus mempertimbangkan karakteristik lokal wilayah yang

sangat bervariasi. Oleh karena itu proksi ini tidak harus diseragamkan dalam

bentuk aturan di level pusat.

c. Upaya pembangunan basis data spasial harus dilakukan oleh pemerintah daerah

untuk dapat mengidentifikasi secara persis lokasi lahan pangan yang akan

menjamin tercukupinya kebutuhan pangan masa depan. Dukungan teknologi

penginderaan jauh dan sistem informasi geografis akan mempermudah proses

pemantauan dinamik penggunaan lahan, proses pembaruan dan analisis spasial

yang dibutuhkan secara lebih cepat dan lebih akurat.

4. Tanggapan Petani terhadap LP2B

Respons petani terhadap implementasi LP2B sangat penting diketahui karena masyarakat

yang terkena LP2B, lahannya tidak dapat dialihfungsikan ke non pertanian pangan, namun

lahannya dapat dijual dengan tetap status lahannya adalah lahan pertanian pangan.

Penelitian tentang tanggapan petani atas kebijakan LP2B dilaksanakan oleh Rantini dan

Prabatmodjo (2014) di Kabupaten Bandung dengan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Sebanyak 68,6% responden menyatakan tidak akan pernah mengalihfungsikan lahan

sawah milik, meskipun sistem tumpang sari memungkinkan 52,4 % responden

menanam komoditas selain padi di lahan sawah tersebut.

2. Pandangan responden atas kesediaan untuk memelihara jaringan irigasi,

meningkatkan kesuburan tanah, mencegah kerusakan lahan, dan memelihara jalan

usahatani menunjukkan kesediaan mereka untuk memeliharanya.

3. Pandangan mereka atas insentif terhadap LP2B (walaupun belum ada ketetapan

insentif di lokasi penelitian) menunjukkan bahwa 80% responden membutuhkan

insentif tersebut kecuali insentif yang berbentuk penghargaan terhadap petani

berprestasi tinggi. Hanya 54,3% yang menyatakan memerlukan insentif atas petani

berprestasi.

Page 31: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 16

4. Tanggapan responden atas lahan-lahan mereka yang telah masuk di dalam LP2B,

namun telah dialihfungsikan, maka mereka menjawab 74,3% responden tidak sanggup

mengganti infrastruktur pertanian yang telah diinvestasikan oleh pemerintah. Di

samping itu, sebanyak 79,1% responden juga menyatakan tidak akan sanggup

mengganti sawah seluas 3 kali lipat sawah yang telah dialihfungsikan.

5. Hasil temuan lainnya dari penelitian ini adalah sekitar 80% responden mengatakan

bahwa jika di daerah mereka industri semakin berkembang seperti saat ini, maka

kemungkinan besar mereka harus mengalihfungsikan lahan sawah milik mereka atau

bahkan menjualnya, karena cepat atau lambat sawah mereka akan terkontaminasi oleh

limbah pabrik yang mengakibatkan tidak lagi layak ditanami padi atau tanaman

lainnya. Dengan menjual lahan sawahnya tersebut, harapan petani adalah memberikan

keuntungan kepada mereka dengan membeli lahan lebih luas dibandingkan yang

mereka miliki sekarang di tempat yang lain atau dengan kata lain, petani dapat

memperoleh keuntungan besar dengan menjual lahannya.

6. Tanggapan petani terhadap pemberlakuan disinsentif atas sanksi pengalihfungsian

lahan adalah sebanyak 64,8% menolak diberlakukannya sanksi pidana terhadap petani

yang melakukan alih fungsi lahan karena sawah sepenuhnya merupakan hak petani

pemilik lahan.

.

Page 32: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 17

BAB 3 METODE KAJIAN

3.1. Kerangka Kajian

Kerangka kajian Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(LP2B) dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kebijakan tersebut diterapkan di daerah

karena kebijakan ini telah diterbitkan pada 6 tahun yang lalu melalui UU No. 41 Tahun

2009. Kajian evaluasi ini juga sekaligus untuk mengetahui berbagai hambatan atas

pelaksanaan dari LP2B tersebut. Adapun kerangka pikir dari kajian ini adalah seperti pada

Gambar 3.1.

Identifikasi

Peraturan

Perundangan

LP2B

Studi Literatur

tentang LP2B

Inventarisasi

Faktor-Faktor

Evaluasi terkait

dengan

Pelaksanaan LP2B

Penetapan

Lokasi

Evaluasi

Pengumpulan

Data di Pusat

dan Lokasi

Analisis Data

dan Informasi

Evaluasi

Implementasi

LP2B

Gambar 3.1

Kerangka Kajian Implementasi Kebijakan LP2B

3.2. Objek Kajian

Ada dua objek kajian yang menjadi bahan bagi evaluasi pelaksanaan kebijakan LP2B

adalah Instansi Pemerintah khususnya Dinas Pertanian/Tanaman Pangan dan Bappeda di

tingkat kabupaten, serta Kelompok Tani.

3.3. Lokasi Kajian

Adapun lokasi yang menjadi tujuan dari penelitian ini didasarkan pertimbangan sebagai

bahwa lokasi kajian di tingkat kabupaten merupakan sentra-sentra tanaman pangan,

khususnya padi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka disusunlah lokasi kajian seperti pada tabel

berikut ini

Page 33: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 18

Tabel 3.1. Lokasi Kajian Evaluasi LP2B

No Provinsi Kabupaten/Kota Keterangan

1. Aceh Kabupaten Aceh Tamiang Sentra padi

2. Sumatera Selatan Kabupaten OKU Timur Sentra padi

3. Jawa Tengah Kabupaten Magelang Sentra padi

4. Jawa Timur Kabupaten Lamongan Sentra padi

5. Jawa Barat Kabupaten Garut Sentra padi

6. Nusa Tenggara Barat Kabupaten Lombok Tengah Sentra padi

7. Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Sleman Sentra padi

8. Sulawesi Selatan Kabupaten Maros Sentra padi

9. Bali Kabupaten Tabanan Sentra padi

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer

adalah data yang diperoleh langsung berdasarkan hasil wawancara ataupun melalui Focus

Group Discussion (FGD). Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari

berbagai instansi yang terkait dengan penelitian, seperti Dinas Tanaman Pangan

Kabupaten, BPS Kabupaten, BPS, dan Kementerian Pertanian.

3.5. Metode Analisis

Variabel Evaluasi LP2B

Aspek-aspek evalusi yang menjadi dasar analisis pada kajian ini didasarkan pada Undang-

Undang No. 41 Tahun 2009. Atas dasar undang-undang tersebut, ada 12 variabel yang

dianalisis pada evaluasi implementasi LP2B, seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Variabel Analisis Evaluasi Implementasi LP2B

No Variabel Evaluasi Uraian Evaluasi

1. Perencanaan dan Penetapan • Perencanaan: 1). lahan yang direncanakan itu

adalah kawasan P2B, lahan P2B, dan lahan

cadangan P2B; 2). Usulan LP2B

didesiminasikan ke masyarakat

• Penetapan: 1). Ditetapkan dalam peraturan

daerah kabupaten (Bupati); 2). LP2B

tercantum di dalam RTRW kabupaten

2. Pengembangan • Intensifikasi: peningkatan kesuburan, bibit,

teknologi, diversifikasi, HPT, penyuluhan,

modal, inovasi , irigasi

• Ekstensifikasi: cetak sawah, lahan pertanian

menjadi LP2B, dan alih fungsi lahan dari non-

Page 34: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 19

No Variabel Evaluasi Uraian Evaluasi

pertanian menjadi LP2B

3. Penelitian • Penelitian atas LP2B terutama evaluasi lahan

LP2B yang telah ditetapkan dan lahan

cadangan untuk ditetapkan menjadi LP2B

4. Pemanfaatan • Pemda melakukan perlindungan dan

pelestarian sumber daya lahan dan air;

pengelolaan kualitas lahan dan air;

pengendalian pencemaran

• Pemilik lahan: 1). Memanfaatkan lahan sesuai

peruntukkan; 2). Mencegah kerusakan irigasi;

3) menjaga kesuburan; 4). Mencegah

kerusakan lahan; 5) Memelihara kelestarian

lingkungan

5. Pembinaan • Koordinasi, sosialisasi, surpervisi dan

konsultasi, pendidikan dan pelatihan,

diseminasi informasi

6. Pengendalian • Insentif (keringanan pajak PBB,

pengembangan infrastruktur, pengembangan

benih unggul, dan kemudahan akses dan

informasi, penyediaan sarana dan prasarana

pertanian; penerbitan sertifikat lahan;

penghargaan; dan disinsentif (diatur dalam PP

30/2012 pasal 20-22)

7. Pengawasan • Pelaporan, pemantauan, dan evaluasi

8. Sistem informasi • Ketersediaan data yang dapat diakses oleh

masyarakat yang meliputi kawasan P2B

ditetapkan dalam RTRW, LP2B ditetapkan

dalam RTRW, Lahan cadangan P2B

ditetapkan oleh Bupati, dan tanah terlantar dan

subyeknya

9. Perlindungan dan

Pemberdayaan Petani

• Perlindungan: 1). Jaminan harga, sarana dan

prasarana, serta pemasaran hasil pertanian,

pengutamaan hasil pertanian pangan untuk

kebutuhan dalam negeri, dan ganti rugi gagal

panen; 2). Jaminan sosial bagi petani kecil

melalui jaminan sosial nasional

• Pemberdayaan: penguatan kelembagaan,

penyuluhan dan pelatihan, fasilitas sumber

pembiayaan, bantuan kredit kepemilikan

lahan pertanian, pembentukan bank bagi

petani, fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi

rumah tangga petani, aksesibilitas terhadap

informasi, teknologi, dan ilmu pengetahuan

10. Pembiayaan • Seluruh kegiatan ruang lingkup LP2B (diatur

dalam PP 30/2012)

Page 35: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 20

No Variabel Evaluasi Uraian Evaluasi

11. Peran Serta Masyarakat • Meliputi perencanaan, pengembangan,

penelitian, pengawasan, pemberdayaan petani,

dan pembiayaan

12. Sanksi Administrasi • Yang dimaksud dengan sanksi administrasi di

sini adalah setiap orang yang melanggar

kewajiban atau larangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 45, Pasal 50

ayat (2), Pasal 57 ayat (2), pasal 70

Ke dua belas variabel di atas dianalisis sesuai berdasarkan hasil dan informasi yang

diperoleh dari lapangan dengan menggunakan panduan kuesioner. Selanjutnya, analisis

difokuskan pada terlaksana atau tidak terlaksananya kegiatan terhadap LP2B tersebut di

lapangan, serta hambatan atau permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan LP2B.

Participatory Sistem Analysis (PSA)

Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di kabupaten

dilakukan dengan metode Participatory Sistem Analysis (PSA). Metode ini adalah metode

diskusi terfokus yang digunakan untuk mendapatkan faktor-faktor penting yang terkait

dengan pelaksanaan LP2B berdasarkan hasil masukan dari informan (Herweg and Steiner,

2002). Metode ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu

1. Tahap pertama adalah penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

pelaksanaan LP2B. Selanjutnya, seluruh faktor tersebut diseleksi dan dipilih yang

sangat berpengaruh saja, setelah itu faktor tersebut didefinisikan, seperti dapat dilihat

pada matrik di bawah ini.

No Faktor Definisi Faktor

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

2. Setelah itu dilanjutkan dengan penentuan hubungan antar faktor. Penentuan hubungan

antar faktor ini guna melihat korelasi antara faktor yang satu dengan faktor yang

lainnya. Kekuatan hubungan dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

a. Nilai 2 : Berpengaruh kuat

Page 36: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 21

b. Nilai 1 : Berpengaruh sedang

c. Nilai 0,5 : Berpengaruh lemah

d. Nilai 0,1 : Berpengaruh sangat lemah

Penilaian kekuatan hubungan antar faktor dituangkan dalam bentuk matriks berikut.

Cara pengisian kolom dapat dilakukan dua cara, yaitu dengan melihat perbaris atau

perkolom. Misalnya, pada baris ke-1: Faktor A B: Ini berarti bahwa faktor A

berpengaruh terhadap B berapa besar? ATAU pada kolom ke-1: Faktor A B: Ini

berarti bahwa faktor A berpengaruh terhadap B berapa besar?. Tahapan tersebut terus

dilakukan sampai semua kolom atau baris terisi oleh nilai.

3. Setelah itu, kemudian dianalisis untuk mengetahui rasio aktivitas (activity ratio) dan

derajat hubungan antar faktor dengan menjumlahkan untuk setiap baris (Active Sum =

AS) atau kolom (Pasive Sum = PS). Kemudian, untuk menentukan derajat hubungan

antar faktor (degree of interrelation) digunakan AS – PS atau jumlah AS dikurangi PS

pada masing-masing faktor. Sedangkan untuk menentukan Rasio Aktivitas ditentukan

dengan AS/PS atau jumlah AS dibagi PS pada masing-masing faktor. Selanjutnya,

disusun dalam matrik sebagai berikut:

Faktor A B C D E F G H I Active Sum

(AS)

Degree of

Interrel. (AS-

PS)

A

B

C

D

E

F

G

H

I

Pasive Sum (PS)

Active Ratio

(AS/PS)

Page 37: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 22

No Faktor Activity Ratio Degree of Interrelation

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

4. Berikutnya, hasil penetapan activity ratio dan degree of interrelation digunakan untuk

menentukan faktor-faktor mana yang masuk dalam kuadran Symptom, Buffer, Critical

Elements, dan Motor/Lever. Kuadran Symptom (Gejala) adalah faktor-faktor yang

sangat dipengaruhi oleh faktor lainnya dan tidak mempunyai kekuatan untuk

mengubah sistem. Kuadran Buffer (Penyangga) adalah faktor-faktor yang tidak

mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya. Kuadran Critical Elements

(Elemen Kritis) adalah faktor-faktor sebagai akselerator dan katalisator terhadap

sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-

waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping. Terakhir,

kuadran Motor/Lever (Pengungkit) adalah faktor-faktor yang diprediksi dapat

mempengaruhi faktor lainnya. Selanjutnya, sebagai contoh dari diagram PSA dapat

dilihat antar kuadran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Motor/Leverage

Critical Element Symptom

Buffer

Gambar 3.2

Contoh Diagram Participatory Sistem Analisis (PSA)

Page 38: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 23

BAB 4

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS REGULASI

4.1. Identifikasi Regulasi

Antisipasi Pemerintah Indonesia dalam rangka mempertahankan produksi pertanian

pangan lokal tercermin dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan, program-program,

dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pertanian dan pangan. Salah satu kebijakan

yang sangat mendasar dengan program pangan dan pertanian adalah lahan. Pada tahun

2009 diterbitkan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diikuti oleh peraturan turunan lainnya, yaitu:

1. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

2. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

3. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

4. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2009, beberapa hal penting yang menjadi dasar

dari peraturan ini, yaitu:

1. Ruang Lingkup LP2B. Ruang lingkup LP2B berdasarkan pasal 4, UU No. 41 Tahun

2009 terdiri dari:

a. Perencanaan dan Penetapan

b. Pengembangan

c. Penelitian

d. Pemanfaatan

e. Pembinaan

f. Pengendalian

g. Pengawasan

h. Sistem Informasi

i. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

j. Pembiayaan

k. Peranserta Masyarakat

2. Perlindungan dan Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

a. Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan sebagai LP2B adalah lahan beririgasi,

lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak), dan/atau lahan

tidak beririgasi (Pasal 5, UU No. 41/2009).

Page 39: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 24

b. Disamping itu, penetapan dan perlindungan LP2B dapat dilakukan pada Kawasan

Pertanian Pangan Berkelanjutan atau diluar Kawasan Pertanian Pangan

Berkelanjutan baik yang berada di kawasan perdesaan dan/atau kawasan

perkotaan di wilayah kabupaten/kota (Pasal 7 ayat 1, UU No. 41/2009).

c. Lahan Pertanian Pangan yang Dilindungi. Perlindungan LP2B dilakukan pada

Lahan Pertanian Pangan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

yang berada di dalam atau di luar kawasan pertanian pangan (Pasal 6, UU No.

41/2009).

3. Perencanaan LP2B. Perencanaan LP2B terdiri dari:

a. Dilakukan pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(Pasal 9 ayat 2, UU No. 41/2009).

b. Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diawali dengan penyusunan

usulan perencanaan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah

daerah kabupaten/kota (Pasal 14 ayat 1, UU No. 41/2009)

c. Perencanaan usulan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan

berdasarkan: inventarisasi; identifikasi; dan penelitian (Pasal 14 ayat 2, UU No.

41/2009).

d. Usulan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disebarkan

kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dan saran perbaikan (Pasal 15

ayat 1, UU No. 41/2009).

e. Tanggapan dan saran perbaikan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) menjadi pertimbangan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(Pasal 15 ayat 2, UU No. 41/2009).

f. Usulan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat diajukan oleh

masyarakat untuk dimusyawarahkan dan dipertimbangkan bersama pemerintah

desa, kecamatan, dan kabupaten/kota (Pasal 15 ayat 3, UU No. 41/2009).

4. Penetapan LP2B. Penetapan perlindungan LP2B dilakukan pada kawasan pangan

pertanian berkelanjutan; Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam dan di luar

Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan

Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pasal

18, UU No. 41/2009). Adapun uraian dari masing-masing

a. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari

penetapan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan di wilayah kabupaten dalam

rencana tata ruang kabupaten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan (Pasal 19 ayat 1, UU No. 41/2009).

b. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan bagian dari

penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai

dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 20 ayat 1, UU No.

41/2009).

c. Penetapan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18 huruf c merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk

rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan (Pasal 21 ayat 1, UU No. 41/2009).

Page 40: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 25

d. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Nasional diatur dalam

Peraturan Pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Pasal 23

ayat 1, UU No. 41/2009).

e. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi/kabupaten/kota

diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah

provinsi/kabupaten/kota (Pasal 23 ayat 2 dan 3, UU No. 41/2009).

5. Pengembangan LP2B. Pengembangan LP2B dilakukan melalui intensifikasi dan

ekstensifikasi (Pasal 27 ayat 1, UU No. 41/2009).

a. Intensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan (Pasal 28, UU No. 41/2009):

(i) peningkatan kesuburan tanah;

(ii) peningkatan kualitas benih/bibit;

(iii) pendiversifikasian tanaman pangan;

(iv) pencegahan dan penanggulangan hama tanaman;

(v) pengembangan irigasi;

(vi) pemanfaatan teknologi pertanian;

(vii) pengembangan inovasi pertanian;

(viii) penyuluhan pertanian; dan/atau

(ix) jaminan akses permodalan.

b. Ekstensifikasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan dapat dilakukan dengan (Pasal 29 ayat 1, UU No. 41/2009):

(i) pencetakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

(ii) penetapan lahan pertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan; dan/atau

(iii) pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan. Menurut Pasal 29 ayat 3, Pengalihan fungsi lahan

non-pertanian dapat dilakukan terhadap Tanah Telantar dan tanah bekas

kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Penelitian LP2B. Penelian LP2B diterangkan sebagai berikut:

a. Penelitian dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah

daerah kabupaten/kota (Pasal 30 ayat 2, UU No. 41/2009), dan Lembaga

penelitian dan/atau perguruan tinggi berperan serta dalam penelitian (Pasal 30

ayat 4, UU No. 41/2009).

b. Penelitian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekurang-kurangnya meliputi

(Pasal 30 ayat 3, UU No. 41/2009):

(i) pengembangan penganekaragaman pangan;

(ii) identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan;

(iii) pemetaan zonasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

(iv) inovasi pertanian;

(v) fungsi agroklimatologi dan hidrologi;

(vi) fungsi ekosistem; dan

(vii) sosial budaya dan kearifan local

Page 41: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 26

7. Pemanfaatan LP2B. Pemanfaatan LP2B terdiri dari:

a. Pemanfaatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan dengan menjamin

konservasi tanah dan air (Pasal 33 ayat 1, UU No. 41/2009).

b. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

konservasi tanah dan air, yang meliputi (Pasal 33 ayat 1, UU No. 41/2009):

(i) perlindungan sumber daya lahan dan air;

(ii) pelestarian sumber daya lahan dan air;

(iii) pengelolaan kualitas lahan dan air; dan

(iv) pengendalian pencemaran.

c. Setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan sebagai Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan berkewajiban (Pasal 34 ayat 1, UU No.

41/2009):

(i) memanfaatkan tanah sesuai peruntukan; dan

(ii) mencegah kerusakan irigasi.

d. Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan serta dalam:

4. menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;

5. mencegah kerusakan lahan; dan

6. memelihara kelestarian lingkungan.

8. Pembinaan LP2B. Pembinaan LP2B wajib dilakukan oleh pemerintah yang meliputi

(Pasal 35 ayat 1 dan 2, UU No. 41/2009):

a. Koordinasi Perlindungan

b. sosialisasi peraturan perundang-undangan

c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi

d. pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat

e. penyebarluasan informasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan;dan/atau

f. peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat

9. Pengendalian LP2B. Pengendalian LP2B terdiri dari:

a. Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan oleh Pemerintah

dan Pemerintah Daerah melalui pemberian (Pasal 37, UU No. 41/2009):

(i) insentif;

(ii) disinsentif;

(iii) mekanisme perizinan;

(iv) proteksi; dan

(v) penyuluhan.

b. Insentif diberikan kepada petani berupa (Pasal 38, UU No. 41/2009):

(i) keringanan Pajak Bumi dan Bangunan;

(ii) pengembangan infrastruktur pertanian;

(iii) pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul;

(iv) kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;

(v) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian;

(vi) jaminan penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan melalui

pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik; dan/atau

(vii) penghargaan bagi petani berprestasi tinggi.

Page 42: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 27

Catatan: Di dalam PP No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan LP2B,

dijelaskan dalam Pasal 5–7 bahwa pemberian insentif untuk semua jenjang

pemerintahan secara keseluruhan sama, kecuali untuk Pemerintah Pusat dan

Provinsi tidak terdapat insentif tentang keringanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Selanjutnya, pasal demi pasal menjelaskan ke 7 komponen dari insentif tersebut.

Pada PP No. 12/2012, dijelaskan:

(i) Pasal 30 menjelaskan tatacara pemberian insentif oleh pemerintah, yaitu

Perencanaan, Pengusulan, dan Penetapan.

(ii) Kewajiban Petani penerima insentif:

- memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya;

- menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;

- mencegah kerusakan lahan; dan

- memelihara kelestarian lingkungan

c. Disinsentif berupa pencabutan insentif dikenakan kepada petani yang tidak

memenuhi kewajibannya (Pasal 42, UU No. 41/2009). Selanjutnya, mengenai

mekanisme pencaputan insentif dijelaskan dalam PP No 12/2012, yaitu:

(i) Pasal 44, Pencabutan Insentif dilakukan Pemerintah, Pemerintah Provinsi,

dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal:

- Petani tidak memenuhi kewajiban perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan;

- Petani tidak mentaati norma, standar, prosedur, dan kriteria

pemberian insentif; dan/atau

- Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah dialihfungsikan.

(ii) Pasal 45, Pengenaan pencabutan Insentif dilakukan melalui tahap:

pemberian peringatan pendahuluan;

pengurangan pemberian Insentif; dan

pencabutan Insentif.

10. Alih Fungsi LP2B. Alih fungsi LP2B adalah sebagai berikut:

a. Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

dilindungi dan dilarang dialihfungsikan (Pasal 44, UU No. 41/2009). Juga

diperkuat oleh PP No. 1/2011 di dalam Pasal 35 ayat 1

b. Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat

dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan (Pasal 44, UU No. 41/2009). Selanjutnya, dijelaskan dalam PP No.

1/2011 di dalam Pasal 35 ayat 2, dan Pasal 36 ayat 1 dan 2, yaitu:

Pasal 35, ayat 2: Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya

dapat dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka: a.

pengadaan tanah untuk kepentingan umum; atau terjadi bencana

Pasal 36, ayat 1-2: Ayat 1: Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pengadaan tanah untuk

kepentingan umum yang meliputi: a. jalan umum; b. waduk; c. bendungan;

d. irigasi; e. saluran air minum atau air bersih; f. drainase dan sanitasi; g.

bangunan pengairan; h. pelabuhan; i. bandar udara; j. stasiun dan jalan

kereta api; k. terminal; l. fasilitas keselamatan umum; m. cagar alam;

dan/atau n. pembangkit dan jaringan listrik. Ayat 2: Selain kepentingan

Page 43: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 28

umum alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dapat

dilakukan untuk pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya yang

ditentukan oleh undang-undang

c. Pemberian ganti rugi akibat dari LP2B berupa:

(i) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur akibat bencana

(Pasal 44 ayat 5, UU No. 41/2009). Selanjutnya diterangkan pada Pasal

46, ayat 1 dijelaskan bahwa: Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf d dilakukan atas dasar kesesuaian

lahan, dengan ketentuan sebagai berikut:

paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan

lahan beririgasi;

paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan

lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan

paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan

lahan tidak beririgasi.

(ii) Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang dialihfungsikan dilakukan

dengan pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan (Pasal 44 ayat 5, UU No. 41/2009). Selanjutnya

dijelaskan pada PP No. 1/2011, Pasal 38, ayat 1-2 bahwa lahan pengganti

disediakan oleh pihak yang mengalihfungsikan, sedangkan jika terjadi

bencana, pemerintah wajib menyediakan lahan pengganti.

(iii) Selain ganti rugi kepada pemilik, pihak yang mengalihfungsikan wajib

mengganti nilai investasi infrastruktur (Pasal 45, UU No. 41/2009). Hal ini

dijelaskan pula di dalam PP No. 1/2011, pada Pasal 50, ayat 1-7.

(iv) Dalam hal terjadi keadaan memaksa yang mengakibatkan musnahnya

dan/atau rusaknya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara

permanen, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan

penggantian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai kebutuhan

(Pasal 48, UU No. 41/2009). Selanjutnya pada PP 12/2012, Pasal 43 ayat

2, dijelaskan bahwa lahan pengganti adalah:

Pembukaan lahan baru pada lahan cadangan P2B

pengalihfungsian lahan dari bukan pertanian ke Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan terutama dari tanah terlantar dan/atau tanah

bekas kawasan hutan; atau

penetapan lahan pertanian pangan sebagai Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan

d. Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum (Pasal 50,

UU No. 41/2009).

11. Pengawasan LP2B. Pengawasan LP2B terdiri dari:

a. Untuk menjamin tercapainya Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

dilakukan pengawasan terhadap kinerja (Pasal 54 ayat 1, UU No. 41/2009):

(i) perencanaan dan penetapan;

(ii) pengembangan;

Page 44: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 29

(iii) pemanfaatan;

(iv) pembinaan; dan

(v) pengendalian.

b. Pengawasan meliputi (Pasal 55, UU No. 41/2009):

(i) pelaporan

(ii) pemantauan; dan

(iii) evaluasi

12. Sistem Informasi LP2B. Sistem Informasi LP2B terdiri dari:

a. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota

menyelenggarakan Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

dapat diakses oleh masyarakat (Pasal 58 ayat 1, UU No. 41/2009).

b. Sistem informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sekurang-kurangnya

memuat data lahan tentang (Pasal 58 ayat 3, UU No. 41/2009):

(i) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

(ii) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

(iii) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan

(iv) Tanah Telantar dan subyek haknya.

c. Di dalam PP No. 25 Tahun 2012, Pasal 5 ayat 1-5 dijelaskan bahwa:

(i) Bupati/walikota bertanggung jawab untuk melakukan inventarisasi Data

Dasar pertanian pangan berkelanjutan.

(ii) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan

kepada gubernur.

(iii) Gubernur melakukan kompilasi dan verifikasi Data Dasar pertanian

pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk

disampaikan kepada Menteri.

(iv) Menteri/pimpinan lembaga terkait menyampaikan kompilasi dan verifikasi

Data Dasar Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kepada Menteri.

(v) Inventarisasi Data Dasar yang disampaikan oleh menteri/pimpinan

lembaga terkait atau gubernur disampaikan melalui Pusat Informasi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan.

13. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani LP2B. Perlindungan dan Pemberdayaan

Petani LP2B terdiri dari:

a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 61 dijelaskan bahwa Pemerintah dan

pemerintah daerah wajib melindungi dan memberdayakan petani, kelompok

petani, koperasi petani, serta asosiasi petani.

b. Pasal 62 ayat 1 menjelaskan bahwa perlindungan petani berupa pemberian

jaminan:

(i) harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan;

(ii) memperoleh sarana produksi dan prasarana pertanian;

(iii) pemasaran hasil pertanian pangan pokok.

(iv) pengutamaan hasil pertanian pangan dalam negeri untuk memenuhi

kebutuhan pangan nasional; dan/atau

(v) ganti rugi akibat gagal panen.

c. Pasal 62 ayat 2 menjelaskan bahwa Perlindungan sosial bagi petani kecil

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem jaminan sosial nasional

yang diatur dalam peraturan perundangundangan.

Page 45: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 30

d. Pasal 63 dijelaskan yang dimaksud dengan pemberdayaan petani meliputi:

(i) penguatan kelembagaan petani;

(ii) penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya

manusia;

(iii) pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan;

(iv) pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian;

(v) pembentukan Bank Bagi Petani;

(vi) pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga petani;

dan/atau

(vii) pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan

informasi.

14. Pembiayaan LP2B. Pembiayaan LP2B terdiri dari:

a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 66 ayat 1 dijelaskan bahwa Pembiayaan

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

provinsi, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota. Pada

ayat 2 dijelaskan juga bahwa Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan selain bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diperoleh dari dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari badan usaha.

b. Pada PP No. 30 Tahun 2012, Pasal 5 dijelaskan bahwa kegiatan LP2B yang

dibiayai meliputi:

(i) perencanaan dan penetapan;

(ii) pengembangan;

(iii) penelitian;

(iv) pemanfaatan;

(v) pembinaan;

(vi) pengendalian;

(vii) pengawasan;

(viii) sistem informasi; dan

(ix) perlindungan dan pemberdayaan Petani.

15. Peran Serta Masyarakat LP2B. Peran Serta Masyarakat LP2B terdiri dari:

a. Pada UU No. 41 Tahun 2009, Pasal 67 ayat 3 dijelaskan bahwa peran serta dapat

dilakukan dalam tahapan:

(i) perencanaan;

(ii) pengembangan;

(iii) penelitian;

(iv) pengawasan;

(v) pemberdayaan petani; dan/atau

(vi) pembiayaan.

4.2. Analisis Regulasi LP2B

Analisis atas regulasi UU No. 41 Tahun 2009 ditujukan untuk melihat tidak berjalannya

implementasi undang-undang ini di daerah. Analisis ini hanya sebagai bahan masukan bagi

pemangku kebijakan untuk melihat kembali atau mengevaluasi regulasi tersebut. Oleh

Page 46: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 31

karena LP2B telah menjadi kebijakan pemerintah dan memiliki kandungan positif bagi

pertanian Indonesia, pelaksanaan regulasi ini menjadi sangat penting. Berkurangnya lahan

pertanian menjadi permukiman, infrastruktur, dan aktivitas ekonomi lainnya sebagai akibat

tumbuhnya perekonomian di wilayah. Dengan perkembangan perekonomian tersebut,

banyak lahan-lahan pertanian yang beralih fungsi ataupun beralih komoditas. Kondisi ini

tidak dapat dihindari karena berbagai alasan yang menyebabkan para petani melepas aset

lahan pertanian mereka. Melihat kondisi itulah, pemerintah berupaya keras untuk

melindungi lahan-lahan pertanian produktif agar tidak beralihfungsi ataupun alih

komoditas.

Akan tetapi seiring perjalanan waktu, pelaksanaan atas regulasi ini sangat lambat. Salah

satu yang perlu dievaluasi adalah regulasinya itu sendiri. Asumsi yang digunakan untuk

menganalisis regulasi LP2B adalah meninjau regulasi ini dari sisi petani, yaitu petani yang

lahannya akan menjadi bagian dari LP2B. Jika petani tersebut berpartisipasi dalam

program ini, banyak konsekuensi yang akan diterima petani tersebut, baik itu insentif

maupun disinsentif. Asumsi berikutnya yang digunakan untuk menganalisis regulasi ini

adalah pemerintah itu sendiri sebagai fasilitator dan katalisator. Adapun analisis atas

regulasi ini diuraikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Analisis Undang-undang No. 41 Tahun 2009

Page 47: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 32

Page 48: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 33

Page 49: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 34

Page 50: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 35

Page 51: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 36

Page 52: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 37

Page 53: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 38

Page 54: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 39

BAB 5 GAMBARAN UMUM

5.1. Pemetaan Penetapan LP2B di dalam RTRW

Kebijakan LP2B merupakan kebijakan yang telah ditetapkan di dalam UU No. 41 Tahun

2009. Regulasi ini telah berjalan selama kurang lebih 6 tahun. Akan tetapi bagaimana

implementasi dari LP2B tersebut, hal inilah yang menarik untuk dievaluasi. Evaluasi ini

ditujukan untuk mengetahui pelaksanaan dari LP2B tersebut di daerah dan permasalahan

dari implementasinya.

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen

Prasarana dan Sarana Pertanian telah melakukan identifikasi di beberapa daerah yang telah

menetapkan LP2B di dalam RTRW. Hasil identifikasi ditujukan pada tabel rekap di bawah

ini.

Tabel 5.1. Rekapitulasi Perda RTRW yang telah Mencantumkan LP2B di Daerah

Wilayah

Jumlah Perda

RTRW

Jumlah Perda

yang

Menetapkan

LP2B

Luas Lahan

LP2B (Ha)*)

Luas Sawah

Provinsi 25 4 2.410.299,89 2.389.078,00

Kabupaten 329 174 5.482.338,34 4.306.406.76

Kota 84 18 20.172,25 29.774,76 Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Kementan (2015)

Keterangan *) = Tidak semua Perda RTRW mencantumkan :

- Berapa luas LP2B dari existing sawah

- Berapa luas LP2B dan Lahan Cadangan

Berdasarkan data di atas, hanya 25 provinsi yang telah mengeluarkan Perda RTRW,

namun dari 25 provinsi tersebut hanya ada 4 provinsi yang telah menetapkan LP2B di

dalam RTRW-nya. Di samping itu, hanya 174 kabupaten yang telah menetapkan LP2B di

dalam RTRW-nya sedangkan di tingkat kota baru 18 kota yang telah menetapkan. Ini

berarti, provinsi ataupun kabupaten/kota yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRW-

nya kurang dari 50%. Hal ini menunjukkan respons daerah di dalam menetapkan LP2B

masing sangat kurang.

Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan juga telah mengidentifikasi kabupaten/kota

yang telah menetapkan LP2B di dalam RTRW-nya yang melebihi data baku sawah dari

data baku sawahnya, seperti terlihat pada tabel di bawah.

Page 55: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 40

Tabel 5.2. Data LP2B yang Melebihi dari Baku Lahan Sawah Hasil Audit

1 Aceh 1 Aceh Barat Perda No. 1 Tahun 2013 22,190.00 11,886.00 10,304.00

2 Bali 2 Jembrana Perda No. 11 Tahun 2012 7,498.12 7,057.00 441.12

3 Karang Asem Perda No 17 Tahun 2012 29,543.00 7,115.00 22,428.00

4 Gianyar Perda No. 16 Tahun 2012 14,667.00 14,540 127.00

3 Banten 5 Pandeglang Perda No. 3 Tahun 2011 53,951.00 47,153.00 6,798.00

4 Bangka Belitung 6 Belitung Timur Perda No. 13 Tahun 2014 3,042.00 931.00 2,111.00

5 Jambi 7 Kerinci Perda No. 24 Tahun 2012 33,022.00 16,064.00 16,958.00

8 Batang Hari Perda No. 16 Tahun 2013 18,103.00 8,256.00 9,847.00

9 Sarolangun Perda No. 2 Tahun 2014 48,145.00 4,918 43,227.00

10 Merangin Perda No. 4 Tahun 2014 43,213.71 11,034 32,179.71

11 Tanjung Jabung Barat Perda No. 12 Tahun 2013 54,879.00 19,197 35,682.00

12 Tebo Perda No. 6 Tahun 2013 36,162.00 4,394 31,768.00

6 Jawa Barat 13 Sukabumi Perda No. 22 Tahun 2012 64,077.00 55,338.00 8,739.00

7 Jawa Tengah 14 Boyolali Perda No. 9 Tahun 2010 45,000.00 36,776.97 8,223.03

15 Kebumen Perda N0. 23 Tahun 2012 44,986.00 42,119.00 2,867.00

16 Banyumas Perda No. 10 Tahun 2011 36,616.00 30,646.53 5,969.47

17 Purworejo Perda No. 27 Tahun 2011 30,092.00 29,794.24 297.76

18 Pekalongan Perda No. 2 Tahun 2011 24,195.00 23,131.49 1,063.51

19 Banjarnegara Perda No. 11 Tahun 2011 12,147.00 12,094.50 52.50

20 Brebes Perda No. 2 Tahun 2011 101,827.00 60,827.79 40,999.21

21 Pemalang Perda No. 3 Tahun 2011 37,615.00 32,109.53 5,505.47

22 Magelang Perda No. 5 Tahun 2011 42,070.00 36,800.45 5,269.55

23 Tegal Perda No. 10 Tahun 2012 41,296.00 39,814.74 1,481.26

24 Pati Perda No. 5 Tahun 2011 85,750.00 69,026.31 16,723.69

25 Purbalingga Perda No. 5 Tahun 2011 22,616.00 18,274.00 4,342.00

26 Kudus Perda N0. 16 Tahun 2012 25,865.00 22,197.26 3,667.74

27 Batang Perda No. 7 Tahun 2011 27,514.00 19,384.00 8,130.00

28 Kota Tegal Perda No. 4 Tahun 2012 1,060.00 753.00 307.00

29 Kota Pekalongan Perda No. 30 Tahun 2011 1,045.00 788.00 257.00

8 Jawa Timur 30 Bayuwangi Perda No. 8 Tahun 2012 61,841.00 50,336.64 11,504.37

31 Bondowoso Perda No. 12 Tahun 2011 47,293.10 42,485.24 4,807.86

32 Kediri Perda No. 14 Tahun 2011 42,291.00 38,928.83 3,362.17

33 Trenggalek Perda No. 15 Tahun 2012 13,056.00 9,629.54 3,426.46

34 Tulungagung Perda No. 11 Tahun 2012 26,000.00 24,612.86 1,387.14

35 Sumenep Perda No. 12 Tahun 2013 20,860.20 20,650.00 210.20

36 Blitar Perda No. 5 Tahun 2009 28,403.32 25,274.00 3,129.32

37 Lumajang Perda No. 2 Tahun 2013 32,323.00 31,929 394.00

9 Kalimantan Selatan 38 Kotabaru Perda No. 11 Tahun 2012 19,513.00 9,860.00 9,653.00

39 Barito Kuala Perda N0. 6 Tahun 2012 120,000.00 99,147.00 20,853.00

10 Kalimantan Tengah 40 Sukamara Perda No. 16 Tahun 2012 2,384.00 1,932.00 452.00

11 Kalimantan Utara 41 Tana Tidung Perda No. 16 Tahun 2012 6,400.00 955.00 5,445.00

42 Nunukan Perda No. 19 Tahun 2013 125,982.00 6,789 119,193.00

43 Bulungan Perda No. 4 Tahun 2013 16,504.00 11,856 4,648.00

12 Kalimantan Timur 44 Kutai Kertanegara Perda No. 9 Tahun 2013 48,110.00 24,068.00 24,042.00

45 Penajam Paser Utara Penajem Paser Utara 12,534.00 11,721 813.00

LUAS BAKU

LAHAN

SAWAH

(HASIL

AUDIT) (HA)

LP2B LEBIH

BESAR

(HA)

NO PROVINSI

NO.

KAB/

KOTA

KABUPATEN/KOTA NO. PERDALUAS LP2B

(HA)

Page 56: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 41

Tabel 5.2. Lanjutan

13 Lampung 46 Lampung Selatan Perda No. 15 Tahun 2012 121,825.00 39,288.00 82,537.00

47 Lampung Tengah Perda No. 1 Tahun 2012 142,755.00 74,284.00 68,471.00

48 Tanggamus Perda No. 16 Tahun 2010 20,000.00 17,956.00 2,044.00

49 Tulang Bawang Barat Perda No. 2 Tahun 2012 17,323.00 10,907.00 6,416.00

14 Maluku 50 Maluku Barat Daya Perda No. 1 Tahun 2013 51,565.00 4.00 51,561.00

15 Maluku Utara 51 Halmahera Tengah Perda No. 1 Tahun 2012 3,609.25 934.00 2,675.25

52 Halmehera Utara Perda No. 12 Tahun 2012 4,034.00 1,238.00 2,796.00

53 Pulau Morotai Perda No. 3 Tahun 2012 24,000.00 358.00 23,642.00

54 Halmahera Barat Perda No. 6 Tahun 2012 16,109.00 572.00 15,537.00

55 Halmahera Selatan Perda No. 7 Tahun 2012 21,789.00 720.00 21,069.00

16 Nusa Tenggara Timur 56 Sumba Tengah Perda No. 8 Tahun 2011 5,100.00 4,099.00 1,001.00

57 Sabu Raijua Perda No. 3 Tahun 2011 15,574.00 589.00 14,985.00

58 Nagekeo Perda No. 1 Tahun 2011 9,936.00 7,707.00 2,229.00

59 Alor Perda No 2 Tahun 2013 9,435.00 482.00 8,953.00

17 Papua 60 Waropen Perda No.1 Tahun 2012 117,849.00 103.00 117,746.00

61 Yahukimo Perda No. 2 Tahun 2011 125.00 - 125.00

18 Papua Barat 62 Fak-fak Perda No. 7 Tahun 2012 450.00 - 450.00

63 Raja Ampat Perda No. 3 Tahun 2012 42,693.00 68.00 42,625.00

64 Teluk Bintuni Perda No. 4 Tahun 2012 496,608.00 818.00 495,790.00

65 Teluk Wondama Perda No. 11 Tahun 2012 49,010.00 - 49,010.00

66 Manokwari Perda No. 19 Tahun 2013 4,500.00 2,105.00 2,395.00

67 Maybrat Perda No. 2 Tahun 2012 55,000.00 - 55,000.00

19 Sulawesi Selatan 68 Sidenreng Rapang Perda No. 5 Tahun 2012 63,671.00 43,934.00 19,737.00

69 Takalar Perda No. 6 Tahun 2012 35,044.00 16,262.00 18,782.00

70 Kepulauan Selayar Perda No. 5 Tahun 2012 3,522.00 3,022.00 500.00

71 Bulukumba Perda No. 21 Tahun 2012 68,628.00 22,617.00 46,011.00

72 Pinrang Perda No. 14 Tahun 2012 49,190.00 48,614.00 576.00

73 Janeponto Perda No. 1 Tahun 2012 27,234.00 17,931.00 9,303.00

74 Bantaeng Perda No. 2 Tahun 2012 15,480.00 7,674.00 7,806.00

75 Bone Perda No. 2 Tahun 2013 119,216.00 89,709.00 29,507.00

20 Sulawesi Tengah 76 Buol Perda No. 4 Tahun 2012 9,196.00 5,443.00 3,753.00

77 Donggala Perda No. 1 Tahun 2012 14,216.00 10,601 3,615.00

78 Tojo Una-Una Perda No. 47 Tahun 2011 5,078.00 1,216.00 3,862.00

79 Banggai Perda No. 10 Tahun 2012 88,055.00 21,859.00 66,196.00

21 Sulawesi Utara 80 Bolaang Mongondow Utara Perda No. 3 Tahun 2013 13,724.00 5,731.00 7,993.00

81 Kepulauan Sangihe Perda No 1 Tahun 2014 500.00 9.00 491.00

82 Minahasa Selatan Perda No. 3 Tahun 2014 11,144.00 5,391.00 5,753.00

22 Sumatera Selatan 83 Muara Enim Perda No. 13 Tahun 2012 36,539.00 28,475 8,064.00

84 Kota Lubuk Linggau Perda No.1 Tahun 2012 2,128.00 1,959.00 169.00

23 Kepulauan Riau 85 Natuna Perda No. 10 Tahun 2012 4,928.00 389.00 4,539.00

86 Lingga Perda No. 2 Tahun 2013 5,205.00 149.00 5,056.00

24 Sulawesi Barat 87 Majene Perda No. 12 Tahun 2012 2,513.00 760.00 1,753.00

25 Sulawesi Tenggara 88 Konawe Utara Perda No 20 Tahun 2012 5,500.00 1,414.00 4,086.00

89 Konawe Selatan Perda No 19 Tahun 2013 45,618.00 16,201.00 29,417.00

90 Kolaka Utara Perda No. 6 Tahun 2012 9,466.69 1,596.00 7,870.69

91 Wakatobi Perda No. 12 Tahun 2012 24,551.00 - 24,551.00

92 Bombana Perda No. 20 Tahun 2013 54,510.00 10,977.00 43,533.00

93 Kolaka Perda No. 16 Tahun 2012 50,318.00 17,921.00 32,397.00

94 Buton Perda No. 1 Tahun 2014 16,618.00 1,426.00 15,192.00

95 Konawe Perda No 9 tahun 2014 35,469.00 26,623.00 8,846.00

26 Sumatera Barat 96 Solok Selatan Perda No. 8 Tahun 2012 9,570.00 9,490.00 80.00

97 Dharmasraya Perda No. 10 Tahun 2012 14,643.00 7,977 6,666.00

27 Sumatera Utara 98 Batubara Perda No. 10 Tahun 2013 17,032.00 14,108 2,924.00

3,719,477.39 1,694,304.91 2,025,172.48

LUAS BAKU

LAHAN

SAWAH

(HASIL

AUDIT) (HA)

LP2B LEBIH

BESAR

(HA)

TOTAL

NO PROVINSI

NO.

KAB/

KOTA

KABUPATEN/KOTA NO. PERDALUAS LP2B

(HA)

Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan, 2015

Page 57: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 42

Berdasarkan Tabel 5.2 luasan lahan LP2B yang ditetapkan di RTRW lebih besar

dibandingkan luas baku lahan sawah hasil audit Kementerian Pertanian. Kemungkinan hal

ini disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah belum mengertinya kabupaten/kota

tersebut terhadap regulasi LP2B atau penetapan RTRW belum mengakomodir regulasi

LP2B. Selain wilayah yang menetapkan LP2B melebihi luas baku lahan sawah, ada juga

yang kurang dari luas baku lahan sawah, seperti terlihat pada tabel di bawah.

Tabel 5.3. Data LP2B yang kurang dari Luas Baku Lahan Sawah Hasil Audit Lahan

1 Aceh 1 Aceh Tamiang Perda No. 14 Tahun 2013 4,508.00 17,878.00 13,370.00

2 Aceh Besar Perda No. 4 Tahun 2013 14,202.55 26,785.00 12,582.45

3 Bener Meriah Perda No. 4 Tahun 2013 3,197.50 3,911.00 713.50

4 Aceh Timur Perda No. 10 Tahun 2013 7,475.00 31,861.00 24,386.00

5 Pidie Jaya Perda No. 4 Tahun 2014 7,739.21 8,762.00 1,022.79

2 Bali 6 Tabanan Perda No 11 Tahun 2012 18,831.00 21,432.00 2,601.00

7 Klungkung Perda No. 1 Tahun 2013 3,496.00 4,003 507.00

8 Buleleng Perda No. 9 Tahun 2013 9,250.00 10,930 1,680.00

9 Bangli Perda No. 11 Tahun 2013 2,461.50 2,754 292.50

10 Kota Denpasar Perda No.27 Tahun 2011 1,560.00 2,458.00 898.00

3 Banten 11 Serang Perda No. 10 Tahun 2011 13,121.00 49,543.00 36,422.00

4 D.I Yogyakarta 12 Gunung Kidul Perda No. 6 Tahun 2011 5,500.00 28,071.00 22,571.00

5 Jambi 13 Tanjung Jabung Timur Perda No. 11 Tahun 2012 17,000.00 26,403.00 9,403.00

14 Sumedang Perda No. 2 Tahun 2012 17,317.00 30,358.00 13,041.00

15 Garut Perda No.29 Tahun 2011 44,028.00 45,842.56 1,814.56

16 Ciamis Perda No. 15 Tahun 2012 17,815.00 47,854.89 30,039.89

17 Cirebon Perda No. 17 Tahun 2011 40,000.00 54,271.95 14,271.95

18 Kuningan Perda No. 26 Tahun 2011 11,706.00 29,103.06 17,397.06

19 Indramayu Perda No. 1 Tahun 2012 92,370.00 118,767.22 26,397.22

20 Purwakarta Perda No. 11 Tahun 2012 4,972.00 19,848.01 14,876.01

21 Bekasi Perda No. 3 Tahun 2011 35,244.00 62,901.55 27,657.55

22 Bandung Barat Perda No. 2 Tahun 2012 1,026.00 16,481.02 15,455.02

23 Majalengka Perda No. 11 Tahun 2011 39,190.00 50,962.00 11,772.00

24 Kota Sukabumi Perda No. 11 Tahun 2012 321.00 1,618.45 1,297.45

6 Jawa Tengah 25 Sragen Perda No. 11 Tahun 2011 41,082.00 48,583.00 7,501.00

26 Blora Perda No. 18 Tahun 2011 58,414.00 71,174.85 12,760.85

27 Semarang Perda No. 6 Tahun 2011 22,896.00 23,911.00 1,015.00

28 Kendal Perda No. 20 Tahun 2011 22,666.00 26,177.29 3,511.29

29 Cilacap Perda No. 9 Tahun 2011 65,050.00 65,507.45 457.45

30 Grobogan Perda No. 7 Tahun 2012 71,948.00 90,929.08 18,981.08

31 Karanganyar Perda No. 1 Tahun 2013 23,618.00 26,789.94 3,171.94

32 Klaten Perda No. 11 Tahun 2011 32,541.00 32,800.01 259.01

33 Demak Perda No. 11 Tahun 2011 56,610.00 60,207.04 3,597.04

34 Rembang Perda No. 14 Tahun 2011 39,143.00 40,305.00 1,162.00

35 Sukoharjo Perda No. 14 Tahun 2011 23,742.00 24,185 443.00

36 Kota Semarang Perda No. 14 Tahun 2011 3,056.00 3,281.00 225.00

37 Kota Salatiga Perda No. 4 Tahun 2011 274.00 631.00 357.00

38 Kota Magelang Perda No. 4 Tahun 2012 120.00 213.00 93.00

39 Kota Surakarta Perda No. 1 Tahun 2012 111.00 182.00 71.00

LUAS BAKU

LAHAN

SAWAH

(HASIL

AUDIT) (HA)

SELISIH

SAWAH -

LP2B

(HA)

NO PROVINSI

NO.

KAB/

KOTA

KABUPATEN/KOTA NO. PERDALUAS LP2B

(HA)

Page 58: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 43

Tabel 5.3. Lanjutan

7 Jawa Timur 40 Bangkalan Perda No. 10 Tahun 2009 12,161.76 43,062.98 30,901.22

41 Bojonegoro Perda No. 26 Tahun 2011 65,351.40 77,390.76 12,039.36

42 Gresik Perda No. 8 Tahun 2011 10,346.00 36,195.70 25,849.70

43 Jombang Perda No. 21 Tahun 2009 31,569.36 42,897.07 11,327.71

44 Lamongan Perda No. 15 Tahun 2011 45,841.00 84,734.66 38,893.66

45 Malang Perda No. 3 Tahun 2010 33,110.30 45,523.93 12,413.63

46 Mojokerto Perda No. 9 Tahun 2012 27,535.00 29,709.79 2,174.79

47 Nganjuk Perda No. 2 Tahun 2011 38,486.00 41,214.61 2,728.61

48 Ngawi Perda No. 10 Tahun 2011 41,523.00 46,029.58 4,506.58

49 Pamekasan Perda No. 16 Tahun 2012 12,306.00 26,003.37 13,697.37

50 Ponorogo Perda No. 1 Tahun 2012 25,000.00 33,816.43 8,816.43

51 Probolinggo Perda No. 3 Tahun 2011 38,692.00 48,784.57 10,092.57

52 Sampang Perda No. 7 Tahun 2012 33,445.00 45,779.81 12,334.81

53 Tuban Perda No. 9 Tahun 2012 23,000.00 52,814.69 29,814.69

54 Situbondo Perda No 9 Tahun 2013 30,032.00 37,171.00 7,139.00

55 Magetan Perda No. 15 Tahun 2012 19,084.00 21,627.00 2,543.00

56 Kota Batu Perda No. 7 Tahun 2011 1,252.00 2,888.82 1,636.82

57 Kota Blitar Perda No. 12 Tahun 2011 677.00 797.35 120.35

58 Kota Kediri Perda No. 1 Tahun 2012 500.00 1,733.06 1,233.06

59 Kota Madiun Perda No. 6 Tahun 2011 444.00 816.08 372.08

60 Kota Pasuruan Perda No. 1 Tahun 2012 605.00 1,336.00 731.00

61 Kota Mojokerto Perda No. 4 Tahun 2012 104.25 376.00 271.75

8 Kalimantan Selatan 62 Banjar Perda No. 3 Tahun 2013 41,828.00 58,548.00 16,720.00

63 Hulu Sungai Utara Perda No. 12 Tahun 2012 23,359.00 27,056 3,697.00

9 Kalimantan Utara 64 Malinau Perda No. 11 Tahun 2012 3,916.00 4,062 146.00

10 Lampung 65 Lampung Timur Perda No. 4 Tahun 2012 50,553.00 56,510.00 5,957.00

66 Way Kanan Perda No. 11 Tahun 2011 8,479.00 17,166.00 8,687.00

67 Pesawaran Perda No. 4 Tahun 2012 8,452.00 13,447.00 4,995.00

68 Mesuji Perda No. 6 tahun 2012 13,169.00 22,558.00 9,389.00

69 Pringsewu Perda No. 2 Tahun 2012 6,494.00 13,255.00 6,761.00

11 Maluku Utara 70 Halmahera Timur Perda No. 11 Tahun 2012 2,128.00 4,936.00 2,808.00

12 Nusa Tenggara Barat 71 Dompu Perda No 48 Tahun 2011 15,985.00 17,987.00 2,002.00

72 Sumbawa Barat Perda No. 2 Tahun 2012 7,750.00 9,141.00 1,391.00

13 Nusa Tenggara Timur 73 Manggarai Timur Perda No. 6 Tahun 2012 4,500.00 12,286.00 7,786.00

74 Manggarai Barat Perda No. 9 Tahun 2012 16,000.00 16,787.00 787.00

14 Sulawesi Selatan 75 Barru Perda No. 4 Tahun 2012 11,448.00 13,498.00 2,050.00

76 Sinjai Perda No. 11 Tahun 2012 13,593.00 14,380.00 787.00

77 Luwu Perda No. 6 Tahun 2011 25,516.00 37,143.00 11,627.00

78 Luwu Utara Perda No. 2 Tahun 2011 20,314.00 20,578.00 264.00

79 Toraja Utara Perda No. 3 Tahun 2012 10,960.00 15,233.00 4,273.00

80 Gowa Perda No. 25 Tahun 2012 22,192.00 36,173.00 13,981.00

81 Enrekang Perda No. 14 Tahun 2011 4,969.71 9,460.00 4,490.29

82 Maros Perda No. 4 Tahun 2012 20,222.00 24,715.00 4,493.00

83 Pangkajene Kepulauan Perda No. 8 Tahun 2012 14,934.00 16,375.00 1,441.00

84 Kota Pare-pare Perda No. 10 Tahun 2011 476.00 834.00 358.00

15 Sulawesi Tengah 85 Morowali Perda No. 2 Tahun 2012 5,278.00 10,948.00 5,670.00

86 Toli-Toli Perda No. 16 Tahun 2012 5,502.00 12,570.00 7,068.00

16 Sulawesi Utara 87 Minahasa Perda No 1 Tahun 2014 2,500.00 7,577.00 5,077.00

17 Sumatera Selatan 88 Ogan Komering Ilir Perda No. 9 Tahun 2013 11,500.00 125,296.00 113,796.00

18 Sulawesi Barat 89 Polewali Mandar Perda No. 12 Tahun 2012 15,870.00 16,611.00 741.00

90 Mamuju Utara Perda No. 1 Tahun 2014 3,030.00 3,226.00 196.00

19 Sumatera Barat 91 Lima Puluh Kota Perda No. 7 Tahun 2012 3,200.00 23,771 20,571.00

92 Tanah Datar Perda No. 2 Tahun 2012 17,809.66 22,260 4,450.34

93 Kota Padang Perda No. 5 Tahun 2012 4,934.00 6,587 1,653.00

94 Kota Pariaman Perda No. 21 Tahun 2012 1,505.00 2,523 1,018.00

1,783,033.20 2,641,876.61 858,843.41

LUAS BAKU

LAHAN

SAWAH

(HASIL

AUDIT) (HA)

SELISIH

SAWAH -

LP2B

(HA)

TOTAL

NO PROVINSI

NO.

KAB/

KOTA

KABUPATEN/KOTA NO. PERDALUAS LP2B

(HA)

Sumber: Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan, 2015

Page 59: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 44

Tabel di atas menunjukkan beberapa kabupaten/kota yang menetapkan LP2B di bawah

baku lahan sawah hasil audit. Kemungkinan, pemerintah daerah tersebut telah

menginventaris kecepatan alih fungsi lahan diwilayahnya sehingga mereka menetapkan

LP2B di bawah baku lahan sawah. Selain itu, mereka mengantisipasi akan terjadinya

pertumbuhan ekonomi yang kemungkinan akan mengalihfungsikan lahan pertanian

menjadi industri, infrastruktur, permukiman, ataupun bangunan lainnya.

Berdasarkan data di atas, wilayah studi yang menjadi sampel pada kegiatan evaluasi ini

dapat diidentifikasi seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.4. Identifikasi Wilayah Studi

No Wilayah Studi Teridentifikasi oleh Kementan

Sudah Belum

1 Aceh Tamiang √

2 OKU Timur √

3 Lamongan √

4 Tabanan √

5 Lombok Tengah √

6 Garut √

7 Maros √

8 Sleman √

9 Magelang √

Dari sembilan wilayah studi yang dievaluasi, terdapat 4 kabupaten yang belum

teridentifikasi oleh Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen PSP Kementan,

yaitu Kabupaten OKU Timur, Lombok Tengah, Garut, dan Sleman. Artinya, informasi ini

akan menjadi masukan bagi Kementan untuk menambah informasi terkait dengan

penetapan LP2B di dalam RTRW.

5.2. Gambaran Umum Luasan Sawah dan Produktivitas Padi di Wilayah Studi

Kajian evaluasi pelaksanaan LP2B di daerah merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari program LP2B. Evaluasi LP2B termasuk dalam kategori aspek penelitian

dan pengawasan. Hasil evaluasi ini dapat memberikan masukan atas pelaksanaan LP2B di

daerah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, aspek yang dievaluasi adalah

keseluruhan aspek yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, sampai pada

peran serta masyarkat di dalam LP2B. Jadi, tidak hanya melihat bahwa LP2B telah

ditetapkan di dalam RTRW ataupun RDTR namun melihat bagaimana mekanisme

penetapan, pelaksanaan, dan sebagainya. Jika di dalam proses penetapan LP2B hanya

dilakukan secara sepihak oleh pemerintah daerah, berarti perencanaan tersebut dapat

dikatakan benar karena harus disetujui oleh petani yang lahannya masuk dalam kategori

LP2B.

Page 60: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 45

Pada evaluasi ini telah ditetapkan 9 kabupaten yang menjadi wilayah studi, yaitu

Kabupaten Aceh Tamiang (Nanggroe Aceh Darussalam), OKU Timur (Sumatera Selatan),

Lamongan (Jawa Timur), Tabanan (Bali), Lombok Tengah (NTB), Garut (Jawa Barat),

Maros (Sulawesi Selatan), Sleman (Yogyakarta), dan Magelang (Jawa Tengah). Gambaran

umum wilayah studi difokuskan pada dua hal, yaitu luasan baku sawah dan produktivitas.

Dari 9 wilayah studi tersebut, Kabupaten OKU Timur memiliki luas lahan sawah yang

terluas, disusul oleh Kabupaten Lamongan dan Lombok Tengah. Sedangkan yang

memiliki luas baku lahan yang terkecil adalah Kabupaten Tabanan. Hal ini wajar

mengingat banyak lahan yang berubah menjadi hotel, restoran ataupun bangunan lainnya

karena wilayah ini masuk dalam kategori wilayah wisata sehingga alih fungsi lahan tidak

dapat dihindari.

Gambar 5.1.

Luasan Baku Sawah Wilayah Studi (Ha)

(Sumber: BPS kabupaten, 2014)

Page 61: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 46

Gambar 5.2

Produktivitas Lahan Sawah Wilayah Studi (Ton/Ha)

(Sumber: BPS kabupaten, 2014)

Dilihat dari sisi produktivitas, Kabupaten Maros memiliki rata-rata produktivitas yang

tertinggi dibanding wilayah lainnya, yaitu sebesar 7,1 Ton/Ha (lihat Gambar 5.2).

Kemampuan produktivitas yang tinggi tersebut karena di wilayah ini sungai mengalir

sepanjang tahun sehingga memungkinkan petani untuk menanam padi sampai IP 300. Di

samping itu, pengelolaan usaha tani sawah yang cukup baik yang dilakukan oleh para

petani di Kabupaten Maros menjadi bagian penting dalam peningkatan produktivitas lahan.

Produktivitas rendah diperlihatkan oleh Kabupaten Aceh Tamiang, yaitu hanya sebesar 4,2

Ton/Ha. Hal ini wajar karena seluruh lahan disana dikategorikan sebagai lahan tadah

hujan. Padahal di kabupaten ini terdapat Sungai Aceh Tamiang yang mengelilingi

persawahan, namun tidak adanya irigasi teknis menyebabkan para petani rata-rata hanya

menanam padi di musim hujan saja.

Page 62: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 47

BAB 6 EVALUASI PERKEMBANGAN DAN CAPAIAN PELAKSANAAN LP2B

Regulasi terkait dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan telah diundangkan sejak

tahun 2009. Akan tetapi sejauh ini belum ada evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan

undang-undang tersebut. Yang dimaksud dengan evaluasi menyeluruh adalah penilaian

terhadap semua aspek yang diamanatkan di dalam regulasi tersebut. Berdasarkan UU No.

41 Tahun 2009, ada 12 aspek penting di dalam penilaian atas pelaksanaan LP2B. Adapun

hasil evaluasi atas pelaksanaan LP2B di 9 (sembilan) lokasi kajian adalah sebagai berikut:

6.1. Aspek Perencanaan dan Penetapan LP2B

Perencanaan LP2B. Di dalam Undang-undang No. 41 tahun 2009 ditegaskan bahwa di

dalam perencanaan LP2B sebelum ditetapkan memiliki kekuatan hukum, terlebih dahulu

harus direncanakan. Perencanaan tersebut diawali oleh penyusunan usulan perencanaan di

tingkat pemerintah, selanjutnya usulan tersebut disebarluaskan kepada masyarakat untuk

memperoleh tanggapan, khususnya masyarakat yang lahannya akan dijadikan sebagai

LP2B. Jika proses tersebut berjalan dengan baik, maka usulan LP2B tersebut ditetapkan

dan memiliki kekuatan hukum. Adapun hasil survey di beberapa wilayah atas aspek

perencanaan dan penetapan LP2B adalah seperti pada Tabel 6.1.

Page 63: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 48

Tabel 6.1. Proses Perencanaan LP2B di Wilayah Studi

Page 64: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 49

Page 65: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 50

Page 66: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 51

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Dari 9 kabupaten yang dikunjungi, hanya ada dua kabupaten yang memiliki tim

LP2B. Tim ini bertugas menyusun Raperda LP2B di tahun 2015, yaitu Kabupaten

Garut dan Maros.

2. Usulan rencana LP2B tidak dibahas secara khusus di dalam rapat pemerintah

kabupaten, namun menjadi bagian dalam pembahasan RTRW

3. Seluruh pemerintah kabupaten yang menjadi wilayah kajian, tidak menyusun usulan

LP2B secara spesifik. Beberapa hal yang menyebabkan tidak dibahasnya secara

khusus adalah kurang koordinasi antar SKPD, kurangnya sosialisasi tentang LP2B di

tingkat SKPD, dan tidak adanya anggaran khusus untuk LP2B.

4. Dari 9 kabupaten yang di survey, hanya ada 3 kabupaten yang telah mensosialisasikan

LP2B di tingkat kelompok tani, yaitu Kabupaten Tabanan di tahun 2010, Kabupaten

Garut di tahun 2014, dan Kabupaten Maros di tahun 2014. Sosialisasi LP2B di

Kabupaten Tabanan, Bali bertepatan dengan ditetapkannya sistem subak sebagai

Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO.

5. Disamping itu, ada satu kabupaten yang telah mengeluarkan Perda LP2B, yaitu

Kabupaten Tabanan di tahun 2012, sedangkan Kabupaten Garut dan Maros sedang

menyusun Raperda LP2B dengan dana dari APBD.

Penetapan Kawasan P2B dan LP2B. Sebagaimana dalam amanat UU No. 41 Tahun

2009, penetapan kawasan pertanian berkelanjutan harus ditetapkan di dalam RTRW

kabupaten (UU No. 41/2009, pasal 18-19), sedangkan penetapan LP2B dan lahan

cadangan pertanian pangan berkelanjutan ditetapkan dalam rencana rinci/detail tata ruang

(RDTR) kabupaten (UU No. 41/2009, pasal 20-21). Adapun uraian dari penetapan

Kawasan P2B, LP2B dan Cadangan P2B pada beberapa lokasi kajian seperti pada Tabel

6.2.

Berdasarkan tabel tersebut dapat dapat diidentifikasi hal-hal sebagai berikut:

1. Seluruh kabupaten yang dikunjungi telah memiliki RTRW kabupaten, namun tidak

ada satupun yang telah menyusun RDTR.

2. Dari RTRW yang telah disusun, yang menyebutkan KP2B di dalam RTRW-nya

terdapat di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang (tetapi tidak menyebutkan

luasannya), Kabupaten Garut dengan luasan 44.028 ha, dan Kabupaten Maros dengan

luasan 20.222 ha.

3. Adapun kabupaten-kabupaten yang mencantumkan LP2B di dalam RTRW kabupaten

adalah Kabupaten Aceh Tamiang dengan luasan 4.508,17 ha dan ditetapkan per

kecamatan saja, Kabupaten Tabananan seluas 18.831 ha dan perkecamatan saja,

Kabupaten Magelang seluas 42.070 ha namun tidak ditetapkan secara detail,

Kabupaten Lombok Tengah tetapi tidak disebutkan luasannya, dan Kabupaten Garut

juga tidak disebutkan luasannya

4. Sedangkan yang mencantumkan lahan cadangan P2B hanya ada satu kabupaten,

yaitu Kabupaten Magelang namun tidak disebutkan luasannya.

Adapun wilayah lainnya belum mencantumkan kawasan P2B ataupun LP2B di dalam

RTRW-nya memiliki alasan sebagai berikut:

1. Belum jelasnya aturan detail dari pelaksanaan LP2B

2. Tidak adanya pedoman dalam penerapan LP2B

Page 67: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 52

3. Tidak berani mencantumkan LP2B di dalam regulasi karena belum siap dengan

mekanisme insentif dan disinsentif.

4. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 masih rancu terutama dalam penetapan insentif

atas lahan-lahan yang masuk kategori LP2B. Insentif yang diberikan kepada

masyarakat yang terkena LP2B mirip dengan kegiatan reguler dari Dinas

Pertanian/Tanaman Pangan di kabupaten tersebut sehingga tidak ada bedanya antara

masyarakat petani yang terkena LP2B dengan yang tidak terkena LP2B

Page 68: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 53

Tabel 6.2. Penetapan Kawasan P2B dan LP2B di dalam RDTR

Page 69: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 54

Page 70: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 55

Page 71: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 56

6.2. Aspek Pengembangan LP2B

Pengembangan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (kawasan P2B) dan lahan

pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) difokuskan pada kegiatan intensifikasi dan

ekstensifikasi. Program intensifikasi yang harus dikembangkan di dalam Kawasan P2B dan

LP2B meliputi:

1. Peningkatan kesuburan tanah

2. Peningkatan kualitas bibit

3. Diversifikasi tanaman pangan

4. Pencegahan dan penanggulangan HPT

5. Pengembangan irigasi

6. Pemanfaatan teknologi pertanian

7. Pengembangan inovasi pertanian

8. Penyuluhan pertanian

9. Jaminan akses permodalan

Sedangkan Program Ekstensifikasi meliputi kegiatan:

1. Pencetakan LP2B

2. Penetapan lahan pertanian pangan menjadi LP2B

3. Pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi LP2B

Hasil survey menunjukkan bahwa penilaian atas aspek pengembangan yang

menitikberatkan pada program intensifikasi dan ekstensifikasi pada kawasan P2B dan

LP2B di wilayah-wilayah studi secara spesifik belum dilakukan. Namun, program

intensifikasi seperti yang disebutkan diatas merupakan kegiatan reguler dari Pemerintah

Pusat/Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di daerah, baik yang daerah yang telah

menetapkan LP2B di dalam peraturan daerah maupun yang belum menetapkannya.

Dengan kata lain, program intensifikasi menjadi bagian rutinitas dari program daerah.

Sedangkan program ekstensifikasi yang terkait dengan program kawasan P2B dan LP2B

belum dilakukan. Walaupun ada program cetak sawah, namun bukan merupakan bagian

dari kegiatan pertanian pangan berkelanjutan. Adapun rincian hasil survey dari lokasi yang

menjadi wilayah kajian adalah seperti pada tabel berikut.

Page 72: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 57

Tabel 6.3. Penilaian Aspek Pengembangan Kawasan P2B dan LP2B

No Kabupaten

Program Intensifikasi Program

Ekstensifikasi

Keterangan P

enin

gk

ata

n k

esu

bu

ran

tan

ah

Pen

ing

ka

tan

ku

ali

tas

bib

it

Div

ersi

fik

asi

ta

na

ma

n

pa

ng

an

Pen

ceg

ah

an

da

n

pen

an

gg

ula

ng

an

HP

T

Pen

gem

ba

ng

an

iri

ga

si

Pem

an

faa

tan

tek

no

log

i

per

tan

ian

Pen

gem

ba

ng

an

in

ov

asi

per

tan

ian

Pen

yu

luh

an

per

tan

ian

Ja

min

an

ak

ses

per

mo

da

lan

Pen

ceta

ka

n L

P2

B

Pen

eta

pa

n l

ah

an

per

tan

ian

pa

ng

an

men

jad

i L

P2

B

Pen

ga

lih

an

fu

ng

si l

ah

an

no

n p

erta

nia

n m

enja

di

LP

2B

1.

Aceh Tamiang,

Provinsi

Nanggroe Aceh

Darussalam

x x x x x x x x x x x x

Program intensifikasi sebagai

program rutin dan bukan dalam

konteks Pengan Pertanian

Berkelanjutan

2.

OKU Timur,

Provinsi

Sumatera Selatan

x x x x x x x x x x x x

Program intensifikasi sebagai

program rutin dan bukan dalam

konteks Pengan Pertanian

Berkelanjutan

3.

Lamongan,

Provinsi Jawa

Timur

x x x x x x x x x x x x

Program intensifikasi sebagai

program rutin dan bukan dalam

konteks Pengan Pertanian

Berkelanjutan

4. Tabanan,

Provinsi Bali x x x x x x x x x x x x

Program intensifikasi sebagai

program rutin dan bukan dalam

konteks Pengan Pertanian

Berkelanjutan

5. Sleman, Provinsi

Yogyakarta x x x x x x x x x x x x

Program intensifikasi sebagai

program rutin dan bukan dalam

konteks Pengan Pertanian

Page 73: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 58

No Kabupaten

Program Intensifikasi Program

Ekstensifikasi

Keterangan

Pen

ing

ka

tan

kes

ub

ura

n

tan

ah

Pen

ing

ka

tan

ku

ali

tas

bib

it

Div

ersi

fik

asi

ta

na

ma

n

pa

ng

an

Pen

ceg

ah

an

da

n

pen

an

gg

ula

ng

an

HP

T

Pen

gem

ba

ng

an

iri

ga

si

Pem

an

faa

tan

tek

no

log

i

per

tan

ian

Pen

gem

ba

ng

an

in

ov

asi

per

tan

ian

Pen

yu

luh

an

per

tan

ian

Ja

min

an

ak

ses

per

mo

da

lan

Pen

ceta

ka

n L

P2

B

Pen

eta

pa

n l

ah

an

per

tan

ian

pa

ng

an

men

jad

i L

P2

B

Pen

ga

lih

an

fu

ng

si l

ah

an

no

n p

erta

nia

n m

enja

di

LP

2B

Berkelanjutan

6.

Magelang,

Provinsi Jawa

Tengah

x x x x x x x x x x x x

Program tersebut merupakan program

rutin, dan belum diterapkan secara

spesifik untuk LP2B

7.

Lombok Tengah,

Provinsi Nusa

Tenggara Barat

x x x x x x x x x x x x

Program tersebut merupakan program

rutin, dan belum diterapkan secara

spesifik untuk LP2B

8. Maros, Provinsi

Sulawesi Selatan x x x x x x x x x x x x

Tidak ada program pengembangan

yang dikhususkan untuk LP2B

9. Garut, Provinsi

Jawa Barat x x x x x x x x x x x x

Program tersebut merupakan program

rutin, dan belum diterapkan secara

spesifik untuk LP2B

Keterangan: x = tidak ada kegiatan khusus untuk Kawasan P2B dan LP2B

Page 74: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 59

6.3. Aspek Penelitian LP2B

Penelitian merupakan salah satu aspek yang ditetapkan di dalam Undang-undang No. 41

Tahun 2009. Penelitian menjadi salah satu dukungan bagi pangan pertanian berkelanjutan.

Beberapa kriteria penilaian dari aspek penilitian adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan penganekaragaman pangan

2. Identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan

3. Pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan

4. Inovasi pertanian

5. Fungsi agroklimatologi dan hidrologi

6. Fungsi ekosistem

7. Sosial budaya dan kearifan lokal

Kriteria penilaian tersebut nantinya akan dijadikan sebagai sumber informasi bagi

penetapan lahan-lahan mana yang akan dijadikan kawasan P2B, LP2B, dan Cadangan

P2B. Selain penetapan lahan, penelitian tersebut dapat juga merekomendasikan pemilik

lahan yang mana lahannya akan dijadikan sebagai LP2B. Adapun Aspek Penelitian P2B

yang dilakukan oleh wilayah-wilayah studi seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Page 75: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 60

Tabel 6.4. Penilaian Aspek Penelitian P2B

Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya beberapa wilayah saja yang melakukan penelitian

P2B dalam rangka mendukung kegiatan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Wilayah-

wilayah yang melakukan penelitian LP2B adalah Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten

Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Garut dengan dana yang

disediakan berasal dari APBD. Akan tetapi, wilayah yang melakukan penelitian LP2B

Page 76: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 61

tidak mengetahui kriteria apa saja yang harus diteliti atas aspek penelitian tersebut, padahal

di dalam UU No. 41 Tahun 2009 pasal 30 ayat 3 telah dijelaskan kriterianya.

6.4. Aspek Pemanfaatan LP2B

Pemerintah memberikan harapan besar atas ditetapkan UU No. 41 Tahun 2009, yaitu

menjaga kelestarian lahan-lahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, lahan-

lahan pangan pertanian tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa beralih

fungsi menjadi lahan non pangan.

Pada aspek pemanfaatan ini dititikberatkan pada jaminan konservasi tanah dan air. Ada

dua pelaku yang dinilai pada aspek ini, yaitu pemerintah dan pemilik lahan. Pemerintah

berkewajiban untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air,

serta mengendalikan pencemaran. Sedangkan pemilik lahan harus memanfaatkan lahan

sesuai peruntukannya, mencegah kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah

kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Adapun hasil evaluasi atas aspek

pemanfaatan untuk kegiatan LP2B dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Page 77: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 62

Tabel 6.5. Penilaian Aspek Pemanfaatan LP2B

Page 78: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 63

Atas dasar Tabel 6.5 bahwa kewajiban pemerintah dalam hal melindungi, melestarikan,

dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta mengendalikan pencemaran secara

langsung ataupun tidak langsung telah menjadi bagian rutin Kementerian Pekerjaan

Umum, khususnya dibidang pengairan. Bidang pengairan mempunyai kewajiban untuk

menjaga hal tersebut diatas dengan mengelola bendungan dan irigasi teknis yang menjadi

tugas dari pemerintah pusat. Sedangkan pemilik lahan pertanian, sebelum ataupun sesudah

adanya UU No. 41 Tahun 2009, para pemilik lahan pada umumnya, yaitu:

1. Memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, baik untuk lahan padi ataupun tanaman

pangan lainnya. Namun, pada kondisi tertentu di mana pemilik lahan tidak memiliki

modal untuk usaha ataupun hal lainnya, ataupun hak bagi waris bagi keluarganya,

maka kondisi pemanfaatan lahan tidak dapat dipertahankan karena setelah beralih

kepemilikan akan sangat ditentukan oleh pemilik lahan baru.

2. Petani ataupun kelompok tani memiliki tanggung jawab yang besar dalam

memelihara irigasi karena irigasi merupakan bagian penting di dalam sistem

pertanian. Berdasarkan hasil survey disebutkan bahwa para petani membentuk

kelompok tani untuk pengaturan air, seperti di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur,

dan Kabupaten Tabanan Bali. Bahkan, di Bali dikenal dengan sebutan Subak yaitu

kelompok pengatur air.

3. Secara otomatis karena penghidupan petani berasal dari lahan, maka para petani

akan menjaga kesuburan tanahnya dan mencegah kerusakan lahan, baik dengan

pemupukan, pengapuran ataupun kegiatan lainnya dalam menjaga kesuburan dan

menjaga kerusakan tanah

4. Menjaga kelestarian lingkungan menjadi salah satu kriteria kewajiban dari pemilik

lahan. Menjaga kelestarian lingkungan ini sangat sulit dikontrol karena banyak

faktor yang mempengaruhinya. Fokus dari kelestarian lingkungan ini adalah

konservasi sumber daya lahan dan air. Khusus untuk menjaga sumber daya air,

sangat sulit dikontrol terutama mencegah penebangan hutan oleh oknum yang tidak

bertanggung jawab. Atau mungkin juga banyak petani yang mencari kayu bakar di

hutan tanpa mengindahkan kondisi kedepan, sehingga banyak sungai-sungai dan

sumber mata air menjadi berkurang akibat gundulnya hutan akibat penebangan

tersebut.

6.5. Aspek Pembinaan LP2B

Sebagian besar petani akan mempertahankan lahan mereka untuk kegiatan pertanian,

khususnya bagi petani yang mata pencaharian pokoknya adalah pertanian. Upaya

pembinaan atas petani telah banyak dilakukan dan menjadi tugas rutin dari Dinas

Pertanian/Tanaman Pangan di daerah. Khusus untuk kegiatan LP2B, pemerintah

memberikan porsi yang berbeda bagi pembinaan para petani yang masuk dalam LP2B.

Pembinaan yang dimaksud disini lebih pada upaya pengembangan LP2B. Hasil evaluasi

atas aspek pembinaan LP2B di daerah menunjukkan sebagai berikut, seperti pada Tabel

6.6.

Berdasarkan tabel tersebut sangat jelas memperlihatkan bahwa pemerintah daerah belum

pernah melakukan sosialisasi atas LP2B. Koordinasi perlindungan P2B pun jarang

dilakukan. Koordinasi terkait LP2B cenderung dibicarakan di tingkat Badan Koordinasi

Tata Ruang (BKTR) dalam rangka penetapan ruang pertanian.

Page 79: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 64

Tabel 6.6. Penilaian Aspek Pembinaan LP2B

Page 80: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 65

6.6. Aspek Pengendalian LP2B

Dalam rangka pengendalian LP2B, pemerintah memberikan poin khusus didalam aspek

pengendalian. Aspek pengendalian dibagi atas 3 hal, yaitu insentif, disinsentif, dan alih

fungsi. Insentif yang diberikan pemerintah kepada para petani yang lahannya masuk

kategori LP2B, yaitu perbaikan infrastruktur pertanian, pembiayaan penelitian benih dan

varietas unggul, kemudahan akses informasi dan teknologi, penyediaan prasarana dan

sarana produksi, bantuan penerbitan sertifikat tanah, penghargaan bagi petani berprestasi,

dan keringanan pajak bumi dan bangunan. Adapun disinsentif diberikan jika petani

melanggar aturan LP2B, dan alih fungsi LP2B. Hasil evaluasi atas aspek ini adalah seperti

pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.7. Aspek Pengendalian LP2B

No Kabupaten

Insentif

Disintensif

Alih

fungsi

LP2B

Pen

gem

ba

nga

n i

nfr

ast

ruk

tur

per

tan

ian

Pem

bia

yaa

n p

enel

itia

n d

an

pen

gem

ba

nga

n

ben

ih d

an

va

riet

as

un

gg

ul

Kem

ud

ah

an

da

lam

men

ga

kse

s in

form

asi

da

n t

ekn

olo

gi

Pen

yed

iaa

n p

rasa

ran

da

n s

ara

na

pro

du

ksi

per

tan

ian

Ba

ntu

an

da

na

pen

erb

ita

n s

erti

pik

at

ha

k

ata

s ta

nah

pa

da L

P2

B

Pen

gh

arg

aa

n b

agi

Pet

an

i b

erp

rest

asi

tin

gg

i

Ker

ing

an

an

Pa

jak

Bu

mi

da

n B

an

gu

nan

1.

Aceh Tamiang,

Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam

x x x x x x x x x

2. OKU Timur, Provinsi

Sumatera Selatan x x x x x x x x √

3. Lamongan, Provinsi

Jawa Timur x x x x x x x x x

4. Tabanan, Provinsi

Bali x x x x x x x x x

5. Sleman, Provinsi

Yogyakarta x x x x x x √ x x

6. Magelang, Provinsi

Jawa Tengah x x x x x x x x x

7.

Lombok Tengah,

Provinsi Nusa

Tenggara Barat

x x x x x x x x x

8. Garut, Provinsi Jawa

Barat x x x x x x x x x

9. Maros, Provinsi

Sulawesi Selatan x x x x x x x x x

Page 81: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 66

Tabel di atas menunjukan bahwa pemerintah daerah tidak melakukan pengendalian LP2B

karena masih sebatas pada penetapan LP2B dalam RTRW kabupaten. Dengan demikian,

penerapan atas insentif, disinsentif, serta alih fungsi lahan P2B tidak dilaksanakan.

Beberapa faktor belum diterapkannya aspek pengendalian ini antara lain:

1. Pemerintah daerah masih belum memahami insenstif yang akan diberikan kepada

petani.

2. Jenis insentif yang diberikan sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2009 tidak menarik

petani

3. Pemerintah daerah belum mampu menyediakan dana jika harus memberikan insentif

kepada petani LP2B

Hasil survey juga menunjukkan bahwa Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur telah

menetapkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2009 tentang Alih Fungsi Lahan Sawah ke

Non Pertanian. Berdasarkan Perda tersebut disebutkan bahwa alih fungsi lahan sawah

irigasi dan non irigasi dapat dilakukan, namun harus mendapatkan izin dari Bupati.

Apabila izin tersebut telah diterbitkan, maka pada proses alih fungsi tersebut dikenakan

biaya retribusi. Alih fungsi lahan sawah dapat diberikan untuk usaha jasa, industri/pabrik,

rumah walet, dan perdagangan dengan biaya retribusi ditetapkan sebesar Rp 10 juta,

sedangkan untuk permukiman dan fasilitas umum ditetapkan sebesar Rp 7,5 juta. Adapun

untuk alih fungsi lahan non irigasi untuk kepentingan usaha jasa, industri/pabrik, rumah

walet, dan perdagangan ditetapkan retribusi sebesar Rp 7,5 juta, dan untuk permukiman

dan fasilitas umum ditetapkan sebesar Rp 5 juta. Perda alih fungsi ini berarti tidak sejalan

dengan UU No. 41 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa tidak boleh alih fungsi lahan bagi

LP2B. Oleh sebab itu, perlu menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah

setempat untuk merevisi Perda tersebut.

Khusus untuk Kabupaten Sleman, pemerintah daerah telah mengeluarkan Perda No. 11

Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Berdasarkan

Pasal 8 ditetapkan bahwa:

1. Tarif pajak untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan sebesar 0,01% dari nilai

NJOP

2. Tarif pajak untuk lahan pertanian non berkelanjutan adalah: a) luas lahan sampai

1000 m2 ditetapkan sebesar 0,01% dari nilai NJOP; b) 1000 m2 sampai 5000 m2

ditetapkan sebesar 0,02% dari nilai NJOP; dan c) di atas 5000m2 ditetapkan sebesar

0,03% dari nilai NJOP.

Perda ini merupakan salah satu insentif yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Sleman jika

LP2B telah ditetapkan di dalam peraturan daerah. Namun, sampai saat ini Perda tentang

LP2B belum dikeluarkan.

6.7. Aspek Pengawasan LP2B

Pengawasan merupakan salah satu aspek dari manajemen. Pengawasan dilakukan untuk

mengevaluasi atas apa yang sedang atau telah dilaksanakan agar program/kegiatan yang

sedang atau telah dilaksanakan dapat diperbaiki dengan segera. Berkaitan dengan Aspek

Pengawasan LP2B, pengawasan dalam hal ini dititikberatkan pada pelaksanaan LP2B di

daerah. Namun dari hasil survey menunjukkan bahwa kegiatan ini belum dilaksanakan

mengingat banyak daerah yang belum menerapkan LP2B di dalam peraturan daerah.

Page 82: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 67

Otomatis, pelaksanaan kegiatan pelaporan, pemantauan dan evaluasi LP2B belum

dijalankan (lihat tabel di bawah).

Tabel 6.8. Penilaian Aspek Pengawasan LP2B

No Kabupaten

Aspek Pengawasan

Mekanisme

pelaporan LP2B

Pemantauan

LP2B Evaluasi LP2B

1. Aceh Tamiang, Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam x x x

2. OKU Timur, Provinsi Sumatera

Selatan x x x

3. Lamongan, Provinsi Jawa

Timur x x x

4. Tabanan, Provinsi Bali x x x

5. Sleman, Provinsi Yogyakarta x x x

6. Magelang, Provinsi Jawa

Tengah x x x

7. Lombok Tengah, Provinsi Nusa

Tenggara Barat x x x

8. Garut, Provinsi Jawa Barat x x x

9. Maros, Provinsi Sulawesi

Selatan x x x

6.8. Aspek Sistem Informasi LP2B

Sistem informasi merupakan salah satu paket di dalam UU No. 41 Tahun 2009 yang

ditujukan untuk memberikan gambaran yang seluas-luasnya terkait dengan LP2B. Di

dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa di dalam sistem informasi harus meliputi

informasi terkait dengan kawasan P2B, LP2B, Cadangan P2B, tanah terlantar dan

subjeknya, fisik alamiah, fisik buatan, kondisi SDM dan sosial ekonomi, status

kepemilikan dan penguasaan lahan, lahan dan lokasi lahan, serta jenis komoditasnya. Hasil

survey di beberapa daerah seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Page 83: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 68

Tabel 6.9. Penilaian Aspek Sistem Informasi LP2B

Hasil wawancara dengan pihak Bappeda ataupun Dinas Pertanian/Tanaman Pangan

menyebutkan bahwa pada umumnya mereka belum mengetahui harus dibentuknya sistem

informasi LP2B. Kalaupun harus ada sistem informasi LP2B, disarankan agar sistem

informasi tersebut ditempatkan di Bappeda supaya tidak terjadi tumpang tindih. Bahkan

sebaiknya digabung dalam BKPRD yang ada di Bappeda karena wadah tersebut

merupakan badan koordinasi untuk penanganan tata ruang wilayah.

6.9. Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Aspek berikutnya yang menjadi penilaian evaluasi perkembangan pelaksanaan LP2B di

daerah adalah aspek perlindungan dan pemberdayaan petani. Dalam aspek ini, pemerintah

berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pemberdayaan kepada petani yang

lahannya masuk kategori LP2B. Adapun hasil evaluasi terhadap beberapa wilayah yang

menjadi sampel kajian evaluasi ini adalah seperti pada Tabel 6.10 di bawah.

Page 84: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 69

Apabila aspek perlindungan dan pemberdayaan petani dikaitkan dengan LP2B, maka

kegiatan perlindungan tersebut semuanya tidak dilakukan karena belum jelasnya para

petani yang terkena LP2B. Akan tetapi, jika kegiatan perlindungan dan pemberdayaan

petani dalam konteks di luar LP2B, maka pemerintah telah melakukan upaya perlindungan

dan pemberdayaan melalui berbagai program dan kegiatan. Beberapa hal perlindungan dan

pemberdayaan petani yang dilakukan pemerintah di luar konteks LP2B adalah sebagai

berikut:

1. Jaminan harga komoditas pangan pokok. Walaupun tidak seluruh harga komoditas

mendapat jaminan dari pemerintah, namun untuk penentuan harga dasar gabah,

pemerintah ikut campur tangan karena beras merupakan komoditas yang sangat

strategis yang memiliki nilai politis yang tinggi

2. Jaminan memperoleh sarana dan prasarana produksi. Sejak jaman orde baru sampai

saat ini, pemerintah terus berupaya agar para petani mendapatkan prasarana dan

sarana produksi pertanian, seperti irigasi dan bantuan alat dan mesin pertanian.

3. Jaminan pemasaran hasil pertanian pangan pokok. Pemerintah melalui Badan

Urusan Logistik (Bulog) memberikan jaminan pemasaran padi dengan harga dasar

yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

4. Jaminan penguatan hasil pertanian pangan dalam negeri. Salah satu program

penguatan yang dilakukan pemerintah untuk pertanian tanaman padi adalah bantuan

alat perontok padi agar jumlah gabah yang hilang dapat diminimalisir.

5. Jaminan ganti rugi akibat gagal panen. Pemerintah telah melaksanakan ganti rugi

kepada petani yang gagal panen akibat serangan hama ataupun bencana alam

melalui pemberian bantuan puso atau sekarang ini diinisiasi melalui program

asuransi pertanian.

6. Jaminan perlindungan sosial yang menjadi bagian dari sistem jaminan sosial. Dalam

konteks jaminan sosial, kebanyakan petani belum mampu mengakses sistem jaminan

sosial yang diluncurkan pemerintah karena kurangnya informasi kepada petani.

Page 85: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 70

Tabel 6.10. Penilaian Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Page 86: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 71

6.10. Aspek Pemanfaatan LP2B

Pemerintah memberikan harapan besar atas ditetapkan UU No. 41 Tahun 2009, yaitu

menjaga kelestarian lahan-lahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, lahan-

lahan pangan pertanian tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa beralih

fungsi menjadi lahan non pangan.

Pada aspek pemanfaatan ini dititikberatkan pada jaminan konservasi tanah dan air. Ada

dua pelaku yang dinilai pada aspek ini, yaitu pemerintah dan pemilik lahan. Pemerintah

berkewajiban untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air,

serta mengendalikan pencemaran. Sedangkan pemilik lahan harus memanfaatkan lahan

sesuai peruntukannya, mencegah kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah

kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Adapun hasil evaluasi atas aspek

pemanfaatan untuk kegiatan LP2B dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6.11. Penilaian Aspek Pembiayaan LP2B

Page 87: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 72

6.11. Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B

Pelibatan masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan merupakan salah satu ciri dari

penerapan good governance. Partisipasi masyarakat di dalam pembangunan sangat perlu

dilakukan mengingat yang menjadi objek pembangunan adalah masyarakat itu sendiri. Hal

ini serupa juga dilakukan pada kegiatan LP2B ini, dimana di dalam UU No. 41 Tahun

2009 diamanatkan untuk melibatkan masyarakat di dalam LP2B. Hasil evaluasi atas aspek

peran serta masyarakat dalam LP2B dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa seluruh kabupaten belum melibatkan masyarakat di

dalam kegiatan LP2B. Bahkan, saat wawacara langsung dengan kelompok tani (yang

umumnya diwakili oleh pengurus kelompok) disebutkan bahwa mereka belum mengetahui

tentang kegiatan LP2B. Dengan demikian, aspek peran serta masyarakat ini pada LP2B

belum maksimal dilaksanakan.

Tabel 6.12. Penilaian Aspek Peran Serta Masyarakat pada LP2B

No Kabupaten

Aspek Peran Serta Masyarakat

Per

enca

na

an

Pen

gem

ba

ng

an

Pen

elit

ian

Pen

ga

wa

san

Pem

ber

da

ya

an

pet

an

i

Pem

bia

ya

an

1. Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam x x x x x x

2. OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan x x x x x x

3. Lamongan, Provinsi Jawa Timur x x x x x x

4. Tabanan, Provinsi Bali √ x x x x x

5. Sleman, Provinsi Yogyakarta x x x x x x

6. Magelang, Provinsi Jawa Tengah x x x x x x

7. Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat x x x x x x

8. Garut, Provinsi Jawa Barat √ x x x x x

9. Maros, Provinsi Sulawesi Selatan x x x x x x

6.12. Aspek Sanksi

Didalam UU No. 41 Tahun 2009 dirumuskan juga pasal-pasal yang berkenaan dengan

sanksi. Yang dimaksud dalam sanksi disini adalah sanksi administrasi. Sanksi menjadi

salah satu aspek di dalam kegiatan LP2B. Sanksi diberikan kepada orang yang melanggar

ketentuan LP2B, baik itu petani LP2B ataupun pejabat pemerintah. Sanksi yang paling

ringan diberikan adalah sanksi administrasi. Sanksi yang lebih berat adalah sanksi jika

permasalahan LP2B telah masuk dalam ranah pidana. Didalam UU No. 41 Tahun 2009

dijelaskan dengan rinci yang dimulai dari pasal 72-74 bahwa pidana penjara dan denda.

Pidana penjara dan denda minimal yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut adalah

Page 88: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 73

pidana penjara minimal 1 (satu) tahun dan denda Rp 1 milyar. Adapun hasil evaluasi

terhadap pelaksanaan sanksi LP2B seperti terlihat pada di bawah ini.

Tabel 6.13. Penilaian Aspek Sanksi LP2B

6.13. Rekapitulasi Evaluasi Penilaian Seluruh Aspek LP2B

Hasil evaluasi atas keseluruhan aspek LP2B yang diamanatkan didalam UU No.41 Tahun

2009 terhadap kabupaten yang menjadi target lokasi kajian adalah seperti pada tabel di

bawah ini.

Page 89: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 74

Tabel 6.14. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian

No Aspek LP2B Pelakasanaan

1. Perencanaan dan Penetapan Tidak direncanakan secara matang, penetapan

LP2B sebagian besar di RTRW bukan di RDTR

2. Pengembangan Sebagian besar merupakan program rutin bukan

LP2B

3. Penelitian 5 kabupaten telah melaksanakan, 1 kabupaten

akan dilaksanakan, dan 3 kabupaten belum

melaksanakan peneltian

4. Pemanfaatan Bagian dari rutinitas bukan LP2B

5. Pembinaan Bagian dari rutinitas bukan LP2B

6. Pengendalian Insentif belum dikaitkan dengan program LP2B

7. Pengawasan Belum ada sistem pelaporan LP2B

8. Sistem Informasi Belum ada sistem informasi LP2B

9. Perlindungan dan Pemberdayaan

Petani

Cenderung program rutin bukan LP2B

10. Pembiayaan Pembiayaan Penelitian LP2B oleh 3 kabupaten,

sumber APBD

11. Peranserta Masyarakat Belum terlibat

12. Sansi Administrasi Belum ada sanksi

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan LP2B dapat dikatakan

belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan berbagai kendala yang dihadapi

oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat undang–undang tersebut.

Berdasarkan seluruh aspek yang dikaji, hanya ada dua aspek yang baru dilakukan, yaitu

meregulasi LP2B di dalam RTRW kabupaten, dan melakukan penelitian.

Catatan atas penempatan LP2B di dalam RTRW kabupaten, saat ini masih pada tingkatan

luasannya saja (numerik). Detail dari luasan tersebut yang berupa data spasial belum

terakomodasi sehingga hal ini bisa membawa permasalahan berikutnya, yaitu jika aturan

tersebut diterapkan. Perbedaan data luasan lahan sawah antara citra satelit yang

dikembangkan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian PU, BPS, dan Bappeda

kabupaten/kota menjadi salah satu kendala tersendiri atas penetapan luasan lahan tersebut.

Oleh karena itu, hal yang penting dilakukan adalah melakukan internalisasi baik di tingkat

pusat ataupun daerah atas data luasan tersebut sehingga diperoleh luasan lahan sawah yang

sama untuk seluruh instansi. Program pendataan petani by name by address menjadi salah

satu solusi untuk mengidentifikasi dan memetakan luasan lahan pertanian dari masing-

masing petani ditingkat daerah. Dengan adanya data tersebut, pemerintah dapat

merencanakan program dengan target yang jelas karena informasi atas by name by address

telah menggambarkan kondisi yang terjadi dengan luasan lahan pertanian di Indonesia.

Selanjutnya adalah ada beberapa daerah yang telah melakukan penelitian atas LP2B

dengan dana yang dianggarkan dari APBD. Hal ini telah menjadi salah satu bukti nyata

atas dukungan daerah dalam pelaksanaan LP2B. Akan tetapi, hasil penelitian ini belum

dapat diterapkan karena mengingat aspek lain yang belum dapat dilakukan oleh pemerintah

daerah, misalnya insentif, disinsentif, dan sebagainya karena ketidakjelasan pedoman

ataupun petunjuk pelaksanaan.

Page 90: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 75

6.14. Pendapat Petani terhadap LP2B

Untuk memperoleh informasi yang seimbang tentang program LP2B, dilakukan

wawancara dengan para petani yang menjadi target dari program LP2B. Wawancara

dilakukan secara terbuka dan berdiskusi secara terfokus berkaitan dengan program

tersebut. Wawancara langsung dilakukan melalui para pengurus kelompok tani di beberapa

lokasi kajian guna memperoleh informasi sejauhmana program LP2B diinfomasikan

ataupun dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani tentang program

LP2B dan pendapat mereka tentang program tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 91: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 76

Tabel 6.15. Pendapat Petani Tentang LP2B

Page 92: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 77

Page 93: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 78

Page 94: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 79

Page 95: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 80

Page 96: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 81

Atas dasar tabel sebelumnya, maka pendapat petani atas program LP2B yang dicanangkan

oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi LP2B ke tingkat petani belum dilakukan mengingat belum jelasnya aturan

ataupun pedoman atas pelaksanaan LP2B tersebut. Hanya Kabupaten Tabanan, Bali

saja yang telah mensosialisasikan kegiatan LP2B karena hal ini sejalan dengan

program UNESCO yang menempatkan wilayah Kabupaten Tabanan sebagai Warisan

Budaya Dunia dengan sistem Subaknya

2. Oleh karena tidak adanya sosialisasi LP2B ke masyarakat, secara otomatis usulan

rencana LP2B dari masyarakat petani menjadi belum dilakukan, kecuali di Kabupaten

Tabanan. Beberapa kelompok Subak bersepakat untuk menetapkan Kecamatan

Penebal menjadi wilayah LP2B dan telah ditetapkan oleh aturan Bupati Kabupaten

Tabanan.

3. Secara keseluruhan, para petani yang dikunjungi setuju dengan adanya program dari

pemerintah, LP2B. Mereka akan mendukung program tersebut sejauh program

tersebut bermanfaat bagi petani.

4. Akan tetapi setelah diberikan penjelasan singkat tentang LP2B, terdapat persepsi yang

lain terkait pelaksanaan tersebut, seperti:

a. Jika lahan pertanian petani ditetapkan sebagai LP2B, keseluruhan kelompok masih

ragu atas keputusan tersebut karena mengingat konsekuensi logis yang harus

diterima petani atas program LP2B dimana lahan tidak dapat dialihfungsikan

dan alih komoditaskan. Apabila petani melakukan hal tersebut, harus mengganti

atas alih fungsi dan komoditas tersebut ke pertanian awal.

b. Secara keseluruhan, para petani setuju dengan adanya insentif yang diberikan

karena dapat membantu petani untuk meningkatkan produktivitas. Akan tetapi,

mereka tidak setuju adanya disinsentif dan alih fungsi lahan karena tidak sesuai

dengan program pemerintah yang harus mendukung masyarakat kecil, dalam

hal ini petani.

c. Para petani tidak setuju dengan tidak bolehnya alih fungsi lahan karena aset yang

dimiliki petani hanya sawah, maka jika terjadi hal-hal diluar dugaan, maka aset

tersebut akan dijual atau dilepas atau akan menjadi rumah untuk anak-anak.

d. Petani tidak setuju dengan adanya sanksi yang diterapkan jika petani ikut dalam

program LP2B namun tidak memenuhi syarat dan ketentuan program tersebut.

Page 97: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 82

Page 98: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 83

BAB 7

PERMASALAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM LP2B

7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B

Kegiatan evaluasi LP2B di beberapa wilayah kajian telah menghasilkan banyak informasi

yang penting sebagai bahan kebijakan. Informasi yang diperoleh salah satunya adalah

bagaimana proses penetapan LP2B di dalam RTRW ataupun di dalam Perda Kabupaten.

Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pelaku di daerah, seperti Bappeda

kabupaten, Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di kabupaten, dan kelompok tani, maka

diidentifikasi berbagai permasalahan yang timbul. Secara umum, permasalahan lebih

didominasi dari proses perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW ataupun Perda.

Adapun beberapa permasalahan spesifik dari masing-masing wilayah dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 7.1. Permasalahan Pelaksanaan LP2B di Wilayah Studi

No Kabupaten Permasalahan

1 Aceh Tamiang

Lahan pertanian seluruhnya merupakan lahan tadah hujan

Tidak ada irigasi, padahal ada sungai Aceh Timur yang dapat

dimanfaatkan untuk pengairan

Alih fungsi komoditas dari padi ke sawit tidak dapat dihindarkan

karena merupakan pilihan hidup petani

Alih fungsi lahan tidak dapat dikontrol karena Aceh Timur

sedang membangun

Belum ada sosialisasi terhadap regulasi LP2B

Terjadi perbedaan data baku lahan sawah antara Dinas PU, Dinas

Pertanian, dan BPS

2 OKU Timur

Kesulitan penetapan LP2B karena sawah milik petani

Alih fungsi lahan menjadi bangunan tidak dapat dihindari

Kepemilikan lahan sawah selalu berubah cepat

Belum ada sosialisasi LP2B dari pusat ataupun provinsi

Alih fungsi komoditas dari padi ke karet tidak dapat dihindarkan

karena tergantung dari petani itu sendiri untuk memutuskan

komoditasnya

Karakter dan budaya petani yang sulit menerima program,

apalagi jika lahan tersebut tidak dapat dialihfungsikan menjadi

Page 99: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 84

No Kabupaten Permasalahan

bangunan

3 Lamongan

Bahan untuk sosialisasi masih kurang terutama masalah insentif

yang akan diberikan

Tidak ada anggaran sosialisasi LP2B

Belum dilaksanakannya sosialisasi LP2B karena belum dapat

menjawab insentif dan jaminan pemerintah

Kesulitan dalam mengendalikan alih fungsi lahan

Terdapat perbedaan data baku lahan sawah antara Dinas Pertanian

dan Kehutanan dengan Dinas PU

Terjadi kegamangan atas pelaksanaan LP2B karena tidak jelasnya

SKPD yang menjadi leader dalam LP2B

4 Tabanan

Belum memiliki RDTR

LP2B tidak menjadi bahasan pokok dalam BKPRD namun hanya

merupakan bagian dari pembahasan utama di BKPRD

Terjadi perbedaan data baku lahan sawah antara dinas pertanian

dan PU

5 Lombok Tengah

Belum memiliki benchmark atas pelaksanaan LP2B sehingga

tidak ada yang dapat dijadikan contoh

Sosialisasi LP2B dari pusat dilakukan tidak secara terus menerus

dan berkesinambungan

Banyak petani yang memiliki lahan sempit sehingga sulit untuk

pelaksanaan LP2B

Lombok Tengah sedang berkembang sehingga alih fungsi lahan

sulit dihindarkan

Zonasi lahan pertanian yang tersebar menyebabkan sulitnya

mendeteksi alih fungsi lahan

6 Garut

Lahan-lahan pertanian yang produktif dan subur berada di

perkotaan karena adanya Sungai Cimanuk yang melintasi kota.

Alih fungsi lahan sawah tidak dapat dihindarkan terutama sawah-

sawah yang berada di kota

Penetapan LP2B dalam Perda perlu waktu karena harus

berkoordinasi dengan lintas sektoral dan masyarakat

Pembangunan infrastruktur jalan tol yang rencananya akan

dibangun pemerintah, banyak yang mengorbankan lahan sawah

Anggaran terbatas termasuk tidak adanya anggaran untuk petugas

yang bekerja dilapangan untuk sosialisasi ataupun diseminasi

program LP2B

7 Maros

Koordinasi antar SKPD yang kurang terutama tidak adanya

informasi LP2B ke pihak Bappeda

Sosialisasi LP2B diperoleh berdasarkan informasi sepihak, tidak

secara utuh

Belum adanya sosialisasi LP2B, baik dari pusat maupun provinsi

Anggaran terbatas terutama untuk mendanai petugas pelaksana

Alih fungsi lahan tidak dapat dihindari karena Kabupaten Maros

sebagai penyangga bagi Kota Makasar, terlebih wilayah ini telah

terdapat Bandara Internasional Hasanudin dan telah terhubungnya

Kota Makasar dan Kabupaten Maros dengan Jalan Tol

8 Sleman Masih ragu-ragu menerapkan LP2B karena belum jelasnya aturan

Page 100: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 85

No Kabupaten Permasalahan

tersebut

Jika petani seluruhnya setuju dengan LP2B, maka diperkirakan

harus disediakan materai sebesar Rp 2 milyar yang akan

dibubuhkan di dalam perjanjian. Penyediaan dana tersebut tidak

dapat disediakan dalam APBD karena terbatas

Belum jelasnya insentif dan disinsentif dan tidak memiliki

anggaran untuk pemberian insentif ke petani LP2B

Kejelasan fungsi dan tanggung jawab pusat, provinsi, dan

kabupaten/kota terhadapa LP2B

Banyak petani di Sleman berlahan sempit dan berpendapatan

rendah dan lahan dijadikan sebagai aset jika terjadi kondisi

tertentu di keluarganya

9 Magelang

Data lahan dan peruntukkan tidak sama antara BPN dan Pemda

Kesulitan dalam penentuan insentif dan disinsentif

Penerapan Perda RTRW tidak konsisten dan banyak yang tidak

diindahkan, seperti membangun rumah di wilayah hijau namun

masih memperoleh ijin

Alih fungsi lahan sulit dideteksi dan dikontrol

Perijinan sebagai pengendali tidak berfungsi dengan baik

7.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Atas Pelaksanaan LP2B

Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh pada pelaksanaan LP2B di wilayah studi

menggunakan metode PSA (Participatory Sistem Appraisal). Seperti yang telah

dikemukakan pada Bab 3, terdapat beberapa langkah dalam penentuan faktor tersebut.

Penentuan faktor ditentukan berdasarkan hasil diskusi dengan para pelaku, khususnya

pihak Dinas Pertanian ataupun Bappeda. Berdasarkan hasil identifikasi faktor yang

berpengaruh terhadap pelaksanaan LP2B di wilayahnya masing-masing dapat dilihat pada

tabel-tabel di bawah ini. Selanjutnya, faktor-faktor tersebut dianalisis dengan

menggunakan PSA, yang hasilnya dapat dilihat pada gambar-gambar berikutnya.

Kabupaten Aceh Tamiang

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Aceh

Tamiang, terdapat 7 (tujuh) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah

ini.

Page 101: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 86

Tabel 7.2. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

No Faktor Definisi Faktor

1. Regulasi Daerah Peraturan daerah terkait dengan LP2B

2. Petunjuk Teknis LP2B Petunjuk teknis terkait dengan LP2B sehingga pemerintah

setempat dapat menjalankan LP2B

3. Sosialisasi LP2B Sosialisasi aturan perundangan serta konsekuensi penerapan

LP2B di Pemda

4. Data Base Lahan Data terkait dengan lahan pertanian

5. Data Pemilik Lahan Data terkait dengan pemilik lahan pertanian serta luasannya

6. Rendahnya kesadaran

pelaku

Kesadaran para pemangku kepentingan (khususnya

pemerintah) terhadap implementasi peraturan LP2B

7. Kerjasama instansi Kerjasama antar instansi terkait dengan pelaksanaan LP2B

serta kejelasan tupoksi di dalam LP2B

Adapun hasil analisis PSA atas faktor-faktor di atas dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 7.1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Aceh Tamiang

Kabupaten OKU Timur

Hasil identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten OKU

Timur, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

Page 102: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 87

Tabel 7.3. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten OKU Timur

Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA, hasilnya dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 7.2. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten OKU Timur

Kabupaten Lamongan

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Lamongan,

terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.4. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lamongan

No Faktor Definisi Faktor

1. Sumber Air Baku Kondisi waduk dan rawa

2. Jaringan Irigasi Kondisi jaringan irigasi belum memadai

3. Alih fungsi lahan Perubahan lahan pertanian menjadi bangunan

4. Tataniaga pupuk Harg pupuk mahal dan barangnya tidak tersedia setiap saat

5. Harga jual panen Harga jual panen belum mencerminkan biaya produksi

No Faktor Definisi Faktor

1. Payung Hukum/Regulasi Belum jelasnya aturan terkait LP2B

2. Kepemilikan Lahan Perubahan kepemilikan lahan sawah dalam setiap tahunnya

3. Perkebunan rakyat Alih fungsi lahan sawah ke perkebunan

4. Sosialisasi Perlu ada sosialisasi secara bertahap

5. Sarana dan prasarana

usaha tani

Sarana dan prasarana yang tersedia belum semuanya dapat

menunjang usaha tani

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1 2

5

3

4

Page 103: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 88

Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA yang menghasilkan peta

PSA seperti pada gambar berikut.

Gambar 7.3. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Lamongan

Kabupaten Tabanan

Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten

Tabanan, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel 7.5. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Tabanan

No Faktor Definisi Faktor

1. Alih fungsi lahan Lahan sawah berubah menjadi bangunan

2. Sikap para petani Sikap petani terhadap LP2B

3. Dampak Perubahan Iklim Kekeringan menjadi kendala

4. Serangan hama penyakit Hama penyakit menjadi kendala pertanian

5. Kondisi Sosial Ekonomi Penghidupan dari pertanian tidak cukup menopang

kehidupan rumah tangga

Adapun hasil analisis faktor dengan menggunakan PSA dapat dilihat pada gambar berikut.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4

5

3

2

Page 104: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 89

Gambar 7.4. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Tabanan

Kabupaten Lombok Tengah

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Lombok

Tengah, terdapat 7 (tujuh) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.6. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Lombok Tengah

No Faktor Definisi Faktor

1. Peran serta masyarakat dalam

LP2B

Keikutsertaan masyarakat petani atas program LP2B

2. Regulasi LP2B Peraturan daerah tentang LP2B

3. Perkembangan pembangunan Perkembangan pembangunan di wilayah Lombok Tengah

dapat menyebabkan alih fungsi lahan

4. Rendahnya kepemilikan lahan Rata-rata kepemilikan lahan pertanian hanya 0,3 ha

5. Hamparan lahan sawah

tersebar

Tidak ada lahan sawah dalam bentuk hamparan luas

tetapi tersebar

6. Teknologi Alternatif Teknologi pembibitan harus dapat diimplementasikan di

petani

7. Nilai ekonomi pertanian Belum maksimalnya nilai ekonomi di usaha tani

Adapun hasil analisis PSA dengan menggunakan diagram 4 kuadran yang menggambarkan

masing-masing kriteria faktor dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4

5 3

2

Page 105: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 90

Gambar 7.5. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Lombok Tengah

Kabupaten Garut

Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Garut,

terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.7. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Garut

No Faktor Definisi Faktor

1. SDM dinas terbatas Staf lapangan terbatas

2. Anggaran Terbatas Anggaran dinas tanaman pangan dan hortikultura terbatas untuk

kegiatan LP2B

3. Alih Fungsi Tingginya alih fungsi sawah di perkotaan

4. Investor Melirik Garut Banyak investor dari luar daerah berinvestasi pada industri dan

wisata

5. Tidak ada wilayah

acuan Tidak adanya wilayah yang jadi acuan LP2B

Adapun hasil analisis PSA dengan menggunakan 4 kuadran yang mencerminkan kriteria

dari masing-masing faktor dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

7

4

3

1

5 6

2

Page 106: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 91

Gambar 7.6. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Garut

Kabupaten Maros

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Maros,

terdapat 4 (empat) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.8. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Maros

No Faktor Definisi Faktor

1. SDM dinas Staf lapangan terbatas

2. Anggaran Anggaran dinas pertanian terbatas untuk kegiatan LP2B

3. Sosialisasi LP2B Kurangnya sosialisasi dari pusat sehingga LP2B hanya dikerjakan

oleh Dinas Pertanian

4. Koordinasi LP2B Kurangnya koordinasi instansi khususnya di LP2B

Selanjutnya, tabel di atas dianalisis dengan menggunakan PSA yang menghasilkan gambar

sebagai berikut.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4 5

3

2

Page 107: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 92

Gambar 7.7. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Maros

Kabupaten Sleman

Hasil FGD atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten Sleman,

terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.9. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Sleman

No Faktor Definisi Faktor

1. Sumber air baku Kurangnya sumber air baku karena harus dibagi untuk permukiman

2. Jaringan irigasi Jaringan irigasi belum optimal

3. Alih fungsi lahan Sosialisai tentang alih fungsi belum dilakukan

4. Tataniaga pupuk Kurangnya koordinasi instansi sehingga pupuk sering telat

5. Harga jual panen Harga jual panen sangat tergantung pada musim. Pada musim panen

raya, harga pertanian akan turun.

Adapun hasil analisis PSA yang memetakan posisi masing-masing dari faktor-faktor di

atas di dalam kuadran PSA dapat dilihat pada gambar berikutnya.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4 3

2

Page 108: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 93

Gambar 7.8. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Sleman

Kabupaten Magelang

Hasil identifikasi atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LP2B di Kabupaten

Magelang, terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh, seperti terlihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel 7.10. Faktor-faktor Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten Magelang

No Faktor Definisi Faktor

1. Pemetaan wilayah sawah Pemetaan sawah-sawah di Kabupaten Magelang

2. Insentif dan Disinsentif Belum mampunya daerah untuk memberikan insentif

ataupun disinsentif

3. Anggaran Terbatas Pemakaian air

4. Kelompok Tani Sosialisasi ke kelompok tani masih terbatas

5. Sarana dan prasarana

usaha tani

Sarana dan prasarana usaha tani yang belum maksimal

terutama irigasi

Gambaran posisi dari masing-masing faktor di atas diidentifikasi dengan menggunakan

diagram PSA seperti pada gambar berikutnya.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4

3

5 2

Page 109: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 94

Gambar 7.9. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Magelang

Hasil-hasil penentuan faktor di atas, selanjutnya direkapitulasi dalam tabel di bawah ini.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1 4

3

5 2

Page 110: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 95

Tabel 7.11. Faktor dan Kriteria Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B

No Wilayah

Studi

Kriteria Faktor yang Berpengaruh

Symptom Critical

Elements Motor/Leverage Buffer

1.

Aceh

Tamiang,

Provinsi

Nanggroe

Aceh

Darussalam

Regulasi daerah,

petunjuk teknis

terkait LP2B,

sosialisasi LP2B,

basis data lahan,

rendahnya

kesadaran pelaku

Data pemilik

lahan dan

kerjasama

instansi

2.

OKU Timur,

Provinsi

Sumatera

Selatan

Hukum,

kepemilikan lahan,

dan sarana dan

prasarana usaha

tani

Perkebunan

rakyat dan

sosialisasi LP2B

3.

Lamongan,

Provinsi

Jawa Timur

Alih Fungsi Lahan

dan Tataniaga

pupuk

Sumber air baku,

jaringan irigasi,

dan harga jual

panen

4.

Tabanan,

Provinsi

Bali

Alih Fungsi Lahan

dan Kondisi Sosial

Ekonomi

Sikap para petani

terhadap LP2B

dan Dampak

Perubahan Iklim

serangan hama

penyakit

5.

Sleman,

Provinsi

Yogyakarta

Alih fungsi,

tataniaga pupuk,

dan harga jual

panen

Sumber air baku,

jaringan irigasi,

dan harga pupuk

6.

Magelang,

Provinsi

Jawa

Tengah

Kelompok tani,

anggaran terbatas,

dan sarana dan

prasarana usaha

tani

Pemetaan wilayah

dan insentif dan

disinsetif

7.

Lombok

Tengah,

Provinsi

Nusa

Tenggara

Barat

Rendahnya

kepemilikan lahan,

teknologi alternatif,

dan nilai ekonomi

pertanian

Peranserta

masyrakat dalam

LP2B,

Perkembangan

Pembangunan,

dan Hamparan

sawah tersebar

Regulasi

LP2B

8.

Maros,

Provinsi

Sulawesi

Selatan

SDM Dinas Anggaran, alih

fungsi, dan

investor

Sosialisasi

dan

Koordinasi

LP2B

9.

Garut,

Provinsi

Jawa Barat

Anggaran

terbatas, alih

fungsi, dan

investor melirih

Garut

SDM

terbatas,

dan tidak

ada

wilayah

acuan

Page 111: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 96

Berdasarkan tabel di atas telah dapat diidentifikasi bahwa tiap wilayah memiliki kriteria

faktor-faktor yang berbeda. Perbedaan kriteria dari masing-masing wilayah tersebut

disebabkan berbagai faktor, seperti kurangnya sosialisasi LP2B, LP2B bukan prioritas

wilayah, koordinasi antar SKPD dan sebagainya. Penjelasan lebih rinci dari faktor-faktor

di masing-masing wilayah dapat dilihat pada lampiran.

Page 112: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 97

BAB 8 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Secara keseluruhan, perencanaan dan penetapan LP2B di dalam RTRW dilakukan

secara sepihak oleh pemerintah, tidak didasarkan pada pendapat atau usulan dari

masyarakat. Alasannya belum memiliki informasi yang cukup untuk mensosialisasikan

LP2B ke masyarakat.

2. Luasan lahan LP2B yang ditetapkan masih pada luasan kabupaten dan paling kecil

sampai pada tingkat kecamatan karena lebih aman jika terjadi perubahan lahan

dikemudian hari

3. Ada satu wilayah telah menetapkan Peraturan Bupati tentang LP2B, yaitu Kabupaten

Tabanan, dan Kabupaten Garut dan Maros sedang menyusun peraturan tersebut.

4. Ada 6 kabupaten telah melakukan penelitian terkait dengan LP2B dengan dana APBD

yang mana hasil penelitian tersebut digunakan untuk penyusunan perencanaan LP2B

5. Aspek pengembangan, pemanfaatan, pembinaan, sampai dengan aspek sanksi belum

diterapkan karena semua wilayah masih terfokus pada proses perencanaan dan

penetapan LP2B

6. Permasalahan yang muncul terkait dengan LP2B adalah kurangnya sosialisasi LP2B

baik dari pusat maupun provinsi, dan ketidakmampuan pihak kabupaten dalam

mengontrol alih fungsi lahan dan alih fungsi komoditas

8.2. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat disarankan atas hasil kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya, Pemda penyusunan rencana LP2B terlebih dahulu sebelum ditetapkan di

dalam Perda

2. Sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan LP2B. Kendala utama

penyebab tidak jalannya pelaksanaan LP2B harus menjadi focus perhatian sehingga

permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan.

3. Evaluasi pasal-pasal yang ambigu dalam UU No. 41 Tahun 2009 beserta turunannya,

terutama untuk membedakan perlakuan antara kegiatan reguler dengan kegiatan LP2B.

4. Sebaiknya dilakukan koordinasi kembali terkait LP2B, terutama di tingkat pusat, yang

dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan reposisi kembali atas tugas dan

fungsi masing-masing pada program LP2B

5. Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah terkait kegiatan LP2B

antara lain:

Page 113: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 98

a. Kementerian Pertanian harus melakukan sosialisasi lebih intensif,

b. Pemerintah Daerah dan DPRD melakukan revisi atas peraturan-peraturan daerah

yang tidak sesuai dengan regulasi LP2B,

c. Bappeda mengkoordinasikan pembentukan Tim LP2B di daerah,

d. Pendataan petani by name by addres diperlukan sebagai salah satu instrumen

pendukung pelaksanaan program LP2B yang dikoordinasikan oleh Bappenas dan

dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian bekerjasama dengan BPS dan

Kementerian Dalam Negeri.

Page 114: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 99

DAFTAR PUSTAKA

Bachriadi, Dianto. 2007. Reformasi Agraria untuk Indonesia. Pandangan Kritis tentang

Pembaruan Agraria Nasional atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY.

Kerta Kerja Diskusi di Fakultas Hukum, Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Barus, B., D.R. Panuju, K. Munibah, LS Iman, B.H Trisasongko, N. Widiana, dan R.

Kusumo. 2012. Model Pemetaan Sawah dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

dengan Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Seminar dan

Ekspose Hasil Kegiatan dan Penelitian P4W LPPM-IPB, Tema: Pengembangan

Metodologi Penelitian Bidang Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, IPB ICC.

Bogor

Budiharsono, Sugeng. 1988. Dasar-dasar Perencanaan Pembangunan Wilayah. Universitas

Nusa Bangsa. Bogor.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang. 2014. Aceh Tamiang Dalam Angka

Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang. Aceh Tamiang

Badan Pusat Statistik Kabupaten Oku Timur. 2014. Ogan Komering Ulu Timur Dalam

Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.

Ogan Komering Ulu Timur

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. 2014. Kabupaten Lamongan Dalam Angka

Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Lamongan.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan. 2014. Kabupaten Tabanan Dalam Angka Tahun

2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan. Tabanan

Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2014. Garut Dalam Angka Tahun 2014. Badan

Pusat Statistik Kabupaten Garut. Garut

Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. 2014. Maros Dalam Angka Tahun 2014. Badan

Pusat Statistik Kabupaten Maros. Maros

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Tengah. 2014. Lombok Tengah Dalam Angka

Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Tengah. Lombok Tengah

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2014. Sleman Dalam Angka Tahun 2014. Badan

Pusat Statistik Kabupaten Sleman. Sleman

Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. 2014. Magelang Dalam Angka Tahun 2014.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. Magelang

Cohen, Sulaeman I. 1978. Agrarian Structures and Agrarian Reform: Exercise in

Development Theory and Policy. Martinus Nijhoff Social Science Division.

Leiden and Boston. USA

Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2013. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B

Kabupaten Majalengka, Purbalingga, Gunung Kidul, Madiun, Gowa, Aceh

Tamiang, Ngawi, dan Donggala. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana

Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta

Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2014. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B

Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Direktorat Jenderal Prasarana dan

Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta

Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2014. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B

Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Direktorat Jenderal Prasarana dan

Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta

Page 115: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 100

Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2015. Quo Vadis Implementasi Regulasi

LP2B. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian.

Jakarta

Foley, Jonathan. 2014. Rencana Lima Langkah untuk Mencukupi Pangan Dunia. National

Geographic, volume 10, No. 5, edisi Mei 2014 tentang Masa Depan Pangan.

Handari, Anita Widhy. 2012. Implementasi Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Magelang. Tesis Program Pascasarjana

Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro. Semarang

Herweg, K. & Steiner, K. 2002. Impact Monitoring and Assessment: Instrument for Use in

Rural Development Projects with a Focus on Sustainable Land Management.

World Bank. Washington, D.C.

Heryanti. 2011,.Sejarah Reforma Agraria Dunia dan Pengaruhnya terhadap Reforma

Agraria di Indonesia. webheryanti.blogspot.com.

Husein, Uke Mohammad. 2014. Pertanahan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Buletin Agraria

Indonesia, edisi 1, 2014. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasional.

Jakarta.

Mungkasa, Oswar. 2014. Reformasi Agraria: Sejarah, Konsep, dan Implementasinya.

Buletin Agraria Indonesia. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasional.

Jakarta.

Richardson, Harry W. 1972. Regional Economics.: Location Theory, Urban Structure, and

Regional Change. Praeger Publisher. New York.

Rantini, R.R., dan Hastu Prabatmodjo. 2014. Tanggapan Petani terhadap Kebijakan

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Di Kabupaten Bandung.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan

Pengembangan Kebijakan, Volum 3, No. 2. Bandung.

Sakti, Melulosa Adhytya., Bambang H. Sunarminto, Azwar Maas, Dikdik Indradewa, dan

Bambang D. Kertonegoro. 2013. Kajian Pemetaan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan di Kabupaten Purworejo. Sains Tanah-Jurnal Ilmu Tanah dan

Agroklimatologi, Vol. 10 No. 1. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta

Peraturan Perundangan

Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih

Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Page 116: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 101

LAMPIRAN

Page 117: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 102

Page 118: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 103

Lampiran 1.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh Darussalam

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan pemekaran dari Kabupaten Langsa pada Tahun

2002. Kabupaten ini sebagai pintu gerbang pertama karena langsung berbatasan dengan

Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini terdiri dari 12 kecamatan (Bandar Mulia, Bandar

Pusaka, Kejuruan Muda, Kota Kualasimpang, Rantau, Sekerak, Seruay, Tamiang Hulu,

Tenggulung, Mayak Payed, Bendahara, dan Karang Baru). Wilayah kabupaten ini

memiliki luas 1.957,02 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 286.226 jiwa.

Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di kabupaten ini. Komoditas-komoditas yang

menjadi unggulan di sektor pertanian adalah padi, kelapa sawit, dan karet. Luas lahan

pangan yang tersedia di Kabupaten Aceh Tamiang didominasi oleh tanaman padi seperti

yang terlihat di bawah ini.Pada Tahun 2013, luasan lahan untuk tanam padi seluas 28,2

ribu hektar (7,08% dari Provinsi Aceh) dengan tingkat produksi padi hampir mencapai 120

ribu ton dengan tingkat produktivitas 4,24 ton/hektar.

Gambar 1

Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten

Aceh Tamiang Tahun 2013

Gambar 2

Provitas Padi di Kabupaten Aceh

Tamiang Tahun 2013

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Tamiang, 2014

Adapun luas lahan untuk komoditas pangan lainnya, seperti jangung dan sayur-sayuran

masing-masing memiliki luas tanam seluas 5.023 hektar dan 1.125 hektar (lihat Tabel 1).

Dibandingkan dengan tanaman padi dan sayur-sayuran, tingkat produktivitas tanaman

jagung lebih produktif dibandingkan dengan kedua tanaman tersebut. Hal ini menunjukkan

Page 119: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 104

bahwa komoditas jagung memiliki peranan yang cukup penting dalam sektor pangan di

kabupaten ini.

Tabel 1. Luas Tanam, Produksi, dan Provitas Tanaman Jagung dan Sayur-sayuran Tahun

2013

Komoditas Pangan Luas Tanam (ha) Produksi (Ton) Provitas (Ton/Ha)

Jagung 5.023 22.182 5,03

Sayur-sayuran 1.125 5.057 4,40

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Tamiang, 2014

Seiring dengan perkembangan pembangunan yang dilaksanakan oleh kabupaten ini, hal

sangat kentara yang terjadi dengan lahan pertanian, khususnya tanaman padi adalah adanya

alih fungsi lahan dan komoditas. Khusus untuk alih komoditas, para petani di kabupaten ini

dapat mengalihfungsikan lahan mereka dari padi ke sawit ataupun ke komoditas yang

menguntungkan lainnya. Di sisi lain, alih fungsi lahan tanaman padi menjadi lahan untuk

penggunaan selain sektor pertanian menjadi tidak terelakkan lagi seiring dengan proses

pembangunan di Aceh Tamiang. Berdasarkan data BPS Aceh Tamiang menunjukkan

terjadinya alih fungsi lahan pertanian seluas 1.216 ha dari tahun 2010 ke 2013 (lihat Tabel

2). Dengan kata lain, alih fungsi lahan yang terjadi pada setiap tahunnya seluas 405 ha.

Berdasarkan pengamatan, lahan pertanian tanaman padi berubah menjadi kedai ataupun

hotel terutama yang berada di sepanjang jalan nasional

Tabel 2. Luasan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dari 2010 ke 2013

Tahun Luas Tanam (Ha)

2010 29.400

2013 28.184

Alih Fungsi 1.216

Sumber: BPS Aceh Tamiang Tahun 2010 dan 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

Sebagai wilayah yang dijadikan Benchmark bagi pelaksanaan LP2B didasarkan pada hasil

kajian LP2B yang dilaksanakan oleh Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen

Prasarana dan Sarana Pertanian (2013), maka wilayah ini menjadi tujuan awal dari evaluasi

ini. Adapun hasil evaluasi dari direktorat tersebut secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 3.

Dibandingkan dengan wilayah kajian lainnya, Kabupaten Aceh Tamiang telah menetapkan

luas lahan LP2B sampai ke tingkat kampung dengan luasan yang telah ditetapkan.

Page 120: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 105

Tabel 3. Luasan LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan RTRW

NO LOKASI Perda

RTRW

Pasal dan

Ayat LP2B

Luasan dan Penetapan Kawasannya

1. Kabupaten

Aceh Tamiang,

Provinsi Aceh

Perda

14/2013

tentang

Rencana Tata

Ruang

Wilayah

Kabupaten

Aceh

Tamiang

Tahun 2012-

2032

Pasal 34,

ayat 5

Luas LP2B yang ditetapkan adalah 885,31 ha dan

kawasannya:

a. Kecamatan Manyak Payed meliputi

Kampung Pahlawan, Kampung Kasih

Sayang, Kampung Meurandeh, Kampung

Meunasah Paya, Kampung Mesjid seluas

476,43 Ha;

b. Kecamatan Manyak Payed meliputi

Kampung Lueng Manyo, Kampung Matang

Cincin seluas 211,12 Ha; dan

c. Kecamatan Bendahara meliputi Kampung

Rantau Pakam seluas 196,83 Ha

Akan tetapi, hasil evaluasi lapangan yang didasarkan pada 11 variabel yang telah

ditetapkan sesuai dengan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Aceh Tamiang

Page 121: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 106

Page 122: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 107

Page 123: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 108

Page 124: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 109

Page 125: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 110

Page 126: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 111

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Tamiang, maka dapat diidentifikasi faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. Regulasi Daerah Peraturan daerah terkait dengan LP2B

2. Petunjuk Teknis LP2B Petunjuk teknis terkait dengan LP2B sehingga pemerintah

setempat dapat menjalankan LP2B

3. Sosialisasi LP2B Sosialisasi aturan perundangan serta konsekuensi penerapan

LP2B di Pemda

4. Data Base Lahan Data terkait dengan lahan pertanian

5. Data Pemilik Lahan Data terkait dengan pemilik lahan pertanian serta luasannya

6. Rendahnya kesadaran

pelaku

Kesadaran para pelaku di pemerintahan terhadap implementasi

peraturan LP2B

7. Kerjasama instansi Kerjasama antar instansi terkait dengan pelaksanaan LP2B serta

kejelasan tupoksi di dalam LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 127: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 112

Tabel 6. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4 5 6 7

Activive

Sum

Degree

of Interr

(AS) (PS*AS)

1 Regulasi Daerah

1,0 1,0 0,1 2,0 0,5 2,0 6,6 53,5

2 Petunjuk Teknis LP2B 2,0

1,0 0,1 0,1 1,0 0,5 4,7 24,4

3 Sosialisasi LP2B 1,0 2,0

0,5 0,5 2,0 1,0 9,0 90,0

4 Data Base Lahan 0,1 0,1 1,0

2,0 0,5 0,1 3,8 42,0

5 Data Pemilik Lahan 1,0 1,0 2,0 2,0

2,0 2,0 10,0 61,0

6 Rendahnya kesadaran

pelaku 2,0 0,1 1,0 0,5 0,5

1,0 5,1 40,8

7 Kerjasama instansi 2,0 1,0 2,0 1,0 1,0 2,0

9,0 59,4

Passive sum (PS) 8,1 5,2 10,0 4,2 6,1 8,0 6,6

Activity ratio (AS/PS) 0,8 0,9 0,9 0,9 1,6 0,6 1,4

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Aceh Tamiang

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

Page 128: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 113

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah regulasi daeah, petunjuk

teknis terkait LP2B, sosialisasi LP2B, data base lahan, rendahnya kesadaran pelaku.

Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat

memunculkan masalah baru dalam sistem.

2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah data pemilik lahan

dan kerjasama instansi. Faktor ini adalah faktor yang mengakselerasi dan sebagai

katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat

berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek

samping. Adapun yang masuk dalam kategori ini adalah data pemilik lahan dan

kesadaran para pelaku. Data pemilik lahan dan kesadaran pelaku menjadi kunci dari

kebehasilan penerapan LP2B

Page 129: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 114

Page 130: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 115

Lampiran 2.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan Ogan

Komering Ulu Selatan tanggal 18 Desember 2003. Berdasarkan regulasi tersebut, maka

resmilah terjadinya pemekaran kabupaten baru dari Kabupaten Ogan Ilir.

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur beribu kota di Martapura dan memiliki wilayah

seluas 341.015 ha atau 3,41 km2. Kabupaten ini merupakan salah satu lumbung beras bagi

Provinsi Sumatera Selatan. Produksi tanaman pangan khususnya padi dan perkebunan

menjadi komoditas unggulan bagi Kabupaten OKU Timur. Hal ini didukung dengan

adanya Bendungan Belitang (peninggalan kolonial Belanda) dan Bendungan Perjaya yang

dibangun oleh pemerintah. Kedua bendungan ini memiliki peran yang cukup penting di

dalam pengembangan pertanian.

Luasan lahan sawah, produksi dan produktivitas dari tanaman padi di Kabupaten OKU

Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut diperlihatkan

bahwa luas lahan sebesesar 122.864 ha dengan luas tanam 144.586 ha. Dengan demikian,

sistem pertanian sawah di kabupaten ini hanya memiliki IP = 1,2. Artinya, tanaman padi

hanya dilakukan penanaman satu kali dalam satu tahun, padahal wilayah ini memiliki

bendungan yang cukup baik untuk mengaliri sawah sepanjang tahun.

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten OKU Timur

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah

Luas Lahan Sawah (ha) 122.864

Luas Tanam (ha) 144.586

Produksi Padi (ton GKP) 726.017

Rata-rata Provitas (ton/ha) 5,5

Sumber: BPS Kabupaten OKU Timur, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Oku Timur

Sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B, Kabupaten Oku Timur

merupakan sentra produksi beras bagi Sumatera Selatan. Pentingnya LP2B pada daerah

sentra-sentra padi agar lahan-lahan pertanian tidak tergerus oleh alih fungsi lahan pertanian

yang terus meningkat sepanjang tahun. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten OKU

Timur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 131: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 116

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten OKU Timur

Page 132: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 117

Page 133: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 118

Page 134: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 119

Page 135: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 120

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Oku Timur, maka dapat diidentifikasi

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. Payung

Hukum/Regulasi Belum jelasnya aturan terkait LP2B

2. Kepemilikan Lahan Perubahan kepemilikan lahan sawah dalam setiap

tahunnya

3. Perkebunan rakyat Alih fungsi lahan sawah ke perkebunan

4. Sosialisasi Perlu ada sosialisasi secara bertahap

5. Sarana dan prasarana

usaha tani

Sarana dan prasarana yang tersedia belum semuanya

dapat menunjang usaha tani

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4 5

Activive

Sum

Degree of

Interr

(AS) (PS*AS)

1 Payung Hukum/Regulasi 2,0 1,0 1,0 2,0 6,0 42,0

2 Kepemilikan Lahan 2,0 1,0 1,0 2,0 6,0 42,0

3 Perkebunan rakyat 2,0 2,0

2,0 1,0 9,0 63,0

4 Sosialisasi 2,0 2,0 2,0 1,0 7,0 20,0

5 Sarana dan prasarana usaha

tani 1,0 1,0 1,0 1,0 4,0 24,0

Passive sum (PS) 7,0 7,0 7,0 5,0 6,0

Activity ratio (AS/PS) 0,9 0,9 1,3 1,4 0,7

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Page 136: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 121

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

OKU Timur

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah hukum, kepemilikan

lahan, dan sarana dan prasarana usaha tani Faktor ini dapat menjadi pemicu atau

mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam

sistem.

2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah perkebunan rakyat

dan sosialisasi LP2B. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi

faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak

sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1 2

5

3

4

Page 137: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 122

Page 138: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 123

Lampiran 3.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Jawa Timur.

Kabupaten Lamongan terdiri dari 27 kecamatan yang terbagi menjadi 3 karakteristik

daratan berdasarkan aliran sungai bengawan solo yaitu bagian tengah selatan merupakan

daratan rendah yang relatif agak subur yang membentang dari Kecamatan Kedungpring,

Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo dan

Kembangbahu, kemudian bagian utara dan selatan yang merupakan pegunungan kapur

berbatu-batu dengan kesuburan sedang meliputi Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang,

Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro serta bagian tengah utara yang

merupakan daerah rawan banjir meliputi Kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng,

Kalitengah, Turi, Karangbinangun, Glagah.

Kabupaten Lamongan dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Jawa Timur,

di mana kabupaten ini mampu memproduksi padi sebesar 967.497 ton Gabah Kering

Giling di tahun 2014. Dengan kata lain, (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten

Tabahan, 2014).

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Lamongan Jawa

Timur

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah

Luas Lahan Sawah (ha) 87.499

Luas Tanam (ha) 150.064

Produksi Padi (ton GKG) 967.497

Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,45

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam BPS Kabupaten Lamongan, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Lamongan

Kabupaten Lamongan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena

wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra padi sehingga diharapkan pelaksanaan

LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Adapun hasil evaluasi LP2B

di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 139: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 124

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur

Page 140: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 125

Page 141: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 126

Page 142: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 127

Page 143: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 128

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten Lamongan Jawa Timur, maka dapat diidentifikasi

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. Sumber Air Baku Kondisi waduk dan rawa

2. Jaringan Irigasi Kondisi jaringan irigasi belum memadai

3. Alih fungsi lahan Perubahan lahan pertanian menjadi bangunan

4. Tataniaga pupuk Harg pupuk mahal dan barangnya tidak tersedia setiap saat

5. Harga jual panen Harga jual panen belum mencerminkan biaya produksi

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 144: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 129

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4 5

Activive

Sum

Degree of

Interr

(AS) (PS*AS)

1 Sumber Air Baku 1.0 2.0 2.0 0.5 5.5 27.5

2 Jaringan Irigasi 1.0 2.0 2.0 0.5 5.5 27.5

3 Alih fungsi lahan 1.0 1.0 2.0 1.0 0.5 5.5 49.5

4 Tataniaga pupuk 1.0 1.0 1.0 0.5 3.5 56.0

5 Harga jual panen 2.0 2.0 2.0 2.0 8.0 16.0

Passive sum (PS) 5.0 5.0 9.0 7.0 2.0

Activity ratio (AS/PS) 1.1 1.1 0.6 0.5 4.0

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Lamongan

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4

5

3

2

Page 145: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 130

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Alih Fungsi Lahan dan

Tataniaga pupuk. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya

sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.

2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sumber air baku,

jaringan irigasi, dan harga jual panen. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap

sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-

waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Page 146: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 131

Lampiran 4.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Tabanan, salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang berbatasan dengan

Kabupaten Buleleng di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Badung,

sebelah selatan Samudera Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten

Jembrana dan Buleleng. Kabupaten Tabanan terletak pada ketinggian 0 – 2.276 m di atas

permukaan laut (dpl), dimana lahan tertinggi berada di puncak Gunung Batukaru.

Topografi wilayah Kabupaten Tabanan memiliki tiga karakteristik yang berbeda. Bagian

selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia merupakan dataran rendah dengan

topografi yang relatif datar, di bagian tengah bergelombang, dan di bagian utara

merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dimana terdapat beberapa gunung yaitu Gn.

Batukaru (2.276 m), Gn. Sangiyang (2.097 m), Gn. Pohen (2.055 m) dan Gn. Adeng (1.811

m).

Kabupaten Tabanan dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Bali, di mana

kabupaten ini mampu memproduksi padi sebesar 214.203 ton Gabah Kering Giling di

tahun 2014. Dengan kata lain, Kabupaten Tabanan sebagai wilayah surplus beras dimana

produksi beras di tahun 2014 sebesar 111.394 ton sedangkan kebutuhan berasnya sebesar

56.322 ton, sehingga surplus berasnya sebanyak 49.440 ton (Dinas Pertanian dan Tanaman

Pangan, Kabupaten Tabahan, 2014).

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Tabanan Bali

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah

Luas Lahan Sawah (ha) 21.962

Luas Tanam (ha) 32.600

Produksi Padi (ton GKG) 214.203

Rata-rata Provitas (ton/ha) 5,81 Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dalam BPS Kabupaten Tabanan, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan

Kabupaten Tabanan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena

memiliki sistem yang dikenal ke seluruh dunia, yaitu sistem subak. Sistem ini telah

ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia dan hal ini sejalan dengan

program LP2B Pemerintah. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 147: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 132

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Tabanan, Bali

Page 148: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 133

Page 149: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 134

Page 150: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 135

Page 151: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 136

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Tabanan Bali, maka dapat diidentifikasi

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. Alih fungsi lahan Lahan sawah berubah menjadi bangunan

2. Sikap para petani Sikap petani terhadap LP2B

3. Dampak Perubahan

Iklim Kekeringan menjadi kendala

4. Serangan hama

penyakit Hama penyakit menjadi kendala pertanian

5. Kondisi Sosial

Ekonomi

Penghidupan dari pertanian tidak cukup menopang

kehidupan rumah tangga

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 152: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 137

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4 5

Activive

Sum

Degree of

Interr

(AS) (PS*AS)

1 Alih fungsi lahan 0,1 0,5 0,1 2,0 2,7 16,2

2 Sikap para petani 2,0 1,0 1,0 1,0 5,0 15,5

3 Dampak Perubahan Iklim 1,0 1,0

1,0 0,1 5,1 20,9

4 Serangan hama penyakit 1,0 1,0 0,1 1,0 3,1 7,9

5 Kondisi Sosial Ekonomi 2,0 1,0 0,5 0,1 3,6 14,8

Passive sum (PS) 6,0 3,1 4,1 2,2 4,1

Activity ratio (AS/PS) 0,5 1,6 1,2 1,4 0,9

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Alih Fungsi Lahan dan

Kondisi Sosial Ekonomi. Hal ini berarti bahwa kedua faktor tersebut sangat

dipengaruhi oleh faktor lainnya dan tidak mempunyai kekuatan untuk mengubah

sistem.

2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sikap para petani

terhadap LP2B dan Dampak Perubahan Iklim. Faktor ini adalah sebagai katalisator

terhadap sistem, tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah

sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

3. Sedangkan faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah serangan hama

penyakit. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya

sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.

Page 153: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 138

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Tabanan

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4

5 3

2

Page 154: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 139

Lampiran 5.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Lombok merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Propinsi

Nusa Tenggara Barat. Kabupaten ini memiliki posisi koordinat bumi antara 116°05’

sampai 116°24’ Bujur Timur dan 8°24’ sampai 8°57’ Lintang Selatan. Luas wilayah

Kabupaten Lombok Tengah mencapai 1.208,39 km² (120.839 ha). Dari segi letak

geografis, Kabupaten Lombok Tengah diapit oleh dua kabupaten lain yakni Kabupaten

Lombok Barat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Lombok Timur di sebelah timur

dan utara, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Kabupaten Lombok Tengah dikenal sebagai salah satu lumbung padi bagi Provinsi Nusa

Tenggara Barat. Kabupaten ini mampu surplus beras dan menjadi salah satu lumbung padi.

Adapun luasa dan produksi padi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Lombok Tengah

Nusa Tenggara Barat

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah

Luas Lahan Sawah (ha) 54.326

Luas Tanam (ha) 93.578

Produksi Padi (ton GKG) 465.150

Rata-rata Provitas (ton/ha) 5,2 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan dalam BPS Kabupaten Lombok Tengah, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Lombok Tengah

Kabupaten Lombok Tengah sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B

karena sebagai sentra padi di Provisi NTB Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten

Lombok Tengah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 155: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 140

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Page 156: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 141

Page 157: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 142

Page 158: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 143

Page 159: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 144

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Pertanian dan Tanaman Pangan, Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat, maka

dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah

seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. Peran serta masyarakat

dalam LP2B Keikutsertaan masyarakat petani atas program LP2B

2. Regulasi LP2B Peraturan daerah tentang LP2B

3. Perkembangan

pembangunan

Perkembangan pembangunan di wilayah Lombok

Tengah dapat menyebabkan alih fungsi lahan

4. Rendahnya

kepemilikan lahan Rata-rata kepemilikan lahan pertanian hanya 0,3 ha

5. Hamparan lahan

sawah tersebar

Tidak ada lahan sawah dalam bentuk hamparan luas

tetapi tersebar

6. Teknologi Alternatif

Teknologi pembibitan harus dapat diimplementasikan di

petani

7. Nilai ekonomi

pertanian Belum maksimalnya nilai ekonomi di usaha tani

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

Page 160: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 145

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4 5 6 7

Activive

Sum

Degree of

Interr

(AS) (PS*AS)

1 Peran serta masyarakat

dalam LP2B 0,5 1,0 0,5 1,0 1,0 2,0 6,0 25,2

2 Regulasi LP2B 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,6 1,7

3 Perkembangan

pembangunan 0,5 1,0 0,1 0,1 1,0 2,0 4,7 21,6

4 Rendahnya kepemilikan

lahan 0,5 0,1 0,5 0,5 1,0 2,0 4,6 26,9

5 Hamparan lahan sawah

tersebar 1,0 0,1 1,0 2,0 0,5 1,0 5,6 12,9

6 Teknologi Alternatif 0,1 0,1 1,0 0,1 0,1 1,0 2,4 11,0

7 Nilai ekonomi pertanian 2,0 1,0 1,0 2,0 0,5 1,0 7,5 60,8

Passive sum (PS) 4,2 2,8 4,6 4,8 2,3 4,6 8,1

Activity ratio (AS/PS) 1,4 0,2 1,0 1,0 2,4 0,5 0,9

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Page 161: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 146

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Lombok Tengah

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Rendahnya kepemilikan

lahan, teknologi alternatif, dan nilai ekonomi pertanian. Faktor ini dapat menjadi

pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah

baru dalam sistem.

2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Peranserta

masyarakat dalam LP2B, Perkembangan Pembangunan, dan Hamparan sawah

tersebar. Faktor ini adalah sebagai katalisator terhadap sistem, tetapi faktor ini harus

dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang

diharapkan atau memiliki efek samping.

3. Sedangkan faktor yang termasuk dalam kategori Bufffer adalah Regulasi LP2B.

Faktor ini tidak mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

7

4

3

1

5 6

2

Page 162: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 147

Lampiran 6.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra pertanian di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten

Garut memiliki karakteristik wilayah yang unik dari sisi geografi. Daerah sebelah Utara,

Timur dan Barat secara umum merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam

berbukit-bukit dan pegunungan, sedangkan kondisi alam daerah sebelah Selatan, sebagian

besar permukaan tanahnya memiliki kemiringan yang relatif cukup curam. Corak alam di

daerah sebelah Selatan ini diwarnai oleh iklim Samudra Indonesia dengan segenap potensi

alam dan keindahan pantainya. Kabupaten Garut dengan memiliki iklim tropis, curah hujan

yang cukup tinggi, hari hujan yang banyak dan lahan yang subur serta ditunjang dengan

banyaknya aliran sungai baik yang bermuara ke pantai selatan maupun ke pantai utara jawa

hal ini menyebabkan sebagian besar dari luas wilayahnya dipergunakan untuk lahan

pertanian.

Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Garut, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Garut Jawa Barat

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah

Luas Lahan Sawah (ha) 48.541

Luas Tanam (ha) 136.405

Produksi Padi (ton GKG) 941 933

Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,91

Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Garut, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Garut

Kabupaten Garut sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B karena

wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian sehingga diharapkan

pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini. Sejak tahun

2014, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dengan serius memetakan lahan-lahan

sawah di Kabupaten Garut. Kemudian, keseriusan untuk memetakan lahan-lahan yang

akan di LP2B kan dilanjutkan di tahun 2015, yaitu dengan melibatkan seluruh SKPD,

kepala desa/lurah, penyuluh dan petugas lapang untuk mendata by name by address para

pemilik lahan sawah dan menanyakan keikutannya jika lahannya di-LP2B-kan. Adapun

hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Garut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 163: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 148

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Garut, Jawa Barat

Page 164: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 149

Page 165: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 150

Page 166: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 151

Page 167: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 152

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Garut Jawa Barat, maka dapat diidentifikasi

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. SDM dinas terbatas Staf lapangan terbatas

2. Anggaran Terbatas Anggaran dinas tanaman pangan dan hortikultura terbatas

untuk kegiatan LP2B

3. Alih Fungsi Tingginya alih fungsi sawah di perkotaan

4. Investor Melirik Garut Banyak investor dari luar daerah berinvestasi pada industri

dan wisata

5. Tidak ada wilayah acuan Tidak adanya wilayah yang jadi acuan LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 168: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 153

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4 5

Activive

Sum

Degree of

Interr

(AS) (PS*AS)

1 SDM dinas terbatas 2,0 0,5 0,1 0,5 3,1 8,4

2 Anggaran Terbatas 2,0 0,1 0,1 1,0 3,2 7,4

3 Alih Fungsi 0,1 0,1 2,0 0,1 2,3 6,2

4 Investor Melirik Garut 0,1 0,1 2,0 0,1 2,3 1,8

5 Tidak ada wilayah acuan 0,5 0,1 0,1 0,1 0,8 1,4

Passive sum (PS) 2,7 2,3 2,7 2,3 1,7

Activity ratio (AS/PS) 1,1 1,4 0,9 1,0 0,5

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Garut

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4 5

3

2

Page 169: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 154

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah anggaran terbatas, alih fungsi, dan

investor melirih Garut. Faktor ini diprediksi dapat mempengaruhi faktor lainnya.

2. Faktor yang termasuk buffer adalah SDM terbatas, dan tidak ada wilayah acuan.

Faktor ini tidak mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Page 170: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 155

Lampiran 7.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Maros merupakan salah satu sentra pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan.

Kabupaten Maros memiliki karakteristik wilayah yang unik dari sisi geografi karena

wilayah ini ada dataran tinggi dan dataran rendah. Di samping itu, dengan adanya jalan tol

yang menghubungkan Kota Makasar dengan Kabupaten Maros serta adanya Bandara

Internasional Hasanudin membuat kabupaten ini telah bermetamorfosa menjadi wilayah

pertumbuhan. Dengan menggeliatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan

infrastruktur maka akan tumbuh permukiman-permukiman baru. Tentunya, dengan

pertumbuhan tersebut akan semakin mempersempit lahan-lahan terutama pertanian. Alih

fungsi lahan pertanian menjadi bangunan sudah tidak dapat dielakkan lagi. Walaupun

Kabupaten Maros sebagai lumbuh padi Sulawesi Selatan

Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Maros, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Maros Sulawesi

Selatan

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah

Luas Lahan Sawah (ha) 26.002

Luas Tanam (ha) 51.807

Produksi Padi (ton GKG) 367.754

Rata-rata Provitas (ton/ha) 7,1

Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Maros, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Maros

Kabupaten Maros dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B

karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian di Sulawesi Selatan

sehingga diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di

daerah ini. Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Maros dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Page 171: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 156

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

Page 172: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 157

Page 173: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 158

Page 174: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 159

Page 175: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 160

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Pertanian, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. SDM dinas Staf lapangan terbatas

2. Anggaran Anggaran dinas pertanian terbatas untuk kegiatan LP2B

3. Sosialisasi LP2B Kurangnya sosialisasi dari pusat sehingga LP2B hanya

dikerjakan oleh Dinas Pertanian

4. Koordinasi LP2B Kurangnya koordinasi instansi khususnya di LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 176: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 161

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4 Activive Sum

Degree of

Interr

(AS) (PS*AS)

1 SDM dinas 1.0 2.0 2.0 5.0 15.0

2 Anggaran 2.0 2.0 2.0 6.0 9.6

3 Sosialisasi LP2B 0.5 0.1 0.1 0.7 3.5

4 Koordinasi LP2B 0.5 0.5 1.0 2.0 8.2

Passive sum (PS) 3.0 1.6 5.0 4.1

Activity ratio (AS/PS) 1.7 3.8 0.1 0.5

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di

Kabupaten Maros

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4 3

2

Page 177: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 162

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor yang termasuk dalam kategori Motor adalah anggaran, alih fungsi, dan

investor melirih Maros. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor

lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.

2. Faktor yang termasuk buffer adalah Sosialisasi dan Koordinasi LP2B. Faktor ini tidak

mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh faktor lainnya.

3. Faktor yang termasuk critical adalah SDM Dinas. Faktor ini sebagai akselelator dan

katalisator terhadap sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat

berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek

samping.

Page 178: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 163

Lampiran 8.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Sleman merupakan sebagai kabupaten penyangga atas Yogyakarta yang

menjadi pusat kegiatan wisata. Di samping itu, kabupaten ini juga menjadi salah satu objek

kunjungan wisata mancanegara dan local karena terdapat beberapa candi yang terkenal,

salah satunya Candi Borobudur. Oleh karena itu, salah satu sector unggulan di kabupaten

ini adalah sector pariwisata. Di samping itu, sector pertanian masih menjadi andalan

kabupaten ini. Komoditas pertanian yang dihasilkan di kabupaten ini, selain padi juga

menghasilkan hortikultura. Seiring dengan berkembangnya kabupaten ini menjadi tujuan

wisata, maka tumbuh pula hotel dan restoran. Hal ini akan menggerus lahan-lahan

pertanian untuk dialihfungsikan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan sudah tidak

dapat dielakkan lagi.

Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten Sleman, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Sleman Yogyakarta

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah

Luas Lahan Sawah (ha) 22.659

Luas Tanam (ha) 48.584

Produksi Padi (ton GKG) 306.201

Rata-rata Provitas (ton/ha) 6,3

Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam BPS Kabupaten Sleman, 2014

Evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan LP2B

karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah sentra pertanian di Yogyakarta sehingga

diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini.

Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 179: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 164

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Sleman, Yogyakarta

Page 180: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 165

Page 181: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 166

Page 182: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 167

Page 183: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 168

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Pertanian, Kabupaten Sleman Yogyakarta, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. Sumber air baku Kurangnya sumber air baku karena harus dibagi untuk

permukiman

2. Jaringan irigasi Jaringan irigasi belum optimal

3. Alih fungsi lahan Sosialisai tentang alih fungsi belum dilakukan

4. Tataniaga pupuk Kurangnya koordinasi instansi sehingga pupuk sering telat

5. Harga jual panen Harga jual panen sangat tergantung pada musim. Pada musim

panen raya, harga pertanian akan turun.

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4

Activive

Sum

Degree of

Interr

(AS) (PS*AS)

1 Sumber air baku 1.0 2.0 2.0 5.0 15.0

2 Jaringan irigasi 2.0 2.0 2.0 6.0 9.6

3 Alih fungsi lahan 0.5 0.1 0.1 0.7 3.5

4 Tataniaga pupuk 0.5 0.5 1.0 2.0 8.2

5. Harga jual panen

Passive sum (PS) 3.0 1.6 5.0 4.1

Activity ratio (AS/PS) 1.7 3.8 0.1 0.5

Page 184: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 169

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Sleman

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah alih fungsi, tataniaga

pupuk, dan harga jual panen. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi

faktor lainnya sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.

2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sumber air

baku, jaringan irigasi, dan harga pupuk. Faktor-faktor tersebut sebagai akselelator dan

katalisator terhadap sistem tetapi faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat

berubah sewaktu-waktu tidak sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4

3

5 2

Page 185: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 170

Page 186: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 171

Lampiran 9.

Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan LP2B

Di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah

Kondisi Umum Lahan Pangan

Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah administrasi

Provinsi Jawa Tengah. Walaupun bukan sebagai kabupaten yang memberikan produksi

padi yang besar, tetapi kabupaten ini sebagai salah satu penghasil beras di Jawa Tengah.

Dilihat dari peta orientasi Provinsi Jawa Tengah, wilayah Kabupaten Magelang memiliki

posisi yang strategis karena keberadaannya terletak di tengah-tengah, sehingga mudah

dicapai dari berbagai arah. Secara geoekonomis, Kabupaten Magelang merupakan daerah

perlintasan, jalur kegiatan ekonomi, yaitu Semarang-Magelang-Purworejo dan Semarang-

Magelang-Yogyakarta-Solo. Wilayah Kabupaten Magelang terletak ditengah-tengah

Provinsi Jawa Tengah, dan apabila dilihat dari titik koordinatnya, Kabupaten Magelang

terletak diantara 1100 01’ 51” sampai dengan 110

0 26’ 28” Timur dan antara 7

0 19’ 13”

sampai dengan 70 42’ 16” Lintang Selatan. Dengan batas administrasi wilayah Kabupaten

Magelang adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kab. Temanggung dan Kab. Semarang

2. Sebelah Timur : Kab. Semarang dan Kab. Boyolali

3. Sebelah Selatan : Kab. Purworejo dan D.I Yogyakarta

4. Sebelah Barat : Kab. Temanggung dan Kab. Wonosobo

5. Di Tengah wilayah Kabupaten Magelang terdapat Kota Magelang

Penggunaan lahan di Kabupaten Magelang berdasarkan interpretasi citra satelit terdiri dari

penggunaan lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun/perkebunan, hutan, semak

belukar, tegal/lading, rumput/tanah kosong, pemukiman, tubuh air dan jalan. Penggunaan

lahan terluas berupa kebun/perkebunan sebesar 35.854,47 Ha yang tersebar merata di

setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang. Sedangkan penggunaan lahan terkecil

berupa tubuh air seluas 916,50 Ha yang tersebar disetiap kecamatan di Kabupaten

magelang kecuali di Kecamatan Tempuran. Adapun luasan lahan sawah di Kabupaten

Magelang, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini

Tabel 1. Luasan, Produksi, dan Provitas Tanaman Padi di Kabupaten Magelang Jawa

Tengah

Luas, Produksi, dan Provitas Jumlah

Luas Lahan Sawah (ha) 28.801

Luas Tanam (ha) 59.364

Produksi Padi (ton GKG) 354.997

Rata-rata Provitas (ton/ha) 5,98 Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan dalam Kabupaten Magelang,

2015

Page 187: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 172

Evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang

Kabupaten Magelang dijadikan sebagai salah satu wilayah kajian evaluasi pelaksanaan

LP2B karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah pertanian di Jawa Tengah sehingga

diharapkan pelaksanaan LP2B menjadi salah satu prioritas pembangunan di daerah ini.

Adapun hasil evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Hasil Evaluasi LP2B di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Page 188: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 173

Page 189: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 174

Page 190: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 175

Page 191: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 176

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

Berdasarkan hasil diskusi dengan key informan, baik dari Bappeda maupun Dinas

Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Magelang Jawa Tengah, maka

dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan LP2B di daerah

seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dan Definisi Faktor Berpengaruh terhadap Penerapan LP2B

No Faktor Definisi Faktor

1. Pedoman LP2B Pemetaan sawah-sawah di Kabupaten Magelang

2. Insentif dan Disinsentif

Belum mampunya daerah untuk memberikan insentif

ataupun disinsentif

3. Peta Dasar Pemakaian air

4. Sosialisasi LP2B Sosialisasi ke kelompok tani masih terbatas

5. Koordinasi LP2B Sarana dan prasarana usaha tani yang belum

maksimal terutama irigasi

6. Kelembagaan LP2B

Guna mengetahui hubungan antar faktor, maka disusunlah matrik hubungan antar faktor

yang menjelaskan kausal loop yang saling pengaruh-mempengaruhi. Penetapan angka di

dalam matrik ditentukan oleh derajat antar hubungan. Penentuan penilaian kekuatan

hubungan dilakukan oleh key informan yang dilakukan berdasarkan hasil diskusi. Adapun

hasil penentuan nilai hubungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 192: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 177

Tabel 4. Matrik Hubungan Antar Faktor

No Elements 1 2 3 4 5 6

Activive

Sum

Degree of

Interr

(AS) (PS*AS)

1 Pedoman LP2B 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 10.0 100.0

2 Insentif dan

Disinsentif 2.0 0.1 2.0 1.0 1.0 6.1 40.3

3 Peta Dasar 2.0 0.1 2.0 1.0 2.0 1.0 8.1 69.7

4 Sosialisasi LP2B 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 10.0 80.0

5. Koordinasi LP2B 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 10.0 80.0

6. Kelembagaan LP2B 2.0 0.5 0.5 1.0 1.0 5.0 6.3

Passive sum (PS) 10.0 6.6 8.6 8.0 8.0 8.0

Activity ratio (AS/PS) 1.0 0.9 0.9 1.3 1.3 10.0

Langkah selanjutnya dari analisis PSA ini adalah penentuan posisi faktor di dalam

diagram. Penentuan posisi faktor di dalam akan menentukan sejauh mana faktor tersebut

berpengaruh di masa yang akan datang. Penentuan posisi faktor ditentukan dengan

menghitung derajat hubungan dan rasio aktivitas. Kedua hasil analisis tersebut akan

membentuk titik koordinat satu sama lainnya, di mana titik koordinat tersebut akan

menentukan posisi dari faktor tersebut. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh atas Pelaksanaan LP2B di Kabupaten

Magelang

Sympton Critical Element

Motor/Lever Buffer

1

4 3 5

2

6

Page 193: Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 178

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori Symptom adalah Insentif dan disinsentif

serta peta dasar. Faktor ini dapat menjadi pemicu atau mempengaruhi faktor lainnya

sehingga dapat memunculkan masalah baru dalam sistem.

2. Adapun faktor yang masuk dalam ketegori Critical element adalah Sosialisasi dan

koordinasi LP2B. Faktor ini sebagai akselelator dan katalisator terhadap sistem tetapi

faktor ini harus dipahami secara detail karena dapat berubah sewaktu-waktu tidak

sesuai dengan yang diharapkan atau memiliki efek samping.

3. Satu faktor berada di antara critical element dan symptom, yaitu Pedoman LP2B.

Faktor ini bisa berpengaruh ataupun sebagai akselertor dan katalisator bagi sistem

4. Faktor yang masuk kategori motor/lever adalah kelembagaan LP2B. Faktor ini

diprediksi dapat mempengaruhi faktor lainnya