perencanaan regional
DESCRIPTION
tstTRANSCRIPT
0
BEBERAPA ASPEK PEMBANGUNAN REGIONAL DAN TEORI LOKASI
lic.rer.reg.Sirojuzilam,SEFakultas EkonomiUniversitas Sumatera Utara
PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
1. Konsep Pembangunan Ekonomi
Pembangunan di Indonesia di Indonesia, khususnya dalam bidang
ekonomi di tempatkan pada urutan pertama dari seluruh aktivitas
pembangunan. Dalam rangka pembangunan ekonomisekaligus
terkait usaha-usaha pemerataan kembali hasil-hasil pembangunan
yang merata keseluruh daerah, maupun berupa peningkatan
pendapatan masyarakat . Secara bertahap disahakan mengurangi
kemiskinan dan keterbelakangan.
Secara umum pembangunan ekonomi di defenisikan sebagai suatu
proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product)
atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode waktu
yang panjang. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi memiliki tiga
sifat penting yaitu :
Suatu proses yang berarti terjadinya perubahan terus menerus,
adanya usaha untuk menearik pendapatan per kapita masyarakat.
Dan kenaikan pendapatan per kapita masyarakat yang terjadi
dalam jangka panjang.
Pembangunan menurut Michael Todaro didefenisikan sebagai
berikut:
“pembangunan ekonomi telah digariskan kembali dengan dasar
mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan, dan
pengangguran dalam dalam konteks pertumbuhan ekonomi atau
ekonomi sedang berkembang.
1
Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam
pendapatan per kapita dan lajunya pembangunan ekonomi
ditujukan dengan menggunakan tingkat petambahan PDB (Produk
Domestik Bruto) untuk tingkat nasional dan PDB untuk tingkat
wilayah atau regional. Tingkat PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) ini juga ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk
lebih dari PDRB, maka ini mengalami perubahan terhadap
pendapatan per kapita, oleh sebab itu pertambahan PDRB tidak
memperbaiki tingkat kesejateraan ekonomi masyarakat karena
terdapat kemungkinan timbulnya keadaan tersebut maka
pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dan
pembangunan ekonomi harus dibedakan.
Dalam pembangunan, Rodinelli (1961) menyatakan bahwa
kebijaksanaan pemerintah dutujukan untuk mengubah cara
berfikir, selalu memikirkan perlunya ivestasi pembangunan.
Dengan adanya pembangunan akan terjadilah peningkatan nilai –
nilai budaya bangsa, yaitu terciptanya taraf hidup yang lebih baik,
seling harga menghargai sesamanya, serta terhindar dari tindakan
sewenang – wenang.
Adapun tujuan pembangunan menurut Gant (1971) ada dua tahap.
Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan
untukmenghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sidah mulai
dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan
kesempatan – kesempatan bagi warganya utnuk dapat hidup
bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan, maka perlu
dipikirkan komponen - komponen pembangunan yang terdiri atas
sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan tehnologi.
2
Secara skematis uraian tentang pembangunan oleh Heidemann
(1990) dapat dilihat pada bagan berikut ini.
3
Individual
CHANGE
QUANTITY (Size) QUALITY (Composition)
Enlargement Advancement
Population Individual
Population
GROWTHEVALUATIONDEVELOPMENTOPMENT
Acquisition & Accretion Variation & SelectionAssimilation & Accommodation
Replication ReplacementRearrangement
SUCCESSIONTRANSITIONSPREADSWELL
Revision Innovation Repetition
Rules OrganismsThings
PROGRESS SPECIATIONMODERNIZATIONENABLEMENTENHANCEMENT
fitter than beforefitter than before
IMPROVEMENTEXPANSION
DEVELOPMENT : Conceptual Clarifications
4
Pembangunan menyangkut perubahan mendasar dari seluruh
struktur ekonomi dan ini menyangkaut perubahan – perubahan
dalam produksi dan permintaan maupun peningkatan dalam
distribusi pendapatan dan pekerjaan. Konsekuensinya adalah perlu
diciptakannya suatu perekonomian yang lebih beragam, dengan
bebrapa sektor utama yang saling berkait, untuk mengadakan
input dan memperluas pasaran hasil.
Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan ekonomi yang
diwujudkan dalam berbagai kebijaksanaan, secara umum
disimpulkan sebagai berikut :
1. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan
pertumbuhan produksi nasional yang cepat secara keseluruhan.
2. Mencapai tingkat kesetabilan harga yang mantap dengan kata
lain mengedalikan tingkar inflansi yang berlaku ditengah
masyarakat.
3. Mengatasi masalah dan pengangguran atau perluasan
kesempatan kerja bagi seluruh angkatan kerja.
4. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran antar negara.
5. pendistribusian pendapatan yang lebih adil dan merata.
2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai
dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya
dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju
pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi
yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indicator ini penting utnuk
mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan
datang.
5
Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan
pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula
dinikmati masyarakat sampai dilapisan paling bawah, baik dengan
sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.
Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana,
mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan
pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan
demikian maka daerah yang miskin, tertinggal tidak produktif akan
menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan
itu sendiri. Srategi ini di kenal dengan istilah “Redistribution With
Growth”.
Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonimi tersebut secara riil
dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas harga
konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif
menunjukkan adanya peningkataan perekonimian, sebaliknya
apabila negatif menunjukkan terjadi nya penurunan. Pertumbuhan
biasanya di sertai dengan proses sumber daya dan dana negara.
Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan
terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah
produktifitasnya kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain
pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan
produktifitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.
Prof. Simon Kuznets (1966) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai “Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu
negara untuk menayediakan semakin banyak barang ke pada
penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan
6
tehnologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang di
perlukan”.
Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan
perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu
priode ke priode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam
waktu sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan
ekonomi harus di bandingkan dengan tingkat pedapatan nasional
dari tahun ke tahun atau dapat di formulasikan sebagai berikut :
gt =
atau :
gt =
dimana :
gt : pertumbuhan ekonomi
GNP : Gross National Product
(nilai GNP yang dimaksud adalah nilai rielnya)
: perubahan
Oleh karena itu ada beberapa komponen penting yang perlu
dianalisa pada pertumbuhan ekonomi dalam suatu masyarakat,
yaitu:
1. Akumulasi modal.
Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah,
peralatan fisik dan sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi
apa bila sebagian dari pendapatan masyarakat di investasikan
dengan tujuan memperbesar output. Pabrik baru, mesin perlatan,
7
GNP
GNP
GNPt – GNPt-1
GNPt-1
dan material meningkatakan stok modal secara fisik suatu negara
dan memungkinkan tercapaian peningkatan output.
Investasi produktif ini juga harus di lengkapi dengan infrastuktur
sosial ekonomi yaitu: Jalan, Listrik, Air, Sanitasi, komunikasi dan
sebagainya guna menunjang aktivitas perekonomian secara
terpadu.
2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja.
Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja, secara tradisional, di
anggap sebagai faktor positif dan merangsang pertumbuhan
ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih beras berarti akan
meningkatkan luasnya pasar domestik .
3. Kemajuan teknologi.
Dalam pengertian yang paling sederhana, kemajuan teknologi
terjadi
Karena di temukannya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian
tugas tradisional. Kemajuan teknologi yang netral terjadi apabila
penggunan teknologi berhasil mencapai tingkat produksi yang
lebih tinggi dengan
menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama.
Kemajuan teknologi hemat pekerja terjadi apabila dengan
mengunanakan jumlah input pekerja dan modal akan di capai
input yang lebih tinggi. Sedangkan kemajuan teknologi hemat
modal akan menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih
efisien.
8
Pertumbuhan Ekonomi Regional.
Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan
tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set
variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja,
rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (factor returns) dalam
daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan dari daerah-
daerah biasanya di ukur menurut output atau tingkat pendapatan
adalah sangat berbeda-beda, dan beberapa daerah mengalami
kemunduran jangka panjang.
Pertumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor, sebagian
bersifat intern dan sebagian lainnya bersifat ektern dan sosio
politik. Faktor – faktor yang berasal dari daerah itu sendiri meliputi
distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal
sedangkan salah satu penentu ekstern yang penting adalah
tingkat permintaan dari daerah – daerah lain terhadap komoditi
yang dihasilkan oleh daerah tersebut.
1. Teori pertumbuhan ekonomi regional.
Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa
yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal
ini pada dasarnya disebabkan pada analisa pertumbuhan
ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh
perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, kedua kelompok ilmu ini juga mempunyai ciri
yang sama, yaitu memberikan tekanan pula pada unsur waktu
yang merupakan faktor penting dalam analisa pertumbuhan
ekonomi.
9
Karena teori ekonomi regional memberikan juga pada unsrur
space, maka faktor – faktor yang menjadi perhatian juga berbeda
dengan apa yang lazim dibahas pada teori pertumbuhan ekonomi
nasional (Growth Theory) pada teori pertumbuhan ekonomi
nasional daktor – faktor yang sangat diperhatikan adalah modal,
lapangan pekerjaan, dan kemajuan tehnologi yang bisa muncul
dalam berbagai bentuk. Sedangkan pada teori pertumbuhan
ekonomi regional faktor – faktor yang mendapat perhatian utama
adalah keuntugan lokasi, aglomerasi migrasi, dan arus lalu lintas
modal antar wilayah.
Teori pertumbuhan ekonomi Regional dapat di bagi atas empat
kelompok besar, yaitu:
Kelompok pertama dinamakan sebagai Export Base –
Models yang dipelopori oleh Douglas C.North (1955) dan
kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956).
Kolompok kedua lebih banyak berorientasi pada
kerangka pemikiran Neo-Classic, yang dipelopori oleh
Borts Stein (1964), kemudian dikembangkan lebih lanjut
oleh Roman (1965) dan Siebert (1969).
Kelompok ketiga menggunakan jalur pemikiran ala
Keynes dan menamakan pendapatnya sebagai
Cumulative Causation Models. Teori ini dipelopori oleh
Myrdal (1975) dan kemudian diformulasikan lebih lanjut
oleh Kaldor.
Kelompok keempat dinamakan sebagai Core Poriphery
Models yang mula - mula dikemundangkan oleh
Friedman (1966).
Adapun pandangan dari masing-masing kelompok di atas adalah
sebagai berikut :
10
* Models Export - Base.
Kelompok ini mendasarkan pandangannya dari sudut teori
lokasi, Yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi suatu
region akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan
lokasi dan dapat sigunakan oleh daerah tersebut sebagai
kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut umumnya
berbeda-beda setiap region dan hal ini tergantung pada
keadaan geografi daerah setempat.
Pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi
kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis eksport daerah
yang bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat
permintaan ekstern dari daerah – daerah lain. Pendapatan yang
diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan
berkembangnya kegiatan – kegiatan penduduk setempat,
perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan – keuntungan
eksternal, dan pertumbuhan regional lebih lanjut.
Ini berarti untuk meningkatkan pertumbuhan suatu region
strategi pembangunnannya harus disesuikan dengan
keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak harus sama
dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.
* Model Neo Klasik
Kelompok ini mendasarkan analisanya pada peralatan fungsi
produksi. Unsur – unsur yang menentukan pertumbuhan
ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja dan modal.
Adapun kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara
mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu
lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
11
Suatu kesimpulan yang menarik dari model Neo – Klasik adalah
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu
negara dengan perbedaan kemakmuran daerah (regional
disparity) pada negara yang bersangkutan. Pada saat proses
pembangunan baru dimulai (negara yang sedang berkembang),
tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cendrung menjadi
tinggi (divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah
berjalan dalam waktu yang lama (negara yang telah
berkembang), maka perbedaan tingkat kemakmuran antar
wilayah cendrung menurun (convergence). Hal ini disebabkan
pada negara yang sedang berkembang lalu lintas modal masih
belum lancar sehingga proses penyesuaian ke arah tingkat
keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi. Masih belum
lancarnya fasilitas perhubungan dan komunikasi serta kuatnya
tradisi yang menghalangi mobilitas penduduk biasanya
merupakan faktor utama yang menyebabkan belum lancarnya
arus perpindahan orang dan modal antar daerah. Sedangkan
pada negara – negara yang telah maju proses penyesuaian
tersebut dapat terjadi dengan lancar karena telah sempurnanya
fasilitas perhubungan dan komunikasi.
* Model Cummulative Causation.
Teori ini berpendapat behwa penungkatan pemerataan
pembangunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada
kekuatan pasar (market mechanisme), tetapi perlu adanya
campur tangan pemerintah dalam bentuk program – program
pembangunan wilayah, terutama untuk daerah – daerah yang
relatif masih terbelakang.
* Model Core-Periphery
12
Teori ini menekan analisanya pada hubungan yang erat dan
saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan
desa (periphery). Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan
daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan
desa – desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah
pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah
pembangunan perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi
antar daerah (spatial interaction) sangat ditonjolkan.
2. Teori Pusat Pengembangan (Growth Poles Theory).
Theory Growth Poles adalah salah astu teori yang dapt
menggabungkan antara prinsip – prinsip konsentrasi dengan
desentralisasi secara sekaligus (Allonso, 1986). Dengan demikian
teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk
mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak
belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan
keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat
menggabungkan antara kebijaksanaan dan program
pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.
Konsep Growth Poles ini berasal dari salah satu ahli perencanaan
yang bernama Francois Perroux (1955). Menurutnya, suatu pusat
pengembangan didefenisikan sebagai suatu konsentrasi industri
pada suatu tempat tertentu yang kesemuanya saling berkaitan
melalui hubungan antara input dan output dengan industri utama
(propulsive industry). Konsentrasi dan saling berkaitan
merupakan dua faktor penting dalam setiap pusat
13
pengembangan karena melalui faktor ini akan dapat diciptakan
berbagai bentuk aglomeration economics yang dapat menujang
pertumbuhan industri – industri yang bersangkutan melalui
penurunan ongkos produksi.
Keuntungan aglomerasi yang merupakan kekuatan utama bagi
setiap pusat pengebangan selanjutnya dibagi atas tiga jenis ,
pertama adalah scale economics yaitu semacam keuntungan
yang dapat timbul karena pusat pengembangan memungkinkan
perusahaan industri yang tergabung didalamnya beroperasi
dengan skala besar karena adanya jaminan sumber bahan baku
dan pasar. Kedua adalah localization economics yang dapat
timbul karena adanya saling keterkaitan antara industri sehingga
kebutuhan bahan baku dan pemasaran dapat dipenuhi dengan
mengeluarkan ongkos angkut yang minim. Ketiga adalah
urbanization economics yang timbul karena fasilitas pelayanan
sosial dan ekonomi yang dapat digunakan secara bersama
sehingga pembebanan ongkos untuk masing – masing
perusahaan industri dapat dilakukan serendah mungkin.
Bila kegiatan ekonomi (industri) yang saling berkaitan
dikonsentrasikan pada suatu tempat tertentu maka pertumbuhan
ekonomi dari daerah yan bersangkutan akan dapat ditingkatkan
lebih cepat dibandingkan kalau industri tesebar dan terpencar ke
seluruh pelosok daerah (Richardson 1978). Dengan demikian, bila
sebuah pusat pengembangan didirikan pada suatu daerah yang
relatif masih kurang berkembang dibandingkan dengan daerah –
daerah lainnya, maka laju pertumbuhan pada daerah yang
bersangkutan akan dapat ditingkatkan sehingga perbedaan
kemakmuran antar wilayah secara bertahap akan dapat
dikurangi.
14
Konsep pusat pengembangan sebagai alat perumusan
kebijaksanaan tidak saja dilakukan pada tingkat regional, tetapi
juga pada tingkat nasional. Dalm hal ini sering terjadi
pertentangan antara kepentingan regional dan nasional,
terutama dalam penentuan lolasi dan anggota. Hal ini dapat
menimbulkan kepicangan pembangunan wilayah yang mangkin
tinggi. Ini berarti dapat saja terjadi bahwa kebijaksanaan pusat
secara spasial perkembangan wilayah terjadi melalui
pertumbuhan, didefenisikan pemukiman (settlement) dan lewat
penciptaan keterkaitan baru dan kuat antara pemukiman -
pemukiman tersebut. Secara sektoral perkembangan wilayah
terjadi melalui suatu pertumbuhan atau bebrapa kegiatan
ekonomi lain, terutama sektor – sektor yang mempunyai
keterkaitan baik keterkaitan ke muka maupun keterkaitan
kebelakang. Sektor ekonomi yang mampu menggerakkan sektor
ekonomi lainnya akan berfungsi sebagai prime mover terhadap
perkembangan ekonomi wilayah.
Pada dasarnya pembangunan daerah berkaitan dengan tingkat
perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel –
variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal
- tenaga dan imbalan bagi faktor (factor returns), dalam daerah
yang dibatasi secara jelas. Ruang bukan merupakan unsur yang
penting dibandingkan dengan jarak yang harus ditempuh untuk
terjadinya transaksi antar daerah.
Perbedaan laju pembangunan antar daerah menyebabkan
terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah.
Perbedaan ini karena disebabkan oleh bebrapa faktor, yaitu :
15
1. Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk mencurahkan
dana yang lebih besar untuk membangun sarana dan
prasarana yang akan lebih terbuka dan menyeimbangkan
kesempatan berkembangnya secara lebih cepat kondisi
ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah – wilayah
terkebelakang.
2. Keterbatasan sumber daya alam di wilayah terkebelakang,
yang antara lain menjadi penyebab dan sekaligus akibat
keterbelakangan itu.
3. Bahwa dalam ekonomi yang terbuka dan menganut prinsip –
prinsip pasar, apalagi dengan semangat deregulasi dan
debirokratisasi, dan menghadapi tantangan persaingan
menjadi amat penting, dan dengan sedirinya yang paling
mampu bersaing apakah itu pengusaha, sektor atau wilayah
akan lebih mempu memanfaatkan kesempatan.
4. Sulitnya menarik investasi sebagai sumber dan pemacu
pertumbuhan ke wilayah terkebelakang terutama investasi
yang berkualitas yaitu yang membuka lapangan kerja luas
dan meningkatkan perutmbuhan daerah secara
berkelanjutan dengan multiplier effect yang sebesar –
sebesarnya.
Dalam upaya untuk mengatasi masalah – maslah yang timbul
maka pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi,
yaitu :
1. Dari segi pembangunan sektoral dimana pencapaian
pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan sektoral yang dilaksanakan di daerah.
Pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah disesuikan
dengan kondisi dan potensinya.
16
2. Dari segi pembangunan wilayahm yang meliputi perkotaan
dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial
ekonomi wilayah tersebut.
3. Pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahannya.
Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat
berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu
berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan
daerah merupakan usaha mengembangkan dan
memperkuat pemerintah daerah dalam rangka mangkin
mantapnya ekonomi daerah yang nyata, dinamis serasi
dan bertanggung jawab.
Tulus Tambunan (1996) memberi tahapan – tahapan pada
pembangunan ekonomi regional yaitu :
Dengan mempelajari terlebih dahulu karekteristik daerah
yang akan dibagun, misalnya jumlah jenis serta kondisi –
kondisi sumber daya alam yang ada dan keadaan pasar,
sosial, ekonomi makro (tingkat pendapatan) dan struktur
politiknya.
Menentukan komoditas atau sektor unggulan dan jenis
kegiatan ekonomi lain yang perlu dikembangkan, baik
yan gsudah ada sejak lama maupun yang belum ada.
Menentukan sifat serta mekanisme keterkaitan antar
sektor – sektor yang ada di daerah tersebut serta
mempelajari kelembagaan sosial masyarakat.
Masalah utama dalam pembangunan wilayah adalah
ketimpangan ruang (wilayah). Aritnya ketimpangan juga terjadi
antar daerah, karena itu pemerataan pembangunan berarti juga
terjadi antar daerah, karena itu pemerataan pemangunan berarti
juga suatu usaha dalam menyaimbangkan kemampuan wilayah
untuk berkembang. Oleh sebab itu perlu adanya prioritas
17
pembangunan daerah dalam wujud pengembangan wilayah
segala sektor guna memperoleh pemerataan pembangunan dan
hasilnya.
Kebijaksanaan dalam strategi jpengembangan wilayah adalah
merupakan kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang
dipresentasikan melalui variabel kewiyahan. Tujuan
pembangunan nasional yang ditetapkan dalam kebijaksanaan
dan sasaran, strategi, tidak dapat dirumuskan dengan mengukan
variabel sektoral, melainkan menggunakan variabel kewilayahan.
Perubahan pembangunan wilayah pada dasarnya mempunyai arti
peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah
tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan
tingkat kesejahteraan yang rata – rata membaik, disamping
menunjukan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa
yang tersedia dan kegiatan usaha – usaha masyarakat yang
meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun
kualitasnya.
3. Alokasi Investasi Regional.
Untuk meningkatkan pertumbuhan regional salah satunya juga
dapat dilakukan melalui kebijaksanaan alokasi anggaran yang
dapat dilakukan secara sektoral. Dengan demikian sesuai dengan
teori Unbalanced Growth, bila suatu negara masih berada pada
permulaan proses pembangunan, maka alokasi anggaran
pembangunan biasanya lebih banyak terkonsentrasi pada sektor
pertanian, dan kemudian secara bertahap prioritas dan alokasi
anggaran akan dipindahkan pada sektor industri (Hircshman,
1958).
18
Untuk mencapai tujuan pembangunan suatu wilayah adalah
dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan,
sehingga diperlukan suatu kebijaksanaan alokasi anggaran
regional melalui adanya prioritas – prioritas yang akan
dilaksanakan. Oleh sebab itu kebijaksanaan alokasi anggaran
regional tidak dapat dipisahkan dari kebijaksanaan anggaran
sektoral.
Bila pertumbuhan regional akan dioptimumkan, maka ada dua
faktor utama yang harus diperhatikan dalam menentukan
kebijaksanaan alokasi investasi regional, yaitu kemampuan
menabung (marginal propensity to save) dan kemajuan teknologi
(capital output ratio) daerah yang bersangkutan. Bila suatu
region mempunyai kemampuan menabung yang tinggi dan
disertai oleh tingkat teknologi yang lebih maju, maka regional ini
akan dapat prioritas alokasi anggaran pembangunan, dan
keadaan akan sebaliknya terjadi bila kemampuan menabung dan
tehnologi dari daerah yang bersangkutan ternyata sangat
rendah.
4. Kebijaksanaan Alokasi Anggaran Regional.
Untuk memperkecil terjadinya kesenjangan regional salah
satunya dapat dilakukan dengan membuat suatu strategi
anggaran region yang sekaligus dapat berfungsi ganda yaitu :
1. Mendorong dan mempercepat laju pertumbuhan nasional
2. Manjadi alat untuk mengurangi kesenjangan regional
secara tepat.
Untuk alokasi anggaran regional juga harus mempertimbangkan
prospek dan kemampuan masing – masing wilayah. Wilayah –
wilayah tertentu yang memiliki prospek ekonomi yang cukup baik
dan tingkat pendapatan yang cukup baik dan tingkat pendapatan
19
yang relatif tinggi, swasta perlu dilibatkan untuk menggarap
sektor – sektor yang sebelumnya dibiayai oleh pemerintah.
Sedangkan wilayah – wilayah yang tingkat pendapat perkapita
dan pertumbuhannya masih rendah serta potensi ekonomi nya
masih kurang, porsi peran pemerintah harus lebih besar.
Prinsip strategis yang digunakan untuk menyusun lokasi
anggaran regional setidaknya harus berlandaskan :
1. Dasar skala prioritas.
Tujuan adalah agar pembangunan yang dilaksanakan dapat
mempercepat atau mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan
juga mengurangi kesenjangan regional secara bertahap.
2. Memperhitungkan potensi daerah setempat.
Piroritas penambahan anggaran terhadap suatu wilayah harus
memperhitungkan potensi daerah setempat dan demand
terhadap sektor – sektor yang akan dibiayai.
Daerah – daerah yang mempunyai pendapatan per kapita rendah
akan mendapatkan anggaran pembangunan pembangunan yang
cukup besar. Proyek pembangunan pada daerah ini bersifat
memicu pertumbuhan ekonomi sehingga perlu dilakukan
koordinasi dengan swasta. Dengan mempertimbangkan kondisi
ekonomi antar daerah, agar kebijaksanaan alokasi anggaran
regional tidak menjadi pendorong tingginya kesenjangan ekonomi
dan tindakan disentekratif. Perlu dirumuskan kebijaksanaa
berdasarkan kelompok daerah :
1. Kolompok Wilayah Low Growth and Low Income
Wilayah – wilayah yang termasuk dalam kategori ini adalah
wilayah yang secara ekonomi sangat tertinggal, baik dari segi
pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita.
Dengan kondisi seperti ini akan sulit bagi wilayah-wilayah di
20
kuardran ini mengejar ketinggalannya tanpa adanya campur
tangan dari perintah.
Karena itu dari segi alokasi anggaran, pemerintah pusat
sebanyak memberi priorintas dengan cara membangun fasilitas
infrastruktur secara besar-besaran.
2. Kelompok Wilayah High Growth and Low Income.
Wilayah-wilayah yang termasuk kategori ini secara umum
memiliki prospek ekonomi yang baik karena pertumbuhan
ekonominya tinggi, walaupun pendapatan per kapitanya masih
rendah. Pertumbuhan yang tinggi ini merupakan karakreistik
dari yang sedang berkembang.
Oleh sebab itu sebaiknya pemerintah menjadikan wilayah ini
sebagai prioritas kedua dalam alokasi anggaran. Kegiatan
ekonomi akan bergeser dari wilayah agraris yang
mengandalkan hasil pertanian, menuju wilayah industrialis.
Ketergantungan terhadap produk-produk primer secara gradual
di kurangi dengan cara meningkatkan value added dari produk
primer tersebut.
3. Kelompok Wilayah Low Growth and High Income
Wilayah-wilayah yang termasuk dalam kuadran ini secara
umum memiliki pendapatan per kapita yang cukup tinggi
namun pertumbuhan ekonominya relatif rendah.
Kebijaksanan dalam alokasi anggaran pemerintah pusat di
wilayah ini sebaiknya hanya komplementer terhadap potensi
ekonomi yang ada. Dengan pendapatan per kapita yang tinggi,
daerah ini pada dasarnya mempunyai kekuatan besar untuk
dapat maju.
4. Kelompok Wilayah High Growth and High Income
21
Wilayah-wilayah yang termasuk kategori ini memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang tinggi.
Alokasi anggaran pemerintah sebaiknya dikurangi secara
bertahap karena daerah ini sudah berada pada posisi paling
maju dan untuk pembiayaan pembangunan fasilitas
infrastruktur sebaiknya diahlikan secara bertahap kepada
swasta.
Transformasi Struktural Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara
berkesinambungan dalam kurun waktu Orde Baru ternyata telah
mengubah struktur ekonomi Indonesia. Ekonomi dinegara
manapun umumnya mengalami pertumbuhan (Growth) baik
karena trend alamiah maupun pengaruh dari kebijaksaan
ekkonomi. Adanya pertumbuhan tersebut sudah lazim diukur
deangan nilai Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik
Bruto (PDB) yang dianggap sebagai indikator peningkatan
kesejateraan masyarakat secara umum.
Selajan dengan terjadinya pertumbuhan tersebut, ekonomi juga
mungkin menngalami perkebangan (development).
Perkembangan tersebut antara lain berupa perubahan struktur
ekonomi, Perubahan kelembagaan baik dalam produksi maupun
aspek lainnya. Perubahan struktur ekonomi juga terjadi dalam
bentuk perubahan pangsa (share) relatif dari sektor primer
(pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri
22
pengolahan) dan sektor tertier (jasa-jasa) dalam PDRB,
kesempatan kerja dan ekspor impor.
Dari pengamatan “Chenery dan Syrquin“ di peroleh pola yang
sistimatik bahwa dalam tahap awal pembanguanan ekonomi
sektor pertanian sangat menonjol, kemudian dengan semakin
tingginya PNB peran pertanian akan semakin menurun.
Sedangkan pangsa industri dan jasa-jasa semakin meningkat
landasan dari terjadinya perugahan dengan arah seperti di atas
diawali dengan kesenjangan produktifitas marginal dari sumber
daya yang dipakai disektor pertanian dan industri.
Perluasan ekonomi disektor industri sebagai hasi reinvestasi dari
surplus, memerlukan tambahan tenaga kerja, mengingtatingkat
upah disektor pertanian lebih rendah tambahan tenaga kerja
untuk sektor industri tersebut berasal dari sektor pertanian.
Transportasi tersebut terjadi pula untuk kapital yang memberikan
produktifitas marjinal yang lebih tinggi bila diinvestasikan pada
sektor industri.
Perubahan struktur ekonomi atau transportasi struktural ditandai
dengan beberapa ciri – ciri, yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi lebih dari pada pertumbuhan
penduduk.
2. Share sektor primer menurun.
3. Share sektor sekunder meningkat, sedangkan share sektor
jasa relatif konstan.
4. Konsumsi pangan menurun, ini dikenal sebagai “Engel’s
Law”, implikasinya adalah diisi produksi, peran sektor
primer berkurang dan diisi permintaan peran faktor
23
konsumsi berkurang, sedangkan sektor industri dan
investasi meningkat.
Menurut Kuznets (1966), trsnspormasi struktural dapat
didefenisikan sebagai perubahan dalam komposisi permintaan,
perdagangan, produksi dan penggunaan faktor – faktor produksi
yang diperlukan guna untuk mempertahankan pertumbuhan
ekonomi. Dalam sistem ekuilibrium umum, ciri – ciri dan
pengaturan waktu dari proses industrialisasi dipengaruhi oleh
perubahan permintaan domestik, penggeseran keunggulan
komparatif, pertumbuhan produktifitas sektoral, dan akumulasi
barang modal.
Perubahan struktural atau transformasi perekonomian suatu
negara atau suatu daerah adalah perubahan dari system ekonomi
tradisional ke system modern, atau perubahan struktur ekonomi
dari sektor pertanian ke sektor industri kemdian dari sektor
industri ke sektor jasa – jasa. Perubahan struktural ini melibatkan
seluruh fungsi ekonomi termasuk transformasi produksi dan
perubahan dalam komposisi permintaan kosumen, perdagangan
internasional dan sumber daya serta perubahan faktor – faktor
sosio ekonomi seoerti urbanisasi, perutmbuhan dan distribusi
penduduk.
Dalam konteks perubahan struktural di atas ada satu tahap yang
dikenal dengan era tinggal landas. Dalam era tinggal landas
transformasi struktural terjadi secara otomatis dengan
pertumbuhan ekonomi berjalan secara berkelanjutan
(suistanable).
Tercapainya tahap tersebut bisa dilihat dari ciri – ciri berikut :
24
Perbandingan Perubahan Tenaga Kerja Daerah
dengan Nasional
Perubahan Tenaga Kerja Daerah
Perubahan Tenaga Kerja Nasional
Y
0X
1000
100
1.Tingkat investasi produktif mencapai paling sedikit 10%
dari pendapatan nasional.
2.Terdapat atau dua sektor andalan yang menjadi tulang
punggung perekonomian.
3.Terciptanya kegiatan politik, sosial dan kelembagaan yang
kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Isard (1960) memberikan suatu pola pergeseran struktur ekonomi
daerah dalam penyerapan tenaga kerja. Pola yang
dikembangkannya adalah perbandingan perubahan tenaga kerja
daerah dengan perubahan tenaga kerja daerah yang lebih luas.
Pola tersebut disesuaikan menjadi suatu grafik sebagai berikut :
Transformasi struktural menurut Chenery dan Syrquin adalah melihat
transformasi sektor pertanian dan sektor industri melalui nilai
elastisitas sektor-sektor tersebut. Model ini dibentuk dari persamaan
double log yaitu :
Ln Vi = ln α + β1 ln Y + β2 ln N + μ
25
Gambar Pertumbuhan Relatif Sektor-sektor
Dimana :
Vi : PDRB sektor i
Y : PDRB
N : jumlah penduduk
β1 : elastisitas pertumbuhan (growth elasticity)
β2 : elastisitas ukuran (size elasticity)
Pada sisi lain Chennery dan Syrquin menunjukkan bahwa corak dari
perubahan struktur ekonomi dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan
yaitu : perubahan struktur ekonomi dalam proses akumulasi modal,
alokasi sumber-sumber daya dan perubahan dalam proses demografis
dan distributif.
Secara lengkap perubahan struktur ekonomi menurut Chennery dan
Syrquindapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel : Corak Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses
Pembangunan
Faktor-faktor yang dianalisis Indikator Perubahan
I. Proses Akumulasi1. Pembentukan Modala. Tabungan domestik brutob. Pembentukan modal domestik brutoc. Aliran masuk modal (diluar impor
barang dan jasa)
2. Pendapatan Pemerintaha. Pendapatan pemerintahb. Pendapatn dari pajak
3. Pendidikana. Pengeluaran untuk pendidikan
b.Tingkat pemasukan anak-anak ke sekolah dasar dan menengah
Perubahan nilai-nilai masing-masing variabel dan dinyatakan sebagai persentase dari PDB
Perubahan persentase PDB yang digunakan untuk pendidikan
Perubahan pesentase anak-anak yang bersekolah
26
II. Proses Alokasi Sumber Daya4. Struktur permintaan domestika. Pembentukan modal domestik brutob. Konsumsi rumah tanggac. Konsumsi pemerintahd. Konsumsi atas bahan makanan
5. Struktur Produksia. Produksi sektor primerb. Produksi sektor industric. Produksi perusahaan utilitiesd. Produksi sektor jasa
6. Sektor Perdagangana. Eksporb. Ekspor bahan mentahc. Ekspor barang-barang industrid. Impor
Perubahan nilai masing-masing variabel dan dinyatakan sebagai persentase dari PDB
III. Proses Demografis dan Distributif7. Alokasi Tenaga Kerjaa. Sektor primerb. Sektor indistric. Sektor jasa
8. Urbanisasi Penduduk daerah urban
9. Transisi Demografisa. Tingkat kelahiranb. Tingkat kematian
10. Distribusi Pendapatana. 20 % penduduk yang menerima
pendapatan paling tinggib. 40 % penduduk yang menerima
pendapatan paling rendah
Perubahan masing-masing variabel dan dinyatakan sebagai persentase dari total tenaga kerja
Perubahan jumlah dan dinyatakan sebagai persentase dari total penduduk
Perubahan persentase PNB yang diterima oleh masing-masing golongan masyarakat
Sumber : H.B. Chennery dan M. Syrquin, Patterns of Development, 1975
27
PEMBANGUNAN REGIONAL
( Regional Development )
Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang
menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan regional
adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pembangunan. Pertumbuhan regional merupakan teori pertumbuhan
ekonomi nasional yang disesuaikan pada skala wilayah dengan
anggapan dasar bahwa suatu wilayah adalah mini nation (Tommy
Firman, 1985). Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan
teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan
dalam proses Input output barang dan jasa maupun orang. Dalam
system wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif
bersifat lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih
tertutup (closed region).
Menurut John Glasson (1977) pertumbuhan wilayah dapat terjadi
sebagai akibat dari penentu endogen atau eksogen, yaitu factor-faktor
yang terdapat didalam wilayahyang bersangkutan ataupun factor-
faktor di luar wilayah, atau kombinasi dari keduannya. Dalam model-
model ekonomi makro disebutkan bahwa ekonomi penentu intern
pertumbuhan wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumberdaya
alam), dan system sosio-politik, sedangkan menurut model ekspor
pertumbuhan, industri ekspor dan kenaikanpermintaan adalah
penentu pokok pertumbuhan wilayah yang bersifat ekstern.
Proses terjadinya pertumbuhan wilayah dipengaruhi berbagai factor
baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Belum
adanya teori yang menyeluruh menyebabkan pertumbuhan wilayah
dapat dipandang dari berbagai sudut. Profesor Kuznets (dalam
Jhingan, 1990) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi, sebagai
kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
28
menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada
penduduk.
Berbagai masalah timbul dalam kaitan dengan pertumbuhan ekonomi
wilayah, dan terus mendorong perkembangan konsep-konsep
pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam kenyataannya banyak
fenomena tentang pertumbuhan ekonomi wilayah. Kesenjangan
wilayah dan pemerataan pembangunan menjadi permasalahan utama
dalam pertumbuhan wilayah, bahwa beberapa ahli berpendapat
bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah tidak akan brmanfaat dalam
pemecahan masalah kemiskinan, sehingga pemahaman mengenahi
factor-faktor pertumbuhan wilayah dan proses penjalaran
pertumbuhan merupakan hal yang penting dalam kaitandengan studi
ini.
Douglass C. North (dalam Jhingan, 1990) mengemukakan bahwa
pertumbuhan wilayah sangat tergantung pada keberhasilan dari suatu
kegiatan yang dilakukan terhadap suatu wilayah yang merupakan
hasil pengembangan ekspor baru.
Salah satu teori yang mengemukakan pentingnya factor pendorong
dari luar adalah teori basis ekspor. Inti dari teori basis ekspor adalah
bahwa pertumbuhan wilayah bergantung pada permintaan yang
datang dari luar wilayah tersebut (exogenous demand). Dengan
demikian peningkatan atau penurunan ekonomi ditentukan oleh
kinerja kegiatan ekspor, yaitu berupa produksi barang dan jasa yang
dijual ke luar wilayah. North dalam teori Export Base menyebutkan
bahwa masuknya pertambahan penduduk dan modal yang sangat
besar dalam suatu wilayah dapat memberikan sumbangan besar
dalam pengembangan wilayah.
Sedangkan teori Resource Base yang dikemukakan oleh Perloff dan
Wingo merupakan pendalaman dari teori Export Base. Teori ini
29
berpendapat bahwa investasi dan perkembangan ekspor disuatu
wilayah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi
karena selain menghasilkan pendapatan juga menciptakan efek
penggandaan (Multiplier) pada keseluruhan perekonomian di wilayah
tersebut. Teori Perloff dan Wingo menekankan analisisnya dalam dua
aspek pokok, yaitu:
a. Pentingnya peranan kekayaan alam suatu wilayah pada
berbagai tingkat pembangunan ekonomi.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya Multiplier Effect
dari sector ekspor terhadap keseluruhan perekonomian
wilayah.
Perkembangan kegiatan industri yang berorientasi ekspor merupakan
suatu hal yang kondusif dan sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan wilayah. Namun demikian pesatnya perkembangan
kegiatan industri dan tingginya pertumbuhan wilayah tidak selalu
dapat dirasakan oleh sebagian penduduk atau wilayah, terutama
yang bergerak dalam sector agraris. Hal ini dapat dilihat dari
berbedanya kontribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten.
Sehingga masalah pemerataan pertumbuhan merupakan hal yang
penting dalam pengembangan wilayah.
Teori kutub pertumbuhan wilayah dari Perroux (dalam Jhingan, 1990)
menyatakan bahwa tidak dapat disangkal lagi pertumbuhan ekonomi
terjadi tidak disemua tempat secara merata pada waktu yang
bersamaan. Teori tersebut melatar belakangi Hirschman untuk
mengemukakan teori pertumbuhan tidak berimbang dan mekanisme
penjalaran pertumbuhan dari suatu wilayah ke wilayah lain. Dalam
konsep tentang penjalaranpertumbuhan Hirschman membagi wilayah
yaitu wilayah Utara sebagai wilayah berkembang dan wilayah Selatan
sebagai wilayah terbelakang. Pertumbuhan ekonomi di Utara
memberikan pengaruh pada Selatan. Pengaruh yang menguntungkan
30
disebut efek penetesan (trickling down effect) yang berarti kemajuan
di Utara menetes ke Selatan, sedangkan pengaruh yang tidak
menguntungkan disebut efek pengutupan atau polarization effect
(Hirscman, dalam Friedman dan Alsono, 1967)
Proses penjalaran dikemukakan oleh Tommy Firman (1985), bahwa
pertumbuhan mulai muncul pada titik-titik atau kutup pertumbuhan
dengan intensitas yang berbeda, dan menyebar melalui saluran yang
luas dan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada keseluruhan
perekonomian. Dalam proses penjalaran tersebut trickling down effect
akan mengatasi efek polaritas.
Dalam upaya pengembangan wilayah di negara-negara berkembang
ternyata proses pelajaran tidak berjalan sebagaimana mestinya
bahkan cenderung lambat. Perkembangan ekonomi. Hal inidisebabkan
oleh berkembangnya jenis industri yang tidak saling substitusi,
sehingga wilayah-wilayah industri kurang dapat memberikan
pengaruh dalam pengembangan ekonomi wilayah terbelakang. Untuk
melihat tejadinya keterbelakangan dalam pembangunan Heidemann
(1990) menganalisis berdasarkan skema berikut ini :
31
individual
MISERYCHARITY
NEEDINESS
permanentaccidental
POVERTYPLIGHTRELIEF
systematic
UNDERDEVELOPMENT(mass poverty)
General REVOLUTION
differential
spatialsectoral segmental
GEOGRAPHICZONES
POPULATION STRATAECEONOMIC BRANCHES
Marginal deficient peripheral remotedependent vulnerable
throughSurmounting of problems Harnessing of potentials
COORDINATED INTERVENTIONS
REGIONAL DEVELOPMENT
UNDERDEVELOPMENT : Focus of Regional Development Attempts
32
Sejalan dengan Hirschman, Gunnar Myrdal juga menyelidiki saling
pengaruh antara dua wilayah yang timpang tingkat
perkembangannya. Dikatakan ketimpangan wilayah erat kaitannya
dengan ekonomi kapitalis yang dikendalikan oleh motif ekonomi
(keuntungan). Motif ini mendorong berkembangnya pembangunan
terpusat di wilayah-wilayah yang memiliki tingkat harapan
pengembalian modal yang tinggi, sementara itu wilayah yang lain
yang kurang menguntungkan tetap terbelakang. Kondisi ini
menyebabkan prlunya intervensi pemerintah dalam menguraangi
kesenjangan wilayah.
Dalam menjelaskan fenomena kesenjangan wilayah, Myrdal
menggunakan konsep dampak balik (backwash effect) dan dampak
sebar (sprad effect). Definisi dampak balik adalah perubahan yang
bersifat merugikan dari ekspansi ekonomi di suatu tempat karena
sebab-sebab diluar tempat itu, sedangkan dampak sebar adalah
dampak momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal
dari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya
(Jhingan, 1990). Berbeda dengan Hirschman, Myrdal lebih pesimis
dengan menyatakan bahwa di negara-negara berkembang,
ketimpangan wilayah akan semakin lebar akibat dari lemahnya
dampak sebar dan kuatnya dampak balik. Hal-hal yang merupakan
dampak balik adalah migrasi, perpindahan modal, dan perdagangan
atau pasar.
Menurut Hirschman, bahwa dalam sector produksi, mekanisme
perangsang pembangunan yang tercipta merupakan akibat adanya
hubungan antara berbagai industri dalam menggunakan berbagai
barang yang digunakan sebagai barang mentah industri lain. Interaksi
ini terdiri atas pengaruh hubungan kebelakang (backward linkage
33
effect) atau keterkaitan hulu, dan pengaruh hubungan kedepan
(forward linkage effect) atau keterkaitan hilir.
Keterkaitan hulu merupakan tingkat rangsangan yang ditimbulkan
oleh industri terhadap industri atau sector lain yang menyediakan
bahan input kepada industri tersebut, sedangkan ketrkaitan hilir
adalah tingkat rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu industri
(kegiatan ekonomi) terhadap perkembangan industri (kegiatan
ekonomi) atau sector lain yang menggunakan output industri pertama
sebagai bahan inputnya (Hirchman, 1977).
Selanjutnya keterkaitan hilir dan keterkaitan hulu telah menjadi bahan
pengamatan yang menarik oleh para ahli. Berbagai rangkaian
kegiatan memberikan peluang-peluang produksi dari suatu kegiatan
ke kegiatan lain dalam perekonomian wilayah, sehingga
mnegakibatkan pertumbuhan atau kemunduran regional (Hoover,
1977 )
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa keterkaitan
antar industri yang berbeda jenis atau dengan sector lain sangat
besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Makin besar
keterkaitan terhadap kegiatan ekonomi makin stabil struktur ekonomi,
serta makin besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi
daerah.
Sedangkan menurut Rostow, bahwa di dalam proses pembangunan
suatu daerah atau negara akan mengalami perkembangan dalam
beberapa tahapan pembangunan seperti yang dikutip dalam bukunya
yang berjudul the stages of economic growth. Rostow membuat
tahapan pembangunan menjadi 5 (lima) tahapan yaitu :
1. the traditional society
2. the preconditions for take off
3. the take off into self sustaining growth
34
4. the drive to maturity
5. the age of high mass consumption
Dengan menggunalkan illustrasi secara diagram konsep/teori tahapan
pembangunan Rostow, Djatun menjelaskannya sebagai berikut:
Di dalam penyeleggaraan pembangunan yang juga perlu mendapat
perhatian adalah bahwa proses pencapaian sasaran yang diinginkan
haruslah memperhatikan kepada momentum waktu dan apakah
digunakannya perencanaan sebagai alat percepatan pembangunan.
35
0
200
The traditional society
The preconditions for take off
The take off The drive to maturity The age of high mass consumption
t
PDBPerkapita(US $)
Teknologi sederhana
Masyarakat pedesaan dominan
± 30 tahun ± 40 tahun
Teknologi modern
Perubahan structuralEkonomi, politik, sosial,
budaya, hankam, dll
Masyarakat kosmopolitan kota : dominan
Di bawah ini disajikan suatu proses pencapaian tujuan pembangunan
dengan memperhitungkan perencanaan di dalamnya.
t
Keterangan :- tdp = waktu dengan perencanaan ekonomi- ttp = waktu tanpa perencanaan ekonomi
36
0tdp ttp
• •
PDBperkapita
A. Pembangunan jangka panjang dengan perencanaan ekonomi
B. Pembangunan jangka panjang tanpa perencanaan ekonomi
REGIONAL CYCLE
(Daur Perkembangan Daerah)
Analisis yang dipergunakan untuk melihat perkembangan
pembangunan dari setiap daerah di dalam proses pembangunannya
salah satunya adalah dengan Klassen Typology. Hipotesis ini
dipergunakan untuk melihat daur atau arah perkembangan daerah-
daerah, dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi daerahnya. Sebagai
alat analisis, maka ada 2 (dua) variabel yang menjadi ukuran dari
hipotesis ini yaitu :
1. Perbedaan antara laju pertumbuhan pendapatan perkapita
daearah dengan laju pertumbuhan pendapatan perkapita
nasional.
2. Perbandingan antara pendapatan perkapita daerah dengan
pendapatan perkapita nasional dan hasil perbandingan ini
selalu bernilai positif.
Kedua variabel tersebut dibentuk dalam sistim koordinat x-y pada
keempat bidang kuadran (I,II,III, dan IV).
y y`
K-II K-I
O(0,0) P(1, 0) x
K-III K-IV
Gambar : Sistim koordinat x-y dengan titik pusat (1,0)
37
Dengan meletakkan koordinat daerah (x,y) pada sistim koordinat x-y,
maka terlihat sebaran daerah-daerah pada bidang kuadran dimana
tiap bidang kuadran mempunyai karakteristik atau typology yang
berbeda-beda. Pada kuadran I adalah daerah-daerah dalam keadaan
berkembang (developed), Pada kuadran II adalah daerah-daerah yang
sedang berkembang (developing), pada kuadran III adalah daerah-
daerah yang tidak atau belum berkembang (underdeveloped)
sedangkan pada kuadran IV adalah daerah-daerah yang
perkembangannya mulai menurun (stagnant).
Secara matematis typology Klassen dapat diuraikan sebagai berikut :
Laju pertumbuhan pendapatan perkapita
daerah
Laju pertumbuhan pendapatan perkapita
nasional
……………………………………………….(1)
……………………………
(2)
38
U1 – U0
U0
Ui1 – Ui
0 U1 – U0
Yi = - Ui
0 U0
Ui
Xi = atau log X2 = log Ui – log UU
Ui1 – Ui0
Ui0
Ui1 – Ui0
Ui0
dimana :
ui : pendapatan perkapita daerah
u : pendapatan perkapita nasional
ui0 : pendapatan perkapita daerah i pada tahun t0
ui1 : pendapatan perkapita daerah I pada tahun t1
u0 : pendapatan perkapita nasional pada tahun to
u1 : pendapatan perkapita nasional pada tahun t1
Jadi Y1 sama dengan turunan pertama dari X1 . Sebagai kesimpulan,
dalam titik I (x1,y1) bergerak dengan lintasan searah dengan jarum
jam seperti terlihat pada gambar berikut ini.
y y’
II I
O(0,0) P(1,0)x
III IV
Gambar : Daur perkembangan daerah I pada bidang x-y
39
Bertitik tolak dari perbedaan lintasan ini dapat diketahui apakah
lintasan pergeseran mengarah pada ketidakserasian laju
pertumbuhan ekonomi daerah.
Pada prinsipnya analisis dari Klassen dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
bagian yaitu : analisis yang bersifat statis dan analisis yang bersifat
dinamis. Dengan perkataan lain analisis statis hanya melihat
klasifikasi daerah berdasarkan pada periode atau tahun tertentu,
sedangkan analisis dinamis lebih melihat perkembangan daerah
dengan mengamatinya dari 2 (dua) momentum yaitu momentum awal
dan momentum akhir. Dengan mengetahui kedua momentum
tersebut, kemudian dapatlah dilihat arah perkembangan dari masing-
masing daerah sekaligus melihat posisi awal dan posisi akhir dari
daerah-daerah.
Apabila perkembangan daerah dilihat dari membandingkan laju
pertumbuhan ekonomi daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi
tingkat nasional di satu pihak dan pendapatan perkapita daerah
dengan pendpatan perkapita nasional di lain pihak, maka matrik
perkembangan daerah dapat dijelaskan sebagai beriukut :
Matrik Perkembangan daerah - daerah
Yi > Y Yi < Y
Gi > GDaerah Maju Daerah
Berkembang
Gi < G Daerah Stagnant Daerah Terbelakang
40
PertumbuhanEkonomi
Pendapatanperkapita
INPUT – OUTPUT MODEL
(Model Input – Output)
Tabel input-output pada dasarnya terdiri atas beberapa tabel yang
dituangkan dalam suatu sistem kuadran. Kuadran pertama memuat
transaksi antar sektor. Kuadran kedua merupakan permintaan akhir
dan output total yang dirinci menurut sektor.
Kuadran 1
Memuat arus transaksi antar sektor
Kuadran 2
Merupakan permintaan akhir dan output total yang dirinci menurut sektor
Kuadran 3Menurut input primer yang dipergunakan maupun output yang dihasilkan masing-masing sektor.
Kuadran 4
Berisi jumlah input primer yang juga merupakan jumlah permintaan akhir dan output total
Kuadran ketiga maupun input primer yang dipergunakan maupun
output yang dipergunakan maupun output yang dihasilkan oleh
masing-masing sektor dan kuadran keempat berisikan jumlah input
primer yang juga merupakan jumlah permintaan akhir dan output
total. Angka yang terdapat didalamnya dinyatakan dalam harga yang
berlaku. Kuadran pertama dan yang terpenting diantara keempat
kuadran tersebut, disusun dalam tiga bentuk. Pertama dalam bentuk
arus barang dari sektor tertentu ke sektor-sektor lainnya dan disebut
tabel transaksi antar sektor atau input antara yang kedua dalam
bentuk koefisien teknik yaitu perbandingan antara input tertentu
dengan output sektor yang mempergunakannya dan yang ketiga
adalah bentuk matriks invers koefisien teknik tersebut. Yang terakhir
inilah yang banyak dipergunakan dalam berbagai perhitungan.
Permintaan akhir yang merupakan bagian kuadran kedua pada
dasarnya merupakan pendapatan nasional menurut pengeluaran
41
yang-bila diperlukan dapat dirinci menjadi konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah dan netto impor. Sebaliknya kuadran ketiga
menunjukkan input primer (nilai tambah) yang jumlahnya
menunjukkan pendapatan nasional pula, kali ini diperinci menurut
sektor (lapangan usaha). Bila data tersedia, maka kuadran ketiga ini –
sebagai nilai tambah – dapat pula diperinci menjadi upah/gaji, sewa
tanah, bunga dan laba pengusaha dan dengan demikian terdapat
pendapatan nasional menurut pendapatan. Kuadran empat jelas
menunjukkan jumlah pendapatan nasional dan jumlah produksi. Bila
matriks dibaca menurut baris, maka setiap barisnya menunjukkan
aloksi produksi yang dihasilkan oleh berbagai sektor ke sektor-sektor
lainnya termasuk sektor yang bersangkutan. Sebaliknya setiap kolom
bersama input primer menunjukkan fungsi produksi sektor yang
bersangkutan.
Untuk lebih jelas lagi, maka uraian di atas dituangkan dalam Tabel I-O
perekonomian hipotetik suatu negara yang terdiri dari tiga sektor,
yaitu sektor Pertanian, Industri dan Jasa. Tabel transaksi negara
tersebut adalah seperti di bawah ini. Garis tebal dalam tabel ini
merupakan batas kuadran satu dengan yang lain. Baris kedua
menggambarkan alokasi output sektor pertanian ke sektor pertanian
sendiri (40), Industri (35), Jasa (25) dan untuk memenuhi permintaan
akhir (100). Jumlah keseluruhan output adalah 155 (40+35+25+100).
Angka-angka tersebut dinyatakan dalam satuan uang (Rp).
Interpretasi baris industri dan jasa adalah sama. Matriks kuadran I
inilah yang disebut matriks transaksi. Seperti tampak dalam tabel di
atas, maka angka dalam kuadran 2 menunjukkan permintaan akhir
maupun output total sektoral.
42
PemakaiPembuat
Pertania
n
Industri Jasa Permintaan Akhir
(C+I+G+X-M)
Permintaan
Total
Pertanian Industri
Jasa
403230
356033
252827
1009065
155165110
Input primer (Nilai
Tambah)
Output Total
98
155
82
165
75
110
225
400
Seperti telah diuraikan diatas, maka kolom suatu sektor menunjukkan
fungsi produksi sektor yang bersangkutan. Jadi sektor pertanian
mempergunakan sebagai input, hasil sektor pertanian (40), sektor
industri (32), sektor jasa (30), dan input primer (98); jumlah output
yang dihasilkan (output total) tentu saja mempunyai nilai yang sama
dengan permintaan akhir total, yaitu 155. Interpretasi yang sama
berlaku untuk kolomindustri maupun jasa.
Matriks koefisien teknik dibentuk berdasarkan atas angka yang
terdapat dalam kuadran pertama dan ketiga dengan membagi setiap
angka yang terdapat dalam masing-masing kolom dengan nilai total
output yang bersangkutan. Bila ini dikerjakan, maka diperoleh total
koefisien teknik seperti tergambar dalam matriks bawah ini, yang juga
disebut matriks A. Matriks A ini tidak mencakup nilai input primer.
43
Pemakai
Pembuat
Pertanian Industri Jasa
Pertanian
Industri
Jasa
0,19
0,12
0,11
0,13
0,30
0,12
0,11
0,14
0,13
Berdasarkan atas matriks di atas dibuat matriks Invers Leontief yang
mempunyai arti sangat penting dalam berbagai analisa dengan
mempergunakan tabel I-O; rumus matriks tersebut adalah : (I-A)-1. Di
bawah ini adalahbentuk matriks (I-A)-1 terssebut.
1,28 0,21 0,11
0,19 1,50 0,21
0,13 0,17 1,07
Analisa struktural negara tertentu yang dikerjakan berdasarkan atas
Tabel I-O, merupakan analisa statis dalam arti bahwa hanya
menggambarkan keadaan pada waktu tertentu. Dengan
membandingkan dua keadaan yang digambarkan oleh Tabel I-O yang
dibuat pada tabel berbeda, maka dapat diperoleh analisa statis
komparatif. Kotak-kotak yang kosong dalam Tabel I-O negara
berkembang menunjukkan kurangnya gejala keterkaitan antar industri
/ sektor yang dikenal dengan linkage effect. Gejala ini dibedakan
menjadi backward effect dan forward effect.
44
Beberapa Metode Penyusunan Tabel I-O Regional
Waktu dan biaya yang banyak dipergunakan untuk penelitian
lapangan disusul dengan pengolahan data mendahului penyusunan
tabel I-O, mendorong para ahli untuk mencari metode
penyusunanTabel I-O regional berdasarkan atas Tabel I-O nasional
yang telah tersedia; metode ini dikenal dengan istilah metode non-
survey. Dalam bagian ini akan diterangkan beberapa metode
tersebut.
A. Metode Persentase
Di dalam penyusunan Tabel I-O regional biasanya dipergunakan
simbul yang sama dengan yang dipergunakan dalam Tabel I-O
nasional. Pembedaan kedua tabel tersebut dijalankan dengan
membubuhi superscript R dalam variabel I-O Regional
PRj = ( XR
j – ERj
) / ( XRj – ER
j + MRj )
B. Metode Koefisien Lokasi
Kesulitan penggunaan metode persentase adalah bahwa data
perdagangan antar daerah tidak dapat selalu diperoleh. Kalau data
perdagangan antar daerah melaluli laut dan udara mungkin tersedia,
maka tidak demikian halnya dengan perdagangan melalui darat.
Sebaliknya di negara berkembang data statistik mengenai produk
domestik regional bruto tingkat nasional dan daerah biasanya
tersedia; bahkan kemungkinan besar dapat diketemukan data
produksi dan pekerja sektoral dengan perincian yang sama,metode
tersebut adalah metode location quotient (kosien lokasi). Dewasa ini
dikenal beberapa metode kosien lokasi sederhana dan metode kosien
lokasi pembelian .
45
Koefisien lokasi didefinisikan sebagai perbandingan antara dua
besaran yang sama ditingkat regional dan nasional, atau dalam rumus
:
KLP = XRi /XR : XN
i / XN
XRI angka produksi,atau niali tamba atau angka kerja di sektor i di
daerah R;
XR adalah jumlah seluruh produksi atau PDRB atau angka kerja di
daerah R;
X Ni adalah angka produksi atau nialai yambah atau angka kerja di
sektori di tingkat nasional dan
XN adalah jumlah seluruh produksi nasional atau PDB atau jumlah
seluruh angka kerja di tingkat nasional.
C. Metode RAS
Metode RAS yang diketemukan dan dikembangkan oleh Richard
Stone, pada dasarnya merupakan metode untuk meng-update Tabel I-
O nasional yag telah ada.Metode ini merupakan metode matematik
untuk menemukan matriks diagonal r dan s dengan mempergunakan
data output, penjualan antar sektor dan nilai tambah total sektoral
pada tahun tertentu dan matriks A untuk tahun sebelumnya. Sesudah
matriks r dan s diketemukan maka matriks At untuk tahun tertentu
tadi diketemukan dengan rumus :
At = rAs
Ruas kedua rumus tersebut di atas menyebabkan metode tersebut
disebut metode RAS.
Faktor r dalam diagonal matriks tersebut di atas merupakan faktor
subtitusi, yaitu faktor yang mengakibatkan perubahan dalam proporsi
penggunaan input melalui efek subtitusi. Karena nilai r yang
46
berlainan dipergunakan bagi setiap koefisien dalam kolom tertentu,
maka setiap koefisien tersebut mengalami perubahan yang berbeda
pula. Kalau r1 = 0,5 dan r2 = 2,0 dan nilai s adalah
sama dengan 1,0 maka proporsi penggunaan input 1 pada tahun t
adalah setengah penggunaan input 2 adalah dua kali lipat.
Faktor s dalam diagonal matriks tersebut diatas, menunjukkan
perubahan proporsi penggunaan input antara dan primer dalam
produksi-produksi sesuatu sektor. Kalau s sama dengan 0,5 bagi
sesuatu kolom,maka jumlah input antara menjadi setengah jumlah
yang ditunjukkan pada tahun dasar dan dengan demikian maka
jumlah input primer harus dirubah untuk mempertahankan jumlah
kedua proporsi sama dengan 1.
47
i-1
n
KETIMPANGAN PENDAPATAN DAERAH DAN KEMISKINAN
(Regional income Disparity and Poverty)
1. Bentuk-bentuk ketimpangan
Pembangunan dilaksanakan secara umum menyangkut beberapa
aspek utama, mulai dari pembangunan di bidang ekonomi, social,
kelembangaan dan aspek lingkungan. Akan tetapi di dalam proses
pencapaiannya akan selalu mengakibatkan terjadinya ketimpangan.
Hal ini sekaligus menolak pendapat kaum neoklasik yang terlalu
optimis menyatakan bahwa pada awal pembangunan memang akan
dijumpai ketidakseimbangan atau ketimpangan, akan tetapi pada
akhirnya akan dicapai suatu keseimbangan atau kemerataan. Pada
prinsipnya ada beberapa bentuk ketimpangan yang terjadi antara
lain yaitu
a. Distribution Income disparities
b. Urban Rural Income disparities
c. Regional Income disparities
a. Distribution Income disparities
Alat pengukuran.
Berbagai macam alat pengukuran banyak dijumpai dalam mengukur
tingkat distribusi pendapatan penduduk. Diantara alat tersebut yang
sangat umum dipergunakan adalah Gini Indeks.
(1) Gini Index
Gi = 1 - ( Pi – Pi-1 ) ( Qi + Qi-1 ), 0 Gi 1
dimana :
Pi = % kumulatif jumlah penduduk
Qi = % kumulatif jumlah pendapatan
48
Gi = 0, Perfect Equality
Gi = 1, Perfect Inequality
(2) Kurva Lorenz
Kurva Lorenz secara umum sering dipergunakan untuk
menggambarkan bentuk ketimpangan yang terjadi terhadap
distribusi pendapatan masyarakat. Kurva Lorenz digambarkan
pada sebuah bidang persegi bujur sangkar dengan bantuan
garis diagonalnya. Semakin dekat kurva ini dengan
diagonalnya, berarti ketimpangan yang terjadi semakin rendah
dan sebaliknya semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal
berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi
Bentuk kurva Lorenz biasanya digambarkan berdasarkan data
yang diperoleh setelah menghitung angka Gini atau seperti
terlihat pada gambar berikut ini.
49
B100 %
C
0
A
% Pi 100 %
% Qi
Kurva Lorenz
bidang C Pi = bidang OAB
(3) Kriteria Bank Dunia
Berdasarkan kriteria Bank Dunia di dalam menentukan tingkat
ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk,
maka penduduk dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
- 20 % Penduduk pendapatan tinggi
- 40 % Penduduk pendapatan sedang
- 40 % Penduduk pendapatan rendah
dengan kriteria ketimpangan.
- Tinggi, 40 % penduduk pendapatan rendah menerima
pendapatan nasional < 12 %
- Sedang, 40 % penduduk pendapatan rendah menerima
pendapatan nasioanal 12 % – 17 %
- Rendah, 40 % penduduk pendapatan rendah menerima
pendapatan nasional > 17 %
b. Regional Income Disparities
Ketimpangan yang terjadi tidak hanya terhadap distribusi
pendapatan masyarakat, akan tetapi juga terjadi terhadap
pembangunan antar daerah di dalam wilayah suatu negara.
Ada beberapa alat pengukuran yang umum dipergunakan untuk
melhat ketimpangan yang terjadi antara lain :
Williamson Index (Vw)
Vw = (Yi - Y)2
50
Pip
Y
1n
Z - yiZi = 1
q 1
Dimana :
Yi = pendapatan perkapita daerah i
Y = Pendapatan perkapita nasional
Pi = jumlah penduduk daerah i
P = jumlah penduduk nasional
Untuk kelompok daerah:
Σ (Yi – Y)2
Y
2. Poverty (kemiskinan)
Usaha pembangunan yang dilakukan tidak lain bertujuan untuk
memperbaiki sekaligus untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Akan tetapi upaya itu terkadang kurang dapat
dilaksanakan dengan baik atas beberapa kendala, sehingga tidak
urung menimbulkan masalah yaitu kemiskinan. Alat ukur yang dapat
dipergunakan dalam kaitannya dengan kemiskinan antara lain:
(1) Head Count Index
HCi =
Dimana :
Pi = Populasi penduduk miskin
Pt = Populasi penduduk total
(2) Poverty Gap Index
51
i-1
n
Vw =
Pip
Pi
Pt
Pi = ∑
Dimana :
n = Jumlah penduduk total
q = Jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan
z = batas garis kemiskinan
yi = rata-rata pengeluaran penduduk dibawah garis kemiskinan
(3) Distributionally Sensitive Index
∑
(4).Dependency Burden =
52
1n
Z - yiZi = 1
q 2
P2 =
Penduduk Umur Tidak Produktif
Penduduk Umur Produktif
SHIFT SHARE ANALYSIS
( Analisis Pergeseran Pangsa )
Pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor ekonomi di daerah dapat
di analisis dengan mempergunakan analisa Shift Share, yang
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah berhubungan
erat dengan tiga komponen yaitu komponen karena pertumbuhan
nasional, komponen interaksi sektor industri (indusrial mix) dan
pangsa relatip sektor-sektor daerah (regional share) terhadap sektor-
sektor nasional.
Metode pendekatan Shift Share ini menghendaki pengisolaian efek
dari struktur industri sesuatu daerah didalam pertumbuhannya dalam
suatuk kurun waktu tertentu.
Komponen Nasional Share merupakan banyaknya pertumbuhan
disuatu sektor pada suatu region. Komponen Shift adalah
penyimpangan dari National Share dalam pertumbuhan suatu sektor
regional. Penyimpangan ini adalah positif disetiap daerah-daerah yang
tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih
lambat dibandingkan degan pertumbuhan sektor tersebut secara
nasional.
Analisa Shift Share (Analisa Pergeseran Pangsa) ini digunakan untuk
mengetahui pertumbuhan daerah cepat atau lambat dan potensi
relatif masing-masing sektor daerah.
Shift Netto dibagi atas dua bagian yaitu:
1. Proporsional Shift Component (M), dikenal juga sebagai
komponen Struktural atau Industrial Mix. Komponen ini adalah
positif bagi daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor
53
yang secara nasional pertumbuhannya cepat dan negatif di
daerah yang berspesialisasi dalam sektor yang secara nasional
pertumbuhannyan lambat. Hal ini dipengaruhi oleh unsur luar
(eksternal) yang bekerja secara nasional.
2. Defferential Shift Component (S), kadang-kadang disebut juga
sebagai komponen lokasional atau regional. Komponen ini
positif jika daerah tersebut mempunyai keuntungan lokasional
dari pada tingkat nasional dan sebaliknya jika komponen ini
bernilai negatif maka daerah tersebut kurang mempunyai
keuntungan lokasional dibandingkan dengan tingkat nasional.
Hal ini dipengaruhi faktor dari dalam (internal) yang
mempengaruhi daerah tersebut.
Analisa Shift Share dirumuskan sebagai berikut:
Rj = Ejt – Ejo
Nj = Ejo(Et/Eo) – Ejo
Rj-Nj = Komponen Net Shft
Mj = {(Eit/Eio) – (Et/Eo)} Eijo
Sj = Eijt – (Eit/Eio) Eijo
Dimana :
Rj = Pertumbuhan Regional Total
Nj = Komponen National Share
Mj = Komponen Proportionality Shift
Sj = Komponen Differential Shift
Ej = PDRB Total di Daerah
E = PDRB Total di Tingkat Propinsi
0, t = Periode Awal dan akhir tahun penelitian
Ei = PDRB sektor di Daerah
54
Analisa Shift Share Propinsi Sumatera Utara
Perekonomian suatu daerah terbentuk dari berbagai macam aktivitas/
kegiatan ekonomi yang timbul di daerah tersebut. Kegiatan ekonomi
dikelompokkan kedalam sembilan sektor/lapangan usaha. Adanya
perbedaan geografis maupun potensi ekonomi yang dimiliki suatu
daerah mengambarkan keadaan sektor-sektor ekonomi yang
menentukan dan berpengaruh di daerah tersebut.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan keseluruhannilai
tambah yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai
aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data PDRB menggambarkan
kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya.
Tabel 1 dan 2 dibawah menggambarkan perkembangan PDRB Propinsi
Sumatera Utara pada tahun 1993 dan 1998 yang dihitung atas dasar
harga konstan 1993. terlihat adanya peningkatan nilai tambah
berbagai sektor. Secara tidak langsung, juga menggambarkan
kemajuan yang berhasil dicapai pemerintah Propinsi Sumatera Utara
dalam memberdayakan perekonomian daerahnya.
Table 1 menunjukkan besarnya nilai PDRB atas dasar harga konstan
1993 yang berhasil dicapai oleh setiap kabupaten dan kota di
Sumatera Utara pada tahun 1993. Secara total, nilai PDRB kota Medan
memberikan sumbangan terbesar sebesar 24.24 persen terhadap
pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara, kemudian disusul oleh
kabupaten Deli Serdang sebesar 11,08 persen dan kabupaten Asahan
sebesar 10,6 persen.
55
Jika dilihat menurut sektor, kabupaten Langkat memberikan kontribusi
terbesar sebesar 18,56 persen di sektorpertanian yang kemudian
disusul oleh kabupaten simalungun sebesar 15,58 persen dan
kabupaten Deli Serdang sebesar 10,90 persen. Pada sektor industri,
secara berurut kota medan, kabupaten Deli Serdang dan kabupaten
Labuhan Batu masing-masing memberikan kontribusu sebesar 27,99
persen, 19,09 persen dan 9,47 persen. Dan sektor jasa, kota Medan
masih memberikan kontribusi terbesar sebesar 7,06 persen.
Table 1. PDRB Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993 Atas Harga Konstan 1993
(Dalam jutaan rupiah)
NoKabupaten/
Kota
Lapangan UsahaPDRB(Eij0)
Pertanian Industri Jasa(j) (E1j0) (E2j0) (E3j0) (Ejo)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)1. Nias 288,155,15 58189,98 252964,18 599309,312. Tapanuli
Selatan524944,47 339127,57 489582,50 1353654,54
3. Tapanuli Tengah
144339,04 57584,61 105832,87 307756,52
4. Tapanuli Utara 433661,74 136352,33 293033,48 863047,555. Labuhan Batu 672991,31 380607,03 442312,83 1495911,176. Asahan 660601,04 140432,93 1115426,08 1916460,057. Simalungun 922270,20 298080,78 277037,42 1497388,408. Dairi 157329,94 25078,31 112627,51 295035,769. Karo 294402,28 16782,41 171159,82 482344,51
10. Deli Serdang 689658,85 767748,99 545337,45 2002745,2911. Langkat 1174347,6
4218170,10 308142,99 1700660,73
12. Sibolga 40409,23 32834,90 67861,89 141106,0213. Tanjung Balai 81818,86 74301,74 111462,49 267583,0914. Pematang
Siantar17451,52 276034,57 227565,86 521051,95
15. Tebing Tinggi 17451,52 74171,11 157659,97 254002,3116. Medan 206633,94 1125453,7
83050163,74 4382251,46
17. Binjai 28198,68 85526,96 133714,58 247440,22 Sumatera Utara 6327586,4
44020951,1
47728171,08 18076708,6
6
Tabel 2 menunjukkan besarnya nilai PDRB atas dasar harga konstan
1993 yang berhasil dicapai oleh setiap kabupaten dan kota di
56
Sumatera Utara pada tahun 1998. Secara total, nilai PDRB kota Medan
memberikan sumabangan terbesar sebesar 20,41 persen terhadap
pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara, kemudian disusul oleh
kabupaten Deli Serdang sebesar 12,34 persen dan kabupaten
Simalungun sebesar 8,09 persen.
Table 2. PDRB Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun 1998 Atas Harga Konstan 1993
(Dalam jutaan rupiah)
NoKabupaten/
Kota
Lapangan UsahaPDRB(Eijt)
Pertanian Industri Jasa(j) (E1jt) (E2jt) (E3jt) (Ejt)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)1. Nias 400658,36 98306,44 331252,01 830216,812. Tapanuli
Selatan700397,02 462572,94 672573,35 1835543,31
3. Tapanuli Tengah
219425,58 67610,37 131414,26 418450,21
4. Tapanuli Utara 573988,69 171078,82 332040,32 1077107,835. Labuhan Batu 883658,81 731313,55 609928,20 2224900,566. Asahan 1130321,77 1037547,34 611426,30 2779295,417. Simalungun 1251568,37 311033,82 304776,66 1867378,858. Dairi 252739,46 36046,35 139924,24 428710,059. Karo 487480,77 22346,05 219722,01 729548,83
10. Deli Serdang 1132382,80 971792,35 744577,84 2848752,9911. Langkat 1188764,02 279364,07 335875,50 1804003,5912. Sibolga 68356,44 47655,98 99724,77 215737,1913. Tanjung Balai 107082,53 78860,31 162751,01 348693,8514. Pematang
Siantar15422,06 285096,32 354748,51 655266,89
15. Tebing Tinggi 27371,21 90501,84 187232,32 305105,3716. Medan 289198,10 1186980,33 3234068,16 4710246,5917. Binjai 32680,15 96211,62 164480,76 293372,53 Sumatera Utara 8728815,99 5878106,88 8472035,46 23078958,33
57
Jika dilihat menurut sektor, kabupaten Simalungun memberikan
kontribusi terbesar sebesar 14,34 persen disektor pertanian yang
kemudian disusul oleh kabupaten Langkat sebesar 13,62 persen dan
kabupaten Deli Serdang sebesar 12,97 persen. Pada sektor industri,
secara berurut kota Medan, Kabupaten Asahan dan kabupaten Deli
Serdang yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 20,19
persen, 17,65 persen dan 16,53 persen. Dan di sektor jasa, kota
Medan masih memberikan kontribusi terbesar sebesar 38, 17 persen
disusul oleh kabupaten Deli Serdang sebesar 8,79 persen dan
kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 7,94 persen.
Table 3. Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Tahun 1998
(Dalam jutaan rupiah)
No. Kabupaten/Kota
Komponen Shift SharePertumbuhan Regional Total
Komponen National Share
Komponen Net Shift
Rj = Ejt – Ej0 Nj= Ej0(Et/E0) – Ej0
Rj - Nj
(j) (E1jt) (E2jt) (E3jt)(1) (2) (3) (4) (5)1. Nias 230907,50 165842,96 65064,542. Tapanuli Selatan 481888,77 374587,99 107300,783. Tapanuli Tengah 110693,69 85163,45 25530,244. Tapanuli Utara 214060,28 238825,52 -24765,245. Labuhan Batu 728989,39 413953,74 315035,656. Asahan 862835,36 530329,49 332505,877. Simalungun 369990,45 414362,52 -4372,078. Dairi 133674,29 81643,32 52030,979. Karo 247204,32 133476,05 113728,27
10. Deli Serdang 846007,70 554206,64 291801,0611. Langkat 103342,86 470612,75 -367269,8912. Sibolga 74631,17 39047,35 35583,8213. Tanjung Balai 81110,76 74046,52 7064,24
58
14. Pematang Siantar 134214,94 144187,31 -9972,3715. Tebing Tinggi 54703,06 69292,20 -14589,1416. Medan 327995,13 1212671,86 -884676,7317. Binjai 45932,31 -22540,21
Sumatera Utara 5002249,67 5002249,67 0,00
Pada kurun waktu 5 tahun, 1993 –1998, telah terjadi berbagai
pergeseran pertumbuhan ekonomi seperti yang terlihat pada table –
table diatas. Tetapi peningkatan nilai PDRB setiap kabupaten dan kota
di Sumatera Utara belum dapat menjelaskan pertumbuhan yang
terjadi sudah sejalan dengan pertumbuhan secara nasional atau
sebaliknya. Untuk itu, dengan memanfaatkan data yang sama
dilakukan perhitungan komponen Shift Share.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan mempergunakan PDRB
propinsi Sumatera Utara tahun 1993 dan 1998 yang diperinci menurut
lapangan usaha atas dasar harga konstan 1993, maka diperolah
gambaran bahwa :
a. Pertumbuhan Regional Total, masing-masing Kabupaten dan Kota
menempati urutan sebagai berikut:
1. Asahan
2. Deli Serdang
3. Labuhan Batu
4. Tapanuli Selatan
5. Simalungun
6. Medan
7. Karo
8. Nias
9. Tapanuli Utara
10.Pematang Siantar
11.Dairi
12.Tapanuli Tengah
13.Langkat
59
14.Tanjung Balai
15.Sibolga
16.Tebing Tinggi
17.Binjai
b. Komponen National Share untuk masing-masing Kabupaten dan
Kota dengan urutan sebagai berikut :
1. Medan
2. Deli serdang
3. Asahan
4. Langkat
5. Simalungun
6. Labuhan Batu
7. Tapanuli Selatan
8. Tapanuli Utara
9. Nias
10.Pematang Siantar
11.Karo
12.Tapanuli Tengah
13.Dairi
14.Tanjung Balai
15.Tebing Tinggi
16.Binjai
17.Sibolga
c. Komponen Net Shift yang menyatakan besarnya penyimpangan dari
National Share dalam pertumbuhan suatu sektor ekonomi regional.
1. Positip, di daerah yang tumbuh lebih cepat dibandingkan
dengan perumbuhan sektor tersebut secara nasional
meliputi :
Asahan
Labuhan Batu
Deli Serdang
60
Karo
Tapanuli Selatan
Nias
Dairi
Sibolga
Tapanuli Tengah
Tanjung Balai
2. Negatip, di daerah yang tumbuh lebih lambat
dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut secara
nasional meliputi :
Medan
Langkat
Simalungun
Tapanuli Utara
Binjai
Tebing Tinggi
Pematang Siantar
Untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi mana saja yang
pertumbuhannya di daerah lebih cepat atau lebih lambat dari
pertumbuhan secara nasional, maka dilakukan perhitungan lanjutan
dengan membagi komponen net shift atas proportional shift dan
komponen differential shift.
Dari Tabel 4, di bawah ini dapat dilihat bahwa nilai proportional shift
dan differential shift yang dicapai oleh masing-masing daerah sangat
bervariasi. Sektor pertanian dan sektor industri memiliki proportional
shift positip pada seluruh Kabupaten dan Kota, sedangkan sektor jasa
memiliki proportional shift yang negatip. Hal ini menunjukkan bahwa
seluruh Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara
61
berspesialisasi dalam sektor pertanian dan sektor industri yang secara
nasional pertumbuhannya lebih cepat.
Nilai proportional shift sektor pertanian tertinggi dicapai oleh :
Kabupaten Langkat, Simalungun, dan Deli serdang.
Tabel 4 : Hasil Perhitungan Komponen Net shift menurut lapangan usaha tahun 1998 harga konstan 1993
No Kabupaten/ Kota
Proportional Shift Component Defferential Shift ComponentMj = {(Eit/Ei0)-(Et/E0) x Eij0} Sj = Eijt – (Eit/Ei0)/Eij0
Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa(j) (E1jt) (E2jt) (E3jt)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)1. Nias 29611,508 10773,659 -45652,411 400658,360 98306,440 331252,0102. Tapanuli Selatan 53944,542 62788,209 -88354,888 700397,020 462572,940 672573,350
62
3. Tapanuli Tengah 1432,623 10661,577 -19099,644 219425,580 67610,370 131414,2604. Tapanuli Utara 44564,112 25245,127 -52883,713 573988,699
0171078,820 332040,320
5. Labuhan Batu 69158,187 70467,977 -79824,137 883658,810 731313,550 609928,2006. Asahan 67884,934 26000,635 -20325,872 252739,460 36046,350 1399243,2407. Simalungun 94774,679 55188,549 -49996,908 1251568,37
0311033,820 304776,660
8. Dairi 16167,599 4643,156 -20325,872 252739,460 36046,350 139924,2409. Karo 30253,478 3107,201 -30889,190 487480,770 22346,050 219722,010
10. Deli Serdang 70870,984 142145,872 -98416,976 1132382,800
971792,350 744577,840
11. Langkat 120678,756 40393,383 55610,524 1188764,020
279364,070 335875,500
12. Sibolga 4152,549 6079,260 -12247,026 68356,440 47655,980 99724,77013. Tanjung Balai 8407,901 13756,691 -0115,620 107082,530 78860,310 162751,01014. Pematang Siantar 1793,360 51106,775 -41068,060 285096,320 354748,51015. Tebing Tinggi 1908,424 13732,505 -28452,873 27371,210 90501,840 187232,51016. Medan 21234,2083
73,585-550462,638 289198,100 1186980,33
03234068,160
17. Binjai 2897,763 15834,999 -24131,452 32680,150 96211,620 164480,760Sumatera Utara 650237,830 744464,160 -1394701,991 8728815,99
05878106,880 8472035,460
Nilai Proportional Shift Component sektor Industri tertinggi dicapai
berturut-turut oleh Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Labuhan
batu, sedangkan nilai paling rendah dimiliki oleh Kota Sibolga.
63
Nilai Proportional Shift Component positip pada sektor pertanian,
industri dan jasa pada seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Utara.
Hal ini berarti bahwa seluruh Kabupaten dan kota di Propinsi
Sumatera Utara mempunyai keuntungan lokasional dalam sektor
pertanian, industri dan jasa dibandingkan dengan tingkat nasional.
Nilai Defferential Shift Component sektor pertanian tertinggi dicapai
berturut-turut oleh Kabupaten Simalungun, Langkat dan Kabupaten
Asahan, sedangkan nilai paling rendah dimiliki oleh Kota Pematang
Siantar.
Nilai Defferential Shift Component sektor industri tertinggi dicapai berturut-
turut oleh Kota Medan, Kabupaten Asahan dan Deli Serdang, sedangkan nilai
paling rendah dimiliki oleh Kabupaten Dairi.
Nilai Defferential Shift Component sektor jasa tertinggi dicapai berturut-turut
oleh Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Asahan,
sedangkan nilai paling rendah dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Tengah.
64
TEORI BASIS EKONOMI
(ECONOMIC BASE THEORY)
Teori basis ekonomi mengenalisis suatu perbedaan antara produksi
industri untuk penduduk kota itu sendiri dan produksi untuk pasar luar
negeri. Industri-industri utama itu merupakan industri yang
berproduksi untuk ekspor, selama industri itu melayani pasar lokal
disebut bukan industri basis.
Usaha yang pertama kali untuk menganalisa struktur industri kota-
kota dengan teori ini dilakukan pada tahun 1930-an, dan ide itu
diperkenalkan oleh seorang ahli geografi (perhatikan Alexander, 1954;
Murphy, 1966). Masalah teknis dengan pemisahan barang-barang
yang diekspor dari penjualan lokal dapat diatasi, perhitungan total
untuk nilai produksi atau pekerjaan di sektor utama dan sekunder,
berturut-turut dapat dihitung untuk beberapa kota atau daerah.
Kemudian rasio B/N dapat ditemukan dimana mengambil bentuk 1 : x
dimana x merupakan pekerjaan sekunder dibagi oleh pekerjaan
primer atau utama. Rasio ini cenderung berada antara 1 : 0,5 dan 1 :
2, dengan kota-kota besar yang mempunyai suatu bentuk yang leih
tinggi (bahwa, lebih banyak yang sekunder atau pelayanan kota
industri disebabkan kebaikan mereka mencukupi kebutuhan sendiri).
Beberapa penulis pernah menindak bahwa rasio ini mempunyai nilai
untuk menganalisa interprestasi struktur ekonomi penduduk kota
(Alexander, 1954, tetapi yang lainnya telah mengkritik konsep yang
pada dasarnya bahwa rasio itu menyulitkan jika tidak mustahil
memperolehnya pada pernyataan bahwa dalam banyak kasus tidak
tepat, (Blumenfeld, 1955).
B/N Rasio adalah, gambaran spesialisasi perusahaan dalam kuota
yang terpisah. Tetapi syarat pendekatan minimum dalam teori basis
65
ekonomi, seperti dikembangkan oleh Ullman dan Dacey (1960),
adalah seperti ramala perlengkapan dalam berbagai harga.
Pendekatan ini berdasarkan pada bagian bahwa dalam banyak kota
mempunyai seuah ukuran sebagai syarat minimum untuk setiap
perusahaan, dibutuhkan pada kepuasan permintaan wa keleihan ini
dapat disamakan dengan basis atau sektor ekspor. Syarat minimum
didasarkan atas pengalaman struktur tenaga kerja, administrasi kota
dan perusahaan. Ini kemudian adalah syarat minimum walalupun nilai
terendah ekstrum mungkin saja terjadi (Alexandersson, 1956).
Faktor utama tenaga kerja, seperti yang diperoleh dari syarat teknik
minimum, cenderung meningkat dengan ukuran dari kota. Nilai yang
seperti itu ketika bagian total tenaga kerja tidak dalam sektor basis
adalah direncanakan dan berlawanan dengan populasi logaritma dari
ukuran kelas kota merupakan sebuah hubungan linear dan untuk
peningkatan syarat minimum dalam meningkatkan industri
perseorangan dengan cara yang sama tabel berikut :
Tabel 1
Persentase Tenaga Kerja Dari Berbagai Kegiatan di Kota Dengan Ukuran Kelas Yang Bervariasi di Amerika Serikat, 1950
Ukuran Kelas (Populasi)
Semua Industri
Pabrik Bangunan
Penjualan &
Perdagangan
Lebih 1.000.000 56,7 7,2 4,6 16,9
300.000-800.000
48,6 6,8 4,1 15,6
100.000-150.000
43,1 6,2 3,8 13,5
25.000-40.000 39,8 2,7 3,2 14,9
10.000-12.500 33,2 2,2 2,5 13,0
66
2.500-3.000 24,0 2,8 1,8 8,6
Sumber : Ullman dan Dacey (1962, 123). Gambar untuk semua industri adalah jumlah dari "syarat minimum" dari setiap industri perseorangan dan juga tidak berdasarkan ketersediaan Tenaga Kerja. Jumlah untuk setiap ukuran kelas berdasarkan sampel dari 38 kota kecuali yang leih dari 1000000 kategori dimana terdiri dari 14.
Pada mulanya hubungan ini telah diakui dan struktur perindustrian
sekunder dari sebuah kota dalam berbagai ukuran dapat diperkirakan.
Dengan singkat dapat disimpulkan syarat minimum setiap industri
dari grafik-grafik atau penggunaan pengukuran regresi dan dikurangi
dari angka tenaga kerja sekarang untuk setiap industri dalam kota.
Sisanya adalah sektor utama sektor ekspor. Mengapa dasar ekonomi
untuk setiap kota terjadi seperti yang diperkirakan, dan perputaran
lokasi dapat menyebabkan kota sangat menyimpang dari bentuk
ekonomi yang sudah diperkirakan.
Syarat minimum yang seharusnya dikaji dari perkiraan minimum;
kota-kota tidak penting bersyarat jumlah khusus dari tiap industri,
walaupun penelitian mungkin menyarankan jumlah minimum yang
pasti dapat diperkirakan. Jika hal itu mungkin meliputi masalah-
masalah operasional yang sulit, teori basis ekonomi dapat membantu
menjelaskan letak industri dengan mengidentifikasikan struktur
perindustrian suatu unsur kota yang berproduksi. Sektor sekunder
yang dapat diterapkan sebagai jawaban terhadap kenaikan
permintaan internal, di samping surplus yang dapata diperbesar
dalam hubungannya dengan beberapa cabang industri, menunjukkan
bahwa kegiatan dalam kota memproduksi barang untuk dijual keluar.
Industri-industri ekspor kemudian dapat dikuasai untuk analisa leih
lanjut untuk mengetahui mengapa hal itu terjadi dalam tempat yang
berbeda.
67
Pendekatan lain berhubungan dengan teori basis ekonomi, adalah
pembangunan berdasarkan pengalaman dengan melihat hubungan
antara struktur industri dan ukuran kota. Hal ini termasuk dalam
pendekatan dengan syarat minimum dan telah dipakai lebih jauh oleh
beberapa penelitian. Seperti, Czamaski (1964-1965) telah mencoba
mengembangkan suatu teori lokasi industri dan pertumbuhan
perpindahan penduduk, yang akan memungkinkan jmlah industri dari
jenis yang berbeda. Diperkirakannya untuk satu kota dari ukuran yang
diberikan, dengan parameter modelnya berdasar pengalaman dari
study struktur perindustrian dari lebih 200 kota di Amerika. Stafford
(1966), kemungkinan dari studi struktur perindustrian di Illionis telah
menunjukkan bahwa kemungkinan dari penemuan sebuah jenis
industri dalam suatu daerah berhubungan langsung dengan jumlah
penduduk daerah tersebut; pabrik-pabrik rokok, alat-alat optik dan
bermacam permata yang lebi cocok yang didapat di Chicago daripada
kota-kota dibagian Selatan Illionis.
Dalam teori basis ekonomi disimpulan beberapa tingkat keteraturan
dalam hubungan antara ukuran kota dan aspek-aspek tertentu dari
struktur perindustriannya. Dalam pendekanan hubungan antara letak
industri dan ukuran kota, bobot yang tidak pantas dibutuhkan pada
satu faktor yang sederhana, dimana terdapat dalam setiap keadaan
yang sebagian besar sebagai pengganti pasar. Meskipun demikian,
teori basis ekonomi telah digunakan sepenuhnya secara terus-
menerus dalam penelitian, terutama sebagai alat untuk meramal
pengaruh pembangunan perindustrian yang baru.
Teori basis ekonomi secara matematis dapat dijelaskan sebagai
berikut :
T = k B
68
atau
Y = k E,
dimana :
T = total employment
Y = total income
B = basaic (export) employment
E = export earning
k = export base multiplier
= perubahan
Dari pandang sudut lain, maka teori basis ekonomi menurut Tiebout
dapat dijabarkan seperti tertera dibawah ini
Tiebout’s Model
Simple economic base equation
Where : Yt = total incomeYb = basic incomeYn = non basic income M = multiplierΔ = change in ….
or :
69
base multiplier
change in basic income
change in total income
X=
Δ Yt = M . Δ Yb
Total incomeBasic
YtYb
Base Multiplier
==
YtYb
1YbYt
or :
Tiebout `s model with three sectors
Yt = E + Ir + Cr
Where :E = Income from the region’s exports (Yb)Ir = Income from the investment in the region (Yb)Cr = Income from consumption expenditures in region
( Yn )
70
M ==
1Yt – Yn Yt
M = =1Yt Yn
Yt Yt
-
M = 1
YnYt
1_-
Δ Yt = M . Δ Yb
Δ Yt = . Δ YbYnYt
1
1
-
Change in Total Income
1 non basic income Total Income
Change in Basic Income
=1 -
·
Yb = E + Ir
( Pendapatan dari ekspor dan investasi dalam region dibelanjakan terhadap konsumsi lokal )
Yn = Cr = Yt (PCr) (PCr Yr)
Dimana :
PCr = Proportion of total income that is spent on consumption
in the
region
PCr Yr = proportion of regional consumption expenditures that becomes income in the region.
M =
M =
=
Simple economic base equation
71
Δ Yt = Δ E + Δ Ir + Δ Cr
Yb = Δ E + Δ Ir
= Δ (E + Ir)
YnYt
1
1 -
1
1 - Yt (PCr) (PCr Yr)Yt
1
1 - (PCr) (PCr Yr)
Economic base equation with three sectors
Δ Yt =
Kondisi masing-masing wilayah menunjukkan variasi yang berbeda-
beda. Sebagian wilayah relatif lebih makmur bila dibandingkan
dengan wilayah lainnya. Factor utama yang mendasari pedoman ini
adalah struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Tetapi ada
hakekatnya kondisi tersebut tidak statis, dan kemakmurannya akan
mengalami perubahan sesuai dengan kemampuan wilayah yang
bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan
permintaan (Glasson, 1997 ).
Dalam konteks ilmu ekonomi regional, terdapat berbagai teori yang
merupakan pertumbuhan regional atau perubahan-perubahan kondisi
perokonomian suatu daerah. Salah satu konsep yang digunakan untuk
menganalisa pertumbuhan regional adalah teori basis ekonomi
(economic base theory).
Secara umum dan sederhana, basis ekonomi wilayah diartikan
sebagai sector atau sector-sektor ekonomi yang aktivitasnya
menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh dan
berkembang, atau sector ekonomi yang pokok di suatu wilayah yang
72
Δ Yt = Δ Yb . ; Δ Yb = Δ (E + Ir)YnYt
1
1 -
1
1 - (PCr) (PCr Yr)
Δ ( E + Ir)
dapat menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya.
Sedangkan menurut teori basis ekonomi, pertumbuhan dan
perkembangan suatu wilayah tergantung kepada adanya permintaan
dari luar terhadap produksi wilayah tersebut, sehingga perekonomian
wilayah dibagi menjadi sector basis atau basis ekspor dan sector non
basis. Sector basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah
disebut basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap
sector basis meningkat, maka sector basis tersebut berkembang, dan
pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan
perkembangan sector-sektor non basis didalam wilayah yang
bersangkutan, sehingga akhirnya mengakibatkan berkembangnya
wilayah yang bersangkutan (Bendavid-Vall, 1991).
Teori basis ekonomi (Economic Base Theory) adalah salah satu teori
atau pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan
dan pertumbuhan wilayah. Ide pokoknya adalah beberapa aktivitas
ekonomi di dalam suatu wilayah secara khusus merupakan aktivitas-
aktivitas basis ekonomi, yaitu dalam arti pertumbuhannya memimpin
dan menentukan perkembangan wilayah secara keseluruhan,
sementara aktivitas-aktivitas lainnya yang non basis adalah secara
sederhana merupakan konsekuensi dari keseluruhan perkembangan
wilayah tersebut (Hoover and Giarratani, 1984). Dengan demikian
perekonomian wilayah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
aktivitas-aktivitas basis dan aktivitas-aktivitas bukan basis atau non
basis. Glason (1978) menyatakan bahwa aktivitas-aktivitas basis
adalah aktivitas-aktivitas yang mengekspor barang-barang dan jasa-
jasa ketempat-tempat di luar batas-batas perekonomian wilayah yang
bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa
mereka kepada orang-orang dari luar perbatasan perekonomian
masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan aktivitas-aktivitas non
73
basis adalah aktivitas-aktivitas yang menyediakan barang-barang
yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal didalam
batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Ruang
lingkup produksi dan daerah pasar sector non basis terutama adalah
wilayah yang bersangkutan. Ruang lingkupproduksi dan daerah pasar
sector non basis terutama adalah wilayah yang bersangkutan atau
bersifat lokal.
Inti dari teori basis ekonomi adalah proposisinya yang beranggapan
bahwa pertumbuhan ekonomi daerah pada akhirnya tergantung
kepada permintaan ( demand ) dari luar tehadap produk-produknya.
Suatu daerah tumbuh atau menurun , serta tingkat perkembangannya
ditentukan oleh aktivitas basisnya sebagai pengekspor tehadap
daerah-daerah lain. Produk-produk daerah yang di ekspor ke daerah-
daerah lain bisa berbentuk barang-barang dan jasa-jasa, termasuk
tenaga kerja yang mengalir ke luar daerah, atau dalam bentuk bahan-
bahan dagangan yang dibeli oleh orang-orang di luar daerah yang
bersangkutan. Dalam bahasan teori basis ekspor, aktivitas-aktivitas
atau industri-industri yang mengekspor ke daerah lain merupakan
basis ekonomi atau sektor basis dari daerah yang bersangkutan. Bila
permintaan terhadap ekspor daerah tersebut meningkat, maka sector
basis tersebut akan berkembang. Hal ini pada gilirannya akan
mendorong suatu perluasan di dalam aktivitas-aktivitas pendukung
sector non basis. Fenomena inilah yang menjadi pokok perhatian
penting dari analisis teori basis ekonomi.
Teori basis ekonomi menjelaskan pentingnya basis ekspor atau
sector-sektor ekspor sebagai factor yang menentukan laju
pertumbuhan ekonomi daerah. Tahapan perkembangan suatu daerah
menurut North (1955) adalah sebagai berikut :
74
1. Tahap pertama adalah tahap dimana perekonomian daerah
bersifat memproduksi untuk keperluan sendiri (self sufficient
economy), dimana investasi dan perdagangan masih
terbatas.
2. Tahap kedua terdapat perkembangan dalam jaringan
pengangkutan yang membangkitkan perkembangan
pedagangan dan spesialisasi.
3. Tahap ketiga terjadi perubahan pada corak komoditas
pertanian yang di produksi yang dibutuhkan oleh pasar.
4. Pada tahap keempat terjadi pertambahan penduduk yang
sangat pesat dan laju peningkatan produksi pertanian dan
industri ekstrak yang semakin menurun (diminishing
returns) dan mendorong daerah untuk melakukan
industrialisasi.
5. Pada tahap terakhir, pembangunan daerah diciptakan oleh
adanya spesialisasi dalam mengekspor modal, tenaga ahli
dan beberapa jasa khusus lainnya.
Menurut North tahap-tahap perkembangan wilayah tersebut tidak
sesuai dengan perkembangan ekonomi wilayah di Amerika. Terdapat
dua kelemahan penting pada tahap-tahap perkembangan tersebut.
Pertama, tahap-tahap tersebut tidak mencerminkan pertumbuhan
yang sebenarnya berlaku diberbagai wilayah dan tidak dapat
menunjukkan factor-faktor yang dapat membangkitkan pertumbuhan
ekonomi wilayah, padahal teori pengembangan wilayah memerlukan
analisis mengenai hal ini. Kedua, untuk menganalisis sebab-sebab dari
terciptanya perkembangan wilayah, teori mengenai tahap-tahap
perkembangn wilayah tersebut kurang berguna, karena membuat
75
penekanan yang salah dalam menganalisis peranan maupun kendala-
kendala dalam industrialisasi.
Sebagai alternatif, North selanjutnya mengemukakan teorinya
mengenai peranan ekspor atau teori basis ekspor (Export Base
Theory). Menurut teori ini, sector ekspor penting sekali peranannya
dalam pengembangan wilayah karena sector tersebut dapat
memberikan dua sumbangan penting kepada perekonomian suatu
wilayah. Pertama, ekspor akan secara langsung menimbulkan
kenaikan pada pendapatan factor-faktor produksi wilayah dan
pendapatan wilayah. Dan yang kedua, perkembangan ekspor akan
menciptakan permintaan atas produksi industri local atau non basis
(residentiary industries), yaitu industri-industri di wilayah yang
bersangkutan yang produksinya untuk memenuhi pasar local.
Disamping menunjukkan peranan sector ekspor, North juga
menganalisis sebab-sebab dari perkembangan wilayah serta
perkembangan selanjutnya. North berkeyakinan bahwa
perkembangan-perkembangan tersebut terutama diakibatkan oleh
bertambah baiknya kedudukan ekspor wilayah dipasaran diluar
wilayahnya, serta dapat menandingi dengan lebih baik barang-barang
ekspor yang sama atau sejenis yang berasal dari wilayah lain. Dengan
demikian, jelas sekali bahwa basis ekspor memainkan peranan yang
vital didalam menentukan tingkat pendapatan yang absolut dan
pendapatan per kapita suatu wilayah (North, 1955 dalam Friedman
dan Alonso, 1965).
Teori basis ekspor merupakan bentuk model pendapatan wilayah yang
paling sederhana (Richardson, 1975). Pentingnya teori ini terletak
pada kenyataan bahwa ia memberikan kerangka teoritik bagi banyak
studi multiplier (Pengganda) wilayah secara empiris. Asumsi pokok
dari teori ini adalah bahwa ekspor merukan satu-satunya unsure
76
otonom dalam pengeluaran, dan komponen pengeluaran lainnya
dianggap sebagai fungsi dari pendapatan.
Konsep multiplier didasarkan pada perputaran uang dan pendapatan
dalam suatu system kota atau wilayah. Uang mengalir dari suatu kota
sebagai pengembalian dari penjualan. Pada waktu yang sama, uang
mengalir keluar kota misalnya sebagai upah buruh dari luar daerah.
Perputaran uang ini berhubungan dengan pembelian barang dan jasa
dari daerah lain yang erat kaitannya dengan aktivitas sector ekonomi
tertentu.
Jika diasumsikan dalam waktu tertentu pendapatan dan pengeluaran
berada dalam keadaan seimbang, konsep multiplier dapat
diilustrasikan sebagai berikut: “misalkan ada tiga jenis induatri dalam
suatu wilayah. Industri A membutuhkan input dari induatri B sebesar
75, dan dari industri C sebesar 25. Demikian pula industri B
membutuhkan input dari industri A dan C, dan seterusnya. Jika terjadi
kenaikan permintaan pada industri A, maka terjadi peningkatan
industri A, B, dan C”. Peningkatan pada industri A disebut sebagai
pengaruh lalngsung atau direct effect, peningkatan produksi industri B
dan C disebut pengaruh tidak langsung atau indirect effect. Rasio
antara total effect dengan kenaikan permintaan mula-mula dikenal
dengan eksport multiplier (Edgar M. Hoover, 1975).
Efek multiplier tidak mengganda terus menerus tanpa batas, tetapi
semakin lama nilainya semakin kecil. Alasan ini ditunjukkan dengan
adanya kebocoran dalam system ekonomi regional. Adanya uang yang
mengalir keluar masuk wilalyah dengan bebas, turut mempengaruhi
besarnya kebocoran ini.
77
Ada tiga efek multiplier yang dihasilkan dalam suatu system
perekonomian yaitu pengaruh langsung (direct multiplier), pengaruh
tidak langsung (indirect multiplier), dan total effect. Yang dimaksud
dengan pengaruh lalngsung yaitu pengaruh yang ditimbulkan
terhadap suatu sector secara langsung yaitu pengaruh kenaikan
permintaan terhadap sector itu sendiri. Pengaruh tidak langsung yaitu
pengaruh yang ditimbulkan terhadap sector lain akibat kenaikan
permintaan disuatu sector. Jumlah dari kedua pengaruh ini dinamakan
pengaruh total (Herawati, 1993).
Apabila aktivitas-aktivitas atau sector basis telah dapat diidentifikasi,
maka kemudian suatu penjelasan tentang pertumbuhan wilayah,
dapat terdiri dari dua bagian (Hoover dan Giarratani, 1984) yaitu: 1).
Penjelasan tentang aktivitas-aktivitas atau sector basis, dan 2).
Gambaran tentang proses-proses bagaimana aktivitas-aktivitas basis
di suatu wilayah dapat menyebabkan berkembangnya aktivitas-
aktivitas non basis. Selanjutnya sikemukakan bahwa suatu studi
tentang basis ekonomi suatu wilayah pada umumnya bertujuan untuk:
1). Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas ekspor, 2). Memperkirakan
dengan beberapa cara berbagai kemungkinan pertumbuhan dari
aktivitas-aktivitas tersebut, dan 3). Mengkaji dampak aktivitas ekspor
terhadap aktivitas-aktivitas lainnya (non basis) didalam wilayah
tersebut.
Menurut Hoover, 1977 kegiatan basis merupakan kegiatan yang
pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pola
pembangunan daerah secara keseluruhan, sedangkan kegiatan non
basis merupakan kegiatan yang perkembangannya diakibatkan oleh
78
pembangunandaerah secara keseluruhan. Menurutnya teori ekonomi
basis dapat berfungsi untuk melihat peranan suatu sector didalam
perekonomian suatu daerah, baik dalam efek tenaga kerja maupun
efek pendapatan, yaitu dengan cara menentukan apakah sector itu
merupakan sector basis atau bukan. Disamping itu, ekonomi basis
dapat digunakan untuk: 1). Mengidentifikasi kegiatan daerah yang
bersifatk ekspor, 2). Meramal pertumbuhan yang mungkin terjadi
dalam aktivitas basis, dan 3). Mengevaluasi pengaruh kegiatan ekspor
tambahan terhadap kegiatan bukan basis.
Teori basis ekonomi menganalisis perubahan suatu wilayah yang
diakibatkan oleh ekspor pada kondisi statis pada jangka pendek (short
run), sedangkan penerapannya pada kondisi dinamis dalam jangka
panjang (long run) dijelaskan oleh teori basis ekspor yang
dikemukakan oleh North dalam Glasson (1977). Menurut teori ini,
pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi sumberdaya
dan pertumbuhan basis ekspor yang sangat dipengaruhi oleh
permintaan eksternal dari wilayah lain (external demand). North juga
menganalisa timbulnya perkembangan di suatu wilayah dan
perkembangan selanjutnya dari wilayah tersebut terutama
diakibatkan oleh bertambah baiknya kedudukan ekspor pada pasar
diluar wilayah dan kemampuannya untuk bersaing dengan ekspor
yang sama atau sejenis dari wilayah lain.
Meningkatnya kegiatan basis di dalam suatu wilayah akan menambah
arus pendapatan kedalam wilayah yang bersangkutan, menambah
permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa di dalamnya,
menimbulkan volume kegiatan non basis. Peningkatan kegiatan basis
disebabkan oleh: a). perkembangan jaringan pengangkutan dan
komunikasi, b). perkembangan pendapatan atau permintaan dari luar
79
wilayah, dan c). perkembangan teknologi dan usaha-usaha
pemerintah pusat atau daerah setempat untuk mengembangkan
prasarana social ekonomi. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis
akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk
kedalam wilayah yang bersangkutan dan turunya permintaan
terhadap produk dari kegiatan non basis. Pengurangan ini disebabkan
oleh: a). penurunan permintaan dari luar wilayah, b). kehabisan
sumberdaya alam, c). perubahan teknologi yang menyebabkan
perubahan dalam pengunaan input. Dengan dengan demikian,
kegiatan sector basis mempunyai peranan sebagai penggerak
pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan dalam kegiatan
ekonomi tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap
perubahan perekonomian wilayah.
Keterbatasan pendekatan teori basis ekonomi adalah diabaikannya
variabel otonom lain selain ekspor, misalnya diabaikannya
perubahan/kemajuan teknik dan investasi atau kebijaksanaan
pemerintah dalam pengembangan wilayah. Asumsi bahwa ekspor
ditentukan secara eksogen atau permintaan external, sedangkan
dilain pihak telah diketahui bahwa di dalam perdagangan inter-
regional tingkat ekspor juga ditentukan oleh fungsi impor dari wilayah-
wilayah lalin (Richardson, 1975).
Aktivitas-aktivitas ekspor wilayah dapat ditentukan dengan berbagai
cara. Salah satu pendekatan yang paling sederhana untuk mengetahui
aktivitas-aktivitas di dalam wilayah yang memproduksi sebagian
untuk ekspor dan sebagian untuk pasar local, serta memperkirakan
berapa banyak aktivitas itu untuk di ekspor, adalah Location Quetioent
(Hoover dan Giarratani, 1984). Location Quetioent adalah yang paling
lazim dipergunakan dalam studi-studi basis ekonomi (Richardson,
80
1975). Location Quetioent adalah satu alat untuk mengukur
spesialisasi relatif suatu wilayah di dalam kategori-kategori industri
atau sector terpilih (Bendavid-Vahl, 1991), serta untuk
membandingkan proporsi aktivitas tertentu di dalam suatu wilayah
dengan proporsi agregat basisnya di wilayah acuan (Isard, 1960).
Di atas permukaan, langkah-langkah studi tentang basis ekonomi
nampak relatif sederhana. Pertama, satu unit pengukuran dipilih.
Kemudian, diidentifikasi aktivitas-aktivitas basis ekonomi atau sector
basis dan sector non basis, serta kesempatan atau tenaga kerja
pendapatan dari tiap sector ditabulasi. Setelah hal ini dilakukan, maka
nisbah basis dan pengganda basis dapat dihitung seperti diuraikan
sebelumnya.
Apabila dilakukan dengan hati-hati serta hasilnya diintreprestasikan
dengan baik, studi basis ekonomi wilayah dapat digunakan sebagai
suatu alat yang sangat bermanfaat untuk mengeksplorasi,
mengevaluasi, dan membuat perkiraan-perkiraan kasar tentang
berbagai kecenderungan di dalam pertumbuhan dan perkembangan
wilayah, kesempatan kerja dan pendapatan wilayah serta aspek-aspek
lain dari wilayah, yang penting dalam analisis dan pengembangan
wilayah. Agar studi basis ekonomi relevan, maka teori basis ekonomi
perlu dianggap sebagai satu cara yang layak untuk menjalankan
bagian utama dari pertumbuhan ekonomi wilayah.
Berbagai metode dapat digunakan untuk menentukan kegiatan basis
dan bukan basis. Ricgardson (1977) mengemukakan bahwa
menentukan kegiatan basis dan bukan basis digunakan metode
langsung untuk mengetahui sector mana yang merupakan sector
81
basis. Metode ini dapat menentukan sector basis yang tepat dan
memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak. Sehingga
sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode tidak
langsung, yaitu: 1). Metode arbiter, 2). Metode Location Quatient (LQ),
dan 3). Metode kebutuhan minimum. Dari ketiga metode tersebut
Glason (1977) menyarankan metode LQ dalam menentukan kegiatan
basis dan non basis.
Menurut Kadariah (1985), LQ merupakan teknik analisa yang
tergolong sederhana dan menentukan atau memilih kegiatan ekonomi
yang akan dikembangkan di suatu wilayah, atau dalam menentukan
lokasi dalam suatu kegiatan ekonomi. Menurutnya dasar ukuran
penggolongan tersebut dapat berbeda, sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan penggolongan. Jika tujuan penggolongan adalah untuk mencari
kegiatan ekonomi yang dapat memberikan kesempatan kerja
sebanyak-banyaknya maka yang digunakan sebagai dasar ukuran
adalah jumlah karyawan atau tenaga kerja. Tetapi jika dianggap
penting adalah peningkatan pendapatan regional, maka pendapatan
atau value added digunakan sebagai ukuran, sedangkan jika hasil
produksi yang dipentingkan maka dasar ukuran yang digunakan
adalah tingkat produksi.
Kelebihan dari konsep basis ekonomi adalah cukup mudah
diharapkan, dapat menganalisa struktur perekonomian dan dapat
memberikan peramalan pertumbuhan suatu wilayah. Sedangkan
kelemahankonsep basis ekonomi ini meliputi : a). Perubahan utnuk
lokasi harus disesuaikan dengan penentuan kegiatn basis dan non
basis, b). perubahan arus pemasukan modal, seperti investasi
pemerintah pusat dapat mengurangi peranan sector basis, c).
kebocoran wilayah berupa tabungan dan pajak dapat mengurangi
82
peranan sector basis, d). pertumbuhan suatu wilayah dapat terjadi
bukan karena ekspor (kegiatan basis), tetapi juga oleh investasi besar-
besaran pemerintah pusat, migrasi substitusi impor dan peningkatan
efisiensi pensuplai local, dan e). konsep basis tidak dapat
menjelaskan tingkat keseimbangan pertumbuhan antar wilayah dan
hubungan antar tingkat pendapatan dan kapasitas ekspor.
83
TEORI LOKASI INDUSTRI
Pendekatan Geografi
Para ahli Geografi cenderung untuk meneliti secara empiris tentang
dunia nyata dan terbatas sumbangannya untuk teori Lokasi Industri.
Penelitian para ahli telah memberikan sumbangan yang besar dalam
Ilmu Pengetahuan tentang kekhususan lokasi sebuah industri. Tetapi
banyak permasalahan geografis dalam membuat kerangka lokasi
karena hubungan yang sulit dan konteks mengenai ruang (space).
walaupun semakin banyak ahli yang telah merumuskan formulasi
tentang posisi dasar sebagai tujuan utama mereka.
Berbagai Penelitian Teori lokasi oleh para ahli telah banyak dilakukan
untuk memberikan suatu konstribusi dan yang berhubungan dengan
pengetahuan umum tentang lokasi industri. Dalam perkembangannya
teori geografi berhubungan dengan beberapa masalah tentang tata
letak pemukiman, penyebaran, keterkaitan ruang dan lokasi dari
kegiatan ekonomi, yang pada akhirnya berhubungan erat dengan
lokasi industri.
84
PENDEKATAN GEOGRAFIS
Hingga tahun 1950, banyak para Ahli Geografi membahas
permasalahan secara teoritis. Mereka secara umum menerangkan
lokasi industri sebagai suatu tanggapan terhadap lingkungan hidup,
atau dengan menggambarkan perubahan sejarah. Kebanyakan para
ahli mengetahui pengaruh bahan baku, pengangkutan, tenaga kerja,
pasar dan yang lain, tetapi hanya sedikit yang mengerti bagaimana
pengaruh dari faktor-faktor tersebut. Penemuan pada tahap awal
(terutama sekali dalam suatu dampak lingkungan) biasanya dibatasi
dengan kuat dalam fasilitas mereka dan kejadian yang sangat keliru,
kontribusi mereka dihadapkan pada suatu teori atau prinsip dari tata
letak perusahaan yang diizinkan.
Salah satu dari beberapa pendapat ahli geografi dalam hal masalah
lokasi adalah Richard Harsthorme (1926-1927). Kemudian muncul
pandangan yang revolusioner tentang faktor-faktor lokasi yang relatif
berpengaruh dalam kegiatan ekonomi yaitu faktor-faktor fisik seperti
permukaan tanah dan iklim yang mempunyai pengaruh berbeda-beda
terhadap lokasi industri.
Konsep teori geografi yang pertama tentang teori lokasi dikemukakan
oleh Walter Christaller (1993) dengan konsepnya tentang teori tata
letak pusat. Christaller pada awalnya tidak tertarik pada lokasi industri
apalagi tentang geografi, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah
yang menentukan ukuran distribusi dari daerah dan kota-kota.
Christaller menarik kesimpulan tentang pola umum geometris dari
tempat pusat (pelayanan pusat) dan daerah-daerah yang diinginkan.
Walaupun kurang dalam beberapa elemen tetapi telah banyak
memberikan manfaat. Model Christaller yang umum diketahui adalah
85
pernyataan formal tentang perencanaan kota seperti pusat pelayanan
dalam kondisi yang lebih sederhana. Ini adalah paduan kegunaan
untuk pola yang mungkin dapat digunakan oleh industri pabrik dalam
situasi permintaan yang khusus. Kekuatan lokasi dan pelayanan pasar
suatu daerah yang luas, tetapi pengembangan dari konsentrasi
industri dan pengelompokkan industri sangat penting yang
merupakan bagian industri modern dunia. Teori pusat lokasi adalah
sebuah teori dari aktivitas lokasi yang pertama. Berry dan Pred (1961)
mempunyai anggapan bahwa hal itu relevan untuk industri pabrik
sebagai suatu kasus yang khusus, yang kemudian dapat dituangkan
dalam suatu keadaan pasar yang lebih khusus.
Sebagian besar dari pelaku geografis ekonomi sering meragukan
tentang ide-ide status mereka mengenai lokasi industri sebagai suatu
peraturan yang sah atau peraturan-peraturan umum. George Renner
(1947, 1950) mengklasifikasikan bahwa industri dimasukkan ke dalam
kegiatan ekstraktip, reproduktip, pabrikatip dan fasilitatip. Industri
membutuhkan bahan baku, pasar, tenaga kerja, energi, modal dan
transportasi.
Sebuah industri cenderung dialokasikan pada suatu posisi dimana
tersedia jalan masuk yang optimum untuk bahan-bahan ini atau
bagian-bagian komponen. Jika semua elemen-elemen komponen
berdekatan, maka lokasi industri itu telah ditetapkan sebelumnya.
Industri juga berlokasi agar lebih mudah memperoleh sumber-sumber
itu dengan lebih murah untuk pengangkutan karena menjadi faktor
yang menentukan lokasi industri. Prinsip ini diaplikasikan lebih umum
dan dioperasikan dalam cara yang berbeda .
86
Banyak industri cenderung dialokasikan pada sebuah posisi
keuntungan optimum dengan memperhatikan beberapa faktor berikut
ini :
a. Bahan baku
b.Pasar, dimana dilakukan proses-proses pengepakan, pengawetan,
atau dimana produk ini adalah sebagai subjek atau berubah dengan
cepat dalam gaya desain dan karakter teknologi.
c. Energi, dimana nilai energi mekanis pemrosesan adalah sama
dengan biaya total.
d. Tenaga kerja, dimana hal ini mencakup upah untuk keahlian
tertentu.
Renner memperhitungkan keuntungan industri-industri tidak selalu
berlaku bersama.
87
RAWSTRONS' THREE PRINCIPLES
(TIGA PRINSIP RAWSTRON)
Satu dari sumbangan geografis yang terpenting terhadap pengertian
umum dari letak industri dijumpai dalam karangan singkat oleh E.M.
Rawstron (1958). Pendekatannya langsung berusaha untuk
mengetahui apakah tingkat pemilian letak industri dibatasi jika
kelangsngan hidup perekonomian dapat dicapai dan bagaimana
pembatasan ini diterapkan. Tiga prinsip dari letak industri adalah
Pembatasan Fisik, Pembatasan Ekonomi dan Batasan Teknik. Hal itu
adalah unsur ekonomi dalam penerapannya, tetapi hanya yang kedua
yang mendomonasi perekonomian dalam rumusannya.
Prinsip pembatasan ekonomi yang menyebabkan sumbangan
Rowstron sama seperti pandangan yang telah ada. Pendekatan nya
meliputi struktur biaya industri dan perwujudan konsep jarak ruang
terhadap keuntungan dimana biaya-biaya terlalu besar karena industri
yang secara ekonomis berjalan. Rowstron menetapkan npengeluaran
pada buruh, bahan baku, tanah pemasaran dan modal sebagai
komponen dan struktur biaya perusahaan. Tidak seperti penulis-
penulis lainnya, dia tidak menyatakan transport sebagai suatu
pemisahan faktor biaya, tetapi menggambarkannya sebaai
sumbangan terhadap variasi jarak ruang dalam biaya dari perkiraan-
perkiraan lain. Pengeluaran-pengeluaran pada setiap komponen akan
berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain dan jumlah
peningkatan biaya semata-mata dari pemilihan lokasi disebut sebagai
p;enempatan biaya.
Penempatan elemen-elemen dalam struktur biaya dijelaskan pada
gambar berikut; Tiga bagan (A, B dan C) pada tiga letak yang berbeda
memerlukan jumlah yang sama dari buruh, bahan baku, tanah,
88
pemasaran dan modal, tetapi biaya-biaya dari maskan-masukan ini
berbeda dengan letak. Misalnya, biayanya lebih penting dari buruh di
B kemudian A, dan bahan baku lebih mahal di C daripada di 2 bagian
lainnya.
Variasi dalam biaya produksi menentukan batas pajak atau
keuntungan bersih. Penentuan daerah dimana operasi dapat
dijalankan adalah langkah yang tepat. Keuntungan yang timbul dari
variasi biaya total, tetapi dalam keadaan nyata hal ini mungkin
menimbulkan akibat sebagai pencerminan biaya dari satu komponen
yang menunjukkan pentingnya biaya variasi dari tempat ke tempat
lainnya.
Ketiga prinsip dari pembatasan teknologi meliputi dampak batasan
tekknologi pada lokasi. Seandainya seeorang industri awam diketahui
bahwa usahanya akan membutuhkan perubahan kemajuan lokasinya,
tetapi apada perbaikan teknologi, lokasi ekonomi mungkin menjadi hal
yang penting. Dalam hal ini dampak perubahan teknologi adalah
melalui beberapa perubahan yang biasa atau biaya input dan ini
dapat dianalisis dalam kerangka kerja prinsip kedua.
Secara implisit ide Rawstron tentang peleltakan dasar atau lokasi
adalah konsep yang penting faktor lokasi atau komponen struktur
biaya, akan dikenakan tahap pilih yang sempat diganti dengan
menghapus faktor letak atau daerah, yang mana faktornya lebih
memungkinkan.
Sebuah lokasi pembangkit listrik di Midland England (Rawstron, 1951,
1954, 1966) harus memenuhi beberapa persyaratan. Syarat dasar dari
indistri ini adalah pasar, harga batu-bata, luas letak, penjualan tanah,
air dan rel. Pasar adalah faktor yang paling sedikit menentkan, sejak
89
perlistrikan nasional pindah memngkinkan peletakan lokasi
sesungguhnya dimana saja sama. Batasan berikutnya adalah
kebutuhan akan batu bara, dimana rata-rata stasiun pembangkit itu
pasti terletak atau dekat dengan sumber batu bara, biaya setengah
lebih murah pada sumber batu bara di Britian, Nottinghamshire
mempunyai keuntngan yang lebih spesial dalam penentuan lokasi
industri.
Tiga faktor pemilihan yang berikutnya adalah : kebutuhan akan
kualitas air, disarankan sebaikya terletak di sebelah sungai;
menghadapi banjir disediakan letak lapangan yang luas dalam
beberapa tempat, kerikil , tambang batu bara dapat digunakan dan
rute rel adalah faktor yang terakhir. Dalam gambar terlihat seluruh
stasiun pembangkit menempati posisi di pinggir sungai.
Ide ini tidak dapat digunakan kepada setiap industri dalam
penggunaan berbagai cara. Tetapi hal ini dapat dibantu faktor penting
lainnya. Dalam beberapa contoh, dimana data biaya tidak tersedia
atau tidak tepat, pendekatan ini mungkin untuk memperoleh sebuah
evaluasi yang biaksana dari dampak variabel yang berbeda.
Kontribusi Rawstron tentang keadaan alam mengenai lokasi industri
demikian sangat berharga. Dalam penekanan struktur biaya yang
penting dia menggunakan hal-hal yang mendasar yang merupakan
pendekatan yang tidak langsung dan dengan diperkenalkannya
konsep keuntungan spatial. Untuk lebih jelasnya mengenai letak
industri dapat kita lihat pada gambar berikut ini.
90
Exposed coalfield
Power stations
/ Railroads
Limit of concealed coalfield
River
Teori Lokasi Industri
Sudah sering diletakkan sebagai pengembangan pencegahan
dari jenis teori yang dapat menyesuaikan dengan pengamatan
empiris. Dengan sempurna diinformasikan, bahwa secara rasional dan
optimal berlaku dalam analisa ekonomi, termasuk teori lokasi,
meskipun orang-orang bertindak dengan pengetahuan yang tidak
sempurna dan sering pengajaran akan hadir sebagai akhir sebagian
non material.
Pada tahun terakhir pandangan lokasi lingkungan/tingkah laku yang
menekankan sifat keputusan manusia yang sub-optimal telah menjadi
dasar, pernyataan seksama hingga kini melalui Allan Pred (1967,
1969). Manusia sebagai pemilik, baik pengetahuan terbatas maupun
tidak terbatas untuk menggunakannya, setiap keputusan "space"
dipandang sebagai kejadian pada keadaan perubahan informasi dan
kemampuan, pengurutan, sediktinya secara teoritis, dari nol terhadap
91
pengetahuan sempurna dari semua alternatif, dan diperintahkan
melalui kemampuan perubahan (dan juga tujuan) dari pembuat
keputusan (Pred, Matriks kelakuan) Posisi terhadap kanan bawah dari
matriks itu menunjukkan tingkat pengetahuan yang baik demikian
juga kemampuan yang untuk menggunakannya, dan akan ada tingkat
kemampuan yang tinggi dari pilihan lokasi yang baik. Sebagaimana
pengetahuan dan kemampuan meningkat terhadap puncak kiri
matriks, kemungkinan karena pengetahuan dan kemampuan yang
baik dari lokasi (walaupun mereka membuatnya sangat mungkin),
hanya satu kesempatan luar bahwa perusahaan dan pengetahuan
sedikit dari alternatif dan manajemen dapat menjadi cukup beruntung
untuk menciptakan keputusan yang baik.
92
Matrik Prilaku
Kemampuan menggunakan Informasi
Gambar …. Matriks Kelakuan (Sumber, Pred, 1967, 24,
Bab 1)
Matriks kelakuan merupakan sebagian alat interprestasitif pola lokasi
yang dihasilkan oleh model deterministik yang didasarkan pada
asumsi ekonomi. Variasi dalam informasi yang ada pada pembuat
keputusan individu dalam kemampuan mereka untuk
menggunakannya membantu menerangkan keberadaan yang
serempak dari elemen berlebih dan tidak berlebih dalam distribusi
renggang. Argumen ialah elemen yang teratur dari hasil keputusan
umumnya, tetapi mungkin sempurna sesuai dengan teori jenis
deterministrik (yaitu, keputusan dekat-optimal dibuat dari satu posisi
terhadap kanan bawah dari matriks). Elemen yang berlebih
merefeksikan pilihan yang dibuat dari satu posisi informasi yang lebih
terbatas atau kemampuan untuk menggunakannya, yang cenderung
93
B11 B12 B13 B14 B1n
B21 B22 B23 B24 B2n
B31 B32 B33 B34 B3n
B41 B42 B43 B44 B4n
Bn1 Bn2 Bn3 Bn4 Bnn
Quantity and Quality of Information
untuk berangkat dengan makna dari jumlah maksimum secara
ekonomis.
Pred menerapkan konsep matriks tingkah laku kepada interprestasi
pola penggunaan tanah pertanian dan distribusi pusat lokasi demikian
juga kepada lokasi industri. Pendekatannya diilustrasikan dengan
sederhana dalam diagram yang menghubungkan lokasi khusus dalam
situasi terhadap posisi perusahaan didalam matriks. Dalam ilustrasi ini
tidak tiga daerah berada pada operasi yang menguntungkan dari
beberapa kegiatan industri adalah mungkin. Daerah ini diikat dengan
sisi yang renggang dikenalkan pada bagian 7.3 (Rawstron, 1958b);
Smith, 1966 dan masing-masing mengandung satu lokasi yang
maksimum yang dirancang 0. Lokasi 13 perusahaan imajiner
ditunjukkan dengan titik, masing-masing yang dihubungkan dengan
jalur untuk sel dalam matriks kelakuan yang sebaiknya meringkas
informasi hipotesis perusahaan dan kemampuan tiga ada pasa lokasi
ekstramarjinal (tidak beruntung) dan yang lain dengan satu margin
jauh lebih baik dari jumlah maksimum. Pilihan lokasi yang memuaskan
dengan beberapa perusahaan dengan informasi atau kemampuan
rintangan menekan kegagalan posisi matriks untuk meramalkan
dengan tepat bagiamana baiknya satu pilihan akan dibuat. Perintah
umum menyerahkan melalui ilustrasi yang renggang dari sebagian
besar produksi pabrik bersumber dari fakta bahwa dunia nyata
diduduki dengan spektrum yang luas dari rasional terikat, pemuasan
aktor lokasi dan bukan pemaksimman keuntungan yang tidak dapat
dibedakan (Pred, 1967, 91-93).
Sebagaimana Pred menyimpulkan bahwa interprestasi keputusan
lokasi berdasakan matriks kelakuan adalah pemformulasian berbagai
informasi (Pred, 1967, 121). Cara ini sangat berguna dari suatu
pengkonsepan pengaruh ketidak sempurnaan dalam kemampuan
94
2 2
1
1 1 1 1
1 1 1 1
oo
o
Spatial profititability margins
pengusaha dan informasi yang ada terhadap bagaimana suatu cara
operasional yang dapat digunakan dalam keterangan pola lokasi
khusus .
Ability to use
O = optimal location within each margin= plant locations
95
Matriks kelakuan dan pilihan lokasi dalam suatu situasi industri.
Nomor 1 dan 2 dalam diagram menunjukkan jumlah perusahaan yang
menduduki posisi yang khusus dalam matriks.
Pendekatan kelakuan semakin meningkat terkenal dalam geografi
manusia sebagai keseluruhannya dan sekarang mempengaruhi
penelitian dalam analisa industri. Bunga yang berkembang
ditunjukkan dengan keputusan cara bisnis yang sebenarnya dibuat
oleh pengusaha pribadi individu dan kerjasama yang luas, dan
bagaimana ini mempengaruhi pilihan lokasi tanaman (contoh
Krumme, 1969; Stafford, 1969; Townroe, 1969; Wood; 1969; dan
Taylor, 1970). Ini terlalu cepat menilai betapa jauhnya jenis dari
pekerjaan yang sebenarnya boleh menghasilkan hubungan
penyamanan empiris yang berguna terhadap sifat lokasi. Dan ini pasti
prematur melihat tingkah laku ketika menawarkan satu kerangka
kerja konseptual alternatif yang besar untuk teori lokal industri klasik.
Namun peningkatan tekanan pada kelakuan lokasi yang teliti telah
menjadiunsur utama dan modifikasi teori yang ada, dengan
memperhatikan sisi determinisme ekonomi.
96
PENDEKATAN YANG LAIN
Selama dua dekade yang lalu kebutuhan geografis telah menjalankan
perubahan yang dapat dipertimbangkan, dengan penggunaan metode
kuantitatif yang berkembang dan sebelum pekerjaan bertumbuh
dengan rancangan penelitian. Tetapi kemajuan yang sedikit telah
diciptakan khususnya di bidang teori lokasi industri. Hamilton, menulis
pada lokasi industri pada cara dalam geografi (Chorley dan Haggett,
1967), termasuk dalam referensi geografisnya hanya satu kertas
(Smith, 1966) dari suatu sifat teoritis yang terperinci lebih dari 800
cetakan yang disadur oleh Steven dan Brakett (1967) sama seperti
smbangan teoritis yang terakir oleh ahli geografi.
Perkembangan struktur baru untuk pengetahuan dalam geografi
manusia, seperti yang telah dicontohkan oleh karya Bunge (1962),
Haggett (1965) dan Morril (1970), membantu dalam meyarankan cara
yang mana lokasi industri dapat dipandang dalam kerangka kerja
yang lebih luas dari kelakuan seluruh manusia. Beberapa karya
Warnts dari sisi geografi makro ekonomi mempunyai implikasi penting
untuk analisa lokasi industri (Warntz, 1959, 1965); Hamilton (1967)
mempunyai pandanga yang menarik pada sejumlah maalah termasuk
aplikasi terhadap formasi pola lokasi industri dari pendekatan revolusi
yang digunakan oleh Taafle dan Morril serta Gould (1963) tenang
sistem perkembanga transportasi.
Umumnya suatu sistem teori akan membantu pendugaan atas kaitan
yang ada dalam lingkup tersebut misalnya ruang lingkup ekonomi;
hubungan antara lokasi industri, sistem transportasi atau hubungan
antar daerah yang berada dalam areal nasional atau dunia ekonomi.
Beberapa ahli ilmu bumi menyadari sistem pendekatan berarti
pembagian secara sempurna bagian-bagian dari subjek permasalah
97
ekonomi geografi, dengan berdarkan cara baru mengatur ilmu
pengetahuan dengan berbagai variabel. Tetapi pandangan lain hanya
merupakan pernyataan momentum nyata atau seperti yang dikatakan
Chisholm (1967), pembagian yang tidak relevan.
Walaupun pendugaan yang ada pada rangkaian konsep kerja baru,
ahli ilmu bumi tetap mempunyai kontribusi penting yang berusaha
membuat ketetapan dan mencantumkan beberapa bagian dari dasar
generalisasi berdasarkan pengamatan pada dunia industri yang
sebenarnya. John Thompson (1966) dalam teorinya berhbuungan
dengan manufaktur ilmu bumi. Teori siklus yang menuntun bahwa
daerah pembuatan pabrik, diusahakan menuju peramalan yang sesuai
dengan perubahan. Teori pertumbuhan Diffrensial berpegang pada
lanjutan dari sosial industri dan populasi yang semakin meningkat,
pertambahan permintaan pada produk tertentu akan meningkat cepat
dari yang lain. Teori konsentrasi mengacu pada kekuatan tertentu
yang kuat dari pengalokasian yang membebaskan kegiatan pabrik
pada kelompok mereka sendiri dalam berbagai cara untuk
membentuk konsentrasi hirarki. Teori Anglomerasi menyatakan bahwa
kegunaan dari perluasan daerah membuat pabrik industri bertambah
sebagai bagian dari pertumbuhan pembangunan ekonomi. Akirnya,
perputaran teori pertukaran yang penting bagi pabrikasi pada semua
bagian ekonomi derah berkaitan erat dengan perubahan pertumbuhan
pembangunan ekonomi. Thompson mengajukan bahwa generalisasi
itu membantu untuk menerangkan tentang tahap daerah pabrikasi
dari banyak areal. Teori pertumbuhan wilayah dan bersama-sama
dengan pernyataan deskriptif yang jelas dan analisa adalah alat untuk
membuktikan secara kuantitatif. Sebagian petunjuk yang akurat bagi
peneliti empiris terhadap bebefapa penjelasan dasar dari berbagai
masalah tersebut kebanyakan hanya dijelaskan dan dijadikan sebagai
alat dan bersifat umum.
98
Untuk itu Lewis (1969) berusaha untuk membuat suatu hukum yang
berhubungan dengan lokasi dari industri kertas di Inggeris. Banyak
para ahli memberikan contoh-contoh sebagai pendekatan untuk
memperlajari spesifikasi dari indistri-industri. Beberapa bagian diskusi
dari penelitian empiris sangat penting dalam hubungannya terhadap
rangkaian kerja teoritis yang mana dalam diskusi tersebut dapat lebih
tepat untuk dijadikan sebagai suatu keputusan.
99
TEORI LOKASI INDUSTRI
Pendekakatan Ekonomi
Sejak lama sebagian besar dasar teori ekonomi diasumsikan
membatasi ruang dan jarak. Beberapa ahli ekonomi telah mengetahui
pentingnya arti lokasi tetapi tidak banyak yang berusaha untuk
memperkenalkan modal lain dengan beberapa variabel secara teoritis.
Dan sebagian lagi menganggap bahwa keterangan lokasi yang
membutuhkan analisis yang kuat serta tata cara yang diterapkan
untuk dimengerti, terutama dari segi tingkah laku usaha.
Bagaimanapun dari aspek ekonomi secara umum memerlukan bunga
yang meningkat pada akhir tahun, dan khususnya didalam teori
industri.
Bab ini berisikan sebuah ringkasan ekonomi terutama yang mendekati
teori lokasi industri. dimana menguraikan dan membicarakan secara
seksama menurut urutan susunan waktu yang perlahan-lahan muncul
menguasai semua waktu. Secara teori pertumbuhan dimana ahli
ekonomi mengutip dan membicarakan serta menegaskan dan
membedakan sasaran utama dari kemajuan yang berkesinambungan,
untuk ini ahli ilmu bumi bekerja dalam bidang ini.
Ada 4 (empat) pendapat penting yang menerangkan alalsan pokok
bahasan di Bab ini :
1. Lokasi daripada industri berhubungan dengan seluruh ruang
ekonomi, yang mana beberapa sumbangan penting teori ekonomi
yang secara umum menyebutkan persoalan seperti teori
menggunakan tanah dan dari segi ekonomi banyak daerah tertentu
keluar.
2. Batas kemampuan dari ruang membatasi sumbangan apa saja
yang mana menjelang keadilan penuh dapat selesai dan biasanya
100
penlis membatasi laporan kepunyaanna untuk menerbitkan
bukunya dalam bentuk yang cukup besar.
3. Sedikit penulis yang berhubungan dengan batas kepunyaan yang
berkenaan dengan industri dan merenungkan maksud sepenuhnya.
Kadang-kadang petunjuk untuk membuat tempat utama dan
susunan aktivitas kepunyaan mereka berdasarkan teori bentuk
susunan.
Pernyataan lain memandang sebagian besar ahli ilmu ekonomi
melihat teori bentuk susunan tidak hanya membantu untuk
menerangkan teori lokasi industri secara umum tapi juga mampu
mengaplikasikan pernyataa-pernyataa setiap penulis dapat
mempelajari secara keseluruhan teori umum bidang ekonomi.
101
ALFRED WEBER
Awal lairnya teori lokasi indusri modern umumnya pada masa tahun
1909 ketika ahli ekonomi Jerman mempublikasikan bukunya "Uber
den Standart der Industrien". Weber bukanlah orang yang pertama
memberikan perhatiannya bagi lokasi industri pada masa abad ke-19,
beberapa orang Jerman telah menulis tentang topik ini. Hal yang
paling penting dari pendahulu weber telah dikemukakan oleh Wilhem
Lounhard (1882-1885) yang mengemukakan untuk menunjukkan
bahwa lokasi yang optimum dapat ditemukan dalam situasi yang
sederhana dengan 2 sumber yaitu material dan market yang
ditampilkan dengan monopoli segi tiga. dia juga mengembangkan
perkataan yang lain berdasarkan konsep lokasi pasar yang
menunjukkan bagaimana konsep ini dapat dibatasi didalam situasi
yang sangat sederhana. pengaruh dari Lounhard dan zamannya
sedikit mempengaruhi Jerman tetapi penerjemahan buku Weber
kedalam bahas inggris pada tahun 1929 menyebabkan banyaknya
pengetahuan membaca didalam segala hal. Teori Weber lebih
berisikan dan lebih kuat penjelasan yang dari pada apappun yang
telah dilakukan dari teori yang lain sebelumnya.
Weber membatasi penjelasannya pada lokasi industri meskipun Issard
(1956, 27-28) telah menjelaska dalam Babnya yang terakhir sebagai
usaha pertama membentuk teori umum lokasi dari segala aktivitas
ekonomi. Pendekatannya secara keseluruhan dapat dibatasi
membantu pada sasaran yang tepat dari undang-undang lokasi yang
harus ditetapkan didalam dnia nyata. Hal kedua yang paling penting
dari apa yang telah dilakukannya dan yang telah direncanakannya
ialah menggnakan data-data yang empiris untuk menghasilkan apa
yang disebutkan "teori reality" yang telah dipublikasikan hanya garis
besarnya saja.
102
Weber mendekati masalahnya dengan membentuk 3 asumsi dasar
dalam rangka untuk membatasi banyaknya kerumitan dari dunia
nyata yang pertama adalah bahwa geografisnya didasarkan dari
bahan yang diberikan (bahwa, bahan baku dan bahan mentah
ditemukan hanya dibeberapa lokasi). Kedua adalah keadaan dan
ukuran dari tempat konsumsi yang diberikan, dengan pasar yang
terdiri dari jumlah titik yang terpisah. Keadaan dari pasar persaingan
sempurna temasuk, dimana tiap-tiap produsen mempunyai pasar
tidak terbatas dan bukan kemungkinan untuk memperoleh
keuntungan menopolistik dari pilihan lokasi. Asumsi ketiga adalah
menunjukkan beberapa lokasi tenaga kerja tetap dengan tenaga kerja
berubah-ubah dan dalam penawaran tak terbatas diberikan tarif upah.
Asumsi lain dibuat lebih sederhana sebagai kebutuhan yang timbul,
seperti mengabaikan faktor-faktor kelembagaan yang pasti seperti
tingkat minat, asutansi dan tingkat pajak dan suatu keseragaman
budaya, ekonomi dan sistem politik adalah juga asumsi sebara
mutlak.
Dalam plenyederhanaan Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi
lokasi industri. Dua faktor regional umum dari transportasi dan biaya
tenaga kerja dan faktor lokal dari pengelompokkan atau pengumpulan
kekuatan. dia pertama menguji cara yang mana merupakan biaya
transportasi minimum yang dapat ditemkan dan kemudian dia
menguji keadaan tenaga kerja atau mengelompokkan keuntngan yang
akan diperoleh.
Biaya transportasi dimaksud sebagai faktor utama yang menentukan
dari lokasi gedung. Biaya-biaya tidak dipertimbangkan secara
langsung, tetapi sebagai sebuah fungsi dari berat untuk dibawa dan
jarak dipenuhi. Weber menunjukkan asal mula dari biaya lokasi
transportasi yang digakan pada kerangka yang sama seperti Launhard
103
yang sekarang dikenal dengan lokasi segi tiga. Dia mengambil
penyederhanaannya ruang ekonomi pertama titik konsksi (c) dan
tempat yang paling menguntungkan dua material yang penting M1
dan M2) untuk menguji tempat pabrik akan dibangun. Biaya letak
transportasi terendah adalah tempat yang meliputi ton mil dalam
mendapatkan bahan-bahan ketempat produksi dan produk akhir
dipasar dengan biaya minimm. tiap sudut dari segitiga dignakan untuk
menarik titik yang diukur dengan berat untuk diangkat dari atau
(tempat pasar) ke sudut. Dalam gambar diatas menghasilkan satu unit
produksi membutuhkan x ton material M1 dan Y ton material M2
dengan produk akhir sebesar z ton untuk diangkut kepasar pada C.
Jika P merupakan titik produksi dan a, b, c merupakan jarak PM1,
PM2, dan PC berturut-turut (tidak diketahui jarak dari P ke sudut
segitiga), maalah untuk menemukan bahwa lokasi P dengan minimal
Xa + Yb + Zc. Titik dapat ditemukan dengan ilmu ukur : seperti
contoh pada penggunaan dalil yang sederhana dari jajaran genjang.
Hal tersebut ditemukan oleh model teknik varignon, yang mana kuran
berat mengikat pada analisis Weber. Tetapi dia menganggap dengan
asumsi mengurangi effek, perubahan berat angkutan dalam berat
ideal, yang berfngsi berat sebenarnya dan bea transportasi. Usaha ini
leih mendekati keyataan pada sistem transportnya mengakui bahwa
sistem per unit jarak transpor dan bukan ton-mil barang
sesungguhnya.
Terbentuknya biaya tenaga kerja (kedua dari faktor-faktor regional
Weber), dia menafsirkan tenaga kerja yang relatif murah. Yang dapat
mengalikan biaya transport lokasi terenda. Ini terjadi jika menampung
tenaga kerja yang berlebih yang menambah biaya transport yang
didatangkan, analisis situasi ini memerlukan penggunaan isodapenas,
atau garis yagn dapat menarik sekitar biaya lokasi transport terendah
digabungkan dengan tmbahan yang sama pada biaya transportasi.
104
Dalam gambar tersebut P1 adalah biaya lokasi terendah yang
dihubungkan dengan pasar pada c dan persediaan bahan baku pada
M1 dan M2. Pusat sirklus pada P1 adalah isodapenes, bagaimana
indikasi reaksi biaya transport dari P1 (dinyatakan dalam dollar per
unit pada produksi). Pada L1 merpakan sumber tenaga kerja yang
murah, yang akan mengurangi tenaga kerja $3 per unit dari produksi.
Jarak L1 lebih mendekati P1 dari $3 isodapener, gerakan dari P1 ke L1
akan mengurangi dari $3 pada tambahan biaya transport, maka total
biaya akan lebih rendah pada L1. Weber menyimpulkan isodepenes
pada nilai yang sama pada penyimpangan biaya tenaga kerja pada
krisis isodapenes. Jika murahnya tenaga kerja lokasi dengan krisis
isodapenes adalah lokasi yang leih menguntungkan dari apda biaya
tempat angkutan terenda (sperti pada L1 pada gambar diatas) tetapi
jika diluarnya (seperti L2, biaya tenaga kerja yang disimpan
diibarakan $3), P1 merupakan lokasi terbaik.
Tetapi pergeseran ke lokasi tenaga kerja yang murah lebih lanjut
mengemukakan komplikasi. Persediaan bahan baku sebelumnya juga
jarak pada point produksi sekarang ang akan digunakan. Pada gambar
diatas, M3 adalah persediaan bahan baku yang sama yang dijumpai
pada M1, dan jelas bahwa faktor pada L1 akan lebih dipergunakan
pada M3. Sebuah lokasi segitiga akan membangn (M2M3C) dan
sebuah biaya situasi angkutan yang baru akan timbul, memaskkan
sebuah isodapenes yang baru. Seuah poit biaya transport terendah
(mungkin pada P2) akan mncul, diperkirakan sebuah lokasi yang lebih
baik dari L1.
Weber meluaskan analisisnya untk mempertimbangkan orientasi
segala industri, dia mengatakan, dampak, pentingnya kelebihan
tenaga kerja sebaai faktor produksi dalam fakta-fakta industri,
kemungkinan terkenal sebuah lokasi tenaga kerja yagn murah.
105
Tindakan yang dilakukan dari tenaga kerja yang dignakan pada indeks
biaya tenaga kerja, beberapa industri biaya rata-rata tenaga kerja
yang dignakan dalam berproduksi satu unit bobot yang dihasilkan.
Tingginya indeks, kelemahan industri ntuk mengalikan biaya lokasi
terendah. Tetapi Weber merasa bahwa lebih memuaskan leih untuk
mengevaluasi penemuan rasio biaya tenaga kerja per unit prodksi
berat pada berat seluruhnya bahan baku dan produksi yang berputas.
Rasio ini adalah koefisien tenaga kerja industri.
Pengelompokan tendens sesungguhnya kebanyakan sama seperti
murahnya tenaga kerja seperti mengalihkan sebuah faktor dari point
biaya transport terenda. Ilustrasi ini pada gambar diatas dimana lima
perusahaan (A, b C, D dan E) dalam bisnis, setiap menempati sebuah
sisi lokasi terpisah pada lokasi segitiga itu sendiri. Perusahaan-
perusahaan dijmpai bahwa mereka dapat memotong biaya prodksi
$20 per unit jika yang paling rendah ketiga dari seluruh yang
beroperasi dalam lokasi yang sama, menghasilkan keuntungan
ekonomis pada pengelompokan, tetapi sebuah firma tidak harus
mendatangkan lebih dari $20 dari tambahan biaya angkutan. Dalam
gambar diatas kembali menghadirkan kritik ($20) isodapenes data
tiap-tiap perusahaan. Perbedaan area pada tempat dimana ketiga
perusahaan (c, D dan E) dapat lokasi bersama dan mendatangkan
kurang dari $20 dari ekstra biaya transportasi. Pengelompokan
mungkin disini tetapi bukan A atau B yang akan bergabung
mengelompok maka itu leih slit dari kritik isodapenes, mereka dapat
mengurangi biaya transportasi dengan menggunakan sumber bahan
baku yang baru atau penawaran pada pasar yang berbeda. Wilayah
gaji dimana, hanya dua isodapanes yang memotong, tidak dapat
melakukan pengelompokan lokasi sebab mereka tidak dapat
memenuhi syarat minimum dari ketiga perusahaan itu.
106
M1
M1
M1
P1
Critical Isadapane
L2
L2
L1
$4
$3
$5
$2
$1
Gambar 5 : Lokasi industri dalam segi tiga pendekatan
Weber
Keadaan segi tiga tersimpul menunjukkan titik persesuaian antara
tiga kekuatan. Jika ditarik salah satu sudut leblih besar dari
penjumlahan dari tarikan sudut yagn lain, produksi akan ditempatkan
pada titik atau sudut dari asal kekuatan yang domina (diambil dari
Weber 1909, 227-239). Komputer dapat juga digunakan untuk
menemukan titik produksi optimum (sebagai contoh, kuhn dan kuenne
1962; cooper 1967) yang mana prakteknya dangan sukar untuk
dipahami daripada penjelasan disini.
107
Weber menerangkan keadaan industri disesuaikan dengan material
atau pasar. dia memperkenalkan indeks material dari industri, dimana
proporsi berat dari material lokal digunakan untuk produk berat. Suatu
indeks material lebih besar dari satu indikasi orientasi material untuk
berat dan lokasi material digunakan melebihi berat produk akir tetapi
jika material ada dimana-mana memaski tingkat yang plenting
keproses menghasilkan untuk memberikan produk akir berat lelbih
besar dari lokasi material (material indeks leih kecil dari satu) industri
seharusnya terletak dipasar. Jika dimana mana hanya digunakan
gambar lokasi menunjukan satu titik pada pasar.
Dalam menimbang total orientasi, Weber membawa kedalam
menghitung pembelahan perusahaan-perusahaan, sampai pemisahan
proses-proses, dan menyataannya bahwa disana mungkin ada
hubungan antara perusahaan-perusahaan ang berbeda. Tetapi uraian
rencana kerja ialah mendasari yang sudah dirundingkan itu.
Sejak itu diumumkan 60 tahun yang lalu, Teori Alfred Weber telah
mempengaruhi pada sebuah jumlah agak besar dalam pembicaraan
yang arif. Beberapa dari asumsinya telah mendapat serangan oleh
para ali teoritis, terutama bahwa menghubungkan jarak pembedahan,
penimbunan, dan mengenai keseragaman ruang dari keadaan
permintaan-permintaan, dan disana juga telah ada kritikus-ritikus dari
yang tidak berwujud pada tingkatan yang lebih tinggi dalam dunia
nyata. Kritik-kritik lain mengenai alam tak langsung dari pendekatan
weber. Permulaan plenyelidikan itu untuk ongkos angkut terendah
lokasi dan keterangan dari faktor-faktor lain seperti kemungkinan
plenyimpangan-penyimpangan adalah kurang kepada pendekatan
yang berdasarkan penyelidika lansng untuk titik dari total biaya
terendah, dan pengertian-pengertian demikian seperti indeks bahan
mentah dan koefesien tenaga kerja, walaupun sangat jelas kalau tidak
108
tanpa kepentingan, adalah berharga hanya dalam ketidak hadiran
keterangan ongos.
Tetapi keinginan disini dan para kritikus lainnya pendekatan Weber
telah begitu banyak dikomentari. Seperti dikatakan Weber, bukunya
diharapkan mejadi sebuah awal dan bukannya sebuah akir, dan
seperti sebuah permulaan ke teori modern lokasi perindustrian telah
membuktikan sesungguhnya sangat berharga. Banyak penulis
berikutnya memperoleh sesuatu keuntngan Weber, dan sebuah
jumlah dari pengertian-pengertian dan maksud-maksud uraian elah
diperluas besar sekali pada terutama, isodapan-isodapannya buah
pokok pikiran Weber dengan ongkos-ongkos angkut, contoh-
contohnya dapat lebih baik mengubah dengan mudah untuk
melengkapi lebih banyak lagi teori variabel ongkos yang umum.
Teori Weber itu seperti sebuah rencana kerja untuk pemeriksaan
berdasarkan pengalaman harusnya juga tidak melihat dari atas. Issard
(1956,37) telah menuntut bahwa issu adalah hanya digunakan oleh
atasan pengikut pendekatan Weber bahwasannya ia dapat dengan
sengaja memisah-misahkan lokasi dari besi dan perusahaan baja di
Amerika SErikat. Dan dalam beberapa kasus rencana kerja Weber
telah diaplikasikan dengan amat sukses pada penjelasan dari dunia
nyata menurut contoh sebagai mana diperlihatkan dalam bagian
empat. Kepada pembuktian demikian sebuah faedah titik permulaan
untuk teori dan juga beberapa macam dari contoh pekerjaan untuk
penelidikan berdasarkan pengalaman adalah tidak berarti berhasil.
Secara matematis teori Weber dapat dijelaskan sebagai berikut :
109
Profit (π) = Total Reveneu (TR) – Total Cost (TC) –
Transportation Cost
Atau dapat ditulis sebagai berikut :
π = pq – C (q) – { andq +[ d – d*] mq}
dimana :
π : profit atau keuntungan
C(q) : TC atau total cost
TR : Total Reveneu
a : proporsional bahan baku yang dipergunakan untuk
menghasilkan q /unit
n : transportation cost dari sumber bahan baku ke lokasi pabrik
d : jarak dari sumber bahan baku ke lokasi pabrik
q : jumlah output
(d-d*): jarak dari pabrik ke pasar
m : transportation cost dari pabrik ke pasar
Syarat profit maksimum :
= 0, maka diperoleh
0 = p – C` (q) – { and+ [d – d*] m } , sehingga
p = MC – { and + [d – d*] m
apabila diturunkan ke d maka diperoleh :
= anq + mq = 0
an = m ( Weberian Locational Weight )
apabila :
an > m, maka lokasi pabrik berada dekat dengan sumber bahan
baku
110
d πdq
d πdd
an < m, maka lokasi pabrik berada dekat dengan pasar / konsumen
an = m, maka lokasi pabrik bebas ditentukan
111
TORD PALANDER
Seorang ekonomi berkebangsaan Swedia memberikan sumbangan
yang besar. Tord Palander, dengan thesisnya "Belitrage Zur
Standorstheori" tahun 1935. Palander membahas tentang kesulitan
yang terjadi dalam mengaplikasikan lokasi industri dengan
konvensional teori keseimbangan umum, dimana semuanya
diasumsikan terjadi pada suatu keadaan. Setelah memberikan
perkenalan umum tentang masalah teori lokasi. Palander mengulas
leih mendalam bidang ini dan merencanakan teori lokasinya sendiri.
Palander membedakan dua pertanyaan mendasar didalam mencoba
membangun pendekatan teori lokasi industri. Harga dan lokasi
material, serta posisi pasar. Dimanakah produksi akan
dilangsungkan?. Inilah pertanyaan mendasar yang coba dijawab
Weber. Kedua, tempat berproduksi, kondisi kompetitif, biaya pabrik
dan biaya transportasi, bagaimana harga mempengaruhi perluasan
daerah ketika seorang produsen menjual produknya.
Yang dilakukan Palander untuk pertama kali pada masalah area pasar
(Marktbereichs). Ia menggunakan contoh yang mudah dengan dua
firma yang membuat produk serupa untuk pasar linear dan
menggunakan ini untuk mendemonstrasikan bagaimana batas antara
area pasar yang akan dituju. Ini diilustrasikan pada gambar dimana A
dan B adalah dua firma melayani pasar yang digambarkan sepanjang
poros horizontal pada diagram. Biaya awal atau perubahan harga
produk pada sumber, digambarkan oleh jarak vertikal AA untuk firma
A dan untuk biaya transportasi yang digambarkan oleh garis menaik
kedua arah dari A dan B. Pada point berikutnya harga ditentukan oleh
biaya tetap awal dan biaya variabel transportasi. Pembatasn area
pasar dari kedua firma di x, dimana harga pengiriman kedua produsen
112
adalah sama dan konsumen tidak dibedakan berdasarkan firma mana
tempat mereka membeli.
Gradien biayaHarga pengiriman
Biaya angkut
A1
Hargaawal B1
A B d (jarak)
Pasar A X Pasar B
Palander mengilustrasikan berbagai variasi pada situasi pada gambar
dengan merubah nilai raltif harga awal (p) dan biaya angkutan (f). Ini
digambarkan. Pada kasus a, dua firma mempunyai harga awal yang
sama dan biaya angkut yang sama per unit jarak dan batas area pasar
dipertengahan antara A dan B. Kasus b, memperlihatkan biaya angkut
yang sama tetapi harga awal yang leblih rendah pada satu lokasi (B)
yang memungkinkan untuk lebih mengendalikan area antara dua
firma dibanding A. Kasus C, firma B dimana kedua harga awal dan
biaya transportasi per unit jarak lebih tinggi dibanding A, tetapi masih
dapat mengontrol area pasar lebih kecil akibat dari harga plengiriman
yang lebih tinggi dari A. Kasus B, memperlihatkan dimana satu firma
mempunyai harga awal yang lebih rendah tetapi lebih tinggi biaya
transportasi dibanding yang lain dimana dapat mengontrol bagian
yang luas dari pasar, tetapi poinnya bergerak kekiri A dimana B
113
kembali mengontrol melalui biaya angkutan yang leblih murah.
Akirnya kasus e, memperlihatkan situasi yang sama seperti kasus d,
kecuali disini firma B tidak dapat melayani pasar segera akibat
pabriknya yang dikarenakan harga awal yang sangat tinggi; dimana
hanya bergeser kekanan dengan biaya angkut relatif turun dari B
sehingga memungkinkan untuk menjual harga lebih rendah dari A.
Ketika asumsi dari pasar linear tidak berlaku situasi ini dapat dilihat
kedalam tiga tahap dimensi. Sekarang perbatasan area pasar menjadi
sebuah garis (termed as isotante), sebagai tempat kedudukan poin,
dimana harga plengiriman dari kedua produsen adalah sama, dan
kemiringan harga pengiriman dapat dilihat sebagai kebalikan
permukaan tirus dengan puncak langsung diatas poin yang mewakili
pabrik. Tentunya hal yang umum dapat dibuat mengiringat bentuk
dari isotante, atau pembatasan area pasar dengan keadaan yang
berbeda. Jika pada kedua firma harga awal dan biaya transportasi
adalah sama perbatasan menjadi garis tegak ke garis mengikuti firma
dan pertengahan antara mereka. Jika harga sama tapi biaya
pengiriman berbeda, isotante menjadi llingkaran yang mengelilingi
pabrik disertai biaya angkut yang lebih tinggi. Jika hanya biaya
transportasi yang sama isotante menjadi berbentuk hiperbola cekung
dimana pabrik disertai harga tertinggi. Palander mendemonstrasikan
secara matematik pengaruh dari perbedaan dan perubahan biaya
transportasi pada perbatasan area pasar.
Ukuran area pasar dimana yang dikontrol firma akan mempengaruhi
laba yang dicapai. Dengan biaya produksi dan laba per unit yang
diberikan oleh output dan penjualan berhubungan dengan volume
sesuai dengan ukuran area pasar, total laba menjadi fungsi jarak dari
awal dimana firma dapat memperluas pasarnya. Area penjualan dan
laba dari suatu firma akan dipengaruhi oleh keputusan lokasi dan
114
beberapa tindakan pesaing dan Palander, dengan kasus dua
plrodusennya membangun teori yang sederhana dari kompetisi
duopolistik. Ia mempertimbangkan strategi harga dari dua firma yang
berkompetisi, memperlihatkan sejauh mana mereka mempengaruhi
laba, dan bagaimana keseimbangan terjadi ketika firma tidak
mendapat untung dari tindakan persaingan selanjutnya.
Setelah analisa tentang area pasar dengan konteks keadaan
persainga, Palander beralih ke pertanyaan lainnya : harga dan lokasi
material dan pasar, dimana produksi akan dilangsngkan? Bertitik tolak
pada analisa Weber tentang orientasi transportasi. Palander
mengulas dan membangun berbagai pertimbangan . Ia melihat pada
tahapan biaya transport dibanding muatan yang akan dikapalkan dan
memperkenalkan berbagai macam faktor persaingan yang tidak
begitu diulas Weber.
Palander menggnakan tehnik isodopane Weber guna
mendemonstrasikan pengaruh biaya transportasi pada lokasi. Seperti
isotante, Palander membuat refrensi : isodistantes adalah garis yang
mengikuti tempat pada jarak yang sama garis satu poin dan
isochorones adalah garis yang mengikuti tempat pada waktu
transportasi yang sama, isotims adalah garis yang mengiiuti poin
dimana biaya komoditi sama; isovectors adalah garis yang mengikuti
poin dimana biaya transportasi komoditi sama. Palander melihat
transportasi pada tahapan permukaan, garis dan poi. Permukaan
transportasi (Transforlache) adalah suatu area dimana semua poin
dihubungkan dengan memberikan arti transpoportasi garis
transportasi dihubungkan bersama sekelompok angka dan
transportasi poin adalah poin akses, seperti stasiun kereta api atau
poin pengapalan pada garis transportasi (Palander, 1935, 304-307).
115
Palander selalu mempertimbangkan pengaruh dari biaya muatan pada
isodapane. Ia membuat perbedaan yang penting antar biaya yang
dinaikkan oleh jarak (Entfernungstarif) dan penyusunan yang lebih
realistik dimana biaya cenderung jatuh dengan jarak berpergian
(Staffetarif). biaya ruang serupa mengambil akan membentuk series
dari isovektor yang mengelilingi poin yang diberi mengambil bentuk
dari ruang lingkaran yang terkonsentrasi pada interval biaya, dimana
biaya variabel membuat isovektor berturut-turut terbagi seperti biaya
per unit dan jarak. Palander menggunakan kasus sederhana dengan
satu sumber material dan single, biaya total transportasi akan sama
pada beberapa tempat di garis antara dua poin, begitu juga biaya
variabel lapda sumber biaya material dan pasar mempunyai biaya
lebih rendah dari beberapa lokasi intermedit (Palander, 1935,
311,313-314), ketika poin yang ketiga yang dimasukkan untuk
membentuk segitiga lokasi yang digunakan Weber dan Laundhart
(Gambar berikut) pengaruhnya sama. Kenaikan yang seragam pada
biaya transport dengan kaitannya pada jarak dari masing-masing poin
membuat isodapane tersisip dari ketiga pasang isovektor menjadikan
berkurangnya biaya angkut dengan segitiga (gambar berikut), begitu
juga dengan biaya variabel angkutan lokasi disudut pojok lebih
menarik (dalam gambar). Ini membimbing pada kesimplan umum
dimana poin kecilnya biaya transportasi dengan lokasi segitiga tidak
begitu sama dengan yang disarankan Weber. jenis biaya muatan pada
dunia nyara menjadikan lokasi optimum pada pasar atau sumber
material melebihi kemungkinan. Tekik isodapane dignakan untuk
menguji berbaai koplikasi yang lain seperti sumber alternatif material
dan berbagai arti dari transportasi.
116
(a)
Didalam berusaha memperkenalkan area pasar pada analisa orientasi
transport. Palander mendemonstrasikan perbedaan bagian pasar akan
dilayani oleh perbedaan poin kecilnya biaya transportasi. Isotante
digunakan untuk menunjukkan area pasar untuk poin produksi yang
betrbeda tidak dibatasi, juga diagram yang menunjukkan seberapa
kuang dan bentuk dari berbagai orientasi zona pasar yang tergantung
pada berat dalam gambar lokasi (Palander 1935, 148-165). Diskuasi
selanjutnya dari aspek ini dari teori Palander disediakan untuk bagian.
Pendekatan lokasi industri yang dibangun oleh Tord Palander jelas
dipengaruhi oleh Alfred Weber, tetapi ada pendapat Weber yang tidak
diterima Palander. Analisa Weber tentang Aglomerasi dikritik apda
tempat dimana tidak ada firma yang berpindah dari lokasi kecilnya
117
X
X
X
biaya transportasi ke poin aglometasi yang potensial ljika yakin bahwa
yang lain juga melakukan hal yang sama. Yang lain dimana
ditekankan Palander adalah plentingnya pandangan dinamis tentang
lokasi, sesuai perubahan perhitunga karena faktor yang biasanya
terjadi. Weber disadarkan oleh faktor waktu dan menggunakannya
pada beberapa ilustrasinya, tetapi tidak didirikan pada dasar kerangka
kerja analisanya.
Hasil kerja Palander leih dari sekeder penyempurnaan dan perluasan
dari Weber. Pengenalan tentang area pasar pada konteks keadaan
kompetisi antara firma menambah dimensi baru pada kerangka kerja
Weber, yang didasari pada situasi biaya variabel ldengan permintaan
konstan. Sayangnya. Beitrage Zur Standortheorie tidak pernah
diartikan dari bahasa Jerman dan hanya ringkasannya saja dalam
bahasa Prancis (Ponsard, 1958). Palander secaa kebetulan jarang
berhubungan dengan penulis lainnya, dan mengenai pembangunan
umum teori lokasi, telah menjadi sebuah kasus.
118
EDGAR HOOVER
Hasil kerja awal Hoover pada lokasi industi masih merupakan yang
paling berguna dalam bidang ini terutama bagi orang yang mencari
petunjuk terhadap kealamiahan masalah lokasi yang umum tanpa
adanya tingkat abstraksi yang tinggi dan teori mikro ekonomi yang
komplek. Pada tahun 1937 dia menerbitkan suatu studi tentang
industri sepatu dan kulit dan pada tahun 1948, hasil kerja yang lebih
umum adalah The Location of Economic Activity (Lokasi Aktifitas
Ekonomi). Pernyataan teoritis pertama Hoover (1937) merupakan
yang secara besar diperngaruhi oleh Palander, dan dibanu untuk
memberikan pembuaan yang leih luas tehadap beberapa ide di dalam
Betrage Zur Standortheorie.
Teori Lokasi dan Industri Sepatu dan Kulit terdiri dari kedua
pernyataan teoritis dan dua studi kasus yang utama. Pembahasan
tersebut dibuat ke dalam hasil kerja teoritis. Hoover mulai dengan
asumsi persaingan yang sempurna diantara produsen atau penjual
terhadpa satu lokasi dan faktor produksi mobilitas yang sempurna
serta menambil biaya-biaya ransportasi dan produksi atau biaya-biaya
ekstraksi sebagai penentu lokasi. dia pertama sekali
mempertimbangkan industri yang ekstraktif dengan lokasi deposit
yang diberikan dan berusaha untuk menentukan daerah yang masing-
masig poin penghasil akan berfungsi. Harga yang diberikan terhadap
pembeli akan merupakan biaya ekstrasi ditambah biaya transport
seperti pada kasus Palander (gambar berikut) dan gambar selanjutnya
dan ini dapat dihadirkan dengan sistim isotims yang diradiasikan dari
poin penghasil dan yang menggabungkan tempat harga yang
disampaika yang sama. Pada pembeli akan mendapatkan komiditas
dari sumber yang menawarkan harga yang disampaikan yang paling
rendah seperti analisis Palander dan batasan diatnara daerah pasar
119
batasan daerah pemasaran
B
A
O
C
A1
C1
B1
Biaya atau Harga
dari kedua penghasil akan merupakan garis penersatu pada harga
yang disampaikan dengan harga yang sama dari kedua sumber.
Sepanjang biaya eksrasi tidak berbeda dengan ouput maka biaya
transport hanya merupakan variabel yang mempengaruhi harga tetapi
Hoover memperluas analisanya untuk menyimpulkan pengaruh
hilangnya pengembalian. dia ;mengargumentasikan bahwa industri
yang ekstraktif beroperasi didalam suatu daerah (situasi) dimana
biaya rata-rata naik dengan pertambahan produksi seperti daerah
pasar yang menjadi lebih besar. Pengaruh dari batasan daerah pasar
ini digambarkan pada gambar 8.7 dimana harga atau biaya dibuat
terhadap hal yang absis.
X A B C Jarak Y
Gambar 8.7. Batasan diantara daerah pasar dari dua produsen pada
kondisi penghilangan pengembalian terhadap skala,. (Sumber,
Hoover, 1937. 17 Gambar 7. Dicetak kembali dengan ijin sipenerbit
120
dari Edgar M. Hoover Jr. Location Theory and the Shoe and Leather
Industries. Cambridge. Mass. Harvard niversity Apress. Copyright,
1937, oleh Presiden dan Fellows of Harvard Colleg'e; 1965; oleh Edgar
Malone Hoover, Jr).
Keterangan Gambar :
- Margin liner = Garis pinggir
(delivered price) = Harga yang disampaikan
= Biaya produksi + biaya transportasi.
- Boundary of market areas = batasan daerah pasar.
- Cost or price = biaya atau harga.
Suatu mineral diekstraksikan pada poin X, dan A, B, dan C
menentukan hal yang memungkinkan terhadap daerah pasarnya pada
satu arah. Jika daerah XA dilengkapi maka biaya produksi dihadirkan
dengan hal XA pada ordinasi dan garis AA menunjukkan bagaimana
pertambahan harga yang dikirimkan jauh dari pada X sebagai biaya
transport yang ditambahkan. Garis ini, yang mana istilah Hoover
adalah gradien transport yang secara sederhana merupakan bagian
silang melalui peta isotim (Hoover 1937, 9). Jika pasar diperluas
terhadap B maka biaya ekstraksi naik terhadap B dan gradien
transport yang baru (BB) diperkenalkan. Perluasan terhaap C
mempunyai pengaruh yang sama. Dengan menggabungkan poin A, B
dan C dengan harga yang dikirimkan pada yang memungkikan lainnya
dari daerah pasar maka akan menghasilkan istilah Hoover yakni
margin line. Pengenalan akan margin line berhubungan dengan
sumber kedua dari mineral (Y) yang menunjukkan poin interseksi yang
menghadirkan batasan diantara kedua daerah pasar. Pada interseksi
harga yang dikirimkan sama dari X dan Y; dan dimana mana satu
sumber menawarkan produk pada harga yang lebih rendah dari pada
yang lainnya.
121
Walaupun diilustrasikan didalam konteks dari aktivitas yang ekstraktif
maka analisa ini dapat digunakan dengan modifikasi yang sedikit
terhadap formasi daerah pasar untuk produk yang dibuat. Dalam
suatu situasi dimana biaya dari produksi berkurang dengan kenaikan
output maka hal tersebut mungkin diharapkan dalam kebanyakan
industri pembuatan yakni garis margin akan gagal dengan
pertambahan jarak diantara poin penghasil. Ini dikarenakan oleh
output bertambah karena daerah pasar diperbesar untuk menciptakan
skala ekonomi. Bila poin dari penghilangan pengembalian dicapai
maka margin line akan kembali ke atas (gambar 8.7).Hoover
selanjutnya mempertimbangkan landaian margin line dan
implikasinya untuk lokasi perusahaan. Suatu situasi yang mana
margin line muncul dengan tajam jauh dari poin ekstraksi akan
mendorong penghasil lain untuk membuat lokasi yang menengah
untuk melayani daerah tersebut dengan harga yang disampaikan.
Tetapi jika harga yang disampaikan berbeda sedikit dengan jarak dari
poin produksi dari jumlah produsen yang kecil maka akan cenderung
menghasilkan atau memperlengkapi daerah pasar. Hoover kemudian
mengembangkan kerangka teoritis dimana pengaruh lokasi dari
daerah pasar dan perluasan spatialnya dapat diuji.
Setelah memperkenalkan prosedur analitisnya dalam konteks industri
yang ekstraktif maka Hoover kembali terhadap pembuatan. dia
mengikuti Weber yang secara jelas pada tahapan pertama dengan
menjelaskan bahwa tidak adanya biaya produksi atau perbedaan
biaya produksi maka lokasi yang terbaik akan pada poin biaya
transport yang minimum yang merupakan sumber bahan dipasar atau
pada poin yang menengah. Biaya transport lokasi setidaknya
ditemkan dengan membuat isotim disekitar bahan diberikan dan poin
pasar dari garis biaya transport total yang sama (isodapanes) dapat
dibuat (Hoover, 1937, 43). Tetapi Hoover selanjutnya leih jauh dari
122
pada Weber dengan menunjukkan secara grafik bagaimana
perbedaan bagian pasar yang akan dibuat dengan poin penghasil
yang berbeda yakni suatu masalah yang juga dipertimbangkan oleh
Palander. Ini produksi (A, B, dan C) yang masing-masing mempunyai
biaya yang berbeda. Sistim dari isotim ditarik disekitar mereka dan
batasan dari masing-masing daerah pasar ada pada batas harga yang
disampaikan.
Hoover mengambil jaringan dengan penekakan Weber pada poin
biaya transport yang kecil (sedikit) diantara segitiga lokasi. Bahkan
dengan asumsi biaya transport yang seragam maka kemungkinan
poin minimum yang terpisah bukan pada satu sudut dari segitiga yang
jauh lebih banyak dari pada yang mungkin dipikirkan pada awalnya.
Ini jauh lebih menyerupai dari pada yang disarankan Weber bahwa
sumber bahan atau pasar akan mempunyai kelebihan yang penuh
atau kelebihan dorongan dari pada sudut yang lain, dan
Batasan daerah pasar diantara produsen yang berbeda yang muncul
dari variasi daerah dalam biaya produksi dan harga yang disampaikan
(Sumber Hoover, 1937, 48, Dicetak kembali dengan ijin dari
sipeneerbit dari Edgar M. Hoover, Jr., Location Theory and the Shore
and Leather Industries, Cambridge, Mass; Harvard University Press,
Copyright, 1937, oleh Presiden dan Fellows of Harvard College, 1965,
oleh Edgar Malone Hoover, Jr.) bila kenyataan bahwa biaya
pemindahan lebih sedikit dari pada yang proporsional terhadap jarak
maka juga dipertimbangkan kesempatan dari suatu lokasi yang bukan
pada satu sudut dan yang bahkan lebih sedikit kesamaannya. Sebagai
tambahan biaya muatan dan pengoperasian mutan lainnya
berlawanan dengan lokasi biaya yang kecil yang ada pada segitiga
tersebut. Jika poin pemisahan jauh dari sumber materi dan pasar
benar-benar terjadi maka Hoover menyarankan bahwa hal ini
kemungkinan lokasi biaya buruh yang rendah memasuki ke dalam
123
MATERIALDISTANCEMARKET
YXI
XII
X
X
YII
YI
Y T
gambaran tersebut. Hoover menyimpulkan bagian transportasinya
dengan menuntut bahwa dalam prakteknya pengaruh dari biaya
pemindahan cenderung menempatkan produksi pada pasar, pada
sumber bahan atau pada penyimpangan fungsi dalam jaringan
tansport.
Hoover mempertimbangkan pengaruh tingkat transport yang
selanjutnya pada bukunya yang kedua (1948) yang menunjukkan
pengaruh dari gradien xonvex dan poin pengapalan. Dalam gambar
8.9, suatu industri menggunakan bahan tunggal pada X dan menjual
produksinya pada pasar Y. Gradien biaya pemindahan XY dan X'y'
menunjukkan secara berurutan biaya penggerakan bahan jauh dari X
dan biaya pendistribusian terhaap padar pada Y. Jarak pertikal X ke Y
merupakan tempat .
124
COST
Gambar 8.9. Pengaruh gradien biaya pemindahan dan poin
pengiriman pada biaya yang ada pada lokasi alternatif (sumber :
Hoover, 1948, 39, Gambar 3.8) pemberhentian atau terminal atau
muatan pada sumber bahan dan Yy; merupakan biaya yang terjadi
dalam pendistribusian jika pabrik tersebut ada pada pasar. Kurva
X2Y2 merpakan biaya transfer total (jumlah Xy dan X'y') dan
menunjukkan lokasi biaya yang kecil pada y. Denga gradien convex
maka total biaya terikat lebih diantara x dan y daripada poin ini.
Pengaruh dari poin pengapalan diilustrasikan dengan mengasumsikan
suatu kota yang mana T, merupakan biaya pemindahan tambahan
yang terjadi kemungkinan melalui yang tanpa muatan dari rel kereta
api ke terusan. Kedua kurva xy dan x'y' terjadi lompatan disini. Lokasi
dalam kota menghindarkan muatan pengapalan dan ini merupakan
kenyataan yang menguntungkan sebagai sumber bahan (X).
Dalam mempertimbangkan biaya produksi seperti yang berlawanan
terhadap biaya pemindahan maka Hoover mengikuti analisa Weber
dari lokasi buruh yang murah yang dekat. Dia memandang hal
tersebut merupakan poin lproduksi yang memungkikan jika tabungan
pada ganti rugi biaya buruh untuk pertambahan pemindahan dan
mengilustrasikan situasi yang berbeda dengan menggunakan peta
isodapane atau peta isotim (Hoover 1937, 79), 84). Yang berdekatan
terhadap pendekatan ini adalah konsep perusahaan yang
menghasilkan daerah pasar tertentu. Dia mengilustrasikan situasi
yang sama seperti yang ditunjukkan pada gambar 8.7 tetapi dengan
satu daerah yang berfungsi dengan lokasi buruh yang murah dan
yang lainnya dengan poin biaya transport yang kecil. Hoover melihat
ekonomi dari konsentrasi sebagai bagian dari biaya produksi dan
125
mengulangi kritism Palander dari pendekatan teori Weber ke
aglomerasi.
Buku kedua Hoover merupakan minat teoritis yang kurang jelas dari
pada Location Theory and the Shoe and Leather Industries. Seperti
Greenhut 1956, 17) menyatakan kontribusinya yang utama disini
terletak bukan pada keaslian teoritis tetapi dalam pembahasan diskusi
dari pengaruh berbagai faktor lokasi. Hal ini juga mengandung
pertibmangan yang terperinci dari biaya pemindahan. Aktivitas
ekonomi dari lokasi menawarkan pembahasan yang berguna dari
persaingan penggunaan tanah, perubahan lokasi dan penyesuaian,
dan signifikasi batasan lokasi. Dari minat tertentu adalah bagian
masalah perkembanan ekonomi dan peranan kebijaksanaan publik
dalam hubungannya terhadap lokasi aktivitas ekonomi.
Kontribusi Hoover terhadap pemahaman lokasi perusahaan dapat
dipertimbangkan dan dengan tidak suatu alat yang dibuat terhadap
kedua buku yang dibahas kembali disini. Kerangka teoritisnya lebih
luas dari pada kerangka Weber dan pada kedua contoh buku dari
pekerjaan yang nyata mendukung teori deduktif. Pengawasannya
pada industri kulit dan sepatu diterbitkan sebagai bagian dua dan tiga
dari bukunya yang pertama yang merupakan yang klasik diantara
studi kasus lokasi industri. Pendekatan Hoover juga tentunya
mempunyai batasan seperti Weber yang memandang orientasi
transport sebagai sesuatu yang dapat dianalisa secara terpisah dan
bukan menghubungkan faktor penyebab lainnya ke dalam teorinya
seperti yang mungkin dia lakukan. Dan disamping terhadap
refrensinya pada daeah pasar maka dia lebih banyak berhubungan
dengan biaya dari pada faktor permintaan. Namun demikian, hasil
kerja awal Hoover memberikan dorongan yang besar bagi
perkembangan model-model selanjutnya.
126
BEBERAPA KONTRIBUSI LAINNYA
Seperti yang dinyatakan pada awalnya, survey dari kontribusi
ekonomi terhadap teori lokasi industri setidaknya merupakan yang
selektif yang tinggi. Dalam menyimpulkan bab ini, rangkuman
membuat beberapa kontribusi lainnya yang mungkin membantu
dalam mengisi gap ini. Komentar yang dibuat disini harus sangat jelas
namun elemen dari beberapa pekerjaan merujuk terhadap munculnya
kemauan dalam bab yang berikutnya.
Hal ini akan jelas dari apa yang sudah dikatakan bahwa banyak
perhatian telah ldiberikan terhadap perlausan teori lokasi klasikal
dengan akarnya pada Weber sejak semua teoritis utama yang
mengikutinya dalam menghubungkan sesuatu dari Weber. Sebagai
tambahan. Moses (1958) telah mengambil langkah yang penting
dalam memperkenalkan fungsi produksi pariabel. Dengan demikian
dengan membuat fariasi dalam skala dan faktor kombinasi untuk
pelokasian perusahaan serta yang lainnya seperti Sakashita (1968)
telah mengkontribusikan terhadap jenis perluasan ini. Alonso (1967)
telah berusaha untuk merumuskan kembali teori klasikal yang
menghubungkan komplikasi skala ekonomi, pergantian faktor dan
pemrintaan elastis ke dalam model jenis Weber yang
digeneralisasikan dan yang diperluas.
Pekerjaan juga telah berlanjut dalam bidang persaingan spatial
dengan kasus Hoteling yang bertindak sebagai poin permulaan pada
pembahasan bagaimana perusahaan akan berbagai dengan pasar.
Analisis sebenarnya hoteling dijelaskan kemudian oleh penulis yang
telah diperluas untuk membuat lebih dari pada dua peserta dan Teitz
(1968) telah menguji beberapa implikasi keberadaan dari sistim yang
bersaing yakni perusahaan dengan cabang yang mungkin
127
menempatkan mereka untuk mendapatkan keuntungan yang bersaing
dalam hal terhadap pasar. Analisa persaingan pada pasar linear telah
diperluas ke dalam dua dimensi oleh Hyson dan Hyson (1950) yang
mendefenisikan kembali hukum pasar dari daerah pasar yang
diajukan oleh Fetter (1924) untuk mendefenisikan garis konsumen
yang tieak kpeduli diantara darah yang dikontrol dengan penyedia
yang bersaing. Selanjutnya komentar pada daerah geomentris pasar
telah diperlengkapi baru-baru ini yang meliputi makalah oleh Gambini,
Huf dan Jenks (1968). Dalam usaha untuk mengarasi masalah
kesulitan ari ketidak tergantungan lokasi maka pendekatan teori
permainan telah dicoba oleh Stevens (1961b) uga oleh Isard dan
Smith dalam makalah yang dibuat sebelumnya.
Pertanyaan dari teori keseimbangan yang umum mengamplikasikan
tehadap lokasi aktivitas ekonomi telah berlanjut untuk membuat
perhatian dari sejumlah ahli ekonomi. Model seperti Lefeber (1958)
menghadirkan usaha untuk menggabungkan teori lokasi klasikal
dengan teori ekonomi keseimbangan yang lebih umum yang
disarankan oleh Isard (1957). Salah satu masalah yang utama dalam
merumuska pendekatan keseimbangan yang umum terhadap skala
ekonomi adalah bagaimana mengatasi kerangka yang sama dari
fungsi lokasi beberapa aktivitas ekonomi dan daerah perluasan
lainnya. Ini merupakan salah satu kesulitan yang dihadapi oleh kedua
Losch dan Isard, yang mengkulminasikan sintesis grafik Isard yang
dirujuk terhadap yang lebih awal pada bab ini. Von Boventer (1962b)
telah membuat kontribusi yang penting didalam konteks ini yang
mengikuti teori Lefeber dan Stevens serta Brackett (1967, 6) yang
merasa bahwa Von oventer kemungkinan telah sampai kepada hal
yang dekat untuk menciptakan sistim penyatuan yang umum pada
kedua jarak diantara lokasi diskrit dan perluasan aktifitas lokasi
spatial. Koment selanjutnya yang berguna pada perkembangan teori
128
lokasi yang umum akan ditemukan pada Bramhal (1969) dan
Richardson (2969, 101-116).
Pekerjaan di dalam teori keseimbangan lokasi yang umum merupakan
kealamiahan abstrak yang tinggi dan pada saat tersebut hanya sedikit
penggunaan dari mengatasi masalah empiris di dalam lokasi industri.
Tetapi beberapa tahun yang silam telah terlihat pertambahan
sejumlah para ahli ekonomi yabng menembalikan pikiran mereka
terhadap masalah yang lebih praktis dalam bidang tersebut sebagai
perencanaan pekembangan. Dari minat teoritis tertentu yang
merupakan pekerjaan kelompok para ahli ekonomi Belanda yang
meliputi Tinbergen dan Bos, yang menganggap dan yang
berhubugnan dengan tidak adanya mteodologi yang cocok untuk
pemecahan masalah perencanaan yang berhubungan terhadap lokasi
industri. Pertanyaan yang kritis karena mereka melihat hal tersebut
dari identifikasi pola yang optimum dari dispersi spatial. Maslah ini
pertama sekali dipertimbangkan oleh Tinbergen (1961, 1964), yang
membuat situasi yang sederhana dimana ada industri yang berbeda
dengan jumlah prusahaan yang berbeda dan mengajukan masalah
bagaimana unit yang produktif dapat digabungkan ke dalam pusat
industri sehingga memperkecil industri dan biaya transport. Dia
sanggup mengurangi beberapa jenis hirarki pusat yang tidak seperti
yang diajukan pada teori tempat yang umum yang meliputi jumlah
pusat pada masing-masing kategori dan susunan industri mereka
tetapi dia tidak sanggup untuk mentnukan lokasi mereka. Pekerjaan
ini telah diperluas oleh Bos (1965) yang menemukan bahwa susunan
spatial yang optimum dalam kerangka yang kedua untuk
mempertimbangkan pengaruh yang sirkular dan daerah paar yang
terbentuk secara tidak teratur. Akirnya model program linear
diformulasikan untuk menentukan pola optimum dispersi. Tetapio
sayangnya solusi matematis tidak diketahui terhadap hal ini.
Beberapa contoh numerikal yang sederhana membuat kita sanggup
129
membuat beberapa generalisasi yagn dibuat terhadap pola yang
menyerupai dibawah asumsi alternatif (Bos 1965, 70-78), tetapi ini
akan merupakan suatu waktu sebelum jenis penelitian ini akan
menghasilkan hasil yang sanggup membuat aplikasi yang praktis.
Walaupun tidak tersedia di Inggris namun pekerjaan ahli Prancis
Claude Ponsard juga merupakan catatan yang penting. Bukunya yang
pertama-Economic et Espace (2955) - merupakan suatu usaha untuk
menghubungkan faktor spatial ke dalam teori ekonomi konvensional
sedangkan Histoire des Theories Economique Spatiales (2958)
merupakan sejarah dari teori perkembangan lokasi. Terjemahan
selanjutnya dari buku yang kedua ini dalam Regional Science Institutr
Mogograph Series seharusnya memeperlengkapi tes tambahan yang
sangat berguna dalam bidang ini.
Akhirnya, referensi yang singkat seharusnya dibuat terhadap empat
pernyataan rangkuman singkat yang berguna pada teori lokasi. Yang
pertama oleh Tiebout (1957) yang merupakan pembahasan ulang
yang penting dari pernyataan teori terhadap akhir tahun 1950 an dan
mengadung saran-saran bahwa konsep tingkah laku adaptasi dan
adopsi diajukan oleh : Alchiann yang mungkin berguna diaplikasikan
terhadap lokasi industri. Yang lainnya merupakan rangkuman teori
lokasi industri dengan ilustrasi grafik dari kedua pendekatan biaya
yang sedikit dan pendekatan daerah pasar oleh Alonso (1964);
Ricarson, (1969, 42-116), dan karaska (1969a) makalah ini diambil
secara bersama yang membuat tambahan yang bagus terhadap
pokok permasalahan pada bab ini.
130
AUGUST LOSCH
Kritik yang banyak apda teori lokasi permulaan adalah abstraksinya
dari permintaan. Lokasi adalah dilihat dengan luas sebagai produk
perbedaan biaya spatial dengan variasi dari tempat ke tempat pada
penjualan potensial yang pada dasarnya diabaikan. dua buku Hoover
tidak melarikan kritik ini terhadap analisanya tenatang faktor tuntutan
yang diperhalus untuk memperlihatkan darah pasar apa lokasi yang
diberikan akan membantu, dengan pengaruh pada volume
permintaan pada lokasi tidaklah dipertimbangkan. Pada tahun 1920-
an dan 1930-an beberapa ahli ekonomi mulai untuk mengalikan
perhatian mereka terahdap implikasi lokasi persainga diantara
perusahaan dan Palander (1935) membuat cara yang dapat
dipertimbangkan didalam arah ini tetapi hal itu adalah tahun 1940
sebelum ahli ekonomi Jerman August Losch menghasilkan teori umuk
lokasi pertama dengan permintaan sebagai variabel spatial luas.
Losch's Die raumliche Ordnung der Wirtschaft telah ada pada
terjemahan bahasa Inggris sejak 1954 dan telah memunculkan lebih
banyak perhatian dari pada kontribusi tunggal lain terhadap teori
lokasi. Hal ini sebagian karena Losch adalah pertama-tama untuk
menggambarkan hubungan spatial umum pada satu set pertanyaan
sederhana (Richardson, 1969, 107) dan untuk memperliatkan
bagaimana Wolfgang Stopler pada pendahuluannya terhadap
terjemahan mengambarkannya sebagai sistem keseimbangan umum
penuh yang menggambarkan didalam bentuk obstrak interhubungan
dari seluruh lokasi. Tetapi hal litu juga refleksi dari permulaan luas
pendekatan dan profunditas pemikiran bahwa Losch membawanya ke
ekonomi spatial.
131
Telah jalas dari permulaan bahwa tidaklah perhatian Losch untuk
menerangkan lokasi aktivitas ekonomi di dunia nyata. Sebagaimana
dikutip, "tugas nyata ahli ekonomi adalah untuk menerangkan
realitas dan untuk memperbaikinya. Pertanyaan lokasi terbaik adalah
jauh lebih penting dari pada penentuan yang aktual (Losch, 1954, 4).
Secara singkat, apa yang dia coba untuk lakukan adalah untuk
memperliatkan pola lokasi apa yang akan terjadi pada situasi
sederhana yang diberikan, memanuhi kondisi tertentu yang
mendefenisikan keadaan keseimbangan. Losch menolak pendekaan
lokasi biaya terkecil dari Weber dan pengikutnya dan pilihan
pencarian lokasi dimana pendapatan adalah terbesar. Pendekatan
tepat dia katakan adalah untuk menenmukan tempat dimana total
penghasilan melebihi total biaya oleh jumlah terbesar. Tetapi didalam
usaha untuk memperkenalkan lebih banyak realitas terhadap teori
lokasi dari pada pendahulunya, dengan variasi spatial pada
perminataan dan juga pada harga, Losch menemukan masalah lokash
optimum untuk perusahaan individu yang tidak dapat dipecahkan.
Segera inter ketergantungan perusahaan diterima, dengan
kemungkinan bahwa tindakan satu perusahaan pada penempatan diri
sendiri dapat membutuhkan penempatan kembali perusahaan yang
ada, masalah menjadi terlalu komplek untuk formlasi matematika
(Losch, 1954, 8).
Jika kita ingin untuk bijaksana dan untuk mempertimbangkan
pengaruh pemilihan lokasi utama pada seluruh lokasi yang lain,
kemudian kita masuk pada teori lokasi umum. Reperkusi,
pembicaraan terbatas adalah ditransfomasikan kedalam hubungan
bersama dan hal ini berhenti untuk menjadi sangat berarti untuk
menempatkan satu lokasi dan menguji hubungannya terhadap
tetangganya didalam pemisaha. Kami adalah dihadapkan dengan
inter-ketergantungan dari seluruh lokasi. Keseimbangan sistem lokasi
132
lebih lanjut tidak lagi dipetakan tetapi dapat diperlihatkan hanya
dengan sistem persamaan yang tidak dapat dipecahkan pada praktek.
Dan kemucian dia mengatakan (Losch, 1954, 29).
Solusi geometris menjadi tidak mungkin segera harga dan kwantitas
ditambahkan terhadap dua variabel spatial, untuk hal ini dapat
digunakan untuk tiga variabel pada kebanyakan. Juga perlakuan
aljabar mengarah kepada pertanyaan tingkat yang tidak dapa
dipecahkan. Kelomplekan ini bercabang dari fakta bahwa
sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, disana leih dari satu poin
geographi dimana total permintaan distrik sekitar adalah pada
maksimum dan bahwa dari poin ini terhadap permintaan total tidak
menurun menurut kepada fungsi sederhana. Kami dengan demikian
menurun untuk menentukan dengan terpisah untuk setiap salah satu
jumlah lokasi pabrik total permintaan yang dapat ditahan dan untuk
alasan sama volume terbaik produksi sebagai fungsi harga pabrik
(analisa pasar dan biaya). Kentungan terbesar yang dapaa diperoleh
pada setiap pain ini dapat ditentukan dari biaya dan curva yang
diminta dan dari tempat keuntungan uang terbesar, lokasi optimum
dapat ditemukan. Sekarang prosedur adalah tidak lagi teoritis
meskipun demikian tetapi secara sederhana testing empiris sejak hasil
hanya memegang untuk lokasi yang dengan nyata diuji dan tidak
dapat inter-dipolasikan. Sebagaimana seluruh pin pada daerah tidak
pernah dapat dianalisa pada cara ini, kami tidak dapat mengeluarkan
kemungkinan bahwa diantara lokasi tidak diuji disana mungkin satu
hasil yang lebih tinggi dari pada keuntungan terbanyak dari yang
diteliti ini. disana tidak ada solusi ilmiah dan untuk lokasi perusahaan
individu tetapi hanya praktek : test percobaan dan kesalahan. Oleh
karena itu Weber dan seluruh usaha lain pada lokasi valid dan
sistematik untuk perusahaan individu adalah dihukum untuk gagal.
133
Hal ini tidak berarti bahwa penteoritisan adalah pemborosan waktu
tetapi orang yang bekerja terhadap teori lokasi industri haruslah sadar
akan tingkat kesederhanaan yang disertakan dan menghindari
pendekatan satu sisi terhadap setiap masalah multivariasi komplek.
Teori umum dari Losch berusaha untuk memperlihatkan bagaimana
aktivitas ekonomi harus disusun dalam suatu ruangan. dia akan
mengasumsikan berbagai keluhan homogen yang sangat luas dengan
distribusi bahan baku dan laju transportasi yang merata dalam semua
arah. Populasi pertanian sangat terdistribusi dan semua individual
memiliki rasa yang identik, pengetahuan tekik, dan juga kesempatan
ekonomi.
Pola-pola pernyataan ini adalah salah satu hal yang terdistribusi
dengan baik. Dalam berbagai industri, pertanyaan yang ada adalah :
jika para petani mulai menghasilkan surplus dari berbagai komoditas,
pola-pola ekonomi spesial akan mengkonstitusi berbagai rasa
keseimbangan. Untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruangan
Losch haruslah memenuhi kondisi berikut.
1. Lokasi dari setiap perorangan haruslah mendapatkan keuntungan
sedapat mungkin, terutama dalam kaitanya dengan profit untuk
produsen dan juga perolehan bagi konsumen.
2. Lokasi produksi haruslah banyak sehingga keseluruhan ruangan
akan ditempati.
3. Dalam aktivitas yang terbuka bagi setiap orang sehingga tidak ada
profit dari seluruh perusahaan-perusahaan yang baru.
4. Bidang pasokan, produksi dan penjualan haruslah sekecil mungkin,
karena hanya ada sejumlah perusahaan yang akan dapat bertahan
untuk mencapai nilai maksimumnya.
5. Pada berbagai batasn luas pasar konsumen akan dapat diberikan
terhadap mana akan menghasilkan lokasi yang akan mendapatkan
suplai.
134
Kondisi ini haruslah diisi jika order spesial dari ekonomi adalah untuk
mendapatkan suatu pengertian dan permanensi yang lain.
Losch menguraikan kondisi kesetimbangan dalam lima persamaan,
dari mana akan membentuk ekonomi ruangan yang dapa dikerjakan.
Bagaimana kesetimbangan dicapai akan diperlihatkan sebaai berikut.
Jika petani memutuskan untuk menghasilkan surplus yang kemudian
bidang penjualan ini akan berupa lingkaran, yang diikat oleh lokus titik
pada mana harganya menjadi terlalu tinggi untuk melakuka
penjualan. Tetapi jika seorang petani dapat menghasilkan surplus,
maka demikian dengan yang lainnya; Persaingan ini akan mengurangi
ukuran daerah penjualan hingga menjadi berbentuk hexagonal seperti
semua ruang yang diisi. Dari bentuk geomeris yang akan mengisi
semua ruang (hexagon, segitiga, dan bujursangkar), hexagon akan
mendekati lingkaran. Ini merupakan permintaan unit terbesar, dan
akan meminimisasikan jarak total dari pusatnya ketitik tengah
demikian diperlihatkan oleh Cristaller.
Gambar 8.10 mengilustrasikan tiga tahap dalam perkembangan
sistem pasar hexagonal untuk satu industri. Dalam tahap 1, produsen
tunggal pada P akan dioperasikan dengan kurva QF. Harga (p) adalah
merupakan fungsi jarak dan akan meningkat denga biaya transportasi
sepanjang PF, dan jaak vertikal.
Sebagaimana barang-barang yang berbeda diproduksi, sebuah sistem
segi enam akan timbul untuk setiap industri dengan luas daerah pasar
yang bervariasi dari industri ke industri menurut kebutuhan produk.
Losch kemudian mengutamakan seluruh sistem individu sehingga
semuanya memiliki paling sedikit sebuah pusat produksi secara
umum. Dipusat ini, dimana seluruh produk dihasilkan akan terjadi
sebuah pusat kota dan ditempat-tempat lain dimana ada dua atau
135
lebih titik produksi serupa disana akan berdiri kota-kota kecil dan
besar.
Demikian jauh contoh lokasi dan daerah pasar oleh Losch menyerupai
yang dikembangkan oleh Walter Christaller (1933) beberapa tahun
kemudian, walaupun keahlian matematika mereka tidak sama (Barry,
1967,59-73). Tetapi Losch kemudian menunjukan bagaimana
pemusatan kota-kota kecil akan terjadi dalam bagian yang jelas di
daerah yang sama. Jika sistem individual segi enam semuanya diputar
disekitar pusat kota, akan ditemukan bahwa sebuah contoh akan
terbentuk dimana ada enam sektor dengan banyak letak produksi ang
bersamaan, dan enam sektor antara didalam sektor-sektor tersebut.
Dalam situasi ini, dimana terletak produksi terbesar yang bersamaan,
jumlah permintaan maksimum dapat terjadi dan biaya transportasi
akan berkurang. Ini merupakan rang pengaruran aktivitas ekonomi
ang dipenuhi oleh kondisi seimbang yang alami, Seperti halnya bentk
ekonomi, seperti Losch mengemukakannya, didisribusikan melalui
seluruh dunia seperti sebuah jaringan, dan dalam persetujuan dengan
undang-ndang setempat (Losch, 1954,137). Dalam uraian nyata yang
pertama tentang hal tersebut di Inggris (Losch, 1938), daeah denan
jarak seratus mil di Indianapolis digunakan sebagai bukti berdasarkan
pengalaman mendukung kota-kota yang kaya dan miskin secara
sektoral yang telah disimpulkan oleh Losch, dan dibukukan
(1954,125), Toledo dan kota-kota tersebut mengelilingi sampai radius
enam puluh mil digunakan sebagai contoh lain.
Dalam praktek yang teratur menenai bentuk ekonomi ideal Losch
diganggu oleh faktor-faktor yang tidak disangka. Oleh kepentingan-
kepentingan lain merupakan akibat dari politik harga dalam daerah
pasar dan Losch berpendapat bahwa daerah harga yang berbeda,
diperkuat oleh kecenderungan kedepan dari optimalisasi jumlah
136
perusahaan-perusahaan yang berbeda. Aplikasi dari pemilihan politik
harga sesuai dengan daerah telah diuji, dan Losch juga menyadari
akibat dari distribusi sumber daya dan penduduk yang tidak teratur,
perbedaan daerah dalam kemampuan masuk perbedaan manusia,
dan faktor politik seperti batasan.
Losch (1954,129) sungguh-sungguh menolak pandangan yang kacau
mengenai ruang ekonomi, tidak masalah bagaimana dnia nyata akan
terpisah dari peraturan yang teratus dari teorinya.
Tidak ada keraguan tentang contoh ruang ekonomi diantara kita berisi
hal-hal yang tidak logis, tidak ada undang-ndang ang mengatur. Tapi
saya menolak seluruh titik berat dari kekurangan ini. Tidak peduli
seberapa luas sebuah pandangan kacau dapat dibuat oleh fakta-fakta,
ini bukan saja tidak layak tapi juga berbahaya. Tidak layak karena ada
juga sebuah alasan yang masuk akal diatas yang tak terbanding lelbih
terikat dalam waktu lama daripada diatas kenyataan yang sesuai
dengan fakta. Berbahaya karena pendapat kita tentang kenyataan
adalah suatu faktor yang membentuk masa depan.
Losch kemudian merubah perhatiannya kepada perdagangan. Banyak
dari hal-hal mengenai perdagangan memiliki hubungan langsung
kepada teori lokasi industri daripada sebelumnya, tetapi ada beberapa
sektor dengan keinginan yang besar. Misalnya akibat dari eprubahan
harga setempat dalam ukuran sebuah daerah pasar yang tetap
digambarkan dalam sebuah diagram sederhana tetapi efektif (Gambar
8.11).
B2, dengan biaya operasi F1 dan K berturut-turut, gradien harga
berbentuk V. Daerah pasar akan kedua aktiva tetap memotong di H1,
dan bentuk-bentuk daerahnya ditunjukkan di bawah. Perhatian bahwa
adanya kekedualian dimana kedua daerah perpotongan pasar,
137
batasannya ditentukan oleh suatu harga kritik (O) pada saat penjualan
tertunda. Kenaikan harga pada B1 hingga F2 berpengaruh karena
sempitnya daerah pasar, karena limit berpindah dari G1 ke G2 sebelah
kiti dan dari H1 ke H2 pada sebelah kanan. Aktiva tetap B2 kemudian
mendapatkan langganan dengan harga B1. Dalam pembahasan Losch
tentang situasi ini menamahkan suatu elemen dinamis terhadap
analisis daerah pasar, dan disamping itu dia juga mempertimbangkan
pengaruh kondisi dagang internasional seperti tarif dinding pada
bentuk daerah pasar.
Bagian akhir dari buku ini memuat contoh-contoh. Yang
menggambarkan distribusi kota, bentuk daerah pasar, dan bagaimana
harga itu berbeda dalam lingkungan dunia. Dari hal itu pembahasan
yang penting dari pembahasan tentangvariasi harga faktor-faktor
produksi, termasuk ulasan tentang harga tanah, tarif upah dan pasar
uang, dan berbagai peta harga dari sejumlah barang-barang dan jasa
yang berbeda-beda di Negara Serikat (Losch, 1954, bab 26).
Losch memberikan contoh-contoh dari dunia nyata yang bukan
sebagai teori yang berbeda-beda namun merupakan suatu indikasi
tentang berapa jauh realitas itu menjadi rasional, teorinya adalah
suatu usaha membentuk apakah yang rasional itu leih baik dari pada
menjalankan yang sesungguhnya.
Seperti usaha lainnya yang berhubungan dengan teori tentang lokasi
aktivitas ekonomi, Karya Losch memiliki kelemahan. Mungkin
kegagalannya yang paling serius adalah memandang tentang variasi-
variasi harga, yang dieleminasi dalam asumsinya bahkan material dan
poplasi ang didistribusikannya. Setelah mengkritik satu sisi dari
pendekatan harga akhir, Losch melanjutkan ekstrim lainnya dan
pmenciptakan suatu jarak ekonomi dalam permintaan yang ini
138
dipangaruhi oleh lokasi prosedur. Dalam keadaan-keadaan yang sama
lokasi yang dapat dilalui adalah suatu masalah penjualan yang
memiliki ukuran tertentu. Faktor-faktor biaya memasuki analisis hanya
melali biaya transport yang membatasi ukuran daerah pasar (yaitu,
karena pengaruh permintaan) dan meliputi keuntungan
pengelompokan Losch dari tujuh sektor beberapa kota, yang polaya
menaikkan permintaan yang efektif. Losch juga telah dikritik tentang
lahan dimana sistem lokasinya dapat disertai hanya pada daerah
tujuan, dengan kata lain, kurang relevan terhadap persaingan
ekonomi kapitalis (Greenhut, 1956, Validitas aspek-aspek ekonomi
Losch telah dipertanyakan pada alasan-alasan lain (Beckman, 1955,
Valavanis, 1955; Robertson, 1956, Isard, 1956, 48 dan bab 11,
Greenhu, 1963, 174-175, 183 -185 dan Richardson, 1969, 72-77, 107-
108). Merupakan suatu tipe khusus dari ekonomi, yang ditunjukkan
oleh pertanian yang didistribusi secara terpisah tetapi membentuk
fungsi pasar, fungsi industri. Hal ini memuat elemen-elemen dunia
nyata, tetapi perbedaan yang kaku antara ekspresi pertanian dan
industri jarang ditemukan secara praktek. Contoh Losch menunjukkan
bahwa keberaturan bentuk ekonominya ramalan terdekat terhadap
daerah pertanian besar yang realitis, seperti Amerika Bagian Timur
Tengah, disana tidak ada daerah industri mayoritas.
Ringkasan alam teori lokasi Losch, dan asumsinya, membatasi
kegunaannya sebagai suatu tambahan menafsirkan dunis nyata,
tetapi mengkritik alasan-alasan ini kurang memahami philosopi dasar.
Losch memandang ekonomi sebagai suatu ilmu kreatif, yang
berkewajiban untuk memajukan dunia bukanlah menggambarkan
maupun menerangkannya. Kemudian dia mengkaji berdasarkan teori
lokasi dengan pola aktivitas ekonomi dengan memberikan hal-hal
terbaik :
139
Bilamana sesuatu itu barau diciptakan, dan kemudian diselesaikan,
dan direncanakan, hukum akan berlaku pada teori adalah satu-
satunya pedoman ekonomi terhadap apa yang akan mengambil peran
(Losch, 1954, 359).
140
KETERGANTUNGAN LOKASIONAL
Pada topik ini, penyimpangan-penyimpangan dari pandangan
pengarang demi pengarang sangat diperlukan. Menjelang tahun 1950-
an jelas, bahwa ketergantungan dua sekolah besar pada teori lokasi
industris, telah bergabung, merangkum pendekatan harga radisi
masing-masing dan suatu pandangan yang menitik beratkan
ketergantungan lokasi firma. Sekrang perlu diuji situasi ini.
Pengelompokan teori lokasi harga terkecil berakat pada kerja Alfree
Weber, dan memuat banyak tentang Palander dan Hoover. Sekolah ini
memusatkan penelitian tentang lokasi harga terkecil memurut
kondisinya dimana faktor permintaan adalah tetap, dan
ketergantungan lokasi firma adalah kurang diperhitungkan. Secara
lengkapnya pendekatan dalam hal ini adalah asumsi persaingan
lengkap, tanpa monopoli terhadap meningkatnya pasar dari lokasi
tertentu. Kelemahan pendekatan ini adalah permintaan dipengaruhi
oleh jrak biaya rata-rata yang tidak memberi laba maksimum dimana
hal itu lebih tepat untuk memindakan lokasi yang baru dengan unit
biaya yang lebih tinggi tetapi penjualan lebih tinggi akan menaikkan
laba total. total biaya terkecil adalah konsep yang berguna dalam
lokasi industri hanya pada kondisi dimana permintaan adalah tetap,
sebaliknya, togal biaya rendah bisa menunjukkan volume output yang
rendah dalam situasi yang buruk hubungannya dengan pasar.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini, teori biaya tradisional
terkecil "ketergantungan lokasi" atau daerah pasar sekolah
dikembangkan. Sekolah-sekolah yang cenderung pada Palander dan
Hoover, terbanyak menurut Losch, dan kerja para ekonomis
menguntungkan pada aspek teori yang kurang lengkap atau
persaingan monopoli (Fetter, 1924, Hotclling, 1929, Robinson, 1934,
141
Chamberlin, 1936, Lerner dan Singer, 1939, Smithies, 1941, dan
Ackely, 1942), pendekatan ini secara umum menafasitkan bahwa
seluruh firma mengalami biaya produksi yang sama, dan penjualan
terhadap pasar yang didistribusi bukanlah pandangan pasar menurut
Weber. Harga yang ditentukan pada konsumen berbeda dengan biaya
pengimbangan jarak dari pabrik.
Setiap penjual, dalam memilih lokasinya, mengontrol daerah
kemungkinan pasar yang paling besar, posisi dan perluasan yang
dipengaruhi oleh tingkah laku konsumen dan keputusan lokasi dari
firma lainnya.
Perusahaan pengolah menguji kontrol monopoli berdasarkan seksi
pasar yang dapat menawarkan harga lebih rendah dari pesaingnya.
Pola lokasi aktiva tetap dan daerah pasar kemudian adalah hasil
variasi dari tempat ke tempat dalam permintaan dan dari lokasi
ketergantungan firma. Kelemahan dasar pendekatan ini adalah variasi
biayanya tidak diperitngkan yang tidak serealistis biaya terkecil
abstraksi sekolah dari permintaan.
Pendekatan ketergantungan lokasi meningkat dari diskusi tentang
situasi yang sama yang akan diperoleh dibawah kondisi persaingan
tidak sempurna. Telah banyak dikerjakan dalam konteks dua firma
yang telah disempurnakan, atau dua polis, bersaingan disepanjang
pasar linier. Kontribusi mayor utama adalah berdasarkan Fetter
(1924), yang menjelaskan beberapa cara firma yang
menyempurnakan kontrol pasar sebanyak mungkin, dan bagaimana
hal ini dapat mempengaruhi bentuk daerah pasar. Sebagian dari
gagasan Fetter mempertemukan caranya kedalam kerja teoris lokasi
mayor tahun 1930-an, tetapi kebanyakan adalah karya Hotelling
(1929). Dalam situasi kedua penjual es krim yang bersaing pada
142
penawaran suatu produk pada konsumen bahkan didistribusikan
sepanjang tepi pantai, dengan setiap pembelian satu es krim dalam
satu unti waktu, Hotelling menunjukkan kesimpulan bahwa kedua
penjual itu akan saling terakhir sekitar pusat tepi pantai, masing-
masing mengenai separoh pasar.
Dia mengembangkannya kedalam suatu hubungan generalisasi pada
penggolongan industri dibawah kondisi-kondisi permintaan.
Rasionalisasi di bawah pendapat Hotelling, dan sebagian dari
implikasinya dapat diperluas dalam suatu urutan diagram sederhana
dari jenis yang telah dipakai untuk membahas aspek-aspek teori
Palander dan Losch. Dalam gambar 8.12. Dua produser sedang
bersaing mendapatkan langganan yang didistribusikan sepanjang
pasar linier OP. Asumsi pasar linier dibuat sederhana untuk suatu
presentasi grafik, dan realitas yang lebih besar ditunjukkan melalui
pemikiran OP sebagai suatu seksi berdasarkan situasi tiga dimensi
biaya produksi dimaa-mana adalah sama, dimana angka muatan
adalah sama per unit jarak di sekitar pasar, dan produser menjual
pada sistem harga f.o.b supaya biaya transport dari pabrik dibayar
oleh konsumen. permintaan untuk produk tidak pasti inelastis setiap
konsumen membeli satu unit produk dengan satu unit waktu menurut
harga. Firma A memasukkan pandangan pertama dan
menempatkannya pada pusat pasar, walaupun dibawah asumsi yang
dibuat beberapa lokasi akan memberikannya pasar entrik. Firma
kedua (B), bebas lokasi dimana-mana dan mempersiapkan persaingan
dengan A, akan menemkan bahwa lokasi pada pusat pasar serapat
mungkin dengan A adalah paling menungungkan. Ini ditunjukkan
dalam gambar 8.12a. dimana firma A melayani pasar sebelah kiri dan
B adalah bagian kanan. Jika B telah memilih lokasi lain (gambar 8.12b)
dia dapat melayani pasar lebih murah dari pada lokasi pusat, seperti
ditunjukkan oleh beratnya garis harga keduanya, tetapi permintaan
143
itu tidak selalu inelastis pembeli disini akan membeli apa saja, maka B
tidak memperoleh keuntungan dari hal ini. Dan lokasi jauh dari A
berarti bahwa firma A dapat bersaing dengan B dalam bagian daerah
antara kedua firma itu, dimana harga A leih rendah, dalam gambar
8.12a. Kemudian lokasi pada puat pasar sedekat mungikin dengan A
hanya posisi yang mendukung B untuk mengontrol sebanyak mungkin
pasar. Setiap firma memiliki control monopolistik akan keberadaan
pasar, dan Hotelling berpendapat bahwa faktor ini melakukan
stabilitas pada solusi persamaan dibawah kondisi duopoli. dia
meyatakan dimana dalam situasi yang diambarkan di atas firma
ketiga yang memasuki industri akan mencoba mendapatkan posisi A
ke B tetapi bukan berada diantaranya.
Situasi-situasi itu pada umumnya berhubungan dengan kasus
Hotelling yang menstimulasi beberapa pembahasan. Chamberlin
(1936, 194-199) dan Losch (1954, 72-75) menunjukkan ketidak
konsistenan dalam pendapat Hotelling, keduanya berhugungan
dengan kepentingan lokasi berbalik untuk duopolis dan implikasi
penggolongan.
144
Daerah Penjualan A Daerah Penjualan B
Dari A
Dari B
JarakBAO P
Daerah Penjualan A Daerah Penjualan B
JarakBAO PX
b
Gambar …….. Lokasi Persaingan duopolist untuk pasar linier dalam
kondisi permintaan in elastis tak terhingga, menurut
Hoteling.
Tidaklah sulit memahaminya, pada asumsi Hotteling sendiri, duopoli
tidak harus menempati lokasi pusat, karena selama mereka
ditempatkan secara simetris sepanjang garis, mereka akan mendapat
bagian dari pasar.
145
Harga
Harga
JARAK
P
HARGA
HARGA
AO
BX
(B)
Misalnya, lokasi pada posisi kuartil dalam gambar 8.12. akan
melakukan hal ini, Bahkan jika keduanya menempati pusat, masukan
firma ketida cenderung mengadakan pembubaran, karena pasar linear
satu firma harus menjadi perantara dari kedua lainnya yang kemudian
tidak mendapatkan penjualan, dan akan adanya perobahan menetap
menghindari tabungan menengah. Chamberlin (1936, 195)
mengatakan bahwa tiga pesaing A dan B akan berada pada kwartil
dan C pada satu posisi antaranya, dan jumlah firma yang meningkat
akan cenderung tersebar luas dalam kelompok-kelompok kedua garis
itu.
Apa implikasi dari menurunnya asumsi permintaan yang inelastis?.
Jika harga mempengaruhi penjualan, maka pentinglah untuk menekan
harga pada pasar, yang paling tinggi. Dalam keadaan seperti ini kerja
kedua firma adalah bersekongkol, seperti monopolis dua aktiva tetap,
akan berada pada posisi menekan biaya transfer dan kemudian
memperbesar penjualan. Lokasi ini akan menguntungkan bagi kedua
firma yang bersaing, yang mampu mengambil alih setengah pasar.
Perbandingan dengan lokasi pusat (gambar 8.123b) menunjukkan
bahwa biaya tabungan transfer berada pada lokasi kwartil lebih besar
146
Di tahun-tahun belakangan ini sumbangan terbesar bagi
perkembangan Locational-inderdependence tentang lokasi
industrial telah dibuat oleh Melvin Greenhut, yang hasil kerjanya akan
di bahas dalam bab berikut. Sumbangan lain adalah kertas kerja
Devletoglou (1965) yang membahas aspek-aspek tertentu dari
pendekatan konvensional terhadap kompetisi spetial dalam situasi
duapoli\. Devletoglou mengkritik analisa Hotelling's, juga
mempertanyakan variasi Smithies (1941) dengan argumen yang
sama. Devletoglou merasa bahwa tidak mungkin memisahkan wilayah
pasar dengan menggunakan garis rigid indefference sebagaimana
yang dinyatakan dalam teori konvensional, hal tersebut akan
menimbulkan arti bahwa akan ada doubtful area (area yang tak pasti)
dengan dekatnya seorang produsen dibandingkan persaingannya
bukanlah faktor yang cukup kuat untuk menentkan sumber
147
JARAK
persediaan konsumen. Dalam doubtful area ini, atau wilayah yang tak
pasti, konsumen adalah subjek bagi suatu "fashion effect" dan
mungkin membeli dari salah satu produsen karena mereka leblih
menyukai produknya disebabkan jarak (harga) lebih rendah. Sebauah
asumsi menyatakan, "jika duopolist bertemu didaerah pusat, masing-
masing bertemu akan mampu memperhitungkan kemungkinan setiap
orang secara umum, dan karena itu tidak memperitngkan orang-
perorang secara konsumen" (Devletouglou, 1965, 158). Dengan kata
lain, jika salah seorang menjual es krim Hotelling mampu membuat
produksinya tampil beda dari pesaingnya, maka ia bisa memperoleh
lebih dari separuh pasarnya sendiri, jika mereka, terpisah, jarak itu
sendiri bisa memastikan penjaja produk penjualan yang bermutu
rendah berada jauh dari pelanggannya terdekat yang tidak akan
berusaha jauh-jauh mencari produk pesaingnya.
Sebagai illustrasi akhir tentang locational interdependenc
(Kebebasan), perbedaan dalam biaya dan harga dapat digambarkan
dalam model grafik sederhana untuk menggambarkan beberapa
tambahan yang berhubungan dengan strategi kompetitif yang bisa
mempengaruhi lokasi. Dalam gambar 8.14. firm A terbentuk di pusat
linear market OP dalam satu situasi dimana konsumen akan membeli
darinya (penjual) pada harga yang ditunjukkan pada gambar. Biaya
pabriknya per unit produksi adalah AA'. Firm tapi disini biaya produksi
(BB') cukup tinggi sehingga tak ada yang lebih murah dari A. B adalah
lokasi yang tidak mentungkan kecuali beberapa cara dapat dilakukan
untuk mengurangi harga pada tingkat dibawah A melalui beberapa
bagian pasar. Pada C untuk menjual A dengan harga yang lebih
rendah pada bagian pasar yang dari O ke X. Suatu firm mampu
memperluas pasarnya dengan mengalahkan pesaingnya melalui
diskriminasi harga geografis, dan hal ini dapat diperlihatkan dengan
berkenaan dengan firm C. Jika permintaan inelastis diambil maka
148
P
CIII
CI
CIII
BI
AI
XCO
Y BA
peningkatan harganya sedikit ke arah kiri "plant" (sepanjang harga C
tetap berada di bawah grafik baru bagi C meningkat kearah kiri dari
C". Hasil ekstra yang diperoleh dengan cara ini dapat digunakan untuk
merendahkan harga kearah kanan firm C, sebagaimana yang
ditunjukkan oleh gradian peningkatan dari C", yang dapat
memngkikan C memperluas wilayah pasarnya ke arah y, atas biaya
firm A, kemudian menambah total penjualan. Tapi, dalam prakteknya,
A akan beraksi pada hal ini, dan persaingan harga di masa yang akan
datang akan berakibat dalam area (wilayah) antara A dan C sampai
beberapa jenis posisi equilibrium dapat di capai.
Diskusi Locational interdependence ini telah dijelaskan secara
ringkas dan pada tingkat yang mendasar. Cukup banyak contoh-
contoh dari dunia nyata yang telah dilakukan sehingga analisa
tentang persaingan sepanjang linear market seringkali kelihatan
seperti geometri yang sederhana daripada studi tenang plant
locational. Walau bagaimanapun sudah cukup banyak masalah-
masalah utama yang telah dipaparkan untuk menunjukkan bahwa
149
DELIVERED PRICE
konsep locational interdependence menambah dimensi baru pada
teori klasik yang berdasarkan penelitian pada least-cost location.
Bagaimana duna pendekatan dapat disusun kembali dalam teori
komprehensif tentang lokasi industri merupakan masalah utama, yang
harus dipecahkan secara memuaskan.
150
MELVIN GREENHUT
Teori ini menitikberatkan kepada pertimbangan antara kenaikan biaya
yang minimum dikaitkan dengan lokasi industri yang di populerkan
pada tahun 1956
Greenhut melakukan perbaikan terhadap pengaruh Ekonomi Mikro
dengan mempertimbangkan unsur space di dalam analisisnya.
Dalam buku pertama, Greenhut menjelaskan faktor-faktor penting
terhadap penentuan lokasi suatu industri dengan mempertimbangkan
biaya yang minimum. Pertimbangan lain adalah melihat kekuatan
variasi biaya dan permintaan serta pengaruhnya terhadap penentuan
lokasi. Dari faktor tersebut Greenhut membuat suatu daftar seperti
transaksi, biaya pengolahan, faktor permintaan dan pendapatan. Dari
faktor tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah peranan
pemerintah.
Transportasi adalah sebagai suatu faktor utama dari lokasi pabrik dan
Greenhut melihat sebagai sesuat yang mutlak. Seorang pengusaha
akan memperhatikan pertimbangan ekonomis dari transportasi jika
harga muatan terdiri dari sebahagian besar dari harga total dan akan
hanya memungkinkan apabila harga pemindahan terhadap lokasi
yang berbeda-beda menguntungkan.Pertimbangan faktor transportasi
juga memperhatikan jarak antara lokasi industri dengan pasar.
Biaya proses produksi menurut Greenhut mempertimbangkan upah
tenaga kerja dan pembayaran pajak. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi keuntungan disamping lokasi dan biaya transportasi.
Greenhut memberikan perhatian khusus pada faktor permintaan dan
pengaruhnya terhadap lokasi perusahaan atau pabrik. Pertimbangan
lainnya adalah mengenai saling ketergantungan antara keuntungan
151
lokasi dibawah beragam kondisi dan kepentingan yang pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap keputusan untuk
kecenderungan berkonsentrasinya pabrik atau perusahaan.
Secara umum produksi dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya
transportasi dan karakteristik biaya marginal. Perusahaan akan
berlokasi dengan titik pemasaran yang terdekat, begitu pula dengan
perusahaan kecil lainnya agar dapat melayani sebahagian besar
pasar. Greenhut memberikan contoh bahwa pada sistem oligopoli
perusahaan-perusahaan akan berusaha untuk menurunkan harga dan
hal ini merupakan bagian dari efisiensi. Disamping itu Greenhut juga
mempertimbangkan faktor lainnya seperti : biaya pengerjaan, faktor-
faktor permintaan dan faktor pendapatan.
Penurunan harga adalah merupakan salah satu upaya untuk menarik
keuntungan yang mungkin diterima dari keuntungan aglomerasi atau
deglomerasi. Sebagai contoh eksternal ekonomis suatu perusahaan
mungkin berasal dari suatu lokasi yang sesuai dan cocok dengan tipe
perusahaan bisnis. Faktor peningkatanpendapatan adalah juga
merupakan keterkaitannya dengan volume penjualan.
Greenhut juga menyinggung pertimbangan motif seseorang dalam
mempengaruhi pemilihan lokasi yang tepat. Jadi dengan demikian
motif untuk memperoleh keuntungan secara maksimum adalah
merupakan suatu keputusan yang sangat berpengtaruh. Profit
maksimum dalam pemilihan lokasi oleh seorang individu yang rasional
senantiasa dikaitkan dengan pertimbangan penentuan pendapatan
dan biaya.
Kemudian Greenhut dalam bukunya Microeconomics and the space
economy menyimpulkan bahwa pilihan terhadap profit maksimum
adalah sesuatu yang sangat logis. Dengan perkataan lain bahwa
152
terdapat suatu pertimbangan diantara potensial profit dengan resiko
yang akan terjadi atau selisih anatara keuntungan dengan kerugian
yang terjadi di pasar. Sehingga dengan demikian tentunya akan
dipertimbangkan selisih yang terkecil antara keuntungan dan kerugian
yang dimaksud.
Teori Greenhut tentang lokasi industri menyatakan bahwa permintaan
akan dipengaruhi oleh :
1. Faktor biaya dari lokasi (transportasi,buruh,dan biaya
pemrosesan)
2. Faktor permintaan dari lokasi (saling ketergantungan lokasi dari
perusaha-
An atau usaha untuk memonopoli pasar )
3. Fakor penurunan biaya.
4. Faktor peningkatan pendapatan
5. Faktor penurunan biaya individu
6. Faktor peningkatan pendapatan individu
7. Pertimbangan individu.
Hal diatas merupakan faktor biasa yang masuk akal dan didukung
oleh penemuan dari penelitian empiris.
Dia menyelesaikan maksud pernyataan agar dari penyatuan biaya
paling sedikit dan pendekatan saling ketergantungan penempatan
dengan memaksimumkan dari penurunan sebagai kriteria dari
memaksimumkan profits, tetapi Greenhut bersikeras ia hanya
membayar service kata (berpura-pura) untuk membayar faktor biaya.
Inti dari teorinya diringkaskan sebagai berikut.
Setiap perusahaan akan memperlihatkan pandangan kompetitif dari
tempat yang mana penjualan menunjukkan angka /nomor dari
153
pembeli (siapa yang membelanjakan permintaan untuk keuntungan
terbesar yang mungkin) dapat disediakan pada biaya total terkecil.
Disaat, percobaan berhasil persaingan untuk mendapatkan daerah
keuntungan maksimum akan terjadi penyusutan permintaan relatif
seperti pemotongan keuntungan, dengan demikian akhirnya memiliki
peranan penting dalam keadaan seimbang.
Keseimbangan akan mendapatkan
1. Menyamakan penghasilan marginal dengan biaya-biaya marginal
2. Penghasilan /pendapatan rata-rata (atau lebih baik menggunakan
nilai keuntungan) tangen ke biaya rata-rata.
3. Konsentrasi dan penyebaran dari penamaan termasuk pemesanan
kepada penumpang dari beberapa penamaan akan berkesempatan
kalah/rugi.
Pertukaran apa saja dalam pembiayaan atau faktor permitaan tentu
saja mengganggu keseimbangan ini dan hasilnya dalam penyesuaian
penempatan. Pada akhirnya Greenhut menentang untuk tidak
memakai teori umumnya pada dalil lain dari pada perekonomian
dengan memperkenalkan kepuasan yang tidak membutuhkan uang
tetapi ia benar-benar menetapkan bahwa faktor biaya pertimbangan
individu adalah kekuatan lebih yang perlu diperhitungkan dengan
tidak hanya dari sudut seleksi perorangan tetapi untuk keseimbangan
keseluruhan.
Pengetahuan umum dari teori Greenhut merupakan salah satu
kegunaan pernyataan-pernyataan umum dalam lokasi perindustrian
seharusnya akan ditawarkan jika beberapa syarat utama telah dibuat
itu adalah bagian dari analisis. 2 buku kebanyakan memberi batasan
untuk faktor permintaan dan penggabungan teori yang telah ada lebih
dari cukup dari sisi saling ketergantungan penempatan. Melihat
154
penyelidikan secara empiris untuk pengoperasian model yang mana
disana ada penyatuan nyata dari biaya terkecil dan akan saling
ketergantungan penempatan pendekatan sulit ditemukan disini tetapi
mungkin ada selalu lebih banyak untuk bertanya beberapa teori.
Walaupun perhatian Greenhut pada faktor permintaan, kedua teori
dan penyelidikan empiris kemudian memiliki pemenuhan ingatan
dengan pendekatan biaya ketika faktor permintaan telah termasuk
secara umum dalam konteks dari keikutsertaan biaya transport
dalam penyuplaian pasar. Seperti pada model Weber lebih jahu lagi
Greenhut (1964) menganbil isu-isu keinginan itu untuk memberi
perhatian untuk faktor permintaan.
Ia berkesimpulan bahwa permintaan tergantung kepada pemilihan
lokasi dan juga pengaruh-pengaruhnya dan secara aktual biaya-biaya
akan lebih bervariasi dari tempat yang berbeda. Ia membuat
perbedaan kegunaan antara permintaan sebagai sebuah waktor
daerah penentuan dari penempatan pemilahan satu area untuk
penempatan lainnya karena ukuran terbesar dari pasar jadi satu dan
permintaan sebagai faktor sisi penentuan dan penempatan, yang
mana keterlibatan pemilikan relasi untuk penempatan persaingan
atau saling ketergantungan penempatan. Ini adalah efek dari
penentuan dari kegagalan permintaan untuk tidak diperhitungkan
atau dihiraukan (greenhut 1964, 178). Penyatuan penuh dari saling
ketergantungan menempatan kedalam penjelasan model-model
operasional juga mengingat pajak umum untuk analisis penempatan
perindustrian.
155
WALTER ISARD
Di tahun 1956, Walter Isard menerbitkan buku tentang Teori lokasi
dan perekonomian ruang, kemudian diikuti oleh Metode analisis
regional (1960) dan memberikan sumbangan kepada ilmu tata ruang
ekonomi dan regional. Lokasi dan tata ruang ekonomi harus
dipandang di dalam hubungannya terhadap aktivitas yang lain,
walaupun teori umum yang disusunnya adalah terbatas tentang
kegunaan langsung untuk masalah khusus . Isard memandang hal itu
sebagai keterbatasan arah pembangunan dari kumpulan teori dan alat
bantu untuk menganalisis pengertian dari proses operasional ekonomi
.
Tujuan dari lokasi dan tata ruang ekonomi adalah prinsip untuk
membangun lokasi dalam penggambaran dasar dari berbagai aktivitas
yang lain. Isard mempertimbangkan berbagai aspek tata ruang,
terutama terhadap sebahagian besar industri.
Pada awalnya, Isard melihat sebuah kerangka kombinasi Von Thunen,
Losch dan Weber sebagai sebuah pendekatan yang mungkin untuk
teori umum: Von Thunen memusatkan pada Pola zona pertanian
disekitar wilayah perkotaan yang diilustrasikannya pada pola bersegi
enam dan pasar di pusatkan di kota besar. Jadi dengan demikian
tempat lokasi untuk produksi yang baru dan kota-kota dapat
dijelaskan dengan sebuah mekanisme Weberian Locational Weight
dan ditambahkan dengan analisa hirarki dari Von Thunen – Losch.
Isard menyusun perpaduan teori lokasi dengan cabang ilmu lain pada
teori ekonomi dan mencoba menyesuaikan dengan prinsip substitusi
dari Andreas Predon ide utama teori ini adalah bahwa teori lokasih
156
umumnya dapat dikembangkan dengan cara yang sama kepada aspek
teori ekonomi lain dengan menerapkan prinsip pembagian pada
sebuah acara kombinasi antara pengeluaran pengusaha di berbagai
faktor-fakto produksi dalam menentukan pemilihan lokasinya.
Pendekatan subsitusi pada lokasi telah diringkas oleh Greenhut
dengan mengikuti teori lokasi industri dan teori ekonomi di dalam
melekatkan prinsip substantif, dalam dua tingkat dari pekerja dapat
digantikan dengan modal atau tanah, sebaliknya dengan dasar
masalah yang sama. Kedua keputusan ini mencoba memaksimalkan
tujuan dan sasaran yang mungkin dicapai karena optimalisasi berakhir
dengan persaingan dilokasih.
Seperti teori lokasi, Isard memberikan banyak perhatian pada faktor
transportasi. Dia meletakan transportasi jarak sebagai inputs (Isard,
1951). Pada tingkat yang sama ada 4 faktor yang diakui sebagai
faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan firma) untuk syarat
pada proses produksi. Transportasi diperkenalkan sebagai faktor dan
menekankan peranan input transportasi di dalam produksi dan proses
komsumsi secara sederhana (Israd 1956, 90).
Analasis Isard pada keseimbangan lokasi perusahaan pada orientasi
transportasi adalah bagaimana peranannya dari pendekatan
substitusi. Kerangkanya terkenal pada lokasi segi tiga dengan pasar
pada salah satu sudut (C), sumber dari 2 bahan baku atau raw
material pada sudut-sudut lain (M1 dan M2) dan unsur jarak. Dalam
hal ini adalah menentukan lokasi opyimun dengan memberikan
asumsi yang pasti berkanaan dengan biaya angkut dan jumlah bahan
baku yang dibutuhkan, untuk sebuah industri dan variabel jarak dari
sebuah untuk penjelasan ini asumsi sederhana, sebuah unit
transportasi (biaya $X) dari M1 dan 5Mil dari M2 akan mendatangkan
sebuah biaya $4, 25xX. Dalam input transportasi dari M1 dan $5x M2
157
C
8miles3m
M2
M1
5m
T
7miles
( a )
M1S Transportation line
dan berkurang dari M1 ($2x) input transportasi dari M2 telah
disubstitusi untuk ini dari M1. Pengurangan yang sama bentuk (8.
15B). Menganggap bahwa dibutuhkan satu ton bahan dari M1 dan
satu ton dari M2 dan bahwa tingkat transportasi adalah sama dan
sebanding terhadap jarak. Garis-garis sekarang dapat di bangun dan
didirikan untuk menunjukan apakah itu akan membiayai langka
bahan-bahan ini pada tempat bergaris combinasi pada jarak dari M1
ke M2.
Karena asumsi telah dibuat, garis-gsris ini akan diluruskan dan
mempunyai sebuah slope negatif pada 1. 0. Hal ini memperlihatkan
bentuk 8. 15C, dimana tiga garis pengeluaran yang sama
diperlihatkan secara berturut-turut pada berbagai kombinasi jarak dari
M1 dan M2 yang akan memerlukan pengeluaran transportasi kepada
tingkat pemberian pembayaran. Lokasi optimun, atau posisi
keseimbangan sepanjang kurva ST nilainya adalah garis singgung
pada garis harga pembanyaran yang lebih rendah atau sedikit. (hal ini
pada X) untuk beberapa gerakan sepanjang curva jauh dari
pendekatan (X) pada garis pembayaran baru yang mempunyai
ketinggian yang sama.
158
M1
M2
Equal outlay lines
GambarMasalah segi tiga lokasi, diinterprestasikan dalam suatu kerangka kerja (Sumber Isard, 1956, 98)
Sebagai gambaran pada Bab 3, dimsana jumlah maximum, dalam
analisa Isard dimana tidak untuk keuntungan jumlah maximum lokasi
pilihan-pilihan jarak sewenang-wenang (3 mil) dari C, dan untuk
mencari jumlah maximum sebenarnya atau “” Penuh posisi
equilibrium keuntungan persaingan dari proses garis besar, tetapi
dengan keuntungan dari M1 da kemudian M2 menjaga konstan (Isard,
1956, 95-104, 113-119) bahwa dengan mengunakan konsep masukan
transport dalam suatu kerangka kerja pengganti, pengenalan
transport weberian dapat dimaksudkan kedalam teori produksi,
ketergantungan sebagai mana pada prinsip dari penggantian diantara
faktor-faktor. Tetapi dia mengharuskan bahwa pemecahan segi tiga
berat weber, dan constribusi geometrik planders, model makanik
varignous dan sodapane atau garis bentuk teknik terobosan proses
dari mendapatkan tempat lokasi equilibrium daslam pelaksanaan
159
( c )
(Isard 1956, 121-124). Semua lebih langsung dari pada metodenya
yang berhubungan hanya dengan konsepsual dari pemilihan analisa
dalam penggantian istilah.
Mengenai transport, Isard menguji orientasi dengan tenaga kerja, dan
menunjukan bagaimana sisi tenaga kerja murah dapat dikenalkan
(1956, 127-131). Pertimbangan pasar dan daerah-daerah penawaran,
melalui pembenrtukan pasar malam Hoover. Hoover meniru ilustrator
batas daerah pusat dari persimpangan garis (lihat bentuk 8-7), tetapi
situasi mengartikan dalam istilah pengganti, melalui pilihan pemberi
dari produsen X dari pada Y konsumen adalah masukan transport
pengganti dari Y, atau mereka memilih pengganti produksi rendah
melalui perusahaan X untuk sebuah peningkatan pada perusahaan Y.
Losch s hexagonal menemukan ruang pasar dengan cepat, yang mana
dapat digambarkan istilah pengganti dengan sederhana. Dalam
pertimbangan pengelompokan, Isard memberikanb webers pada
pendekatan kerangka kerja, menunjukkan bahwa dari sedikit biaya
traspor lokasi untuk daerah pengelompokan pemecahan garis besar
transpor pengganti dari produksi.
Pernyataan matematika resmi dari Isard teori umum dari Bab 10
diikuti dengan pembukaan surat (Isard, 1952). Teori pertama Webers
mengemukakan danumumnya untuk bekerja sama dalam pengiriman
bahan-bahan utama produksi dan komsumsi, utama produk, dan
pasar pasar dan daerah penawaran. Kemudian kemukinan lebih dari
sebuah produksi diterima. Akhirnya Loschin analisa daerah pasar dan
dasar teori lakasi agrikultural, vontunen mencakup, untuk ruang
ekonomi yang lengkap. Kondisi equlibrium sebuah negara resminya
dalam istilah pengganti, yang mana meringkaskan prinsip dasar.
……….Haruslah sama timbal balik dari rasio rata-rata trasport mereka,
surplus sosial (meskipun demikian didefenisikan) lebih sedikit biaya
160
transport pada sebuah input transport lain di pegang secara konstan
(Isard, 1956, 252). Prinsip ini menyatakan sebahagian besar teori
lokasi yang ada sebelumnya dan Isard meninjaunya sebagai
prasarana pengizinan teori lokasi untuk dinyatakan didalam bentuk
yang dapat dibandingkan terhadap teori palins banyak produksi.
Sintesis Isard tidak masalah bagaimana abstrak itu mungkin dengan
demikian diuntungkan baik teori lokasi umum dan industri dan juga
mencapai beberapa jenis integrasi dengan aspek teori ekonomi lain.
Jenis pola lokasi industri apa yang dinyatakan oleh teori Isard dan apa
bentuk umum ekonomi ruang didalam keadaan keseimbangannya?
Poin permulaan adalah analisa yang diusulkan oleh Launardt dan
kemudian di adopsioleh Palander, dimana implikasi point beragam
pada situasi jenis Webers adalah di kerjakan. Hal ini menyertai
konstruksi geometris yang digambarkan lebih penuh dari palander
(1935) dan Isard (1956) dimana lokasi melayani seksi berbeda pasar
dapat ditentukan. Pada gambar 8. 16a, M1 dan M2 adalah sumber dari
dua meterial dan point C, C1… C7 adalah poin konsumsi untuk
beberapa point C1, tiga sudut lokasi M1, M2, C1 yang merepleksikan
penarikan tiga sudut lokasi. Jika ringkaran menggambarkan tentang
bobot tiga sudut dan line lurus dari pola O ke C1, point dimana hal ini
mengintraksikan lingkaran dalam tiga sudut lokasi adalah point
produksi dari dimana C1 harus dilayani untuk meminumumkan biaya
trasport. Pada generalisasi situasi ini, dengan kontinu pasar yang
diwakili oleh sejumlah tiga tentu point C, hal ini dapat diperhatikan
bahwa bagain pasar akan dilayani dari lokasi pada M1, bagian dari M2
dan sisa dari berpariasi point sepanjang lingkaranrelefan (yaitu dua
arcs M1, M2 pada gambar 8.16). Beberapa point konsumsi dalam dua
lengkungan seperti Ct pada gambar 8.16a akan dilayani dari pabrik ke
point.
161
Isard memperluas kerangka kerja untuk menggabung lokasi tenaga
kerjamurah atau beberapa jenis orientasi dan mengikuti Falander,
menambahkan sumber tambahan material. Sebagai hasil sub-devisi
pasar menjadi komplek tetapi masih dapat di buat untuk solusi untuk
geometrik. Gambar 8.16a mengindikasikan sistem zona pasar (pada
situasi damana disana ada dua sumber setiap M1 dan M2 dan tenaga
kerja murah pada L. Beberapa bagian pasar adalah dilayani dari
sumber material, beberapa dari lokasi pada lengkungan lingkaran tiga
sudut bobot relevan, beberapa dari pabrik terorientasi pasar dan
bagian adalah dilayani dari lokasi tenaga kerja murah. Pada bagian
berbeda pasar, point produksi akan memperoleh material mereka dari
kombinasi berbeda M1 dan M2. Detail darivasi pola ini dan asumsi
yang disertakan akan ditemukan di Valander (1935) dimana sejumlah
fariasi pada tema ini adalah dipertimbangkan dan pada Isard (1956,
262-265). Isard kemudian memperkenalkan sekala ekonomi,
mengargumantasikan bahwa nada jenis situasi yang digambarkan
8.16b sumber material pabrik akan melayani pasar lebih besar dari
pada pabrik lain.
Lebih besar dari pada sumber tenaga yang “market oriented” yang
melayani masalah komsumsi tunggal tetapi karena hanya relativ kecil
sumber tenaga yang realistik, Isard mengelimitir atau menghapuskan
sebagian besarnya dan lokasi “marketoriented” untuk menghasilkan
pola seperti yang terlihat dalam gambar 8.16c. Akhirnya ekonomi
lokalisasi and urbanisasi diperkenalkan untuk menghasilkan
pengelompokan sejenis, terlihat dalam gambar 8.16d.
Setelah mengambil kesimpulan sebuah pola dari lokasi industri yang
ditandai oleh banyak pengelompokan. Selanjutnya merupakan hal
yang mudah untuk mengambil keuntungan atas sistem “locsh” Dari
daerah pasar dan zona terpusat dari daerah pertanian yang
162
digunakan oleh “vonthunen”. Sebuah grafik kecendrungan yang
dimana diperoleh teori klasik penyatuaan weberian, perluasan
palander pusat dan struktur daerah pasar, dan teori penggunaan
lahan pertanian. Kombinasi dari semua ini ada pada diagram Isard
yang mungkin mewakili hal-hal yang terdekat untuk aturan yang
berhubungan dari fenomena ekonomi dunia yang nyata dan teori
kemungkinannya telah dihasilkan. Sebagai sebuah filosopi ekonomi
yang ideal atau gambaran ekonomi, ia memberikan macam
penerapan dengan modal yang berguna yang berbeda terhadap
kenyataan.
Diantara sumbangan atau andil Isard yang terakhir, pendekatannya
kemasalah tertentu dari teori lokasi klasik melalui Game Theory, yang
menarik pada konteks sekarang ini (Isard, 1967 dan smith…).
Pertanyaan dari saling ketergantungan lokasi, telah menjadi komplek
secara khusus, untuk penciptaan teori lokasi industri untuki
dipecahkan, tidak hanya pada situasi yang membutuhkan, yang
terkait pada kompetisi terkait tetapi juga pada analisis
pengelompokan. Pembangunan lokasi permainan, yang mana para
pemain berharap untuk menepatkan beberapa atau sebagian aktivitas
dan yang mana keputusannya tergantung pada dimana posisinya
yang lain, memberi sebuah pendekatan yang mungkin kepada
pemahaman masalah ini.
Dalam pengembangan utama dari pendekatan itu (Isard dan Smith
1967) i adalah penerapan pertama untuk sebuah situasi
pengelompokan atau penimbunan dari tipe yang secara original
berasal dari Weber. Diasumsikan bahwa ada sebuah pulau dengan
kandungan biji besi, dan tiga negara (123) tertarik untuk membangun
sebuah penyulingan, untuk memproses biji tersebut untuk di ekspor
ada tiga pelabuhaan (p1, p2, p3) dan sebuah analisa perbandingan
163
biaya manajemen bahwa p1, p2, p3 adalah lokasi terbaik dimana
ketiga negara dapat menjalankan penyulingan dengan lokasi yang
telah dipilih adalah dimana kandungan biji besi paling dekat dengan
pelabuhan (dalam gambar 8.17). Menurut Weber, sebuah areal
didalamnya yang pengelompokannya dari tiga sumber tenaga
mungkin ditemukan ditengah pulau diantara persimpangan isodapane
yang relefan. Daerah yang dijelaskan itu (bagian yang diarsir dalam
gambar 8.17)menawarkan harga yang lebih rendah untuk
pengangkutan dari penyulingan biji besi di pelabuhan dimana ketiga
negara menyediakannya dan akan menepatkan fasilitasnya disana,
disini pengelompokan ekonomi cukup untuk mengatasi biaya
transportasi yang meningkat, daerah yang didalamnya dimana
pengelompokan mungkin terjadi yang dinamakan joint action space.
Didalam daerah ini lokasi terbaik untuk tiap negara akan lebih dekat
dengan lokasi dengan biaya terkecil dari pelabuhan mereka (A1, A2,
A3) tetapi agar mendapat keuntungan ekonomis dari pengelompokan
semua akan berasal pada tempat yang sama. Isard dan Smith
mengembangkan sebuah Weberian Locational Game dimana konflik
antara kepentingan ketiga negara dipecahkan dibawah asumsi
alternatif dengan menganggap cara peserta tersebut akan bertindak
dengan semestinya. Suksesi mengijinkan bagian dari ketiga peserta
cenderung untuk menentukan mereka dari lokasi yang mereka
inginkan pada A1, A2, A3 menuju ke sebuah kompromi bersama (Joint
Action Space).
Teori game pada gilirannya diterapkan untuk masalah pemilihan
lokasi perusahaan dimana perusahaan bersaing untuk sebuah
distribusi pasar yang nyata. Dasar kerangka dari acuan ini adalah
masalah pembangunan . Isard dan Smith menyatakan bahwa teori
game ini membantu untuk memperjelas banyak struktur properti dari
164
Joint action space
A3
A2
A1
masalah ketergantungan lokasi, dengan mengidentifikasikan elemen
umum tertentu didalamnya. Sebagai tambahan sebagian prosedur
kerjasama untuk atau terhadap konflik lokasi sangat diharapkan, yang
mempunyai penerapan praktis. Kemungkinan waktu tidaklah bertaut
jauh ketika konpetitor industri akan berjumpa dan bersaing sebelum
memilih lokasi.
165
Isodapanes