iv. hasil dan pembahasan 4.1 hasil 4.1.1 uji penentuan ...digilib.unila.ac.id/12134/9/isi dan...

25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Penentuan Selang Konsentrasi Berdasarkan hasil penelitian pada uji penentuan selang konsentrasi ditetapkan nilai ambang bawah dan ambang atas, masing-masing sebesar 1 ppm dan 100 ppm. Pada perlakuan B (10 ppm) nilai persentase mortalitas sebesar 6,7% dan pada perlakuan C (100 ppm) nilai persentase mortalitas 100% (Lampiran 2). Ikan uji tidak mengalami kematian pada perlakuan K (0 ppm) dan A (1 ppm). 4.1.2 Uji Definitif (Toksisitas Akut) Uji definitif dilakukan selama 96 jam. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada perlakuan K (0 ppm), A (2,5 ppm), B (6,25 ppm), dan C (15,6 ppm) ikan uji tidak mengalami mortalitas, sedangkan pada perlakuan D (39 ppm) dan E (97,5 ppm) nilai persentase mortalitas masing-masing sebesar 30% dan 100% (Lampiran 3). Berdasarkan uji definitif yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai LC 50 -96 jam sebesar 51,4 mg/l dapat dilihat pada Lampiran 4.

Upload: lenhi

Post on 09-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Uji Penentuan Selang Konsentrasi

Berdasarkan hasil penelitian pada uji penentuan selang konsentrasi ditetapkan nilai

ambang bawah dan ambang atas, masing-masing sebesar 1 ppm dan 100 ppm. Pada

perlakuan B (10 ppm) nilai persentase mortalitas sebesar 6,7% dan pada perlakuan C

(100 ppm) nilai persentase mortalitas 100% (Lampiran 2). Ikan uji tidak mengalami

kematian pada perlakuan K (0 ppm) dan A (1 ppm).

4.1.2 Uji Definitif (Toksisitas Akut)

Uji definitif dilakukan selama 96 jam. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, pada perlakuan K (0 ppm), A (2,5 ppm), B (6,25 ppm), dan C (15,6 ppm)

ikan uji tidak mengalami mortalitas, sedangkan pada perlakuan D (39 ppm) dan E

(97,5 ppm) nilai persentase mortalitas masing-masing sebesar 30% dan 100%

(Lampiran 3). Berdasarkan uji definitif yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai

LC50-96 jam sebesar 51,4 mg/l dapat dilihat pada Lampiran 4.

20

4.1.3 Uji Statistik ANOVA dan BNT

Berdasarkan dari tabel analisis ragam, didapatkan nilai dari F hitung lebih besar

daripada F tabel sehingga menolak H0 dan menerima H1 pada selang kepercayaan

95%. Berdasarkan hasil dari uji lanjut BNT, terdapat perbedaan yang nyata pada

perlakuan D (39 ppm) dan E (97,5 ppm) terhadap mortalitas ikan patin siam

(Pangasius hypopthalmus).

4.1.4 Pengaruh Metil Metsulfuron terhadap Sel Darah Merah

Perlakuan metil metsulfuron terhadap ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus)

dilakukan selama 96 jam dan diamati dampak kerusakannya dengan melakukan

metode ulas darah. Berdasarkan hasil pengamatan ulas darah (Gambar 5 dan 6)

menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara sel darah merah kontrol (0 ppm)

dengan sel darah merah yang telah dipaparkan metil metsulfuron seperti pada

perlakuan C (15,6 ppm) dan D (39 ppm). Pada perlakuan kontrol sel darah merah

berbentuk oval sampai bundar dengan inti yang kecil dan sitoplasma dalam jumlah

yang besar. Setelah dipaparkan metil metsulfuron dengan konsentrasi 15,6 ppm dan

39 ppm, terbentuk lipofuscin pada inti sel dan seroid yang hampir memenuhi

permukaan sitoplasma. Menurut analisis Yudha (1999) mengenai kerusakan sel darah

merah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dipaparkan dalam endosulfan

menyebabkan inti sel terlihat membesar dan seolah-olah ‘pecah’ dengan permukaan

yang tidak rata.

21

0 ppm (K)

Gambar 5. Sel Darah Merah Ikan Patin Siam yang Terpapar Metil Metsulfuron

pada Konsentrasi 0 ppm (K).

Keterangan : Inti Sel (A) dan Sitoplasma (B)

15,6 ppm (C)

Gambar 6. Kerusakan Sel Darah Merah Ikan Patin Siam yang Terpapar Metil

Metsulfuron pada Konsentrasi 15,6 ppm (C).

Keterangan : Lipofuscin (L) dan Seroid (S).

22

39 ppm (D)

Gambar 7. Kerusakan Sel Darah Merah Ikan Patin Siam yang Terpapar Metil

Metsulfuron pada Konsentrasi 39 ppm (D).

Keterangan : Lipofuscin (L) dan Seroid (S).

4.1.5 Pengaruh Metil Metsulfuron terhadap Nilai Hematokrit

Gambar 8. Perbandingan Nilai Hematokrit

29,94%

19,76%

14,80%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

0 ppm 15,6 ppm 39 ppm

Per

sen

tase

Hem

ato

kri

t

Konsentrasi

23

Berdasarkan grafik persentase hematokrit (Gambar 7), pada perlakuan kontrol

didapatkan persentase sebesar 29,94%. Persentase rerata nilai hematokrit mengalami

penurunan pada perlakuan C (15,6 ppm) yaitu sebesar 19,76% dan perlakuan D (39 ppm)

sebesar 14,80%.

4.1.6 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diuji adalah suhu, pH, dan oksigen terlarut pada uji

penentuan selang konsentrasi dan pada uji definitif. Berdasarkan hasil penelitian

didapatkan kisaran suhu 25-28oC, nilai pH 7, dan kadar oksigen terlarut 4-8 mg/l.

Kisaran nilai parameter kualitas air pada uji penentu selang konsentrasi dan uji

definitif yang telah dilakukan tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Kisaran Nilai Parameter Kualitas Media Uji pada Uji Penentuan Selang

Konsentrasi dan Uji Definitif

Parameter Uji Perlakuan

K A B C D E NAB

Suhu (oC) Penentuan

Selang

Konsentrasi

25-28 25-28 25-27 25-26 25-30 (*)

Definitif 25-28 25-26 25-27 25-28 25-27 25-28

pH Penentuan

Selang

Konsentrasi

7 7 7 7 6,5-8 (**)

Definitif 7 7 7 7 7 7

DO (mg/l) Penentuan

Selang

Konsentrasi

5,31-

7,42

5,16-

8,25

5,08-

8,24

7,41-

8,33

3-7 (*)

Definitif 5-7,04 5,40-

7,24

4,70-

7,50

5,18-

7,40

5,55-

7,20

5,58-

5,99

Keterangan:

NAB : Nilai Ambang Batas untuk ikan patin siam

* : Berdasarkan Pirzan (1992)

** : Berdasarkan Gufron dalam Minggawati (2012)

24

4.2 Pembahasan

Pada kolam alih fungsi dari area persawahan masih terdapat senyawa herbisida yang

dapat menyebabkan gangguan organ penting pada tubuh ikan (sublethal) bahkan

kematian pada ikan (lethal). Berdasarkan hasil dari uji penentuan selang konsentrasi

dan uji definitif terdapat mortalitas ikan uji, hal tersebut menandakan semakin tinggi

konsentrasi metil metsulfuron yang digunakan maka tingkat mortalitas ikan patin

siam semakin meningkat. Ikan uji mengalami gejala-gejala keracunan yaitu dengan

terlihatnya tingkah laku berenang ikan yang tidak teratur, tubuh ikan berlendir,

berwarna pucat dan gangguan pendarahan pada katup insang serta mulutnya. Menurut

Cornell dan Miller (1995), kerusakan pada insang tersebut dapat menyebabkan

terganggunya mekanisme pernapasan yang akhirnya dapat mempengaruhi

metabolisme dan laju pertumbuhan ikan uji, luka pada katup dan mulut insang.

Berdasarkan uji definitif yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai LC50-96 jam

sebesar 51,4 mg/l, yang berarti metil metsulfuron memiliki daya racun sedang.

Menurut Komisi Pestisida Departemen Pertanian (1983) dalam Rudiyanti (2009),

kriteria daya racun lethal pestisida pada LC50-96 jam sebesar 10-100 mg/L, memiliki

daya racun yang sedang.

Berdasarkan dari data uji normalitas dan homogenitas (Lampiran 5) yang telah

dilakukan, data menyebar normal dan varian dari beberapa kelompok data adalah

sama. Uji BNT dapat dilakukan berdasarkan hasil dari uji ANOVA (Lampiran 6)

yang menyatakan bahwa metil metsulfuron memberikan pengaruh yang nyata

25

terhadap mortalitas ikan patin siam. Hasil uji BNT (Lampiran 7) menunjukkan bahwa

pada perlakuan D (39 ppm) dan E (97,5 ppm) memberikan pengaruh yang nyata

terhadap mortalitas ikan patin siam.

Pembuatan preparat ulas darah dan perhitungan persentase hematokrit dilakukan pada

perlakuan yang berbeda nyata (39 ppm) dengan perlakuan yang tidak berbeda nyata

(15,6 ppm) kemudian dibandingkan dengan ikan uji pada perlakuan kontrol (0 ppm).

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan gambaran bahwa pada perlakuan kontrol

inti sel darah merah terletak sentral dengan sitoplasma dan berbentuk oval. Setelah

dipaparkan metil metsulfuron dengan konsentrasi 15,6 ppm dan 39 ppm, terbentuk

lipofuscin pada inti sel dan seroid yang hampir memenuhi permukaan sitoplasma. Hal

tersebut diduga karena adanya sifat dari metil metsulfuron yang dapat menyebabkan

timbulnya kelainan pada sitoplasma dan inti sel karena adanya lipofuscin dan seroid.

Menurut Azhar dan Tjahjono (1999) dalam Yudha (1999), bahan toksik juga dapat

mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel

juga menyebabkan pembentukkan kompleks lipofuscin dan seroid yang besar dan

tidak larut, yang semakin lama akan semakin membesar hingga dapat memenuhi

seluruh sel.

Gangguan pada sistem sirkulasi ikan yang telah tercemar toksik dapat menimbulkan

kerusakan pada sel darah merah serta penurunan nilai hematokrit. Hasil penelitian

dan persentase hematokrit (Gambar 8 dan Lampiran 8) yang didapat setelah

dilakukan pemaparan metil metsulfuron pada ikan patin siam selama 96 jam yaitu,

pada perlakuan kontrol sebesar 29,94 %. Kondisi ini menunjukan bahwa ikan masih

26

dalam keadaan baik, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bond (1979) yang

mengatakan bahwa nilai hematokrit normal ikan teleostei berkisar antara 20-30 %,

dan pada beberapa spesies laut bernilai 42%. Pada perlakuan C (15,6 ppm) dan D (39

ppm) presentase rata-rata nilai hematokrit mengalami penurunan, yaitu masing-

masing sebesar 19,76% dan 14,8%. Berdasarkan hasil penelitian diduga pengaruh

dari terpaparnya metil metsulfuron pada perlakuan C (15,6 ppm) dan D (39 ppm)

menyebabkan ikan patin siam mengalami anemia. Menurut pendapat Angka et al.

(1985), bahwa hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah

satu standar untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari

22% menunjukkan terjadinya anemia. Menurut pernyataan Robert (2001), bahwa

anemia dapat berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ikan, karena rendahnya

persentase eritrosit menyebabkan suplai makanan ke sel, jaringan dan organ akan

berkurang sehingga proses metabolisme ikan menjadi terhambat. Rendahnya

persentase hematokrit juga mempengaruhi jumlah eritrosit menjadi rendah.

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa kisaran suhu, pH, dan DO pada kualitas

air uji penentuan selang konsentrasi dan pada kualitas air uji definitif berada pada

kisaran yang sesuai untuk pemeliharaan ikan patin siam. Suhu merupakan salah satu

faktor penting dalam pertumbuhan ikan, karena dapat mempengaruhi nafsu makan

ikan uji. Menurut pendapat Pirzan (1992), suhu yang optimal yaitu 25-30oC dan

dengan pH 6,5-8. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kisaran suhu 25-28oC dan

nilai pH 7, hal tersebut menunjukkan bahwa suhu dan pH pada penelitian sudah

optimum. Menurut pendapat Gufron dalam Minggawati (2012), kandungan oksigen

27

yang optimal untuk pemeliharaan ikan patin yaitu antara 3-7 mg/l. Keadaan tersebut

relatif berbeda dari penelitian yang telah dilakukan memiliki kadar oksigen terlarut 4-

8 mg/l, hal tersebut menunjukkan bahwa DO pada penelitian relatif kurang optimal.

28

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

1. Metil metsulfuron memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas ikan patin siam

(Pangasius hypopthalmus). Semakin tinggi konsentrasi metil metsulfuron maka

tingkat mortalitas ikan patin siam semakin meningkat.

2. Metil metsulfuron menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel darah merah

berupa terbentuknya lipofuscin pada inti sel dan seroid yang hampir memenuhi

permukaan sitoplasma serta menurunnya persentase nilai hematokrit yang

menandakan ikan terkena anemia.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu:

Dapat dilakukan uji lanjut mengenai pengaruh metil metsulfuron terhadap ikan patin

siam (Pangasius hypopthalmus) pada organ ginjal dan limpa.

29

DAFTAR PUSTAKA

Alabaster, J. and Lloyd. 1980. Water Quality Criteria for Fish. FAO of United

Nations European Inland Fisheries Advisor

Angka. 1985. The Pathologi of Walking Catfish, Clarian batrachus, Infected

Intraperitoneally with Aeoromonas hydrophilla. AFS

Anonim . 2001 . Metsulfuron Methyl . FAO of The United Nations

Anonim. 2008. Fish Haematology. Dikutip dari : http://www.aqualex.org/elearning.

Pada tanggal 17 April 2012, pukul 16.00 WIB.

Bond C.E. 1979. Biology of Fishes. Philadelphia: Saunders Colege Publishing. Hlm

514.

Chinabut S, Limsuwan C, and Kiswatat P. 1991. Histology of The Walking Catfish,

Clarias bathracus. Canada :IDRC. Hlm 40-44.

Clarke, E.G.C. and M.L. Clarke. 1975. Veterinary Toxicology Cassell and Collver.

Mc Millan Publishers Ltd, London.

Cornell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Chemistry and Ecotoxicology Of Pollution. A

Wiley Publ. New York.

Djariah, A.S. 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 87.

Finney. 1971. Probit Analysis. The University Press. Cambridge.

Frank, C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar Asas, Organ sasaran dan Penilaian Risiko.

Edisi kedua . Penerjemah Edi Nugroho. UI Press Jakarta

Khairuman dan Amri, K. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka.

Jakarta. Hlm 83.

Lagler, K.F. and J.E. Bardach. 1977. Ichthyology. Jhon Welley and Sond Inc. New

York.

30

Metusala, D. 2006. Studi Waktu Aplikasi dan Dosis Herbisida Campuran Atrazine

dan Mesotrione pada Pengendalian Gulma terhadap Hasil dan Kualitas Hasil

Jagung (Zea mays). Skripsi (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas

Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta, Fakultas Pertanian, Jurusan

Agronomi. Hlm 100.

Minggawati, I. dan Saptono. 2012. Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Ikan Patin

(Pangasius pangasius) di Karamba Sungai Kahayan, Kota Palangkaraya.

Jurnal Ilmu Hewani Tropika Vol. 1. No 1. Juni 2012

Nurchayatun, T. 2007 . Pengaruh Pemberian Merkuri Klorida Terhadap Struktur

Mikroanatomi Insang Ikan Mas . Universitas Negeri Semarang . Semarang

Pirzan, A.M. dan S.Tahe. 1995. Pengaruh Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup

dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Penelitian

Perikanan Indonesia, 1(3):67-72

Rudiyanti, S., dan Ekasari, A.D. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas

(Cyprinus carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3

G. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1, 2009 39 – 47.

Roberts R. J. 2001 . Fish Pathology, 3rd

ed. W.B. Saunders. Philadelphia, PA.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta. Jakarta

Santoso, S. 1998. Toksisitas Air Limbah Industri Pulp Proses Soda Terhadap Benih

Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Jurnal Universitas Sudirman 2 (XIV): 5.

Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia. Jakarta. Hlm 217.

Susanto, H. dan Amri, K. 2002. Budi Daya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hlm 90.

Steel G.D. and Torrie J.H. 1976. Principles and Procedure of Statistics. A

Biometrical Approach, Mc Graw-Hill Inc. New York. Hlm 382.

Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta. Hlm 348.

Wudianto, R. 1994. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta.

Yudha, I. G. 1999. Tingkat Kerusakan Sel Darah Merah Ikan Lele Dumbo yang

Dipaparkan Endosulfan Pada Konsentrasi Subletal. Thesis . Program

Pascasarjana, IPB.

31

LAMPIRAN

32

Lampiran 1. Konsentrasi Uji Definitif

(

)

(

)

(

)

33

34

Lampiran 2. Grafik Persentase Mortalitas Ikan Patin Siam (Pangasius

hypopthalmus) pada Uji Penentuan Selang Konsentrasi.

Lampiran 3. Grafik Persentase Mortalitas Ikan Patin Siam (Pangasius

hypopthalmus) pada Uji Definitif.

0% 0% 6,70%

100%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0 ppm 1 ppm 10 ppm 100 ppm

Per

sen

tase

Mort

ali

tas

Konsentrasi

0% 0% 0% 0%

30%

100%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0 ppm 2,5 ppm 6,25 ppm 15,6 ppm 39 ppm 97,5 ppm

Per

sen

tase

Mort

ali

tas

Konsentrasi

35

Lampiran 4. Analisis Probit (LC50-96 jam) Metil Metsulfuron terhadap Ikan

Patin Siam (Pangasius hypopthalmus).

d

(Konsentrasi

ppm)

n

(∑

hewan

uji)

r

(Mortalitas)

D

(%

mortalitas)

X

(Log

konsentrasi)

X2

Y

(Probit %

mortalitas)

XY

2,5 30 0 0 0,397 0,157 0 0

6,25 30 0 0 0,795 0,632 0 0

15,6 30 0 0 1,193 1,423 0 0

39,00 30 9 30 1,591 2,531 4,4756 7,120

97,5 30 30 100 1,989 3,956 8,7190 17,342

Jumlah 5,965 8,699 13,1946 24,462

( )( )

( )

( )( )

( )

36

( )

( ( )( ))

( )

( )

37

Lampiran 5. Uji Normalitas dan Homogenitas

Uji Normalitas

Unstandardized

Residual

N 18

Normal Parametersa,b

Mean .0000000

Std. Deviation 1.09722263

Most Extreme Differences Absolute .140

Positive .120

Negative -.140

Kolmogorov-Smirnov Z .596

Asymp. Sig. (2-tailed) .870

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Uji Homogenitas

perlakuan

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

10.400 1 13 .07

Keterangan : Data menyebar normal dan memiliki varian beberapa kelompok sampel

yang sama, karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.

38

Lampiran 6. Data Uji ANOVA (Analysis of Variance)

Perlakuan Ulangan Jumlah

Rata-rata

1 2 3

K 0 0 0 0 0

A 0 0 0 0 0

B 0 0 0 0 0

C 0 0 0 0 0

D 30 40 20 90 30

E 100 100 100 300 100

Jumlah 130 140 120 390 130

Rata-rata 21,67 23,33 20 21,67

Analisis Ragam

Keterangan : r = perlakuan

t = ulangan

39

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( )

( )

40

SK db JK KNT F.Hitung F Tabel

p 5 24.250 4.850 291 5,81

G 12 200 16,67

T 17 24.450

Keterangan : Pada selang kepercayaan 95%, F hitung > F tabel menunjukkan

pemaparan metil metsulfuron berpengaruh terhadap tingkat mortalitas

ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus).

41

Lampiran 7. Data Uji Lanjut BNT

K

A o

B o o

C o o o

D

E

K A B C D E

Keterangan:

= Berbeda nyata

o = Tidak berbeda nyata

42

Lampiran 8. Hasil Penelitian dan Persentase Nilai Hematokrit

Hematokrit perlakuan K (0 ppm)

Hematokrit Perlakuan C (15,6 ppm)

43

Hematokrit Perlakuan D (39 ppm)