perlindungan hukum bagi konsumen terhadap obat …€¦ · kemasan obat tradisional impor,...
TRANSCRIPT
-
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN
TERHADAP OBAT TRADISIONAL IMPOR
(Studi Kasus Shen Long Gingseng Powder)
SKRIPSI
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Disusun Oleh:
Nur Fika
NIM: 1110048000019
KONSENTRASI HUKUM BISNIS
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M / 1435 H
-
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 22 April 2014
Nur Fika
-
v
ABSTRAK
NUR FIKA. 1110048000019. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN
TERHADAP LABEL KEMASAN OBAT TRADISIONAL IMPOR. Konsentrasi
Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap label
kemasan obat tradisional impor, khususnya obat tradisional Shen Long Gingseng
Powder. Pada label kemasan obat Shen Long Gingseng Powder tidak mencantumkan
bahasa Indonesia pada informasi obat dan aturan pakai. Serta setelah dilakukan
pengecekan ulang di web BPOM ternyata nomor registrasi yang tertera pada kemasan
obat tersebut adalah fiktif. Ini sangat jelas bahwa pelaku usaha ataupun produsen
telah melakukan pelanggaran yang sangat membahayakan konsumen. Padahal di
dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah
diatur mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum
normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan, yaitu
penelitian terhadap data data sekunder. Dimana yang dikaji adalah aturan-aturan yang
tertulis dalam undang-undang, norma, ataupun kaidah lainnya.
Adapun hasil penulisan ini yaitu obat tradisional impor yang beredar di
Indonesia harus mencantumkan Bahasa Indonesia di samping bahasa aslinya pada
label kemasannya dan informasi produk merupakan hak dari konsumen yang harus
disediakan oleh pelaku usaha atau produsen.
Kata kunci : perlindungan hukum; konsumen; obat tradisional; impor.
Dosen Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H.
Tahun : 1995 – 2014
-
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’aalamin, penulis menyampaikan segala puji dan syukur
kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
kepada kita semua. Penulis menghaturkan shalawat serta salam senantiasa kita
curahkan kepada Nabi dan Rasul kita Muhammmad SAW, kepada segenap
keluarganya, sahabat serta umatnya sepanjang zaman, yang Insya Allah kita ada di
dalamnya.
Dengan rahmat dan petunjuk penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT. Atas
segala karunia sehingga penulis bersyukur, dengan limpahan dan kasih sayang-Nya,
mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAPOBAT TRADISIONAL IMPOR (Studi
Kasus Shen Long Gingseng Powder)”, sebagai salah satu syarat yang diwajibkan
untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Universitas UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.
Proses perjalanan yang panjang untuk menyelesaikan skripsi ini tidaklah
mudah terdapat banyak hambatan dan rintangan yang penulis temui dan alami. Berkat
ridha-Nya serta doa, kesungguhan hati dan kerja keras, akhirnya penulis sampai titik
proses akhir penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari betapa sederhana karya tulis ini dan jauh dari sempurna.
Namun juga penulis tidak menutup mata akan peran berbagai pihak yang telah
-
vii
banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Perkenankanlah penulis
untuk mengucapkan kata terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. H. JM. Muslimin, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., MH., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Bapak Abu Thamri, S.H, M.Hum selaku sekretaris Program Studi
Ilmu hukum yang telah membantu penulis hingga usai.
3. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., MH., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingannya serta petunjuk dan
arahan yang bermanfaat kepada penulis sampai skripsi ini selesai.
4. Dr.Sherley, M.Si. selaku Direktur Obat Asli Indonesia dan Ibu Tiodora Sirait
selaku kasubag penyuluhan hukum Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
telah memberikan informasi dan pelayanan kepada penulis terkait dengan
penyelesaian penulisan skripsi ini.
5. Pimpinan dan Staf Perpustakan FSH, Perpustakaan Utama, Perpustakaan UI,
Perpustakaan BPOM yang telah memberikan fasilitas peminjaman buku yng
dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua penulis Bapak H.Djadjang Syarif Hidayat,SP.d dan Ibu Hj.
Saryanah, SP.d, yang selalu memberikan motivasi dan doa kepada penulis.
Makasi yaah buat mamah dan ayah, I love you forever.
-
viii
7. Teh Dhiny, Eneng dan Bang Hasqil selaku abang dan kakak yang telah
memotivasi penulis sehingga penulis kuat dan sabar. Dan untuk Bang Zafran yang
menjadi moodboster onty.
8. Wardah Festi Utami selaku responden penulis yang telah meluangkan waktu
untuk dapat diwawancarai oleh penulis.
9. Qomarudin, Ibu Ida, Mas Hamdi, Mas Faqih, Pak Zafrullah dan Mba Dwi yang
selalu mendengarkan keluh kesah penulis dan memberikan pendapat kepada
penulis.
10. Untuk teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan motivasi dan saran
kepada penulis Zia, Zikri, Atik, Norma, Liza, Apri, Defi, Andi, Ninis, Ajeng,
Setyo dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.
11. Untuk teman-teman KKN Lingkar Respect Beni, Arvi, Eel, Dwi dan yang
lainnya yang telah mensupport penulis.
12. Untuk sahabat yang selalu ada untuk mendengarkan keluh kesah penulis yaitu
Oktaria Safitri. Makasi ya Okce atas kritikan dan sarannya.
13. Untuk teman-teman FKMB yaitu Bang Ridwan Darmnsyah, Bang Enji, Iqbal,
Bang Aim, Helmi dan abang mpok lainnya yang sangat membantu penulis yang
telah memberikan link ke BPOM. I love you guys.
14. Untuk teman-teman SD yaitu Wahyu, Ibnu, Dhani, Mas Bewok dan yang lainnya
yang masih selalu mendukung penulis dan menghibur penulis ketika timbul rasa
-
ix
bosan dan malas.
Ahkirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
masih membutuhkan banyak masukan, kritik dan saran lebih lanjut. Dan dengan
segala kerendahan hati penulis menyajikan skripsi ini, dengan harapan semoga dapat
berguna bagi penulis dan para pembaca.
Jakarta, April 2014
Penulis
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING .......................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 4
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ....................................... 5
E. Kerangka Konseptual ............................................................ 6
F. Metode Penelitian ................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 10
BAB II HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ......................... 12
B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ............................ 13
C. Pihak-Pihak dalam Hukum Perlindungan Konsumen ............ 16
D. Hak dan Kewajiban Konsumen .............................................. 19
E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ......................................... 21
F. Tahap-Tahap Transaksi ......................................................... 22
G. Sanksi-Sanksi ......................................................................... 25
-
x
BAB III PROFIL OBAT SHEN LONG GINGSENG POWDER
OLEH BPOM
A. Obat Tradisional Impor
1. Pengertian Obat Tradisional ............................................ 28
2. Peran Label dalam Obat Tradisional Impor ..................... 29
B. Obat Shen Long Gingseng Powder
1. Sejarah Obat Shen Long Gingseng Powder .................... 31
2. Khasiat Obat Shen Long Gingseng Powder ..................... 33
C. Badan Pengawas Obat dan Makanan
1. Pengertian dan Latar Belakang BPOM ........................... 34
2. Fungsi dan Wewenang Badan POM ................................ 35
3. Kode Bahan Pengawas Obat dan Makanan ..................... 36
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN
TERHADAP OBAT TRADISIONAL IMPOR SHEN LONG
GINGSENG POWDER
A. Mekanisme Pemberian Informasi Obat Tradisional Impor .... 38
B. Perlindungan Konsumen Terhadap Label Obat Tradisional
Impor Shen Long Gingseng Powder ...................................... 45
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 53
B. Saran ...................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 007 Tahun 2012, obat
tradisional dapat didefinisikan dengan bahan atau ramuan yang berupa
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral sedian galenik atau bahan campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan
dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan adanya pasar bebas dan persaingan global saat ini, banyak obat
tradisional impor yang beredar di Indonesia yang tidak mencantumkan Bahasa
Indonesia pada label kemasannya. Pentingnya informasi yang akurat dan lengkap
atas suatu barang dan atau jasa mestinya menyadarkan pelaku usaha untuk
menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan/atau jasa yang
berkualitas, aman dikonsumsi atau digunakan, mengikuti standar yang berlaku,
dan dengan harga yang wajar.
Kurang tersedianya informasi tentang obat tradisional impor, dalam hal ini
adalah informasi produk dalam Bahasa Indonesia merupakan salah satu
pelanggaran terhadap hak konsumen. Informasi yang memadai bagi konsumen
untuk memberikan kemampuaan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai
kehendak dan kebutuhan. Disini konsumen dijadikan objektifitas bisnis dari
pelaku usaha melalui kiat iklan, promosi, cara penjualan, penerapan perjanjian-
-
2
perjanjian standar yang dapat merugikan konsumen, bahkan dalam hal yang
ekstrim konsumen dijadikan sasaran penipuan oleh pelaku usaha.1 Hal ini
disebabkan karena kurangnya pendidikan konsumen dan rendahnya kesadaran
akan hak dan kewajibannya.2 Kedudukan konsumen pada umumnya masih
sangat lemah dalam bidang ekonomi, pendidikan dan daya tawar, karena itu
sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang melindungi kepentingan-
kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan.3
Di tahun 2009, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah
Metrojaya menyita lebih dari 100 paket obat tradisional atau jamu impor yang
keseluruhannya tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).4
Setiap obat tradisional impor harus mempunyai label dan sudah terdaftar di
BPOM. Tujuannya agar konsumen tidak ragu dalam memilih suatu obat
tradisional impor serta tidak mengancam kesehatan konsumen.
Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah diatur mengenai
keharusan pelaku usaha dan distributor untuk mencantumkan informasi yang
benar tentang produk yang akan beredar di pasaran. Pada Pasal 8 Ayat (1) huruf
(i) dan huruf (j) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang larangan-
larangan bagi pelaku usaha. Akan tetapi kedua aturan ini pada kenyataannya
1 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara
Serta Kendala Implementasinya, cet. 1, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 15. 2 N. H. T. Siahaan, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk,
(Jakarta : Panta Rei, 2005), hlm. 14. 3Abdul Halim Barakatullah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajin Teoritis dan
Perkembangan Pemikiran (Bandung : Nusa Media, 2008), hlm. 19. 4 Waspadai Jamu China Berbahaya, http://m. log. viva. co. id/news/read/751589-waspadai-
_jamu_china_berbahaya, diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.
-
3
tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Masih banyak obat-obat tradisional
impor yang sama sekali tidak mencantumkan Bahasa Indonesia pada label
kemasannya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tersebut dan berusaha untuk dapat mengembangkan solusi atas
permasalahan di atas dalam skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP OBAT TRADISIONAL
IMPOR (Studi Kasus Shen Long Gingseng Powder)”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat permasalahan mengenai perlindungan konsumen obat
tradisional impor sangat luas maka penulis membatasi penelitian hanya
membahas tentang perlindungan hukum bagi konsumen atas informasi pada
label kemasan obat tradisional impor Shen Long Gingseng Powder.
2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang penulis
ajukan dalam tulisan ini adalah :
a. Bagaimana mekanisme pemberian informasi khususnya pada obat
tradisional impor?
b. Bagaimana perlindungan konsumen terhadap label obat tradisional impor
Shen Long Gingseng Powder yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia ?
-
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah memahami pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-undang ini telah cukup lama di Indonesia, tetapi masih saja
kepentingan konsumen banyak dirugikan. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk lebih memahami hak dan kewajiban yang dimiliki konsumen
dan juga pelaku usaha.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai pemberian informasi khususnya
pada obat tradisional.
b. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen terhadap label
kemasan obat tradisional impor Shen Long Gingseng Powder.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan, yaitu bagi :
a. Teoritis
Sebagai penambahan wawasan tentang produk obat tradisional impor
yang menggunkan label berbahasa Indonesia dan telah lulus uji dari
BPOM.
b. Praktis
Sebagai bahan pertimbangan BPOM dalam pemberian label obat-obatan
tradisional impor di Indonesia.
-
5
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis melakukan kajian pustaka dan
menemukan hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan erat
dengan topik yang akan diteliti oleh penulis, diantaranya :
1. “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN OBAT ATAS
KERUGIAN YANG DITIMBULKAN OLEH IKLAN OBAT YANG
MENYESATKAN : SUATU TINJAUAN BERDASARKAN HUKUM
PERDATA” oleh Rosma Handayani, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Indonesia tahun 1993. Dalam skripsi tersebut membahas mengenai iklan suatu
produk obat dan ditinjau dari aspek hukum perdatanya. Jelas beda dengan apa
yang diteliti oleh penulis yaitu dalam penelitian penulis lebih mendekati obat
tradisional impor yang tidak mencantumkan label berbahasa Indonesia.
2. “PEREDARAN PRODUK PERMEN IMPOR DITINJAU DARI UNDANG-
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN (STUDI KASUS PEREDARAN PRODUK PERMEN WHITE
RABBIT”, oleh Ken Prasadtyo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Indonesia tahun 2009. Skripsi tersebut membahas mengenai perlindungan
konsumen dalam bidang produk pangan, khususnya produk permen impor.
Sedangkan penulis meneliti tentang obat tradisional impor yang tidak
mencantumkan label berbahasa Indonesia pada kemasannya. Jelas titik fokus
yang ditelitinya berbeda.
-
6
E. Kerangka Konseptual
Untuk lebih memahami isi daripada penelitian ini, maka akan diuraikan
beberapa istilah yang akan digunakan dalam penulisan penelitian ini agar tidak
terjadinya interpretasi, sebagai berikut :
1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak aupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Impor adalah kegiatan memasukan barang ke dalam pabean.
6. Label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambaran,
tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan menempelkan
pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.
-
7
7. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah sebuah lembaga di
Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di
Indonesia.
F. Metode Penelitian
Pada bagian ini penulis akan menjelaskan secara rinci tentang hal-hal yang
terkait dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu :
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan, yaitu
penelitian terhadap data sekunder.5 Dimana yang dikaji adalah aturan-aturan
yang tertulis dalam undang-undang, norma, ataupun kaidah lainnya.
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah pada penlitian ini yang menggunakan metode
normatif yaitu tentu saja pendekatan perundang-undangan (statute approach),
karena dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa regulasi
perundang-undangan sebagai pendekatannya6 seperti Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Kepala Badan POM
No. 00.05.41.1384 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar Fitofarmaka, dan peraturan perundang-
undangan yang terkait.
5 Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, cet. I (Jakarta : Tim Pengajar, 2005),hlm. 9.
6 Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, cet.I ( Jakarta : Tim Pengajar, 2005), hlm. 9.
-
8
Selain itu digunakan juga pendekatan studi kasus yang dalam penelitian
penulis menggunakan studi kasus obat Shen Long Gingseng Powder. Setelah
itu penulis anlisis dengan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungn Konsumen dan Peraturan Kepala Badan POM No.
00.05.41.1384 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar Fitofarmaka.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berisi ketentuan hukum
mengikat dan tertulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan
hukum primer berupa Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 Tentang Label Iklan
dan Pangan, Peraturan Badan POM No. 27 Tahun 2013 Tentang
Pengawasan Obat dan Makanan Kedalam Wilayah Indonesia, Peraturan
Kepala Badan POM No. 00.05.41.1384 Tentang Kriteria dan Tata
Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar
Fitofarmaka, serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan obyek
penelitian.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu terutama berupa buku-buku teks bacaan
yang terkait mengenai prinsip dasar dan ilmu hukum. Sumber hukum
-
9
sekunder yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah buku hukum
yang terkait dengan perlindungan konsumen dan obat tradisional.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang bersifat menunjang bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Disini penulis melakukan
wawancara dengan Direktur Obat Asli Indonesia yaitu Ibu Dr. Sherley,
M.Si., Apt, Ibu Tiodora Sirait selaku Kasubag Penyuluhan Hukum dan Ibu
Wardah Festi Utami selaku konsumen obat Shen Long Gingseng Powder.
4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Dari bahan hukum yang telah terkumpul tersebut baik bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier diklasifikasikan
sesuai dengan masalah hukum yang dibahas. Setelah itu bahan hukum
tersebut diuraikan dan diteliti secara sistematis. Dan pengolahan data dapat
dilakukan dengan cara deduktif yakni menarik kesimpulan dari pembahasan
masalah yang ada. Sehingga pertanyaan atas masalah dapat teruraikan dan
terjawab.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunkan teknik pengumpulan data secara
library research (studi kepustakaan). Baik bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah
diklasifikasi untuk dikaji secara komprehensif.
-
10
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-
masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun perinciannya sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan. Pada bab ini memuat latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan (Review) studi terdahulu, kerangka konseptual, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Kerangka Teori. Pada bab ini akan membahas mengenai Pengertian
Hukum Perlindungan Konsumen, asas dan tujuan perlindungan
konsumen, pihak-pihak dalam hukum perlindungan konsumen, hak
dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, tahap-
tahap transaksi dan sanksi-sanksi.
BAB III : Profil Obat Shen Long Gingseng Powder Oleh Badan POM. Pada bab
ini akan membahas mengenai pengertian obat tradisional impor,
peran label dalam obat tradisional impor, sejarah obat shen long
gingseng powder, khasiat dari obat shen long gingseng powder,
pengertian dan latar belakang BPOM, fungsi dan wewenang BPOM,
dan kode bahan pengawas obat dan makanan.
BAB IV : Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Label Kemasan Obat
Tradisional Impor Shen Long Gingseng Powder. Bab ini akan
membahas mengenai mekanisme pemberian informasi obat
-
11
tradisional impor, dan perlindungan hukum bagi konsumen terhadap
label obat tradisional impor Shen Long Gingseng Powder.
BAB V : Penutup. Berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.
-
12
BAB II
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen merupakan dua
bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasannya. Pada intiya hukum
perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang menyatu
dan tidak dapat dipisahkan.1 Baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan
konsumen ternyata belum dibakukan menjadi satu pengertian yang resmi, baik
dalam perundang-undangan maupun kurikulum akademis.
Menurut Az. Nasution hukum konsumen adalah sebagai keseluruhan asas-
asas dan kaidah-kaidah uang mengatur hubungan dan masalah penyediaan
penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunaannya
dalam kehidupan bermasyarakat.2 Sedangkan hukum perlindungan konsumen
adalah keseluruhan asas asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungannya dengan masalah penyediaan dan penggunaan
produk (barang dan/ atau jasa) antara penyedia dan penggunaannya dalam
kehidupan bermasyarakat.3
Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum konsumen adalah
1Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),
hlm. 20-21. 2 Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),
hlm. 22. 3Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),
hlm. 22.
-
13
keseluruhan asas-asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah
antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa
konsumen di dalam pergaulan hidup.
Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak
yang mengadakan hubungan hukum tersebut bermasalah dalam kehidupan
bermasyarakat dan berada dalam kedudukan yang tidak seimbang. Pada
umumnya, kedudukan konsumen lebih lemah daripada kedudukan pelaku usaha.
Pada dasarnya, hukum perlindungan konsumen merupakan usaha untuk
mewujudkan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan kepada sejumlah
asas yang telah diyakini dapat memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan praktis. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
terdapat lima asas perlindungan konsumen yang diatur dalam Pasal 2. Asas-asas
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Asas manfaat
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
-
14
2. Asas keadilan
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberi kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya;
3. Asas keseimbangan
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberi keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual ;
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberi
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Apabila memperhatikan substansi dari Pasal 2 dan penjelasannya tentang
asas-asas perlindungan konsumen terlihat jelas bahwa rumusannya mengacu pada
filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
yang berlandaskan pada falsafah negara Republik Indonesia.
-
15
Selain kelima asas tersebut di atas, UUPK juga merumuskan tujuan
perlindungan konsumen, yang dirumuskan pada Pasal 3 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, terdapat 6 (enam) tujuan dilakukannya perlindungan
konsumen, yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa:
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
5. Membutuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan
keselamatan konsumen.
-
16
C. Pihak-Pihak Dalam Hukum Perlindungan Konsumen
1. Konsumen
Kata konsumen berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yakni consumer,
atau dalam bahasa Belanda, konsument. Konsumen secara harfiah adalah
orang yang melakukan, membelanjakan, atau menggunakan pemakai atau
pembutuh.4 Jika didasakan pada obyek barang dan/atau jasa, maka terdapat
tiga pengertian konsumen, yaitu konsumen dalam arti umum, konsumen
antara, dan konsumen akhir. Konsumen dalam arti umum adalah setiap orang
yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu.
Sedangkan konsumen antara adalah pemakai atau pengguna barang dan/atau
jasa dengan tujuan untuk memproduksi barang dan/atau jasa lain; atau
mendapatkan barang dan/atau jasa itu dengan tujuan dijual kembali. Mereka
yang disebut konsumen antara ini tidak lain adalah pengusaha, baik pengusaha
perorangan ataupun pengusaha swasta ataupun pengusaha publik antara lain
terdiri dari penyedia dana (investor), pembuat produk akhir yang digunakan
konsumen akhir (produsen), atau penyedia atau penjual produk akhir (supllier,
distributor, atau pedagang). Dan konsumen akhir adalah pemakai atau
pengguna barang dan/atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri, keluarga atau rumah tangganya. Mereka pada dasarnya adalah orang
alami (natuurlijk person) dan menggunakan produk konsumen tidak untuk
diperdagangkan dan/atau tujuan komersial.
4 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grafindo
Persada, 2004), hlm. 4 dan 8.
-
17
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka (2)
mendefinisikan konsumen sebaagai berikut :
"Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan".
Definisi dari UUPK itu sendiri sesuai dengan pengertian bahwa
konsumen adalah end user/pengguna terakhir, tanpa si konsumen harus
merupakan pembeli dari barang dan/atau jasa tersebut.
Istilah pemakai, pengguna dan/ atau pemanfaat juga mempunyai
pengaturan penggunaannya masing-masing, yakni sebagai berikut :5
a. Istilah pemakai digunakan untuk pemakaian produk konsumen yang
mengandung elektronik/listrik, misalnya lemari, meja tulis, dan lain
sebagainya.
b. Istilah pengguna digunakan untuk pemakai produk konsumen yang
mengandung elektronik, misalnya setrika listrik, dan lain sebagainya;
c. Istilah pemanfaat digunakan untuk pemakai produk konsumen yang berupa
jasa-jasa, misalnya transportasi, posdan telekomunikasi, dan perbankan.
2. Pelaku Usaha
Pelaku usaha merupakan istilah yuridis dari produsen. Istilah produsen
bersal dari bahasa Belanda yakni producent, dari bahasa Inggris producer
5Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),
hlm. 13.
-
18
yang artinya adalah penghasil. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan
pelaku usaha dapat dilihat pada Pasal 1 angka (3) UUPK yaitu :
"Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi".
Selanjutnya, dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa pelaku
usaha yang termasuk dalam pengertian tersebut di atas adalah perusahaan,
korporasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi, importir, pedagang,
distributor, dan lain-lain.
Kemudian, menurut Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), pelaku
usaha tersebut terbagi ke dalam tiga kelompok besar pelaku usaha ekonomi,
yakni sebagai berikut :6
a. Pihak investor, yakni penyedia dana untuk digunakan oleh pelaku usaha
atau konsumen seperti bank, lembaga keuangan non-bank, dan para
penyedia dana lainnya;
b. Pihak produsen, yakni pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang
dan/atau jasa dari barang dan/atau jasa-jasa yang lain seperti penyelenggara
jasa kesehatan, pabrik sandang, pengembang perumahan, dan sebagainya;
c. Pihak distributor, yakni pelaku usaha yang mengedarkan atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat seperti
warung, toko, kedai, supermarket, pedagang kaki lima, dan lain-lain.
6Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),
hlm. 18
-
19
D. Hak dan Kewajiban Konsumen
Sebagai pemakai barang dan/atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak
dan kewajiban. UUPK merumuskan sejumlah hak-hak konsumen dalam Pasal 4.
Menurut Pasal 4 UUPK, ada sembilan hak konsumen antara lain sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau pengantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
-
20
Esensi dari hak untuk mendapatkan atau memperoleh keamanan adalah
bahwa setiap konsumen berhak mendapatkan perlindungan atas barang dan/atau
jasa yang dikonsumsi. Keterangan informasi sangat penting karena konsumen
dapat mengetahui bagaimana kondisi barang dan/atau jasa yang akan
dikonsumsinya. Selanjutnya esensi dari hak untuk memilih adalah bahwa setiap
konsumen berhak memilih suatu produk yang mungkin dapat merugikan hak-
haknya.
Selain hak-hak yang disebutkan di atas, konsumen juga memiliki kewajiban.
Kewajiban-kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 5 UUPK, yakni sebagai berikut:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi badan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Hal tersebut di atas dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh hasil
yang maksimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya.
Pentingnya kewajiban ini, karena pelaku usaha telah menyampaikan peringatan
secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan
yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan kewajiban ini,
memberikan konsekuensi hilangnya tanggung jawab pelaku usaha apabila
-
21
konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban
tersebut.
E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Menurut UUPK, Pasal 6, ada lima hak dari pelaku usaha, empat diantaranya
merupakan hak yang secara eksplisit diatur dalam UUPK dan satu hak lainnya
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk merehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
Selain hak-hak yang disebutkan di atas, pelaku usaha juga memiliki
kewajiban-kewajiban. Kewajiban-kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 7 UUPK,
yakni sebagai berikut :
1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
-
22
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
F. Tahap-Tahap Transaksi
Perpindahan barang dan/atau jasa dari pelaku usaha kepada konsumen
disebut dengan transaksi. Transaksi antara pelaku usaha dan konsumen dapat
dilakukan diberbagai tempat. Sebagai akibat dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, transaksi konsumen dapat dilakukan tanpa perlu
bertemu langsung antara kedua belah pihak. Suatu kegiatan yang dapat
dikategorikan dengan kegiatan transaksi konsumen dapat dibagi dalam beberapa
tahapan.
-
23
Sebagian besar predikat konsumen diperoleh sebagai konsekuensi
mengkonsumsi barang dan/atau jasa melalui suatu transaksi konsumen. Transaksi
konsumen adalah peralihan barang dan/atau jasa, termasuk di dalamnya peralihan
kenikmatan dalam menggunakannya.7 Dalam praktik sehari-hari terjadi beberapa
tahapan transaksi konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah :
1. Tahap Pra Transaksi
Pada tahap ini, transaksi (pembelian, penyewaan, peminjaman, pemberian
hadiah komersial, dan sebagainya) belum terjadi. Konsumen masih mencari
tahu dimana kebutuhannya harus didapatkan, harga dan/atau syarat-syarat
yang ia mampu memenuhinya, serta berbagai fasilitas atau kondisi yang ia
inginkan. Dengan kata lain, yang terpenting bagi konsumen saat ini adalah
mendapatkan informasi atau keterangan yang benar, jelas dan jujur dari
pelaku usaha yang beritikad baik dan bertanggung jawab mengenai produk
dan/atau jasa tersebut.
2. Tahap Transaksi
Yaitu tahap terjadinya proses peralihan pemilikan barang dan/atau jasa
pemanfaatan jasa tertentu dari pelaku usaha kepada konsumen. Pada tahap ini,
pelaku usaha wajib memperlakukan konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif, menjamin mutu barang dan/atau jasa sesuai standar yang
berlaku, memberi kesempatan bagi konsumen untuk menguji dan mencoba
barang/jasa tertentu dan memberi jaminan dan/atau garansi atas barang (Pasal
7Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, cet. 3, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2096), hlm. 19.
-
24
7 huruf c, d, e UUPK). Pada saat ini, konsumen mendapatkan kecocokan
pilihan barang dan/atau jasa dengan persyaratan pembelian serta harga yang
dibayarnya. Yang menentukan dalam tahap ini adalah syarat-syarat perjanjian
peralihan pemilikan barang dan/atau pemanfaatan jasa tersebut, penyerahan
dan/atau cara pembayaran atau pelunasan.
Perilaku usaha sangat menentukan, seperti penentuan harga produk
konsumen, penentuan persyaratan perolehan atau pembatalan perolehannya,
kalusula-klausula, khususnya klausula baku yang mengikuti transaksi dan
persyaratan-persyaratan jaminan, keistimewaan atau kemanjuran yang
dikemukakan dalam transaksi barang dan/atau jasa.
Umumnya, pada saat ini apabila perikatan terjadi secara tunai, maka
tidak atau kurang bermasalah. Akan tetapi, pada perikatan dengan cara
pembayaran atau pelunasan berjangka (antara lain penjualan beli sewa, kredit
perbankan, kredit pemilikan rumah, dan sebagainya), sering menimbulkan
masalah. Tidak jarang kita temui orang-orang yang menandatangani suatu
konsep perjanjian tanpa terlebih dahulu membaca dengan teliti syarat-syarat
yang terdapat dalam perjanjian itu. Dengan berlakunya UUPK, semua
klausula baku yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, menjadi batal demi hukum.
3. Tahap Purna Transaksi
Tahap ini dapat juga disebut tahap purna jual yaitu tahapan setelah transaksi
terjadi. Pada tahap ini, tahapan pemakaian, penggunaan dan/atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang telah beralih pemilikannya atau pemanfaatannya
-
25
dari pelaku usaha kepada konsumen. Setelah transaksi terjadi pelaku usaha
wajib memberi kompensasi/ganti rugi atau penggantian pemakaian,
penggunaanm dan/atau pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan pada konsumen yang dirugikan. Juga apabila barang dan/atau
jasa tersebut tidak sesuai dengam perjanjian sehingga berakibat menimbulkan
kerugian kesehatan tubuh, keamanan jiwa dan/atau harta bendanya. Pada
tahap ini, apabila informasi (baik lisan maupun tertulis) dari barang dan atau
jasa yang disediakan oleh pelaku usaha sesuai dengan pengalaman konsumen
dalam pemakaian, penggunaan dana dan/atau pemanfaatan produk konsumen
tersebut, maka konsumen akan puas. Tetapi apabila sebaliknya terjadi, artinya
informasi produk konsumen yang diperoleh oleh konsumen tidak sesuai
dalam kenyataan pemakaian, pemggunaan dan/atau pemanfaatannya oleh
konsumen, maka tentulah akan timbul masalah antara konsumen dan pelaku
usaha yang bersangkutan yang akan menimbulkan sengketa konsumen.8
G. Sanksi-Sanksi
Jika berbicara soal pertanggungjawaban hukum, maka kita harus berbicara
soal ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh suatu pihak sebagai
akibat (dalam hal hubungan konsumen-pelaku usaha) dari pemakaian,
penggunaan, dan/atau pemanfaatan oleh konsumen atas barang dan/atau jasa yang
dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu.9
8Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),
hlm. 44. 9Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, cet. 3, (Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 59.
-
26
Hukum sebagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap tindak atau
perilaku yang pantas. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar kaidah
hukum dipatuhi adalah dengan mencantumkan sanksi-sanskinya. Ketentuan
mengenai sanksi diatur dalam UUPK di dalam Bab XIII yang dimulai dari Pasal
60 sampai dengan Pasal 63. UUPK membedakan antara sanksi administratif
dengan sanksi pidana sebagai berikut :
1. Sanksi Administratif
Sanksi administratif diatur dalam Pasal 60. Sanksi ini merupakan "hak
khusus" yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen kepada Badan Penyelesaian Perlindungan Konsumen
(BPSK) atas tugas dan wewenang yang diberikan untuk menyelesaikan
segketa konsumen di luar pengadilan.
Sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh BPSK berdasarkan Pasal
60 UUPK adalah berupa penetapan ganti rugi setinggi-tingginya
Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) terhadap pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran terhadap/dalam rangka tidak dilaksanakannya :
a. Pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepda konsumen, dalam bentuk
pengambilan uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis,
maupun perawatan kesehatan atau pemberian santunan atas kerugian yang
diderita oleh konsumen;
b. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang dilakukan
oleh pelaku usaha periklanan;
-
27
c. Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan purna jual,
baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaannya, serta pemberian
jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya; juga berlaku
terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa.
2. Sanksi Pidana Pokok
Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan dan dijatuhkan
oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap pelanggaran
yang dilakukan oleh pelaku usaha. Ketentuan mengenai sanksi pidana dalam
UUPK diatur dalam Pasal 62, undang-undang ini juga mengatur bahwa
ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat diberlakukam
dalam upaya penyelenggaraan perlindungan konsumen.
3. Sanksi Pidana Tambahan
Undang-undamg Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
memungkinkan diberikannya sanksi pidana tambahan di luar sanksi pidana
pokok. Hal tersebut seperti yang dicantumkan dalam Pasal 63 UUPK. Sanksi-
sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan berupa:
a. Perampasan barang tertentu;
b. Pengumuman keputusan hakim;
c. Pembayaran ganti rugi;
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen;
e. Kewajibam penarikan barang dari peredaran;
f. Pencabutan izin usaha.
-
28
BAB III
OBAT TRADISIONAL SHEN LONG GINGSENG POWDER OLEH BPOM
A. Obat Tradisional Impor
1. Pengertian Obat Tradisional Impor
Obat tradisional adalah ramuan bahan alami yang belum dimurnikan,
berasal dari tumbuhan, hewan dan mineral, yang digunakan untuk pengobatan
pada pelayanan kesehatan tradisional, misalnya jamu adalah yang merupakan
kesehatan tradisional ramuan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Obat
tradisional sudah sejak lama digunakan secara luas di Indonesia. Dalam
perkembangan pelayanan kesehatan formal, peran obat tradisional sebagai
yang belum pernah dinilai secara ilmiah baik mengenai efektivitas maupun
keamanannya.1
Obat tradisional oleh Menteri Kesehatan diklasifikasikan sebagai jamu,
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu ialah obat tardisioanl yang
didasarkan pada pendekatan warisan turun temurun atau pendekatan empirik.
Sedangkan obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang didasarkan
pada pendekatan ilmiah melalui uji pra-klinik. Selain itu, fitofarmaka
merupakan obat tradisional yang didasarkan pada pendekatan ilmiah yang
1Midian Sirait, Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Perlindungan dan Pengawasan Terhadap
Pemakaian Obat Tradisional, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1995) hlm. 20
-
29
telah diuji melalui uji pra-klinik dan uji klinik.2 Sedangkan obat tradisional
impor yaitu jamu atau herbal yang yang dibuat dibuat dan didatangkan dari
luar negeri.
Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum, dan
dapat ditempelkan pada permukaan kulit tetapi tidak tersedia dalam bentuk
suntikan atau aerosol. Dalam bentuk tersebut obat tradisional dapat berbentuk
bubuk yang menyerupai obat modern, seperti kapsul, dan tablet. Ketersediaan
obat tradisonal dalam berbagai bentuk ini perlu dibina dan perlu diawasi oleh
pemerintah supaya tidak terjadi pencemaran dengan bakteri atau bahan alami
lainnya. Disamping itu perlu diwaspadai pencampuran obat tradisional dengan
bahan kimia sintesa.3
2. Peran Label dalam Obat Tradisional Impor
Upaya melindungi diri bagi konsumen akan lebih maksimal apabila
sebelum melakukan suatu transaksi, konsumen telah mengetahui seluk beluk
barang yang akan dibelinya. Pengetahuan mengenai seluk beluk barang sudah
tentu tidak akan didapatkan begitu saja oleh konsumen, tapi berdasarkan
informasi yang diberikan oleh pelaku usaha atau sumber lainnya.
2 Departemen Kesehatan, Kebijakan Obat Tradisional, (Jakarta : Departemen Kesehatan,
2007),hlm. 11. 3Midian Sirait, Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Perlindungan danPengawasan Terhadap
Pemakaian Obat Tradisional, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1995) hlm. 22.
-
30
Label merupakan informasi yang bersifat wajib.4 Label merupakan media
bagi konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai barang yang akan
dikonsumsinya. Informasi yang diberikan pelaku usaha dalam suatu label
harus dapat menjelaskan segala sesuatu yang relevan bagi kepentingan
konsumen terhadap suatu barang, kegunaan dan penggunaan suatu barang,
kelebihan dan kekurangannya, atau keuntungan dan kerugian bagi konsumen
harus dapat ditangkap oleh konsumen setelah membaca label tersebut. Oleh
karena itu label harus jelas dan dimengerti oleh konsumen.
Tujuan mencantumkan label bagi konsumen merupakan sarana untuk
mewujudkan hak-hak konsumen, khususnya hak untuk mendapatkan
informasi dan hak untuk memilih.5 Label sebagai informasi bagi konsumen
harus benar, jelas dan jujur. Secara umum, konsumen tidak mengetahui dan
tidak mengerti metode penyiapan, proses produksi, pengawetan dan
pengemasan produk-produk yang dikonsumsinya. Di dalam beberapa
peraturan perundang-undangan disebut dengan berbagai istilah antara lain
penandaan, label atau etiket.
Di dalam Pasal 30 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke
dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan.
4 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,
2007), hlm. 59. 5 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung: Citra
Aditya Bhakti, 2003), hlm. 152.
-
31
Apabila seorang pemakai atau konsumen membeli barang, ia
menginginkan hal sebagai berikut:6
a. Keyakinan bahwa barang tidak berbahaya bagi keselamatan dan
kesehatannya;
b. Banyak sumbernya sehingga akan lebih bebas memilih;
c. Informasi yang jelas dan dapat dipercaya untuk dapat menilainya dan
membandingkannya sehingga dapat disesuaikan dengan keperluannya;
d. Kepastian bahwa barang akan cocok, tepat ukurannya, dan dapat
digunakan bersama barang yang telah dipunyainya;
e. Mengetahui bagaimanan menggunakan dan memeliharanya;
f. Jaminan bahwa barang yang dapat digunakan dan berfungsi dalam waktu
yang wajar.
Label penting diketahui sebagai informasi yang sesungguhnya,
terutama mengenai substansi dan standar pemakaian yang dilabelkan. Akan
tetapi dalam praktiknya, standar pelabelan seringkali dilanggar pelaku usaha,
akibatnya banyak konsumen yang menjadi korban.
B. Obat Shen Long Gingseng Powder
1. Sejarah Shen Long Gingseng Powder
Shen Long Gingseng Powder merupakan obat tradisional yang berasal
dari Malaysia. Obat tersebut familiar dengan sebutan Dragon Gingseng. Shen
Long Gingseng Powder atau Dragon Gingseng merupakan salah satu produk
6Grandi, Perlindungan Konsumen Dilihat Dari Sudut Pengaturan Standarisasi Hasil Produk
Industri, (Departemen Kehakiman RI : BPHN, 1980), hlm. 81-82.
-
32
dari PT Dragon Gingseng adalah gingseng yang dihaluskan menjadi bubuk
dengan teknologi nano dengan konsentrat yang tinggi yaitu empat (4) kali
sehingga bubuk gingseng cepat diserap tubuh dan cepat memberikan khasiat.
Bahan baku yang digunakan untuk memproses bubuk Dragon Gingseng
diambil dari gingseng yang telah berusia enam tahun. Proses penghalusan
menjadi bubuk menggunakan suhu rendah di bawah 28 derajat celcius
sehingga unsur atau kandungan asli gingseng tidak berkurang dan tidak
berakibat panas dalam pada konsumen. Penghalusan produk menjadi ekstrak
(sari) menggunakan metode analisa bahan terkini untuk menjadikannya
paling manjur.
Dragon gingseng dibiakkan di daerah pertumbuhan gingseng terbaik
yaitu di daerah otonom Korea Utara pada wilayah pegunungan yang
ketinggiannya melebihi 2.000 kaki di atas permukaan laut.7 Dari segi
kelembaban, suhu selama musim panas sekitar 16 derajat celcius, sewaktu
musim dingin sekitar -6 derajat Celsius.
Peredaran udara yang baik dan air yang cukup merupakan kondisi dasar
pertumbuhan gingseng. Yang paling baik membesarkan gingseng pda lahan
pohon pinus merah berusia 30 tahun ke atas menggunakan pupuk organik.
Hanya lahan subur seperti itu yang akan menumbuhkan gingseng berkualitas
tinggi.
7http://suplemenmurahasli.blogspot.com/2012/04/shen-long-serbuk-gingseng-powder.html. Diakses
pada tanggal 28 Maret 2014.
http://suplemenmurahasli.blogspot.com/2012/04/shen-long-serbuk-gingseng-powder.html
-
33
2. Khasiat Obat Shen Long Gingseng Powder
Kandungan yang terdapat dalam obat Shen Long Gingseng Powder atau
drgon gingseng yaitu gingseng. Manfaat dari gingseng itu tersendiri yaitu
menjaga kesehatan, menambah umur dan terutama agar organ tubuh manusia
selalu dalam kondisi yang baik. Gingseng tidak hanya untuk penyakit tertentu
saja banyak manfaatnya untuk menjaga kesehatan dan sudah dibuktikan oleh
beberapa ahli kesehatan dan dari berbagai negara bahwa gingseng sangat
berkhasiat terhadap penyakit modern.
Berikut ini merupakan khasiat dari gingseng yaitu :
a. Meningkatkan antibody dengan begitu kita tidak akan mudah flu dan
batuk;
b. Menjaga lima organ tubuh penting seperti ginjal, jangtung paru-paru, limpa
dan lever;
c. Mencegah percepatan menoupause;
d. Mencegah osteoporosis, rematik, Parkinson dan lain-lain.
Khasiat dari Dragon Gingseng tersebut yaitu untuk berbagai macam
penyakit yaitu :
a. Mengatur dan menormalkan fungsi-fungsi lima organ pertama yaitu :
jantung, liver, empedu, paru-paru, dan ginjal;
b. Penurunan kesehatan dan kurang stamina;
c. Lemah seusai operasi;
-
34
d. Perut lemah dan kembung;
e. Penyakit jantung;
f. Kurang energi;
g. Kurang darah;
h. Kehamilan;
i. Pasien kencing manis;
j. Penderita kanker;
k. Penderita ginjal; dan
l. Penderita stroke.
C. Badan Pengawas Obat dan Makanan
1. Pengertian dan Latar Belakang Badan Pengawas Obat dan Makanan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupkan Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND), yaitu sesuai dengn keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 merupakan lembaga pemerintah
pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari
presiden serta bertanggungjawab langsung kepada presiden.
Latar belakang terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
adalah dengan melihat kemajuan teknologi telah membawa perubahan-
perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi. Dengan kemajuan
teknologi tersebut produk-produk lokal maupun impor dapat tersebar secara
luas dan menjangkau seluruh strata masyarakat.
-
35
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
(SisPOM) yang aktif dan efesien yang mampu mendekteksi mencegah dan
mengawasi produk-produk dengan tujuan untuk melindungi keamanan,
keselamatan, dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri.
Untuk itu telah dibentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan yang memiliki
jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dalam
memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.8
2. Fungsi dan Wewenang Badan POM
Menurut Pasal 3 Keputusan Kepala BPOM No. 002001/SK/KBPOM
fungsi dri BPOM yaitu :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat
dan makanan;
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengwasan obat dan makanan;
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM;
d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan;
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, BPOM
mempunyai kewenangan yaitu :
8 http://pom.go.id/profile/latarbelakang.asp. Diakses pada 1 April 2014, pukul 15.21 WIB.
http://pom.go.id/profile/latarbelakang.asp
-
36
a. Penyusunan secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan;
b. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk
mendukung pembangunan secara makro;
c. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan;
d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat adiktif) tertentu
untuk makanan dan penetapan pedomanpengawasan peredaran obat dan
makanan;
e. Pemberian ijin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi;
f. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan, dan pengwasan
tanaman obat.
3. Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan
Definisi kode dalam kamus besar Bahasa Indonesia yaitu tanda (kata-kata,
tulisan) yang telah disepakati untuk maksud tertentu, sedangkan BPOM sendiri
sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001
merupkan lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi
mengawasi kondisi setiap produk obat, makanan dan minuman yang beredar di
Indonesia.
Produk obat tradisional yang sudah terdaftar di BPOM dapat dilihat pada
kode registrasi yang tercantum pada kemasan/label yang terdiri dari kode POM
kode huruf 2 (dua) digit dan dikuti 9 (Sembilan) digit, yaitu :
-
37
a. TR merupakan kode untuk obat tradisional yang dibuat di Indonesia atau
merupakan merek nasional atau dalam negeri;
b. TL merupakan kode untuk obat tradisional asing yang diproduksi oleh suatu
Industri Obat Tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang bersangkutan
dengan memakai merk dan nama dagang perusahaan tersebut;
c. TI merupakan kode untuk obat tradisional impor.
-
38
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN
TERHADAP OBAT TRADISIONAL SHEN LONG GINGSENG POWDER
A. Mekanisme Pemberian Informasi Obat Tradisional Impor
Pada dasarnya pemberian informasi pada obat tradsional lokal maupun impor
harus mempunyai izin edar. Tujuannya untuk melindungi masyrakat dari
peredaran dan penggunaan obat tradisional impor yang tidak memenuhi
persyaratan mutu keamanan dan khasiat, maka dari itu perlu dilakukannya
evaluasi melalui pendaftaran sebelum izin edar.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. Hk. 00.05.41.1384 Pasal 2
ayat (1) bahwa obat tradisional, obat herbal berstandar fitofarmaka yang dibuat
atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.
Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka harus
dilakukan pendaftaran. Pemberian izin edar harus dilaksanakan melalui
mekanisme regristrasi sesuai dengan tata laksana yang ditetapkan.
Obat tradisional impor sebelum didaftarkan harus memenuhi kriteria agar
dapat memiliki izin edar dari Badan POM. Kriteria tersebut tercantum dalam
Pasal 4 yaitu :
1. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan khasiat;
2. Dilihat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisonal yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku;
-
39
3. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
pengguna obat tradisional, obat herbal dan fitofarmaka secara tepat, rasional,
dan aman sesuai dengan evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Tata cara pendaftaran untuk memperoleh izin edar obat tradisional impor :
1. Pendaftaran diajukan oleh pendaftar kepada Kepala Badan;
2. Pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandar fitofarmaka dilakukan dalam
2 (dua) tahap yaitu pra penilaian dan penilaian.
3. Pra penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tahap
pemeriksaan kelengkapan, keabsahan dokumen dan dilakukan penentuan
kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
4. Penilaian sebagaimana dimaksud pda ayat (2) merupakan proses evaluasi
terhadap dokumen dan data pendukung.
Setelah data pendaftar masuk ke Kepala Badan POM, maka hasil pra
penilaian diberitahukan secara tertulis kepada pendaftar dan bersifat mengikat
serta diberitahukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja untuk pendaftar
variasi dan 20 (dua puluh) hari kerja untuk pendaftar baru terhitung sejak tanggal
diterimanya berkas pendaftaran. Data dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan penilaian dalam rangka pendaftaran dijaga kerahasiannya oleh Kepala
Badan.
Terhadap pendaftaran dikenakan biaya sesui dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Pengajuan pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan
berkas pendaftaran yang terdiri dari formulir tau disket pendaftaran yang telah
-
40
diisi, dilengkapi dengan dokumen administrasi dan dokumen pendukung.
Dokumen pendukung obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
terdiri dari dokumen mutu dan teknologi, dan dokumen yang mendukung klaim
indikasi sesuai jenis dan tingkat pembuktian.
Berkas pendaftaran obat tradisional impor harus dilengkapi dengan :
1. Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister
catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan pembungkus dan penandaan
yang berlaku, yang merupakan rangcangan kemasan obat tradisional, obat
herbal terstandar fitofarmaka yang diedarkan dan harus dilengkapi dengan
rancangan warna;
2. Brosur yang mencantumkan informasi mengenai obat tradisional, obat
terstandar dan fitofarmaka. Mengenai informasi yang terdapat pada brosur
atau label pada obat tradisional impor tersebut harus dapat diketahui oleh
konsumen atau masyarakat yaitu dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Untuk pendaftar baru, berkas yang diserahkan terdiri dari :
1. Formulir TA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi ;
2. Formulir TB berisi dokumen yang mencangkup formula dan cara pembuatan;
3. Formulir TC berisi dokumen yang mencangkup cara pemeriksaan mutu bahan
baku dan produk jadi.
4. Formulir TD berisi dokumen yang mencangkup klaim indikasi, dosis, cara
pemakaian, dan bets.
-
41
Sedangkan untuk pendaftar variasi, berkas yang diserahkan terdiri dari
formulir pendaftaran, dokumen administrasi dan dokumen pendukung mengikuti
ketentuan sebagai berikut :
1. Pengisian formulir pendaftaran harus menggunakan Bahasa Indonesia
dan/atau Bahasa Inggris;
2. Dokumen pendaftaran dapat menggunkan Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa
Inggris;
3. Penandaan obat trdisional dalam negeri, obat herbal terstandar fitofrmaka
harus menggunakan Bahasa Indonesia;
4. Penandaan obat trdisionl impor harus menggunaakan Bahasa Indonesia di
samping Bahasa aslinya.
Terhadap dokumen pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandar
fitofarmaka yang telah memenuhi ketentuan dilakukan penilaian sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Untuk melakukan penilaian
dibentuk Panitia Penilai Obat Tradisional (PPOT) dan Komite Nasional Penilai
Obat Tradisional (KOMNAS POT). Pembentukan, tugas dan fungsi PPOT
ditetapkan oleh Deputi. Sedangkan pembentukan, tugas dan fungsi KOMNAS
POT ditetapkan oleh Kepala Badan.
Hasil penilaian mutu, keamanan, dan khasiat dapat berupa memenuhi syarat,
belum memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Dalam memenuhi syarat,
kepala Badan akan memberikan surat keputusan persetujuan pendaftaran sesuai
lampiran 9. Sedangkan dalam hal yang belum memenuhi syarat, maka diperlukan
-
42
tambahan data yang akan diberitahukan secara tertulis dengan menggunkan
format lampiran 10.
Pendaftaran yang telah menerima permintan tambahan data maka wajib :
1. Menyerahkan tambahan dan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung
mulai tanggal pemberitahuan;
2. Bila batas waktu 3 (tiga) bulan telah dilampui, berkas pendaftar dikembalikan
dengan surat sesuai lampiran 11;
3. Berkas yang dikembalikan dapat diajukan kembli sebagai pendaftar baru dan
dilengkapi dengan tambahan data.
Jika dalam hal ini tidak memenuhi syarat, maka Kepala Badan akan
memberikan surat keputusn dengan menggunakan format penolakan pendaftaran.
Terhadap keputusan belum memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat,
pendaftar dapat mengajukan keberatan secara tertulis dengan mekanisme dengar
pendapat kepada Kepala Badan. Pengajuan keberatan diajukan paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat keputusan.
Persetujuan pendaftaran obat tradisional obat herbal berstandar fitofarmaka
baik dari dalam negeri maupun luar negeri berlaku 5 (lima) tahun selama masih
memenuhi ketentuan yang berlaku dan dapat diperpanjang melalui pendaftaran
ulang. Untuk melaksanakan izin edar, pendaftar wajib membuat obat tradisional,
obat herbal terstandar fitofarmaka atau mengimpor obat tradisional yang telah
mendapat izin edar selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal izin edar
dikeluarkan, pendaftar harus menyerahkan kemasan siap edar kepada Kepala
-
43
Badan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum obat tradisional. Obat herbal
terstandar dan fitofarmaka dibuat atau obat tradisional impor, pendaftar wajib
melaporkan informasi kegiatan pembuatan atau impor secara berkala setiap 6
(enam) bulan kepada Kepala Badan.
Kepala Badan dapat membatalkan izin edar obat tradisional, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka baik dari lokal maupun impor apabila :
1. Berdasarkan penelitian atau pemantauan setelah beredar tidak memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau;
2. Penandaan informasi tidak sesuai dengan yang telah disetujui;
3. Promosi menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
4. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau;
5. Selama 2 (dua) tahun berturut-turut obat tradisional, obat herbal terstandar
dan fitofarmaka tidak dibuat;
6. Izin industri di bidang obat tradisional, izin industri farmasi atau badan usaha
dicabut atau;
7. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang pembuatan obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka atau impor obat tradisional.
Obat tradisional impor yang didaftarkan dilarang mengandung bahan kimia
hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika, atau psikotropika, bahan yang
dilarang, dan/atau hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, obat tradisional juga
dilarang dalam bentuk sedian intravaginal, tetes mata, parenteral, dan supositoria,
-
44
kecuali digunakan untuk wasir. Obat tradisional, obat herbal tersandar
fitofarmaka dalam bentuk sedian cairan obat dalam tidak boleh mengandung etil
alcohol dengan kadar lebih bsar dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk
sediaan tingtur (larutan etanol) yang pemakaiannya dengan pengenceran.
Perbedaan izin usaha dan izin edar :
Izin Usaha Izin Edar
1. Izin untuk berdirinya perusahaan di
Indonesia.
2. Izin diberikan oleh Menteri
Kesehatan, atau Kepala Kantor
wilayah Departemen Kesehatan.
3. Diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 246 Tahun 1990
4. Memiliki syarat :
Dilakukan oleh Badan Hukum (PT
atau Koperasi).
Memiliki nomor wajib pajak.
Didirikan di tempat yang bebas
pencemaran dan tidak mencemari
lingkungan.
Mempekerjakan apoteker WNI
sebagai penanggung jawab teknis
Wajib mengikuti CPOTB
1.Izin untuk mengedarkan obat
tradisional di Indonsia.
2.Izin diberikan oleh Kepala Badan
POM
3. Diatur dalam Peraturan Kepala
Badan POM No: HK. 00.05.41.
1384.
4.Memiliki syarat :
Menggunaakan bahan berkhasiat
sesuai mutu, keamanan, dan
khasiat.
Dibuat sesuai CPOTB.
Penandan berisi informasi yang
lengkap dan obyektif sesuai
dengan hasil evaluasi.
-
45
B. Perlindungan Konsumen Terhadap Label Obat Tradisional Impor Shen
Long Gingseng Powder
Secara tegas di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan
bahwa pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan;
barang dan/atau jasa yang tidak memasang label atau membuat penjelasan barang
yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus
dipasang/dibuat.1
Dalam penelitian Penulis, telah ditemukan bukti-bukti pelanggaran pada obat
Shen Long Gingseng Powder. Diantaranya yaitu tidak mencantumkan Bahasa
Indonesia pada label kemasannya. Padahal dalam Pasal 8 huruf (j) Undang-
Undang Perlindungan Konsumen telah disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang
atau memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Informasi atas suatu produk merupakan sarana yang sangat menunjang bagi
konsumen untuk mewujudkan hak-hak konsumen, khususnya hak untuk
mendapatkan informasi secara baik dan benar, serta hak untuk memilih produk
yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini PT Dragon Gingseng selaku
1 N.H.T. Siahaan. Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk,
(Jakarta : Panta Rei, 2005). Hlm. 141-142.
-
46
pelaku usaha/importir obat Shen Long Gingseng Powder dapat dikenakan sanksi
sesuai ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu
pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
maka dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
Tidak hanya pidana penjara dan pidana denda yang dijatuhkan untuk pelaku
usaha tetapi dapat juga dikenakan hukuman tambahan sesuai dengan Pasal 63
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu :
1. Perampasan barang tertentu
Obat tradisional dapat diambil secara paksa dari peredaran.
2. Pengumuman keputusan hakim
3. Pembayaran ganti rugi
Maksudnya ketika konsumen mengalami kerugian maka pelaku usaha atau
distributor wajib menggantikan kerugian yang dialami konsumen baik materil
maupun immaterial
4. Perintah penghentian kegiatan usaha tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen
Dalam hal ini Badan POM dan Menteri kesahatan dapat menghentikan
kegitan usaha yang dilakukan agar tidak ada korban selanjutnya.
5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran
Obat tradisional impor yang tidak memenuhi kriteria dan membahayakan
konsumen maka dilakukanlah penarikan obat tersebut dari peredaran.
-
47
6. Pencabutan izin usaha
Dalam hal ini Menteri Kesehatan dapat mencabut izin usaha obat tradisional
impor yang berada di Indonesia.
Selain tidak mencantumkan Bahasa Indonesia pada label kemasannya,
pelanggaran selanjutnya yang dilakukan oleh PT Dragon Gingseng yaitu
melakukan tindak pidana pemalsuan nomor izin edar dari Badan POM. Penulis
telah melakukan pengecekan ulang ke website Badan POM dan hasinya yaitu
obat Shen Long Gingseng Powder tidak terdaftar. Kejahatan mengenai pemalsuan
adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu
atas sesuatu (obyek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar
adanya sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.2
Tindak pidana pemalsuan dalam KUHP adalah tindak pidana yang pemalsuan
yang ditunjukan bagi perlindungan hukum terhadap kepercayan akan kebenaran
dari keenam objek pemalsuan (keterangan palsu, mata uang, uang kerta, materai,
merek dan surat). Dalam Pasal 386 Ayat (1) KUHP dapat dikatakan mengenai
pemalsuan obat adalah barang siapa menjual, menawarkan, atau menyerahkan
barang makanan, minuman, atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu,
dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Adapun penjelasan mengenai pengaturan tindak pidana pemalsuan izin edar
yang terdapat dalam dalam Pasal 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
2 Adam Chazwi (2001). Hlm. 21.
-
48
tentang Kesehatan yaitu setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi (obat tradisional) dan/atau alat kesehatan yang tidak
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 Ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah). Unsur-unsur yang
terdapat dalam Pasal 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang
2. Yang dengan sengaja
3. Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 Ayat (1).
Unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 197 sama pada Pasal 196, yang
menjadi perbedan adalah dalam Pasal 197 yang dilarang untuk diproduksi dan
diedarkan adalah obat yang tidak memiliki izin edar sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 106 Ayat (1) sediaan frmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar.
Hasil wawancara dengan ibu Wardah Festi Utami selaku konsumen obat Shen
Long Gingseng Powder, beliau mengatakan bahwa ia tidak mengetahui informasi
seperti kandungan pada obat tersebut, cara pakai obat tersebut, fungsi dari obat
tersebut dan indikasi apa yang terjadi setelah pemakaian obat tersebut. Ia hanya
mengetahui cara penggunan dari penjual. Ini telah menjadi bukti yang sangat kuat
-
49
bahwa pelaku usaha maupun distributor telah menciderai hak-hak konsumen.
Disinilah konsumen ditempatkan pada posisi yang tidak seimbang.
Dengan adanya peraturan yang mengatur tentang konsumen dan pelaku
usaha harusnya memberikan kepastian hukum, manfaat dan keamanan bagi kedua
belah pihak sesuai dengan asas yang tertuang pada Pasal 2 Undang-undang
Perlindungan Konsumen. Tetapi pada prakteknya, kemanan dan keselamatan
konsumenlah yang menjadi objektivitas bisnis oleh pelaku usaha. Adanya
Undang-undang Perlindungan Konsumen tersebut, harusnya kecenderungan
caveat emptor dapat mulai diarahkan menuju caveat venditor.3 Caveat emptor
adalah suatu kondisi dimana konsumen harus berhati-hati karena posisi pelaku
usaha yang kuat, diarahkan menuju caveat venditor yaitu suatu kondisi dimana
pelaku usaha harus berhati-hati karena konsumen sudah memahami mengenai
perlindungan konsumen.
Melihat permasalahan di atas menurut penulis, konsumen Indonesia yang
kurang kritis dan kurang memahami adanya hukum konsumen yang menjadikan
konsumen tersebut tidak berhati-hati dalam memilih suatu produk. Memilih,
menyisihkan atau memilih suatu produk yang baik dalam hukum Islam disebut
juga dengan khiyar. Secara umum khiyar adalah menentukan yang terbaik daari
dua hal atau lebih untuk dijadikan orientasi. Yang menjadikan dasar
disyariatkannya hak pilih adalah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra.,
bahwa Nabi SAW. bersabda :
3 Shidrta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesi, (Jakarta : Grasindo, 2006). Hlm. 62.
-
50
تَاَرا الَْبّيَِعاِن ِِبلِْخَّياِر َما لَْم يَتَفََّرقَا أَْو ََيْ
“Sesungguhnya dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar
dalam jual-belinya selama mereka belum berpisah, atau jual belinya dengan
akan khiyar.” (Mutafaqqun „alaih : Fathul Bari IV:326 no: 2107, Muslim III no:
1531 dan Nasa‟I VII: 248)
Dan juga berdsarkan hadis Habban bin Munqidz ra. Ia sering kali tertipu
dalam jual beli karena ketidakjelasan barang jualan, maka Nabi SAW
memberikan kepadanya hak pilih. Nabi SAW. bersabda :
“Kalau engkau memberi sesuatu, katakanlah, „Tidak ada penipuan‟.”
Hadis tersebut di atas hendaknya dijadikan pedoman untuk konsumen dan
pelaku usaha, bahwa ternyata dengan hati-hati dalam memilih suatu produk yang
akan di konsumsinya akan meminimalisir kerugian yang akan diterimanya. Dan
untuk pelaku usaha diwajibkan untuk berlaku jujur dalam mencantumkan
informasi pada setiap produk yang akan diedarkan.
Untuk melindungi konsumen dari peredaran obat tradisionl impor, yang tidak
mengindahkan hak-hak konsumen maupun membahayakan bagi diri konsumen,
maka pemerintah Indonesia telah membentuk badan yang bertugas mengawasi
peredaran obat dan makanan di wilayah Indonesia yaitu Badan POM. Menurut
Ibu Tiodora Sirit selaku Kepala Sub Bagian Penyuluhan Hukum, Badan POM
dalam melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional impor mempunyi 2
-
51
(dua) fungsi pengawasan yaitu pengawasan secara pre market dan post market.
Pengawasan secara pre market yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum obat
tradisional impor beredar di pasaran dan mewajibkan setiap pelaku usaha untuk
mendaftarkan obat tersebut ke Badan POM. Sedangkan pengawasan secara post
market yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM setelah obat
tradisional tersebut beredar di pasaran. Dalam hal ini Badan POM telah
melakukan preventive maupun represif.
Selain melakukan pencegahan obat tradisional impor yang tidak memiliki izin
edar oleh Badan POM, seharusnya ada upaya pelatihan atau program yang
dicanangkan untuk mengasah dan menumbuhkan daya kritis masyarakat terhadap
produk-produk yang beredar di sekitarnya. Upaya penumpasan agak sulit
seharusnya upaya pencegahan ini yang ditekankan. Harus ada doktrinisasi yang
dilakukan melalui media pula terhadap masyarakat untuk mengajak mereka
menjadi konsumen yang cerdas.
Dari permasalahan obat Shen Long Gingseng Powder di atas, yang menjadi
korban dari pelanggaran-pelanggaran kewajiban pelaku usaha adalah konsumen.
Hak-hak konsumen yang terlanggar adalah hak atas informasi yang benar dan
jelas mengenai obat Shen Long Gingseng Powder. Dengan demikian maka
konsumen memiliki hak untuk mendapatkan advokasi, upaya penyelesaian
sengketa dan ganti rugi.
Apabila konsumen mengalami kerugian yang mengakibatkan penurunan
kesehatan maupun mengancam jiwa, sesuai dengan Pasal 45 Undang-Undang
-
52
Perlindungan Konsumen maka konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikaan sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Konsumen dapat mengadukan hal ini ke BPSK yaitu badan yang menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dengan jalan konsiliasi, mediasi dan
arbitrase. Pada Pasal 2 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No. 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang BPSK, di dalam menyelesaikan sengketa didasarkan atas
pilihan dan persetujuan para pihak. BPSK dalam hal ini akan mengeluarkan suatu
putusan bersifat administratif yang wajib ditaati oleh pelaku usaha dan konsumen.
Tetapi apabila konsumen tidak puas dengan putusan tersebut, atau putusan
tersebut tidak dijalankan oleh pelaku usaha, konsumen secara pribadi atau melalui
lembaga konsumen atau secara kelompok dapat langsung menggugat produsen.
Gugatan tersebutdilyangkan kepda produsen obat tradisional impor ke pengadilan
umum untuk dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.
-
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan dan penlitian di lapangan, penulis
menyimpulkan bahwa :
1. Informasi merupakan hak dari konsumen dan harus disediakan oleh pelaku
usaha atau produsen. Hal tersebut seperti yang telah tercantum dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Pangan, Undang-
Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan,
dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Informasi merupakan
sarana untuk menciptakan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Dalam peraturan perundang-
undangan yang telah ditentukan bahwa untuk menjamin diterimanya
informasi produk oleh masyarakat maka pencantuman label atas produk yang
akan diedarkan di Indonesia harus menggunakan Bahasa Indonesia. Ketentuan
yang tegas terhadap kewajiban pencantuman label dalam Bahasa Indonesia
ditandai dengan adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran ketentuan
tersebut. Obat tradisional impor yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia
pada label kemasan obat dilarang untuk diedarkan, dimasukkan dan
diperdagangkan di Indonesia. Dan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan tersebut, dapat dincam dengan hukuman pidana.
-
54
2. BPOM mepunyai peranan yang cukup besar dalam me