perencanaan regional

213
0 BEBERAPA ASPEK PEMBANGUNAN REGIONAL DAN TEORI LOKASI lic.rer.reg.Sirojuzi lam,SE Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

Upload: achmadi-sirait

Post on 26-Dec-2015

204 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

tst

TRANSCRIPT

0

BEBERAPA ASPEK PEMBANGUNAN REGIONAL DAN TEORI LOKASI

lic.rer.reg.Sirojuzilam,SEFakultas EkonomiUniversitas Sumatera Utara

PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Pembangunan di Indonesia di Indonesia, khususnya dalam bidang

ekonomi di tempatkan pada urutan pertama dari seluruh aktivitas

pembangunan. Dalam rangka pembangunan ekonomisekaligus

terkait usaha-usaha pemerataan kembali hasil-hasil pembangunan

yang merata keseluruh daerah, maupun berupa peningkatan

pendapatan masyarakat . Secara bertahap disahakan mengurangi

kemiskinan dan keterbelakangan.

Secara umum pembangunan ekonomi di defenisikan sebagai suatu

proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product)

atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode waktu

yang panjang. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi memiliki tiga

sifat penting yaitu :

Suatu proses yang berarti terjadinya perubahan terus menerus,

adanya usaha untuk menearik pendapatan per kapita masyarakat.

Dan kenaikan pendapatan per kapita masyarakat yang terjadi

dalam jangka panjang.

Pembangunan menurut Michael Todaro didefenisikan sebagai

berikut:

“pembangunan ekonomi telah digariskan kembali dengan dasar

mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan, dan

pengangguran dalam dalam konteks pertumbuhan ekonomi atau

ekonomi sedang berkembang.

1

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam

pendapatan per kapita dan lajunya pembangunan ekonomi

ditujukan dengan menggunakan tingkat petambahan PDB (Produk

Domestik Bruto) untuk tingkat nasional dan PDB untuk tingkat

wilayah atau regional. Tingkat PDRB (Produk Domestik Regional

Bruto) ini juga ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk

lebih dari PDRB, maka ini mengalami perubahan terhadap

pendapatan per kapita, oleh sebab itu pertambahan PDRB tidak

memperbaiki tingkat kesejateraan ekonomi masyarakat karena

terdapat kemungkinan timbulnya keadaan tersebut maka

pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dan

pembangunan ekonomi harus dibedakan.

Dalam pembangunan, Rodinelli (1961) menyatakan bahwa

kebijaksanaan pemerintah dutujukan untuk mengubah cara

berfikir, selalu memikirkan perlunya ivestasi pembangunan.

Dengan adanya pembangunan akan terjadilah peningkatan nilai –

nilai budaya bangsa, yaitu terciptanya taraf hidup yang lebih baik,

seling harga menghargai sesamanya, serta terhindar dari tindakan

sewenang – wenang.

Adapun tujuan pembangunan menurut Gant (1971) ada dua tahap.

Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan

untukmenghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sidah mulai

dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan

kesempatan – kesempatan bagi warganya utnuk dapat hidup

bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan, maka perlu

dipikirkan komponen - komponen pembangunan yang terdiri atas

sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan tehnologi.

2

Secara skematis uraian tentang pembangunan oleh Heidemann

(1990) dapat dilihat pada bagan berikut ini.

3

Individual

CHANGE

QUANTITY (Size) QUALITY (Composition)

Enlargement Advancement

Population Individual

Population

GROWTHEVALUATIONDEVELOPMENTOPMENT

Acquisition & Accretion Variation & SelectionAssimilation & Accommodation

Replication ReplacementRearrangement

SUCCESSIONTRANSITIONSPREADSWELL

Revision Innovation Repetition

Rules OrganismsThings

PROGRESS SPECIATIONMODERNIZATIONENABLEMENTENHANCEMENT

fitter than beforefitter than before

IMPROVEMENTEXPANSION

DEVELOPMENT : Conceptual Clarifications

4

Pembangunan menyangkut perubahan mendasar dari seluruh

struktur ekonomi dan ini menyangkaut perubahan – perubahan

dalam produksi dan permintaan maupun peningkatan dalam

distribusi pendapatan dan pekerjaan. Konsekuensinya adalah perlu

diciptakannya suatu perekonomian yang lebih beragam, dengan

bebrapa sektor utama yang saling berkait, untuk mengadakan

input dan memperluas pasaran hasil.

Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan ekonomi yang

diwujudkan dalam berbagai kebijaksanaan, secara umum

disimpulkan sebagai berikut :

1. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan

pertumbuhan produksi nasional yang cepat secara keseluruhan.

2. Mencapai tingkat kesetabilan harga yang mantap dengan kata

lain mengedalikan tingkar inflansi yang berlaku ditengah

masyarakat.

3. Mengatasi masalah dan pengangguran atau perluasan

kesempatan kerja bagi seluruh angkatan kerja.

4. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran antar negara.

5. pendistribusian pendapatan yang lebih adil dan merata.

2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai

dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya

dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju

pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi

yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan

ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indicator ini penting utnuk

mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan

datang.

5

Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan

pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula

dinikmati masyarakat sampai dilapisan paling bawah, baik dengan

sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.

Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana,

mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan

pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan

demikian maka daerah yang miskin, tertinggal tidak produktif akan

menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan

itu sendiri. Srategi ini di kenal dengan istilah “Redistribution With

Growth”.

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonimi tersebut secara riil

dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas harga

konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif

menunjukkan adanya peningkataan perekonimian, sebaliknya

apabila negatif menunjukkan terjadi nya penurunan. Pertumbuhan

biasanya di sertai dengan proses sumber daya dan dana negara.

Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan

terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah

produktifitasnya kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain

pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan

produktifitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.

Prof. Simon Kuznets (1966) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi

sebagai “Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu

negara untuk menayediakan semakin banyak barang ke pada

penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan

6

tehnologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang di

perlukan”.

Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan

perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu

priode ke priode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam

waktu sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan

ekonomi harus di bandingkan dengan tingkat pedapatan nasional

dari tahun ke tahun atau dapat di formulasikan sebagai berikut :

gt =

atau :

gt =

dimana :

gt : pertumbuhan ekonomi

GNP : Gross National Product

(nilai GNP yang dimaksud adalah nilai rielnya)

: perubahan

Oleh karena itu ada beberapa komponen penting yang perlu

dianalisa pada pertumbuhan ekonomi dalam suatu masyarakat,

yaitu:

1. Akumulasi modal.

Akumulasi modal meliputi semua investasi baru pada tanah,

peralatan fisik dan sumber daya manusia. Akumulasi modal terjadi

apa bila sebagian dari pendapatan masyarakat di investasikan

dengan tujuan memperbesar output. Pabrik baru, mesin perlatan,

7

GNP

GNP

GNPt – GNPt-1

GNPt-1

dan material meningkatakan stok modal secara fisik suatu negara

dan memungkinkan tercapaian peningkatan output.

Investasi produktif ini juga harus di lengkapi dengan infrastuktur

sosial ekonomi yaitu: Jalan, Listrik, Air, Sanitasi, komunikasi dan

sebagainya guna menunjang aktivitas perekonomian secara

terpadu.

2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja.

Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja, secara tradisional, di

anggap sebagai faktor positif dan merangsang pertumbuhan

ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih beras berarti akan

meningkatkan luasnya pasar domestik .

3. Kemajuan teknologi.

Dalam pengertian yang paling sederhana, kemajuan teknologi

terjadi

Karena di temukannya cara baru atau perbaikan cara penyelesaian

tugas tradisional. Kemajuan teknologi yang netral terjadi apabila

penggunan teknologi berhasil mencapai tingkat produksi yang

lebih tinggi dengan

menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama.

Kemajuan teknologi hemat pekerja terjadi apabila dengan

mengunanakan jumlah input pekerja dan modal akan di capai

input yang lebih tinggi. Sedangkan kemajuan teknologi hemat

modal akan menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih

efisien.

8

Pertumbuhan Ekonomi Regional.

Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan

tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set

variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja,

rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (factor returns) dalam

daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan dari daerah-

daerah biasanya di ukur menurut output atau tingkat pendapatan

adalah sangat berbeda-beda, dan beberapa daerah mengalami

kemunduran jangka panjang.

Pertumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor, sebagian

bersifat intern dan sebagian lainnya bersifat ektern dan sosio

politik. Faktor – faktor yang berasal dari daerah itu sendiri meliputi

distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal

sedangkan salah satu penentu ekstern yang penting adalah

tingkat permintaan dari daerah – daerah lain terhadap komoditi

yang dihasilkan oleh daerah tersebut.

1. Teori pertumbuhan ekonomi regional.

Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa

yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal

ini pada dasarnya disebabkan pada analisa pertumbuhan

ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh

perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian, kedua kelompok ilmu ini juga mempunyai ciri

yang sama, yaitu memberikan tekanan pula pada unsur waktu

yang merupakan faktor penting dalam analisa pertumbuhan

ekonomi.

9

Karena teori ekonomi regional memberikan juga pada unsrur

space, maka faktor – faktor yang menjadi perhatian juga berbeda

dengan apa yang lazim dibahas pada teori pertumbuhan ekonomi

nasional (Growth Theory) pada teori pertumbuhan ekonomi

nasional daktor – faktor yang sangat diperhatikan adalah modal,

lapangan pekerjaan, dan kemajuan tehnologi yang bisa muncul

dalam berbagai bentuk. Sedangkan pada teori pertumbuhan

ekonomi regional faktor – faktor yang mendapat perhatian utama

adalah keuntugan lokasi, aglomerasi migrasi, dan arus lalu lintas

modal antar wilayah.

Teori pertumbuhan ekonomi Regional dapat di bagi atas empat

kelompok besar, yaitu:

Kelompok pertama dinamakan sebagai Export Base –

Models yang dipelopori oleh Douglas C.North (1955) dan

kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956).

Kolompok kedua lebih banyak berorientasi pada

kerangka pemikiran Neo-Classic, yang dipelopori oleh

Borts Stein (1964), kemudian dikembangkan lebih lanjut

oleh Roman (1965) dan Siebert (1969).

Kelompok ketiga menggunakan jalur pemikiran ala

Keynes dan menamakan pendapatnya sebagai

Cumulative Causation Models. Teori ini dipelopori oleh

Myrdal (1975) dan kemudian diformulasikan lebih lanjut

oleh Kaldor.

Kelompok keempat dinamakan sebagai Core Poriphery

Models yang mula - mula dikemundangkan oleh

Friedman (1966).

Adapun pandangan dari masing-masing kelompok di atas adalah

sebagai berikut :

10

* Models Export - Base.

Kelompok ini mendasarkan pandangannya dari sudut teori

lokasi, Yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi suatu

region akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan

lokasi dan dapat sigunakan oleh daerah tersebut sebagai

kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut umumnya

berbeda-beda setiap region dan hal ini tergantung pada

keadaan geografi daerah setempat.

Pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi

kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis eksport daerah

yang bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat

permintaan ekstern dari daerah – daerah lain. Pendapatan yang

diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan

berkembangnya kegiatan – kegiatan penduduk setempat,

perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan – keuntungan

eksternal, dan pertumbuhan regional lebih lanjut.

Ini berarti untuk meningkatkan pertumbuhan suatu region

strategi pembangunnannya harus disesuikan dengan

keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak harus sama

dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.

* Model Neo Klasik

Kelompok ini mendasarkan analisanya pada peralatan fungsi

produksi. Unsur – unsur yang menentukan pertumbuhan

ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja dan modal.

Adapun kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara

mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu

lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional.

11

Suatu kesimpulan yang menarik dari model Neo – Klasik adalah

bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu

negara dengan perbedaan kemakmuran daerah (regional

disparity) pada negara yang bersangkutan. Pada saat proses

pembangunan baru dimulai (negara yang sedang berkembang),

tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cendrung menjadi

tinggi (divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah

berjalan dalam waktu yang lama (negara yang telah

berkembang), maka perbedaan tingkat kemakmuran antar

wilayah cendrung menurun (convergence). Hal ini disebabkan

pada negara yang sedang berkembang lalu lintas modal masih

belum lancar sehingga proses penyesuaian ke arah tingkat

keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi. Masih belum

lancarnya fasilitas perhubungan dan komunikasi serta kuatnya

tradisi yang menghalangi mobilitas penduduk biasanya

merupakan faktor utama yang menyebabkan belum lancarnya

arus perpindahan orang dan modal antar daerah. Sedangkan

pada negara – negara yang telah maju proses penyesuaian

tersebut dapat terjadi dengan lancar karena telah sempurnanya

fasilitas perhubungan dan komunikasi.

* Model Cummulative Causation.

Teori ini berpendapat behwa penungkatan pemerataan

pembangunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada

kekuatan pasar (market mechanisme), tetapi perlu adanya

campur tangan pemerintah dalam bentuk program – program

pembangunan wilayah, terutama untuk daerah – daerah yang

relatif masih terbelakang.

* Model Core-Periphery

12

Teori ini menekan analisanya pada hubungan yang erat dan

saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan

desa (periphery). Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan

daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan

desa – desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah

pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah

pembangunan perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi

antar daerah (spatial interaction) sangat ditonjolkan.

2. Teori Pusat Pengembangan (Growth Poles Theory).

Theory Growth Poles adalah salah astu teori yang dapt

menggabungkan antara prinsip – prinsip konsentrasi dengan

desentralisasi secara sekaligus (Allonso, 1986). Dengan demikian

teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk

mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak

belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan

keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat

menggabungkan antara kebijaksanaan dan program

pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.

Konsep Growth Poles ini berasal dari salah satu ahli perencanaan

yang bernama Francois Perroux (1955). Menurutnya, suatu pusat

pengembangan didefenisikan sebagai suatu konsentrasi industri

pada suatu tempat tertentu yang kesemuanya saling berkaitan

melalui hubungan antara input dan output dengan industri utama

(propulsive industry). Konsentrasi dan saling berkaitan

merupakan dua faktor penting dalam setiap pusat

13

pengembangan karena melalui faktor ini akan dapat diciptakan

berbagai bentuk aglomeration economics yang dapat menujang

pertumbuhan industri – industri yang bersangkutan melalui

penurunan ongkos produksi.

Keuntungan aglomerasi yang merupakan kekuatan utama bagi

setiap pusat pengebangan selanjutnya dibagi atas tiga jenis ,

pertama adalah scale economics yaitu semacam keuntungan

yang dapat timbul karena pusat pengembangan memungkinkan

perusahaan industri yang tergabung didalamnya beroperasi

dengan skala besar karena adanya jaminan sumber bahan baku

dan pasar. Kedua adalah localization economics yang dapat

timbul karena adanya saling keterkaitan antara industri sehingga

kebutuhan bahan baku dan pemasaran dapat dipenuhi dengan

mengeluarkan ongkos angkut yang minim. Ketiga adalah

urbanization economics yang timbul karena fasilitas pelayanan

sosial dan ekonomi yang dapat digunakan secara bersama

sehingga pembebanan ongkos untuk masing – masing

perusahaan industri dapat dilakukan serendah mungkin.

Bila kegiatan ekonomi (industri) yang saling berkaitan

dikonsentrasikan pada suatu tempat tertentu maka pertumbuhan

ekonomi dari daerah yan bersangkutan akan dapat ditingkatkan

lebih cepat dibandingkan kalau industri tesebar dan terpencar ke

seluruh pelosok daerah (Richardson 1978). Dengan demikian, bila

sebuah pusat pengembangan didirikan pada suatu daerah yang

relatif masih kurang berkembang dibandingkan dengan daerah –

daerah lainnya, maka laju pertumbuhan pada daerah yang

bersangkutan akan dapat ditingkatkan sehingga perbedaan

kemakmuran antar wilayah secara bertahap akan dapat

dikurangi.

14

Konsep pusat pengembangan sebagai alat perumusan

kebijaksanaan tidak saja dilakukan pada tingkat regional, tetapi

juga pada tingkat nasional. Dalm hal ini sering terjadi

pertentangan antara kepentingan regional dan nasional,

terutama dalam penentuan lolasi dan anggota. Hal ini dapat

menimbulkan kepicangan pembangunan wilayah yang mangkin

tinggi. Ini berarti dapat saja terjadi bahwa kebijaksanaan pusat

secara spasial perkembangan wilayah terjadi melalui

pertumbuhan, didefenisikan pemukiman (settlement) dan lewat

penciptaan keterkaitan baru dan kuat antara pemukiman -

pemukiman tersebut. Secara sektoral perkembangan wilayah

terjadi melalui suatu pertumbuhan atau bebrapa kegiatan

ekonomi lain, terutama sektor – sektor yang mempunyai

keterkaitan baik keterkaitan ke muka maupun keterkaitan

kebelakang. Sektor ekonomi yang mampu menggerakkan sektor

ekonomi lainnya akan berfungsi sebagai prime mover terhadap

perkembangan ekonomi wilayah.

Pada dasarnya pembangunan daerah berkaitan dengan tingkat

perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel –

variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal

- tenaga dan imbalan bagi faktor (factor returns), dalam daerah

yang dibatasi secara jelas. Ruang bukan merupakan unsur yang

penting dibandingkan dengan jarak yang harus ditempuh untuk

terjadinya transaksi antar daerah.

Perbedaan laju pembangunan antar daerah menyebabkan

terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah.

Perbedaan ini karena disebabkan oleh bebrapa faktor, yaitu :

15

1. Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk mencurahkan

dana yang lebih besar untuk membangun sarana dan

prasarana yang akan lebih terbuka dan menyeimbangkan

kesempatan berkembangnya secara lebih cepat kondisi

ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah – wilayah

terkebelakang.

2. Keterbatasan sumber daya alam di wilayah terkebelakang,

yang antara lain menjadi penyebab dan sekaligus akibat

keterbelakangan itu.

3. Bahwa dalam ekonomi yang terbuka dan menganut prinsip –

prinsip pasar, apalagi dengan semangat deregulasi dan

debirokratisasi, dan menghadapi tantangan persaingan

menjadi amat penting, dan dengan sedirinya yang paling

mampu bersaing apakah itu pengusaha, sektor atau wilayah

akan lebih mempu memanfaatkan kesempatan.

4. Sulitnya menarik investasi sebagai sumber dan pemacu

pertumbuhan ke wilayah terkebelakang terutama investasi

yang berkualitas yaitu yang membuka lapangan kerja luas

dan meningkatkan perutmbuhan daerah secara

berkelanjutan dengan multiplier effect yang sebesar –

sebesarnya.

Dalam upaya untuk mengatasi masalah – maslah yang timbul

maka pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi,

yaitu :

1. Dari segi pembangunan sektoral dimana pencapaian

pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan

pembangunan sektoral yang dilaksanakan di daerah.

Pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah disesuikan

dengan kondisi dan potensinya.

16

2. Dari segi pembangunan wilayahm yang meliputi perkotaan

dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial

ekonomi wilayah tersebut.

3. Pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahannya.

Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat

berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu

berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan

daerah merupakan usaha mengembangkan dan

memperkuat pemerintah daerah dalam rangka mangkin

mantapnya ekonomi daerah yang nyata, dinamis serasi

dan bertanggung jawab.

Tulus Tambunan (1996) memberi tahapan – tahapan pada

pembangunan ekonomi regional yaitu :

Dengan mempelajari terlebih dahulu karekteristik daerah

yang akan dibagun, misalnya jumlah jenis serta kondisi –

kondisi sumber daya alam yang ada dan keadaan pasar,

sosial, ekonomi makro (tingkat pendapatan) dan struktur

politiknya.

Menentukan komoditas atau sektor unggulan dan jenis

kegiatan ekonomi lain yang perlu dikembangkan, baik

yan gsudah ada sejak lama maupun yang belum ada.

Menentukan sifat serta mekanisme keterkaitan antar

sektor – sektor yang ada di daerah tersebut serta

mempelajari kelembagaan sosial masyarakat.

Masalah utama dalam pembangunan wilayah adalah

ketimpangan ruang (wilayah). Aritnya ketimpangan juga terjadi

antar daerah, karena itu pemerataan pembangunan berarti juga

terjadi antar daerah, karena itu pemerataan pemangunan berarti

juga suatu usaha dalam menyaimbangkan kemampuan wilayah

untuk berkembang. Oleh sebab itu perlu adanya prioritas

17

pembangunan daerah dalam wujud pengembangan wilayah

segala sektor guna memperoleh pemerataan pembangunan dan

hasilnya.

Kebijaksanaan dalam strategi jpengembangan wilayah adalah

merupakan kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang

dipresentasikan melalui variabel kewiyahan. Tujuan

pembangunan nasional yang ditetapkan dalam kebijaksanaan

dan sasaran, strategi, tidak dapat dirumuskan dengan mengukan

variabel sektoral, melainkan menggunakan variabel kewilayahan.

Perubahan pembangunan wilayah pada dasarnya mempunyai arti

peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah

tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan

tingkat kesejahteraan yang rata – rata membaik, disamping

menunjukan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa

yang tersedia dan kegiatan usaha – usaha masyarakat yang

meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun

kualitasnya.

3. Alokasi Investasi Regional.

Untuk meningkatkan pertumbuhan regional salah satunya juga

dapat dilakukan melalui kebijaksanaan alokasi anggaran yang

dapat dilakukan secara sektoral. Dengan demikian sesuai dengan

teori Unbalanced Growth, bila suatu negara masih berada pada

permulaan proses pembangunan, maka alokasi anggaran

pembangunan biasanya lebih banyak terkonsentrasi pada sektor

pertanian, dan kemudian secara bertahap prioritas dan alokasi

anggaran akan dipindahkan pada sektor industri (Hircshman,

1958).

18

Untuk mencapai tujuan pembangunan suatu wilayah adalah

dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan,

sehingga diperlukan suatu kebijaksanaan alokasi anggaran

regional melalui adanya prioritas – prioritas yang akan

dilaksanakan. Oleh sebab itu kebijaksanaan alokasi anggaran

regional tidak dapat dipisahkan dari kebijaksanaan anggaran

sektoral.

Bila pertumbuhan regional akan dioptimumkan, maka ada dua

faktor utama yang harus diperhatikan dalam menentukan

kebijaksanaan alokasi investasi regional, yaitu kemampuan

menabung (marginal propensity to save) dan kemajuan teknologi

(capital output ratio) daerah yang bersangkutan. Bila suatu

region mempunyai kemampuan menabung yang tinggi dan

disertai oleh tingkat teknologi yang lebih maju, maka regional ini

akan dapat prioritas alokasi anggaran pembangunan, dan

keadaan akan sebaliknya terjadi bila kemampuan menabung dan

tehnologi dari daerah yang bersangkutan ternyata sangat

rendah.

4. Kebijaksanaan Alokasi Anggaran Regional.

Untuk memperkecil terjadinya kesenjangan regional salah

satunya dapat dilakukan dengan membuat suatu strategi

anggaran region yang sekaligus dapat berfungsi ganda yaitu :

1. Mendorong dan mempercepat laju pertumbuhan nasional

2. Manjadi alat untuk mengurangi kesenjangan regional

secara tepat.

Untuk alokasi anggaran regional juga harus mempertimbangkan

prospek dan kemampuan masing – masing wilayah. Wilayah –

wilayah tertentu yang memiliki prospek ekonomi yang cukup baik

dan tingkat pendapatan yang cukup baik dan tingkat pendapatan

19

yang relatif tinggi, swasta perlu dilibatkan untuk menggarap

sektor – sektor yang sebelumnya dibiayai oleh pemerintah.

Sedangkan wilayah – wilayah yang tingkat pendapat perkapita

dan pertumbuhannya masih rendah serta potensi ekonomi nya

masih kurang, porsi peran pemerintah harus lebih besar.

Prinsip strategis yang digunakan untuk menyusun lokasi

anggaran regional setidaknya harus berlandaskan :

1. Dasar skala prioritas.

Tujuan adalah agar pembangunan yang dilaksanakan dapat

mempercepat atau mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan

juga mengurangi kesenjangan regional secara bertahap.

2. Memperhitungkan potensi daerah setempat.

Piroritas penambahan anggaran terhadap suatu wilayah harus

memperhitungkan potensi daerah setempat dan demand

terhadap sektor – sektor yang akan dibiayai.

Daerah – daerah yang mempunyai pendapatan per kapita rendah

akan mendapatkan anggaran pembangunan pembangunan yang

cukup besar. Proyek pembangunan pada daerah ini bersifat

memicu pertumbuhan ekonomi sehingga perlu dilakukan

koordinasi dengan swasta. Dengan mempertimbangkan kondisi

ekonomi antar daerah, agar kebijaksanaan alokasi anggaran

regional tidak menjadi pendorong tingginya kesenjangan ekonomi

dan tindakan disentekratif. Perlu dirumuskan kebijaksanaa

berdasarkan kelompok daerah :

1. Kolompok Wilayah Low Growth and Low Income

Wilayah – wilayah yang termasuk dalam kategori ini adalah

wilayah yang secara ekonomi sangat tertinggal, baik dari segi

pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita.

Dengan kondisi seperti ini akan sulit bagi wilayah-wilayah di

20

kuardran ini mengejar ketinggalannya tanpa adanya campur

tangan dari perintah.

Karena itu dari segi alokasi anggaran, pemerintah pusat

sebanyak memberi priorintas dengan cara membangun fasilitas

infrastruktur secara besar-besaran.

2. Kelompok Wilayah High Growth and Low Income.

Wilayah-wilayah yang termasuk kategori ini secara umum

memiliki prospek ekonomi yang baik karena pertumbuhan

ekonominya tinggi, walaupun pendapatan per kapitanya masih

rendah. Pertumbuhan yang tinggi ini merupakan karakreistik

dari yang sedang berkembang.

Oleh sebab itu sebaiknya pemerintah menjadikan wilayah ini

sebagai prioritas kedua dalam alokasi anggaran. Kegiatan

ekonomi akan bergeser dari wilayah agraris yang

mengandalkan hasil pertanian, menuju wilayah industrialis.

Ketergantungan terhadap produk-produk primer secara gradual

di kurangi dengan cara meningkatkan value added dari produk

primer tersebut.

3. Kelompok Wilayah Low Growth and High Income

Wilayah-wilayah yang termasuk dalam kuadran ini secara

umum memiliki pendapatan per kapita yang cukup tinggi

namun pertumbuhan ekonominya relatif rendah.

Kebijaksanan dalam alokasi anggaran pemerintah pusat di

wilayah ini sebaiknya hanya komplementer terhadap potensi

ekonomi yang ada. Dengan pendapatan per kapita yang tinggi,

daerah ini pada dasarnya mempunyai kekuatan besar untuk

dapat maju.

4. Kelompok Wilayah High Growth and High Income

21

Wilayah-wilayah yang termasuk kategori ini memiliki tingkat

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang tinggi.

Alokasi anggaran pemerintah sebaiknya dikurangi secara

bertahap karena daerah ini sudah berada pada posisi paling

maju dan untuk pembiayaan pembangunan fasilitas

infrastruktur sebaiknya diahlikan secara bertahap kepada

swasta.

Transformasi Struktural Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara

berkesinambungan dalam kurun waktu Orde Baru ternyata telah

mengubah struktur ekonomi Indonesia. Ekonomi dinegara

manapun umumnya mengalami pertumbuhan (Growth) baik

karena trend alamiah maupun pengaruh dari kebijaksaan

ekkonomi. Adanya pertumbuhan tersebut sudah lazim diukur

deangan nilai Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik

Bruto (PDB) yang dianggap sebagai indikator peningkatan

kesejateraan masyarakat secara umum.

Selajan dengan terjadinya pertumbuhan tersebut, ekonomi juga

mungkin menngalami perkebangan (development).

Perkembangan tersebut antara lain berupa perubahan struktur

ekonomi, Perubahan kelembagaan baik dalam produksi maupun

aspek lainnya. Perubahan struktur ekonomi juga terjadi dalam

bentuk perubahan pangsa (share) relatif dari sektor primer

(pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri

22

pengolahan) dan sektor tertier (jasa-jasa) dalam PDRB,

kesempatan kerja dan ekspor impor.

Dari pengamatan “Chenery dan Syrquin“ di peroleh pola yang

sistimatik bahwa dalam tahap awal pembanguanan ekonomi

sektor pertanian sangat menonjol, kemudian dengan semakin

tingginya PNB peran pertanian akan semakin menurun.

Sedangkan pangsa industri dan jasa-jasa semakin meningkat

landasan dari terjadinya perugahan dengan arah seperti di atas

diawali dengan kesenjangan produktifitas marginal dari sumber

daya yang dipakai disektor pertanian dan industri.

Perluasan ekonomi disektor industri sebagai hasi reinvestasi dari

surplus, memerlukan tambahan tenaga kerja, mengingtatingkat

upah disektor pertanian lebih rendah tambahan tenaga kerja

untuk sektor industri tersebut berasal dari sektor pertanian.

Transportasi tersebut terjadi pula untuk kapital yang memberikan

produktifitas marjinal yang lebih tinggi bila diinvestasikan pada

sektor industri.

Perubahan struktur ekonomi atau transportasi struktural ditandai

dengan beberapa ciri – ciri, yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi lebih dari pada pertumbuhan

penduduk.

2. Share sektor primer menurun.

3. Share sektor sekunder meningkat, sedangkan share sektor

jasa relatif konstan.

4. Konsumsi pangan menurun, ini dikenal sebagai “Engel’s

Law”, implikasinya adalah diisi produksi, peran sektor

primer berkurang dan diisi permintaan peran faktor

23

konsumsi berkurang, sedangkan sektor industri dan

investasi meningkat.

Menurut Kuznets (1966), trsnspormasi struktural dapat

didefenisikan sebagai perubahan dalam komposisi permintaan,

perdagangan, produksi dan penggunaan faktor – faktor produksi

yang diperlukan guna untuk mempertahankan pertumbuhan

ekonomi. Dalam sistem ekuilibrium umum, ciri – ciri dan

pengaturan waktu dari proses industrialisasi dipengaruhi oleh

perubahan permintaan domestik, penggeseran keunggulan

komparatif, pertumbuhan produktifitas sektoral, dan akumulasi

barang modal.

Perubahan struktural atau transformasi perekonomian suatu

negara atau suatu daerah adalah perubahan dari system ekonomi

tradisional ke system modern, atau perubahan struktur ekonomi

dari sektor pertanian ke sektor industri kemdian dari sektor

industri ke sektor jasa – jasa. Perubahan struktural ini melibatkan

seluruh fungsi ekonomi termasuk transformasi produksi dan

perubahan dalam komposisi permintaan kosumen, perdagangan

internasional dan sumber daya serta perubahan faktor – faktor

sosio ekonomi seoerti urbanisasi, perutmbuhan dan distribusi

penduduk.

Dalam konteks perubahan struktural di atas ada satu tahap yang

dikenal dengan era tinggal landas. Dalam era tinggal landas

transformasi struktural terjadi secara otomatis dengan

pertumbuhan ekonomi berjalan secara berkelanjutan

(suistanable).

Tercapainya tahap tersebut bisa dilihat dari ciri – ciri berikut :

24

Perbandingan Perubahan Tenaga Kerja Daerah

dengan Nasional

Perubahan Tenaga Kerja Daerah

Perubahan Tenaga Kerja Nasional

Y

0X

1000

100

1.Tingkat investasi produktif mencapai paling sedikit 10%

dari pendapatan nasional.

2.Terdapat atau dua sektor andalan yang menjadi tulang

punggung perekonomian.

3.Terciptanya kegiatan politik, sosial dan kelembagaan yang

kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Isard (1960) memberikan suatu pola pergeseran struktur ekonomi

daerah dalam penyerapan tenaga kerja. Pola yang

dikembangkannya adalah perbandingan perubahan tenaga kerja

daerah dengan perubahan tenaga kerja daerah yang lebih luas.

Pola tersebut disesuaikan menjadi suatu grafik sebagai berikut :

Transformasi struktural menurut Chenery dan Syrquin adalah melihat

transformasi sektor pertanian dan sektor industri melalui nilai

elastisitas sektor-sektor tersebut. Model ini dibentuk dari persamaan

double log yaitu :

Ln Vi = ln α + β1 ln Y + β2 ln N + μ

25

Gambar Pertumbuhan Relatif Sektor-sektor

Dimana :

Vi : PDRB sektor i

Y : PDRB

N : jumlah penduduk

β1 : elastisitas pertumbuhan (growth elasticity)

β2 : elastisitas ukuran (size elasticity)

Pada sisi lain Chennery dan Syrquin menunjukkan bahwa corak dari

perubahan struktur ekonomi dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan

yaitu : perubahan struktur ekonomi dalam proses akumulasi modal,

alokasi sumber-sumber daya dan perubahan dalam proses demografis

dan distributif.

Secara lengkap perubahan struktur ekonomi menurut Chennery dan

Syrquindapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel : Corak Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses

Pembangunan

Faktor-faktor yang dianalisis Indikator Perubahan

I. Proses Akumulasi1. Pembentukan Modala. Tabungan domestik brutob. Pembentukan modal domestik brutoc. Aliran masuk modal (diluar impor

barang dan jasa)

2. Pendapatan Pemerintaha. Pendapatan pemerintahb. Pendapatn dari pajak

3. Pendidikana. Pengeluaran untuk pendidikan

b.Tingkat pemasukan anak-anak ke sekolah dasar dan menengah

Perubahan nilai-nilai masing-masing variabel dan dinyatakan sebagai persentase dari PDB

Perubahan persentase PDB yang digunakan untuk pendidikan

Perubahan pesentase anak-anak yang bersekolah

26

II. Proses Alokasi Sumber Daya4. Struktur permintaan domestika. Pembentukan modal domestik brutob. Konsumsi rumah tanggac. Konsumsi pemerintahd. Konsumsi atas bahan makanan

5. Struktur Produksia. Produksi sektor primerb. Produksi sektor industric. Produksi perusahaan utilitiesd. Produksi sektor jasa

6. Sektor Perdagangana. Eksporb. Ekspor bahan mentahc. Ekspor barang-barang industrid. Impor

Perubahan nilai masing-masing variabel dan dinyatakan sebagai persentase dari PDB

III. Proses Demografis dan Distributif7. Alokasi Tenaga Kerjaa. Sektor primerb. Sektor indistric. Sektor jasa

8. Urbanisasi Penduduk daerah urban

9. Transisi Demografisa. Tingkat kelahiranb. Tingkat kematian

10. Distribusi Pendapatana. 20 % penduduk yang menerima

pendapatan paling tinggib. 40 % penduduk yang menerima

pendapatan paling rendah

Perubahan masing-masing variabel dan dinyatakan sebagai persentase dari total tenaga kerja

Perubahan jumlah dan dinyatakan sebagai persentase dari total penduduk

Perubahan persentase PNB yang diterima oleh masing-masing golongan masyarakat

Sumber : H.B. Chennery dan M. Syrquin, Patterns of Development, 1975

27

PEMBANGUNAN REGIONAL

( Regional Development )

Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang

menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan regional

adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan

pembangunan. Pertumbuhan regional merupakan teori pertumbuhan

ekonomi nasional yang disesuaikan pada skala wilayah dengan

anggapan dasar bahwa suatu wilayah adalah mini nation (Tommy

Firman, 1985). Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan

teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan

dalam proses Input output barang dan jasa maupun orang. Dalam

system wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif

bersifat lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih

tertutup (closed region).

Menurut John Glasson (1977) pertumbuhan wilayah dapat terjadi

sebagai akibat dari penentu endogen atau eksogen, yaitu factor-faktor

yang terdapat didalam wilayahyang bersangkutan ataupun factor-

faktor di luar wilayah, atau kombinasi dari keduannya. Dalam model-

model ekonomi makro disebutkan bahwa ekonomi penentu intern

pertumbuhan wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumberdaya

alam), dan system sosio-politik, sedangkan menurut model ekspor

pertumbuhan, industri ekspor dan kenaikanpermintaan adalah

penentu pokok pertumbuhan wilayah yang bersifat ekstern.

Proses terjadinya pertumbuhan wilayah dipengaruhi berbagai factor

baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Belum

adanya teori yang menyeluruh menyebabkan pertumbuhan wilayah

dapat dipandang dari berbagai sudut. Profesor Kuznets (dalam

Jhingan, 1990) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi, sebagai

kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk

28

menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada

penduduk.

Berbagai masalah timbul dalam kaitan dengan pertumbuhan ekonomi

wilayah, dan terus mendorong perkembangan konsep-konsep

pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam kenyataannya banyak

fenomena tentang pertumbuhan ekonomi wilayah. Kesenjangan

wilayah dan pemerataan pembangunan menjadi permasalahan utama

dalam pertumbuhan wilayah, bahwa beberapa ahli berpendapat

bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah tidak akan brmanfaat dalam

pemecahan masalah kemiskinan, sehingga pemahaman mengenahi

factor-faktor pertumbuhan wilayah dan proses penjalaran

pertumbuhan merupakan hal yang penting dalam kaitandengan studi

ini.

Douglass C. North (dalam Jhingan, 1990) mengemukakan bahwa

pertumbuhan wilayah sangat tergantung pada keberhasilan dari suatu

kegiatan yang dilakukan terhadap suatu wilayah yang merupakan

hasil pengembangan ekspor baru.

Salah satu teori yang mengemukakan pentingnya factor pendorong

dari luar adalah teori basis ekspor. Inti dari teori basis ekspor adalah

bahwa pertumbuhan wilayah bergantung pada permintaan yang

datang dari luar wilayah tersebut (exogenous demand). Dengan

demikian peningkatan atau penurunan ekonomi ditentukan oleh

kinerja kegiatan ekspor, yaitu berupa produksi barang dan jasa yang

dijual ke luar wilayah. North dalam teori Export Base menyebutkan

bahwa masuknya pertambahan penduduk dan modal yang sangat

besar dalam suatu wilayah dapat memberikan sumbangan besar

dalam pengembangan wilayah.

Sedangkan teori Resource Base yang dikemukakan oleh Perloff dan

Wingo merupakan pendalaman dari teori Export Base. Teori ini

29

berpendapat bahwa investasi dan perkembangan ekspor disuatu

wilayah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi

karena selain menghasilkan pendapatan juga menciptakan efek

penggandaan (Multiplier) pada keseluruhan perekonomian di wilayah

tersebut. Teori Perloff dan Wingo menekankan analisisnya dalam dua

aspek pokok, yaitu:

a. Pentingnya peranan kekayaan alam suatu wilayah pada

berbagai tingkat pembangunan ekonomi.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya Multiplier Effect

dari sector ekspor terhadap keseluruhan perekonomian

wilayah.

Perkembangan kegiatan industri yang berorientasi ekspor merupakan

suatu hal yang kondusif dan sangat menguntungkan bagi

pertumbuhan wilayah. Namun demikian pesatnya perkembangan

kegiatan industri dan tingginya pertumbuhan wilayah tidak selalu

dapat dirasakan oleh sebagian penduduk atau wilayah, terutama

yang bergerak dalam sector agraris. Hal ini dapat dilihat dari

berbedanya kontribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten.

Sehingga masalah pemerataan pertumbuhan merupakan hal yang

penting dalam pengembangan wilayah.

Teori kutub pertumbuhan wilayah dari Perroux (dalam Jhingan, 1990)

menyatakan bahwa tidak dapat disangkal lagi pertumbuhan ekonomi

terjadi tidak disemua tempat secara merata pada waktu yang

bersamaan. Teori tersebut melatar belakangi Hirschman untuk

mengemukakan teori pertumbuhan tidak berimbang dan mekanisme

penjalaran pertumbuhan dari suatu wilayah ke wilayah lain. Dalam

konsep tentang penjalaranpertumbuhan Hirschman membagi wilayah

yaitu wilayah Utara sebagai wilayah berkembang dan wilayah Selatan

sebagai wilayah terbelakang. Pertumbuhan ekonomi di Utara

memberikan pengaruh pada Selatan. Pengaruh yang menguntungkan

30

disebut efek penetesan (trickling down effect) yang berarti kemajuan

di Utara menetes ke Selatan, sedangkan pengaruh yang tidak

menguntungkan disebut efek pengutupan atau polarization effect

(Hirscman, dalam Friedman dan Alsono, 1967)

Proses penjalaran dikemukakan oleh Tommy Firman (1985), bahwa

pertumbuhan mulai muncul pada titik-titik atau kutup pertumbuhan

dengan intensitas yang berbeda, dan menyebar melalui saluran yang

luas dan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada keseluruhan

perekonomian. Dalam proses penjalaran tersebut trickling down effect

akan mengatasi efek polaritas.

Dalam upaya pengembangan wilayah di negara-negara berkembang

ternyata proses pelajaran tidak berjalan sebagaimana mestinya

bahkan cenderung lambat. Perkembangan ekonomi. Hal inidisebabkan

oleh berkembangnya jenis industri yang tidak saling substitusi,

sehingga wilayah-wilayah industri kurang dapat memberikan

pengaruh dalam pengembangan ekonomi wilayah terbelakang. Untuk

melihat tejadinya keterbelakangan dalam pembangunan Heidemann

(1990) menganalisis berdasarkan skema berikut ini :

31

individual

MISERYCHARITY

NEEDINESS

permanentaccidental

POVERTYPLIGHTRELIEF

systematic

UNDERDEVELOPMENT(mass poverty)

General REVOLUTION

differential

spatialsectoral segmental

GEOGRAPHICZONES

POPULATION STRATAECEONOMIC BRANCHES

Marginal deficient peripheral remotedependent vulnerable

throughSurmounting of problems Harnessing of potentials

COORDINATED INTERVENTIONS

REGIONAL DEVELOPMENT

UNDERDEVELOPMENT : Focus of Regional Development Attempts

32

Sejalan dengan Hirschman, Gunnar Myrdal juga menyelidiki saling

pengaruh antara dua wilayah yang timpang tingkat

perkembangannya. Dikatakan ketimpangan wilayah erat kaitannya

dengan ekonomi kapitalis yang dikendalikan oleh motif ekonomi

(keuntungan). Motif ini mendorong berkembangnya pembangunan

terpusat di wilayah-wilayah yang memiliki tingkat harapan

pengembalian modal yang tinggi, sementara itu wilayah yang lain

yang kurang menguntungkan tetap terbelakang. Kondisi ini

menyebabkan prlunya intervensi pemerintah dalam menguraangi

kesenjangan wilayah.

Dalam menjelaskan fenomena kesenjangan wilayah, Myrdal

menggunakan konsep dampak balik (backwash effect) dan dampak

sebar (sprad effect). Definisi dampak balik adalah perubahan yang

bersifat merugikan dari ekspansi ekonomi di suatu tempat karena

sebab-sebab diluar tempat itu, sedangkan dampak sebar adalah

dampak momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal

dari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya

(Jhingan, 1990). Berbeda dengan Hirschman, Myrdal lebih pesimis

dengan menyatakan bahwa di negara-negara berkembang,

ketimpangan wilayah akan semakin lebar akibat dari lemahnya

dampak sebar dan kuatnya dampak balik. Hal-hal yang merupakan

dampak balik adalah migrasi, perpindahan modal, dan perdagangan

atau pasar.

Menurut Hirschman, bahwa dalam sector produksi, mekanisme

perangsang pembangunan yang tercipta merupakan akibat adanya

hubungan antara berbagai industri dalam menggunakan berbagai

barang yang digunakan sebagai barang mentah industri lain. Interaksi

ini terdiri atas pengaruh hubungan kebelakang (backward linkage

33

effect) atau keterkaitan hulu, dan pengaruh hubungan kedepan

(forward linkage effect) atau keterkaitan hilir.

Keterkaitan hulu merupakan tingkat rangsangan yang ditimbulkan

oleh industri terhadap industri atau sector lain yang menyediakan

bahan input kepada industri tersebut, sedangkan ketrkaitan hilir

adalah tingkat rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu industri

(kegiatan ekonomi) terhadap perkembangan industri (kegiatan

ekonomi) atau sector lain yang menggunakan output industri pertama

sebagai bahan inputnya (Hirchman, 1977).

Selanjutnya keterkaitan hilir dan keterkaitan hulu telah menjadi bahan

pengamatan yang menarik oleh para ahli. Berbagai rangkaian

kegiatan memberikan peluang-peluang produksi dari suatu kegiatan

ke kegiatan lain dalam perekonomian wilayah, sehingga

mnegakibatkan pertumbuhan atau kemunduran regional (Hoover,

1977 )

Dari berbagai penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa keterkaitan

antar industri yang berbeda jenis atau dengan sector lain sangat

besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Makin besar

keterkaitan terhadap kegiatan ekonomi makin stabil struktur ekonomi,

serta makin besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah.

Sedangkan menurut Rostow, bahwa di dalam proses pembangunan

suatu daerah atau negara akan mengalami perkembangan dalam

beberapa tahapan pembangunan seperti yang dikutip dalam bukunya

yang berjudul the stages of economic growth. Rostow membuat

tahapan pembangunan menjadi 5 (lima) tahapan yaitu :

1. the traditional society

2. the preconditions for take off

3. the take off into self sustaining growth

34

4. the drive to maturity

5. the age of high mass consumption

Dengan menggunalkan illustrasi secara diagram konsep/teori tahapan

pembangunan Rostow, Djatun menjelaskannya sebagai berikut:

Di dalam penyeleggaraan pembangunan yang juga perlu mendapat

perhatian adalah bahwa proses pencapaian sasaran yang diinginkan

haruslah memperhatikan kepada momentum waktu dan apakah

digunakannya perencanaan sebagai alat percepatan pembangunan.

35

0

200

The traditional society

The preconditions for take off

The take off The drive to maturity The age of high mass consumption

t

PDBPerkapita(US $)

Teknologi sederhana

Masyarakat pedesaan dominan

± 30 tahun ± 40 tahun

Teknologi modern

Perubahan structuralEkonomi, politik, sosial,

budaya, hankam, dll

Masyarakat kosmopolitan kota : dominan

Di bawah ini disajikan suatu proses pencapaian tujuan pembangunan

dengan memperhitungkan perencanaan di dalamnya.

t

Keterangan :- tdp = waktu dengan perencanaan ekonomi- ttp = waktu tanpa perencanaan ekonomi

36

0tdp ttp

• •

PDBperkapita

A. Pembangunan jangka panjang dengan perencanaan ekonomi

B. Pembangunan jangka panjang tanpa perencanaan ekonomi

REGIONAL CYCLE

(Daur Perkembangan Daerah)

Analisis yang dipergunakan untuk melihat perkembangan

pembangunan dari setiap daerah di dalam proses pembangunannya

salah satunya adalah dengan Klassen Typology. Hipotesis ini

dipergunakan untuk melihat daur atau arah perkembangan daerah-

daerah, dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi daerahnya. Sebagai

alat analisis, maka ada 2 (dua) variabel yang menjadi ukuran dari

hipotesis ini yaitu :

1. Perbedaan antara laju pertumbuhan pendapatan perkapita

daearah dengan laju pertumbuhan pendapatan perkapita

nasional.

2. Perbandingan antara pendapatan perkapita daerah dengan

pendapatan perkapita nasional dan hasil perbandingan ini

selalu bernilai positif.

Kedua variabel tersebut dibentuk dalam sistim koordinat x-y pada

keempat bidang kuadran (I,II,III, dan IV).

y y`

K-II K-I

O(0,0) P(1, 0) x

K-III K-IV

Gambar : Sistim koordinat x-y dengan titik pusat (1,0)

37

Dengan meletakkan koordinat daerah (x,y) pada sistim koordinat x-y,

maka terlihat sebaran daerah-daerah pada bidang kuadran dimana

tiap bidang kuadran mempunyai karakteristik atau typology yang

berbeda-beda. Pada kuadran I adalah daerah-daerah dalam keadaan

berkembang (developed), Pada kuadran II adalah daerah-daerah yang

sedang berkembang (developing), pada kuadran III adalah daerah-

daerah yang tidak atau belum berkembang (underdeveloped)

sedangkan pada kuadran IV adalah daerah-daerah yang

perkembangannya mulai menurun (stagnant).

Secara matematis typology Klassen dapat diuraikan sebagai berikut :

Laju pertumbuhan pendapatan perkapita

daerah

Laju pertumbuhan pendapatan perkapita

nasional

……………………………………………….(1)

……………………………

(2)

38

U1 – U0

U0

Ui1 – Ui

0 U1 – U0

Yi = - Ui

0 U0

Ui

Xi = atau log X2 = log Ui – log UU

Ui1 – Ui0

Ui0

Ui1 – Ui0

Ui0

dimana :

ui : pendapatan perkapita daerah

u : pendapatan perkapita nasional

ui0 : pendapatan perkapita daerah i pada tahun t0

ui1 : pendapatan perkapita daerah I pada tahun t1

u0 : pendapatan perkapita nasional pada tahun to

u1 : pendapatan perkapita nasional pada tahun t1

Jadi Y1 sama dengan turunan pertama dari X1 . Sebagai kesimpulan,

dalam titik I (x1,y1) bergerak dengan lintasan searah dengan jarum

jam seperti terlihat pada gambar berikut ini.

y y’

II I

O(0,0) P(1,0)x

III IV

Gambar : Daur perkembangan daerah I pada bidang x-y

39

Bertitik tolak dari perbedaan lintasan ini dapat diketahui apakah

lintasan pergeseran mengarah pada ketidakserasian laju

pertumbuhan ekonomi daerah.

Pada prinsipnya analisis dari Klassen dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

bagian yaitu : analisis yang bersifat statis dan analisis yang bersifat

dinamis. Dengan perkataan lain analisis statis hanya melihat

klasifikasi daerah berdasarkan pada periode atau tahun tertentu,

sedangkan analisis dinamis lebih melihat perkembangan daerah

dengan mengamatinya dari 2 (dua) momentum yaitu momentum awal

dan momentum akhir. Dengan mengetahui kedua momentum

tersebut, kemudian dapatlah dilihat arah perkembangan dari masing-

masing daerah sekaligus melihat posisi awal dan posisi akhir dari

daerah-daerah.

Apabila perkembangan daerah dilihat dari membandingkan laju

pertumbuhan ekonomi daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi

tingkat nasional di satu pihak dan pendapatan perkapita daerah

dengan pendpatan perkapita nasional di lain pihak, maka matrik

perkembangan daerah dapat dijelaskan sebagai beriukut :

Matrik Perkembangan daerah - daerah

Yi > Y Yi < Y

Gi > GDaerah Maju Daerah

Berkembang

Gi < G Daerah Stagnant Daerah Terbelakang

40

PertumbuhanEkonomi

Pendapatanperkapita

INPUT – OUTPUT MODEL

(Model Input – Output)

Tabel input-output pada dasarnya terdiri atas beberapa tabel yang

dituangkan dalam suatu sistem kuadran. Kuadran pertama memuat

transaksi antar sektor. Kuadran kedua merupakan permintaan akhir

dan output total yang dirinci menurut sektor.

Kuadran 1

Memuat arus transaksi antar sektor

Kuadran 2

Merupakan permintaan akhir dan output total yang dirinci menurut sektor

Kuadran 3Menurut input primer yang dipergunakan maupun output yang dihasilkan masing-masing sektor.

Kuadran 4

Berisi jumlah input primer yang juga merupakan jumlah permintaan akhir dan output total

Kuadran ketiga maupun input primer yang dipergunakan maupun

output yang dipergunakan maupun output yang dihasilkan oleh

masing-masing sektor dan kuadran keempat berisikan jumlah input

primer yang juga merupakan jumlah permintaan akhir dan output

total. Angka yang terdapat didalamnya dinyatakan dalam harga yang

berlaku. Kuadran pertama dan yang terpenting diantara keempat

kuadran tersebut, disusun dalam tiga bentuk. Pertama dalam bentuk

arus barang dari sektor tertentu ke sektor-sektor lainnya dan disebut

tabel transaksi antar sektor atau input antara yang kedua dalam

bentuk koefisien teknik yaitu perbandingan antara input tertentu

dengan output sektor yang mempergunakannya dan yang ketiga

adalah bentuk matriks invers koefisien teknik tersebut. Yang terakhir

inilah yang banyak dipergunakan dalam berbagai perhitungan.

Permintaan akhir yang merupakan bagian kuadran kedua pada

dasarnya merupakan pendapatan nasional menurut pengeluaran

41

yang-bila diperlukan dapat dirinci menjadi konsumsi, investasi,

pengeluaran pemerintah dan netto impor. Sebaliknya kuadran ketiga

menunjukkan input primer (nilai tambah) yang jumlahnya

menunjukkan pendapatan nasional pula, kali ini diperinci menurut

sektor (lapangan usaha). Bila data tersedia, maka kuadran ketiga ini –

sebagai nilai tambah – dapat pula diperinci menjadi upah/gaji, sewa

tanah, bunga dan laba pengusaha dan dengan demikian terdapat

pendapatan nasional menurut pendapatan. Kuadran empat jelas

menunjukkan jumlah pendapatan nasional dan jumlah produksi. Bila

matriks dibaca menurut baris, maka setiap barisnya menunjukkan

aloksi produksi yang dihasilkan oleh berbagai sektor ke sektor-sektor

lainnya termasuk sektor yang bersangkutan. Sebaliknya setiap kolom

bersama input primer menunjukkan fungsi produksi sektor yang

bersangkutan.

Untuk lebih jelas lagi, maka uraian di atas dituangkan dalam Tabel I-O

perekonomian hipotetik suatu negara yang terdiri dari tiga sektor,

yaitu sektor Pertanian, Industri dan Jasa. Tabel transaksi negara

tersebut adalah seperti di bawah ini. Garis tebal dalam tabel ini

merupakan batas kuadran satu dengan yang lain. Baris kedua

menggambarkan alokasi output sektor pertanian ke sektor pertanian

sendiri (40), Industri (35), Jasa (25) dan untuk memenuhi permintaan

akhir (100). Jumlah keseluruhan output adalah 155 (40+35+25+100).

Angka-angka tersebut dinyatakan dalam satuan uang (Rp).

Interpretasi baris industri dan jasa adalah sama. Matriks kuadran I

inilah yang disebut matriks transaksi. Seperti tampak dalam tabel di

atas, maka angka dalam kuadran 2 menunjukkan permintaan akhir

maupun output total sektoral.

42

PemakaiPembuat

Pertania

n

Industri Jasa Permintaan Akhir

(C+I+G+X-M)

Permintaan

Total

Pertanian Industri

Jasa

403230

356033

252827

1009065

155165110

Input primer (Nilai

Tambah)

Output Total

98

155

82

165

75

110

225

400

Seperti telah diuraikan diatas, maka kolom suatu sektor menunjukkan

fungsi produksi sektor yang bersangkutan. Jadi sektor pertanian

mempergunakan sebagai input, hasil sektor pertanian (40), sektor

industri (32), sektor jasa (30), dan input primer (98); jumlah output

yang dihasilkan (output total) tentu saja mempunyai nilai yang sama

dengan permintaan akhir total, yaitu 155. Interpretasi yang sama

berlaku untuk kolomindustri maupun jasa.

Matriks koefisien teknik dibentuk berdasarkan atas angka yang

terdapat dalam kuadran pertama dan ketiga dengan membagi setiap

angka yang terdapat dalam masing-masing kolom dengan nilai total

output yang bersangkutan. Bila ini dikerjakan, maka diperoleh total

koefisien teknik seperti tergambar dalam matriks bawah ini, yang juga

disebut matriks A. Matriks A ini tidak mencakup nilai input primer.

43

Pemakai

Pembuat

Pertanian Industri Jasa

Pertanian

Industri

Jasa

0,19

0,12

0,11

0,13

0,30

0,12

0,11

0,14

0,13

Berdasarkan atas matriks di atas dibuat matriks Invers Leontief yang

mempunyai arti sangat penting dalam berbagai analisa dengan

mempergunakan tabel I-O; rumus matriks tersebut adalah : (I-A)-1. Di

bawah ini adalahbentuk matriks (I-A)-1 terssebut.

1,28 0,21 0,11

0,19 1,50 0,21

0,13 0,17 1,07

Analisa struktural negara tertentu yang dikerjakan berdasarkan atas

Tabel I-O, merupakan analisa statis dalam arti bahwa hanya

menggambarkan keadaan pada waktu tertentu. Dengan

membandingkan dua keadaan yang digambarkan oleh Tabel I-O yang

dibuat pada tabel berbeda, maka dapat diperoleh analisa statis

komparatif. Kotak-kotak yang kosong dalam Tabel I-O negara

berkembang menunjukkan kurangnya gejala keterkaitan antar industri

/ sektor yang dikenal dengan linkage effect. Gejala ini dibedakan

menjadi backward effect dan forward effect.

44

Beberapa Metode Penyusunan Tabel I-O Regional

Waktu dan biaya yang banyak dipergunakan untuk penelitian

lapangan disusul dengan pengolahan data mendahului penyusunan

tabel I-O, mendorong para ahli untuk mencari metode

penyusunanTabel I-O regional berdasarkan atas Tabel I-O nasional

yang telah tersedia; metode ini dikenal dengan istilah metode non-

survey. Dalam bagian ini akan diterangkan beberapa metode

tersebut.

A. Metode Persentase

Di dalam penyusunan Tabel I-O regional biasanya dipergunakan

simbul yang sama dengan yang dipergunakan dalam Tabel I-O

nasional. Pembedaan kedua tabel tersebut dijalankan dengan

membubuhi superscript R dalam variabel I-O Regional

PRj = ( XR

j – ERj

) / ( XRj – ER

j + MRj )

B. Metode Koefisien Lokasi

Kesulitan penggunaan metode persentase adalah bahwa data

perdagangan antar daerah tidak dapat selalu diperoleh. Kalau data

perdagangan antar daerah melaluli laut dan udara mungkin tersedia,

maka tidak demikian halnya dengan perdagangan melalui darat.

Sebaliknya di negara berkembang data statistik mengenai produk

domestik regional bruto tingkat nasional dan daerah biasanya

tersedia; bahkan kemungkinan besar dapat diketemukan data

produksi dan pekerja sektoral dengan perincian yang sama,metode

tersebut adalah metode location quotient (kosien lokasi). Dewasa ini

dikenal beberapa metode kosien lokasi sederhana dan metode kosien

lokasi pembelian .

45

Koefisien lokasi didefinisikan sebagai perbandingan antara dua

besaran yang sama ditingkat regional dan nasional, atau dalam rumus

:

KLP = XRi /XR : XN

i / XN

XRI angka produksi,atau niali tamba atau angka kerja di sektor i di

daerah R;

XR adalah jumlah seluruh produksi atau PDRB atau angka kerja di

daerah R;

X Ni adalah angka produksi atau nialai yambah atau angka kerja di

sektori di tingkat nasional dan

XN adalah jumlah seluruh produksi nasional atau PDB atau jumlah

seluruh angka kerja di tingkat nasional.

C. Metode RAS

Metode RAS yang diketemukan dan dikembangkan oleh Richard

Stone, pada dasarnya merupakan metode untuk meng-update Tabel I-

O nasional yag telah ada.Metode ini merupakan metode matematik

untuk menemukan matriks diagonal r dan s dengan mempergunakan

data output, penjualan antar sektor dan nilai tambah total sektoral

pada tahun tertentu dan matriks A untuk tahun sebelumnya. Sesudah

matriks r dan s diketemukan maka matriks At untuk tahun tertentu

tadi diketemukan dengan rumus :

At = rAs

Ruas kedua rumus tersebut di atas menyebabkan metode tersebut

disebut metode RAS.

Faktor r dalam diagonal matriks tersebut di atas merupakan faktor

subtitusi, yaitu faktor yang mengakibatkan perubahan dalam proporsi

penggunaan input melalui efek subtitusi. Karena nilai r yang

46

berlainan dipergunakan bagi setiap koefisien dalam kolom tertentu,

maka setiap koefisien tersebut mengalami perubahan yang berbeda

pula. Kalau r1 = 0,5 dan r2 = 2,0 dan nilai s adalah

sama dengan 1,0 maka proporsi penggunaan input 1 pada tahun t

adalah setengah penggunaan input 2 adalah dua kali lipat.

Faktor s dalam diagonal matriks tersebut diatas, menunjukkan

perubahan proporsi penggunaan input antara dan primer dalam

produksi-produksi sesuatu sektor. Kalau s sama dengan 0,5 bagi

sesuatu kolom,maka jumlah input antara menjadi setengah jumlah

yang ditunjukkan pada tahun dasar dan dengan demikian maka

jumlah input primer harus dirubah untuk mempertahankan jumlah

kedua proporsi sama dengan 1.

47

i-1

n

KETIMPANGAN PENDAPATAN DAERAH DAN KEMISKINAN

(Regional income Disparity and Poverty)

1. Bentuk-bentuk ketimpangan

Pembangunan dilaksanakan secara umum menyangkut beberapa

aspek utama, mulai dari pembangunan di bidang ekonomi, social,

kelembangaan dan aspek lingkungan. Akan tetapi di dalam proses

pencapaiannya akan selalu mengakibatkan terjadinya ketimpangan.

Hal ini sekaligus menolak pendapat kaum neoklasik yang terlalu

optimis menyatakan bahwa pada awal pembangunan memang akan

dijumpai ketidakseimbangan atau ketimpangan, akan tetapi pada

akhirnya akan dicapai suatu keseimbangan atau kemerataan. Pada

prinsipnya ada beberapa bentuk ketimpangan yang terjadi antara

lain yaitu

a. Distribution Income disparities

b. Urban Rural Income disparities

c. Regional Income disparities

a. Distribution Income disparities

Alat pengukuran.

Berbagai macam alat pengukuran banyak dijumpai dalam mengukur

tingkat distribusi pendapatan penduduk. Diantara alat tersebut yang

sangat umum dipergunakan adalah Gini Indeks.

(1) Gini Index

Gi = 1 - ( Pi – Pi-1 ) ( Qi + Qi-1 ), 0 Gi 1

dimana :

Pi = % kumulatif jumlah penduduk

Qi = % kumulatif jumlah pendapatan

48

Gi = 0, Perfect Equality

Gi = 1, Perfect Inequality

(2) Kurva Lorenz

Kurva Lorenz secara umum sering dipergunakan untuk

menggambarkan bentuk ketimpangan yang terjadi terhadap

distribusi pendapatan masyarakat. Kurva Lorenz digambarkan

pada sebuah bidang persegi bujur sangkar dengan bantuan

garis diagonalnya. Semakin dekat kurva ini dengan

diagonalnya, berarti ketimpangan yang terjadi semakin rendah

dan sebaliknya semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal

berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi

Bentuk kurva Lorenz biasanya digambarkan berdasarkan data

yang diperoleh setelah menghitung angka Gini atau seperti

terlihat pada gambar berikut ini.

49

B100 %

C

0

A

% Pi 100 %

% Qi

Kurva Lorenz

bidang C Pi = bidang OAB

(3) Kriteria Bank Dunia

Berdasarkan kriteria Bank Dunia di dalam menentukan tingkat

ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk,

maka penduduk dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

- 20 % Penduduk pendapatan tinggi

- 40 % Penduduk pendapatan sedang

- 40 % Penduduk pendapatan rendah

dengan kriteria ketimpangan.

- Tinggi, 40 % penduduk pendapatan rendah menerima

pendapatan nasional < 12 %

- Sedang, 40 % penduduk pendapatan rendah menerima

pendapatan nasioanal 12 % – 17 %

- Rendah, 40 % penduduk pendapatan rendah menerima

pendapatan nasional > 17 %

b. Regional Income Disparities

Ketimpangan yang terjadi tidak hanya terhadap distribusi

pendapatan masyarakat, akan tetapi juga terjadi terhadap

pembangunan antar daerah di dalam wilayah suatu negara.

Ada beberapa alat pengukuran yang umum dipergunakan untuk

melhat ketimpangan yang terjadi antara lain :

Williamson Index (Vw)

Vw = (Yi - Y)2

50

Pip

Y

1n

Z - yiZi = 1

q 1

Dimana :

Yi = pendapatan perkapita daerah i

Y = Pendapatan perkapita nasional

Pi = jumlah penduduk daerah i

P = jumlah penduduk nasional

Untuk kelompok daerah:

Σ (Yi – Y)2

Y

2. Poverty (kemiskinan)

Usaha pembangunan yang dilakukan tidak lain bertujuan untuk

memperbaiki sekaligus untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan

masyarakat. Akan tetapi upaya itu terkadang kurang dapat

dilaksanakan dengan baik atas beberapa kendala, sehingga tidak

urung menimbulkan masalah yaitu kemiskinan. Alat ukur yang dapat

dipergunakan dalam kaitannya dengan kemiskinan antara lain:

(1) Head Count Index

HCi =

Dimana :

Pi = Populasi penduduk miskin

Pt = Populasi penduduk total

(2) Poverty Gap Index

51

i-1

n

Vw =

Pip

Pi

Pt

Pi = ∑

Dimana :

n = Jumlah penduduk total

q = Jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan

z = batas garis kemiskinan

yi = rata-rata pengeluaran penduduk dibawah garis kemiskinan

(3) Distributionally Sensitive Index

(4).Dependency Burden =

52

1n

Z - yiZi = 1

q 2

P2 =

Penduduk Umur Tidak Produktif

Penduduk Umur Produktif

SHIFT SHARE ANALYSIS

( Analisis Pergeseran Pangsa )

Pertumbuhan dan pergeseran sektor-sektor ekonomi di daerah dapat

di analisis dengan mempergunakan analisa Shift Share, yang

menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah berhubungan

erat dengan tiga komponen yaitu komponen karena pertumbuhan

nasional, komponen interaksi sektor industri (indusrial mix) dan

pangsa relatip sektor-sektor daerah (regional share) terhadap sektor-

sektor nasional.

Metode pendekatan Shift Share ini menghendaki pengisolaian efek

dari struktur industri sesuatu daerah didalam pertumbuhannya dalam

suatuk kurun waktu tertentu.

Komponen Nasional Share merupakan banyaknya pertumbuhan

disuatu sektor pada suatu region. Komponen Shift adalah

penyimpangan dari National Share dalam pertumbuhan suatu sektor

regional. Penyimpangan ini adalah positif disetiap daerah-daerah yang

tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih

lambat dibandingkan degan pertumbuhan sektor tersebut secara

nasional.

Analisa Shift Share (Analisa Pergeseran Pangsa) ini digunakan untuk

mengetahui pertumbuhan daerah cepat atau lambat dan potensi

relatif masing-masing sektor daerah.

Shift Netto dibagi atas dua bagian yaitu:

1. Proporsional Shift Component (M), dikenal juga sebagai

komponen Struktural atau Industrial Mix. Komponen ini adalah

positif bagi daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor

53

yang secara nasional pertumbuhannya cepat dan negatif di

daerah yang berspesialisasi dalam sektor yang secara nasional

pertumbuhannyan lambat. Hal ini dipengaruhi oleh unsur luar

(eksternal) yang bekerja secara nasional.

2. Defferential Shift Component (S), kadang-kadang disebut juga

sebagai komponen lokasional atau regional. Komponen ini

positif jika daerah tersebut mempunyai keuntungan lokasional

dari pada tingkat nasional dan sebaliknya jika komponen ini

bernilai negatif maka daerah tersebut kurang mempunyai

keuntungan lokasional dibandingkan dengan tingkat nasional.

Hal ini dipengaruhi faktor dari dalam (internal) yang

mempengaruhi daerah tersebut.

Analisa Shift Share dirumuskan sebagai berikut:

Rj = Ejt – Ejo

Nj = Ejo(Et/Eo) – Ejo

Rj-Nj = Komponen Net Shft

Mj = {(Eit/Eio) – (Et/Eo)} Eijo

Sj = Eijt – (Eit/Eio) Eijo

Dimana :

Rj = Pertumbuhan Regional Total

Nj = Komponen National Share

Mj = Komponen Proportionality Shift

Sj = Komponen Differential Shift

Ej = PDRB Total di Daerah

E = PDRB Total di Tingkat Propinsi

0, t = Periode Awal dan akhir tahun penelitian

Ei = PDRB sektor di Daerah

54

Analisa Shift Share Propinsi Sumatera Utara

Perekonomian suatu daerah terbentuk dari berbagai macam aktivitas/

kegiatan ekonomi yang timbul di daerah tersebut. Kegiatan ekonomi

dikelompokkan kedalam sembilan sektor/lapangan usaha. Adanya

perbedaan geografis maupun potensi ekonomi yang dimiliki suatu

daerah mengambarkan keadaan sektor-sektor ekonomi yang

menentukan dan berpengaruh di daerah tersebut.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan keseluruhannilai

tambah yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai

aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data PDRB menggambarkan

kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam yang

dimilikinya.

Tabel 1 dan 2 dibawah menggambarkan perkembangan PDRB Propinsi

Sumatera Utara pada tahun 1993 dan 1998 yang dihitung atas dasar

harga konstan 1993. terlihat adanya peningkatan nilai tambah

berbagai sektor. Secara tidak langsung, juga menggambarkan

kemajuan yang berhasil dicapai pemerintah Propinsi Sumatera Utara

dalam memberdayakan perekonomian daerahnya.

Table 1 menunjukkan besarnya nilai PDRB atas dasar harga konstan

1993 yang berhasil dicapai oleh setiap kabupaten dan kota di

Sumatera Utara pada tahun 1993. Secara total, nilai PDRB kota Medan

memberikan sumbangan terbesar sebesar 24.24 persen terhadap

pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara, kemudian disusul oleh

kabupaten Deli Serdang sebesar 11,08 persen dan kabupaten Asahan

sebesar 10,6 persen.

55

Jika dilihat menurut sektor, kabupaten Langkat memberikan kontribusi

terbesar sebesar 18,56 persen di sektorpertanian yang kemudian

disusul oleh kabupaten simalungun sebesar 15,58 persen dan

kabupaten Deli Serdang sebesar 10,90 persen. Pada sektor industri,

secara berurut kota medan, kabupaten Deli Serdang dan kabupaten

Labuhan Batu masing-masing memberikan kontribusu sebesar 27,99

persen, 19,09 persen dan 9,47 persen. Dan sektor jasa, kota Medan

masih memberikan kontribusi terbesar sebesar 7,06 persen.

Table 1. PDRB Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993 Atas Harga Konstan 1993

(Dalam jutaan rupiah)

NoKabupaten/

Kota

Lapangan UsahaPDRB(Eij0)

Pertanian Industri Jasa(j) (E1j0) (E2j0) (E3j0) (Ejo)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)1. Nias 288,155,15 58189,98 252964,18 599309,312. Tapanuli

Selatan524944,47 339127,57 489582,50 1353654,54

3. Tapanuli Tengah

144339,04 57584,61 105832,87 307756,52

4. Tapanuli Utara 433661,74 136352,33 293033,48 863047,555. Labuhan Batu 672991,31 380607,03 442312,83 1495911,176. Asahan 660601,04 140432,93 1115426,08 1916460,057. Simalungun 922270,20 298080,78 277037,42 1497388,408. Dairi 157329,94 25078,31 112627,51 295035,769. Karo 294402,28 16782,41 171159,82 482344,51

10. Deli Serdang 689658,85 767748,99 545337,45 2002745,2911. Langkat 1174347,6

4218170,10 308142,99 1700660,73

12. Sibolga 40409,23 32834,90 67861,89 141106,0213. Tanjung Balai 81818,86 74301,74 111462,49 267583,0914. Pematang

Siantar17451,52 276034,57 227565,86 521051,95

15. Tebing Tinggi 17451,52 74171,11 157659,97 254002,3116. Medan 206633,94 1125453,7

83050163,74 4382251,46

17. Binjai 28198,68 85526,96 133714,58 247440,22 Sumatera Utara 6327586,4

44020951,1

47728171,08 18076708,6

6

Tabel 2 menunjukkan besarnya nilai PDRB atas dasar harga konstan

1993 yang berhasil dicapai oleh setiap kabupaten dan kota di

56

Sumatera Utara pada tahun 1998. Secara total, nilai PDRB kota Medan

memberikan sumabangan terbesar sebesar 20,41 persen terhadap

pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara, kemudian disusul oleh

kabupaten Deli Serdang sebesar 12,34 persen dan kabupaten

Simalungun sebesar 8,09 persen.

Table 2. PDRB Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun 1998 Atas Harga Konstan 1993

(Dalam jutaan rupiah)

NoKabupaten/

Kota

Lapangan UsahaPDRB(Eijt)

Pertanian Industri Jasa(j) (E1jt) (E2jt) (E3jt) (Ejt)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)1. Nias 400658,36 98306,44 331252,01 830216,812. Tapanuli

Selatan700397,02 462572,94 672573,35 1835543,31

3. Tapanuli Tengah

219425,58 67610,37 131414,26 418450,21

4. Tapanuli Utara 573988,69 171078,82 332040,32 1077107,835. Labuhan Batu 883658,81 731313,55 609928,20 2224900,566. Asahan 1130321,77 1037547,34 611426,30 2779295,417. Simalungun 1251568,37 311033,82 304776,66 1867378,858. Dairi 252739,46 36046,35 139924,24 428710,059. Karo 487480,77 22346,05 219722,01 729548,83

10. Deli Serdang 1132382,80 971792,35 744577,84 2848752,9911. Langkat 1188764,02 279364,07 335875,50 1804003,5912. Sibolga 68356,44 47655,98 99724,77 215737,1913. Tanjung Balai 107082,53 78860,31 162751,01 348693,8514. Pematang

Siantar15422,06 285096,32 354748,51 655266,89

15. Tebing Tinggi 27371,21 90501,84 187232,32 305105,3716. Medan 289198,10 1186980,33 3234068,16 4710246,5917. Binjai 32680,15 96211,62 164480,76 293372,53 Sumatera Utara 8728815,99 5878106,88 8472035,46 23078958,33

57

Jika dilihat menurut sektor, kabupaten Simalungun memberikan

kontribusi terbesar sebesar 14,34 persen disektor pertanian yang

kemudian disusul oleh kabupaten Langkat sebesar 13,62 persen dan

kabupaten Deli Serdang sebesar 12,97 persen. Pada sektor industri,

secara berurut kota Medan, Kabupaten Asahan dan kabupaten Deli

Serdang yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 20,19

persen, 17,65 persen dan 16,53 persen. Dan di sektor jasa, kota

Medan masih memberikan kontribusi terbesar sebesar 38, 17 persen

disusul oleh kabupaten Deli Serdang sebesar 8,79 persen dan

kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 7,94 persen.

Table 3. Hasil Perhitungan Shift Share Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Tahun 1998

(Dalam jutaan rupiah)

No. Kabupaten/Kota

Komponen Shift SharePertumbuhan Regional Total

Komponen National Share

Komponen Net Shift

Rj = Ejt – Ej0 Nj= Ej0(Et/E0) – Ej0

Rj - Nj

(j) (E1jt) (E2jt) (E3jt)(1) (2) (3) (4) (5)1. Nias 230907,50 165842,96 65064,542. Tapanuli Selatan 481888,77 374587,99 107300,783. Tapanuli Tengah 110693,69 85163,45 25530,244. Tapanuli Utara 214060,28 238825,52 -24765,245. Labuhan Batu 728989,39 413953,74 315035,656. Asahan 862835,36 530329,49 332505,877. Simalungun 369990,45 414362,52 -4372,078. Dairi 133674,29 81643,32 52030,979. Karo 247204,32 133476,05 113728,27

10. Deli Serdang 846007,70 554206,64 291801,0611. Langkat 103342,86 470612,75 -367269,8912. Sibolga 74631,17 39047,35 35583,8213. Tanjung Balai 81110,76 74046,52 7064,24

58

14. Pematang Siantar 134214,94 144187,31 -9972,3715. Tebing Tinggi 54703,06 69292,20 -14589,1416. Medan 327995,13 1212671,86 -884676,7317. Binjai 45932,31 -22540,21

Sumatera Utara 5002249,67 5002249,67 0,00

Pada kurun waktu 5 tahun, 1993 –1998, telah terjadi berbagai

pergeseran pertumbuhan ekonomi seperti yang terlihat pada table –

table diatas. Tetapi peningkatan nilai PDRB setiap kabupaten dan kota

di Sumatera Utara belum dapat menjelaskan pertumbuhan yang

terjadi sudah sejalan dengan pertumbuhan secara nasional atau

sebaliknya. Untuk itu, dengan memanfaatkan data yang sama

dilakukan perhitungan komponen Shift Share.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan mempergunakan PDRB

propinsi Sumatera Utara tahun 1993 dan 1998 yang diperinci menurut

lapangan usaha atas dasar harga konstan 1993, maka diperolah

gambaran bahwa :

a. Pertumbuhan Regional Total, masing-masing Kabupaten dan Kota

menempati urutan sebagai berikut:

1. Asahan

2. Deli Serdang

3. Labuhan Batu

4. Tapanuli Selatan

5. Simalungun

6. Medan

7. Karo

8. Nias

9. Tapanuli Utara

10.Pematang Siantar

11.Dairi

12.Tapanuli Tengah

13.Langkat

59

14.Tanjung Balai

15.Sibolga

16.Tebing Tinggi

17.Binjai

b. Komponen National Share untuk masing-masing Kabupaten dan

Kota dengan urutan sebagai berikut :

1. Medan

2. Deli serdang

3. Asahan

4. Langkat

5. Simalungun

6. Labuhan Batu

7. Tapanuli Selatan

8. Tapanuli Utara

9. Nias

10.Pematang Siantar

11.Karo

12.Tapanuli Tengah

13.Dairi

14.Tanjung Balai

15.Tebing Tinggi

16.Binjai

17.Sibolga

c. Komponen Net Shift yang menyatakan besarnya penyimpangan dari

National Share dalam pertumbuhan suatu sektor ekonomi regional.

1. Positip, di daerah yang tumbuh lebih cepat dibandingkan

dengan perumbuhan sektor tersebut secara nasional

meliputi :

Asahan

Labuhan Batu

Deli Serdang

60

Karo

Tapanuli Selatan

Nias

Dairi

Sibolga

Tapanuli Tengah

Tanjung Balai

2. Negatip, di daerah yang tumbuh lebih lambat

dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut secara

nasional meliputi :

Medan

Langkat

Simalungun

Tapanuli Utara

Binjai

Tebing Tinggi

Pematang Siantar

Untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi mana saja yang

pertumbuhannya di daerah lebih cepat atau lebih lambat dari

pertumbuhan secara nasional, maka dilakukan perhitungan lanjutan

dengan membagi komponen net shift atas proportional shift dan

komponen differential shift.

Dari Tabel 4, di bawah ini dapat dilihat bahwa nilai proportional shift

dan differential shift yang dicapai oleh masing-masing daerah sangat

bervariasi. Sektor pertanian dan sektor industri memiliki proportional

shift positip pada seluruh Kabupaten dan Kota, sedangkan sektor jasa

memiliki proportional shift yang negatip. Hal ini menunjukkan bahwa

seluruh Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara

61

berspesialisasi dalam sektor pertanian dan sektor industri yang secara

nasional pertumbuhannya lebih cepat.

Nilai proportional shift sektor pertanian tertinggi dicapai oleh :

Kabupaten Langkat, Simalungun, dan Deli serdang.

Tabel 4 : Hasil Perhitungan Komponen Net shift menurut lapangan usaha tahun 1998 harga konstan 1993

No Kabupaten/ Kota

Proportional Shift Component Defferential Shift ComponentMj = {(Eit/Ei0)-(Et/E0) x Eij0} Sj = Eijt – (Eit/Ei0)/Eij0

Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa(j) (E1jt) (E2jt) (E3jt)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)1. Nias 29611,508 10773,659 -45652,411 400658,360 98306,440 331252,0102. Tapanuli Selatan 53944,542 62788,209 -88354,888 700397,020 462572,940 672573,350

62

3. Tapanuli Tengah 1432,623 10661,577 -19099,644 219425,580 67610,370 131414,2604. Tapanuli Utara 44564,112 25245,127 -52883,713 573988,699

0171078,820 332040,320

5. Labuhan Batu 69158,187 70467,977 -79824,137 883658,810 731313,550 609928,2006. Asahan 67884,934 26000,635 -20325,872 252739,460 36046,350 1399243,2407. Simalungun 94774,679 55188,549 -49996,908 1251568,37

0311033,820 304776,660

8. Dairi 16167,599 4643,156 -20325,872 252739,460 36046,350 139924,2409. Karo 30253,478 3107,201 -30889,190 487480,770 22346,050 219722,010

10. Deli Serdang 70870,984 142145,872 -98416,976 1132382,800

971792,350 744577,840

11. Langkat 120678,756 40393,383 55610,524 1188764,020

279364,070 335875,500

12. Sibolga 4152,549 6079,260 -12247,026 68356,440 47655,980 99724,77013. Tanjung Balai 8407,901 13756,691 -0115,620 107082,530 78860,310 162751,01014. Pematang Siantar 1793,360 51106,775 -41068,060 285096,320 354748,51015. Tebing Tinggi 1908,424 13732,505 -28452,873 27371,210 90501,840 187232,51016. Medan 21234,2083

73,585-550462,638 289198,100 1186980,33

03234068,160

17. Binjai 2897,763 15834,999 -24131,452 32680,150 96211,620 164480,760Sumatera Utara 650237,830 744464,160 -1394701,991 8728815,99

05878106,880 8472035,460

Nilai Proportional Shift Component sektor Industri tertinggi dicapai

berturut-turut oleh Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Labuhan

batu, sedangkan nilai paling rendah dimiliki oleh Kota Sibolga.

63

Nilai Proportional Shift Component positip pada sektor pertanian,

industri dan jasa pada seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Utara.

Hal ini berarti bahwa seluruh Kabupaten dan kota di Propinsi

Sumatera Utara mempunyai keuntungan lokasional dalam sektor

pertanian, industri dan jasa dibandingkan dengan tingkat nasional.

Nilai Defferential Shift Component sektor pertanian tertinggi dicapai

berturut-turut oleh Kabupaten Simalungun, Langkat dan Kabupaten

Asahan, sedangkan nilai paling rendah dimiliki oleh Kota Pematang

Siantar.

Nilai Defferential Shift Component sektor industri tertinggi dicapai berturut-

turut oleh Kota Medan, Kabupaten Asahan dan Deli Serdang, sedangkan nilai

paling rendah dimiliki oleh Kabupaten Dairi.

Nilai Defferential Shift Component sektor jasa tertinggi dicapai berturut-turut

oleh Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Asahan,

sedangkan nilai paling rendah dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Tengah.

64

TEORI BASIS EKONOMI

(ECONOMIC BASE THEORY)

Teori basis ekonomi mengenalisis suatu perbedaan antara produksi

industri untuk penduduk kota itu sendiri dan produksi untuk pasar luar

negeri. Industri-industri utama itu merupakan industri yang

berproduksi untuk ekspor, selama industri itu melayani pasar lokal

disebut bukan industri basis.

Usaha yang pertama kali untuk menganalisa struktur industri kota-

kota dengan teori ini dilakukan pada tahun 1930-an, dan ide itu

diperkenalkan oleh seorang ahli geografi (perhatikan Alexander, 1954;

Murphy, 1966). Masalah teknis dengan pemisahan barang-barang

yang diekspor dari penjualan lokal dapat diatasi, perhitungan total

untuk nilai produksi atau pekerjaan di sektor utama dan sekunder,

berturut-turut dapat dihitung untuk beberapa kota atau daerah.

Kemudian rasio B/N dapat ditemukan dimana mengambil bentuk 1 : x

dimana x merupakan pekerjaan sekunder dibagi oleh pekerjaan

primer atau utama. Rasio ini cenderung berada antara 1 : 0,5 dan 1 :

2, dengan kota-kota besar yang mempunyai suatu bentuk yang leih

tinggi (bahwa, lebih banyak yang sekunder atau pelayanan kota

industri disebabkan kebaikan mereka mencukupi kebutuhan sendiri).

Beberapa penulis pernah menindak bahwa rasio ini mempunyai nilai

untuk menganalisa interprestasi struktur ekonomi penduduk kota

(Alexander, 1954, tetapi yang lainnya telah mengkritik konsep yang

pada dasarnya bahwa rasio itu menyulitkan jika tidak mustahil

memperolehnya pada pernyataan bahwa dalam banyak kasus tidak

tepat, (Blumenfeld, 1955).

B/N Rasio adalah, gambaran spesialisasi perusahaan dalam kuota

yang terpisah. Tetapi syarat pendekatan minimum dalam teori basis

65

ekonomi, seperti dikembangkan oleh Ullman dan Dacey (1960),

adalah seperti ramala perlengkapan dalam berbagai harga.

Pendekatan ini berdasarkan pada bagian bahwa dalam banyak kota

mempunyai seuah ukuran sebagai syarat minimum untuk setiap

perusahaan, dibutuhkan pada kepuasan permintaan wa keleihan ini

dapat disamakan dengan basis atau sektor ekspor. Syarat minimum

didasarkan atas pengalaman struktur tenaga kerja, administrasi kota

dan perusahaan. Ini kemudian adalah syarat minimum walalupun nilai

terendah ekstrum mungkin saja terjadi (Alexandersson, 1956).

Faktor utama tenaga kerja, seperti yang diperoleh dari syarat teknik

minimum, cenderung meningkat dengan ukuran dari kota. Nilai yang

seperti itu ketika bagian total tenaga kerja tidak dalam sektor basis

adalah direncanakan dan berlawanan dengan populasi logaritma dari

ukuran kelas kota merupakan sebuah hubungan linear dan untuk

peningkatan syarat minimum dalam meningkatkan industri

perseorangan dengan cara yang sama tabel berikut :

Tabel 1

Persentase Tenaga Kerja Dari Berbagai Kegiatan di Kota Dengan Ukuran Kelas Yang Bervariasi di Amerika Serikat, 1950

Ukuran Kelas (Populasi)

Semua Industri

Pabrik Bangunan

Penjualan &

Perdagangan

Lebih 1.000.000 56,7 7,2 4,6 16,9

300.000-800.000

48,6 6,8 4,1 15,6

100.000-150.000

43,1 6,2 3,8 13,5

25.000-40.000 39,8 2,7 3,2 14,9

10.000-12.500 33,2 2,2 2,5 13,0

66

2.500-3.000 24,0 2,8 1,8 8,6

Sumber : Ullman dan Dacey (1962, 123). Gambar untuk semua industri adalah jumlah dari "syarat minimum" dari setiap industri perseorangan dan juga tidak berdasarkan ketersediaan Tenaga Kerja. Jumlah untuk setiap ukuran kelas berdasarkan sampel dari 38 kota kecuali yang leih dari 1000000 kategori dimana terdiri dari 14.

Pada mulanya hubungan ini telah diakui dan struktur perindustrian

sekunder dari sebuah kota dalam berbagai ukuran dapat diperkirakan.

Dengan singkat dapat disimpulkan syarat minimum setiap industri

dari grafik-grafik atau penggunaan pengukuran regresi dan dikurangi

dari angka tenaga kerja sekarang untuk setiap industri dalam kota.

Sisanya adalah sektor utama sektor ekspor. Mengapa dasar ekonomi

untuk setiap kota terjadi seperti yang diperkirakan, dan perputaran

lokasi dapat menyebabkan kota sangat menyimpang dari bentuk

ekonomi yang sudah diperkirakan.

Syarat minimum yang seharusnya dikaji dari perkiraan minimum;

kota-kota tidak penting bersyarat jumlah khusus dari tiap industri,

walaupun penelitian mungkin menyarankan jumlah minimum yang

pasti dapat diperkirakan. Jika hal itu mungkin meliputi masalah-

masalah operasional yang sulit, teori basis ekonomi dapat membantu

menjelaskan letak industri dengan mengidentifikasikan struktur

perindustrian suatu unsur kota yang berproduksi. Sektor sekunder

yang dapat diterapkan sebagai jawaban terhadap kenaikan

permintaan internal, di samping surplus yang dapata diperbesar

dalam hubungannya dengan beberapa cabang industri, menunjukkan

bahwa kegiatan dalam kota memproduksi barang untuk dijual keluar.

Industri-industri ekspor kemudian dapat dikuasai untuk analisa leih

lanjut untuk mengetahui mengapa hal itu terjadi dalam tempat yang

berbeda.

67

Pendekatan lain berhubungan dengan teori basis ekonomi, adalah

pembangunan berdasarkan pengalaman dengan melihat hubungan

antara struktur industri dan ukuran kota. Hal ini termasuk dalam

pendekatan dengan syarat minimum dan telah dipakai lebih jauh oleh

beberapa penelitian. Seperti, Czamaski (1964-1965) telah mencoba

mengembangkan suatu teori lokasi industri dan pertumbuhan

perpindahan penduduk, yang akan memungkinkan jmlah industri dari

jenis yang berbeda. Diperkirakannya untuk satu kota dari ukuran yang

diberikan, dengan parameter modelnya berdasar pengalaman dari

study struktur perindustrian dari lebih 200 kota di Amerika. Stafford

(1966), kemungkinan dari studi struktur perindustrian di Illionis telah

menunjukkan bahwa kemungkinan dari penemuan sebuah jenis

industri dalam suatu daerah berhubungan langsung dengan jumlah

penduduk daerah tersebut; pabrik-pabrik rokok, alat-alat optik dan

bermacam permata yang lebi cocok yang didapat di Chicago daripada

kota-kota dibagian Selatan Illionis.

Dalam teori basis ekonomi disimpulan beberapa tingkat keteraturan

dalam hubungan antara ukuran kota dan aspek-aspek tertentu dari

struktur perindustriannya. Dalam pendekanan hubungan antara letak

industri dan ukuran kota, bobot yang tidak pantas dibutuhkan pada

satu faktor yang sederhana, dimana terdapat dalam setiap keadaan

yang sebagian besar sebagai pengganti pasar. Meskipun demikian,

teori basis ekonomi telah digunakan sepenuhnya secara terus-

menerus dalam penelitian, terutama sebagai alat untuk meramal

pengaruh pembangunan perindustrian yang baru.

Teori basis ekonomi secara matematis dapat dijelaskan sebagai

berikut :

T = k B

68

atau

Y = k E,

dimana :

T = total employment

Y = total income

B = basaic (export) employment

E = export earning

k = export base multiplier

= perubahan

Dari pandang sudut lain, maka teori basis ekonomi menurut Tiebout

dapat dijabarkan seperti tertera dibawah ini

Tiebout’s Model

Simple economic base equation

Where : Yt = total incomeYb = basic incomeYn = non basic income M = multiplierΔ = change in ….

or :

69

base multiplier

change in basic income

change in total income

X=

Δ Yt = M . Δ Yb

Total incomeBasic

YtYb

Base Multiplier

==

YtYb

1YbYt

or :

Tiebout `s model with three sectors

Yt = E + Ir + Cr

Where :E = Income from the region’s exports (Yb)Ir = Income from the investment in the region (Yb)Cr = Income from consumption expenditures in region

( Yn )

70

M ==

1Yt – Yn Yt

M = =1Yt Yn

Yt Yt

-

M = 1

YnYt

1_-

Δ Yt = M . Δ Yb

Δ Yt = . Δ YbYnYt

1

1

-

Change in Total Income

1 non basic income Total Income

Change in Basic Income

=1 -

·

Yb = E + Ir

( Pendapatan dari ekspor dan investasi dalam region dibelanjakan terhadap konsumsi lokal )

Yn = Cr = Yt (PCr) (PCr Yr)

Dimana :

PCr = Proportion of total income that is spent on consumption

in the

region

PCr Yr = proportion of regional consumption expenditures that becomes income in the region.

M =

M =

=

Simple economic base equation

71

Δ Yt = Δ E + Δ Ir + Δ Cr

Yb = Δ E + Δ Ir

= Δ (E + Ir)

YnYt

1

1 -

1

1 - Yt (PCr) (PCr Yr)Yt

1

1 - (PCr) (PCr Yr)

Economic base equation with three sectors

Δ Yt =

Kondisi masing-masing wilayah menunjukkan variasi yang berbeda-

beda. Sebagian wilayah relatif lebih makmur bila dibandingkan

dengan wilayah lainnya. Factor utama yang mendasari pedoman ini

adalah struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Tetapi ada

hakekatnya kondisi tersebut tidak statis, dan kemakmurannya akan

mengalami perubahan sesuai dengan kemampuan wilayah yang

bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan

permintaan (Glasson, 1997 ).

Dalam konteks ilmu ekonomi regional, terdapat berbagai teori yang

merupakan pertumbuhan regional atau perubahan-perubahan kondisi

perokonomian suatu daerah. Salah satu konsep yang digunakan untuk

menganalisa pertumbuhan regional adalah teori basis ekonomi

(economic base theory).

Secara umum dan sederhana, basis ekonomi wilayah diartikan

sebagai sector atau sector-sektor ekonomi yang aktivitasnya

menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh dan

berkembang, atau sector ekonomi yang pokok di suatu wilayah yang

72

Δ Yt = Δ Yb . ; Δ Yb = Δ (E + Ir)YnYt

1

1 -

1

1 - (PCr) (PCr Yr)

Δ ( E + Ir)

dapat menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya.

Sedangkan menurut teori basis ekonomi, pertumbuhan dan

perkembangan suatu wilayah tergantung kepada adanya permintaan

dari luar terhadap produksi wilayah tersebut, sehingga perekonomian

wilayah dibagi menjadi sector basis atau basis ekspor dan sector non

basis. Sector basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah

disebut basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap

sector basis meningkat, maka sector basis tersebut berkembang, dan

pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan

perkembangan sector-sektor non basis didalam wilayah yang

bersangkutan, sehingga akhirnya mengakibatkan berkembangnya

wilayah yang bersangkutan (Bendavid-Vall, 1991).

Teori basis ekonomi (Economic Base Theory) adalah salah satu teori

atau pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan

dan pertumbuhan wilayah. Ide pokoknya adalah beberapa aktivitas

ekonomi di dalam suatu wilayah secara khusus merupakan aktivitas-

aktivitas basis ekonomi, yaitu dalam arti pertumbuhannya memimpin

dan menentukan perkembangan wilayah secara keseluruhan,

sementara aktivitas-aktivitas lainnya yang non basis adalah secara

sederhana merupakan konsekuensi dari keseluruhan perkembangan

wilayah tersebut (Hoover and Giarratani, 1984). Dengan demikian

perekonomian wilayah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

aktivitas-aktivitas basis dan aktivitas-aktivitas bukan basis atau non

basis. Glason (1978) menyatakan bahwa aktivitas-aktivitas basis

adalah aktivitas-aktivitas yang mengekspor barang-barang dan jasa-

jasa ketempat-tempat di luar batas-batas perekonomian wilayah yang

bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa

mereka kepada orang-orang dari luar perbatasan perekonomian

masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan aktivitas-aktivitas non

73

basis adalah aktivitas-aktivitas yang menyediakan barang-barang

yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal didalam

batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Ruang

lingkup produksi dan daerah pasar sector non basis terutama adalah

wilayah yang bersangkutan. Ruang lingkupproduksi dan daerah pasar

sector non basis terutama adalah wilayah yang bersangkutan atau

bersifat lokal.

Inti dari teori basis ekonomi adalah proposisinya yang beranggapan

bahwa pertumbuhan ekonomi daerah pada akhirnya tergantung

kepada permintaan ( demand ) dari luar tehadap produk-produknya.

Suatu daerah tumbuh atau menurun , serta tingkat perkembangannya

ditentukan oleh aktivitas basisnya sebagai pengekspor tehadap

daerah-daerah lain. Produk-produk daerah yang di ekspor ke daerah-

daerah lain bisa berbentuk barang-barang dan jasa-jasa, termasuk

tenaga kerja yang mengalir ke luar daerah, atau dalam bentuk bahan-

bahan dagangan yang dibeli oleh orang-orang di luar daerah yang

bersangkutan. Dalam bahasan teori basis ekspor, aktivitas-aktivitas

atau industri-industri yang mengekspor ke daerah lain merupakan

basis ekonomi atau sektor basis dari daerah yang bersangkutan. Bila

permintaan terhadap ekspor daerah tersebut meningkat, maka sector

basis tersebut akan berkembang. Hal ini pada gilirannya akan

mendorong suatu perluasan di dalam aktivitas-aktivitas pendukung

sector non basis. Fenomena inilah yang menjadi pokok perhatian

penting dari analisis teori basis ekonomi.

Teori basis ekonomi menjelaskan pentingnya basis ekspor atau

sector-sektor ekspor sebagai factor yang menentukan laju

pertumbuhan ekonomi daerah. Tahapan perkembangan suatu daerah

menurut North (1955) adalah sebagai berikut :

74

1. Tahap pertama adalah tahap dimana perekonomian daerah

bersifat memproduksi untuk keperluan sendiri (self sufficient

economy), dimana investasi dan perdagangan masih

terbatas.

2. Tahap kedua terdapat perkembangan dalam jaringan

pengangkutan yang membangkitkan perkembangan

pedagangan dan spesialisasi.

3. Tahap ketiga terjadi perubahan pada corak komoditas

pertanian yang di produksi yang dibutuhkan oleh pasar.

4. Pada tahap keempat terjadi pertambahan penduduk yang

sangat pesat dan laju peningkatan produksi pertanian dan

industri ekstrak yang semakin menurun (diminishing

returns) dan mendorong daerah untuk melakukan

industrialisasi.

5. Pada tahap terakhir, pembangunan daerah diciptakan oleh

adanya spesialisasi dalam mengekspor modal, tenaga ahli

dan beberapa jasa khusus lainnya.

Menurut North tahap-tahap perkembangan wilayah tersebut tidak

sesuai dengan perkembangan ekonomi wilayah di Amerika. Terdapat

dua kelemahan penting pada tahap-tahap perkembangan tersebut.

Pertama, tahap-tahap tersebut tidak mencerminkan pertumbuhan

yang sebenarnya berlaku diberbagai wilayah dan tidak dapat

menunjukkan factor-faktor yang dapat membangkitkan pertumbuhan

ekonomi wilayah, padahal teori pengembangan wilayah memerlukan

analisis mengenai hal ini. Kedua, untuk menganalisis sebab-sebab dari

terciptanya perkembangan wilayah, teori mengenai tahap-tahap

perkembangn wilayah tersebut kurang berguna, karena membuat

75

penekanan yang salah dalam menganalisis peranan maupun kendala-

kendala dalam industrialisasi.

Sebagai alternatif, North selanjutnya mengemukakan teorinya

mengenai peranan ekspor atau teori basis ekspor (Export Base

Theory). Menurut teori ini, sector ekspor penting sekali peranannya

dalam pengembangan wilayah karena sector tersebut dapat

memberikan dua sumbangan penting kepada perekonomian suatu

wilayah. Pertama, ekspor akan secara langsung menimbulkan

kenaikan pada pendapatan factor-faktor produksi wilayah dan

pendapatan wilayah. Dan yang kedua, perkembangan ekspor akan

menciptakan permintaan atas produksi industri local atau non basis

(residentiary industries), yaitu industri-industri di wilayah yang

bersangkutan yang produksinya untuk memenuhi pasar local.

Disamping menunjukkan peranan sector ekspor, North juga

menganalisis sebab-sebab dari perkembangan wilayah serta

perkembangan selanjutnya. North berkeyakinan bahwa

perkembangan-perkembangan tersebut terutama diakibatkan oleh

bertambah baiknya kedudukan ekspor wilayah dipasaran diluar

wilayahnya, serta dapat menandingi dengan lebih baik barang-barang

ekspor yang sama atau sejenis yang berasal dari wilayah lain. Dengan

demikian, jelas sekali bahwa basis ekspor memainkan peranan yang

vital didalam menentukan tingkat pendapatan yang absolut dan

pendapatan per kapita suatu wilayah (North, 1955 dalam Friedman

dan Alonso, 1965).

Teori basis ekspor merupakan bentuk model pendapatan wilayah yang

paling sederhana (Richardson, 1975). Pentingnya teori ini terletak

pada kenyataan bahwa ia memberikan kerangka teoritik bagi banyak

studi multiplier (Pengganda) wilayah secara empiris. Asumsi pokok

dari teori ini adalah bahwa ekspor merukan satu-satunya unsure

76

otonom dalam pengeluaran, dan komponen pengeluaran lainnya

dianggap sebagai fungsi dari pendapatan.

Konsep multiplier didasarkan pada perputaran uang dan pendapatan

dalam suatu system kota atau wilayah. Uang mengalir dari suatu kota

sebagai pengembalian dari penjualan. Pada waktu yang sama, uang

mengalir keluar kota misalnya sebagai upah buruh dari luar daerah.

Perputaran uang ini berhubungan dengan pembelian barang dan jasa

dari daerah lain yang erat kaitannya dengan aktivitas sector ekonomi

tertentu.

Jika diasumsikan dalam waktu tertentu pendapatan dan pengeluaran

berada dalam keadaan seimbang, konsep multiplier dapat

diilustrasikan sebagai berikut: “misalkan ada tiga jenis induatri dalam

suatu wilayah. Industri A membutuhkan input dari induatri B sebesar

75, dan dari industri C sebesar 25. Demikian pula industri B

membutuhkan input dari industri A dan C, dan seterusnya. Jika terjadi

kenaikan permintaan pada industri A, maka terjadi peningkatan

industri A, B, dan C”. Peningkatan pada industri A disebut sebagai

pengaruh lalngsung atau direct effect, peningkatan produksi industri B

dan C disebut pengaruh tidak langsung atau indirect effect. Rasio

antara total effect dengan kenaikan permintaan mula-mula dikenal

dengan eksport multiplier (Edgar M. Hoover, 1975).

Efek multiplier tidak mengganda terus menerus tanpa batas, tetapi

semakin lama nilainya semakin kecil. Alasan ini ditunjukkan dengan

adanya kebocoran dalam system ekonomi regional. Adanya uang yang

mengalir keluar masuk wilalyah dengan bebas, turut mempengaruhi

besarnya kebocoran ini.

77

Ada tiga efek multiplier yang dihasilkan dalam suatu system

perekonomian yaitu pengaruh langsung (direct multiplier), pengaruh

tidak langsung (indirect multiplier), dan total effect. Yang dimaksud

dengan pengaruh lalngsung yaitu pengaruh yang ditimbulkan

terhadap suatu sector secara langsung yaitu pengaruh kenaikan

permintaan terhadap sector itu sendiri. Pengaruh tidak langsung yaitu

pengaruh yang ditimbulkan terhadap sector lain akibat kenaikan

permintaan disuatu sector. Jumlah dari kedua pengaruh ini dinamakan

pengaruh total (Herawati, 1993).

Apabila aktivitas-aktivitas atau sector basis telah dapat diidentifikasi,

maka kemudian suatu penjelasan tentang pertumbuhan wilayah,

dapat terdiri dari dua bagian (Hoover dan Giarratani, 1984) yaitu: 1).

Penjelasan tentang aktivitas-aktivitas atau sector basis, dan 2).

Gambaran tentang proses-proses bagaimana aktivitas-aktivitas basis

di suatu wilayah dapat menyebabkan berkembangnya aktivitas-

aktivitas non basis. Selanjutnya sikemukakan bahwa suatu studi

tentang basis ekonomi suatu wilayah pada umumnya bertujuan untuk:

1). Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas ekspor, 2). Memperkirakan

dengan beberapa cara berbagai kemungkinan pertumbuhan dari

aktivitas-aktivitas tersebut, dan 3). Mengkaji dampak aktivitas ekspor

terhadap aktivitas-aktivitas lainnya (non basis) didalam wilayah

tersebut.

Menurut Hoover, 1977 kegiatan basis merupakan kegiatan yang

pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pola

pembangunan daerah secara keseluruhan, sedangkan kegiatan non

basis merupakan kegiatan yang perkembangannya diakibatkan oleh

78

pembangunandaerah secara keseluruhan. Menurutnya teori ekonomi

basis dapat berfungsi untuk melihat peranan suatu sector didalam

perekonomian suatu daerah, baik dalam efek tenaga kerja maupun

efek pendapatan, yaitu dengan cara menentukan apakah sector itu

merupakan sector basis atau bukan. Disamping itu, ekonomi basis

dapat digunakan untuk: 1). Mengidentifikasi kegiatan daerah yang

bersifatk ekspor, 2). Meramal pertumbuhan yang mungkin terjadi

dalam aktivitas basis, dan 3). Mengevaluasi pengaruh kegiatan ekspor

tambahan terhadap kegiatan bukan basis.

Teori basis ekonomi menganalisis perubahan suatu wilayah yang

diakibatkan oleh ekspor pada kondisi statis pada jangka pendek (short

run), sedangkan penerapannya pada kondisi dinamis dalam jangka

panjang (long run) dijelaskan oleh teori basis ekspor yang

dikemukakan oleh North dalam Glasson (1977). Menurut teori ini,

pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi sumberdaya

dan pertumbuhan basis ekspor yang sangat dipengaruhi oleh

permintaan eksternal dari wilayah lain (external demand). North juga

menganalisa timbulnya perkembangan di suatu wilayah dan

perkembangan selanjutnya dari wilayah tersebut terutama

diakibatkan oleh bertambah baiknya kedudukan ekspor pada pasar

diluar wilayah dan kemampuannya untuk bersaing dengan ekspor

yang sama atau sejenis dari wilayah lain.

Meningkatnya kegiatan basis di dalam suatu wilayah akan menambah

arus pendapatan kedalam wilayah yang bersangkutan, menambah

permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa di dalamnya,

menimbulkan volume kegiatan non basis. Peningkatan kegiatan basis

disebabkan oleh: a). perkembangan jaringan pengangkutan dan

komunikasi, b). perkembangan pendapatan atau permintaan dari luar

79

wilayah, dan c). perkembangan teknologi dan usaha-usaha

pemerintah pusat atau daerah setempat untuk mengembangkan

prasarana social ekonomi. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis

akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk

kedalam wilayah yang bersangkutan dan turunya permintaan

terhadap produk dari kegiatan non basis. Pengurangan ini disebabkan

oleh: a). penurunan permintaan dari luar wilayah, b). kehabisan

sumberdaya alam, c). perubahan teknologi yang menyebabkan

perubahan dalam pengunaan input. Dengan dengan demikian,

kegiatan sector basis mempunyai peranan sebagai penggerak

pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan dalam kegiatan

ekonomi tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap

perubahan perekonomian wilayah.

Keterbatasan pendekatan teori basis ekonomi adalah diabaikannya

variabel otonom lain selain ekspor, misalnya diabaikannya

perubahan/kemajuan teknik dan investasi atau kebijaksanaan

pemerintah dalam pengembangan wilayah. Asumsi bahwa ekspor

ditentukan secara eksogen atau permintaan external, sedangkan

dilain pihak telah diketahui bahwa di dalam perdagangan inter-

regional tingkat ekspor juga ditentukan oleh fungsi impor dari wilayah-

wilayah lalin (Richardson, 1975).

Aktivitas-aktivitas ekspor wilayah dapat ditentukan dengan berbagai

cara. Salah satu pendekatan yang paling sederhana untuk mengetahui

aktivitas-aktivitas di dalam wilayah yang memproduksi sebagian

untuk ekspor dan sebagian untuk pasar local, serta memperkirakan

berapa banyak aktivitas itu untuk di ekspor, adalah Location Quetioent

(Hoover dan Giarratani, 1984). Location Quetioent adalah yang paling

lazim dipergunakan dalam studi-studi basis ekonomi (Richardson,

80

1975). Location Quetioent adalah satu alat untuk mengukur

spesialisasi relatif suatu wilayah di dalam kategori-kategori industri

atau sector terpilih (Bendavid-Vahl, 1991), serta untuk

membandingkan proporsi aktivitas tertentu di dalam suatu wilayah

dengan proporsi agregat basisnya di wilayah acuan (Isard, 1960).

Di atas permukaan, langkah-langkah studi tentang basis ekonomi

nampak relatif sederhana. Pertama, satu unit pengukuran dipilih.

Kemudian, diidentifikasi aktivitas-aktivitas basis ekonomi atau sector

basis dan sector non basis, serta kesempatan atau tenaga kerja

pendapatan dari tiap sector ditabulasi. Setelah hal ini dilakukan, maka

nisbah basis dan pengganda basis dapat dihitung seperti diuraikan

sebelumnya.

Apabila dilakukan dengan hati-hati serta hasilnya diintreprestasikan

dengan baik, studi basis ekonomi wilayah dapat digunakan sebagai

suatu alat yang sangat bermanfaat untuk mengeksplorasi,

mengevaluasi, dan membuat perkiraan-perkiraan kasar tentang

berbagai kecenderungan di dalam pertumbuhan dan perkembangan

wilayah, kesempatan kerja dan pendapatan wilayah serta aspek-aspek

lain dari wilayah, yang penting dalam analisis dan pengembangan

wilayah. Agar studi basis ekonomi relevan, maka teori basis ekonomi

perlu dianggap sebagai satu cara yang layak untuk menjalankan

bagian utama dari pertumbuhan ekonomi wilayah.

Berbagai metode dapat digunakan untuk menentukan kegiatan basis

dan bukan basis. Ricgardson (1977) mengemukakan bahwa

menentukan kegiatan basis dan bukan basis digunakan metode

langsung untuk mengetahui sector mana yang merupakan sector

81

basis. Metode ini dapat menentukan sector basis yang tepat dan

memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak. Sehingga

sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode tidak

langsung, yaitu: 1). Metode arbiter, 2). Metode Location Quatient (LQ),

dan 3). Metode kebutuhan minimum. Dari ketiga metode tersebut

Glason (1977) menyarankan metode LQ dalam menentukan kegiatan

basis dan non basis.

Menurut Kadariah (1985), LQ merupakan teknik analisa yang

tergolong sederhana dan menentukan atau memilih kegiatan ekonomi

yang akan dikembangkan di suatu wilayah, atau dalam menentukan

lokasi dalam suatu kegiatan ekonomi. Menurutnya dasar ukuran

penggolongan tersebut dapat berbeda, sesuai dengan kebutuhan dan

tujuan penggolongan. Jika tujuan penggolongan adalah untuk mencari

kegiatan ekonomi yang dapat memberikan kesempatan kerja

sebanyak-banyaknya maka yang digunakan sebagai dasar ukuran

adalah jumlah karyawan atau tenaga kerja. Tetapi jika dianggap

penting adalah peningkatan pendapatan regional, maka pendapatan

atau value added digunakan sebagai ukuran, sedangkan jika hasil

produksi yang dipentingkan maka dasar ukuran yang digunakan

adalah tingkat produksi.

Kelebihan dari konsep basis ekonomi adalah cukup mudah

diharapkan, dapat menganalisa struktur perekonomian dan dapat

memberikan peramalan pertumbuhan suatu wilayah. Sedangkan

kelemahankonsep basis ekonomi ini meliputi : a). Perubahan utnuk

lokasi harus disesuaikan dengan penentuan kegiatn basis dan non

basis, b). perubahan arus pemasukan modal, seperti investasi

pemerintah pusat dapat mengurangi peranan sector basis, c).

kebocoran wilayah berupa tabungan dan pajak dapat mengurangi

82

peranan sector basis, d). pertumbuhan suatu wilayah dapat terjadi

bukan karena ekspor (kegiatan basis), tetapi juga oleh investasi besar-

besaran pemerintah pusat, migrasi substitusi impor dan peningkatan

efisiensi pensuplai local, dan e). konsep basis tidak dapat

menjelaskan tingkat keseimbangan pertumbuhan antar wilayah dan

hubungan antar tingkat pendapatan dan kapasitas ekspor.

83

TEORI LOKASI INDUSTRI

Pendekatan Geografi

Para ahli Geografi cenderung untuk meneliti secara empiris tentang

dunia nyata dan terbatas sumbangannya untuk teori Lokasi Industri.

Penelitian para ahli telah memberikan sumbangan yang besar dalam

Ilmu Pengetahuan tentang kekhususan lokasi sebuah industri. Tetapi

banyak permasalahan geografis dalam membuat kerangka lokasi

karena hubungan yang sulit dan konteks mengenai ruang (space).

walaupun semakin banyak ahli yang telah merumuskan formulasi

tentang posisi dasar sebagai tujuan utama mereka.

Berbagai Penelitian Teori lokasi oleh para ahli telah banyak dilakukan

untuk memberikan suatu konstribusi dan yang berhubungan dengan

pengetahuan umum tentang lokasi industri. Dalam perkembangannya

teori geografi berhubungan dengan beberapa masalah tentang tata

letak pemukiman, penyebaran, keterkaitan ruang dan lokasi dari

kegiatan ekonomi, yang pada akhirnya berhubungan erat dengan

lokasi industri.

84

PENDEKATAN GEOGRAFIS

Hingga tahun 1950, banyak para Ahli Geografi membahas

permasalahan secara teoritis. Mereka secara umum menerangkan

lokasi industri sebagai suatu tanggapan terhadap lingkungan hidup,

atau dengan menggambarkan perubahan sejarah. Kebanyakan para

ahli mengetahui pengaruh bahan baku, pengangkutan, tenaga kerja,

pasar dan yang lain, tetapi hanya sedikit yang mengerti bagaimana

pengaruh dari faktor-faktor tersebut. Penemuan pada tahap awal

(terutama sekali dalam suatu dampak lingkungan) biasanya dibatasi

dengan kuat dalam fasilitas mereka dan kejadian yang sangat keliru,

kontribusi mereka dihadapkan pada suatu teori atau prinsip dari tata

letak perusahaan yang diizinkan.

Salah satu dari beberapa pendapat ahli geografi dalam hal masalah

lokasi adalah Richard Harsthorme (1926-1927). Kemudian muncul

pandangan yang revolusioner tentang faktor-faktor lokasi yang relatif

berpengaruh dalam kegiatan ekonomi yaitu faktor-faktor fisik seperti

permukaan tanah dan iklim yang mempunyai pengaruh berbeda-beda

terhadap lokasi industri.

Konsep teori geografi yang pertama tentang teori lokasi dikemukakan

oleh Walter Christaller (1993) dengan konsepnya tentang teori tata

letak pusat. Christaller pada awalnya tidak tertarik pada lokasi industri

apalagi tentang geografi, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah

yang menentukan ukuran distribusi dari daerah dan kota-kota.

Christaller menarik kesimpulan tentang pola umum geometris dari

tempat pusat (pelayanan pusat) dan daerah-daerah yang diinginkan.

Walaupun kurang dalam beberapa elemen tetapi telah banyak

memberikan manfaat. Model Christaller yang umum diketahui adalah

85

pernyataan formal tentang perencanaan kota seperti pusat pelayanan

dalam kondisi yang lebih sederhana. Ini adalah paduan kegunaan

untuk pola yang mungkin dapat digunakan oleh industri pabrik dalam

situasi permintaan yang khusus. Kekuatan lokasi dan pelayanan pasar

suatu daerah yang luas, tetapi pengembangan dari konsentrasi

industri dan pengelompokkan industri sangat penting yang

merupakan bagian industri modern dunia. Teori pusat lokasi adalah

sebuah teori dari aktivitas lokasi yang pertama. Berry dan Pred (1961)

mempunyai anggapan bahwa hal itu relevan untuk industri pabrik

sebagai suatu kasus yang khusus, yang kemudian dapat dituangkan

dalam suatu keadaan pasar yang lebih khusus.

Sebagian besar dari pelaku geografis ekonomi sering meragukan

tentang ide-ide status mereka mengenai lokasi industri sebagai suatu

peraturan yang sah atau peraturan-peraturan umum. George Renner

(1947, 1950) mengklasifikasikan bahwa industri dimasukkan ke dalam

kegiatan ekstraktip, reproduktip, pabrikatip dan fasilitatip. Industri

membutuhkan bahan baku, pasar, tenaga kerja, energi, modal dan

transportasi.

Sebuah industri cenderung dialokasikan pada suatu posisi dimana

tersedia jalan masuk yang optimum untuk bahan-bahan ini atau

bagian-bagian komponen. Jika semua elemen-elemen komponen

berdekatan, maka lokasi industri itu telah ditetapkan sebelumnya.

Industri juga berlokasi agar lebih mudah memperoleh sumber-sumber

itu dengan lebih murah untuk pengangkutan karena menjadi faktor

yang menentukan lokasi industri. Prinsip ini diaplikasikan lebih umum

dan dioperasikan dalam cara yang berbeda .

86

Banyak industri cenderung dialokasikan pada sebuah posisi

keuntungan optimum dengan memperhatikan beberapa faktor berikut

ini :

a. Bahan baku

b.Pasar, dimana dilakukan proses-proses pengepakan, pengawetan,

atau dimana produk ini adalah sebagai subjek atau berubah dengan

cepat dalam gaya desain dan karakter teknologi.

c. Energi, dimana nilai energi mekanis pemrosesan adalah sama

dengan biaya total.

d. Tenaga kerja, dimana hal ini mencakup upah untuk keahlian

tertentu.

Renner memperhitungkan keuntungan industri-industri tidak selalu

berlaku bersama.

87

RAWSTRONS' THREE PRINCIPLES

(TIGA PRINSIP RAWSTRON)

Satu dari sumbangan geografis yang terpenting terhadap pengertian

umum dari letak industri dijumpai dalam karangan singkat oleh E.M.

Rawstron (1958). Pendekatannya langsung berusaha untuk

mengetahui apakah tingkat pemilian letak industri dibatasi jika

kelangsngan hidup perekonomian dapat dicapai dan bagaimana

pembatasan ini diterapkan. Tiga prinsip dari letak industri adalah

Pembatasan Fisik, Pembatasan Ekonomi dan Batasan Teknik. Hal itu

adalah unsur ekonomi dalam penerapannya, tetapi hanya yang kedua

yang mendomonasi perekonomian dalam rumusannya.

Prinsip pembatasan ekonomi yang menyebabkan sumbangan

Rowstron sama seperti pandangan yang telah ada. Pendekatan nya

meliputi struktur biaya industri dan perwujudan konsep jarak ruang

terhadap keuntungan dimana biaya-biaya terlalu besar karena industri

yang secara ekonomis berjalan. Rowstron menetapkan npengeluaran

pada buruh, bahan baku, tanah pemasaran dan modal sebagai

komponen dan struktur biaya perusahaan. Tidak seperti penulis-

penulis lainnya, dia tidak menyatakan transport sebagai suatu

pemisahan faktor biaya, tetapi menggambarkannya sebaai

sumbangan terhadap variasi jarak ruang dalam biaya dari perkiraan-

perkiraan lain. Pengeluaran-pengeluaran pada setiap komponen akan

berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain dan jumlah

peningkatan biaya semata-mata dari pemilihan lokasi disebut sebagai

p;enempatan biaya.

Penempatan elemen-elemen dalam struktur biaya dijelaskan pada

gambar berikut; Tiga bagan (A, B dan C) pada tiga letak yang berbeda

memerlukan jumlah yang sama dari buruh, bahan baku, tanah,

88

pemasaran dan modal, tetapi biaya-biaya dari maskan-masukan ini

berbeda dengan letak. Misalnya, biayanya lebih penting dari buruh di

B kemudian A, dan bahan baku lebih mahal di C daripada di 2 bagian

lainnya.

Variasi dalam biaya produksi menentukan batas pajak atau

keuntungan bersih. Penentuan daerah dimana operasi dapat

dijalankan adalah langkah yang tepat. Keuntungan yang timbul dari

variasi biaya total, tetapi dalam keadaan nyata hal ini mungkin

menimbulkan akibat sebagai pencerminan biaya dari satu komponen

yang menunjukkan pentingnya biaya variasi dari tempat ke tempat

lainnya.

Ketiga prinsip dari pembatasan teknologi meliputi dampak batasan

tekknologi pada lokasi. Seandainya seeorang industri awam diketahui

bahwa usahanya akan membutuhkan perubahan kemajuan lokasinya,

tetapi apada perbaikan teknologi, lokasi ekonomi mungkin menjadi hal

yang penting. Dalam hal ini dampak perubahan teknologi adalah

melalui beberapa perubahan yang biasa atau biaya input dan ini

dapat dianalisis dalam kerangka kerja prinsip kedua.

Secara implisit ide Rawstron tentang peleltakan dasar atau lokasi

adalah konsep yang penting faktor lokasi atau komponen struktur

biaya, akan dikenakan tahap pilih yang sempat diganti dengan

menghapus faktor letak atau daerah, yang mana faktornya lebih

memungkinkan.

Sebuah lokasi pembangkit listrik di Midland England (Rawstron, 1951,

1954, 1966) harus memenuhi beberapa persyaratan. Syarat dasar dari

indistri ini adalah pasar, harga batu-bata, luas letak, penjualan tanah,

air dan rel. Pasar adalah faktor yang paling sedikit menentkan, sejak

89

perlistrikan nasional pindah memngkinkan peletakan lokasi

sesungguhnya dimana saja sama. Batasan berikutnya adalah

kebutuhan akan batu bara, dimana rata-rata stasiun pembangkit itu

pasti terletak atau dekat dengan sumber batu bara, biaya setengah

lebih murah pada sumber batu bara di Britian, Nottinghamshire

mempunyai keuntngan yang lebih spesial dalam penentuan lokasi

industri.

Tiga faktor pemilihan yang berikutnya adalah : kebutuhan akan

kualitas air, disarankan sebaikya terletak di sebelah sungai;

menghadapi banjir disediakan letak lapangan yang luas dalam

beberapa tempat, kerikil , tambang batu bara dapat digunakan dan

rute rel adalah faktor yang terakhir. Dalam gambar terlihat seluruh

stasiun pembangkit menempati posisi di pinggir sungai.

Ide ini tidak dapat digunakan kepada setiap industri dalam

penggunaan berbagai cara. Tetapi hal ini dapat dibantu faktor penting

lainnya. Dalam beberapa contoh, dimana data biaya tidak tersedia

atau tidak tepat, pendekatan ini mungkin untuk memperoleh sebuah

evaluasi yang biaksana dari dampak variabel yang berbeda.

Kontribusi Rawstron tentang keadaan alam mengenai lokasi industri

demikian sangat berharga. Dalam penekanan struktur biaya yang

penting dia menggunakan hal-hal yang mendasar yang merupakan

pendekatan yang tidak langsung dan dengan diperkenalkannya

konsep keuntungan spatial. Untuk lebih jelasnya mengenai letak

industri dapat kita lihat pada gambar berikut ini.

90

Exposed coalfield

Power stations

/ Railroads

Limit of concealed coalfield

River

Teori Lokasi Industri

Sudah sering diletakkan sebagai pengembangan pencegahan

dari jenis teori yang dapat menyesuaikan dengan pengamatan

empiris. Dengan sempurna diinformasikan, bahwa secara rasional dan

optimal berlaku dalam analisa ekonomi, termasuk teori lokasi,

meskipun orang-orang bertindak dengan pengetahuan yang tidak

sempurna dan sering pengajaran akan hadir sebagai akhir sebagian

non material.

Pada tahun terakhir pandangan lokasi lingkungan/tingkah laku yang

menekankan sifat keputusan manusia yang sub-optimal telah menjadi

dasar, pernyataan seksama hingga kini melalui Allan Pred (1967,

1969). Manusia sebagai pemilik, baik pengetahuan terbatas maupun

tidak terbatas untuk menggunakannya, setiap keputusan "space"

dipandang sebagai kejadian pada keadaan perubahan informasi dan

kemampuan, pengurutan, sediktinya secara teoritis, dari nol terhadap

91

pengetahuan sempurna dari semua alternatif, dan diperintahkan

melalui kemampuan perubahan (dan juga tujuan) dari pembuat

keputusan (Pred, Matriks kelakuan) Posisi terhadap kanan bawah dari

matriks itu menunjukkan tingkat pengetahuan yang baik demikian

juga kemampuan yang untuk menggunakannya, dan akan ada tingkat

kemampuan yang tinggi dari pilihan lokasi yang baik. Sebagaimana

pengetahuan dan kemampuan meningkat terhadap puncak kiri

matriks, kemungkinan karena pengetahuan dan kemampuan yang

baik dari lokasi (walaupun mereka membuatnya sangat mungkin),

hanya satu kesempatan luar bahwa perusahaan dan pengetahuan

sedikit dari alternatif dan manajemen dapat menjadi cukup beruntung

untuk menciptakan keputusan yang baik.

92

Matrik Prilaku

Kemampuan menggunakan Informasi

Gambar …. Matriks Kelakuan (Sumber, Pred, 1967, 24,

Bab 1)

Matriks kelakuan merupakan sebagian alat interprestasitif pola lokasi

yang dihasilkan oleh model deterministik yang didasarkan pada

asumsi ekonomi. Variasi dalam informasi yang ada pada pembuat

keputusan individu dalam kemampuan mereka untuk

menggunakannya membantu menerangkan keberadaan yang

serempak dari elemen berlebih dan tidak berlebih dalam distribusi

renggang. Argumen ialah elemen yang teratur dari hasil keputusan

umumnya, tetapi mungkin sempurna sesuai dengan teori jenis

deterministrik (yaitu, keputusan dekat-optimal dibuat dari satu posisi

terhadap kanan bawah dari matriks). Elemen yang berlebih

merefeksikan pilihan yang dibuat dari satu posisi informasi yang lebih

terbatas atau kemampuan untuk menggunakannya, yang cenderung

93

B11 B12 B13 B14 B1n

B21 B22 B23 B24 B2n

B31 B32 B33 B34 B3n

B41 B42 B43 B44 B4n

Bn1 Bn2 Bn3 Bn4 Bnn

Quantity and Quality of Information

untuk berangkat dengan makna dari jumlah maksimum secara

ekonomis.

Pred menerapkan konsep matriks tingkah laku kepada interprestasi

pola penggunaan tanah pertanian dan distribusi pusat lokasi demikian

juga kepada lokasi industri. Pendekatannya diilustrasikan dengan

sederhana dalam diagram yang menghubungkan lokasi khusus dalam

situasi terhadap posisi perusahaan didalam matriks. Dalam ilustrasi ini

tidak tiga daerah berada pada operasi yang menguntungkan dari

beberapa kegiatan industri adalah mungkin. Daerah ini diikat dengan

sisi yang renggang dikenalkan pada bagian 7.3 (Rawstron, 1958b);

Smith, 1966 dan masing-masing mengandung satu lokasi yang

maksimum yang dirancang 0. Lokasi 13 perusahaan imajiner

ditunjukkan dengan titik, masing-masing yang dihubungkan dengan

jalur untuk sel dalam matriks kelakuan yang sebaiknya meringkas

informasi hipotesis perusahaan dan kemampuan tiga ada pasa lokasi

ekstramarjinal (tidak beruntung) dan yang lain dengan satu margin

jauh lebih baik dari jumlah maksimum. Pilihan lokasi yang memuaskan

dengan beberapa perusahaan dengan informasi atau kemampuan

rintangan menekan kegagalan posisi matriks untuk meramalkan

dengan tepat bagiamana baiknya satu pilihan akan dibuat. Perintah

umum menyerahkan melalui ilustrasi yang renggang dari sebagian

besar produksi pabrik bersumber dari fakta bahwa dunia nyata

diduduki dengan spektrum yang luas dari rasional terikat, pemuasan

aktor lokasi dan bukan pemaksimman keuntungan yang tidak dapat

dibedakan (Pred, 1967, 91-93).

Sebagaimana Pred menyimpulkan bahwa interprestasi keputusan

lokasi berdasakan matriks kelakuan adalah pemformulasian berbagai

informasi (Pred, 1967, 121). Cara ini sangat berguna dari suatu

pengkonsepan pengaruh ketidak sempurnaan dalam kemampuan

94

2 2

1

1 1 1 1

1 1 1 1

oo

o

Spatial profititability margins

pengusaha dan informasi yang ada terhadap bagaimana suatu cara

operasional yang dapat digunakan dalam keterangan pola lokasi

khusus .

Ability to use

O = optimal location within each margin= plant locations

95

Matriks kelakuan dan pilihan lokasi dalam suatu situasi industri.

Nomor 1 dan 2 dalam diagram menunjukkan jumlah perusahaan yang

menduduki posisi yang khusus dalam matriks.

Pendekatan kelakuan semakin meningkat terkenal dalam geografi

manusia sebagai keseluruhannya dan sekarang mempengaruhi

penelitian dalam analisa industri. Bunga yang berkembang

ditunjukkan dengan keputusan cara bisnis yang sebenarnya dibuat

oleh pengusaha pribadi individu dan kerjasama yang luas, dan

bagaimana ini mempengaruhi pilihan lokasi tanaman (contoh

Krumme, 1969; Stafford, 1969; Townroe, 1969; Wood; 1969; dan

Taylor, 1970). Ini terlalu cepat menilai betapa jauhnya jenis dari

pekerjaan yang sebenarnya boleh menghasilkan hubungan

penyamanan empiris yang berguna terhadap sifat lokasi. Dan ini pasti

prematur melihat tingkah laku ketika menawarkan satu kerangka

kerja konseptual alternatif yang besar untuk teori lokal industri klasik.

Namun peningkatan tekanan pada kelakuan lokasi yang teliti telah

menjadiunsur utama dan modifikasi teori yang ada, dengan

memperhatikan sisi determinisme ekonomi.

96

PENDEKATAN YANG LAIN

Selama dua dekade yang lalu kebutuhan geografis telah menjalankan

perubahan yang dapat dipertimbangkan, dengan penggunaan metode

kuantitatif yang berkembang dan sebelum pekerjaan bertumbuh

dengan rancangan penelitian. Tetapi kemajuan yang sedikit telah

diciptakan khususnya di bidang teori lokasi industri. Hamilton, menulis

pada lokasi industri pada cara dalam geografi (Chorley dan Haggett,

1967), termasuk dalam referensi geografisnya hanya satu kertas

(Smith, 1966) dari suatu sifat teoritis yang terperinci lebih dari 800

cetakan yang disadur oleh Steven dan Brakett (1967) sama seperti

smbangan teoritis yang terakir oleh ahli geografi.

Perkembangan struktur baru untuk pengetahuan dalam geografi

manusia, seperti yang telah dicontohkan oleh karya Bunge (1962),

Haggett (1965) dan Morril (1970), membantu dalam meyarankan cara

yang mana lokasi industri dapat dipandang dalam kerangka kerja

yang lebih luas dari kelakuan seluruh manusia. Beberapa karya

Warnts dari sisi geografi makro ekonomi mempunyai implikasi penting

untuk analisa lokasi industri (Warntz, 1959, 1965); Hamilton (1967)

mempunyai pandanga yang menarik pada sejumlah maalah termasuk

aplikasi terhadap formasi pola lokasi industri dari pendekatan revolusi

yang digunakan oleh Taafle dan Morril serta Gould (1963) tenang

sistem perkembanga transportasi.

Umumnya suatu sistem teori akan membantu pendugaan atas kaitan

yang ada dalam lingkup tersebut misalnya ruang lingkup ekonomi;

hubungan antara lokasi industri, sistem transportasi atau hubungan

antar daerah yang berada dalam areal nasional atau dunia ekonomi.

Beberapa ahli ilmu bumi menyadari sistem pendekatan berarti

pembagian secara sempurna bagian-bagian dari subjek permasalah

97

ekonomi geografi, dengan berdarkan cara baru mengatur ilmu

pengetahuan dengan berbagai variabel. Tetapi pandangan lain hanya

merupakan pernyataan momentum nyata atau seperti yang dikatakan

Chisholm (1967), pembagian yang tidak relevan.

Walaupun pendugaan yang ada pada rangkaian konsep kerja baru,

ahli ilmu bumi tetap mempunyai kontribusi penting yang berusaha

membuat ketetapan dan mencantumkan beberapa bagian dari dasar

generalisasi berdasarkan pengamatan pada dunia industri yang

sebenarnya. John Thompson (1966) dalam teorinya berhbuungan

dengan manufaktur ilmu bumi. Teori siklus yang menuntun bahwa

daerah pembuatan pabrik, diusahakan menuju peramalan yang sesuai

dengan perubahan. Teori pertumbuhan Diffrensial berpegang pada

lanjutan dari sosial industri dan populasi yang semakin meningkat,

pertambahan permintaan pada produk tertentu akan meningkat cepat

dari yang lain. Teori konsentrasi mengacu pada kekuatan tertentu

yang kuat dari pengalokasian yang membebaskan kegiatan pabrik

pada kelompok mereka sendiri dalam berbagai cara untuk

membentuk konsentrasi hirarki. Teori Anglomerasi menyatakan bahwa

kegunaan dari perluasan daerah membuat pabrik industri bertambah

sebagai bagian dari pertumbuhan pembangunan ekonomi. Akirnya,

perputaran teori pertukaran yang penting bagi pabrikasi pada semua

bagian ekonomi derah berkaitan erat dengan perubahan pertumbuhan

pembangunan ekonomi. Thompson mengajukan bahwa generalisasi

itu membantu untuk menerangkan tentang tahap daerah pabrikasi

dari banyak areal. Teori pertumbuhan wilayah dan bersama-sama

dengan pernyataan deskriptif yang jelas dan analisa adalah alat untuk

membuktikan secara kuantitatif. Sebagian petunjuk yang akurat bagi

peneliti empiris terhadap bebefapa penjelasan dasar dari berbagai

masalah tersebut kebanyakan hanya dijelaskan dan dijadikan sebagai

alat dan bersifat umum.

98

Untuk itu Lewis (1969) berusaha untuk membuat suatu hukum yang

berhubungan dengan lokasi dari industri kertas di Inggeris. Banyak

para ahli memberikan contoh-contoh sebagai pendekatan untuk

memperlajari spesifikasi dari indistri-industri. Beberapa bagian diskusi

dari penelitian empiris sangat penting dalam hubungannya terhadap

rangkaian kerja teoritis yang mana dalam diskusi tersebut dapat lebih

tepat untuk dijadikan sebagai suatu keputusan.

99

TEORI LOKASI INDUSTRI

Pendekakatan Ekonomi

Sejak lama sebagian besar dasar teori ekonomi diasumsikan

membatasi ruang dan jarak. Beberapa ahli ekonomi telah mengetahui

pentingnya arti lokasi tetapi tidak banyak yang berusaha untuk

memperkenalkan modal lain dengan beberapa variabel secara teoritis.

Dan sebagian lagi menganggap bahwa keterangan lokasi yang

membutuhkan analisis yang kuat serta tata cara yang diterapkan

untuk dimengerti, terutama dari segi tingkah laku usaha.

Bagaimanapun dari aspek ekonomi secara umum memerlukan bunga

yang meningkat pada akhir tahun, dan khususnya didalam teori

industri.

Bab ini berisikan sebuah ringkasan ekonomi terutama yang mendekati

teori lokasi industri. dimana menguraikan dan membicarakan secara

seksama menurut urutan susunan waktu yang perlahan-lahan muncul

menguasai semua waktu. Secara teori pertumbuhan dimana ahli

ekonomi mengutip dan membicarakan serta menegaskan dan

membedakan sasaran utama dari kemajuan yang berkesinambungan,

untuk ini ahli ilmu bumi bekerja dalam bidang ini.

Ada 4 (empat) pendapat penting yang menerangkan alalsan pokok

bahasan di Bab ini :

1. Lokasi daripada industri berhubungan dengan seluruh ruang

ekonomi, yang mana beberapa sumbangan penting teori ekonomi

yang secara umum menyebutkan persoalan seperti teori

menggunakan tanah dan dari segi ekonomi banyak daerah tertentu

keluar.

2. Batas kemampuan dari ruang membatasi sumbangan apa saja

yang mana menjelang keadilan penuh dapat selesai dan biasanya

100

penlis membatasi laporan kepunyaanna untuk menerbitkan

bukunya dalam bentuk yang cukup besar.

3. Sedikit penulis yang berhubungan dengan batas kepunyaan yang

berkenaan dengan industri dan merenungkan maksud sepenuhnya.

Kadang-kadang petunjuk untuk membuat tempat utama dan

susunan aktivitas kepunyaan mereka berdasarkan teori bentuk

susunan.

Pernyataan lain memandang sebagian besar ahli ilmu ekonomi

melihat teori bentuk susunan tidak hanya membantu untuk

menerangkan teori lokasi industri secara umum tapi juga mampu

mengaplikasikan pernyataa-pernyataa setiap penulis dapat

mempelajari secara keseluruhan teori umum bidang ekonomi.

101

ALFRED WEBER

Awal lairnya teori lokasi indusri modern umumnya pada masa tahun

1909 ketika ahli ekonomi Jerman mempublikasikan bukunya "Uber

den Standart der Industrien". Weber bukanlah orang yang pertama

memberikan perhatiannya bagi lokasi industri pada masa abad ke-19,

beberapa orang Jerman telah menulis tentang topik ini. Hal yang

paling penting dari pendahulu weber telah dikemukakan oleh Wilhem

Lounhard (1882-1885) yang mengemukakan untuk menunjukkan

bahwa lokasi yang optimum dapat ditemukan dalam situasi yang

sederhana dengan 2 sumber yaitu material dan market yang

ditampilkan dengan monopoli segi tiga. dia juga mengembangkan

perkataan yang lain berdasarkan konsep lokasi pasar yang

menunjukkan bagaimana konsep ini dapat dibatasi didalam situasi

yang sangat sederhana. pengaruh dari Lounhard dan zamannya

sedikit mempengaruhi Jerman tetapi penerjemahan buku Weber

kedalam bahas inggris pada tahun 1929 menyebabkan banyaknya

pengetahuan membaca didalam segala hal. Teori Weber lebih

berisikan dan lebih kuat penjelasan yang dari pada apappun yang

telah dilakukan dari teori yang lain sebelumnya.

Weber membatasi penjelasannya pada lokasi industri meskipun Issard

(1956, 27-28) telah menjelaska dalam Babnya yang terakhir sebagai

usaha pertama membentuk teori umum lokasi dari segala aktivitas

ekonomi. Pendekatannya secara keseluruhan dapat dibatasi

membantu pada sasaran yang tepat dari undang-undang lokasi yang

harus ditetapkan didalam dnia nyata. Hal kedua yang paling penting

dari apa yang telah dilakukannya dan yang telah direncanakannya

ialah menggnakan data-data yang empiris untuk menghasilkan apa

yang disebutkan "teori reality" yang telah dipublikasikan hanya garis

besarnya saja.

102

Weber mendekati masalahnya dengan membentuk 3 asumsi dasar

dalam rangka untuk membatasi banyaknya kerumitan dari dunia

nyata yang pertama adalah bahwa geografisnya didasarkan dari

bahan yang diberikan (bahwa, bahan baku dan bahan mentah

ditemukan hanya dibeberapa lokasi). Kedua adalah keadaan dan

ukuran dari tempat konsumsi yang diberikan, dengan pasar yang

terdiri dari jumlah titik yang terpisah. Keadaan dari pasar persaingan

sempurna temasuk, dimana tiap-tiap produsen mempunyai pasar

tidak terbatas dan bukan kemungkinan untuk memperoleh

keuntungan menopolistik dari pilihan lokasi. Asumsi ketiga adalah

menunjukkan beberapa lokasi tenaga kerja tetap dengan tenaga kerja

berubah-ubah dan dalam penawaran tak terbatas diberikan tarif upah.

Asumsi lain dibuat lebih sederhana sebagai kebutuhan yang timbul,

seperti mengabaikan faktor-faktor kelembagaan yang pasti seperti

tingkat minat, asutansi dan tingkat pajak dan suatu keseragaman

budaya, ekonomi dan sistem politik adalah juga asumsi sebara

mutlak.

Dalam plenyederhanaan Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi

lokasi industri. Dua faktor regional umum dari transportasi dan biaya

tenaga kerja dan faktor lokal dari pengelompokkan atau pengumpulan

kekuatan. dia pertama menguji cara yang mana merupakan biaya

transportasi minimum yang dapat ditemkan dan kemudian dia

menguji keadaan tenaga kerja atau mengelompokkan keuntngan yang

akan diperoleh.

Biaya transportasi dimaksud sebagai faktor utama yang menentukan

dari lokasi gedung. Biaya-biaya tidak dipertimbangkan secara

langsung, tetapi sebagai sebuah fungsi dari berat untuk dibawa dan

jarak dipenuhi. Weber menunjukkan asal mula dari biaya lokasi

transportasi yang digakan pada kerangka yang sama seperti Launhard

103

yang sekarang dikenal dengan lokasi segi tiga. Dia mengambil

penyederhanaannya ruang ekonomi pertama titik konsksi (c) dan

tempat yang paling menguntungkan dua material yang penting M1

dan M2) untuk menguji tempat pabrik akan dibangun. Biaya letak

transportasi terendah adalah tempat yang meliputi ton mil dalam

mendapatkan bahan-bahan ketempat produksi dan produk akhir

dipasar dengan biaya minimm. tiap sudut dari segitiga dignakan untuk

menarik titik yang diukur dengan berat untuk diangkat dari atau

(tempat pasar) ke sudut. Dalam gambar diatas menghasilkan satu unit

produksi membutuhkan x ton material M1 dan Y ton material M2

dengan produk akhir sebesar z ton untuk diangkut kepasar pada C.

Jika P merupakan titik produksi dan a, b, c merupakan jarak PM1,

PM2, dan PC berturut-turut (tidak diketahui jarak dari P ke sudut

segitiga), maalah untuk menemukan bahwa lokasi P dengan minimal

Xa + Yb + Zc. Titik dapat ditemukan dengan ilmu ukur : seperti

contoh pada penggunaan dalil yang sederhana dari jajaran genjang.

Hal tersebut ditemukan oleh model teknik varignon, yang mana kuran

berat mengikat pada analisis Weber. Tetapi dia menganggap dengan

asumsi mengurangi effek, perubahan berat angkutan dalam berat

ideal, yang berfngsi berat sebenarnya dan bea transportasi. Usaha ini

leih mendekati keyataan pada sistem transportnya mengakui bahwa

sistem per unit jarak transpor dan bukan ton-mil barang

sesungguhnya.

Terbentuknya biaya tenaga kerja (kedua dari faktor-faktor regional

Weber), dia menafsirkan tenaga kerja yang relatif murah. Yang dapat

mengalikan biaya transport lokasi terenda. Ini terjadi jika menampung

tenaga kerja yang berlebih yang menambah biaya transport yang

didatangkan, analisis situasi ini memerlukan penggunaan isodapenas,

atau garis yagn dapat menarik sekitar biaya lokasi transport terendah

digabungkan dengan tmbahan yang sama pada biaya transportasi.

104

Dalam gambar tersebut P1 adalah biaya lokasi terendah yang

dihubungkan dengan pasar pada c dan persediaan bahan baku pada

M1 dan M2. Pusat sirklus pada P1 adalah isodapenes, bagaimana

indikasi reaksi biaya transport dari P1 (dinyatakan dalam dollar per

unit pada produksi). Pada L1 merpakan sumber tenaga kerja yang

murah, yang akan mengurangi tenaga kerja $3 per unit dari produksi.

Jarak L1 lebih mendekati P1 dari $3 isodapener, gerakan dari P1 ke L1

akan mengurangi dari $3 pada tambahan biaya transport, maka total

biaya akan lebih rendah pada L1. Weber menyimpulkan isodepenes

pada nilai yang sama pada penyimpangan biaya tenaga kerja pada

krisis isodapenes. Jika murahnya tenaga kerja lokasi dengan krisis

isodapenes adalah lokasi yang leih menguntungkan dari apda biaya

tempat angkutan terenda (sperti pada L1 pada gambar diatas) tetapi

jika diluarnya (seperti L2, biaya tenaga kerja yang disimpan

diibarakan $3), P1 merupakan lokasi terbaik.

Tetapi pergeseran ke lokasi tenaga kerja yang murah lebih lanjut

mengemukakan komplikasi. Persediaan bahan baku sebelumnya juga

jarak pada point produksi sekarang ang akan digunakan. Pada gambar

diatas, M3 adalah persediaan bahan baku yang sama yang dijumpai

pada M1, dan jelas bahwa faktor pada L1 akan lebih dipergunakan

pada M3. Sebuah lokasi segitiga akan membangn (M2M3C) dan

sebuah biaya situasi angkutan yang baru akan timbul, memaskkan

sebuah isodapenes yang baru. Seuah poit biaya transport terendah

(mungkin pada P2) akan mncul, diperkirakan sebuah lokasi yang lebih

baik dari L1.

Weber meluaskan analisisnya untk mempertimbangkan orientasi

segala industri, dia mengatakan, dampak, pentingnya kelebihan

tenaga kerja sebaai faktor produksi dalam fakta-fakta industri,

kemungkinan terkenal sebuah lokasi tenaga kerja yagn murah.

105

Tindakan yang dilakukan dari tenaga kerja yang dignakan pada indeks

biaya tenaga kerja, beberapa industri biaya rata-rata tenaga kerja

yang dignakan dalam berproduksi satu unit bobot yang dihasilkan.

Tingginya indeks, kelemahan industri ntuk mengalikan biaya lokasi

terendah. Tetapi Weber merasa bahwa lebih memuaskan leih untuk

mengevaluasi penemuan rasio biaya tenaga kerja per unit prodksi

berat pada berat seluruhnya bahan baku dan produksi yang berputas.

Rasio ini adalah koefisien tenaga kerja industri.

Pengelompokan tendens sesungguhnya kebanyakan sama seperti

murahnya tenaga kerja seperti mengalihkan sebuah faktor dari point

biaya transport terenda. Ilustrasi ini pada gambar diatas dimana lima

perusahaan (A, b C, D dan E) dalam bisnis, setiap menempati sebuah

sisi lokasi terpisah pada lokasi segitiga itu sendiri. Perusahaan-

perusahaan dijmpai bahwa mereka dapat memotong biaya prodksi

$20 per unit jika yang paling rendah ketiga dari seluruh yang

beroperasi dalam lokasi yang sama, menghasilkan keuntungan

ekonomis pada pengelompokan, tetapi sebuah firma tidak harus

mendatangkan lebih dari $20 dari tambahan biaya angkutan. Dalam

gambar diatas kembali menghadirkan kritik ($20) isodapenes data

tiap-tiap perusahaan. Perbedaan area pada tempat dimana ketiga

perusahaan (c, D dan E) dapat lokasi bersama dan mendatangkan

kurang dari $20 dari ekstra biaya transportasi. Pengelompokan

mungkin disini tetapi bukan A atau B yang akan bergabung

mengelompok maka itu leih slit dari kritik isodapenes, mereka dapat

mengurangi biaya transportasi dengan menggunakan sumber bahan

baku yang baru atau penawaran pada pasar yang berbeda. Wilayah

gaji dimana, hanya dua isodapanes yang memotong, tidak dapat

melakukan pengelompokan lokasi sebab mereka tidak dapat

memenuhi syarat minimum dari ketiga perusahaan itu.

106

M1

M1

M1

P1

Critical Isadapane

L2

L2

L1

$4

$3

$5

$2

$1

Gambar 5 : Lokasi industri dalam segi tiga pendekatan

Weber

Keadaan segi tiga tersimpul menunjukkan titik persesuaian antara

tiga kekuatan. Jika ditarik salah satu sudut leblih besar dari

penjumlahan dari tarikan sudut yagn lain, produksi akan ditempatkan

pada titik atau sudut dari asal kekuatan yang domina (diambil dari

Weber 1909, 227-239). Komputer dapat juga digunakan untuk

menemukan titik produksi optimum (sebagai contoh, kuhn dan kuenne

1962; cooper 1967) yang mana prakteknya dangan sukar untuk

dipahami daripada penjelasan disini.

107

Weber menerangkan keadaan industri disesuaikan dengan material

atau pasar. dia memperkenalkan indeks material dari industri, dimana

proporsi berat dari material lokal digunakan untuk produk berat. Suatu

indeks material lebih besar dari satu indikasi orientasi material untuk

berat dan lokasi material digunakan melebihi berat produk akir tetapi

jika material ada dimana-mana memaski tingkat yang plenting

keproses menghasilkan untuk memberikan produk akir berat lelbih

besar dari lokasi material (material indeks leih kecil dari satu) industri

seharusnya terletak dipasar. Jika dimana mana hanya digunakan

gambar lokasi menunjukan satu titik pada pasar.

Dalam menimbang total orientasi, Weber membawa kedalam

menghitung pembelahan perusahaan-perusahaan, sampai pemisahan

proses-proses, dan menyataannya bahwa disana mungkin ada

hubungan antara perusahaan-perusahaan ang berbeda. Tetapi uraian

rencana kerja ialah mendasari yang sudah dirundingkan itu.

Sejak itu diumumkan 60 tahun yang lalu, Teori Alfred Weber telah

mempengaruhi pada sebuah jumlah agak besar dalam pembicaraan

yang arif. Beberapa dari asumsinya telah mendapat serangan oleh

para ali teoritis, terutama bahwa menghubungkan jarak pembedahan,

penimbunan, dan mengenai keseragaman ruang dari keadaan

permintaan-permintaan, dan disana juga telah ada kritikus-ritikus dari

yang tidak berwujud pada tingkatan yang lebih tinggi dalam dunia

nyata. Kritik-kritik lain mengenai alam tak langsung dari pendekatan

weber. Permulaan plenyelidikan itu untuk ongkos angkut terendah

lokasi dan keterangan dari faktor-faktor lain seperti kemungkinan

plenyimpangan-penyimpangan adalah kurang kepada pendekatan

yang berdasarkan penyelidika lansng untuk titik dari total biaya

terendah, dan pengertian-pengertian demikian seperti indeks bahan

mentah dan koefesien tenaga kerja, walaupun sangat jelas kalau tidak

108

tanpa kepentingan, adalah berharga hanya dalam ketidak hadiran

keterangan ongos.

Tetapi keinginan disini dan para kritikus lainnya pendekatan Weber

telah begitu banyak dikomentari. Seperti dikatakan Weber, bukunya

diharapkan mejadi sebuah awal dan bukannya sebuah akir, dan

seperti sebuah permulaan ke teori modern lokasi perindustrian telah

membuktikan sesungguhnya sangat berharga. Banyak penulis

berikutnya memperoleh sesuatu keuntngan Weber, dan sebuah

jumlah dari pengertian-pengertian dan maksud-maksud uraian elah

diperluas besar sekali pada terutama, isodapan-isodapannya buah

pokok pikiran Weber dengan ongkos-ongkos angkut, contoh-

contohnya dapat lebih baik mengubah dengan mudah untuk

melengkapi lebih banyak lagi teori variabel ongkos yang umum.

Teori Weber itu seperti sebuah rencana kerja untuk pemeriksaan

berdasarkan pengalaman harusnya juga tidak melihat dari atas. Issard

(1956,37) telah menuntut bahwa issu adalah hanya digunakan oleh

atasan pengikut pendekatan Weber bahwasannya ia dapat dengan

sengaja memisah-misahkan lokasi dari besi dan perusahaan baja di

Amerika SErikat. Dan dalam beberapa kasus rencana kerja Weber

telah diaplikasikan dengan amat sukses pada penjelasan dari dunia

nyata menurut contoh sebagai mana diperlihatkan dalam bagian

empat. Kepada pembuktian demikian sebuah faedah titik permulaan

untuk teori dan juga beberapa macam dari contoh pekerjaan untuk

penelidikan berdasarkan pengalaman adalah tidak berarti berhasil.

Secara matematis teori Weber dapat dijelaskan sebagai berikut :

109

Profit (π) = Total Reveneu (TR) – Total Cost (TC) –

Transportation Cost

Atau dapat ditulis sebagai berikut :

π = pq – C (q) – { andq +[ d – d*] mq}

dimana :

π : profit atau keuntungan

C(q) : TC atau total cost

TR : Total Reveneu

a : proporsional bahan baku yang dipergunakan untuk

menghasilkan q /unit

n : transportation cost dari sumber bahan baku ke lokasi pabrik

d : jarak dari sumber bahan baku ke lokasi pabrik

q : jumlah output

(d-d*): jarak dari pabrik ke pasar

m : transportation cost dari pabrik ke pasar

Syarat profit maksimum :

= 0, maka diperoleh

0 = p – C` (q) – { and+ [d – d*] m } , sehingga

p = MC – { and + [d – d*] m

apabila diturunkan ke d maka diperoleh :

= anq + mq = 0

an = m ( Weberian Locational Weight )

apabila :

an > m, maka lokasi pabrik berada dekat dengan sumber bahan

baku

110

d πdq

d πdd

an < m, maka lokasi pabrik berada dekat dengan pasar / konsumen

an = m, maka lokasi pabrik bebas ditentukan

111

TORD PALANDER

Seorang ekonomi berkebangsaan Swedia memberikan sumbangan

yang besar. Tord Palander, dengan thesisnya "Belitrage Zur

Standorstheori" tahun 1935. Palander membahas tentang kesulitan

yang terjadi dalam mengaplikasikan lokasi industri dengan

konvensional teori keseimbangan umum, dimana semuanya

diasumsikan terjadi pada suatu keadaan. Setelah memberikan

perkenalan umum tentang masalah teori lokasi. Palander mengulas

leih mendalam bidang ini dan merencanakan teori lokasinya sendiri.

Palander membedakan dua pertanyaan mendasar didalam mencoba

membangun pendekatan teori lokasi industri. Harga dan lokasi

material, serta posisi pasar. Dimanakah produksi akan

dilangsungkan?. Inilah pertanyaan mendasar yang coba dijawab

Weber. Kedua, tempat berproduksi, kondisi kompetitif, biaya pabrik

dan biaya transportasi, bagaimana harga mempengaruhi perluasan

daerah ketika seorang produsen menjual produknya.

Yang dilakukan Palander untuk pertama kali pada masalah area pasar

(Marktbereichs). Ia menggunakan contoh yang mudah dengan dua

firma yang membuat produk serupa untuk pasar linear dan

menggunakan ini untuk mendemonstrasikan bagaimana batas antara

area pasar yang akan dituju. Ini diilustrasikan pada gambar dimana A

dan B adalah dua firma melayani pasar yang digambarkan sepanjang

poros horizontal pada diagram. Biaya awal atau perubahan harga

produk pada sumber, digambarkan oleh jarak vertikal AA untuk firma

A dan untuk biaya transportasi yang digambarkan oleh garis menaik

kedua arah dari A dan B. Pada point berikutnya harga ditentukan oleh

biaya tetap awal dan biaya variabel transportasi. Pembatasn area

pasar dari kedua firma di x, dimana harga pengiriman kedua produsen

112

adalah sama dan konsumen tidak dibedakan berdasarkan firma mana

tempat mereka membeli.

Gradien biayaHarga pengiriman

Biaya angkut

A1

Hargaawal B1

A B d (jarak)

Pasar A X Pasar B

Palander mengilustrasikan berbagai variasi pada situasi pada gambar

dengan merubah nilai raltif harga awal (p) dan biaya angkutan (f). Ini

digambarkan. Pada kasus a, dua firma mempunyai harga awal yang

sama dan biaya angkut yang sama per unit jarak dan batas area pasar

dipertengahan antara A dan B. Kasus b, memperlihatkan biaya angkut

yang sama tetapi harga awal yang leblih rendah pada satu lokasi (B)

yang memungkinkan untuk lebih mengendalikan area antara dua

firma dibanding A. Kasus C, firma B dimana kedua harga awal dan

biaya transportasi per unit jarak lebih tinggi dibanding A, tetapi masih

dapat mengontrol area pasar lebih kecil akibat dari harga plengiriman

yang lebih tinggi dari A. Kasus B, memperlihatkan dimana satu firma

mempunyai harga awal yang lebih rendah tetapi lebih tinggi biaya

transportasi dibanding yang lain dimana dapat mengontrol bagian

yang luas dari pasar, tetapi poinnya bergerak kekiri A dimana B

113

kembali mengontrol melalui biaya angkutan yang leblih murah.

Akirnya kasus e, memperlihatkan situasi yang sama seperti kasus d,

kecuali disini firma B tidak dapat melayani pasar segera akibat

pabriknya yang dikarenakan harga awal yang sangat tinggi; dimana

hanya bergeser kekanan dengan biaya angkut relatif turun dari B

sehingga memungkinkan untuk menjual harga lebih rendah dari A.

Ketika asumsi dari pasar linear tidak berlaku situasi ini dapat dilihat

kedalam tiga tahap dimensi. Sekarang perbatasan area pasar menjadi

sebuah garis (termed as isotante), sebagai tempat kedudukan poin,

dimana harga plengiriman dari kedua produsen adalah sama, dan

kemiringan harga pengiriman dapat dilihat sebagai kebalikan

permukaan tirus dengan puncak langsung diatas poin yang mewakili

pabrik. Tentunya hal yang umum dapat dibuat mengiringat bentuk

dari isotante, atau pembatasan area pasar dengan keadaan yang

berbeda. Jika pada kedua firma harga awal dan biaya transportasi

adalah sama perbatasan menjadi garis tegak ke garis mengikuti firma

dan pertengahan antara mereka. Jika harga sama tapi biaya

pengiriman berbeda, isotante menjadi llingkaran yang mengelilingi

pabrik disertai biaya angkut yang lebih tinggi. Jika hanya biaya

transportasi yang sama isotante menjadi berbentuk hiperbola cekung

dimana pabrik disertai harga tertinggi. Palander mendemonstrasikan

secara matematik pengaruh dari perbedaan dan perubahan biaya

transportasi pada perbatasan area pasar.

Ukuran area pasar dimana yang dikontrol firma akan mempengaruhi

laba yang dicapai. Dengan biaya produksi dan laba per unit yang

diberikan oleh output dan penjualan berhubungan dengan volume

sesuai dengan ukuran area pasar, total laba menjadi fungsi jarak dari

awal dimana firma dapat memperluas pasarnya. Area penjualan dan

laba dari suatu firma akan dipengaruhi oleh keputusan lokasi dan

114

beberapa tindakan pesaing dan Palander, dengan kasus dua

plrodusennya membangun teori yang sederhana dari kompetisi

duopolistik. Ia mempertimbangkan strategi harga dari dua firma yang

berkompetisi, memperlihatkan sejauh mana mereka mempengaruhi

laba, dan bagaimana keseimbangan terjadi ketika firma tidak

mendapat untung dari tindakan persaingan selanjutnya.

Setelah analisa tentang area pasar dengan konteks keadaan

persainga, Palander beralih ke pertanyaan lainnya : harga dan lokasi

material dan pasar, dimana produksi akan dilangsngkan? Bertitik tolak

pada analisa Weber tentang orientasi transportasi. Palander

mengulas dan membangun berbagai pertimbangan . Ia melihat pada

tahapan biaya transport dibanding muatan yang akan dikapalkan dan

memperkenalkan berbagai macam faktor persaingan yang tidak

begitu diulas Weber.

Palander menggnakan tehnik isodopane Weber guna

mendemonstrasikan pengaruh biaya transportasi pada lokasi. Seperti

isotante, Palander membuat refrensi : isodistantes adalah garis yang

mengikuti tempat pada jarak yang sama garis satu poin dan

isochorones adalah garis yang mengikuti tempat pada waktu

transportasi yang sama, isotims adalah garis yang mengiiuti poin

dimana biaya komoditi sama; isovectors adalah garis yang mengikuti

poin dimana biaya transportasi komoditi sama. Palander melihat

transportasi pada tahapan permukaan, garis dan poi. Permukaan

transportasi (Transforlache) adalah suatu area dimana semua poin

dihubungkan dengan memberikan arti transpoportasi garis

transportasi dihubungkan bersama sekelompok angka dan

transportasi poin adalah poin akses, seperti stasiun kereta api atau

poin pengapalan pada garis transportasi (Palander, 1935, 304-307).

115

Palander selalu mempertimbangkan pengaruh dari biaya muatan pada

isodapane. Ia membuat perbedaan yang penting antar biaya yang

dinaikkan oleh jarak (Entfernungstarif) dan penyusunan yang lebih

realistik dimana biaya cenderung jatuh dengan jarak berpergian

(Staffetarif). biaya ruang serupa mengambil akan membentuk series

dari isovektor yang mengelilingi poin yang diberi mengambil bentuk

dari ruang lingkaran yang terkonsentrasi pada interval biaya, dimana

biaya variabel membuat isovektor berturut-turut terbagi seperti biaya

per unit dan jarak. Palander menggunakan kasus sederhana dengan

satu sumber material dan single, biaya total transportasi akan sama

pada beberapa tempat di garis antara dua poin, begitu juga biaya

variabel lapda sumber biaya material dan pasar mempunyai biaya

lebih rendah dari beberapa lokasi intermedit (Palander, 1935,

311,313-314), ketika poin yang ketiga yang dimasukkan untuk

membentuk segitiga lokasi yang digunakan Weber dan Laundhart

(Gambar berikut) pengaruhnya sama. Kenaikan yang seragam pada

biaya transport dengan kaitannya pada jarak dari masing-masing poin

membuat isodapane tersisip dari ketiga pasang isovektor menjadikan

berkurangnya biaya angkut dengan segitiga (gambar berikut), begitu

juga dengan biaya variabel angkutan lokasi disudut pojok lebih

menarik (dalam gambar). Ini membimbing pada kesimplan umum

dimana poin kecilnya biaya transportasi dengan lokasi segitiga tidak

begitu sama dengan yang disarankan Weber. jenis biaya muatan pada

dunia nyara menjadikan lokasi optimum pada pasar atau sumber

material melebihi kemungkinan. Tekik isodapane dignakan untuk

menguji berbaai koplikasi yang lain seperti sumber alternatif material

dan berbagai arti dari transportasi.

116

(a)

Didalam berusaha memperkenalkan area pasar pada analisa orientasi

transport. Palander mendemonstrasikan perbedaan bagian pasar akan

dilayani oleh perbedaan poin kecilnya biaya transportasi. Isotante

digunakan untuk menunjukkan area pasar untuk poin produksi yang

betrbeda tidak dibatasi, juga diagram yang menunjukkan seberapa

kuang dan bentuk dari berbagai orientasi zona pasar yang tergantung

pada berat dalam gambar lokasi (Palander 1935, 148-165). Diskuasi

selanjutnya dari aspek ini dari teori Palander disediakan untuk bagian.

Pendekatan lokasi industri yang dibangun oleh Tord Palander jelas

dipengaruhi oleh Alfred Weber, tetapi ada pendapat Weber yang tidak

diterima Palander. Analisa Weber tentang Aglomerasi dikritik apda

tempat dimana tidak ada firma yang berpindah dari lokasi kecilnya

117

X

X

X

biaya transportasi ke poin aglometasi yang potensial ljika yakin bahwa

yang lain juga melakukan hal yang sama. Yang lain dimana

ditekankan Palander adalah plentingnya pandangan dinamis tentang

lokasi, sesuai perubahan perhitunga karena faktor yang biasanya

terjadi. Weber disadarkan oleh faktor waktu dan menggunakannya

pada beberapa ilustrasinya, tetapi tidak didirikan pada dasar kerangka

kerja analisanya.

Hasil kerja Palander leih dari sekeder penyempurnaan dan perluasan

dari Weber. Pengenalan tentang area pasar pada konteks keadaan

kompetisi antara firma menambah dimensi baru pada kerangka kerja

Weber, yang didasari pada situasi biaya variabel ldengan permintaan

konstan. Sayangnya. Beitrage Zur Standortheorie tidak pernah

diartikan dari bahasa Jerman dan hanya ringkasannya saja dalam

bahasa Prancis (Ponsard, 1958). Palander secaa kebetulan jarang

berhubungan dengan penulis lainnya, dan mengenai pembangunan

umum teori lokasi, telah menjadi sebuah kasus.

118

EDGAR HOOVER

Hasil kerja awal Hoover pada lokasi industi masih merupakan yang

paling berguna dalam bidang ini terutama bagi orang yang mencari

petunjuk terhadap kealamiahan masalah lokasi yang umum tanpa

adanya tingkat abstraksi yang tinggi dan teori mikro ekonomi yang

komplek. Pada tahun 1937 dia menerbitkan suatu studi tentang

industri sepatu dan kulit dan pada tahun 1948, hasil kerja yang lebih

umum adalah The Location of Economic Activity (Lokasi Aktifitas

Ekonomi). Pernyataan teoritis pertama Hoover (1937) merupakan

yang secara besar diperngaruhi oleh Palander, dan dibanu untuk

memberikan pembuaan yang leih luas tehadap beberapa ide di dalam

Betrage Zur Standortheorie.

Teori Lokasi dan Industri Sepatu dan Kulit terdiri dari kedua

pernyataan teoritis dan dua studi kasus yang utama. Pembahasan

tersebut dibuat ke dalam hasil kerja teoritis. Hoover mulai dengan

asumsi persaingan yang sempurna diantara produsen atau penjual

terhadpa satu lokasi dan faktor produksi mobilitas yang sempurna

serta menambil biaya-biaya ransportasi dan produksi atau biaya-biaya

ekstraksi sebagai penentu lokasi. dia pertama sekali

mempertimbangkan industri yang ekstraktif dengan lokasi deposit

yang diberikan dan berusaha untuk menentukan daerah yang masing-

masig poin penghasil akan berfungsi. Harga yang diberikan terhadap

pembeli akan merupakan biaya ekstrasi ditambah biaya transport

seperti pada kasus Palander (gambar berikut) dan gambar selanjutnya

dan ini dapat dihadirkan dengan sistim isotims yang diradiasikan dari

poin penghasil dan yang menggabungkan tempat harga yang

disampaika yang sama. Pada pembeli akan mendapatkan komiditas

dari sumber yang menawarkan harga yang disampaikan yang paling

rendah seperti analisis Palander dan batasan diatnara daerah pasar

119

batasan daerah pemasaran

B

A

O

C

A1

C1

B1

Biaya atau Harga

dari kedua penghasil akan merupakan garis penersatu pada harga

yang disampaikan dengan harga yang sama dari kedua sumber.

Sepanjang biaya eksrasi tidak berbeda dengan ouput maka biaya

transport hanya merupakan variabel yang mempengaruhi harga tetapi

Hoover memperluas analisanya untuk menyimpulkan pengaruh

hilangnya pengembalian. dia ;mengargumentasikan bahwa industri

yang ekstraktif beroperasi didalam suatu daerah (situasi) dimana

biaya rata-rata naik dengan pertambahan produksi seperti daerah

pasar yang menjadi lebih besar. Pengaruh dari batasan daerah pasar

ini digambarkan pada gambar 8.7 dimana harga atau biaya dibuat

terhadap hal yang absis.

X A B C Jarak Y

Gambar 8.7. Batasan diantara daerah pasar dari dua produsen pada

kondisi penghilangan pengembalian terhadap skala,. (Sumber,

Hoover, 1937. 17 Gambar 7. Dicetak kembali dengan ijin sipenerbit

120

dari Edgar M. Hoover Jr. Location Theory and the Shoe and Leather

Industries. Cambridge. Mass. Harvard niversity Apress. Copyright,

1937, oleh Presiden dan Fellows of Harvard Colleg'e; 1965; oleh Edgar

Malone Hoover, Jr).

Keterangan Gambar :

- Margin liner = Garis pinggir

(delivered price) = Harga yang disampaikan

= Biaya produksi + biaya transportasi.

- Boundary of market areas = batasan daerah pasar.

- Cost or price = biaya atau harga.

Suatu mineral diekstraksikan pada poin X, dan A, B, dan C

menentukan hal yang memungkinkan terhadap daerah pasarnya pada

satu arah. Jika daerah XA dilengkapi maka biaya produksi dihadirkan

dengan hal XA pada ordinasi dan garis AA menunjukkan bagaimana

pertambahan harga yang dikirimkan jauh dari pada X sebagai biaya

transport yang ditambahkan. Garis ini, yang mana istilah Hoover

adalah gradien transport yang secara sederhana merupakan bagian

silang melalui peta isotim (Hoover 1937, 9). Jika pasar diperluas

terhadap B maka biaya ekstraksi naik terhadap B dan gradien

transport yang baru (BB) diperkenalkan. Perluasan terhaap C

mempunyai pengaruh yang sama. Dengan menggabungkan poin A, B

dan C dengan harga yang dikirimkan pada yang memungkikan lainnya

dari daerah pasar maka akan menghasilkan istilah Hoover yakni

margin line. Pengenalan akan margin line berhubungan dengan

sumber kedua dari mineral (Y) yang menunjukkan poin interseksi yang

menghadirkan batasan diantara kedua daerah pasar. Pada interseksi

harga yang dikirimkan sama dari X dan Y; dan dimana mana satu

sumber menawarkan produk pada harga yang lebih rendah dari pada

yang lainnya.

121

Walaupun diilustrasikan didalam konteks dari aktivitas yang ekstraktif

maka analisa ini dapat digunakan dengan modifikasi yang sedikit

terhadap formasi daerah pasar untuk produk yang dibuat. Dalam

suatu situasi dimana biaya dari produksi berkurang dengan kenaikan

output maka hal tersebut mungkin diharapkan dalam kebanyakan

industri pembuatan yakni garis margin akan gagal dengan

pertambahan jarak diantara poin penghasil. Ini dikarenakan oleh

output bertambah karena daerah pasar diperbesar untuk menciptakan

skala ekonomi. Bila poin dari penghilangan pengembalian dicapai

maka margin line akan kembali ke atas (gambar 8.7).Hoover

selanjutnya mempertimbangkan landaian margin line dan

implikasinya untuk lokasi perusahaan. Suatu situasi yang mana

margin line muncul dengan tajam jauh dari poin ekstraksi akan

mendorong penghasil lain untuk membuat lokasi yang menengah

untuk melayani daerah tersebut dengan harga yang disampaikan.

Tetapi jika harga yang disampaikan berbeda sedikit dengan jarak dari

poin produksi dari jumlah produsen yang kecil maka akan cenderung

menghasilkan atau memperlengkapi daerah pasar. Hoover kemudian

mengembangkan kerangka teoritis dimana pengaruh lokasi dari

daerah pasar dan perluasan spatialnya dapat diuji.

Setelah memperkenalkan prosedur analitisnya dalam konteks industri

yang ekstraktif maka Hoover kembali terhadap pembuatan. dia

mengikuti Weber yang secara jelas pada tahapan pertama dengan

menjelaskan bahwa tidak adanya biaya produksi atau perbedaan

biaya produksi maka lokasi yang terbaik akan pada poin biaya

transport yang minimum yang merupakan sumber bahan dipasar atau

pada poin yang menengah. Biaya transport lokasi setidaknya

ditemkan dengan membuat isotim disekitar bahan diberikan dan poin

pasar dari garis biaya transport total yang sama (isodapanes) dapat

dibuat (Hoover, 1937, 43). Tetapi Hoover selanjutnya leih jauh dari

122

pada Weber dengan menunjukkan secara grafik bagaimana

perbedaan bagian pasar yang akan dibuat dengan poin penghasil

yang berbeda yakni suatu masalah yang juga dipertimbangkan oleh

Palander. Ini produksi (A, B, dan C) yang masing-masing mempunyai

biaya yang berbeda. Sistim dari isotim ditarik disekitar mereka dan

batasan dari masing-masing daerah pasar ada pada batas harga yang

disampaikan.

Hoover mengambil jaringan dengan penekakan Weber pada poin

biaya transport yang kecil (sedikit) diantara segitiga lokasi. Bahkan

dengan asumsi biaya transport yang seragam maka kemungkinan

poin minimum yang terpisah bukan pada satu sudut dari segitiga yang

jauh lebih banyak dari pada yang mungkin dipikirkan pada awalnya.

Ini jauh lebih menyerupai dari pada yang disarankan Weber bahwa

sumber bahan atau pasar akan mempunyai kelebihan yang penuh

atau kelebihan dorongan dari pada sudut yang lain, dan

Batasan daerah pasar diantara produsen yang berbeda yang muncul

dari variasi daerah dalam biaya produksi dan harga yang disampaikan

(Sumber Hoover, 1937, 48, Dicetak kembali dengan ijin dari

sipeneerbit dari Edgar M. Hoover, Jr., Location Theory and the Shore

and Leather Industries, Cambridge, Mass; Harvard University Press,

Copyright, 1937, oleh Presiden dan Fellows of Harvard College, 1965,

oleh Edgar Malone Hoover, Jr.) bila kenyataan bahwa biaya

pemindahan lebih sedikit dari pada yang proporsional terhadap jarak

maka juga dipertimbangkan kesempatan dari suatu lokasi yang bukan

pada satu sudut dan yang bahkan lebih sedikit kesamaannya. Sebagai

tambahan biaya muatan dan pengoperasian mutan lainnya

berlawanan dengan lokasi biaya yang kecil yang ada pada segitiga

tersebut. Jika poin pemisahan jauh dari sumber materi dan pasar

benar-benar terjadi maka Hoover menyarankan bahwa hal ini

kemungkinan lokasi biaya buruh yang rendah memasuki ke dalam

123

MATERIALDISTANCEMARKET

YXI

XII

X

X

YII

YI

Y T

gambaran tersebut. Hoover menyimpulkan bagian transportasinya

dengan menuntut bahwa dalam prakteknya pengaruh dari biaya

pemindahan cenderung menempatkan produksi pada pasar, pada

sumber bahan atau pada penyimpangan fungsi dalam jaringan

tansport.

Hoover mempertimbangkan pengaruh tingkat transport yang

selanjutnya pada bukunya yang kedua (1948) yang menunjukkan

pengaruh dari gradien xonvex dan poin pengapalan. Dalam gambar

8.9, suatu industri menggunakan bahan tunggal pada X dan menjual

produksinya pada pasar Y. Gradien biaya pemindahan XY dan X'y'

menunjukkan secara berurutan biaya penggerakan bahan jauh dari X

dan biaya pendistribusian terhaap padar pada Y. Jarak pertikal X ke Y

merupakan tempat .

124

COST

Gambar 8.9. Pengaruh gradien biaya pemindahan dan poin

pengiriman pada biaya yang ada pada lokasi alternatif (sumber :

Hoover, 1948, 39, Gambar 3.8) pemberhentian atau terminal atau

muatan pada sumber bahan dan Yy; merupakan biaya yang terjadi

dalam pendistribusian jika pabrik tersebut ada pada pasar. Kurva

X2Y2 merpakan biaya transfer total (jumlah Xy dan X'y') dan

menunjukkan lokasi biaya yang kecil pada y. Denga gradien convex

maka total biaya terikat lebih diantara x dan y daripada poin ini.

Pengaruh dari poin pengapalan diilustrasikan dengan mengasumsikan

suatu kota yang mana T, merupakan biaya pemindahan tambahan

yang terjadi kemungkinan melalui yang tanpa muatan dari rel kereta

api ke terusan. Kedua kurva xy dan x'y' terjadi lompatan disini. Lokasi

dalam kota menghindarkan muatan pengapalan dan ini merupakan

kenyataan yang menguntungkan sebagai sumber bahan (X).

Dalam mempertimbangkan biaya produksi seperti yang berlawanan

terhadap biaya pemindahan maka Hoover mengikuti analisa Weber

dari lokasi buruh yang murah yang dekat. Dia memandang hal

tersebut merupakan poin lproduksi yang memungkikan jika tabungan

pada ganti rugi biaya buruh untuk pertambahan pemindahan dan

mengilustrasikan situasi yang berbeda dengan menggunakan peta

isodapane atau peta isotim (Hoover 1937, 79), 84). Yang berdekatan

terhadap pendekatan ini adalah konsep perusahaan yang

menghasilkan daerah pasar tertentu. Dia mengilustrasikan situasi

yang sama seperti yang ditunjukkan pada gambar 8.7 tetapi dengan

satu daerah yang berfungsi dengan lokasi buruh yang murah dan

yang lainnya dengan poin biaya transport yang kecil. Hoover melihat

ekonomi dari konsentrasi sebagai bagian dari biaya produksi dan

125

mengulangi kritism Palander dari pendekatan teori Weber ke

aglomerasi.

Buku kedua Hoover merupakan minat teoritis yang kurang jelas dari

pada Location Theory and the Shoe and Leather Industries. Seperti

Greenhut 1956, 17) menyatakan kontribusinya yang utama disini

terletak bukan pada keaslian teoritis tetapi dalam pembahasan diskusi

dari pengaruh berbagai faktor lokasi. Hal ini juga mengandung

pertibmangan yang terperinci dari biaya pemindahan. Aktivitas

ekonomi dari lokasi menawarkan pembahasan yang berguna dari

persaingan penggunaan tanah, perubahan lokasi dan penyesuaian,

dan signifikasi batasan lokasi. Dari minat tertentu adalah bagian

masalah perkembanan ekonomi dan peranan kebijaksanaan publik

dalam hubungannya terhadap lokasi aktivitas ekonomi.

Kontribusi Hoover terhadap pemahaman lokasi perusahaan dapat

dipertimbangkan dan dengan tidak suatu alat yang dibuat terhadap

kedua buku yang dibahas kembali disini. Kerangka teoritisnya lebih

luas dari pada kerangka Weber dan pada kedua contoh buku dari

pekerjaan yang nyata mendukung teori deduktif. Pengawasannya

pada industri kulit dan sepatu diterbitkan sebagai bagian dua dan tiga

dari bukunya yang pertama yang merupakan yang klasik diantara

studi kasus lokasi industri. Pendekatan Hoover juga tentunya

mempunyai batasan seperti Weber yang memandang orientasi

transport sebagai sesuatu yang dapat dianalisa secara terpisah dan

bukan menghubungkan faktor penyebab lainnya ke dalam teorinya

seperti yang mungkin dia lakukan. Dan disamping terhadap

refrensinya pada daeah pasar maka dia lebih banyak berhubungan

dengan biaya dari pada faktor permintaan. Namun demikian, hasil

kerja awal Hoover memberikan dorongan yang besar bagi

perkembangan model-model selanjutnya.

126

BEBERAPA KONTRIBUSI LAINNYA

Seperti yang dinyatakan pada awalnya, survey dari kontribusi

ekonomi terhadap teori lokasi industri setidaknya merupakan yang

selektif yang tinggi. Dalam menyimpulkan bab ini, rangkuman

membuat beberapa kontribusi lainnya yang mungkin membantu

dalam mengisi gap ini. Komentar yang dibuat disini harus sangat jelas

namun elemen dari beberapa pekerjaan merujuk terhadap munculnya

kemauan dalam bab yang berikutnya.

Hal ini akan jelas dari apa yang sudah dikatakan bahwa banyak

perhatian telah ldiberikan terhadap perlausan teori lokasi klasikal

dengan akarnya pada Weber sejak semua teoritis utama yang

mengikutinya dalam menghubungkan sesuatu dari Weber. Sebagai

tambahan. Moses (1958) telah mengambil langkah yang penting

dalam memperkenalkan fungsi produksi pariabel. Dengan demikian

dengan membuat fariasi dalam skala dan faktor kombinasi untuk

pelokasian perusahaan serta yang lainnya seperti Sakashita (1968)

telah mengkontribusikan terhadap jenis perluasan ini. Alonso (1967)

telah berusaha untuk merumuskan kembali teori klasikal yang

menghubungkan komplikasi skala ekonomi, pergantian faktor dan

pemrintaan elastis ke dalam model jenis Weber yang

digeneralisasikan dan yang diperluas.

Pekerjaan juga telah berlanjut dalam bidang persaingan spatial

dengan kasus Hoteling yang bertindak sebagai poin permulaan pada

pembahasan bagaimana perusahaan akan berbagai dengan pasar.

Analisis sebenarnya hoteling dijelaskan kemudian oleh penulis yang

telah diperluas untuk membuat lebih dari pada dua peserta dan Teitz

(1968) telah menguji beberapa implikasi keberadaan dari sistim yang

bersaing yakni perusahaan dengan cabang yang mungkin

127

menempatkan mereka untuk mendapatkan keuntungan yang bersaing

dalam hal terhadap pasar. Analisa persaingan pada pasar linear telah

diperluas ke dalam dua dimensi oleh Hyson dan Hyson (1950) yang

mendefenisikan kembali hukum pasar dari daerah pasar yang

diajukan oleh Fetter (1924) untuk mendefenisikan garis konsumen

yang tieak kpeduli diantara darah yang dikontrol dengan penyedia

yang bersaing. Selanjutnya komentar pada daerah geomentris pasar

telah diperlengkapi baru-baru ini yang meliputi makalah oleh Gambini,

Huf dan Jenks (1968). Dalam usaha untuk mengarasi masalah

kesulitan ari ketidak tergantungan lokasi maka pendekatan teori

permainan telah dicoba oleh Stevens (1961b) uga oleh Isard dan

Smith dalam makalah yang dibuat sebelumnya.

Pertanyaan dari teori keseimbangan yang umum mengamplikasikan

tehadap lokasi aktivitas ekonomi telah berlanjut untuk membuat

perhatian dari sejumlah ahli ekonomi. Model seperti Lefeber (1958)

menghadirkan usaha untuk menggabungkan teori lokasi klasikal

dengan teori ekonomi keseimbangan yang lebih umum yang

disarankan oleh Isard (1957). Salah satu masalah yang utama dalam

merumuska pendekatan keseimbangan yang umum terhadap skala

ekonomi adalah bagaimana mengatasi kerangka yang sama dari

fungsi lokasi beberapa aktivitas ekonomi dan daerah perluasan

lainnya. Ini merupakan salah satu kesulitan yang dihadapi oleh kedua

Losch dan Isard, yang mengkulminasikan sintesis grafik Isard yang

dirujuk terhadap yang lebih awal pada bab ini. Von Boventer (1962b)

telah membuat kontribusi yang penting didalam konteks ini yang

mengikuti teori Lefeber dan Stevens serta Brackett (1967, 6) yang

merasa bahwa Von oventer kemungkinan telah sampai kepada hal

yang dekat untuk menciptakan sistim penyatuan yang umum pada

kedua jarak diantara lokasi diskrit dan perluasan aktifitas lokasi

spatial. Koment selanjutnya yang berguna pada perkembangan teori

128

lokasi yang umum akan ditemukan pada Bramhal (1969) dan

Richardson (2969, 101-116).

Pekerjaan di dalam teori keseimbangan lokasi yang umum merupakan

kealamiahan abstrak yang tinggi dan pada saat tersebut hanya sedikit

penggunaan dari mengatasi masalah empiris di dalam lokasi industri.

Tetapi beberapa tahun yang silam telah terlihat pertambahan

sejumlah para ahli ekonomi yabng menembalikan pikiran mereka

terhadap masalah yang lebih praktis dalam bidang tersebut sebagai

perencanaan pekembangan. Dari minat teoritis tertentu yang

merupakan pekerjaan kelompok para ahli ekonomi Belanda yang

meliputi Tinbergen dan Bos, yang menganggap dan yang

berhubugnan dengan tidak adanya mteodologi yang cocok untuk

pemecahan masalah perencanaan yang berhubungan terhadap lokasi

industri. Pertanyaan yang kritis karena mereka melihat hal tersebut

dari identifikasi pola yang optimum dari dispersi spatial. Maslah ini

pertama sekali dipertimbangkan oleh Tinbergen (1961, 1964), yang

membuat situasi yang sederhana dimana ada industri yang berbeda

dengan jumlah prusahaan yang berbeda dan mengajukan masalah

bagaimana unit yang produktif dapat digabungkan ke dalam pusat

industri sehingga memperkecil industri dan biaya transport. Dia

sanggup mengurangi beberapa jenis hirarki pusat yang tidak seperti

yang diajukan pada teori tempat yang umum yang meliputi jumlah

pusat pada masing-masing kategori dan susunan industri mereka

tetapi dia tidak sanggup untuk mentnukan lokasi mereka. Pekerjaan

ini telah diperluas oleh Bos (1965) yang menemukan bahwa susunan

spatial yang optimum dalam kerangka yang kedua untuk

mempertimbangkan pengaruh yang sirkular dan daerah paar yang

terbentuk secara tidak teratur. Akirnya model program linear

diformulasikan untuk menentukan pola optimum dispersi. Tetapio

sayangnya solusi matematis tidak diketahui terhadap hal ini.

Beberapa contoh numerikal yang sederhana membuat kita sanggup

129

membuat beberapa generalisasi yagn dibuat terhadap pola yang

menyerupai dibawah asumsi alternatif (Bos 1965, 70-78), tetapi ini

akan merupakan suatu waktu sebelum jenis penelitian ini akan

menghasilkan hasil yang sanggup membuat aplikasi yang praktis.

Walaupun tidak tersedia di Inggris namun pekerjaan ahli Prancis

Claude Ponsard juga merupakan catatan yang penting. Bukunya yang

pertama-Economic et Espace (2955) - merupakan suatu usaha untuk

menghubungkan faktor spatial ke dalam teori ekonomi konvensional

sedangkan Histoire des Theories Economique Spatiales (2958)

merupakan sejarah dari teori perkembangan lokasi. Terjemahan

selanjutnya dari buku yang kedua ini dalam Regional Science Institutr

Mogograph Series seharusnya memeperlengkapi tes tambahan yang

sangat berguna dalam bidang ini.

Akhirnya, referensi yang singkat seharusnya dibuat terhadap empat

pernyataan rangkuman singkat yang berguna pada teori lokasi. Yang

pertama oleh Tiebout (1957) yang merupakan pembahasan ulang

yang penting dari pernyataan teori terhadap akhir tahun 1950 an dan

mengadung saran-saran bahwa konsep tingkah laku adaptasi dan

adopsi diajukan oleh : Alchiann yang mungkin berguna diaplikasikan

terhadap lokasi industri. Yang lainnya merupakan rangkuman teori

lokasi industri dengan ilustrasi grafik dari kedua pendekatan biaya

yang sedikit dan pendekatan daerah pasar oleh Alonso (1964);

Ricarson, (1969, 42-116), dan karaska (1969a) makalah ini diambil

secara bersama yang membuat tambahan yang bagus terhadap

pokok permasalahan pada bab ini.

130

AUGUST LOSCH

Kritik yang banyak apda teori lokasi permulaan adalah abstraksinya

dari permintaan. Lokasi adalah dilihat dengan luas sebagai produk

perbedaan biaya spatial dengan variasi dari tempat ke tempat pada

penjualan potensial yang pada dasarnya diabaikan. dua buku Hoover

tidak melarikan kritik ini terhadap analisanya tenatang faktor tuntutan

yang diperhalus untuk memperlihatkan darah pasar apa lokasi yang

diberikan akan membantu, dengan pengaruh pada volume

permintaan pada lokasi tidaklah dipertimbangkan. Pada tahun 1920-

an dan 1930-an beberapa ahli ekonomi mulai untuk mengalikan

perhatian mereka terahdap implikasi lokasi persainga diantara

perusahaan dan Palander (1935) membuat cara yang dapat

dipertimbangkan didalam arah ini tetapi hal itu adalah tahun 1940

sebelum ahli ekonomi Jerman August Losch menghasilkan teori umuk

lokasi pertama dengan permintaan sebagai variabel spatial luas.

Losch's Die raumliche Ordnung der Wirtschaft telah ada pada

terjemahan bahasa Inggris sejak 1954 dan telah memunculkan lebih

banyak perhatian dari pada kontribusi tunggal lain terhadap teori

lokasi. Hal ini sebagian karena Losch adalah pertama-tama untuk

menggambarkan hubungan spatial umum pada satu set pertanyaan

sederhana (Richardson, 1969, 107) dan untuk memperliatkan

bagaimana Wolfgang Stopler pada pendahuluannya terhadap

terjemahan mengambarkannya sebagai sistem keseimbangan umum

penuh yang menggambarkan didalam bentuk obstrak interhubungan

dari seluruh lokasi. Tetapi hal litu juga refleksi dari permulaan luas

pendekatan dan profunditas pemikiran bahwa Losch membawanya ke

ekonomi spatial.

131

Telah jalas dari permulaan bahwa tidaklah perhatian Losch untuk

menerangkan lokasi aktivitas ekonomi di dunia nyata. Sebagaimana

dikutip, "tugas nyata ahli ekonomi adalah untuk menerangkan

realitas dan untuk memperbaikinya. Pertanyaan lokasi terbaik adalah

jauh lebih penting dari pada penentuan yang aktual (Losch, 1954, 4).

Secara singkat, apa yang dia coba untuk lakukan adalah untuk

memperliatkan pola lokasi apa yang akan terjadi pada situasi

sederhana yang diberikan, memanuhi kondisi tertentu yang

mendefenisikan keadaan keseimbangan. Losch menolak pendekaan

lokasi biaya terkecil dari Weber dan pengikutnya dan pilihan

pencarian lokasi dimana pendapatan adalah terbesar. Pendekatan

tepat dia katakan adalah untuk menenmukan tempat dimana total

penghasilan melebihi total biaya oleh jumlah terbesar. Tetapi didalam

usaha untuk memperkenalkan lebih banyak realitas terhadap teori

lokasi dari pada pendahulunya, dengan variasi spatial pada

perminataan dan juga pada harga, Losch menemukan masalah lokash

optimum untuk perusahaan individu yang tidak dapat dipecahkan.

Segera inter ketergantungan perusahaan diterima, dengan

kemungkinan bahwa tindakan satu perusahaan pada penempatan diri

sendiri dapat membutuhkan penempatan kembali perusahaan yang

ada, masalah menjadi terlalu komplek untuk formlasi matematika

(Losch, 1954, 8).

Jika kita ingin untuk bijaksana dan untuk mempertimbangkan

pengaruh pemilihan lokasi utama pada seluruh lokasi yang lain,

kemudian kita masuk pada teori lokasi umum. Reperkusi,

pembicaraan terbatas adalah ditransfomasikan kedalam hubungan

bersama dan hal ini berhenti untuk menjadi sangat berarti untuk

menempatkan satu lokasi dan menguji hubungannya terhadap

tetangganya didalam pemisaha. Kami adalah dihadapkan dengan

inter-ketergantungan dari seluruh lokasi. Keseimbangan sistem lokasi

132

lebih lanjut tidak lagi dipetakan tetapi dapat diperlihatkan hanya

dengan sistem persamaan yang tidak dapat dipecahkan pada praktek.

Dan kemucian dia mengatakan (Losch, 1954, 29).

Solusi geometris menjadi tidak mungkin segera harga dan kwantitas

ditambahkan terhadap dua variabel spatial, untuk hal ini dapat

digunakan untuk tiga variabel pada kebanyakan. Juga perlakuan

aljabar mengarah kepada pertanyaan tingkat yang tidak dapa

dipecahkan. Kelomplekan ini bercabang dari fakta bahwa

sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, disana leih dari satu poin

geographi dimana total permintaan distrik sekitar adalah pada

maksimum dan bahwa dari poin ini terhadap permintaan total tidak

menurun menurut kepada fungsi sederhana. Kami dengan demikian

menurun untuk menentukan dengan terpisah untuk setiap salah satu

jumlah lokasi pabrik total permintaan yang dapat ditahan dan untuk

alasan sama volume terbaik produksi sebagai fungsi harga pabrik

(analisa pasar dan biaya). Kentungan terbesar yang dapaa diperoleh

pada setiap pain ini dapat ditentukan dari biaya dan curva yang

diminta dan dari tempat keuntungan uang terbesar, lokasi optimum

dapat ditemukan. Sekarang prosedur adalah tidak lagi teoritis

meskipun demikian tetapi secara sederhana testing empiris sejak hasil

hanya memegang untuk lokasi yang dengan nyata diuji dan tidak

dapat inter-dipolasikan. Sebagaimana seluruh pin pada daerah tidak

pernah dapat dianalisa pada cara ini, kami tidak dapat mengeluarkan

kemungkinan bahwa diantara lokasi tidak diuji disana mungkin satu

hasil yang lebih tinggi dari pada keuntungan terbanyak dari yang

diteliti ini. disana tidak ada solusi ilmiah dan untuk lokasi perusahaan

individu tetapi hanya praktek : test percobaan dan kesalahan. Oleh

karena itu Weber dan seluruh usaha lain pada lokasi valid dan

sistematik untuk perusahaan individu adalah dihukum untuk gagal.

133

Hal ini tidak berarti bahwa penteoritisan adalah pemborosan waktu

tetapi orang yang bekerja terhadap teori lokasi industri haruslah sadar

akan tingkat kesederhanaan yang disertakan dan menghindari

pendekatan satu sisi terhadap setiap masalah multivariasi komplek.

Teori umum dari Losch berusaha untuk memperlihatkan bagaimana

aktivitas ekonomi harus disusun dalam suatu ruangan. dia akan

mengasumsikan berbagai keluhan homogen yang sangat luas dengan

distribusi bahan baku dan laju transportasi yang merata dalam semua

arah. Populasi pertanian sangat terdistribusi dan semua individual

memiliki rasa yang identik, pengetahuan tekik, dan juga kesempatan

ekonomi.

Pola-pola pernyataan ini adalah salah satu hal yang terdistribusi

dengan baik. Dalam berbagai industri, pertanyaan yang ada adalah :

jika para petani mulai menghasilkan surplus dari berbagai komoditas,

pola-pola ekonomi spesial akan mengkonstitusi berbagai rasa

keseimbangan. Untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruangan

Losch haruslah memenuhi kondisi berikut.

1. Lokasi dari setiap perorangan haruslah mendapatkan keuntungan

sedapat mungkin, terutama dalam kaitanya dengan profit untuk

produsen dan juga perolehan bagi konsumen.

2. Lokasi produksi haruslah banyak sehingga keseluruhan ruangan

akan ditempati.

3. Dalam aktivitas yang terbuka bagi setiap orang sehingga tidak ada

profit dari seluruh perusahaan-perusahaan yang baru.

4. Bidang pasokan, produksi dan penjualan haruslah sekecil mungkin,

karena hanya ada sejumlah perusahaan yang akan dapat bertahan

untuk mencapai nilai maksimumnya.

5. Pada berbagai batasn luas pasar konsumen akan dapat diberikan

terhadap mana akan menghasilkan lokasi yang akan mendapatkan

suplai.

134

Kondisi ini haruslah diisi jika order spesial dari ekonomi adalah untuk

mendapatkan suatu pengertian dan permanensi yang lain.

Losch menguraikan kondisi kesetimbangan dalam lima persamaan,

dari mana akan membentuk ekonomi ruangan yang dapa dikerjakan.

Bagaimana kesetimbangan dicapai akan diperlihatkan sebaai berikut.

Jika petani memutuskan untuk menghasilkan surplus yang kemudian

bidang penjualan ini akan berupa lingkaran, yang diikat oleh lokus titik

pada mana harganya menjadi terlalu tinggi untuk melakuka

penjualan. Tetapi jika seorang petani dapat menghasilkan surplus,

maka demikian dengan yang lainnya; Persaingan ini akan mengurangi

ukuran daerah penjualan hingga menjadi berbentuk hexagonal seperti

semua ruang yang diisi. Dari bentuk geomeris yang akan mengisi

semua ruang (hexagon, segitiga, dan bujursangkar), hexagon akan

mendekati lingkaran. Ini merupakan permintaan unit terbesar, dan

akan meminimisasikan jarak total dari pusatnya ketitik tengah

demikian diperlihatkan oleh Cristaller.

Gambar 8.10 mengilustrasikan tiga tahap dalam perkembangan

sistem pasar hexagonal untuk satu industri. Dalam tahap 1, produsen

tunggal pada P akan dioperasikan dengan kurva QF. Harga (p) adalah

merupakan fungsi jarak dan akan meningkat denga biaya transportasi

sepanjang PF, dan jaak vertikal.

Sebagaimana barang-barang yang berbeda diproduksi, sebuah sistem

segi enam akan timbul untuk setiap industri dengan luas daerah pasar

yang bervariasi dari industri ke industri menurut kebutuhan produk.

Losch kemudian mengutamakan seluruh sistem individu sehingga

semuanya memiliki paling sedikit sebuah pusat produksi secara

umum. Dipusat ini, dimana seluruh produk dihasilkan akan terjadi

sebuah pusat kota dan ditempat-tempat lain dimana ada dua atau

135

lebih titik produksi serupa disana akan berdiri kota-kota kecil dan

besar.

Demikian jauh contoh lokasi dan daerah pasar oleh Losch menyerupai

yang dikembangkan oleh Walter Christaller (1933) beberapa tahun

kemudian, walaupun keahlian matematika mereka tidak sama (Barry,

1967,59-73). Tetapi Losch kemudian menunjukan bagaimana

pemusatan kota-kota kecil akan terjadi dalam bagian yang jelas di

daerah yang sama. Jika sistem individual segi enam semuanya diputar

disekitar pusat kota, akan ditemukan bahwa sebuah contoh akan

terbentuk dimana ada enam sektor dengan banyak letak produksi ang

bersamaan, dan enam sektor antara didalam sektor-sektor tersebut.

Dalam situasi ini, dimana terletak produksi terbesar yang bersamaan,

jumlah permintaan maksimum dapat terjadi dan biaya transportasi

akan berkurang. Ini merupakan rang pengaruran aktivitas ekonomi

ang dipenuhi oleh kondisi seimbang yang alami, Seperti halnya bentk

ekonomi, seperti Losch mengemukakannya, didisribusikan melalui

seluruh dunia seperti sebuah jaringan, dan dalam persetujuan dengan

undang-ndang setempat (Losch, 1954,137). Dalam uraian nyata yang

pertama tentang hal tersebut di Inggris (Losch, 1938), daeah denan

jarak seratus mil di Indianapolis digunakan sebagai bukti berdasarkan

pengalaman mendukung kota-kota yang kaya dan miskin secara

sektoral yang telah disimpulkan oleh Losch, dan dibukukan

(1954,125), Toledo dan kota-kota tersebut mengelilingi sampai radius

enam puluh mil digunakan sebagai contoh lain.

Dalam praktek yang teratur menenai bentuk ekonomi ideal Losch

diganggu oleh faktor-faktor yang tidak disangka. Oleh kepentingan-

kepentingan lain merupakan akibat dari politik harga dalam daerah

pasar dan Losch berpendapat bahwa daerah harga yang berbeda,

diperkuat oleh kecenderungan kedepan dari optimalisasi jumlah

136

perusahaan-perusahaan yang berbeda. Aplikasi dari pemilihan politik

harga sesuai dengan daerah telah diuji, dan Losch juga menyadari

akibat dari distribusi sumber daya dan penduduk yang tidak teratur,

perbedaan daerah dalam kemampuan masuk perbedaan manusia,

dan faktor politik seperti batasan.

Losch (1954,129) sungguh-sungguh menolak pandangan yang kacau

mengenai ruang ekonomi, tidak masalah bagaimana dnia nyata akan

terpisah dari peraturan yang teratus dari teorinya.

Tidak ada keraguan tentang contoh ruang ekonomi diantara kita berisi

hal-hal yang tidak logis, tidak ada undang-ndang ang mengatur. Tapi

saya menolak seluruh titik berat dari kekurangan ini. Tidak peduli

seberapa luas sebuah pandangan kacau dapat dibuat oleh fakta-fakta,

ini bukan saja tidak layak tapi juga berbahaya. Tidak layak karena ada

juga sebuah alasan yang masuk akal diatas yang tak terbanding lelbih

terikat dalam waktu lama daripada diatas kenyataan yang sesuai

dengan fakta. Berbahaya karena pendapat kita tentang kenyataan

adalah suatu faktor yang membentuk masa depan.

Losch kemudian merubah perhatiannya kepada perdagangan. Banyak

dari hal-hal mengenai perdagangan memiliki hubungan langsung

kepada teori lokasi industri daripada sebelumnya, tetapi ada beberapa

sektor dengan keinginan yang besar. Misalnya akibat dari eprubahan

harga setempat dalam ukuran sebuah daerah pasar yang tetap

digambarkan dalam sebuah diagram sederhana tetapi efektif (Gambar

8.11).

B2, dengan biaya operasi F1 dan K berturut-turut, gradien harga

berbentuk V. Daerah pasar akan kedua aktiva tetap memotong di H1,

dan bentuk-bentuk daerahnya ditunjukkan di bawah. Perhatian bahwa

adanya kekedualian dimana kedua daerah perpotongan pasar,

137

batasannya ditentukan oleh suatu harga kritik (O) pada saat penjualan

tertunda. Kenaikan harga pada B1 hingga F2 berpengaruh karena

sempitnya daerah pasar, karena limit berpindah dari G1 ke G2 sebelah

kiti dan dari H1 ke H2 pada sebelah kanan. Aktiva tetap B2 kemudian

mendapatkan langganan dengan harga B1. Dalam pembahasan Losch

tentang situasi ini menamahkan suatu elemen dinamis terhadap

analisis daerah pasar, dan disamping itu dia juga mempertimbangkan

pengaruh kondisi dagang internasional seperti tarif dinding pada

bentuk daerah pasar.

Bagian akhir dari buku ini memuat contoh-contoh. Yang

menggambarkan distribusi kota, bentuk daerah pasar, dan bagaimana

harga itu berbeda dalam lingkungan dunia. Dari hal itu pembahasan

yang penting dari pembahasan tentangvariasi harga faktor-faktor

produksi, termasuk ulasan tentang harga tanah, tarif upah dan pasar

uang, dan berbagai peta harga dari sejumlah barang-barang dan jasa

yang berbeda-beda di Negara Serikat (Losch, 1954, bab 26).

Losch memberikan contoh-contoh dari dunia nyata yang bukan

sebagai teori yang berbeda-beda namun merupakan suatu indikasi

tentang berapa jauh realitas itu menjadi rasional, teorinya adalah

suatu usaha membentuk apakah yang rasional itu leih baik dari pada

menjalankan yang sesungguhnya.

Seperti usaha lainnya yang berhubungan dengan teori tentang lokasi

aktivitas ekonomi, Karya Losch memiliki kelemahan. Mungkin

kegagalannya yang paling serius adalah memandang tentang variasi-

variasi harga, yang dieleminasi dalam asumsinya bahkan material dan

poplasi ang didistribusikannya. Setelah mengkritik satu sisi dari

pendekatan harga akhir, Losch melanjutkan ekstrim lainnya dan

pmenciptakan suatu jarak ekonomi dalam permintaan yang ini

138

dipangaruhi oleh lokasi prosedur. Dalam keadaan-keadaan yang sama

lokasi yang dapat dilalui adalah suatu masalah penjualan yang

memiliki ukuran tertentu. Faktor-faktor biaya memasuki analisis hanya

melali biaya transport yang membatasi ukuran daerah pasar (yaitu,

karena pengaruh permintaan) dan meliputi keuntungan

pengelompokan Losch dari tujuh sektor beberapa kota, yang polaya

menaikkan permintaan yang efektif. Losch juga telah dikritik tentang

lahan dimana sistem lokasinya dapat disertai hanya pada daerah

tujuan, dengan kata lain, kurang relevan terhadap persaingan

ekonomi kapitalis (Greenhut, 1956, Validitas aspek-aspek ekonomi

Losch telah dipertanyakan pada alasan-alasan lain (Beckman, 1955,

Valavanis, 1955; Robertson, 1956, Isard, 1956, 48 dan bab 11,

Greenhu, 1963, 174-175, 183 -185 dan Richardson, 1969, 72-77, 107-

108). Merupakan suatu tipe khusus dari ekonomi, yang ditunjukkan

oleh pertanian yang didistribusi secara terpisah tetapi membentuk

fungsi pasar, fungsi industri. Hal ini memuat elemen-elemen dunia

nyata, tetapi perbedaan yang kaku antara ekspresi pertanian dan

industri jarang ditemukan secara praktek. Contoh Losch menunjukkan

bahwa keberaturan bentuk ekonominya ramalan terdekat terhadap

daerah pertanian besar yang realitis, seperti Amerika Bagian Timur

Tengah, disana tidak ada daerah industri mayoritas.

Ringkasan alam teori lokasi Losch, dan asumsinya, membatasi

kegunaannya sebagai suatu tambahan menafsirkan dunis nyata,

tetapi mengkritik alasan-alasan ini kurang memahami philosopi dasar.

Losch memandang ekonomi sebagai suatu ilmu kreatif, yang

berkewajiban untuk memajukan dunia bukanlah menggambarkan

maupun menerangkannya. Kemudian dia mengkaji berdasarkan teori

lokasi dengan pola aktivitas ekonomi dengan memberikan hal-hal

terbaik :

139

Bilamana sesuatu itu barau diciptakan, dan kemudian diselesaikan,

dan direncanakan, hukum akan berlaku pada teori adalah satu-

satunya pedoman ekonomi terhadap apa yang akan mengambil peran

(Losch, 1954, 359).

140

KETERGANTUNGAN LOKASIONAL

Pada topik ini, penyimpangan-penyimpangan dari pandangan

pengarang demi pengarang sangat diperlukan. Menjelang tahun 1950-

an jelas, bahwa ketergantungan dua sekolah besar pada teori lokasi

industris, telah bergabung, merangkum pendekatan harga radisi

masing-masing dan suatu pandangan yang menitik beratkan

ketergantungan lokasi firma. Sekrang perlu diuji situasi ini.

Pengelompokan teori lokasi harga terkecil berakat pada kerja Alfree

Weber, dan memuat banyak tentang Palander dan Hoover. Sekolah ini

memusatkan penelitian tentang lokasi harga terkecil memurut

kondisinya dimana faktor permintaan adalah tetap, dan

ketergantungan lokasi firma adalah kurang diperhitungkan. Secara

lengkapnya pendekatan dalam hal ini adalah asumsi persaingan

lengkap, tanpa monopoli terhadap meningkatnya pasar dari lokasi

tertentu. Kelemahan pendekatan ini adalah permintaan dipengaruhi

oleh jrak biaya rata-rata yang tidak memberi laba maksimum dimana

hal itu lebih tepat untuk memindakan lokasi yang baru dengan unit

biaya yang lebih tinggi tetapi penjualan lebih tinggi akan menaikkan

laba total. total biaya terkecil adalah konsep yang berguna dalam

lokasi industri hanya pada kondisi dimana permintaan adalah tetap,

sebaliknya, togal biaya rendah bisa menunjukkan volume output yang

rendah dalam situasi yang buruk hubungannya dengan pasar.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini, teori biaya tradisional

terkecil "ketergantungan lokasi" atau daerah pasar sekolah

dikembangkan. Sekolah-sekolah yang cenderung pada Palander dan

Hoover, terbanyak menurut Losch, dan kerja para ekonomis

menguntungkan pada aspek teori yang kurang lengkap atau

persaingan monopoli (Fetter, 1924, Hotclling, 1929, Robinson, 1934,

141

Chamberlin, 1936, Lerner dan Singer, 1939, Smithies, 1941, dan

Ackely, 1942), pendekatan ini secara umum menafasitkan bahwa

seluruh firma mengalami biaya produksi yang sama, dan penjualan

terhadap pasar yang didistribusi bukanlah pandangan pasar menurut

Weber. Harga yang ditentukan pada konsumen berbeda dengan biaya

pengimbangan jarak dari pabrik.

Setiap penjual, dalam memilih lokasinya, mengontrol daerah

kemungkinan pasar yang paling besar, posisi dan perluasan yang

dipengaruhi oleh tingkah laku konsumen dan keputusan lokasi dari

firma lainnya.

Perusahaan pengolah menguji kontrol monopoli berdasarkan seksi

pasar yang dapat menawarkan harga lebih rendah dari pesaingnya.

Pola lokasi aktiva tetap dan daerah pasar kemudian adalah hasil

variasi dari tempat ke tempat dalam permintaan dan dari lokasi

ketergantungan firma. Kelemahan dasar pendekatan ini adalah variasi

biayanya tidak diperitngkan yang tidak serealistis biaya terkecil

abstraksi sekolah dari permintaan.

Pendekatan ketergantungan lokasi meningkat dari diskusi tentang

situasi yang sama yang akan diperoleh dibawah kondisi persaingan

tidak sempurna. Telah banyak dikerjakan dalam konteks dua firma

yang telah disempurnakan, atau dua polis, bersaingan disepanjang

pasar linier. Kontribusi mayor utama adalah berdasarkan Fetter

(1924), yang menjelaskan beberapa cara firma yang

menyempurnakan kontrol pasar sebanyak mungkin, dan bagaimana

hal ini dapat mempengaruhi bentuk daerah pasar. Sebagian dari

gagasan Fetter mempertemukan caranya kedalam kerja teoris lokasi

mayor tahun 1930-an, tetapi kebanyakan adalah karya Hotelling

(1929). Dalam situasi kedua penjual es krim yang bersaing pada

142

penawaran suatu produk pada konsumen bahkan didistribusikan

sepanjang tepi pantai, dengan setiap pembelian satu es krim dalam

satu unti waktu, Hotelling menunjukkan kesimpulan bahwa kedua

penjual itu akan saling terakhir sekitar pusat tepi pantai, masing-

masing mengenai separoh pasar.

Dia mengembangkannya kedalam suatu hubungan generalisasi pada

penggolongan industri dibawah kondisi-kondisi permintaan.

Rasionalisasi di bawah pendapat Hotelling, dan sebagian dari

implikasinya dapat diperluas dalam suatu urutan diagram sederhana

dari jenis yang telah dipakai untuk membahas aspek-aspek teori

Palander dan Losch. Dalam gambar 8.12. Dua produser sedang

bersaing mendapatkan langganan yang didistribusikan sepanjang

pasar linier OP. Asumsi pasar linier dibuat sederhana untuk suatu

presentasi grafik, dan realitas yang lebih besar ditunjukkan melalui

pemikiran OP sebagai suatu seksi berdasarkan situasi tiga dimensi

biaya produksi dimaa-mana adalah sama, dimana angka muatan

adalah sama per unit jarak di sekitar pasar, dan produser menjual

pada sistem harga f.o.b supaya biaya transport dari pabrik dibayar

oleh konsumen. permintaan untuk produk tidak pasti inelastis setiap

konsumen membeli satu unit produk dengan satu unit waktu menurut

harga. Firma A memasukkan pandangan pertama dan

menempatkannya pada pusat pasar, walaupun dibawah asumsi yang

dibuat beberapa lokasi akan memberikannya pasar entrik. Firma

kedua (B), bebas lokasi dimana-mana dan mempersiapkan persaingan

dengan A, akan menemkan bahwa lokasi pada pusat pasar serapat

mungkin dengan A adalah paling menungungkan. Ini ditunjukkan

dalam gambar 8.12a. dimana firma A melayani pasar sebelah kiri dan

B adalah bagian kanan. Jika B telah memilih lokasi lain (gambar 8.12b)

dia dapat melayani pasar lebih murah dari pada lokasi pusat, seperti

ditunjukkan oleh beratnya garis harga keduanya, tetapi permintaan

143

itu tidak selalu inelastis pembeli disini akan membeli apa saja, maka B

tidak memperoleh keuntungan dari hal ini. Dan lokasi jauh dari A

berarti bahwa firma A dapat bersaing dengan B dalam bagian daerah

antara kedua firma itu, dimana harga A leih rendah, dalam gambar

8.12a. Kemudian lokasi pada puat pasar sedekat mungikin dengan A

hanya posisi yang mendukung B untuk mengontrol sebanyak mungkin

pasar. Setiap firma memiliki control monopolistik akan keberadaan

pasar, dan Hotelling berpendapat bahwa faktor ini melakukan

stabilitas pada solusi persamaan dibawah kondisi duopoli. dia

meyatakan dimana dalam situasi yang diambarkan di atas firma

ketiga yang memasuki industri akan mencoba mendapatkan posisi A

ke B tetapi bukan berada diantaranya.

Situasi-situasi itu pada umumnya berhubungan dengan kasus

Hotelling yang menstimulasi beberapa pembahasan. Chamberlin

(1936, 194-199) dan Losch (1954, 72-75) menunjukkan ketidak

konsistenan dalam pendapat Hotelling, keduanya berhugungan

dengan kepentingan lokasi berbalik untuk duopolis dan implikasi

penggolongan.

144

Daerah Penjualan A Daerah Penjualan B

Dari A

Dari B

JarakBAO P

Daerah Penjualan A Daerah Penjualan B

JarakBAO PX

b

Gambar …….. Lokasi Persaingan duopolist untuk pasar linier dalam

kondisi permintaan in elastis tak terhingga, menurut

Hoteling.

Tidaklah sulit memahaminya, pada asumsi Hotteling sendiri, duopoli

tidak harus menempati lokasi pusat, karena selama mereka

ditempatkan secara simetris sepanjang garis, mereka akan mendapat

bagian dari pasar.

145

Harga

Harga

JARAK

P

HARGA

HARGA

AO

BX

(B)

Misalnya, lokasi pada posisi kuartil dalam gambar 8.12. akan

melakukan hal ini, Bahkan jika keduanya menempati pusat, masukan

firma ketida cenderung mengadakan pembubaran, karena pasar linear

satu firma harus menjadi perantara dari kedua lainnya yang kemudian

tidak mendapatkan penjualan, dan akan adanya perobahan menetap

menghindari tabungan menengah. Chamberlin (1936, 195)

mengatakan bahwa tiga pesaing A dan B akan berada pada kwartil

dan C pada satu posisi antaranya, dan jumlah firma yang meningkat

akan cenderung tersebar luas dalam kelompok-kelompok kedua garis

itu.

Apa implikasi dari menurunnya asumsi permintaan yang inelastis?.

Jika harga mempengaruhi penjualan, maka pentinglah untuk menekan

harga pada pasar, yang paling tinggi. Dalam keadaan seperti ini kerja

kedua firma adalah bersekongkol, seperti monopolis dua aktiva tetap,

akan berada pada posisi menekan biaya transfer dan kemudian

memperbesar penjualan. Lokasi ini akan menguntungkan bagi kedua

firma yang bersaing, yang mampu mengambil alih setengah pasar.

Perbandingan dengan lokasi pusat (gambar 8.123b) menunjukkan

bahwa biaya tabungan transfer berada pada lokasi kwartil lebih besar

146

Di tahun-tahun belakangan ini sumbangan terbesar bagi

perkembangan Locational-inderdependence tentang lokasi

industrial telah dibuat oleh Melvin Greenhut, yang hasil kerjanya akan

di bahas dalam bab berikut. Sumbangan lain adalah kertas kerja

Devletoglou (1965) yang membahas aspek-aspek tertentu dari

pendekatan konvensional terhadap kompetisi spetial dalam situasi

duapoli\. Devletoglou mengkritik analisa Hotelling's, juga

mempertanyakan variasi Smithies (1941) dengan argumen yang

sama. Devletoglou merasa bahwa tidak mungkin memisahkan wilayah

pasar dengan menggunakan garis rigid indefference sebagaimana

yang dinyatakan dalam teori konvensional, hal tersebut akan

menimbulkan arti bahwa akan ada doubtful area (area yang tak pasti)

dengan dekatnya seorang produsen dibandingkan persaingannya

bukanlah faktor yang cukup kuat untuk menentkan sumber

147

JARAK

persediaan konsumen. Dalam doubtful area ini, atau wilayah yang tak

pasti, konsumen adalah subjek bagi suatu "fashion effect" dan

mungkin membeli dari salah satu produsen karena mereka leblih

menyukai produknya disebabkan jarak (harga) lebih rendah. Sebauah

asumsi menyatakan, "jika duopolist bertemu didaerah pusat, masing-

masing bertemu akan mampu memperhitungkan kemungkinan setiap

orang secara umum, dan karena itu tidak memperitngkan orang-

perorang secara konsumen" (Devletouglou, 1965, 158). Dengan kata

lain, jika salah seorang menjual es krim Hotelling mampu membuat

produksinya tampil beda dari pesaingnya, maka ia bisa memperoleh

lebih dari separuh pasarnya sendiri, jika mereka, terpisah, jarak itu

sendiri bisa memastikan penjaja produk penjualan yang bermutu

rendah berada jauh dari pelanggannya terdekat yang tidak akan

berusaha jauh-jauh mencari produk pesaingnya.

Sebagai illustrasi akhir tentang locational interdependenc

(Kebebasan), perbedaan dalam biaya dan harga dapat digambarkan

dalam model grafik sederhana untuk menggambarkan beberapa

tambahan yang berhubungan dengan strategi kompetitif yang bisa

mempengaruhi lokasi. Dalam gambar 8.14. firm A terbentuk di pusat

linear market OP dalam satu situasi dimana konsumen akan membeli

darinya (penjual) pada harga yang ditunjukkan pada gambar. Biaya

pabriknya per unit produksi adalah AA'. Firm tapi disini biaya produksi

(BB') cukup tinggi sehingga tak ada yang lebih murah dari A. B adalah

lokasi yang tidak mentungkan kecuali beberapa cara dapat dilakukan

untuk mengurangi harga pada tingkat dibawah A melalui beberapa

bagian pasar. Pada C untuk menjual A dengan harga yang lebih

rendah pada bagian pasar yang dari O ke X. Suatu firm mampu

memperluas pasarnya dengan mengalahkan pesaingnya melalui

diskriminasi harga geografis, dan hal ini dapat diperlihatkan dengan

berkenaan dengan firm C. Jika permintaan inelastis diambil maka

148

P

CIII

CI

CIII

BI

AI

XCO

Y BA

peningkatan harganya sedikit ke arah kiri "plant" (sepanjang harga C

tetap berada di bawah grafik baru bagi C meningkat kearah kiri dari

C". Hasil ekstra yang diperoleh dengan cara ini dapat digunakan untuk

merendahkan harga kearah kanan firm C, sebagaimana yang

ditunjukkan oleh gradian peningkatan dari C", yang dapat

memngkikan C memperluas wilayah pasarnya ke arah y, atas biaya

firm A, kemudian menambah total penjualan. Tapi, dalam prakteknya,

A akan beraksi pada hal ini, dan persaingan harga di masa yang akan

datang akan berakibat dalam area (wilayah) antara A dan C sampai

beberapa jenis posisi equilibrium dapat di capai.

Diskusi Locational interdependence ini telah dijelaskan secara

ringkas dan pada tingkat yang mendasar. Cukup banyak contoh-

contoh dari dunia nyata yang telah dilakukan sehingga analisa

tentang persaingan sepanjang linear market seringkali kelihatan

seperti geometri yang sederhana daripada studi tenang plant

locational. Walau bagaimanapun sudah cukup banyak masalah-

masalah utama yang telah dipaparkan untuk menunjukkan bahwa

149

DELIVERED PRICE

konsep locational interdependence menambah dimensi baru pada

teori klasik yang berdasarkan penelitian pada least-cost location.

Bagaimana duna pendekatan dapat disusun kembali dalam teori

komprehensif tentang lokasi industri merupakan masalah utama, yang

harus dipecahkan secara memuaskan.

150

MELVIN GREENHUT

Teori ini menitikberatkan kepada pertimbangan antara kenaikan biaya

yang minimum dikaitkan dengan lokasi industri yang di populerkan

pada tahun 1956

Greenhut melakukan perbaikan terhadap pengaruh Ekonomi Mikro

dengan mempertimbangkan unsur space di dalam analisisnya.

Dalam buku pertama, Greenhut menjelaskan faktor-faktor penting

terhadap penentuan lokasi suatu industri dengan mempertimbangkan

biaya yang minimum. Pertimbangan lain adalah melihat kekuatan

variasi biaya dan permintaan serta pengaruhnya terhadap penentuan

lokasi. Dari faktor tersebut Greenhut membuat suatu daftar seperti

transaksi, biaya pengolahan, faktor permintaan dan pendapatan. Dari

faktor tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah peranan

pemerintah.

Transportasi adalah sebagai suatu faktor utama dari lokasi pabrik dan

Greenhut melihat sebagai sesuat yang mutlak. Seorang pengusaha

akan memperhatikan pertimbangan ekonomis dari transportasi jika

harga muatan terdiri dari sebahagian besar dari harga total dan akan

hanya memungkinkan apabila harga pemindahan terhadap lokasi

yang berbeda-beda menguntungkan.Pertimbangan faktor transportasi

juga memperhatikan jarak antara lokasi industri dengan pasar.

Biaya proses produksi menurut Greenhut mempertimbangkan upah

tenaga kerja dan pembayaran pajak. Kedua faktor tersebut akan

mempengaruhi keuntungan disamping lokasi dan biaya transportasi.

Greenhut memberikan perhatian khusus pada faktor permintaan dan

pengaruhnya terhadap lokasi perusahaan atau pabrik. Pertimbangan

lainnya adalah mengenai saling ketergantungan antara keuntungan

151

lokasi dibawah beragam kondisi dan kepentingan yang pada

gilirannya akan berpengaruh terhadap keputusan untuk

kecenderungan berkonsentrasinya pabrik atau perusahaan.

Secara umum produksi dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya

transportasi dan karakteristik biaya marginal. Perusahaan akan

berlokasi dengan titik pemasaran yang terdekat, begitu pula dengan

perusahaan kecil lainnya agar dapat melayani sebahagian besar

pasar. Greenhut memberikan contoh bahwa pada sistem oligopoli

perusahaan-perusahaan akan berusaha untuk menurunkan harga dan

hal ini merupakan bagian dari efisiensi. Disamping itu Greenhut juga

mempertimbangkan faktor lainnya seperti : biaya pengerjaan, faktor-

faktor permintaan dan faktor pendapatan.

Penurunan harga adalah merupakan salah satu upaya untuk menarik

keuntungan yang mungkin diterima dari keuntungan aglomerasi atau

deglomerasi. Sebagai contoh eksternal ekonomis suatu perusahaan

mungkin berasal dari suatu lokasi yang sesuai dan cocok dengan tipe

perusahaan bisnis. Faktor peningkatanpendapatan adalah juga

merupakan keterkaitannya dengan volume penjualan.

Greenhut juga menyinggung pertimbangan motif seseorang dalam

mempengaruhi pemilihan lokasi yang tepat. Jadi dengan demikian

motif untuk memperoleh keuntungan secara maksimum adalah

merupakan suatu keputusan yang sangat berpengtaruh. Profit

maksimum dalam pemilihan lokasi oleh seorang individu yang rasional

senantiasa dikaitkan dengan pertimbangan penentuan pendapatan

dan biaya.

Kemudian Greenhut dalam bukunya Microeconomics and the space

economy menyimpulkan bahwa pilihan terhadap profit maksimum

adalah sesuatu yang sangat logis. Dengan perkataan lain bahwa

152

terdapat suatu pertimbangan diantara potensial profit dengan resiko

yang akan terjadi atau selisih anatara keuntungan dengan kerugian

yang terjadi di pasar. Sehingga dengan demikian tentunya akan

dipertimbangkan selisih yang terkecil antara keuntungan dan kerugian

yang dimaksud.

Teori Greenhut tentang lokasi industri menyatakan bahwa permintaan

akan dipengaruhi oleh :

1. Faktor biaya dari lokasi (transportasi,buruh,dan biaya

pemrosesan)

2. Faktor permintaan dari lokasi (saling ketergantungan lokasi dari

perusaha-

An atau usaha untuk memonopoli pasar )

3. Fakor penurunan biaya.

4. Faktor peningkatan pendapatan

5. Faktor penurunan biaya individu

6. Faktor peningkatan pendapatan individu

7. Pertimbangan individu.

Hal diatas merupakan faktor biasa yang masuk akal dan didukung

oleh penemuan dari penelitian empiris.

Dia menyelesaikan maksud pernyataan agar dari penyatuan biaya

paling sedikit dan pendekatan saling ketergantungan penempatan

dengan memaksimumkan dari penurunan sebagai kriteria dari

memaksimumkan profits, tetapi Greenhut bersikeras ia hanya

membayar service kata (berpura-pura) untuk membayar faktor biaya.

Inti dari teorinya diringkaskan sebagai berikut.

Setiap perusahaan akan memperlihatkan pandangan kompetitif dari

tempat yang mana penjualan menunjukkan angka /nomor dari

153

pembeli (siapa yang membelanjakan permintaan untuk keuntungan

terbesar yang mungkin) dapat disediakan pada biaya total terkecil.

Disaat, percobaan berhasil persaingan untuk mendapatkan daerah

keuntungan maksimum akan terjadi penyusutan permintaan relatif

seperti pemotongan keuntungan, dengan demikian akhirnya memiliki

peranan penting dalam keadaan seimbang.

Keseimbangan akan mendapatkan

1. Menyamakan penghasilan marginal dengan biaya-biaya marginal

2. Penghasilan /pendapatan rata-rata (atau lebih baik menggunakan

nilai keuntungan) tangen ke biaya rata-rata.

3. Konsentrasi dan penyebaran dari penamaan termasuk pemesanan

kepada penumpang dari beberapa penamaan akan berkesempatan

kalah/rugi.

Pertukaran apa saja dalam pembiayaan atau faktor permitaan tentu

saja mengganggu keseimbangan ini dan hasilnya dalam penyesuaian

penempatan. Pada akhirnya Greenhut menentang untuk tidak

memakai teori umumnya pada dalil lain dari pada perekonomian

dengan memperkenalkan kepuasan yang tidak membutuhkan uang

tetapi ia benar-benar menetapkan bahwa faktor biaya pertimbangan

individu adalah kekuatan lebih yang perlu diperhitungkan dengan

tidak hanya dari sudut seleksi perorangan tetapi untuk keseimbangan

keseluruhan.

Pengetahuan umum dari teori Greenhut merupakan salah satu

kegunaan pernyataan-pernyataan umum dalam lokasi perindustrian

seharusnya akan ditawarkan jika beberapa syarat utama telah dibuat

itu adalah bagian dari analisis. 2 buku kebanyakan memberi batasan

untuk faktor permintaan dan penggabungan teori yang telah ada lebih

dari cukup dari sisi saling ketergantungan penempatan. Melihat

154

penyelidikan secara empiris untuk pengoperasian model yang mana

disana ada penyatuan nyata dari biaya terkecil dan akan saling

ketergantungan penempatan pendekatan sulit ditemukan disini tetapi

mungkin ada selalu lebih banyak untuk bertanya beberapa teori.

Walaupun perhatian Greenhut pada faktor permintaan, kedua teori

dan penyelidikan empiris kemudian memiliki pemenuhan ingatan

dengan pendekatan biaya ketika faktor permintaan telah termasuk

secara umum dalam konteks dari keikutsertaan biaya transport

dalam penyuplaian pasar. Seperti pada model Weber lebih jahu lagi

Greenhut (1964) menganbil isu-isu keinginan itu untuk memberi

perhatian untuk faktor permintaan.

Ia berkesimpulan bahwa permintaan tergantung kepada pemilihan

lokasi dan juga pengaruh-pengaruhnya dan secara aktual biaya-biaya

akan lebih bervariasi dari tempat yang berbeda. Ia membuat

perbedaan kegunaan antara permintaan sebagai sebuah waktor

daerah penentuan dari penempatan pemilahan satu area untuk

penempatan lainnya karena ukuran terbesar dari pasar jadi satu dan

permintaan sebagai faktor sisi penentuan dan penempatan, yang

mana keterlibatan pemilikan relasi untuk penempatan persaingan

atau saling ketergantungan penempatan. Ini adalah efek dari

penentuan dari kegagalan permintaan untuk tidak diperhitungkan

atau dihiraukan (greenhut 1964, 178). Penyatuan penuh dari saling

ketergantungan menempatan kedalam penjelasan model-model

operasional juga mengingat pajak umum untuk analisis penempatan

perindustrian.

155

WALTER ISARD

Di tahun 1956, Walter Isard menerbitkan buku tentang Teori lokasi

dan perekonomian ruang, kemudian diikuti oleh Metode analisis

regional (1960) dan memberikan sumbangan kepada ilmu tata ruang

ekonomi dan regional. Lokasi dan tata ruang ekonomi harus

dipandang di dalam hubungannya terhadap aktivitas yang lain,

walaupun teori umum yang disusunnya adalah terbatas tentang

kegunaan langsung untuk masalah khusus . Isard memandang hal itu

sebagai keterbatasan arah pembangunan dari kumpulan teori dan alat

bantu untuk menganalisis pengertian dari proses operasional ekonomi

.

Tujuan dari lokasi dan tata ruang ekonomi adalah prinsip untuk

membangun lokasi dalam penggambaran dasar dari berbagai aktivitas

yang lain. Isard mempertimbangkan berbagai aspek tata ruang,

terutama terhadap sebahagian besar industri.

Pada awalnya, Isard melihat sebuah kerangka kombinasi Von Thunen,

Losch dan Weber sebagai sebuah pendekatan yang mungkin untuk

teori umum: Von Thunen memusatkan pada Pola zona pertanian

disekitar wilayah perkotaan yang diilustrasikannya pada pola bersegi

enam dan pasar di pusatkan di kota besar. Jadi dengan demikian

tempat lokasi untuk produksi yang baru dan kota-kota dapat

dijelaskan dengan sebuah mekanisme Weberian Locational Weight

dan ditambahkan dengan analisa hirarki dari Von Thunen – Losch.

Isard menyusun perpaduan teori lokasi dengan cabang ilmu lain pada

teori ekonomi dan mencoba menyesuaikan dengan prinsip substitusi

dari Andreas Predon ide utama teori ini adalah bahwa teori lokasih

156

umumnya dapat dikembangkan dengan cara yang sama kepada aspek

teori ekonomi lain dengan menerapkan prinsip pembagian pada

sebuah acara kombinasi antara pengeluaran pengusaha di berbagai

faktor-fakto produksi dalam menentukan pemilihan lokasinya.

Pendekatan subsitusi pada lokasi telah diringkas oleh Greenhut

dengan mengikuti teori lokasi industri dan teori ekonomi di dalam

melekatkan prinsip substantif, dalam dua tingkat dari pekerja dapat

digantikan dengan modal atau tanah, sebaliknya dengan dasar

masalah yang sama. Kedua keputusan ini mencoba memaksimalkan

tujuan dan sasaran yang mungkin dicapai karena optimalisasi berakhir

dengan persaingan dilokasih.

Seperti teori lokasi, Isard memberikan banyak perhatian pada faktor

transportasi. Dia meletakan transportasi jarak sebagai inputs (Isard,

1951). Pada tingkat yang sama ada 4 faktor yang diakui sebagai

faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan firma) untuk syarat

pada proses produksi. Transportasi diperkenalkan sebagai faktor dan

menekankan peranan input transportasi di dalam produksi dan proses

komsumsi secara sederhana (Israd 1956, 90).

Analasis Isard pada keseimbangan lokasi perusahaan pada orientasi

transportasi adalah bagaimana peranannya dari pendekatan

substitusi. Kerangkanya terkenal pada lokasi segi tiga dengan pasar

pada salah satu sudut (C), sumber dari 2 bahan baku atau raw

material pada sudut-sudut lain (M1 dan M2) dan unsur jarak. Dalam

hal ini adalah menentukan lokasi opyimun dengan memberikan

asumsi yang pasti berkanaan dengan biaya angkut dan jumlah bahan

baku yang dibutuhkan, untuk sebuah industri dan variabel jarak dari

sebuah untuk penjelasan ini asumsi sederhana, sebuah unit

transportasi (biaya $X) dari M1 dan 5Mil dari M2 akan mendatangkan

sebuah biaya $4, 25xX. Dalam input transportasi dari M1 dan $5x M2

157

C

8miles3m

M2

M1

5m

T

7miles

( a )

M1S Transportation line

dan berkurang dari M1 ($2x) input transportasi dari M2 telah

disubstitusi untuk ini dari M1. Pengurangan yang sama bentuk (8.

15B). Menganggap bahwa dibutuhkan satu ton bahan dari M1 dan

satu ton dari M2 dan bahwa tingkat transportasi adalah sama dan

sebanding terhadap jarak. Garis-garis sekarang dapat di bangun dan

didirikan untuk menunjukan apakah itu akan membiayai langka

bahan-bahan ini pada tempat bergaris combinasi pada jarak dari M1

ke M2.

Karena asumsi telah dibuat, garis-gsris ini akan diluruskan dan

mempunyai sebuah slope negatif pada 1. 0. Hal ini memperlihatkan

bentuk 8. 15C, dimana tiga garis pengeluaran yang sama

diperlihatkan secara berturut-turut pada berbagai kombinasi jarak dari

M1 dan M2 yang akan memerlukan pengeluaran transportasi kepada

tingkat pemberian pembayaran. Lokasi optimun, atau posisi

keseimbangan sepanjang kurva ST nilainya adalah garis singgung

pada garis harga pembanyaran yang lebih rendah atau sedikit. (hal ini

pada X) untuk beberapa gerakan sepanjang curva jauh dari

pendekatan (X) pada garis pembayaran baru yang mempunyai

ketinggian yang sama.

158

M1

M2

Equal outlay lines

GambarMasalah segi tiga lokasi, diinterprestasikan dalam suatu kerangka kerja (Sumber Isard, 1956, 98)

Sebagai gambaran pada Bab 3, dimsana jumlah maximum, dalam

analisa Isard dimana tidak untuk keuntungan jumlah maximum lokasi

pilihan-pilihan jarak sewenang-wenang (3 mil) dari C, dan untuk

mencari jumlah maximum sebenarnya atau “” Penuh posisi

equilibrium keuntungan persaingan dari proses garis besar, tetapi

dengan keuntungan dari M1 da kemudian M2 menjaga konstan (Isard,

1956, 95-104, 113-119) bahwa dengan mengunakan konsep masukan

transport dalam suatu kerangka kerja pengganti, pengenalan

transport weberian dapat dimaksudkan kedalam teori produksi,

ketergantungan sebagai mana pada prinsip dari penggantian diantara

faktor-faktor. Tetapi dia mengharuskan bahwa pemecahan segi tiga

berat weber, dan constribusi geometrik planders, model makanik

varignous dan sodapane atau garis bentuk teknik terobosan proses

dari mendapatkan tempat lokasi equilibrium daslam pelaksanaan

159

( c )

(Isard 1956, 121-124). Semua lebih langsung dari pada metodenya

yang berhubungan hanya dengan konsepsual dari pemilihan analisa

dalam penggantian istilah.

Mengenai transport, Isard menguji orientasi dengan tenaga kerja, dan

menunjukan bagaimana sisi tenaga kerja murah dapat dikenalkan

(1956, 127-131). Pertimbangan pasar dan daerah-daerah penawaran,

melalui pembenrtukan pasar malam Hoover. Hoover meniru ilustrator

batas daerah pusat dari persimpangan garis (lihat bentuk 8-7), tetapi

situasi mengartikan dalam istilah pengganti, melalui pilihan pemberi

dari produsen X dari pada Y konsumen adalah masukan transport

pengganti dari Y, atau mereka memilih pengganti produksi rendah

melalui perusahaan X untuk sebuah peningkatan pada perusahaan Y.

Losch s hexagonal menemukan ruang pasar dengan cepat, yang mana

dapat digambarkan istilah pengganti dengan sederhana. Dalam

pertimbangan pengelompokan, Isard memberikanb webers pada

pendekatan kerangka kerja, menunjukkan bahwa dari sedikit biaya

traspor lokasi untuk daerah pengelompokan pemecahan garis besar

transpor pengganti dari produksi.

Pernyataan matematika resmi dari Isard teori umum dari Bab 10

diikuti dengan pembukaan surat (Isard, 1952). Teori pertama Webers

mengemukakan danumumnya untuk bekerja sama dalam pengiriman

bahan-bahan utama produksi dan komsumsi, utama produk, dan

pasar pasar dan daerah penawaran. Kemudian kemukinan lebih dari

sebuah produksi diterima. Akhirnya Loschin analisa daerah pasar dan

dasar teori lakasi agrikultural, vontunen mencakup, untuk ruang

ekonomi yang lengkap. Kondisi equlibrium sebuah negara resminya

dalam istilah pengganti, yang mana meringkaskan prinsip dasar.

……….Haruslah sama timbal balik dari rasio rata-rata trasport mereka,

surplus sosial (meskipun demikian didefenisikan) lebih sedikit biaya

160

transport pada sebuah input transport lain di pegang secara konstan

(Isard, 1956, 252). Prinsip ini menyatakan sebahagian besar teori

lokasi yang ada sebelumnya dan Isard meninjaunya sebagai

prasarana pengizinan teori lokasi untuk dinyatakan didalam bentuk

yang dapat dibandingkan terhadap teori palins banyak produksi.

Sintesis Isard tidak masalah bagaimana abstrak itu mungkin dengan

demikian diuntungkan baik teori lokasi umum dan industri dan juga

mencapai beberapa jenis integrasi dengan aspek teori ekonomi lain.

Jenis pola lokasi industri apa yang dinyatakan oleh teori Isard dan apa

bentuk umum ekonomi ruang didalam keadaan keseimbangannya?

Poin permulaan adalah analisa yang diusulkan oleh Launardt dan

kemudian di adopsioleh Palander, dimana implikasi point beragam

pada situasi jenis Webers adalah di kerjakan. Hal ini menyertai

konstruksi geometris yang digambarkan lebih penuh dari palander

(1935) dan Isard (1956) dimana lokasi melayani seksi berbeda pasar

dapat ditentukan. Pada gambar 8. 16a, M1 dan M2 adalah sumber dari

dua meterial dan point C, C1… C7 adalah poin konsumsi untuk

beberapa point C1, tiga sudut lokasi M1, M2, C1 yang merepleksikan

penarikan tiga sudut lokasi. Jika ringkaran menggambarkan tentang

bobot tiga sudut dan line lurus dari pola O ke C1, point dimana hal ini

mengintraksikan lingkaran dalam tiga sudut lokasi adalah point

produksi dari dimana C1 harus dilayani untuk meminumumkan biaya

trasport. Pada generalisasi situasi ini, dengan kontinu pasar yang

diwakili oleh sejumlah tiga tentu point C, hal ini dapat diperhatikan

bahwa bagain pasar akan dilayani dari lokasi pada M1, bagian dari M2

dan sisa dari berpariasi point sepanjang lingkaranrelefan (yaitu dua

arcs M1, M2 pada gambar 8.16). Beberapa point konsumsi dalam dua

lengkungan seperti Ct pada gambar 8.16a akan dilayani dari pabrik ke

point.

161

Isard memperluas kerangka kerja untuk menggabung lokasi tenaga

kerjamurah atau beberapa jenis orientasi dan mengikuti Falander,

menambahkan sumber tambahan material. Sebagai hasil sub-devisi

pasar menjadi komplek tetapi masih dapat di buat untuk solusi untuk

geometrik. Gambar 8.16a mengindikasikan sistem zona pasar (pada

situasi damana disana ada dua sumber setiap M1 dan M2 dan tenaga

kerja murah pada L. Beberapa bagian pasar adalah dilayani dari

sumber material, beberapa dari lokasi pada lengkungan lingkaran tiga

sudut bobot relevan, beberapa dari pabrik terorientasi pasar dan

bagian adalah dilayani dari lokasi tenaga kerja murah. Pada bagian

berbeda pasar, point produksi akan memperoleh material mereka dari

kombinasi berbeda M1 dan M2. Detail darivasi pola ini dan asumsi

yang disertakan akan ditemukan di Valander (1935) dimana sejumlah

fariasi pada tema ini adalah dipertimbangkan dan pada Isard (1956,

262-265). Isard kemudian memperkenalkan sekala ekonomi,

mengargumantasikan bahwa nada jenis situasi yang digambarkan

8.16b sumber material pabrik akan melayani pasar lebih besar dari

pada pabrik lain.

Lebih besar dari pada sumber tenaga yang “market oriented” yang

melayani masalah komsumsi tunggal tetapi karena hanya relativ kecil

sumber tenaga yang realistik, Isard mengelimitir atau menghapuskan

sebagian besarnya dan lokasi “marketoriented” untuk menghasilkan

pola seperti yang terlihat dalam gambar 8.16c. Akhirnya ekonomi

lokalisasi and urbanisasi diperkenalkan untuk menghasilkan

pengelompokan sejenis, terlihat dalam gambar 8.16d.

Setelah mengambil kesimpulan sebuah pola dari lokasi industri yang

ditandai oleh banyak pengelompokan. Selanjutnya merupakan hal

yang mudah untuk mengambil keuntungan atas sistem “locsh” Dari

daerah pasar dan zona terpusat dari daerah pertanian yang

162

digunakan oleh “vonthunen”. Sebuah grafik kecendrungan yang

dimana diperoleh teori klasik penyatuaan weberian, perluasan

palander pusat dan struktur daerah pasar, dan teori penggunaan

lahan pertanian. Kombinasi dari semua ini ada pada diagram Isard

yang mungkin mewakili hal-hal yang terdekat untuk aturan yang

berhubungan dari fenomena ekonomi dunia yang nyata dan teori

kemungkinannya telah dihasilkan. Sebagai sebuah filosopi ekonomi

yang ideal atau gambaran ekonomi, ia memberikan macam

penerapan dengan modal yang berguna yang berbeda terhadap

kenyataan.

Diantara sumbangan atau andil Isard yang terakhir, pendekatannya

kemasalah tertentu dari teori lokasi klasik melalui Game Theory, yang

menarik pada konteks sekarang ini (Isard, 1967 dan smith…).

Pertanyaan dari saling ketergantungan lokasi, telah menjadi komplek

secara khusus, untuk penciptaan teori lokasi industri untuki

dipecahkan, tidak hanya pada situasi yang membutuhkan, yang

terkait pada kompetisi terkait tetapi juga pada analisis

pengelompokan. Pembangunan lokasi permainan, yang mana para

pemain berharap untuk menepatkan beberapa atau sebagian aktivitas

dan yang mana keputusannya tergantung pada dimana posisinya

yang lain, memberi sebuah pendekatan yang mungkin kepada

pemahaman masalah ini.

Dalam pengembangan utama dari pendekatan itu (Isard dan Smith

1967) i adalah penerapan pertama untuk sebuah situasi

pengelompokan atau penimbunan dari tipe yang secara original

berasal dari Weber. Diasumsikan bahwa ada sebuah pulau dengan

kandungan biji besi, dan tiga negara (123) tertarik untuk membangun

sebuah penyulingan, untuk memproses biji tersebut untuk di ekspor

ada tiga pelabuhaan (p1, p2, p3) dan sebuah analisa perbandingan

163

biaya manajemen bahwa p1, p2, p3 adalah lokasi terbaik dimana

ketiga negara dapat menjalankan penyulingan dengan lokasi yang

telah dipilih adalah dimana kandungan biji besi paling dekat dengan

pelabuhan (dalam gambar 8.17). Menurut Weber, sebuah areal

didalamnya yang pengelompokannya dari tiga sumber tenaga

mungkin ditemukan ditengah pulau diantara persimpangan isodapane

yang relefan. Daerah yang dijelaskan itu (bagian yang diarsir dalam

gambar 8.17)menawarkan harga yang lebih rendah untuk

pengangkutan dari penyulingan biji besi di pelabuhan dimana ketiga

negara menyediakannya dan akan menepatkan fasilitasnya disana,

disini pengelompokan ekonomi cukup untuk mengatasi biaya

transportasi yang meningkat, daerah yang didalamnya dimana

pengelompokan mungkin terjadi yang dinamakan joint action space.

Didalam daerah ini lokasi terbaik untuk tiap negara akan lebih dekat

dengan lokasi dengan biaya terkecil dari pelabuhan mereka (A1, A2,

A3) tetapi agar mendapat keuntungan ekonomis dari pengelompokan

semua akan berasal pada tempat yang sama. Isard dan Smith

mengembangkan sebuah Weberian Locational Game dimana konflik

antara kepentingan ketiga negara dipecahkan dibawah asumsi

alternatif dengan menganggap cara peserta tersebut akan bertindak

dengan semestinya. Suksesi mengijinkan bagian dari ketiga peserta

cenderung untuk menentukan mereka dari lokasi yang mereka

inginkan pada A1, A2, A3 menuju ke sebuah kompromi bersama (Joint

Action Space).

Teori game pada gilirannya diterapkan untuk masalah pemilihan

lokasi perusahaan dimana perusahaan bersaing untuk sebuah

distribusi pasar yang nyata. Dasar kerangka dari acuan ini adalah

masalah pembangunan . Isard dan Smith menyatakan bahwa teori

game ini membantu untuk memperjelas banyak struktur properti dari

164

Joint action space

A3

A2

A1

masalah ketergantungan lokasi, dengan mengidentifikasikan elemen

umum tertentu didalamnya. Sebagai tambahan sebagian prosedur

kerjasama untuk atau terhadap konflik lokasi sangat diharapkan, yang

mempunyai penerapan praktis. Kemungkinan waktu tidaklah bertaut

jauh ketika konpetitor industri akan berjumpa dan bersaing sebelum

memilih lokasi.

165

Isodapanes