perencanaan pembangunan pertanian kata...

75

Upload: others

Post on 28-Jan-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 1

    kata pengantarSaat ini pandemi virus corona atau COVID-19 menjadi sesuatu yang paling ditakuti di dunia. Penyebaran wabah pandemi COVID-19 yang sangat cepat bukan hanya berdampak luas di dunia kesehatan, namun sektor-sektor lain juga mendapat pengaruh dari adanya virus tersebut. Kondisi ini telah menekan pertumbuhan ekonomi global dan menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang semakin meluas, termasuk di sektor pangan dan pertanian.

    Dampak terbesar terasa pada beberapa sektor usaha seperti pariwisata dan perdagangan,

    Perencanaan Pembangunan Pertanian

    Volume 1 No.2/2020 April 2020

    namun ditengah mewabahnya virus ini, sektor pertanian justru menjadi pengaman dalam menghadapi wabah tersebut, pangan menjadi kebutuhan prioritas yang harus dipenuhi bagi seluruh masyarakat sehingga kegiatan produksi pertanian di masa pandemi virus COVID-19 harus tetap berjalan. Adanya wabah ini justru menjadi tantangan bagi sektor pertanian karena masyarakat sangat membutuhkan pangan yang cukup dan menyehatkan.

    Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian Edisi Khusus ini merupakan upaya Biro Perencanaan untuk memberikan kontribusi terhadap kebijakan Kementerian Pertanian terkait isu pandemic COVID-19 terutama menyangkut kebijakan makro dampak ekonomi terhadap kinerja sektor pertanian maupun kebijakan operasional dalam jangka pendek dan menengah. Kami mengucapkan terima kasih kepada segenap redaktur, editor dan kontributor yang telah berupaya menerbitkan buletin ini. Semoga bermanfaat

    Jakarta, April 2020

    Abdul BasitKepala Biro Perencanaan

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian2

    Mampukah Sektor Pertanian Mengantisipasi Dampak COVID-19?

    Dampak Ekonomi Penyebaran COVID-19 Terhadap Kinerja Sektor Pertanian

    Kebijakan Pertanian Untuk Menangani Dampak COVID-19

    Membangun Sinergitas Lintas Sektor Dalam Menghadapi COVID-19

    Implikasi COVID-19 Bagi Upaya Pemenuhan Kebutuhan Pangan

    Dampak Panic Buying Produk Pertanian Akibat COVID-19

    Analisis Kebutuhan Pangan Masyarakat Dalam Mengantisipasi dampak COVID-19

    Susunan Dewan Redaksi Buletin

    Biro Perencanaan

    Penanggung Jawab :Dr.Ir. Abdul Basit, M.SKepala Biro Perencanaan

    Sekretariat JendralKementerian Pertanian

    Redaktur :RR. Nina Murdiana, S.Sos, MM

    Kepala Sub Bagian Tata Usaha

    Editor :Dr. Ir. Budi Waryanto, M.Si

    Kepala Bagian Evaluasi dan Pelaporan

    Dr. Ir. Ranny Mutiara Chaidirsyah Kepala Bagian Kebijakan dan Program

    Dr. Ir. Hermanto, MPKepala Bagian Perencanaan Wilayah

    YuliantoEditor Sinar Tani

    Desain Grafis :Yanuar Kurniawan, ST, M.Si

    Fungsional Umum

    Sri Sapto WardonoFungsional Umum

    Fotografer :Dedi Suherman, SE

    Fungsional Umum

    Sekretariat :

    Bidang KeuanganTati Komarawati, SE

    Fungsional Umum

    Bidang MateriIr. Kusno Hadi Utomo, MM

    Perencana Utama

    Marwoso, SP,MMPerencana Madya

    Hendy Fitriandoyo, SPPerencana Madya

    Bidang Logistik dan Distribusi

    Gusmayanti, SEFungsional Umum

    daftar isi3

    6

    18

    28

    41

    56

    63

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 3

    Penyebaran wabah Corona virus (COVID-19) sangat luar biasa, dan tidak pernah sebelumnya terjadi pandemi sebesar ini di dunia. Sejak pertama kali COVID-19 terkonfirmasi di Cina pada akhir Desember 2019, penyebarannya hingga per tanggal 6 April 2020 telah terjangkit  di 204 negara dengan terkonfirmasi positif 1.275.037 orang. Sepuluh negara terbesar terkonfirmasi positif COVID-19 secara berurutan; Amerika Serikat 336.851 orang, Spanyol 131.646 orang, Itali 128.948 orang, Jerman 100.123 orang, Prancis

    92,839 orang, Cina 81.708 orang, Iran 58.226 orang, Inggris 47.806 orang, Turki 27.069 orang, dan Switzerland 21.100 orang. Sementara, Indonesia pada periode yang sama berada pada urutan ke-38 dengan jumlah terkonfirmasi positif 2.273 orang.

    Mewabahnya COVID-19 telah menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang semakin meluas. Hal ini telah menekan pertumbuhan ekonomi global, termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan International Monetary Fund  (IMF) atau

    PROLOG:

    MAMPUKAH SEKTOR PERTANIAN MENGANTISIPASI DAMPAK COVID-19?

    HermantoBiro Perencanaan Kementerian Pertanian

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian4

    Lembaga Moneter Internasional memprediksi bahwa dampak ekonomi pandemi COVID-19 akan menyebabkan resesi ekonomi global pada tahun 2020, yang kondisinya bisa lebih buruk dari krisis keuangan global pada tahun 2008.  Sejumlah negara, seperti Cina, Italia, Spanyol, Perancis, Inggris, Malaysia, Amerika Serikat dan negara lainnya telah mengumumkan status darurat dan melakukan isolasi terbatas atau menyeluruh terhadap negaranya. Di Indonesia, Presiden Jokowi pada tanggal 30 Maret 2020 juga mengumumkan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menangani penyebaran wabah COVID-19. Dampaknya telah membatasi orang yang akan bekerja, bepergian, dan interaksi sosial. Selainnya itu, banyak pabrik-pabrik yang tutup dan terganggunya rantai pasokan global.

    Dalam kondisi penuh ketidakpastian akibat COVID-19, sektor pertanian  menjadi pengaman pemenuhan kebutuhan pangan bagi 267 juta penduduk Indonesia. Meskipun gangguan terhadap produksi pangan dan pertanian belum terlihat secara nyata di tingkat lapangan, namun dari hasil berbagai analisis menyebutkan bahwa dampak penyebaran COVID-19 akan menyebabkan terganggunya pasokan pangan dan kenaikan harga pangan di wilayah terdampak.

    Tidak ada yang bisa memprediksi kapan berakhirnya COVID-19. Sebab, begitu banyak yang tidak diketahui tentang COVID-19,

    termasuk seberapa cepat penyebarannya dan efektivitas tindakan pengendalian yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, muncul pertanyaan yang mendasar, “Mampukah sektor pertanian mengantisipasi dampak COVID-19?”.

    Sektor pertanian selama ini dikenal sebagai satu-satunya sektor ekonomi yang paling bertahan dari berbagai gejolak dan krisis. Bahkan pertanian dianggap sebagai sektor yang paling tangguh dalam membantu stabilitas ekonomi Indonesia. Disisi lain, sektor pertanian di tengah wabah COVID-19 juga dapat menjadi peluang bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya karena produk pangan dan pertanian mulai banyak dicari konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam beberapa kasus, tidak sedikit masyarakat berperilaku panic buying dalam menyikapi kejadian COVID-19. Masyarakat berbondong-bondong memborong bahan pangan di pasar untuk dijadikan stok dalam memenuhi kebutuhan selama jangka waktu tertentu. Fenomena panic buying  menyebabkan pasokan bahan pangan di pasar menjadi terbatas, sehingga mendorong harga pangan naik signifikan di tengah mewabahnya COVID-19.

    Berbagai dampak meluasnya penyebaran COVID-19 terhadap sektor pertanian akan dibahas secara terstruktur dan komprehensif di Bulletin Edisi Khusus pada bulan April 2020, yang dibagi ke dalam beberapa cakupan bahasan, yaitu:1. Dampak Ekonomi Penyebaran COVID-19

    Terhadap Kinerja Sektor Pertanian.2. Kebijakan Pertanian Untuk Menangani

    Dampak COVID-19.3. Membangun Sinergitas Lintas Sektor

    Dalam Menghadapi COVID-19.4. Implikasi COVID-19 Bagi Upaya Pemenuhan

    Kebutuhan Pangan.5. Dampak Panic Buying Produk Pertanian

    Akibat COVID 19.

    Dalam kondisi penuh ketidakpastian akibat COVID-19, sektor

    pertanian menjadi pengaman pemenuhan kebutuhan pangan bagi

    267 juta penduduk Indonesia.“

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 5

    6. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Pangan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Dampak WabahCOVID-19.

    Dengan tampilan format yang berbeda dari terbitan regular, Buletin Edisi Khusus ini diterbitkan dengan substansi yang lebih mengedepankan kebenaran ilmiah/kebenaran ilmu pengetahuan (scientific truth) dalam menelaah dampak COVID-19 terhadap sektor pertanian. Berbagai telaahan pada buletin ini dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian mampu mengantisipasi dampak COVID-19 dengan melakukan berbagai upaya mitigasi terhadap risiko penurunan kinerja sektor pertanian, yaitu:

    1. Pemerintah dan para pemangku kepentingan harus bersinergi secara bersama-sama mengalokasikan sumber daya secara optimal dalam menangani masalah kesehatan, penyebaran dan tindakan pengendalian COVID-19, terutama bagi pelaku-pelaku yang bergerak di bidang pertanian. Tanpa ini berbagai kebijakan dan program pembangunan pertanian tidak akan mampu mengantisipasi dampak COVID-19.

    2. Memperkuat program pemberdayaan petani dan padat karya berbasis pertanian di desa dengan model  cash for work.Program ini akan memberikan kesempatan kerja bagi petani/masyarakat yang kurang sejahtera dan menganggur/setengah menganggur untuk memperoleh tambahan atau meningkatkan pendapatannya. Harapannya mampu menekan angka kemiskinan di perdesaan serta mengangkat kesejahteraan petani.

    3. Menjamin ketersediaan dan akses pangan bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau. Ketersediaan pasokan pangan

    di tengah mewabahnya COVID-19 semakin urgent. Penyiapan stok pangan harus dilakukan terhadap wilayah yang menjadi episentrum penyebaran COVID-19 atau yang berpotensi dilakukan penutupan wilayah secara terbatas (partial lockdown).

    4. Menjamin kelancaran sistem logistik pangan antar-wilayah serta kesiapan distribusi ke level konsumen dengan biaya logistik yang lebih efisien. Hal ini mengantisipasi terjadinya lonjakan harga pangan selama diberlakukannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan/atau penutupan wilayah secara terbatas.

    5. Mengakselerasi peningkatan jumlah penerima manfaat Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan melakukan penundaan pembayaran pelunasan kredit selama satu tahun terhadap petani/pelaku UMKM pertanian yang terdampak COVID-19. Kebijakan ini hanya diberlakukan pada tahun 2020.

    6. Memberikan stimulus atau insentif kepada petani dalam menjaga dan meningkatkan produksi pertanian ditengah mewabahnya COVID-19 yang semakin luas. Hal ini dilakukan secara bersamaan dengan peningkatan jumlah penerima manfaat asuransi pertanian melalui tambahan alokasi subsidi premi asuransi pertanian.

    7. Memperkuat ekspor pertanian Indonesia di tengah pandemik COVID-19 melalui peningkatan nilai tambah dan daya saing, mengoptimalkan negosiasi perdagangan, serta perluasan pasar ekspor ke negara dagang non-tradisional. 

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian6

    ABSTRAK

    Semakin meluasnya penyebaran COVID-19 ke berbagai negara di belahan dunia telah menekan pertumbuhan ekonomi global, termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini juga akan berimbas pada sektor pertanian. Namun sejauhnya ini dampak COVID-19 terhadap sektor pertanian belum banyak diketahui. Kajian ini akan menganalisis bagaimana penyebaran COVID-19 dapat

    membawa dampak ekonomi terhadap sektor pertanian di Indonesia. Dampak ini dianalisis melalui tiga skenario, yaitu (1) turunnya produktivitas tenaga kerja; (2) turunnya total faktor produktivitas; dan (3) meningkatnya biaya perdangangan. Ketiga skenario ini dianalisis dengan mengunakan Model Global Trade Analysis Project (GTAP), dengan data sekunder bersumber dari data dasar GTAP versi 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa dampak ekonomi penyebaran COVID-19 menyebabkan

    DAMPAK EKONOMI PENYEBARAN COVID-19 TERHADAP KINERJA SEKTOR PERTANIAN

    HermantoBiro Perencanaan Kementerian Pertanian

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 7

    jumlah penduduk miskin dan rawan pangan di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada ketiga skenario, secara berurutan 1,8%, 6,9% dan 9,9%. Selain itu, produksi pertanian akan turun dengan besaran yang berbeda pada setiap skenario. Nilai ekspor pertanian hanya meningkat 0,04 - 0,74% pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja. Pada skenario turunnya total faktor produktivitas hanya sektor hortikultura yang ekspornya meningkat, yaitu sebesar 0,5%. Sementara pada skenario terjadinya peningkatan biaya perdagangan, semua ekspor pertanian akan turun antara 1,2 - 7,14%. Hampir semua komoditas pertanian mengalami kenaikan impor dengan besaran yang berbeda pada setiap skenario. Risiko penurunan kinerja sektor pertanian ini perlu dimitigasi dengan melakukan reorientasi kebijakan dan program pembangunan pertanian.

    Kata kunci: COVID-19, dampak, kinerja, dan pertanian

    I. PENDAHULUANBeberapa tahun terakhir, pertumbuhan

    ekonomi dunia terus mengalami perlambatan. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) meramalkan ekonomi dunia akan tumbuh 3,5% pada tahun 2020. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya mencapai 3,6% sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina.

    Belum lepas dari dampak perang dagang, merebaknya wabah Corona virus (COVID-19) sejak 31 Desember 2019 menjadi risiko berlanjutnya perlambatan laju pertumbuhan ekonomi global. Selain peningkatan biaya perawatan kesehatan dan turunnya produktivitas, perlambatan ekonomi global sebagai dampak penyebaran COVID-19 juga dirasakan melalui pembatasan orang yang akan bekerja, bepergian, dan interaksi sosial.

    Tren  jumlah pasien positif terinfeksi COVID-19 terus meningkat. Data per tanggal 25 Maret 2020, penyebaran COVID-19 telah menginfeksi sekitar 445.753 orang di 189 negara dengan jumlah kematian mencapai 19.767 orang, dan 112.037 orang diantaranya sembuh. Di Indonesia telah terkonfirmasi positif COVID-19 pada periode yang sama sebanyak 790 orang dengan jumlah kematian mencapai 58 orang dan 31 orang dinyatakan sembuh (Worldmeters, 2020).

    World Health Organization (WHO) telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global pada Maret 2020. Bahkan sejumlah negara seperti Cina, Italia, Spanyol, Perancis, Inggris, Malaysia, dan lainnya telah mengambil kebijakan lockdown guna menghindari penyebaran COVID-19 yang lebih luas. Implikasinya, kegiatan pekonomian terhambat dan memberi tekanan pada pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Penyebaran COVID-19 telah menekan pasar saham global dan sejumlah mata uang di dunia, termasuk rupiah di Indonesia. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi ke level Rp16.680 per dolar AS per 25 Maret 2020. Nilai tukar rupiah ini merupakan yang terlemah sejak krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Bahkan Laurence (2020) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan turun sekitar 0,5 - 1,5% pada tahun 2020 sebagai dampak semakin meluasnya penyebaran COVID-19.

    Organisasi Buruh lnternasional (International Labour Organizations/lLO) juga telah memperkirakan bahwa COVID-19 pada skenario terburuk akan menghilangkan pekerjaan sekitar 24,7 juta orang di seluruh dunia. Selain itu, Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia (World Travel and Tourism Council/WTTC) dalam risetnya yang dirilis

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian8

    (13/3/20) menyebutkan, bahwa COVID-19 berdampak signifikan pada sektor perjalanan dan pariwisata, yang berpotensi akan menghilangkan pekerjaan 50 juta orang di seluruh dunia.

    Di Indonesia, imbas COVID-19 juga dirasakan pekerja informal. Misalnya ojek daring, UMKM seperti penjual makanan dekat perkantoran. Melalui kebijakan WFH (Work From Home) yang pemerintah pusat dan daerah keluarkan, sehingga anak sekolah belajar dari rumah, pekerja juga bekerja dari rumah, menjadikan pekerja informal kehilangan sebesar 50% pendapatannya (CNN Indonesia, 23/3/20).

    Penyebaran COVID-19 juga berimbas pada sektor pertanian. Misalnya terganggunya pasokan dan kenaikan harga pangan di wilayah terdampak, meskipun sejauh ini belum terjadi kekurangan pangan karena penyebaran COVID-19. Dampak ini masih sulit diprediksi, karena begitu banyak yang tidak diketahui tentang COVID-19, termasuk seberapa cepat penyebaran dan efektifnya tindakan pengendalian yang dapat dilakukan. Sejauh ini dampak COVID-19 terhadap sektor pertanian belum banyak diketahui. Kajian ini akan menganalisis bagaimana penyebaran COVID-19 dapat membawa dampak ekonomi terhadap sektor pertanian di Indonesia.

    II. METODA ANALISISDalam analisis dampak ekonomi

    penyebaran COVID-19, diasumsikan bahwa langkah-langkah pencegahan dan pengendalian selama beberapa bulan mendatang dinilai cukup efektif, khususnya memperlambat penyebaran COVID-19. Dengan demikian, dampak ekonomi terhadap sektor pertanian secara global bersifat jangka pendek. Keseimbangan ekonomi baru akan terjadi ketika pergerakan orang, barang dan jasa mulai kembali normal.

    Oleh karena itu, skenario analisis dampak ekonomi penyebaran COVID-19 pada kajian ini hampir menyerupai skenario yang dibuat Laurence (2020) dan Rob et al. (2020), yaitu didasarkan pada proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020, yang berkisar antara 0,5 - 1,5% sebagai dampak dari penyebaran COVID-19.

    Implikasi dari perlambatan ekonomi global terhadap sektor pertanian tergantung pada asumsi yang dibuat tentang durasi pandemik dan penularannya. Kajian ini menggunakan asumsi optimis bahwa durasi penyebaran global COVID-19 hanya terjadi dalam beberapa bulan ke depan, sehingga tidak terjadi resesi ekonomi global, tetapi hanya mengalami perlambatan selama tahun 2020. Dengan demikian dampak ekonomi penyebaran COVID-19 terhadap kinerja sektor pertanian akan dianalisis melalui tiga skenario sebagai berikut:

    1. Guncangan produktivitas tenaga kerja (labor productivity shock): Dampak dari pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya secara optimal di semua sektor ekonomi. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan rata-rata produktivitas tenaga kerja sekitar 1,4% selama tahun 2020 (Rob et al., 2020).

    Melalui kebijakan WFH (Work From Home) yang pemerintah pusat dan daerah keluarkan, sehingga anak

    sekolah belajar dari rumah, pekerja juga bekerja dari rumah, menjadikan pekerja informal kehilangan sebesar

    50% pendapatannya

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 9

    2. Guncangan total faktor produktivitas (total factor productivity shock): Dampak yang muncul dari perlambatan sementara kegiatan ekonomi domestik yang disebabkan gangguan pada saluran distribusi, ketidakmampuan mendapatkan input produksi dan layanan karena pekerja dikarantina dan sebagainya.

    Hal ini menyebabkan rata-rata pertumbuhan total faktor produktivitas (TFP) mengalami penurunan sehingga pertumbuhan ekonomi global akan turun sebesar 1,5% (Laurence, 2020). Dalam hal ini TFP mencerminkan efisiensi dan efektivitas faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu wilayah/negara.

    3. Guncangan perdagangan (trade shock): Dampak ini muncul melalui gangguan

    perdagangan internasional yang menyebabkan biaya perdagangan (trade cost) rata-rata meningkat hampir 5% sehingga menyebabkan biaya pertumbuhan ekonomi global meningkat sebesar 1,0 - 1,5% (Rob et al., 2020).

    Model ekonomi yang digunakan pada kajian ini berbeda dengan model yang sebelumnya digunakan Laurence (2020) dan Rob et al (2020) dalam menganalisis dampak ekonomi global dari penyebaran COVID-19. Model ekonomi yang digunakan Laurence (2020) adalah NiGEM Global Macroeconomic Model. Sementara Rob et al., (2020) menggunakan Global General Equilibrium Model atau disebut dengan model MIRAGRODEP.

    Dalam kajian ini skenario dampak ekonomi penyebaran COVID-19 terhadap kinerja sektor pertanian dianalisis dengan menggunakan Model Global Trade Analysis

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian10

    Project (GTAP), yaitu model Computable General Equilibrium (CGE) multiwilayah dan multisektor yang memiliki asumsi persaingan sempurna dan skala pengembalian yang konstan (constant returns to scale/CRS).

    Struktur model GTAP telah dijelaskan dalam studi Hertel (1997) dan Hertel dan Tsigas (1997). Struktur model GTAP terdiri dari persamaan-persamaan simultan yang dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, persamaan yang menggambarkan hubungan antara penerimaan dan pengeluaran oleh setiap agen ekonomi di suatu wilayah/negara. Kedua, persamaan yang menjelaskan suatu perilaku agen ekonomi.

    Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari data dasar (baseline data) GTAP versi 9 yang diterbitkan pada tahun 2015 dengan agregasi 140 negara dan 57 sektor. Pada kajian ini dilakukan agregasi menjadi 8 wilayah/negara (Indonesia, Singapore, Thailand, Malaysia, AS, Cina, Uni Eropa, dan negara lainnya) dan 10 sektor ekonomi (tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman lainnya, perternakan, industri beras, industri gula, industri makanan lainnya, industri manufaktur, jasa, dan sektor lainnya).

    III. DAMPAK EKONOMI PENYEBARAN COVID-19

    Hasil analisis pada Tabel 1 menunjukkan perubahan relatif yang disimulasikan terhadap nilai-nilai dasar (baseline data) dari tiga skenario. Secara keseluruhan, dampak ekonomi makro penyebaran COVID-19 terhadap pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Product/GDP) dan neraca perdagangan (trade balance) secara umum hampir serupa disemua negara. Jika perlambatan ekonomi global disebabkan turunnya produktivitas tenaga kerja, maka dampaknya akan lebih kecil dibandingkan

    turunnya total faktor produktivitas dan meningkatnya biaya perdagangan.

    Jika dampak penyebaran COVID-19 menyebabkan turunnya total faktor produktivitas dan meningkatnya biaya perdagangan (trade cost), maka dampaknya akan lebih besar terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi dan defisit neraca perdagangan. Hal ini terjadi karena besarnya ketergantungan ekonomi global pada total faktor produktivitas dan perdagangan internasional. Seperti ditunjukkan pada Tabel 1, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat pada masing-masing skenario, yaitu 0,59%, 3,45%, dan 4,95%.

    Sebelum adanya penyebaran wabah COVID-19 atau tepatnya pada November 2019, Laurence (2020) memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,8% pada tahun 2020. Dengan mengacu pada hasil penelitian Laurence (2020), maka dampak ekonomi penyebaran COVID-19 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 akan tumbuh antara minus 1,35 – 0,15%.

    Dengan menggunakan hasil prediksi Rob et al (2020) bahwa setiap penurunan 1,0% pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan jumlah orang miskin dan rawan pangan akan meningkat sekitar 2,0%, maka jumlah penduduk miskin dan rawan pangan di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada masing-masing skenario sekitar 1,8%, 6,9% dan 9,9%, sebagai dampak dari penyebaran COVID-19.

    Pertumbuhan ekonomi global yang melambat juga menyebabkan penurunan produksi pertanian sehingga mendorong harga produk-produk pertanian meningkat secara global. Di Indonesia hampir semua produksi pertanian akan mengalami penurunan dengan besaran yang berbeda pada setiap skenario (Gambar 1).

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 11

    Penurunan produksi pertanian terbesar terjadi pada sektor tanaman lain, yaitu sekitar 5,5% pada skenario peningkatan biaya perdagangan (SIM-3). Selain produksi pertanian primer, produksi industri pangan juga mengalami penurunan, seperti industri beras, industri gula, dan industri pangan lainnya. Hal yang serupa terjadi pada sektor ekonomi lainnya (industri manufaktur, jasa, dan sektor lainnya).

    Terjadinya penurunan produksi pertanian dan sektor ekonomi lain karena penyebaran COVID-19 telah mengganggu berbagai aktivitas ekonomi di suatu wilayah/negara. Penyebabnya karena adanya pembatasan interaksi sosial, sehingga orang akan menghindari tempat perbelanjaan, dan aktivitas produksi yang menuntut kontak langsung juga akan terganggu.

    GDP (%)

    Trade Balance

    (US $ Juta)

    GDP (%)

    Trade Balance

    (US $ Juta)

    GDP (%)

    Trade Balance

    (US $ Juta)1 Indonesia (0.59) (1,638) (3.45) (9,693) (4.95) (9,255) 2 Singapore (0.63) (313) (4.58) (1,153) (5.01) (1,781) 3 Thailand (0.52) (607) (4.04) (42) (4.95) (1,689) 4 Malaysia (0.60) (234) (4.79) 1,301 (4.99) (485) 5 USA (1.00) 37,395 (3.10) 140,695 (5.03) 174,993 6 China (0.77) (17,684) (5.06) (69,746) (4.92) (102,250) 7 EU (0.81) 3,533 (3.47) 48,205 (5.04) 36,296 8 Negara lainnya (0.69) (20,453) (3.29) (109,568) (4.98) (95,828)

    No

    Labor Productivity Scanario

    Total factor productivity Scanario

    Trade Cost Scanario

    Negara

    Tabel 1. Dampak Penyebaran COVID-19 Terhadap GDP dan Neraca Perdagangan

    Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)

    Gambar 1. Dampak penyebaran COVID-19 terhadap produksi pertanian dan non-pertanian di Indonesia (%). Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)

    Keterangan: SIM-1 = Skenario Labor productivity shock; SIM-2 = SkenarioTotal factor productivity shock; dan SIM-3 = SkenarioTrade shock

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian12

    Implikasinya, permintaan maupun produksi akan mengalami gangguan akibat menurunnya permintaan (demand shock) dan terganggunya pasokan (supply shock). Disrupsi ini dimungkinkan akan mengecil jika ada pergantian aktivitas ekonomi yang dilakukan secara elektronik (online). Praktik social distancing juga berpotensi membuat shock pada sisi produksi (supply). Hal ini terlihat dari penutupan pabrik dan kegiatan produksi. Implikasinya, permintaan akan bahan kebutuhan pokok akan meningkat.

    Dengan anjuran pemerintah agar bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah mendorong masyarakat melakukan pembelian kebutuhan pokok secara masif guna memenuhi persediaan hingga beberapa waktu mendatang. Hal ini berpotensi terjadinya fenomena  panic buying yang sempat terjadi di beberapa daerah red zone penyebaran COVID-19, sehingga mendorong kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan pokok.

    Harga komoditas pangan, misalnya akan meningkat 0,39% pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja (Gambar 2). Harga ini akan meningkat lebih besar pada skenario

    turunnya total faktor produktivitas dan skenario meningkatnya biaya perdagangan, yaitu masing-masing sekitar 4,94% dan 7,82%. Hal yang serupa juga terjadi pada sektor industri pangan, industri manufaktur, jasa, dan sektor lainnya.

    Kondisi ini mencerminkan bahwa efisiensi dan efektivitas faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama pada berbagai sektor ekonomi di Indonesia, termasuk sektor pertanian masih relatif rendah. Selain itu, perekonomian Indonesia juga semakin terintegrasi dengan ekonomi global, sehingga terganggunya aktivitas perdagangan internasional karena penyebaran COVID-19, akan langsung mempengaruhi harga-harga komoditas yang diperdagangkan secara global.

    Dampak ekonomi penyebaran COVID-19 juga menyebabkan nilai ekspor sektor tanaman pangan meningkat sekitar 0,56% pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja (SIM-1). Sebaliknya, ekspor tanaman pangan pada skenario turunnya total faktor produktivitas (SIM-2) dan skenario meningkatnya biaya perdagangan (SIM-3) akan turun masing-masing sekitar 2,17% dan 7,14%.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 13

    Sementara ekspor sektor hortikultura akan meningkat pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja dan turunnya total faktor produktivitas, yaitu masing-masing sekitar 0,74% dan 0,55%. Namun pada skenario meningkatnya biaya perdagangan,

    ekspor sektor hortikultura akan turun sekitar 1,2%. Demikian halnya dengan ekspor tanaman lainnya dan peternakan, ekspornya hanya meningkat pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja, yaitu masing-masing 0,56% dan 0,04% (Gambar 3).

    Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)

    Keterangan: SIM-1 = Skenario Labor productivity shock; SIM-2 = Skenario Total factor productivity shock; dan SIM-3 = Skenario Trade shock

    Gambar 2. Dampak penyebaran COVID-19 terhadap harga komoditas pertanian dan non-pertanian diIndonesia (%)

    Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)

    Keterangan: SIM-1 = Skenario Labor productivity shock; SIM-2 = Skenario Total factor productivity shock; dan SIM-3 = Skenario Trade shock

    Gambar 3. Dampak penyebaran COVID-19 terhadap nilai ekspor komoditas pertanian dan non-pertanian di Indonesia (%)

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian14

    Berbeda dengan industri beras dan industri gula, kenaikan ekspor hanya terjadi pada skenario penurunan produktivitas tenaga kerja, yaitu masing-masing sekitar 1,1% dan 0,2%. Untuk industri pangan lainnya, ekspornya juga meningkat sekitar 0,55% pada skenario turunnya total faktor produktivitas. Untuk industri manufaktur, jasa dan sektor lainnya, ekspornya akan turun pada ketiga skenario, yaitu berkisar antara 0,51- 4,67%.

    Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua lalu lintas perdagangan barang pertanian dan non-pertanian secara global terganggu karena penyebaran COVID-19. Selain itu, terdepresiasi nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS akibat kepanikan pasar menghadapi wabah penyebaran COVID-19 juga menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya kenaikan nilai ekspor dari beberapa sektor ekonomi di Indonesia.

    Demikian halnya dengan kegiatan impor (Gambar 4). Hampir semua komoditas

    pertanian mengalami kenaikan nilai impor, kecuali tanaman pangan, hortikultura dan tanaman lainnya pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja. Pada skenario turunnya total faktor produktivitas, nilai impor pertanian meningkat sekitar 3,99 – 5,35%. Sedangkan pada skenario meningkatnya biaya perdagangan, impor pertanian meningkat lebih besar dibandingkan dengan dua skenario lainnya, yaitu sekitar 3,26 – 6,07%.

    Kenaikan impor ini juga terjadi pada sektor ekonomi lainnya dengan kenaikan yang lebih besar dibandingkan dengan beberapa sub-sektor pertanian. Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan kenaikan impor. Pertama, kenaikan permintaan konsumsi masyarakat. Kedua, turunnya produksi domestik sebagai dampak dari meluasnya penyebaran COVID-19. Selain itu, sebagian bahan baku untuk industri pangan dan manufaktur di Indonesia juga masih dipasok dari impor.

    Sumber: Hasil Olahan GTAP (2020)

    Keterangan: SIM-1 = Skenario Labor productivity shock; SIM-2 = Skenario Total factor productivity shock; dan SIM-3 = Skenario Trade shock

    Gambar 4.Dampak penyebaran COVID-19 terhadap nilai impor pertanian dan non-pertanian di Indonesia (%)

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 15

    IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

    Penyebaran COVID-19 tampaknya masih belum akan segera berakhir. Bahkan virus tersebut akan menjadi ancaman baru sebagai penyebab utama melambatnya pertumbuhan perekonomian global. Kondisi ini akan berdampak pada sektor pertanian. Dari hasil analisis dampak ekonomi penyebaran COVID-19 terhadap sektor pertanian di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:

    a. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan pada skenario

    turunnya produktivitas tenaga kerja, turunnya total faktor produktivitas dan meningkatnya biaya perdagangan, yaitu masing-masing sekitar 0,59%, 3,45%, dan 4,95%. Kondisi ini menyebabkan jumlah penduduk miskin dan rawan pangan di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada ketiga skenario, yakni masing-masing sekitar 1,8%, 6,9% dan 9,9% sebagai dampak dari penyebaran COVID-19.

    b. Perlambatan ekonomi global akibat penyebaran COVID-19 menyebabkan produksi pertanian akan turun dengan besaran yang berbeda pada setiap skenario.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian16

    Selain produksi pertanian, produksi sektor industri pangan dan sektor ekonomi lainnya juga mengalami penurunan. Kondisi ini mendorong terjadinya kenaikan harga baik pada komoditas pertanian maupun non-pertanian.

    c. Dampak ekonomi penyebaran COVID-19 juga menyebabkan nilai ekspor pertanian hanya meningkat 0,04 - 0,74% pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja. Pada skenario turunnya total faktor produktivitas hanya sektor hortikultura yang ekspornya meningkat sebesar 0,5%. Sementara pada skenario terjadinya peningkatan biaya perdagangan, semua ekspor pertanian akan turun antara 1,2 – 7,14%.

    d. Hampir semua komoditas pertanian mengalami kenaikan impornya pada skenario turunnya produktivitas tenaga kerja, kecuali tanaman pangan, hortikultura dan tanaman lainnya. Pada skenario turunnya total faktor produktivitas, kenaikan nilai impor pertanian berkisar antara 3,99 – 5,35%. Sedangkan pada skenario peningkatan biaya perdagangan, nilai impor pertanian akan meningkat sekitar 3,26 – 6,07%.

    Ketidakpastian kondisi  perekonomian global yang semakin meningkat sebagai dampak meluasnya penyebaran COVID-19 menyebabkan semakin memburuknya kondisi perekonomian global. Hal ini berimplikasi pada penurunan kinerja sektor pertanian. Karena itu, mitigasi risiko penurunan kinerja sektor pertanian sebagai dampak dari penyebaran COVID-19 diperlukan untuk menjaga momentum pertumbuhan sektor pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan reorientasi kebijakan dan program pembangunan pertanian sebagai berikut;

    1. Memperkuat program pemberdayaan petani dan padat karya berbasis pertanian di desa dengan model cash for work. Dengan demikian memberikan kesempatan kerja bagi petani dan masyarakat yang kurang sejahtera dan menganggur atau setengah menganggur untuk memperoleh tambahan dan meningkatkan pendapatannya, sehingga mampu menekan angka kemiskinan di perdesaan serta mengangkat kesejahteraan petani.

    2. Menjamin ketersediaan dan akses pangan bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau.  Ketersediaan pasokan pangan di tengah wabah COVID-19 semakin urgent. Penyiapan stok pangan harus dilakukan terhadap wilayah yang menjadi episentrum penyebaran COVID-19 atau yang berpotensi dilakukan penutupan wilayah secara terbatas (partial lockdown).

    3. Mengantisipasi terjadinya lonjakan harga pangan dengan melakukan pemetaan secara akurat stok pangan nasional, serta mendeteksi sejak dini wilayah yang berisiko terjadinya rawan/krisis pangan. Disamping itu, kelancaran sistem logistik pangan antar-wilayah serta kesiapan distribusi ke level konsumen harus dapat terjamin.

    4. Memperbaiki jalur distribusi subsidi pupuk kepada petani agar berjalan lebih efektif dan efisien. Ketersediaan pupuk untuk petani harus tercukupi jumlahnya dengan penambahan subsidi pupuk. Hal ini sebagai upaya mengantisipasi terjadinya penurunan produksi pertanian akibat penyebaran COVID-19 yang makin luas, terutama di daerah sentra produksi pertanian.

    5. Mengakselerasi peningkatan jumlah petani penerima KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan menyederhanakan mekanisme dan

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 17

    persyaratan penyaluran KUR. Peningkatan jumlah penerima KUR juga dilakukan dengan meningkatkan peran koperasi dan korporasi petani sebagai avalist. Disamping itu, penundaan pembayaran pelunasan kredit selama satu tahun terhadap petani/pelaku UMKM pertanian yang terdampak COVID-19. Kebijakan bersifat temprorary, yang hanya diberlakukan pada tahun 2020.

    6. Memberikan stimulus atau insentif kepada petani dalam menjaga dan meningkatkan produksi pertanian ditengah tekanan penyebaran COVID-19 yang semakin luas. Hal ini dilakukan secara bersamaan dengan peningkatan jumlah asuransi pertanian melalui tambahan alokasi subsidi premi asuransi pertanian.

    7. Mengawal ketat stabilisasi harga pangan, baik di tingkat petani maupun konsumen dengan disertakan meningkatkan kegiatan pasar murah (subsidi pemerintah) untuk rumah tangga serta UMKM sektor pertanian.

    8. Memperkuat ekspor pertanian Indonesia di tengah pandemik COVID-19 melalui peningkatan nilai tambah dan daya saing, mengoptimalkan negosiasi perdagangan, serta perluasan pasar ekspor ke negara dagang non-tradisional. 

    DAFTAR PUSTAKACOVID-19 Coronavirus Pandemic. https://www.worldometers.info/coronavirus/. (diakses 20 Maret 2020)

    Hertel, T. W. 1997. Global Trade Analysis: Modeling and Applications. Cambridge University Press.

    Hertel, T. W., & Tsigas, M. E. 1997. Structure of GTAP, in Hertel, T. W. (ed.), Global Trade Analysis Modeling and Applications. New York: Cambridge University Press. pp. 13–73.

    International Labour Organization (ILO). 2020. How will COVID-19 affect the world of work http://www.ilo.org/global/topics/coronavirus/impacts-andresponses/WCMS_739047/lang--en/index.htm. (diakses 20 Maret 2020).

    Laurence B. 2020. Coronavirus: The world economy at risk. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

    Rob Vos, Martin W dan Laborde D. 2020. How much will global poverty increase because of COVID-19?. International Food Policy Research Institute (IFPRI).

    World Travel and Tourism Council (WTTC). 2020. Coronavirus puts up to 50 million Travel and Tourism jobs at risk.   https://www.wttc.org/about/media-centre/press-releases/press-releases/2020/coronavirus-puts-up-to-50-million-travel-and-tourism-jobs-at-risk-says-wttc/. (diakses 20 Maret 2020).

    Work From Home Bagi Pekerja Informal. https://www.cnnindonesia.com/tv/20200323083528-400-485912/video-imbas-work-from-home-bagi-pekerja-informal. (diakses 21 Maret 2020).

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian18

    KEBIJAKAN PERTANIAN UNTUK MENANGANI DAMPAK COVID-19

    Kusno HadiutomoPerencana Ahli Utama Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian

    ABSTRAK

    Saat ini dunia digemparkan dengan penyebaran wabah COVID-19 yang berasal dari Tiongkok. Perekonomian negara tersebut terpuruk akibat banyak perusahaan yang harus tutup. Mengingat Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia, maka

    terganggunya perekonomian Tirai Bambu itu akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Dalam upaya menangani dampak COVID-19 ini, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa stimulus ekonomi, yaitu stimulus ekonomi jilid I di bidang pariwisata, stimulus ekonomi jilid II yang berisi kebijakan fiskal dan non-fiskal untuk

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 19

    menopang aktivitas industri, dan kebijakan jilid III tentang penanganan kesehatan dan pembatasan social (social distancing) serta bantuan social. Tujuan tulisan ini adalah untuk melihat apa saja dampak wabah COVID-19 terhadap sektor pertanian serta bagaimana upaya pemerintah dalam menangani dampak COVID-19 tersebut. Sumber data yang digunakan dalam penelaahan pada tulisan iniberasal dari Kementerian Pertanian, BPS, dan Kantor Kemenko Perekonomian serta akses beberapa website berita nasional maupun internasional. Dalam menghadapi dampak COVID-19, Kementerian Pertanian harus dapat menjamin ketersediaan pasokan pangan pokok strategis bagi masyarakat. Untuk itu, Kementerian Pertanian telah melakukan penandatanganan kesepakatan bersama antara supplier atau pihak pemasok dan produsen pangan guna menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga sebelas komoditas pertanian pokok strategis. Hasil analisis perkiraan pasokan ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok strategis untuk Maret hingga Agustus 2020, menunjukkan bahwa masih terjadi surplus.Sampai Puasa Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri ketersediaan pangan relatif aman, kecuali komoditas pangan yang masih impor seperti bawang putih dan daging sapi/kerbau. Langkah antisipasi yang perlu dilakukan adalah dengan mempercepat proses penerbitan rekomendasi impor dan mencarikan negara produsen lain. Selain itu, memperkuat pertanian Indonesia di tengah pandemik COVID-19 melalui diversifikasi pasar ekspor negara tujuan utama dan mengoptimalkan penggunaan produksi dalam negeri untuk memenuhi permintaan kebutuhan di pasar domestik sangat diperlukan.

    Kata kunci : kebijakan, pertanian,COVID-19, dan ekonomi.

    I. PENDAHULUANAwal tahun 2020, dunia dihebohkan

    dengan adanya wabah Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berasal dari Tiongkok, khususnya Kota Wuhan. COVID-19 ini menyebabkan kepanikan di negara tersebut, apalagi menimbulkan korban jiwa sampai ribuan orang penduduk. Akibat lainnya, banyak perusahaan kecil, menengah maupun besar yang akhirnya terpaksa menutup usahanya untuk sementara. Tidak hanya perusahaan yang tutup, ribuan tempat usaha makanan/ minuman juga terpaksa tutup.

    Perekonomian Tiongkok menjadi terguncang di awal tahun 2020. Apalagi selama ini perekonomian Tiongkok didukung dari sektor usaha kecil dan menengah. Ada sekitar 30 juta usaha kecil dan menengah menyumbang lebih dari 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok. Selain itu, bursa saham Shanghai juga sempat menurun mencapai 9%, terparah sejak Agustus 2015 (merdeka.com, 18 Februari 2020).

    Pemerintah Indonesia bergerak cepat untuk mengambil kebijakan pasca World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa wabah Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi pandemi dunia. Artinya wabah penyakit ini telah terjadi pada geografis yang luas atau menyebar secara global (199 negara). Kondisi tersebut mendesak pemerintah meningkatkan upaya pembatasan dan pencegahan.

    Akibat wabah COVID-19, pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia diproyeksikan akan terkontraksi cukup siginifikan. Untuk itu, pemerintah harus memperhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus yang terkait dengan (1) ketersediaan stok dan pasokan pangan yang akan mempengaruhi stabilitas harga pangan;

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian20

    (2) pembatasan perjalanan dan mobilitas pekerja yang mempengaruhi pariwisata dan transportasi; (3) disrupsi produksi, distribusi dan rantai pasok yang mempengaruhi kinerja sektor manufactur dan turunannya; serta (4) kejatuhan harga minyak dunia akibat pelemahan permintaan dan perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia.

    Pemerintan telah mengeluarkan beberapa stimulus ekonomi untuk menangani dampak COVID-19 dalam upaya menjaga agar sektor riil tetap bergerak dan menjaga daya beli, serta penanganan kesehatan masyarakat.Dalam upaya menganani dampak COVID-19, pemerintah telah mengeluarkan beberapa stimulus ekonomi.

    Pertama, stimulus ekonomi jilid I bidang pariwisata. Stimulus ini pemerintah melakukan larangan penerbangan dari dan menuju Tiongkok pada pertengahan Februari. Pemerintah menerapkan diskon tiket penerbangan domestik dan pembebasan pajak restoran serta hotel dengan menggelontorkan dana sebesar Rp10,3 triliun.

    Kedua, pemerintah melanjutkan dengan stimulus ekonomi jilid II yang berisi kebijakan fiskal dan non-fiskal, utamanya untuk menopang aktivitas industri. Termasuk dalam paket stimulus fiskal, yakni pembebasan pajak penghasilan (PPh) 21 untuk pekerja, penundaan pengenaan PPh Pasal 22 Impor, dan pengurangan PPh Pasal 25 Badan sebesar 30%.

    Stimulus tersebut berlaku untuk industri manufaktur selama enam bulan (Maret-Agustus 2020). Selain itu, terdapat juga percepatan dan kenaikan batas maksimum restitusi pajak. Sedangkan stimulus non-fiskal berupa penyederhanaan dan pengurangan larangan terbatas ekspor dan impor, percepatan ekspor dan impor untuk eksportir dan importir bereputasi baik, dan terkait pengawasan logistik dengan menggelontorkan dana sebesar Rp22,9 triliun.

    Ketiga, pemerintah menerbitkan stimulus jilid III yang didasari hasil evaluasi stimulus ekonomi jilid I dan II, yaitu kebijakan untuk kebutuhan penanganan kesehatan dan pembatasan sosial (social distancing) serta bantuan sosial. Sejalan dengan stimulus ekonomi jilid III, pemerintah mengatur realokasi anggaran Kementerian/Lembaga dan Daerah melalui Inpres No. 4/2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 dengan biaya Rp405,1 triliun.

    Dengan adanya kebijakan pembatasan sosial, masyarakat mengurangi aktivitasnya, termasuk pergi berbelanja, menghindari keramaian, kontak orang dengan orang, maka pola kebijakan yang tujuannya mendorong permintaan melalui belanja menjadi tidak efektif lagi. Jadi meski memiliki uang, orang akan mengurangi aktivitas belanja, kecuali melalui pola belanja online. Namun tentu ini

    Sekalipun masyarakat bisa melakukan konsumsi melalui

    perdagangan elektronik (e-commerce), namun jumlahnya sangat terbatas. Hal ini tak lepas

    dari budaya belanja online di Tanah Air yang masih rendah. Selain itu, perdagangan online sejatinya tetap

    bergantung pada ketersediaan produk dari industri. Sementara masyarakat, termasuk pekerja

    industri tengah dibatasi mobilitasnya dengan adanya pembatasan sosial

    karena virus corona tersebut.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 21

    jumlahnya juga relatif terbatas, karena barang online juga akan tergantung kepada pasokan.

    Sekalipun masyarakat bisa melakukan konsumsi melalui perdagangan elektronik (e-commerce), namun jumlahnya sangat terbatas. Hal ini tak lepas dari budaya belanja online di Tanah Air yang masih rendah. Selain itu, perdagangan online sejatinya tetap bergantung pada ketersediaan produk dari industri. Sementara masyarakat, termasuk pekerja industri tengah dibatasi mobilitasnya dengan adanya pembatasan sosial karena

    virus corona tersebut. Tujuan tulisan ini adalah untuk melihat apa saja dampak virus corona (COVID-19) terhadap sektor pertanian serta bagaimana upaya pemerintah dalam menangani dampak COVID-19 tersebut.

    II. METODA PENULISANTulisan ini merupakan hasil studi

    literatur dan menelaah berbagai kondisi dan perkembangan penyebaran COVID-19 yang saat ini terjadi di Indonesia. Hasil dari berbagai

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian22

    telaahan literatur selanjutnya digunakan untuk mensintesis arah kebijakan pertanian dalam penanganan dampak COVID-19 di Indonesia. Sumber data yang digunakan berasal dari Biro Perencanaan, Pusdatin dan BKP-Kementerian Pertanian, BPS dan Kantor Kemenko Perekonomian serta akses beberapa website berita nasional maupun internasional.

    III. DAMPAK WABAH COVID-19 TERHADAP PERTANIAN

    Ketersediaan, Kebutuhan, dan Distribusi Pangan

    Dari data prakiraan produksi dan kebutuhan pangan pokok strategis yang dikeluarkan Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dengan asumsi dengan adanya penyebaran COVID-19 akan berakibat beberapa hal. Pertama, menurunkan produksi sebesar 5% karena harga sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan pakan) mahal dan distribusinya tidak lancar. Kedua, kebutuhan pangan akan meningkat 5% karena panic buying dan masyarakat menyetok pangan

    Tabel 1. Prakiraan Ketersediaan, Produksi dan Kebutuhan Pangan Pokok Strategis Periode Maret sampai Agustus 2020.

    No. Komoditas

    Ketersediaan (000 ton)

    Prakiraan Surplus/ Defisit

    (000 ton)Stok(Feb ‘20)Prakiraan Produksi

    Rencana Impor

    Jumlah Tersedia

    1 2 3 4=1+2+3 5 6=4-51 Beras 3.513,7 19.756,6 0 23.270,3 15.854,9 7.415,42 Jagung 661,1 13.708,3 0 14.369,4 11.063,5 3.305,93 Bawang Merah 154,6 711,0 0 865,6 736,5 129,14 Bawang Putih 30 52,5 360,0 442,5 311,9 130,65 Cabai Besar 0 532,8 0 532,8 533,8 -1,06 Cabai Rawit 0 539,6 0 539,6 493,8 45,8

    7 Daging Sapi/ Kerbau 14,3 236,4 275,5 526,2 393,8 132,4

    8 Daging Ayam Ras 98,6 1.880,9 0 1.979,5 1.822,6 156,919 Telur Ayam ras 27,6 2.422,1 0 2.449,7 2.611,5 -161,810 Gula Pasir 386,1 1.955,7 638,9 2.980,7 1.469,6 1.511,111 Minyak Goreng 8.244,1 14.391,0 0 22.635,1 4.640,1 17.995,0

    Sumber: Prognosa Produksi dan Kebutuhan Pangan Pokok Strategis Maret – Agustus 2020, BKP, Kementan, diolah.

    lebih dari biasanya untuk persediaan. Ketiga, realisasi impor akan turun sebesar 5% karena importasi tidak lancar dan negara produsen membatasi ekspor. Oleh karena itu, prakiraan ketersediaan, produksi dan kebutuhan pangan pokok strategis dapat dilihat pada Tabel 1.

    Keberadaan ketersediaan sebelas komoditas pangan pokok strategis tersebut adalah sebagai berikut:1. Ketersediaan beras ada di gudang Bulog,

    penggilingan padi dan pedagang beras dikoordinasi Ditjen Tanaman Pangan

    2. Ketersediaan jagung (pipil kering) berada di petani/poktan dan gapoktan, gudang Bulog dan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) dikoordinasi Ditjen Tanaman Pangan

    3. Ketersediaan bawang merah berada di petani/poktan dan gapoktan dikoordinasi Ditjen Hortikultura

    4. Ketersediaan bawang putih berada di petani/poktan dan gapoktan dikoordinasi Ditjen Hortikultura

    5. Ketersediaan cabai berada dipetani/poktan dan gapoktan dikoordinasi Ditjen Hortikultura.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 23

    6. Keberadaan daging sapi/kerbau berada di peternak dan rumah potong hewan dikoordinasi Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH)

    7. Keberadaan daging ayam ras berada di peternak dan rumah potong hewan dikoordinasi Ditjen PKH.

    8. Keberadaan telur ayam ras berada di peternak ayam petelur dan pedagang dikoordinasi Ditjen PKH

    9. Keberadaan gula pasir berada di pabrik gula dan pedagang dikoordinasi Ditjen Perkebunan

    10. Keberadaan minyak goreng berada di pabrik-pabrik minyak goreng yang berasal dari CPO dan Kopra dikoordinasi Ditjen Perkebunan.

    Meski pemerintah menjamin ketersediaan 11 komoditas pangan pokok strategis, persoalannya adalah bagaimana

    komoditas pangan tersebut dapat didistribusikan sampai ke konsumen (267 juta penduduk di 34 propinsi, 514 kabupaten/kota). Untuk itu, perlu kebijakan penanganan rantai pasok dengan melibatkan pejabat berwenang di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota dengan pengaturan jadwal panen dan operasi pasar secara berjenjang di wilayah/ daerah masing-masing.

    Untuk daerah perkotaan dengan masyarakat menengah ke atas diarahkan dengan belanja online (e-commerce) dengan sistem pembayaran non-tunai. Sedang daerah perkotaan dengan masyarakat menengah ke bawah dan wilayah pedesaan yang sulit terjangkau dilakukan dengan cara konvensional dengan bantuan pemerintah daerah. Langkah-langkah pendistribusian ini akan sangat spesifik lokasi dan tergantung pada kebutuhan.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian24

    Perdagangan Komoditas Pangan

    Dari hasil analisis yang dilakukan Kemenko Perekonomian, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dipengaruhi pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Jika ekonomi Tiongkok mengalami pelambatan sebesar 1-2%, maka akan berdampak pada menurunnya ekonomi Indonesia sebesar 0,1-0,3% terhadap ekonomi Indonesia (katadata.co.id, 7 Februari 2020).

    Pembatasan keluar masuknya barang dari dan/atau ke Tiongkok, serta banyaknya usaha atau pabrik yang tutup akibat wabah COPID-19 membuat perekonomian negara tersebut menjadi terganggu. Mengingat Negeri Tirai Bambu tersebut merupakan negara yang perekonomiannya sangat berpengaruh di dunia, sehingga pasti berdampak pada perekonomian negara lain yang menjadi mitra dagangnya, salah satunya Indonesia.

    Penurunan ini terjadi sebagian besar ke negara tujuan utama, salah satunya Tiongkok yang mencapai 211,9 juta dollar AS atau turun 9,15%. Sedangkan nilai impor non migas pada Januari 2020 juga ikut menurun. Total nilai impor nonmigas selama Januari 2020 sebesar 9.670 juta dolar AS atau turun sebesar 313,5 juta dollar AS atau turun 3,14% dibandingkan Desember 2019. Hal tersebut disebabkan menurunnya nilai impor nonmigas dari beberapa negara utama, salah satunya Tiongkok dari 4,07 miliar dollar AS menjadi 3,94 miliar dollar AS atau turun 3,08%.

    Wabah COPID-19 di Tiongkok memang berdampak pada perdagangan pertanian Indonesia. Selama ini ekspor minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu kontributor terbesar ke Tiongkok. Namun pada Februari 2020, realisasinya hanya mencapai 84.000 ton. Angka ini sangat jauh dibandingkan realisasi bulan sebelumnya yaitu Januari 2020 yang mencapai 487.000 ton dan pada periode yang sama tahun 2019 yang mencapai 371.000 ton (finance.detik. com, 17 Februari 2020).

    Dari sisi impor pangan, Indonesia yang memiliki ketergantungan bawang putih dari Tiongkok. Pada februari 2020, impor bawang putih dari Tiongkok sebesar 23.000 ton. Angka ini juga turun drastis dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 583.000 ton (finance.detik.com, 17 Februari 2020). Pada Februari 2020, penurunan impor terbesar dari Tiongkok juga terlihat pada komoditas buah-buahan. Adapun impor komoditas buah-buahan turun signifikan sebesar 78,88% dari 160,4 juta dollar AS menjadi 33,9 juta dollar AS (katadata.co.id, 17 Februari 2020).

    Untuk perdagangan produk pertanian, saat ini Kementerian Pertanian sudah berupaya membuat langkah kebijakan mengantisipasi penurunan ekspor pertanian ke Tiongkok.

    Dalam menangani dampak COVID-19, Kementerian Pertanian harus dapat menjamin ketersediaan

    pasokan pangan pokok dan strategis bagi masyarakat dengan

    harga terjangkau.

    “Tiongkok merupakan mitra dagang

    utama Indonesia dan negara asal impor dan tujuan ekspor nonmigas terbesar Indonesia. Total ekspor ke Tiongkok tahun 2019 mencapai 25,85 miliar dollar AS, sedangkan impor mencapai 44,58 miliar dolar AS (katadata. co.id, 7 Februari 2020). Namun berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, ekspor nonmigas pada Januari 2020 mengalami penurunan dibandingkan Desember 2019.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 25

    Salah satunya koordinasi dengan eksportir agar dapat memanfaatkan pasar ekspor alternatif (finance.detik.com, 17 Februari 2020). Untuk mengantisipasi terbatasnya ketersediaan dan lonjakan harga bawang putih yang semakin tinggi, Kementerian Pertanian juga berupaya mencari negara alternatif lainnya untuk impor bawang putih dan mendorong produksi bawang putih dalam negeri (finance.detik. com, 17 Februari 2020).

    IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

    Dalam menangani dampak COVID-19, Kementerian Pertanian harus dapat menjamin ketersediaan pasokan pangan pokok dan strategis bagi masyarakat dengan harga terjangkau. Dari hasil telaahan dampak COVID-19 terhadap sektor pertanian dapat disimpulkan sebagai berikut.

    1. Ketersediaan pangan pokok strategis untuk Maret hingga Agustus 2020 relatif aman dengan perincian untuk beras tersedia

    23,2 juta ton dari kebutuhan 15,8 juta ton, jagung 14,4 juta ton dari kebutuhan 11,1 juta ton, bawang merah 865,6 ribu ton dari kebutuhan 736,5 ribu ton; cabai 1,1 juta ton dari kebutuhan 1,0 juta ton. Sedangkan daging kerbau/sapi tersedia 526,2 ribu ton (275.500 ton diantaranya berasal dari impor) dari kebutuhan 393,8 ribu ton, daging ayam ras 2 juta ton dari kebutuhan 1,8 juta ton, dan minyak goreng 22,6 juta ton dari kebutuhan 4,6 juta ton.

    2. Dalam rangka menjamin ketersediaan pangan pokok strategis dapat didistribusikan sampai ke konsumen, maka pengaturan jadwal panen dan operasi pasar secara berjenjang perlu dilakukan di tiap wilayah/daerah. Untuk daerah perkotaan dengan masyarakat menengah ke atas diarahkan dengan belanja online (e-commerce). Sedang daerah perkotaan dengan masyarakat menengah ke bawah dan wilayah pedesaan yang sulit terjangkau bisa tetap dengan cara konvensional melalui bantuan pemerintah

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian26

    daerah. Artinya, langkah pendistribusian pangan sangat spesifik lokasi tergantung kebutuhan.

    3. Beberapa komoditas yang pemenuhannya masih melalui impor, karena dampak COVID-19, langkah antisipasinya dengan mempercepat proses penerbitan rekomendasi impor. Sampai 10 Maret 2020, Kementerian Pertanian telah menerbitkan 37 Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Salah satunya rekomendasi impor bawang putih sebanyak 360 ribu ton.

    4. Untuk mengatasi dampak COVID-19, maka diversifikasi pasar ekspor negara tujuan utama, seperti negara-negara di Afrika atau Amerika Selatan perlu dilakukan. Pemerintah juga perlu meningkatkan dan mengoptimalkan penggunaan produksi dalam negeri yang dapat memenuhi permintaan kebutuhan di pasar domestik.

    Dalam upaya menangani wabah COVID-19, rekomendasi kebijakan pertanian yang perlu diambil adalah :1. Perlu mengamankan produksi dan rantai

    pasok pangan strategis, terutama untuk daerah perkotaan.

    2. Memberikan jaminan rantai pasok pangan agar tidak terjadi penyusutan/ penimbunan, sehingga dapat menimbulkan kepanikan masyarakat.

    3. Membuka keran impor komoditas pangan untuk memastikan ketersediaan pangan pada masyarakat menjelang Puasa Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri agar mampu menstabilkan harga pangan dan inflasi.

    4. Menggalakkan program bantuan sosial/bantuan program yang langsung menyasar rakyat miskin, termasuk petani agar mereka tidak terdampak. Mulai dari program Keluarga Harapan (PKH), Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (Bekerja), Bantuan Pangan

    Non-Tunai (BPNT), hingga Kartu Prakerja, dan lain-lain.

    5. Memastikan bahwa petani memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat terganggunya aktivitas ekonomi sebagai dampak COVID-19.

    6. Revisi/refocusing kegiatan dan anggaran yang mendukung kegiatan penyediaan layanan kesehatan dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.

    DAFTAR PUSTAKABPS: Virus Corona Sebabkan Ekspor dan Impor Indonesia- Tiongkok Turun, 17 Februari 2020, https://katadata.co.id/berita/2020/02/17/bps-virus-corona-sebabkan-ekspor-dan-impor-indonesia-tiongkok-turun, diakses 25 Maret 2020.

    Dampak Virus Corona, Jumlah Turis Tiongkok di Bali Terus Menurun, 14 Februari 2020, https://www.tribunnews.com/travel/2020/02/14/dampak-virus-corona-jumlah-turis-Tiongkok-di-bali-terus-menurun, diakses 26 Maret 2020.

    Dampak Virus Corona, S&P Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok, 7 Februari 2020, https://katadata.co.id/berita/2020/02/07/dampak-virus-corona-sp-pangkas- proyeksi-pertumbuhan-ekonomi- tiongkok, diakses 26 Maret 2020.

    Dampak Virus Korona, Jumlah Wisatawan di Bali Menurun Drastis, 12 Februari 2020, https://www.voaindonesia.com/a/dampak-virus-korona-jumlah-wisatawan-di-bali-menurun-drastis/5284305.html, diakses 25 Maret 2020.

    Di Depan DPR, Mentan Ngeluh Ekspor-Impor Pangan Terganggu Corona, 17 Februari 2020, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4902563/di-depan-dpr-mentan-ngeluh-ekspor-impor-pangan-terganggu-corona, diakses 26 Maret 2020.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 27

    Eka Budiyanti, Dampak Virus Corona Terhadap Sektor Perdagangan dan Pariwisata Indonesia; Bulletin Infosingkat Volume XII, No.14/III/Puslit/Februari/2020; http://berkas.dpr.go.id/Puslit/files/info_singkat/info%20Singkat-XII-4-II-P3DI-Februari-2020-219.pdf

    Ekonomi Tiongkok Terguncang Corona, RI Genjot Ekspor Pisang, 18 Februari 2020, https://money.kompas.com/read/2020/02/18/153100326/ekonomi-Tiongkok-terguncang- corona-ri-genjot-ekspor- pisang?page=all, diakses 25 Maret 2020.

    Impor Bahan Baku dari Tiongkok Anjlok 31 Persen, 13 Februari 2020, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4178370/impor-bahan-baku-dari-Tiongkok-anjlok-31-persen?medium=dable__desktop&campaign=related_ click_1, diakses 25 Maret 2020.

    Ïnsentif Untuk Pariwisata Dipersiapkan, Koran Kompas, 20 Februari 2020.

    Porak-poranda Ekonomi Tiongkok Akibat Wabah Virus Corona, Banyak Usaha Terancam Bangkrut, 18 Februari 2020, https://www.merdeka.com/ uang/porak-poranda-ekonomi-Tiongkok-akibat-wabah-corona-banyak-usaha-terancam-bangkrut.html,diakses16Maret2020.

    Rian Nugroho D. 2006, Analisis Kebijakan, PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia-Jakarta

    Roem Topatimasang, Mansour Fakih dan Toto Raharjo. 2000, “Merubah Kebijakan Publik”. Research, Education and Dialogue (REaD)-Yogyakarta

    Skenario Prognosa Produksi dan Kebutuhan Pangan Pokok/Strategis, Badan Ketahanan Pangan,Kementerian Pertanian, Jakarta.

    Turis Asing di 2019 Capai 16 Juta, Malaysia&Tiongkok Terbanyak, 3 Februari 2020, https://www.cnbcindonesia.com/news/20200203121719-4-134730/turis-asing-di-2019-capai-16-juta-malaysia-Tiongkok-terbanyak, diakses 25 Maret 2020.

    Virus Corona Tekan Ekonomi Tiongkok, Dunia Waspadai Perlambatan Global, 5 Februari 2020, https://katadata.co.id/telaah/2020/02/05/virus-corona- tekan-ekonomi-tiongkok-dunia- waspadai-perlambatan-global, diakses 24 Maret 2020.

    Wishnutama: Kita Tidak Boleh Menyerah, 9 Februari 2020, https://www.liputan6.com/ news/read/4174660/jumlah-turis-Tiongkok-ke-indonesia-anjlok-wishnutama-kita-tidak-boleh-menyerah, diakses 24 Maret 2020.

    WTO: Perdagangan Melemah, Koran Kompas, 19 Februari 2020.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian28

    MEMBANGUN SINERGITAS LINTAS SEKTOR DALAM MENGHADAPI COVID-19

    Renita Sariah Damanik Perencana Ahli Madya Biro Perencanaan Kementerian Pertanian

    ABSTRAK

    Virus Corona atau dikenal dengan COVID-19 merupakan virus baru yang merebak sejak awal Maret 2020 di Tanah Air. Namun dampaknya telah memukul berbagai sudut ekonomi. Untuk mengatasi skenario terburuk, diperlukan peran dari semua lapisan, tidak hanya pemerintah pusat, tetapi pihak swasta, BUMN, pemerintah daerah dan juga masyarakat. Kajian ini akan menelaah

    strategi membangun sinergitas lintas sektor dalam menghadapi COVID-19, khususnya terkait dengan penyediaan ketersediaan pangan dan stabilitas harga pangan. Tulisan ini merupakan telaah hasil studi literatur. Dengan memperhatikan hasil perhitungan prognosa tahun 2020 periode Maret-Agustus 2020, dan menjaga agar ketersediaan pangan tetap mencukupi dalam kondisi mewabahnya COVID-19 di Indonesia. Meskipun demikian

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 29

    untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas harga pangan secara berkelanjutan diperlukan sinergitas lintas sektor dengan mengaktifkan kembali Satgas Pangan, mengotimalkan kerja Kostratani dan penyuluh.

    Kata Kunci: Sinergitas, Ketersediaan Pangan, dan Stabilitas Harga.

    I. PENDAHULUANPenyebaran COVID-19 ini tidak hanya

    dialami Indonesia. Seperti kita ketahui virus ini dimulai dari Cina tepatnya di Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok dan Wuhan mendadak terkenal seluruh dunia. Virus yang diduga berasal dari hewan itu kemudian mewabah dan merenggut ribuan korban jiwa. Tak hanya di daratan Tiongkok, virus corona juga telah menyebar kurang lebih ke 180 negara hingga Maret 2020. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah mengumumkan kondisi ini sebagai status pandemi global pada 11 Maret 2020.

    Sejumlah negara mengambil langkah-langkah untuk mencegah masuknya virus yang menyebabkan demam dan penyakit pneumonia itu. Termasuk Indonesia yang juga telah memulai dengan membatasi masuknya penduduk dari Iran, Italia, dan Korea Selatan. Banyak kegiatan yang terhenti karena COVID-19 ini, sehingga tentu berdampak terhadap perekonomian. Namun kondisi ini terjadi tidak hanya di Indonesia, semua negara terjangkit virus ini juga mengalami kondisi yang sama. Upaya pencegahan meluasnya virus ini di setiap negara tentu berbeda-beda sesuai kondisi yang dimiliki masing-masing negara.

    Di beberapa negara seperti Cina, Italia, Arab Saudi, dan negara lainnya telah melakukan lockdown di kota dan wilayahnya. Istilah

    lockdown dari beberapa artikel mengartikan lockdown dalam hal penyebaran virus, sebagai kondisi dimana kita tidak boleh meninggalkan tempat tinggal sama sekali, ruang gerak dibatasi, warga harus memiliki ijin khusus jika ingin berpergian. Biasanya, supermarket, apotik dan rumah sakit masih diperbolehkan buka. Tapi warga tidak bisa sebebasnya keluar masuk tempat tersebut. Kondisi ini tentu telah membuat mati perekonomian di daerah tersebut.

    Pemerintah Indonesia sendiri dalam upaya mencegah meluasnya COVID-19 telah menetapkan tidak melakukan lockdown, tetapi social distancing sejak pertengahan Maret 2020. Pemerintah menghimbau masyarakat untuk menghindari dan tidak mengadakan pertemuan besar atau kerumunan orang. Jika harus berada di sekitar orang, jaga jarak dengan orang lain sekitar 6 kaki (2 meter). Dengan semakin meluasnya penyebaran COVID-19, pemerintah kemudian menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini dimaksudkan untuk membatasi orang yang akan bekerja, bepergian, dan interaksi sosial.

    Namun kebijakan ini banyak yang mengeluhkan bagaimana dengan penghasilan

    Pangan menjadi masalah utama bagi semua masyarakat jika kebijakan social distance

    dilakukan. Masyarakat takut tidak dapat membeli

    kebutuhan pangan jika hanya berada di rumah, belum lagi

    harga akan naik.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian30

    masyarakat yang berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Pangan menjadi masalah utama bagi semua masyarakat jika kebijakan social distance dilakukan. Masyarakat takut tidak dapat membeli kebutuhan pangan jika hanya berada di rumah, belum lagi harga akan naik.

    Ketakutan ini membuat masyarakat panik, sehingga di beberapa daerah sempat terjadi fenomena panic buying yang mendorong terjadi kenaikan harga pangan yang cukup tinggi. Karena itu, diperlukan sinergitas dari berbagai pihak untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas harga pangan ditengah mewabahnya COVID-19. Tulisan ini akan menelaah beberapa kondisi dan perkembangan ketersediaan dan harga pangan saat ini di Indonesia. Selanjutnya, tulisan ini juga akan merumuskan beberapa strategi penyediaan dan stabilitas harga pangan dalam menghadapi penyebaran COVID-19 yang semakin meluas di Indonesia.

    .

    II. METODA PENULISANDalam penulisan membangun sinergitas

    lintas sektor dalam menghadapi COVID-19, penulis mengunakan beberapa literatur dan prognosa komoditas strategis nasional tahun 2020, dengan variabel yang dihitung berupa surplus/defisit, ketersediaan dan kebutuhan pangan. Untuk menghitung variabel tersebut secara lengkap terdapat pada panduan teknis Penyusunan Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Startegis, yang disusun Badan Ketahanan Pangan tahun 2020. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, BPS dan lainnya.

    III. KETERSEDIAAN PANGAN, STABILITAS HARGA, DAN SINERGITAS LINTAS SEKTOR

    Ketersediaan dan stabilitas harga pangan menjadi perhatian serius dalam menghadapi situasi terburuk saat mewabahnya COVID-19. Hal itu memerlukan sinergitas lintas sektor, karena Kementerian Pertanian tidak akan mampu mengatasi permasalahan tersebut sendiri. Berikut akan dibahas bagaimana ketersediaan dan stabilitas harga pangan serta membangun sinergitas.

    Ketersediaan Pangan

    Kecukupan ketersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional karena dapat memperbesar akses bagi penduduk untuk memperoleh pangan. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan,

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 31

    dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.

    Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan Badan Ketahan Pangan, Kementan, yang disampaikan pada Rapat Terbatas 30 Maret 2020, kondisi ketersediaan dan kebutuhan pangan terbagi dalam dua periode, yaitu periode Maret-Mei dan periode Juni-Agustus. Pada Tabel 1 terlihat kondisi persediaan pangan strategis secara nasional untuk periode Maret-Mei 2020 masih tercukupi. Dari 11 komoditas semua masih surplus, hanya bawang putih yang tidak dapat memenuhi kebutuhan, sehingga diperlukan asupan sumber dari non-domestik, yaitu dengan mengadakan impor.

    Kebutuhan bawang putih periode Januari-Mei 2020 untuk memenuhi lima katagori, yaitu: (1) Konsumsi langsung Rumah Tangga berdasarkan Susenas BPS Triwulan I 2019; (2) Kebutuhan Horeka dan warung/PKL, (3) Kebutuhan industri; (4) Kebutuhan benih (sesuai estimasi Ditjen Hortikultura) dan (5) Kehilangan/tercecer (Estimasi Ditjen Hortikultura).

    Sedangkan kebutuhan gula selama ini untuk memenuhi tiga katagori, yaitu: (1) Konsumsi Langsung RT; (2) Konsumsi Hotel-Restoran-Katering (Horeka), Rumah Makan (RM), dan Penyedia Makanan dan Minuman (PMM); dan (3) Kebutuhan lainnya (Susenas Triwulan I 2019).

    Dari Tabel 1 terlihat bahwa impor diperlukan, terutama dalam kondisi saat ini yang tidak normal. Sampai kini impor

    (Ton)

    Neraca Akhir Feb'20

    Perkiraan Produksi

    Rencana Impor Jumlah

    1 2 3 4=1+2+3 5 6 = 4-5

    1 Beras 1) 3.513.736 11.869.939 15.383.675 7.607.789 7.775.886 2 Jagung 661.060 9.622.630 10.283.690 5.956.146 4.327.544 3 Bawang Merah 254.561 333.219 587.780 347.387 240.393 4 Bawang Putih 2) 30.000 40.449 196.549 266.998 150.692 116.306 5 Cabai Besar 311.099 311.099 277.548 33.551 6 Cabai Rawit 326.804 326.804 257.900 68.904 7 Daging Sapi/Kerbau 3) 14.299 141.028 109.253 264.580 201.730 62.850 8 Daging Ayam Ras 98.640 987.196 1.085.836 881.204 204.632 9 Telor Ayam Ras 27.582 1.281.421 1.309.003 1.284.097 24.906

    10 Gula Pasir 386.065 213.104 672.500 1.271.669 708.148 563.521 11 Minyak Goreng 8.244.058 6.736.367 14.980.425 2.119.283 12.861.142

    No. KomoditasPerkiraan

    Kebutuhan *

    Perkiraan Neraca Kumulatif

    (Surplus/Defisit)

    Perkiraan Ketersediaan

    Tabel 1. Perkiraan Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Pokok Nasional Periode Maret-Mei 2020

    Sumber: Biro Perencanaan (Bahan Ratas 30 Maret 2020)

    Keterangan:1) Stok Beras akhir Februari : Bulog 1.650.916 ton + Penggilingan 1.070.000 ton + Pedagang 792.820 ton.2) Mempercepat realisasi Impor Bawang Putih sebesar 196.549 ton dari Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH)

    yang telah diterbitkan Kementan.3) Impor 109.253 ton terdiri dari daging sapi/kerbau 75.006 ton dan sapi bakalan 152.810 ekor setara daging 34.247 ton.* Kebutuhandagingsapi/kerbaumerupakanestimasi BPS berdasarkanSurveiBapok 2017 dan Susenas 2018 serta 2019.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian32

    merupakan jalan keluar untuk memenuhi beberapa kebutuhan pangan. Tiga komoditas yang memerlukan dukungan dari impor, yaitu bawang putih, gula, dan daging sapi/kerbau.

    Untuk periode Juni-Agustus juga diperlukan tambahan impor karena bencana COVID-19 hingga kini belum diketahui kapan akan berakhir. Oleh karena itu, pemerintah juga harus membuat perkiraan ketersediaan lebih dari tiga bulan setelah masa inkubasi COVID-19. Pada Tabel 2 menunjukkan kondisi ketersediaan pangan untuk periode Juni-Agutus 2020.

    Dari Tabel 2 juga terlihat pada periode Juni-Agustus 2020 untuk komoditas bawang putih dan daging sapi/kerbau mengalami defisit. Sedangkan untuk komoditas lainnya pada periode yang sama masih mengalami surplus. Kondisi defisit ini harus menjadi perhatian khusus, mengingat COVID-19 belum ada yang dapat memprediksi kapan akan berakhir. Kementerian Pertanian diharapkan sudah dapat mempersiapkan kebijakan

    membuka impor kembali untuk komoditas bawang putih dan daging sapi/kerbau. Selain kebijakan impor, kebijakan stabilisasi harga pangan juga sangat diperlukan, sehingga harganya tejangkau masyarakat.

    Dari Tabel 2 dapat disimpulkan juga untuk ketersediaan pangan komoditas strategis periode Maret-Agutus 2020 dapat dikatakan aman terkendali. Hanya tiga komoditas yang memerlukan perhatian lebih yaitu bawang putih, daging sapi/kerbau dan gula. Hal ini terjadi karena produksi lokal yang belum dapat memenuhi kebutuhan domestik. Sementara komoditas strategis lainnya, produksi dalam negeri sudah dapat memenuhi untuk kebutuhan domestik.

    Stabilitasi Harga Pangan

    Di tengah kondisi penyebaran COVID-9 ini, pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga pangan di seluruh Indonesia. Upaya ini dilakukan agar di tengah situasi penyebaran

    (Ton)

    Stok Akhir Mei'20

    Perkiraan Produksi

    Rencana Impor

    Jumlah

    1 2 3 4 5 =2+3+4 6 7 = 5-6

    1 Beras 7.775.886 7.965.923 15.741.809 7.492.056 8.249.753 2 Jagung 4.327.545 4.807.119 9.134.664 4.599.959 4.534.705 3 Bawang Merah 240.523 415.146 655.669 354.094 301.575 4 Bawang Putih * 116.306 14.801 34.858 131.107 146.444 15.337- 5 Cabai Besar 294.758 294.758 273.713 21.045 6 Cabai Rawit 282.878 282.878 251.998 30.880 7 Daging Sapi/Kerbau ** 62.850 107.798 180.752 170.648 192.110 21.462- 8 Daging Ayam Ras 204.632 992.764 1.197.396 854.604 342.792 9 Telor Ayam Ras 24.906 1.268.117 1.293.023 1.203.041 89.982

    10 Gula Pasir 563.521 1.595.571 2.159.092 691.436 1.467.656 11 Minyak Goreng 12.861.142 8.412.132 21.273.274 2.299.897 18.973.377

    Perkiraan KetersediaanNo. Komoditas

    Perkiraan Kebutuhan

    Perkiraan Neeraca s.d Agustus

    Tabel 2. Perkiraan Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Pokok Nasional Periode Juni-Agustus 2020

    Sumber: Biro Perencanaan (Bahan Ratas 30 Maret’ 20)

    Keterangan: *Masih diperlukan tambahan penerbitan RIPH dan Persetujuan Impor (PI) baru**Rencana impordagingsapi/kerbau Juni-Austustsebesar 180.752 ton.Terdiridari 147.135 ton dagingsapi/kerbau dan 150.000 ekorsapibakalansetaradengan 33.617 ton dagingsapi (Ditjen PKH)

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 33

    COVID-19 seluruh harga kebutuhan bahan pangan tetap terjangkau masyarakat. Sebab, kenaikan harga pangan akan menurunkan kesejahteraan rakyat, terutama yang berpenghasilan rendah dan juga memicu kenaikan laju inflansi.

    Oleh karena itu, kebijakan stabilisasi harga pangan selalu menjadi isu untuk dibahas dan dimonitor pemerintah. Mengingat sebagian besar komoditas bahan pangan merupakan produk pertanian yang memiliki karakteristik produksi bersifat musiman dan harga berfluktuasi, sementara permintaan terjadi sepanjang waktu. Berikut ini adalah uraian secara singkat beberapa kebijakan harga pangan yang selama ini telah diimplementasikan (Hermanto 2020).

    - Penetapan Harga Acuan

    Dalam rangka melindungi produsen dan konsumen, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres)

    No.71 Tahun 2015 tentang Penetapan Harga dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Nasional. Dalam Perpres tersebut disebutkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengendalikan Ketersediaan Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.

    Perpres ini menegaskan, dalam kondisi tertentu (kondisi terjadinya gangguan pasokan dan/atau kondisi harga tertentu berada di atas/di bawah   harga acauan) yang dapat mengganggu kegiatan perdagangan nasional, Pemerintah Pusat wajib menjamin pasokan dan stabilisasi harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

    Sebagai tindak lanjut dari Perpres No.71 Tahun 2015, telah ditetapkan kebijakan stabilisasi tujuh komoditas pangan yang

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian34

    tertuang dalam Permendag No. 63/M-DAG/PER/09/2016 tentang Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Dalam Permendag tersebut ditetapkan dua jenis harga acuan, yaitu harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen untuk 7 komoditas, yaitu, beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah, cabai, dan daging sapi (Eka, 2017).

    Selanjutnya, pemerintah juga melakukan perubahan terhadap harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen dengan mencabut Permendag No. 63/M-DAG/PER/9/2016 digantikan dengan Permendag No. 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang penetapan harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen. Aturan ini mulai berlaku pada 16 Mei 2017 untuk sembilan harga komoditas bahan pokok, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, minyak goreng, bawang merah, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.

    Kemendag juga mengeluarkan Permendag No.47 Tahun 2017 tentang harga eceran tertinggi pembelian di petani dan penjualan di konsumen. Aturan itu merupakan revisi dari Permendag No.27 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen.

    Dalam Permendag No.47 Tahun 2017 ada tambahan pasal 5a yang mengatur harga acuan penjualan beras di tingkat konsumen, yang sekaligus juga berfungsi sebagai harga eceran tertinggi. Melalui aturan tersebut, harga beras medium maupun premium dipatok Rp 9.000/kg. Mengingat harga eceran tertinggi pada Permendag No.47 Tahun 2017 belum diundangkan, sehingga pemberlakuannya dibatalkan. Dengan demikian Permendag No.27 Tahun 2017 tetap diberlakukan.

    Pada 24 Agustus 2017, Kementerian Perdagangan menerbitkan Permendag No.57 Tahun 2017 tentang Penetapan

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 35

    Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras dengan membagi beras medium dan premium melalui butir patah maksimal. Penerapan batas HET beras tersebut berlaku pada 1 September 2017. Dengan peraturan ini, ketentuan Harga Acuan Pembelian dan Penjualan untuk komoditas beras pada Permendag No. 27 Tahun 2017 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Penetapan HET beras ini dimaksudkan untuk menurunkan harga beras yang belakangan cenderung mengalami kenaikan. Dengan HET ini, konsumen mendapat kepastian harga dan terjaga daya belinya, serta mencegah terjadinya spekulasi harga. Penetapan HET ini juga dengan memperhatikan kepentingan petani dan mengakomodasi pelaku usaha. HET beras diharapkan memberikan perlindungan tambahan kepada petani karena adanya kepastian harga. Sementara pedagang tetap mendapatkan keuntungan yang wajar.

    Pemerintah membagi HET beras kepada tiga kategori harga berdasarkan wilayah. Pertama, daerah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi, HET beras medium Rp9.450/kg, sedangkan beras premium Rp12.800/kg. Kedua, Sumatera (selain Lampung dan Sumatera Selatan), Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan, HET beras medium Rp9.950/kg, dan premium Rp13.300/kg. Ketiga, Kalimantan dan Maluku,

    HET beras medium Rp10.250/kg, dan premium Rp13.600/kg. Setelah Peraturan Menteri Perdagangan tentang HET beras ini keluarkan diikuti Peraturan Menteri Pertanian mengenai kategori dan kualitas jenis harga beras yang ditentukan.

    - Serap Gabah Petani

    Dalam menyerap gabah petani, Bulog dibantu penyuluh dan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten serta Komandan Komando Distrik Militer TNI-AD dan jajarannya. PPL selanjutnya melakukan sosialisasi kepada petani untuk menjual gabah dan beras kepada Bulog. Selain itu, pengawasan dan pendampingan dalam proses penjemuran juga dilakukan PPL agar petani mengerti cara meningkatkan kualitas gabah, sehingga dihasilkan beras terbaik. PPL juga bertugas menjembatani penjualan gabah kepada Bulog dengan cara mendampingi dan mengantar ke Bulog bersama kelompok tani.

    Dalam implementasinya, program serap gabah petani ini menemui banyak kendala, sehingga penyerapan gabah petani menjadi tidak optimal. Setidaknya ada tiga kendala yang dihadapi. Pertama, masa panen padi berlangsung di musim hujan, sementara kemampuan penggilingan padi melakukan pengeringan gabah untuk proses penggilingan sangat terbatas. Akibatnya, banyak gabah yang tidak bisa dikeringkan dan susah digiling menjadi beras.

    Kedua, banyak gabah petani tidak memenuhi persyaratan kualitas yang sesuai HPP. Sementara banyak perusahaan penggilingan yang berani membeli dengan harga lebih tinggi. Ketiga, permintaan konsumen terhadap beras kualitas premium terus meningkat.

    Penetapan HET beras ini dimaksudkan untuk menurunkan

    harga beras yang belakangan cenderung mengalami kenaikan.“

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian36

    Dengan memperhatikan berbagai kendala tersebut, upaya pemerintah untuk mengakselerasi serap gabah petani dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 03 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembelian Gabah dan Beras Petani.

    Berdasarkan kebijakan tersebut, gabah petani dengan kadar air 25-30 % harus dibeli pemerintah melalui Bulog dengan harga sebesar Rp 3.700/kg. Dalam Inpres tersebut juga disebutkan persyaratan kualitas yang sesuai HPP, misalnya untuk GKP kadar air 25% dan kadar hampa 10%. Untuk GKG kadar air 14% dan kadar hampa 3%. Sedangkan kualitas beras kadar air 14%, butir patah 20%, butir menir 2 % dan derajat sosoh 95%.

    Stabilisasi Harga Pangan Saat COVID-19

    Dari pengalaman sebelumnya, ternyata kebijakan stabilisasi harga pangan sangat diperlukan untuk menjaga terjadinya gejolak permintaan. Pada Maret 2020 telah terjadi

    gejolak permintaan yang cukup tinggi karena wabah COVID-19. Kebijakan pembukaan Persetujuan Impor (IP) terhadap impor pangan merupakan bentuk respon pemerintah yang adaptif terhadap situasi yang terjadi saat ini.

    Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta juga berpendapat bahwa ketersediaan yang memadai di pasar akan mampu menstabilkan harga. Hal ini penting supaya seluruh lapisan masyarakat bisa tetap memenuhi kebutuhan pangan dengan harga yang memadai. Sebagai gambaran kondisi harga pasar komoditas beberapa produk pangan yang ada di Provinsi DKI Jakarta per 30 Maret 2020, dapat dilihat pada Tabel 3.

    Dari Tabel 3 terlihat ada beberapa harga pangan yang mengalami kenaikan, seperti beras, cabai rawit merah, bawang merah, bawang putih, ayam boiler/ras dan minyak goreng (kuning/eceran). Diperkirakan kenaikan harga tersebut karena adanya panic buying oleh masyarakat, dan panic trader oleh pedagang karena COVID-19. Padahal jika dilihat dari komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga tersebut, ternyata ketersediaannya masih

    NO KOMODITAS HARGA (Rp) NAIK/TURUN Rp *

    1 Beras IR (IR 64) 11.880 naik 58 2 Beras IR II (IR 64) Ramos 10.999 naik 3 3 Beras IR III (IR 64) 9.925 naik 64 4 Beras Muncul I 12.660 turun 26 5 Beras IR 42/Pera 12.660 turun 26 6 Beras Sentra I/Premium 12.607 naik 65 7 Cabe Merah Keriting 36.843 turun 881 8 Cabe Merah Besar (TW) 45.540 turun 2.068 9 Cabe Rawit Merah 60.394 naik 3.416

    10 Cabe Rawit Hijau 36.368 turun 865 11 Bawang Merah 46.948 naik 735 12 Bawang Putih 44.897 naik 25 13 Ayam Boiler/Ras 35.810 naik 245 14 Telur Ayam 26.397 turun 38 15 Minyak Goreng (Kuning/Eceran) 12.947 naik 96

    Tabel 3. Rata-rata Harga Komoditas per 30 Maret 2020 di DKI Jakarta (Studi kasus)

    Keterangan: * Harga dibandingkan dengan harga pada hari sebelumnya (29 Maret 2020).

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian 37

    cukup, sehingga kenaikan harga seharusnya tidak terjadi.

    Dengan demikian langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilisasi harga pangan dalam kondisi COVID-19 adalah membukakan keran impor pangan yang sesuai kebutuhan. Hal ini juga didukung dengan rancangan UU Cipta Kerja Omnibus Law, yang menyatakan bahwa kebutuhan pangan domestik akan dipenuhi oleh pasokan domestik dan impor.

    Selain itu dalam situasi saat ini, Pemerintah Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) terkait Langkah Perlindungan Sosial dan Stimulus Ekonomi Menghadapi Dampak COVID-19. Dalam Perpu tersebut salah satu prioritas utama, yaitu menyiapkan anggaran untuk perlindungan sosial, melalui dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok sebesar Rp25 triliun.

    Membangun Sinergitas Lintas Sektor

    Ketersediaan pangan merupakan salah satu pilar dalam ketahanan pangan, yang penanganannya  memerlukan sinergi dari seluruh sektor pembangunan, mulai sektor pertanian, kesehatan, pendidikan, perdagangan, dan sektor ekonomi lainnya. Dalam situasi penyebaran COVID-19 ini, ketersediaan pangan menjadi isu yang mendominasi mengingat kebutuhan pangan bagi masyarakat menjadi prioritas. Dalam kondisi wabah, kecukupan pangan tidak hanya dari sisi kuantitas yang dimakan, tetapi juga kualitas dan kandungan gizi.

    Untuk memastikan kecukupan pangan yang berkualitas tersebut, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian bersama supplier dan produsen pangan telah menandatangani kesepakatan bersama

    tentang ketersediaan, stabilisasi pasokan, dan harga pangan. Dalam kesepakatan tersebut, Kementerian Pertanian beserta suplier dan produsen pangan menyatakan komitmen menjaga stok pangan nasional. Kesinambungan dan sinergitas berbagai kebijakan ketahanan pangan juga sangat diperlukan untuk menjamin kemudahan akses masyarakat terhadap bahan pangan. Jadi, bukan hanya sisi ketersediaannya, tapi juga sisi keterjangkauan harga pangan.

    Keterjangkauan pangan berkaitan erat dengan harga pangan. Harga pangan yang terlalu tinggi akan menyulitkan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizinya. Harga pangan yang tidak terjangkau dipengaruhi dua faktor, yakni kurangnya produktivitas pangan dan panjangnya rantai distribusi pangan. Produksi pangan sulit ditingkatkan karena banyaknya konversi lahan pertanian, alat pertanian masih tradisional, dan rusaknya jaringan irigasi. Sementara rantai distribusi pangan dari petani ke konsumen masih terlalu panjang. Akibatnya harga yang ada di pasaran menjadi tinggi dan tidak berdaya saing.

    Kurangnya produksi pangan domestik mendesak pemerintah untuk mengambil kebijakan impor untuk mencukupi kebutuhan pangan. Padahal, impor sangat bergantung

    Tidak dapat dipungkiri, harga pangan domestik saat ini memang

    lebih mahal dari harga pangan global. Namun jika impor terus dilakukan, maka dalam jangka panjang Indonesia akan sulit

    terlepas dari ketergantungan impor.

  • Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian38

    pada fluktuasi harga pangan global yang mempengaruhi harga pangan domestik. Selain itu, impor pangan juga merupakan ancaman terhadap produk dalam negeri. Tidak dapat dipungkiri, harga pangan domestik saat ini memang lebih mahal dari harga pangan global. Namun jika impor terus dilakukan, maka dalam jangka panjang Indonesia akan sulit terlepas dari ketergantungan impor.

    Beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menjaga keterjangkauan harga pangan adalah dengan meningkatkan produktivitas dan memotong rantai pasok pangan. Peningkatan produktivitas pangan dapat dilakukan antara lain efektivitas dan efisiensi implementasi redistribusi lahan, modernisasi mesin penggilingan dan alat pertanian lain, peningkatan kualitas konstruksi jaringan irigasi.

    Rantai pasok pangan dapat dipangkas dengan cara mengoptimalkan Toko Tani Indonesia (TTI) dan pembentukan BUMDes. BUMDes dapat dimanfaatkan untuk menampung seluruh kegiatan di bidang

    ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola desa dan/atau kerja sama antardesa. Dengan adanya BUMDes diharapkan masyarakat bisa memajukan desanya masing-masing. Dari desa untuk desa.

    Selain hal tersebut, Pemerintah era Jokowi telah melakukan pengawasan agar stabilitas harga pangan tetap stabil. Salah satunya dengan dibentuknya Satuan Tugas atau Satgas Pangan yang merupakan sinergi antara Polri, Kemendag, Kemendagri, KPPU, Bulog, dan Kementan. Satgas Pangan ini juga dibentuk di setiap daerah untuk memudahkan dalam mengawasi stabilitas harga pangan. Tim Satgas Pangan daerah dipimpin Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda dengan anggota terdiri dari Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, dan instansi terkait lainnya. 

    Koordinasi antar-lembaga dan pembentukan satgas tersebut merupakan perwujudan dari perintah Presiden Joko Widodo yang meminta sejumlah menterinya agar menstabilkan harga sembako. Oleh