tinjauan yuridis perkawinan beda agama menurut undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan oleh...

29
TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, 1 yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak dapat hidup sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam menjalani kehidupannya. 2 Di dalam menjalani kehidupannya, manusia mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan manusia akan tercapai apabila manusia dapat menyelaraskan perannya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia pada dasarnya ingin berkumpul dan hidup bersama dengan sesama manusia lainnya. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga, dimana dalam keluarga kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang 1 Lihat Kamus Bahasa Indonesia, “ Manusia sebagai makhluk social adalah Manusia yang berhubungan secara timbal balik dengan manusia lain. Halaman 315. 2 https://anwarabdi.wordpress.com/tag/manusia-sebagai-makhluk- sosial/ diakses pada hari Rabu tanggal 26 November 2014 pada pukul 12:00 WIB. 1

Upload: rinkinanggetringginas

Post on 08-Apr-2016

59 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINANOleh : Rinkin Angge Tringginas

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT

UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Oleh : Rinkin Angge Tringginas

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial,1 yang hidup

bermasyarakat (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia

tidak dapat hidup sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam menjalani

kehidupannya.2 Di dalam menjalani kehidupannya, manusia mempunyai tujuan yang

hendak dicapai. Tujuan manusia akan tercapai apabila manusia dapat menyelaraskan

perannya sebagai makhluk sosial.

Sebagai makhluk sosial, manusia pada dasarnya ingin berkumpul dan hidup

bersama dengan sesama manusia lainnya. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup

bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga, dimana dalam keluarga

kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan

seorang perempuan yang ditakdirkan Allah untuk hidup berpasang-pasangan.3 Untuk

membentuk suatu keluarga, maka seorang laki-laki dan perempuan melakukan suatu

ikatan yang disebut dengan ikatan perkawinan.4

1 Lihat Kamus Bahasa Indonesia, “ Manusia sebagai makhluk social adalah Manusia yang berhubungan secara timbal balik dengan manusia lain. Halaman 315.

2 https://anwarabdi.wordpress.com/tag/manusia-sebagai-makhluk-sosial/ diakses pada hari Rabu tanggal 26 November 2014 pada pukul 12:00 WIB.

3 Mushaf Al-Qur’anku Al-Karim dengan Ketentuan Tajwid Yang Dipermudah Dengan Alat Peraga Kode Warna-Warna (Jakarta: Lautan Lestari, 2009), Halaman 486.

4 Siti Fina Rosiana Nur, Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Perkawinan Serta Akibat Hukumnya Terhadap Anak Yang Dilahirkan Terkait Masalah Kewarisan, Program Studi Ilmu Hukum Ekstensi, Depok Halaman 1.

1

Page 2: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

Perkawinan adalah ikatan (akad)5, perkawinan yg dilakukan sesuai dengan

ketentuan hukum dan ajaran agama.6 Perkawinan bertujuan untuk membentuk

keluarga bahagia dan kekal,7 perkawinan juga bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.8 Hal tersebut sesuai

dengan rumusan Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

yang berbunyi :

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”9

Rumusan pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

berbeda dengan rumusan Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW),

perkawinan dalam pengertian hukum perdata barat adalah :

“Undang-undang memandang tentang perkawinan hanya dalam hubungan

perdata “10

5 K.N. Sofyan Hasan. Hukum Perkawinan Islam (Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya, 2009) Halaman 22.

6 http://kamusbahasaindonesia.org/nikah/mirip diakses pada hari Kamis tanggal 20 November 2014, pada pukul 15:07 WIB.

7 Wahyu Erna Ningsih dan Putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia, (Palembang: PT.Rambang Palembang, 2006), Halaman vii.

8 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia , Pasal 3.

9 Indonesia, Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan , LN No 1 Tahun 1974, TLN No 3019, pasal 1.

10 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata { Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2002), pasal 26.

2

Page 3: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

Dari bunyi Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tersebut di atas

menjelaskan Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,

menyelenggarakan perkawinan bukan hanya melahirkan suatu ikatan perdata saja

tetapi juga memasukkan nilai agama didalamnya. Dengan kata lain, perkawinan

menurut Undang-Undang Perkawinan bukan hanya sebagai perbuatan hukum saja

akan tetapi juga merupakan perbuatan keagamaan. Sahnya suatu perkawinan tidak

hanya memenuhi syarat yuridis semata tetapi juga syarat dari masing-masing agama

yang dipeluk oleh yang melangsungkan perkawinan.11

Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka

antara perkawinan dengan agama atau kerohanian mempunyai hubungan yang sangat

erat, karena perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur

batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting.12

Oleh karena itu, Perkawinan dan agama memiliki hubungan yang erat dan

tidak terpisahkan sehingga semua agama mengatur masalah perkawinan dan pada

dasarnya setiap agama selalu menginginkan perkawinan antara seorang laki-laki

dengan perempuan yang satu agama. Hal ini dapat dipahami karena agama

merupakan dasar atau pondasi yang utama dan sangat penting dalam kehidupan

rumah tangga, dengan memiliki pondasi agama yang kuat diharapkan kehidupan

rumah tangga pun menjadi kuat sehingga tidak akan roboh kendati hanya dengan

sedikit goncangan. Bila rumah tangga kuat, negara akan kuat, demikian perkataan

11 Wahyu Erna Ningsih dan Putu Samawati. Op. Cit. Halaman16-17.

12 Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Asas-asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta, Bina Aksara, 1987), cet 1, Halaman 3.

3

Page 4: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

seorang ulama dan sekaligus umaro Prof. Dr.H.A. Ali Mukti dan Dr Ali Akbar.

Menurut Prof. Dr. H.A. Ali Mukti dan Dr. Ali Akbar sebagaimana dikutip oleh

Bismar Siregar SH dalam bukunya yang berjudul “Hukum dan Hak-Hak Anak”:13

“Kalau orang bertanya bagaimana cara membangun negara yang kuat, maka

jawabannya ialah terdiri dari rumah tangga yang kuat. Negara yang adil

terdiri dari rumah tangga yang adil. Dan negara yang makmur terdiri dari

rumah tangga yang makmur. Jadi kalau ingin membangun negara sebaik-

baiknya, maka keluarga (yang menjadi isi rumah tangga) harus kita bangun

sebaik-baiknya. Tanpa membangun keluarga mustahil akan tercapai

pembangunan negara”.14

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang luas, terdiri

dari ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke, sehingga hal tersebut menyebabkan

berkembangnya suatu masyarakat atau golongan yang berbeda antara golongan yang

satu dengan golongan yang lain, baik dari segi budaya, suku, ras, bahasa maupun

agama.

Oleh karena itulah masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang

majemuk dan dengan kodratnya manusia sebagai mahluk social, manusia tidak dapat

hidup sendiri maka hubungan antar suku, etnis maupun antar agama sudah tentu tidak

dapat dihindari lagi. Terlebih lagi pada abad kemajuan teknologi seperti sekarang ini,

hubungan manusia tidak lagi dapat dibatasi hanya dalam suatu lingkungan

masyarakat yang kecil dan sempit seperti golongan, suku, agama dan ras saja, tetapi

hubungan manusia telah berkembang dengan begitu pesatnya satu dengan yang lain

sehingga dapat menembus dinding-dinding batas golongan, suku, ras dan agamanya

sendiri.

13 Bismar Siregar, “Aspek Hukum Perlindungan atas Hak-Hak Anak: Suatu Tinjauan” dalam Hukum dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: Rajawali, 1986), cet 1, Halaman 9.

14 Ibid.

4

Page 5: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

Seseorang tidak perlu tinggal di suatu daerah hanya untuk mengenali budaya

atau pergaulan dengan masyarakat asli daerah tersebut. Berkat kemajuan teknologi

seseorang dapat berinteraksi antar suku, etnis maupun antar agama.15 Dalam

lingkungan bangsa yang majemuk secara budaya, ras, suku, dan agama seperti

Indonesia, perkawinan campuran antar pasangan yang beda ras, suku, dan agama

merupakan suatu keniscayaan dan mungkin sulit untuk dihindari.16 Perkawinan

campuran yang banyak mengandung perdebatan adalah perkawinan lintas agama

yang dikhawatirkan akan menimbulkan masalah hukum tersendiri, baik kepada

pasangan suami istri itu sendiri maupun terhadap anak yang lahir dari perkawinan

beda agama.

Namun pada kenyataannya, sekarang ini banyak sekali pasangan yang

melakukan perkawinan beda agama. Kasus-kasus yang terjadi didalam masyarakat

Indonesia, khususnya yang terjadi di kota Palembang seperti perkawinan antara

Darius Kutu dengan Sukarsih, Alwi dengan Jumiatun, Rico Ericson dengan Yunita

Lia, Gendro dengan Sutinah, Cecep dengan Ika, Harun dengan Meilya Melana,

Langfu dengan Nursidah, Feri dengan Hasanah, Remi dengan Susi, Aiptu. Oka

dengan Heri Rusmawati, masih banyak lagi pasangan beda agama yang melakukan

perkawinan tanpa salah satu dari mereka masuk ke dalam agama pasangannya itu.

Mereka menempuh banyak cara untuk mencapai apa yang diinginkannya itu, salah

satunya adalah melakukan penyelundupan hukum yang berlaku di Indonesia. Pada

umumnya pasangan beda agama ini melakukan perkawinan di luar Negeri, setelah

mereka kembali ke Indonesia mereka mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan

Sipil, seolah-olah perkawinan tersebut sama dengan perkawinan campuran

15 Siti Fina Rosiana Nur, Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Perkawinan Serta Akibat Hukumnya Terhadap Anak Yang Dilahirkan Terkait Masalah Kewarisan, Program Studi Ilmu Hukum Ekstensi. Depok 2012 Halaman 1.

16 Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso, Pernikahan Beda Agama, (Jakarta, Komisi Hak Asasi Manusia, 2010), cet 2, Pengantar Komnas Ham, Halaman xv.

5

Page 6: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 Undang-Undang No 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan yang berbunyi :

“Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini

ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum

yang berlainan, karena perbedaan kewarga-negaraan dan salah satu pihak

berkewarganegaraan Indonesia”

Namun sebenarnya hal tersebut tidak dibenarkan, perkawinan beda agama

yang dilangsungkan di luar negeri tersebut tetap tidak sah menurut undang-undang

perkawinan. Hal tersebut dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 56 undang-Undang No

1 Tahun 1974 yang berbunyi :

“Perkawinan dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang WNI atau

seorang WNI dengan WNA adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum

yang berlaku dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak

melanggar ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini”.

Dari Pasal 56 itu dapat kita lihat bahwa seseorang yang melakukan

perkawinan beda agama diluar negeri yaitu dengan perkawinan sipil hanya sah

menurut hukum setempat, akan tetapi tidak sah menurut hukum Indonesia, karena

perkawinan tersebut melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8f ( yang

merupakan salah satu larangan untuk melakukan perkawinan) Undang-Undang No 1

Tahun 1974 yang berbunyi “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” jo Pasal 8f ( yang

merupakan salah satu larangan untuk melakukan perkawinan) Undang-Undang No 1

Tahun 197417 yang berbunyi :

17 Zulfa Djoko Basuki, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Badan Penerbit fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010), Halaman 90

6

Page 7: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

“perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang

oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin”.

selain menikah di luar negeri, pasangan beda agama juga menempuh berbagai

macam cara agar mereka dapat menikah dan perkawinan mereka “sah” yaitu dengan

meminta penetapan pengadilan selain itu dengan cara perkawinan tersebut dilakukan

menurut masing-masing agama misalnya pria beragama Kristen Katolik kawin

dengan wanita beragam Islam dilakukan di tempat kediaman calon isteri yang

beragama Islam dan memenuhi keinginan keluarga calon isteri yang beragama Islam

dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, tetapi kemudian dilakukan lagi

perkawinan menurut tata cara agama Kristen Katolik bertempat dipihak keluarga pria

beragama Kristen Katolik, atau dengan penundukan sementara pada salah satu agama

seperti yang dilakukan Darius Kutu dengan Sukarsih.18

Keabsahan perkawinan beda agama yang dlakukan oleh pasangan diatas akan

menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri. Hak istri terhadap nafkah dan

harta bersama sepenuhnya tergantung kepada ada tidaknya perkawinan yang sah

sebagai alas hukumnya. Yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah terhadap

anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama. Anak atau keturunan dari suatu

perkawinan merupakan suatu tanggung jawab bersama suami-istri untuk mengasuh,

memelihara, mendidik dan mendidik anak (hadhanah).19 Disinilah timbul

permasalahan dalam memelihara dan mendidik anak yang lahir dari perkawinan beda

agama, yang menimbulkan kebingungan terhadap anak dalam memilih agama mana

yang akan ia jadikan pedoman dalam kehidupannya.

18 Disarikan dari wawancara dengan Sukarsih Pada Hari Jum’at Tanggal 30 Januari 2015 Pukul 15.00 WIB.

19 Indonesia, Undand-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 26 ayat (1) huruf a.

7

Page 8: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

Perkawinan yang sah akan melahirkan anak-anak yang sah. Hal ini karena

anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah hanya mempunyai hubungan hukum

dengan ibunya, sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 menentukan bahwa;

”Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya, keluarga ibunya”.20

Berdasarkan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan diatas, segala hak anak terhadap bapaknya akan hilang dan tidak diakui

oleh hukum. Jika pasangan beda agama ini bercerai, akan menimbulkan pemasalahan

mengenai hak keperdataan dan hak waris anak yang dilahirkan oleh pasangan beda

agama, dari masalah kewarisan tersebut akan timbul pertanyaan apakah seorang anak

yang lahir dari perkawinan beda agama berhak mewaris dari ayah atau ibu yang

berbeda agama dengan si anak tersebut.

Oleh karena itu perkawinan beda agama banyak ditentang oleh berbagai

golongan masyarakat. Bagi umat Islam perkawinan lintas agama yang dimaksud

dalam Islam adalah perkawinan antara seseorang yang beragama Islam (Muslim atau

Muslimah) dan yang bukan agama Islam atau “non-muslim” seperti “musyrik”,

“kafir”, dan “ahlul kitab”.21

Setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang

Kompilasi Hukum Islam di dalam Pasal 44, perkawinan campuran beda agama, baik

itu laki-laki muslim dengan wanita non muslim, telah dilarang secara tegas. Selain itu

di dalam Al-Qur’an juga secara tegas melarang perkawinan Muslim atau Muslimah

dengan lelaki atau perempuan Musyrik, larangan-larangan itu dengan tegas dijelaskan

20 Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, Op. Cit, Pasal 45

21 Ahmad Nurcholis dan Ahmad Baso, Op. Cit, Halaman 244

8

Page 9: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

dalam ayat-ayat al-Qur’an pada surat al-Baqarah, surat an-Nisaa, surat al-Mumtanah,

yang berbunyi :22

23

Artinya :

"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun

dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan

wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin

lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarikhatimu. Mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah

menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka

mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah : 221).24

22 Sayuti Thalib, Hukum kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), cetakan ke 5, Halaman 47-48.

23 http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatquran&id=117 diakses pada hari rabu tanggal 26 November 2014 pada pukul 12:00 WIB.

24 Mushaf Al-Qur’anku Al-Karim dengan Ketentuan Tajwid Yang Dipermudah Dengan Alat Peraga Kode Warna-Warna (Jakarta: Lautan Lestari, 2009), Halaman 42.

9

Page 10: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

25

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-

perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih

mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa

mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada

(suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir

itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada

(suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu

mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah

kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir;

dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka

meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-

25 http://www.quran.com/60/10 diakses pada hari Rabu tanggal 29 Desember 2014 pada pukul 12:00 WIB.

10

Page 11: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. An-

Nisaa: 10 )”26

27

Artinya :

“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli

kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu

menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara perempuan-

perempuan yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi kitab sebelum

kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan

maksud berzinah dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barang siapa kafir

setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal dan diakhirat dia termasuk orang-orang

yang rugi. (QS. Al-mumtahanah : 5 )28

26 Mushaf Al-Qur’anku Al-Karim dengan Ketentuan Tajwid Yang Dipermudah Dengan Alat Peraga Kode Warna-Warna, Op.cit.Halaman 42.

27 http://www.quran.com/5 diakses pada hari Rabu tanggal 29 Desember 2014 pada pukul 12:00 WIB.

28 Mushaf Al-Qur’anku Al-Karim dengan Ketentuan Tajwid Yang Dipermudah Dengan Alat Peraga Kode Warna-Warna, Op.cit.Halaman 118.

11

Page 12: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

Pada ayat-ayat al-Qur’an di atas jelas bahwa ada larangan perempuan

muslimah untuk menikah dengan laki-laki kafir begitu juga dengan pria-pria muslim

untuk menjalin ikatan perkawinan dengan perempuan-perempuan musyrik. Namun di

tempat lain dalam al-Qur’an di temukan izin bagi pria muslim untuk mengawini

wanita-wanita Ahl al-Kitab.

Perkawinan beda agama juga merupakan isu yang sensitif jika kita tempatkan

kepada pemeluk agama selain Islam di Indonesia. Dalam konteks agama Kristen

Katolik di Indonesia, perkawinan beda agama merupakan hal yang sama sensitifnya

dengan agama Islam. Setidaknya dua agama besar ini melihat bahwa perkawinan

beda agama justru merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan, jika pasangan

melakukan perkawinan tetap berpegang kepada prinsip agamanya masing-masing

dalam melangsungkan perkawinan.

Di dalam agama Kristen Katolik terdapat ayat-ayat yang dipakai sebagai

acuan perkawinan beda agama. Sebagian besar Kitab Kristen Katolik melarang

perkawinan beda agama. Hal ini sebagaimana terlihat pada beberapa ayat di dalam

kitab perjanjian lama seperti kejadian 6:56 dalam ulangan 7:3-4 dan juga terekam

dalam kitab perjanjian baru pada korintus 6:14. sementara tanda-tanda

memperbolehkan perkawinan beda agama muncul pada hukum kanonik, hukum

turunan dari kitab suci yang berbasis pada realistis.29

Namun demikian, dalam agama Kristen Katolik perkawinan yang dilakukan

tetaplah sah jika pasangan yang berbeda agama tersebut menerima prinsip-prinsip,

sifat dan tujuan perkawinan menurut agama Kristen Katolik.30 Dengan syarat pihak

Kristen Katolik tidak meninggalkan iman serta memberikan janji dengan jujur bahwa

29 Yonathan A. Trisna, Berpacaran dan Memilih Teman Hidup. (Bandung:Penerbit Kalam Hidup Pusat, 1987), Halaman 53.

30 Abdi Pujiasih, Pernikahan Beda Agama Menurut Agama Islam dan Katolik, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1429 H/ 2008 H,halaman 2.

12

Page 13: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

ia akan berusaha sekuat tenaga agar semua anaknya kelak akan dibabtis dan dididik

dalam gereja Katolik.31

Perkawinan beda agama ini sangat menarik dikaji dari sudut pandang agama

Islam dan agama Kristen Katolik, dikarenakan kedua agama ini cukup banyak

membahas tentang perkawinan beda agama baik dari presfektif hal-hal yang

membolehkan dan hal-hal yang melarang perkawinan beda agama, serta dihubungkan

dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagai landasan

hukum sahnya suatu perkawinan di indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa tertarik dan merasa perlu

untuk melakukan studi secara mendalam mengenai perkawinan beda agama terhadap

pandangan agama Islam dan agama Kristen Katolik dalam melihat perkawinan beda

agama. Studi ini akan ditulis dengan judul “TINJAUAN YURIDIS

PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1

TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapatlah dirumuskan tiga

permasalahan skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimanakah Pengaturan Perkawinan Beda Agama di Indonesia Menurut

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan?

2. Mengapa bagi pasangan yang akan melaksanakan perkawinan beda agama

menemui hambatan berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan?

3. Bagaimana hak keperdataan dan hak waris anak yang dilahirkan dari perkawinan

beda agama?

31 Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso, Pernikahan Beda Agama, (Jakarta, Komisi Hak Asasi Manusia, 2010), cet 2, Pengantar Komnas Ham, Halaman 208.

13

Page 14: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

C. Tujuan Penelitian

Pada umumnya suatu penelitian mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus,

adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

Banyaknya pasangan yang berbeda agama melangsungkan perkawinan tanpa

memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dari perkawinan yang mereka

langsungkan terutama terhadap anak yang akan lahir dari perkawinan beda

agama. Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini diharapkan pasangan beda

agama lebih memperhatikan akibat hukum yang akan timbul terhadap perkawinan

beda agama terutama masalah kewarisan.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum perkawinan beda agama

di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum perkawinan beda di

Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam rangka proses pengembangan ilmu hukum pada umumnya

dan bidang hukum perdata pada khususnya.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan kepada masyarakat mengenai keabsahan perkawinan beda agama

dan akibat hukum perkawinan beda agama di Indonesia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Perkawinan beda agama merupakan peristiwa social, yang sangat mungkin

terjadi dan dialami oleh setiap umat dari semua agama dalam konteks kemajemukan

bangsa Indonesia yang memiliki banyak ras, suku, dan agama. Oleh karena

14

Page 15: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

kemajemukan itulah, perkawinan beda agama merupakan suatu tema yang memiliki

cakupan yang sangat luas. Karena keluasan cakupan tersebut, untuk memfokuskan

masalah yang diangkat dalam skripsi ini pada perkawinan beda agama dalam

pandangan agama Islam dan agama Kristen Katolik.

F. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Kota Palembang Sumatera Selatan

2. Jenis Sumber Data Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang merupakan

salah satu jenis penelitian yang dikenal umum dalam kajian ilmu hukum.

Oleh karena ruang lingkup penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu

Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hukum

yakni dengan "cara meneliti bahan pustaka yang dinamakan penelitian

hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan"32 data sekunder,

berupa penelitian kepustakaan dilakukan terhadap pelbagi macam sumber-

sumber bahan hukum yang dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis,

yaitu:33

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang memiliki bahan

kekuatan hukum mengikat. Bahan hukum ini berupa peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,

yaitu :32 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 2006,

Halaman 14.

33 Ibid, hlm. 13, lihat pula: Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, Halaman 141.

15

Page 16: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

3. Peraturan Pemerintah NO. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaanm

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

4. Kompilasi Hukum Islam

2. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil

penelitian, hasil karya kalangan hukum dan sebagainya.34

3. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk

serta penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, dan jurnal,

dan jurnal ilmiah. Surat kabar dan majalah mingguan juga menjadi

bahan penelitian ini sepanjang surat kabar dan majalah mingguan

tersebut memuat berita yang relevan dengan objek kajian penelitian

ini.35

3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

1. Studi kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan bahan literature

yang diperlukan melalui buku-buku pustaka serta bahan tertulis

lainnya yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi ini.

34 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika: Jakarta, 1991, Halaman 7-8.

35 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2003, Halaman 13.

16

Page 17: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

2. Observasi, yaitu untuk mendapatkan data tentang putusan pengujian

pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

3. Wawancara,36 yaitu dalam pengumpulan data dilakukan melalui

wawancara terhadap pasangan yang melakukan perkwinan beda agama

dan pemuka agama yang ada di Sumatera Selatan, dengan mengambil

objek penelitian pada Pemuka Agama Islam di Sumatera Selatan dan,

Pemuka Agama Kristen Katolik. penulis menggunakan jenis penelitian

lapangan (field research) yang bertujuan untuk memperoleh kejelasan

dan kesesuaian antara teori dan praktek yang terjadi di lapangan

mengenai tinjauan terhadap Perkawinan Beda Agama di Indonesia.

4. Teknik Pengolahan Data Penelitian

1. Editing

Mengoreksi data penelitian yang telah terkumpul sudah cukup

lengkap, sudah benar dan sudah relevant dengan masalah.

2. Coding

Memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data

penelitian.

3. Recontruktion

Menyusun ulang data penelitian sacara teratur, logis sehingga mudah

dipahami dan diinterpretasikan.

36 Lihat Kamus Bahasa Indonesia, “wawancara, adalah tanya jawab dengan seseorang” Halaman 665.

17

Page 18: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

4. Systematizing

Menempatkan data penelitian secara berurutan dalam kerangka

sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.

5. Analisis Data Penelitian

Data sekunder dan data primer dalam penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan metode preskriptif analisis yaitu metode penelitian yang

ditujukan untuk mendapatakan sasaran-sasaran mengenai apa yang harus

dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.37 Dalam penelitian

ini data sekunder dan data primer dikumpulkan untuk dianalisis

menggunakan preskriptif analisis artinya data-data tersebut diuraikan

secara sistematis dengan cara menghubungkan data yang satu dengan data

yang lainnya yang bersumber dari penelitian lapangan, wawancara, dan

berbagai kepustakaan, sehingga akan dapat manjawab permasalahan dan

dapat ditarik suatu kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2003.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 2006.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Pres, 2007)

K.N. Sofyan Hasan. Hukum Perkawinan Islam (Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya, 2009).

37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Pres, 2007) Halaman 10.

18

Page 19: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

Wahyu Erna Ningsih dan Putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia, (Palembang: PT.Rambang Palembang, 2006).

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika: Jakarta, 1991.

Mushaf Al-Qur’anku Al-Karim dengan Ketentuan Tajwid Yang Dipermudah Dengan Alat Peraga Kode Warna-Warna (Jakarta: Lautan Lestari, 2009).

Siti Fina Rosiana Nur, Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Perkawinan Serta Akibat Hukumnya Terhadap Anak Yang Dilahirkan Terkait Masalah Kewarisan, Program Studi Ilmu Hukum Ekstensi, Depok 2012.

Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Asas-asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta, Bina Aksara, 1987).

Bismar Siregar, “Aspek Hukum Perlindungan atas Hak-Hak Anak: Suatu Tinjauan” dalam Hukum dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: Rajawali, 1986).

Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso, Pernikahan Beda Agama, (Jakarta, Komisi Hak Asasi Manusia, 2010).

Hukum online.com, tanya jawab tentang nikah beda agama menurut hukum di Indonesia, (Jakarta,lentera hati, 2014).

Sayuti Thalib, Hukum kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986).

Yonathan A. Trisna, Berpacaran dan Memilih Teman Hidup. (Bandung:Penerbit Kalam Hidup Pusat, 1987).

Abdi Pujiasih, Pernikahan Beda Agama Menurut Agama Islam dan Katolik, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1429 H/ 2008.

Surayin, Kamus Bahasa Indonesi, CV. YRAMA WIDYA : Jakarta. 2007.

Zulfa Djoko Basuki, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Badan Penerbit fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010),

19

Page 20: TINJAUAN YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Rinkin Angge Tringginas

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2002).

Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. LN No. 1 Tahun 1974. TLN. NO.3019

Undand-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. LN No. 23 Tahun 2002. TLN. No 109

Peraturan Pemerintah RI No. 9 tahun 1975, Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

INTERNET

https://anwarabdi.wordpress.com/tag/manusia-sebagai-makhluk-sosial/ diakses pada hari Rabu tanggal 26 November 2014 pada pukul 12:00 WIB.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309013-S42529- Perkawinan%20beda.pdf diakses pada hari Kamis tanggal 20 November 2014 pada pukul 14:29 WIB.

http://kamusbahasaindonesia.org/nikah/mirip diakses pada hari Kamis tanggal 20 November 2014, pada pukul 15:07 WIB.

http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatquran&id=117 diakses pada hari rabu tanggal 26 November 2014 pada pukul 12:00 WIB

http://www.quran.com diakses pada hari Rabu tanggal 29 Desember 2014 pada pukul 12:00 WIB.

20