perencanaan material recovery facility di...

17
1 PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN GUBENG, KOTA SURABAYA DESIGN OF MATERIAL RECOVERY FACILITY AT GUBENG DISTRICT, SURABAYA CITY RIZKY MEGA dan YULINAH TRIHADININGRUM Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email: [email protected] Abstrak Kecamatan Gubeng mempunyai luas wilayah sebesar 654,73 ha dan jumlah penduduk pada Tahun 2009 mencapai 154.608 jiwa. Volume sampah yang ada di sembilan LPS di Kecamatan Gubeng sebesar 172 m3/hari. Pengelolaan sampah yang ada menunjukkan belum adanya upaya reduksi. Hal tersebut yang mendasari dilakukan perencanaan Material Recovery Facility (MRF) dengan skala kelurahan. Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari.. LPS yang layak dikembangkan menjadi MRF adalah LPS Bratang Binangun luas lahan 160 m 2 . MRF berupa bangunan berlantai dua dengan luas 152,57 m2.. Hasil analisis finansial dengan menggunakan metode Net Present Value (NPV) menunjukkan MRF ini layak untuk direalisasikan. MRF di Kecamatan Gubeng dapat mereduksi emisi karbon sebesar 273, 96 MTCE/tahun dibandingkan dengan menimbun sampah di LPA. Kata kunci : Emisi Karbon, LPS, MRF, Pengelolaan Sampah Abstract The total area of Gubeng District is about 654,73 ha and the population in 2009 reached 154.608 inhabitants. Waste volume in the nine of transfer stations (Lahan Pembuangan Sementara, LPS) in the Gubeng District reached 172 m3/day. Existing waste management shows a lack of reduction efforts. This is the basis to design the Materials Recovery Facility (MRF) with villages scale in Gubeng District. The rate of solid waste in the Gubeng District is 0.32 kg/person.a day or 2.26 L/person.a day. The transfer station which proper to be develop as a MRF is Bratang Binangun Transfer Station with total area 160 m2. The MRF is a two floors building with total area is 152, 57 m2. Financial analysis using the Net

Upload: truongnguyet

Post on 03-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN GUBENG, KOTA SURABAYA

DESIGN OF MATERIAL RECOVERY FACILITY

AT GUBENG DISTRICT, SURABAYA CITY

RIZKY MEGA dan YULINAH TRIHADININGRUM

Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email: [email protected]

Abstrak

Kecamatan Gubeng mempunyai luas wilayah sebesar 654,73 ha dan jumlah penduduk pada Tahun 2009

mencapai 154.608 jiwa. Volume sampah yang ada di sembilan LPS di Kecamatan Gubeng sebesar 172

m3/hari. Pengelolaan sampah yang ada menunjukkan belum adanya upaya reduksi. Hal tersebut yang

mendasari dilakukan perencanaan Material Recovery Facility (MRF) dengan skala kelurahan.

Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari.. LPS

yang layak dikembangkan menjadi MRF adalah LPS Bratang Binangun luas lahan 160 m2. MRF berupa

bangunan berlantai dua dengan luas 152,57 m2.. Hasil analisis finansial dengan menggunakan metode Net

Present Value (NPV) menunjukkan MRF ini layak untuk direalisasikan. MRF di Kecamatan Gubeng dapat

mereduksi emisi karbon sebesar 273, 96 MTCE/tahun dibandingkan dengan menimbun sampah di LPA.

Kata kunci : Emisi Karbon, LPS, MRF, Pengelolaan Sampah

Abstract

The total area of Gubeng District is about 654,73 ha and the population in 2009 reached 154.608

inhabitants. Waste volume in the nine of transfer stations (Lahan Pembuangan Sementara, LPS) in the

Gubeng District reached 172 m3/day. Existing waste management shows a lack of reduction efforts. This

is the basis to design the Materials Recovery Facility (MRF) with villages scale in Gubeng District.

The rate of solid waste in the Gubeng District is 0.32 kg/person.a day or 2.26 L/person.a day. The

transfer station which proper to be develop as a MRF is Bratang Binangun Transfer Station with total area

160 m2. The MRF is a two floors building with total area is 152, 57 m2. Financial analysis using the Net

2

Present Value (NPV) indicates MRF is feasible to be realized.. MRF in the Gubeng District can reduce

carbon emissions by 273, 96 MTCE / year compared to the garbage generate in the landfill.

Key word: carbon emmision, MRF, transfer stations, waste management

1. Pendahuluan

Kecamatan Gubeng merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di

Kota Surabaya. Data Kecamatan Gubeng pada Tahun 2009 menyebutkan jumlah penduduk 154.608

jiwa dan luas wilayah 654,73 Ha. Dilihat dari jumlah jiwa yang ada di Kecamatan Gubeng, maka

kepadatan penduduk rata-rata sebesar 23.614 jiwa/km2. Jumlah ini sudah sangat jauh melewati

jumlah ideal kepadatan rata-rata nasional per km2, yaitu sebesar 250 jiwa/km2. Volume sampah

yang masuk di 9 LPS yang ada di Kecamatan Gubeng per harinya sebesar 172 m3 (DKP Surabaya,

2010).

Besarnya sampah yang dihasilkan, belum adanya penanganan sampah secara terpisah

maupun upaya reduksi dari sumber menjadi permasalahan dalam penanganan sampah permukiman.

Sampah yang saat ini dihasilkan sebenarnya mempunyai potensi ekonomi apabila dikelola dengan

baik. Salah satu metode pengelolaan sampah yang bermanfaat adalah dengan menampung dan

mengolah sampah secara terpadu melalui Material Recovery Facilty (MRF). Pada MRF selain

terdapat fasilitas untuk pemilahan sampah menurut komposisinya, juga dilengkapi dengan fasilitas

komposting dan gudang penyimpanan sampah daur ulang. Pengolahan sampah organik yang berasal

dilakukan dengan cara komposting karena dinilai mudah untuk menyerap keterlibatan masyarakat

serta memberikan keuntungan.

Penanganan sampah dengan MRF dapat memberi keuntungan lingkungan dan ekonomi,

juga dapat meminimalkan jumlah sampah yang ditimbun dan dibakar. Pengelolaan sampah dengan

MRF dapat mengurangi potensi emisi karbon dalam hal ini CH4 dan CO2 yang mencemari udara.

3

Tujuan dalam perencanaan ini :

1. Mengidentifikasi laju timbulan dan komposisi sampah permukiman Kecamatan Gubeng.

2. Melakukan evaluasi kondisi eksisting LPS di Kecamatan Gubeng untuk dikembangkan fungsinya

menjadi MRF

3. Mengidentifikasi desain MRF yang sesuai untuk sampah permukiman di Kecamatan Gubeng.

4. Melakukan analisis finansial MRF di Kecamatan Gubeng.

5. Mengidentifikasi potensi reduksi emisi karbon oleh MRF di Kecamatan Gubeng.

Sampah

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat

(UU No.18 Tahun 2008). Berbagai definisi yang ada memberikan pengertian bahwa sampah adalah

sesuatu hasil buangan yang tidak bermanfaat sebagai akibat dari aktifitas manusia dan cenderung

memberikan dampak negatif terhadap lingkungan apabila tidak dikelola dengan benar.

Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai (Suprihatin, Prihanto dan

Gelbert, 1996):

a. Sampah Organik

Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari

alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan

mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan

organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit

buah, dan daun.

b. Sampah Anorganik

Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak

bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik

dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam,

sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis

4

ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.

Pemilahan harus dilakukan untuk membedakan atau menggolongkan sampah sesuai jenis dan

manfaatnya.

Pengolahan dan Pengelolaan Sampah

Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah

bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan,

penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan (SNI T-13-1990-F).

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan

yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dapat dibedakan menjadi

2 macam yaitu:

a. Penanganan setempat

Penanganan yang dilakukan sendiri oleh penghasil sampah dengan cara mengubur sampah di

halaman rumahnya atau dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan dalam usaha

pemusnahan sampah.

b. Penanganan terpusat

Penanganan sampah yang dilakukan secara komunal pada suatu area tertentu, sehingga

memerlukan sistem manajemen yang lebih kompleks dalam banyak aspek dan faktor yang

berkaitan dengan perencanaan pengelolaan sampah dan berpengaruh terhadap sistem

pengelolaan sampah perkotaan.

Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia umumnya menggunakan sistem penanganan

terpusat. Pemerintah kota yang diwakili oleh Dinas Kebersihan setempat menangani penyediaan

5

lahan untuk lahan penampungan sementara (LPS) dan lahan pembuangan akhir (LPA) serta

transportasi sampah antara LPS dan LPA.

LPS dalam sistem pengelolaan sampah perkotaan mempunyai peran yang penting dan

perencanaan ini memanfaatkan lahan LPS untuk dikembangkan fungsi dan bentuknya menjadi

MRF. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah

perkotaan yang dimaksud dengan LPS atau depo pemindahan sampah adalah tempat memindahkan

sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau kantor bengkel. LPS sebagai

fungsinya dalam lokasi pemindahan sampah mempunyai beberapa tipe yang dijelaskan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Tipe Pemindahan Sampah

No Uraian Transfer Depo Tipe 1

Transfer Depo Tipe 2

Transfer Depo Tipe 3

1.

2.

3.

Luas Lahan Fungsi

Daerah Pemakai

> 200 m2

- Tempat pertemuan

peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan

- Tempat penyimpanan atau kebersihan

- Bengkel sederhana - Kantor wilayah

/pengendali - Tempat pemilahan - Tempat

pengomposan

- Baik sekali untuk daerah yang mudah mendapat lahan

60 – 200 m2

- Tempat pertemuan peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan

- Tempat parkir gerobak

- Tempat pemilahan

10 – 20 m2

- Tempat pertemuan gerobak & kontainer

(6 – 10 m2) - Lokasi

penempatan kontainer komunal

(1-10 m2)

- Daerah yang sulit mendapat lahan yang kosong dan daerah protokol

Sumber : SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.

6

Material Recovery Facility

Material Recovery Facility (MRF) merupakan fasilitas untuk mendaur ulang material yang

masih memiliki nilai dan juga digunakan untuk keperluan lain. Daur ulang sampah merupakan

kegiatan untuk memilah sampah menjadi bagian-bagian sampah, dimana sampah yang dipilh

sebagian dapat digunakan kembali (reuse), sebagian dapat didaur ulang (recycling) dari residu yang

tidak bermanfaat lagi. MRF adalah suatu alternatif hemat biaya ketika sistem daur ulang yang tidak

legal tidak mempertunjukkan sukses jangka panjang (Davila dan Chan, 2004).

Beberapa tahapan yang dilakukan sebelum mendesain MRF (Tchobanoglous, Theisen dan

Vigil,1993), yaitu :

1. Analisis Kelayakan

Analisis kelayakan merupakan suatu tahap untuk menentukan layak atau tidaknya suatu

lahan untuk MRF

2. Perancangan Awal

Perancangan awal meliputi pembuatan diagram alir material, mass balance material, loading

rate material dan layout dari komponen fisik MRF.

3. Perancangan Akhir

Tahap perancangan akhir merupakan persiapan akhir dari MRF dan spesifikasi fasilitas yang

akan digunakan untuk evaluasi penawaran oleh kontraktor serta perkiraan biaya akhir.

Kompos

Pengomposan adalah proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat

organik diubah menyerupai tanah seperti halnya humus atau mulsa. Kompos telah dipergunakan

secara meluas selama ratusan tahun dalam menangani limbah pertanian sekaligus sebagai pupuk

alami tanaman (Jorgensen dan Johsen, 1989, dalam Basyuni, 2002).

7

Teknik pengelolaan sampah perkotaan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah dan

swasta adalah Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK). Pengomposan melalui metoda

usaha daur ulang dan produksi kompos umumnya menggunakan metoda komposting aerobik, yaitu

dengan open windrow. Teknik open windrow terdiri dari pemilahan sampah, penyusun tumpukan,

pemantauan, pembalikan, penyiraman, pelepasan dan pemasangan kembali terowongan, pencatatan,

pematangan, penyaringan, pengemasan dan penyimpanan (CPIS, 1992).

Potensi Reduksi Emisi Karbon Akibat Pengelolaan Sampah

Proses degradasi sampah dapat menghasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida

(CO2) sebagai gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global dan perubahan iklim.

Pengelolaan sampah perkotaan dengan baik memberikan banyak keuntungan untuk mereduksi emisi

GRK khususnya karbon (US EPA, 2009).

Terdapat beberapa pilihan dalam upaya pengelolaan sampah, seperti reduksi di sumber, daur

ulang, pembakaran dengan incenerator dan penimbunan pada pembuangan akhir. Setiap opsi

pengelolaan sampah tersebut mengakibatkan emisi karbon, tentunya dengan beragam jenis polutan

serta kadarnya. Untuk menentukan metoda pengelolaan sampah yang terbaik untuk meminimisasi

emisi, diperlukan adanya analisis perbandingan efek karbon pada setiap metoda. Penentuan emisi

dengan rumus di bawah ini :

(1 ton komponen sampah A x FE daur ulang komponen sampah A) - (1 ton komponen

sampah A x FE landfilling komponen sampah A) =Potensi Reduksi Karbon (MTCE)

(1)

(1 ton komponen sampah A x FE komposting komponen sampah A) - (1 ton komponen

sampah A x FE landfilling komponen sampah A) =Potensi Reduksi Karbon (MTCE)

(2)

8

2. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan

Umum

Perencanaan MRF ini berlokasi di Kecamatan Gubeng, terletak di Kota Surabaya bagian

timur dengan luas wilayah 654, 73 Ha. Wilayah administratif Kecamatan Gubeng terdiri dari enam

Kelurahan, yaitu Kelurahan Airlangga,

Kelurahan Barata Jaya, Kelurahan Gubeng,

Kelurahan Mojo. Peta wilayah perencanaan

pada Gambar 1.

Jumlah penduduk Kecamatan Gubeng

pada tahun 2009 adalah 154.608 jiwa. Jumlah

Kepala Keluarga (KK) pada tahun 2009

mencapai 42.544 KK serta meliputi 63 Rukun

Warga (RW) dan 516 Rukun Tetangga (RT).

Penduduk yang bertempat tinggal di

Kecamatan Gubeng terdiri atas berbagai

tingkat ekonomi yaitu ekonomi atas,

menengah dan bawah.

Gambar 1 Peta Wilayah Perencanaan

Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng terdiri dari pewadahan, pengumpulan sampah di

LPS dan pembuangan akhir menuju LPA. Sistem pewadahan menggunakan pengumpulan komunal

dan individual tidak langsung. Pengumpulan tidak langsung adalah pengumpulan sampah dari

masing-masing tempat sampah komunal maupun dari masing-masing rumah ke lokasi pengumpulan

sementara (LPS) dengan menggunakan gerobak. Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng

diserahkan kepada tiap-tiap RT dengan jadwal dan mekanisme yang berbeda. Frekuensi

9

pengambilan sampah rata-rata yang dilakukan oleh petugas sampah tiap RT adalah sekitar 2 – 3

hari.

Jumlah LPS yang berada di wilayah Kecamatan Gubeng adalah sembilan LPS, yaitu LPS

Kaliwaron, Mojo Arum, Bakti Husada, Srikana, Kangean, Pasar Pucang Anom, Kalibokor, Bratang,

Barata Jaya – Nginden. Jumlah kendaraan sampah (gerobak sampah) sebanyak 82 unit dan jumlah

pasukan kuning yang tercatat sebanyak 136 orang.

LPS di Kecamatan Gubeng, mempunyai luas lahan sekitar 80 – 225 m2 dengan jumlah

sampah yang masuk berdasarkan data DKP Surabaya 2010 berkisar antara 14 – 55 m3. Sebagian

besar LPS berada di sempadan badan air, yaitu LPS Kaliwaron, Srikana, Kangean, Kalibokor,

Barata Jaya, Mojoarum; LPS terletak di tengah pemukiman adalah LPS Bakti Husada dan LPS

Pasar Pucang Anom. Sedangkan LPS yang terletak di lokasi fasilitas umum milik pemerintah kota

adalah LPS Bratang Binangun yang berada di kompleks Taman Flora (Kebun Bibit).

3. Hasil Perencanaan

Timbulan, Komposisi dan Densitas Sampah Rata-rata.

Jumlah penduduk mempengaruhi jumlah timbulan sampah yang terjadi. Perhitungan

proyeksi penduduk di Kecamatan Gubeng menunjukkan kecenderungan pertumbuhan penduduk

sesuai dengan metode geometrik. Metode geometrik digunakan untuk melakukan proyeksi

penduduk Kecamatan Gubeng. Proyeksi penduduk dilakukan selama 10 tahun. Timbulan sampah

merupakan jumlah sampah yang dihasilkan oleh sumber sampah tertentu yang dihitung dengan

satuan waktu. Pada perencanaan ini timbulan sampah diperoleh melalui hasil pengukuran timbulan

sampah yang dilakukan selama delapan hari dengan jumlah titik pengukuran sebanyak sembilan

puluh satu rumah. Timbulan sampah didapatkan sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari.

Densitas sampah rata-rata hasil pengukuran sebesar 141,59 kg/m3. Komposisi sampah yang

terdapat di Kecamatan Gubeng berdasarkan komponen sisa makanan (77,15%), kertas dan karton

(6,09%), logam (0,65%), kaca (4,24%), kebun (7,44%), karet (0,75%), kain (1,48%), kayu (0,39%)

dan residu (1,91%). Komposisi sampah plastik adalah

(0,55%), LDPE (7,51%), PP (6,06%), PS (2,48%) dan plastik jenis lain/

sampah rata-rata dan komponen sampah plastik rata

(a)

Gambar 2 (a) Komposisi Sampah Rata

Evaluasi Kondisi Eksisting Prototipe MRF Kota Surabaya

Upaya penanganan permasalahan sampah dilakukan pemerintah Kota Surabaya dengan

membangun 13 Rumah Kompos (RK) yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Selain itu, juga

terdapat sejenis Unit Daur ulang dan Produksi Kompos (UDPK) di daerah Jambangan. Fungs

tersebut utamanya adalah mengurangi beban penimbunan sampah di LPA Benowo, namun pada

pelaksanaannya RK ini juga mempunyai beberapa fungsi lain yakni sebagai sarana edukasi

masyarakat, menciptakan lapangan kerja bagi lingkungannya, produk daur ulang s

yang dijual kembali dapat menjadi keuntungan.

Sebelum melakukan perancangan MRF di Kecamatan Gubeng, perlu dikaji dulu kinerja

prototype pengolahan sampah yang sudah ada untuk menentukan jenis dan fungsi MRF yang akan

direncanakan. Prototype yang akan dikaji adalah jenis UDPK Jambangan dan RK Bibis Karah yang

(6,09%), logam (0,65%), kaca (4,24%), kebun (7,44%), karet (0,75%), kain (1,48%), kayu (0,39%)

dan residu (1,91%). Komposisi sampah plastik adalah PETE (6,68%), HDPE (35,61%), PVC

(0,55%), LDPE (7,51%), PP (6,06%), PS (2,48%) dan plastik jenis lain/Other

rata dan komponen sampah plastik rata-rata ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

(a) (b)

Komposisi Sampah Rata-Rata Kecamatan Gubeng dan (b) Komponen Sampah Plastik

Rata-rata Kecamatan Gubeng.

Evaluasi Kondisi Eksisting Prototipe MRF Kota Surabaya

Upaya penanganan permasalahan sampah dilakukan pemerintah Kota Surabaya dengan

membangun 13 Rumah Kompos (RK) yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Selain itu, juga

terdapat sejenis Unit Daur ulang dan Produksi Kompos (UDPK) di daerah Jambangan. Fungs

tersebut utamanya adalah mengurangi beban penimbunan sampah di LPA Benowo, namun pada

pelaksanaannya RK ini juga mempunyai beberapa fungsi lain yakni sebagai sarana edukasi

masyarakat, menciptakan lapangan kerja bagi lingkungannya, produk daur ulang s

yang dijual kembali dapat menjadi keuntungan.

Sebelum melakukan perancangan MRF di Kecamatan Gubeng, perlu dikaji dulu kinerja

prototype pengolahan sampah yang sudah ada untuk menentukan jenis dan fungsi MRF yang akan

otype yang akan dikaji adalah jenis UDPK Jambangan dan RK Bibis Karah yang

10

(6,09%), logam (0,65%), kaca (4,24%), kebun (7,44%), karet (0,75%), kain (1,48%), kayu (0,39%)

PETE (6,68%), HDPE (35,61%), PVC

Other (41,12%). Komponen

rata ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

(b)

dan (b) Komponen Sampah Plastik

Upaya penanganan permasalahan sampah dilakukan pemerintah Kota Surabaya dengan

membangun 13 Rumah Kompos (RK) yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Selain itu, juga

terdapat sejenis Unit Daur ulang dan Produksi Kompos (UDPK) di daerah Jambangan. Fungsi RK

tersebut utamanya adalah mengurangi beban penimbunan sampah di LPA Benowo, namun pada

pelaksanaannya RK ini juga mempunyai beberapa fungsi lain yakni sebagai sarana edukasi

masyarakat, menciptakan lapangan kerja bagi lingkungannya, produk daur ulang serta sampah lapak

Sebelum melakukan perancangan MRF di Kecamatan Gubeng, perlu dikaji dulu kinerja

prototype pengolahan sampah yang sudah ada untuk menentukan jenis dan fungsi MRF yang akan

otype yang akan dikaji adalah jenis UDPK Jambangan dan RK Bibis Karah yang

11

semula lahannya hanya berfungsi sebagai LPS. Kajian prototype MRF di Kota Surabaya

selengkapnya pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Perbandingan Prototype Pengolahan Sampah di Surabaya

Komponen RK Bibis Karah UDPK Jambangan 1) Luas Lahan

2) Volume Sampah 3) Metode Pengolahan

sampah organik

4) Penampung Lindi 5) Kapasitas pengolahan

6) Lahan efektif

pengomposan

- Berada di kawasan pemukiman Bibis Karah

- 25 m3/hari - Open Windrow sebanyak 14 sel - Sumur penampung lindi - Sampah organik yang diolah 3 m3/hari -1m2 dapat mengolah kompos sebanyak 26 kg.

- Berada di Kawasan pemukiman Jambangan

- 13 m3/hari - Komposter drum UNESA sebanyak 15 drum dan 3 Komposter Angin berkapasitas 4 m3, 4 m3 dan 6 m3

- Sumur penampung lindi - Sampah organik yang diolah 100 kg/hari - 1 komposter drum dapat mengolah kompos sebanyak 20 kg.

Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan pada Kajian Prototype MRF di Surabaya

Pengolahan sampah di Kecamatan Gubeng dengan menggunakan MRF, direncanakan

memanfaatkan lahan LPS yang dikembangkan fungsinya menjadi MRF. Kajian evaluasi pola

prototype MRF di Surabaya ini diperlukan dalam perencanaan sebagai acuan dalam merencanakan

MRF di lahan LPS. Sesuai efektifitas lahan pengolahan dan kesamaan bentuk, MRF yang

direncanakan akan mengacu kepada fungsi dan bentuk MRF sesuai RK Bibis Karah.

Evaluasi Kondisi Eksisting LPS Kecamatan Gubeng

Perencanaan ini memanfaatkan lahan LPS yang ada di Kecamatan Gubeng. LPS yang

dipilih untuk dikembangkan fungsinya menjadi MRF yaitu LPS mempunyai luasan lahan yang

sama atau lebih dari luasan lahan RK Bibis Karah sebesar 117 m2. Tabel 3 menunjukkan penilaian

kelayakan pengembangan LPS.

LPS yang dinilai layak dan cocok untuk direncanakan pengembangannya di Kecamatan

Gubeng adalah LPS Bratang Binangun yang terletak di wilayah administratif Kelurahan Barata

12

Jaya. LPS ini mempunyai lahan yang mencukupi apabila dikembangkan menjadi MRF dengan luas

lahan 160 m2 dan lokasi yang sesuai (tidak berada di tengah pemukiman dan sempadan badan air).

Tabel 3 Kelayakan Pengembangan LPS menjadi MRF

LPS Luas Lahan

(m2)

Kelayakan

Pengembangan

*)

Kaliwaron Bakti Husada Srikana Kangean Ps Pucang Anom Kalibokor Bratang Binangun Barata Jaya Mojo Arum

80 130 225 150 100 150 160 120 125

X � � � X � � X �

Keterangan : *) : tanda “ ” berarti layak dan tanda “X” berarti tidak layak dikembangkan.

Lahan yang Dibutuhkan Untuk MRF

LPS Bratang Binangun dalam pengembangannya menjadi MRF direncanakan melayani 75%

dari jumlah penduduk Kelurahan Barata Jaya. Jumlah timbulan sampah pada tahun perencanaan

yang masuk ke MRF mencapai 5,34 ton/hari atau 37 m3/hari. Pengelolaan sampah yang terjadi di

MRF adalah menjual kembali sampah kering layak jual dan melakukan komposting untuk sampah

organik. Melalui penentuan recovery factor dan perhitungan mass balance jumlah sampah organik

yang diolah menjadi kompos sebesar 1,24 ton/hari. Sampah kering yang layak dijual jumlahnya

sebesar 0,759 ton/hari melalui proses pemilahan, pengepakan dan penyimpanan pada MRF.

MRF direncanakan merupakan bangunan berlantai dua dengan luas total 152,57 m2.

Pembagian ruang dan luas lahan terdapat pada Tabel 4. Lantai dasar terdiri dari lahan pemilahan

sampah, lahan pengomposan dan areal parkir kontainer residu. Gudang penyimpanan barang lapak

dan produk kompos, kantor, gudang penyimpanan alat dan toilet berada di lantai atas.

13

Tabel 4 Pembagian Ruang dan Luas Lahan Pada MRF Kecamatan Gubeng Komponen Luas

(m2) 1. Pemilahan 2. Pengomposan 3. Gudang Penyimpanan Barang

Lapak dan Produk Kompos 4. Kantor 5. Areal Parkir 6. Gudang Alat 7. Toilet

15,72 101,2 12,6 9 8 3 3

TOTAL 152,57 Sumber : Hasil Perhitungan Kebutuhan Luas Lahan MRF Kecamatan Gubeng

Pekerja yang Dibutuhkan dalam Perencanaan MRF

Pekerja dalam operasional MRF terdiri dari pekerja pemilah, pekerja pengomposan dan

pekerja administrasi. Diperlukan 5 orang pekerja pemilah untuk memilah 5,34 ton sampah dalam

kondisi terpisah antara sampah basah dan sampah kering. Proses pengomposan membutuhkan 7

orang pekerja dengan pembagian kerja 2 orang untuk proses pencacahan, pengayakan dan

pengemasan produk kompos. Proses pengomposan dan pematangan kompos pada lahan seluas 92

m2 membutuhkan 5 orang pekerja. Penentuan jumlah pekerja pada proses pengomposan ini

berdasarkan acuan jumlah pekerja prototipe RK Bibis Karah. Melakukan pembukuan administrasi

dan keuangan operasional MRF adalah tugas pekerja administrasi yang direncanakan jumlahnya 1

orang. Kebutuhan pekerja pada operasional MRF seluruhnya berjumlah 13 orang. Pekerja

direncanakan diambil dari pekerja eksisting di LPS Bratang-Binangun.

Analisis Ekonomi

Keuntungan dan kerugian yang terjadi dalam operasional MRF dengan melakukan analisis

ekonomi yang terdiri dari perhitungan modal tetap, biaya operasional MRF, perhitungan rencana

penerimaan dan analisis kelayakan.

14

Kebutuhan modal tetap terdiri atas modal pembangunan dan modal peralatan tetap.

Pembangunan MRF direncanakan dilakukan di LPS Bratang Binangun dengan kepemilikan lahan

adalah Pemerintah Kota Surabaya. Perhitungan pada analisis kebutuhan modal pembangunan MRF

berlantai dua ini mengacu pada HSPK Kota Surabaya 2010. Peralatan yang diperkirakan tahan

selama periode operasional 10 tahun diantaranya mesin pencacah, mesin pengayak, sekop,

timbangan, wheel barrow, pompa air serta kebutuhan kantor. Modal pembangunan yang dibutuhkan

yaitu sebesar Rp 480.037.422,00 dengan modal peralatan tetap sebesar Rp 20,375,000.00. Maka

total modal tetap yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 500.412.422,00.

Biaya operasional terdiri dari biaya peralatan tahunan, biaya kemasan kompos, biaya

pembelian bahan bakar untuk mesin pencacah dan pengayak, biaya listrik dan air. Total biaya

operasional MRF per tahun adalah sebesar Rp. 211.957.860,00.

Pemasukan MRF berasal dari penjualan sampah kering layak jual dan produk kompos.

Pemasukan dari penjualan barang lapak mencapai Rp 226.731.000 ,00/tahun. Produk kompos dijual

dengan pembagian kemasan kompos halus 2 kg dan 10 kg, kompos kasar 10 kg. Sebanyak 10 %

dari produk kompos direncanakan diserahkan ke pihak PKK Kelurahan Barata Jaya. Hasil

pemasukan dari penjualan produk kompos sebesar Rp. 115.740.000,00/tahun.

Perhitungan laba-rugi tiap tahun dalam periode operasional 10 tahun menunjukkan bahwa

operasional MRF memberikan keuntungan. Keuntungan atau laba dalam operasional MRF

mencapai Rp. 130.513.140,00/tahun. Kelayakan pengadaan MRF di Kecamatan Gubeng ditentukan

melalui perhitungan Net Present Value (NPV). Perhitungan NPV pada i = 13,5 % menghasilkan

angka NPV > 0, hal ini berarti MRF di Kecamatan Gubeng layak untuk direalisasikan. Modal awal

MRF diperhitungkan akan terjadi pengembalian pada operasional MRF tahun ke 5.

15

Potensi Reduksi Emisi Karbon Oleh MRF di Kecamatan Gubeng

Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng dengan menggunakan MRF diharapkan dapat

membantu mengurangi emisi karbon akibat penimbunan sampah di LPA. Dari perhitungan

diketahui bahwa dalam mengolah sampah di Kelurahan Barata Jaya, Kecamatan Gubeng sebesar

698,4 ton/tahun dengan menggunakan MRF diketahui dapat mengurangi emisi karbon sebanyak

171,05 MTCE/tahun. Dengan jumlah sampah yang sama, pengelolaan sampah dengan menimbun di

LPA menghasilkan emisi karbon sebesar 102,9 MTCE/tahun.

Untuk menentukan metode pengelolaan sampah yang terbaik untuk meminimisasi emisi,

diperlukan adanya analisis perbandingan efek karbon pada setiap metode. Emisi karbon yang

direduksi dapat dihitung dengan membandingkan emisi awal karbon yang dihasilkan dengan emisi

oleh skenario alternatif dan mengalikan setiap emisinya dengan faktor emisi. Analisis perbandingan

efek karbon menunjukkan bahwa emisi karbon yang dapat direduksi melalui metode MRF di

Kelurahan Barata Jaya, Kecamatan Gubeng sebesar 273,96 MTCE/Tahun.

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil dan pembahasan perencanaan MRF di Kecamatan Gubeng

adalah sebagai berikut:

1. Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26

L/orang.hari.

2. LPS yang layak untuk dikembangkan fungsinya sebagai MRF adalah LPS Bratang Binangun

dengan luas lahan sebesar 160 m2. LPS ini dinilai mencukupi untuk direncanakan MRF sesuai

dengan prototype MRF di Rumah Kompos Bibis Karah dengan luas lahan 117 m2.

3. MRF di Kecamatan Gubeng ini melayani pengelolaan sampah di Kelurahan Barata Jaya,

Kecamatan Gubeng. Jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya sebesar 5,34 ton. Sampah

organik yang diolah menjadi kompos sebesar 1,24 ton/hari dan sampah kering yang dapat didaur

16

ulang sebesar 0,759 ton/hari. MRF direncanakan ini mempunyai luas lahan keseluruhan sebesar

152,57 m2, terbagi menjadi dua lantai lantai dasar dan lantai atas. Jumlah pekerja yang

dibutuhkan dalam operasional MRF sebanyak 13 orang.

4. Analisis kelayakan MRF dilakukan dengan metode Net Present Value (NPV). Melalui

perhitungan yang telah dilakukan, nilai NPV > 0 yang berarti MRF di Kecamatan Gubeng ini

layak untuk direalisasikan.

5. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa emisi karbon yang dapat direduksi melalui MRF di

Kelurahan Barata Jaya sebesar 273,96 MTCE/tahun. Nilai tersebut berlaku sebagai

perbandingan pengelolaan sampah dengan melakukan penimbunan sampah di LPA.

5. Daftar Pustaka

Anonim. A. Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Basyuni, Mohammad. 2002. Peran Organisasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fakultas

Pertanian, Program Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

CPIS. 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dan Sampah: Teori dan Aplikasi. Center

for Policy and Implementation Study (CPIS). Jakarta.

Davila, E. dan Chan, N.B. 2004. Sustainable Pattern Analysis Of A Publicly Owned Material

Recovery facility in a fast-growing urban setting under uncertainty. Journal of

Environmental Management 2005; 75: 337–51

Departemen Pekerjaan Umum. 1995. SNI 19-3964-1995 tentang Metode Pengambilan dan

Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.

Departemen Pekerjaan Umum. 1990. SK SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan

Teknik Sampah Perkotaan.

Departemen Pekerjaan Umum. 1990. SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional

Pengelolaan Sampah Perkotaan.

17

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka 2008. Jakarta.

Kondisi LPS Kecamatan Gubeng. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. 2010.

Suprihatin, A., Prihanto, D. dan Gelbert, M. 1996. Pengelolaan Sampah. PPPGT / VEDC. Malang.

Tchobanoglous, G., Theisen, H. dan Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management:

Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill, Inc. Singapore.

US EPA : Measuring Greenhouse Gas Emissions from Waste, Januari 1, 2009, diakses 13

Januari 2010, 21.00. <http://www.epa.gov/climatechange/wycd/waste/measureghg.html>