perilaku konsumsi wisatawan domestik …/perilaku... · ekonomi, konsumsi adalah kepuasan yang...
TRANSCRIPT
PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK
DALAM WISATA BUDAYA DI KOTA SOLO
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat – syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi
Disusun Oleh :
Istiqomah
D.0305042)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama
dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pariwisata memang cukup
menjanjikan sebagai primadona ekspor karena beberapa ciri positifnya. Misalnya
saja, meskipun terjadi kelesuan perdagangan komoditas, ternyata pariwisata tetap
mampu menunjukkan keberadaannya yang kian meningkat. Sangatlah beralasan
jika Indonesia menaruh harapan yang besar pada pariwisata sebagai komoditas
ekspor yang mampu menggantikan peran migas, karena Indonesia memiliki
potensi pariwisata yang begitu besar, baik dari segi alam ataupun sosial budaya.
Dengan mempertimbangkan potensi pariwisata Indonesia yang terbentang
dari Barat sampai Timur, maka pemerintah berusaha meningkatkan dan
mengembangkan sektor pariwisata sebagai salah satu pemasukan devisa Negara.
Salah satu usaha pemerintah dalam hal tersebut adalah pembuatan UU No. 9 Th
1990, dijelaskan bahwa modal berupa sumber daya alami atau buatan yang
dimiliki bangsa Indonesia perlu dimanfaatkan secara optimal melalui
penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
3
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan,
mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan, dan mendayagunakan obyek
dan daya tarik wisata Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan
mempererat persahabatan antar bangsa. Pariwisata bukanlah suatu kegiatan yang
beroperasi dalam ruang hampa. Pariwisata sangat terkait dengan masalah sosial,
politik, okonomi, keamanan, ketertiban, keramahtamahan, kebudayaan, dan
seterusnya termasuk berbagai institusi sosial yang mengaturnya ( Nyoman S.
Pendit, 1990 ).
Meskipun pariwisata bukanlah suatu fenomena baru, dan telah banyak
disadari bahwa pariwisata merupakan fenomena kemasyarakatan yang
menyangkut manusia, masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan, interaksi,
dan sebagainya yang merupakan obyek kajian sosiologi, tapi sosiologi belum
begitu lama mengkaji terhadap pariwisata. Hal ini terkait dengan kenyataan
bahwa pada awalnya pariwisata dipandang sebagai kegiatan ekonomi dan tujuan
utama pengembangan pariwisata adalah mendapat keuntungan bagi masyarakat
ataupun pemerintah dan hal ini merupakan obyek kajian ekonomi. Belakangan,
aspek sosial budaya mulai diperhatikan karena berbagai alasan. Di kalangan ahli
pembangunan, mulai muncul wacana bahwa pembangunan tersebut sesungguhnya
adalah untuk manusia sebagai suatu proses belajar ( social learning process ) dan
dalam hal ini manusia merupakan pusat dan penggerak, sekaligus untuk siapa
4
pembangunan itu dilakukan sesuai konsep people centred development (Korten,
1987 ). Jadi manusia bukan sekedar faktor produksi. Seringkali pariwisata
mempertemukan dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dalam norma, nilai,
kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya. Pertemuan manusia dengan latar sosial
budaya yang berbeda akan menghasilkan berbagai proses akulturasi, dominasi,
asimilasi, adopsi, adaptasi, dan seterusnya dalam kajian hubungan antar budaya
yang tentu saja merupakan salah satu isu sentral dalam sosiologi. Pariwisata
bersifat sangat dinamis, sehingga setiap saat memerlukan analisa dan kajian yang
lebih mendalam. Sebagai suatu aktifitas yang dinamis, sehingga pembangunan
pariwisata memerlukan kajian terus menerus, yang dinamis juga sehingga bisa
memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar (
Pitana dan Gayatri, 2005: 5 ).
Dari waktu ke waktu, aspek sosiologis dalam pembangunan pariwisata
semakin mendapat perhatian karena semakin meningkatnya kesadaran bahwa
pembangunan pariwisata tanpa pertimbangan yang matang dari aspek sosial justru
akan membawa malapetaka bagi masyarakat, khususnya daerah pariwisata.
Sehingga harus seimbang antara pembangunan material dan non material (Pendit,
1990 ).
Seorang wisatawan yang merasa puas akan kembali ke daerah asalnya
dengan sebuah kenangan manis dari perjalanannya, dan membawa pulang citra
yang baik dari daerah yang dikunjunginya ( Deparpostel, 1989 ). Sementara itu,
5
pelayanan yang tidak profesional dan berakibat pada batalnya kunjungan biasanya
menjadi alasan wisatawan kecewa. Wisatawan asing biasa rawan penipuan,
kurang diperhatikan, salah urus, dibanding dengan wisatawan domestik. Jaminan
kepuasan hanya dapat diperoleh apabila pelayanan yang diterima memang sesuai
dengan apa yang dijanjikan dan standar yang diharapkan.
Umumnya, dalam usaha peningkatan kepariwisataan terdapat unsur
penting yang perlu di perhatikan yaitu perlunya mengetahui selera atau keinginan
wisatawan sepanjang tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa atau daerah.
Faktor penunjang untuk memenuhi selera wisatawan selain menyediakan fasilitas-
fasilitas yang memadai seperti: akomodasi yang baik, restaurant, angkutan wisata
( transportation ), atraksi atau obyek wisata hal lain yang tak kalah pentingnya
adalah: keramah - tamahan masyarakat, kebersihan lingkungan, keamanan dan
keselamatan wisatawan perlu diperhatikan (Gromang, 2003: 17 )
Solo yang telah diresmikan menjadi Kota Budaya menjadi semakin ramai
dikunjungi wisatawan, baik domestik ataupun manca. Dengan slogan barunya,
yakni “ The Spirit of Java “, Kota Solo gencar melakukan pemasaran obyek
wisatanya. Dengan menggelar berbagai event bertajuk pengenalan budaya yang
dimiliki, Kota Solo terus memperbaiki berbagai sarana dan prasarana untuk
wisatawan yang berkunjung ( Analisis Pasar Pariwisata Soloraya, 5 Juni 2007 ).
Bentuk riil budaya yang hampir hilang dimakan zaman misalnya saja batik, kini
6
mulai popular lagi. Tulisan huruf Jawa dipakai dalam penulisan nama tempat –
tempat kantor pemerintah ataupun tempat umum lainnya.
Meskipun bukan ibukota provinsi, namun Solo berstatus sebagai kota
besar dan menjadi salah satu kota budaya di Indonesia. Hal ini dikarenakan
masyarakatnya mempunyai karakter yang kuat, yaitu lembut dalam bahasa,
tingkah laku, serta tutur kata di samping masih mempertahankan kehidupan
tradisinya. Penduduk Solo juga mengadopsi kehidupan modern, seperti
banyaknya hotel berbintang, kafe, pub, bar, dan diskotik ( Visit Solo YEAR 2008 ).
Seiring adanya kehidupan modern, di Kota Solo juga terdapat bangunan kuno
peninggalan sejarah yang menambah kaya asset budaya. Maka dari itu tidak
berlebihan jka Kota Solo disebut sebagai “Kota Budaya”
Tabel 1.
Jumlah Wisatawan Domestik yang Berkunjung di Kota Solo
TAHUN Jumlah
Wisatawan Domestik yang
Berkunjung ke Solo
2006 915.610
2007 1.006.989
2008 1.029.003
( Sumber: Badan Pusat Statistik, Disparsenibud Solo 2008 )
7
Melihat tabel di atas, setelah tahun 2006 wisatawan yang datang ke Solo
terlihat meningkat. Hal ini memperlihatkan bahwa Kota Solo semakin mendapat
prioritas wisatawan untuk dikunjungi. Dalam harian Suara Merdeka 19 Maret
2009, Walikota Solo, Joko Widodo mengatakan bahwa Kota Solo tidak
mempunyai sumber daya alam sebagai dasar pertumbuhan pariwisata, tapi Kota
Solo mempunyai potensi besar dalam bidang budaya untuk membangkitkan
pariwisata di Kota Solo.
Dengan berdasarkan pada jurnal internasional yang berisi :
“The spaces of tourism are constructed, more or less consciously, to fulfil or attempt to fulfil, such expextation tgrough representations and consumption of goods and services as well as the cultural assets and activities to be found at a destination or en route (Journal of Tourism Consumption and Practice, 2009).”
Dimana mempunyai arti kurang lebih :
“ Ruang lingkup kepariwisataan dibangun secara sadar supaya memenuhi atau usaha untuk memenuhi seperti harapan yang kuat akan gambaran dan konsumsi barang dan jasa sebaik kekayaan budaya dan kegiatan yang ditemukan ditempat tujuan dalam suatu perjalanan”.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini yang menarik untuk dikaji adalah “ Perilaku
Konsumsi Wisatawan Domestik dalam Wisata Budaya di Kota Solo “.
8
B. Perumusan Masalah :
Dari latar belakang yang telah dikemukakantersebut, didapat perumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa saja motivasi Perilaku Konsumsi Wisatawan Domestik dalam Wisata
Budaya di Kota Solo ?
2. Bagaimana Perilaku Konsumsi Wisatawan Domestik dalam Wisata Budaya di
Kota Solo ?
C. Tujuan Penelitian :
Tujuan penelitian diarahkan untuk mendapatkan jawaban dari perumusan
masalah yang diambil. Adapun penelitian ini mempunyai tujuan, antara lain :
1. Untuk syarat kelulusan study S1 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Untuk mengetahui motivasi Perilaku Konsumsi Wisatawan Domestik dalam
Wisata Budaya di Kota Solo.
3. Untuk mengetahui perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata
budaya di Kota Solo.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan ungkapan peneliti terhadap hasil penelitian.
Penelitian ini mempunyai manfaat untuk:
1. Menerapkan teori sosiologi konsumsi ke dalam kehidupan nyata.
9
2. Menambah pengetahuan tentang motivasi dan perilaku konsumsi wisatawan
domestik dalam wisata budaya di Kota Solo.
E. Landasan Teori :
1. Batasan Konsep
a. Pariwisata
Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari
interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah, tuan rumah, serta masyarakat tuan
rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan – wisatawan serta
pengunjung lainnya ( Robert McIntosh dan Shasikant dalam Tourism,
Principles, Practices, Philosophies, 1980 ). Menurut Tim Penyusun Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, pariwisata merupakan sesuatu
yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi ; pelancongan.
Pariwisata juga diartikan sebagai perpindahan orang untuk sementara dan
dalam jangka waktu yang pendek ke tujuan di luar tempat dimana mereka
biasa hidup, dan bekerja dan kegiatan mereka selama tinggal di tempat
tujuan itu ( oleh AJ. Burkat, dan S.Medlik dalam Tourism, Past, Present,
and Future ).
b. Konsumsi
Konsumsi adalah kebutuhan manusia yang membawanya menuju pada
obyek yang memberinya kepuasan ( Ritzer dan Baudrillard,dalam
10
Masyarakat Konsumsi, 2006: 73 ). Menurut Smelser dalam Sosiologi
Ekonomi, konsumsi adalah kepuasan yang didapat oleh konsumen dari
pemakaian barang atau jasa.
c. Perilaku
Perilaku dapat didefinisikan secara singkat berupa suatu keadaan
jiwa atau berfikir dan sebagainya dari seseorang untuk memberikan respon
atau tanggapan terhadap situasi di luar subyek tersebut. Respon atau
tanggapan ini ada dua macam, yaitu perilaku aktif yang dilakukan dengan
tindakan, dan perilaku pasif yang tak terlihat, dan bukan merupakan
tindakan (Soekanto 1990: 7 ).
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk
dibatasi, karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik
internal atau eksternal dari individu. Pada garis besarnya, perilaku manusia
dapat dilihat dari 3 aspek, yakni : fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi, dari
aspek – aspek tersebut sulit untuk ditarik garis lurus yang tegas dalam
mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci, perilaku manusia
sebenarnya refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya.
Namun demikian, pada realitasnya sulit dibedakan gejala yang menentukan
perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: pengalaman, keyakinan,
11
sarana fisik, sosio – budaya, dan sebagainya sehingga proses terbentuknya
perilaku ini dapat diilustrasikan seperti bagan berikut :
Bagan 1.
Bagan Terbentuknya Perilaku
( Sumber : Snehandu, 1983 )
Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis
tindakan, yaitu:
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni mengetahui adanya situasi dan
rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yakni tantangan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar.
3. Perilaku dalam bentuk praktek atau tindakan, yakni perbuatan yang jelas
terhadap adanya rangsangan dari luar. (Notoatmojo, 1990:1 ).
Pengalaman
Keyakinan
Fasilitas
Sosio -
budaya
Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Kehendak
Motivasi
Perilaku
12
Menurut Purwodarminto dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
perilaku adalah perbuatan atau tingkah laku. Di samping itu, Soekidjo
Notoatmojo mengartikan perilaku sebagai suatu keadaan jiwa atau berpikir
dari seseorang untuk memberi respon atau tanggapan terhadap situasi di luar
obyek tersebut.
Tidak mudah untuk menguraikan timbulnya perilaku yang ada pada
diri individu, karena faktor yang mempengaruhi sangat banyak, setiap
perilaku yang memperlihatkan individu ada maknanya sehingga dalam
rangka menampilkan apa yang diinginkannya individu akan berperilaku
tertentu. Dalam kehidupan sehari – hari, tidak semua arti atau makna yang
terkandung dalam perilaku tersebut dapat dimengerti oleh semua pihak.
Perilaku tertentu sebenarnya terdapat motif tertentu pada diri seseorang, atau
rangsangan atau pembangkit bagi terjadinya suatu perilaku tersebut dalam
rangka memenuhi kebutuhan tertentu yang ada pada individu tersebut
(Notoatmojo, 1990:1 ).
d. Wisatawan
Orang yang melakukan perjalanan wisata disebut wisatawan (tourist).
Batasan terhadap wisatawan juga sangat beragam. United Nation
Conference on Travel and Tourism di Roma ( 1963 ) memberikan batasan
yang lebih umum, tetapi dengan menggunakan istilah pengunjung ( visitor ),
yakni:
13
“ Setiap orang yang mengunjungi daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari daerah yang dikunjungi” ( Pitana dan Gayatri, 2005 ).
Menurut Smith ( 1977 ), wisatawan adalah orang yang sedang tidak
bekerja, atau sedang berlibur, dan secara sukarela mengunjungi daerah lain
untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
e. Perilaku Wisatawan
Adanya pariwisata karena wisatawan, sehingga kajian terhadap
wisatawan merupakan salah satu fokus dalam sosiologi pariwisata.
Pembahasan mengenai wisatawan ditinjau dari aspek sosiologis meliputi
motivasi wisatawan, ciri social ekonomi, tujuan kunjungan, lama tinggal
aktivitas yang dilakukan di daerah tujuan wisatawan, perilaku wisatawan,
tingkat kepuasan dan sebagainya.
Berdasarkan perilaku wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata,
Gray ( 1970 ) membedakan wisatawan menjadi dua, yaitu :
1. Sunlust tourist, yakni wisatawan yang berkunjung di suatu daerah
dengan tujuan utama untuk istirahat atau relaksasi. Wisatawan tipe
ini umumnya memilih daerah tujuan wisata yang mempunyai
kategori multiple “ S “ ( Sun, Sea, Sand ). Selain itu, juga
mengharapkan keadaan suasana, fasilitas, makanan, dan lainnya
yang standar dengan daerah asalnya.
14
2. Wanderlust tourist, yakni wisatawan yang perjalanan wisatanya
didorong oleh motivasi untuk mendapatkan pengalaman baru, atau
kebudayaan baru, juga mengagumi keindahan alam yang belum
pernah dilihat. Wisatawan seperti ini lebih tertarik pada daerah
tujuan wisata yang mampu menawarkan keunikan budaya atau
pemandangan alam yang mempunyai nilai pembelajaran yang tinggi.
Dari pengertian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa perilaku wisatawan adalah perbuatan atau tingkah laku setiap orang
yang mengunjungi daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk
berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari
daerah yang dikunjungi.
f. Konsumsi Wisatawan
Konsumsi wisatawan diartikan sebagai kepuasan yang didapat oleh
setiap orang yang mengunjungi daerah yang bukan merupakan tempat
tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau
penghidupan dari daerah yang dikunjungi dengan pemakaian barang ataupun
jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya.
g. Wisata Budaya
Pada dasarnya, wisata budaya merupakan bentuk kegiatan pariwisata
yang memanfaatkan kekayaan budaya yang potensial untuk dikembangkan.
15
Keyes dan Van Berghe ( 1984 ) dalam Kabut Institut, Kamis 16 April 2009
mengatakan bahwa, “ Wisata budaya adalah wisata dengan atraksi primer,
yakni keeksotisan budaya penduduk kota dengan berbagai artefak ( pakaian,
arsitektur, bangunan, teater, musik, tari, dan seni ).
h. Perilaku Konsumsi Wisatawan Domestik
Perilaku konsumsi wisatawan domestik merupakan perbuatan atau
tingkah laku setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam
melakukan perjalanan pariwisata yang memanfaatkan kekayaan budaya yang
potensial untuk dikembangkan.
2. Tinjauan Pustaka
“ Tourism is an industry build on distinctions between strangers and friends, with inherent potentials for both oppression and empowerment. Critical cosmopolitan theory offers ideas that give us hope for the progressive potential of tourism to transform differences into equity” (Byrne Swain, Margaret. 2009)
Kurang lebih mempunyai arti sebagai berikut :
“ Pariwisata merupakan industri yang dibangun pada perbedaan antara asing dan familier, dengan potensi dasar untuk penindasan dan pemberdayaan. Kritik teori kosmopolitan menawarkan gagasan yang memberi kita harapan untuk peningkatan potensi pariwisata utuk mengubah perbedaan menuju persamaan “.
Pariwisata yang dilakukan oleh wisatawan yang satu berbeda
dengan wisatawan yang lain. Tetapi pada dasarnya wisatawan tersebut
mempunyai persamaan tujuan yakni mencari kesenangan dalam waktu luang
16
yang dimiliki. Berbagai macam jenis pariwisata, salah satunya adalah
pariwisata budaya. Pariwisata budaya pada dasarnya merupakan bentuk
kegiatan pariwisata yang memanfaatkan kekayaan budaya yang potensial
untuk dikembangkan (Kristiani, 2007). Perjalanan wisata menjadi sumber
pengalaman, menghasilkan rekaman tentang berbagai hal atau peristiwa
yang unik, menggembirakan, membahagiakan, dan semua hal yang
menyentuh perasaan wisatawan yang tesimpan dan terkenang di dalam
hatinya. Semua yang dirasakan dibagi juga pada keluarga, kerabat, teman,
dan kelompok masyarakatnya ( dalam Journal of Tourism Research, 1996,
Vol. I, 1 ). Wisatawan yang datang berkunjung di suatu daerah membuat
peremintaan akan hasil daerah setempat meningkat. Misalnya saja
permintaan akan barang kerajinan, handicraft, souvenir, serta barang yang
khas dari daerah tersebut, seperti kain tenun, sulaman, minuman ataupun
makanan khas daerah tersebut.
Sebagaimana telah diungkapkan, pariwisata merupakan fenomena
perjalanan orang – orang dari tempat asalnya ke tempat lain dengan tujuan
bersenang – senang ( pleasure ), dan untuk memanfaatkan waktu luang
(leisure), memerlukan layanan yang dapat menggantikan apa yang biasa
dinikmati di tempat tinggal mereka kesehariannya ( Suradnya, 2006 ). Dari
sinilah awal perilaku konsumsi wisatawan muncul. Perilaku konsumsi
wisatawan terletak pada kegiatan atau aktivitas yang dilakukannya. Dalam
17
konteks ini, perilaku wisatawan adalah kebutuhan manusia yang sedang
dalam perjalanan mencari kesenangan, jauh dari tempat tinggalnya, dan
semata- mata sebagai konsumen di daerah tujuan wisata yang
dikunjunginya.
Secara umum, kebutuhan manusia itu bertingkat, dimulai dari
tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi, dan selalu
tidak ada batas serta bersifat sangat relatif. Dan disinilah kompleksnya
melayani atau menyediakan kebutuhan konsumsi wisatawan. Bertolak dari
asumsi dasar bahwa wisatawan adalah orang asing yang sedang melakukan
perjalanan nikmat, maka secara garis besar, konsumsi wisatawan adalah :
a. Konsumsi informasi. Informasi merupakan pintu utama wisatawan masuk
ke daerah tujuan wisata.
b. Konsumsi jasa transportasi
c. Konsumsi akan makan dan minum ( foods and beverages )
d. Konsumsi akan sesuatu yang unik, spesifik, indah, menyejukkan, belum
pernah dilihat ataupun dirasakan ditempat lain.
e. Konsumsi belanja. Selain tempat yang memadai, transaksi harus dalam
kondisi yang berdasarkan tanpa paksaan. Disamping itu, barang yang
dijual juga harus sesuai antara harga dan kualitasnya, sehingga konsumen
tidak merasa tertipu dan kecewa.
18
d. Konsumsi akan kesan yang menyenangkan, sehingga mendorong
wisatawan untuk mengabadikannya, baik dalam bentuk fotografi, video,
atau yang lain (Prabowo, 2003).
3. Landasan Teori
Menurut George Ritzer, dalam upaya menganalisis perkembangan
sosiologi dan perspektif paradigma, ia merumuskan paradigma sebagai
pandangan yang mendasar dari ilmuan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dalam suatu paradigma tertentu terdapat persamaan pandanngan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan dari cabang ilmu itu dan kesamaan metode
serta alat yang digunakan untuk analisis.
Paradigma merupakan konsensus terluas yang terdapat pada cabang
ilmu pengetahuan yang membedakan antara komunitas ilmuwan atau sub
komunitas satu dengan yang lainnya. Paradigma membagi, merumuskan dan
menghubungkan eksemplar, teori, metode serta seluruh pengmatan yang
terdapat dalam metode itu (Ritzer, 192 : 1-11 ).
Klasifikasi paradigma menurut George Ritzer:
a. Paradigma Fakta sosial, yang mempunyai empat teori yaitu: Teori
Fungsional struktural, Teori Konflik, Teori Sistem, dan teori Sosiologi
Makro.
19
b. Paradigma Definisi social, yang mempunyai tiga teori, yaitu:Teori Aksi,
Teori interaksionisme Simbolik, Teori Fenomenologi.
c. Paradigma Perilaku social, yang mempunyai dua teori, yaitu: Teori
Behavioral Sociology, Teori Exchange.
Di dalam penelitian ini, mendasarkan pada paradigma perilaku sosial.
Paradigma ini memusatkan perhatian pada tingkah laku individu yang
berlangsung dalam lingkungan dimana menimbulkan akibat atau perubahan
pada tingkah laku berikutnya. Jadi terdapat hubungan fungsional antara
tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan actor
(George Ritzer, 1992:84).
Sedangkan teori yang digunakan berdasar Paradigma Perilaku Sosial
adalah Teori Behavioral Sociology. Teori ini memusatkan perhatiannya
kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam
lingkunngan aktor dengan tingkah laku aktor. Teori ini berusaha
menerangkan tingkah laku yang terjadi itu melalui akibat-akibat yang
mengikutinya kemudian. Dimana akibat dari tingkah laku masa lalu
mempengaruhi tingkah laku di masa sekarang. Perubahan perilaku yang
terjadi pada diri individu disebabkan karena adanya pengaruh dari
lingkungan sekitar individu ( Ritzer, 1992 : 86 ).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori perilaku sosial.
Teori ini memusatkan perhatian pada hubungan antar individu dengan
20
lingkungan. Menurut penganut teori perilaku sosial ( BF. Skiner ), obyek
sosiologi yang konkrit realitas adalah perilaku manusia yang tampak, serta
kemungkinan pengulangannya ( Behavior man and contingencies of
reinforcement ) (Ritzer, 1985 : 82 ). Teori perilaku sosial (behavioral social)
dibangun dalam rangka menerapkan prinsip – prinsip psikologi perilaku ke
dalam sosiologi.
Kajian mengenai perilaku wisatawan dapat dilihat dari motivasi
wisatawan melakukan perjalanan pariwisata. Motivasi merupakan hal yang
mendasar dalam studi tentang wisatawan, dan pariwisata, karena motivasi
merupakan penggerak dalam proses perjalanan wisata, meskipun motivasi
seringkali tidak disadari sepenuhnya oleh wisatawan itu sendiri (
Sharpley, 1994: Wahab, 1975 ).
Perilaku konsumsi wisatawan dikaji dengan berdasarkan pada teori
sosiologi konsumsi. Baudrillard menjelaskan bahwa dalam sebuah dunia
yang dikontrol oleh kode, persoalan konsumsi memiliki sesuatu yang
berkenaan dengan kepuasan atas apa yang umumnya dikenal sebagai
“kebutuhan“. Kebutuhan diciptakan berasal dari pembagian subyek dan
obyek. Ide kebutuhan tersebut diciptakan untuk menghubungkan mereka.
Sehingga, pergulatan - pergulatan berdasarkan penegasan satu sama lain
subyek dan obyek ( Ritzer, 2003 : 238 ).
21
Baudrillard berusaha mendekonstruksikan subyek obyek yang lebih
umum lagi dengan konsep konsumsi. Seseorang tidak membeli apa yang ia
butuhkan, tapi membeli apa yang kode sampaikan padanya. Di dalam
konsumsi yang dilandasi oleh nilai tanda dan citra daripada nilai guna
(utilitas), logika yang mendasarinya bukan lagi logika kebutuhan ( need )
melainkan logika hasrat ( desire ).
Obyek adalah tanda, ia lebih sebagai tanda ( sign value ) daripada
nilai guna atau nilai tukar. Sesuatu dibeli sebagai gaya ekspresi dan tanda,
prestise, kemewahan, serta kekuasaan ( Kellner,1994;4 ). Konsumsi dalam
masyarakat modern bukan mencari kenikmatan, bukan pula kenikmatan
memperoleh dan menggunakan obyek yang dicari, tapi lebih pada
perbedaan.
Dalam kajian ekonomi, perilaku konsumsi individu dikaji dari segi
pilihan rasional dengan asumsi dasar bahwa setiap perilaku individu
diarahkan oleh perhitungan yang sadar untuk meminimalkan pengorbanan
dan memaksimalkan keuntungan. Menurut J.S Smelser ( 1987;53 ),
sosiologi membahas berbagai perilaku dalam spektrum yang luas, sehingga
dalam sosiologi dipelajari faktor – faktor non ekonomi yang termasuk dalam
aspek non rasional. Bagi orang awam, dunia konsumsi kelihatannya pada
permulaannya benar – benar sebuah kebebasan. Bagaimanapun, jika
22
memiliki uang, dapat membeli apa yang diinginkan, baik itu karena
motivasi kebutuhan, kondisi keuangan, dan juga gaya hidup.
F. Kerangka Berfikir
Bagan 2. Bagan Kerangka Berfikir
Karakter Informan
Analisa
Motivasi Perilaku Konsumsi
Perilaku Konsumsi Wisatawan :
a. Konsumsi informasi
b. Konsumsi jasa transportasi
c. Konsumsi akan makan dan minum ( foods and beverages )
d. Konsumsi jasa akomodasi
e. Konsumsi akan sesuatu yang unik (souvenir)
f. Konsumsi akan kesan yang menyenangkan (memory)
23
Pariwisata merupakan fenomena perjalanan orang – orang dari tempat asalnya
ke tempat lain dengan tujuan bersenang – senang (pleasure), dan untuk
memanfaatkan waktu luang (leisure), memerlukan layanan yang dapat menggantikan
apa yang biasa dinikmati di tempat tinggal mereka kesehariannya (Suradnya, 2006).
Dari sinilah awal perilaku konsumsi wisatawan muncul. Perilaku konsumsi
wisatawan terletak pada kegiatan atau aktivitas yang dilakukannya. Dalam konteks
ini, perilaku wisatawan adalah kebutuhan manusia yang sedang dalam perjalanan
mencari kesenangan, jauh dari tempat tinggalnya, dan semata- mata sebagai
konsumen di daerah tujuan wisata yang dikunjunginya.
Perilaku konsumsi wisatawan dikaji dengan berdasarkan pada teori sosiologi
konsumsi. Baudrillard menjelaskan bahwa dalam sebuah dunia yang dikontrol oleh
kode, persoalan konsumsi memiliki sesuatu yang berkenaan dengan kepuasan atas
apa yang umumnya dikenal sebagai “ kebutuhan “. Kebutuhan diciptakan berasal dari
pembagian subyek dan obyek palsu. Ide kebutukan tersebut diciptakan untuk
menghubungkan mereka. Sehingga, pergulatan - pergulatan berdasarkan penegasan
satu sama lain subyek dan obyek ( Ritzer, 2003 : 238 ).
Secara umum, kebutuhan manusia itu bertingkat, dimulai dari tingkat yang
paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi, dan selalu tidak ada batas serta
bersifat sangat relatif. Dan disinilah kompleksnya melayani atau menyediakan
kebutuhan konsumsi wisatawan. Bertolak dari asumsi dasar bahwa wisatawan adalah
24
orang asing yang sedang melakukan perjalanan nikmat, maka secara garis besar,
Konsumsi wisatawan adalah :
a. Konsumsi informasi.
b. Konsumsi jasa transportasi dan akomodasi.
c. Konsumsi akan makan dan minum ( foods and beverages )
d. Konsumsi akan sesuatu yang unik, spesifik, indah, menyejukkan, belum
pernah dilihat ataupun dirasakan ditempat lain.
e. Konsumsi belanja.
f. Konsumsi akan kesan yang menyenangkan, sehingga mendorong
wisatawan untuk mengabadikannya.
G. Definisi Konseptual
Pariwisata diartikan sebagai perpindahan orang untuk sementara dan
dalam jangka waktu yang pendek ke tujuan di luar tempat dimana mereka
biasa hidup, dan bekerja dan kegiatan mereka selama tinggal di tempat tujuan
itu. Konsumsi adalah kepuasan yang didapat oleh konsumen dari pemakaian
barang atau jasa. Perilaku dapat didefinisikan secara singkat berupa suatu
keadaan jiwa atau berfikir dan sebagainya dari seseorang untuk memberikan
respon atau tanggapan terhadap situasi di luar subyek tersebut. Perilaku
wisatawan adalah perbuatan atau tingkah laku setiap orang yang mengunjungi
daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi
25
bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari daerah yang
dikunjungi.
Perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota
Solo merupakan perbuatan atau tingkah laku setiap orang dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya ketika melakukan kegiatan pariwisata dengan
memanfaatkan kekayaan budaya yang ada di Kota Solo.
H. Metode Penelitian :
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini memilih lokasi atau tempat penelitian di Kota Solo. Hal
ini dilakukan dengan alasan sebagai berikut :
a. Kota Solo sebagai Kota Budaya
b. Banyaknya wisatawan yang datang di Kota Solo
c. Penulis dapat memperoleh data dan bahan yang dibutuhkan untuk
penelitian di daerah tersebut.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini memakai jenis penelitian deskriptif kualitatif dimana
menggambarkan situasi sebenarnya yang terdapat di lapangan ( Sutopo,
2002) dalam penelitian ini, yakni menggambarkan perilaku konsumsi
wisatawan domestik dalam wisata budaya di kota Solo, dan memberikan
26
uraian gejala sosial yang terjadi dan tampak pada masalah yang telah
diambil.
Dengan menghasilkan data deskriptif yang berupa kata – kata, gambar,
tanda, simbol, dan lain sebagainya yang diperlukan peneliti. Dimana jenis
penelitian ini akan dapat menangkap berbagai informasi kualitatif secara
deskripsi yang lebih bermakna daripada sekedar pernyataan jumlah ataupun
frekuensi dalam bentuk angka.
3. Sumber Data
Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji
dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Data tersebut
meliputi :
a. Data Primer adalah informasi yang diperoleh peneliti langsung dari sumber
– sumber primer, yakni dari informan. Informan atau narasumber dalam
penelitian ini adalah para wisatawan lokal yang berkunjung di Kota Solo,
petugas yang ada di obyek wisata di Solo, para pedagang yang berjualan di
sekitar obyek wisata di Solo.
b. Data Sekunder adalah data yang mendukung, menjelaskan, serta
mempunyai hubungan erat dengan data primer. Data sekunder diambil
dari hasil pengamatan peneliti selama penelitian. Data sekunder terdiri
dari : Dokumen, dan Referensi, serta data – data yang berkaitan dengan
perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota Solo.
27
Dalam penelitian ini data sekunder didapat dari BPS (Badan Pusat
Statistik), Dinas Pariwisata Seni dan Budaya (Disparsenibud) Kota Solo,
dan juga data dari beberapa Hotel di Kota Solo. Data sekunder dipakai
dalam penelitian ini karena dapat membantu peneliti dalam menghemat
waktu dan tenaga.
4. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel dari penelitian ini yakni Wisatawan domestik, para pedagang
di daerah tujuan wisata, petugas di obyek wisata, dan Dinas terkait. Teknik
Pengambilan Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah Convenience
Sampling ( Moleong, 1997 ). Pengambilan sampel yang dilakukan semata –
mata dengan cara memilih siapa saja yang dapat diraih pada saat penelitian
diadakan untuk dijadikan respondennya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah :
a. Wawancara Mendalam ( Indepth Interview )
Teknik atau metode wawancara adalah cara yang dipakai untuk
memperoleh informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti
dengan informan. Di dalam interaksi sosial itu, peneliti berusaha
mengungkap gejala yang sedang diteliti melalui tanya jawab. Dalam
penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan wisatawan dan para
28
pelaku wisata, yang telah diambil secara sampling. Dalam penelitian ini,
dipakai metode wawancara mendalam ( indepth interview ), dimana selain
menyusun pedoman wawancara, penulis mengembangkan lagi pertanyaan
kepada para informan agar peneliti mendapat data untuk menulis hasil
penelitian dengan tepat sasaran pada perilaku konsumsi wisatawan domestik
dalam wisata budaya di Kota Solo.
b. Observasi Langsung
Dalam observasi langsung ini, peneliti sebagai pengamat yang hadir ke
lokasi penelitian untuk mengamati berbagai kegiatan dan peristiwa yang
terjadi di lokasi penelitian.
c. Dokumen
Dokumen dalam penelitian ini berarti pengambilan data dari
dokumen atau catatan yang berhubungan dengan penelitian.
Peneliti mengumpulkan data situasi atau keadaan di lokasi
penelitian dari pihak yang bersangkutan.
6. Validitas Data
Setelah memperoleh data dari lapangan, penulis mengumpulkan, dan
mencatatnya dalam kegiatan penelitian. Tidak hanya kedalaman, dan
kemantapan data, tetapi juga harus diperhatikan kebenarannya. Oleh karena
itu, peneliti memakai teknik trianggulasi untuk kebenaran data yang telah
diperoleh. Penulis memakai teknik trianggulasi sumber, dimana data yang
29
sama digali dari berbagai sumber. Selain itu, trianggulasi metode yang
berarti data yang sama dicari dengan metode yang berbeda untuk validitas
data penelitian ini.
Bagan 3. Bagan Teknik Trianggulasi
Teknik Trianggulasi Sumber
Data Interview Narasumber I
Narasumber II
Narasumber III
Teknik Trianggulasi Metode
Wawancara Narasumber
Data Observasi Kegiatan
Dokumentasi
( Sutopo, 2002 : 78-80 )
7. Teknik Analisa Data
Peneliti memakai teknik analisis penelitian kualitatif yang bersifat
induktif, dimana semua kesimpulan diambil dari data yang diperoleh di
lapangan. Peneliti melakukan analisis bersamaan dengan pengumpulan
data. Setiap data yang diperoleh dikomparasikan untuk melihat
30
keterkaitanya sesuai dengan tujuan peneli
tian. Untuk lebih rincinya :
a. Reduksi Data
Reduksi berlangsung terus – menerus selama penelitian
berlangsung di lapangan. Kegiatan awalnya berupa proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.
b. Penyajian Data
Setelah penelitian berlangsung, dan menghasilkan sejumlah
data, kemudian data tersebut diedit lagi supaya penyajiannya lebih
praktis, dan mudah diterima khalayak.
c. Menarik Kesimpulan ( verifikasi )
Dalam menarik kesimpulan, dapat juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Dengan merefleksi kembali apa yang telah
kembali ditemukan serta bertukar pikiran untuk memperoleh
kebenaran intersubjektif, sehingga makna – makna yang muncul dari
data dapat diuji kebenaran, dan kekokohannya yang merupakan
validitasnya.
31
Bagan 4.
TEKNIK ANALISA DATA MODEL INTERAKTIF
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan / Verivikasi
Sumber : Sutopo, 1996 : 87
32
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Umum Kota Surakarta
1. Sejarah Kota Surakarta
Sejarah kelahiran Kota Surakarta (Solo) dimulai pada masa
pemerintahan Raja Paku Buwono II di Kraton Kartosuro. Pada masa itu
terjadi pemberontakan Mas Garendi (Sunan Kuning) dibantu kerabat-kerabat
Keraton yang tidak setuju dengan sikap Paku Buwono II yang mengadakan
kerjasama dengan Belanda. Salah satu pendukung pemberontakan ini adalah
Pangeran Sambernyowo (RM Said) yang merasa kecewa karena daerah
Sukowati yang dulu diberikan oleh keraton Kartosuro kepada ayahandanya
dipangkas. Karena terdesak, Paku Buwono mengungsi ke daerah Jawa Timur
(Pacitan dan Ponorogo). Dengan bantuan pasukan Kumpeni dibawah
pimpinan Mayor Baron Van Hohendrof serta Adipati Bagus Suroto dari
Ponorogo pemberontakan berhasil dipadamkan. Setelah tahu Keraton
Kartosuro dihancurkan Paku Buwono II lalu memerintahkan Tumenggung
Tirtowiguno, Tumenggung Honggowongso, dan Pangeran Wijil untuk
mencari lokasi ibu kota Kerajaan yang baru.
Pada tahun 1745, dengan berbagai pertimbangan fisik dan
supranatural, Paku Buwono II memilih desa Sala sebuah desa di tepi sungai
33
Bengawan Solo- sebagai daerah yang terasa tepat untuk membangun istana
yang baru. Sejak saat itulah, desa sala segera berubah menjadi Surakarta
Hadiningrat.
Melihat perjalanan sejarah tersebut, nampak jelas bahwa
perkembangan dan dinamika Surakarta (Solo) pada masa dahulu sangat
dipengaruhi selain oleh Pusat Pemerintahan dan Budaya Keraton
(Kasunanan dan Mangkunegaran), juga oleh kolonialisme Belanda (Benteng
Verstenburg). Sedangkan pertumbuhan dan persebaran ekonomi melalui Pasar
Gedhe (Hardjonagoro) (www.wisata solo.com).
Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi pemerintahan Kota Surakarta.
Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota
Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendirisekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan
Mangkunegaran. Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan
ketetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada
tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan faktor historis sebelumnya,
tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta
(www.surakarta.co.id)
2. Keadaan Alam Kota Surakarta
Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Solo“ merupakan
dataran rendah dengan ketinggian sekitar 92 m dari permukaan air laut, dan
34
dilalui oleh Sungai Pepe, Sungai Anyar, dan Sungai Jenes yang semuanya
bermuara di Bengawan Solo. Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di
Pulau Jawa sehingga Bengawan Solo adalah salah satu kebanggaan yang
dimiliki oleh Kota Solo.
Kota Surakarta terletak di daerah Provinsi Jawa Tengah bagian selatan
dan merupakan penghubung antara daerah Provinsi Jawa Tengah bagian
Timur dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah ini berbatasan
dengan daerah – daerah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo
Secara astronomi, Kota Surakarta terletak antara 110 0 45 ‘ 15 “ dan
110 0 45 ‘ 35 “ BT. Dan 7 0 36 ‘ dan 7 0 56 ‘LS. Kota Surakarta yang
merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah, juga menjadi penunjang
kota – kota lain, seperti Semarang atau Yogyakarta tepatnya terletak sekitar
65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang. Lokasi kota
ini berada di dataran rendah yang diapit Gunung Merapi di barat dan Gunung
Lawu di timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Di sebelah
timur mengalir Bengawan Solo dan di bagian utara mengalir Kali Pepe yang
merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Solo. Tanah di Solo bersifat
35
pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas
vulkanik kedua gunung api yang telah disebutkan di atas.
3. Luas Kota Surakarta
Kota Surakarta memiliki luas sekitar 44 km2 atau kurang lebih
4.404,06 ha. Dengan luas sebesar itu, kota ini terbagi dalam lima (5)
kecamatan, yaitu : Banjarsari, Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, dan Jebres.
Karena wilayah kota Surakarta adalah perkotaan, maka sebagian besar
wilayahnya diperuntukkan untuk perumahan, perusahaan, dan jasa. Sekitar
61% luas wilayahnya digunakan untuk perumahan, 10% wilayahnya
digunakan untuk usaha di bidang jasa, serta 7% untuk kawasan perusahaan.
Sisa wilayah yang ada sekitar 22 % diperuntukkan untuk taman kota sebesar
1%, lapangan olah raga 1 %, area pemakaman 2 %, sawah 4 %, tegalan 2 %,
lahan kosong 1 %, industri 2 %, lain – lain kurang lebih 9 %.
Daerah pemukiman memiliki pola pemukiman mengelompok.
Keadaan ini ditandai antara lain dengan rumah atau tempat tinggal penduduk
yang sangat berdekatan. Rumah – rumah di Kota Surakarta sebagian besar
dipakai sebagai tempat usaha yang sangat menunjang kegiatan pariwisata,
misalnya saja tempat penginapan, rumah makan, toko cinderamata, tempat
penukaran uang, agen perjalanan, dan lain lain. Kondisi jalan di Kota
Surakarta hampir semuanya sudah diperkeras dengan aspal.
36
B. Keadaan Demografi Penduduk Kota Surakarta
Penduduk merupakan faktor yang sangat menentukan bagi kemajuan suatu
daerah. Pengetahuan mengenai kondisi dan potensi penduduk di suatu daerah
bermanfaat sebagai bahan dalam pertimbangan pengambilan kebijakan oleh
pemerintah kota sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat Jumlah penduduk
yang besar apabila dimanfaatkan secara optimal akan bermanfaat bagi
pembangunan suatu daerah. Namun sebaliknya, apabila penduduk yang berjumlah
besar itu kurang dimanfaatkan dan mempunyai kualitas yang rendah, maka akan
menimbulkan berbagai kendala di daerah tersebut.
Tabel 2. Jumlah Jumlah Penduduk Kota Surakarta
Sumber : BPS Kota Surakarta ( diolah dari hasil Susenas 2007 )
Menurut Data BPS yang diolah dari hasil Susenas 2007, jumlah penduduk
Kota Surakarta di tahun 2003 adalah 497.234 dengan penduduk laki-laki
sebanyak 242.951 dan perempuan 254.643. Rasio jenis kelamin sebesar 95,27. Ini
Tahun Jenis Kelamin Jumlah Rasio Jenis Laki-laki Perempuan Kelamin
2003 242.591 48,79
254.643 51,21
497.234 95,27
2004 249.278 48,80
261.433 51,20
510.711 95,35
2005 250.868 46,93
283.672 53,07
534.540 88,44
2006 254.259 49,57
258.639 50,43
512.898 98,31
2007 246.132 47,75 269.240 52,25 515.372 91,42
37
berarti bahwa stiap 100 orang perempuan terdapat 95 orang pria. Penduduk Kota
Surakarta tersebar dalam 5 (lima) kecamatan, yakni :
1.Kecamatan Banjarsari
2.Kecamatan Serengan
3.Kecamatan Jebres
4.Kecamatan Laweyan
5.Kecamatan Pasar Kliwon
Menurut Surakarta Dalam Angka 2007 ( BPS Kota Surakarta ), penduduk
Kota Surakarta di tahun 2007 mencapai 515.372. Ini berarti ada pertumbuhan
penduduk sebanyak 18.138 terhitung dari tahun 2003.
C. Keadaan Sosial – Ekonomi Kota Surakarta
1. Sosial
Sebagian besar penduduk Kota Surakarta adalah penduduk asli
setempat. Juga terdapat pendatang – pendatang yang pada akhirnya menetap
di Kota Surakarta, namun demikian ada beberapa warga Kota Surakarta yang
pindah ke kota lain. Sebagian besar penduduk Kota Surakarta beragama Islam
dan sebagian penduduk lainnya beragama Kristen, Khatolik, Hindu dan
Budha. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masjid sebagai tempat ibadah
umat Islam. Dari pengamatan di lapangan terlihat bahwa aktivitas sehari –
hari di antara penduduknya berjalan tanpa halangan agama, karena penduduk
38
di wilayah ini masih mempertahankan rasa toleransi, saling menghargai dan
menghormati satu sama lain.
Dari hasil pengamatan, dapat dijelaskan bahwa masih banyak anggota
masyarakat yang masih mempertahankan semangat gotong royong, dan
kegiatan selamatan. Gotong royong merupakan aktivitas kerjasama yang
sifatnya spontan, suka rela, dan tanpa pamrih. Hal ini dilaksanakan dengan
sendirinya atas kesadaran individu. Kegiatan selamatan diadakan untuk
memperingati putaran kehidupan seseorang, misalnya saja acara “mitoni“
diadakan utuk selamatan bulan ke-tujuh usia kandungan seseorang. Setelah
lahir, diperingati upacara sepasar, untuk lima (5) hari setelah kelahiran bayi
yang dikandung.
2. Ekonomi
Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang sedang berkembang.
Hal ini tampak pada perkembangan ekonomi kearah yang lebih maju dengan
segala macam dampak sosial yang menyertainya. Kota Surakarta yang dikenal
sebagai Kota Budaya berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia yang saat itu
masih menggunakan system kerajaan sebagai sistem pemerintahannya. Sistem
pemerintahan kerajaan tersebut sampai saat ini masih memberikan pengaruh
dalam tata kehidupan masyarakat Kota Surakarta baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Kebudayaan feodalisme masih dianut oleh sebagian
masyarakat.
39
D. Keadaan Pariwisata Budaya Kota Surakarta
Kota Surakarta yang sangat dikenal dengan sebutan Kota Solo merupakan
sebuah kota yang menjadi jantung budaya Jawa. Sosok Keraton yang menjadi
simbol budaya Jawa, saat ini masih kokoh, dan eksis baik secara fisik, komunitas
maupun ritualnya. Pariwisata Kota Solo banyak berkaitan dengan sejarah, budaya,
serta ritual Keraton. Solo yang telah diresmikan menjadi Kota Budaya menjadi
semakin ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik ataupun manca. Dengan
slogan barunya, yakni “ The Spirit of Java “, Kota Solo gencar melakukan
pemasaran obyek wisatanya. Dengan menggelar berbagai event bertajuk
pengenalan budaya yang dimiliki, Kota Solo terus memperbaiki berbagai sarana
dan prasarana untuk wisatawan yang berkunjung ( Analisis Pasar Pariwisata
Soloraya, 5 Juni 2007 ). Bentuk riil budaya yang hampir hilang dimakan zaman
misalnya saja batik, kini mulai popular lagi. Tulisan huruf Jawa dipakai dalam
penulisan nama tempat – tempat kantor pemerintah ataupun tempat umum
lainnya.
Dengan adanya perkembangan pariwisata yang begitu pesat tersebut,
timbullah berbagai fasilitas pariwisata untuk menunjang eksistensi pariwisata di
Kota Surakarta. Faktor penunjang industri pariwisata yang ada di Kota Surakarta
meliputi : hotel, restoran, biro perjalanan ( travel agent ), toko cinderamata (
souvenir shop ), dan jasa pemandu ( guide ).
1. Hotel
40
Hotel merupakan salah satu hal penting dalam dunia kepariwisataan
yang menjadi pelengkap khususnya dalam hal menyediakan tempat sementara
bagi wisatawan smelakukan perjalanan wisata yang diinginkan. Tak jarang
pula fasilitas hotel menjadi faktor penarik bagi wisatawan dan mempunyai
pern yang cukup besar dalam meningkatkan jumlah tamu yang berkunjung.
TabeBanyaknya Tamu yang Menginap di Hotel di Surakarta
tahun 2007
No Klasifikasi Hotel 20
Wisman
05
Wisnus
20
Wisman
06
Wisnus
20
Wisman
07
Wisnus
1.
2. 3. 4 5 6 7 8 9 10
Bintang Lima
Bintang Empat
Bintang Tiga
Bintang Dua
Bintang Satu
Melati Tiga
Melati Dua
Melati Satu
Tak Terklasifikasi
Pondok Wisata
JUMLAH
-
8.830
738
0
370
97
38
2
6.114
-
16.189
-
151.190
39.653
12.658
20.898
164.264
253.133
173.612
1.337
-
816.745
-
23.232
807
0
1.179
48
1.891
0
6.353
-
33.692
-
178.445
50.424
26.228
48.206
239.040
235.078
166.203
1.429
-
945.053
-
15.080
2.280
0
822
0
120
87
4.706
-
23.095
-
147.508
7.995
7.200
30.211
163.520
336.978
207.507
6.302
-
907.221
( Sumber : BPS Kota Surakarta, Surakarta dalam Angka Tahun 2008 )
41
Menurut tabel tersebut, baik wisatawan domestik ataupun manca tidak
menggunakan jasa hotel kelas bintang lima, dan pondok wisata. Sebagian
besar wisatawan menghuni hotel bintang kelas empat (4).
2. Restoran
Hadirnya restoran, tempat makan, ataupun kafe menjadi pelengkap
dalam pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung. Rumah makan
ataupun restoran di kota – kota biasanya tidak diselenggarakan khusus untuk
wisatawan. Bahkan sebagian besar konsumennya adalah masyarakat setempat.
Sangat menarik jika restoran tersebut menyajikan menu khusus andalan
masing – masing restoran atau paling tidak menyajikan makanan khas daerah
tersebut. Adapun restoran yang ada di Kota Surakarta juga banyak yang
menyediakan jenis makanan dan minuman asing, juga minuman luar dengan
berbagai merk, baik itu minuman biasa ataupun minuman keras. Pada
umumnya, di sekitar daerah tujuan wisata terdapat restoran atau tempat makan
yang sengaja menyediakan menu khas dari daerah tersebut. Misalnya saja di
sebelah barat kawasan Puro Mangkunegaran ada penjual minuman khas Kota
Solo, yakni “Wedang Dongo”. Atau ketika sore menjelang malam di sekitar
depan Puro Mangkunegaran, daerah Keprabon tepatnya berjajar penjual nasi
Liwet dan Gudeg yang memang makanan khas Solo. Namun bayak juga hotel
atau penginapan yang juga telah menyediakan restoran.
42
3. Biro perjalanan ( travel agent )
Suatu daerah yang berkembang menjadi daerah industri pariwisata
memerlukan pelayanan transportasi yang terorganisir dengan pengelolaan
yang teratur, disiplin, serta dengan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan.
Tuntutan seperti ini mendorong munculnya biro perjalanan yang khusus
berfungsi melayani wisatawan dalam perjalanan menuju daerah tujuan wisata
yang diinginkan.
Biro perjalanan ( travel agent ) ini mempunyai fungsi antara lain,
penjualan tiket, sarana pengangkutan ( darat, laut, dan udara ) dan karcis
hiburan lainnya, serta malakukan pemesanan ( reservation ) kamar hotel,
pertunjukkan, atraksi wisata atau hiburan lainnya ( A, Yoeti, 1983 : 226 )
4. Toko cinderamata ( souvenir shop )
Cinderamata biasa dipakai orang – orang sebagai kenang – kenangan
bahwa ia telah melakukan perjalanan ke tempat tertentu. Toko cinderamata
merupakan tempat yang memudahkan wisatawan mendapatkan barang yang
dapat digunakan sebagai cinderamata. Kota Surakarta juga menyediakan
sarana wisata tersebut, antara lain menyediakan kerajinan perak, ukir – ukiran,
dan kerajinan kayu, uang zaman dulu, barang –barang antik yang terdapat di
Pasar Tri Windu, yang kini berganti nama menjadi Pasar Windu Jenar.
Adapun Pasar Klewer yang menjual berbagai macam kerajinan batik mulai
dari baju santai, baju formal, tas, dompet, sampai sandal.
43
5. Jasa pemandu ( guide )
Salah satu bidang jasa yang sangat mendukung guna melayani wisatawan
adalah jasa pemandu ( guide ). Maka dari itu, dalam melayani wisatawan,
pemandu harus memiliki kemampuan, dan pengetahuan yang memadai,
terutama tentang keadaan, sejarah, dan lokasi daerah tujuan wisata tersebut.
Kota Surakarta terapat beberapa macam pemandu wisata, baik yang
mempunyai licensi, atau legal, dan ada juga pemandu liar yang berkeliaran di
daerah tujuan wisata. Jasa pemandu ( guide ) yang beroperasi di Kota
Surakarta mestinya juga memiliki pengetahuan budaya, terutama budaya
Jawa. Misalnya pemandu wisata yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta
telah mengenal betul sifat, dan karakter budaya Jawa, Solo khususnya.
6. Obyek Wisata
Meskipun bukan ibukota provinsi, namun Solo berstatus sebagai kota
besar dan menjadi salah satu kota budaya di Indonesia. Hal ini dikarenakan
masyarakatnya mempunyai karakter yang kuat, yaitu lembut dalam bahasa,
tingkah laku, serta tutur kata di samping masih mempertahankan kehidupan
tradisinya. Penduduk Solo juga mengadopsi kehidupan modern, seperti
banyaknya hotel berbintang, kafe, pub, bar, dan diskotik ( Visit Solo YEAR
2008 ). Banyaknya bangunan peninggalan sejarah yang saat ini masih berdiri
di atas Kota Solo ini menambah alasan Kota Solo disebut sebagai Kota
44
Budaya. Selain itu, berbagai acara yang menonjolkan budaya memperkuat
sebutan itu.
Bentuk Warisan Budaya :
a. Keraton Kasunanan Surakarta
Keraton Kasunanan Surakarta dibangun oleh Paku Buwono II pada
tahun 1745M. Sebelumnya, ibukota keraton berada di Kartosuro, yang
berjarak kurang lebih 12km arah barat kota Surakarta. Secara fisik,
bangunan keraton Kasunanan Surakarta terdiri dari bangunan inti dan
lingkungan pendukungnya seperti Gapura ( pintu gerbang ) yang disebut
Gladag pada bagian utara dan Pamurakan pada bagian selatan. Kemudian
ada dua alun – alun di sebelah utara dan sebelah selatan Keraton
Kasunanan. Juga terdapat Masjid Agung dan Pasar Batik yang terkenal,
yaitu Pasar Klewer.
Di Keraton Kasunanan Surakarta terdapat Art Gallery yang
menyimpan berbagai macam benda bersejarah yang mempunyai nilai seni
dan sejarah yang tinggi. Beberapa koleksi yang ada antara lain Kereta
Kencana, Senjata – senjata peninggalan sejarah, wayang kulit, dan
beberapa peninggalan zaman dulu.
Hingga sekarang Keraton Surakarta telah berubah fungsi menjadi
pusat kebudayaan sesuai dengan tuntutan zaman. Bahkan saat ini Keraton
Surakarta merupakan salah satu obyek wisata yang sangat menarik minat
45
wisatawan, baik wisatawan mancanegara ataupun wisatawan domestik
(wisatawan nusantara).
Apabila memasuki kompleks Keraton dari arah utara melalui
Alun-alun Utara, maka akan menjumpai beberapa bagian bangunan, yakni
:
1. Pintu gerbang Kori Brojonolo. Di sini terdapat bangsal kecil, seperti
bangsal Brojonolo, dan bangsal Wisomarto. Di sini juga terdapat ruang
tempat lonceng serta dua (2) buah gedung yang membujur utara –
selatan, tempat penjagaan prajurit berkuda (Ngebrak).
2. Pintu Gerbang Kori Kamandungan, Bangsal Kamandungan, lukisan
lambing Kerajaan Jawa Sri Makuta Raja, Baleroto (tempat berhenti
kendaraan), sebuah cermin besar, bangunan Jawa Semorokoto, dan
Narcukunda.
3. Pintu Gerbang Kori Srimanganti, meliputi “Pancaosan Panewu”
(ruang jaga mantra dan bawahannya dari golongan Keparak), sebuah
cermin besar untuk memeriksa diri sebelum menghadap Susuhunan.
Panggung Sanggabuwono yang berbentun segi delapan (hasto wolu).
Panggung Songgobuwono, terutama bagian atas yang dikenal untuk
tempat bermeditasi, sesaji, dan untuk bertemu dengan badan halus
(sukma karira).
46
Ketika memasuki pelataran Kedhaton melewati Kori Simanganti,
terdapat sebuah “Kedhaton Jawa” lengkap. Ke arah barat terlihat
bangunan Jawa berbentuk Limasan Jubang yang disebut Maligi, yakni
tempat untuk mengkhitankan putera Susuhunan. Pendopo besar berbentuk
Joglo Pengrawit yang disebut Sasonosewoko, bangsal Paningrat, Sasono
Ponosedya (ruang duduk Susuhunan saat menyaksikan pertunjukkan
wayang kulit dan latihan Bedoyo Serimpi), dan Sasono Hondrowino,
tempat menerima tamu-tamu penting atau acara jamuan makan bersama.
Selain itu, masih ada lagi sebuah serambi yangdigunakan sebagai tempat
berkumpul atau Paseban para Pangeran Putra, Pangeran Sentono, dan
Riyo Nginggil menantikan Miyos dalem. Di sebelah Timur Kedhaton
terdapat tiga buah bangunan yaitu bangunan menbujur utara selatan
berbentuk limas an “kelabang anyander jubangan”. Kedua bangunan
lainnya adalah bangsal Pradonggo (tempat gamelan), dan Bangsal Bujono
(tempat menjamu para pendamping tamu agung).
Di Keraton Kasunanan Surakarta terdapat Art Gallery yang
menyimpan berbagai macam benda bersejarah yang mempunyai nilai seni
dan sejarah yang tinggi. Beberapa koleksi yang ada antara lain Kereta
Kencana, senjata – senjata peninggalan sejarah, wayang kulit, dan
beberapa peninggalan zaman dulu.
47
b. Puro Mangkunegaran
Puro Mangkunegaran dibangun pada tahun 1757 oleh Rden Mas
Said yang lebih dikenal sebagaiPangeran Samber Nyawa, setelah
penandatanganan Perundingan Salatiga pada 13 Maret 1757. Raden Mas
Said kemudian menjadi Pangeran Mangkunegoro I.
Seiring dengan perjalan waktu, Puro Mangkunegaran telah
berubah fungsi, dari Pusat pemerintahan Kerajaan menjadi pusat budaya.
Kini, Puro Mangkunegaran menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang
menarik di Kota Solo. Istana Mangkunegaran mulai dibuka untuk umum
sebagai obyek wisata sejak tahun 1968. Bagi para wisatawan yang ingin
menginap di lingkungan Istana, sejak tahun 1975 telah dibangun sebuah
hotel persisi di sebelah barat daya Istana, yang bernama Mangkunegaran
Palace Hotel. . Wisatawan yang menginap di hotel itu dapat menyaksikan
pentas kesenian di pendapa yang berlangsung setiap malam. Arsitektur
Istana Mangkunegaran bangunannya seperti model rumah atau bangunan
tradisional Jawa. Bangunan Istana Mangkunegaran sendiri sesungguhnya
terdiri dari dua bagian utama, yakni :
1. Pendopo
Pendopo adalah Joglo dengan empat saka guru (tiang utama)
yang digunakan untuk resepsi dan pementasan tari tradisional Jawa.
Ada seperangkat gamelan yang diberi nama Kyai Kanyut Mesem.
48
Gamelan pusaka tersebut berusia kurang lebih 200 tahun dimainkan
pada hari – hari tertentu untuk mengiringi latihan tari tradisional.
Selain itu, terdapat gamelan “Upacara, Munggang, Cerobalen, dan
Kodok Ngorek”, yang sering ditabuh pada upacara-upacara tertentu.
Upacara itu adalah penobatan, perkawinan, khitanan, dan kedatangan
tamu-tamu penting.
2. Dalem Agung
Dalem Agung berbentuk limasan dengan delapan buah saka
guru, tidak ditutup plafond sebagai simbol matahari digunakan untuk
memajang berbagai koleksi barang peninggalan berharga yang bernilai
seni dan sejarah yang tinggi. Terdapat koleksi topeng – topeng
tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Ada juga koleksi
berbagai perhiasan emas dan koleksi beberapa potret Mangkunegoro.
Di dalam Dalem terdapat Pringgitan, ruang di mana keluarga
menerima pejabat. Ruangan ini juga digunakan untuk mementaskan
wayang kulit. Di dalam Pringgitan, ada beberapa lukisan karya Basuki
Abdullah, pelukis Solo. Puro Mangkunegaran juga memiliki
perpustakaan yang disebut Rekso Pustoko. Hal yang menarik adalah
keseluruhan Istana yang dibuat dari kayu jati yang bulat atau utuh.
49
c. Kampung Batik Kauman
Kauman yang dahulu disebut Pakauman merupakan kampoeng
kuno yang mempunyai seni dan kebudayaan yang khas seperti seni batik,
seni hadrah, dan seni gamelan. Dengan rumah – rumah kuno yang
berasrsitektur Jawa ( Joglo ) maupun kolonial Belanda bahkan gabungan
arsitektur antara bentuk rumah Jawa - Belanda menjadikan Kauman
sebagai salah satu daerah tujuan wisata ( DTW ) budaya di Kota Solo
yang unik.
Kampung Kauman dahulu adalah pemasok batik di Kota Solo,
terutama Keraton dan meluas hingga ke seluruh tanah air. Hal ini bisa
dilihat dari sisa bentuk rumah – rumah sekarang yang mempunyai tempat
untuk memproduksi batik (pabrik) dan toko – toko untuk memajang hasil
produksinya. Produk batik khas Solo adalah batik tulis klasik motif kuno
atau pakem. Namun sekarang produk batiknya berupa multi produk tapi
masih didominasi batik tulis klasik yang dimodifikasi.
d. Kampung Batik Laweyan
Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang sudah ada
sejak zaman Kerajaan Pajang tahun 1546 M. Karya seni tradisional batik
terus ditekuni masyarakart Laweyan sampai sekarang. Suasana kegiatan
membatik di Laweyan tempo dulu banyak didominasi oleh keberadaan
para juragan batik sebagai pemilik usaha batik. Sebagai langkah strategis
50
untuk melestarikan seni batik, dalam era kakinian Kampung Laweyan
didesain sebagai kampoeng Batik terpadu dengan memanfaatkan lahan
seluas kurang lebih 24 Ha yang terdiri dari tiga (3) blok. Konsep
pengembangan terpadu dimaksudkan untuk memunculkan nuansa batik
dominan yang secara langsung akan mengantarkan para pengunjung pada
keindahan seni batik. Di antara ratusan motif batik yang dapat ditemukan
di Kampung Batik Laweyan, misalnya jarik dengan motif Tirto Tejo, dan
Truntun merupakan ciri khas utama batik Laweyan. Spray dan garment
dengan motif warna abstrak adalah seni pendukung yang melengkapi
koleksi batik Laweyan. Kampung batik Laweyan juga dilengkapi dengan
fasilitas untuk memberikan pendidikan dan pelatihan untuk belajar
membatik tanpa batasan jumlah orang yang belajar, dan asih bersifat
sosial. Pengelolaan kampung batik Laweyan diorientasikan untuk
menciptakan suasana wisata dengan konsep “rumahku adalah galeriku”.
Artinya rumah memiliki fungsi ganda sebagai showroom sekaligus rumah
produksi.
Keroncong, karawitan, dan rebana merupakan jenis kesenian
tradisional yang banyak ditemukan di masyarakat Laweyan. Selain itu,
Makam Kyai Ageng Anis (tokoh yang menurunkan Raja-raja Mataram),
bekas rumah Kyai Ageng Anis, dan Sutowijoyo (Panembahan Senopati),
bekas pasar Laweyan, bekas Bandar Kabanaran, Makam Jayengrana
51
(Prajurut Untung Suropati), Langgar Merdeka, Langgar Makmoer, dan
rumah H. Samanhudi (pendiri Sarekat Dagang Islam) dapat ditemukan di
wilayah Laweyan. Laweyan juga terkenal dengan bentuk bangunan
khususnya arsitektur rumah para juragan batik yang dipengaruhi arsitektur
tradisional Jawa, Eropa, Cina, dan Islam. Bangunan – banguna tersebut
dilengkapi dengan pagar tinggi atau “beteng” yang menyebabkan
terbentuknya gang-gang sempit yang spesifik seperti kawasan Town
Space. Kelangkapan khasanah seni dan budaya Kampung batik Laweyan
tersebut menjadi sebab tingginya frekuensi kunjungan wisatawan dari
dinas, dan institusi pendidikan, swasta, dan juga mancanegara.
e. Gedung Wayang Orang Sriwedari
Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari merupakan suatu
bangunan gedung yang dipakai untuk mementaskan wayang orang.
Wayang orang adalah salah satu bentuk seni pertunjukkan tradisional yang
diperankan oleh pemain yang piawai memainkan berbagai tokoh cerita.
Menyajikan cerita wayang berdasarkan pada kisah Mahabarata dan
Ramayana yang mengandung pesan moral dan tertanam dalam jiwa
masyarakat lokal. Dengan setting panggung yang eksotis, suasana
pertunjukkan yang unik seakan membawa kembali penonton ke zaman
dulu. Gedung ini terletak di kawasan Taman Hiburan Rakyat (THR)
Sriwedari.
52
f. Museum Radya Pustaka
Museum Radya Pustaka merupakan suatu museum yang berisi
peninggalan sejarah masa lalu Yang terletak di sebelah timur Kawasan
Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari, tepatnya di depan Gedung
kantor Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Surakarta. Di Museum
terdapat barang – barang yang dulunya dipakai para kerabat Keraton.
Misalnya saja meja makan beserta alat makan, senjata, lesung atau alat
penumbuk padi, dan juga buku-buku zaman sejarah. Adapun koleksi
wayang kulit dan arca peninggalan sejarah masa lampau yang kini masih
dirawat. Dalam gedung museum terdapat perpustakaan yang menyimpan
buku – buku kasusastraan baik dalam bahasa Jawa Kuno ataupun Bahasa
Belanda. dimana pengunjung dapat menambah pengetahuan tentang hasil
karya pujangga zaman sejarah, dan referensi tentang museum ini.
g. Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari
Kota Solo menyimpan ratusan sebutan, antara lain sebagai pusat
Budaya Jawa, Kota Batik, Kota Bengawan, Kota yang tak pernah tidur,
dan sebagainya. Solo yang berada pada poros jalan yang menghubungkan
beberapa kota besar, seperti Surabaya, Denpasar (Bali), Semarang,
Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Bagi wisatawan, Kota Solo bukanlah
kota yang asing, karena Kota Solo menyimpan sejuta daerah tujuan wisata
yang menarik. Salah satunya adalah Taman Hiburan Rakyat (THR)
53
Sriwedari. Lokasinya yang berada di tengah-tengah Kota Solo,
berdampingan dengan Museum Radya Pustaka membuat daerah tujuan
wisata satu ini mudah dicapai dengan berbagai angkutan, baik tradisional
ataupun modern.
Menurut sejarah, THR Sriwedari dulunya adalah taman rekreasi
keluarga Istana Raja Kasunanan. Tapi, sekarang taman ini telah
mengalami perubahan yang cukup besar, sehingga menjadi lokasi hiburan
yang terbuka untuk umum, yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Di
sekitar taman ini dibangun gedung bioskop, rumah makan, arena
permainan anak, serta toko-toko souvenir (souvenir shop). Meskipun telah
ditambah dengan fasilitas hiburan modern, namun Sriwedari tak mau
meninggalkan sosok tradisionalnya. Di sana masih tampak keberadaan
Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari yang menampilkan pementasan
wayang orang, drama, nyanyian, dan tari tradisional setiap malamnya.
Pementasan ini juga bermaksud menyampaikan ajaran tradisi leluhur,
terutama tentang Mahabarata, dan Ramayana.
Ketika memasuki area Taman Hiburan Rakyat Sriwedari,
pengunjung terlebih dulu memalui loket THR Sriwedari, untuk membeli
karcis. Pengunjung dapat memilih menggunakan karcis paket atau bukan.
Karcis paket dapat digunakan untuk semua permainan, tapi yang bukan
pengunjung dikenai biaya setiap kali ikut permainan.
54
h. Monumen Pers
Dalam sejarah, nama Solo cukup dikenal sebagai salah satu basis
perjuangan pemuda, dan seluruh rakyat Indonesia yang menentang
kehadiran kaum Kolonialis di bumi nusantara. Barangkali Solo sebagai
pusat dua buah kerajaan di Jawa, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat,
dan Puro Mangkunegaran, menjadikan lebih memiliki basis masa
dibandingkan dengan Yogyakarta yang juga pusat Kerajaan Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Puro Pakualaman. Kota Solo masih kalah
peran, terutama dalam hal perjuangan fisik. Akan tetapi eksistensi dan
kehidupan Kota Solo tetap tidak dapat dipisahkan dari sejarah. Solo
ternyata telah menghasilkan banyak catatan sejarah, baik perjuangan fisik,
ataupun nonfisik. Salah satu peristiwa sejarah adalah, bahwa Solo adalah
kota kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Monumen Pers Nasional terdiri dari tiga (3) unit gedung dengan
tambahan lantai atas pada bangunan induk. Sebagai monument yang
sekaligus berfungsi sebagai museum, gedung ini banyak menyimpan, dan
mengoleksi benda-benda bersejarah peninggalan wartawan pejuang tempo
dulu. Ada mesin ketik kuno, foto tustel kuno, penerbit-penerbit kuno,
Pemancar radio saat perang kemerdekaan, koleksi foto, kkoran, majalah,
pengabdian wartawan, dan lain-lain. Dewasa ini, sesuai dengan fungsinya,
Monumen Pers Nasional Solo setiap hari selalu menerima kiriman berupa
55
Koran harian, Mingguan, majalah, dan bulletin dari penerbit-penerbit.
Untuk menanganinya, di Monumen Pers Nasional kini telah ada seksi
khusus, yaitu seksi laboratorium, dan seksi dokumentasi. Di sana pula
dapat dijumpai ruang perpustakaan yang menyimpan ribuan buku, dan
juga surat kabar. Pengelolaan Monumen Pers Nasional Solo beserta segala
isinya ditangani oleh Yayasan Pengelola Sarana Pers Nasional dengan
Departemen Penerangan RI sebagai instansi penanggung jawab.
i. Taman Satwa Taru Jurug
Sebuah taman rekreasi yang terletak di tepi Sungai Bengawan Solo
selain margasatwa, terdapat pula taman Gesang sebagai penghargaan atas
Seniman Gesang yang telah menciptakan lagu Bengawan Solo. Adapun
taman ini dilengkapi juga dengan fasilitas hiburan. Bengawan Solo
merupakan sungai terbesar, dan terpanjang, serta melegenda di Pulau
Jawa. Sungai yang berdasarkan pantauan perangkat Global Positioning
System (GPS) terhitung sepanjang 527 km ini membentang dari Jawa
Tengah sampai Jawa Timur, dan mengalir melalui 11(sebelas)
Kota/kabupaten. Pada zaman dulu, sungai ini menjadi urat nadi
perdagangan, dan sarat dengan pesona wisata. Tak heran jika seniman
Gesang sampai menciptakan sebuah lagu yang kemudian menjadi sangat
popular, dan menjadi icon tentang Kota Solo. Sampai saat ini, Bengawan
Solo masih memberikan kontribusi untuk kehidupan masyarakat sekitar.
56
Misalnya saja pasir, dan lumpurnya untuk bahan bangunan, dan
pembuatan batu bata. Sementara airnya dijadikan sebagai bahan baku
sejumlah instansi perusahaan daerah air minum. Di sekitar pinggir
Bengawan Solo inilah Taman Satwa Taru Jurug berada.
Taman Satwa Taru Jurug sebagai satu-satunya kebun binatang di
Kota Solo ini mempunyai beragam koleksi aneka binatang dan tanaman.
Misalnya Burung Cendrawasih, Kakaktua, Panda, Badak bercula, gajah,
dan juga binatang lainnya. Setelah melewati loket, pengunjung dapat
langsung menyaksikan berbagai koleksi tersebut. Adapun pengunjung
juga dapat berfoto bersama koleksi binatang yang ada atau menggunakan
jasa andong yang ada di dalam obyek wisata tersebut. Terkadang, di taman
ini juga menyajikan hiburan sirkus.
j. Malam 1 Suro
Setiap 1 Syuro diadakan kirab pusaka di Puro Mangkunegaran
yang dimulai pukul 19.00. Sedangkan di Kraton Surakarta kirab pusaka
dimulai pada pukul 24.00. Barisan terdepan kirab di Kraton Kasunanan
adalah kerbau bule keramat yang disebut Kyai Slamet, yang kemudian
diikuti oleh abdi dalem dan prajurit Keraton. Kirab ini berlangsung
khidmat dan menjadi tontonan wisata yang sangat menarik
57
k. Sekaten
Sekaten adalah upacara tradisional yang diselenggarakan tiap
tahun pada bulan Maulud untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad.
Sejarah Sekaten dimulai sejak lebih 500 tahun yang lalu, untuk pertama
kalinya pada tahun 1478 pada masa pemerintahan kerajaan Demak.
Puncak acara dari perayaan Sekaten adalah keluarnya sepasang gunungan
dari Masjid Agung seusai didoakan oleh ulama keraton. Banyak orang
percaya bahwa siapapun yang mendapatkan gunungan, biarpun sedikit
akan dikarunai kemakmuran dan kebahagiaan. Beberapa hari menjelang
dibukanya Sekaten, dilaksanakan pesta rakyat yang berlangsung selama
dua minggu.
58
Berbagai warisan budaya yang berupa bangunan, ataupun acara-acara
yang masih menonjolkan nilai budaya dan tradisi tersebut menarik wisatawan
untuk berkunjung ke Kota Solo. Baik wisatawan asing ataupun wisatawan
domestik, mereka ingin melihat keadaan Kota Solo ini.
Tabel 4.
Banyaknya Pengunjung Obyek Wisata di Kota Surakarta
( Sumber : Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Surakarta Tahun 2008 )
)* Data belum tersedia
Obyek Wisata 20
Wisman
05
Wisnus
20
Wisman
06
Wisnus
20
Wisman
07
Wisnus
Keraton Surakarta
Mangkunegaran
Radya Pustaka
Taman Sriwedari
GWO Sriwedari
THR Sriwedari
Monumen Pers
Satwataru Jurug
Balekambang
1.352
6.883
793
291
229
84
17
0
0
33.285
8.803
7.591
35.381
6.174
321.930
10.753
326.668
9.490
2.727
7.365
804
260
210
92
19
0
0
37.654
9.063
7.948
71.280
8.252
309.052
7.764
427.420
25.700
1.433
7.795
602
202
414
108
0)*
0
0
45.410
9.916
8.583
61.405
15.927
479.499
0)*
375.939
10.310
59
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota
Surakarta tahun 2007, wisatawan asing paling banyak berminat
mengunjungi Puro Mangkunegaran, jika wisatawan domestik (wisatawan
nusantara) lebih berminat mengunjungi THR Sriwedari, dan Taman Satwa
Taru Jurug. Akan tetapi, peningkatan wisatawan domestik yang
berkunjung ke Keraton Surakarta semenjak tahun 2005 menandakan
tingginya respon masyarakat tentang bangkitnya kembali wisata budaya di
Kota Solo ini.
60
BAB III
PEMBAHASAN
Kota Solo yang semakin ramai dengan wisatawan yang berkunjung maka
gencar pula melakukan berbagai event yang yang bertajuk pengenalan budaya yang
dimiliki. Meskipun tidak mempunyai potensi alam yang dapat diandalkan, namun
Kota Solo mempunyai warisan budaya yang masih terjaga. Nilai budaya yang masih
melekat terlihat dengan banyaknya daerah tujuan wisata (DTW) budaya yang
dimiliki, dan juga masih ada kesenian dan budaya yang dapat dipertontonkan. Karena
itulah, jenis wisata yang ada di Kota Solo adalah wisata budaya.
Setiap wisatawan yang berkunjung mempunyai kebutuhan hidup yang harus
dipenuhi ketika berada di Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) tersebut. Kebutuhan hidup
yang berbeda manjadi hal yang menarik untuk dibahas. Seseorang yang berperilaku
tentunya mempunyai motivasi sendiri untuk melakukannya. Hal ini yang menjadi
latar belakang perilaku konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota
Solo.
A. Profil Responden
1. Topan Triawan (24 th)
Seorang mahasiswa Universitas Tarumanegara, mendapatkan uang saku
lebih dari Rp 2.000.000 tiap bulannya, berkunjung ke Kota Solo untuk singgah
61
dan menikmati suasana Solo dalam perjalanannya dari Jakarta ke Madiun, Jawa
Timur. Memakai Hotel RIO untuk memenuhi kebutuhan akomodasinya karena
selain dekat dengan Pura Mangkunegaran, ia juga pernah ke sana sebelumnya.
Mengetahui daerah Tujuan Wisata yang ada di Kota Solo dari pamphlet yang
diberikan pihak hotel. Membeli souvenir yang menjadi ciri khas Kota Solo.
2. Tutik Suwarno ( 46 th )
Seorang pekerja swasta, berasal dari Ujung Pandang dengan pendapatan rata
– rata Rp 3.500.000,00 tiap bulan. Berkunjung ke Kota Solo bersama suami, anak,
dan pembantu rumah tangganya dalam rangka menjenguk kekuarga besar, dan
untuk refreshing. Memakai Hotel Mawar Indah untuk memenuhi kebutuhan
akomodasinya. Menggunakan mobil rental yang disediakan hotel untuk sarana
transportasi. Mengetahui daerah Tujuan Wisata yang ada di Kota Solo dari
saudara, orang tua, dan teman yang pernah berkunjung ke Kota Solo.
Cinderamata untuk oleh – oleh yang dicari adalah sesuatu yang khas kota Solo.
3. Pardi Hendrawan ( 55 th )
Seorang wiraswasta, berasal dari Kudus, Jawa Tengah dengan pendapatan
rata – rata di atas Rp 3.000.000,00 tiap bulannya. Berkunjung ke Kota Solo
bersama istri, dan kedua anaknya untuk melihat – lihat suasana Kota Solo, dan
refreshing. Hotel Grand Setya Kawan dipilih untuk bermalam karena letak yang
62
strategis, dan harga terjangkau. Dari pengalaman pribadinya saat berkunjung ke
Solo sebelumnya, dan dari acara yang ditayangkan di televisi, ia mengetahui
daerah tujuan wisata yang ada. Ia memilih memakai mobil pribadi sebagai sarana
transportasi karena masih akan melanjutkan perjalanannya ke kawasan
Tawangmangu. Belum mempunyai rencana untuk kembali mengunjungi Kota
Solo karena keterbatasan waktu luang yang dimiliki.
4. Sriyatun (42 th )
Seorang pegawai Dinas Perhubungan di Jakarta Timur dengan pendapatan
rata – rata Rp 2.000.000,00 tiap bulan. Berkunjung ke Kota Solo bersama suami
dan kedua orang anaknya untuk mengisi liburan dan mengunjungi saudara yang
tingal di Solo. Ia memilih menginap di rumah saudaranya, karena selain
menghemat pengeluaran, ia juga mempunyai banyak saudara yang tinggal di
Solo. Untuk sarana transportasi, ia membawa mobil pribadi dari rumah, dan
menyewa sopir supaya dapat bepergian tanpa terpancang waktu. Mengetahui
daerah Tujuan Wisata yang ada di Kota Solo dari orang tua, dan juga saudara –
saudara.
5. Sulastri ( 24 th )
Seorang karyawan swasta yang berasal dari Karanganyar dengan
pendapatan Rp 1.000.000,00 tiap bulan. Berkunjung ke Kota Solo bersama
63
temannya untuk melihat Solo International Performing Art (SIPA), suatu
pertunjukkan seni dan budaya yang digelar di Halaman Puro Mangkunegaran.
Untuk sarana transportasi, ia mengendarai kendaraan pribadi. Ia tidak
menggunakan jasa akomodasi karena memang tidak bermalam di Kota Solo.
Membeli souvenir yang berhubungan dengan acara itu (SIPA), dan mengabadikan
moment itu dengan HP miliknya. Selain itu, dia juga sering berkunjung ke Kota
Solo untuk berwisata belanja di Pusat Grosir Solo ( PGS ) dan juga Pasar Klewer.
Dia mengetahui tempat tersebut setelah membaca Harian Solopos di kolom Lensa
Bisnis.
B. Profil Informan
1. Budi Purwadi, staf Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Solo
2. Tia, pegawai Hotel Grand Setya Kawan Jl. Jend. Ahmad Yani 290, Manahan
3. Riyadi, pegawai Hotel RIO, Kebalen
64
C. MOTIVASI PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK
DALAM KUNJUNGANNYA KE KOTA SOLO
Dalam melakukan sebuah perilaku, seseorang mempunya hal yang
melatarbelakanginya. Dalam hal ini, wisatawan domestik mempunyai hal yang
melatarbelakangi sehingga ia melakukan perilaku konsumsi dalam hal ini, hal –
hal yang menjadi latar belakang tersebut menjadi motivasi. Dalam melakukan
perilaku konsumsi, wisatawan domestik dalam melakukan wisata budaya di Kota
Solo mempunyai motivasi yang mendukung, antara lain :
1. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan faktor penyebab yang mendasari lahirnya
perilaku seseorang, dalam hal ini wisatawan. Kebutuhan yang paling kuat
pada saat tertentu akan menjadi pendorong atau motivator yang
menggerakkan seseorang untuk berperilaku kearah tercapainya tujuan. Sama
halnya dengan individu pada umumnya, makan dan minum merupakan
kebutuhan wisatawan yang paling utama. Hal ini dapat dilihat bahwa di
beberapa daerah sampai beberapa Negara, pengeluaran wisatawan terbesar
jatuh ke sektor ini (Wahab, 1992).
Pemenuhan kebutuhan individu umumnya dilaksanakan berdasarkan
tingkat prioritasnya. Jika kebutuhan pokok pertama telah terpenuhi, maka
individu akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pokok selanjutnya.
65
Tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok setelah makan dan minum.
Bepergian jauh dari tempat tinggalnya sehari – hari memaksa wisatawan
untuk memenuhi kebutuhan ini dengan memanfaatkan jasa penginapan, hotel
atau yang lain. Seperti yang dikatakan Topan Triawan :
“ Karna tadi nyampe Solo sudah siang, jadi nginep semalem di Hotel RIO, besok pagi baru berangkat ke Madiun.”
Hal senada juga diungkapkan Pardi Hendrawan :
“ Saya sekeluarga menginap di Hotel ini memang karena kebutuhan. Saya sendiri tidak kuat jika harus menyetir mobil jarak jauh. “
Berbeda dengan wisatawan yang tidak membutuhkan hotel untuk
memenuhi kebutuhan tempat tinggal sementara, mereka menginap di tempat
saudara atau kerabat yang tinggal di Solo. Seperti yang dialami Sriyatun :
“ Menginap di rumah saudara, karna selain untuk menghemat pengeluaran banyak juga saudara yang tinggal di Solo. “
Lain halnya dengan wisatawan yang tidak menggunakan jasa
akomodasi karena wisatawan tersebut memang tidak bermalam dalam
perjalanan pariwisatanya. Misalnya saja Sulastri, yang ditemui di keramaian
pertunjukkan SIPA beberapa waktu lalu :
“ Di Solo cuma sehari, tu aja habis pertunjukkan ni langsung pulang, jadi ya ga pake nginep.”
Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa kebutuhanlah yang menjadi
motivasi wisatawan dalam melakukan perilaku konsumsi jasa akomodasi.
Kebutuhan akan akomodasi, juga merupakan hal yang sangat mendukung
66
berkembangnya jasa pariwisata, khususnya bagi para wisatawan yang datang
dari luar daerah. Beragamnya tempat wisata di solo, membuat wisatawan
memerlukan banyak waktu untuk dapat menikmati pesona wisata Solo secara
keseluruhan. Hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Pesona Wisata Solo yang dapat dinikmati dari mulai pagi hingga malam,
mampu menghadirkan sesuatu yang khas dan dapat menarik perhatian
wisatawan untuk tinggal lebih lama di Solo. Dari hal tersebut, tentunya jasa
akomodasi berupa penginapan atau hotel beserta fasilitas lainnya yang
disediakan merupakan jasa pendukung yang juga sangat penting bagi
berkembanya potensi pariwisata di kota Solo.
2. Kondisi Keuangan
Individu bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan tersebut antara lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Jadi
tujuan yang hendak dicapai individu merupakan landasan dari segenap
perilakunya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dapat diupayakan dengan
bekerja. Perilaku konsumsi individu dikaji dari segi pilihan – pilihan
rasional dengan asumsi dasar bahwa setiap perilaku individu diarahkan oleh
perhitungan yang sadar untuk meminimalkan pengorbanan, dan
memaksimalkan manfaat yang diperoleh (Damsar, 1997:13). Seperti yang di
uraikan Sriyatun :
67
“ Menginap di rumah saudara, karna selain untuk menghemat pengeluaran banyak juga saudara yang tinggal di Solo. “
Hal senada juga disampaikan Pardi Hendrawan :
“ ………. Harga yang tidak terlalu mahal dengan melihat fasilitas yang diberikan, serta lokasi di pinggir jalan raya tidak membuat kami repot mencari tempat penginapan. “
Karena hanya mereka sendiri yang mengetahui kemampuan mereka dalam
mengkonsumsi sesuatu, informan juga melihat kondisi keuangan mereka
masing – masing. Sehingga motivasi perilaku konsumsi yang mereka
lakukan itu adalah berdasar pada kondisi keuangan.
3. Gaya Hidup
Masyarakat kelas atas mengekspresikan identitas mereka dengan
mengkonsumsi barang atau jasa yang dapat membedakan mereka dengan
masyarakat kelas bawah. Mereka mengkonsumsi sesuatu yang mempunyai
merk tertentu. Pernyataan ini didukung pernyataan Sriyatun :
“ Belum sempat cari souvenir lagi, tapi kami sekeluarga sudah memesan pakaian sarimbit dari Batik Danar Hadi, karna coraknya yang bagus, bahannya nyaman dipakai, dan juga merk yang sudah terkenal berkelas dari dulu, jadi ga perlu ragu lagi sama kualitasnya.”
Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa responden tersebut
mengkonsumsi merk terkenal karena memang sudah percaya pada kualitas
merk tersebut. Ini juga dapat menunjukkan statusnya sebagai seorang kelas
atas. Kebangkitan budaya konsumen dicirikan dengan gaya hidup (lifestyle).
68
Gaya hidup yang menunjuk pada kepekaan konsumen baru diidentifikasi
sebagai karakter konsumsi modern. Melalui gaya hidup, para konsumen
dianggap membawa kesadaran atau kepekaan yang lebih tinggi terhadap
konsumsi.
Selain kepuasan terhadap keunikan wisata solo, keragaman kuliner,
serta berbagai jenis wisata belanja, ternyata ada satu hal yang menunjukkan
stratifikasi wisatawan, yaitu gaya hidup. Hal tersebut menjadi suatu
pengaruh yang besar bagi wisatawan untuk menentukan tempat wisata yang
sesuai dengan kemampuan mereka. Namun keragaman strata tersebut,
bukanlah menjadi suatu masalah bagi jasa wisata di Solo, karena Solo
memiliki keragaman, yang dapat memenuhi kebutuhan semua strata
wisatawan.
Gaya hidup yang berbeda juga terlihat dari cara seseorang mengisi
waktu luangnya. Seperti dikatakan Pardi Hendrawan :
“ Kami sekeluarga masih ingin melakukan perjalanan kesini lagi jika ada waktu longgar. Susah mencari waktu luang yang bersamaan, Karena kami sibuk dengan urusan masing – masing. “
Dalam kehidupan sehari – hari, individu dihadapi dengan rutinitas
yang monoton. Meskipun mereka mempunyai waktu luang, tapi bagaimana
cara mempergunakan waktu luang tersebut menjadi gaya hidup yang
berbeda tiap individu.
69
D. PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN
Menghayati arti pariwisata kiranya akan menjadi lebih dalam dan luas jika
elemen waktunya yakni waktu senggang ( leisure time ) juga diperhatikan. Waktu
senggang dan pariwisata merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Pariwisata merupakan elemen aktivitas atau kegiatan, sedangkan
waktu senggang adalah elemen waktunya. Pariwisata hanya dilakukan dalam
waktu senggang. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, pariwisata merupakan
fenomena perjalanan orang – orang dari tempat asalnya ke tempat lain untuk
bersenang – senang ( pleasure ), dan untuk memanfaatkan waktu luang ( leisure ).
Dampak dari pengertian tersebut adalah bahwa orang – orang yang sedang
melakukan perjalanan tersebut memerlukan layanan yang dapat menggantikan
apa yang biasa mereka nikmati dalam kehidupan sehari – hari. Dari sinilah awal
perilaku konsumsi wisatawan muncul.
Perilaku konsumsi wisatawan terletak pada aktivitas atau kegiatan yang
dilakukannya. Dalam uraian ini, perilaku wisatawan adalah kebutuhan manusia
yang sedang dalam perjalanan mencari kesenangan, jauh dari tempat tinggalnya,
dan semata – mata sebagai konsumen di daerah tujuan wisata yang
dikunjunginya. Kebutuhan manusia yang bertingkat dimulai dari tingkat yang
paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi selalu tidak ada batasnya bersifat
relatif. Di sinilah kompleksnya perilaku konsumsi wisatawan. Berdasarkan pada
70
pengertian dasar perilaku konsumsi wisatawan di atas, maka secara garis besar
perilaku konsumsi wisatawan meliputi :
1. Konsumsi informasi.
Kebutuhan akan informasi ini harus dipenuhi dengan tingkat akurasi
yang baik, dan terpercaya, karena informasi merupakan pintu utama
wisatawan dalam berkunjung ke daerah tujuan wisata (DTW) pilihannya.
Seperti yang diungkapkan Topan Triawan (24 th), ia mendapatkan informasi
kawasan Night Market Ngarsopuro dari hotel yang ia tempati.
“ Dari leaflet yang disediakan hotel, saya jadi mengetahui kalau sekarang di Kota Solo ada Night Market di depan Puro Mangkunegaran yang menjual barang – barang khas Solo, misalnya ja, batik-batik, wayang hiasan dinding, hiasan kolam yang unik, miniature alat transportasi yang terbuat dari kayu, dan masih banyak lagi………”
Wisatawan yang menginap di hotel bisa mendapatkan informasi mengenai
tempat – tempat yang ada di kota Solo dengan media berupa leaflet yang
disediakan hotel, misalnya saja tempat-tempat penginapan di wilayah Solo,
rumah makan, daerah tujuan wisata ( DTW ), kantor polisi, sampai rumah
sakit, semua tercantum dalam katalog yang disediakan pihak hotel.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan dari pihak hotel, yaitu Riyadi :
“ Sesuai dengan standart hotel, kami menyediakan katalog Kota Solo yang berisi tentang : daerah tujuan wisata (DTW), nama dan alamat hotel, restoran. Selain itu, pihak sponsor dalam hal ini Mie Pasar Baru juga menyediakan peta Kota Solo. “
71
Konsumsi informasi yang dimaksud juga dapat diperoleh wisatawan
melalui beberapa media lain yang mudah didapatkan. Media tersebut dapat
diperoleh dari media massa daerah, seperti di Koran Solopos. Pada kolom
lensa bisnis dan juga pada kolom Soloraya hari ini, pembaca dapat
mengetahui tempat belanja, dan juga event yang digelar di Kota Solo. Pada
surat kebar tersebut, memaparkan berbagai tempat wisata di Solo baik itu
wisata belanja maupun wisata yang berhubungan dengan seni daerah. Hal
tersebut seperti pernyataan dari Sulastri, salah satu informan berikut ini :
“Saya mengetahui PGS setelah membaca Koran Solopos di kolom Lensa Bisnis. Saya biasanya ke Solo beli baju – baju batik di PGS atau Klewer. Soalnya kan pusatnya batik-batik murah disana, jadi mendingan saya carinya langsung ke Solo. Kalau perjalanan naik motor kan tidak sampai satu jam juga sudah sampe. Kadang saya juga sama temen atau keluarga, sekalian main “.
Media lain yang bisa didapat dengan mudah adalah televisi yang
menjadi sarana wisatawan untuk mendapatkan informasi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan informan, yaitu Pardi Hendrawan yang berasal dari Kudus
:
“ Dari pengalaman pribadi, juga dari salah satu acara televisi, tepatnya kapan saya lupa, menayangkan seluk beluk Kota Solo. Dari situlah saya ajak keluarga coba mengenal Kota Solo ini.”
Terkait dengan informasi tentang daerah tujuan wisata (DTW) Kota
Solo, pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ( Disbudpar ) Kota Solo ikut
serta ambil bagian. Media yang digunakan hampir sama dengan media yang
disediakan oleh pihak hotel di Solo yaitu berupa berupa Leaflet, hal tersebut
72
seperti yang diungkapkan Bapak Budi Purwadi, salah satu staf Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo :
“ Kami bekerja sama dengan Badan Informasi dan Komunikasi, Pemkot Kota Solo menyediakan leaflet – leaflet yang menyajikan seluk-beluk daerah tujuan wisata (DTW) Kota Solo.”
Merupakan hal yang penting bahwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
memiliki staf yang professional untuk menjalin kerjasama dengan media masa
tidak hanya pada waktu tertentu saja, tapi juga untuk jangka panjang sehingga
mendapat dukungan dan perhatian media masa. Menginformasikan segala
sesuatu yang terkait dengan pariwisata tidak hanya menjadi tugas bagi dinas
atau pihak terkait, masyarakat juga merupakan media terluas yang dapat
menyampaikan informasi baik kepada saudara, teman, kerabat, sampai pada
orang lain. Karena umumnya wisatawan mendapat informasi tentang Kota
Solo dari orang tua, saudara, teman, atau kerabat mereka, seperti yang
dikatakan Tutik Suwarno :
“ Saya mendapat info – info tentang Kawasan wisata yang Kota Solo dari orang tua saya, saudara, dan juga teman yang pernah berkunjung ke sini. Dari cerita – cerita mereka menjadi referensi bagi kami dalam kunjungan kali ini.”
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Sriyatun, :
“ Sudah lama juga kami mengenal Kota Solo ini. Kami mengenal tempat – tempat wisata yang ada di Kota Solo ini dari kerabat saya yang tinggal di sini. “
73
Informasi yang didapat wisatawan menjadi pegangan dalam berkunjung di
suatu daerah. Karena itulah informasi tentang keadaan suatu daerah sangat
penting diketahui seseorang dalam perjalanannya di suatu daerah .
2. Konsumsi belanja akan sesuatu yang unik
Semakin lama wisatawan menikmati suatu obyek wisata, berarti
kepuasannya pada tempat yang dikunjunginya akan semakin besar, dan itulah
yang dicarinya. Ketika wisatawan tersebut kembali ke tempat asalnya, bahkan
saat mereka sudah mulai kembali pada rutinitasnya, kesan tersebut hendaknya
dapat tetap bertahan sehingga dalam angan – angan mereka dapat merasakan
lagi pesona obyek wisata yang pernah ia kunjungi. Hal seperti ini dapat
dicapai dengan selalu mengingatkan wisatawan kepada apa yang telah
disaksikan dan dinikmatinya. Salah satu caranya adalah mengikatkan kesan
itu pada obyek – obyek yang dapat dibawa pulang, dan tidak cepat rusak.
Sehingga setiap kali ia melihat benda itu, ia akan teringat kembali kepada apa
yang pernah disaksikan, dan dinikmatinya. Inilah yang biasanya disebut
dengan cinderamata atau souvenir. Seperti yang dikatakan Sulastri :
“ Membeli kaos dan pin SIPA, biar inget pernah meliat pertunjukkan seperti ini. Tadi dah liat – liat ke Ngarsopuro, tapi ntar mau ke sana lagi buat beli batik, dan hiasan dinding.Kalau diluar acara kayak gini, ya saya biasanya malah cari kebutuhan batik di PGS, saya suka belanja di Solo, Batiknya beragam. Modelnya juga bagus-bagus. Kalau ke Solo, saya pasti belanja khasnya Kota Solo.”
74
Konsumsi belanja akan sesuatu yang unik bisa didapatkan di tempat-
tempat tertentu yang memang dikhususkan untuk menarik minat para
wisatawan. Di Solo ada beberapa tempat yang menjual beragam barang
kerajinan Solo yang tentunya unik dan memiliki kesan khas daerah. Tempat
tersebut antara lain Night Market Ngarsopuro, yang tepatnya terletak di
sepanjang Jalan Diponegoro Solo. Berikut pernyataan dari Topan Triawan
salah satu informan yang pernah mengunjungi tempat wisata tersebut :
“ ………… Night Market di depan Puro Mangkunegaran yang menjual barang – barang khas Solo, misalnya saja, batik-batik, wayang hiasan dinding, hiasan kolam yang unik, miniature alat transportasi yang terbuat dari kayu, dan masih banyak lagi, barang-barangnya menonjolkan nilai budaya asli Kota Solo, seperti yang sudah saya beli ini, miniature andong dari kayu. “
Syarat cinderamata yang baik adalah tidak cepat rusak, sedapat mungkin
selalu tampak. Selain itu, cinderamata juga harus dapat mewakili Daerah
Tujuan Wisata (DTW) asal, dan dapat membawa kenangan tersendiri tentang
daerah tujuan wisata tesebut. Seperti yang diungkapkan Pardi Hendrawan :
“ Di Ngarsopuro, kami membeli souvenir khas Solo. Batik, dan wayang kulit hiasan dinding buat oleh – oleh biar selalu mengingat Kota Solo. Nanti mau mampir ke daerah Pasar Gede mencari makanan khas Kota Solo untuk oleh – oleh. ”
Begitu juga yang dikatakan Tutik Suwarno, :
“ Di showroom Kencana Ungu membeli baju – baju batik buat mertua dan kerabat di rumah. Rencana juga mau ke Kawasan Ngarsopuro, inginnya mencari barang – barang khas Kota Solo, tapi tunggu hari Sabtu dulu. “
75
Dari hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa wisatawan yang
berkunjung ke Kota Solo mengkonsumsi sesuatu yang unik dengan membeli
sesuatu yang khas, dengan tujuan untuk mengingatkannya pada Kota Solo.
3. Konsumsi jasa transportasi.
Fasilitas pengangkutan (transportation facilities) merupakan sarana dan
prasarana yang dipergunakan orang untuk mencapai tempat tujuan.
Wisatawan akan dengan mudah mencapai Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang
diinginkan dengan memakai atau mengkonsumsi jasa transportasi. Seperti
yang dikatakan Tutik Suwarno :
“ Dengan mobil rental yang disediakan hotel, kami tidak perlu memakai jasa travel. Kami juga membawa anak kecil, jadi pasti ribet kalo menggunakan jasa travel. “
Lain halnya dengan Sriyatun, wisatawan asal Jakarta Timur ini sama
sekali tidak menggunakan jasa transportasi, karena ia sekeluarga membawa
mobil pribadi, dan hanya menyewa sopir.
“ ..........Kalau untuk transportasi, kami menggunakan mobil pribadi dari rumah, biar mudah kalo mau ke mana – mana. Tapi karna bapak tidak bisa bawa mobil buat jarak jauh, kami memakai jasa sopir. “
Untuk perjalanan pariwisata dengan menggunakan mobil pribadi ada
untung dan ruginya jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan
umum. Perjalanan dengan mobil pribadi lebih banyak membutuhkan jasa
76
pendukung yang berupa : pom bensin, rumah makan, penginapan, dan lain
sebagainya. Akan tetapi, perjalanan tersebut akan lebih fleksibel karena waktu
pemberangkatan dan pemberhentian yang lebih luwes, dan menurut selera
wisatawan, di mana mereka dapat mengaturnya sendiri. Dengan tersedianya
fasilitas jasa transportasi ke lokasi wisata, akan mendorong wisatawan lebih
banyak menikmati komponen produk wisata yang tersedia, karena wisatawan
akan lebih leluasa melakukan perjalanan di daerah atau kota tujuannya.
Seperti yang dikatakan Pardi Hendrawan :
“ Meskipun tidak kuat nyetir jarak jauh, kami memakai mobil pribadi biar lebih bebas kalau mau kemana – mana. “
Jasa transportasi merupakan pendukung utama bagi kegiatan wisata.
Tempat wisata akan banyak dikunjungi wisatawan, jika terdapat kemudahan
untuk menuju tempet wisata tersebut. Jasa transportasi yang memadahi, tentu
akan sangat mendukung berkembangnya daerah wisata. Semakin banyak
kemudahan yang ditemukan para wisatawan menuju tempat wisata yang
mereka inginkan, maka hal tersebut juga akan membawa keuntungan bagi
tempat wisata tersebut. Hasil yang dapat diperoleh adalah, tempat wisata
semakin banyak dikenal orang, dan mampu menarik minat pengunjung untuk
mendatangi lagi tempat wisata tersebut, karena kemudahan akses transportasi.
77
4. Konsumsi akan kesan yang menyenangkan.
Seakan telah menjadi budaya wisata, segala sesuatu yang didapat dan
dinikmati diabadikan oleh wisatawan yang bersangkutan untuk dibawa pulang
sebagai kenangan atau memory tersendiri. Kebutuhan akan konsumsi kesan
yang menyenangkan tersebut mendorong wisatawan mengabadikannya baik
dalam bentuk fotografi, ataupun video. Salah satu informan, yakni Sruyatun
mengkonsumsi kesan yang menyenangkan dari perjalanan wisatanya dengan
bentuk fotografi dan video, seperti yang dikatakannya :
“ Selain dengan handy cam, anak saya juga mengambil foto dengan HP. Lagian sayang juga kalau dilewatkan gitu saja. “
Semakin canggihnya teknologi saat ini tampaknya juga dimanfaatkan
wisatawan untuk mengabadikan moment yang menyenangkan saat mereka
melakukan perjalanan wisata. Selain Sriyatun, perilaku mengkonsumsi kesan
yang menyenangkan ini juga tampak pada Sulastri (24 th), salah satu
wisatawan yang berkunjung ke Kota Solo untuk mengunjungi Keraton
Mangkunegaran dan menyaksikan SIPA ( Solo International Perfomance Art
) :
“ Ambil video dan foto - foto dengan HP, buat dokumentasi pribadi.” Pernyataan serupa juga diungkapkan Pardi Hendrawan, :
“ Anak – anak saya itu suka foto – foto, jadi mereka juga membawa peralatan foto sendiri untuk mengambil gambar dalam perjalanan wisata ini. “
78
Seorang wisatawan yang merasa puas akan kembali ke daerah asalnya
dengan suatu kenangan manis dari perjalanannya dan membawa pulang citra
yang baik dari daerah yang dikunjunginya. Perjalanan wisata menjadi sumber
pengalaman, menghasilkan rekaman tentang berbagai hal atau peristiwa yang
unik, menggembirakan, membahagiakan, dan semua hal yang menyentuh
perasaan wisatawan yang tersimpan dan dikenang dalam hatinya. Semua yang
dirasakan dibagi juga pada keluarga, teman-teman, dan kelompok
masyarakatnya. Sementara itu, pelayanan yang tidak profesional dan berakibat
pada batalnya kunjungan, umumnya menjadi alasan wisatawan kecewa.
Jaminan kepuasan hanya dapat diperoleh apabila pelayanan yang diterima
memang sesuai dengan apa yang dijanjikan dan standart yang diharapkan.
Sehingga wisatawan menginginkan mendapat kesan yang menyenangkan
untuk dibawa pulang.
5. Konsumsi jasa akomodasi
Industri akomodasi meliputi semua hal komersial yang bergerak di bidang
jasa akomodasi mulai dari bentuk penginapan yang paling sederhana sampai
penginapan yang mewah. Wisatawan akan memerlukan tempat tinggal untuk
sementara selama dalam perjalanan wisatanya di mana ia dapat beristirahat.
Seperti yang dikatakan Topan Triawan, :
79
“ Setiap mau pulang ke Madiun, memang sengaja dari Jakarta naik kereta jurusan Solo, istirahat sehari semalam di kota Solo, sekalian menikmati suasana malam di kota ini. “
Pernyataan tersebut menujukkan bahwa wisatawan mengunakan jasa
akomodasi untuk singgah dan menikmati Kota Solo. Hal serupa juga
diungkapkan Pardi Hendrawan, :
“ Kami menginap di Hotel Grand Setya Kawan, karena Harga yang tidak terlalu mahal dengan melihat fasilitas yang diberikan, serta lokasi di pinggir jalan raya tidak membuat kami repot mencari tempat penginapan.”
Selain menyediakan jasa penginapan, mayoritas hotel juga menyediakan
jasa transportasi dan makan, serta minum bagi tamunya. Seperti pernyataan
Tutik Suwarno :
“ Dengan mobil rental yang disediakan hotel, kami tidak perlu memakai jasa travel. Kami juga membawa anak kecil, jadi pasti ribet kalo menggunakan jasa travel. “
Dan juga seperti yang dikatakan Tia, salah satu pegawai Hotel Grand Setya
Kawan :
“ ………. Tarif segitu sudah termasuk makan pagi dan malam bagi semua jenis kelas kamar (moderate, superrior, dan deluxe).”
Disamping fasilitas yang diberikan, letak yang strategis perlu
diperhatikan pihak hotel. Hotel yang terletak di sepanjang jalan raya atau jalan
poros kota dengan sendirinya akan dilalui wisatawan, sehingga wisatawan
tidak akan kesulitan untuk mencari tempat beristirahat. Seperti yang dialami
Pardi Hendrawan :
80
“ ………. Harga yang tidak terlalu mahal dengan melihat fasilitas yang diberikan, serta lokasi di pinggir jalan raya tidak membuat kami repot mencari tempat penginapan. “
Kebutuhan akan konsumsi jasa akomodasi menambah ramainya industri
pariwisata di Kota Solo.
6. Konsumsi makan dan minum
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, banyak hotel yang
menyediakan jasa untuk memenuhi kebutuhan wisatawan akan makan dan
minum. Akan tetepi, jasa untuk menyediakan makan dan minum juga banyak
disediakan di luar hotel, baik dalam bentuk warung makan, kedai makan,
rumah makan, restoran ataupun yang lainnya. Rumah makan ataupun restoran
merupakan suatu aktivitas usaha pelayanan makan dan minum yang ditujukan
untuk umum. Usaha ini mempunyai kedudukan yang mempunyai peran yang
penting dalam pariwisata. Hal ini dapat dilihat bahwa di beberapa daerah
sampai negara, peneluaran wisatawan terbesar jatuh ke sektor ini (Wahab,
1992).
Rumah makan di kota – kota umumnya tidak disediakan khusus untuk
wisatawan, bahkan kebanyakan pendapatannya berasal dari penduduk
setempat. Kota Solo yang mempunyai berbagai jenis makanan khas. Ragam
kuliner yang tersedia di solo bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan. Selain memiliki rasa dan jenis yang khas, kuliner masakan khas
81
Solo juga memiliki rasa yang tak kalah enaknya dengan ragam kuliner daerah
lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sriyatun, salah satu informan
berikut :
“ Kemarin udah dari Timlo Sastro, tadi pagi nasi liwet di daerah Solo Baru itu, kalo ke Solo kami sengaja makan makanan yang khas sini. Makanan Solo yang beragam dan juga enak. “
Pernyataan serupa juga diungkapkan Sulastri, :
“ Tadi siang makan di kawasan stadion Manahan, trus tadi juga mampir di warung wedang dongo di daerah pojok Mangkunegaran sana. “
Tapi ada juga rumah makan atau resto yang khusus memberikan jasanya
kepada orang yang dalam perjalanannya terletak di tepi jalur lalu lintas yang
penting. Khususnya untuk pariwisata, rumah makan atau resto harus mudah
ditemukan dan dicapai dari tempat – tempat di mana wisatawan masuk atau
menginap. Hal ini termasuk syarat aksebilitas. Seperti yang dikatakan Pardi
Hendrawan,:
“ Kami menggunakan fasilitas yang diberikan hotel, yaitu makan pagi, tapi karna cuma dapat dua porsi, kami tambah lagi dua porsi. Tapi meski dari Hotel dapat makan pagi dan malam, untuk malamnya kami makan di Galabo, di sana makanannya lengkap, tempatnya nyaman, dan ramai.”
Mengenai syarat sentralitas, restoran harus berdekatan dengan tempat di mana
banyak terdapat wisatawan. Kemudahan akses serta kenyamanan tempat dapat
memberi kesan tersendiri bagi wisatawan untuk kembali mengunjungi Solo
sebagai Daerah Tujuan Wisata yang memiliki ragam kuliner istimewa.
82
D.ANALISIS PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK
DALAM WISATA BUDAYA DI KOTA SOLO
Solo yang telah diresmikan menjadi Kota Budaya menjadi semakin
ramai dikunjungi wisatawan, baik domestik ataupun manca. Dengan slogan
barunya, yakni “ The Spirit of Java “, Kota Solo gencar melakukan
pemasaran obyek wisatanya. Dengan menggelar berbagai event bertajuk
pengenalan budaya yang dimiliki, Kota Solo terus memperbaiki berbagai
sarana dan prasarana untuk wisatawan yang berkunjung. Meskipun bukan
ibukota provinsi, namun Solo berstatus sebagai kota besar dan menjadi salah
satu kota budaya di Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakatnya
mempunyai karakter yang kuat, yaitu lembut dalam bahasa, tingkah laku, serta
tutur kata di samping masih mempertahankan kehidupan tradisinya. Penduduk
Solo juga mengadopsi kehidupan modern, seperti banyaknya hotel berbintang,
kafe, pub, bar, dan diskotik.
Kota Solo yang tidak mempunyai sumber daya alam sebagai dasar
pertumbuhan pariwisata, tapi Kota Solo mempunyai potensi besar dalam
bidang budaya untuk membangkitkan pariwisata di Kota Solo. Pariwisata
merupakan fenomena perjalanan orang – orang dari tempat asalnya ke tempat
lain untuk bersenang – senang ( pleasure ), dan untuk memanfaatkan waktu
luang ( leisure ). Dampak dari pengertian tersebut adalah bahwa orang – orang
yang sedang melakukan perjalanan tersebut memerlukan layanan yang dapat
83
menggantikan apa yang biasa mereka nikmati dalam kehidupan sehari – hari.
Dari sinilah awal perilaku konsumsi wisatawan muncul.
Perilaku konsumsi wisatawan dikaji dengan berdasarkan pada teori
sosiologi konsumsi. Baudrillard menjelaskan bahwa dalam sebuah dunia yang
dikontrol oleh kode, persoalan konsumsi memiliki sesuatu yang berkenaan
dengan kepuasan atas apa yang umumnya dikenal sebagai “ kebutuhan “.
Kebutuhan diciptakan berasal dari pembagian subyek dan obyek palsu. Ide
kebutukan tersebut diciptakan untuk menghubungkan mereka. Sehingga,
pergulatan - pergulatan berdasarkan penegasan satu sama lain subyek dan
obyek. Baudrillard berusaha mendekonstruksikan subyek obyek yang lebih
umum lagi dengan konsep konsumsi. Seseorang tidak membeli apa yang ia
butuhkan, tapi membeli apa yang kode sampaikan padanya. Di dalam
konsumsi yang dilandasi oleh nilai tanda dan citra daripada nilai guna (
utilitas ), logika yang mendasarinya bukan lagi logika kebutuhan ( need )
melainkan logika hasrat ( desire ).
Kajian mengenai perilaku konsumsi wisatawan dapat dilihat dari
motivasi wisatawan tersebut mengkonsumsi barang ataupun jasa ketika
melakukan perjalanan pariwisatanya. Motivasi merupakan hal mendasar
dalam studi ini, karena motivasi merupakan penggerak dalam proses
perjalanan wisata, meskipun motivasi seringkali tidak disadari sepenuhnya
oleh wisatawan itu sendiri. Perilaku konsumsi wisatawan terletak pada
84
aktivitas atau kegiatan yang dilakukannya. Dalam uraian ini, perilaku
konsumsi wisatawan adalah kebutuhan manusia yang sedang dalam
perjalanan mencari kesenangan, jauh dari tempat tinggalnya, dan semata –
mata sebagai konsumen di daerah tujuan wisata yang dikunjunginya.
Hal lain yang membuktikan bahwa kegiatan konsumsi yang dilakukan
para informan dalam penelitian ini adalah wisatawan domestik yang
berkunjung di kota Solo didasari atas faktor kebutuhan dan nilai guna (use
value). Wisatawan mengkonsumsi sesuatu karena memang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhannya selama melakukan perjalanan wisata. Sama halnya
dengan individu pada umumnya, wisatawan juga mempunyai kebutuhan
hidup yang harus dipenuhi. Dari kebutuhan makan dan minum, tempat
tinggal, sampai kesan yang menyenangkan merupakan kompleksnya
kebutuhan wisatawan.
Namun, budaya konsumen mengungkapkan bahwa perilaku konsumsi
tidak dapat begitu saja dinamakan matrealistis. Perencanaan, pembelian,
peragaan, dan perawatan komoditas tentu saja banyak membutuhkan
perhitungan. Kondisi keuangan menjadi faktor penentu seseorang
mengkonsumsi sesuatu. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, perilaku
konsumsi individu dikaji dari segi pilihan – pilihan rasional dengan asumsi
dasar bahwa setiap perilaku individu diarahkan oleh perhitungan yang sadar
untuk meminimalkan pengorbanan dan mendapat hasil maksimal.
85
Mengkonsumsi pada hakekatnya merupakan kepuasan yang tidak ada
habisnya. Namun, akhir dari kegiatan konsumsi adalah ketidakpuasan. Seperti
yang telah diketahui. Selain alasan kebutuhan, dan kondisi keuangan, motivasi
yang mendasari perilaku konsumsi wisatawan adalah gaya hidup. Sebagai
dampak dari pengertian pariwisata, wisatawan termasuk ke dalam “kelas
pemilik waktu” dan “menikmati waktu senggang”. Dan mereka yang pemilik
waktu, dan dan dapat menikmati waktu senggangnya, dapat menempati kelas
tertentu dalam komunitasnya.
Karena itu, dalam budaya konsumen masa kini, gaya hidup mendapat
kedudukan yang istimewa. Dalam penelitian ini, perilaku konsumsi wisatawan
yang didasari atas gaya hidup juga tampak pada seorang wisatawan yang
membeli merk tertentu (branded) yang sudah terkenal karena selain kualitas
yang terjamin, ia juga mengaku lebih berkelas jika memakai merk tersebut.
Gaya hidup tidak hanya terbatas pada konsumsi merk saja. Cara seseorang
mengisi waktu luangnya juga menjadi gaya hidup tersendiri bagi masyarakat
sekarang ini. Setiap orang mempunyai waktu luang. Tetapi, sebagian dari
mereka tidak dapat mengisi waktu luang tersebut dengan maksimal. Mengisi
waktu luang dengan melakukan perjalanan pariwisata menjadi gaya hidup
masyarakat yang tiap harinya dilalui dengan aktivitas dan rutinitas yang
membosankan.
86
MATRIKS 2. TEMUAN PENELITIAN
PERILAKU KONSUMSI WISATAWAN DOMESTIK
DALAM WISATA BUDAYA DI KOTA SOLO
NO. ASPEK KETERANGAN
1
Motivasi
a. Kebutuhan.
Keinginan memenuhi kebutuhan hidup dalam perjalanan
wisata menjadi motivasi wisatawan dalam perilaku
konsumsi.
b. Kondisi keuangan.
Wisatawan melakukan perilaku konsumsi dengan
melihat kondisi keuangan masing – masing.
c. Gaya hidup (life style).
Gaya hidup merupakan pola dimana orang hidup dan
menggunakan waktu dan uangnya. Termasuk
didalamnya nilai, tanda, dan citra.
2.. Perilaku Konsumsi a. Berdasarkan kebutuhan :
- Konsumsi Informasi. Informasi merupakan pintu
utama wisatawan berkunjung ke daerah tujuan
wisata pilihannya.
87
- Konsumsi jasa transportasi. Wisatawan dapat dengan
mudah mencapai daerah tujuan wisata yang
diinginkan dengan sarana transportasi.
- Konsumsi makan dan minum ( food and beverages ).
Salah satu kebutuhan utama individu dimanapun
berada adalah makan dan minum.
b. Berdasarkan kondisi keuangan
- Konsumsi jasa akomodasi. Jasa akomodasi
menyediakan tempat tinggal sementara atau
penginapan, dan juga meliputi penyediaan makan
dan minum.
c. Berdasarkan gaya hidup (life style) :
- Konsumsi sesuatu yang unik (souvenir). Souvenir
berupa sesuatu yang unik dan khas daerah setempat
sebagai tanda mata daerah tersebut.
- Konsumsi belanja. Wisatawan memilih merk tertentu
yang terkenal dan berkelas.
- Konsumsi sesuatu yang menyenangkan (memory).
Kenangan indah dalam perjalanan wisata yang
diabadikan wisatawan sebagai tanda mereka telah
melakukan pariwisata.
88
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perilaku konsumsi wisatawan terletak pada aktivitas atau kegiatan
yang dilakukannya. Dalam penelitian ini, perilaku wisatawan adalah
kebutuhan manusia yang sedang dalam perjalanan mencari kesenangan, jauh
dari tempat tinggalnya, dan semata – mata sebagai konsumen di daerah tujuan
wisata yang dikunjunginya. Kebutuhan manusia yang bertingkat dimulai dari
tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi, tidak ada
batasnya, dan berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Di
sinilah kompleksnya perilaku konsumsi wisatawan.
B. IMPLIKASI
1. Implikasi Empiris
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perilaku konsumsi
wisatawan merupakan kegiatan atau aktivitas wisatawan menggunakan
nilai guna suatu barang atau jasa dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Seperti halnya individu pada umumnya, wisatawan
juga berusaha untuk memenuhi kebuutuhan hidupnya selama dalam
perjalanan wisatanya. Motivasi yang mendasari perilaku konsumsi
wisatawan domestik dalam melakukan wisata budaya di kota Solo berbeda
89
tiap orangnya. Atas dasar pemenuhan kebutuhan, wisatawan
mengkonsumsi barang atau jasa yang disediakan industri jasa di Kota
Solo. Hal – hal yang melatarbelakangi seorang wisatawan dalam
melakukan perilaku konsumsinya menjadi motivasi perilaku konsumsi.
Dari peneliitian terlihat bahwa semakin tingginya pendapatan atau
penghasilan rata – rata tiap bulan, semakin besar pula pengeluaran uang
mereka untuk mengkonsumsi barang atau jasa selama perjalanan
wisatanya. Di samping motivasi akan kebutuhan dan kondisi keuangan,
wisatawan itu juga berdasar atas gaya hidupnya. Dilihat dari motivasi
kebutuhan, wisatawan melakukan konsumsi makan dan minum, konsumsi
informasi, dan transportasi. Wisatawan mengkonsumsi konsumsi jasa
akomodasi atas dasar kondisi keuangan. Gaya hidup diwujudkan
wisatawan dalam mengkonsumsi sesuatu yang unik (souvenir), dan
sesuatu yang menyenangkan (memory).
2. Implikasi Metodologis
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian ini mengungkapkan perilkau konsumsi wisatawan domestic
dalam wisata budaya di kota Solo. Dengan mengamati komponen yang
yang terlibat dalam industri pariwisata yang meliputi : wisatawan
domestic yang berkunjung di kota Solo, penyedia barang atau jasa industri
90
pariwisata, dan dinas terkait. Informan dipilih berdasarkan metode
convenience sampling, dimana pengambilan informan yang dilakukan
semata – mata dengan cara memilih siapa saja yang dapat diraih pada saat
penelitian.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan
wawancara mendalam ( indepth interview ), observasi, dan dokumentasi.
Indepth interview dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara
dengan informan selain dengan menggunakan pedoman wawancara,
peneliti juga mengembangkan lagi pertanyaan tersebut supaya dapat
menjawab perumusan masalah penelitian. Data yang terkumpul berupa
catatan hasil wawancara direduksi secara terus - menerus sebelum
disajikan dalam bentuk laporan penelitian. Tidak hanya keluasan data, tapi
juga memperhatikan kebenaran data yang diperoleh.
Penulis menggunakan triagulasi sumber, dimana data yang sama digali
dari berbagai sumber. Disamping itu, triagulasi metode juga yang berearti
data yang sama dicari dengan metode yang berbeda dalam penelitian ini,
selaim wawancara mendalam, peneliti juga melakukan observasi dan
dokumentasi. Observasi dilakukan peneliti dengan cara datang langsung di
tempat obyek wisata, penyedia jasa atau barang industri pariwisata untuk
mengetahui keadaan dan juga situasi dan kondisi serta peristiwa yang ada.
91
Selain itu, dokumentasi juga dilakukan peneliti untuk sumber data berupa
gambar.
Selama proses penelitian, peneliti juga mengalami beberapa kendala,
antara lain : belum pastinya pengunjung hotel adalah wisatawan yang
ingin menikmati kota Solo. Sebagian dari mereka datang ke kota Solo
dalam perjalanan bisnisnya. Memerlukan waktu yang cukup lama bagi
peneiliti untuk untuk mendapatkan wisatawan domestik yang
mengkonsumsi jasa akomodasi. Selaen itu, terbatasnya waktu yang
dimiliki wisatawan membuat peneliti tidak maksimal dalam penelitian.
.3. Implikasi Teoritis
Dalam penelitian ini, penulis menggonakan teori sosiologi konsumsi
yang dikemukakan oleh Baudrillard. Baudrillard menjelaskan bahwa
dalam suatu dunia yang dikontrol oleh kode, persoalan konsumsi memiliki
sesuatu yang berkenaan dengan kepuasan atas apa yang umumnya dikenal
sebagai “kebutuhan”. Seseorang tidak membeli apa yang ia butuhkan,
tetapi ia membeli apa yang kode sampaikan padanya. Di dalam konsumsi
yang didasari nilai, tanda, dan citra daripada nilai guna, logika yang
mendasarinya bukan lagi logika kebutuhan, melainkan logika hasrat.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa wisatawan domestik yang
berkunjung di Kota Solo mempunyai beberapa faktor yang menjadi
92
motivasi mereka dalam perilaku konsumsinya. Dalam perjalanan
pariwisatanya, wisatawan juga merupakan individu yang tetap mempunyai
kebutuhan hidup. Selama perjalanannya, wisatawaan tersebut dapat
dikatan melakukan perilaku konsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dalam hal ini, pendapat Baudrillard di atas kurang tepat adanya, karena
Baudrillard mengesampingkan kebutuhan dalam konsumsi. Pendapat
Baudrillard tidak sepenuhnya ditolak dalam penelitian ini/ Karena pada
penelitian di lapangan ditemukan bahwa motivasi lain yang mendasari
wisatawan domestik dalam perilaku konsumsinya adalah gaya hidup.
Seseorang mengkonsumsi sesuatu atas dasar gaya hidup semata. Perilaku
konsumsi yang didasari nilai, tanda, dan citra tampak pada wisatawan
yang mengkonsumsi suatu barang dengan melihat merk (brand) terlebih
dulu. Ia merasa lebih berkelas dan telah percaya pada merk tersebut.
Dalam hal ini ia menomorduakan kebutuhan.
C. SARAN
Setelah melakukan penelitian, peneliti melihat adanya beberapa hal
yang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak supaya industri pariwisata
dapat tetap terus berkembang atau paling tidak dapat tetap bertahan. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini, penulis memberikan beberapa masukan
yang berupa pemikiran dalam bentuk saran, antara lain :
93
1. Untuk Pemerintah
Melihat kenyataan yang ada di lapangan yakni bagaimana perilaku
konsumsi wisatawan domestik dalam wisata budaya di Kota Solo, maka
pemerintah Kota Solo dan juga pihak terkait hendaknya :
a Memberikan fasilitas pelayanan umum yang memadai di setiap tempat
tujuan wisata, misalnya : toilet, tempat duduk, souvenir shop
b. Melakukan penataan yang lebih baik lagi untuk pedagang, dan juga
tempat parkir yang nyaman bagi pengunjung.
c. Menjaga asset budaya peninggalan sejarah yang ada di kota Solo
supaya dapat dapat mempertshsnksn dan juga meningkatkan jumlah
wisatawan ynag mengunjungi Kota Solo.
2. Untuk Pihak Penyedia Jasa Akomodasi ( Hotel )
a. Lebih maksimal dalam melakukan promosi sehingga pengunjung
mengetahui keberadaan Hotel tersebut.
b. Ikut serta memelihara kebersihan dan kerapian di lingkungan sekitar
daerah tujuan wisata (DTW).
c. Memberikan pelayanan dan keramahan kepada wisatawan dan atau
konsumen yang berkunjung.
3. Untuk Peneliti :
a. Sebaiknya lebih banyak mencari referensi guna menambah
pengetahuan dan kreativitas dalam menyusun laporan penelitian.
94
b. Sebaiknya peneliti lebih teliti dan rinci dalam menyusun pedoman
wawancara supaya dapat dengan mudah menperoleh data yang
lengkap.
c. Hendaknya peneliti lebih meningkatkan kepekaan terhadap situasi dan
kondisi, serta peristiwa yang ada dan terjadi di lokasi penelitian
4. Untuk Wisatawan domestik yang berkunjung di Kota Solo
a. Disarankan ikut menjaga kebersihan, kenyamanan, dan ketertiban di
lingkungan sekitar daerah tujuan wisata ( DTW )
b. Disarankan kepada wisatawan yang telah berkunjung di Kota Solo
dapat memberi informasi kepada orang lain tentang keberadaan daerah
tujuan wisata (DTW) di Kota Solo, sehingga memungkinkan untuk
meningkatkan jumlah pengunjung Kota Solo.