perkawinan beda agama revisi

17
Perkawinan Beda Agama di Luar Negeri Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Hukum Perdata Internasional oleh : 1. Monica Tri Apriana E1A010233 2. Sigit Budhiarto E1A010234 3. Anggita Sabrina E1A010236 4. Henny Try Astuti E1A010237 5. Indah Dwi Putri P E1A010238 6. Hendal Padil Permana E1A010239 7. Dextra Respalandika San E1A010240 KELAS C 1

Upload: sigit-budhiarto

Post on 05-Aug-2015

54 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perkawinan Beda Agama Revisi

Perkawinan Beda Agama di Luar Negeri

Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Hukum Perdata Internasional

oleh :

1. Monica Tri Apriana E1A010233

2. Sigit Budhiarto E1A010234

3. Anggita Sabrina E1A010236

4. Henny Try Astuti E1A010237

5. Indah Dwi Putri P E1A010238

6. Hendal Padil Permana E1A010239

7. Dextra Respalandika San E1A010240

KELAS C

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUMPURWOKERTO

2011

1

Page 2: Perkawinan Beda Agama Revisi

Perkawinan Beda Agama di Luar Negeri

Perkawinan beda agama, memang masih menjadi polemik di Indonesia.

Diskusi mengenai hal tersebut masih saja mendapat perhatian lebih dari

masyarakat maupun akademisi. Hal tersebut dikarenakan adanya pluralisme

agama di Indonesia sedangkan Undang-Undang perkawinan Indonesia yaitu UU

No. 1 Tahun 1974, tidak menyatakan secara tegas peraturan mengenai hal

tersebut. Sebenarnya, jika kita benar-benar mencermati Undang-Undang

Perkawinan tersebut, peraturannya sudah jelas mengenai perihal perkawinan beda

agama tersebut, yaitu diserahkan menurut agamanya masing-masing. Negara

menyerahkan sepenuhnya pada agama masing-masing calon mempelai yang akan

melakukan perkawinan, apabila menurut agama mereka perkawinan beda agama

dapat disahkan, maka Negara pun akan mengesahkan dan perkawinan tersebut

mendapat perlindungan hukum. Namun, yang terjadi di banyak agama yang

terdapat di Indonesia, pada intinya adalah melarang untuk terjadinya perkawinan

beda agama, ada agama yang membolehkan namun dengan beragam syarat. Pada

saat terjadi hal demikian, agama tidak membolehkan, ternyata pihak-pihak yang

akan melangsungkan pernikahan beda agama ini terus berupaya, bagaimana

caranya agar pernikahan mereka dapat sah dan mendapat perlindungan hukum,

salah satu cara yang paling populer adalah dengan menikah di luar negeri lalu

ketika kembali ke dalam negeri, mereka hanya tinggal mencatatkan pernikahan

tersebut kepada Pencatatan Sipil dengan dasar certificate of marriage. Apa

konsekuensinya jika hal tersebut yang terjadi di Indonesia?

2

Page 3: Perkawinan Beda Agama Revisi

A. Dasar menikah di Indonesia

Indonesia baru mempunyai Undang-Undang nasional mengenai perkawinan

pada tahun 1974, dimana dibuat UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Sebelum adanya undang-undang perkawinan tersebut, di Indonesia menggunakan

Regelling op de Gemengde Huwelijken (GHR) Stb 1898 dan BW (KUHPerdata).

Dalam peraturan tersebut ternyata memperbolehkan terjadinya perkawinan beda

agama di Indonesia. Hal tersebut wajar saja terjadi karena pada saat itu di

Indonesia terdapat penggolongan masyarakat. Konsep yang digunakan oleh

kedua peraturan inipun berbeda, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menggunakan konsep keagamaan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 2 ayat

1, sedangkan dalam GHR maupun BW, perkawinan hanya dilihat dari sisi

perdatanya saja.1

Kebanyakan masyarakat akan berpikir bahwa dengan diundangkannya

peraturan tentang perkawinan yang bersifat nasional otomatis peraturan tentang

perkawinan yang lain akan hapus. Hal tersebut tidak terjadi serta merta, perlu

diingat bahwa ada suatu aturan peralihan ( pasal 66 ) dimana bunyinya adalah2 :

“bahwa peraturan-peraturan lama tetap masih berlaku selama undang-undang

perkawinan yang baru tidak mengaturnya”.

Pasal inilah yang bisa menjadi dasar masih dapat diberlakukannya

peraturan-peraturan tentang perkawinan yang dulu, karena harus diakui bahwa

undang-undang perkawinan nasional kita tidak menegaskan secara jelas dalam

satu pasal pun bahwa Negara benar-benar melarang adanya perkawinan beda

agama. Dalam undang-undang perkawinan tersebut yang ada hanyalah

perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaannya. Artinya dapat disimpulkan bahwa Negara benar-benar

menyerahkan kepada agama masing-masing mempelai mengenai pengesahannya

1 Nurcholish, Ahmad dan Ahmad Baso (editor). 2005. Pernikahan Beda Agama. Jakarta : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

2 Subekti, Wienarsih Imam. 2006. Keabsahan Perkawinan yang Dilangsungkan di Luar Negeri oleh Pasangan WNI Beda Agama Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam GloriaJuris Volume 6 Nomer 3;200-213. Jakarta.

3

Page 4: Perkawinan Beda Agama Revisi

perkawinan mereka tersebut. Negara tidak bisa dikatakan menyalahi aturan hak

asasi manusia dalam hal ini, jika diartikan bahwa Negara melarang perkawinan

yang notabene adalah hak pribadi masing-masing individu. Karena memang

bukan Negara yang melarang, namun agama masing-masing pihaklah yang

melarang. Agamalah yang memegang peraturan mengenai sah tidaknya

perkawinan kedua mempelai tersebut. Namun, kebanyakan masyarakat

menafsirkan bahwa Negaralah yang menghalangi langkah mereka untuk menikah

secara sah menurut hukum.

Di sinilah mulai terjadi banyak pertanyaan, bagaimana caranya agar para

calon mempelai beda agama bisa mendapat pengesahan dari Negara, sah menurut

hukum dan mendapat perlindungan hukum bila kelak terjadi sengketa dalam

perkawinannya? Di bawah ini akan dijelaskan beberapa cara yang biasanya

dilakukan oleh para pihak yang akan menjalankan perkawinan beda agama.

B. Cara-cara yang Dilakukan Oleh Pihak-Pihak yang Melakukan

Perkawinan Beda Agama

Negara memang tidak bisa memberikan perlindungan hukum bagi para

pihak yang melakukan perkawinan beda agama di Indonesia, karena Indonesia

sudah mempunyai undang-undang hukum perkawinan nasional, yaitu UU No.1

Tahun 1974 tentang perkawinan. Dimana dalam undang-undang tersebut,

Indonesia menyerahkan pengesahan perkawinan tersebut kepada agama masing-

masing pihak yang akan melakukan perkawinan beda agama tersebut. Bila agama

dari calon mempelai membolehkan terjadinya perkawinan beda agama maka

Negara pun akan mensahkan secara hukum, namun bila terjadi sebaliknya, maka

Negara pun tidak dapat mensahkan dan perkawinan tersebut tidak akan

mendapatkan perlindungan hukum. Namun, para pihak yang akan melakukan

perkawinan beda agama ternyata masih saja mencari celah, bagaimana agar

perkawinan mereka tetap terjadi namun juga mendapat pengesahan dari Negara.

4

Page 5: Perkawinan Beda Agama Revisi

Menurut Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia, Wahyono

Darmabrata, ada empat cara paling populer yang biasa dilakukan oleh para pihak

yang akan melakukan perkawinan beda agama, yaitu :

1. Meminta penetapan pengadilan,

2. Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,

3. Penundukan sementara pada salah satu hukum agama,

4. Melakukan pernikahan di luar negeri.3

Dari keempat cara yang bisa dilakukan oleh para pihak yang akan

melakukan pernikahan beda agama, tampaknya cara keempatlah yang paling

populer, dengan melakukan pernikahan di luar negeri, artinya pasangan tersebut

menggunakan hukum Negara di mana pernikahan tersebut diselenggarakan.

Ketika pasangan tersebut kembali ke Indonesia, dalam kurun waktu maksimal 1

tahun, keduanya harus mendaftarkan pernikahan mereka ke Pencatatan Sipil

dengan dasar certificate of marriage dari Negara di mana mereka melakukan

pernikahan.

3 http://hukumonline.com/berita/baca/hol15655/empat-cara-penyelundupan-hukum-bagi-pasangan-beda-agama. Ditulis oleh admin. ( Diambil tanggal 6 Desember 2011)

5

Page 6: Perkawinan Beda Agama Revisi

C. Prosedur Pernikahan di Luar Negeri

Dalam hal melangsungkan pernikahan beda agama di luar negeri,

sebenarnya tidak berbeda dengan perkawinan beda kewargaNegaraan. Berikut ini

adalah prosedur pernikahan di luar negeri :4

1. Pihak yang akan melaksanakan perkawinan tersebut harus

menyampaikan kehendak nikahnya ke bagian konsuler perwakilan RI di

luar negeri, penghulu Negara setempat harus memastikan bahwa berkas

persayaratan sudah lengkap, yaitu :

Surat keterangan untuk nikah,

Fotokopi akte kelahiran,

Surat keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin,

atau

Akta cerai bila sudah pernah kawin, atau

Akta kematian istri bila istri sudah meninggal,

Surat persetujuan mempelai,

Surat keterangan dari kedutaan,

Pas foto terbaru berwarna ukuran 2x3 sebanyak 3 lembar.

2. Pengumuman nikah di luar negeri, selama 10 hari kerja. Setelah 10

hari kerja maka akad pernikahan bisa dilangsungkan.

3. Prosesi akad nikah dan pendaftaran surat bukti di Indonesia.

D. Macam-macam Permasalahan dalam Pernikahan Beda Agama

4 http://tommyutama.wordpress.com/2010/10/25/status-hukum-perkawinan-yang-diselanggarakan-di-luar-negeri-oleh-wni/ ( Diakses Tanggal 6 Desember2011).

6

Page 7: Perkawinan Beda Agama Revisi

Beberapa contoh permasalahan yang timbul dari adanya perkawinan beda

agama.

1. Pertanyaan :

A adalah seorang laki-laki muslim, menikah dengan B wanita beragama

Katolik. Mereka menikah secara siri di hadapan seorang pemuka agama Islam,

beberapa saat kemudian mereka dinikahkan lagi tetapi di gereja. Bukti

pernikahannya adalah Kutipan Akta Perkawinan Catatan Sipil dan Surat

Perkawinan Gereja. Dalam perjalanannya masing-masing tetap mempertahankan

keyakinannnya. Kemudian karena terjadi ketidakcocokan, maka si A (suami)

berencana menceraikan istrinya. Pertanyaannya : bagaimana prosedur untuk

perceraian dalam kasus tersebut? Apakah artinya kata-kata “diberi kebebasan atas

halangan beda agama no.2088/D 0870/2001” dalam surat perkawinan gereja?

Jawaban :

Dalam kasus tersebut, untuk agama Islam dilakukan secara siri, ini

berarti jelas bahwa untuk pernikahan Islamnya tidak mendapat kekuatan hukum

apapun. Sedangkan yang mempunyai kekuatan hukum adalah perkawinan

Katoliknya. Karena perkawinan ini dicatatkan di Catatan Sipil dan mendapat akta

perkawinan dan surat perkawinan gereja. Ketika selanjutnya kedua pasangan

tersebut ingin melakukan perceraian, maka perceraian yang dapat diadukan ke

pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukumnya adalah menurut hukum

agama Katoliknya. Bukan menurut hukum agama Islamnya. Pada dasarnya

hukum Katolik menentang adanya perceraian, namun secara hukum Negara, di

Indonesia diatur bahwa :

a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak.

b. Untuk ada perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami-istri

itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. (lihat pasal 39 ayat 1

dan ayat 2 jo pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan).

7

Page 8: Perkawinan Beda Agama Revisi

Karena pada dasarnya dalam agama Katolik tidak boleh adanya

perceraian, maka walaupun secara perdata perkawinan tersebut sudah sah, namun

dalam agama Katolik perkawinan tersebut tetap tidak sah. Namun walaupun

begitu, dalam agama Katolik dikenal adanya prosedur pembatalan perkawinan

(anulasi), akibat hukum dari pembatalan perkawinan tersebut adalah

perkawinannya dapat menikah lagi.

Lalu bagaimana dengan kalimat “diberi kebebasan atas halangan beda

agama No.2088/D 0870/2001”? Maksud dari kalimat tersebut adalah berkaitan

dengan adanya dispensasi untuk membebaskan pasangan tersebut dari larangan

atau halangan untuk menikah. Dengan adanya dispensasi ini meskipun adanya

larangan / halangan untuk menikah, perkawinan dapat diperbolehkan untuk

dilangsungkan.5

2. Pertanyaan : Bagaimana status hukum anak dalam hal pengasuhan?

Jawaban : Menurut Pasal 105 KHI ditentukan:

(a) pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12

tahun adalah hak ibunya;

(b) pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak

untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak

pemeliharaannya;

(c) biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Bagi anak yang belum berumur 12 tahun, berdasarkan Pasal 105 KHI

di atas, tentunya hak pengasuhan dan pemeliharaan si anak jatuh kepada Ibunya.6

5 http://hukumonline.com/klinik/detail/cl4909/hukum-perceraian-untuk-nikah-beda-agama. Ditulis oleh admin. ( Diambil tanggal 6 Desember 2011).

6 http://advokatku.blogspot.com/2009/05/perceraian-dalam-perkawinan-beda-agama.html. NM. Wahyu Kuncoro, S.H. ( Diambil Tanggal 7 Desember 2011).

8

Page 9: Perkawinan Beda Agama Revisi

Penutup

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas maka kita bisa menarik kesimpulan mengenai beberapa

hal yaitu:

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 memang mengatur pelangsungan

perkawinan di luar negeri dalam pasal 56 ayat 1 yaitu perkawinan yang

dilangsungkan di luar, antara dua orang WNI atau antara WNI dengan WNA

adalah sah dengan syarat bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di

Negara di mana perkawinan dilangsungkan. Jadi menganut asas Lex Loci

Celebrationis dan pelangsungan perkawinan di luar negeri itu bagi WNI tidak

melanggar ketentuan undang-undang ini. Artinya pelangsungan perkawinan itu

harus sesuai dengan hukum perkawinan Indonesia yaitu hukum calon mempelai

tersebut adalah sebagaimana diatur pada pasal 2 ayat 1 dan 2. Yang menyatakan

bahwa “perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu”. Jadi bukan undang-undang lah yang

melarang perkawinan beda agama, tetapi agama itu yang melarang.

2. Mengenai pelangsungan perkawinan antara mereka yang berbeda agama di

luar negeri menurut undang-undang perkawinan sebagaimana diuraikan pada butir

satu di atas adalah tidak sesuai, sebab meskipun perkawinan dilangsungkan sesuai

dengan hukum perkawinan di mana perkawinan dilangsungkan, yaitu perkawinan

antara mereka yang berbeda agama tidak dilarang dapat dicatatkan di Kantor

Catatan Sipil setempat. Artinya sudah memenuhi asas Lex Loci Celebrationis,

namun perintah pasal 56 ayat 1 tersebut menyatakan bahwa perkawinan di luar

negeri tersebut tidak melanggar Undang-Undang Perkawinan Indonesia. Yang

menyatakan bahwa “perkawinan harus dilakukan berdasarkan agama yang

diyakini/ dianutnya, yaitu agama yang diakui di Indonesia”. Yang ternyata agama

yang diakui di Indonesia pada dasarnya semuanya melarang umatnya untuk

melangsungkan perkawinan beda agama. Jadi perkawinan beda agama di

manapun tidak mungkin apabila keabsahan perkawinan tersebut tetap didasarkan

pada hukum agama.

9

Page 10: Perkawinan Beda Agama Revisi

3. Apabila perkawinan beda agama itu sudah terlanjur dilangsungkan di luar

negeri, dan sudah memperoleh Certificate of Marriage serta sudah dicatatkan di

Kantor Catatan Sipil setelah kembali ke Indonesia memang akte nikah yang

disebut Certificate of Marriage itu resmi/ sah menurut hukum Negara tersebut,

namun ternyata menurut agama yang diyakini mempelai tersebut sebagaimana

yang diakui oleh Undang-Undang Perkawinan di Indonesia melarangnya.

Sehingga perkawinan tersebut menurut undang-undang ini dapat dibatalkan.

Artinya perkawinan beda agama di luar negeri menurut undang-undang ini adalah

tidak menurut hukum agamanya, namun secara administrative sah.

B. Saran

Berdasarkan uraian tersebut dan permasalahan yang ada, yang sampai saat

ini masih polemic, maka tidak ada jalan lain bahwa para orang tua dan para

pemuka agama harus gigih ikut meningkatkan ketaatan, keyakinan, kesadaran

beragama pada para jemaahnya. Khususnya dalam rangka mendapatkan jodohnya.

Sebab mereka juga harus turut bertanggungjawab terhadap jemaahnya, agar

konsisten dalam meyakini dan memeluk agamanya.

Saran yang lain yaitu terhadap Undang-Undang Perkawinan, yaitu agar

perlu ada penambahan penjelasan secara seksama dalam menafsirkan pasal 2 ayat

1 dan 2. Seyogyanya pasal 2 ayat 1 dan 2 tersebut dijadikan satu ayat saja. Jadi

sahnya perkawinan menjadi senafas dengan pencatatan perkawinan, dan

penjelasan lebih jelas dalam penjelasan mengenai pasal 56 ayat 1, dijelaskan

tentang tidak melanggar undang-undang ini, supaya dijelaskan secara terperinci

apa makna undang-undang ini.

10

Page 11: Perkawinan Beda Agama Revisi

Daftar Pustaka

Nurcholish, Ahmad dan Ahmad Baso (editor). 2005. Pernikahan Beda Agama.

Jakarta : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Subekti, Wienarsih Imam. 2006. Keabsahan Perkawinan yang Dilangsungkan di

Luar Negeri oleh Pasangan WNI Beda Agama Menurut Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam GloriaJuris

Volume 6 Nomer 3;200-213. Jakarta.

http://hukumonline.com/berita/baca/hol15655/empat-cara-penyelundupan-hukum-

bagi-pasangan-beda-agama. Ditulis oleh admin. ( Diakses tanggal 6

Desember 2011)

http://tommyutama.wordpress.com/2010/10/25/status-hukum-perkawinan-yang-

diselanggarakan-di-luar-negeri-oleh-wni/ ( Diakses Tanggal 6

Desember 2011).

http://hukumonline.com/klinik/detail/cl4909/hukum-perceraian-untuk-nikah-

beda-agama. Ditulis oleh admin. ( Diakses tanggal 6 Desember 2011).

http://advokatku.blogspot.com/2009/05/perceraian-dalam-perkawinan-beda-

agama.html. NM. Wahyu Kuncoro, S.H. ( Diakses Tanggal 7 Desember

2011).

11

Page 12: Perkawinan Beda Agama Revisi

Pertanyaan

1. Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

Perkawinan beda agama diperbolehkan, tetapi setelah berlakunya Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih ada perbedaan

pandangan. Bagaimana ? Solusi untuk status anak ? (oleh Siswanti Deta

E1A010067)

2. Bagaimana jika Perkawinan beda agama tidak dicatatkan ? (oleh Ayu Grahita

E1A010220)

3. Apakah ada hubungannya Perkawinan beda agama di luar negeri dengan

penyelundupan hukum ? (oleh Dwanda Julisa S E1A010203)

4. Mengapa perkawinan beda agama tidak dilegalkan secara hukum yang sah di

Indonesia ??? (oleh Panji Purwoko E1A010199)

12