perlakuan herbisida pada sistem tanpa olah tanah terhadap pertumbuhan hasil dan kualitas hasil j

73
PERLAKUAN HERBISIDA PADA SISTEM TANPA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.) SKRIPSI oleh: VILA RATNASARI LISTYOBUDI 132040012 JURUSAN AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2011

Upload: krida-singgih-kuncoro

Post on 29-Jul-2015

838 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

PERLAKUAN HERBISIDA PADA SISTEM TANPA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.)

SKRIPSI

oleh: VILA RATNASARI LISTYOBUDI

132040012

JURUSAN AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

2011

Page 2: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

PERLAKUAN HERBISIDA PADA SISTEM TANPA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS

HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS

(Zea mays saccharata Sturt.)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Pertanian

Disusun oleh :

VILA RATNASARI LISTYOBUDI

132.040.012

JURUSAN AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2011

Page 3: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Kualitas Hasil Jagung Manis ( Zea mays saccharata Sturt. )

Nama Mahasiswa : Vila Ratnasari Listyobudi

Nomor Mahasiswa : 132040012

Program Studi : Agronomi

Menyetujui :

Pembimbing dan Penguji

Dr. Ir. Sri Wuryani, M.Agr Dr. Ir. Abdul Rizal AZ, MP Pembimbing I Penelaah I

Ir. Siwi Hardiastuti EK, SH., MP Dr. Ir. RR.Rukmowati B, M.Agr

Pembimbing II Penelaah II

Fakultas Pertanian

UPN “Veteran” Yogyakarta

Dekan

Dr. Ir. Abdul Rizal AZ, MP.

Page 4: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

ABSTRAK

PERLAKUAN HERBISIDA PADA SISTEM TANPA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS HASIL JAGUNG

MANIS (Zea mays saccharata Sturt.) Penelitian ini bertujuan untuk menentukan macam herbisida yang paling baik digunakan terhadap penekanan gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada lahan tanpa olah tanah dan menentukan dosis herbisida yang paling baik terhadap penekanan gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UPN ”Veteran” Yogyakarta, Desa Wedomartani, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian menggunakan percobaan lapangan dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor. Faktor dalam penelitian ini adalah perlakuan herbisida oxyfluorfen dosis 1-3 L/ha, perlakuan herbisida paraquat dosis 1-2 L/ha, perlakuan herbisida glifosat dosis 1-3 L/ha, ditambah satu perlakuan kontrol (tanpa herbisida). Parameter pengamatan meliputi analisis vegetasi, bobot kering gulma total (g), tinggi tanaman (cm), diameter batang (cm), bobot berangkasan (kg), panjang tongkol dengan kelobot per tanaman (cm), diameter tongkol dengan kelobot per tanaman (cm), bobot tongkol dengan kelobot per tanaman (g), bobot ekonomis tongkol dengan kelobot (kg), dan kadar gula total jagung manis (%). Hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada jenjang nyata 5% menggunakan uji Student Newman Keuls (SNK). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan herbisida pada sistem tanpa olah tanah memberikan pengaruh nyata antar perlakuan pada parameter tinggi tanaman 6 mst dan persentase gula total. Herbisida paraquat dosis 2 L/ha menunjukkan perlakuan paling baik pada parameter persentase gula total.

Kata kunci : Herbisida, Jagung Manis, Tanpa Olah Tanah (TOT)

Page 5: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dili Timor-Timur pada tanggal 23 Februari 1987.

Penulis merupakan putri pertama dari ayah T. Giri Sulistyo dan ibu Florentina

Budiyarti.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMA STELLA DUCE 2 Yogyakarta dan pada

tahun yang sama diterima di UPN “Veteran” Yogyakarta. Penulis memilih Program

Studi Agronomi, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan di

kampus. Pada tahun 2005 penulis menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan

Agronomi periode 2005/2006 sebagai anggota divisi minat dan bakat. Pada tahun

2006 menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Agronomi periode 2006/2007

sebagai anggota divisi minat bakat. Pada tahun 2007 menjadi pengurus Himpunan

Mahasiswa Jurusan Agronomi periode 2007/2008 sebagai Koordinator divisi

Advokasi & Humas serta menjadi Koordinator divisi Advokasi & Humas di Badan

Eksekutif Mahasiswa periode 2008/2009.

Page 6: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-

Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan skripsi yang berjudul

“Perlakuan Herbisida pada Sistem Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan,

Hasil dan Kualitas Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata

Sturt)”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas

bimbingan, saran dan dorongan dalam menghadapi keterbatasan, kesulitan yang

penulis alami selama menyelesaikan laporan penelitian ini, kepada:

1. Dr. Ir. Sri Wuryani, M. Agr selaku pembimbing I

2. Ir. Siwi Hardiastuti EK, SH., MP. selaku pembimbing II

3. Dr. Ir. Abdul Rizal AZ, MP. selaku penelaah I

4. Dr. Ir. RR. Rukmowati B., M. Agr selaku penelaah II

5. Kedua Orang tua dan adik tercinta

6. Sahabat- sahabat seperjuangan

Penulis telah berusaha melengkapi usulan skripsi ini dengan sebaik

mungkin, untuk itu segala saran dan kritk yang bersifat membangun sangat

diharapkan bagi penulis, agar nantinya dapat berguna untuk penyusunan laporan

resmi penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, Oktober 2011

Penulis

Page 7: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ……………………....……..…….. ii

ABSTRAK …………………………………………………………… iii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ……………………………………..…….. v

DAFTAR ISI …………………………………………..……….. vi

DAFTAR TABEL ................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………..….. 1

a. Latar belakang …….....…………………………….…….. 1

b. Identifikasi Masalah ……………………….….……….. 5

c. Tujuan Penelitian …………………….....……….………….. 5

d. Manfaat Penelitian ....……….…………….…………….......... 6

e. Kerangka Pemikiran .................................................................. 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .………………….……………….. 6

a. Tanaman Jagung ..........………………….…………………. 10

b. Gulma pada Pertanaman Jagung................................................ 15

c. Pengendalian Gulma dengan Herbisida...........………………… 16

d. Tanpa Olah Tanah (TOT) …….…….….……………………. 20

e. Hipotesis ...…...…….………..………………………........... 21

Page 8: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ......……….. 22

a. Tempat dan Waktu Penelitian ...……..….……………….. 22

b. Bahan dan Alat Penelitian ..................……………………….. 22

c. Metode Penelitian ….…….......……………………………… 22

d. Pelaksanaan Penelitian ....………………………………… 23

e. Parameter Pengamatan …...………………………………. 26

f. Analisis Hasil …...………………………………………. 29

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS …………………………………… 30

a. Komponen Gulma …………………………………… 30

1. Analisis vegetasi …………………………………….. 30

2. Bobot kering gulma total ……………………………. 32

b. Komponen pertumbuhan …………………………… 34

1. Tinggi tanaman pada 4, 5, 6 mst …………………….. 34

2. Diameter batang pada 4, 5, 6 mst …………………… 35

3. Bobot Berangkasan ………………………………….. 36

c. Komponen Hasil …………………………………………… 37

1. Panjang tongkol dengan kelobot per tanaman……….. 37

2. Diameter tongkol dengan kelobot per tanaman……… 37

3. Bobot tongkol dengan kelobot per tanaman…………. 38

4. Bobot ekonomis tongkol dengan kelobot per tanaman.. 39

d. Komponen Kualitas Hasil …………………………… 40

1. Presentase Gula Total …………………………………… 40

BAB V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN …………………… 41

a. Pembahasan …………………………………………… 41

b. Kesimpulan …………………………………………… 47

Page 9: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 48

LAMPIRAN ............................................................................................ 52

Page 10: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis vegetasi sebelum tanam ........................................ 30

2. Analisis vegetasi pada 3 minggu setelah perlakuan herbisida… 31

3. Analisis vegetasi pada 6 minggu setelah perlakuan herbisida… 32

4. Bobot kering gulma total 1 minggu sebelum tanam ………… 33

5. Bobot kering gulma total pada 3 dan 6 mst ……………..…… 34

6. Tinggi tanaman pada 4, 5, 6 mst ………………………… 34

7. Diameter batang pada 4, 5, 6 mst ………………………… 35

8. Bobot berangkasan tanaman ………………………… 36

9. Panjang tongkol dengan kelobot per tanaman ………… 37

10. Diameter tongkol dengan kelobot per tanaman ………………. 37

11. Bobot tongkol dengan kelobot per tanaman ………………….. 38

12. Bobot ekonomis tongkol dengan kelobot per tanaman ……….. 39

13. Presentase gula total …………………………………………... 39

Page 11: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

I. Denah percobaan ……………………………………52

II. Tata letak tanaman ………………………………….. 53

III. Deskripsi Jagung Manis ………………………….. 55

IV. Cara kerja Analisis Gula Total ………………………….. 56

V. Dosis herbisida dan pupuk ………………………….. 57

VI. Langkah – langkah kalibrasi ………………………….. 59

VII. Sidik Ragam parameter pengamatan ………………...….….. 60

Page 12: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sweet corn (Zea mays saccharata Sturt.) dikenal dengan nama jagung manis

dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan

jagung biasa. Jagung manis mempunyai beberapa kelebihan antara lain rasanya manis

dan umur produksinya lebih singkat karena dapat dipanen pada umur 60-70 hari

setelah tanam, tergantung varietasnya. Jagung juga termasuk tanaman yang toleran

terhadap lingkungan (www.mitra.net.id, 2010)

Produktivitas jagung manis di Indonesia masih rendah bila dibandingkan

dengan negara lainnya terutama Amerika Serikat. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Budiastuti et al., (2001) menunjukkan hasil jagung manis hanya mencapai 4-5

ton/ha, sedangkan penelitian Suroto dan Haryanti (2001) juga menunjukkan hasil

jagung manis hanya mencapai 4,9 ton/ha sedangkan lahan pertanaman jagung manis

di Indonesia sebagian besar berupa lahan kering, masalah utama penanaman di lahan

kering adalah pemenuhan kebutuhan air sepenuhnya tergantung pada curah hujan,

kesuburan lahan bervariasi dan adanya erosi yang mengakibatkan penurunan

kesuburan lahan (Sarwanto dan Widiyastuti, 2000). Selain itu gulma tumbuh lebih

banyak dan populasinya padat (Sastroutomo, 1990).

Page 13: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Gulma berpengaruh buruk terhadap tanaman karena dapat mengurangi hasil dan

kualitas tanaman, disebabkan persaingan kebutuhan hidup seperti unsur hara, air,

cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Keberadaan gulma di sekitar tanaman budidaya

tidak dapat dielakkan terutama apabila pertanaman tersebut tidak dipelihara dengan

baik (Sastroutomo, 1990).

Hadirnya gulma pada periode permulaan siklus hidup tanaman dan pada

periode menjelang pembuahan akan berpengaruh terhadap hasil tanaman. Pada

periode tersebut tanaman sangat peka terhadap keberadaan gulma karena terjadi

persaingan yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman sehingga perlu

dilakukan pengendalian untuk mencegah menurunnya hasil panen. Periode ini

menggambarkan interval waktu untuk dua kompetisi terpisah, yaitu lamanya waktu

suatu tanaman harus bebas gulma sehingga gulma yang tumbuh kembali tidak

menurunkan hasil panen, dan lamanya waktu gulma tinggal bersama-sama dengan

tanaman, sebelum gulma mulai mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu,

sangatlah penting untuk dilakukan pengendalian gulma pada periode yang tepat

(Zimdahl, 1980)

Pengendalian gulma di Indonesia umumnya dilakukan secara manual, namun

hal tersebut tidak didukung oleh tenaga kerja yang siap pada saat pengendalian gulma

harus dilakukan sehingga membuat pengendalian gulma terlambat. Selain itu,

permasalahan gulma menjadi semakin besar karena umumnya petani mempersiapkan

lahan dengan cara mengolah tanah secara intensif. Pengendalian secara manual

Page 14: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

tersebut akan menjadi tidak efisien bila lahan pertanaman cukup luas, maka

penggunaan herbisida diharapkan dapat mengurangi tenaga manusia, tepat waktu dan

relatif singkat.

Dalam penerapan teknologi budidaya secara konvensional pada tanaman jagung

umumnya petani melakukan pengolahan tanah secara sempurna, pengolahan tanah

secara terus-menerus mengakibatkan adanya degradasi tanah sehingga kesuburan

tanah menurun. Olah Tanah Sempurna (OTS) dapat memberikan peluang bagi biji

gulma yang dorman untuk berkecambah akibat pembalikan tanah kemudian tumbuh

dan berkembang mengikuti pertumbuhan tanaman sehingga dapat mempengaruhi

produktivitas tanaman (Saragih dkk., 2000). Untuk mengatasi dampak negatif

tersebut maka diperlukan cara persiapan lahan siap tanam lainnya seperti Sistem

Tanpa Olah Tanah (TOT) yang merupakan salah satu alternatif dalam penyiapan

lahan untuk tanaman jagung. Dengan penerapan budidaya TOT, maka sisa tanaman

dan gulma yang ada dikendalikan dengan menyemprotkan herbisida.

Pada sistem produksi pertanian modern, penggunaan herbisida merupakan salah

satu faktor penyumbang dalam meningkatkan hasil pertanian. Meskipun demikian,

penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan resistensi gulma, kerusakan struktur tanah, pencemaran lingkungan

hidup dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok. Permasalahan ini muncul

ketika peningkatan kualitas hasil pertanian menjadi sorotan utama bagi masyarakat

(Metusala, 2006).

Page 15: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Kualitas yang diharapkan tidak hanya pada penampilan fisik produk, namun

yang lebih utama adalah keamanan pangan dan kandungan gizinya. Salah satu unsur

keamanan pangan adalah bebas dari cemaran senyawa kimia sintetik maupun organik

yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Cemaran kimia berbahaya ini umumnya

bersumber dari aplikasi pestisida (insektisida, herbisida, fungisida, dll) yang melebihi

dari dosis optimum serta cara aplikasi yang tidak tepat (Metusala, 2006). Oleh karena

itu, perlu adanya aplikasi yang tepat dalam penggunaannya khususnya herbisida.

Saat ini penggunaan herbisida di dunia semakin meningkat, mencapai 49.6%

dari volume total pestisida (Merrington et al., 2002). Penggunaan herbisida paraquat

di Bengkulu khususnya gramoxone juga meningkat, mencapai 100 ton lebih per

tahun. Hal ini karena kandungan racun dan bahan kimia yang dimiliki herbisida

paraquat mampu mengendalikan gulma lebih cepat, lebih ampuh dan harganya lebih

terjangkau serta lebih menghemat tenaga dibandingkan pengendalian secara mekanik

(Djafaruddin, 1995).

Herbisida yang banyak digunakan saat ini sekitar 70% adalah herbisida

berbahan aktif glifosat. Herbisida ini merupakan herbisida pasca tumbuh, sistemik,

non selektif yang diaplikasikan melalui daun, mempunyai spektrum luas, bersifat

translokatif kuat, tidak aktif dalam tanah, cepat terdegradasi dan mempunyai

kemampuan mengendalikan gulma tahunan. Gejala kematian gulma terlihat pada 2 –

4 minggu setelah aplikasi (Lamid et al., 1998). Herbisida pada pertanaman jagung

banyak digunakan untuk persiapan lahan dengan sistem tanpa olah tanah, sehingga

Page 16: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

diperoleh keuntungan ganda yaitu hemat waktu dan tenaga terutama sebagai

pengganti pengendalian gulma secara manual ( Mawardi, 2005).

Oksifluorfen merupakan herbisida yang bersifat selektif yang merupakan

herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan sebelum tanaman tumbuh maupun

gulmanya tumbuh. Herbisida oksifluorfen ini dapat membunuh biji-biji gulma yang

akan berkecambah, sehingga biji-biji gulma tersebut tidak bisa tumbuh dan

berkembang (Hasanudin et al., 2001).

Penggunaan macam dan dosis herbisida yang tepat pada lahan TOT dapat

memberikan manfaat bagi petani, salah satunya dapat mengendalikan gulma yang

tumbuh seawal mungkin. Maka perlu adanya penelitian untuk mengetahui macam dan

dosis herbisida yang tepat untuk mengurangi pengaruh buruk pada tanaman jagung

manis. Sehingga dapat menekan laju pertumbuhan gulma dan memberi pengaruh

terbaik terhadap hasil dan kualitas hasil jagung manis pada lahan TOT.

B. Identifikasi Masalah

1. Manakah macam herbisida yang paling baik digunakan terhadap

penekanan gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada

lahan tanpa olah tanah?

2. Berapakah dosis herbisida yang paling baik terhadap penekanan

gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada lahan tanpa

olah tanah?

Page 17: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

C. Tujuan Penelitian

1. Menentukan macam herbisida yang paling baik digunakan terhadap

penekanan gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada

lahan tanpa olah tanah.

2. Menentukan dosis herbisida yang paling baik terhadap penekanan gulma,

hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada lahan tanpa olah

tanah.

D. Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan peneliti tentang macam dan dosis herbisida

yang diaplikasikan terhadap hasil dan kualitas hasil jagung manis pada

lahan tanpa olah tanah.

2. Sebagai bahan pertimbangan petani dalam penggunaan herbisida pada

pertanaman jagung manis pada lahan tanpa olah tanah.

3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

E. Kerangka pemikiran

Produksi jagung manis di Indonesia belum memenuhi kebutuhan dalam negeri,

karena produksi tanaman jagung per satuan luas masih rendah. Dalam usaha

mempertahankan dan meningkatkan produksi tanaman, banyak dijumpai berbagai

masalah yang turut menentukan berhasil tidaknya pengusahaan tanaman tersebut.

Page 18: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Kendala pertama yang dihadapi di lapangan adalah persaingan tanaman jagung manis

dengan gulma (Syawal, 2005).

Kehadiran gulma pada tanaman jagung dapat menimbulkan kerugian karena

terjadinya kompetisi. Gulma yang siklus hidupnya singkat akan menghasilkan 15% -

16% dari total bobot kering selama 2-3 minggu setelah perkecambahan sedang

tanaman jagung hanya menghasilkan satu persen (Sastroutomo, 1992). Penurunan

hasil dapat mencapai 50% bila pengelolaan gulma kurang dapat perhatian (Moenandir

et al., 2001) oleh karena itu keberadaan gulma perlu ditekan agar tidak mengganggu

tanaman pokok.

Pengaruh gulma dapat terjadi secara langsung yaitu melalui persaingan unsur

hara, air, cahaya dan ruang tumbuh serta pengaruhnya secara tidak langsung yaitu

sebagai inang hama dan penyakit tanaman, sehingga pengendalian gulma perlu

dilakukan. Salah satu metodenya yaitu dengan pengendalian secara kimia (Metusala,

2006). Pengendalian secara kimia sangat erat kaitannya dengan penggunaan

herbisida. Herbisida berasal dari kata “herba” yang berarti tumbuhan pengganggu dan

“sida” artinya pembunuh atau mengendalikan gulma (Rukmana dan Saputra, 1999).

Penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama

dapat menyebabkan resistensi gulma sehingga efikasi herbisida menjadi rendah.

Umumnya petani memecahkan permasalahan resistensi gulma dengan cara

menggunakan herbisida dengan persistensi dan dosis yang tinggi. Akibatnya residu

Page 19: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

logam-logam berat akan banyak terakumulasi di dalam tanah dan sulit terdegradasi

karena waktu paruhnya yang lama sehingga pada akhirnya menyebabkan kerusakan

struktur tanah dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok (Sutanto, 2002).

Dalam pelaksanaan TOT terkait sangat erat dengan herbisida, karena herbisida

diperlukan sebagai pengganti olah tanah untuk mematikan sisa-sisa tanaman musim

lalu dan untuk menyiapkan lahan tanam yang bebas dari gulma. Sistem TOT

menggunakan herbisida yang tepat berpengaruh baik terhadap tanaman dan dapat

meningkatkan hasil tanaman dan mampu mengendalikan gulma. Di samping itu TOT

juga efisien terhadap waktu dan tenaga kerja yang dibutuhkan sehingga

menguntungkan dibandingkan olah tanah sempurna (Lamid et al., 1998).

Penggunaan herbisida yang tepat dalam persiapan lahan dapat memberikan

manfaat bagi para petani antara lain dapat mengendalikan gulma yang tumbuh seawal

mungkin. Beberapa herbisida mampu mengendalikan gulma sejak pertumbuhan awal.

Namun dilain pihak penggunaan herbisida juga dapat menimbulkan perubahan-

perubahan dalam komposisi jenis gulma dan timbulnya jenis-jenis baru yang tadinya

tidak ada menjadi ada serta timbul gulma-gulma yang toleran terhadap beberapa jenis

herbisida (Sastroutomo, 1990). Untuk itu perlu diketahui macam dan dosis yang tepat

untuk menekan gulma dan pengaruhnya terhadap hasil dan kualitas hasil jagung

manis pada lahan tanpa olah tanah.

Page 20: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Penggunaan herbisida paraquat untuk pengendalian gulma diharapkan dapat

menekan pertumbuhan gulma lebih efektif dan efisien. Herbisida paraquat termasuk

herbisida kontak non selektif. Molekul herbisida ini setelah mengalami penetrasi ke

dalam daun dan bagian lain yang hijau, bila terkena sinar matahari akan bereaksi

menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat merusak membran sel dan seluruh

organ tanaman. Oleh karena itu tanaman kelihatan terbakar, namun herbisida ini tidak

mematikan organ perbanyakan gulma yang ada di dalam tanah. Herbisida ini

berspektrum luas dapat mengendalikan beberapa jenis gulma rumput dan daun lebar

dan hanya mematikan bagian tanaman yang berwarna hijau (Tjitrosoedirdjo et al.,

1984 cit.,Hardiastuti et al, 2005).

Herbisida lain yang sering digunakan adalah yang berbahan aktif glifosat.

Penggunaan herbisida berbahan aktif glifosat memiliki keuntungan yaitu hemat

waktu dan tenaga terutama sebagai pengendalian gulma secara manual. Glifosat

merupakan herbisida sistemik yang mempunyai spektrum luas dan bersifat non

selektif dan banyak digunakan untuk pengendalian alang-alang (Sriyani et al., 2001).

Mawardi (2005) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pada pengamatan 2

MST terlihat bahwa glifosat dengan dosis 1440 g/ha dan 1920 g/ha mampu menekan

pertumbuhan gulma pada budidaya jagung tanpa olah tanah.

Oksifluorfen sangat efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, gulma

berdaun sempit dan teki dipertanaman bawang merah, kakao, karet, kelapa sawit,

kedelai, kacang tanah, padi gogo, padi sawah, teh, ubi kayu, dan tebu (Herbisida

Page 21: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Handbook, 1983). Dengan penggunan oksifluorfen yang merupakan herbisida pra

tumbuh maka tujuan penggunaan herbisida ini adalah untuk mengendalikan gulma

seawal mungkin sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan pada awal periode kritis

tanaman. Diharapkan pada periode kritis ini area pertanaman bisa bebas dari gulma

sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat optimal.

Page 22: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jagung

Sweet corn atau jagung manis sudah sejak lama dikenal oleh bangsa Indian,

Amerika. Hal ini terbukti ketika tahun 1779 Sullivar melakukan ekspedisi melawan

suku Indian. Dalam perjalanannya melalui sungai Susquehenna, ia menemukan

ladang jagung manis. Pada tahun 1832, sweet corn telah banyak ditanam di Amerika

sampai tahun 1866 telah ada 16 varietas (Palungkun dan Budiarti, 2000).

Jagung telah tersebar di seluruh Indonesia. Daerah-daerah penghasil jagung

yang telah tercatat antara lain Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa

Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi

Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku (AAK, 1993). Klasifikasi jagung manis adalah

sebagai berikut : Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Poales

(Graminales), Famili Poaceae (Graminae), Genus Zea, Spesies Zea mays, Varietas

Zea mays saccharata Sturt.

Menurut Subekti et al., (2002) berdasarkan bentuk dan struktur biji jagung

dapat diklasifikasikan sebagai berikut : jagung mutiara (Z. mays indurate), jagung

gigi kuda (Z. mays indentata), jagung manis (Z. mays saccharata), jagung pod (Z.

tunicate sturt), jagung berondong (Z. mays everta), jagung pulut (Z. ceritina Kulesh),

jagung QPM (Quality Protein Maize), jagung minyak tinggi (High Oil). Sifat manis

Page 23: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

pada sweet corn disebabkan oleh adanya gen su-1 (sugary), bt-2 (brittle), dan sh-2

(shrunken). Gen ini dapat mencegah pengubahan gula menjadi zat pati pada

endosperm sehingga jumlah gula yang ada kira-kira dua kali lebih banyak

dibandingkan jagung biasa (Palungkun dan Budiarti, 2000).

Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan jagung

biasa. Perbedaan antara kedua jagung tersebut umumnya pada bunga jantan. Bunga

jantan jagung manis berwarna putih krem, sedangkan pada jagung biasa kuning

kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna putih, sedangkan pada jagung biasa

berwarna merah.

Jagung manis mengandung lebih banyak gula pada endospermnya daripada

jagung biasa dan pada proses pematangan, kadar gula yang tinggi menyebabkan biji

keriput. Keadaan yang keriput inilah yang membedakannya dengan biji jagung biasa.

Selain itu tinggi tanaman jagung manis sedikit lebih pendek daripada jagung biasa.

Perbedaan lainnya adalah jagung manis berumur lebih genjah dan memiliki tongkol

yang lebih kecil dibandingkan jagung biasa. Tongkol biasanya sudah siap panen

ketika tanaman berumur 60-70 hari (Palungkun dan Budiarti, 2000).

Jagung merupakan tanaman berumah satu monoecious dimana letak bunga

jantan dan betina terpisah pada satu tanaman dan bunga jantan terbentuk pada ujung

batang, sedangkan bunga betina terletak pada pertengahan batang. Tanaman jagung

bersifat protandry dimana bunga jantan umumnya tumbuh 1-2 hari sebelum

Page 24: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

munculnya rambut pada bunga betina (Subandi et al., 1988). Bunga jantan

mengandung banyak bunga kecil pada ujung batangnya yang disebut tassel. Tiap

bunga kecil tersebut terdapat tiga buah benang sari. Bunga jantan yang terbungkus ini

di dalamnya terdapat benang sari.

Bunga betina juga mengandung banyak bunga kecil yang ujungnya pendek

dan datar, pada saat masak disebut tongkol. Setiap bunga betina mempunyai satu

putik (Palungkun dan Budiarti, 2000). Bunga terbentuk pada saat tanaman sudah

mencapai pertengahan umur. Sel telur yang terdapat pada bunga betina dilindungi

oleh tangkai putik, sedangkan yang berbentuk benang biasanya disebut rambut

(AAK, 1993). Lebih kurang 95% dari bakal biji terjadi karena perkawinan silang dan

hanya 5% terjadi perkawinan sendiri. Hampir semua tepung sari yang menyerbuki

putik datang dari malai tanaman terdekat, tetapi tepung sari dapat diterbangkan angin

sampai sejauh 1 kilometer (Suprapto, 1990).

Sistem perakaran jagung terdiri atas akar primer, akar lateral, akar horizontal,

dan akar udara. Akar primer adalah akar yang pertama kali muncul pada saat biji

berkecambah dan tumbuh ke bawah. Akar lateral adalah akar yang tumbuh

memanjang ke samping. Akar udara adalah akar yang tumbuh dari bulu-bulu di atas

permukaan tanah (Najianti dan Danarti, 1992). Tanaman jagung berakar serabut,

menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang 25 cm (Suprapto, 1990).

Page 25: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Warisno (1998), mengemukakan bahwa batang tanaman jagung bulat silindris

dan tidak berlubang tetapi padat dan berisi berkas-berkas pembuluh sehingga makin

memperkuat berdirinya batang. Batang jagung beruas-ruas dan pada bagian pangkal

batang beruas cukup pendek dengan jumlah sekitar 8-20 ruas. Rata-rata panjang

(tinggi) tanaman jagung antara 1 sampai 3 meter di atas permukaan tanah. Batang

tanaman jagung dapat tumbuh membesar dengan diameter sekitar 3-4 cm.

Daun jagung berbentuk pita atau garis. Selain itu, tanaman juga mempunyai

ibu tulang daun yang terletak tepat di tengah-tengah daun. Jumlah daun sekitar 8-48

helai setiap batangnya, tergantung pada jenis atau varietas yang ditanam. Panjang

daun 30-45 cm dan lebarnya antara 5-15 cm (Warisno, 1998).

Biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang. Pada tongkol

tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah jagung terdapat

rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus (kelobot). Pada

setiap tanaman jagung terbentuk 1-2 tongkol. Bakal biji yang sudah siap diserbuki

ditandai dengan rambut yang memanjang dan keluar melalui sela-sela antara tongkol

dan kelobot. Pada setiap bakal biji selalu terdapat tangkai putik berupa rambut.

Semakin bunga betina siap untuk dibuahi, maka semakin bertambah jumlah rambut

yang keluar melewati ujung tongkol jagung (AAK, 1993). Biji tersusun rapi pada

tongkol, setiap tongkol terdiri atas 10-14 baris, sedangkan setiap tongkol terdiri

kurang lebih 200-400 butir (Muhajir, 1988).

Page 26: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Sweet corn mempunyai tipe pertumbuhan determinate. Sweet corn tergolong

jagung yang berumur genjah. Umur panen tanaman ini tergantung pada jenisnya.

Umumnya sweet corn siap dipanen pada umur 60-70 hari setelah tanam, tetapi di

daerah dataran tinggi umur panen dapat mencapai 80 hari. Jagung termasuk tanaman

C-4 yang mampu beradaptasi dengan baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan

dan hasil.

Tanaman C-4 dapat beradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti

intensitas radiasi matahari yang tinggi dengan suhu siang dan malam yang tinggi

pula, curah hujan rendah, serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat-sifat yang

menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C-4 antara lain aktivitas fotosintesis

pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah

serta efisien dalam penggunaan air. Meskipun demikian jagung memerlukan air yang

cukup selama masa pertumbuhannya, khususnya saat menjelang berbunga dan

pengisian biji (Muhajir, 1988).

Rukmana (1997), mengemukakan bahwa jagung terutama ditanam di dataran

rendah, baik tegalan, sawah tadah hujan maupun sawah irigasi di musim kemarau,

tetapi juga dapat pula ditanam pada ketinggian 1000-1800 m dpl. Pertanaman jagung

sangat memerlukan drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang baik untuk

pertumbuhan jagung adalah tanah yang gembur dan subur, kaya humus, menghendaki

tanah yang bertekstur lempung, lempung berdebu atau lempung berpasir.

Page 27: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Tanaman jagung toleran terhadap reaksi kemasaman tanah pada kisaran pH

5,5-7,0. Tingkatan keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah

pada pH 6,8 dan memberikan hasil tertinggi pada pH tersebut. Lahan kering di

Indonesia sebagian besar adalah tanah podsolik merah kuning yang pH rata-ratanya

rendah (masam) (Rukmana, 1997)

B. Gulma pada pertanaman jagung

Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki atau tumbuhan

yang tumbuh tidak sesuai dengan tempatnya dan memiliki pengaruh negatif, sehingga

kehadirannya tidak dikehendaki manusia. Oleh karena itu tumbuhan apapun,

termasuk tanaman yang biasa dibudidayakan (crop plants), biasa dikategorikan

sebagai gulma bila tumbuh di tempat dan pada waktu yang salah (Rukmana dan

Saputra, 1999).

Rukmana dan Saputra (1999), mengemukakan bahwa keberadaan gulma pada

areal tanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian baik dari segi kuantitas maupun

kualitas produksi. Kerugian yang ditimbulkan gulma diantaranya adalah sebagai

berikut :

1. penurunan hasil pertanian akibat persaingan langsung dalam perolehan

air, udara, unsur hara, cahaya matahari dan tempat hidup.

2. penurunan kualitas hasil karena tercampurnya biji tanaman budidaya

dengan biji atau bagian gulma yang lain.

Page 28: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

3. menjadi inang hama dan penyakit.

4. membuat tanaman budidaya keracunan akibat senyawa racun

(alelokimia) yang dikeluarkan oleh gulma, seperti zat phenol dan

absisthin.

5. mempersulit pekerjaan di lapangan dan dalam pengolahan hasil.

6. menghambat atau bahkan merusak alat pertanian terutama alat

pengolah tanah.

7. mengurangi jumlah air.

8. menghambat lalu lintas air serta dapat menimbulkan pendangkalan.

9. meningkatkan biaya produksi, karena tenaga kerja dan waktu untuk

pengolahan tanah, penyiangan dan pemeliharaan selokan akan

bertambah.

Gulma dominan pada jagung adalah dari golongan rumput, menyusul

golongan daun lebar dan paling sedikit dari golongan tekian, diantaranya yaitu D.

ciliaris, A. conyzoides, P. distichum, E. indica, B. latifolia, C. rotundus, P. niruri, C.

doctylon, A. phyloxeroides, S. nodiflora, S. anthelmia, dan E. colona (Bangun, 1985).

Sedangkan menurut Rukmana dan Saputra (1999), gulma yang banyak tumbuh pada

areal pertanaman jagung antara lain Babandotan (A. conyzoides), Putri malu (M.

pudica), Meniran (P. niruri), Jampang (D. ciliaris), Teki (Cyperus rotundus),

Page 29: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Jejagoan (E. crus-galli), Kakawatan (C. dactylon), Gelang atau Krokot (P. aleracea),

Alang-alang (I. cylindrical), Rumput belulang (E. indica), Das-dasan (F. miliaceae),

Bayam duri (A. spinosus) dan Semanggi (M. crenata).

C. Pengendalian Gulma dengan herbisida

Pengendalian gulma sudah merupakan suatu keharusan pada budidaya

jagung. Umumnya petani mengendalikan gulma secara manual dengan menggunakan

tangan sehingga sangat mahal dan tidak efisien (Sasmita et al., 2005). Teknik

pengendalian gulma ada beberapa cara antara lain dengan cara manual, mekanis,

kultur teknis, biologi dan kimiawi.

Pengendalian gulma secara manual akan menjadi masalah apabila

pengusahaan tanaman jagung dalam skala luas dan ada keterbatasan ketersediaan

tenaga kerja serta biaya (Sebayang, 2002). Pengendalian gulma secara kimiawi

adalah pengendalian yang menggunakan bahan kimia yang menghambat dan

mematikan gulma. Dalam hal ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kemanjuran

(efikasi), keamanan bagi aplikator maupun lingkungan serta aspek ekonominya

(Triharso, 1996).

Pengendalian secara kimia sangat erat kaitannya dengan penggunaan

herbisida. Herbisida berarti senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau

mengendalikan gulma. Herbisida merupakan bahan kimia dalam pengendalian gulma,

Page 30: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

serta memberikan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Adapun keuntungan yang

diberikan oleh herbisida adalah sebagai berikut:

1. dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu.

2. dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman.

3. lebih efektif membunuh gulma tahunan.

4. dalam dosis rendah dapat sebagai hormon tumbuh.

Di samping kelebihan dan keuntungan, herbisida juga mempunyai

kekurangan-kekurangan yang dapat merugikan. Kelemahan itu antara lain adalah

herbisida dapat menimbulkan: a) species gulma yang resisten, b) polusi dan c) residu

yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).

Berdasarkan cara kerjanya, herbisida dibedakan menjadi dua, yaitu herbisida

kontak dan sistemik. Herbisida kontak adalah herbisida yang mampu mematikan

setiap bagian gulma, terutama bagian yang berklorofil. Efek herbisida kontak sangat

cepat namun kelemahannya tidak dapat mematikan bagian tanaman yang berada di

dalam tanah. Sedangkan herbisida sistemik adalah herbisida yang mematikan gulma

dengan meracuni sistem fisiologis, mengganggu sintesis enzim serta menghambat

metabolism gulma. Herbisida ini mudah ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan

(Rukmana dan Saputra, 1999).

Ditinjau dari segi kesehatan dan lingkungan, penggunaan herbisida yang

tidak terkontrol sering menimbulkan permasalahan atas bahaya residu yang

Page 31: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

ditinggalkan. Di dalam tanah, umumnya residu herbisida berinteraksi dengan partikel

tanah dan akar tanaman. Herbisida yang jatuh sampai ke tanah, selain diabsorbsi oleh

partikel tanah juga berada dalam larutan tanah dan bergerak ke segala arah termasuk

diserap akar tanaman.

Sasongko (1998) pernah meneliti pada tanah Vertisol, Inseptisol dan ultisol

yang diambil dari areal pertanaman tebu yang telah disemprot Atrazine dengan dosis

6 kg/ha, kemudian dimasukkan ke dalam paralon dan dicuci dengan air. Pada air

cucian ditemukan residu herbisida 0,010 ug/l untuk tanah Vertisol, 0,109 ug/l pada

tanah Inseptisol dan 0,120 ug/l pada tanah Ultisol; sedangkan jumlah herbisida

selebihnya belum diketahui distribusinya. Bila herbisida diaplikasikan ke dalam tanah

maka herbisida tersebut dapat mengalami beberapa hal sebagai berikut : tercuci

(leaching) keluar daerah perakaran, diikat oleh partikel tanah dan bahan organik,

mengalami penguraian (degradasi), diabsorbsi/diserap oleh tanaman dan menguap

bila tekanan uapnya tinggi.

Herbisida paraquat merupakan herbisida kontak non selektif yang

berspektrum luas dalam pengendalian gulma dan hanya mengendalikan bagian

tanaman yang berhijau daun/berklorofil. Baik untuk mengendalikan gulma berdaun

sempit seperti, D. ciliaris, E. indica dan C. rotundus. Oxyfluorfen merupakan

herbisida yang diaplikasikan lewat tanah sebagai herbisida pra tumbuh. Herbisida

tersebut cepat menunjukkan gejala terbakar pada gulma. Lehnen et. al. (1995) dan

Page 32: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Kendig (1996) mengemukakan bahwa mekanisme penghambatan oleh oxyfluorfen

adalah menghambat enzyme protoporprinogen oxydase (Protox).

Herbisida glifosat termasuk herbisida sistemik berspektrum luas dengan

pengembangan teknologi formulasi yang canggih untuk mengendalikan gulma secara

tuntas dan pengendalian dalam waktu lama disbanding herbisida lain yang ada.

Glifosat efektif untuk mengendalikan alang-alang, tekian, rumputan dan gulma daun

lebar pada pertanaman jagung. Dosis dalam penggunaan herbisida diartikan dengan

jumlah bahan aktif yang digunakan untuk mengendalikan gulma per satuan luas

tertentu sehingga dosis aplikasi yang dianjurkan untuk mengendalikan gulma berkisar

antara 1-3 L/ha.

Ditinjau dari segi waktu pemberian herbisida dapat dibedakan menjadi tiga

yaitu, herbisida pra-tanam, herbisida pra-tumbuh, dan herbisida pasca tumbuh.

Herbisida pra-tanam, diaplikasikan pada lahan sebelum atau pada waktu tanah diolah

tetapi belum ditanami. Herbisida pra-tumbuh diberikan sebelum gulma dan tanaman

tumbuh. Efektifitas herbisida akan maksimal bila tanahnya tidak berbongkah-

bongkah. Herbisida pasca tumbuh disemprotkan bila gulma dan tanaman sudah

tumbuh bersama-sama. Pada keadaan ini herbisida harus benar-benar selektif dalam

arti kata dapat mematikan gulma tetapi aman bagi tanaman budidaya. Selektifitas

dapat ditingkatkan dengan memilih herbisida yang cocok untuk tanaman dan sesuai

dengan gulma sasaran (Sasmita et al., 2005).

Page 33: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

D. Tanpa Olah Tanah (TOT)

Teknologi tanpa olah tanah merupakan salah satu teknik persiapan lahan atau

budidaya tanaman yang termasuk dalam rumpun teknologi olah tanah konservasi.

Pada TOT, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali untuk alur kecil atau lubang

tugalan untuk penempatan benih. Sebelum tanam, gulma dapat dikendalikan dengan

herbisida yang layak dan ramah lingkungan lainnya. TOT banyak sekali membantu

mengendalikan gulma sehingga biaya persiapan lahan menjadi relatif murah dan

sederhana (Ardjasa et al., 1994).

Teknik TOT dapat diterapkan dengan baik pada berbagai tipe tanah, terutama

tanah lempung berpasir sampai lempung berliat, tanah berdrainase baik (TOT padi

sawah) maupun berdrainase buruk (TOT lahan kering), dan tanah datar sampai

berbukit. TOT umumnya meningkatkan kelembaban tanah dengan berkurangnya

evaporasi. Di daerah dengan curah hujan rendah dan tanah yang dapat menyimpan

air, peningkatan kelembaban tanah akan meningkatkan penyerapan nutrisi yang pada

akhirnya meningkatkan produktivitas. Dengan meningkatnya kelembaban tanah, suhu

tanah menjadi lebih rendah (Utomo, 2000).

Pada penelitian Mawardi (2005) diungkapkan penggunaan herbisida glifosat

dosis 2 L/ha dan 3 L/ha member pengaruh bobot kering gulma total pada pengamatan

5 dan 8 MST dan menunjukkan bahwa seluruh perlakuan TOT + glifosat efektif

mengendalikan gulma, hal ini disebabkan karena herbisida glifosat setelah diabsorbsi

oleh daun, lalu ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma.

Page 34: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Herbisida glifosat dengan sistem TOT dapat dianjurkan karena mampu

memberikan hasil yang sama dengan Olah Tanah Sempurna juga lebih efisien ditinjau

dari biaya dan tenaga kerja. Secara umum dari pertumbuhan dan hasil tanaman

jagung dapat disimpulkan bahwa herbisida yang diuji pada sistem TOT tidak

membahayakan sehingga tidak mempengaruhi hasil tanaman jagung (Mawardi,

2005). Sistem tanpa olah tanah dengan pendangiran (TOT-D) menghasilkan jagung

manis sebesar 9,323 ton/ha yang sama dengan sistem olah tanah minimum dan olah

tanah intensif dengan pendangiran serta olah tanah intensif bermulsa (Setiawan,

2005).

E. Hipotesis

Diduga pengendalian gulma pada pertanaman jagung manis menggunakan

macam herbisida yang berbahan aktif glifosat kalium dengan dosis aplikasi 3 L/ha

dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap hasil dan kualitas hasil jagung manis

serta terhadap penekanan pertumbuhan gulma pada lahan tanpa olah tanah. 

Page 35: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”

Yogyakarta, Desa Wedomartani, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketinggian tempat ± 115 m dpl dengan jenis

tanah Regosol. Waktu pelaksanaan percobaan adalah bulan Februari 2011 hingga

April 2011.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih jagung manis Hibrida, herbisida

oxyfluorfen dosis 1-3 L/ha, herbisida paraquat dosis 1-2 L/ha, herbisida glifosat dosis

1-3 L/ha, urea 450 kg/ha, SP 36 200 kg/ha, KCL 200 kg/ha, furadan 3G, Matador 25

EC. Sedangkan alat yang diperlukan yaitu tugal, cangkul, cetok, sabit, sprayer, alat

tulis, label, kantong plastik, jangka sorong, gelas ukur volume 1000 ml, timbangan

analitik, meteran gulung, gunting, kuadran, penggaris, oven.

C. Metode Penelitian

Penelitian menggunakan percobaan lapangan dengan Rancangan Acak

Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor. Faktor dalam penelitian ini adalah:

Herbisida oxyfluorfen dosis 1 L/ha

Herbisida oxyfluorfen dosis 2 L/ha

Herbisida oxyfluorfen dosis 3 L/ha

Page 36: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Herbisida paraquat dosis 1 L/ha

Herbisida paraquat dosis 1,5 L/ha

Herbisida paraquat dosis 2 L/ha

Herbisida glifosat dosis 1 L/ha

Herbisida glifosat dosis 2 L/ha

Herbisida glifosat dosis 3 L/ha

Sehingga didapat 9 perlakuan dengan 3 ulangan, ditambah 1 perlakuan

kontrol (dengan gulma dan tanpa herbisida) dan jumlah petak total adalah ((3 x 3) +

1) x 3 ulangan = 30 petak percobaan. Setiap petak berukuran 4 m x 2 m dengan jarak

tanam 70 x 25 cm dan terdiri atas 60 tanaman sehingga total tanaman 1620 tanaman.

Setiap petak diambil 5 sampel.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Analisis vegetasi

Analisis vegetasi dengan menggunakan metode kuadrat dalam bentuk petak

contoh 0,5 m x 0,5 m dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada saat 1 minggu sebelum

tanam, 3 minggu setelah tanam dan 6 minggu setelah tanam.

2. Persiapan lahan

Membuat blok-blok pada lahan percobaan sebanyak 3 blok, dan setiap blok

dibuat petak percobaan sebanyak sepuluh petak dengan ukuran 4 m x 2 m; jarak antar

Page 37: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

petak 40 cm dan jarak antar blok 70 cm. Perlakuan TOT, lahan tanpa dilakukan

pengolahan dan disemprot dengan herbisida, untuk perlakuan OTS dilakukan

pengolahan dan disemprot dengan herbisida, sedangkan perlakuan kontrol dilakukan

pengolahan, disiangi dan tanpa disemprot herbisida. Masing-masing petak perlakuan

TOT dan OTS dilakukan penyemprotan dengan herbisida sesuai dengan perlakuan

dengan volume semprot 400 L/ha. Penyemprotan dilakukan 1 minggu sebelum

tanam.

3. Penanaman

Benih ditanam dua butir per lubang dengan kedalaman 3-5 cm dengan jarak

tanam 70 x 25 cm, setelah berumur satu minggu dilakukan penjarangan dengan cara

memotong salah satu tanaman sehingga tiap lubang tinggal satu tanaman. Kebutuhan

benih untuk percobaan ini adalah 3240 butir.

4. Pemeliharaan tanaman

a. Pemupukan

Dosis pemupukan jagung manis untuk setiap hektarnya yaitu pupuk urea

sebanyak 450 kg/ha, pupuk SP 36 sebanyak 200 kg/ha, dan pupuk KCL

sebanyak 200 kg/ha. Adapun waktu pemberian pupuk Urea dibagi menjadi 3

tahap, yaitu pada awal tanam, pupuk susulan I dan pupuk susulan II masing-

masing 150 kg/ha. Pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam, yaitu

1/3 bagian urea, SP 36 dan seluruh bagian KCL diberikan saat tanam. Pupuk

Page 38: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Urea sebagai pupuk susulan I yang diberikan setelah tanaman jagung berumur

30 hari setelah tanam. Sedangkan pupuk susulan II diberikan saat tanaman

jagung 50 hari setelah tanam yaitu 1/3 bagian lainnya

b. Penyulaman

Penyulaman dilakukan bila ada benih yang tidak tumbuh dan dilakukan

maksimal satu minggu setelah tanam agar diperoleh keseragaman tanaman.

c. Penyiraman

Penyiraman dilakukan dengan mengamati kondisi kelembaban lahan,

terutama pada fase awal pertumbuhan dan saat pembentukan tongkol dengan

bantuan alat gembor dan selang. Penyiraman dilakukan pada saat pagi atau

sore hari.

d. Pengendalian hama dan penyakit

Pada saat menanam benih diberi furadan 3G dengan dosis 20 kg/ha pada

lubang tanam untuk mencegah hama pada awal pertumbuhan. Pengendalian

hama dilakukan dengan menyemprotkan Matador 25 EC dengan konsentrasi

1-2 ml/L pada saat ambang ekonomis tanaman.

Page 39: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

E. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan dilakukan terdiri atas pengamatan gulma, pengamatan

pertumbuhan, hasil dan kualitas hasil jagung manis.

1) Pengamatan Gulma

a. Analisis vegetasi

Analisis dilakukan 3 kali yaitu 1 minggu sebelum tanam, 3 minggu setelah

tanam dan 6 minggu setelah tanam dengan menggunakan metode kuadrat. Cara

perhitungan analisis vegetasi adalah sebagai berikut (Tjitrosoedirjo et al., 1984) :

1. Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis = jumlah individu jenis itu dalam

petak contoh.

Kerapatan Nisbi (KN) suatu jenis = esiesKMsemua sp

pesiesKM suatu s x 100%

Dominansi Mutlak (DM) suatu jenis = jumlah dari nilai biomassa dari

jenis tersebut.

Dominansi Nisbi (DN) suatu jenis esiesDMsemua sp

pesiesDM suatu s x 100% 

Frekuensi Mutlak (FM) suatu jenis = jumlah unit sampel yang terdapat

dari spesies tersebut.

Page 40: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

Frekuensi Nisbi (FN) suatu spesies =pesiesFM semua s

tersebutFM spesies x 100%

2. Nilai penting suatu jenis = KN + DN + FN

3. SDR (Summed Dominance Ratio) = Nilai penting/3

b. Bobot kering gulma total

Merupakan total seluruh bobot kering gulma pada setiap petak percobaan

pada 1 minggu sebelum tanam, 3 minggu dan 6 minggu setelah tanam. Data ini

diperoleh dengan mencabut semua gulma yang ada di dalam petak contoh kemudian

dioven pada suhu 80 0C sampai beratnya konstan. Setelah itu ditimbang dengan

timbangan analitik.

2) Pengamatan pertumbuhan tanaman jagung manis

a. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari leher akar sampai ujung daun

tertinggi. Pengamatan dilakukan umur 4, 5 dan 6 mst.

b. Diameter batang (cm)

Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur diameter batang yang terdapat

diatas ruas ketiga dari pangkal akar dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan

dilakukan umur 4, 5 dan 6 mst.

Page 41: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

c. Bobot brangkasan (kg)

Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang seluruh brangkasan tanaman

sampel pada saat panen.

3) Pengamatan hasil tanaman jagung manis

a. Panjang tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)

Pengukuran ini dilakukan pada tanaman sampel dengan cara mengukur

panjang tongkol berkelobot. Pengukuran ini dilakukan saat panen.

b. Diameter tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)

Pengukuran ini dilakukan pada tanaman sampel dengan cara mengukur

diameter tongkol berkelobot. Lingkar tongkol yang diukur berada pada ½ panjang

tongkol. Pengukuran ini dilakukan saat panen.

c. Bobot tongkol dengan kelobot per tanaman (g)

Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang tongkol tiap tanaman sampel

pada saat panen.

d. Bobot ekonomis tongkol dengan kelobot (kg)

Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang tongkol yang telah dipotong

ujungnya 1/3 bagian dan mengurangi beberapa kelobot yang paling luar tiap petak

sampel pada saat panen.

Page 42: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

4) Pengamatan kualitas jagung manis

a. Kadar gula biji jagung manis (%)

Pengukuran ini dilakukan dengan metode Spektrofotometri Nelson-Somogy

untuk mengukur gula total yang ada didalam jagung manis. Pengukuran ini dilakukan

di Lab. CV. Chemical Pratama. Dilakukan setelah panen umur 70 hari. Langkah kerja

analisis terdapat pada lampiran IV.

F. Analisis Hasil

Data hasil pengamatan dianalisis keragamannya dengan sidik ragam pada

jenjang nyata 5% menggunakan uji Student Newman Keuls (SNK) dan dihitung

menggunakan program SPSS.

Page 43: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

30

IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL

A. Komponen Gulma

1. Analisis Vegetasi

a. Analisis vegetasi sebelum tanam.

Hasil analisis vegetasi gulma sebelum tanam. Hasil analisis

vegetasi menunjukkan bahwa sebelum dilakukan tanam terdapat 11 jenis

gulma. Gulma yang mendominasi lahan tersebut adalah gulma Cyperus

compressus dengan nilai Nisbah Jumlah Dominan (NJD) sebesar 32,35 %,

kemudian diikuti gulma Eleucene indica dengan nilai NJD 30,49 % dan

Cynodon dactylon dengan nilai NJD 11,22 %. Hasil analisis vegetasi

gulma disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Analisis vegetasi sebelum tanam. Nama Gulma NJD (%)

Daun lebar Ageratum conyzoides

3,35

Commelina benghalensis 2,69 Portulaca oleracea 3,49 Tekian Fimbristylis dichotoma

6,24

Cyperus compressus 32,35 Cyperus rotundus 3,43 Echinochloa colona 2,14 Rumputan Cynodon dactylon

11,22

Dygitaria sp 2,05 Eleucene indica 30,49 Eragrostis tenella 2,55 Total 100

Page 44: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

31

b. Analisis vegetasi pada 3 minggu setelah perlakuan herbisida

Hasil analisis vegetasi gulma 3 minggu setelah perlakuan herbisida

menunjukkan bahwa terjadi penambahan jumlah spesies gulma dari 11

sepesies gulma menjadi 13 spesies gulma. Hasil NJD pada semua petak

menunjukkan bahwa gulma dominan adalah Cynodon dactylon kecuali

petak control didominasi gulma Fimbritylis miliacea. Hasil analisis

vegetasi gulma disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Analisis vegetasi pada 3 minggu setelah perlakuan herbisida (%). Nama gulma/perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Daun lebar Ageratum conyzoides

-

13,93

8,08

-

21,73

-

-

-

-

-

Euporbia prunifolia Commelina benghalensis Legumminose sp Phyllanthus fraternus

7,45 - - -

- -

1,04 -

- - - -

- - - -

- 3,43

1,64 8,24

- - - -

- - - -

- - - -

- - - -

- - - -

Tekian Fimbritylis miliacea

22,86

-

20,34

-

-

-

-

-

-

26,42

Cyperus compressus 10,50 - 2,04 - 2,45 - - - - - Cyperus rotundus

20,8 15,99 8,42 20,85 - 14,64 - 31,03 - 20,32

Rumputan Cynodon dactylon

17,4

67,08

61,12

79,15

45,4

85,36

100

68,97

100

32,36

Dygitaria sp Digitaria longiflora

8,42 1,53

- -

- -

- -

- 6,31

- -

- -

- -

- -

- 20,9

Eleucene indica Eragrostis tenella

- 11,04

- 1,96

- -

- -

- 10,8

- -

- -

- -

- -

- -

Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Keterangan: 1= Kontrol 2= oxyfluorfen dosis 1L/ha 3= oxyfluorfen

dosis 2L/ha 4= oxyfluorfen dosis 3L/ha 5= paraquat dosis 1L/ha 6= paraquat dosis 1,5L/ha 7=paraquat dosis 2L/ha 8= glifosat dosis 1L/ha 9= glifosat dosis 2L/ha 10 = glifosat 3L/ha

c. Analisis vegetasi pada 6 minggu setelah perlakuan herbisida

Hasil analisis vegetasi gulma pada 6 minggu setelah perlakuan

herbisida menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah spesies gulma

Page 45: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

32

dari 13 sepesies gulma pada 3 minggu setelah perlakuan herbisida menjadi

22 spesies gulma. Hasil NJD pada semua petak menunjukkan bahwa

gulma dominan yaitu Cynodon dactylon dan Digitaria longiflora. Hasil

analisis vegetasi gulma pada 6 msa dapat dilihat pada lampiran X. Hasil

analisis vegetasi gulma disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Analisis vegetasi pada 6 minggu setelah perlakuan herbisida (%)

Keterangan: 1= Kontrol 2= oxyfluorfen dosis 1L/ha 3= oxyfluorfen dosis 2L/ha 4= oxyfluorfen dosis 3L/ha 5= paraquat dosis 1L/ha 6= paraquat dosis 1,5L/ha 7=paraquat dosis 2L/ha 8= glifosat dosis 1L/ha 9= glifosat dosis 2L/ha 10 = glifosat 3L/ha

2. Bobot kering gulma total (%)

a. Bobot kering gulma total 1 minggu sebelum perlakuan herbisida.

Hasil bobot kering gulma total pada 1 minggu sebelum perlakuan herbisida

Nama Gulma/perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Daun lebar Ageratum conyzoides

5,97

4,6

7,9

-

-

-

-

-

-

-

Cleome rutidosperma 7,78 5,81 - - - - - - - - Commelina benghalensis - - - - - - - - - - Dactyloctenium aegyptium

4,99 5,2 3,82 - - - - - - -

Borreria leavis 1,14 1,77 1,33 - - - - - - - Mimosa invisa - 2,9 4,23 - - - - - - - Euporbia prunifolia 4,28 6,15 5,74 - - - - - - - Amaranthus viridis - - - - - 1,87 - - - - Bidens pilosa 6,29 4,63 3,97 - - - - - - - Portulaca oleracea 5,15 - - - - - - - - - Tridax procumbens - - - 3,33 - - - - - - Eclipta prostrata 1,43 - - - - - - - - - Melochia concatenata 1,67 - - - 1,43 - - - - - Tekian Chloris barbata

12,66

12,32

9,28

-

-

-

-

-

-

-

Cyperus compressus 7,26 8,31 9,45 - - - - - - - Cyperus rotundus 17,07 11,75 16,85 - - 22,64 - 20,94 - - Cyperus iria - - - - - 1,33 - - - - Fimbritylis miliacea 2,33 5,02 13,48 - 1,43 - - - 30,12 - Rumputan Cynodon dactylon

5,67

28,25

23,95

28,34

55,88

70,97

77,24

70,38

24,45

64,18

Digitaria longiflora 16,31 2,99 - 68,33 28,24 3,19 15,21 8,68 17,54 11,67Eleucene indica - - - - - - - - - 10,28Eragrostis tenella - - - - 13,02 - 7,55 - 27,89 13,87Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Page 46: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

33

dapat dilihat pada lampiran XI. Hasil bobot kering gulma total 1 minggu

sebelum perlakuan disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Bobot kering gulma total 1 minggu sebelum perlakuan

Nama Gulma Mean Ageratum conyzoides 0.65a

Commelina benghalensis 0.25a Portulaca oleracea 0.34a

Fimbristylis dichotoma 0.40a Cyperus compressus 2.38c

Cyperus rotundus 0.26a Echinochloa colona 0.18a Cynodon dactylon 1.14b

Dygitaria sp 0.2567a Eleucene indica 0.68a

Eragrostis tenella 0.19a Total 0.61

Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%

Tabel 5 menunjukkan bahwa ada beda nyata antar masing_masing

gulma. Bobot kering terbesar terdapat pada spesies gulma Cyperus

compressus pada analisis vegetasi 1 minggu sebelum perlakuan dan gulma

tersebut yang mendominasi.

b. Bobot kering gulma total pada 3 dan 6minggu setelah perlakuan

herbisida (g).

Hasil bobot kering gulma total pada 3 dan 6 minggu setelah

perlakuan herbisida dapat dilihat pada lampiran XII dan XIII dan disajikan

pada tabel 5 berikut.

Page 47: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

34

Tabel 5. Bobot Kering Gulma Total pada 3 dan 6 msa

Perlakuan Mean 3 msa Mean 6 msa Kontrol 31.4a 11.2a

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 23.7a 25.8a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 12.0a 22.5a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 15.3a 20.9a

Paraquat dosis 1L/ha 11.7a 14.8a Paraquat dosis 1,5L/ha 8.8a 21.5a Paraquat dosis 2L/ha 14.6a 3.1a Glifosat dosis 1L/ha 10.1a 24.9a Glifosat dosis 2L/ha 23.0a 28.6a Glifosat dosis 3L/ha 22.2a 31.9a

Total 17.32 20.55 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%

Tabel 5 Menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan tidak ada beda

nyata, demikian pula antara perlakuan dengan kontrol juga tidak ada beda

nyata.

B. Komponen Pertumbuhan

1. Tinggi tanaman umur 4, 5, 6 mst

Hasil analisis varian tinggi tanaman umur 4,5,6 minggu dapat

dilihat pada lampiran XIV, XV, XVI dan disajikan pada tabel 7 berikut.

Page 48: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

35

Tabel 7. Rerata tinggi tanaman umur 4, 5, 6 minggu (cm)

Perlakuan Mean 4 mst Mean 5 mst Mean 6 mst Kontrol 70.7a 124.1a 173.7c

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 69.3a 114.2a 160.3a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 62.7a 112.6a 163.8b Oxyfluorfen dosis 3L/ha 67.6a 118.0a 147.4a

Paraquat dosis 1L/ha 62.9a 110.0a 171.6c Paraquat dosis 1,5L/ha 63.9a 110.3a 156.0a Paraquat dosis 2L/ha 64.9a 108.5a 148.8a Glifosat dosis 1L/ha 71.5a 112.8a 156.1a Glifosat dosis 2L/ha 72.7a 119.2a 173.1c Glifosat dosis 3L/ha 72.1a 120.7a 173.9c

Total 67.88 115.10 162.50 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom 3 dan 4 menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada

uji SNK taraf 5%, sedangkan rerata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom 5 menunjukkan ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%

Tabel 7 Menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan pada 4 dan 5

mst dari hasil uji SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan

dengan kontrol tidak berbeda nyata. Tetapi tinggi tanaman pada 6 mst dari

hasil uji SNK ada beda nyata antar perlakuan demikian pula antara

perlakuan dengan kontrol ada beda nyata.

2. Diameter batang pada 4,5, 6 mst (cm)

Hasil analisis varian diameter batang umur 4 minggu dapat

dilihat pada lampiran XVII, XVIII, XIX menunjukkan bahwa pada

perlakuan herbisida disajikan pada Tabel 8 berikut.

Page 49: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

36

Tabel 8. Diameter Batang pada 4, 5, 6 mst (cm)

Perlakuan Mean 4 mst Mean 5 mst Mean 6 mst Kontrol 17.1a 18.4a 20.1a

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 17.4a 19.6a 22.0a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 17.0a 18.3a 20.9a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 17.7a 19.4a 20.1a

Paraquat dosis 1L/ha 20.0a 18.6a 21.5a Paraquat dosis 1,5L/ha 18.9a 19.4a 21.7a Paraquat dosis 2L/ha 19.3a 19.8a 21.7a Glifosat dosis 1L/ha 19.9a 22.5a 23.3a Glifosat dosis 2L/ha 20.9a 22.4a 22.6a Glifosat dosis 3L/ha 20.4a 22.5a 23.8a

Total 18.90 20.11 21.80 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada

beda nyata antar perlakuan dengan kontrol pada uji SNK taraf 5%

Tabel 8 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji

SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol

tidak berbeda nyata.

3. Bobot berangkasan (kg)

Hasil analisis varian bobot berangkasan dapat dilihat pada lampiran

XX dan disajikan pada tabel 10 berikut.

Tabel 9. Rerata bobot berangkasan tanaman (kg)

Perlakuan Mean Kontrol 1.0a

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 1.5a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 0.7a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 1.1a

Paraquat dosis 1L/ha 1.0a Paraquat dosis 1,5L/ha 1.0a Paraquat dosis 2L/ha 0.9a Glifosat dosis 1L/ha 0.7a Glifosat dosis 2L/ha 1.2a Glifosat dosis 3L/ha 1.2a

Total 1.08 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan

tidak ada beda nyata antar perlakuan dengan kontrol pada uji SNK taraf 5%

Page 50: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

37

Tabel 9 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji

SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol

tidak berbeda nyata pada parameter bobot berangkasan.

C. Komponen Hasil

1. Panjang tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)

Hasil analisis varian panjang tongkol dengan kelobot dapat dilihat

pada lampiran XXI dan disajikan pada tabel 10 berikut.

Tabel 10. Panjang Tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)

Perlakuan Mean Kontrol 23.8a

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 25.1a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 25.6a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 24.6a

Paraquat dosis 1L/ha 23.1a Paraquat dosis 1,5L/ha 23.8a Paraquat dosis 2L/ha 22.1a Glifosat dosis 1L/ha 23.8a Glifosat dosis 2L/ha 23.8a Glifosat dosis 3L/ha 24.0a

Total 23.99 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan dengan kontrol pada uji SNK taraf 5%

Tabel 10 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji

SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol

tidak berbeda nyata.

2. Diameter tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)

Hasil analisis diameter tongkol dengan kelobot per tanaman dapat

dilihat pada lampiran XXII dan disajikan pada tabel 11 berikut.

Page 51: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

38

Tabel 11. Diameter Tongkol dengan kelobot (cm)

Perlakuan Mean Kontrol 43.4a

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 43.8a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 39.4a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 44.9a

Paraquat dosis 1L/ha 42.4a Paraquat dosis 1,5L/ha 43.6a Paraquat dosis 2L/ha 45.2a Glifosat dosis 1L/ha 42.5a Glifosat dosis 2L/ha 44.4a Glifosat dosis 3L/ha 44.5a

Total 43.4 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak

ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%

Tabel 11 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji

SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol

tidak berbeda nyata.

.

3. Bobot tongkol dengan kelobot per tanaman (g)

Hasil analisis varian bobot tongkol dengan kelobot per tanaman

dapat dilihat pada lampiran XXIII dan disajikan pada tabel 12 berikut.

Tabel 12. Bobot Tongkol dengan Kelobot (g)

Perlakuan Mean Kontrol 198.0a

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 251.3a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 202.9a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 236.0a

Paraquat dosis 1L/ha 274.6a Paraquat dosis 1,5L/ha 172.0a Paraquat dosis 2L/ha 182.3a Glifosat dosis 1L/ha 194.6a Glifosat dosis 2L/ha 223.3a Glifosat dosis 3L/ha 299.3a

Total 223.46 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%

Page 52: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

39

Tabel 12 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji

SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol

tidak berbeda nyata.

4. Bobot ekonomis tongkol dengan kelobot per tanaman (g)

Hasil analisis varian bobot ekonomis tongkol dengan kelobot dapat

dilihat pada lampiran XXIV dan disajikan pada tabel 13 berikut.

Tabel 13. Bobot Ekonomis Tongkol dengan kelobot per tanaman (g)

Perlakuan Mean Kontrol 196.9a

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 250.3a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 202.2a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 235.2a

Paraquat dosis 1L/ha 273.8a Paraquat dosis 1,5L/ha 168.0a Paraquat dosis 2L/ha 181.1a Glifosat dosis 1L/ha 205.7a Glifosat dosis 2L/ha 219.0a Glifosat dosis 3L/ha 292.0a

Total 222.46 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%

Tabel 13 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji

SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol

tidak berbeda nyata.

Page 53: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

40

D. Komponen Kualitas Hasil

1. Kadar gula total (%)

Hasil analisis kadar gula total dapat dilihat pada lampiran XXV

dan disajikan pada tabel 14 berikut.

Tabel 14. Persentase Gula Total (%)

Perlakuan Mean Kontrol 6.59a

Oxyfluorfen dosis 1L/ha 6.89b Oxyfluorfen dosis 2L/ha 6.87b Oxyfluorfen dosis 3L/ha 7.23d

Paraquat dosis 1L/ha 7.37f Paraquat dosis 1,5L/ha 7.31e Paraquat dosis 2L/ha 7.62g Glifosat dosis 1L/ha 7.31e Glifosat dosis 2L/ha 7.32e Glifosat dosis 3L/ha 7.03c

Total 7.15 Keterangan : rerata yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan

ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5% Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan herbisida paraquat

dosis 2 L/ha pada parameter persentase gula total paling tinggi jumlahnya

dibanding dengan semua perlakuan dan kontrol.

Page 54: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

41

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan

1. Komponen Gulma

Berdasarkan hasil analisis vegetasi awal sebelum pengolahan lahan

menunjukkan bahwa terdapat 11 spesies gulma. Gulma golongan tekian yaitu

Cyperus compressus (NJD 32,35%) merupakan gulma dominan, hal ini

menunjukkan bahwa gulma tersebut merupakan gulma yang paling mampu

bersaing dengan gulma lainnya pada lahan terbuka. Analisis vegetasi kedua

pada 3 minggu setelah aplikasi (msa) herbisida menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan jumlah spesies gulma dari 11 spesies menjadi 13 spesies. Terjadi

perubahan gulma dominan pada saat sebelum pengolahan lahan dengan setelah

aplikasi herbisida pada semua petak perlakuan. Gulma yang dominan pada

semua petak perlakuan adalah Cynodon dactylon. Perubahan gulma dominan

dapat disebabkan karena biji-biji atau organ perkembang biakan gulma yang

ada di dalam tanah tidak terkena percikan herbisida yang diaplikasikan pada

petak perlakuan yang bersifat kontak yaitu mematikan bagian zat hijau daun

sehingga hanya mematikan organ gulma yang tumbuh di atas tanah. Gulma

Cynodon dactylon merupakan gulma jenis rumputan yang memiliki

kemampuan regenerasi jaringan yang cepat sehingga bagian organ yang

terkena herbisida yang telah rusak bisa digantikan jaringan baru. Gulma ini

cukup tahan terhadap herbisida dengan penggunaan dosis herbisida yang tinggi

gulma ini masih bisa tumbuh sedangkan gulma yang lain mengalami kematian

Page 55: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

42

kerena herbisida. Selain itu, perkembangbiakan Cynodon dactylon tidak hanya

menggunakan biji saja tetapi dengan menggunakan rimpang, sehingga rimpang

yang ada d idalam tanah apabila tanah diolah akan bisa berada diatas dan bila

kodisi lingkungan mendukung maka akan tumbuh dan berkembang biak.

Analisis vegetasi umur 3 minggu setelah perlakuan herbisida pada petak

perlakuan herbisida oxyfluorfen, gulma yang muncul ada 5 jenis dibandingkan

dengan petak kontrol gulma yang muncul sebanyak 8 jenis. Hal ini

menunjukkan bahwa perlakuan herbisida ini cukup dapat menekan

pertumbuhan gulma terutama pada awal pertumbuhan tanaman. Dapat dilihat

bahwa gulma dominan pada petak perlakuan herbisida ini adalah gulma

Cynodon dactylon. Penggunaan herbisida oksifluorfen ini kurang efektif untuk

membunuh gulma ini pada dosis yang tinggi saja gulma ini masih bisa hidup.

Pada petak perlakuan herbisida glifosat terlihat bahwa gulma dominan adalah

Cynodon dactylon juga, hilangnya gulma berdaun lebar menunjukkan bahwa

herbisida glifosat efektif membunuh gulma jenis ini. Sedangkan pada petak

perlakuan herbisida parakuat ada beberapa jenis gulma berdaun lebar dan

rumputan yang tidak muncul, hal ini disebabkan karena herbisida tersebut

mampu membunuh gulma dalam jangka waktu 3 sampai 7 hari setelah

penyemprotan.

Hasil analisis vegetasi pada 6 minggu setelah perlakuan herbisida masih

terjadi peningkatan gulma dari 11 spesies gulma pada saat sebelum pengolahan

lahan menjadi 22 spesies gulma. Gulma dominan pada semua petak perlakuan

Page 56: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

43

masih didominasi oleh gulma Cynodon dactylon tetapi pada petak kontrol

gulma yang dominan adalah Cyperus rotundus dengan nilai NJD 17,07 %.

Pada analisis vegetasi umur 6 minggu setelah aplikasi herbisida jumlah

jenis gulma yang muncul mengalami peningkatan. Pada petak perlakuan

herbisida glifosat dosis 3 L/ha gulma daun lebar tidak muncul lagi, pada petak

ini jenis gulma menurun menjadi 4 jenis gulma yang muncul sedangkan pada

petak control gulma yang muncul jenisnya banyak kurang lebih hanya 15 jenis

gulma. Dengan ini dapat dilihat bahwa pengunaan herbisida glifosat dengan

dosis 3 L/ha cukup efektif dalam menekan pertumbuhan gulma berdaun lebar

tetapi tidak efektif untuk menekan jenis gulma Cynodon dactylon. Herbisida

glifosat memberikan pengaruh baik karena merupakan herbisida sistemik yang

mampu membunuh gulma secara menyeluruh.

Pada parameter bobot kering gulma total pada 3 minggu setelah

perlakuan herbisida tidak menunjukkan pengaruh yang nyata bobot kering

gulma total sedangkan pada umur 6 minggu setelah perlakuan menunjukkan

bahwa perlakuan dosis herbisida juga tidak menunjukkan pengaruh nyata.

Dengan hasil tersebut maka dapat dilihat bahwa perlakuan dosis herbisida

oxyfluorfen, parakuat dan glifosat yang diaplikasikan kurang memiliki daya

brantas yang tinggi terhadap penekanan gulma. Dosis ini terlalu kecil sehingga

gulma masih bisa tumbuh pada periode yang kritis tanaman sehingga

menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu karena terjadi persaingan antara

gulma dengan tanaman jagung manis, yang menyebabkan pertumbuhan kurang

optimal sehingga hasilnya juga kurang maksimal.

Page 57: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

44

Dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis herbisida yang digunakan

semakin menekan pertumbuhan gulma. Pada awal aplikasi herbisida di dalam

tanah masih dalam jumlah yang cukup untuk mengendalikan gulma dan

berkurang sejalan dengan makin lamanya waktu dari aplikasi. Karakteristik

herbisida sangat mempengaruhi peristensi herbisida itu sendiri.

2. Komponen Pertumbuhan

Penggunaan herbisida untuk persiapan lahan secara langsung akan

mempengaruhi pertumbuhan gulma. Apabila daya tekan herbisida terhadap

gulma cukup baik, maka pengaruh tidak langsung herbisida yang digunakan

terhadap pertumbuhan tanaman diharapkan juga akan baik. Dengan

menghambat pertumbuhan gulma pada awal pertumbuhan akan menurunkan

persaingan gulma pada tanaman jagung. Dengan berkurangnya persaingan

antar tanaman dengan gulma maka dapat memberikan pertumbuhan yang baik

terutama pada masa vegetatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada

perlakuan macam herbisida menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap

tinggi tanaman jagung manis pada 4 mst dan 5 mst, ini menunjukkan bahwa

penggunaan ketiga macam herbisida mampu menekan pertumbuhan gulma

sehingga tanaman jagung manis mampu tumbuh dengan baik. Pada

pengamatan tinggi tanaman umur 6 mst menunjukkan bahwa ada beda nyata,

penggunaan herbisida glifosat dosis 3 L/ha mampu memberikan tinggi tanaman

tertinggi dibanding dengan penggunaan herbisida oxyfluorfen dosis 1-3 L/ha

dan herbisida parakuat dosis 1,5-2 L/ha, ini dikarenakan herbisida glifosat

Page 58: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

45

merupakan herbisida sistemik yang mampu membunuh gulma sampai ke akar-

akarnya sehingga pertumbuhan gulma tertekan, tidak mengganggu dan tidak

membahayakan pertumbuhan jagung manis.

Hasil analisis pada parameter pertumbuhan diameter batang pada 4 – 6

mst dan bobot berangkasan menunjukkan tidak ada beda nyata pada masing-

masing perlakuan.

3. Komponen Hasil

Hasil analisis panjang tongkol dengan kelobot per tanaman, diameter

tongkol dengan kelobot, bobot tongkol dengan kelobot dan bobot ekonomis

tongkol dengan kelobot menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan.

Hal ini diduga bahwa penekanan kompetisi gulma hanya berpengaruh terhadap

pertumbuhan vegetatif jagung manis namun tidak berpengaruh terhadap

kuantitas hasil jagung manis. Pertumbuhan tanaman jagung yang optimal tidak

menjamin memberikan hasil yang lebih tinggi, karena banyak faktor

lingkungan tumbuh lainnya yang mempengaruhi. Menurut Gardner (1991),

indeks hasil panen menunjukkan perbandingan distribusi hasil asimilasi antara

biomassa ekonomi dengan biomassa keseluruhan atau sama saja dengan

koefisien pembagian hasil asimilat. Pada jagung yang tongkolnya terletak di

tengah batang, hampir seluruh asimilasi yang diproduksi berasal dari daun.

Selama pengisian biji, daun-daun sebelah atas menyumbangkan sekitar 85%

hasil asimilasi ke tongkol. Daun-daun sebelah bawah menyumbangkan hasil

asimilasinya untuk pertumbuhan akar dan pemeliharaan batang dan daun serta

Page 59: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

46

pertambahan berat tongkol. Translokasi ke tempat pemanfaatan hasil

metabolism (akar, pucuk, buah yang sedang berkembang) itu sangat kompleks

dan mekanisme atau daya penggerak yang mengarahkan atau mengatur

pembagian ke tempat pemanfaatan hasil metabolisme itu tidak diketahui. Hasil

panen yang tidak berbeda nyata antar perlakuan dapat diasumsikan bahwa

perlakuan herbisida dapat dijadikan langkah pengendalian gulma untuk

menggantikan kebiasaan petani dalam hal penyiangan gulma. Pengendalian

gulma pertanaman jagung manis pada skala luas, akan lebih efektif dan efisien

bila dilakukan dengan pengendalian kimiawi menggunakan herbisida.

4. Komponen Kualitas Hasil

Hasil analisis kadar gula total menunjukkan ada beda nyata antara

perlakuan. Perlakuan herbisida parakuat dosis 2 l/ha menunjukkan persentase

kadar gula total tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain maupun dengan

kontrol, hal ini dimungkinkan karena perombakan karbohidrat menjadi glukosa

mencapai tahap maksimum pada saat panen dibandingkan dengan kontrol.

Tetapi dari hasil analisis kadar gula total ini masih dibawah standar dari

deskripsi varietas jagung manis hibrida, hal ini dimungkinkan karena tingkat

kesuburan tanah yang berbeda pada lahan penelitian, jenis tanah pada lahan

tersebut yaitu tanah pasiran yang porous yang menyebabkan unsur hara atau

pupuk yang diberikan dalam jumlah tertentu terlindi sehingga penyerapan

unsur hara atau pupuk yang diberikan tidak maksimal.

Page 60: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

47

B. Kesimpulan

1. Perlakuan herbisida pada sistem tanpa olah tanah memberikan pengaruh nyata

antar kombinasi perlakuan pada parameter tinggi tanaman 6 mst dan

persentase gula total.

2. Herbisida paraquat dosis 2 L/ha menunjukkan perlakuan paling baik pada

parameter persentase gula total.

Saran

Dari hasil penelitian ini, karena kontrol dengan semua kombinasi

perlakuan pada parameter hasil tidak menunjukkan beda nyata, maka perlakuan

herbisida pada sistem olah tanah dapat menjadi alternatif cara budidaya jagung

manis.

Page 61: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

48

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta. 140 hlm. Adi Sarwanto, T. dan E. Widiyastuti. 2000. Meningkatkan Produksi Jagung di

Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Anwar. 2002. Residu Herbisida Paraquat + Diuron pada Baby Corn. Akta Agro.

Vol.5 No.1 hlm 35-40. Jan-Jun 2002. Ardjasa, W. S. Widyantoro, W. Hermawan and S. Asmono. 1994. Effect of No

Tillage System wit Polaris Herbicide (Glyphosate-24%) on Lowland Rice Production in Irrigated Lowland Area. Conservation Tillage Discussion. 9 November 1994. Medan.

Bangun, P. 1985. Pengendalian Gulma pada Tanaman Jagung. Dalam Subandi, M.

Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi. Hasil Penelitian Jagung, Sorgum, Terigu 1980-1984. Risalah Rapat Teknis Puslitbangtan, Bogor. Hal 83-97

Budiastuti, M.S., D. Suroto, dan S. Haryanti. 2001. Penggunaan Glifosat dan

Macam Olah Tanah pada Pertanaman Jagung Manis. Konferensi Nasional XV HIGI di Surakarta 17-19 Juli 2001 : 417-422.

Djafaruddin. 1995. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Bumi Aksara,

Jakarta. Hardiastuti, S. dan S. Budi S. 2005. Persiapan Lahan Tanpa Olah Tanah dengan

Menggunakan Herbisida Paraquat dan Sulfosat serta Cara Pengendalian Gulma pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Prosiding Konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal IV-31-35

Herbisida Handbook. 1983. Herbisida Handbook of The Weed Science Society of

Amerika. Hal 359 – 361 Irawati, E. B., dan Hardiastuti, S. 2005. Penyiapan Lahan TOT dengan

Menggunakan Macam Herbisida dan Waktu Pentiangan Gulma pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Hibrida. Prosiding Konferensi XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal VI-41-45

Ismail, I. G. Dan S. Effendi. 1993. Pertanaman Kedelai pada Lahan Kering. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbang Tanaman. Bogor. Kopytko, M., G. Chalela, and F. Zauscher. 2002. Biodegradation of Two

Commercial Herbicides (Gramoxone & Matancha) by Bacteria

Page 62: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

49

Pseudomonas putida. EJB Electronic Journal of Biotechnology. 5 : 182-192. http://www.ejb.org/content/vol5/issue2/full/1. 21 Jan 2010.

Lamid, Z., Harnel, Adlis, dan W. Hermawan. 1998. Pengkajian TOT dengan

Herbisida Glifosat pada Budidaya Jagung di Lahan Kering. Pros. Sem. Nas. Budidaya Pertanian OTK VI. Padang, 24-25 Maret 1998.

Mawardi, D. 2005. Efikasi Herbisida Glifosat untuk Persiapan Budidaya Jagung

Tanpa Olah Tanah. Jurnal Agrotropika X(2):79-84. Desember 2005. Merrington, G., L. Winder., R. Parkinson and M. Redman. 2002. Agricutural

Polution : Environmental Problems and Practical Solutions. Metusala, D. 2006. Studi Waktu Aplikasi dan Dosis Herbisida Campuran Atrazine

dan Mesotrione pada Pengendalian Gulma terhadap Hasil dan Kualitas Hasil Jagung (Zea mays). Skripsi (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta, Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi. 100 hlm.

Moenandir, J., Faizatul dan Titin Sumarni. 2001. Pengaruh Glifosat dan Populasi

pada Gulma dan Jagung pada Sistem Olah Tanah Konsevasi. Pros. Konf XV HIGI, Surakarta Vol.2:391-145.

Moore, R. E. 1998. About Paraquat. http://coffeehouse.fulori.com/paraquat.html.

21 Jan 2010. Muhajir, F. 1988. Karakteristik Tanaman Jagung. Dalam Subandi, Mahddin Syam

dan Adi Widjono, 1988. Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. Hal 33-48

Najiyati, S. dan Danarti. 1992. Palawija. Penebar Swadaya. Jakarta. 166 hlm. Nurjanah, U. 2002. Pergeseran Gulma dan Hasil Jagung Manis pada Tanpa Olah

Tanah Akibat Dosis dan Waktu Pemberian Glyphosat. Akta Agrosia. 5(1): 1-7

Palungkun, R. dan A. Budiarti. 2000. Sweet Corn Baby Corn. Penebar Swadaya.

Jakarta. 79 hlm. Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. 112 hal ------------, R. dan Saputra. 1999. Gulma dan Teknik Pengendalian. Kanisius.

Yogyakarta, 88 hal Saragih, S. E., Rory Susanto dan Z. Lamid. 2000. Herbisida sebagai Komponen

dalam Mendukung Keberhasilan Budidaya Tanah Konservasi. Prosiding

Page 63: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

50

Seminar Nasional Budidaya Pertanian OTK VII F-OTK-HIGI, 23-24 Agustus 2000. Banjarmasin. Hal 25-34/

Sasmita, ER., Hardiastuti, S. Yuliani, U. 2005. Penggunaan Herbisida Paraquat

pada Budidaya Jagung Sistem Tanpa Olah Tanah. Prosiding Konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal VI-46-49

Sasongko, D. 1998. Kajian Herbisida Atrazine dan Diuron di Beberapa Jenis

Tanah Pertanaman Tebu Lahan Kering. Disertasi Doktor (S3). Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan)

Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia. Jakarta. 217 hal. ----------------. 1992. Pestisida, Dasar-dasar dan Dampak Penggunaannya.

Cetakan Pertama. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sebayang, H. T., S. Y. Tyasmoro dan D. E. Pujiyanti. 2002. Pengaruh Waktu

Aplikasi Herbisida Glifosat dan Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Sistem Tanpa Olah Tanah. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Tanah Konservasi. Hal 1-4.

Setiawan, A. N. 2005. Penekanan Populasi Gulma pada Jagung Manis dengan

Sistem Olah Tanah Konservasi. Prosiding Konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal VI-15-24.

Setyowati, N., U. Nurjanah dan A. Altubagus. 2005. Pergeseran Gulma pada

Budidaya Jagung Manis yang Ditanam pada Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) di Lahan Alang-alang. Prosiding Konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal IV-57-66

Sriyani, N., Z. Lamid., Harnel, dan R. Sutanto. 2001. Penggunaan Herbisida

Sulfosat 24% untuk Penyiapan Lahan Tanaman padi Gogo Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT). Hlm. 504-514. Prosiding Konferensi Nasional XV HIGI, Surakarta 17-19 Juli 2001.

Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. 1988. Jagung. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. 422 hlm. Subekti, N. A., Syafruddin, R. Efendi, dan S. Sunarti. 2002. Morfologi Tanaman

dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Sukman, Yernelis dan Yakup 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya (Edisi

Revisi), PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suprapto, H. S. 1990. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 59 hlm.

Page 64: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

51

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta. 219 hal. Syawal, Y. 2005. Pengaruh Penyiangan Gulma pada Periode Kritis Tanaman dan

Tingkat Pemupukan Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). Prosiding konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal III-18-25

Tjitrosoedirdjo, S., I. N. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di

Perkebunan. Gramedia, Jakarta. 210 hal. Triharso. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gajah Mada University

Press, Yogyakarta. Hal 34 Utomo, M. 2000. Teknologi Olah Tanah Konservasi sebagai Pilar Pertanian

Berkelanjutan. Pemberdayaan Petani, Sebuah Agenda Penguatan Masyarakat Warga. DPP HKTI.

Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius, Yogyakarta. 81 hlm. www.mitra.net.id/family/garden/sayuran.htm.edit 27 april 2010 Yuliani, U. 2005. Pengaruh Waktu Pemberian Herbisida Paraquat terhadap

Penekanan Gulma dan Hasil Tiga Varietas Jagung pada Sistem T.O.T. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta.

Zimdahl, R.L. 1980. Weed crop Competition. I.P.P.C. Oregon, USA. 18 p.

Page 65: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

56  

Lampiran I. Denah Percobaan

 U

Keterangan:  

M1D1 = herbisida oxyfluorfen dosis 1 l/ha

M1D2 = herbisida oxyfluorfen dosis 2 l/ha

M1D3 = herbisida oxyfluorfen dosis 3 l/ha

M2D1 = herbisida parakuat dosis 1 l/ha

M2D2 = herbisida parakuat dosis 1,5 l/ha

M2D3 = herbisida parakuat dosis 2 l/ha

M3D1 = herbisida glifosat dosis 1 l/ha

M3D2 = herbisida glifosat dosis 2 l/ha

M3D3 = herbisida glifosat dosis 3 l/ha

Kontrol = tanpa herbisida

             I                              II                           III 

M2D2 M1D1  M3D3 

M2D1  M1D3  Kontrol 

M2D3  M3D1  M1D2 

Kontrol  M1D2  M2D1 

M3D2  M2D1  M1D1 

M1D3  M3D3  M2D3 

M3D1  M3D2  M2D2 

M2D2  M1D1  M3D1 

M3D2 Kontrol  M1D2 

M3D3  M2 D3  M1D3 

Page 66: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

57  

Lampiran II. Tata Letak Tanaman dalam Satu Petak Percobaan

←←←←←←←←←←←←←← 2,5 m →→→→→→→→→→→→→→→

A B C D E F G H I

1

2

3

4,2 m

4

5

6

 

 

 

a  a  a  a  a  a  a  a  a 

a  a  a  a a a a a  a 

a a a  a a  a a  a a 

a a a a a  a  a  a  a 

a a a  a a a  a a a 

a a a  a a a  a a a 

  3 minggu  6 minggu 

Page 67: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

58  

Keterangan :

= Petak percobaan

= Petak sampel

= Petak gulma

= Tanaman sampel

Page 68: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

59  

Lampiran III. Deskripsi Jagung Manis Hibrida

Deskripsi Benih Jagung Hibrida

Pertumbuhan tanamannya tegap dan kuat.

Kemampuan adaptasinya luas, baik tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi.

Varietas ini sangat sesuai untuk dikembangkan di daerah beriklim tropis.

Ketahanan terhadap karat daun sangat baik.

Memiliki tinggi tanaman ±2 m.

Ukuran tongkolnya besar, dengan panjang ±22 cm dan diameternya 5-6 cm.

Bijinya berwarna kuning keputihan dan rasanya manis.

Waktu keluar bunga jantan 40 hst dan bunga betina 44 hst.

Kadar gula yang dimiliki varietas ini sebesar 10%.

Hasil per hektarnya sebesar 10,5 ton/ha tanpa kelobot.

Siap untuk dikonsumsi sebagai jagung manis mulai umur 70 hari setelah tanam.

Sumber : SK MENTERI No. 45/Kpts/TP.240/2/2000

Page 69: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

60  

Lampiran IV. Cara Kerja Analisis gula Total (Metode Nelson-Somogy Spektrofotometri)

Penentuan Gula Total :

Menimbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 2,5-25 g

tergantung kadar gula totalnya, dan memindahkan ke dalam labu takar 100 ml,

menambahkan 50 ml aquades. Menambahkan bubur Al(OH)3, atau larutan Pb-asetat.

Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari

reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian menambahkan aquades sampai

tanda dan menyaring.

Menampung filtrate dalam labu takar 200 ml. Untuk menghilangkan kelebihan Pb

menambahkan Na2CO3, anhidrat atau K atau Na-oksalatan hidrat atau larutan Na-fosfat

8% secukupnya, kemudian menambahkan aquades sampai batas, kemudian menggojog

dan menyaring. Filtrat bebas Pb bila ditambah K atau Na oksalat atau Na-fosfat atau

Na2CO3 tetap jernih.

Mengambil 50 ml filtrate bebas Pb dari larutan, memasukkan ke dalam Erlenmeyer,

kemudian menambahkan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30% (berat jenis 1,15).

Memanaskan di atas penangas air pada suhu 67-700C selama 10 menit. Kemudian

mendinginkan cepat-cepat sampai suhu 200C. menetralkan dengan NaOH 45%.

Page 70: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

61  

Lampiran V. Cara Kerja Analisis Pati (Metode Nelson-Somogy Spektrofotometri)

Penentuan Pati :

Menimbang 2-5 g contoh yang berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan cair

dalam gelas piala 250 ml, menambahkan aquades 50 ml dan mengaduk selama 1 jam.

Menyaring suspense dengan kertas saring dan mencucinya dengan aquades sampai

volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang.

Untuk bahan yang mengandung lemak, maka mencuci pati yang terdapat sebagai residu

pada kertas saring sebanyak 5 kali dengan 50 ml ether, membiarkan ether menguap dari

residu, kemudian mencuci lagi dengan 150 ml alcohol 10% untuk membebaskan lebih

lanjut karbohidrat yang terlarut.

Memindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan

pencucian 200 ml aquades dan menambahkan 20 ml HCl ±25 % (bera tjenis 1,125),

kemudian menutup dengan pendingin balik dan memanaskan di atas penangas air selama

2,5 jam.

Setelah dingin menetralkan dengan larutan NaOH 45% dan mengencerkan sampai

volume 500 ml, kemudian menyaring. Menentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai

glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula total.

Berat glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.

Page 71: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

62  

Lampiran VI. Dosis Herbisida dan Pupuk

Perhitungan Herbisida

Luas 1 ha = 10.000 m2

Luas petak percobaan = 4 m x 2 m = 8 m2

Volume semprot = 400 l/ha = 400.000 ml/10.000 m2

Volume semprot per petak = 8 m2/10.000 m2 x 400.000 ml = 320 ml

• Dosis herbisida 1 l/ha

Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 1000 ml = 0,8 ml

Volume air yang digunakan per petak = volume semprot per petak – dosis herbisida

= 320 ml – 0,8 ml = 319,2 ml

• Dosis herbisida 1,5 l/ha

Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 1500 ml = 1,2 ml

Volume air yang digunakan per petak = volume semprot per petak – dosis herbisida

= 320 ml – 1,2 ml = 318,8 ml

• Dosis herbisida 2 l/ha

Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 2000 ml = 1,6 ml

Volume air yang digunakan per petak = volume semprot per petak – dosis herbisida

= 320 ml – 1,6 ml = 318,4 ml

Page 72: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

63  

• Dosis herbisida 3 l/ha

Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 3000 ml = 2,4 ml

Volume air yang digunakan per petak = volume semprot per petak – dosis herbisida

= 320 ml – 2,4 ml = 317, 6 ml

PerhitunganPupuk

• Dosis pupuk Urea

Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 450.000 g = 360 g/petak

Dosis per tanaman = 360 g/60 tanaman = 6 g/tanaman

• Dosis pupuk SP36

Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 200.000 g = 160 g/petak

Dosis per tanaman = 160 g/60 tanaman = 2,67 g/tanaman

• Dosis pupukKCl

Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 200.000 g = 160 g/petak

Dosis per tanaman = 160 g/60 tanaman = 2,67 g/tanaman

Page 73: Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j

64  

Lampiran VII. Langkah-langkah kalibrasi

Kalibrasi

K = 10.000 x C / L x V

Keterangan :

C = Curah nozzle sprayer (liter/menit)

L = Lebar gawang/lebar semprotan (m)

K = Kecepatan jalan (meter/menit)

V = Volume semprot (l/ha)

C1 = 1,20 l/menit

C2 = 1,12 l/menit

C3 = 1,32 l/menit

Maka C = 1,20 + 1,12 + 1,32 / 3 = 1,21 liter/menit

L1 = 2,30 m

L2 = 2,21 m

L3 = 2,43 m

Maka L = 2,30 + 2,21 + 2,43 / 3 = 2,31 meter

K = 10.000 x 1,21 l/menit / 2,31 m x 400 l = 13,09 m/menit

Kurang lebih kecepatan berjalan adalah 13 meter/menit atau 1 m/4,6 detik