edisi i 2020 - pertanian

31

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EDISI I 2020 - Pertanian
Page 2: EDISI I 2020 - Pertanian

ii iiiii iiiKESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Daftar IsiDari Redaksi

Tim Penyusun

Buletin Kesmavet

Salam Redaksi

Redaksi menerima artikel dari pembaca yang terkait dengan Kesehatan Masyarakat Veteriner dapat dikirimkan ke alamat redaksi melalui email : [email protected] dengan subjek Buletin Kesmavet. Redaksi berhak Menyunting artikel yang akan dimuat dan disesuaikan dengan isi Buletin Kesmavet.

Syarat artikel adalah karya asli, bukan salinan, dan belum pernah dimuat di media lain. Panjang tulisan 2-3 halaman diketik rapi 1,5 spasi dengan format *.doc (words file) maksimal 7000 karakter yang disertai foto (image yang relevan). Sebelum diterbitkan, tulisan review dan disunting oleh Tim redaksi tanpa mengubah isinya.

Penanggung JawabDirektur Kesmavet

Redakturdrh. Septa Walyani, M.Si

Sekretarisdrh. Tri Juwianto

Design Grafisdrh. Risky Aprillian

Editor : • drh. Puguh Wahyudi, M.Si • drh. Aji Barbora Niasono, M.Si • drh. Vitasari Safitri, M.Si

Penanggung Jawab Karya Tulis Ilmiahdrh. Fety Nurrachmawati

Penanggung Jawab Karya Tulis Populer drh. Diah Nurhayati, M.Si

Penanggung Jawab Regulasidrh. Widarto, MP

Penanggung Jawab Liputandrh. Anis Trisna F, M.Si

Penanggung Jawab Beritadrh. Andi Eka Putra

Penanggung Jawab Infografisdrh. Eric Setyo Nugroho

Penanggung Jawab Profil/Tokohdrh. Agus Jaelani, M.Si

Penanggung Jawab Tips dan Trikdrh. Nila Sari Rahayu, M.Si

Penanggung Jawab Quizdrh. Cut Desna Aptriana

Penanggung Jawab Alih Bahasadrh. luthfi Nur Amalina

Assalamu’alaikum WarahmatullahiWabarakatuh

Selamat berjumpa kembali para pembaca Buletin Kesmavet di edisi Agustus tahun 2020.

Buletin Kesmavet edisi kali ini mengambil tema Keamanan Pangan Tanggung Jawab Kita Bersama. Seperti yang kita tahu, keamanan pangan merupakan isu penting di masyarakat saat ini. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mecegah pangan asal hewan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, penyediaan pangan ASUH sudah menjadi kewajiban pemerintah sekaligus mengawal pengawasannya di sepanjang rantai produksi mulai dari budidaya, pasca panen, distribusi sampai pemasaran dan peredaran.

Pada edisi Agustus tahun 2020, kami juga menyuguhkan berbagai macam informasi menarik seputar Kesehatan Masyarakat Veteriner, seperti Isu-isu keamanan produk hewan, peran berbagai elemen pada foodborne disease, parasitic foodborne zoonosis, serta dampak penerapan kesrawan terhadap keamanan pangan. Selain itu Readaksi juga menyuguhkan tips-tips yang tak kalah menarik dan aplikatif sepert tips pengawetan daging, tips dapur sehat dan tips pencairan daging.

Besar harapan kami semoga hadirnya Buletin Kesmavet dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca sekalian. Selamat membaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

[email protected] http://kesmavet.ditjenpkh.pertanian.go.id (021) 781 5780 (021) 782 7466

ii KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Dari Redaksi

Salam Redaksi

Tim Penyusun Buletin Kesmavet

EDITORIAL

Keamanan Pangan di Tengah Pendemi Covid-19

ILMIAH POPULER

Mikroorganisme pada Tangan Serta Kepentingan dalam Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan

Mencegah Foodborne Parasitic

Zoonosis, Taeniasis dan Cysticercosis

Kesejahteraan Hewan dan Keamanan Pangan

Toxoplasmosis pada Kucing dan Kambing

Peran Berbagai Elemen Dalam Mencegah Foodborne Disease

Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Dorong Peningkatan Daya Saing Produk Sarang Burung Walet

LIPUTAN KEGIATAN

Refreshing Auditor Nomor Kontrol Veteriner 2020

Pelaksanaan Kegiatan Kurban di Tengah Suasana Pandemi Covid-19

Tetap Kompeten Saat Pandemi, Refreshing Pengawas Kesmavet Agar Lebih Profesional dalam Bertugas

Evaluasi KEGIATAN PMSR-CM Tahun 2019 dan Pemetaan PMSR-CM Tahun 2020

Sinergi Pengawasan dan Penegakan Hukum dengan Polri

KARYA TULIS ILMIAH

Survey Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Antraks di Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2019

BERITA

Antraks Masih Menjadi Ancaman di Tahun 2020

REGULASI

Sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian No. 11/2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan

ALIH BAHASA

Isu-isu Keamanan Produk Hewan

Pengawetan Makanan (Daging)

PROFIL

drh. Ade Kusmiawati, Berjuang Mewujudkan PAH ASUH melalui RPHR

drh. Diana Widiastuti, Srikandi Wasvet dari Kota Getuk

TIPS And TRIK

Dapur Sehat

Pencairan Daging

PURNA BAKTI

Sosok drh. Abdul Karnaen, Dokter Hewan di Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner yang “Pakar” di Bidang Perbibitan Ternak

ii

ii

ii

iv

1

3

6

8

10

12

14

18

22

27

30

33

36

39

41

43

45

48

51

53

55

Page 3: EDISI I 2020 - Pertanian

1KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

iviv KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) yang terjadi telah berdampak pada berbagai sektor. Salah satu sektor yang terdampak dari pandemi ini adalah sektor pangan. Pandemi Covid-19 dapat mempengaruhi pasokan dan distribusi pangan karena adanya pembatasan aktifitas dalam meminimalkan potensi penularan Covid-19. Kondisi ini

tentu dapat mengancam ketahanan pangan suatu bangsa.

Salah satu isu yang menjadi concern dari berbagai pihak adalah bagaimana sistem keamanan pangan (produk hewan) dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi Covid-19 atau yang biasa disebut dengan istilah new normal. Bagi sebagian orang dalam menjalankan tugasnya dapat dilakukan di rumah (work from home) atau pertemuan dilakukan secara daring (on-line). Tetapi bagi pekerja di industri pangan, mereka harus menjalankan tugasnya seperti biasa di pabrik/unit usaha. Oleh karena itu sangat penting adanya panduan bagi para pekerja di industri pangan. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation) telah membuat pedoman bagi industri pangan yang tertuang dalam dokumen COVID-19 and Food Safety: guidance for food businesses. Pedoman ini sangat penting untuk dijadikan acuan bagi para menajemen dan pekerja di sektor pangan dalam meminimalkan potensi risiko penyebaran Covid-19 dalam memproduksi atau menangani pangan.

Sampai saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Covid-19 dapat ditularkan melalui pangan atau kemasan pangan. Secara teori dimungkinkan membawa virus melalui sentuhan pada permukaan yang terkontaminasi virus tetapi risikonya sangat rendah (very low) jika kita menerapkan praktik keamanan pangan yang baik (good safety habits) dan mengikuti rekomendasi tindakan keamanan pangan.

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah membuat kebijakan terkait upaya mitigasi risiko penularan Covid-19 dalam penanganan pangan asal hewan yang tertuang dalam dua Surat Edaran yaitu Surat Edaran Nomor 0534/SE/TU.020/F5/04/2020 tentang Penjaminan Penyediaan Produk hewan Aman, Sehat, Utuh, dan Halal Pada Bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1441 Hijriyah dan Pada Masa Pandemi Covid-19, dan Surat Edaran Nomor 0008/SE/PK.320/F/06/2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban dalam Situasi Wabah Bencana Nonalam Corona Virus Disease (Covid-19). Selain kedua Surat Edaran tersebut juga ada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 tahun 2020 tentang Penanganan Perizinan Berusaha Sektor Pertanian yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dimana salah satu substansi yang diatur adalah mekanisme audit Nomor Kontrol Veteriner (NKV) di tengah pandemi yang dapat dilakukan secara daring. Hal ini juga menjadi penting agar proses sertifikasi NKV dapat terus dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

Pandemi Covid-19 telah menjadi ujian besar bagi sistem keamanan pangan asal hewan. Kondisi ini telah mendorong adanya penyesuain baru dalam sistem keamanan pangan asal hewan melalui berbagai tindakan teknis yang dapat meminimalkan potensi penularan Covid-19 pada rantai produksi pangan asal hewan. Semoga dengan belajar dari kondisi pandemi ini maka sistem keamanan pangan asal hewan kita kedepan bisa lebih adaptip terhadap tantangan serupa. Semoga.

Keamanan Pangan

di Tengah Pandemi Covid-19

drh. Agus Jaelani, M.Si

Kepala Seksi Penerapan Kesejahteraan Hewan

Nomor Kontrol VeterinerRefreshing Auditor

2020

Oleh :

drh. Juni Asnawati Surbakti ME (Medik Veteriner Madya)

drh. Nuraina (Medik Veteriner Muda)

Dalam rangka meningkatkan kompetensi Auditor Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dan penyesuaian persyaratan teknis NKV berdasarkan Permentan Nomor 11 tahun 2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan, Direktorat Kesmavet melaksanakan kegiatan Refreshing Auditor NKV melalui Video Conference pada tanggal 16 - 17 Juni 2020. Kegiatan Refreshing Auditor NKV ini dibuka oleh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (drh. Syamsul Ma’arif M.Si.). Kegiatan Refreshing Auditor NKV ini diikuti oleh 110 peserta yang terdiri dari Auditor NKV Provinsi (berasal dari Dinas yang membidangi fungsi Kesmavet dan Keswan seluruh provinsi di Indonesia) dan Auditor NKV pusat. Narasumber dalam kegiatan auditor tersebut berasal dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan akademisi.

Tujuan kegiatan Refreshing Auditor NKV

ini adalah untuk meningkatkan kompetensi Auditor Nomor Kontrol Veteriner (NKV) agar menjadi auditor yang kompeten dan profesional. Hal ini sangat penting bagi auditor dalam menjalankan tugas dalam penjaminan keamanan produk hewan. Disamping itu, hal ini juga merupakan sarana untuk mendapatkan informasi terbaru terkait teknis audit dan informasi perkembangan penjaminan keamanan pangan asal hewan lainnya.

Dalam sambutannya drh. Syamsul Ma’arif M.Si mengingatkan agar auditor dapat mengawal dan membina pelaku usaha dalam mendapatkan NKV dari usaha yang berskala kecil sampai usaha yang berskala besar. Koordinasi dan sosialisasi lintas sektoral harus tetap ditingkatkan, sehingga seluruh komponen mendapatkan pemahaman NKV secara benar sesuai

iv

EDITORIAL LIPUTAN KEGIATAN

iviv KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 4: EDISI I 2020 - Pertanian

2 3KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Pelaksanaan Kegiatan

Kurban di tengah suasana

pandemi Covid 19

Permentan Nomor 11 Tahun 2020. Disamping mendapatkan pemahaman yang baik tentang NKV, auditor NKV juga perlu mendapatkan kepastian penugasan sebagaimana kewenangannya melalui SK Gubernur sebagai pejabat otoritas veteriner (POV) yang telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner (pasal 16 dan 17).

Untuk membekali para Auditor dalam melaksanakan tugas di lapangan dalam pertemuan ini disampaikan paparan tentang pedoman sertifikasi NKV, tatacara penilaian NKV, penomoran NKV dan pelaporan NKV yang disampaikan oleh Kasubdit Subdirektorat Higiene Sanitasi dan Penerapan (drh. Ira Firgorita). Dalam kesempatan ini juga disosialisasikan Permentan Nomor 11 tahun 2020 yang merupakan pengganti dari Permentan Nomor 381 tahun 2005 tentang Pedoman Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner. Ruang Lingkup permentan Nomor 11 tahun 2020 ini mencakup tata cara memperoleh NKV, surveilans dan evaluasi NKV, pencantuman NKV, perubahan NKV, tingkat NKV, pencabutan NKV, syarat auditor NKV, pelatihan auditor NKV, tugas auditor NKV, pemberhentian auditor NKV, pelaporan hasil audit, penerbitan NKV, pencabutan NKV dan pembinaan unit usaha baik yang sudah atau belum memiliki NKV.

Dr. Denny W Lukman sebagai narasumber menyampaikan materi tentang prinsip penerapan higiene sanitasi pada unit usaha produk hewan segar dan distribusi, (RPHR_R, RPH-B, RPH-U, budidaya petelur, budidaya sapi perah, penanganan madu, pengumpul dan pengemasan telur, cold storage, gudang kering, dan retail. Materi prinsip penerapan higiene

sanitasi pada unit usaha sarang burung walet dan pengolahan (pengumpul sarang walet, pencucian sarang burung walet, unit usaha dan pengolahan sarang walet, unit usaha pengolahan daging, susu dan telur disampaikan oleh Dr. Med Vet drh. Hadri Latif, M.Si. Materi prinsip penerapan higiene sanitasi pada unit usaha pengolahan produk hewan non pangan disampaikan oleh Dr. Drh. Widagdo Nugroho, M.Si.

Pada akhir acara drh. Ira Firgorita menekankan kembali bahwa setiap unit usaha produk hewan wajib memiliki Nomor Kontrol Veteriner sebagai bentuk tanggung jawab jaminan perlindungan pemerintah dalam penyediaan pangan asal hewan yang ASUH. disamping itu, ditekankan pula perlunya kerja sama yang baik antara pemerintah dan pelaku usaha dalam penyediaan pangan asal hewan yang ASUH bagi masyarakat. Setelah mengikuti kegiatan ini diharapkan para auditor NKV memiliki kompetensi dan pengetahuan yang lebih baik dalam melakukan penilaian pemenuhan persyaratan kelayakan dasar sistem jaminan keamanan pangan.

“ kegiatan

Refreshing Auditor

NKV bertujuan

meningkatkan

kompetensi Auditor

NKV agar menjadi

auditor yang

kompeten dan

profesional.

LIPUTAN KEGIATAN

3KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 5: EDISI I 2020 - Pertanian

4 5KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Panduan pemotongan hewan kurban secara umum masih mengacu Permentan Nomor 114/Permentan/PD.410/9/2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban. Mengingat pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1441 H (2020 M) masih dalam situasi bencana non-alam pandemi Corona Virus Disease (Covid-19), maka perlu dibuat aturan yang nantinya menjadi acuan bagi daerah dalam melaksanakan kegiatan kurban. Pelaksanaan kegiatan kurban dihimbau agar tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.

Pembahasan aturan terkait pelaksanaan kegiatan kurban dalam situasi pandemi covid-19 telah dilakukan baik secara internal lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) maupun dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia Pusat, Kementerian Sekretariat Negara, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan perwakilan dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi, serta Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan Kementerian Pertanian.

Untuk meminimalisir kemungkinan penularan dan penyebaran Covid-19 dalam pelaksanaan kegiatan kurban, terutama kebiasaan masyarakat berkerumun maka diterapkan protokol kesehatan. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019, maka Ditjen PKH mengajukan permohonan fatwa MUI. Point permohonan fatwa MUI dimaksud sebanyak 4 (empat) hal yang terkait: (i) Pemotongan hewan kurban hanya dihadiri oleh panitia; (ii) Pekurban tidak datang ke lokasi pemotongan dan tidak perlu ikut menyembelih sendiri hewan yang dikurbankan; (iii) Pemotongan hewan kurban dilaksanakan secara merata selama 4 hari, pada saat Hari Raya Idul

Adha dan Hari Tasyrik; dan (iv) Distribusi daging kurban diantar oleh panitia ke rumah mustahik dengan persyaratan khusus.

Komisi Fatwa MUI telah menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada Ketua Komisi Fatwa MUI Nomor 04053/PK.420/05/2020 tanggal 4 Mei 2020 tentang Permohonan Fatwa MUI pada Pelaksanaan Pemotongan Hewan Kurban di Tengah Wabah Covid-19, dengan melakukan pembahasan bersama Komisi Fatwa MUI dengan Ditjen PKH.

Sementara menunggu proses penerbitan fatwa MUI sebagai persiapan persyaratan teknis yang dapat dijadikan sebagai acuan oleh daerah maka diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 0008/SE/PK.320/F/06/2020 tanggal 8 Juni 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban Dalam Situasi Wabah Nonalam Corona Virus Disease (Covid-19). Selanjutnya dilaksanakan sosialisasi Surat Edaran tersebut kepada daerah dan menghimbau agar segera ditindaklanjuti oleh provinsi, kabupaten dan kota sehingga dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kurban di wilayahnya dengan baik.

Faktor risiko penularan Covid-19 pada saat pelaksanaan kegiatan kurban baik di tempat penjualan maupun pemotongan hewan kurban yang harus diperhatikan yaitu: (i) Interaksi antar orang dengan jarak dekat dan lamanya waktu interaksi; (ii) Perpindahan orang antar provinsi/kabupaten/kota; (iii) Status wilayah dengan kejadian kasus yang tinggi dan penyebaran yang luas di suatu wilayah akan meningkatkan risiko penularan; (iv) Cara penularan melalui droplet saat batuk/bersin dan/atau tidak langsung melalui kontaminasi permukaan benda; dan (v) Faktor lainnya seperti komorbiditas (adanya penyakit penyerta), risiko pada usia tua, penularan pada pengguna transportasi publik, di rumah dan komunitas.

Oleh

drh. DIAH ANGGRAENI

Medik Veteriner Muda

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Substansi penting terkait mitigasi risiko pelaksanaan kegiatan kurban di tempat penjualan, tempat pemotongan hewan kurban di Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R), dan fasilitas pemotongan hewan kurban di luar RPH-R, harus memenuhi persyaratan aspek: (i) Jaga jarak fisik (Physical Distancing); (ii) Penerapan higiene personal; (iii) Pemeriksaan kesehatan awal (Screening); dan (iv) Penerapan higiene dan sanitasi.

Bahan informasi kepada masyarakat berupa infografis terkait pelaksanaan kegiatan kurban saat kondisi Covid-19 dibuat dengan menekankan pada keempat aspek tersebut (penjelasan aspek dimaksud secara lengkap sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 0008/SE/PK.320/F/06/2020). Pada prinsipnya informasi yang disampaikan setidaknya memuat pesan penting diantaranya:

1) Jaga jarak fisik (Physical Distancing)Untuk mengurangi kerumunan penjualan hewan kurban dioptimalkan memanfaatkan teknologi online atau dikoordinir oleh panitia seperti melalui Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), Badan Amil Zakat Nasional atau Lembaga amil zakat lainnya, lokasi penjualan telah mendapat ijin dari bupati atau walikota, pengaturan tata cara penjualan termasuk batas waktu penjualan, alur pergerakan satu arah, dan jarak antar orang minimal 1 (satu) meter. Pengaturan jadwal kerja, kepadatan petugas/pekerja, dan membatasi jumlah panitia di tempat pemotongan.

2) Penerapan higiene personalPrinsip penting aspek ini adalah: (i) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) minimal masker jika berada di lokasi penjualan, dan minimal masker, face shield, sarung tangan sekali pakai, apron, dan penutup alas kaki

apabila di tempat pemotongan dan penanganan daging kurban; (ii) Menerapkan etika batuk/bersin, dan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 70%; (iii) Menghindari penggunaan alat pribadi (seperti alat solat, alat makan) secara bersama dan menghindari kontak dekat lainnya (seperti berjabat tangan); dan (iv) Segera membersihkan diri setelah dari tempat penjualan dan tempat

pemotongan hewan kurban sebelum kontak dengan anggota keluarga.

3) Pemeriksaan kesehatan awal (Screening)Memastikan setiap orang yang terlibat dalam kegiatan kurban kondisinya sehat, tidak menunjukkan gejala sakit/demam/nyeri tenggorokan/batuk/pilek/sesak nafas. Pengukuran suhu tubuh (screening) dilakukan di setiap pintu masuk tempat penjualan dan pemotongan oleh petugas/pekerja dengan memakai APD (berupa masker dan face shield).

4) Penerapan higiene dan sanitasiPrinsip aspek ini adalah penyediaan CTPS atau hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 70% di tempat yang mudah diakses, melakukan pembersihan dan desinfeksi peralatan, serta memastikan seluruh area bersih dan higienis.

Demikian informasi yang dapat diberikan seputar pelaksanaan kegiatan kurban dalam kondisi wabah nonalam covid-19. Semoga bermanfaat.

Pemotongan hewan kurban dengan protokol Covid - 19

4 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Page 6: EDISI I 2020 - Pertanian

6 7KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

yang telah menjadi pandemi global saat ini tengah menginfeksi dunia. Paparannya melintasi berbagai benua, melebar ke ratusan negara, tak terkecuali negeri kita tercinta Indonesia. Alhasil, dampaknya berimbas ke seluruh lapisan negeri,

mengubah berbagai segi kehidupan termasuk pekerjaan, pendidikan, hingga pelatihan.

Walaupun dalam masa Pandemi, peran Pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya tetap harus dilakukan untuk menjamin dan melindungi konsumen dalam negeri dan meningkatkan daya saing produk

Tetap KompetenSaat PandemiRefreshing Pengawas Kesmavet

Agar Lebih Profesional dalam Bertugas

Oleh drh. Fety Nurrachmawati(Medik Veteriner Muda)

PANDEMI

Covid 19

lokal agar dapat menembus pasar global. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pemeriksaan keamanan pangan, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan penerapan persyaratan teknis kesehatan masyarakat veteriner.

Produk asal hewan yang beredar di masyarakat juga harus terjamin kualitasnya. Dalam proses penjaminan ini tak terlepas dari peran fungsi

Pengawas Kesmavet yang melakukan tugasnya dalam upaya pengamanan produk di titik-titik rawan dari hulu sampai hilir. Pengawasan dilakukan terhadap produk yang beredar di pasaran baik terhadap produk lokal maupun impor. Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary measures), risiko yang dapat diterima (acceptable risk) dan berbasis analisa risiko khususnya dalam pemasukan produk hewan asal luar negeri.

Sesuai dengan Undang-Undang RI No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Jo No. 41 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 58 bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, dan pengujian dalam rangka menjamin Produk Hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal. Selan itu memperhatikan amanat dalam Peraturan Pemerintah RI No. 95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, lebih lanjut menjabarkan terkait dengan pengawasan unit usaha, pengawasan produk hewan, dan pemeriksaan serta pengujian produk hewan dalam rangka penjaminan produk hewan. Maka untuk melaksanakan dan menjalankan tugas dan fungsi Kesmavet tersebut diperlukan penanganan yang sungguh-sungguh dengan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan profesional serta sistem dan mekanisme kerja yang memadai. Oleh karena itu untuk melaksanakan prinsip tersebut diperlukan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional dan memiliki kompetensi yang baik serta sistem/mekanisme kerja yang memadai.

Dalam masa Pandemi COVID-19 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner tetap menyelenggarakan Penyegaran Kompetensi bagi Pengawas Kesmavet yang tersebar di seluruh Indonesia secara online melalui zoom meeting pada tanggal 4-6 Mei 2020 .

Pelaksanaan kegiatan dibuka oleh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh. Syamsul Ma’arif, M.Si, dengan narasumber berasal dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen PKH, Koordinator PPNS Ditjen PKH dan Pakar akademisi Institut Pertanian Bogor.

Pelaksanaan peningkatan kompetensi pengawas Kesmavet diikuti oleh total 228 Pengawas kesmavet di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dibagi menjadi 3 kelompok dalam 3 hari. Hari pertama, tanggal 4 Mei 2020 diikuti oleh 51 orang pengawas kesmavet yang berasal dari Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku, Jawa Tengah, Banten, Lampung, dan Aceh. Hari kedua, tanggal 5 Mei 2020 diikuti oleh 53 orang pengawas kesmavet yang berasal dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jambi, Papua Barat, Sumatera Barat. Pada tanggal 6 Mei 2020 diikuti oleh 89 orang pengawas kesmavet angkatan 2018-2019.

Kegiatan Peningkatan Kompetensi (refreshing) Pengawas Kesmavet ini dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme di tingkat pusat dan daerah dalam mendukung upaya pembinaan dan pengawasan unit usaha ke arah sertifikasi unit usaha produk hewan (sertifikasi nomor kontrol veteriner), selain untuk menyediakan data dan informasi terkait tingkat keamanan produk hewan (residu dan cemaran mikroba) yang akan beredar dan akan dikonsumsi oleh masyarakat.

Narasumber yang menyampaikan materi pada kegiatan ini berasal dari Direktorat Kesmavet yang memberikan paparan tentang Pengawasan keamanan produk hewan dan pedoman cara yang baik pada unit usaha produk hewan, Koordinator PPNS memaparkan tentang Peran PPNS dalam Pengawasan Keamanan Produk Hewan dan pakar akademisi FKH IPB yang memaparkan tentang penerapan cara yang baik dan sistem keamanan pangan pada unit usaha produk hewan dan tantangan pengawasan produk hewan di era industry 4.0. Selain itu juga diberikan Pedoman Pengawasan Kesmavet dan Sosialisasi Sistem Informasi Pelaporan Pengawas Kesmavet (DILAN Kesmavet) oleh tim Direktorat Kesmavet dan tim IPB sebagai pengembang sistem.

Setelah sesi pemaparan oleh narasumber dilanjutkan sesi diskusi dan tanya jawab yang diikuti secara aktif oleh pengawas kesmavet. Pada sesi tersebut dimanfaatkan oleh para peserta untuk bertukar informasi sesama pengawas kesmavet.

Diharapkan setelah mengikuti peningkatan kompetensi ini peserta mampu memahami bersama kebijakan-kebijakan teknis terbaru dan saling berbagi informasi terkait masalah teknis. Diharapkan nantinya peserta mampu mengatasi/mengantisipasi isu-isu terbaru di lapangan khususnya dalam menghadapi perdagangan bebas. Selain itu, dengan pertemuan ini, peserta daerah dapat saling bertukar informasi terkait kendala-kendala teknis yang dihadapi dalam melaksanakan pengawasan kesmavet.

Setelah mengikuti kegiatan Peningkatan kompetensi refreshing Pengawas Kesmavet ini peserta diharapkan mampu menjalankan tugasnya dengan baik di lapangan sehingga produk hewan yang beredar di masyarakat dapat terjamin keamanannya.

LIPUTAN KEGIATAN

6 7KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Page 7: EDISI I 2020 - Pertanian

8 9KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Produk asal hewan memiliki nilai dan kualitas yang tinggi bagi kemaslahatan manusia, namun mempunyai sifat yang mudah rusak dan berpotensi menimbulkan bahaya bagi makhluk hidup dan lingkungan karena mudah tercemar secara fisik, kimiawi, dan biologis yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dan pengujian residu dan cemaran mikroba yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mengetahui derajat kandungan residu dan cemaran mikroba pada produk asal hewan. Hasil pemeriksaan dan pengujian residu dan cemaran mikroba perlu dilakukan evaluasi, untuk mengetahui mayoritas kejadian residu dan cemaran mikroba pada produk asal hewan pada suatu daerah, sehingga perlu dilakukan workshop pemetaan Program Monitoring Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba (PMSR-CM) produk hewan.

Maksud diadakannya kegiatan Workshop pemetaan program monitoring surveilans keamanan produk hewan untuk mengetahui masalah dan kendala

dalam pelaksanaan program monitoring dan surveilans residu dan cemaran mikroba , Selain itu juga untuk Mengetahui mayoritas kejadian residu dan cemaran mikroba pada produk asal hewan di suatu daerah, Mengetahui dan menindaklanjuti masalah dan kendala dalam pelaksanaan program monitoring dan surveilans residu dan cemaran mikroba, koordinasi antar BBVET/BVET dan BPMSPH dengan Dinas yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi.

Kegiatan evaluasi dan pemetaan PMSR-CM diselenggarakan pada hari Rabu-Kamis tanggal 19-20 Februari 2020 bertempat di Gedung BIMTEK BPMSPH Bogor dibuka oleh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan selanjutnya acara dipimpin oleh Kepala Subdit Pengawasan Keamanan Produk Hewan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dengan agenda pembahasan evaluasi kegiatan PMSR-CM tahun 2019 dan Pemetaan kegiatan PMSR-CM tahun 2020. Rapat dihadiri oleh perwakilan dari Balai Besar Veteriner, Balai Veteriner dan

Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan, perwakilan 27 Dinas Provinsi yang membidangi fungsi Kesmavet dan Laboratorium Kesmavet. (Dinas Provinsi yang tidak menghadiri pertemuan yaitu Dinas Provinsi Kepulauan Riau, Gorontalo, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat)., perwakilan Subag Hukum, Perwakilan Direktorat PPHNak dan perwakilan dari Direktorat Kesmavet.

Hasil pemetaan rencana pelaksanaan kegiatan pemetaan target PMSRCM tahun 2020 yang telah ditetapkan yaitu:

a. Telah ditetapkan 300 unit usaha produk hewan yang menjadi target pembinaan NKV di 34 provinsi, yang diharapkan 150 unit usaha produk hewan diantaranya akan mendapatkan sertifikasi NKV pada tahun 2020.

b. Unit usaha yang menjadi target pembinaan NKV, selanjutnya ditetapkan

usaha ber NKV, dan juga melaksanakan monitoring surveilans terhadap unit usaha produk hewan (susu dan telur), sebanyak 94 unit usaha KUD susu dan 38 unit usaha telur (peternakan layer/pengumpul telur).

g. BBVet dan BVet diperbolehkan mengambil sampel komoditi telur di unit usaha (selain peternakan/pengumpul) dan susu di unit usaha (selain KUD).

h. Daftar beserta jumlah unit usaha Pembinaan NKV

a. sebagai target sampel unit usaha kegiatan PMSRCM.

b. Kegiatan PMSR-CM tahun 2020 akan dilaksanakan dengan prioritas target Unit Usaha Pembinaan NKV (yang menjadi prioritas/ditetapkan oleh Dinas Provinsi) dan Unit usaha NKV (ditetapkan secara random) dengan proporsi Unit Usaha yang berbeda untuk masing-masing balai disesuaikan dengan proporsi keberadaan unit usaha NKV dan Pembinaan NKV di masing-masing regional.

d. Kegiatan PMSRCM oleh BBVet dan BVet akan dilakukan terhadap 630 unit usaha produk hewan (300 unit usaha) yang menjadi target pembinaan NKV, sedangkan untuk unit usaha ber-NKV akan dilakukan terhadap 133 unit usaha. Untuk 197 unit usaha ber-NKV yang tidak teralokasikan di BBVet dan BVet akan dilakukan pengambilan sampel oleh BPMSPH.

e. BPMSPH akan melakukan monitoring surveilans terhadap beberapa unit usaha ber-NKV di beberapa wilayah yang tidak dapat difasilitasi oleh BBVet/BVet regional. Selain melakukan monitoring surveilans pada unit usaha ber-NKV, BPMSPH juga akan melaksanakan monitoring surveilans pada unit usaha produk susu (KUD susu) dan unit usaha produk telur (peternakan layer/pengumpul telur).

f. Monitoring surveilans BPMSPH terdiri dari 197 unit

yang akan di sampling telah disepakati oleh UPTP dan Dinas Provinsi

i. Untuk pengambilan sampel pada unit usaha yang mempunyai jenis komoditi heterogen dimana memiliki komoditi lebih dari satu jenis maka PPC harus memilih salah satu jenis komoditi saja untuk diambil sampelnya dengan jumlah sampel sesuai dengan ketentuan pedoman PMSR-CM.

UPTPTarget sampel

berdasarkan AnggaranTarget UUPH

Pembinaan NKVTarget UUPH

Surveilans NKV

BVet Subang 1.800 68 22

30

31

9

9

-

25

10

60

12

34

34

44

18

30

1.800

850

850

850

850

850

850

BBVet Wa tes

BVet Medan

BVet Bukittinggi

BVet Banjarbar u

BBVet Maros

BBVet Denpasar

BBVet Lampung

Tabel Pemetaan Program Monitoring Surveilans Residu Cemaran Mikroba tahun 2020

BPMSPH Target sampel Target UUPH

Surveilans unit usaha PAH 7.696 -

94

38

1.581

629

Surveilans unit usaha produk susu

Surveilans unit usaha produk telur

Tabel Pemetaan Program Monitoring Surveilans Residu cemaran Mikroba tahun 2020 BPSMSH

EVALUASI KEGIATAN PMSR-CM TAHUN 2019DAN PEMETAAN PMSR-CM TAHUN 2020

Oleh : drh.Fety Nurrachmawati

(Medik Veteriner Muda)

LIPUTAN KEGIATAN

Page 8: EDISI I 2020 - Pertanian

10 11KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

PENDAHULUAN

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1992 pada International Conference on Nutrition telah mendeklarasikan bahwa setiap orang berhak memperoleh pangan yang cukup bergizi dan aman dikonsumsi. Sedangkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengamanatkan bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan & keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.Amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 juncto Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan. Pengawasan dan pemeriksaan

produk hewan berturut-turut dilakukan di tempat produksi, pada waktu pemotongan, penampungan, dan pengumpulan, pada waktu dalam keadaan segar, sebelum pengawetan, dan pada waktu peredaran setelah pengawetan.Oleh karena itu dalam rangka penjaminan keamanan dan kehalalan produk hewan yang beredar dimasyarakat. Oleh karena itu pemerintah wajib melakukan pengawasan baik di unit usaha produk hewan dan dalam peredarannya, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang meresahkan masyarakat. Mengingat sampai saat ini masih sering terjadi tindakan penyimpangan di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner di beberapa daerah. Hal tersebut terutama terjadi pada saat menjelang Hari Besar Keagamaan dan Tahun Baru, karena kebutuhan dan permintaan cenderung meningkat. Praktik - praktik penyimpangan yang sering terjadi dilapangan antara lain:

SINERGI

PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM DENGAN POLRI

Oleh:drh. Widarto, MP,

drh. Aji, Barbora N., MSi, drh. Fety Nurrahmawati, drh. Juni Asnawati, ME

- Peredaran daging sapi yang dioplos dengan daging babi/celeng atau dengan daging beku eks-impor;

- Peredaran daging atau pangan asal hewan dengan menggunakan bahan tambahan yang dilarang (contoh: formalin, boraks);

- Peredaran daging ayam bangkai atau daging yang tidak memenuhi persyaratan hygiene sanitasi;

- Produksi dan peredaran daging sapi gelonggongan;

- Produksi dan/atau peredaran krecek/kikil dengan menggunakan bahan baku dari kulit eks-impor.

- Pemasukan dan/atau peredaran daging atau produk hewan impor illegal atau daging (produk hewan) yang sudah kadaluwarsa.

Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dalam rangka penjaminan keamanan produk hewan yang beredar pada waktu-waktu tertentu dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan dan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Badan POM, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, Polisi Pamong Praja dan pihak Kepolisian. Sinergi pengawasan bersama pihak Polri terutama dalam hal advokasi dan penegakan hukum kepada pelaku usaha produk hewan.Kolaborasi dan sinergi antara Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dengan Polri seperti yang telah dilakukan dengan Polresta Bandung dalam mengungkap kasus dugaan penjualan daging sapi yang diduga dioplos dengan daging babi.Kasus penyimpangan dugaan penjualan daging sapi yang dioplos dengan daging babi di wilayah Bandung berhasil diungkap oleh Polresta Bandung pada bulan Mei 2020 lalu. Pada saat ini sudah dilakukan penyelidikan oleh Penyidik Polresta Bandung dan berkas perkara sudah dilimpahkan pada

Kejaksaan Negeri Bandung. Untuk sementara para pelaku sebanyak 4 orang dititipkan ditahanan Polresta Bandung. Modus operandi kasus ini berawal dari pelaku berinisial T dan MP mendapat kiriman daging babi dari daerah Solo Jawa Tengah dengan harga Rp. 45.000/kg kemudian dijual dengan tampilan seperti daging sapi dengan harga sekitar Rp. 60.000-90.000/kg kepada kedua agennya yaitu AS dan AR di wilayah Baleendah dan Majalaya. Kejadian ini sudah berlangsung dalam waktu kurang lebih satu tahun dan pelaku telah menjual sekitar 63 ton daging babi.Para pelaku dijerat dengan Pasal 91 A Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Pasal 62, Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman penjara pidana 5 tahun atau denda 10 Milyar Rupiah dan penjara pidana 5 tahun atau denda 2 Milyar Rupiah.Pengungkapan dan pemberkasan kasus pemalsuan daging babi mirip daging sapi tersebut

merupakan sinerginya koordinasi antara Polresta Bandung dengan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan antara lain dengan permohonan Keterangan Ahli dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan ditunjuk drh. Widarto, MP selaku koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk memberikan Keterangan Ahli.

1. Dalam pengawasan keamanan produk hewan dibutuhkan persamaan persepsi dan komitmen yang sungguh-sungguh dari seluruh pemangku kepentingan mengingat penjaminan keamanan produk hewan merupakan hal yang sangat penting.

2. Koordinasi dan kolaborasi dengan instansi terkait terutama dengan pihak Polri dalam hal advokasi dan penegakan hukum perlu diperkuat sesuai dengan kewenangan masing-masing agar dapat memberikan sanksi yang sepadan jika ditemukan penyimpangan dan bisa menjadi efek jera bagi pelaku nya.

SINERGI PENGAWASAN TERPADU

Foto Tersangka

KESIMPULAN

LIPUTAN KEGIATAN

10 11KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Page 9: EDISI I 2020 - Pertanian

12 13KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

drh. Andi Eka Putra Medik Veteriner Muda

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner

drh. Retno Setyaningsih, M.Si Medik Veteriner Pertama

Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian

OLEH :

merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Prinsip higiene harus diterapkan, baik pada bangunan bagian dari tubuh manusia yang selalu kontak dengan lingkungan. Tangan digunakan oleh manusia untuk melakukan dan membantu menjalankan berbagai aktivitas sehingga tangan merupakan media atau sumber transmisi maupun

eamanan pangan adalah suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari pencemaran mikroba (patogen) kimia, fisik (benda-benda lain) yang dapat mengganggu,

pencemaran mikroorganisme dari satu tempat ketempat lain. Hampir 70% kasus diare maupun makanan disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang tercemar. Kurangnya kesadaran dalam menjaga kebersihan tangan terutama saat menangani atau mengolah bahan makanan dapat mengakibatkan terjadinya foodborne illness akibat kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan.

Jenis, Habitat, serta Jumlah Mikroorganisme Residen dan Transien pada Tangan

Bagian pada tangan yang paling banyak mengandung bakteri maupun mikroorganisme lainnya yaitu terletak di sela jari dan kuku. Jari tangan dan kuku merupakan masalah utama dalam isu kesehatan dikarenakan bagian tersebut merupakan “pangkalan” dari berbagai jenis mikroorganisme. Beberapa jenis mikroorganisme yang terdapat pada jari tangan dan kuku yaitu berupa bakteri (Pseudomonas, Trichophyton, Candida, Staphylococcus) dan cendawan (Epidermophyton, Rhodotorula, Acinetobacter, Acremonium, Enterobacter, Aspergillus, Klebsiella, Scopulariopsis Aeromonas, Cladosporium, Serratia). Mikroorganisme pada tangan dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu mikroorganisme residen (berkoloni atau flora endogen) dan mikroorganisme transien (non-koloni atau flora

eksogen). Mikroorganisme residen merupakan mikroorganisme permanen yang secara normal terdapat pada tangan manusia serta tidak dapat dihilangkan dengan upaya mekanis. Mikroorganisme residen yang terdapat pada lapisan dalam mungkin tidak dapat dihilangkan dengan pencucian tangan menggunakan sabun biasa maupun deterjen, namun dapat dimatikan atau dihambat dengan produk higiene tangan yang mengandung antimikroba. Contoh mikroorganisme residen pada tangan yaitu Staphylococcus sp.Mikroorganisme transien (non-koloni atau flora eksogen) merupakan flora non-koloni yang tidak selalu terdapat secara konsisten pada mayoritas orang dan bertahan hanya dalam jangka waktu yang singkat selama beberapa bulan, jam, maupun menit, tergantung dari jenis dan daya adaptasi bakteri terhadap kondisi fisik dari tangan manusia tersebut. Mikroorganisme transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi (Rahmawati dan Triana 2008).Mikroorganisme transien terdiri dari mikroorganisme non-patogen yang berpotensi untuk menjadi patogen (Adi et al. 2010). Flora

K

Mikroorganisme Pada Tangan

Serta Kepentingan Dalam Kesehatan

Masyarakat dan Keamanan Pangan“ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, mikroorganisme transien dapat menimbulkan penyakit. Mikroorganisme transien patogen yang mungkin dijumpai di kulit yaitu Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A (Rahmawati dan Triana 2008).

Pengaruh Keberadaan Mikroorganisme pada Tangan terhadap Kesehatan dan Keamanan Pangan

Keberadaan mikroorganisme baik yang bersifat patogen maupun non patogen pada bahan pangan akan menimbulkan berbagai macam kerugian. Keberadaan mikroorganisme yang tidak dikehendaki pada bahan pangan akan menyebabkan penurunan kualitas maupun umur simpan bahan pangan serta berpotensi menimbulkan penyakit (Kusuma 2008). Mikroorganisme akan mempercepat pembusukan pada bahan makanan. Selain itu, mikroorganisme patogen dapat menyebabkan infeksi yang ditularkan melalui orang yang bertindak langsung dalam mengolah bahan pangan (food handler). Beberapa mikroorganisme yang menyebabkan foodborne illness antara lain Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Streptococcus, dan Salmonella yang dapat ditularkan melalui kulit (misal tangan). Mikroorganisme tersebut perlu mendapat perhatian penting dari aspek keamanan pangan karena seringkali menyebabkan keracunan makanan (food intoxication), seperti Staphylococcus aureus yang menyebabkan keracunan akibat toksin yang dihasilkan bakteri tersebut pada makanan sebelum dikonsumsi.Persyaratan sanitasi yang diatur menurut undang-undang diantaranya yaitu sanitasi personal. Orang yang menangani langsung bahan pangan pangan, harus melaksanakan sanitasi personal untuk mencegah adanya kontaminasi silang. Bahan pangan asal hewan tercemar, terutama memiliki resiko paling tinggi untuk menjadi penyebab foodborne disease.Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengkontaminasi makanan. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya lain dapat menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam makanan. Makanan yang berasal baik dari hewan maupun tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Saat ini telah dikenal sebanyak

250 foodborne disease dan sebagian besar bersifat infeksius yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, dan parasit. Sekitar 82% foodborne disease tidak dapat diketahui penyebabnya. Dari kasus foodborne disease yang diketahui penyebabnya, 30,2% disebabkan oleh bakteri (terutama Campylobacter dan Salmonella), 2,6% disebabkan oleh parasit (terutama Giardia dan Toxoplasma), dan sekitar 67,2% disebabkan oleh virus (terutama norovirus) (Mead et al. 2002; Cliver et al. 2006).

Tindakan Pencegahan dan Pengendalian

Higiene tangan merupakan satu dari beberapa prosedur penting yang harus diperhatikan untuk mencegah transmisi penyakit. Penerapan praktik higiene tangan dapat mengurangi resiko penularan mikroorganisme tangan penyebab penyakit serta meminimalisir terjadinya kontaminasi silang dari lingkungan ke bahan pangan. Praktik higiene tangan (mencuci dan menggosok tangan, sela jari dan kuku) bertujuan untuk mencegah hand borne infections. Mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas terutama dalam menangani pangan, secara rutin bertujuan untuk menghilangkan kotoran, materi organik, dan mikroorganisme transien. Mencuci tangan yang baik dan benar dilakukan dengan membasahi terlebih dahulu kedua tangan hingga siku dengan air bersih yang mengalir, membalurkan sabun pada kedua tangan hingga siku, menggosok kedua tangan yang dimulai dari ujung jari, kuku hingga siku selama 10 hingga 15 menit, membilas tangan hingga bersih mulai dari ujung jari hingga siku dengan air bersih mengalir, serta mengeringkan tangan mulai ujung jari hingga siku menggunakan tisu atau handuk yang bersih. Penggunaan antiseptik pada tangan jauh lebih efektif dalam membunuh dan mengurangi flora transien dan residen pada tangan dibandingkan dengan mencuci tangan hanya menggunakan sabun biasa ataupun yang mengandung anti mikroba (Girou 2002). Banyaknya kejadian intoksikasi setelah mengkonsumsi makanan seringkali disebabkan oleh kondisi penanganan pangan yang kurang baik. Kurangnya kesadaran personal terhadap sanitasi dan higiene baik peralatan yang digunakan maupun sanitasi dan higiene personal merupakan ancaman bagi keamanan pangan. Seringkali personal yang menangani langsung pangan, tidak mencuci tangan kembali setelah memegang benda non-pangan atau menangani pangan asal hewan ke non-hewan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Sehingga diperlukan sosialisasi untuk menanamkan kesadaran terhadap sanitasi dan higiene personal terutama dalam menangani bahan pangan untuk konsumsi.

ILMIAH POPULER

12 13KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Page 10: EDISI I 2020 - Pertanian

14 15KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

01

04

02 Raw or undercooked meat

Raw or undercooked

meat

Consumption ofcontaiminatedpork can cousepig tapewormsto grow in aperson’sintestines

The infectioncan lead to

neurocysticercosisif larvae invade the

central nervoussystem

03

CAUSES OF PIG TAPEWORMSMencegah

Foodborne Parasitic

Zoonosis Taeniasis

dan CysticercosisOleh drh. Puguh Wahyudi, MSi

Kepala Seksi Advokasi Kesejahteraan Hewan

Taeniasis adalah penyakit cacing pita yang

disebabkan oleh cacing Taenia dewasa, sedangkan

sistiserkosis adalah penyakit pada jaringan lunak

yang disebabkan oleh larva dari salah satu spesies

cacing Taenia. Foodborne parasitic zoonosis ini

merupakan masalah beberapa negara di kawasan

Asia. Taeniasis termasuk foodborne parasitic zoonosis

yang perlu mendapatkan perhatian terutama di Lao

PDR, Kamboja, Indonesia, dan Myanmar. Foodborne

parasitic zoonosis ini termasuk penyakit parasit tropis

yang terabaikan (Neglected Tropical Diseases (NTDs).

Selain taeniasis/cysticercosis yang termasuk penyakit

NTDs yaitu clonorchiasis, opisthorchiasis, fascioliasis,

paragonimiasis, dan echinococcosis. Di Indonesia

teniasis/cysticercosis termasuk dalam daftar zoonosis

prioritas seperti yang telah ditetapkan dalam

Permentan Nomor 237/Kpts/PK.400/M/3/2019

tentang Penetapan Zoonosis Prioritas. Kemungkinan

penularan teniasis/cysticercosis disebabkan karena

kurangnya kebersihan dan sanitasi selama proses

penanganan produk baik sejak hewan hidup sampai

siap dikonsumsi. Walaupun demikian penularan

foodborne parasitik ini dapat dicegah, dikendalikan,

dan bahkan dihilangkan dengan menggunakan

cara-cara yang efektif.

menjadi bentuk infektif dan siap ditularkan ke hospes

lainnya. Taenia solium dapat menyebabkan masalah

kesehatan yang serius, karena kista dalam syaraf otak

dapat menyebabkan neurocysticercosis. Pemeriksaan

cepat diperlukan untuk mendeteksi T. solium dan

kasus cysticercosis pada manusia/babi. Pemeriksaan

laboratorium seperti uji serologis dengan antibodi

spesifik/antigen test diperlukan dalam pemeriksaan

neurocysticercosis.

Taeniasis merupakan penyakit parasit infeksi

saluran pencernaan yang disebabkan oleh cacing

dewasa dari genus Taenia: T. solium (cacing pita

babi), T. saginata (cacing pita sapi), dan T. asiatica

(cacing pita babi). Manusia merupakan hospes

definitif dari cacing pita tersebut. Hospes definitif

yang dimaksud yaitu manusia sebagai tempat hidup

parasit, tumbuh menjadi dewasa serta berkembang

biak secara seksual. Sedangkan hewan merupakan

hospes perantara yaitu tempat parasit tumbuh

Penyebab Taeniasis

ILMIAH POPULER

14 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 11: EDISI I 2020 - Pertanian

16 17KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Rute Penularan

Taeniasis dapat menular kepada manusia

melalui tertelannya stadium larva (cysticerci) pada

daging babi yang tidak dimasak dengan matang.

Larva berkembang menjadi cacing dewasa di

dalam usus dan memproduksi telur dalam jumlah

banyak kemudian dikeluarkan melalui feses ke

Pada manusia taeniasis dapat menyebabkan

gejala seperti nyeri perut, mual, diare atau konstipasi.

Sedangkan cysticercosis pada manusia kadang tidak

menunjukkan gejala. Cysticercosis berkembang

ketika larva cacing pita menyerang tubuh dan

berkembang di otot, kulit dan mata. Hal Ini dapat

menyebabkan berbagai gejala berupa nodul yang

terlihat atau teraba di bawah kulit.

Sedangkan neurocysticercosis berkembang ketika

dalam lingkungan sekitar. Sedangkan cysticercosis

disebabkan oleh tertelannya tanah, makanan (seperti

sayuran), air yang terkontaminasi telur T. solium.

Larva (cysticerci) berkembang dalam otot, kulit, mata,

dan otak (neurocysticercosis).

larva menyerang sistem saraf pusat. Neurocysticercosis

adalah penyebab epilepsi yang paling sering dicegah

di negara berkembang. Gejala neurocysticercosis

seperti sakit kepala kronis, kebutaan dan kejang-

epilepsi. Ciri khasnya, cysticercosis tidak menunjukkan

gejala yang nampak pada babi. Hanya saja dalam

penelitian menunjukkan babi dengan tingkat infeksi

berat ditemukan kista pada lidahnya.

TRANSMISSION ROUTE

Do not eat undercooked or infected pork

Avoid open defection and improve sanitation including hand hygiene

Definitive host(adult tapeworms)

Accidental host(larval stages)

Pigs roaming around contaminated environment

= To breakdown the transmission cycle

Gejala pada hewan dan manusia

Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan yaitu :

a. pemberian obat cacing single oral dosis obat cacing (praziquantel dan niclosamide).

b. WASH (Water, Sanitation, Healthcare waste management, Hygiene and environmental cleaning). Hal ini yang dimaksud termasuk memiliki toilet/tidak buang feses sembarangan, dan penyediaan air bersih untuk minum.

c. Menerapkan higiene keamanan pangan seperti memasak daging hingga matang sebelum dikonsumsi.

d. Pencegahan dan kontrol infeksi pada hewan dengan manajemen peternakan yang baik, pemeriksaan daging, pembekuan, vaksinasi (TSOL18) dan pengobatan dengan Oxfendazole.

ADVERSE HEALTH EFFECTS

The prevalence of pig tapeworm infection is 3.9% in

Asia. In Thailand, tapeworm infections are estimated

to be less than 2% on average but as high as 5.9% in

northern provinces.

39% prevalence of tapeworm infection in Asia

EVIDENCE: ASEAN/ASIA

Tapeworms (Teania) are parasites within the intestine.

Complications of pig tapeworms include cysticercosis

and neurocysticercosis.

Cysticercosis develops when tapeworm larvae

develop inthe muscles, skin and eyes. It causes visible

or palpable nodules beneath the skin.

Neurocysticercosis develops when larvae invade

the nervous system. Symptoms include chronic

headaches, blindness and seizures

Epileptic seizures

Skin nodules

Blindness

Headaches

Terapi dan Pencegahan

Sumber : FAO

16 17KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Page 12: EDISI I 2020 - Pertanian

18 19KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Ke s e j a h t e r a a n hewan mencakup isu yang kompleks meliputi dimensi ilmiah, etik, ekonomi, budaya, sosial, agama dan politik. Hal ini menunjukan bahwa kesejahteraan hewan terkait dengan kesejahteraan manusia,keanekaragaman hayati dan lingkungan. Dalam politik perdagangan internasional (bilateral, regional, multilateral), isu kesejahteraan hewan juga sering digunakan sebagai salah satu technical barrier. Saat ini sedang berkembang tren pencantuman persyaratan kesejahteraan hewan dalam negosiasi perjanjian perdagangan hewan dan produk hewan antar negara dan hal ini menjadi faktor yang akan mendorongi mplementasi yang lebih baik pada standar internasional.

Ada 5 prinsip kesejahteraan hewan atau yang biasa dikenal dengan five freedoms yaitu (1) bebas dari rasa lapar dan haus; (2) bebas dari rasa tidak nyaman, (3)

bebas dari sakit, cidera dan penyakit; (4) bebas mengekspresikan diri sesuai perilaku normal dan alami; (5) bebas dari rasa takut dan tertekan. Bentuk penerapan dari prinsip bebas dari rasa lapar dan haus dapat dilakukan melalui kesiapan akses untuk air bersih dan makanan untuk menjaga kesehatan dan kekuatan tubuh hewan. Prinsip bebas dari rasa tidak nyaman dapat dilakukan melalui penyediaan lingkungan yang sesuai dan nyaman, sementara prinsip bebas dari sakit, cidera dan penyakit dapat dilakukan melalui pencegahan atau diagnosa cepat dan perlakuan (pengobatan). Penerapan prinsip bebas mengekspresikan diri sesuai perilaku normal dan alami dapat dilakukan melalui penyediaan ruang yang cukup dan fasilitas yang layak dan untuk prinsip bebas dari rasa takut dan tertekan dilakukan dengan memastikan kondisi dan perlakuan yang menghindari penderitaan mental. Prinsip-prinsip ini diterapkan pada subsektor peternakan bukan sebatas alasan ekonomi tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab moral.

Kesejahteraan Hewan

dan

Kemanan PanganOleh : drh. Agus Jaelani, M.Si

(Kepala Seksi Penerapan Kesejahteraan Hewan)

Perbaikan kesejahteraan hewan

mendorong keamanan pangan

yang lebih baik (Garcia R, 2017)

Peran Kesejahteraan Hewan

pada Industri Daging

Preferensi konsumen khususnya di negara-negara maju terhadap produk hewan tidak sebatas pada aspek harga dan keamanan pangannya. Mereka juga tertarik bagaimana produk hewan diproduksi dan khususnya bagaimana hewan dipelihara, ditransportasikan dan dipotong (Éloit, 2017). Hal ini menuntut produsen/industri peternakan untuk dapat menerapkan standar kesejahteraan hewan dalam proses produksi mulai dari tingkat peternakan (farm) sampai pada rumah potong hewan.

Penerapan kesejahteraan hewan pada industri daging menjadi sangat penting karena banyak benefit yang diperoleh. Perlakuan pada ternak dengan menerapkan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan akan memitigasi kerugian melalui pengurangan kematian ternak (Dawkins, 2017). Penerapan kesejahteraan hewan juga akan berpengaruh terhadap kualitas produk dimana perlakuan yang tepat pada hewan akan berdampak pada pengurangan kerusakan karkas melalui penurunan kejadian memar, insidensi pale soft exudative (PSE) pada babi (Hambrecht et al., 2005)

dan dark firm and dry (Gruber et al., 2006) pada daging sapi. Selain itu beberapa studi juga menyatakan bahwa penerapan kesejahteraan hewan akan memperbaiki produktivitas ternak (Aguoayo-Ulloa et.al., 2014) serta memperbaiki reproduksi (Green et al., 2012).

Preferensi konsumen yang mulai berubah dimana mulai ada kesadaran akan pentingnya penerapan kesejahteraan hewan pada rantai produksi pangan asal hewan menjadikan nilai lebih produk hewan/daging yang diproduksi oleh perusahaan yang menerapkan kesejahteraan hewan pada penanganan ternaknya. Perbaikan persepsi publik ini dapat dijadikan sebagai alat penjualan. Keuntungan lain dari penerapan kesejahteraan hewan adalah penurunan kecelakaan pegawai pada saat penanganan hewan (handling) dan pemingsanan, serta pengurangan biaya tenaga kerja dikarenakan kemudahan dalam penanganan hewan di kandang.

Hubungan

Kesejahteraan

Hewan dan

Keamanan

Pangan

Perlakuan yang kasar pada hewan dan fasilitas

yang buruk

Stres menyebabkan peningkatan jumlah

bakteri patogen di saluran pencernaan hewan

Bakteri patogen mengkontamnasi produk dan

berisiko bagi keamanan pangan produk

ILMIAH POPULER

Page 13: EDISI I 2020 - Pertanian

20 21KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Hubungan Kesejahteraan Hewan

dan Keamanan Produk Hewan

Keamanan pada rantai produksi pangan asal hewan secara tidak langsung dipengaruhi oleh penerapan kesejahteraan hewan pada peternakan. Faktor stres dan kesejahteraan hewan yang buruk dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit di antara hewan. Hal ini dapat menyebabkan risiko pada konsumen akibat terjadinya penularan penyakit melalui makanan atau yang biasa disebut dengan food-borne infectious disease.

Perlakuan yang kasar pada hewan dan fasilitas yang buruk akan memicu stres pada hewan yang berakibat pada kerentanan hewan terhadap agen penyakit. Pada saluran pencernaan hewan yang stres akan terjadi perbanyakan/proliferasi bakteri patogen pada saluran pencernaan dan dapat dikeluarkan ke lingkungan (bacterial shedding). Kepadatan ternak di kandang dapat meningkatkan penyebaran/pengeluaran Escherichia coli O157 melalui feses pada peternakan sapi (feedlot) (Sargeant et al., 2004), berbagai pemicu/penyebab stres (stressor) dapat meningkatkan pengeluaran E. coli oleh babi (Jones & Miller, 2001), kandang yang berlumpur pada feedlot dapat meningkatkan pengeluaran E. coli pada sapi (Smith et al., 2001). Stres yang terjadi akibat penanganan hewan yang tidak memenuhi aspek kesejahteraan hewan pada saat transportasi ternak dan pengistirahatan hewan sebelum dilakukan pemotongan dapat meningkatkan pengeluaran Salmonella ke lingkungan oleh sapi (Barham et al., 2002) dan babi (Lo Fo Wong et al., 2002) di Rumah

Potong Hewan. Bakteri yang dikeluarkan di Rumah Potong Hewan dapat mengkontaminasi produk hewan dan berisiko bagi keamanan pangan produk hewan.

Selain kontaminasi bakteri patogen pada produk hewan, salah satu yang menjadi masalah besar saat ini dalam bidang keamanan pangan adalah adanya residu antibiotik yang memicu terjadinya resistensi antibiotik. Residu antibiotik ini terjadi karena penggunaan antibiotik pada ternak yang tidak bijak dan hal ini merupakan pelanggaran terhadap aspek kesejahteraan hewan.

Perbaikan kesejahteraan hewan akan dapat mengurangi terjadinya penurunan daya tahan hewan (immunosupression), insidensi penyakit infeksius dan penyebaran bakteri patogen akibat terjadinya stres pada hewan (de Passile & Rushen, 2005). Tindakan perbaikan kesejahteraan hewan juga akan menurunkan potensi resistensi antibiotik dengan menerapkan penggunaan antibiotik secara bijak. Aspek kesejahteraan hewan menjadi salah satu titik kritis dalam produksi pangan asal hewan. Oleh karena itu dalam sistem jaminan keamanan pangan asal hewan perlu dikembangkan Hazard Critical Control Point (HACCP) berbasis kesejahteraan hewan. Bahkan karena sangat eratnya kaitan antara kesejahteraan hewan dengan keamanan pangan menyebabkan salah satu area yang diusulkan dalam konsep One Welfare adalah Perbaikan Kesejahteraan Hewan dan Keamanan Pangan.

Daftar Pustaka Aguayo-Ulloa, L.A., Miranda-de La Lama, G.C., Pascual-Alonso, M., Olleta, J.L., Villarroel, M., Sañudo, C., María, G.A. 2014. Effect of enriched housing on welfare, production performance and meat quality in finishing lambs: The use of feeder ramps. Meat Sci. 2014, 97, 42–48.

Barham A.R., Barham B.L., Johnson A.K., Allen D.M., Blanton J.R. Jr & Miller M.F. 2002. Effects of the transportation of beef cattle from the feedyard to the packing plant on prevalence levels of Escherichia coli O157 and Salmonella spp. J. Food Protec., 65 (2), 280-283.

Dawkins, M.S. 2017. Animal welfare and efficient farming: Is conflict inevitable? Anim. Prod. Sci. 2017, 57, 201–208.

Éloit M. 2017. Animal welfare: an asset for livestock production. Bulletin OIE. Paris.de Passillé AM, Rushen J. 2005. Food safety and environmental issues in animal welfare. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 2005, 24 (2), 757-766.

Garcia R. 2017. ‘One Welfare’: a framework to support the implementation of OIE animal welfare standards. Bulletin OIE. Paris.

Green, L., Kaier, J., Wassink, G., King, E., Grogono, T. 2012. Impact of rapid treatment of sheep lame with footroot on welfare and economics and farmer attitudes to lameness in sheep. Anim. Welf. 2012, 21, 65–71.

Gruber, S.L., Tatum, J.D., Grandin, T., Scanga, J.A., Belk, K.E., Smith, G.C. 2006. Is the Difference in Tenderness Commonly Observed between

Heifers and Steers Attributable to Differences in Temperament and Reaction to Preharvest Stress; National Cattlemen’s Beef Association: San Antonio, TX, USA.

Hambrecht, E, Eissen, J.J., Newman, D.J., Smits, C.H.M., Verstegen, M.W.A., den Hartog, L.A. 2005. Preslaughter handling effects on pork quality and glycolytic potential in two muscles differing in fiber type composition. J. Anim. Sci. 2005, 83, 900–907.

Jones P.H., Roe J.M. & Miller B.G. 2001. Effects of stressors on immune parameters and on the faecal shedding of enterotoxigenic Escherichia coli in piglets following experimental inoculation. Res. vet. Sci., 70 (1), 9-17.

Lo Fo Wong D.M.A., Hald T., van der Wolf P.J. & Swanenburg M. 2002. Epidemiology and control measures for Salmonella in pigs and pork. Livest. Prod. Sci., 76 (3), 215-222.

Sargeant J.M., Sanderson M.W., Smith R.A. & Griffin D.D. 2004. Associations between management, climate and Escherichia coli O157 in the faeces of feedlot cattle in the Midwestern USA. Prev. vet. Med., 66 (1-4), 175-206.

Smith D., Blackford M., Younts S., Moxley R., Gray J., Hungerford L., Milton T. & Klopfenstein T. 2001. Ecological relationships between the prevalence of cattle shedding Escherichia coli O157:H7 and characteristics of the cattle or conditions of the feedlot pen. J. Food Protec., 64 (12), 1899-1903.

EFFECTIVE WAYS

OF STUDYING

BEFORE EXAMS

LINDUNGI DIRI KITA

DARI

TOXOPLASMOSIS

DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINERDIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Cuci tangan dengan sabun setelah

kontak dengan tanah/pasir, daging

mentah atau sayuran yang belum

dibersihkan.

Memasak daging dengan

sempurna (suhu internal daging

harus mencapai >70C).

MEMASAK SEMPURNA

Mencuci alat pemotong/talenan

dan pisau dengan sabun dan air

hangat setelah pemakaian.

Memasak air sampai mendidih untuk

mematikan kontaminasi parasit.

MEMASAK AIR

Memakai sarung tangan ketika

berkebun dan cuci tangan setelah

selesai.

MEMAKAI SARUNG

TANGAN

Mencuci sayur/buah dengan air

bersih sebelum dikonsumsi.

MENCUCI SAYUR

DAN BUAH

MENCUCI PERALATAN

Infeksi pada wanita hamil dapat diobati

untuk melindungi janin dari

Toxoplasmosis. Ibu dan bayi harus

mendapatkan pengawasan dokter

selama kehamilan dan setelah bayi lahir.

WANITA HAMIL

CUCI TANGAN

Page 14: EDISI I 2020 - Pertanian

22 2322 23KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Toxoplasmosis pada

Kucing dan KambingOleh : drh. Sulaxono Hadi

(Medik Veteriner Ahli Balai Besar Veteriner Maros)

ucing merupakan salah satu hewan kesayangan yang banyak dipelihara oleh kaum perempuan dan penghobi hewan kesayangan sebagai

atau memakan daging/ikan yang kurang matang yang mengandung Toxoplasma gondii (bradizoit).

Induk semang definitif Toxoplasmosis

Kucing dan bangsa felidae merupakan induk semang definitif dari Toxoplasma gondii. Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis lama yang hampir terlupakan dan belum bisa terselesaikan pemberantasannya dan manusia menjadi hidup bersama dengan penyakit ini. Dalam realita saat ini kita bisa melihat adanya gangguan reproduktif pada perempuan atau ibu yang melahirkan bayi menderita hidrosefalus dan bayi yang menderita gangguan pada matanya akibat infeksi Toxoplasmosis.

Felidae atau bangsa kucing merupakan induk semang definitif dari Toxoplasma gondii (Dubey J.P., 1998). Pada bangsa hewan ini berkembang biak ookista yang infektif yang dapat dijumpai pada tinjanya. Tinja yang mengandung ookista

Kteman di waktu senggang. Kucing juga dipelihara untuk kepentingan komersial, sengaja dibiakkan untuk dijual kepada penghobi atau sekedar untuk dikoleksi. Berbagai ras kucing saat ini ada di Indonesia baik lokal maupun impor. Ada salah satu penyakit pada kucing yang bisa berpotensi menular ke manusia yang disebut dengan Toxoplasmosis, yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Penyakit ini bila menular ke manusia yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan, meningitis, memicu timbulnya kanker otak dan kecacatan pada bayi bila seorang ibu yang sedang hamil terinfeksi. Anak kucing bisa tertular dari induknya dan induk bisa terinfeksi akibat memakan tikus

infektif bisa mencemari bulu tubuhnya dan lingkungan. Manusia bisa terinfeksi melalui tangan saat mengelus-elus kucing karena kucingnya terinfeksi dan dapat tertular saat makan menggunakan tangan yang belum dicuci dengan bersih.

Kucing yang terinfeksi Toxoplasmosis secara fisik nampak sehat saja. Ookista infektif dapat menempel dan ditemukan pada bulu kucing karena kebiasaan kucing menjilati tubuhnya termasuk sekitar rektumnya yang terkontaminasi. Dari kucing yang infektif mengeluarkan ookista yang bisa mencemari sofa atau tempat lain di rumah. Menjaga agar kucing tetap sehat agar tidak terinfeksi Toxoplasma adalah hal yang sangat penting. Rajin memandikan kucing agar bulunya bersih adalah upaya menekan kontaminasi bulu kucing terhadap ookista.

Manusia bisa tertular oleh Toxoplasma gondii melalui 2 jalur. Kontaminasi tinja kucing

yang mengandung ookista dan dari konsumsi daging (kambing, sapi, babi dan unggas) yang dimasak kurang sempurna dimana bagian dalam daging masih mentah dan mengandung bradizoit Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii ternyata juga menginfeksi ikan seperti jenis ikan salmon, karena kontaminasi tinja kucing yang mengandung ookista terbawa ke aliran sungai. Bradizoit yang ada dalam daging masih bisa hidup dan bila terkonsumsi oleh manusia atau kucing. Bradizoit dalam daging tahan terhadap asam lambung akan berkembang serta bersirkulasi melalui darah membentuk kista pada berbagai jaringan organ tubuh manusia. Pada manusia infeksi bisa sampai pada jaringan otak. Adanya bradizoit Toxoplasma gondii pada otak manusia bisa menyebabkan ensefalitis, gangguan syaraf pusat serta berpotensi memicu timbulnya tumor otak.

Secara alami, kucing senang berburu tikus dan makan mentah daging tikus. Bradizoit Toxoplasma gondii pada daging tikus merupakan sumber penularan ke kucing

ILMIAH POPULER

Page 15: EDISI I 2020 - Pertanian

24 2524 25KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Siklus infektif Toxoplasma gondii pada kucing, manusia, ternak dan satwa. Manusia bisa tertular xoplasmosis dari kucing terinfeksi melalui ookista infektif. Pemeriksaan rutin kucing dan pengobatan ke layanan dokter hewan adalah penting

Toxoplasma gondii menular vertikal pada ibu hamil ke bayi atau fetus. Takhizoit Toxoplasma gondii akan masuk ke tubuh bayi atau fetus melalui plasenta ibu hamil. Efek patologis akibat infeksi Toxoplasma gondii adalah ensefalitis, gangguan pada mata, cacat saat lahir, schizophrenia dan gangguan menta l (Wlliam J.S. dan Victoria J., 2013).

Toxoplasmosis pada kambing

Daging kambing di Indonesia banyak penggemarnya, demikian juga susu kambing. Kambing merupakan ruminansia kecil yang banyak dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Dalam Buku Statistika Peternakan dan Kesehatan Hewan tercatat populasi kambing sebanyak 19,720.706 ekor pada tahun 2018, naik 2,82% dibanding tahun 2017. Ternak kambing merupakan salah satu ternak yang dapat terinfeksi oleh Toxoplasma gondii. Infeksi Toxoplasma gondii pada kambing disebabkan karena adanya kontaminasi pada pakan atau sumber air minum oleh ookista yang berasal dari tinja kucing. Kucing memiliki kebiasaan yang baik, mengubur tinjanya dengan tanah

atau pasir. Pada saat hujan, maka urukan tinja akan terkikis oleh air hujan dan tersebar kemana-mana, mencemari rumput dan genangan air atau sumber air minum kucing. Ookista infektif akan berkembang pada kambing dan bradizoit dari Toxoplasma gondii akan bersembunyi dan tersebar pada jaringan otot atau daging kambing serta susu kambing.

Agar manusia tidak terinfeksi Toxoplasmosis yang berasal dari daging dan susu kambing maka dianjurkan memasak daging kambing dan susu kambing hingga matang akan mematikan bradizoit yang tersembunyi di sela daging dalam berbagai jaringan kambing. Susu kambing harus dimasak dengan benar

1

2

1 & 2 Otak yang terinfeksi Toxoplasma gondii, tampak bradizoit pada jaringan otak dan peradangan non supuratif pada jaringan otak

sebelum dikonsumsi. Pemasakan yang tidak benar, misalnya pada daging panggang dan sate yang hanya matang luarnya saja atau setengah matang memungkinkan bradizoit masih infektif dan dapat menginfeksi manusia.

Pengujian serologis pada kambing di Indonesia dengan metode aglutinasi menunjukkan adanya antibodi. Kondisi ini menunjukkan bahwa kambing terpapar oleh Toxoplasma gondii. Surveilansnya pada kambing Kaligesing, Purworejo yang dilakukan Balai Besar Veteriner wates menemukan seroprevalensi Toxoplasmosis sebesar 80%. Adryan F.S. (2019) menemukan seroprevalensi pada kambing di Metro Utara, Lampung dengan pengujian menggunakan To-MAT (Toxoplasma modified agglutination test) sebesar 96,67%. Balai Besar Veteriner Maros dengan pengujian serologis menggunakan Elisa menemukan proporsi infektif Toxoplasma gondii pada kambing kacang sebesar 1:1 di beberapa kabupaten, artinya 1 dari 2 ekor kambing kacang yang dipelihara peternak, infektif Toxoplasmosis.

Manusia bisa tertular Toxoplasmosis melalui daging yang tidak dimasak dengan sempurna. Toxoplasmosis juga bisa menular kepada manusia melalui air susu kambing perah yang air susunya dikonsumsi mentah atau dimasak tapi kurang matang. Riset yang dilakukan oleh Sadek O.A. dkk (2015) serta Mosa A.I. dkk mendeteksi adanya Toxoplasma gondii pada air susu kambing.

Pada siklus di alam, satwa liar dan ikan bisa tertular karena memakan daging mentah yang mengandung bradizoit infektif, kontaminasi lingkungan dari ookista tinja, Infeksi yang terjadi pada ikan karena adanya kontaminasi air oleh ookista dari tinja karnivora atau memakan bangkai karnivora yang terinfeksi Toxoplasma gondii.

Akibat yang ditimbulkan oleh infeksi Toxoplasmosis pada kambing yang bunting adalah terjadinya aborsi pada kebuntingan awal hingga pertengahan usia kebuntingan. Fetus kambing mengalami multifokal nekrosis dan peradangan non supuratif pada berbagai jaringan otak dan jaringan lainnya.

Page 16: EDISI I 2020 - Pertanian

27KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

2626 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Upaya terapi infeksi

Bisakah Toxoplasmosis diobati ? Toxoplasmosis merupakan salah satu masalah dalam dunia kesehatan. Berbagai penelitian untuk pengobatan Toxoplasmosis telah dilakukan. Neknarios D.G. dkk (2013) telah melakukan penelitian dan pengobatan pada 3 usaha peternakan kambing di Kanada. Penggunaan preparat obat Sulfadimidine menunjukkan adanya keberhasilan dalam penurunan tingkat aborsi pada kambing yang bunting. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Sulfadimidine pada kambing yang

Kucing piaraan yang kita pelihara hendaknya diperoleh dari tempat penjualan yang jelas, induknya terkontrol kesehatannya, lingkungan pemeliharaan dan pakannya. Jangan membiarkan kucing piaraan di rumah untuk memakan daging mentah seperti tikus. Tikus merupakan sumber penularan dan mata rantai penularan berbagai penyakit termasuk Toxoplasmosis.

Untuk menekan terjadinya penularan pada manusia dari kucing hendaknya selalu dibiasakan hidup bersih. Menggunakan kaos

positif dengan disis sebesar 33 mg/kg sebanyak 4 kali memberikan hasil yang baik.

Bradizoit pada jaringan menjadi masalah karena kebandelan kista Toxoplasma gondii ini. Preparat spiramycin, clindamycin, atovaquone, azithromycin, roxy-thromycin, claritromycin, dapsone, piritrexin, cyclosporin, ponazuril bisa digunakan untuk pengobatan infeksi akut pada manusia. Pengobatan infeksi dengan preparat tersebut pada kasus kronis, hasilnya tampak berbeda-beda (Dubey, JP., 2010)

tangan karet (glove) saat melakukan pemeriksaan dan perawatan kucing, mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir dengan bersih untuk menghilangkan kontaminasi pada tangan oleh ookista infektif yang berasal dari tinja kucing terinfeksi.

Untuk menekan penularan melalui daging dan susu kambing, hendaknya dijamin bahwa daging dan susu telah dimasak dengan benar. Kebiasaan memasak daging panggang setengah matang hendaknya dihindari untuk menekan kemungkinan adanya bradizoit yang bisa menginfeksi.

Mencegah terjadinya infeksi

Bradizoit Toxoplasma gondii di sela jaringan otot kambing

PeranBerbagai ElemenDalam Mencegah Foodborne Disease Oleh :

Suwaibatul Annisa

(Mahasiswa Pendidikan Dokter Hewan

Universitas Airlangga)

Seiring dengan Pandemi

COVID-19, Food Security

dan Food Safety harus tetap

terjaga. Sektor pangan merupakan

sektor penting yang memerlukan

perhatian khusus di mana proses

produksi dan distribusi menghadapi

tantangan yang cukup berat.

Dalam seminar tentang keamanan

pangan yang diselenggarakan oleh

Foodreview Indonesia (Direktur PT.

Angler BioChemLab-Suwidji Wongso,

Ph.D.) menyatakan “penyakit yang

dapat ditularkan melalui makanan

terkontaminasi patogen (virus, bakteri

dan parasit) serta cemaran kimiawi

lainnya atau Foodborne Disease

menjadi peringkat pertama bahaya

yang mengancam keamanan pangan,

kemudian diikuti oleh malnutrisi dan

kontaminan lingkungan”. Pangan

asal hewan merupakan salah satu

produk unggulan pasar, padahal

ketika kesehatan hewan tidak terjamin

maka dapat berpotensi memperbesar

kemungkinan kejadian Foodborne

diseases. Kontaminasi makanan

dapat terjadi dalam proses rantai

produksi “farm to fork“ yang tidak

higienis. Selain itu, keadaan sanitasi

Food Safety From Farm To Fork

ILMIAH POPULER

Page 17: EDISI I 2020 - Pertanian

28 29KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

29KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Di Indonesia, pemerintah sudah mengatur

keamanan pangan melalui undang-undang

Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2019

tentang Keamanan Pangan. Dalam PP Nomor

86 tahun 2019 yang berbunyi bahwa Sanitasi

Pangan adalah upaya untuk menciptakan

dan mempertahankan kondisi Pangan yang

sehat dan higienis yang bebas dari bahaya

cemaran biologis, kimia, dan benda Iain.

Setiap orang yang bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan

yang meliputi proses produksi, penyimpanan,

pengangkutan dan distribusi (peredaran)

pangan wajib mengikuti persyaratan sanitasi

sesuai ketentuan perundang-undangan yang

berlaku. Alur rantai pangan ini sangat penting

untuk mencegah penularan foodborne diseases.

Pemerintah juga banyak melakukan kerja

sama dengan akademisi untuk melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap farm,

produsen, market, pendistribusian sampai

kepada konsumen. Terlebih lagi, melalui

Peraturan Menteri Pertanian 11 tahun 2020

tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner

(NKV) Unit Usaha Produk Hewan, pemerintah

mewajibkan adanya Sertifikat Nomor Kontrol

Veteriner (NKV) pada unit usaha produk hewan

yang menjadi bukti jaminan tertulis yang sah

telah dipenuhinya persyaratan higiene dan

sanitasi produk asal hewan.

Komunikasi, Informasi dan Edukasi

merupakan kunci utama dalam mewujudkan

keamanan pangan. Pendidikan, pengkajian,

dan penelitian perlu dimulai dari akademisi.

Pendidikan terbaik untuk mewujudkan tenaga

lingkungan yang buruk juga menjadi faktor

pemicu pertumbuhan pathogen.

Menurut Indonesia One Health University

Network (INDOHUN), terdapat 31 patogen

utama yang dapat menyebabkan foodborne

zoonosis. Beberapa di antaranya adalah

Escherichia coli penghasil verocytoxin (VTEC),

Campylobacter, Salmonella, Vibrio cholera,

Clostridium perfringens dan sebagainya.

Gejala yang ditimbulkan pada manusia

sangat bervariasi seperti: diare, muntah, sakit

pada bagian perut, demam hingga kematian.

Cemaran lingkungan juga menjadi penyebab

foodborne zoonosis yang bersumber pangan

asal hewan. Permasalahan foodborne

zoonosis menjadi semakin parah karena

ancaman dari Antimicrobial Resistance (AMR)

yang semakin memprihatinkan.

Permasalahan foodborne disease sangat

kompleks. Hal ini menuntut peran berbagai

pihak untuk bersama-sama berpartisipasi

mengatasinya. Manusia, hewan dan

lingkungan menjadi objek utama dalam

kasus ini sehingga konsep one health dapat

terwujud. Peran bidang kesehatan manusia,

kesehatan hewan, lingkungan dan bidang

terkait lainnya sangat dibutuhkan. Bayangkan

jika setiap bidang mampu memberikan

gagasan yang relevan dilihat berbagai sisi.

Alternatif penyelesaian yang bisa ditawarkan

akan menjadi lebih tepat sasaran. Kolaborasi

antar sektor diharapkan dapat memberikan

pengaruh dan manfaat yang lebih besar.

PERAN PEMERINTAH

PERAN AKADEMIS

kesehatan yang berkualitas sehingga

tanggap dengan perkembangan jaman.

Penelitian yang berbasis komparatif multi-

sektoral perlu dikembangkan (dokter, dokter

hewan, epidemiologis, ahli lingkungan,

ahli biologis dan sebagainya). Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pertimbangan yang lebih komprehensif

dalam mengambil langkah ke depan untuk

menghadapi ancaman food-borne diseases.

Selain memperluas jaringan tenaga

kesehatan dan penelitian, akademisi dapat

memberikan layanan kepada masyarakat.

Contoh layanan seperti sosialisasi biosecurity

(suatu prinsip yang ditujukan untuk mencegah

penyakit agar tidak masuk dan keluar dari

suatu peternakan) di peternakan dan uji

diagnostik penggunaan obat serta kegiatan

penyuluhan lainnya yang berkelanjutan. Peran

akademisi dapat dikolaborasikan dengan

pemerintah, organisasi non-pemerintah dan

berbagai komunitas terkait pencegahan

foodborne zoonosis.

Peternak dapat berpartisipasi dengan

cara menerapkan pengetahuan yang

didapat dari kegiatan-kegiatan penyuluhan

terkait keamanan pangan dan aktif dalam

menambah wawasannya baik di bidang

higiene sanitasi dan kesehatan hewan. Para

produsen atau unit usaha pangan asal hewan

wajib menerapkan prinsip jaminan keamanan

pangan yang telah dipersyaratkan pemerintah

bentuk sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner

(NKV). Beberapa hal yang perlu dibudayakan

dalam suatu industri pangan asal hewan

adalah sanitasi baik, penggunaan bahan

tambahan pangan yang direkomendasikan,

alat pengolah yang sesuai, dan lingkungan

produksi. Bahkan kebijakan higiene personal

dan lingkungan juga wajib diimplementasikan

dalam proses pembuatan pangan asal hewan.

Pengetahuan dan kesadaran masyarakat

akan bahaya foodborne diseases merupakan

kunci utama dalam mewujudkan keamanan

pangan di masyarakat. Berangkat dari hal

sederhana seperti lima kunci untuk keamanan

pangan menurut World Health Organisation

(WHO) yaitu mencuci tangan sebelum

memproses makan, menjaga kebersihan

makanan dan minuman serta peralatan

makan, memisahkan makanan mentah

dan matang agar tidak terjadi kontaminasi

silang, memasak makanan hingga matang

agar bebas dari mikroorganisme dan

pemahaman penyimpanan makan yang baik

yaitu pada suhu di bawah 5oC atau di atas

60oC. disamping itu jangan lupa untuk selalu

menggunakan air yang bersih dan memilih

bahan makanan yang segar dan utuh. Apabila

pemahaman tentang ancaman foodborne

diseases sudah tertanam di masyarakat maka

masyarakat akan mengutamakan aspek

kebersihan dan keamanan dalam memilih

keperluan pangan. Perwujudan keamanan

pangan membutuhkan kerja sama secara

global dan peran berbagai pihak. Kolaborasi

ini diharapkan tidak saja hanya menjadi

sebuah kampanye tanpa realisasi, melainkan

menjadi aksi nyata dalam mewujudkan

keamanan pangan Indonesia dan dunia.

PERAN PETERNAK DAN PRODUSENPANGAN ASAL HEWAN

PERAN MASYARAKAT

Page 18: EDISI I 2020 - Pertanian

30 31KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

ILMIAH POPULER

Sertifikasi

Nomor Kontrol Veteriner

drh..Septa Walyani, MS..i(kepala seksi penerapan dan penilaian)

drh.Juni Asnawati, M.E(Medik Veteriner Ahli Madya)

Dorong Peningkatan Daya SaingProduk Sarang Burung Walet

Sarang burung walet yang dihasilkan oleh jenis burung Collocalia fuchiphaga (sarang putih) memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sarang walet sejak Dinasti Tang (618-907 M) dan Dinasti Sung (960-1279 M) di Cina telah digunakan sebagai obat tradisional yang terkenal. Kandungan nutrisi dalam sarang walet dipercaya dapat meningkatkan fungsi otak pada bayi dan dapat meningkatkan kinerja sistem imun tubuh. Sarang walet juga dijadikan sebagai simbol kekuasaan, kewibawaan dan kekayaan (Nuroini dan wijayanti 2017). Tradisi ini masih terus berlangsung hingga saat ini, sehingga etnis Cina merupakan konsumen terbesar sarang burung walet.

Habitat alami burung walet adalah gua-gua kapur, karena nilai ekonomi sarang burung walet yang tinggi sejak tahun 1880 Collocalia fuchiphaga mulai ditangkarkan dalam rumah-rumah walet (Elfita L 2014). Faktor lingkungan tropis yang mendukung membuat Indonesia menjadi produsen terbesar sarang walet di dunia yang mengambil sekitar 79,55 % dari produksi sarang walet dunia.

Produksi sarang burung walet sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan. Temperatur, kelembaban dan intensitas cahaya rumah walet, ketinggian wilayah, suhu dan kelembaban udara, serta sumber air dan vegetasi sebagai penyedia pakan di lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan budidaya burung walet (Ayuti et al 2016).

Kementerian Pertanian mencanangkan gerakan peningkatan produksi dan ekspor tiga kali lipat (Gratieks) untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi pertanian nasional. Sarang burung walet merupakan salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia. Indonesia memiliki potensi sarang walet yang besar, terdapat 18 provinsi dengan potensi lebih dari 800 unit rumah walet per provinsi. Menurut data BPS data ekspor sarang burung walet Indonesia tahun 2018 sebanyak 1.291,9 ton dengan nilai USD 291.233.100 atau serata 4,077 triliun. Indonesia telah mengekspor 1.128,3 ton sarang walet atau setara 4.472 triliun dalam rentang waktu Januari sampai dengan November tahun 2019 (Ditjen PKH 2019) dengan negara tujuan: China, Hongkong, Vietnam, Singapura, USA, Canada, Thailand, Australia, Malaysia, Jepang, Laos, Korea.

Market share negara tujuan ekspor sarang burung walet terbesar tahun 2019 adalah Hongkong sebesar 48%, Vietnam 28%, China

10%, Singapura 6%, USA 4% dan Canada 2%, dan 4% ke berbagai negara lainnya. Proyeksi ke depan melalui Gratieks, Kementerian Pertanian Indonesia menargetkan peningkatan ekspor sarang burung walet sebesar 30% pada tahun 2020 menjadi 1.466 ton dan 2.200 ton tahun 2022.

Potensi Sarang Burung Walet

NERACA VOLUME EKSPOR UMPORSARANG BURUNG WALET INDONESIA 2015-2019*

Rata-rata Surplus Perdagangan

1.091.759 kg/tahunKode HS 04100010 Sarang burung,

dapat dimakan.

Sumber data : BPS – Pusdatin Kementan, diolah Ditjen PKH s.d.

November 2019. 200.000

2015

761,176Ekspor

Impor

Neraca

307

760,869

992,103

43

992,060

1,286,719

209

1,291,739

1,291,948

209

1,291,739

1,128,327

858

1,127,469

2016 2017 2018 2019

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

Vo

lum

e (

kg

)30 31KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Page 19: EDISI I 2020 - Pertanian

32 33KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

32

kasus, sedangkan jumlah kasus di Provinsi DIY meningkat sebesar 800% atau 24 kasus.

Kasus antraks di Provinsi NTT dilaporkan dihampir semua kabupaten. Pada tahun 2019 tepatnya Bulan Oktober telah terjadi kasus antraks di Kabupaten Manggarai Barat. Kasus sebelumnya dilaporkan pernah terjadi pada 2008. Tujuh orang warga Kelurahan Tange dan Desa Ngancar di Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat disinyalir terpapar antraks karena mengonsumsi daging sapi yang diduga terkena antraks.

Survey pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap antraks di Kecamatan Lambor Kabupaten Manggarai Barat dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat akan bahaya antraks baik bagi hewan rentan maupun manusia serta juga untuk mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap munculnya antraks di wilayah mereka. Survey ini dilaksanakan pada tanggal 11-12 November 2019 di lokasi tertular antraks yaitu di dua desa tertular (Desa Ngancar dan Kelurahan Tangge) dan dua desa terancam (Desa Benteng dan Desa Nangalili) Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jumlah responden sebanyak 98 orang, dengan fokus responden diutamakan adalah adalah kepala rumah tangga atau ibu rumah tangga yang memiliki ternak.

Antraks merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang popular sejak dahulu. Antraks adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh spora yang dibentuk oleh bakteri Bacillus anthracis, yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas, termasuk manusia. Penyakit antraks pada manusia terjadi setelah paparan ke jaringan pada tubuh dari hewan terinfeksi. Pada beberapa negara, penyakit antraks jarang terjadi dan tersebar secara sporadik, terutama pada daerah endemis dengan curah hujan tinggi dan banjir. Antraks sebagai salah satu occupational hazard/bahaya pekerjaan pada petani dan peternak serta pekerja yang mengolah bulu, wol dan tulang. Petani dan peternak dapat terjangkit antraks melalui beberapa mekanisme dan dibedakan berdasarkan jaringan yang terkena yaitu kutaneus, gastrointestinal dan inhalasi.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian antraks cukup tinggi dikarenakan komunitas agrikultural sebagai sektor utama mata pencaharian. Data kasus antraks tahun 2019 sebanyak 15 kasus, dengan rincian sebanyak 2 kasus di Provinsi NTT, 7 kasus di Provinsi Sulawesi Selatan, 3 kasus di Provinsi Gorontalo, dan 3 kasus di Provinsi DIY. Sampai dengan Juni 2020 jumlah kasus antraks sebanyak 49 kasus, dengan rincian sebanyak 22 kasus di Provinsi Gorontalo dan 27 kasus di Provinsi Gorontalo. Jika dibandingkan dengan tahun 2019 jumlah kasus antraks di Provinsi Gorontalo meningkat sebesar 633,33% atau 19

SURVEY

PENGETAHUN DAN

SIKAP MASYARAKAT

TERHADAP ANTRAKS

DI KABUPATEN

MANGGARAI BARAT

TAHUN 2019

drh. Vitasari Safitri, M.Si

(Medikvet Madya Direktorat Kesmavet)

drh. Diah Anggraeni

(Medikvet Muda Direktorat Kesmavet)

KARYA TULIS ILMIAH

Tantangan eskpor sarang burung walet

Peran pemerintah dalam menjamin keamanan pangan dan peningkatan

daya saing produk melalui NKV

Jumlah sarang walet yang dihasilkan sangat bergantung pada kondisi alam, sehingga faktor kelestarian lingkungan sangat berpengaruh penting dalam budidaya walet. Ekspor sarang walet yang belum dicuci atau diolah membuat Indonesia kehilangan nilai tambah ekonomi karena selisih harga yang besar. Ekspor sarang burung walet akan lebih menguntungkan jika sarang burung walet yang diekspor sudah mengalami proses pencucian atau pegolahan.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) berperan aktif mendukung Gratieks. Ditjen PKH mengakomodir pemenuhan persyaratan ekspor untuk unit usaha sarang burung walet dalam bentuk penjaminan keamanan produk sarang walet berupa Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 Jo. UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Dengan berlakunya Permentan Nomor 11 Tahun 2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan dan dalam rangka penjaminan keamanan produk sarang walet, unit usaha rumah walet, pengumpul sarang walet, pencucian sarang walet dan pengolahan sarang walet wajib ber NKV.

Dalam upaya mendukung ekspor, selama masa pandemi Covid 19 proses sertifikasi NKV dan verifikasi unit usaha ekspor sarang walet tetap berjalan. Audit NKV dan proses verifikasi dilakukan dengan mekanisme daring dan luring dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Sejak tahun 2005 hingga Bulan Juni 2020 tercatat sebanyak 2707 unit usaha telah memiliki

Ayuti T, Garnida D, Asmara IY, 2016. Swiftlet (Collocalia fuciphaga) Nest Production and Habitat Identification At East Lampung District. J Student e Journal, Vol 5, No 4

Ditjen PKH. 2019. Strategi Gratieksnak; Gerakan tiga kali lipat ekspor peternakan sarang burung walet.

Kementan, RI. 2020. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan. Jakarta : Kementerian Pertanian RI.

Daftar Pustaka Lina Elfita. 2014. ”Analisis Profil Protein Burung walet ( Collocalia fuchipaga )Asal Painan, J Valensi Vol. 4 No. 1: 61-69

Nuroini, Wijayanti. 2017. Uji Efek Antiinflamasi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga Thunberg) terhadap Gambaran Histologis Telapak Kaki Mencit (Mus musculus Linneaus) J labmed Vol 1 No 1: 21-26

NKV, dan 66 di antaranya adalah unit usaha sarang burung walet. Bagi unit usaha sarang burung walet sertifikat NKV dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk sarang burung walet baik di dalam maupun luar negeri. Masyarakat dapat dengan mudah mengetahui produk sarang walet dari unit usaha yang sudah ber-NKV dengan melihat adanya logo NKV pada kemasan produk sarang burung walet.

Share Market Negara Tujuan Ekspor SBW 2019 Berdasarkan Volume

Data Pusdatin Kementan s.d. November 2019 diolah Ditjen PKH

32 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

33KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 20: EDISI I 2020 - Pertanian

34 35KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Menjawab pertanyaan tentang gejala antraks pada hewan, sebanyak 68 orang atau 69,39% responden memberikan jawaban benar dan responden yang tidak mengetahui gejala antraks pada hewan sebanyak 30 orang atau 30,61%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden tentang gejala antraks pada hewan masih kurang. Responden yang tidak mengetahui gejala antraks pada hewan cukup juga besar yaitu 30,61%. Sekitar 50% responden hanya mengetahui 1 gejala antraks pada hewan.

Grafik 4. Pengetahuan Responden tentang Gejala Antraks pada Manusia pada

KAP Survey Antraks di Kab. Manggarai Barat Tahun 2019

Grafik 5. Pengetahuan Responden tentang Gejala Antraks pada Hewan pada KAP Survey Antraks di Kab. Manggarai Barat Tahun 2019

Grafik 7. Pengetahuan Responden tentang Keseriusan Masalah Antraks pada Manusia dan Hewan pada KAP Survey Antraks di Kab. Manggarai Barat Tahun 2019.

Grafik 6. Pengetahuan Responden tentang Tindakan yang Dilakukan Terhadap Ternak yang Terkena Antraks pada KAP Survey Antraks di Kab. Manggarai Barat Tahun 2019.

Berdasarkan hasil survey diperoleh informasi bahwa sebanyak 64,3% adalah petani sedang tingkat pendidikan terbanyak adalah Sekolah Dasar yaitu sebesar 43,9%. Indikator survey pengetahuan dan sikap responden adalah penyebab antraks, bagaimana penularan antraks pada manusia, apakah responden pernah melihat orang yang tertular antraks, gejala antraks pada manusia, gejala antraks pada hewan, tindakan yang dilakukan terhadap ternak yang tertular antraks dan apakah responden menganggap antraks adalah penyakit yang penting.

Responden yang menjawab benar yaitu penyebab antraks adalah bakteri sebanyak 15 orang atau 15,30%; Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden tentang penyebab antraks sangat kurang.

baik melalui media TV, koran, media sosial/internet, melihat langsung, dan lainnya (foto, HP, cerita orang) sebanyak 45 orang atau 45,92%. Sebanyak 53 orang atau 54,08% tidak melihat orang terkena antraks. Data ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden belum pernah melihat orang yang tertular antraks baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terkait dengan pertanyaan tentang gejala antraks pada manusia, responden yang memberi jawaban benar sebanyak 73 orang atau 74,49% dan responden yang tidak mengetahui gejala antraks pada manusia sebanyak 25 orang atau 25,51%. Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa pengetahuan responden terhadap gejala antraks pada manusia masih sangat kurang karena sebagian besar responden hanya mengetahui 1 gejala antraks pada manusia.

Terkait cara penularan antraks pada manusia, dari 7 pilihan jawaban (6 jawaban benar dan 1 jawaban tidak tahu), responden yang menjawab dengan benar penularan antraks pada manusia sebanyak 54 orang atau 55,10% Responden yang tidak mengetahui cara penularan antraks pada manusia sebanyak 44 orang atau 44,90%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa masih banyak masyarakat yang belum paham tentang cara penularan antraks kepada manusia.

Dari pertanyaan apakah responden pernah melihat orang yang tertular antraks, responden yang pernah melihat orang terkena antraks

Grafik 1.Pengetahuan Responden tentang Penyebab Antraks pada KAP Survey Antraks di Kab. Manggarai Barat Tahun 2019

Grafik 2. Pengetahuan Responden tentang Penularan Antraks pada Manusia pada KAP Survey Antraks di Kab. Manggarai Barat Tahun 2019

Grafik 3. Pengetahuan Responden tentang Melihat Antraks pada Manusia pada KAP Survey Antraks di Kab. Manggarai Barat Tahun 2019

Terkait pertanyaan tentang tindakan yang dilakukan responden terhadap ternak yang tertular antraks, sebanyak 90 orang atau 91,84% memberikan jawaban yang benar dan 8 orang (8,16%) tidak mengetahui tindakan yang terhadap ternak yang terkena antraks. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum responden telah mengetahui tindakan yang dilakukan terhadap ternak apabila tertular antraks.

Jawaban responden tentang seberapa penting dan bahayanya penyakit antraks baik pada manusia maupun hewan, sebanyak 69 orang atau 70,41% responden mengatakan sangat berbahaya, sebanyak 17 orang atau 17,35% mengatakan berbahaya, sebanyak 7 orang atau 7,14% menyatakan biasa saja dan sebanyak 5 orang atau 5,10% responden mengatakan tidak mengetahui bahaya antraks. Dari hasil survey ini diketahui bahwa sebagian besar responden telah mengetahui bahwa antraks adalah penyakit yang berbahaya.

Berdasarkan hasil survey tentang pengetahuan dan sikap masyarakat di Kabupaten Manggarai Barat di lokasi tertular dan terancam penyakit antraks, mengingat sebagian besar responden memiliki pendidikan yang rendah maka secara umum pengetahuan dan sikap responden terhadap antraks masih rendah. Namun demikian, masyarakat telah memahami akan bahaya antraks baik pada manusia maupun pada hewan serta telah memahami tindakan yang harus dilakukan terhadap ternak apabila tertular antraks. Namun demikian, pengetahuan ini harus disertai dengan peningkatan pengetahuan tentang penyebab antraks, cara penularan, gejala penyakit baik pada manusia maupun hewan serta visualisasi penyakit antraks sehingga masyarakat lebih paham tentang penyakit ini.

Page 21: EDISI I 2020 - Pertanian

36 37KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini mampu membentuk endospora

yang tahan hingga puluhan tahun di dalam tanah sehingga menjadi sumber infeksi (daerah endemis) sehingga penyakit ini sulit untuk dimusnahkan. Penyakit ini biasa menyerang hewan ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba. Manusia bisa terkena antraks jika ada kontak dengan hewan sakit melalui kulit yang luka, memakan produk hewan yang tercemar bakteri, atau menghirup udara di lingkungan peternakan yang tercemar spora antraks.

Antraks di Indonesia mulai menyebar luas pada tahun 1884 di Teluk Betung. Setahun kemudian wabah ini dilaporkan terjadi di Buleleng (Bali), Rawas (Palembang) dan Lampung. Pada tahun 1886 antraks dilaporkan telah menyebar di daerah Banten, Padang, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Sejak saat itu antraks beberapa kali mewabah di berbagai daerah.

Tahun 2020 kasus antraks di Indonesia pertama muncul di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di Kabupaten Gunungkidul. Tercatat 27 warga positif tertular antraks dan 1 warga dilaporkan meninggal dunia. Kasus ini mengakibatkan puluhan hewan ternak juga mati mendadak. Hasil investigasi diketahui bahwa sebenarnya kasus kematian ternak kambing

Penularan Penyakit

antraks pada ternak

dan manusia

Oleh drh. Vitasari Safitri, M.Si(Medik Veteriner Madya)

sudah terjadi sejak 16 Desember 2019, dan ada kematian sapi pada 18 Desember 2019. Kasus tersebut berlangsung sampai 28 Desember 2019. Mencermati sejarah kasusnya, kasus ini bukanlah kasus yang pertama kali terjadi di Kabupaten Gunung Kidul. Antraks di Gunung Kidul sudah pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 21 Mei 2019 sampai dengan 27 Juni 2019 di Kecamatan Karangmojo, sementara antraks yang baru-baru ini terjadi pada Desember 2019 merupakan kasus yang terjadi di Kecamatan Ponjong. Gunungkidul bukan satu-satunya wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang pernah ditemukan kasus antraks. Di Bantul, Kulonprogo, dan Sleman kasus antraks juga pernah terjadi.

Kasus antraks terbaru terjadi pada akhir bulan Mei 2020 di Gorontalo tepatnya di Desa Daenaa, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Menurut data yang dihimpun dari Dinas Peternakan Provinsi Gorontalo, sebanyak 6 ekor sapi dan 1 ekor kambing yang dimiliki oleh 5 orang peternak di Kecamatan Limboto Barat tertular antraks. Dilaporkan jumlah orang yang terpapar antraks sebanyak 8 orang. Kasus ini diawali dengan pembelian sapi yang terkena antraks dari Pasar Bongomeme. Hampir sama dengan Gunung Kidul, kasus antraks di Gorontalo kali ini bukanlah kasus pertama

AntraksMasih Menjadi Ancaman di Tahun 2020

Penularan penyakit antraks pada

manusia

di wilayah ini. Dilaporkan pada Januari 2019 pernah terjadi kasus antraks di Desa Bakti Kecamatan Pulubala.

Secara umum kasus penularan antraks dari hewan ke manusia di Indonesia disebabkan karena adanya pemotongan ternak sakit atau mati mendadak yang kemudian dagingnya dijual murah atau dibagi-bagikan kepada tetangga sekitar untuk dikonsumsi. Beberapa kasus penularan lain adalah melalui penggalian tanah yang tercemar antraks.

Proses pemotongan dan mengkonsumsi daging yang ter infeksi antraks merupakan jalur penularan antraks. Mengingat harga ternak cukup mahal, maka ada persepsi di masyarakat bahwa daripada ternak mati sia-sia lebih baik ternak dipotong dan dikonsumsi pada saat hewan masih dalam keadaan sakit atau bahkan setelah hewan itu mati. Hal ini dapat terjadi karena ternak tersebut tidak dipotong di RPH. Selain itu ada anggapan di masyarakat bahwa antraks adalah penyakit ringan yang

akan sembuh hanya dengan mengkonsumsi antibiotik.

Kasus penularan antraks dari hewan ke manusia masih sering terjadi, maka pemahaman kesadaran masyarakat terhadap bahaya antraks masih perlu ditingkatkan. Hal penting yang harus diperhatikan yaitu jika ada ternak yang menunjukkan gejala antraks, seperti demam tinggi, gelisah, tidak mau makan, mati dengan keluarnya darah hitam dari lubang tubuh atau mati secara mendadak, pemilik ternak perlu menghubungi puskeswan atau petugas kesehatan hewan terdekat dan tidak justru menyembelih hewan tersebut untuk dijual atau dikonsumsi. Meskipun angka kematian akibat antraks lebih banyak terjadi pada hewan daripada manusia, harus diingat bahwa antraks dapat menyerang otak yang dapat mengakibatkan kematian. Walaupun demikian, secara umum antraks pada manusia dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik.

BERITA

36 37KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Page 22: EDISI I 2020 - Pertanian

38 39KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian No. 11/2020

tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha

Produk Hewan

drh Juni Asnawati

Surbakti ME(Medik Veteriner Madya)

drh Nuraina

(Medik Veteriner Muda)

Adanya tuntutan konsumen yang semakin tinggi atas penjaminan keamanan pangan juga persaingan global yang semakin ketat merupakan tuntutan bagi pemerintah untuk melakukan menyesuaikan regulasi yang tidak relevan lagi.

Perubahan Undang Undang no 18 Tahun 2009, juncto Undang Undang No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pasal 60 menyatakan: setiap orang yang mempunyai unit usaha produk hewan wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh Nomor Kontrol Veteriner kepada pemerintah daerah provinsi. Dan PP No 95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Pasal 24 menyatakan (1) Nomor Kontrol Veteriner diberikan dalam bentuk sertifikat Nomor Kontrol Veteriner oleh Otoritas Veteriner di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner di provinsi atas nama gubernur. (2) Nomor Kontrol Veteriner, wajib dicantumkan pada label dan kemasan produk Hewan. Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner yang selanjutnya disebut Nomor Kontrol Veteriner adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan.

Permentan Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 Tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner, sudah dianggap ketinggalan terkait kebijakan penjaminan keamanan produk asal hewan, tidak dapat menampung semua persyaratan keamanan pangan sesuai tuntutan konsumen dan juga harmonisasi peraturan nasional dan internasional serta jumlah unit usaha yang semakin meningkat jenisnya.

Untuk menyesuaikan dan menyempurnakan

Permentan Nomor: 381/Kpts/OT.140/10 /2005 Tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner, yang dianggap sudah terlalu lama dan tidak relevan lagi sehingga harus disesuaikan dengan regulasi yg telah diperbaharui, yaitu dalam UU N0 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta PP No 95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan mengamanatkan bahwa unit usaha non pangan juga harus diatur. Maka disusunlah Peraturan Menteri Pertanian tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan yang telah disahkan dan ditandatangani Menteri tanggal 9 Maret 2020, dengan Nomor 11 Tahun 2020 dan telah diundangkan tgl 20 Maret 2020, dengan demikian maka seluruh rakyat Indonesia perlu mendapatkan sosialisasi mengenai permentan ini. Untuk itulah maka Pertemuan Sosialisasi Permentan No 11 Tahun 2020 dilakukan.

Pertemuan Sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan dilaksanakan oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner melalui video conference (Zoom Meeting) pada tanggal 10 Juni 2020.

Pertemuan dibuka oleh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan penyampaian materi Permentan Nomor 11 tahun 2020 oleh Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Peserta yang mengikuti sosialisasi tersebut berjumlah 102 orang yang berasal dari Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi dan Bagian Hukum Sekretaris Daerah Provinsi seluruh Indonesia, serta Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Adapun tujuan pertemuan ini adalah mensosialisasikan Permentan No.11 Tahun

REGULASI

39KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

38 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 23: EDISI I 2020 - Pertanian

40 41KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan yang menggantikan Permentan No. 381 Tahun 2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan.

Permentan No. 11 Tahun 2020 merupakan pengembangan dari Permentan No. 381 Tahun 2005 dengan penambahan jenis usaha produk hewan termasuk unit usaha non pangan, pengaturan sanksi, harmonisasi persyaratan untuk unit usaha pengeluaran, masa berlaku NKV dan lampiran yang lebih lengkap.

Unit usaha yang saat ini sudah memiliki NKV akan diperbaharui NKVnya saat pelaksanaan jadwal surveilans masing-masing unit usaha. Untuk mengantisipasi banyaknya unit usaha yang mengajukan sertifikasi NKV.

Jumlah Auditor NKV yang aktif saat ini 197 orang, mengingat keterbatasan jumlah SDM auditor NKV ini maka perlu dilakukan pelatihan auditor NKV. Pelaksanaan pelatihan auditor NKV dapat

dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atau oleh Dinas Provinsi bersama-sama dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Jika unit usaha yang dibina oleh kabupaten/kota masih belum dapat memenuhi persyaratan NKV maksimal 5 tahun maka dapat direkomendasikan untuk dicabut izin usahanya setelah tahapan administrasi dilakukan. Pembinaan unit usaha produk hewan dilakukan oleh petugas dinas kabupaten/kota unit usaha tersebut mengajukan NKV atau apabila unit usaha tersebut belum memenuhi persyaratan NKV.

Setelah dilaksanakannya sosialisasi ini maka diharapkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan di provinsi untuk segera memfasilitasi pengangkatan Pejabat Otoritas Veteriner (POV) melalui SK Gubernur (PP Otovet No 3 tahun 2017 Pasal 16 dan menunjuk dokter hewan yang berwenang sesuai dengan fungsinya melalui SK Gubernur pasal 20, serta mengangkat tim auditor Provinsi dengan SK Gubernur.

DATA UNIT USAHA YANG ber NKV

Isu-Isu Alih bahasa oleh: drh. Luthfi Nur AmalinaMedik Veteriner PertamaDirektorat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Keamanan Produk Hewan

Produk pangan asal hewan diawasi dengan ketat karena banyaknya kejadian wabah penyakit

bakterial dalam produk pangan asal hewan. Pengawasan terhadap keamanan produk pangan asal hewan dan produk pangan lain diharapkan terus ditingkatkan dengan alasan:1) Perubahan cara-cara

memproduksi dan penanganan pasca panen pangan asal hewan serta tumbuhan;

2) Modifikasi proses pembuatan pangan dan pengembangan proses pemasaran;

3) Praktik penyiapan dan pengembangan produk pa-ngan baru yang memenuhi tuntutan konsumen;

4) Peningkatan arus urbanisasi masyarakat sehingga

memerlukan pendistribusian produk pangan dari sentra produksi dan unit usaha pemrosesan ke pusat perkotaan;

5) Peningkatan arus perdagangan dan pendistribusian bahan pangan skala internasional dari negara pengekspor ke negara pengimpor;

6) Pengaruh globalisasi industri pangan;

7) Peningkatan lalu lintas perjalanan antar negara sehingga memungkinkan terjadinya transfer patogen antar negara;

8) Perubahan demografi konsumen, gaya hidup, kebiasaan makan dan peningkatan harapan hidup;

9) Kebutuhan dan harapan konsumen terhadap pangan yang telah dikurangi kadar kalori, lemak dan zat aditifnya, alami, organik, dan sehat;

10) Perubahan iklim serta stres lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan biologis dan munculnya patogen baru;

11) Penurunan jumlah orang yang terlibat langsung dalam produksi pangan;

12) Peningkatan jumlah konsumen yang berisiko ter-hadap penyakit infeksi;

13) Munculnya patogen yang mungkin bersifat resisten atau lebih virulen;

14) Metode deteksi mikroba yang semakin berkembang;

15) Kurangnya edukasi dan pelatihan penanganan pangan kepada pekerja produsen pangan dan konsumen;

16) Peningkatan minat, kesadaran, dan pengawasan isu keamanan pangan

ALIH BAHASA

Sumber gambar : freepik.com

40 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 24: EDISI I 2020 - Pertanian

42 43KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

oleh konsumen, media pemberitaan dan kelompok aktivis.

Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dunia dan membaiknya standar hidup, jumlah konsumsi daging juga meningkat. Peningkatan konsumsi daging juga berkaitan dengan urbanisasi, pendapatan yang lebih tinggi, dan keinginan untuk lebih bervariasi dalam makanan.Walaupun konsumsi daging di negara-negara maju telah mendekati level gizi yang berimbang, konsumen di negara-negara tersebut tetap menginginkan pangan dengan kriteria-kriteria berikut: (1) Tanpa zat aditif atau residu kimia; (2) Pemrosesan yang minimal; (3) Praktis dan memerlukan sedikit preparasi; (4) Aman; dan (5) Harga terjangkau.

Masyarakat dengan ekonomi maju mengalami perubahan besar pada demografi, jumlah populasi, preferensi dan ekspektasi terhadap makanan, gaya hidup, harapan hidup serta pendidikan. Risiko keamanan pangan meningkat karena konsumen menjadi lebih sensitif terhadap infeksi mikroba; sebagaimana jumlah populasi usia lanjut meningkat, sensitivitas terhadap infeksi juga meningkat. Kondisi saat ini terdapat peningkatan jumlah orang dengan penyakit imunosupresif dan kronik yang lebih sensitif terhadap penyakit tular makanan (foodborne illness) beserta konsekuensinya. Tantangan keamanan pangan lainnya yaitu penurunan drastis jumlah orang yang terlibat dalam produksi pangan secara langsung melalui pertanian karena populasi masyarakat banyak yang hidup di perkotaan. Selain itu, komposisi rumah tangga juga berubah sehingga berdampak pada perubahan gaya hidup yang terkait dengan preferensi pangan, praktik penanganan pangan, serta harapan atau tuntutan terhadap pasokan pangan. Beberapa contoh perubahan gaya hidup masyarakat saat ini antara lain:1) Konsumen lebih banyak makan di luar rumah;2) Peningkatan pembelian makanan “take home meals”;

3) Peningkatan konsumsi salad kemasan atau makanan kemasan lain yang hanya memerlukan sedikit preparasi dan praktis;4) Konsumen mulai memilih atau mengikuti pola makan khusus;5) Kurangnya edukasi konsumen terhadap praktik penanganan pangan yang baik;6) Peningkatan jumlah konsumen yang lebih memilih pangan olahan rendah lemak, rendah garam dan zat aditif lainnya, tampak segar, praktis dan memiliki masa simpan yang panjang

Bagaimanapun, beberapa pilihan ini mungkin bertentangan dengan prinsip keamanan pangan. Misalnya pada makanan yang dikurangi kandungan lemaknya akan berkaitan dengan kandungan air yang tinggi, menyebabkan garam serta zat preservatif lainnya menjadi encer sehingga kadarnya menurun. Terlebih lagi jika pemrosesannya dilakukan secara minimal maka akan memerlukan kehati-hatian yang lebih. Oleh karena itu pilihan konsumen modern dapat berpotensi meningkatkan ancaman risiko baru yang merupakan tantangan bagi pihak yang terlibat dalam penjaminan keamanan pangan.

Berbagai pendekatan yang dilakukan untuk mengontrol patogen menjadi tidak efektif karena perubahan kebutuhan dan harapan konsumen, kenaikan jumlah konsumsi daging di dunia, meluasnya penggunaan kombinasi ganda “hurdles” antimikroba sub-lethal dalam proses pengolahan dan pengawetan pangan, patogen yang terpapar tekanan (stress) sub-lethal menjadi beradaptasi dengan tekanan serta proteksi silang. Isu-isu ini membutuhkan kombinasi ganda “hurdles” antimikroba seoptimal mungkin. Hal ini merupakan akibat peningkatan jumlah kelompok konsumen yang berisiko menderita penyakit tular makanan, penerapan praktik kesejahteraan hewan selama proses produksi dan pengolahan pangan, dan arah selera konsumen

terhadap produk organik atau alami itu sendiri.

Isu keamanan daging yang utama adalah perlunya mengontrol agen patogen, baik agen patogen yang telah ada maupun yang baru muncul, yang mungkin bersifat lebih virulen dengan dosis infeksius kecil, dan resisten terhadap antibiotik ataupun stres. Masalah lain terkait mikroba patogen yaitu kontaminasi silang, misalnya produk pangan dan air terkontaminasi dengan patogen enterik dari hewan, serta masalah penanganan dan pembuangan limbah kotoran dari hewan pangan. Selain itu juga masalah zat aditif pangan dan residu bahan kimia, isu identifikasi dan mampu telusur (traceability), kualitas dan keamanan produk organik dan alami, produk hasil bioteknologi pangan atau Genetically Modified Organism (GMO), dan bioterorisme yang disengaja. sebagai contoh penyakit BSE telah berhasil dikontrol, namun usaha terus dilakukan untuk eradikasi. Pencegahan perlu dilakukan terhadap infeksi agen viral yang berdampak pada hewan pangan, misalnya Avian Influenza. Disamping itu, peranan penerapan kesejahteraan hewan selama produksi pangan asal hewan juga perlu terus dipertimbangkan, dieksplorasi dan diperbaiki untuk mendukung penjaminan keamanan produk hewan.

Sumber : Stopforth, J.D., Sofos, J.N., Taylor, S.L.,

dan Baumert, J.L. 2011. Food Safety Issues in Animal Source Foods Related to Animal Health and Welfare. Dalam Animal Welfare in Animal Agriculture: Husbandry, Stewardship, and Sustainability in Animal Production. Florida: CRC Press, hal. 207-209.

Makanan

(Daging)

Tujuan utama pengawetan makanan adalah untuk mencegah kerusakan pada makanan. Kerusakan makanan baik yang berupa kerusakan ringan maupun ekstrim, penyebab utamanya adalah aksi dari mikroorganisme (bakteri, kapang atau ragi) dibantu dengan enzim. Sebagai organisme hidup, mikroorganisme tersebut dapat bertahan dan berkembang hanya dalam kondisi lingkungan tertentu. Jika berada pada lingkungan yang tidak sesuai, mikroorganisme ini akan mati atau setidaknya gagal untuk berkembang.

Prinsip yang mendasari metode dalam pengawetan makanan yaitu menciptakan kondisi yang tidak sesuai bagi kehidupan mikroorganisme pembusuk untuk pertumbuhan atau bertahan hidup, misalnya melakukan pemanasan atau pendinginan pada suhu ekstrim, mengurangi kadar air, mengurangi kadar oksigen serta meningkatkan kadar garam atau keasaman suatu bahan.

Metode pengawetan makanan (daging) adalah dengan pengeringan, “curing” atau pemberian bumbu tertentu, pendinginan, pemanasan, penggunaan bahan kimia, irradiasi serta dengan menggunakan tekanan tinggi. Contoh pengawetan dengan menggunakan bahan kimia yaitu penambahan sulfur dioxida pada bahan makanan sosis segar. Namun sebenarnya metode pengawetan makanan menggunakan bahan kimia sangat dibatasi oleh peraturan perundangan yang berkaitan dengan keamanan pangan di berbagai negara. Meskipun demikian berbagai penelitian terus dilakukan untuk menemukan jenis bahan kimia

Alih bahasa oleh : drh Yayuk Kholifah

Medik Veteriner PertamaBBIB Singosari

Pengawetan

ALIH BAHASA

43KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Sumber gambar : freepik.com

Page 25: EDISI I 2020 - Pertanian

44 45KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

yang dapat diterima sebagai bahan untuk pengawetan makanan. Pengawetan kimia juga makanan. Pengawetan kimia juga bisa dicapai dengan menggunakan metode pengasapan pada daging atau ikan. Hal ini biasa dilakukan dalam proses pengasinan atau pembuatan acar.Perubahan yang mungkin terjadi pada daging yang disimpan akibat proses pengawetan akan mengalami perubahan superfisial seperti:

1. PenyusutanPenyusutan atau penurunan berat daging merupakan hasil dari penguapan air permukaan daging. Karkas yang dipotong menjadi empat bagian menguapkan air lebih cepat secara terus menerus. Walaupun penguapan karkas juga dihambat oleh membran pembungkusnya seperti pleura atau peritoneum. Pada karkas hewan yang gemuk penguapan dihambat oleh pemadatan lemak permukaan dan juga dihambat oleh efek pengeringan jaringan ikat. Karkas dari hewan yang baru saja disembelih akan kehilangan bobotnya secara perlahan, sekitar 1.5-2% berat hilang dalam penguapan selama 24 jam pertama pada peletakan dengan cara digantung. Pengurangan berat lebih lanjut pada masa penyimpanan diakibatkan oleh kelembaban udara di ruangan pendingin. Semakin kering udara di dalamnya, semakin besar penguapan yang terjadi. Sistem pendingin udara berkecepatan tinggi (Turbo Chill) mengurangi panas karkas hewan yang baru disembelih dengan cara meningkatkan kecepatan pengeluaran panas tubuh dari permukaan karkas sehingga dapat menurunkan suhu permukaan secara cepat. Pencegahan penurunan berat karena penguapan dengan sistem yang menggunakan kelembaban tinggi dapat berpotensi menyebabkan pembentukan jamur, jadi diperlukan keseimbangan yang akurat antara suhu dan kelembaban serta harus dipertahankan. Penggunaan lapisan pembungkus yang kering dan tahan air pada permukaan karkas merupakan cara perlindungan terbaik dari pertumbuhan organisme pembusuk.

2. BerkeringatKondisi berkeringat ini berkaitan dengan kondensasi uap air pada daging yang dibawa dari ruang dingin menuju suhu ruangan. Kondensasi ini terjadi karena karkas yang keluar dari pendingin yang mampu menurunkan suhu

udara di sekelilingnya hingga suhu daging mencapai suhu di bawah titik pengembunan. Contohnya di Inggris (sesuai sumber ini) pada musim dingin suhu pengembunan terjadi di bawah 4.5°C sehingga pengeluaran keringat pada daging jarang terjadi. Namun pada musim panas suhu pengembunan biasanya di atas 7°C dan pengembunan akan terjadi pada daging. Jika potongan pertiga atau separuh karkas dipotong langsung setelah dikeluarkan dari ruang pendingin, proses pembentukan keringat ini akan terlihat berlanjut hingga di bagian dalam.

3. Kehilangan kecerahan warna.Kecerahan warna (bloom) diartikan sebagai tampilan umum dari permukaan karkas jika dilihat melalui lapisan semi transparan jaringan ikat, otot, lemak, yang membentuk permukaan karkas. Jika jaringan-jaringan tersebut menjadi lembab, serat kolagen pada jaringan ikat membengkak dan menjadi buram, selanjutnya permukaan daging menjadi kusam dan tampak pucat. Hilangnya kecerahan warna pada karkas sapi potong juga dapat disebabkan oleh dehidrasi atau oksidasi yang tidak semestinya, namun hal ini dapat dihindari dengan mencegah naik turunnya suhu yang dapat mengakibatkan kondisi permukaan daging menjadi berubah-ubah dari kering ke lembab dan sebaliknya. Hal yang tidak kalah penting yaitu mempertahankan kelembaban relatif dari ruang pendingin agar tetap tinggi dan memastikan sirkulasi udara lancar. Jaringan otot juga cenderung menjadi kecoklatan jika terkena udara karena perubahan myohemoglobin menjadi pigmen lebih coklat dari metahemoglobin, namun jumlah sebenarnya dari otot yang terkena udara pada bagian sisi daging sapi sangat sedikit sehingga hal ini sedikit terjadi atau tidak memberikan efek. Pembekuan memberikan efek kecil pada lemak karkas, kecuali pada kasus daging beku yang sudah mengalami periode penyimpanan yang lama sehingga mungkin dapat menyebabkan daging berbau tengik.

drh. Ade Kusmiawati

Berjuang Mewujudkan PAH ASUH melalui RPHR

Oleh :drh. Agus Jaelani, M.Si

(Kepala Seksi Penerapan Kesejahteraan Hewan)

Saat ini tuntutan terhadap pengelolaan Rumah Potong Hewan (RPH) semakin beragam mulai dari persaingan bisnis, persaingan harga, tuntutan lingkungan, manajemen harus prima, dan tuntutan masyarakat konsumen. Oleh karena itu pengelolaan RPH yang profesional menjadi syarat mutlak. Salah satu RPH milik pemerintah yang sudah dikelola dengan baik adalah Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R) Cibinong.

Terpilihnya Rumah Potong Hewan Ruminansia Cibinong Kabupaten Bogor sebagai Rumah Potong Hewan (RPH) Terbaik Nasional pada tahun 2016 bukan tanpa alasan. Sampai saat ini RPH Cibinong menjadi salah satu tujuan utama studi banding bagi para pengelola RPH dari berbagai daerah. Penerapan praktik-praktik yang baik (good practices) yang dilakukan secara konsisten dan pengelolaan sumber daya manusia di RPH melalui pembentukan paguyuban menjadi keunggulan RPH Cibinong. Di balik semua kesuksesan yang telah dicapai oleh RPH Cibinong, ada sosok sentral dalam pengelolaan RPH Cibinong yaitu drh. Ade Kusmiawati, M.Si. Wanita kelahiran Sumedang 52 tahun yang lalu ini terkenal dengan etos kerja yang tinggi, disiplin dan pendekatan persuasif dalam mengelola sumber daya manusia di RPH. Dokter Ade biasa beliau dipanggil mengawali karir sebagai

Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai Kepala Pusat Kesehatan Hewan Maritenggae Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Pada tahun 2011 dokter Ade mengalami mutasi tugas ke Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Saat ini Dokter Ade bertugas sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) RPH Kelas A Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Dokter Ade bukan hanya bertanggung jawab terhadap pengelolaan RPH-R Cibinong, tetapi juga bertanggung jawab terhadap pengelolaan di RPH-R Galuga, RPH-R Jonggol, dan RPH Kambing Domba Citaringgul.

Dokter Ade mengawali karir di Rumah Potong Hewan pada tahun 2013. Pada saat pertama bertugas di RPH Cibinong ada pengalaman yang sangat membekas hingga saat ini. Pada saat itu ada pedagang daging dan pedagang sapi yang berada di RPH menyampaikan, “Ibu ngapain di RPH, lebih baik pulang saja dan istirahat di rumah”’. Mendengar hal itu tidak membuat dokter Ade mundur tetapi justru menambah semangat untuk melakukan perbaikan-perbaikan di RPH Cibinong. Dalam meningkatkan kemampuan teknisnya, dokter Ade juga telah mengikuti beberapa pelatihan diantaranya Diklat Teknis Meat Inspector dan Diklat Kesejahteraan Hewan.

Seiring berjalannya waktu banyak perbaikan

PROFIL

Sumber : “Gracey’s Meat Hygiene Elevent Edition”; Collins,D.S., Huey, R.J.; 2015;

John Wiley and Sons, Ltd.

45KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 26: EDISI I 2020 - Pertanian

46 47KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

yang telah dilakukan oleh dokter Ade dan Tim Unit Pelaksana Teknis (UPT) RPH Kelas A Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Beberapa perubahan yang telah dilakukan diantaranya adalah saat di ruang produksi tidak lagi ditemukan pekerja yang merokok, pekerja menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat bertugas, dan saat ini semua RPHR yang ada di bawah tanggungjawabnya telah memiliki sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

Banyak kendala yang dihadapi oleh dokter Ade dan Tim dalam memastikan daging/karkas yang dihasilkan aman dan layak dikonsumsi diantaranya terdapat pedagang daging tidak mengizinkan produknya (jeroan merah) diperiksa, adanya pedagang yang memaksa masuk ke dalam ruang produksi, dan kesulitan dalam mengedukasi penyedia jasa angkut karkas dari RPH ke Pasar dikarenakan sopirnya berganti-ganti.

Salah satu kunci sukses pengelolaan RPH adalah bagaimana mengelola manusia (pekerja) agar dapat menjalankan praktik-praktik yang baik (good practices) dalam penanganan hewan dan produknya di RPH. Dan kini Dokter Ade telah berhasil membuktikannya. Dokter Ade berbagi pengalaman bagaimana mengelola SDM RPH. Ada 4 hal yang dilakukan oleh Dokter Ade yaitu pendekatan persuasif, berbaur dengan seluruh SDM, melakukan edukasi rutin dan terjadwal, dan sikap empati dan tidak arogan kepada semua pekerja/SDM di RPH. Masih menurut Dokter Ade, sebagai seorang dokter hewan di RPH maka harus memiliki komitmen yang tinggi, punya effort kerja lebih, sabar, pantang menyerah dan berani.

Beberapa kelebihan RPH-R Cibinong dari aspek manajemen diantaranya adalah memaksimalkan peran setiap SDM yang ada, paguyuban bisa dibina dan terikat dalam satu ikatan kerja yang menjadi mitra RPHR, penggajian paguyuban dilakukan terkoordinir, pembagian kerja yang jelas untuk masing-masing stakeholder yang terlibat, dan adanya dukungan pimpinan dan pendanaan. Di akhir diskusi, Dokter Ade menyampaikan pesan penting untuk seluruh dokter hewan yang bertugas di RPH-R yang salah satunya adalah bahwa seorang dokter hewan yang bertugas di RPH-R tidak hanya menguasai teknis tetapi juga harus menguasai manajerial.

46 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 27: EDISI I 2020 - Pertanian

48 4948 49KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

drh. DIANA WIDIASTUTI

Keamanan pangan produk hewan menjadi hak setiap warga negara Indonesia. Oleh

karena itu penting adanya jaminan dari pemerintah bahwa produk hewan yang beredar aman dan layak dikonsumsi atau digunakan oleh masyarakat. Dalam melakukan jaminan keamanan dan kelayakan produk hewan, pemerintah melakukan serangkaian kegiatan salah satunya adalah pengawasan. Tugas berat sebagai Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner (Wasvet) inilah yang sehari-hari diemban oleh dokter hewan Diana Widiastuti. Wanita yang memiliki motto hidup Man Jadda Wa Jadda ini bertugas memastikan produk hewan yang beredar di

Srikandi Wasvet dari Kota Gethuk

wilayah Kota Magelang aman dan layak dikonsumsi atau digunakan oleh masyarakat.

Sepak terjang dokter hewan Diana dalam melakukan pengawasan produk hewan patut diacungi jempol. Beberapa tindakan penyimpangan prinsip keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan (ASUH) terhadap produk hewan pernah diungkap. Pada tahun 2019 dokter hewan Diana juga menjadi saksi ahli dalam kasus daging daging gelonggongan . Atas segudang prestasi dan dedikasinya tersebut, pada tahun 2016 dokter hewan Diana mendapatkan

Pengawasan

Produk Hewan

di Pasar

“Wasvet harus memiliki kompetensi yang memadai yang ditunjang

dengan integritas, kepercayaan diri, bertanggung jawab, dan disiplin

Foto bersama

tim kesmavet

penghargaan sebagai Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner Terbaik Nasional.

Dalam meningkatkan kompetensi sebagai Pengawas Kesmavet, dokter hewan Diana pernah mengikuti serangkaian pelatihan mulai dari pelatihan pengawas kesmavet, pemeriksan daging, pemeriksa antemortem dan postmortem, dan beberapa pelatihan lainnya. Pelatihan-pelatihan yang diikuti menjadi bekal penting dalam mengoptimalkan tugasnya sebagai pengawas kesmavet. Saat ini selain bertugas sebagai pengawas kesmavet, dokter Dian juga menjabat sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Rumah Potong Hewan dan Laboratorium Kesmavet, Dinas Pertanian dan Pangan Kota Magelang.

Beberapa kendala yang dihadapi pengawas kesmavet di Kota Magelang diantaranya adalah adanya keterbatasan alat uji cepat ketika melakukan pengawasan sekaligus pemeriksaan sampel pangan asal hewan, keterbatasan jumlah pengawas kesmavet, dan pengawas kesmavet juga mengemban tugas atau jabatan lain sehingga mempengaruhi kinerja pengawasan. Selain kendala, saat ini banyak tantangan yang dihadapi oleh Pengawas Kesmavet. Dokter hewan Diana menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi tantangan terberat saat ini adalah perkembangan teknologi yang semakin berkembang di satu sisi memudahkan konsumen untuk melakukan transaksi melalui online tetapi di sisi lain transaksi tersebut sulit dilakukan pengawasan.

PROFIL

Page 28: EDISI I 2020 - Pertanian

51KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

5050 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Dibalik banyaknya kendala yang dihadapi, meningkatnya kesadaran masyarakat/konsumen akan produk yang ASUH menjadi kabar baik. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan produk yang ASUH sedikit banyak akan membantu tugas Wasvet dalam memastikan produk hewan yang beredar di masyarakat aman dan layak dikonsumsi oleh masyarakat.

Dokter hewan Diana menyampaikan bahwa sebagai Wasvet harus memiliki kompetensi yang memadai yang ditunjang dengan integritas, kepercayaan diri, bertanggung jawab, dan disiplin. Mengakhiri diskusi dengan redaksi Buletin ASUH, dokter hewan Diana berpesan kepada Wasvet di seluruh Indonesia agar terus bekerja maksimal demi kesehatan masyarakat Indonesia.

Pemeriksaan daging basah (glonggongan) penyitaan dan pembakaran daging

basah oleh bapak Walikota Magelang

dan Muspida

Mendampingi bapak Walikota dan Ibu Wakil Walikota

Magelang dalam rangka pengawasan peredaran daging

dan pengujian produk hewan (daging, usus, jeroan) di

pasar tradisional

Dapur SehatOleh drh. Risky Aprillian

( Medik Veteriner Pertama )

Memasak merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat dasar yaitu makan. Salah satu bahan makanan yang diolah di dapur adalah bahan pangan asal hewan seperti daging, telur dan susu. Telah kita ketahui bersama bahwa bahan pangan asal hewan mempunyai sifat mudah rusak (perishable food) dan dapat berpotensi menimbulkan bahaya (potentially hazardous food). Oleh karena itu selain merupakan sumber gizi bagi tubuh makanan yang diolah di dapur, memiliki berbagai macam risiko yang dapat mengancam kesehatan manusia. Mari kita simak beberapa tips yang bisa dipraktikkan berikut untuk membuat dapur menjadi lebih sehat, yaitu :

Talenan atau cutting board merupakan sarana memasak yang umumnya digunakan untuk memotong, mencincang atau tempat penyimpanan sementara bahan sebelum proses memasak. Selain itu, talenan juga merupakan sarana yang sangat berpotensi dalam menimbulkan kontaminasi silang dari bakteri. Pilih talenan yang terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak berpori seperti berbahan Polyethylene atau polypropylene. Hindari penggunaan talenan dari kayu yang mudah rapuh dan berpori besar. Upayakan untuk tidak menggunakan talenan berbarengan antara penanganan bahan asal hewan (daging/daging ayam) dengan sayuran atau buah-buahan siap makan, karena potensi kontaminasi silang dari bahan asal hewan seperti bakteri dan parasit protozoa akan lebih besar terjadi. Cuci bersih talenan dengan menggunakan sabun dan keringkan setelah digunakan

1

Pisahkan bahan pangan asal hewan dengan bahan-

bahan lain sesuai jenisnya. Hal ini dilakukan pada saat persiapan memasak, penyimpanan hingga setelah makanan dibuat. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang mungkin terjadi.

2

TIPS And TRIK

Page 29: EDISI I 2020 - Pertanian

52 53KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

Simpan dengan cara yang baik karena bahan pangan asal hewan mempunyai sifat mudah rusak, sehingga diperlukan cara penyimpanan yang baik untuk memperpanjang masa simpannya. Salah satu sarana yang terbaik untuk menyimpan bahan pangan asal hewan adalah menggunakan lemari pendingin. Lemari pendingin digunakan agar bakteri pathogen dan agen lain terhambat perkembangan pertumbuhannya dalam suasana dingin (di bawah 4°C). Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat penyimpanan bahan pangan asal hewan agar keamanan dan mutu tetap terjaga. Perlu diingat bahwa untuk menjaga mutu bahan pangan asal hewan tetap terjaga, proses penyimpanan ini memiliki peran penting. Hindari pembekuan berulang (pencairan-

Masaklah bahan pangan asal

hewan dengan benar. Seperti yang kita tahu bahwa bahan-bahan ini berpotensi menimbulkan bahaya (hazard) sehingga salah satu cara untuk mencegah risiko dari bahaya yang ditimbulkan oleh bahan pangan asal hewan ini adalah dengan proses pemasakan dengan matang. Pemeriksaaan suhu internal saat pemasakan merupakan salah satu cara untuk mengetahui bahan pangan asal hewan telah aman atau tidak.

pembekuan yang dilakukan berulang kali), hal ini berakibat hilangnya juice atau drip sehingga gizi dan rasa dari daging akan hilang. Sebelum disimpan usahakan atur porsi bahan pangan asal hewan seperti daging atau daging ayam yang akan dimasak sesuai kebutuhan (misalnya dibagi per 200 g), sehingga meminimalisir kejadian pembekuan dan pencairan yang berulang. Khusus untuk telur, simpan pada wadah khusus dengan posisi telur bagian runcing dibawah, tujuannya agar posisi kuning telur tetap di tengah dan kuning telur tetap utuh.

Demikan tips singkat memasak di dapur agar menjadi makanan siap saji yang lebih sehat. Semoga bermanfaat.

Daging unggas 74ºC; 15 detik

63ºC; 15 det ik

68ºC; 15 det ik

Daging sapi, babi, domba, ikan, telur

Daging giling (hamburger)Bahan Pangan

Asal Hewan

Chiller (Suhu dibawah 4ºC)

Freezer (Suhu dibawah 0ºC)

Daging merah3 - 5 hari

1 - 2 hari

1 - 2 hari

1 - 2 hari

5 minggu

1 minggu

10 bulan

Daging merah giling

Daging ayam

Sosis segar

Daging merah3 - 6 bulan

3 - 4 bulan

6 bulan

3 - 6 bulan

Daging merah giling

Daging ayam

Sosis segar

Telur

Susu pasteurisasi (sebelum dibuka)

Susu UHT (sebelum dibuka)

Masa Simpan

3

h3

Biasakan menjaga kebersihan, kebiasaan bersih harus selalu dilakukan, misalnya cuci tangan, tempat kerja dan peralatan yang bersentuhan dengan bahan pangan asal hewan setelah digunakan. Hal ini untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang.

43

5

Daging merupakan bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan dan merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. Daging adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulunya. Dengan kata lain hati, limpa, otak, dan isi perut seperti usus juga termasuk daging. Daging merupakan pangan asal hewan yang mudah rusak dan berpotensi menimbulkan bahaya, khususnya bahaya biologis bakteri patogen. Salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen ini adalah dengan penanganan daging melalui pemanfaatan rantai dingin. Rantai dingin (cold chain) adalah jenis rantai suplai yang pada prosesnya bertujuan untuk menjaga suhu agar produk tetap terjaga selama proses distribusi. Daging beku adalah salah satu jenis produk cold chain. Menurut SNI, Daging beku adalah daging segar yang sudah mengalami proses pembekuan dengan temperatur internal minimum -18°C Daging beku merupakan salah satu alternatif pengawetan daging karena dapat menghambat proses kerusakan daging.

Permasalahan yang terjadi ketika sampai ke tangan konsumen adalah saat penanganan daging

beku yaitu pencairan daging atau biasa disebut proses thawing. Proses thawing memiliki peranan penting dalam menjaga mutu atau kualitas daging sebelum dimasak dan dikonsumsi. Metode thawing yang kurang tepat akan mempengaruhi kualitas daging. Nutrisi daging beku akan terlarut dalam air dan hilang bersama cairan daging yang keluar selama proses penyegaran kembali yang disebut sebagai drip. Selain itu, pencairan kembali daging beku sangat besar kemungkinannya untuk terjadi kontaminasi mikroorganisme utamanya bakteri melalui wadah, air dan peralatan. Kalau hal ini terjadi maka sangat merugikan karena kualitas akan rusak karena cepat terjadi proses pembusukan. Secara umum, pencairan kembali daging beku yang baik adalah dengan menaikan suhu secara perlahan. Semakin cepat suhu berubah, semakin banyak drip yang akan hilang sehingga kualitas daging akan menurun. Oleh karena itu, pencairan menggunakan air panas sangat tidak direkomendasikan karena akan mengakibatkan drip keluar semakin banyak. Berikut adalah beberapa metode thawing yang dapat dilakukan di rumah.

Pencairan

Daging

Oleh drh. Risky Aprillian

( Medik Veteriner Pertama )

TIPS And TRIK

53KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 30: EDISI I 2020 - Pertanian

54 55KESMAVET ASUH KESMAVET ASUH

EDISI I 2020 EDISI I 2020

1. Pencairan Menggunakan Lemari Es

atau chiller

Pencairan menggunakan lemari es merupakan metode paling mudah, aman dan kualitas daging masih tetap terjaga dengan baik. Namun, kekurangan dari pencairan dalam metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu kurang lebih 12-24 jam tergantung besar kecil ukuran daging. Metode ini dilakukan dengan memasukan daging beku ke dalam lemari es, dan biarkan selama kurang lebih 12-24 jam. selama berada pada suhu lemari es, daging beku yang dicairkan dapat bertahan 1-5 hari tergantung jenis dan ukuran daging.

2. Pencairan Menggunakan Air Dingin

Pencairan menggunakan air dingin adalah metode dengan menggunakan air dengan suhu sekitar 10-15°C. Metode ini cenderung aman dengan syarat pada saat perendaman, daging tidak bersentuhan langsung dengan air sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan bakteri-bakteri dari air. Cara yang terbaik untuk melakukan pencairan menggunakan metode ini adalah dengan memasukkan daging ke dalam plastik utuh ke dalam air dingin. Selama proses perendaman, air perlu diganti setiap 30 menit. Daging yang telah mencair harus segera dimasak dan tidak direkomendasikan untuk dibekukan kembali.

3. Pencairan Menggunakan MicrowavePencairan menggunakan microwave merupakan metode paling cepat, namun memiliki risiko keluarnya drip. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan daging ke dalam microwave, gunakan pilihan defrost, atur suhu dan waktu sesuai dengan jenis dan ukuran daging serta tipe microwave yang digunakan. Apabila proses pencairan selesai, maka daging harus segera dimasak karena dimungkinkan beberapa area daging sudah hangat dan menjadi area yang disukai bagi pertumbuhan bakteri.

drh. Abdul Karnaen

“Dokter Hewan

di Direktorat Kesehatan

Masyarakat Veteriner

yang ‘Pakar’

di Bidang

Perbibitan Ternak”

Tepat pada tanggal 1 April 2020 dokter hewan Abdul Karnain yang biasa kami panggil “PaKar” memasuki masa purna tugas. Beliau mengawali karirnya di Kementerian Pertanian sebagai Tenaga Kesehatan Hewan di Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Padang Mangatas . Drh. Abdul Karnaen semasa tugasnya lebih banyak menghabiskan menangani pembibitan ternak sebelum akhirnya pada tahun 2000 ditempatkan di Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet). Berbagai pelatihan terkait dengan pembibitan ternak telah diikuti selama bertugas di Direktorat Perbibitan seperti Pelatihan Embrio Transfer (ET) di Jepang dan Pelatihan Animal Production and Health di Mesir.

Selama berkarir di Direktorat Kesmavet, drh. Abdul Karnaen pernah menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Zoonosis dan Kesejahteraan Hewan. Pengalamannya menangani ternak selama di Direktorat Perbibitan menjadi bekal penting dalam menjalankan tugas-tugasnya khususnya terkait dengan aspek kesejahteraan hewan. Pengalamannya dalam menangani ternak sering menjadi referensi dalam penyusunan pedoman atau regulasi kesejahteraan hewan. Terkait dengan pengaturan kesejahteraan hewan, drh. Abdul Karnaen mengharapkan bahwa ke depan perlu diperbanyak regulasi kesejahteraan hewan. Hal ini

didasari karena saat ini kebutuhan akan regulasi di aspek kesejahteraan hewan sangat dibutuhkan oleh stakeholders dan termasuk masyarakat awam. Saat ini aspek kesejahteraan hewan tidak terbatas pada isu peningkatan produktivitas ternak saja tetapi juga telah menjadi isu perdagangan antar negara (internasional). Alasannya bahwa kesejahteraan hewan dapat digunakan sebagai technical barrier dalam perdagangan hewan dan produk hewan antar negara.

Dokter Hewan yang mempunyai moto “Dimana berada bermanfaat bagi orang” ini menyampaikan bahwa salah satu hal yang paling berkesan selama bertugas di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah pernah didaulat menjadi Juri lomba petugas Inseminasi Buatan (IB) dan Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) tingkat nasional dan Penetapan Dokter Hewan Cilik.

Di akhir tugasnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), drh. Abdul Karnaen ditempatkan di Subdirektorat Kesejahteraan Hewan, Direktorat Kesmavet sebagai Medik Veteriner Madya. Selamat memasuki masa purna tugas PaKar, terima kasih atas dedikasi dan karyanya selama bertugas di Direktorat Kesmavet. Semoga tetap berkarya dan memberikan banyak manfaat bagi orang lain dan lingkungan.

Oleh

drh. Agus Jaelani, M.Si

(Kepala Seksi Penerapan Kesejahteraan Hewan )

PURNA BAKTI

Sosok

54 KESMAVET ASUH

EDISI I 2020

Page 31: EDISI I 2020 - Pertanian