hukum diplomatik dan konsuler - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/bab 9.pdf ·...

13
HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat membandingkan antara hubungan diplomatik dengan hubungan konsuler. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menyebutkan pengertian Hubungan Diplomatik; 2. Memberikan pengertian Hubungan Konsuler; 3. Menyebutkan hak-hak istimewa dalam Hubungan Diplomatik; 4. Menyebutkan hak-hak istimewa dalam Hubungan Konsuler. BAB IX

Upload: vodung

Post on 19-Jun-2019

258 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat membandingkan

antara hubungan diplomatik dengan hubungan konsuler.

SASARAN BELAJAR (SB)

Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu:

1. Menyebutkan pengertian Hubungan Diplomatik;

2. Memberikan pengertian Hubungan Konsuler;

3. Menyebutkan hak-hak istimewa dalam Hubungan Diplomatik;

4. Menyebutkan hak-hak istimewa dalam Hubungan Konsuler.

BAB IX

Page 2: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

P O K O K B A H A S A N

PENGERTIAN HUKUM DIPLOMATIK

Hukum diplomatik adalah himpunan ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak

istimewa dan kekebalan diplomatik dalam hubungan diplomatik sebagai bagian dari

hukum internasional yang paling mapan dan sudah berkembang dalam kehidupan

masyarakat internasional. Konvensi Wina sebagai sumber hukum diplomatik telah

memberikan inspirasi bagi hampir semua negara-negara di seluruh dunia, dalam

melaksanakan hubungan diplomatik mereka. Banyak kasus dalam peradilan nasional

mendasarkan keputusannya pada Konvensi Wina, walaupun salah satu pihak yang

bersengketa belum menjadi pihak dalam Konvensi ini.

UU NO. 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI

Meningkatnya hubungan dan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara

lain, baik dalam bentuk kerjasama bilateral maupun multilateral, dalam rangka

pelaksanaan hubungan dan politik luar negeri memerlukan adanya pengaturan

mengenai kegiatan hubungan luar negeri tersebut yang jelas, terkoordinasi dan

terpadu serta mempunyai kekuatan hukum.

Untuk itu, Indonesia mengeluarkan Undang-undang tentang Hubungan Luar

Negeri yang mengatur secara menyeluruh dan terpadu mengenai kegiatan

penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri yaitu

Undang-undang No. 37 tahun 1999. Indonesia yang sudah meratifikasi Konvensi Wina

1961 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler,

dan Konvensi tentang Misi-misi Khusus 1969.

Dalam ketentuan umum Undang-undang No. 37 tahun 1999 disebutkan bahwa

Politik Luar Negeri adalah:

Kebijakan, sikap dan langkah Pemerintah Indonesia yang diambil dalam

melakuakan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan subjek

hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional

guna mencapai tujuan nasional.

Ditegaskan juga bahwa hubungan luar negeri dan politik luar negeri Indonesia

didasarkan kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan GBHN dan politik luar

negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif untuk kepentingan nasional. Undang-

undang juga menentukan bahwa bentuk diplomasi yang harus dilakukan untuk

mencapai sasaran yang telah ditetapkan haruslah bersifat kreatif, akti dan antisipatif,

tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan

luwes dalam perdebatan.

Page 3: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

PEMBUKAAN DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK

1. Pembukaan Hubungan Diplomatik

Setiap negara yang merdeka dan berdaulat memiliki hak legasi. Hak legasi ini

adalah hak suatu negara untuk mengirimkan wakilnya ke negara lain (legasi aktif)

dan kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara asing (legasi pasif). Namun

kemudian, praktek negara-negara mulai meninggalkan hak legasi ini, artinya tidak

satu negarapun diharuskan menerima duta besar dari negara lain.

Kemudian ditegaskan dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1961 bahwa pembukaan

hubungan diplomatik antara negara-negara dan pembukaan perwakilan tetap

diplomatik dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Kesepakatan ini biasanya

dituangkan dalam bentuk Komunike Bersama dan Perjanjian Persahabatan.

Penolakan juga dapat dilakukan dengan alasan apapun juga. Hal ini erat kaitannya

dengan pengakuan. Biasanya negara memberikan pengakuan terlebih dahulu, baru

diikuti dengan hubungan diplomatik.

2. Penunjukan Kepala Perwakilan

Pengangkatan duta besar biasanya dilakukan atas nama kepala negara. Calon-

calon duta besar diajukan oleh Menteri Luar Negeri kepada negara utnuk

mendapatkan persetujuannya. Menurut Pasal 29 Undang-undang No. 37 tahun

1999, seorang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh adalah pejabat negara

yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara.

Negara penerima berhak menolak seorang calon dengan dasar perilaku atau

kebijakan professional si calon di masa lalu. Bila telah ditolak, maka negara

penerima tidak harus memberikan alasan mengenai penolakan tersebut.

Penerimaan duta besar (agrément) dapat dicabut kembali dengan syarat bahwa

duta besar yang bersangkutan belum tiba di negara penerima.

3. Tugas-Tugas Perwakilan Diplomatik

Pasal 3 Konvensi Wina menyebutkan tentang tugas-tugas yang harus dilakukan

oleh perwakilan diplomatik, yaitu:

a. Mewakili negara pengirim di negara penerima;

b. Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warganegaranya

di negara penerima dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum

internasional;

c. Melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima;

d. Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan

perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada Pemerintah

negara pengirim;

Page 4: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

e. Meningkatkan hubungan persahabatan antara negara pengirim dengan

negara penerima serta mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan

dan ilmu pengetahuan.

4. Berakhirnya Hubungan Diplomatik

Berakhirnya suatu misi diplomatik dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai

berikut:

c. Adanya pemberitahuan dari negara pengirim kepada negara penerima

bahwa tugas dari pejabat diplomatik itu telah berakhir;

d. Adanya pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim

bahwa negara tersebut menolak untuk mengakui seorang pejabat

diplomatik sebagai anggota perwakilan.

Selain itu ada juga alasan lain yang menyebabkan berakhirnya fungsi diplomatik,

yaitu:

a. Putusnya hubungan diplomatic;

b. Hilangnya negara pengirim atau negara penerima;

PERSONA NON GRATA

Pasal 9 Konvensi Wina mengatur mengenai persona non grata. Penyataan persona

non grata adalah pernyataan dari negara penerima yang dapat diberikan setiap waktu

dan tanpa harus memberikan penjelasan kepada negara pengirim tentang status salah

satu anggota staf diplomatik yang harus dipanggil kembali dan mengakhiri tugasnya di

perwakilan. Selain itu pernyataan persona non grata dapat juda ditetapkan bila negara

pengirim menolak atau tidak mampu dalam jangka waktu yang pantas melakukan

kewajibannya, sehingga negara penerima tidak mengakui pejabat tersebut sebagai

anggota perwakilan.

Tindakan persona non grata biasanya dilakukan terhadap diplomat yang terbukti

melakukan kegiatan spionase, melindungi agen-agen rahasia asing dan membiarkan

mereka melakukan kegiatan-kegitan dengan menggunakan fasilitas perwakilan,

melindungi orang-orang yang dikenakan hukuman, mencampuri urusan dalam negeri

negara penerima, melakukan penyelundupan atau membuat pernyataan-pernyataan

yang merugikan negara setempat.

HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN DIPLOMATIK

1. Dasar Pertimbangan Pemberian Hak-Hak Istimewa Dan Kekebalan

Ada tiga teori mengenai dasar pemberian hak-hak istimewa dan kekebalan

diplomatik di luar negeri. Teori tersebut adalah:

Page 5: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

a. Teori Eksteritorialitas;

Teori ini menganggap seorang pejabat diplomatik seolah-olah tidak

meninggalkan negerinya, walaupun sebenarnya dia berada di luar negeri dan

melaksanakan tugas-tugasnya di sana. Oleh karena seorang diplomat dianggap

tetap berada di negerinya maka ketentuan-ketentuan negara penerima tidak

berlaku kepadanya. Teori ini kurang diterima karena dianggap tidak realistis,

yang hanya didasarkan atas suatu fiksi dan tidak diterima oleh masyarakat

internasional.

b. Teori Representatif;

Bagi pejabat diplomatik dan perwakilan diplomatik mewakili negara

pengirim dan kepala negaranya. Dalam kapasitas yang seperti itu maka pejabat

dan perwakilan diplomatik menikmati hak-hak istimewa dan kekebalan di

negara penerima. Teori ini berasal dari era kerajaan masa lalu dimana negara

penerima memberikan semua hak, kebebasan dan perlindungan kepada

utusan-utusan raja sebagai penghormatan kepada rajanya.

c. Teori Kebutuhan Fungsional;

Menurut teori ini, hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik hanya

didasarkan kepada kebutuhan-kebutuhan fungsional agar para pejabat

diplomatik tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar.

Teori ini kemudian didukung oleh Konvensi Wina 1961, yang dituangkan dalam

Pembukaan Konvensi dengan menyatakan bahwa tujuan hak-hak istimewa dan

kekebalan tersebut bukan untuk menguntungkan orang perorangan tetapi

untuk membantu pelaksanaan yang efisien fungsi-fungsi misi diplomatik

sebagai wakil dari negara.

2. Kekebalan Pribadi Pejabat Diplomatik

Pasal 29 Konvensi Wina menyebutkan bahwa pejabat diplomatik tidak boleh

diganggu gugat, tidak boleh ditangkap dan ditahan. Mereka harus diperlakukan

dengan penuh hormat dan negara penerima harus mengambil langkah-langkah

yang layak untuk mencegah serangan atas diri, kebebasan dan martabatnya.

Perlindungan juga diberikan dengan jaminan kebebasan bergerak dan bepergian di

wilayah negara penerima.

3. Kekebalan Yurisdiksional

Hal yang terpenting dari tidak boleh diganggunya seorang diplomat adalah

haknya untuk bebas dari yurisdiksi negara penerima sehubungan dengan masalah-

masalah kriminal. Kekebalan para diplomat adalah bersifat mutlak dan dalam

keadaan apapun mereka tidak boleh diadili atau dihukum. Bila dia melakukan

tindakan kriminal di negara penerima, maka akan menjadi kebijakan pemerintah

atau kepala perwakilannya untuk menanggalkan kekebalan diplomatik seorang

Page 6: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

diplomat. Bila tidak diadili oleh negara penerima, maka diplomat tersebut akan

bebas sama sekali dari tuntutan hukum. Ia dapat diadili dan dijatuhi hukuman oleh

peradilan negaranya apabila hukum pidana negaranya memberikan wewenang

untuk mengadili dan menghukum kejahatan-kejahatan yang dilakukan warga

negaranya di luar negeri.

4. Pembebasan Pajak

Para pejabat diplomatik tidak membayar pajak di negara penerima karena dari

segi prinsip, pembayaran pajak merupakan kepatuhan dan keterikatan kepada

negara. Pajak hanya dipungut oleh negara terhadap warga negaranya dan orang-

orang asing bukan diplomat yang berdiam di negaranya atas dasar prinsip

kedaulatan teritorial. Tetapi pungutan local atau retribusi yang dilakukan oleh pihak

berwenang harus tetap dibayarkan, seperti pungutan air, listrik, penyaluran kotoran

dan penjagaan malam.

5. Pencabutan Kekebalan

Pasal 32 Konvensi menyatakan bahwa kekebalan dari kekuasaan hukum

pejabat-pejabat diplomatik dan orang-orang yang menikmati kekebalan dapat

ditanggalkan oleh negara pengirim, dan penanggalan kekebalan tersebut harus

dilakukan dengan jelas dan nyata.

HUBUNGAN KONSULER

LEMBAGA KONSULER

1. Pembukaan Hubungan Konsuler

Suatu hubungan konsuler dapat dibuka dengan melakukan kesepakatan-

kesepakatan dengan negara asing. Perwakilan konsuler merupakan dinas publik suatu

negara yang terletak di negara asing, tetapi hanya mengurus masalah-masalah

perdagangan dan pelayaran, bukan masalah yang bersifat politis. Perwakilan konsuler

tidak harus berada di suatu negara yang sudah merdeka, melainkan bisa juga di

wilayah-wilayah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri.

Banyak negara yang membuat perjanjian konsuler dengan menentukan mengenai

lokasi konsulat dan luasnya wilayah operasional konsulat tersebut. Atas alasan

keamanan, negara penerima dapat menolak pembukaan konsulat di tempat-tempat

tertentu.

2. Fungsi Konsuler

Page 7: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

Fungsi seorang konsul terbatas kepada masalah-masalah administrative.

Berdasarkan Pasal 5 Konvensi Wina disebutkan bahwa tugas-tugas konsul adalah:

a. melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warganegaranya

yang berada di negara penerima;

b. memajukan hubungan niaga, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan;

c. mengamati keadaan dan perkembangan di bidang perdagangan, ekonomi,

kebudayaan dan ilmu pengetahuan di negara penerima;

d. mengeluarkan paspor dan surat jalan kepada warganegara pengirim, visa atau

surat-surat lainnya;

e. membantu warganegara pengirim, bertindak sebagai notaries dan pejabat

catatan sipil;

f. melaksanakan hak pengawasan dan pemeriksaan terhadap kapal-kapal negara

pengirim;

g. serta fungsi-fungsi lain yang tidak dilarang oleh hukum dan peraturan negara-

negara penerima.

3. Hak-Hak Istimewa Dan Kekebalan

Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan

kepada para konsulat dengan tujuan untuk memperlancar dan mempermudah

kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka di negara penerima. Adapun kekebalan dan

hak-hak istimewa tersebut diantaranya:

a. Kekebalan terhadap kantor konsuler yang tidak boleh diganggu gugat dan para

petugas negara setempat tidak boleh masuk kecuali dengan izin kepala

perwakilan;

b. Kekebalan alat komunikasi yang bebas digunakan untuk kegiatan resmi

konsuler;

c. Kebebasan berkomunikasi antara konsulat dengan negara pengirimnya;

d. Kekebalan pribadi pejabat konsuler, namun dalam keadaan tertentu pejabat

konsuler tidak kebal terhadap yurisdiksi kriminal;

e. Kekebalan fiscal yang membebaskan kantor-kantor konsuler dari pajak nasional

dan local di negara penerima;

f. Pembebasan dari pajak pribadi;

g. Pembebasan bea masuk terhadap barang-barang yang diimpor oleh perwakilan

konsuler untuk keperluan resmi konsuler.

Page 8: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

R I N G K A S A N

1. Menyebutkan pengertian Hubungan Diplomatik;

Hukum diplomatik adalah himpunan ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak

istimewa dan kekebalan diplomatik dalam hubungan diplomatik sebagai bagian

dari hukum internasional yang paling mapan dan sudah berkembang dalam

kehidupan masyarakat internasional.

2. Memberikan pengertian Hubungan Konsuler;

Perwakilan konsuler merupakan dinas publik suatu negara yang terletak di negara

asing, tetapi hanya mengurus masalah-masalah perdagangan dan pelayaran,

bukan masalah yang bersifat politis. Perwakilan konsuler tidak harus berada di

suatu negara yang sudah merdeka, melainkan bisa juga di wilayah-wilayah yang

belum mempunyai pemerintahan sendiri.

3. Menyebutkan hak-hak istimewa dalam Hubungan Diplomatik;

Pasal 29 Konvensi Wina menyebutkan bahwa pejabat diplomatik tidak boleh

diganggu gugat, tidak boleh ditangkap dan ditahan. Mereka harus diperlakukan

dengan penuh hormat dan negara penerima harus mengambil langkah-langkah

yang layak untuk mencegah serangan atas diri, kebebasan dan martabatnya.

Perlindungan juga diberikan dengan jaminan kebebasan bergerak dan bepergian

di wilayah negara penerima.

Hal yang terpenting dari tidak boleh diganggunya seorang diplomat adalah haknya

untuk bebas dari yurisdiksi negara penerima sehubungan dengan masalah-

masalah kriminal. Kekebalan para diplomat adalah bersifat mutlak dan dalam

keadaan apapun mereka tidak boleh diadili atau dihukum. Bila dia melakukan

tindakan kriminal di negara penerima, maka akan menjadi kebijakan pemerintah

atau kepala perwakilannya untuk menanggalkan kekebalan diplomatik seorang

diplomat. Bila tidak diadili oleh negara penerima, maka diplomat tersebut akan

bebas sama sekali dari tuntutan hukum. Ia dapat diadili dan dijatuhi hukuman oleh

peradilan negaranya apabila hukum pidana negaranya memberikan wewenang

untuk mengadili dan menghukum kejahatan-kejahatan yang dilakukan

warganegaranya di luar negeri.

Para pejabat diplomatik tidak membayar pajak di negara penerima karena dari segi

prinsip, pembayaran pajak merupakan kepatuhan dan keterikatan kepada negara.

Pajak hanya dipungut oleh negara terhadap warga negaranya dan orang-orang

asing bukan diplomat yang berdiam di negaranya atas dasar prinsip kedaulatan

teritorial. Tetapi pungutan local atau retribusi yang dilakukan oleh pihak

Page 9: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

berwenang harus tetap dibayarkan, seperti pungutan air, listrik, penyaluran

kotoran dan penjagaan malam.

4. Menyebutkan hak-hak istimewa dalam Hubungan Konsuler.

a. Kekebalan terhadap kantor konsuler yang tidak boleh diganggu gugat dan para

petugas negara setempat tidak boleh masuk kecuali dengan izin kepala

perwakilan;

b. Kekebalan alat komunikasi yang bebas digunakan untuk kegiatan resmi

konsuler;

c. Kebebasan berkomunikasi antara konsulat dengan negara pengirimnya;

d. Kekebalan pribadi pejabat konsuler, namun dalam keadaan tertentu pejabat

konsuler tidak kebal terhadap yurisdiksi kriminal;

e. Kekebalan fiscal yang membebaskan kantor-kantor konsuler dari pajak

nasional dan local di negara penerima;

f. Pembebasan dari pajak pribadi;

g. Pembebasan bea masuk terhadap barang-barang yang diimpor oleh

perwakilan konsuler untuk keperluan resmi konsuler.

L A T I H A N

Mahasiswa membuat sebuah tabel tentang perbandingan antara hubungan diplomatik

dan hubungan konsuler.

D A F T A R P U S T A K A

Adolf Huala, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada, 1996

Agrawala, S.K., (eds.) Essays on the Law of Treaties. Orient Longman: New Delhi, 1972.

Akehurst, Michael, A Modern Introduction to International Law, 7th edition, Peter Malanczuk, Routledge, New York, 1997

Page 10: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

AM.Wahyudidjafar, Judicial Review: Sebuah Pengantar, http://wahyudidjafar.wordpress.com/

Aust, Anthony, "Modern treaty law and practice", Cambridge University Press, 2000

B. Conforti & A. Labella, Invalidity and Termination of Treaties: the Role of National Courts, EJIL 1, 1990

Bennet, Le Roy. International Organizations, Prentice Hall, Inc. USA, 1995

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, 2003, Alumni, Bandung

Bowett, D.H, The Law of International Institutions, Stevens, London, 1982

Brierly, J.L, The Law of Nations, 6th Edition, Edited by Sir Humpherly Waldock, Oxford, London, 1985

Brownly, Ian. Principles of Publik International Law, Fourth edition, Oxford University Press, 1990

-----------------, Basic Document on International Law. Clarendon Press: Oxford, 1974.

Budiarto, M., Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan atas Hak-Hak Azasi Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980.

Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1989

Churchill, R.R., dan Lowe, A.V. The Law of the Sea, 3th edition, Manchester University Press, 1999

Charter of the United Nations http://www.un.org/en/documents/charter/

Djalal. Hasyim, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Bina Cipta, 1979

Dorman, Peter J., Running Press Dictionary of Law. Philadelphia: Running Press, 1976.

Dunoff, Jeffrey L.International Law: Norm, Actors, Process: A Problem Oriented Approach, 2nd edition. Aspen Publishers, NY. 2006

Drs. R. Poerwanto, SH, MA, M.Si, Praktek Ratifikasi Dalam Organisasi Internasional, 2010.

Page 11: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

Damos Dumoli Agusman, Apa Perjanjian Internasional itu? Beberapa Perkembangan Teori dan Praktek di Indonesia Tentang Perjanjian Internasional, Refleksi Dinamika Hukum, 2008, dapat diakses di http://e-library.kemlu.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=65%3Aapa-perjanjian-internasional-itu&catid=45%3Ae-resources&Itemid=76&lang=en

--------------------------, Status Hukum Perjanjian Internasional dalam Hukum Nasional Republik Indonesia: Tinjauan dan Perspektif Praktik Indonesia, Jurnal Hukum Internasional, Vol. 5 No. 3 April 2008.

Electronic Information System for International Law (EISIL) http://www.eisil.org/

Electronic Legal Resources on International Terrorism (UNODC) https://www.unodc.org/tldb

Elias, T.O. The Modern Law of Treaties, Oceana, Dobbs Fery, NY, 1974

E. Klein, Genocide Convention (Advisory Opinion), EPIL II, 1995

Gautama, Sudargo, Hukum Perdata dan Dagang Internasional. Bandung: Alumni, 1980.

--------------------------, Capita Selecta Hukum Perdata Internasional. Bandung: Alumni, 1983.

--------------------------, Hukum Perdata Internasional Indonesia (Buku Kedelapan). Bandung: Alumni, 1987.

International Court of Justice http://www.icj-cij.org/

International Law Commission (ILC) http://www.un.org/law/ilc/

International Law website http://www.un.org/en/law/

Komar Mike., 1981, Beberapa Masalah Pokok Konvensi Wina Tahun 1969 Mengenai Hukum Perjanjian Internasional, Diktat.

Konvensi Wina Tahun 1969 Tentang Hukum Perjanjian Internasional.

Kusumaatmadja. Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003.

-----------, Bunga Rampai Hukum Laut, Penerbit Bina Cipta, 1978.

Page 12: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para

Kusumo Hamidjojo, Budiono., 1986, Suatu Studi Terhadap Aspek Operasional Konvensi Wina tahun 1969 Tentang Perjanjian Internasional, Binacipta, Bandung.

Konvensi Wina Tahun 1969 Tentang Hukum Perjanjian Internasional.

Konvensi Wina 1986 tentan Perjanjian Internasional Antara Negara dan Organisasi Internasional dan Sesama Organisasi Internasional

Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik

Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler

Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang

Lita Arijati, et al, 2009, Kemungkinan Perjanjian Internasional Di-Judicial Review-Kan, http://treatyroom.blogspot.com,

L. Wildhaber, Treaty Making Power and Constituion: An Interpretational and Comparative Study, 1971.

Page 13: HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER - repository.unimal.ac.idrepository.unimal.ac.id/2108/1/Bab 9.pdf · Konvensi Wina 1963 memberikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan kepada para