perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi wina tahun 1961

40
PERLINDUNGAN TERHADAP WAKIL DIPLOMATIK MENURUT KONVENSI WINA TAHUN 1961 (STUDI KASUS TEWASNYA DUTA BESAR AMERIKA SERIKAT DI LIBYA) A. Latar Belakang Masalah Saling membutuhkan antara bangsa-bangsa diberbagai lapangan kehidupan yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut. karena kebutuhan antar bangsa yang sifatnya timbal balik maka kepentingan untuk memelihara hubungan tersebut merupakan kepentingan bersama. 1 Tidak ada satupun di dunia yang dapat membebaskan diri dari keterlibatannya dengan negara lain, karena adanya kepentingan sosial, ekonomi, politik, maupun budaya terlebih lagi bagi negara-negara yang baru lahir dan negara yang 1 Mochtar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm 117 1

Upload: yenisutriya

Post on 05-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

studi kasus tewasnya Dubes AS di Libya

TRANSCRIPT

Page 1: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

PERLINDUNGAN TERHADAP WAKIL DIPLOMATIK MENURUT

KONVENSI WINA TAHUN 1961 (STUDI KASUS TEWASNYA DUTA

BESAR AMERIKA SERIKAT DI LIBYA)

A. Latar Belakang Masalah

Saling membutuhkan antara bangsa-bangsa diberbagai

lapangan kehidupan yang mengakibatkan timbulnya hubungan yang

tetap dan terus menerus mengakibatkan timbulnya kepentingan

untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut. karena

kebutuhan antar bangsa yang sifatnya timbal balik maka kepentingan

untuk memelihara hubungan tersebut merupakan kepentingan

bersama.1 Tidak ada satupun di dunia yang dapat membebaskan diri

dari keterlibatannya dengan negara lain, karena adanya kepentingan

sosial, ekonomi, politik, maupun budaya terlebih lagi bagi negara-

negara yang baru lahir dan negara yang sedang berkembang dengan

maksud untuk bernegosiasi dengan negara lain sebagai pencapaian

suatu tujuan. Oleh karena itu diperlukan suatu aturan untuk

menuntaskan segala masalah yang timbul dalam hubungan antar

negara tersebut. Maka lahirlah hukum Internasional yang bertujuan

untuk membina masyarakat Internasional yang bersih dari segala hal

yang dapat merugikan negara, dengan demikian dapat mempererat

1 Mochtar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm 117

1

Page 2: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

terjalinnya hubungan Internasional secara sehat, dinamis, dan

harmonis.

Hukum Internasional merupakan sekumpulan kaedah hukum

yang terdiri dari prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan

internasional yang mengatur hubungan antara subjek-subjek hukum

Internasional, menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta

membatasi hubungan yang terjadi antara subjek hukum tersebut

dengan masyarakat sipil.

Dalam memenuhi kepentingan dan cita-cita suatu negara

maka diciptakan suatu hubungan yakni membuka hubungan

diplomatik. Untuk memudahkan proses interaksi tersebut maka

setiap negara mengirim perwakilan-perwakilan mereka ke negara

lain berdasarkan prinsip timbal balik (respirocity), sebagai

penghubung kepentingan antar negara untuk berunding dengan

negara lain dalam rangka memperjuangkan dan mengamankan

negaranya masing-masing disamping mewujudkan kepentingan

bersama.

Dengan meluasnya hubungan diplomatik tersebut maka tidak

menutup kemungkinan suatu negara akan mempunyai hubungan

lebih dari satu negara saja namun hampir seluruh negara di dunia.2

Dalam menjalin dan mengembangkan hubungan dengan negara

lainnya maka harus berdasarkan atas prinsip persamaan hak serta

2 Edy Suryono, Perkembangan Hukum Diplomatik, Mandar Madju, Bandung, 1992, hlm. 3

2

Page 3: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

perdamaian antar negara seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 ayat

(2) piagam PBB dan juga pembukaan Konvensi Wina 1961 tentang

hubungan diplomatik, yaitu:

“mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa-bangsa berdasarkan penghargaan atas prinsip-prinsip persamaan hak dan hak untuk menentukan nasib sendiri, dan mengambil tindakan-tindakan lain untuk memperteguh perdamaian universal”.3

Awalnya pelaksanaan hubungan diplomatik antar negara

didasarkan pada prinsip kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik

negara. Kebiasaan tersebut lahir dengan diakuinya duta yang dikirim

bangsa lain ke suatu negara untuk mewakili bangsa dan

pemerintahnnya, sehingga pihak penerima tidak dapat mencampuri

urusannya. Prinsip kebiasaan tersebut berkembang sangat pesat,

hampir seluruh negara di dunia melakukan hubungan internasional

berdasarkan pada prinsip tersebut. Karena semakin pesatnya

penggunaan prinsip tersebut yang dianut oleh negara di dunia maka

prinsip ini menjadi kebiasaan internasional yang merupakan

kebiasaan yang dapat diterima umum sebagai hukum oleh

masyarakat internasional. Oleh karena itu hukum Internasional

dibidang hubungan diplomatik dan konsuler menjadi pedoman bagi

negara-negara dalam melaksanakan hubungannya dengan negara-

negara lain. Negara-negara di dunia juga melakukan usaha untuk

mengkodifikasi hukum diplomatik dan konsuler tersebut, hingga

pada tahun 1961 kodifikasi hukum diplomatik mencapai puncaknya,

3 Pasal 1 ayat (2) Piagam PBB dan Pembukaan Konvensi Wina tahun 1961

3

Page 4: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

dengan ditandatanganinya The Vienna Convention on Diplomatic

Relation.

Pada abad ke-16 dan 17 dalam pergaulan masyarakat, negara

sudah dikenal semacam misi-misi konsuler dan diplomatik dalam

arti yang sangat umum seperti yang dikenal dikenal sekarang.

Praktik dan kebiasaan itu kemudian dirumuskan dalam sejumlah

peraturan yang lambat laun menjadi hukum tertulis yang kemudian

dikenal dengan hukum diplomatik dan konsuler. Sejak kongres wina

1815, para anggota diplomatik diberikan penggolongan dan tatacara

sementara telah dibicarakan, namun tidak ada satupun yang berusaha

untuk merumuskan prinsip-prinsip dalam hubungan diplomatik

dalam suatu kodifikasi yang dapat diterima oleh masyarakat

internasional. Kongres tersebut hanya didasarkan atas kebiasaan-

kebiasaan hukum internasional yang juga diambil dari praktik

negara-negara. Penggolongan pangkat diplomatik telah disetujui

dalam kongres wina kemudian mengalami perubahan dengan

diubah dan disempurnakannya protokol aix-la-chapelle. Dalam

konvensi wina tersebut penggolongan Kepala Perwakilan

Diplomatik ditetapkan sebagai berikut:

1. Duta-duta besar dan para utusan (Ambasadors and legats)

2. Menteri Berkuasa Penuh dan Duta Luar Biasa (minister

Plenipotentiary and Envoys Extraordinary)

3. Kuasa Usaha (Charge d’ affaires)4

4 T. May Rudi, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung : 2006, hlm. 65

4

Page 5: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

Sedangkan didalam kongres Aix-la-Chapelle 1818, penggolongan

tersebut telah ditambahkan lagi dengan Minister Resident sebagai

golongan ketiga. Sebenarnya kongres Wina ini dilihat dari segi

substansi, ptaktis tidak mengubah apa-apa terhadap praktik yang

sudah ada sebelumnya, yang jelasnya hanya sebagai upaya positif

mengkodifikasi praktik-praktik negara-negara dalam bidang

hubungan diplomatik menjadi hukum tertulis, sehingga lebih

terjamin kepastiannya bagi negara-negara yang melaukan hubungan

diplomatik.5

Dalam kerangka LigaBangs-Bangsa diupayakan kodifikasi yang

sesungguhnya. Namun, hasil-hasil yang dicapai oleh Komisi ahli

ditolak oleh Dewan Liga Bangsa-Bangsa. Alasannya yaitu belum

waktunya untuk merumuskan kesepakatan global mengenai hak-hak

istimewa dan kekebalan diplomatik yang cukup kompleks. Oleh

karena itu masalah tersebut tidak dimasukkan kedalam Konferensi

Deen Haag. Disamping itu di Havana dalam konverensi ke-6

Negara-Negara Amerika (OAS) menerima Convention On

Diplomatik Officers yang diratifikasi oleh negara-negara Amerika

kecuali Amerika Serikat yang hanya menandatangani kerena

menolak ketentuan yang menyetujui pemberian suaka politik.

Pada tahun 1974, komisi hukum internasional yang dibentuk

oleh majelis umum PBB (GA. Res. 174 II/1947) menetapkan topik

5 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik teori dan kasus, Alumni, Bandung: 2013,hlm. 6-7

5

Page 6: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

pembahasan yang termasuk didalamnya mengenai hubungan

diplomatik dan kekebalan-kekebalan. Namun pembahasan mengenai

hubungan diplomatik tidak mendapatkan perioritas. Selanjutnya

sering terjadi insiden hubungan diplomatik sebagai akibat perang

dingin, dan dilanggarnya ketentuan-ketentuan mengenai hubungan

diplomatik. Pada tahun 1954 komisi mulai membahas masalah-

masalah hubungan dan kekebalan diplomatik dan sebelum akhir

1959 Majelis Umum melalui resolusi 1450 (XIV) memutuskan untuk

menyelenggarakan suatu Konferensi Internasional untuk membahas

masalah-masalah dan kekebalan-kekebalan diplomatik. Konfrensi

tersebut dengan nama The United Nations Conference of Diplomatic

Intercource and Imunites mengadakan sidangnya di Wina dari

tanggal 2 Maret sampai 14 April 1961. Konvensi tersebut diterima

oleh 27 negara dengan 52 pasal dan 2 protokol. Tiga tahun kemudian

konvensi tersebut mulai berlaku dan sekarang hampir seluruh negara

di dunia telah meratifikasi konvensi tersebut.6 Konvensi Wina 1961

tentang Diplomatic Relation memberikan landasan hukum

(Internasional) yang kuat dan tepat bagi negara-negara untuk

menjalin dan meningkatkan hubungan antar negara dalam rangka

memenuhi nation interest mereka dan menjaga perdamaian dunia

dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (human rights).7

6 Boer Mauna, Hukum Internasional, Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, P.T. Alumni, Bandung, 2000, hlm. 512

7 Syafrinaldi, Hukum Internasional Antara Harapan Dan Kenyataan, UIR Press, Pekanbaru, 2000, hlm. 54

6

Page 7: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

Secara umum diakui bahwa dalam melaksanakan hubungan

diplomatik setiap negara mempunyai right of legation. Hak legasi ini

ada yang aktif dan ada yang aktif. Hak legasi yang aktif yaitu hak

suatu negara untuk mengakreditasikan wakilnya ke negara lain dan

hak legasi pasif yaitu kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara

asing.akan tetapi hak legasi ini secara berangsur-angsur telah

ditinggalkan oleh karena itu, hukum internasional tidak

mengharuskan suatu negara membuka hubungan diplomatik dengan

negara lain, seperti juga tidak ada keharusan untuk menerima misi

diplomatik asing disuatu negara. Demikian juga suatu negara tidak

mempunyai hak meminta negara lain untuk menerima wakil-

wakilnya. Seperti ditegaskan dalam pasal 2 Konvensi Wina tahun

1961:

“The establishment of diplomatic relations between states, and of

permanent diplomatic mission, take place by mutual consent”.8

Dalam hal ini dalam melakukan hubungan diplomatik dengan

negara-negara di dunia haruslah berdasarkan kesepakatan bersama.

Kesepakatan ini biasanya diumumkan dalam bentuk resmi seperti

komunike bersama, perjanjian persahabatan, dan lain-lain. Prinsip

kesepakatan bersama yang terdapat dalam konvensi merupakan hasil

kompromi rasional yang sepenuhnya sesuai dengan prinsip bahwa

setiap pembatasan kedaulatan harus disetujui negara yang

bersangkutan.

8 Pasal 2 Konvensi Wina tahun 1961

7

Page 8: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

Dalam konvensi wina pembukaan dan penerimaan wakil

diplomatik adalah hal yang berbeda, sebuah negara bisa saja

membuka hubungan diplomatik, tetapi belum tentu negara tersebut

dapat menerima perwakilan diplomatik yang tetap. Pembukaan

hubungan diplomatik ini juga terkait dengan pengakuan terhadap

suatu negara. Dalam hukum internasional tidaklah dapat dipaksakan

suatu negara untuk mengakui sebuah negara lain, oleh karena itu

penolakan terhadap wakil-wakil diplomatik adalah hal yang biasa

dilakukan. Dalam praktiknya suatu negara memberi pengakuan

terlebih jadi atas berdaulatnya suatu negara yang lain kemudian

membuka hubungan diplomatik, dan dapat juga terjadi pembukaan

hubungan diplomatik merupakan pengakuan terhadap suatu negara.

Bila dua negara telah mencapai kesepakatan untuk membuka

perwakilan diplomatik maka yang harus ditentukan selanjutnya

adalah tingkat perwakilan yang dibuka oleh masing-masing negara.

Dalam konvensi Wina 1961 pasal 14 penetapan tingkat-tingkat

perwakilan diplomatik sebagai berikut:

1. Para duta besar atau nuncios yang diakreditasikan kepada kepala

negara dan para kepala perwakilan lain yang sama pangkatnya

2. Para utusan, duta dan internuncios yang diakreditasikan kepada

kepala negara

3. Para kuasa usaha yang diakreditasikan kepada menteri luar

negeri.

8

Page 9: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

Sebagian besar perwakilan diplomatik dipimpin oleh envoys

extraordinary atau minisers seperti yang terdapat dalam klasifikasi

pejabat diplomatik dalam Konvensi Wina 1815, tetapi semenjak

tahun 1960-an terdapat perubahan hampir semua perwakilan

diplomatik di dunia berstatus kedutaan besar dan dipimpin oleh

seorang duta besar. Pengangkatan seorang duta besar biasanya

dilakukan atas nama kepala negara. Calon-calon duta besar diajukan

oleh menteri luar negeri kepada kepala negara untuk mendapatkan

persetujuannya. Cara-cara memilih calon-calon tidak selalu sama

bergantung pada sistem dan praktik yang berlaku disuatu negara.

Dapat dilakukan pemilihan calon ditentukan oleh kabinet atau

dilakukan oleh kementerian luar negeri saja setelah memperhatikan

berbagai faktor. 9

Salah satu prinsip negara beradab dalam hukum Internasional

adalah dengan memberikan perlindungan terhadap orang asing.

Orang asing harus diperlakukan sesuai dengan perilaku internasional

terhadap hak-hak dasar manusia. Dasar prinsip ini adalah “Universal

Respect for and Observance of Human Rights and Fundamental

Freedom” sebagaimana dicantumkan dalam pasal 1 ayat (3) Piagam

PBB dan bertujuan untuk menjamin pemberian perlindungan dengan

kepentingan-kepentingan hukum tanpa membedakan warga negara.10

9 Boer Mauna, Op. Cit, hlm. 524-52710 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 113

9

Page 10: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

Konvensi Wina 1961 sebagai pengakuan adanya wakil-wakil

diplomatik oleh semua negara-nagara, maka konvensi ini

merupakan faktor penting dalam melaksanakan hubungan diplomatik

kerena konvensi tersebut telah dapat menyusun prinsip-prinsip

hukum diplomatik khususnya mengenai kekebalan dan keistimewan

diplomatik yang mutlak diperlukan oleh semua negara Setiap negara

yang menjadi peserta konvensi harus tunduk dan patuh pada

peraturan-peraturan yang terdapat dalam konvensi baik secara

keseluruhan maupun sebagian. Akibat dari adanya perbedaan-

perbedaan pandangan yang bertentanagan mengenai dilaksanakan

atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian

Internasional oleh keduan negara akan menimbulkan sengketa.

Perlindungan terhadap suatu wilayah kedutaan disuatu negara

merupakan salah satu dari kekebalan dan keistimewaan hukum

diplomatik. Kekebalan dan keistimewaan hukum diplomatik ini tidak

hanya menyangkut pada wilayah kedutaan saja tetapi juga mencakub

kekebalan dan keistimewaan pejabat diplomatik. Pemberian

kekebalan dan keistimewaan tersebut bertujuan untuk memperlancar

dan memudahkan kegiatan-kegiatan para pejabat diplomatik dan

bukan atas pertimbangan-pertimbangan lain. Kekebalan dan

keistimewaan diplomatik tidak saja dinikmati oleh para kepala

perwakilan (seperti duta besar, duta atau kuasa usaha), tetapi juga

10

Page 11: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

oleh anggota keluarganya yang tinggal bersamanya, termasuk para

diplomat lainnya yang menjadi anggota perwakilan. 11

Kedutaan merupakan kedudukan resmi perwakilan diplomatik

dari negara lain yang perlindungan terhadap wilayahnya menjadi hal

yang sangat penting untuk dibicarakan karna Para pejabat diplomatik

yang dikimkan oleh suatu negara ke negara lainnya telah dianggap

sifat suci yang khusus, gedung kedutaan sendiri telah memiliki

kekebalan yang diakui oleh negara-negara yang melakukan

hubungan diplomatik. Kekebalan terhadap kedutaan meliputi gedung

perwakilan, lingkungan dalam perwakilan maupun lingkungan luar

perwakilan, selain itu kantor perwakilan atau kedutaan diluar negeri

tidak boleh dimasuki oleh pejabat-pejabat dari negara penerima

secara sembarangan tanpa persetujuan dari perwakilan diplomatik.

Sehingga negara negara penerima wajib menjaga ketenteraman

setiap pejabat-pejabat diplomatik. Untuk menunjukkan totalitas

kekebalan dan keistimewaan diplomatik, sering digunakan istilah

exterritoriality atau extra-territoriality. Istilah ini mencerminkan

kenyataan bahwa para pejabat-pejabat diplomat hampir dalam segala

hal harus diperlakukan sebagaimana mereka tidak dalam berada

dalam wilayah negara penerima. Sifat exterritoriality itu diberikan

kepada para pejabat-pejabat diplomatik oleh hukum nasional negara

penerima yang didasarkan adanya keperluan bagi mereka untuk

menjalankan tugasnya bebas dari juridiksi, pengawasan negara

11 Boer Mauna, Op. Cit, hlm 584

11

Page 12: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

setempat. Gedung yang dipergunakan oleh sutu perwakilan

diplomatik, baik gedung itu milik negara atau kepala perwakilan

maupun disewa dari perorangan, biasanya dianggap tidak dapat

diganggu gugat oleh para penguasa negara penerima, dibebaskan

dari perpajakan, kecuali bagi pajak-pajak dalam bentuk biaya

pelayanan khusus seperti tarif air dari PDAM (Perusahaan Daerah

Air Minum).12 Suatu kewajiban yang bagi negara setempat untuk

mencegah setiap setiap serangan yang ditujukan kepada seseorang,

kebebasan dan kehormatan para diplomat, serta untuk melindungi

gedung perwakilan diplomatik. Adanya pemberian kekebalan dan

keistimewaan diplomatik bagi para pejabat diplomatik merupakan

pemberian yang dianggap sudah menjadi kebiasaan hukum

Internasional, sesuai dengan aturan-aturan kebiasaan dalam hukum

Internasional. Kekebalan-kekebalan tersebut sering diberikan secara

jelas dalam hukum dan peraturan-peraturan negara penerima.

Sehubungan dengan hal tersebut terdapat tiga teori mengenai

landasan hukum pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik

yaitu: teori eksterritorialitas, teori representatif, dan teori kebutuhan

fungsional.13

Kekuatan Konvensi Wina adalah diterimanya prinsip

resiprositas yang telah merupakan sanksi efektif dan tetap atas

ketaatan terhadap ketentuan-ketentuan konvensi. Tiap negara

12 Sumaryono Suryokusumo, Op Cit, hlm. 5313 Syahmin, AK., Hukum Diplomatik dalam kerangka studi analisis, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm. 19

12

Page 13: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

sekaligus merupakan negara pengirim dan penerima, bila suatu

negara lalai dalam memberikan hak-hak istimewa dan kekebalan

atau perlindungan terhadap wakil-wakil negara asing, maka

negara asing tersebut diperkirakan akan mengambil sikap yang

sama.

Kelalaian dan dan kegagalan negara penerima dalam

memberikan perlindungan diplomatik merupakan pelanggaran

terhadap ketentuan konvensi. Oleh karenanya negara penerima

wajib bertanggung jawab atas terjadinya hal yang tidak

menyenangkan tersebut. Kelalaian dan kegagalan tersebutlah

yang akhirnya memunculkan tanggung jawab tersendiri yang

dikenal sebagai pertanggung jawaban negara. Oleh karena itu

penting bagi suatu negara untuk memberikan perlakuan yang

baik kepada perwakilan diplomatik dari negara asing agar wakil

diplomatik di negara lain juga mendapat perlakuan yang sama.

Meningkatnya sejumlah kejahatan serius yang dilakukan

terhadap perwakilan diplomatik dan misi-misi diplomatik,

seperti pembunuhan dan penculikan para putusan serta

serangan-serangan yang diajukan terhadap gedung-gedung

kedutaan, menyebabkan dilakukannya pengesahan oleh PBB

atas konvensi tentang pencegahan dan penghukuman atas

kejahatan-kejahatan terhadap orang-orang yang dilindungi

secara Internasional termasuk wakil-wakil diplomatik.14

14 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh 2, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 568

13

Page 14: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

Namun dalam prakteknya diberbagai tempat masih terus

sering terjadi gangguan dan serangan oleh berbagai kelompok

tertentu. Salah satu contoh perlakuan yang tidak menyenangkan

adalah insiden demo yang dilakukan warga Libya dikantor

perwakilan diplomatik Amerika Serikat yang ada di Benghazi,

Libya yang mengakibatkan tewasnya Duta Besar Amerika Serikat

dan tiga Staffnya, Pada 11 september 2012 lalu. terjadi pengeboman

melalui roket di gedung Konsulat Amerika Serikat di timur kota

Benghazy, Libya. Peristiwa ini merupakan aksi protes sekelompok

masyarakat Libya tepatnya terhadap sebuah film berjudul “innocence

of Moeslem” yang melecehkan Nabi Muhammad SAW. Film

tersebut diproduksi oleh seseorang keturunan Mesir yang menjadi

warganegara Amerika Serikat. Duta besar Amerika Serikat,

Christopher Stevens adalah satu dari empat pejabat Amerika Serikat

yang tewas dalam demonstrasi rakyat Libya tersebut

Insiden atas kematian Duta Besar Amerika di Libya merupakan

masalah yang beterkaitan dengan ketidak patuhan terhadap konvensi

Wina 1961 kerena negara Libya sebagai negara penerima telah lalai

dalam memberikan perlindungi terhadap hak dan kekebalan wakil

diplomatik Amerika Serikat.

Dari uraian diatas mengenai pelanggaran terhadap perwakilan

diplomatik, penulis tertarik untuk menulis penelitian yang berjudul

14

Page 15: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

PERLINDUNGAN TERHADAP WAKIL DIPLOMATIK

MENURUT KONVENSI WINA TAHUN 1961 (STUDI KASUS

TEWASNYA DUTA BESAR AMERIKA SERIKAT DI LIBYA)

B. Masalah Pokok

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah

terkait dengan permasalahan tersebut adalah:

1. Bagaimana perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut

Konvensi Wina tahun 1961?

2. Bagaimana pertanggung jawaban negara Libya terhadap

tewasnya duta besar Amerika Serikat di Libya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan adanya skripsi ini diharapkan adanya suatu kondisi

yang baik, adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui perlindungan terhadap wakil diplomatik

menurut Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan

Diplomatik

2. Untuk mengetahui kasus tewasnya Duta Besar Amerika

Serikat di Libya

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban negara Libya atas

tewasnya Duta Besar Amerika Serikat di Libya

15

Page 16: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

Sedangkan manfaat yang ingin dicapai Peneliti adalah bahwa

peneliti berharap penelitian ini memiliki manfaat praktis maupun

manfaat akademis bagi mahasiswa maupun masyarakat umum yang

berminat terhadap masalah-masalah diplomatik:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan dalam bidang hukum

diplomatik khususnya dalam bidang perlindungan

terhadap wakil diplomatik

b. Agar dapat menerapkan ilmu hukum secara teoritis

dibangku perkuliahan dan menghubungkannya

dengan kenyataan yang ada dilapangan.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan akan bermanfaat bagi perkembangan

hukum diplomatik di Indonesia

b. Menjadi bahan referansi oleh pembaca, baik

mahasiswa, maupun dosen ataupun masyarakat umum

sehubungan masih kurangnya literatur berkaitan

dengan hukum diplomatik khususnya dalam bidang

perlindungan terhadap wakil diplomatik.

D. Tinjauan Pustaka

Hukum Internsional diartikan sebagai himpunan dari

peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta

16

Page 17: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

mengatur hubungan antar negara-negara dan subjek-subjek hukum

lainnya dalam kehidupan masyarakat Internasional. Dengan

berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi meningkat

pula hubungan kerjasama dan saling ketergantungan antar negara,

muncul oragnisasi-organisasi internasional dalam jumlah yang

sangat banyak telah menyebabkan ruang lingkup hukum

Internasional menjadi luas. Hukum Internasional publik mengatur

hubungan antar negara dan subjek-subjek hukum lainnya. Mengingat

bahwa yang memuat Hukum Internasional adalah negara-negara,

baik melalui kebiasaan-kebiasaan maupun hukum tertulis dan

sekaligus merupakan pengawas dari pelaksanaan hukum tersebut.15

Terbentuknya hukum kebiasaan-kebiasaan Internasional merupakan

hasil dari praktek-praktek tindakan sama negara-negara dalam

menyelesaikan suatu persoalan yang dilakukan secara konstant

secara universal tanpa adanya tentangan. Hukum Kebiasaan-

kebiasaan tersebut salah satunya adalah Hubungan Diplomatik.

Diplomatik merupakan perundingan, yang didalamnya

mengandung pengertian atau makna untuk menyusun dan mencari

kesepakatan-kesepakatan bersama didalam berbagai bidang antara

dua negara atau lebih. Perundingan tersebut merupakan kegiatan

diplomatik untuk saling memberi, menerima, dan saling

menguntungkan antara masing-masing pihak. Perwakilan diplomatik

merupakan wakil resmi dari suatu negara yang cukup penting untuk

15 Boer Mauna, Op. Cit. Hlm. 1

17

Page 18: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

memperlancar hubungan internasional.16Agar perwakilan-perwakilan

tersebut dapat menjalankan tugasnya secara bebas dan aman

dinegara penerima maka diberikan hak keistimewaan dan hak

kekebalan hukum. Pemberian hak kekebalan dan hak keistimewaan

tersebut pada hakikatnya merupakan hasil sejarah diplomasi yang

sudah lama sekali dimana pemberian semacam itu dianggap sebagai

kebiasaan internasional.17 Pada zaman weda, orang-orang India kuno

menganggap bahwa utusan negara sebagai figur suci yang tidak

boleh dianiaya.18 Dalam melakukan hubunagan diplomatik tidak

diharuskan suatu negara untuk membuka hubungan diplomatik,

karna untuk membuka hubungan diplomatik haruslah berdasarkan

kesepakatan antar negara. Setiap negara mempunyai hak aktif

maupun hak pasif. Hak passif, hak setiap negara penerima untuk

menerima atau menyetujui pembukaan perwakilan. Sebaliknya hak

aktif suatu negara untuk aktif membuka perwakilan di negara lain.

Aktivitas maupun pasivitas tersebut terkait dengan kepentingan

subyektif masing-masing negara.

Dalam ilmu hukum, terutama dalam hukum positif sumber

hukum merupakan nilai yang sangat penting. mengenai sumber

hukum, dapat dibedakan sumber hukum meteriil dan formal.

Mochtar Kusumaatmaja mengatakan sumber hukum materiil berarti

membicarakan dasar berlakunya hukum dan mengapa hukum

16 A. Masyhur Efendi, Hukum Diplomatik Internasional Hubungan Bebas Aktif Asas Hukum Diplomatik Dalam Era Ketergantungan Antar Bangsa, Usaha Nasional, Surabaya, Tanpa Tahun, Hlm. 6517 Jurnal Mahkamah, Vol. 5 No. 1, hlm 85 18 Widodo, Hukum Diplomatik dan Konsuler Pada Era Globalisasi, Laks Bang Justitia, Surabaya:2009, hlm. 122

18

Page 19: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

mengikat. Sedangkan sumber hukum formal merupakan tempat

ditemukannya hukum yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Sumber hukum formal dalam hukum internasional anta lain

perjanjian internasional, sebagaimana ditentukan dalam pasal 38

ayat 1 statuta Mahkama Internasional, mengikat para pihak.19

Status perwakilan diplomatik sudah diakui sejak lampau.

Hal ini dapat diketahui melalui pembukaan konvensi wina tahun

1961 tentang hubungan diplomatik, bahwa :

“People off all nations from ancient time have recognized the status

of diplomatics agens”20

Dalam abad ke-16 dan 17 pada waktu pertukaran duta-duta

besar keistimewaan dan kekebalan diplomatik telah diterima sebagai

praktek-praktek negara dan telah diterima oleh para ahli hukum

internasional bahkan jika terbukti bahwa seorang duta besar telah

terlibat dalam komplotan atau penghianatan melawan kedutaan

negara penerima. Seorang duta dapat di usir tetapi tidak dapat

ditangkat atau diadili. Kemudian pada abad ke 18 aturan mengenai

kekebalan dan keistimewaan diplomatik mulai ditetapkan.21

Tingkatan dalam perwakilan diplomatik ada dua macam,

yakni wakil diplomatik yang dikirimkan untuk melakukan

perundingan-perundingan diplomatik dan wakil diplomatik yang

dikirim untuk menghadiri upacara-upacara kenegaraan, seperi

19 A. Masyhur Efendi, Hukum Diplomatik Internasional Hubungan Bebas Aktif Asas Hukum Diplomatik Dalam Era Ketergantungan Antar Bangsa, Usaha Nasional, hlm. 78-7920 Pembukaan vienna convention on Diplomatic Relations 196121 Sumaryono suryokusumo, Op. Cit, hlm. 26

19

Page 20: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

upacara penobatan, pemakama, perkawinan, atau hari-hari

peringatan.

Dalam proses perkembangan politik internasional lebih

lanjut, adanya gerakan kemerdekaan suatu bangsa, ketidakpuasan

dari sebagian warga negara suatu negara terhadap pemerintahnya

mengakibatkan adanya kekuatan politik baik lokal maupun

regional yang dapat mempengaruhi kedudukan para diplomat,

seringkali keselamatan diplomat terancam jiwanya sampai

disandera atau dihabisi nyawanya.

Libya adalah sebuah negara di Wilayah Afrika Utara, dengan

luas wilayah hampir 1,8 juta square kilometer(700.000 mil).

Libya adalah negara terbesar ke empat di Afrika menurut luas

wilayah, dan ke-17 terbesar di dunia. Libya memiliki cadangan

minyak terbesar ke-10 didunia. Sejarah Libya banyak deiselimuti

dengan perjuangan dan pergolakan, beberapa kali Libya bergolak

karena konflik kepentingan yang tiada henti, diantaranya karena

kandungan minyak yang lebih dinikmati oleh bangsa asing

daripada bangsa Libya sendiri. Sebagai negara yang memiliki

cadangan tertinggi di dunia, banyak negara yang ingin menjalin

kerjasama dengan Libya, salah satu diantaranya adalah Amerika

Serikat.22

22 http://blogs.itb.ac.id/djadja/2012/09/14/sejarahpembebas-libya-negara-yang-terkoyak-dari-jaman-umar-mukhtar-sampai-dengan-muammar-khaddafi/, diakses 06 meret 2015

20

Page 21: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif

dengan bentuk studindokumen yaitu berusaha mengumpulkan

data dan informasi yang berhubungan dengan judul penelitian

yaitu tentang Perlindungan wakil diplomatik menurut konvensi

wina 1961 (studi kasus tewasnya duta besar AS di Libya).

Penelitian dilihat dari sifatnya, maka penelitian ini adalah

bersifat deskriptif yang berarti penelitian bermaksud untuk

memberikan gambaran secara rinci, jelas, dan sistematis tentang

masalah pokok penelitian.

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah data yang terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer

Adalah data pokok bahan yang menjadi dasar penelitian

ini adalah Konvensi wina tahun 1961

b. Bahan Hukum Sekunder

Adalah merupakan data atau bahan-bahan penunjang

yang penulis kimpulkan melalui buku-buku

kepustakaan sebagai bahan hukum primer, terutama

buku-buku dan literatur-literatur hukum lainnya bdan

hasil penelitoian hukum yang lalu sehubungannya

dengan pembahasan dalam penelitian ini.

21

Page 22: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

c. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum tambahan yang mendukung

penelitian ini yang didapat melalui media masa

elektronik (internet) yang berupa website yang

membahas mengenai permasalahan yang akan diteliti

dan memberikan penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder.

3. Analisis Data

Analisis data yang penulis gunakan pada penelitian yang

bersifat normatif ini dengan cara, dari data yang telah penulis

peroleh dan kumpulkan dari bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder serta bahan hukum tersier, kemudian dari data-

data tersebut kemudian penulis ,erangkum dan membuat

pengelompokan berdasarkan jenis buku secara tersusun yang

sistematis yang kemudian diolah selanjutnya disajikan kedalam

bentuk kalimat-kalimat yang sistematis, denagan cara-cara

perbandinagn teori-teori, pendapat-pendapat, para ahli serta

membandingkannya dengan konvensi wina tahun 1961 tentang

hubungan diplomatik . kemudian barulah ditarik kesimpulan

dari apa yang penulis peroleh dengan berpedoman kepada tujuan

tujuan penelitian, adapun hasil dari kesimpulan dari penelitian

ini ditentukan dengan metode induktif, yaitu mengambil hasil

kesimpulan dari hal yang bersifat khusus kepada hal yang

bersifat umum yakni Konvensi wina tahun 1961 tentang

22

Page 23: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

hubungan diplomatik kepada pelanggaran atas tewasnya duta

besar AS di Libya.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN WAKIL

DIPLOMATIK MENURUT KONVENSI WINA TAHUN 1961

(STUDI KASUS TEWASNYA DUTA BESAR AS DI LIBYA)” ini

berisikan empat bab yang berhubunagan antara yang satu dengan

yang lain yang diussun sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Pda bagian ini dibahas tentang latar belakang masalah, maksud dan

tujuan penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan,

agar dapat mengetahui apa yang dicapai dalam penelitian serta

sistematika skripsi untuk memberikan gambaran yang jelas dalam

penulisan skripsi ini.

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTENG PERLINDUNGAN

WAKIL DIPLOMATIK MENURUT KONVENSI WINA

TAHUN 1961(STUDI KASUS TEWASNYA DUTA BESAR AS

DI LIBYA)

Berisikan uraian tentang peristilahan dan pengertian serta pengaturan

perlindungan wakil diplomatik dalam kaitannya dengan hal

hubungan diplomatik, buku-buku serta teori-teori para sarjana yang

23

Page 24: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

dijadikan sumber dalm kebiasaan dalam hukum internasional yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas.

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas tentang perlindungan wakil diplomatik menurut

konvensi wina tahun 1961tentang hubungan diplomatik, dan

pertanggungjawaban negara Libya atas tewasnya duta besar AS di

Libya.

BAB IV PENUTUP

Peneliti membuat kesimpulan dan penelitian setelah dilakukan

analisa-analisa bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan

tujuan serta saran-saran yang bermanfaat bagi ilmu hukum

khususnya.

G. Daftar Pustaka

A. Masyhur Efendi, Hukum Diplomatik Internasional Hubungan

Bebas Aktif Asas Hukum Diplomatik Dalam Era

Ketergantungan Antar Bangsa, Usaha Nasional

Boer Mauna, Hukum Internasional, Hukum Internasional Pengertian

Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, P.T.

Alumni, Bandung, 2000

24

Page 25: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

Edy Suryono, Perkembangan Hukum Diplomatik, Mandar Madju,

Bandung, 1992

J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh 2,

Sinar Grafika, Jakarta

Mochtar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni,

Bandung, 2003

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik teori dan kasus,

Alumni, Bandung: 2013

Syafrinaldi, Hukum Internasional Antara Harapan Dan Kenyataan,

UIR Press, Pekanbaru, 2000

Syahmin, AK., Hukum Diplomatik dalam kerangka studi analisis,

Rajawali Pers, Jakarta, 2008

T. May Rudi, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung :

2006

Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai,

Alumni, Bandung, 2003

Konvensi Wina tahun 1961

Piagam PBB

Jurnal Mahkamah, Vol. 5 No. 1

http://blogs.itb.ac.id/djadja/2012/09/14/sejarahpembebas-libya-

negara-yang-terkoyak-dari-jaman-umar-mukhtar-sampai-

dengan-muammar-khaddafi/

25

Page 26: perlindungan terhadap wakil diplomatik menurut konvensi Wina tahun 1961

26