perdarahan trimester i
DESCRIPTION
perdarahan trimester ITRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah penting dalam obstetri adalah perdarahan. Perdarahan
dalam kehamilan sendiri berarti perdarahan melalui vagina yang terjadi pada masa
kehamilan, bukan perdarahan dari organ atau sistem lainnya. Perdarahan pada
kehamilan adalah masalah yang cukup serius yang terjadi pada masyarakat
Indonesia yang mengakibatkan mortalitas yang cukup tinggi pada ibu-ibu di
Indonesia. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara drastis
dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan serta
persalinan di rumah sakit, dan juga adanya fasilitas transfusi darah, namun
kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan penyebab kematian
maternal.1
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu
maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika
komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana
perawatan yang memungkinankan pengunaan darah dengan segera, merupakan
kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri.1
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka
kematian maternal di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007
yang mencapai 228 per 100 ribu. Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad
pemerintah yang menginginkan penurunan angka kematian maternal menjadi 108
per 100.000 kelahiran hidup untuk tahun 2015 sesuai dengan target MDGs.2
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian
ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini
ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan dalam kehamilan 40-60%,
infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%, sisanya sekitar 5% disebabkan
penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.2
1
BAB II
PEMBAHASAN
Perdarahan pada Kehamilan Trimester I
A. Definisi
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan adalah
fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum, dilanjut dengan nidasi
atau implantasi. Kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu, terbagi dalam 3 trimester. Trimester pertama berlangsung dalam 12
minggu, trimester kedua dimulai dari minggu ke-13 sampai minggu ke-27,
dan trimester ketiga dimulai dari minggu ke-28 hingga minggu ke-40.1
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah perdarahan,
dan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Perdarahan pada trimester 1
adalah perdarahan melalui vagina yang terjadi pada trimester I atau masa
kehamilan dalam 12 minggu.1
B. Etiologi
Penyebab perdarahan pada kehamilan trimester I adalah :
1. Abortus
2. Kehamilan Ektopik
3. Mola Hidatidosa1
I. Abortus
A. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu
hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 1
Sedang menurut FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22
minggu, bila berat janin tidak diketahui.1
B. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.
2
Kelainan ini biasanya menyababkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Beberapa faktor yang menyababkan
kelainan ini antara lain kelainan kromosom, lingkungan sekitar
tempat implantasi kurang sempurna, atau pengaruh dari luar.1
2. Kelainan pada plasenta.
Misalnya end-arteries dapat terjadi dalam vili korialis dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu dan terjadi gangguan
pada janin.1
3. Faktor maternal
Penyakit seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria,
dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau
plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga
menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadi abortus.1
4. Kelainan traktus genitalia
Retroversi uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan
abortus.1
C. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.1,5
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena vili koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta
tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan
setelah ketuban pecah ialah janin, disusun beberapa waktu kemudian
plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantung
kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted
3
ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus
kompresus, maserasi, atau papiraseus.1,5
D. Klasifikasi
Abortus dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Abortus spontan : Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau
medis untuk mengosongkan uterus.
a. Abortus Imminens
Terjadinya perdarahan pervaginam, hasil konsepsi masih berada
dalam uterus tanpa adanya dilatasi serviks.1,5
Diagnosis abortus imminens ditentukan dari :
(1) Terjadinya perdarahan melalui ostium eksternum dalam
jumlah sedikit
(2) Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali
(3) Uterus membesar, sebesar usia kehamilan
(4) Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup
(5) Tes kehamilan (+)1,5
Gambar 1. Abortus Imminens1
b. Abortus Insipiens
Perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri
telah membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam
hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan
bertambah.1,5
Ciri dari abortus ini adalah :
(1) Perdarahan pervaginam
4
(2) Kontraksi makin kuat dan sering
(3) Serviks terbuka
(4) Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan
(5) Tes kehamilan (+)1,5
Gambar 2. Abortus Insipiens1
c. Missed Abortion
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati di dalam uterus
selama ≥ 8 minggu. Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang
menetap bahkan mengecil, biasanya tidak diikuti tanda-tanda
abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks, dan kontraksi.1,5
Gambar 3. Missed abortion1
d. Abortus Inkomplet
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Perdarahan abortus ini banyak sekali dan tidak berhenti sebelum
hasil konsepsi dikeluarkan.1,5
Ciri dari abortus ini yaitu perdarahan yang banyak disertai
kontraksi, kanalis servikalis masih terbuka dan sebagian jaringan
keluar.1,5
5
Gambar 4. Abortus Inkomplet1
e. Abortus Komplet
Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri sebagian besar telah
menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.1,5
Ciri dari abortus adalah perdarahan pervaginam, kontraksi uterus,
ostium serviks menutup, dan tidak ada sisa konsepsi dalam
uterus. 1,5
Gambar 5. Abortus Komplet1
f. Abortus Habitualis
Abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih secara berturut-turut.
Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi
kehamilan berakhir sebelum mencapai usia 28 minggu.1,5
Etiologi abortus habitualis yaitu :
(1) Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi
pembuahan hasilnya adalah pembuahan patologis.
(2) Kesalahan-kesalahan pada ibu yaitu disfungsi tiroid,
kesalahan korpus luteum, kesalahan plasenta, yaitu tidak
sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah
korpus luteum atrofi. Selain itu, gizi ibu (malnutrisi),
6
kelainan anatomis dalam rahim, kelainan pembuluh darah
sirkulasi pada plasenta/vili terganggu dan fetus menjadi
mati, gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus
antagonisme.1,5
g. Abortus Infeksius & abortus septik
Abortus yang disertai infeksi pada genitalia. Abortus septik
adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau
toksin ke dalam peredaran darah atau peritonium.
Diagnosis abortus infeksius ditentukan dengan adanya abortus
yang disertai gejala dan tanda infeksi alat genital seperti panas,
takikardi, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang
membesar lembek, serta nyeri tekan dan leukositosis. Apabila
terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat atau kadang
menggigil, demam tinggi, dan penurunan tekanan darah.1,5
2. Abortus Provokatus
Abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat.
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan
jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).1,5
b. Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.1.5
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Terdapat perdarahan pada masa kehamilan yang kurang dari 20
minggu dari haid terakhir. Perdarahan pervaginam mungkin disertai
keluarnya jaringan hasil konsepsi. Kadang disertai mulas atau kram
perut di daerah simfisis disertai nyeri pinggang akibat kontraksi
uterus.1,4
2. Pemeriksaan fisik
7
Keadaan umum tampak lemah atau menurun, tekanan darah normal
atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, serta suhu
badan normal atau meningkat.1,4
3. Pemeriksaan ginekologi
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta
ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta
teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai
atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, dan kavum
douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.1,4
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
(1) Darah lengkap : Kadar hemoglobin rendah, LED dan jumlah
leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
(2) Tes kehamilan : penurunan atau level plasma yang rendah
dari β-hCG secara prediktif. Hasil positif menunjukan
terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus
spontan atan kehamilan ektopik).1,4
b. Ultrasonografi
(1) USG transvaginal dapat digunakan untuk mendeteksi
kehamilan 4-5 minggu.
(2) Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5
mm (usia kehamilan 5-6 minggu).
(3) Menentukan kehamilan viabel atan non-viabel1,4
F. Penatalaksanaan
Tata laksana definitif abortus tergantung pada derajat abortus
8
a. Abortus Imminens
Pada umumnya tidak memerlukan terapi medikamentosa.
Beberapa sumber masih mengharuskan tirah baring selama 24-48
jam, sumber lain tidak mengharuskan tirah baring (dianjurkan
menghindari aktivitas fisik yang berat). Bila perdarahan berhenti,
pemantauan dilanjutkan saat perawatan antenatal guna menilai
kembali jika terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahan tidak berhenti,
nilai kembali viabilitas fetal (tes kehamilan dan USG).1,3
Tidak dianjurkan memberikan terpi hormonal (estrogen atau
progesteron) atau agen tokolitik (albutamol atau indometasin) karena
tidak dapat mencegah terjadinya keguguran.1,3
b. Abortus Insipiens
Bila usia kehamilan kurang dari 16 minggu, rencanakan untuk
melakukan evakuasi isi uterus. Bila evakuasi tidak memungkinkan
untuk segera dilakukan :
(1) Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit
bila perlu) atai misoprostrol 400ug oral (dapat diulang sekali
setelah 4 jam bila perlu).
(2) Rencanakan evakuasi hasil konsepsi dari uterus sesegera
mungkin.1,3
Bila usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
(1) Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi
isi uterus untuk membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih
tertinggal.
(2) Jika memungkinkan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan
intravena (salin normal atau Ringer’s Laktat) dengan kecepatan
40 tetes per menit guna membantu ekspulsi spontan hasil
konsepsi.
(3) Melakukan pemantauan ketat terhadap konsisi ibu pasca
tindakan.1,3
9
c. Abortus inkomplit
Bila perdarahan ringan dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
dapat dilakukan pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks
dengan jari atau ring (sponge) forceps.1,3
Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan :
(1) Aspirasi vakum manual
Indikasi aspirasi vakum manual pada kasus abortus: abortus
insipiens atau inkomplit kurang dari 16 minggu (sumber lain
kurang dari 12 minggu). Menurut beberapa sumber, aspirasi vakum
menunjukan risiko komplikasi (perdarahan hebat, infeksim trauma
serviks, perforasi) yang lebih rendah dibandingkan dengan kuret
tajam. Prosedurnya tidak memerlukan anestesi umum dan memiliki
efektivitas yang cukup baik (presentasi evakuasi komplit rata-rata >
98%).1,3
(2) Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan,
berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila
diperlukan) atau misoprostol 400 Ug oral, dapat dihitung setelah 4
jam bila diperlukan.1,3
Bila kehamilan lebih dari 16 minggu :
(1) Infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (saline normal
atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tpm sampai ekspulsi
konsepsi terjadi.
(2) Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 100 ug pervaginam tiap 4
jam hingga terjadi ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 ug.
(3) Mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus.
Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu
pasca tindakan.1,3
d. Abortus komplit
Evakuasi hasil konsepsi dari uterus biasanya tidak diperlukan.
Lakukan pemantauan pada perdarahan yang berat.1,3
10
G. Komplikasi
a. Perdarahan
Dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. 1,5
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiporetrofleksi. Jika ada tanda bahaya, perlu segera
dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk perforasi,
penjahitan luka perforasi atau histerektomi.1,5
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering
pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis
dan antisepsis. 1,5
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat (syok endoseptik).1,5
2.1 Kehamilan Ektopik
A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan yang pertumbuhan sel
telur yang telah dibuahi spermatozoa berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uterus. Pengertian kehamilan ektopik lebih luas
daripada kehamilan ekstrauterin karena kehamilan interstitial, kehamilan
kornu uteri divertikel dan kanalis servikalis masih termasuk kehamilan
intrauterin tertapi bersifat ektopik.1
Kehamilan ektopik dapat terjadi di beberapa lokasi seperti yang
terdapat pada gambar:
11
Gambar 6. Lokasi kehamilan ektopik1
B. Faktor Risiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa
faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :
1. Faktor tuba :
Faktor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping
b. hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok-kelok panjang
dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi secara baik.
c. Pascaoperasi rekanalisasi tuba dan sterilisasi yang tak sempurna
d. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.1,5
Faktor dinding tuba:
a. Endometriosis tuba
b. Divertikel tuba1,5
Faktor di luar dinding tuba
a. Perlengketan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba1,5
12
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian
terhenti dan tumbuh di saluran tuba.1,5
3. Faktor lain
a. Penggunaan kontrasepsi IUD dan pil progesterone : kehamilan
ektopik dapat meningkat apabila ketika hamil masih
menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang hanya
mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan
ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di
saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim. Pemakaian IUD dimana proses
peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.1,5
b. Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali
dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan
merokok menyababkan penundaan masa ovulasi, gangguan
pergerakan silia, dan penurunan kekebalan tubuh.1,5
C. Gejala Klinis
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas
dan penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya
kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur
tuba.
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum
mengalami ruptur sulit untuk diketahui, karena penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan haid
dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya amenore tergantung
pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita
tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum
haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea
dilaporkan oleh 10-25% kasus. 3,4,6
13
Nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan
ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di
samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini
juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain
seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi. 3,4,6
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir
dengan abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga
perut, maka pada setiap wanita dengan gangguan haid dan setelah
diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik, harus ditangani
dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada
sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika
terlambat diatasi dapat membahayakan jiwa penderita. 3,4,6
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-
beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut
sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas. Nyeri merupakan
keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada
ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba- tiba dan
intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan
penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat
serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung
ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula terdapat
dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,
rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan
bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi
nyeri.3,4,6
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
KET. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak
banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan
dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan hCG.3,4,6
14
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan
pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan
rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang
nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri
raba. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di
samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak
lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum
Douglas.3,4,6
D. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi
secara kolumner atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu
telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna,
dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.5,6
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus
luteum graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek.
Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati,
desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan
berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam
yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan
disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif. 5,6
15
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib
kehamilan dalam tuba yaitu
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
2. Abortus ke dalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba.5,6
E. Diagnosis
Anamnesis: haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan
kadang- kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda.2 Nyeri
abdominal terutama bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada
trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang
mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri
abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga
sensitif.5,6
Pada kehamilan ektopik terganggu pemeriksaan fisik akan lebih
nyata yaitu :
a. Tanda-tanda syok : hipotensi, takikardia, pucat, ekstremitas dingin
b. Abdomen akut : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
lepas, dan nyeri ketok pada dinding perut
c. Pemeriksaan ginekologis : servik teraba lunak, nyeri tekan dan
nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar kadang-
kadang sulit dinilai karena nyaeri abdomen hebat, kavum Douglas
menonjol karena terisi darah.5,6
Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan konsentrasi hormon β-
hCG dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal
pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi
serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin
ialah 20–50 IU/L.5 Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil
konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan hCG menurun dan
16
menyebabkan tes negatif.2 Tes kehamilan positif juga tidak dapat
mengidentifikasi lokasi kantung gestasional.1
Kuldosentesis: adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
apakah terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna
untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.1
Gambar 7. Kuldosentesis
USG: Cara yang terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan
intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan
spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan
modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu. 5,6
Gambar 8. USG kehamilan ektopik
17
Laparoskopi: hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik
terakhir untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur
diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat
kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan
uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum. latum. Adanya
darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan
tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.5,6
F. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparotomi. Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan yaitu:
a. Kondisi penderita saat itu
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
c. Lokasi kehamilan ektopik
d. Kondisi anatomik organ pelvis.1,3,4
Penatalaksanaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Terapi ekspektatif
Terapi ini mencakup pengawasan gejala klinik kadar β-hCG
dan pemeriksaan USG. Kriteria untuk terapi ini adalah kadar β-hCG
menurun, kehamilan ektopik di saluran tuba, tidak ada perdarahan
yang berarti, tidak ada tanda-tanda ruptur, dan massa kehamilan
ektopik tidak lebih dari 4 cm pada dinding terbesarnya.1,3,4
b. Terapi medikamentosa
Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah (1)
kehamilan di pars ampullaris tuba belum pecah, (2) diameter
kantung gestasi kurang dari 4 cm, (3) perdarahan dalam rngga perut
kurang dari 100ml, (4) tanda vital baik dan stabil.5,6
Kontraindikasi pada pasien ulkus peptik, immunodefisiensi,
penyakit paru, hati, ginjal, hemodinamik tidak stabil, dan sensitif
dengan metrotreksat.5,6
Diberikan methotrexate 1mg/kg IV dan citovorum factor 0,1
mg/kg IM, berselang seling setiap hari selama 8 hari.5,6
18
c. Terapi operatif
Tindakan bedah dapat berupa salpingostomi atau
salpingektomi. Untuk tindakan bedah konervatif pada kehamilan
tuba ada dua alternatif tindakan yaitu linear salpingotomi atau
reseksi segmental. Keduanya bertujuan untuk mempertahankan
fungsi fertilitas ibu.1,3,4
Bila pasien mempunyai riwayat penyakit tuba dan risiko tinggi
rekurensi kehamilan ektopik, sebaiknya dilakukan salpingektomi.
Indikasi salpigektomi : cukup anak, kehamilan ektopik yang kedua
kali pada tuba yang sama, perdarahan yang tiak terkontrol, kerusakan
tuba yang berat.5,6
II.Mola Hidatidosa
A. Definisi
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa
berasal dari kata Hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah
kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang patologis)
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan hidropik menyerupai buah anggur atau mata
ikan.5 Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete
mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai
Mola Parsialis atau Partial mole.7,8
B. Etiologi
Penyebab dari mola tidak diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola.
1. Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblas.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, dan
lemak hewani.
5. Paritas tinggi.
19
6. Umur, risiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun.
7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
8. Suku bangsa (ras) dan faktor geografi yang belum jelas.7,8
C. Patogenesis
Patogenesis penyakit ini dapat diterangkan oleh beberapa teori,
yaitu:
1. Teori missed abortion
Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat
dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan
gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami
hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari
sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi
kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut
menyerupai cairan asites atau edema tetapi kaya akan HCG. 7,8
2. Teori neoplasma dari Park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel
trofoblas yang mempunyai fungsi yang abnormal pula dimana terjadi
resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-
gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya
pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-
gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah
anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.7,8
D. Diagnosis
Diagnosis dari mola hidatidosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ada.
1. Anamnesis
a. Terlambat haid (amenorea).
b. Adanya perdarahan pervaginam.
c. Perut terasa lebih besar.
d. Mual muntah yang hebat (Hiperemesis Gravidarum)
20
e. Tidak terasa adanya pergerakan anak
f. Hipertensi dalam kehamilan
g. Tanda-tanda tirotoksikosis.
h. Tanda-tanda emboli paru
i. Tampak keluar jaringan seperti buah anggur atau mata ikan
(tidak selalu ada). 7,8
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Muka dan kadang–kadang badan kelihatan pucat kekuning-
kuningan yang disebut sebagai mola face, gelembung mola yang
keluar. 7,8
b. Palpasi
Uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan, Adanya
fenomena harmonika: jika darah dan gelembung mola keluar maka
tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya
darah baru, Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen gerak
janin. 7,8
c. Auskultasi
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa
parsial mungkin dapat didengar BJJ), terdengar bising dan bunyi
khas. 7,8
d. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-
bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis
servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks. 7,8
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Yang harus diperhatikan pada hasil laboratorium adalah hormon β-
hCG, karena karakteristik penyakit ini adalah kemampuan
memproduksi β-hCG, hormon ini akan meningkat daripada
kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Ada tiga jenis
pemeriksaan β-hCG, yaitu :
21
(1) hCG kualitatif serum, terdeteksi jika kadar hCG > 5 – 10
mlU/ml
(2) hCG kualitatif urin, terdeteksi jika kadar hCG > 25 – 50
mlU/ml
(3) hCG kuantitatif urin, terdeteksi jika kadar hCG > 5 – 2juta
mlU/ml. 7,8
b. USG
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa
gambaran seperti “badai salju“ tanpa disertai kantong gestasi atau
janin. 7,8
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk
membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa.
Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat
memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa
termasuk mioma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin >
1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak
spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus inkomplit atau mioma uteri.
Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya
lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur
bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10. 7,8
Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran
sarang tawon (honey comb) atau badai salju (snow storm).
Gambaran tersebut tampak pada gambar 9. Pada 20-50% kasus
dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah adneksa.
Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat
diketahui keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan palpasi
bimanual. USG dapat mendeteksi adanya kista teka lutein oleh
karena itu untuk mengetahui ada tidaknya kista teka lutein
dipergunakan USG
22
Gambar 9. Pemeriksaan USG pada mola hidatidosa komplit
c. Amniografi
d. T3 dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.7,8
E. Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding dari mola hidatidosa, yaitu:
1. Abortus
2. Kehamilan ganda
3. Kehamilan dengan mioma
4. Hidramnion 7,8
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1. Perbaiki keadaan umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum
penderita harus distabilkan dahulu. Tindakan yang dilakukan sebelum
penderita dalam keadaan stabil, dapat merangsang terjadinya syok
ireversibel, eklampsi atau krisis tiroid yang dapat menyebabkan
kematian. Tergantung pada bentuk penyulitnya, kepada penderita harus
diberikan :
a. Koreksi dehidrasi
b. Tranfusi darah, pada anemia (Hb <8 gr%) atau untuk mengatasi
syok hipovolemik
c. Antihipertensi/ antikonvulsi, seperti pada terapi preeklamsi/
eklamsia
d. Obat anti tiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam
23
e. Untuk emboli paru hanya diberikan terapi suportif, terutama
oksigenasi dan antikoagulan sampai gejala akutnya hilang. Jika
perlu dirawat di ICU. 7,8
2. Pengeluaran jaringan mola
a. Kuretase
Kuret vakum merupakan metode terpilih karena lebih aman, cepat,
dan efektif untuk mengevakuasi jaringan mola. Kuretase dilakukan
langsung apabila ada pembukaan kira-kira sebesar 1 jari: jaringan
mola telah keluar dan keadaan umum pasien stabil, yaitu jika
pemeriksaan DPL, kadar β-hCG, serta foto thorax selesai.
Sedangkan apabila jaringan mola belum keluar, dilakukan dilatasi
kanalis servik dengan batang laminaria dan kuretase dilakukan 24
jam kemudian, dan sebelum kuretase diberikan infus dekstrosa 5%,
uterotonika (oksitosin) dan narkoleptik. Oksitosin diberikan 10
mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % atau dengan penyuntikan 2 ½
satuan oksitosin tiap setengah jam sebanyak 6 kali. Seluruh hasil
kerokan di PA. Kira-kira 10-14 hari sesudah kerokan itu dilakukan
kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa
uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi
sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu,
makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan. 7,8
b. Histerektomi
Histerektomi dilakukan untuk mengurangi frekuensi terjadinya
penyakit trofoblas ganas. Histerektomi hanya dilakukan pada
penderita umur 35 tahun ke atas dengan jumlah anak hidup tiga
atau lebih. Histerektomi dapat dilakukan dengan jaringan mola
intoto atau setelah kuretase. Apabila terdapat kista lutein, maka
ovarium harus dipertahankan karena ovarium akan kembali ke
ukuran normal setelah titer -hCG turun.
Pada mola hidatidosa parsial setelah dilakukan evakuasi,
selanjutnya tidak perlu tindakan apa-apa. Histerektomi dan upaya
profilaksis lainnya tidak dianjurkan. Kejadian koriokarsinoma
24
setelah histerektomi hanya 2,8% sedangkan sesudah kuretase
8,4%.7,8
3. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika
Terapi ini diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi
keganasan, misalnya pada umur tua (>35 tahun), riwayat kehamilan
mola sebelumnya, dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan
histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang
mencurigakan.8 Kemoterapi masih menjadi perdebatan karena efek
sampingnya yang cukup besar walaupun beberapa penelitian
menunjukkan penurunan insidensi. Biasanya diberikan methotrexate
(MTX) atau actinomycin D. Kadar β-hCG di atas 100.000 IU/L
praevakuasi dianggap sebagai risiko tinggi untuk perubahan ke arah
ganas, pertimbangkan untuk memberikan MTX 3x5 mg sehari selama
5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Pada
pemberian MTX diikuti dengan pemberian asam folat 10 mg 3 kali
sehari (sebagai antidotum MTX) dan cursil 35 mg 2 kali sehari
(sebagai hepatoprotektor). Dapat juga diberikan actinomycin D 12
μg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut tanpa antidot maupun
hepatoprotektor. 7,8
G. Komplikasi
1. Komplikasi non maligna
a. Perforasi Uterus, selama kehamilan kadang-kadang terjadi
perforasi uterus dan jika terjadi perforasi maka kuretase harus
dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk
mengetahui tempat terjadinya perforasi.
b. Perdarahan, komplikasi yang terjadi sebelum, selama, dan bahkan
setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena
diberikan sebelum memulai tindakan untuk mengurangi terjadi
perdarahan.
c. DIC, faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas
fibinolitik. Semua pasien diskrining untuk melihat adanya
koagulopati.
25
d. Embolisme tropoblastik, dapat menyebabkan insufisiensi
pernapasan akut. Faktor risiko terbesar terjadi pada uterus yang
lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu.
Keadaan ini bisa fatal.
e. Infeksi pada sevikal atau vaginal, perforasi pada dinding uterus
yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran
infeksi. 7,8
2. Komplikasi maligna
Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20% kasus mola
dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya.Setelah
mola komplit invasi uteri terjadi pada 15% pasien dan metastase
teerjadi pada 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang
dilaporkan setelah terjadi mola inkomplit meskipun ada juga yang
menjadi penyakit trofoblastik non metastase yang menetap yang
membutuhkan kemoterapi. 7,8
H. Prognosis
Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnosa dini
dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien
cenderung untuk menderita anemia dan perdarahan kronis.Infeksi dan
sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang
tinggi. 7,8
26
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan pada trimester 1 adalah perdarahan melalui vagina yang terjadi
pada trimester I atau masa kehamilan dalam 12 minggu. Perdarahan ini biasanya
disebabkan oleh komplikasi kehamilan yang mengarah pada abortus, mola
hidatidosa, dan kehamilan ektopik.
1. Abortus dibagi atas:
a. Abortus spontan
b. Abortus provokatos/ Abortus yang disengaja
c. Abortus septik
2. Molahidatidosa, merupakan proliferasi abnormal dari vili khorialis
3. Kehamilan ektopik, yakni kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga
uterus
Perdarahan pada kehamilan trimester I dapat dicegah dengan:
1. Mengikuti pola hidup sehat seperti makan makanan bergizi, tidur teratur,
melakukan aktivitas yang tidak berlebihan serta menghindari rokok, minuman
beralkohol, makanan yang kurang masak / mentah dll.
2. Sebaiknya hubungan seks pada kehamilan trimester I dibatasi dan harus hati-
hati, karena sperma mengandung prostaglandin yang dapat menyebabkan
kontraksi rahim.
3. Segera memeriksakan diri pada dokter kandungan bila terlambat haid 2
minggu.
Perdarahan pada kehamilan trimester I secara dapat ditangani dengan:
1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu).
2. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).
3. Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penanganan syok. Jika tidak terlihat
tanda- tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat
27
memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai
penanganan syok dengan segera.
4. Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu.
28