perilaku pelayanan

85
FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU PELAYANAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA ORGANISASI

Upload: blvck29

Post on 11-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Perilaku pelayanan dikaitkan dengan kinerja organisasi

TRANSCRIPT

Page 1: Perilaku Pelayanan

FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU PELAYANAN DAN

DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA ORGANISASI

Page 2: Perilaku Pelayanan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekarang ini pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk mewujudkan suatu

kondisi masyarakat Indonesia yang sehat baik secara fisik maupun mental. Pemerintah

menyadari akan arti penting masyarakat yang sehat dalam mendukung pembangunan

negara. Pembangunan akan sulit berjalan lancar jika kondisi masyarakatnya kurang

sehat. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk mampu menciptakan suatu sistem

pelayanan ke sehatan yang bermut u dan berkualitas sehingga dapat diandalkan pada

saat di butuhkan tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non

ekonomi. Hal ini berarti pemerintah perlu membangun pelayanan kesehatan yang

mampu diandalkan sehingga semua lapisan masyarakat baik dari kalangan bawah

sampai kalangan atas dapat memanfaatkannya. Upaya pemerintah ini secara formal

nampak jelas dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia (2003) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan yang hendak

dicapai pembangunan di bidang kesehatan di Indonesia pada saat ini adalah mencapai

masyarakat, bangsa dan negara di mana penduduknya me miliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata.

Mengingat pentingnya pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk, menjadikan

sebuah rumah sakit mempunyai peranan yang penting dalam menjawab kebutuhan

masyarakat akan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan haruslah dapat dinikmati

oleh seluruh masyarakat. Peran Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan kuratif,

Page 3: Perilaku Pelayanan

rehabilitatif, promotif, dan preventif, menempati peran penting dalam sistem pelayanan

kesehatan. Karena pentingnya peran rumah sakit dalam sistem pelayanan kesehatan,

maka berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit menjadi

prioritas dalam pembangunan bidang kesehatan. Hal ini layak untuk diupayakan agar

seluruh masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan secara terjangkau dan

terlayani secara merata.

Namun demikian, harus diakui bahwa upaya memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu mungkin masih perlu mendapat perhatian. Salah satu indikator tetang

perlunya memperhatikan pelayanan kesehatan ini terlihat dari tingkat pemanfaatan

fasilitas kesehatan rumah sakit. Hingga saat ini tingkat pemanfaatan fasilitas rumah

sakit di Indonesia nampaknya masih belum optimal. Berdasarkan data statistik jumlah

penduduk yang berobat jalan dengan menggunakan fasilitas rumah sakit hanya 7, 1 %.

Jumlah ini masih jauh di bawah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang mencapai

angka 33,4 % maupun dokter praktek yang mencapai 27,5 %. Di samping itu kategori

lain seperti BOR (Bed Occupancy Rate) atau prosentase yang menunjukkan rata-rata

tempat tidur yang dipakai setiap harinya) yang ada selama ini masih berada di bawah

standar yang seharusnya dicapai. Tingkat BOR yang dicapai oleh rumah sakit umum

yang ada di Indonesia sekarang ini masih berada dikisaran 50 % (DEPKES RI tahun

2004). Padahal standar nilai atau angka id eal yang seharusnya dicapai adalah 70 – 80

%. Nilai standard ini dihasilkan dari perbandingan antara jumlah pasien yang menginap

dengan jumlah biaya opersaional rumah sakit secara keseluruhan. Pada tabel 1.1.

berikut ini akan disajikan data BOR di RS Morowali empat tahun terakhir.

Tabel 1.1Data BOR RS Morowali

Page 4: Perilaku Pelayanan

Tahun BOR (%)2011 39.962012 34.212013 48.252014 40.69

Sumber : Rumah Sakit Morowali (2014)

Berdasarkan data tabel 1.1 di atas tampak bahwa rata-rata BOR di RS Morowali

sebesar 40.69. Nilai ini lebih kecil dari nilai BOR yang seharusnya (mengacu pada

Grafik Barber Johnson nilai BOR adalah 70-80%). Nilai BOR tertinggi terjadi pada tahun

2013 sebesar 48.25%, dan nilai BOR terendah pada tahun 2012 sebesar 34.21%. Data

BOR yang disajikan di atas adalah data total dari divisi-divisi ruang perawatan di RS

Morowali yang mencakup divisi Ruang VIP, Interna, Bedah, Anak, Perinatologi, ROB,

dan ICU.

Rendahnya tingkat BOR yang dicapai sebenarnya menggambarkan bahwa

kualitas pelayanan dari ruma h sakit yang bersangkutan rendah. Salah satu alasan

yang menyebabkan rendahnya nilai BOR ini adalah rendahnya kualitas pelayanan di

rumah sakit tersebut. Pasien atau calon pasien cenderung enggan untuk tinggal lebih

lama jika dirinya merasa diperla kukan secara kurang profesional. Bagi pasien yang

telah mendapat perawatan di rumah sakit tersebut, memang lama atau tidaknya dia

tinggal bisa tergantung dari penyakit yang dialaminya. Namun rendahnya kualitas

pelayanan yang diberi kan juga dapat mengurangi minat calon pasien lain untuk

memilih rawat inap di rumah sakit. Pasien pada umumnya lebih memilih untuk dirawat

di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara baik.

Kondisi inilah yang menggambarkan mengapa rendahnya BOR bisa disebabkan

oleh rendahnya pelayanan yang dibe rikan. Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya,

jika angka BOR rendah maka pihak manajemen rumah sakit yang bersangkutan

Page 5: Perilaku Pelayanan

seharusnya meningkatkan kualitas pe layanannya pada pasien, terutama bagi mereka

yang sedang dalam rawat inap (Suryadi, 2001).

Dalam kaitannya dengan perlunya peningkatan pelayanan kesehatan,

pembangunan kesehatan sebenarnya juga harus diarahkan pada pemberian pelayanan

kesehatan yang bermutu, yaitu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai

dengan standar dan etika pelayanan profesi. Dalam kondisi seperti ini rumah sakit

sebagai unit pelayanan kesehatan dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dengan cara

melayani masyarakat sebaik mungkin agar menjadi tempat rujukan yang baik, mampu

memberi kepuasan kepada para pasien, bagi puskesmas-puskesmas ataupun dokter

praktek yang ada di sekitarnya (Djojosugito, 2001).

Para konsumen rumah sakit (pasien baik secara individu maupun hasil rujukan

dari puskesmas atau dokter praktek) akan memilih untuk dirawat di rumah sakit yang

memiliki pe rilaku pelayanan yang baik. Namun, bentuk pelayanan yang baik ini relatif

jara ng ditemui di rumah sakit – rumah sakit di Indonesia. Berawal dari kenyataan inilah

maka, penelitian ini hendak meneliti factor-faktor yang mempengaruhi peri laku

pelayanan karyawan rumah sakit terhadap pasien yang sedang dalam rawat inap.

Berkaitan dengan itu, ada tiga faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi

perilaku pelayanan, yaitu kepemimpinan, komunikasi, dan sistem kontrol. Zerbe et al

(1997) menjelas kan bahwa perilaku karyawan seringkali dipengaruhi oleh

pimpinannya. Gaya atau sikap yang ditunjukkan pimpinan akan mewarnai cara berfikir

para karyawannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kerja karyawan di

organisasi tersebut. Pemimpin yang mampu memberikan dorongan dan semangat kerja

Page 6: Perilaku Pelayanan

kepada para bawahannya akan mampu meningkatkan kemampuan kerja karyawan

tersebut.

Selain kepemimpinan, penelitian Johlke dan Duhan (2000) menjelaskan bahwa

peranan komunikasi dalam suatu organisasi juga memainkan peran yang penting

karena dapat dig unakan untuk menyampaikan info rmasi keseluruh bagian atau

individu dalam organisa si tersebut. Selain itu, komunikasi juga dapat digunakan

sebagai alat dalam menya mpaikan masukan guna memperbaiki kekurangan-

kekurangan yang terdapat dalam organisasi. Melalui jalinan komunikasi yang efektif

dan lancar, seorang pemimpin dapat melakukan koreksi terhadap kekurangan anak

buahnya tanpa anak buahnya tersebut merasa tersinggung atau disalahkan.

Hal terakhir yang dapat me mpengaruhi perilaku pelayanan adalah sistem

kontrol. Baldauf et al (2001) menjelaskan bahwa sistem kontrol perilaku dapat

digunakan sebagai alat guna mendukung kine rja karyawan karena dengan adanya

kontrol maka berbagai potensi permasalahan yang mungkin timbul dapat diantisipasi

sejak dini . Secara umum ada dua sistem kontrol yang banyak dikenal, yaitu sistem

kontrol berdasarkan perilaku dan sistem kontrol berdasarkan hasil. Kaitan sistem

kontrol dengan perilaku pe layanan didasarkan atas pemahaman bahwa perilaku yang

ditunjukkan oleh seorang karyawan akan tergantung dari kontrol semacam apa yang

diterimanya. Jika sistem kontrol tersebut bersifat positif maka akan berdampak pada

perila ku positif karyawan tersebut. Beitu pula sebaliknya. Penelitian menunjukkan

bahwa system kontrol perilaku ternyata lebih efektif dalam memperbaiki perilaku ke rja

karyawan dibandingkan dengan kontrol berdasarkan hasil / output.

B. Kajian Masalah

Page 7: Perilaku Pelayanan

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sampai dengan tahun 2014, rata-

rata Bed Occupancy Rate (BOR) di Rumah Sakit Morowali masih berada dikisaran

40.69%. Nilai BOR ini lebih rendah dari nilai standart BOR yang seharusnya yaitu 70-

80%. Kondisi ini tentunya tidak menguntungkan bagi pihak rumah sakit dan jika

dibiarkan saja akan dapat mempengaruhi kinerja rumah sakit di masa datang.

Kenyataan ini melatarbelakangi perlunya pihak Rumah Sakit Morowali untuk

menemukan cara guna meningkatkan nilai BOR-nya.

Sehubungan dengan kenyataan tersebut, Suryadi (2001) menjelaskan bahwa

salah satu upaya yang dapat dilakukan pihak rumah sakit untuk meningkatkan

kinerjanya adalah dengan memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan kepada para

pasiennya. Ketidakpuasan pasien tidak dapat dibiarkan berlanjut terus karena pada

masa datang dapat menurunkan minat pasien untuk memiliki rawat inap di rumah sakit

tersebut. Secara internal, perbaikan terhadap kualitas pelayanan ini dapat dilakukan

dengan memperbaiki atau meningkatkan perilaku pelayanan para karyawan rumah

sakit, khususnya para karyawan yang berhubungan langsung dengan penanganan

rawat inap pasien.

Latar Belakang : BOR 40.69%

Pengumpulan Data: Survei Lapangan

Variabel :Komunikasi

KepemimpinanSistem Kontrol

Implementasi :Perbaikan system

sehingga meningkatkan

kinerja organisasi

Page 8: Perilaku Pelayanan

C. Rumusan Masalah

Permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana

meningkatkan kualitas perilaku pelayanan para karyawan di Rumah Sakit Morowali.

Page 9: Perilaku Pelayanan

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku pelayanan

2. Menganalisis pengaruh komunikasi terhadap perilaku pelayanan

3. Menganalisis pengaruh sist em kontrol terhadap perilaku pelayanan

4. Menganalisis pengaruh perilaku pelayanan terhadap kinerja organisasi

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan di harapkan akan memperoleh manfaat

berupa tambahan wacana ilmiah mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

perilaku pelayanan di rumah sakit.

2. Memberikan informasi dan tambahan informasi dalam menyusun strategi pelayanan

kesehatan pada pihak manajemen rumah sakit, khususnya bagi Rumah Sakit

Morowali.

Page 10: Perilaku Pelayanan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Secara umum kepemimpinan dapat diartikan sebagai dasar kemampuan

atau bakat, serta kelebihan seseorang untuk memimpi kelompoknya. Namun

pada dasarnya yang menjadi inti permasalahannya adalah hubungan antara

seseorang yang disebut sebagai pemimpin dengan sekelompok orang yang jadi

pengikutnya. Apabila kepemimpinan tersebut berada pada lingkungan pekerjaan,

maka yang dipermasalahkan adalah hubungan antara atasan dengan bawahan.

Dengan kemampuan, bakat, serta kelebihan dari seorang pemimpin diharapkan

dapat mempengaruhi dan mengendalikan pengikutnya untuk mencapai tujuan

bersama.

Adapun istilah “pemimpin” berasal dari kata asing leader yang artinya

orang yang memimpin dan “kepemimpinan” dari kata leadership yaitu

kemampuan seseorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain. “istilah

kepemimpinan berasal dari kata kerja “memimpin” yang artinya membimbing

atau menuntun,dan kata benda”pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin

atau orang yang memimpin atau menuntun” (Pamudji, !995)

Seorang pemimpin selain memberikan perintah, harus bias membimbing /

menuntun bawahannya. Tegas, baik buruknya,tercapai tidaknya suatu tujuan

ditentukan oleh kepemimpinan itu sendiri. Seorang pemimpin harus punya rasa

Page 11: Perilaku Pelayanan

kesetiaan terhadap tujuan dan kesanggupan menghadapi tantangan juga

keberanian,perasaan dan tanggung jawab.

Sedangkan Pfiffner and Sherwood mengemukakan pengertian

kepemimpinan sebagai berikut : “kepemimpinan adalah suatu pengaruh penting

dari kebiasaan / kegiatan organisasi”.(leadership in often regardedas the

importantmodifier of organization behaviour) ,( Pfiffner and Sherwood,1960:384).

Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang

dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain / pengikut / bawahan agar

melaksanakan apa yang menjadi kehendak atau keinginan pemimpin untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Karakteristik Kepemimpinan

Seorang pemimpin yang baik haruslah memiliki pengetahuan,

kemampuan dan keterampilan dalam menjalankan kepemimpinannya agar ia

dapat mempengaruhi,mengendalikan dan memimpin bawahannya untuk

mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan “persyaratan paling Utama bagi

seorang calon pemimpin ialah dapat memimpin orang lain kearah pencapaian

tujuan organisasi dan dapat menjalin komunikasi antara manusia karena

oragnisasi itu selalu bergerak atas dasar interaksi antara manusia”(Katono,2001)

Peranan seorang pemimpin dalam suatu organisasi dapat mempengaruhi

tercapai atua tidaknya suatu tujuan tersebut. Untuk itu pemimpin yang baik harus

bias berkomunikasi dengan baik. Dalam penyampainan komunikasi hendaknya

seorang pemimpin harus dapat dipahami oleh sipenerima/ bawahan, sehingga

Page 12: Perilaku Pelayanan

menimbulkan interaksi, jika komunikasi dipahami maka pelaksanaan tugas akan

benar.

Secara lebih spesifik kartono menguraikan tentang karakteristik

kepemimpinan Indonesia sebagai Berikut : “sifat-sifat unggul kepemimpinan yang

efektif ialah berani, tegas, inisiatif, luas pengetahuaan dan pengalaman, peka

terhadap lingkungan dan bawahan, mampu menjalin komunikasi yang akrab,

berani mengambil keputusan dan resiko, rela berkorban, mau bermusyawarah

mufakat bertanggung jawab dan konsekuen, bersikap terbuka,jujur dan

mempunyai prinsip-prinsip yang teguh “(Kartono.2001)

Seorang pemimpin harus mempunyai prinsip dan sifat-sifat unggul,

dengan begitu efektivitas kerja akan terlaksana. Dalam penganbilan keputusan

seorang pemimpin harus mempelajari terlebih dahulu apa saja yang menjadi

sebab akibatnya. Keberanian dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin

tidak semata-mata memberikan keputusan begitu saja, namun diambil

berdasarkan pemikiran dan pengalaman pemimpin tersebut namun juga tetap

dibantu dengan bawahannya.

3. Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan pada umumnya untuk menjelaskan tentang factor-

faktor munculnya pemimpin dan sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin.

Menurut Ralph N. Stogdil dan L.L Bernard dalam Suradinata dijelaskan

mengenai teori kepemimpinan sebagai berikut :

Page 13: Perilaku Pelayanan

a. Trait Theory(teori sifat)

Teori ini mengetengahkan bahwa seorang pemimpin dapat berhasil

apabila memiliki sifat-sifat dan ciri0ciri yang dapat dijadikan pedoman untuk

melaksanakan tugas. Esensi teori sifat adalah pemimpin dilahirkan dan bukan

untuk dibentuk.

b. Environmental Theory ( Teori Lingkungan)

Menurut teori lingkungan, lahirnya pemimpin disebabkan oleh kondisi,

waktu, tempat dan situasi.

c. Personal Situasion Theory (Teori Personal dan Situasi)

Teori ini menyatakan bahwa seorang menjadi pemimpin karena

memiliki keunggulan – keunggulan tertentu yang sesuai dengan situasi

tertentu pula.

d. Interaction-Ecpectation (Teori Interaksi dan harapan)

teori ini memberikan gambaran tentang manusia sebagai factor

pertama dan utama terjadinya interaksi.

e. Humanistic Theory (Teori Humanistik)

teori ini menyoroti dari sisi kemanusiaan, kewajaran seseorang untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilkinya. Teori ini

menegaskan perlunya memperlakukan seseorang sesuai dengan batas –

batas tetentu, kwajaran, keserasian, keseimbangan maupun penghargaan.

f. Exchange theory (teori tukar menukar)

Page 14: Perilaku Pelayanan

Menjelaskan bahwa antara yang dipimpin dan yang dipimpin harus

dapat melakukan tukar-menukar keuntungan yang bermanfaat bagi kedua

belah pihak

Dari teori-teori yang terdapat diatas pada dasarnya menjelaskan tentang

bagaiman seorang pemimpin tersebut terlahir, keunggulan-keunggulan seorang

pemimpin tersebut, perlakuan seorang pemimpin terhadap bawahannya

berdasarkan batasan-batasan kewajaran.

Dengan teori tersebut kita juga dapat menentukan sifat-sifat

kepemimpinan yang baik dan dapat diteliti secara induktif, mengamati mereka

yang diakui sebagai pemimpin yang berhasil dan menyebutkan sifat-sifat yang

dimilikinya. Sifat pemimpin tersebut dianggap sebagai ukuran penting sebagai

syarat untuk menentukan potensi kepemimpinan seorang pemimpin.

4. Teknik Kepemimpinan

Dalam melaksanakan teori-teori kepemimpinan diperlukan teknik-teknik

untuk menerapkannya . didalam teknik tersebut terdapat konsep pemikiran

prilaku serta peralatan apa saja yang menjadi penunjangnya.

Teknik tersebut nantinya akan diketahui hal apa saja yang perlu diketahui

Kartono mengemukakan teknik kepemimpinan sebagai berikut : ”teknik

kepemimpinan adalah kemampuan tau keterampilan teknik memimpin dalam

menerapkan teori-teori kepemimpinan dalam organisasi tertentu meliputi konsep-

konsep pemikirannya, prilaku serta peralatan yang digunakan”(Kartono,2001)

Page 15: Perilaku Pelayanan

Dengan adanya teori-teori kepemimpinan banyak hal yang harus

diperhatikan, teknik apasaja yang harus dipersiapkan oleh seorang pemimpin.

Teknik tersebut meliputi bagaimana cara memberikan contoh, motivasi, cara

berkomunikasi, alat-alat apa saja guna menunjang komunikasi tersebut kepada

bawahannya serta penguasaan sistem komunikasi. Penyampaian informasi/

perintah seharusnya dilaksanakan dengan cara lunak/bujukan sehingga orang

yang diajaknya bersedia melakukannya dengan kesadaran dan kesiapan

persoalan yang dihadapinya.

Disamping itu pamudji menjelaskan bahwa teknik kepemimpinan meliputi :

a. Teknik pematangan atau penyiapan pengikut

yaitu menyiapkan para pengikut agar selalu melaksanakan apa yang

diinginkan oleh para pemimpin

b. Teknik Human Relations

Merupakan suatu Proses atau rangkaian kegiatan memotivasi orang, yaitu

keseluruhan proses pemberian motif(doromgan agar orang mau bergerak).

Yang dijadikan motif yaitu pemenuhan kebutuhan psikis : makan, minum,

pakaian, perumahan, dan sebagainya. Serta kebutuhan psikologis :

kebutuhan akan kelayakan, kebutuhan akan keamanan, dan kebutuhan untuk

ikut serta. Dengan dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan

menyebabkan orang-orang bersedia mengikuti pemimpin yang diharapkan

dapat memenuhi kebutuhan itu.

c. Teknik Menjadi Teladan

Page 16: Perilaku Pelayanan

yaitu memberi ciontoh-contoh kedisiplinan, sehingga orang-orang harus

digerakkan mengikuti apa yang dilihat.

Page 17: Perilaku Pelayanan

d. Teknik Persuasif

Dilakukan dengan cara lunak dalam bentuk bujukan, sehingga orang lain

yang diajak suka dan bersedia untuk melakukan dan mengikuti dengan

kesadaran kesiapan terhadap persoalan yang dihadapi.

e. Teknik penguasaan sistem komunikasi yang cocok

Tergantung kepada faktor keadaan sipenerima, maksud dan alat komunikasi

yang tersedia.

f. Teknik penyediaan fasilitas

Apabila sekelompok telah bersedia dan siap mengikuti ajakan pemimpin,

maka orang tersebut harus diberi fasilitas–fasilitas atau kemudahan-

kemudahan yang meliputi :

1) Kecakapan

2) Uang.

3) Perlengkapan dan tempat kerja dan waktu

(Pamudji,1995:114).

5. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan cara pemimpin menjalankan tugas

kepemimpinannya, baik berupa perencanaan, perumusan, ajakan, himbauan,

maupun perintah-perintah. Pamudji memberikan gambaran tentang gaya

kepemimpinan pemerintah Indonesia, yaitu :

”Gaya kepemimpinan (Leadership Style) adalah bicara tentang

bagaimana pemimpin menjalankan tugas kepemimpinannya, misalnya gaya apa

yang dalam merencanakan, merumuskan dan menyampaikan perintah-perintah/

Page 18: Perilaku Pelayanan

ajakan-ajakan kepada yang diperintah. Gaya kepemimpinan pemerintahan

sangat dipengaruhi oleh paham-paham yang dianut mengenai kekuasaan dan

wewenang sikap mana yang diambil terhadap hak dan martabat manusia. Gaya

kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pemimpin dan situasi yang

dihadapinya. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam situasi tertentu

dapat berbeda dengan gaya kepemimpinannya yang diterapkan dalam situasi

lain” (Pamudji,1995)

Adapun Gaya kepemimpinan tersebut dibagi ke dalam tiga golongan.

Ketiga golongan tersebut mempunyai ciri khas masing-masing namun

mempunyai tujuan yang sama yaitu kepemimpinan yang efektif.

Selanjutnya Pamudji membagi tiga gaya dalam kepemimpinan di

Indonesia sebagai berikut :

a. Gaya motivasi, yaitu pemimpin dalam menggerakkan oarng-orang dengan

mempergunakan motivasi baik yang berupa imbalan ekonomis dengan

memberikan hadiah-hadiah (reward), baik yang bersifat positif maupun yang

berupa ancaman hukuman (penalties), jadi bersifat negatif.

b. Gaya kekuasaan, yaitu pemimpin yang cenderung menggunakan kekuasaan

untuk menggerakkan orang-orang. Cara bagaimana ia menggunakan

kekuasaan akan menentukan gaya kepemimpinannya.

c. Gaya Autokratik Yaitu pemimpin yang menggantungkan pada kekuasaan

formalnya, organisasi dipandang sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan

tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.

Page 19: Perilaku Pelayanan

d. Gaya Partisipastif, Kadang-kadang juga disebut gaya demokratif, yaitu

pemimpin yang memandang manusia adalah makhluk yang bermatabat dan

harus dihormati hak-haknya. Dalam menggerakkan pengikutlebih banyak

menngunakan persuasi dan memberikan contoh-contoh.

e. Gaya Bebas yaitu kepemimpin yang hanya kemauan pengikutnya

menghindari diri dari penggunaan paksaan atau tekanan.

f. Gaya pengawasan, yaitu kepemimpinan yang dilandaskan kepada perhatian

seorang pemimpin terhadap prilaku kelompok. (Pamudji, 1995).

Dengan kepemimpian yang baik, proses manajemen akan berjalan

dengan baik, dan lancar dan para bawahan pun bergairah melaksanakan tugas-

tugasnya. Gairah kerja, produktivitas kerja akan baik jika tipe, gaya, cara atau

style kepemimpinan diterapkan dengan baik dan benar. Tegas, baik dan

buruknya, tercapai atau tidak tercapai, suatu tujuan sebagian besar tergantung

pada pemimpin itu sendiri.

Sedangkan Soewarno Handayaningrat mengemukakan pengertian

kepemimpinan sebagai berikut : ”Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses

dimana pimpinan digambarkan memberi perintah atau pengarahan, bimbingan

atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan

yang telah ditentukan atau ditetapkan ”. (Handayaningrat,1984).

6. Pemimpin digambarkan sebagai pemberi perintah.

Pemberian Perintah merupakan bagian dari komunikasi, karena tanpa

komunikasi seorang pemimpin tidak bisa menjalankan semua tujuannya dengan

baik dan efektif. Tujuan komunikasi yaitu untuk memberikan perintah, laporan,

Page 20: Perilaku Pelayanan

informasi, ide, saran, berita dan menjalin hubungan-hubungan dari seorang

komunikator kepada komunikan. Komunikasi merupakan alat untuk

menyampaikan perintah, laporan, informasi dari seorang komunikator kepada

komunikan.

Menurut Clay lindgren mengatakan bahwa ” effective leadership means

effective communication atau kepemimpinan yang efektif berarti komunikasi yang

efektif”.( Hasibuan,1996)

Komunikasi dapat dilakukan jika ada komunikator dan komunikan selain

itu juga haruslah dapat dipahami oleh si penerima ( komunikan ) sehingga

menimbulkan interaksi. Jika komunikasi dipahami, maka pelaksanaan tugas

akan benar. Disamping itu Hasibuan menjelaskan bahwa unsur-unsur

komunikasi meliputi :

a. komunikator (pemberi = Given) yaitu orang yang menyampaikan pesan

komunikasi itu.

b. Pesan yaitu Informasi, perintah, laporan, berita dan lain-lainnya yang

disampaikan itu.

c. Saluran (simbol = Channel) yaitu alat (simbol) yang dipergunakan untuk

komunikasi.

d. Komunikan (penerima = Receiver), yaitu orang yang menerima pesan

komunikasi tersebut.

e. Feed back (action), reaksi yang ditimbulkan oleh komunikasi itu.

(Hasibuan,1996:196)

Page 21: Perilaku Pelayanan

Unsur-unsur diatas sangat di perlukan bagi seorang pemimpin karena

dengan itu maka pemimpin bisa mengetahui apa yang harus diperhatikan dalam

proses komunikasi (perintah) agar bisa berjalan dengan efektif. Lebih lanjut

Hasibuan juga menjelaskan mengenai fungsi-fungsi komunikasi Yaitu :

a. Instructive, Komunikasi ini berfungsi memberikan perintah dari atasan kepada

bawahan.

b. Evaluative, Komunikasi ini berfungsi untuk menyampaikan laporan dari

bawahan kepada atasannya.

c. Informative, Komunikasi ini berfungsi untuk menyampaikan informasi, berita

dan pesan-pesan lainnya.

d. Influencing, Komunikasi ini berfungsi untuk memberikan saran-saran, nasihat-

nasihat dari seseorang kepada orang lain.

(Hasibuan,1996).

7. Pemimpin digambarkan sebagai pemberi pengarahan.

Pengarahan adalah mengarahkan semua pegawai agar mau bekerja

sama dengan bekerja efektif dalam mencapai tujuan. Pengarahan baru dapat

diterapkan setelah rencana, organisasi, dan karyawan ada. Penerapannya

sangat sulit, rumit dan kompleks, karena berhubungan dengan mahluk hidup

yang punya pikiran, perasaan, harga diri, cita-cita dan lainnya.

Menurut G.R. Terry dalam buku ”Manajemen dasar, pengertian, dan

masalah” karangan Hasibuan menjelaskan sebagai berikut : ”actualing is setting

all members of the group to want achive and to strike to achieve the objective

willingly and keeping with the managerial planning ang organizing efforts”.

Page 22: Perilaku Pelayanan

(”Pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok, agar mau bekerja

sama denagn perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian”).

(Hasibuan,1996)

Pengarahan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemimpin untuk

membimbing, menggerakkan, mengatur segala kegiatan yang telah diberi tugas

dalam melaksanakan sesuatu kegiatan. Proses ini merupakan fungsi yang

terpenting dan paling dominan.

Menurut Drs.H Malayu S.P.Hasibuan, dalam ”Manajemen Dasar,

Pengertian dan Masalah” dijelaskan pengarahan dapat dilakukan dengan cara:

a. Persuatif (bujukan)

b. Instruktif.(Perintah langsung)

(Hasibuan.1996)

8. Pemimpin digambarkan sebagai pemberi bimbingan

Menurut Mortensen dalam Yusuf Gunawan bimbingan di bagi atas tiga

bagian yaitu :

a. memahami individu

Pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat

memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan

anak didiknya. Karena itu bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak

pemahaman diri anak keseluruhan sebaliknya bimbingan tidak dapat

berfungsi dengan efektif jika konselor kurang pengetahuan dan pengertian

motif dan tingkah laku konseli, sehingga usaha preventif dan treatment tidak

berhasil baik.

Page 23: Perilaku Pelayanan

b. Preventif dan pengembangan individual.

Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi dari mata uang. Preventif

berusaha mencegah kemerosotan perkembangan anak dan minimal dapat

memelihara apa yang telah dicapai dalam perkembangan anak melalui

pemberian pengaruh-pengaruh yang positif, memberikan bantuan untuk

mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat membantu setiap

individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.

c. membantu individu untuk menyempurnakannya.

Setiap manusia pada saat tertentu membutuhkan pertolongan dalam

menghadapi situasi lingkungannya. Pertolongan setiap individu tidak sama.

Perbedaan umumnya lebih pada tingkatannya dari pada macamnya, jadi

sangat tergantung apa yang menjadi kebutuhan dan potensi yang ia miliki.

(Mortensen dalam Yusuf Gunawan)

Tujuan bimbingan itu sendiri adalah membantu dalam membuat

keputusan (pilihan) dan menentukan sikap yang serasi dengan kemampuan,

minat, kesempatan dan nilai-nilai sosial agar mampu memahami dirinya,

mengembangkan potensi yang dimilikinya, memecahkan masalah dan kesulitan,

menyesuaikan diri dan bersikap adaptif terhadap lingkungan.

Lebih lanjut Sigmund freud juga menjelaskan mengenai fungi-fungsi

bimbingan, yaitu :

a. mengarahkan mahasiswa kepada program pendidikan profesional di

perguruan tinggi

b. membantu mahasiswa merencanakan program studinya.

Page 24: Perilaku Pelayanan

c. membantu mengenal dirinya, seperti minat, bakat, dan kemampuan khusus

masing-masing.

d. membantu memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi baik sosial

maupun personal.

(freud, 2005).

Dari fungsi-fungsi dan tujuan yang telah dikemukakan oleh para ahli

tersebut maka pemimpin harus bisa membimbing bawahannya secara benar

sesuai dengan fungsi dan tujuan. Dengan kata lain jika pemimpin

memperhatikan hal tersebut maka efektivitas kerja dapat terlaksana dengan baik.

Berbagai literatur manajemen menjelaskan bahwa kepemimpinan menjadi

salah satu faktor yang sangat mempengaruhi organisasi. Seorang pemimpin

memegang peran penting karena keberadaannya dapat menentukan gerak maju

organisasi. Sikap atau ga ya seorang pemimpin akan mewarnai kegiatan

operasional organisasi sehari-hari. Menurut Greger dan Peterson (2000)

pengertian kepemimpinan meliputi beberapa aspek seperti memperlihatkan cara,

menuntun, mengarahkan, membujuk, dan berada di depan. Sementara itu Leavit

(dalam Behling dan McFillen, 1996) mengartikan kepemimpinan sebagai

kemampuan untuk menjabarkan misi de ngan jelas, mengkom unikasikannya

dan membujuk orang lain atau bawahan untuk merealisasikan misi tersebut.

Sedangkan Conger dan Kanungo (dalam Behling dan McFillen, 1996)

berpendapat bahwa pemimpin yang be rhasil adalah mereka yang dapat

mengembangkan suatu visi yang berbeda dari status quo (keadaan pada

umumnya), akan tetapi visi tersebut tetap dapat diterima oleh bawahan. Berbagai

Page 25: Perilaku Pelayanan

pengertian tentang kepemimpinan ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin

sebagai orang yang diharapkan memandu organisasi dan para individu di

dalamnya ke arah positif seharusnya memiliki kreativitas dalam mencapai

tujuannya tanpa melihat apakah ide atau cara yang digunakannya berbeda dari

kebiasaan yang berjalan selama ini.

Hasil penelitian terdahulu seperti penelitian Kirkpatrick dan Locke (dalam

DeGroot et al 2000) menyatakan bahwa karisma pimpinan yang nampak dalam

setiap perilaku mereka sebenarnya dapa t memotivasi bawahan. Dampak yang

mungkin timbul dari perilaku seperti ini adalah upaya-upaya dari bawahan untuk

berkinerja dengan baik. Seorang bawahan ak an berperilaku kerja yang baik jika

dirinya melihat bahwa pimpinannya juga bekerja dengan baik.

Sedangkan hasil penelitian dari Behling dan McFillen (1996)

mengindikasikan adanya hubungan antara perilaku pimpinan dengan perila ku

bawahan. Dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa atribut-atribut perilaku

pimpinan memiliki pengaruh terhadap keyakinan bawahan yang pada gilirannya

juga akan mempengaruhi perilaku bawahan. Sebagai contoh, seorang pemimpin

yang memberikan dorongan kepada bawahannya akan berdampak pada timb

ulnya semangat atau motivasi dari bawahan sehingga akan berp erilaku kerja

sesuai deng an harapan perusahaan.

Hasil penelitian lainnya dari Zerbe et al (1998) mengindikasikan adanya

pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan dengan perilaku karyawan

terutama dalam kaitannya dengan pember ian pelayanan yang berkualitas pada

konsumen. Hasil penelitian ini sesuai de ngan hasil penelitian sebelumnya yang

Page 26: Perilaku Pelayanan

meneliti pelayanan dalam or ganisasi jasa. Salah satunya adalah penelitian dari

Schneider & Bowen (Zerbe et al, 1998) yang dalam penelitiannya mereka

menyimpulkan bahwa manakala karyawan memandang organisasi sebagai

pihak yang memfasilitasi, meningkatkan karir, serta memberikan pengawasan

serta pengarahan pada mereka maka mereka akan bebas dalam melakukan

pekerjaan pokok mereka dalam memberikan pelayanan pada konsumen. Akan

tetapi menurut penelitian Zerbe et al (1998), kepemimpinan sebagai bagian dari

komponen manajemen sumber daya manusia akan dapat meningkatkan motivasi

karyawan dalam hal pemberian pelayanan yang berkualitas.

Hasil penelitian dari Church (1995) juga mengindikasikan adanya

pengaruh positif antara kepemimpinan dengan perilaku pelayanan karyawan.

Penelitian yang membahas mengenai dampak perilaku pimpinan terhadap

kinerja pelayanan karyawan ini menghasilkan temuan bahw a perilaku pimpinan

secara langsung mempengaruhi kualitas pelayanan karyawan yang pada

gilirannya akan dapat membawa dampak positif pada peningkatan kinerja

organisasi.

B. Tinjauan Umum tentang Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari

kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.

Sama disini maksudnya adalah sama makna.

Page 27: Perilaku Pelayanan

Apabila dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk

percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada

kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang

dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan

makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti

makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang

tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa

yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.

Pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah, dalam

arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna

antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi

tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga

persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan,

melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.

Diantara para ahli sosiologi, ahli psikologi, dan ahli politik di Amerika

Serikat, yang menaruh minat pada perkembangan komunikasi adalah Carl I.

Hovland. Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah : Upaya yang

sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi

serta pembentukan pendapat dan sikap. (Effendy, 2000:10)

Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi

ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga

pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude)

yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang

Page 28: Perilaku Pelayanan

amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian

komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses

mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the

behaviour of other individuals).

Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau

perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti

diuraikan di atas.

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan

secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang

dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function

of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk

menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut :

Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? (Lasswell

dalam Effendy, 2000).

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima

unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :

a. Komunikator (communicator, source, sender)

b. Pesan (Message)

c. Media (channel, media)

d. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)

e. Efek (effect, impact, influence)

Page 29: Perilaku Pelayanan

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu.

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran

atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).

Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari

benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,

kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul

dari lubuk hati.

Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan

menggunakan perasaan yang disadari; sebaliknya komunikasi akan gagal jika

sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.

Pikiran bersama perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain itu

oleh Walter Lippman dinamakan picture in our head, dan oleh Walter Hagemann

disebut Bewustseinsinhalte. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana

caranya agar “gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu

dapat dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan.

2. Proses Komunikasi

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan

secara sekunder.

a. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran

dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan

Page 30: Perilaku Pelayanan

lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam

proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain

sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau

perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa bahasa yang paling

banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya

bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang

lain.

Kial (gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang

sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapaikan tangan, atau

memainkan jari-jemari, atau mengedipkan mata, atau menggerakkan anggota

tubuh lainnya hanya dapat mengomunikasikanhal-hal tertentu saja (sangat

terbatas).

Demikian pula isyarat dengan menggunakan alat seperti tongtong,

bedug, sirene, dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu.

Kedua lambang itu amat terbatas kemampuannya dalam mentransmisikan

pikiran seseorang kepada orang lain.

Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam

komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan

“menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa.

Buku-buku yang ditulis dengan bahasa sebagai lambang untuk

“menerjemahkan” pemikiran tidak mungkin diganti oleh gambar, apalagi oleh

lambang-lambang lainnya.

Page 31: Perilaku Pelayanan

Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi kenamaan, dalam

karyanya, “Communication Research in the United States”, menyatakan

bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh

komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni

paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and

meanings) yang pernah diperoleh komunikan.

Menurut Schramm, bidang pengalaman (field of experience)

merupakan factor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman

komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan

berlangsung lancar. Sebailknya, bila pengalaman komunikan tidak sama

dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu

sama lain.

b. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian

pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau

sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media

pertama.

Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan

komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat

yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar,

majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering

digunakan dalam komunikasi.

Page 32: Perilaku Pelayanan

Pentingnya peranan media, yakni media sekunder, dalam proses

komunikasi, disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat

kabar, radio, atau televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam

mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Jelas efisien karena,

dengan menyiarkan sebuah pesan satu kali saja, sudah dapat tersebar luas

kepada khalayak yang begitu banyak jumlahnya; bukan saja jutaan,

melainkan puluhan juta, bahkan ratusan juta, seperti misalnya pidato kepala

Negara yang disiarkan melalui radio atau televisi.

Umpan balik dalam komunikasi bermedia, terutama media massa,

biasanya dinamakan umpan balik tertunda (delayed feedback), karena

sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan

tenggang waktu.

Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu

menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa

(mass media) dan media nirmassa atau media nonmassa (non-mass media).

3. Faktor-faktor Penunjang Komunikasi Efektif

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “the condition of

success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita

menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.

Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat

menarik perhatian komunikan.

Page 33: Perilaku Pelayanan

b. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman

yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama

mengerti.

c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi

yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia

digerakkan untuk memberikan tanggapan yang ia kehendaki. (Effendy, 2000).

4. Fungsi komunikasi

Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak hanya

diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu

dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan ide, maka fungsinya

dalam tiap sistem sosial adalah sebagai berikut :

a. Informasi : Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita,

data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar

orang mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap londisi internasional,

lingkungan dan orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

b. Sosialisasi (pemasyarakatan) : Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang

memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat

yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia

dapat aktif di dalam masyarakat.

c. Motivasi : Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun

jangka penjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya,

Page 34: Perilaku Pelayanan

mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama

yang akan dikejar.

d. Perdebatan dan diskusi : Menyediakan dan saling menukar fakta yang

diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan

pendapat mengenai masalah public, menyediakan bukti-bukti yang relevan

yang diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih

melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama ditingkat

internasional, nasional, dan local.

e. Pendidikan : Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong

perkembangan intelektul, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan

serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

f. Memajukan kebudayaan : Penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni

dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan

dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan

mendorong kreativitas serta kebutuhan estetikanya.

g. Hiburan : Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra (image) dari drama,

tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olahraga, permainan, dan

sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu.

h. Integrasi : Menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan

memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat

saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan

keinginan orang lain.

Page 35: Perilaku Pelayanan

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terpisahkan dari suatu organisasi.

Melalui komunikasi, seorang individu dalam organisasi dapat bertukar

pandangan atau pendapat dengan individu-indiv idu lainnya. Komunikasi juga

akan mempererat individu dalam organisasi da n akan memubat suasana kerja

menjadi lebih kekeluargaan. Hal ini sejalan dengan pengertian komunikasi yang

dimaksudkan sebagai proses yang digunakan untuk mentransfer informasi serta

mempengaruhi dari satu pihak ke pihak lain (Johlke dan Duhan 2000).

Komunikasi yang dimaks ud dalam konteks pemberia n pelayanan di sini

adalah komunikasi yang terjadi dalam dan antar bagian dalam organisasi

(Zeithaml et al, 1988). Komunikasi yang demikian ini dapat diharapkan akan

dapat mempengaruhi perilaku pelayanan dari anggota organisasi terhadap

konsumen atau pelanggan pengguna produk organisasi. Sebab sebenarnya

tujuan yang mendasar dari komunikasi semaca m ini adalah untuk

mengkoordinasikan orang-orang dan bagian-bagian dalam orga nisasi sehingga

hal-hal yang menjadi tujuan dari organisasi dapat tercapai (Z eithaml et al ,1988).

Sebenarnya hal ini menjadi masuk akal karena manakala sa lah satu

bagian dalam organisasi (misalnya bagian pemasaran) dikembangkan atau

dilatih secara terpisah dari bagian lain (misalnya pelaksana atau karyawan yang

berhubungan langsung dengan pasien seperti perawat), sedangkan tidak ada

komunikasi di antara bagian-bagian dalam organisasi maka ba gian yang

berhubungan langsung dengan konsumen (pasien) tidak akan dapat atau

mampu memberikan pelayanan yang seperti yang digambarkan oleh bagian

yang telah ditraining oleh perusahaan (bagian pemasaran). Kondisi yang seperti

Page 36: Perilaku Pelayanan

ini menunjukkan adanya kesalahpahaman yang diakibatkan kurangnya

komunikasi (Zeithaml et al ,1988).

Menurut Klepack (1990) pada dasarnya komunikasi internal perusahaan

yang baik akan membawa pada perbaikan moral dan produktifitas karyawan

yang tinggi. Sebab dampak dari komunikasi adalah bahwa mereka menjadi tahu

akan misi dan visi dari perusahaan tempat mereka bekerja. karyawan yang tahu

dan memahami misi dari perusahaan. Konsekue nsi dari hal ini adalah bahwa

mereka yang bekerja dalam posisi yang strategis dalam “menju al” perusahaan

tersebut, maka dia akan dapat “menjual“ dengan baik perusahaan mereka,

sedang yang tidak memahami misi dari perusahaan ma ka mereka tidak dapat

“menjual” secara efektif.

Sementara itu hasil penelitian lain juga mengindikasikan hal yang sama

yaitu bahwa komunikasi dapa t mempengaruhi perilaku anggota organisasi.

Dalam penelitian Palmer dan Sanders (dalam Habner et al 1997) ditunjukkan

bahwa komunikasi sebenarnya adalah kunci untuk berhasil dalam implementasi

atau penerapan dari upaya pengembangan kualitas. Sebab komunikasi yang

efektif yang terdiri dari pembicaraan, tulisan, simbolisasi atau perilaku untuk

mencapai sasaran yang diharapkan dengan cara-cara ya ng dapat diterima

dengan baik akan berdampak positif pada komitmen karyawan terhadap visi atau

mencapai visi-visi organisasi. Hasil ini menunjukkan secara implisit hubungan

antara komunikasi dan perilaku pelayanan, karena komitmen pada visi

organisasi adalah berarti pula memiliki perilaku yang sesuai atau sejala n dengan

visi organisasi. Disamping itu komunikasi dapat mendorong manajer dan

Page 37: Perilaku Pelayanan

karyawan untuk mengembangkan nilai-nilai bersama dan kepercayaan an tara

mereka, yang mana hal ini sangat diperlukan untuk keberhas ilan penerapan

pengembanga n kualitas pelayanan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan komunikasi yang efektif

diantara bagian-bagian dalam organisasi maka akan dapat meningkatkan

perilaku pelayanan seperti yang diharapkan.

C. Tinjauan Umum tentang Sistem Kontrol

Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem kontrol adalah sistem kontrol

perilaku, yaitu aktivitas manajemen yang berupa pengawasan, pengarahan,

penilaian kinerja yang mendasarakan pada perilaku karyawan. Artinya bahwa

karyawan diawasi, diarahkan serta di nilai aktivitas-aktivitasnya, bukan output yang

dihasilkannya (Baldauf et al 2001).

Hasil penelitian terdahulu, seperti Baldauf et al (2001) menunjukkan bahwa

sistem kontrol perilaku memiliki dampak positif yang signifikan terhadap perilaku

karyawan. Penelitian ini menunjukkan bahwa di bawah sistem kontrol perilaku

karyawan memiliki kinerja perilaku sebagaimana yang diharapkan or ganisasi,

dimana diantara bentuk perilaku tersebut adalah membangun hubungan baik

dengan konsumen serta memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.

Sementara itu Oliver dan Anderson (1994) juga menyatakan bahwa perilaku

karyawan sebenarnya dipengaruhi oleh jenis atau bentuk sistem kontrol yang d

iterapkan oleh organisasi.

Page 38: Perilaku Pelayanan

Dalam hasil penelitian mereka ditunjukka n bahwa dampak yang ditimbulkan

oleh sistem kontrol yang berdasarkan perilaku selain bahwa karyawan akan memiliki

komitmen yang lebih tinggi pada organisa si, mereka juga akan semakin besar

perhatiannya dalam memberikan pela yanan pada konsumen seperti yang

diinginkan oleh organisasi.

Dalam beberapa organisasi sistem kontrol karyawan mendasarkan pada

output yang dihasilkan oleh karyawan yang bersangkutan. Artinya karyawan

dimonitor dan dinilai kinerj anya berdasarkan output yang dihasilkannya. Akan tetapi

dalam organisasi, terutama yang bergerak dalam bidang pelayanan, monitoring

kinerja dengan mendasarkan pada output karyawan nampaknya kurang tepat jika

diterapkan. Misalnya dalam industri jasa pelayanan perbankan, karyawan yang

berhubungan langsung dengan pelanggan tentunya akan dimonitor aktivitas-

aktivitasnya dalam hal, seperti : kecepatan, ketepatan serta keramahannya dalam

melayani nasabah. Dengan sistem kontrol semacam ini maka karyawan akan

terdorong untuk bekerja atau berperilaku sebagaimana yang diharapkan oleh

konsumen atau pelanggan dalam memberikan pelayanan terhadap mereka

(Zeithaml et al ,1988).

Dalam hasil penelitian dari Zerbe et al (1998) juga ditunjukkan bahwa reward

dan pelatihan (sebagai bagian dari komponen praktek managemen sumber daya

manusia) memiliki dampak positif ya ng signifikan pada perilaku pelayanan

karyawan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem kontrol akan dapat

mempengaruhi kualitas perilaku pelayanan karyawan.

Page 39: Perilaku Pelayanan

D. Tinjauan Umum tentang Perilaku Pelayanan

1. Pengertian Pelayanan

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat di definisikan sebagai

segala bentuk jasa pelyanan, baik dalam bentuk public atau jasa public yang

pada dasarnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi

pemerintah dipusat, didaerah, dan dailingkungan Badan Usaha Milik Negara

atau Bdan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarkat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Menelusuri arti pelayanan umum tidak terlepas dari masalah kepentingan

umum, yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan umum. Oleh karena

itu antara kepentingan umum dengan pelayanan umum adanya hubungan yang

saling berkaitan. Meskipun dalam perkembangan lebih lanjut pelayanan umum

dapat juga timbul karena adanya kewajiban sebagai suatu proses

penyelenggaraan kegiatan organisasi.

Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap

kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan

menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk

secara fisik (Kotler dalam Lukman, 2000).

Pelayanan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan kepada orang lain

atau pihak lain yang dapat memberikan suatu keuntungan dan dapat

memberikan manfaat, hasil dari pelayanan berupa kepuasan yang diberiakan

walaupun hasil dari pelayanan yang diberikan tidak terikat pada suatu benda.

Page 40: Perilaku Pelayanan

Menurut Dwiyanto, pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai

serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat (Dwiyanto, 2005), bahwa pelayanan umum merupakan

kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi kewajibannya, akan

tetapi tidak disebabkan oleh hal itu saja melainkan pemerintah memang harus

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan publik yang diberikan

kepada masyarakat harus sesuai dengan standar pelayanan, karena masyarakat

berhak mendapatkan pelayanan dari pemerintah secara prima atau pelayanan

yang berkualitas.

Definisikan pelayanan sebagai suatu pendekatan organisasi total yang

menjadi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa sebagai kekuatan

penggerak utama dalam pengoperasian bisnis. (Sedarmayati,2004).

Berdasarkan penjelasan di atas, pelayanan yang baik dan memuaskan

akan berdampak positif seperti yang dikutip dari H.A.S. Moenir dalam bukunya

Manajemen Pelayanan Umum antara lain:

a. Masyarakat menghargai kepada korps pegawai

b. Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan layanan

c. Masyarakat akan merasa bangga kepada korps pegawai

d. Adanya kegairahan usaha dalam masyarakat

e. Adanya peningkatan dan pengnembangan dalam masyarakat menuju segera

tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan Pancasila

Dalam penelitian ini diajukan tesis bahwa pelayanan yang baik pada

konsumen sebenarnya adalah kunci pembeda dengan organisasi lain,

Page 41: Perilaku Pelayanan

mendorong pada produktifitas serta efisiensi organisasi, yang mana hal ini akan

memberi reward yang positif bagi organisasi.

Hubungan antara variabel perilaku pelayanan dengan kinerja organisasi

secara intuitif sebenarnya bisa dipahami. Sebab bagaimanapun dengan

memberikan pelayanan yang baik pada pelanggan maka kepuasan pelanggan

akan dapat ditingkatkan. Sementara itu pela nggan yang puas akan dapat

mengurangi (menghemat) cost untuk upaya menarik pelanggan ba ru. Karena

sebenarnya upaya untuk menarik pelanggan baru tidak akan terjadi jika

pelanggan merasa puas. Hal ini disebabkan kepuasan yang muncul dari

palanggan lama akan menjadi sarana promosi bagi calon pelanggan baru. Di

samping itu pemberian pelayanan yang berkualitas pada pelanggan akan

memungkinkan perusahaan mempertahankan atau bahkan meningkatkan

transaksi dengan pelanggan lama, yang mana ini juga berarti berkurangnya

kemungkinan hilang atau berpindah loyalitas pelanggan lama ke organisasi lain.

Oleh karena itu menjadi wajar apabila beberapa penelitian terdahulu secara

konsisten menunjukkan bahwa pelayanan yang berkualitas ditemukan akan

menghasilkan kinerja keuangan yang lebih tinggi (Zeithaml dalam Chang dan

Chen 1998).

Dalam penelitiannya, Pelham (1997) menunjukkan bahwa profitabilitas

organisasi sangat bergantung pada kemampuan organisasi tersebut dalam

menghasilkan produk yang memiliki kualita s yang unggul dan andal yang

mereka hasilkan. Dengan demikian maka dalam ko nteks jasa, ini dapat diartikan

bahwa sebenarnya profitabilitas perusahaan bergantung pada sejauh mana

Page 42: Perilaku Pelayanan

perusahaan dapat menghasilkan pelayanan yang berk ualitas pada pelanggan-

pelanggannya hingga dapat memberi kepuasan kepada konsumen.

Hasil penelitian dari Baldauf, et al (2001) juga menunjukkan bahwa upaya

karyawan perusahaan dalam menjalin hubungan dengan pelanggan akan dapat

meningkatkan pencapaian hasil yang dipe roleh karyawan tersebut yang pada

gilirannya hal ini akan memberi kontribusi pada efektifitas organisasi (yang dalam

hal ini ditunjukkan dengan peningkatan market share dan sales volume yang

dibandingkan dengan sasaran unit penjualan). Sementara itu perusahaan yang

memantapkan hubungan jangka panj ang dengan konsumen dengan

mempergunakan karyawan yang memberikan kepuasan konsumen melalui

semangat dalam pelayanan nampaknya akan membuat unit penjualan lebih

efektif.

Berkaitan dengan hal ini peran manager adalah menciptakan suasana

yang kondusif dengan menyingkirkan orientasi perintah serta orientasi kontrol

dalam rangka mendorong perilaku yang mendukung pe layanan yang

menekankan pada pelayanan terhadap pelanggan. Indikasi keterkaitan antara

perilaku pelayanan dengan kinerja organisasi juga ditunjukkan dalam penelitian

Zeithaml (dalam Chang dan Chen 1998).

Dalam penelitian ini peneliti menunjukkan bahwa pelayanan yang

berkualitas yang diberikan oleh karyawan organi sasi memiliki dampak yang

sangat kuat terhadap perilaku konsumen seperti: loyalitas terhadap produk

perusahaan, kemauan untuk membayar lebih, serta k eengganan untuk

Page 43: Perilaku Pelayanan

berpindah ke produk lain. Dengan demikian ini berarti perilaku pelayanan

membawa perusahaan pada kinerja yang lebih baik.

Sementara itu dari hasil penelitian Chang dan Chen (1998) yang meneliti

hubungan antara orientasi pasar, kualitas pelayanan dengan kinerja perusahaan

menunjukkan bahwa perilaku pelayanan karyawan memiliki keterkaitan erat atau

memiliki dampak positif terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Hasil-

hasil penelitian dalam konteks yang agak berbeda sebenarnya juga memberikan

dukungan pada hubungan positif antara kualitas pelayanan dan kinerja

organisasi. Pada umumnya hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas

pelayanan yang di berikan oleh karyawan memiliki pengaruh positif terhadap

kinerja perusahaan atau or ganisasi. Misalnya dalam penelitiannya Church

(1995) menunjukkan bahwa perilaku pelayanan karyawan dapat meningkatkan

kinerja organisasi.

E. Tinjauan Umum tentang Kinerja Organisasi

Kinerja organisasi memiliki banyak macam pengertian, namun penulis

mengadaptasi salah satu teori kinerja organisasi dari Ghosh dan Mukherjee (2006:

1) yang mendefinisikan kinerja organisasi, sebagai berikut:

Corporate performance is the final result of all activities. In evaluating performance

the emphasis is on assessing the current behavior of the organization in respect to

its efficiency and effectiveness. The appropriate performance measurement tool

should be: Relevant to the strategic goals of the organization and accountable to the

individuals concerned, focus on measurable outputs, verifiable.

Page 44: Perilaku Pelayanan

Kinerja organisasi ini menjelaskan bahwa kinerja ditekankan pada hasil akhir

dari keseluruhan proses aktivitas. Kinerja organisasi diarahkan pada kondisi terkini

dari sebuah organisasi untuk mengetahui sejauhmana organisasi telah berada pada

tataran yang efektif dan efisien. Untuk itu, apabila organisasi melakukan pengukuran

kinerja, maka hal itu seharusnya mengedepankan terpenuhinya aspek relevansi

ukuran kinerja dengan strategi organisasi, fokus terhadap output dan dapat

diferivikasi. Relevansi kinerja dengan strategis organisasi menurut Lijan Poltak

Sinambela (2006) berkaitan dengan segala sesuatu yang mampu memenuhi

keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

Instansi pemerintah yang bertujuan memberikan pelayanan publik pada

dasarnya berupa pemberian kepuasan pada masyarakat. Pencapaian kepuasan

masyarakat ini menuntut kinerja instansi pemerintah berupa kualitas pelayanan

(Lijan Poltak Sinambela, 2006) yang tercermin dari;

1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses

oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secana memadai serta

mudah dimengerti;

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan

pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi

dan efektivitas;

Page 45: Perilaku Pelayanan

4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat

dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan, dan harapan masyarakat;

5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari

aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-

lain;

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan

aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Jika dihubungkan dengan akuntansi pelayanan publik, kinerja instansi

pemerintah merupakan kualitas pelayanan birokrat yang diberikan kepada

masyarakat. Pengukuran kinerja organisasi perlu dipersiapkan secara tepat dengan

memperhatikan segala dimensi baik finansial maupun non finansial.

Pertimbangannya adalah bahwa masalah yang dihadapi organisasi sangat

kompleks.

Pengelolaan kinerja tidak sebatas alat untuk mengevaluasi kinerja organisasi

tetapi sebagai strategi untuk menilai dan memotivasi peningkatan kinerja.

Keberhasilan pengelolaan kinerja ditentukan oleh sistem penilaian yang dapat

mengakomodasi kebutuhan organisasi dalam menciptakan keunggulan kompetitif.

Melalui sistem penilaian yang efisien orgnisasi dapat meminimalkan kesalahan,

seperti : halo effect, stereotyping, attributions, recency effects, central tendency

errors, leniency errors atau strictnes errors (Anthony, Perrewe dan Kacmar; dalam

Nuringsih, 2002).

Page 46: Perilaku Pelayanan

Efisiensi yang dihasilkan dari penilaian kinerja merupakan keunggulan

kompetitif bagi organisasi. Dalam merealisasi keunggulan tersebut diperlukan sistem

penilaian yang obyektif, tidak bias dan terdapat feedback sebagai dasar untuk

evaluasi. Penggunaan informasi kinerja sebagai dasar dalam mengevaluasi kinerja

menurut Mulyadi (2008) memiliki keunggulan berikut ini:

1. Pusat pertanggungjawaban ditetapkan perannya jauh lebih luas daripada

sekadar untuk mewujudkan kinerja keuangan. Mission center ditetapkan

perannya dalam penyediaan produk dan jasa untuk memuasi kebutuhan

customer. Service center ditetapkan perannya dalam memberikan layanan bagi

mission center untuk memampukan mission center dalam menyediakan produk

dan jasa bagi customer. Dengan demikian, baik mission center maupun service

center diberi peran untuk memuasi kebutuhan customer. Dalam lingkungan

bisnis yang kompetitif3, penetapan peran pusat pertanggungjawaban seperti itu

menjanjikan peningkatan daya saing perusahaan dalam memenangkan pilihan

customer.

2. Baik mission center maupun service center dituntut untuk mengidentifikasi

kebutuhan yang dipenuhi oleh pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan

dan mengidentifikasi customer yang dilayani. Mission center berperan untuk

memenuhi kebutuhan customer luar dan service center berperan untuk

memenuhi kebutuhan customer internal (mission center). Identifikasi kebutuhan

yang dipenuhi dan identifikasi customer yang bersangkutan menjadi basis bagi

mission center dan service center untuk membangun kompetensi inti dalam

penyediaan produk dan jasa bagi customer. Dalam lingkungan bisnis yang

Page 47: Perilaku Pelayanan

kompetitif4, pembangunan kompetensi inti pusat pertanggungjawaban ini

menjanjikan meningkatnya daya saing perusahaan dalam memenangkan pilihan

customer.

3. Pengelompokan pusat pertanggungjawaban ke dalam mission center mendorong

kerja sama lintas fungsional dalam memenuhi kebutuhan customer, sehingga

customer dapat memperoleh layanan kompleks dalam waktu yang cepat. Dalam

perusahaan manufaktur, pusat pertanggungjawaban yang termasuk dalam

kelompok mission center adalah departemen pemasaran dan departemen

produksi. Dalam manajemen modern, kedua departemen tersebut

dikelompokkan ke dalam mission center untuk bekerja sama lintas fungsi dalam

memenuhi kebutuhan customer. Kerja sama lintas fungsi inilah yang menjadikan

organisasi kohesif dalam menyediakan value bagi customer. Dalam manajemen

tradisional, kedua departemen tersebut dipisahkan ke dalam pusat biaya

(departemen produksi) dan pusat pendapatan (departemen pemasaran).

Kinerja anggota organisasi ditentukan oleh 3 (tiga) faktor: Bakat dan

kemampuan, Persepsi tentang peran, Usaha. Usaha (effort) untuk menghasilkan

kinerja ditentukan oleh apakah kinerja personel akan digunakan sebagai basis untuk

memberikan penghargaan. Oleh karena itu garis yang menghubungkan antara

kinerja dan penghargaan berupa garis bergelombang (wavy line), bukan garis lurus

(straight line), karena belum tentu kinerja akan diberi penghargaan (Mulyadi, 2008).

Berdasarkan model Porter-Lawler (dalam Mulyadi, 2008), pengelolaan kinerja

terpadu dilaksanakan melalui lima tahap berikut ini:

1. Penetapan kinerja yang hendak dicapai;

Page 48: Perilaku Pelayanan

2. Penetapan peran dan penentuan kompetensi inti untuk mewujudkan peran;

3. Peningkatan usaha dengan pendesainan sistem penghargaan berbasis kinerja

untuk meningkatkan kepastian bahwa kinerja akan diberi penghargaan;

4. Pengukuran dan penilaian kinerja;

5. Pendistribusian penghargaan berbasis kinerja untuk meningkatkan nilai

penghargaan bagi personel melalui kepuasan personel terhadap penghargaan

dan penilaian personel atas kepantasan penghargaan yang mereka terima.

Tahap pengelolaan kinerja personel dilakukan dengan penetapan kinerja

yang hendak dicapai. Kinerja yang hendak dicapai oleh anggota organisasi

ditetapkan berdasarkan sasaran strategik yang hendak dicapai oleh organisasi.

Ketercapaian sasaran strategik merupakan kinerja yang dihasilkan oleh anggota

organisasi. Oleh karena itu, ketercapaian sasaran strategik perlu ditentukan

ukurannya dan ditentukan targetnya. Sasaran strategik dirumuskan melalui

penerjemahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan ke

dalam ukuran kinerja. Ukuran kinerja anggota organisasi ini merupakan sumber

informasi dalam pemanfaatan informasi kinerja organisasi.

Pengelolaan sumber informasi kinerja anggota organisasi secara individual

dapat dilihat berdasarkan kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran

strategik organisasi secara keseluruhan yang ditetapkan dalam mewujudkan

sasaran-sasaran strategik organisasi yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja

suatu organisasi ditujukan untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi,

pengelolaan organisasi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, sehingga

informasi kinerja yang dihasilkan oleh suatu sistem pengukuran kinerja ditujukan

Page 49: Perilaku Pelayanan

pula untuk keperluan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi, yaitu

stakeholder internal maupun eksternal.

Menurut Ferry Laurensius Sihalolo dan Abdul Halim (2005) bahwa tujuan

utama pengukuran kinerja instansi adalah untuk memperbaiki pengambilan

keputusan internal serta alokasi sumber daya. Sistem pengukuran kinerja menjadi

tidak berguna sama sekali apabila informasi kinerja yang dihasilkan tidak

dimanfaatkan dalam memperbaiki pengambilan keputusan.

F. Kerangka Teori

Berdasarkan telaah teoritis yang dilakukan dibagian awal, selanjutnya

dibentuk sebuah model penelitian. Model penelitian ini nantinya diharapkan akan

dapat menjadi guideline bagi pemecahan masalah di ajukan pada tulisan ini

(sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian awal). Maka, kerangka teori dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Budaya organisasi

Kinerja Organisasi

Faktor Organisasi

1. SUmber Daya2. Kepemimpinan3. Imbalan4. Struktur5. Desain Pekerjaan6. Sistem Kontrol7. Komunikasi Faktor Psikologi

1. Persepsi2. Sikap3. Kepribadian4. Belajar5. Motivasi

Faktor Individu

1. Kemampuan dan Ketermapilan

2. Latar Belakang3. Demografis

Perilaku Pelayanan

Page 50: Perilaku Pelayanan

Sumber: Modifikasi Gibson 1997, Thoha 1991, Kotter & Heskett 1997

G. Kerangka Konsep

Model pada penelitian yang merupakan kerangka penelitian teoritis ini

menggambarkan pengaruh antara variabel-variabel : kepemimpinan, komunikasi,

sistem kontrol, perilaku pelayanan serta kinerja organisasi. Kerangka pemikiran

teoritis yang diajukan ditampilkan pada gambar 2.1.

Perilaku Pelayana

n

Kepemimpinan

Komunikasi

Sistem Kontrol

Kinerja Organisasi

Page 51: Perilaku Pelayanan

Gambar 2.1Kerangka Pemikiran Teoritis

Dari kerangka pemikiran sebagaimana tersaji dalam Gambar 2.1 di atas

tampak bahwa ada tiga variable i ndependen yang mempengaruhi perilaku

pelayanan secara langsung. Ketiga variabel independen tersebut adalah

kepemimpinan, komunikasi, dan sistem kontrol. Selanjutnya variabel dependen

perilaku pelayanan secara langsung jga mempengaruhi variable kinerja organisasi.

Selain itu, dari Gambar 2.1 juga diketahui ada empat hipotesis yang diajukan yang

menunjukkan hubungan yang terjadi antar variabel yang dikembangkan dalam

penelitian ini.

H. Hipotesis

Hipotesis dimaksudkan sebagai jawaban awal atas permasalahan yang

dihadapi. Berdasarkan uraian dan kerangka pemikiran teoritis yang telah dilakukan

sebelumnya maka hipotesis-hi potesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Hipotesis Teoritik

a. Kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pelayanan

b. Komunikasi memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pelayanan

c. Sistem control memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pelayanan

d. Perilaku pelayanan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja organisasi

2. Hipotesis Penelitian

Page 52: Perilaku Pelayanan

a. Semakin baik kepemimpinan, maka perilaku pelayanan semakin baik

b. Semakin baik komunikasi, maka perilaku pelayanan semakin baik

c. Semakin baik system control, maka perilaku pelayanan semakin baik

d. Semakin baik perilaku pelayanan, maka kinerja organisasi semakin baik

3. Hipotesis Statistik

a. Hipotesis Null

1) Tidak ada pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku pelayanan

2) Tidak ada pengaruh komunikasi terhadap perilaku pelayanan

3) Tidak ada pengaruh system control terhadap perilaku pelayanan

4) Tidak ada pengaruh perilaku pelayanan terhadap kinerja organisasi

b. Hipotesis Alternatif

1) Ada pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku pelayanan

2) Ada pengaruh komunikasi terhadap perilaku pelayanan

3) Ada pengaruh system control terhadap perilaku pelayanan

4) Ada pengaruh perilaku pelayanan terhadap kinerja organisasi

I. Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang telah di kembangkan untuk

penelitian ini, maka selanjutnya akan dijelaskan definisi ope rasional dari

masingmasing variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Dimensionalisasi

variable ini akan memberi ukuran atau dimensi-dimensi yang menjelaskan variabel

tersebut. Berasal dari dimensi-dimensi inilah nantinya akan diturunkan sebuah

Page 53: Perilaku Pelayanan

instrumen pertanyaan yang digunakan unt uk mencari nilai atau bobot variabel yang

diukur.

1. Variabel Kepemimpinan

Mengacu pada Leavit (dalam Behling dan McFillen, 1996) kepemimpinan di sini

diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan misi dengan jelas,

mengkomunikasikannya dan membujuk orang lain bawahan) untuk

merealisasikannya. Dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh

Shoemaker (2002) maka indikator-indika tor untuk variabel kepemimpinan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah: kemampuan memberi inspirasi,

kemampuan membuat anak buah melakukan sesuatu, kemampuan dalam

perencanaan.

2. Variabel Komunikasi

Komunikasi yang dimaksud adalah jumlah kontak antara anggota

organisasi. Sebenarnya jumlah komunikasi mengacu pada frekuensi dan durasi

dari kontak antara perusahaan dan karyawan-karya wannya (Mohr dan Nevin,

1990). Karena kebanyakan penelitian empirik mengenai komunikasi dalam

perusahaan biasanya menggunakan frekuensi sebagai indikator dari jumlah

komunikasi, maka dalam penelitian ini digunakan frekuensi komunikasi bukan

durasi dari kontak komunikasi.

Dengan mengacu pada penelitian Johlke dan Duhan (2000) maka

indikator-indikator untuk variabel komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah : frekuensi berhubungan denga nmanager / atasan, frekuensi diskusi

Page 54: Perilaku Pelayanan

mengenai pekerjaan dengan manager / atasan, frekuensi permintaan diskusi

yang tak terencana dengan manager / atasan.

3. Variable Sistem Kontrol

Sistem kontrol yang dimaksud disini adalah aktifitas-aktifitas seperti;

pengawasan, pengarahan, penilaian serta pemberian imbalan atas kinerja yang

didasarkan pada perilaku karyawan (A nderson dan Oliver, 1987). Perhatian

manager dalam hal ini memusatkan perhatian pada cara, perilaku, atau aktifitas

yang diperkirakan dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan. Dengan mengacu

pada penelitian yang dilakukan oleh Jaworski dan McInnis (1989), penelitian ini

menggunakan indikator kontrol perilaku yang terdiri atas : pengawasan aktivitas,

penilaian aktivitas, serta umpan balik ak tivitas.

4. Variabel Perilaku Pelayanan

Pengertian perilaku pelayanan disini adalah perilaku karyawan yang

mana adalah sesuatu yang dalam kontrol karyaw an. Dengan demikian bukan

persepsi mengenai perilaku karyawan dari perspektif konsumen. Pendekatan ini

sebenarnya pernah dilakukan dalam penelitian Zerbe et al (1998). Dalam

penelitiannya mereka menggunakan indika tor yang berupa perasaan atau emosi

karyawan dalam menggambarkan perilaku pelayanan. Hal ini didasarkan pada

asumsi bahwa emosi serta kondisi perasaan karyawan dalam melayani

konsumen sebenarnya memiliki kaitran erat dengan penilaian konsumen. Artinya

bahwa manakala karyawan memiliki emosi pos itif dalam memberikan pelayanan

pada konsumen maka itu berarti konsumen akan menilai positif.

5. Variabel Kinerja Organisasi

Page 55: Perilaku Pelayanan

Kinerja organisasi yang dimaksud di sini diacu dari Baldauf et al (2001)

dan Chang dan Chen (1998) adalah kondisi ideal yang menjadi sasaran atau

tujuan dari bisnis organisasi. Indikator yang dipakai dalam penelitian ini yaitu;

peningkatan BOR, peningkatan kepuasan pasien , peningkatan kualitas

administrasi.

Page 56: Perilaku Pelayanan

Tabel 2.2Definisi Operasional

Variable Definisi Operasional Skala Pengukuran

Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah persepsi pihak karyawan RS Morowali mengenai bentuk kepemimpinan yang ada dalam RS Morowali.

10 point skala pada 3 item

Komunikasi

Komunikasi adalah persepsi karyawan RS Morowali mengenai tingkat frekuensi komunikasi di antara karyawan dan manajemen yang ada dalam RS Morowali.

10 point skala pada 3 item

Sistem Kontrol

Sistem kontrol adalah persepsi karyawan RS Morowali mengenai sistem kontrol yang diterapkan oleh RS Morowali terhadap para karyawannya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanannya.

10 point skala pada 3 item

Perilaku Pelayanan

Perilaku pelayanan adalah bentuk perilaku pelayanan yang diberikan oleh pihak RS Morowali terhadap para pasiennya

10 point skala pada 3 item

Kinerja OrganisasiKinerja organisasi adalah kondisi ideal yang menjadi sasaran atau tujuan dari RS Morowali

10 point skala pada 3 item

Page 57: Perilaku Pelayanan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif menggunakan studi obsevasional

analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini pada dasarnya merupakan

penelitian yang hendak mengetahui hubungan sebab akibat antara variabel. Oleh

karena itu sesuai dengan pendapat Sugiyono (2002) maka desain penelitian yang

dipakai adalah desain penelitian kausal. Sebab menurutnya desain penelitian yang

berguna untuk mengidentifikasikan hubungan sebab akibat antar variabel dan yang

berguna untuk memahami serta memprediksi hubungan tersebut adalah desain

penelitian kausal. Tujuan penelitian kausal adalah untuk mengembangkan model

penelitian dan menguji hipotesis-hipotesis pe nelitian yang telah diajukan.

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data subyek. Sebab

tujuan penelitian ini adalah meneliti persepsi subyek karyawan rumah sakit

mengenai orientasi pelanggan, orientasi pesaing serta sistem kontrol yang ada di

Rumah Sakit Morowali, dan pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan mereka pada

pasien. Di samping itu juga secara bersama-sama diteliti pengaruh kualitas

pelayanan karyawan pada pasien terhadap kinerja rumah sakit yang bersangkutan.

Page 58: Perilaku Pelayanan

Oleh karena itu data subyek ini adalah berupa opini, sikap, pengalaman dari

responden karyawan Rumah Sakit Morowali.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam pe nelitian ini adalah data primer dan

bukan data sekunder. Data primer yang dimaksud disini adalah data yang diperoleh

secara langsung dari sumber data (Indriantoro dan Supomo 1999).

Dalam penelitian ini data diperoleh secara langsung dari responden dengan

cara membagikan kuesioner/daftar pertanyaan pada responden. Sementara itu

kuesioner yang diajukan disus un berdasarkan variabel yang telah ditentukan.

Selain daripada itu juga disediakan jawaban alternatif untuk menambah informasi

yang mungkin diperlukan dalam penelitian ini.

C. Populasi dan Sampel

Jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga sebagai

obyek penelitian dari penelitian ini, atau yang juga sering disebut dengan populasi

(Indriantoro dan Supomo 1999), dalam penelitian ini adalah petugas medis maupun

paramedis Rumah Sakit Morowali atau mereka yang secara langsung terlibat dalam

upaya memberikan pelayanan pada pasien (terutama yang rawat inap). Sebab hal ini

terkait dengan isu kualitas pelayanan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini.

Populasi petugas medis maupun paramedis Rumah Sakit Morowali berjumlah 264

orang responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi

yang ada. Hal ini disebabkan karena pertimbangan masalah respon rate (tingkat

kembalian) kuesioner yang dibagikan kepada responden yang akan diteliti. Dengan

asumsi tingkat kembalian 50-60% maka penelitian ini mengambil keseluruhan dari

Page 59: Perilaku Pelayanan

jumlah populasi yang ada. Dengan demikian teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus, yaitu teknik pengambilan

sampel yang dilakukan kese luruhan jumlah populasi yang ada.

Alasan lain dari pengambilan sampel dengan melibatkan keseluruhan dari

populasi ini adalah bahwa jumlah sampel yang diajukan dalam penelitian ini telah

sesuai untuk teknik analisis SEM. Karena jika mengacu pada ke tentuan dari Hair, et al

(1995) yang berpendapat bahwa jumlah sampel yang representatif adalah sekitar 100-

200. Disamping itu jumlah ini juga telah memenuhi kriteria jumlah sampel yang

berpedoman pada ketentuan bahwa jumlah sampel yang representatif adalah 5-10 kali

jumlah parameter yang digunakan (Hair, et al 1995). Sebab dengan jumlah indikator 15

x 7 maka jumlah sampel yang representatif yang direkomendasikan untuk penelitian ini

adalah 105.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan denga n menggunakan kuesioner yaitu suatu

metode pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan

kepada responden.

E. Teknik Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif. Dengan

demikian penelitian ini me nggunakan pengukuran yang dapat dihitung atau

pengukuran yang melibatkan jumlah satuan tertentu atau dinyatakan dengan angka-

angka. Analisis ini meliputi pengola han data, pengorganisasian data dan penemuan

hasil.

Page 60: Perilaku Pelayanan

Sementara itu untuk menganalisis da ta dalam penelitian ini digunakan Structural

Equation Modelling (SEM) dari paket software statistik AMOS 21.0. Model ini

digunakan karena me mungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan relatif

“rumit”, secara simultan (Ferdinand, 2002).

Alasan lain digunakannya Structural Equation Modelling (SEM) adalah karena

teknik statistik ini memiliki keunggulan yang berupa kemampuan untuk mengkonfirmasi

dimensi-dimensi dari sebuah konsep atau faktor (yang sangat lazim digunakan dalam

manajemen) se rta kemampuan untuk mengukur pengaruh hubungan-hubungan secara

teoritis.

Sementara itu Program AMOS digunakan karena mempunyai kemampuan

untuk:

a. Memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dari persamaan struktural linear.

b. Mencakup model yang memuat variabel-variabel laten.

c. Memuat pengukuran kesalahan (error) baik pada variabel dependen maupun

independen.

d. Mengukur efek langsung dan tak la ngsung dari variabel dependen dan independen.

e. Memuat hubungan sebab akibat yang timbal balik, bersamaan (simultaneity), dan

interdependensi.