perlindungan hukum bagi konsumen terhadap obat …€¦ · kemasan obat tradisional impor,...

83
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP OBAT TRADISIONAL IMPOR (Studi Kasus Shen Long Gingseng Powder) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Disusun Oleh: Nur Fika NIM: 1110048000019 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

    TERHADAP OBAT TRADISIONAL IMPOR

    (Studi Kasus Shen Long Gingseng Powder)

    SKRIPSI

    Diajukan

    Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

    Disusun Oleh:

    Nur Fika

    NIM: 1110048000019

    KONSENTRASI HUKUM BISNIS

    PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2014 M / 1435 H

  • iv

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

    persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

    merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

    sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    Jakarta, 22 April 2014

    Nur Fika

  • v

    ABSTRAK

    NUR FIKA. 1110048000019. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

    TERHADAP LABEL KEMASAN OBAT TRADISIONAL IMPOR. Konsentrasi

    Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    Skripsi ini membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap label

    kemasan obat tradisional impor, khususnya obat tradisional Shen Long Gingseng

    Powder. Pada label kemasan obat Shen Long Gingseng Powder tidak mencantumkan

    bahasa Indonesia pada informasi obat dan aturan pakai. Serta setelah dilakukan

    pengecekan ulang di web BPOM ternyata nomor registrasi yang tertera pada kemasan

    obat tersebut adalah fiktif. Ini sangat jelas bahwa pelaku usaha ataupun produsen

    telah melakukan pelanggaran yang sangat membahayakan konsumen. Padahal di

    dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah

    diatur mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen.

    Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum

    normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan, yaitu

    penelitian terhadap data data sekunder. Dimana yang dikaji adalah aturan-aturan yang

    tertulis dalam undang-undang, norma, ataupun kaidah lainnya.

    Adapun hasil penulisan ini yaitu obat tradisional impor yang beredar di

    Indonesia harus mencantumkan Bahasa Indonesia di samping bahasa aslinya pada

    label kemasannya dan informasi produk merupakan hak dari konsumen yang harus

    disediakan oleh pelaku usaha atau produsen.

    Kata kunci : perlindungan hukum; konsumen; obat tradisional; impor.

    Dosen Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H.

    Tahun : 1995 – 2014

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirabbil’aalamin, penulis menyampaikan segala puji dan syukur

    kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya

    kepada kita semua. Penulis menghaturkan shalawat serta salam senantiasa kita

    curahkan kepada Nabi dan Rasul kita Muhammmad SAW, kepada segenap

    keluarganya, sahabat serta umatnya sepanjang zaman, yang Insya Allah kita ada di

    dalamnya.

    Dengan rahmat dan petunjuk penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT. Atas

    segala karunia sehingga penulis bersyukur, dengan limpahan dan kasih sayang-Nya,

    mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN

    HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAPOBAT TRADISIONAL IMPOR (Studi

    Kasus Shen Long Gingseng Powder)”, sebagai salah satu syarat yang diwajibkan

    untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Universitas UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

    Proses perjalanan yang panjang untuk menyelesaikan skripsi ini tidaklah

    mudah terdapat banyak hambatan dan rintangan yang penulis temui dan alami. Berkat

    ridha-Nya serta doa, kesungguhan hati dan kerja keras, akhirnya penulis sampai titik

    proses akhir penulisan skripsi ini.

    Penulis menyadari betapa sederhana karya tulis ini dan jauh dari sempurna.

    Namun juga penulis tidak menutup mata akan peran berbagai pihak yang telah

  • vii

    banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Perkenankanlah penulis

    untuk mengucapkan kata terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

    1. Dr. H. JM. Muslimin, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., MH., selaku Ketua Program Studi Ilmu

    Hukum dan Bapak Abu Thamri, S.H, M.Hum selaku sekretaris Program Studi

    Ilmu hukum yang telah membantu penulis hingga usai.

    3. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., MH., selaku dosen pembimbing yang telah

    banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingannya serta petunjuk dan

    arahan yang bermanfaat kepada penulis sampai skripsi ini selesai.

    4. Dr.Sherley, M.Si. selaku Direktur Obat Asli Indonesia dan Ibu Tiodora Sirait

    selaku kasubag penyuluhan hukum Badan Pengawas Obat dan Makanan yang

    telah memberikan informasi dan pelayanan kepada penulis terkait dengan

    penyelesaian penulisan skripsi ini.

    5. Pimpinan dan Staf Perpustakan FSH, Perpustakaan Utama, Perpustakaan UI,

    Perpustakaan BPOM yang telah memberikan fasilitas peminjaman buku yng

    dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    6. Kedua orang tua penulis Bapak H.Djadjang Syarif Hidayat,SP.d dan Ibu Hj.

    Saryanah, SP.d, yang selalu memberikan motivasi dan doa kepada penulis.

    Makasi yaah buat mamah dan ayah, I love you forever.

  • viii

    7. Teh Dhiny, Eneng dan Bang Hasqil selaku abang dan kakak yang telah

    memotivasi penulis sehingga penulis kuat dan sabar. Dan untuk Bang Zafran yang

    menjadi moodboster onty.

    8. Wardah Festi Utami selaku responden penulis yang telah meluangkan waktu

    untuk dapat diwawancarai oleh penulis.

    9. Qomarudin, Ibu Ida, Mas Hamdi, Mas Faqih, Pak Zafrullah dan Mba Dwi yang

    selalu mendengarkan keluh kesah penulis dan memberikan pendapat kepada

    penulis.

    10. Untuk teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan motivasi dan saran

    kepada penulis Zia, Zikri, Atik, Norma, Liza, Apri, Defi, Andi, Ninis, Ajeng,

    Setyo dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.

    11. Untuk teman-teman KKN Lingkar Respect Beni, Arvi, Eel, Dwi dan yang

    lainnya yang telah mensupport penulis.

    12. Untuk sahabat yang selalu ada untuk mendengarkan keluh kesah penulis yaitu

    Oktaria Safitri. Makasi ya Okce atas kritikan dan sarannya.

    13. Untuk teman-teman FKMB yaitu Bang Ridwan Darmnsyah, Bang Enji, Iqbal,

    Bang Aim, Helmi dan abang mpok lainnya yang sangat membantu penulis yang

    telah memberikan link ke BPOM. I love you guys.

    14. Untuk teman-teman SD yaitu Wahyu, Ibnu, Dhani, Mas Bewok dan yang lainnya

    yang masih selalu mendukung penulis dan menghibur penulis ketika timbul rasa

  • ix

    bosan dan malas.

    Ahkirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan

    masih membutuhkan banyak masukan, kritik dan saran lebih lanjut. Dan dengan

    segala kerendahan hati penulis menyajikan skripsi ini, dengan harapan semoga dapat

    berguna bagi penulis dan para pembaca.

    Jakarta, April 2014

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING .......................... iii

    LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv

    ABSTRAK ................................................................................................... v

    KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

    B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 3

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 4

    D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ....................................... 5

    E. Kerangka Konseptual ............................................................ 6

    F. Metode Penelitian ................................................................... 7

    G. Sistematika Penulisan ............................................................. 10

    BAB II HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

    A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ......................... 12

    B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ............................ 13

    C. Pihak-Pihak dalam Hukum Perlindungan Konsumen ............ 16

    D. Hak dan Kewajiban Konsumen .............................................. 19

    E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ......................................... 21

    F. Tahap-Tahap Transaksi ......................................................... 22

    G. Sanksi-Sanksi ......................................................................... 25

  • x

    BAB III PROFIL OBAT SHEN LONG GINGSENG POWDER

    OLEH BPOM

    A. Obat Tradisional Impor

    1. Pengertian Obat Tradisional ............................................ 28

    2. Peran Label dalam Obat Tradisional Impor ..................... 29

    B. Obat Shen Long Gingseng Powder

    1. Sejarah Obat Shen Long Gingseng Powder .................... 31

    2. Khasiat Obat Shen Long Gingseng Powder ..................... 33

    C. Badan Pengawas Obat dan Makanan

    1. Pengertian dan Latar Belakang BPOM ........................... 34

    2. Fungsi dan Wewenang Badan POM ................................ 35

    3. Kode Bahan Pengawas Obat dan Makanan ..................... 36

    BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

    TERHADAP OBAT TRADISIONAL IMPOR SHEN LONG

    GINGSENG POWDER

    A. Mekanisme Pemberian Informasi Obat Tradisional Impor .... 38

    B. Perlindungan Konsumen Terhadap Label Obat Tradisional

    Impor Shen Long Gingseng Powder ...................................... 45

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ............................................................................. 53

    B. Saran ...................................................................................... 56

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 007 Tahun 2012, obat

    tradisional dapat didefinisikan dengan bahan atau ramuan yang berupa

    tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral sedian galenik atau bahan campuran dari

    bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan

    dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat.

    Dengan adanya pasar bebas dan persaingan global saat ini, banyak obat

    tradisional impor yang beredar di Indonesia yang tidak mencantumkan Bahasa

    Indonesia pada label kemasannya. Pentingnya informasi yang akurat dan lengkap

    atas suatu barang dan atau jasa mestinya menyadarkan pelaku usaha untuk

    menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan/atau jasa yang

    berkualitas, aman dikonsumsi atau digunakan, mengikuti standar yang berlaku,

    dan dengan harga yang wajar.

    Kurang tersedianya informasi tentang obat tradisional impor, dalam hal ini

    adalah informasi produk dalam Bahasa Indonesia merupakan salah satu

    pelanggaran terhadap hak konsumen. Informasi yang memadai bagi konsumen

    untuk memberikan kemampuaan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai

    kehendak dan kebutuhan. Disini konsumen dijadikan objektifitas bisnis dari

    pelaku usaha melalui kiat iklan, promosi, cara penjualan, penerapan perjanjian-

  • 2

    perjanjian standar yang dapat merugikan konsumen, bahkan dalam hal yang

    ekstrim konsumen dijadikan sasaran penipuan oleh pelaku usaha.1 Hal ini

    disebabkan karena kurangnya pendidikan konsumen dan rendahnya kesadaran

    akan hak dan kewajibannya.2 Kedudukan konsumen pada umumnya masih

    sangat lemah dalam bidang ekonomi, pendidikan dan daya tawar, karena itu

    sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang melindungi kepentingan-

    kepentingan konsumen yang selama ini terabaikan.3

    Di tahun 2009, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah

    Metrojaya menyita lebih dari 100 paket obat tradisional atau jamu impor yang

    keseluruhannya tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).4

    Setiap obat tradisional impor harus mempunyai label dan sudah terdaftar di

    BPOM. Tujuannya agar konsumen tidak ragu dalam memilih suatu obat

    tradisional impor serta tidak mengancam kesehatan konsumen.

    Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah diatur mengenai

    keharusan pelaku usaha dan distributor untuk mencantumkan informasi yang

    benar tentang produk yang akan beredar di pasaran. Pada Pasal 8 Ayat (1) huruf

    (i) dan huruf (j) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang larangan-

    larangan bagi pelaku usaha. Akan tetapi kedua aturan ini pada kenyataannya

    1 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara

    Serta Kendala Implementasinya, cet. 1, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 15. 2 N. H. T. Siahaan, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk,

    (Jakarta : Panta Rei, 2005), hlm. 14. 3Abdul Halim Barakatullah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajin Teoritis dan

    Perkembangan Pemikiran (Bandung : Nusa Media, 2008), hlm. 19. 4 Waspadai Jamu China Berbahaya, http://m. log. viva. co. id/news/read/751589-waspadai-

    _jamu_china_berbahaya, diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.

  • 3

    tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Masih banyak obat-obat tradisional

    impor yang sama sekali tidak mencantumkan Bahasa Indonesia pada label

    kemasannya.

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

    penelitian tersebut dan berusaha untuk dapat mengembangkan solusi atas

    permasalahan di atas dalam skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN

    HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP OBAT TRADISIONAL

    IMPOR (Studi Kasus Shen Long Gingseng Powder)”.

    B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

    1. Pembatasan Masalah

    Mengingat permasalahan mengenai perlindungan konsumen obat

    tradisional impor sangat luas maka penulis membatasi penelitian hanya

    membahas tentang perlindungan hukum bagi konsumen atas informasi pada

    label kemasan obat tradisional impor Shen Long Gingseng Powder.

    2. Rumusan Masalah

    Sesuai dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang penulis

    ajukan dalam tulisan ini adalah :

    a. Bagaimana mekanisme pemberian informasi khususnya pada obat

    tradisional impor?

    b. Bagaimana perlindungan konsumen terhadap label obat tradisional impor

    Shen Long Gingseng Powder yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia ?

  • 4

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah memahami pelaksanaan

    dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    Undang-undang ini telah cukup lama di Indonesia, tetapi masih saja

    kepentingan konsumen banyak dirugikan. Oleh karena itu penelitian ini

    bertujuan untuk lebih memahami hak dan kewajiban yang dimiliki konsumen

    dan juga pelaku usaha.

    Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

    a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai pemberian informasi khususnya

    pada obat tradisional.

    b. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen terhadap label

    kemasan obat tradisional impor Shen Long Gingseng Powder.

    2. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak

    lain yang berkepentingan, yaitu bagi :

    a. Teoritis

    Sebagai penambahan wawasan tentang produk obat tradisional impor

    yang menggunkan label berbahasa Indonesia dan telah lulus uji dari

    BPOM.

    b. Praktis

    Sebagai bahan pertimbangan BPOM dalam pemberian label obat-obatan

    tradisional impor di Indonesia.

  • 5

    D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

    Sebelum melakukan penelitian ini, penulis melakukan kajian pustaka dan

    menemukan hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan erat

    dengan topik yang akan diteliti oleh penulis, diantaranya :

    1. “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN OBAT ATAS

    KERUGIAN YANG DITIMBULKAN OLEH IKLAN OBAT YANG

    MENYESATKAN : SUATU TINJAUAN BERDASARKAN HUKUM

    PERDATA” oleh Rosma Handayani, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

    Indonesia tahun 1993. Dalam skripsi tersebut membahas mengenai iklan suatu

    produk obat dan ditinjau dari aspek hukum perdatanya. Jelas beda dengan apa

    yang diteliti oleh penulis yaitu dalam penelitian penulis lebih mendekati obat

    tradisional impor yang tidak mencantumkan label berbahasa Indonesia.

    2. “PEREDARAN PRODUK PERMEN IMPOR DITINJAU DARI UNDANG-

    UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

    KONSUMEN (STUDI KASUS PEREDARAN PRODUK PERMEN WHITE

    RABBIT”, oleh Ken Prasadtyo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

    Indonesia tahun 2009. Skripsi tersebut membahas mengenai perlindungan

    konsumen dalam bidang produk pangan, khususnya produk permen impor.

    Sedangkan penulis meneliti tentang obat tradisional impor yang tidak

    mencantumkan label berbahasa Indonesia pada kemasannya. Jelas titik fokus

    yang ditelitinya berbeda.

  • 6

    E. Kerangka Konseptual

    Untuk lebih memahami isi daripada penelitian ini, maka akan diuraikan

    beberapa istilah yang akan digunakan dalam penulisan penelitian ini agar tidak

    terjadinya interpretasi, sebagai berikut :

    1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya menjamin adanya kepastian

    hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

    2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam

    masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

    makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

    3. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang

    berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

    berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

    Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

    penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

    4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik

    bergerak aupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat

    dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau

    dimanfaatkan oleh konsumen.

    5. Impor adalah kegiatan memasukan barang ke dalam pabean.

    6. Label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambaran,

    tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan menempelkan

    pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.

  • 7

    7. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah sebuah lembaga di

    Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di

    Indonesia.

    F. Metode Penelitian

    Pada bagian ini penulis akan menjelaskan secara rinci tentang hal-hal yang

    terkait dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu :

    1. Tipe Penelitian

    Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum normatif.

    Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan, yaitu

    penelitian terhadap data sekunder.5 Dimana yang dikaji adalah aturan-aturan

    yang tertulis dalam undang-undang, norma, ataupun kaidah lainnya.

    2. Pendekatan Masalah

    Pendekatan masalah pada penlitian ini yang menggunakan metode

    normatif yaitu tentu saja pendekatan perundang-undangan (statute approach),

    karena dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa regulasi

    perundang-undangan sebagai pendekatannya6 seperti Undang-Undang No. 8

    Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Kepala Badan POM

    No. 00.05.41.1384 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat

    Tradisional, Obat Herbal Terstandar Fitofarmaka, dan peraturan perundang-

    undangan yang terkait.

    5 Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, cet. I (Jakarta : Tim Pengajar, 2005),hlm. 9.

    6 Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, cet.I ( Jakarta : Tim Pengajar, 2005), hlm. 9.

  • 8

    Selain itu digunakan juga pendekatan studi kasus yang dalam penelitian

    penulis menggunakan studi kasus obat Shen Long Gingseng Powder. Setelah

    itu penulis anlisis dengan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

    Tentang Perlindungn Konsumen dan Peraturan Kepala Badan POM No.

    00.05.41.1384 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat

    Tradisional, Obat Herbal Terstandar Fitofarmaka.

    3. Sumber Data

    Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

    a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berisi ketentuan hukum

    mengikat dan tertulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan

    hukum primer berupa Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang

    Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang

    Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 Tentang Label Iklan

    dan Pangan, Peraturan Badan POM No. 27 Tahun 2013 Tentang

    Pengawasan Obat dan Makanan Kedalam Wilayah Indonesia, Peraturan

    Kepala Badan POM No. 00.05.41.1384 Tentang Kriteria dan Tata

    Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar

    Fitofarmaka, serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan obyek

    penelitian.

    b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu terutama berupa buku-buku teks bacaan

    yang terkait mengenai prinsip dasar dan ilmu hukum. Sumber hukum

  • 9

    sekunder yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah buku hukum

    yang terkait dengan perlindungan konsumen dan obat tradisional.

    c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang bersifat menunjang bahan

    hukum primer dan bahan hukum sekunder. Disini penulis melakukan

    wawancara dengan Direktur Obat Asli Indonesia yaitu Ibu Dr. Sherley,

    M.Si., Apt, Ibu Tiodora Sirait selaku Kasubag Penyuluhan Hukum dan Ibu

    Wardah Festi Utami selaku konsumen obat Shen Long Gingseng Powder.

    4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

    Dari bahan hukum yang telah terkumpul tersebut baik bahan hukum

    primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier diklasifikasikan

    sesuai dengan masalah hukum yang dibahas. Setelah itu bahan hukum

    tersebut diuraikan dan diteliti secara sistematis. Dan pengolahan data dapat

    dilakukan dengan cara deduktif yakni menarik kesimpulan dari pembahasan

    masalah yang ada. Sehingga pertanyaan atas masalah dapat teruraikan dan

    terjawab.

    5. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini penulis menggunkan teknik pengumpulan data secara

    library research (studi kepustakaan). Baik bahan hukum primer dan bahan

    hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah

    diklasifikasi untuk dikaji secara komprehensif.

  • 10

    G. Sistematika Penulisan

    Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-

    masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun perinciannya sebagai berikut :

    BAB I : Pendahuluan. Pada bab ini memuat latar belakang masalah,

    pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

    tinjauan (Review) studi terdahulu, kerangka konseptual, metode

    penelitian, dan sistematika penulisan.

    BAB II : Kerangka Teori. Pada bab ini akan membahas mengenai Pengertian

    Hukum Perlindungan Konsumen, asas dan tujuan perlindungan

    konsumen, pihak-pihak dalam hukum perlindungan konsumen, hak

    dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, tahap-

    tahap transaksi dan sanksi-sanksi.

    BAB III : Profil Obat Shen Long Gingseng Powder Oleh Badan POM. Pada bab

    ini akan membahas mengenai pengertian obat tradisional impor,

    peran label dalam obat tradisional impor, sejarah obat shen long

    gingseng powder, khasiat dari obat shen long gingseng powder,

    pengertian dan latar belakang BPOM, fungsi dan wewenang BPOM,

    dan kode bahan pengawas obat dan makanan.

    BAB IV : Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Label Kemasan Obat

    Tradisional Impor Shen Long Gingseng Powder. Bab ini akan

    membahas mengenai mekanisme pemberian informasi obat

  • 11

    tradisional impor, dan perlindungan hukum bagi konsumen terhadap

    label obat tradisional impor Shen Long Gingseng Powder.

    BAB V : Penutup. Berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.

  • 12

    BAB II

    HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

    A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

    Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen merupakan dua

    bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasannya. Pada intiya hukum

    perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang menyatu

    dan tidak dapat dipisahkan.1 Baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan

    konsumen ternyata belum dibakukan menjadi satu pengertian yang resmi, baik

    dalam perundang-undangan maupun kurikulum akademis.

    Menurut Az. Nasution hukum konsumen adalah sebagai keseluruhan asas-

    asas dan kaidah-kaidah uang mengatur hubungan dan masalah penyediaan

    penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunaannya

    dalam kehidupan bermasyarakat.2 Sedangkan hukum perlindungan konsumen

    adalah keseluruhan asas asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi

    konsumen dalam hubungannya dengan masalah penyediaan dan penggunaan

    produk (barang dan/ atau jasa) antara penyedia dan penggunaannya dalam

    kehidupan bermasyarakat.3

    Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum konsumen adalah

    1Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),

    hlm. 20-21. 2 Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),

    hlm. 22. 3Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),

    hlm. 22.

  • 13

    keseluruhan asas-asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah

    antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa

    konsumen di dalam pergaulan hidup.

    Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak

    yang mengadakan hubungan hukum tersebut bermasalah dalam kehidupan

    bermasyarakat dan berada dalam kedudukan yang tidak seimbang. Pada

    umumnya, kedudukan konsumen lebih lemah daripada kedudukan pelaku usaha.

    Pada dasarnya, hukum perlindungan konsumen merupakan usaha untuk

    mewujudkan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945.

    B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

    Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan kepada sejumlah

    asas yang telah diyakini dapat memberikan arahan dalam implementasinya di

    tingkatan praktis. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

    terdapat lima asas perlindungan konsumen yang diatur dalam Pasal 2. Asas-asas

    tersebut adalah sebagai berikut :

    1. Asas manfaat

    Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

    dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

    sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

    keseluruhan.

  • 14

    2. Asas keadilan

    Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

    secara maksimal dan memberi kesempatan kepada konsumen dan pelaku

    usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya;

    3. Asas keseimbangan

    Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberi keseimbangan antara

    kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan

    spiritual ;

    4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

    Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberi

    jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam

    penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

    dikonsumsi atau digunakan.

    5. Asas kepastian hukum

    Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen

    menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan

    perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

    Apabila memperhatikan substansi dari Pasal 2 dan penjelasannya tentang

    asas-asas perlindungan konsumen terlihat jelas bahwa rumusannya mengacu pada

    filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya

    yang berlandaskan pada falsafah negara Republik Indonesia.

  • 15

    Selain kelima asas tersebut di atas, UUPK juga merumuskan tujuan

    perlindungan konsumen, yang dirumuskan pada Pasal 3 Undang-Undang

    Perlindungan Konsumen, terdapat 6 (enam) tujuan dilakukannya perlindungan

    konsumen, yaitu:

    1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

    melindungi diri;

    2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

    dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa:

    3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

    menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

    4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

    kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

    informasi;

    5. Membutuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

    konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

    berusaha;

    6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

    usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan

    keselamatan konsumen.

  • 16

    C. Pihak-Pihak Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

    1. Konsumen

    Kata konsumen berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yakni consumer,

    atau dalam bahasa Belanda, konsument. Konsumen secara harfiah adalah

    orang yang melakukan, membelanjakan, atau menggunakan pemakai atau

    pembutuh.4 Jika didasakan pada obyek barang dan/atau jasa, maka terdapat

    tiga pengertian konsumen, yaitu konsumen dalam arti umum, konsumen

    antara, dan konsumen akhir. Konsumen dalam arti umum adalah setiap orang

    yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu.

    Sedangkan konsumen antara adalah pemakai atau pengguna barang dan/atau

    jasa dengan tujuan untuk memproduksi barang dan/atau jasa lain; atau

    mendapatkan barang dan/atau jasa itu dengan tujuan dijual kembali. Mereka

    yang disebut konsumen antara ini tidak lain adalah pengusaha, baik pengusaha

    perorangan ataupun pengusaha swasta ataupun pengusaha publik antara lain

    terdiri dari penyedia dana (investor), pembuat produk akhir yang digunakan

    konsumen akhir (produsen), atau penyedia atau penjual produk akhir (supllier,

    distributor, atau pedagang). Dan konsumen akhir adalah pemakai atau

    pengguna barang dan/atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya

    sendiri, keluarga atau rumah tangganya. Mereka pada dasarnya adalah orang

    alami (natuurlijk person) dan menggunakan produk konsumen tidak untuk

    diperdagangkan dan/atau tujuan komersial.

    4 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grafindo

    Persada, 2004), hlm. 4 dan 8.

  • 17

    Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka (2)

    mendefinisikan konsumen sebaagai berikut :

    "Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

    tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

    orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan".

    Definisi dari UUPK itu sendiri sesuai dengan pengertian bahwa

    konsumen adalah end user/pengguna terakhir, tanpa si konsumen harus

    merupakan pembeli dari barang dan/atau jasa tersebut.

    Istilah pemakai, pengguna dan/ atau pemanfaat juga mempunyai

    pengaturan penggunaannya masing-masing, yakni sebagai berikut :5

    a. Istilah pemakai digunakan untuk pemakaian produk konsumen yang

    mengandung elektronik/listrik, misalnya lemari, meja tulis, dan lain

    sebagainya.

    b. Istilah pengguna digunakan untuk pemakai produk konsumen yang

    mengandung elektronik, misalnya setrika listrik, dan lain sebagainya;

    c. Istilah pemanfaat digunakan untuk pemakai produk konsumen yang berupa

    jasa-jasa, misalnya transportasi, posdan telekomunikasi, dan perbankan.

    2. Pelaku Usaha

    Pelaku usaha merupakan istilah yuridis dari produsen. Istilah produsen

    bersal dari bahasa Belanda yakni producent, dari bahasa Inggris producer

    5Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),

    hlm. 13.

  • 18

    yang artinya adalah penghasil. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan

    pelaku usaha dapat dilihat pada Pasal 1 angka (3) UUPK yaitu :

    "Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

    yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

    dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

    Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

    menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi".

    Selanjutnya, dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa pelaku

    usaha yang termasuk dalam pengertian tersebut di atas adalah perusahaan,

    korporasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi, importir, pedagang,

    distributor, dan lain-lain.

    Kemudian, menurut Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), pelaku

    usaha tersebut terbagi ke dalam tiga kelompok besar pelaku usaha ekonomi,

    yakni sebagai berikut :6

    a. Pihak investor, yakni penyedia dana untuk digunakan oleh pelaku usaha

    atau konsumen seperti bank, lembaga keuangan non-bank, dan para

    penyedia dana lainnya;

    b. Pihak produsen, yakni pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang

    dan/atau jasa dari barang dan/atau jasa-jasa yang lain seperti penyelenggara

    jasa kesehatan, pabrik sandang, pengembang perumahan, dan sebagainya;

    c. Pihak distributor, yakni pelaku usaha yang mengedarkan atau

    memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat seperti

    warung, toko, kedai, supermarket, pedagang kaki lima, dan lain-lain.

    6Az. Nasution. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),

    hlm. 18

  • 19

    D. Hak dan Kewajiban Konsumen

    Sebagai pemakai barang dan/atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak

    dan kewajiban. UUPK merumuskan sejumlah hak-hak konsumen dalam Pasal 4.

    Menurut Pasal 4 UUPK, ada sembilan hak konsumen antara lain sebagai berikut:

    1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

    barang dan/atau jasa;

    2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

    jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

    dijanjikan;

    3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

    barang dan/atau jasa;

    4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

    digunakan;

    5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

    sengketa perlindungan konsumen secara patut;

    6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

    7. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak

    diskriminatif;

    8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau pengantian, apabila

    barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

    sebagaimana mestinya;

    9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

  • 20

    Esensi dari hak untuk mendapatkan atau memperoleh keamanan adalah

    bahwa setiap konsumen berhak mendapatkan perlindungan atas barang dan/atau

    jasa yang dikonsumsi. Keterangan informasi sangat penting karena konsumen

    dapat mengetahui bagaimana kondisi barang dan/atau jasa yang akan

    dikonsumsinya. Selanjutnya esensi dari hak untuk memilih adalah bahwa setiap

    konsumen berhak memilih suatu produk yang mungkin dapat merugikan hak-

    haknya.

    Selain hak-hak yang disebutkan di atas, konsumen juga memiliki kewajiban.

    Kewajiban-kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 5 UUPK, yakni sebagai berikut:

    1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi badan prosedur pemakaian atau

    pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan;

    2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

    3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

    4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

    secara patut.

    Hal tersebut di atas dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh hasil

    yang maksimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya.

    Pentingnya kewajiban ini, karena pelaku usaha telah menyampaikan peringatan

    secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan

    yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan kewajiban ini,

    memberikan konsekuensi hilangnya tanggung jawab pelaku usaha apabila

  • 21

    konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban

    tersebut.

    E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

    Menurut UUPK, Pasal 6, ada lima hak dari pelaku usaha, empat diantaranya

    merupakan hak yang secara eksplisit diatur dalam UUPK dan satu hak lainnya

    diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

    Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan dengan kesepakatan

    mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

    2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

    beritikad tidak baik;

    3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

    hukum sengketa konsumen;

    4. Hak untuk merehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

    kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

    diperdagangkan;

    5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

    Selain hak-hak yang disebutkan di atas, pelaku usaha juga memiliki

    kewajiban-kewajiban. Kewajiban-kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 7 UUPK,

    yakni sebagai berikut :

    1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

  • 22

    2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

    jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

    perbaikan, dan pemeliharaan;

    3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

    diskriminatif;

    4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

    diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

    yang berlaku;

    5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

    barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

    barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

    6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

    dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

    F. Tahap-Tahap Transaksi

    Perpindahan barang dan/atau jasa dari pelaku usaha kepada konsumen

    disebut dengan transaksi. Transaksi antara pelaku usaha dan konsumen dapat

    dilakukan diberbagai tempat. Sebagai akibat dari perkembangan ilmu

    pengetahuan dan teknologi, transaksi konsumen dapat dilakukan tanpa perlu

    bertemu langsung antara kedua belah pihak. Suatu kegiatan yang dapat

    dikategorikan dengan kegiatan transaksi konsumen dapat dibagi dalam beberapa

    tahapan.

  • 23

    Sebagian besar predikat konsumen diperoleh sebagai konsekuensi

    mengkonsumsi barang dan/atau jasa melalui suatu transaksi konsumen. Transaksi

    konsumen adalah peralihan barang dan/atau jasa, termasuk di dalamnya peralihan

    kenikmatan dalam menggunakannya.7 Dalam praktik sehari-hari terjadi beberapa

    tahapan transaksi konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah :

    1. Tahap Pra Transaksi

    Pada tahap ini, transaksi (pembelian, penyewaan, peminjaman, pemberian

    hadiah komersial, dan sebagainya) belum terjadi. Konsumen masih mencari

    tahu dimana kebutuhannya harus didapatkan, harga dan/atau syarat-syarat

    yang ia mampu memenuhinya, serta berbagai fasilitas atau kondisi yang ia

    inginkan. Dengan kata lain, yang terpenting bagi konsumen saat ini adalah

    mendapatkan informasi atau keterangan yang benar, jelas dan jujur dari

    pelaku usaha yang beritikad baik dan bertanggung jawab mengenai produk

    dan/atau jasa tersebut.

    2. Tahap Transaksi

    Yaitu tahap terjadinya proses peralihan pemilikan barang dan/atau jasa

    pemanfaatan jasa tertentu dari pelaku usaha kepada konsumen. Pada tahap ini,

    pelaku usaha wajib memperlakukan konsumen secara benar dan jujur serta

    tidak diskriminatif, menjamin mutu barang dan/atau jasa sesuai standar yang

    berlaku, memberi kesempatan bagi konsumen untuk menguji dan mencoba

    barang/jasa tertentu dan memberi jaminan dan/atau garansi atas barang (Pasal

    7Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, cet. 3, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

    Indonesia, 2096), hlm. 19.

  • 24

    7 huruf c, d, e UUPK). Pada saat ini, konsumen mendapatkan kecocokan

    pilihan barang dan/atau jasa dengan persyaratan pembelian serta harga yang

    dibayarnya. Yang menentukan dalam tahap ini adalah syarat-syarat perjanjian

    peralihan pemilikan barang dan/atau pemanfaatan jasa tersebut, penyerahan

    dan/atau cara pembayaran atau pelunasan.

    Perilaku usaha sangat menentukan, seperti penentuan harga produk

    konsumen, penentuan persyaratan perolehan atau pembatalan perolehannya,

    kalusula-klausula, khususnya klausula baku yang mengikuti transaksi dan

    persyaratan-persyaratan jaminan, keistimewaan atau kemanjuran yang

    dikemukakan dalam transaksi barang dan/atau jasa.

    Umumnya, pada saat ini apabila perikatan terjadi secara tunai, maka

    tidak atau kurang bermasalah. Akan tetapi, pada perikatan dengan cara

    pembayaran atau pelunasan berjangka (antara lain penjualan beli sewa, kredit

    perbankan, kredit pemilikan rumah, dan sebagainya), sering menimbulkan

    masalah. Tidak jarang kita temui orang-orang yang menandatangani suatu

    konsep perjanjian tanpa terlebih dahulu membaca dengan teliti syarat-syarat

    yang terdapat dalam perjanjian itu. Dengan berlakunya UUPK, semua

    klausula baku yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan, menjadi batal demi hukum.

    3. Tahap Purna Transaksi

    Tahap ini dapat juga disebut tahap purna jual yaitu tahapan setelah transaksi

    terjadi. Pada tahap ini, tahapan pemakaian, penggunaan dan/atau pemanfaatan

    barang dan/atau jasa yang telah beralih pemilikannya atau pemanfaatannya

  • 25

    dari pelaku usaha kepada konsumen. Setelah transaksi terjadi pelaku usaha

    wajib memberi kompensasi/ganti rugi atau penggantian pemakaian,

    penggunaanm dan/atau pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

    diperdagangkan pada konsumen yang dirugikan. Juga apabila barang dan/atau

    jasa tersebut tidak sesuai dengam perjanjian sehingga berakibat menimbulkan

    kerugian kesehatan tubuh, keamanan jiwa dan/atau harta bendanya. Pada

    tahap ini, apabila informasi (baik lisan maupun tertulis) dari barang dan atau

    jasa yang disediakan oleh pelaku usaha sesuai dengan pengalaman konsumen

    dalam pemakaian, penggunaan dana dan/atau pemanfaatan produk konsumen

    tersebut, maka konsumen akan puas. Tetapi apabila sebaliknya terjadi, artinya

    informasi produk konsumen yang diperoleh oleh konsumen tidak sesuai

    dalam kenyataan pemakaian, pemggunaan dan/atau pemanfaatannya oleh

    konsumen, maka tentulah akan timbul masalah antara konsumen dan pelaku

    usaha yang bersangkutan yang akan menimbulkan sengketa konsumen.8

    G. Sanksi-Sanksi

    Jika berbicara soal pertanggungjawaban hukum, maka kita harus berbicara

    soal ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh suatu pihak sebagai

    akibat (dalam hal hubungan konsumen-pelaku usaha) dari pemakaian,

    penggunaan, dan/atau pemanfaatan oleh konsumen atas barang dan/atau jasa yang

    dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu.9

    8Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2007),

    hlm. 44. 9Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, cet. 3, (Jakarta :

    PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 59.

  • 26

    Hukum sebagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap tindak atau

    perilaku yang pantas. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar kaidah

    hukum dipatuhi adalah dengan mencantumkan sanksi-sanskinya. Ketentuan

    mengenai sanksi diatur dalam UUPK di dalam Bab XIII yang dimulai dari Pasal

    60 sampai dengan Pasal 63. UUPK membedakan antara sanksi administratif

    dengan sanksi pidana sebagai berikut :

    1. Sanksi Administratif

    Sanksi administratif diatur dalam Pasal 60. Sanksi ini merupakan "hak

    khusus" yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

    Perlindungan Konsumen kepada Badan Penyelesaian Perlindungan Konsumen

    (BPSK) atas tugas dan wewenang yang diberikan untuk menyelesaikan

    segketa konsumen di luar pengadilan.

    Sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh BPSK berdasarkan Pasal

    60 UUPK adalah berupa penetapan ganti rugi setinggi-tingginya

    Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) terhadap pelaku usaha yang

    melakukan pelanggaran terhadap/dalam rangka tidak dilaksanakannya :

    a. Pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepda konsumen, dalam bentuk

    pengambilan uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis,

    maupun perawatan kesehatan atau pemberian santunan atas kerugian yang

    diderita oleh konsumen;

    b. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang dilakukan

    oleh pelaku usaha periklanan;

  • 27

    c. Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan purna jual,

    baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaannya, serta pemberian

    jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya; juga berlaku

    terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa.

    2. Sanksi Pidana Pokok

    Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan dan dijatuhkan

    oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap pelanggaran

    yang dilakukan oleh pelaku usaha. Ketentuan mengenai sanksi pidana dalam

    UUPK diatur dalam Pasal 62, undang-undang ini juga mengatur bahwa

    ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat diberlakukam

    dalam upaya penyelenggaraan perlindungan konsumen.

    3. Sanksi Pidana Tambahan

    Undang-undamg Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

    memungkinkan diberikannya sanksi pidana tambahan di luar sanksi pidana

    pokok. Hal tersebut seperti yang dicantumkan dalam Pasal 63 UUPK. Sanksi-

    sanksi pidana tambahan yang dapat dijatuhkan berupa:

    a. Perampasan barang tertentu;

    b. Pengumuman keputusan hakim;

    c. Pembayaran ganti rugi;

    d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya

    kerugian konsumen;

    e. Kewajibam penarikan barang dari peredaran;

    f. Pencabutan izin usaha.

  • 28

    BAB III

    OBAT TRADISIONAL SHEN LONG GINGSENG POWDER OLEH BPOM

    A. Obat Tradisional Impor

    1. Pengertian Obat Tradisional Impor

    Obat tradisional adalah ramuan bahan alami yang belum dimurnikan,

    berasal dari tumbuhan, hewan dan mineral, yang digunakan untuk pengobatan

    pada pelayanan kesehatan tradisional, misalnya jamu adalah yang merupakan

    kesehatan tradisional ramuan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Obat

    tradisional sudah sejak lama digunakan secara luas di Indonesia. Dalam

    perkembangan pelayanan kesehatan formal, peran obat tradisional sebagai

    yang belum pernah dinilai secara ilmiah baik mengenai efektivitas maupun

    keamanannya.1

    Obat tradisional oleh Menteri Kesehatan diklasifikasikan sebagai jamu,

    obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu ialah obat tardisioanl yang

    didasarkan pada pendekatan warisan turun temurun atau pendekatan empirik.

    Sedangkan obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang didasarkan

    pada pendekatan ilmiah melalui uji pra-klinik. Selain itu, fitofarmaka

    merupakan obat tradisional yang didasarkan pada pendekatan ilmiah yang

    1Midian Sirait, Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Perlindungan dan Pengawasan Terhadap

    Pemakaian Obat Tradisional, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1995) hlm. 20

  • 29

    telah diuji melalui uji pra-klinik dan uji klinik.2 Sedangkan obat tradisional

    impor yaitu jamu atau herbal yang yang dibuat dibuat dan didatangkan dari

    luar negeri.

    Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum, dan

    dapat ditempelkan pada permukaan kulit tetapi tidak tersedia dalam bentuk

    suntikan atau aerosol. Dalam bentuk tersebut obat tradisional dapat berbentuk

    bubuk yang menyerupai obat modern, seperti kapsul, dan tablet. Ketersediaan

    obat tradisonal dalam berbagai bentuk ini perlu dibina dan perlu diawasi oleh

    pemerintah supaya tidak terjadi pencemaran dengan bakteri atau bahan alami

    lainnya. Disamping itu perlu diwaspadai pencampuran obat tradisional dengan

    bahan kimia sintesa.3

    2. Peran Label dalam Obat Tradisional Impor

    Upaya melindungi diri bagi konsumen akan lebih maksimal apabila

    sebelum melakukan suatu transaksi, konsumen telah mengetahui seluk beluk

    barang yang akan dibelinya. Pengetahuan mengenai seluk beluk barang sudah

    tentu tidak akan didapatkan begitu saja oleh konsumen, tapi berdasarkan

    informasi yang diberikan oleh pelaku usaha atau sumber lainnya.

    2 Departemen Kesehatan, Kebijakan Obat Tradisional, (Jakarta : Departemen Kesehatan,

    2007),hlm. 11. 3Midian Sirait, Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Perlindungan danPengawasan Terhadap

    Pemakaian Obat Tradisional, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1995) hlm. 22.

  • 30

    Label merupakan informasi yang bersifat wajib.4 Label merupakan media

    bagi konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai barang yang akan

    dikonsumsinya. Informasi yang diberikan pelaku usaha dalam suatu label

    harus dapat menjelaskan segala sesuatu yang relevan bagi kepentingan

    konsumen terhadap suatu barang, kegunaan dan penggunaan suatu barang,

    kelebihan dan kekurangannya, atau keuntungan dan kerugian bagi konsumen

    harus dapat ditangkap oleh konsumen setelah membaca label tersebut. Oleh

    karena itu label harus jelas dan dimengerti oleh konsumen.

    Tujuan mencantumkan label bagi konsumen merupakan sarana untuk

    mewujudkan hak-hak konsumen, khususnya hak untuk mendapatkan

    informasi dan hak untuk memilih.5 Label sebagai informasi bagi konsumen

    harus benar, jelas dan jujur. Secara umum, konsumen tidak mengetahui dan

    tidak mengerti metode penyiapan, proses produksi, pengawetan dan

    pengemasan produk-produk yang dikonsumsinya. Di dalam beberapa

    peraturan perundang-undangan disebut dengan berbagai istilah antara lain

    penandaan, label atau etiket.

    Di dalam Pasal 30 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

    disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke

    dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib

    mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan.

    4 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,

    2007), hlm. 59. 5 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung: Citra

    Aditya Bhakti, 2003), hlm. 152.

  • 31

    Apabila seorang pemakai atau konsumen membeli barang, ia

    menginginkan hal sebagai berikut:6

    a. Keyakinan bahwa barang tidak berbahaya bagi keselamatan dan

    kesehatannya;

    b. Banyak sumbernya sehingga akan lebih bebas memilih;

    c. Informasi yang jelas dan dapat dipercaya untuk dapat menilainya dan

    membandingkannya sehingga dapat disesuaikan dengan keperluannya;

    d. Kepastian bahwa barang akan cocok, tepat ukurannya, dan dapat

    digunakan bersama barang yang telah dipunyainya;

    e. Mengetahui bagaimanan menggunakan dan memeliharanya;

    f. Jaminan bahwa barang yang dapat digunakan dan berfungsi dalam waktu

    yang wajar.

    Label penting diketahui sebagai informasi yang sesungguhnya,

    terutama mengenai substansi dan standar pemakaian yang dilabelkan. Akan

    tetapi dalam praktiknya, standar pelabelan seringkali dilanggar pelaku usaha,

    akibatnya banyak konsumen yang menjadi korban.

    B. Obat Shen Long Gingseng Powder

    1. Sejarah Shen Long Gingseng Powder

    Shen Long Gingseng Powder merupakan obat tradisional yang berasal

    dari Malaysia. Obat tersebut familiar dengan sebutan Dragon Gingseng. Shen

    Long Gingseng Powder atau Dragon Gingseng merupakan salah satu produk

    6Grandi, Perlindungan Konsumen Dilihat Dari Sudut Pengaturan Standarisasi Hasil Produk

    Industri, (Departemen Kehakiman RI : BPHN, 1980), hlm. 81-82.

  • 32

    dari PT Dragon Gingseng adalah gingseng yang dihaluskan menjadi bubuk

    dengan teknologi nano dengan konsentrat yang tinggi yaitu empat (4) kali

    sehingga bubuk gingseng cepat diserap tubuh dan cepat memberikan khasiat.

    Bahan baku yang digunakan untuk memproses bubuk Dragon Gingseng

    diambil dari gingseng yang telah berusia enam tahun. Proses penghalusan

    menjadi bubuk menggunakan suhu rendah di bawah 28 derajat celcius

    sehingga unsur atau kandungan asli gingseng tidak berkurang dan tidak

    berakibat panas dalam pada konsumen. Penghalusan produk menjadi ekstrak

    (sari) menggunakan metode analisa bahan terkini untuk menjadikannya

    paling manjur.

    Dragon gingseng dibiakkan di daerah pertumbuhan gingseng terbaik

    yaitu di daerah otonom Korea Utara pada wilayah pegunungan yang

    ketinggiannya melebihi 2.000 kaki di atas permukaan laut.7 Dari segi

    kelembaban, suhu selama musim panas sekitar 16 derajat celcius, sewaktu

    musim dingin sekitar -6 derajat Celsius.

    Peredaran udara yang baik dan air yang cukup merupakan kondisi dasar

    pertumbuhan gingseng. Yang paling baik membesarkan gingseng pda lahan

    pohon pinus merah berusia 30 tahun ke atas menggunakan pupuk organik.

    Hanya lahan subur seperti itu yang akan menumbuhkan gingseng berkualitas

    tinggi.

    7http://suplemenmurahasli.blogspot.com/2012/04/shen-long-serbuk-gingseng-powder.html. Diakses

    pada tanggal 28 Maret 2014.

    http://suplemenmurahasli.blogspot.com/2012/04/shen-long-serbuk-gingseng-powder.html

  • 33

    2. Khasiat Obat Shen Long Gingseng Powder

    Kandungan yang terdapat dalam obat Shen Long Gingseng Powder atau

    drgon gingseng yaitu gingseng. Manfaat dari gingseng itu tersendiri yaitu

    menjaga kesehatan, menambah umur dan terutama agar organ tubuh manusia

    selalu dalam kondisi yang baik. Gingseng tidak hanya untuk penyakit tertentu

    saja banyak manfaatnya untuk menjaga kesehatan dan sudah dibuktikan oleh

    beberapa ahli kesehatan dan dari berbagai negara bahwa gingseng sangat

    berkhasiat terhadap penyakit modern.

    Berikut ini merupakan khasiat dari gingseng yaitu :

    a. Meningkatkan antibody dengan begitu kita tidak akan mudah flu dan

    batuk;

    b. Menjaga lima organ tubuh penting seperti ginjal, jangtung paru-paru, limpa

    dan lever;

    c. Mencegah percepatan menoupause;

    d. Mencegah osteoporosis, rematik, Parkinson dan lain-lain.

    Khasiat dari Dragon Gingseng tersebut yaitu untuk berbagai macam

    penyakit yaitu :

    a. Mengatur dan menormalkan fungsi-fungsi lima organ pertama yaitu :

    jantung, liver, empedu, paru-paru, dan ginjal;

    b. Penurunan kesehatan dan kurang stamina;

    c. Lemah seusai operasi;

  • 34

    d. Perut lemah dan kembung;

    e. Penyakit jantung;

    f. Kurang energi;

    g. Kurang darah;

    h. Kehamilan;

    i. Pasien kencing manis;

    j. Penderita kanker;

    k. Penderita ginjal; dan

    l. Penderita stroke.

    C. Badan Pengawas Obat dan Makanan

    1. Pengertian dan Latar Belakang Badan Pengawas Obat dan Makanan

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupkan Lembaga

    Pemerintah Non Departemen (LPND), yaitu sesuai dengn keputusan Presiden

    Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 merupakan lembaga pemerintah

    pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari

    presiden serta bertanggungjawab langsung kepada presiden.

    Latar belakang terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

    adalah dengan melihat kemajuan teknologi telah membawa perubahan-

    perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi. Dengan kemajuan

    teknologi tersebut produk-produk lokal maupun impor dapat tersebar secara

    luas dan menjangkau seluruh strata masyarakat.

  • 35

    Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

    (SisPOM) yang aktif dan efesien yang mampu mendekteksi mencegah dan

    mengawasi produk-produk dengan tujuan untuk melindungi keamanan,

    keselamatan, dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri.

    Untuk itu telah dibentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan yang memiliki

    jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dalam

    memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.8

    2. Fungsi dan Wewenang Badan POM

    Menurut Pasal 3 Keputusan Kepala BPOM No. 002001/SK/KBPOM

    fungsi dri BPOM yaitu :

    a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat

    dan makanan;

    b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengwasan obat dan makanan;

    c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM;

    d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

    instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan;

    e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

    perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,

    keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

    Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, BPOM

    mempunyai kewenangan yaitu :

    8 http://pom.go.id/profile/latarbelakang.asp. Diakses pada 1 April 2014, pukul 15.21 WIB.

    http://pom.go.id/profile/latarbelakang.asp

  • 36

    a. Penyusunan secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan;

    b. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk

    mendukung pembangunan secara makro;

    c. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan;

    d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat adiktif) tertentu

    untuk makanan dan penetapan pedomanpengawasan peredaran obat dan

    makanan;

    e. Pemberian ijin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri

    farmasi;

    f. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan, dan pengwasan

    tanaman obat.

    3. Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan

    Definisi kode dalam kamus besar Bahasa Indonesia yaitu tanda (kata-kata,

    tulisan) yang telah disepakati untuk maksud tertentu, sedangkan BPOM sendiri

    sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001

    merupkan lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi

    mengawasi kondisi setiap produk obat, makanan dan minuman yang beredar di

    Indonesia.

    Produk obat tradisional yang sudah terdaftar di BPOM dapat dilihat pada

    kode registrasi yang tercantum pada kemasan/label yang terdiri dari kode POM

    kode huruf 2 (dua) digit dan dikuti 9 (Sembilan) digit, yaitu :

  • 37

    a. TR merupakan kode untuk obat tradisional yang dibuat di Indonesia atau

    merupakan merek nasional atau dalam negeri;

    b. TL merupakan kode untuk obat tradisional asing yang diproduksi oleh suatu

    Industri Obat Tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang bersangkutan

    dengan memakai merk dan nama dagang perusahaan tersebut;

    c. TI merupakan kode untuk obat tradisional impor.

  • 38

    BAB IV

    PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

    TERHADAP OBAT TRADISIONAL SHEN LONG GINGSENG POWDER

    A. Mekanisme Pemberian Informasi Obat Tradisional Impor

    Pada dasarnya pemberian informasi pada obat tradsional lokal maupun impor

    harus mempunyai izin edar. Tujuannya untuk melindungi masyrakat dari

    peredaran dan penggunaan obat tradisional impor yang tidak memenuhi

    persyaratan mutu keamanan dan khasiat, maka dari itu perlu dilakukannya

    evaluasi melalui pendaftaran sebelum izin edar.

    Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. Hk. 00.05.41.1384 Pasal 2

    ayat (1) bahwa obat tradisional, obat herbal berstandar fitofarmaka yang dibuat

    atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.

    Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka harus

    dilakukan pendaftaran. Pemberian izin edar harus dilaksanakan melalui

    mekanisme regristrasi sesuai dengan tata laksana yang ditetapkan.

    Obat tradisional impor sebelum didaftarkan harus memenuhi kriteria agar

    dapat memiliki izin edar dari Badan POM. Kriteria tersebut tercantum dalam

    Pasal 4 yaitu :

    1. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi

    persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan khasiat;

    2. Dilihat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat

    Tradisonal yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku;

  • 39

    3. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin

    pengguna obat tradisional, obat herbal dan fitofarmaka secara tepat, rasional,

    dan aman sesuai dengan evaluasi dalam rangka pendaftaran.

    Tata cara pendaftaran untuk memperoleh izin edar obat tradisional impor :

    1. Pendaftaran diajukan oleh pendaftar kepada Kepala Badan;

    2. Pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandar fitofarmaka dilakukan dalam

    2 (dua) tahap yaitu pra penilaian dan penilaian.

    3. Pra penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tahap

    pemeriksaan kelengkapan, keabsahan dokumen dan dilakukan penentuan

    kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

    4. Penilaian sebagaimana dimaksud pda ayat (2) merupakan proses evaluasi

    terhadap dokumen dan data pendukung.

    Setelah data pendaftar masuk ke Kepala Badan POM, maka hasil pra

    penilaian diberitahukan secara tertulis kepada pendaftar dan bersifat mengikat

    serta diberitahukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja untuk pendaftar

    variasi dan 20 (dua puluh) hari kerja untuk pendaftar baru terhitung sejak tanggal

    diterimanya berkas pendaftaran. Data dan segala sesuatu yang berhubungan

    dengan penilaian dalam rangka pendaftaran dijaga kerahasiannya oleh Kepala

    Badan.

    Terhadap pendaftaran dikenakan biaya sesui dengan ketentuan perundang-

    undangan yang berlaku. Pengajuan pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan

    berkas pendaftaran yang terdiri dari formulir tau disket pendaftaran yang telah

  • 40

    diisi, dilengkapi dengan dokumen administrasi dan dokumen pendukung.

    Dokumen pendukung obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka

    terdiri dari dokumen mutu dan teknologi, dan dokumen yang mendukung klaim

    indikasi sesuai jenis dan tingkat pembuktian.

    Berkas pendaftaran obat tradisional impor harus dilengkapi dengan :

    1. Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister

    catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan pembungkus dan penandaan

    yang berlaku, yang merupakan rangcangan kemasan obat tradisional, obat

    herbal terstandar fitofarmaka yang diedarkan dan harus dilengkapi dengan

    rancangan warna;

    2. Brosur yang mencantumkan informasi mengenai obat tradisional, obat

    terstandar dan fitofarmaka. Mengenai informasi yang terdapat pada brosur

    atau label pada obat tradisional impor tersebut harus dapat diketahui oleh

    konsumen atau masyarakat yaitu dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

    Untuk pendaftar baru, berkas yang diserahkan terdiri dari :

    1. Formulir TA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi ;

    2. Formulir TB berisi dokumen yang mencangkup formula dan cara pembuatan;

    3. Formulir TC berisi dokumen yang mencangkup cara pemeriksaan mutu bahan

    baku dan produk jadi.

    4. Formulir TD berisi dokumen yang mencangkup klaim indikasi, dosis, cara

    pemakaian, dan bets.

  • 41

    Sedangkan untuk pendaftar variasi, berkas yang diserahkan terdiri dari

    formulir pendaftaran, dokumen administrasi dan dokumen pendukung mengikuti

    ketentuan sebagai berikut :

    1. Pengisian formulir pendaftaran harus menggunakan Bahasa Indonesia

    dan/atau Bahasa Inggris;

    2. Dokumen pendaftaran dapat menggunkan Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa

    Inggris;

    3. Penandaan obat trdisional dalam negeri, obat herbal terstandar fitofrmaka

    harus menggunakan Bahasa Indonesia;

    4. Penandaan obat trdisionl impor harus menggunaakan Bahasa Indonesia di

    samping Bahasa aslinya.

    Terhadap dokumen pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandar

    fitofarmaka yang telah memenuhi ketentuan dilakukan penilaian sesuai dengan

    ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Untuk melakukan penilaian

    dibentuk Panitia Penilai Obat Tradisional (PPOT) dan Komite Nasional Penilai

    Obat Tradisional (KOMNAS POT). Pembentukan, tugas dan fungsi PPOT

    ditetapkan oleh Deputi. Sedangkan pembentukan, tugas dan fungsi KOMNAS

    POT ditetapkan oleh Kepala Badan.

    Hasil penilaian mutu, keamanan, dan khasiat dapat berupa memenuhi syarat,

    belum memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Dalam memenuhi syarat,

    kepala Badan akan memberikan surat keputusan persetujuan pendaftaran sesuai

    lampiran 9. Sedangkan dalam hal yang belum memenuhi syarat, maka diperlukan

  • 42

    tambahan data yang akan diberitahukan secara tertulis dengan menggunkan

    format lampiran 10.

    Pendaftaran yang telah menerima permintan tambahan data maka wajib :

    1. Menyerahkan tambahan dan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung

    mulai tanggal pemberitahuan;

    2. Bila batas waktu 3 (tiga) bulan telah dilampui, berkas pendaftar dikembalikan

    dengan surat sesuai lampiran 11;

    3. Berkas yang dikembalikan dapat diajukan kembli sebagai pendaftar baru dan

    dilengkapi dengan tambahan data.

    Jika dalam hal ini tidak memenuhi syarat, maka Kepala Badan akan

    memberikan surat keputusn dengan menggunakan format penolakan pendaftaran.

    Terhadap keputusan belum memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat,

    pendaftar dapat mengajukan keberatan secara tertulis dengan mekanisme dengar

    pendapat kepada Kepala Badan. Pengajuan keberatan diajukan paling lama 30

    (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat keputusan.

    Persetujuan pendaftaran obat tradisional obat herbal berstandar fitofarmaka

    baik dari dalam negeri maupun luar negeri berlaku 5 (lima) tahun selama masih

    memenuhi ketentuan yang berlaku dan dapat diperpanjang melalui pendaftaran

    ulang. Untuk melaksanakan izin edar, pendaftar wajib membuat obat tradisional,

    obat herbal terstandar fitofarmaka atau mengimpor obat tradisional yang telah

    mendapat izin edar selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal izin edar

    dikeluarkan, pendaftar harus menyerahkan kemasan siap edar kepada Kepala

  • 43

    Badan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum obat tradisional. Obat herbal

    terstandar dan fitofarmaka dibuat atau obat tradisional impor, pendaftar wajib

    melaporkan informasi kegiatan pembuatan atau impor secara berkala setiap 6

    (enam) bulan kepada Kepala Badan.

    Kepala Badan dapat membatalkan izin edar obat tradisional, obat herbal

    terstandar dan fitofarmaka baik dari lokal maupun impor apabila :

    1. Berdasarkan penelitian atau pemantauan setelah beredar tidak memenuhi

    kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau;

    2. Penandaan informasi tidak sesuai dengan yang telah disetujui;

    3. Promosi menyimpang dari ketentuan yang berlaku;

    4. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau;

    5. Selama 2 (dua) tahun berturut-turut obat tradisional, obat herbal terstandar

    dan fitofarmaka tidak dibuat;

    6. Izin industri di bidang obat tradisional, izin industri farmasi atau badan usaha

    dicabut atau;

    7. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang pembuatan obat

    tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka atau impor obat tradisional.

    Obat tradisional impor yang didaftarkan dilarang mengandung bahan kimia

    hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika, atau psikotropika, bahan yang

    dilarang, dan/atau hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, obat tradisional juga

    dilarang dalam bentuk sedian intravaginal, tetes mata, parenteral, dan supositoria,

  • 44

    kecuali digunakan untuk wasir. Obat tradisional, obat herbal tersandar

    fitofarmaka dalam bentuk sedian cairan obat dalam tidak boleh mengandung etil

    alcohol dengan kadar lebih bsar dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk

    sediaan tingtur (larutan etanol) yang pemakaiannya dengan pengenceran.

    Perbedaan izin usaha dan izin edar :

    Izin Usaha Izin Edar

    1. Izin untuk berdirinya perusahaan di

    Indonesia.

    2. Izin diberikan oleh Menteri

    Kesehatan, atau Kepala Kantor

    wilayah Departemen Kesehatan.

    3. Diatur dalam Peraturan Menteri

    Kesehatan No. 246 Tahun 1990

    4. Memiliki syarat :

    Dilakukan oleh Badan Hukum (PT

    atau Koperasi).

    Memiliki nomor wajib pajak.

    Didirikan di tempat yang bebas

    pencemaran dan tidak mencemari

    lingkungan.

    Mempekerjakan apoteker WNI

    sebagai penanggung jawab teknis

    Wajib mengikuti CPOTB

    1.Izin untuk mengedarkan obat

    tradisional di Indonsia.

    2.Izin diberikan oleh Kepala Badan

    POM

    3. Diatur dalam Peraturan Kepala

    Badan POM No: HK. 00.05.41.

    1384.

    4.Memiliki syarat :

    Menggunaakan bahan berkhasiat

    sesuai mutu, keamanan, dan

    khasiat.

    Dibuat sesuai CPOTB.

    Penandan berisi informasi yang

    lengkap dan obyektif sesuai

    dengan hasil evaluasi.

  • 45

    B. Perlindungan Konsumen Terhadap Label Obat Tradisional Impor Shen

    Long Gingseng Powder

    Secara tegas di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan

    bahwa pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan;

    barang dan/atau jasa yang tidak memasang label atau membuat penjelasan barang

    yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan

    pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta

    keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus

    dipasang/dibuat.1

    Dalam penelitian Penulis, telah ditemukan bukti-bukti pelanggaran pada obat

    Shen Long Gingseng Powder. Diantaranya yaitu tidak mencantumkan Bahasa

    Indonesia pada label kemasannya. Padahal dalam Pasal 8 huruf (j) Undang-

    Undang Perlindungan Konsumen telah disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang

    atau memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak

    mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa

    Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

    Informasi atas suatu produk merupakan sarana yang sangat menunjang bagi

    konsumen untuk mewujudkan hak-hak konsumen, khususnya hak untuk

    mendapatkan informasi secara baik dan benar, serta hak untuk memilih produk

    yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini PT Dragon Gingseng selaku

    1 N.H.T. Siahaan. Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk,

    (Jakarta : Panta Rei, 2005). Hlm. 141-142.

  • 46

    pelaku usaha/importir obat Shen Long Gingseng Powder dapat dikenakan sanksi

    sesuai ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu

    pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,

    maka dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda

    Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

    Tidak hanya pidana penjara dan pidana denda yang dijatuhkan untuk pelaku

    usaha tetapi dapat juga dikenakan hukuman tambahan sesuai dengan Pasal 63

    Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu :

    1. Perampasan barang tertentu

    Obat tradisional dapat diambil secara paksa dari peredaran.

    2. Pengumuman keputusan hakim

    3. Pembayaran ganti rugi

    Maksudnya ketika konsumen mengalami kerugian maka pelaku usaha atau

    distributor wajib menggantikan kerugian yang dialami konsumen baik materil

    maupun immaterial

    4. Perintah penghentian kegiatan usaha tertentu yang menyebabkan timbulnya

    kerugian konsumen

    Dalam hal ini Badan POM dan Menteri kesahatan dapat menghentikan

    kegitan usaha yang dilakukan agar tidak ada korban selanjutnya.

    5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran

    Obat tradisional impor yang tidak memenuhi kriteria dan membahayakan

    konsumen maka dilakukanlah penarikan obat tersebut dari peredaran.

  • 47

    6. Pencabutan izin usaha

    Dalam hal ini Menteri Kesehatan dapat mencabut izin usaha obat tradisional

    impor yang berada di Indonesia.

    Selain tidak mencantumkan Bahasa Indonesia pada label kemasannya,

    pelanggaran selanjutnya yang dilakukan oleh PT Dragon Gingseng yaitu

    melakukan tindak pidana pemalsuan nomor izin edar dari Badan POM. Penulis

    telah melakukan pengecekan ulang ke website Badan POM dan hasinya yaitu

    obat Shen Long Gingseng Powder tidak terdaftar. Kejahatan mengenai pemalsuan

    adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu

    atas sesuatu (obyek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar

    adanya sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.2

    Tindak pidana pemalsuan dalam KUHP adalah tindak pidana yang pemalsuan

    yang ditunjukan bagi perlindungan hukum terhadap kepercayan akan kebenaran

    dari keenam objek pemalsuan (keterangan palsu, mata uang, uang kerta, materai,

    merek dan surat). Dalam Pasal 386 Ayat (1) KUHP dapat dikatakan mengenai

    pemalsuan obat adalah barang siapa menjual, menawarkan, atau menyerahkan

    barang makanan, minuman, atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu,

    dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

    tahun.

    Adapun penjelasan mengenai pengaturan tindak pidana pemalsuan izin edar

    yang terdapat dalam dalam Pasal 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009

    2 Adam Chazwi (2001). Hlm. 21.

  • 48

    tentang Kesehatan yaitu setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau

    mengedarkan sediaan farmasi (obat tradisional) dan/atau alat kesehatan yang tidak

    memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 Ayat (1) dipidana

    dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

    Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah). Unsur-unsur yang

    terdapat dalam Pasal 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

    adalah sebagai berikut :

    1. Setiap orang

    2. Yang dengan sengaja

    3. Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang

    tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 Ayat (1).

    Unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 197 sama pada Pasal 196, yang

    menjadi perbedan adalah dalam Pasal 197 yang dilarang untuk diproduksi dan

    diedarkan adalah obat yang tidak memiliki izin edar sebagaimana yang dimaksud

    dalam Pasal 106 Ayat (1) sediaan frmasi dan alat kesehatan hanya dapat

    diedarkan setelah mendapat izin edar.

    Hasil wawancara dengan ibu Wardah Festi Utami selaku konsumen obat Shen

    Long Gingseng Powder, beliau mengatakan bahwa ia tidak mengetahui informasi

    seperti kandungan pada obat tersebut, cara pakai obat tersebut, fungsi dari obat

    tersebut dan indikasi apa yang terjadi setelah pemakaian obat tersebut. Ia hanya

    mengetahui cara penggunan dari penjual. Ini telah menjadi bukti yang sangat kuat

  • 49

    bahwa pelaku usaha maupun distributor telah menciderai hak-hak konsumen.

    Disinilah konsumen ditempatkan pada posisi yang tidak seimbang.

    Dengan adanya peraturan yang mengatur tentang konsumen dan pelaku

    usaha harusnya memberikan kepastian hukum, manfaat dan keamanan bagi kedua

    belah pihak sesuai dengan asas yang tertuang pada Pasal 2 Undang-undang

    Perlindungan Konsumen. Tetapi pada prakteknya, kemanan dan keselamatan

    konsumenlah yang menjadi objektivitas bisnis oleh pelaku usaha. Adanya

    Undang-undang Perlindungan Konsumen tersebut, harusnya kecenderungan

    caveat emptor dapat mulai diarahkan menuju caveat venditor.3 Caveat emptor

    adalah suatu kondisi dimana konsumen harus berhati-hati karena posisi pelaku

    usaha yang kuat, diarahkan menuju caveat venditor yaitu suatu kondisi dimana

    pelaku usaha harus berhati-hati karena konsumen sudah memahami mengenai

    perlindungan konsumen.

    Melihat permasalahan di atas menurut penulis, konsumen Indonesia yang

    kurang kritis dan kurang memahami adanya hukum konsumen yang menjadikan

    konsumen tersebut tidak berhati-hati dalam memilih suatu produk. Memilih,

    menyisihkan atau memilih suatu produk yang baik dalam hukum Islam disebut

    juga dengan khiyar. Secara umum khiyar adalah menentukan yang terbaik daari

    dua hal atau lebih untuk dijadikan orientasi. Yang menjadikan dasar

    disyariatkannya hak pilih adalah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra.,

    bahwa Nabi SAW. bersabda :

    3 Shidrta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesi, (Jakarta : Grasindo, 2006). Hlm. 62.

  • 50

    تَاَرا الَْبّيَِعاِن ِِبلِْخَّياِر َما لَْم يَتَفََّرقَا أَْو ََيْ

    “Sesungguhnya dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar

    dalam jual-belinya selama mereka belum berpisah, atau jual belinya dengan

    akan khiyar.” (Mutafaqqun „alaih : Fathul Bari IV:326 no: 2107, Muslim III no:

    1531 dan Nasa‟I VII: 248)

    Dan juga berdsarkan hadis Habban bin Munqidz ra. Ia sering kali tertipu

    dalam jual beli karena ketidakjelasan barang jualan, maka Nabi SAW

    memberikan kepadanya hak pilih. Nabi SAW. bersabda :

    “Kalau engkau memberi sesuatu, katakanlah, „Tidak ada penipuan‟.”

    Hadis tersebut di atas hendaknya dijadikan pedoman untuk konsumen dan

    pelaku usaha, bahwa ternyata dengan hati-hati dalam memilih suatu produk yang

    akan di konsumsinya akan meminimalisir kerugian yang akan diterimanya. Dan

    untuk pelaku usaha diwajibkan untuk berlaku jujur dalam mencantumkan

    informasi pada setiap produk yang akan diedarkan.

    Untuk melindungi konsumen dari peredaran obat tradisionl impor, yang tidak

    mengindahkan hak-hak konsumen maupun membahayakan bagi diri konsumen,

    maka pemerintah Indonesia telah membentuk badan yang bertugas mengawasi

    peredaran obat dan makanan di wilayah Indonesia yaitu Badan POM. Menurut

    Ibu Tiodora Sirit selaku Kepala Sub Bagian Penyuluhan Hukum, Badan POM

    dalam melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional impor mempunyi 2

  • 51

    (dua) fungsi pengawasan yaitu pengawasan secara pre market dan post market.

    Pengawasan secara pre market yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum obat

    tradisional impor beredar di pasaran dan mewajibkan setiap pelaku usaha untuk

    mendaftarkan obat tersebut ke Badan POM. Sedangkan pengawasan secara post

    market yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM setelah obat

    tradisional tersebut beredar di pasaran. Dalam hal ini Badan POM telah

    melakukan preventive maupun represif.

    Selain melakukan pencegahan obat tradisional impor yang tidak memiliki izin

    edar oleh Badan POM, seharusnya ada upaya pelatihan atau program yang

    dicanangkan untuk mengasah dan menumbuhkan daya kritis masyarakat terhadap

    produk-produk yang beredar di sekitarnya. Upaya penumpasan agak sulit

    seharusnya upaya pencegahan ini yang ditekankan. Harus ada doktrinisasi yang

    dilakukan melalui media pula terhadap masyarakat untuk mengajak mereka

    menjadi konsumen yang cerdas.

    Dari permasalahan obat Shen Long Gingseng Powder di atas, yang menjadi

    korban dari pelanggaran-pelanggaran kewajiban pelaku usaha adalah konsumen.

    Hak-hak konsumen yang terlanggar adalah hak atas informasi yang benar dan

    jelas mengenai obat Shen Long Gingseng Powder. Dengan demikian maka

    konsumen memiliki hak untuk mendapatkan advokasi, upaya penyelesaian

    sengketa dan ganti rugi.

    Apabila konsumen mengalami kerugian yang mengakibatkan penurunan

    kesehatan maupun mengancam jiwa, sesuai dengan Pasal 45 Undang-Undang

  • 52

    Perlindungan Konsumen maka konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui

    lembaga yang bertugas menyelesaikaan sengketa antara konsumen dan pelaku

    usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

    Konsumen dapat mengadukan hal ini ke BPSK yaitu badan yang menyelesaikan

    sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dengan jalan konsiliasi, mediasi dan

    arbitrase. Pada Pasal 2 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

    No. 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Pelaksanaan

    Tugas dan Wewenang BPSK, di dalam menyelesaikan sengketa didasarkan atas

    pilihan dan persetujuan para pihak. BPSK dalam hal ini akan mengeluarkan suatu

    putusan bersifat administratif yang wajib ditaati oleh pelaku usaha dan konsumen.

    Tetapi apabila konsumen tidak puas dengan putusan tersebut, atau putusan

    tersebut tidak dijalankan oleh pelaku usaha, konsumen secara pribadi atau melalui

    lembaga konsumen atau secara kelompok dapat langsung menggugat produsen.

    Gugatan tersebutdilyangkan kepda produsen obat tradisional impor ke pengadilan

    umum untuk dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.

  • 53

    BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Dari uraian yang telah dikemukakan dan penlitian di lapangan, penulis

    menyimpulkan bahwa :

    1. Informasi merupakan hak dari konsumen dan harus disediakan oleh pelaku

    usaha atau produsen. Hal tersebut seperti yang telah tercantum dalam

    Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Pangan, Undang-

    Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan,

    dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Informasi merupakan

    sarana untuk menciptakan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

    konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Dalam peraturan perundang-

    undangan yang telah ditentukan bahwa untuk menjamin diterimanya

    informasi produk oleh masyarakat maka pencantuman label atas produk yang

    akan diedarkan di Indonesia harus menggunakan Bahasa Indonesia. Ketentuan

    yang tegas terhadap kewajiban pencantuman label dalam Bahasa Indonesia

    ditandai dengan adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran ketentuan

    tersebut. Obat tradisional impor yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia

    pada label kemasan obat dilarang untuk diedarkan, dimasukkan dan

    diperdagangkan di Indonesia. Dan terhadap pelaku usaha yang melanggar

    ketentuan tersebut, dapat dincam dengan hukuman pidana.

  • 54

    2. BPOM mepunyai peranan yang cukup besar dalam me