perdarahan trimester i

42
BAB I PENDAHULUAN Salah satu masalah penting dalam obstetri adalah perdarahan. Perdarahan dalam kehamilan sendiri berarti perdarahan melalui vagina yang terjadi pada masa kehamilan, bukan perdarahan dari organ atau sistem lainnya. Perdarahan pada kehamilan adalah masalah yang cukup serius yang terjadi pada masyarakat Indonesia yang mengakibatkan mortalitas yang cukup tinggi pada ibu-ibu di Indonesia. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara drastis dengan adanya pemeriksaan- pemeriksaan dan perawatan kehamilan serta persalinan di rumah sakit, dan juga adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan penyebab kematian maternal. 1 Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana perawatan yang memungkinankan pengunaan darah dengan segera, merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri. 1 Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian maternal di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding 1

Upload: yesiwidyastuti

Post on 28-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

perdarahan trimester I

TRANSCRIPT

Page 1: Perdarahan Trimester I

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu masalah penting dalam obstetri adalah perdarahan. Perdarahan

dalam kehamilan sendiri berarti perdarahan melalui vagina yang terjadi pada masa

kehamilan, bukan perdarahan dari organ atau sistem lainnya. Perdarahan pada

kehamilan adalah masalah yang cukup serius yang terjadi pada masyarakat

Indonesia yang mengakibatkan mortalitas yang cukup tinggi pada ibu-ibu di

Indonesia. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara drastis

dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan serta

persalinan di rumah sakit, dan juga adanya fasilitas transfusi darah, namun

kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan penyebab kematian

maternal.1

Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu

maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika

komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana

perawatan yang memungkinankan pengunaan darah dengan segera, merupakan

kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri.1

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka

kematian maternal di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007

yang mencapai 228 per 100 ribu. Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad

pemerintah yang menginginkan penurunan angka kematian maternal menjadi 108

per 100.000 kelahiran hidup untuk tahun 2015 sesuai dengan target MDGs.2

Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian

ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini

ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan dalam kehamilan 40-60%,

infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%, sisanya sekitar 5% disebabkan

penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.2

1

Page 2: Perdarahan Trimester I

BAB II

PEMBAHASAN

Perdarahan pada Kehamilan Trimester I

A. Definisi

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan adalah

fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum, dilanjut dengan nidasi

atau implantasi. Kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40

minggu, terbagi dalam 3 trimester. Trimester pertama berlangsung dalam 12

minggu, trimester kedua dimulai dari minggu ke-13 sampai minggu ke-27,

dan trimester ketiga dimulai dari minggu ke-28 hingga minggu ke-40.1

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah perdarahan,

dan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Perdarahan pada trimester 1

adalah perdarahan melalui vagina yang terjadi pada trimester I atau masa

kehamilan dalam 12 minggu.1

B. Etiologi

Penyebab perdarahan pada kehamilan trimester I adalah :

1. Abortus

2. Kehamilan Ektopik

3. Mola Hidatidosa1

I. Abortus

A. Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu

hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang

dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 1

Sedang menurut FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22

minggu, bila berat janin tidak diketahui.1

B. Etiologi

Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.

2

Page 3: Perdarahan Trimester I

Kelainan ini biasanya menyababkan abortus pada kehamilan

sebelum usia 8 minggu. Beberapa faktor yang menyababkan

kelainan ini antara lain kelainan kromosom, lingkungan sekitar

tempat implantasi kurang sempurna, atau pengaruh dari luar.1

2. Kelainan pada plasenta.

Misalnya end-arteries dapat terjadi dalam vili korialis dan

menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu dan terjadi gangguan

pada janin.1

3. Faktor maternal

Penyakit seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria,

dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau

plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga

menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadi abortus.1

4. Kelainan traktus genitalia

Retroversi uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan

abortus.1

C. Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis

kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut

menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,

sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini

menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.1,5

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya

dikeluarkan seluruhnya karena vili koriales belum menembus desidua

secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi

koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta

tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak

perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan

setelah ketuban pecah ialah janin, disusun beberapa waktu kemudian

plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantung

kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted

3

Page 4: Perdarahan Trimester I

ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus

kompresus, maserasi, atau papiraseus.1,5

D. Klasifikasi

Abortus dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Abortus spontan : Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau

medis untuk mengosongkan uterus.

a. Abortus Imminens

Terjadinya perdarahan pervaginam, hasil konsepsi masih berada

dalam uterus tanpa adanya dilatasi serviks.1,5

Diagnosis abortus imminens ditentukan dari :

(1) Terjadinya perdarahan melalui ostium eksternum dalam

jumlah sedikit

(2) Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali

(3) Uterus membesar, sebesar usia kehamilan

(4) Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup

(5) Tes kehamilan (+)1,5

Gambar 1. Abortus Imminens1

b. Abortus Insipiens

Perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu

dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri

telah membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam

hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan

bertambah.1,5

Ciri dari abortus ini adalah :

(1) Perdarahan pervaginam

4

Page 5: Perdarahan Trimester I

(2) Kontraksi makin kuat dan sering

(3) Serviks terbuka

(4) Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan

(5) Tes kehamilan (+)1,5

Gambar 2. Abortus Insipiens1

c. Missed Abortion

Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati di dalam uterus

selama ≥ 8 minggu. Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang

menetap bahkan mengecil, biasanya tidak diikuti tanda-tanda

abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks, dan kontraksi.1,5

Gambar 3. Missed abortion1

d. Abortus Inkomplet

Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20

minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

Perdarahan abortus ini banyak sekali dan tidak berhenti sebelum

hasil konsepsi dikeluarkan.1,5

Ciri dari abortus ini yaitu perdarahan yang banyak disertai

kontraksi, kanalis servikalis masih terbuka dan sebagian jaringan

keluar.1,5

5

Page 6: Perdarahan Trimester I

Gambar 4. Abortus Inkomplet1

e. Abortus Komplet

Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita

ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri sebagian besar telah

menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.1,5

Ciri dari abortus adalah perdarahan pervaginam, kontraksi uterus,

ostium serviks menutup, dan tidak ada sisa konsepsi dalam

uterus. 1,5

Gambar 5. Abortus Komplet1

f. Abortus Habitualis

Abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih secara berturut-turut.

Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi

kehamilan berakhir sebelum mencapai usia 28 minggu.1,5

Etiologi abortus habitualis yaitu :

(1) Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi

pembuahan hasilnya adalah pembuahan patologis.

(2) Kesalahan-kesalahan pada ibu yaitu disfungsi tiroid,

kesalahan korpus luteum, kesalahan plasenta, yaitu tidak

sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah

korpus luteum atrofi. Selain itu, gizi ibu (malnutrisi),

6

Page 7: Perdarahan Trimester I

kelainan anatomis dalam rahim, kelainan pembuluh darah

sirkulasi pada plasenta/vili terganggu dan fetus menjadi

mati, gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus

antagonisme.1,5

g. Abortus Infeksius & abortus septik

Abortus yang disertai infeksi pada genitalia. Abortus septik

adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau

toksin ke dalam peredaran darah atau peritonium.

Diagnosis abortus infeksius ditentukan dengan adanya abortus

yang disertai gejala dan tanda infeksi alat genital seperti panas,

takikardi, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang

membesar lembek, serta nyeri tekan dan leukositosis. Apabila

terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat atau kadang

menggigil, demam tinggi, dan penurunan tekanan darah.1,5

2. Abortus Provokatus

Abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun

alat-alat.

a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)

Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri,

dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan

jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).1,5

b. Abortus Kriminalis

Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak

legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.1.5

E. Diagnosis

1. Anamnesis

Terdapat perdarahan pada masa kehamilan yang kurang dari 20

minggu dari haid terakhir. Perdarahan pervaginam mungkin disertai

keluarnya jaringan hasil konsepsi. Kadang disertai mulas atau kram

perut di daerah simfisis disertai nyeri pinggang akibat kontraksi

uterus.1,4

2. Pemeriksaan fisik

7

Page 8: Perdarahan Trimester I

Keadaan umum tampak lemah atau menurun, tekanan darah normal

atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, serta suhu

badan normal atau meningkat.1,4

3. Pemeriksaan ginekologi

a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil

konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.

b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau

sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta

ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.

c. Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta

teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai

atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio

digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, dan kavum

douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.1,4

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

(1) Darah lengkap : Kadar hemoglobin rendah, LED dan jumlah

leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.

(2) Tes kehamilan : penurunan atau level plasma yang rendah

dari β-hCG secara prediktif. Hasil positif menunjukan

terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus

spontan atan kehamilan ektopik).1,4

b. Ultrasonografi

(1) USG transvaginal dapat digunakan untuk mendeteksi

kehamilan 4-5 minggu.

(2) Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5

mm (usia kehamilan 5-6 minggu).

(3) Menentukan kehamilan viabel atan non-viabel1,4

F. Penatalaksanaan

Tata laksana definitif abortus tergantung pada derajat abortus

8

Page 9: Perdarahan Trimester I

a. Abortus Imminens

Pada umumnya tidak memerlukan terapi medikamentosa.

Beberapa sumber masih mengharuskan tirah baring selama 24-48

jam, sumber lain tidak mengharuskan tirah baring (dianjurkan

menghindari aktivitas fisik yang berat). Bila perdarahan berhenti,

pemantauan dilanjutkan saat perawatan antenatal guna menilai

kembali jika terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahan tidak berhenti,

nilai kembali viabilitas fetal (tes kehamilan dan USG).1,3

Tidak dianjurkan memberikan terpi hormonal (estrogen atau

progesteron) atau agen tokolitik (albutamol atau indometasin) karena

tidak dapat mencegah terjadinya keguguran.1,3

b. Abortus Insipiens

Bila usia kehamilan kurang dari 16 minggu, rencanakan untuk

melakukan evakuasi isi uterus. Bila evakuasi tidak memungkinkan

untuk segera dilakukan :

(1) Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit

bila perlu) atai misoprostrol 400ug oral (dapat diulang sekali

setelah 4 jam bila perlu).

(2) Rencanakan evakuasi hasil konsepsi dari uterus sesegera

mungkin.1,3

Bila usia kehamilan lebih dari 16 minggu:

(1) Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi

isi uterus untuk membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih

tertinggal.

(2) Jika memungkinkan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan

intravena (salin normal atau Ringer’s Laktat) dengan kecepatan

40 tetes per menit guna membantu ekspulsi spontan hasil

konsepsi.

(3) Melakukan pemantauan ketat terhadap konsisi ibu pasca

tindakan.1,3

9

Page 10: Perdarahan Trimester I

c. Abortus inkomplit

Bila perdarahan ringan dan kehamilan kurang dari 16 minggu,

dapat dilakukan pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks

dengan jari atau ring (sponge) forceps.1,3

Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan kurang dari 16

minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan :

(1) Aspirasi vakum manual

Indikasi aspirasi vakum manual pada kasus abortus: abortus

insipiens atau inkomplit kurang dari 16 minggu (sumber lain

kurang dari 12 minggu). Menurut beberapa sumber, aspirasi vakum

menunjukan risiko komplikasi (perdarahan hebat, infeksim trauma

serviks, perforasi) yang lebih rendah dibandingkan dengan kuret

tajam. Prosedurnya tidak memerlukan anestesi umum dan memiliki

efektivitas yang cukup baik (presentasi evakuasi komplit rata-rata >

98%).1,3

(2) Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan,

berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila

diperlukan) atau misoprostol 400 Ug oral, dapat dihitung setelah 4

jam bila diperlukan.1,3

Bila kehamilan lebih dari 16 minggu :

(1) Infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (saline normal

atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tpm sampai ekspulsi

konsepsi terjadi.

(2) Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 100 ug pervaginam tiap 4

jam hingga terjadi ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 ug.

(3) Mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus.

Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu

pasca tindakan.1,3

d. Abortus komplit

Evakuasi hasil konsepsi dari uterus biasanya tidak diperlukan.

Lakukan pemantauan pada perdarahan yang berat.1,3

10

Page 11: Perdarahan Trimester I

G. Komplikasi

a. Perdarahan

Dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. 1,5

b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus

dalam posisi hiporetrofleksi. Jika ada tanda bahaya, perlu segera

dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk perforasi,

penjahitan luka perforasi atau histerektomi.1,5

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,

tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering

pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis

dan antisepsis. 1,5

d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)

dan karena infeksi berat (syok endoseptik).1,5

2.1 Kehamilan Ektopik

A. Definisi

Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan yang pertumbuhan sel

telur yang telah dibuahi spermatozoa berimplantasi dan tumbuh di luar

endometrium kavum uterus. Pengertian kehamilan ektopik lebih luas

daripada kehamilan ekstrauterin karena kehamilan interstitial, kehamilan

kornu uteri divertikel dan kanalis servikalis masih termasuk kehamilan

intrauterin tertapi bersifat ektopik.1

Kehamilan ektopik dapat terjadi di beberapa lokasi seperti yang

terdapat pada gambar:

11

Page 12: Perdarahan Trimester I

Gambar 6. Lokasi kehamilan ektopik1

B. Faktor Risiko

Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan

ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa

faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :

1. Faktor tuba :

Faktor dalam lumen tuba

a. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau

membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping

b. hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok-kelok panjang

dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi secara baik.

c. Pascaoperasi rekanalisasi tuba dan sterilisasi yang tak sempurna

d. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.1,5

Faktor dinding tuba:

a. Endometriosis tuba

b. Divertikel tuba1,5

Faktor di luar dinding tuba

a. Perlengketan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat

menghambat perjalanan telur

b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen

tuba1,5

12

Page 13: Perdarahan Trimester I

2. Faktor abnormalitas dari zigot

Tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot

akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian

terhenti dan tumbuh di saluran tuba.1,5

3. Faktor lain

a. Penggunaan kontrasepsi IUD dan pil progesterone : kehamilan

ektopik dapat meningkat apabila ketika hamil masih

menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang hanya

mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan

ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di

saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk

berimplantasi ke dalam rahim. Pemakaian IUD dimana proses

peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan

endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.1,5

b. Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali

dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan

merokok menyababkan penundaan masa ovulasi, gangguan

pergerakan silia, dan penurunan kekebalan tubuh.1,5

C. Gejala Klinis

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas

dan penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya

kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur

tuba.

1. Kehamilan ektopik belum terganggu

Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum

mengalami ruptur sulit untuk diketahui, karena penderita tidak

menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan haid

dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya amenore tergantung

pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita

tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum

haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea

dilaporkan oleh 10-25% kasus. 3,4,6

13

Page 14: Perdarahan Trimester I

Nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan

ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di

samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini

juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain

seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi. 3,4,6

Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir

dengan abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga

perut, maka pada setiap wanita dengan gangguan haid dan setelah

diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik, harus ditangani

dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada

sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika

terlambat diatasi dapat membahayakan jiwa penderita. 3,4,6

2. Kehamilan ektopik terganggu

Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-

beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut

sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas. Nyeri merupakan

keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada

ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba- tiba dan

intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan

penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat

serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung

ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula terdapat

dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,

rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan

bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi

nyeri.3,4,6

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada

KET. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum

uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak

banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan

dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan hCG.3,4,6

14

Page 15: Perdarahan Trimester I

Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan

pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan

rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang

nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri

raba. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di

samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak

lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum

Douglas.3,4,6

D. Patofisiologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada

dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi

secara kolumner atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu

telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.

Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi

dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi

secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.

Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba

oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan

pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna,

dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam

lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,

seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya

perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.5,6

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus

luteum graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek.

Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati,

desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan

berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam

yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan

disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif. 5,6

15

Page 16: Perdarahan Trimester I

Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi,

sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6

sampai 10 minggu. Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib

kehamilan dalam tuba yaitu

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi

2. Abortus ke dalam lumen tuba

3. Ruptur dinding tuba.5,6

E. Diagnosis

Anamnesis: haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan

kadang- kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda.2 Nyeri

abdominal terutama bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada

trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang

mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri

abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga

sensitif.5,6

Pada kehamilan ektopik terganggu pemeriksaan fisik akan lebih

nyata yaitu :

a. Tanda-tanda syok : hipotensi, takikardia, pucat, ekstremitas dingin

b. Abdomen akut : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri

lepas, dan nyeri ketok pada dinding perut

c. Pemeriksaan ginekologis : servik teraba lunak, nyeri tekan dan

nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar kadang-

kadang sulit dinilai karena nyaeri abdomen hebat, kavum Douglas

menonjol karena terisi darah.5,6

Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan konsentrasi hormon β-

hCG dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal

pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi

serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin

ialah 20–50 IU/L.5 Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan

kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil

konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan hCG menurun dan

16

Page 17: Perdarahan Trimester I

menyebabkan tes negatif.2 Tes kehamilan positif juga tidak dapat

mengidentifikasi lokasi kantung gestasional.1

Kuldosentesis: adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui

apakah terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna

untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.1

Gambar 7. Kuldosentesis

USG: Cara yang terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan

intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan

spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan

modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu. 5,6

Gambar 8. USG kehamilan ektopik

17

Page 18: Perdarahan Trimester I

Laparoskopi: hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik

terakhir untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur

diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat

kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan

uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum. latum. Adanya

darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan

tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.5,6

F. Penatalaksanaan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah

laparotomi. Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan

dan dipertimbangkan yaitu:

a. Kondisi penderita saat itu

b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya

c. Lokasi kehamilan ektopik

d. Kondisi anatomik organ pelvis.1,3,4

Penatalaksanaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

a. Terapi ekspektatif

Terapi ini mencakup pengawasan gejala klinik kadar β-hCG

dan pemeriksaan USG. Kriteria untuk terapi ini adalah kadar β-hCG

menurun, kehamilan ektopik di saluran tuba, tidak ada perdarahan

yang berarti, tidak ada tanda-tanda ruptur, dan massa kehamilan

ektopik tidak lebih dari 4 cm pada dinding terbesarnya.1,3,4

b. Terapi medikamentosa

Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah (1)

kehamilan di pars ampullaris tuba belum pecah, (2) diameter

kantung gestasi kurang dari 4 cm, (3) perdarahan dalam rngga perut

kurang dari 100ml, (4) tanda vital baik dan stabil.5,6

Kontraindikasi pada pasien ulkus peptik, immunodefisiensi,

penyakit paru, hati, ginjal, hemodinamik tidak stabil, dan sensitif

dengan metrotreksat.5,6

Diberikan methotrexate 1mg/kg IV dan citovorum factor 0,1

mg/kg IM, berselang seling setiap hari selama 8 hari.5,6

18

Page 19: Perdarahan Trimester I

c. Terapi operatif

Tindakan bedah dapat berupa salpingostomi atau

salpingektomi. Untuk tindakan bedah konervatif pada kehamilan

tuba ada dua alternatif tindakan yaitu linear salpingotomi atau

reseksi segmental. Keduanya bertujuan untuk mempertahankan

fungsi fertilitas ibu.1,3,4

Bila pasien mempunyai riwayat penyakit tuba dan risiko tinggi

rekurensi kehamilan ektopik, sebaiknya dilakukan salpingektomi.

Indikasi salpigektomi : cukup anak, kehamilan ektopik yang kedua

kali pada tuba yang sama, perdarahan yang tiak terkontrol, kerusakan

tuba yang berat.5,6

II.Mola Hidatidosa

A. Definisi

Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa

berasal dari kata Hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah

kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang patologis)

dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis

mengalami perubahan hidropik menyerupai buah anggur atau mata

ikan.5 Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete

mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai

Mola Parsialis atau Partial mole.7,8

B. Etiologi

Penyebab dari mola tidak diketahui secara pasti, namun ada

beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola.

1. Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk

dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari trofoblas.

3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.

4. Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, dan

lemak hewani.

5. Paritas tinggi.

19

Page 20: Perdarahan Trimester I

6. Umur, risiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun.

7. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

8. Suku bangsa (ras) dan faktor geografi yang belum jelas.7,8

C. Patogenesis

Patogenesis penyakit ini dapat diterangkan oleh beberapa teori,

yaitu:

1. Teori missed abortion

Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat

dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan

gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami

hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari

sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi

kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut

menyerupai cairan asites atau edema tetapi kaya akan HCG. 7,8

2. Teori neoplasma dari Park

Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel

trofoblas yang mempunyai fungsi yang abnormal pula dimana terjadi

resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul

gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan

kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-

gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya

pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-

gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah

anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.7,8

D. Diagnosis

Diagnosis dari mola hidatidosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ada.

1. Anamnesis

a. Terlambat haid (amenorea).

b. Adanya perdarahan pervaginam.

c. Perut terasa lebih besar.

d. Mual muntah yang hebat (Hiperemesis Gravidarum)

20

Page 21: Perdarahan Trimester I

e. Tidak terasa adanya pergerakan anak

f. Hipertensi dalam kehamilan

g. Tanda-tanda tirotoksikosis.

h. Tanda-tanda emboli paru

i. Tampak keluar jaringan seperti buah anggur atau mata ikan

(tidak selalu ada). 7,8

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Muka dan kadang–kadang badan kelihatan pucat kekuning-

kuningan yang disebut sebagai mola face, gelembung mola yang

keluar. 7,8

b. Palpasi

Uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan, Adanya

fenomena harmonika: jika darah dan gelembung mola keluar maka

tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya

darah baru, Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen gerak

janin. 7,8

c. Auskultasi

Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa

parsial mungkin dapat didengar BJJ), terdengar bising dan bunyi

khas. 7,8

d. Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-

bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis

servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks. 7,8

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Yang harus diperhatikan pada hasil laboratorium adalah hormon β-

hCG, karena karakteristik penyakit ini adalah kemampuan

memproduksi β-hCG, hormon ini akan meningkat daripada

kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Ada tiga jenis

pemeriksaan β-hCG, yaitu :

21

Page 22: Perdarahan Trimester I

(1) hCG kualitatif serum, terdeteksi jika kadar hCG > 5 – 10

mlU/ml

(2) hCG kualitatif urin, terdeteksi jika kadar hCG > 25 – 50

mlU/ml

(3) hCG kuantitatif urin, terdeteksi jika kadar hCG > 5 – 2juta

mlU/ml. 7,8

b. USG

Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa

gambaran seperti “badai salju“ tanpa disertai kantong gestasi atau

janin. 7,8

USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk

membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa.

Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat

memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa

termasuk mioma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin >

1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak

spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan

anembrionik, missed abortion, abortus inkomplit atau mioma uteri.

Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya

lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur

bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10. 7,8

Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran

sarang tawon (honey comb) atau badai salju (snow storm).

Gambaran tersebut tampak pada gambar 9. Pada 20-50% kasus

dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah adneksa.

Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat

diketahui keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan palpasi

bimanual. USG dapat mendeteksi adanya kista teka lutein oleh

karena itu untuk mengetahui ada tidaknya kista teka lutein

dipergunakan USG

22

Page 23: Perdarahan Trimester I

Gambar 9. Pemeriksaan USG pada mola hidatidosa komplit

c. Amniografi

d. T3 dan T4

Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.7,8

E. Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding dari mola hidatidosa, yaitu:

1. Abortus

2. Kehamilan ganda

3. Kehamilan dengan mioma

4. Hidramnion 7,8

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu :

1. Perbaiki keadaan umum

Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum

penderita harus distabilkan dahulu. Tindakan yang dilakukan sebelum

penderita dalam keadaan stabil, dapat merangsang terjadinya syok

ireversibel, eklampsi atau krisis tiroid yang dapat menyebabkan

kematian. Tergantung pada bentuk penyulitnya, kepada penderita harus

diberikan :

a. Koreksi dehidrasi

b. Tranfusi darah, pada anemia (Hb <8 gr%) atau untuk mengatasi

syok hipovolemik

c. Antihipertensi/ antikonvulsi, seperti pada terapi preeklamsi/

eklamsia

d. Obat anti tiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam

23

Page 24: Perdarahan Trimester I

e. Untuk emboli paru hanya diberikan terapi suportif, terutama

oksigenasi dan antikoagulan sampai gejala akutnya hilang. Jika

perlu dirawat di ICU. 7,8

2. Pengeluaran jaringan mola

a. Kuretase

Kuret vakum merupakan metode terpilih karena lebih aman, cepat,

dan efektif untuk mengevakuasi jaringan mola. Kuretase dilakukan

langsung apabila ada pembukaan kira-kira sebesar 1 jari: jaringan

mola telah keluar dan keadaan umum pasien stabil, yaitu jika

pemeriksaan DPL, kadar β-hCG, serta foto thorax selesai.

Sedangkan apabila jaringan mola belum keluar, dilakukan dilatasi

kanalis servik dengan batang laminaria dan kuretase dilakukan 24

jam kemudian, dan sebelum kuretase diberikan infus dekstrosa 5%,

uterotonika (oksitosin) dan narkoleptik. Oksitosin diberikan 10

mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % atau dengan penyuntikan 2 ½

satuan oksitosin tiap setengah jam sebanyak 6 kali. Seluruh hasil

kerokan di PA. Kira-kira 10-14 hari sesudah kerokan itu dilakukan

kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa

uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi

sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu,

makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan. 7,8

b. Histerektomi

Histerektomi dilakukan untuk mengurangi frekuensi terjadinya

penyakit trofoblas ganas. Histerektomi hanya dilakukan pada

penderita umur 35 tahun ke atas dengan jumlah anak hidup tiga

atau lebih. Histerektomi dapat dilakukan dengan jaringan mola

intoto atau setelah kuretase. Apabila terdapat kista lutein, maka

ovarium harus dipertahankan karena ovarium akan kembali ke

ukuran normal setelah titer -hCG turun.

Pada mola hidatidosa parsial setelah dilakukan evakuasi,

selanjutnya tidak perlu tindakan apa-apa. Histerektomi dan upaya

profilaksis lainnya tidak dianjurkan. Kejadian koriokarsinoma

24

Page 25: Perdarahan Trimester I

setelah histerektomi hanya 2,8% sedangkan sesudah kuretase

8,4%.7,8

3. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika

Terapi ini diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi

keganasan, misalnya pada umur tua (>35 tahun), riwayat kehamilan

mola sebelumnya, dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan

histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang

mencurigakan.8 Kemoterapi masih menjadi perdebatan karena efek

sampingnya yang cukup besar walaupun beberapa penelitian

menunjukkan penurunan insidensi. Biasanya diberikan methotrexate

(MTX) atau actinomycin D. Kadar β-hCG di atas 100.000 IU/L

praevakuasi dianggap sebagai risiko tinggi untuk perubahan ke arah

ganas, pertimbangkan untuk memberikan MTX 3x5 mg sehari selama

5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Pada

pemberian MTX diikuti dengan pemberian asam folat 10 mg 3 kali

sehari (sebagai antidotum MTX) dan cursil 35 mg 2 kali sehari

(sebagai hepatoprotektor). Dapat juga diberikan actinomycin D 12

μg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut tanpa antidot maupun

hepatoprotektor. 7,8

G. Komplikasi

1. Komplikasi non maligna

a. Perforasi Uterus, selama kehamilan kadang-kadang terjadi

perforasi uterus dan jika terjadi perforasi maka kuretase harus

dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk

mengetahui tempat terjadinya perforasi.

b. Perdarahan, komplikasi yang terjadi sebelum, selama, dan bahkan

setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena

diberikan sebelum memulai tindakan untuk mengurangi terjadi

perdarahan.

c. DIC, faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas

fibinolitik. Semua pasien diskrining untuk melihat adanya

koagulopati.

25

Page 26: Perdarahan Trimester I

d. Embolisme tropoblastik, dapat menyebabkan insufisiensi

pernapasan akut. Faktor risiko terbesar terjadi pada uterus yang

lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu.

Keadaan ini bisa fatal.

e. Infeksi pada sevikal atau vaginal, perforasi pada dinding uterus

yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran

infeksi. 7,8

2. Komplikasi maligna

Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20% kasus mola

dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya.Setelah

mola komplit invasi uteri terjadi pada 15% pasien dan metastase

teerjadi pada 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang

dilaporkan setelah terjadi mola inkomplit meskipun ada juga yang

menjadi penyakit trofoblastik non metastase yang menetap yang

membutuhkan kemoterapi. 7,8

H. Prognosis

Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnosa dini

dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien

cenderung untuk menderita anemia dan perdarahan kronis.Infeksi dan

sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang

tinggi. 7,8

26

Page 27: Perdarahan Trimester I

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan pada trimester 1 adalah perdarahan melalui vagina yang terjadi

pada trimester I atau masa kehamilan dalam 12 minggu. Perdarahan ini biasanya

disebabkan oleh komplikasi kehamilan yang mengarah pada abortus, mola

hidatidosa, dan kehamilan ektopik.

1. Abortus dibagi atas:

a. Abortus spontan

b. Abortus provokatos/ Abortus yang disengaja

c. Abortus septik

2. Molahidatidosa, merupakan proliferasi abnormal dari vili khorialis

3. Kehamilan ektopik, yakni kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga

uterus

Perdarahan pada kehamilan trimester I dapat dicegah dengan:

1. Mengikuti pola hidup sehat seperti makan makanan bergizi, tidur teratur,

melakukan aktivitas yang tidak berlebihan serta menghindari rokok, minuman

beralkohol, makanan yang kurang masak / mentah dll.

2. Sebaiknya hubungan seks pada kehamilan trimester I dibatasi dan harus hati-

hati, karena sperma mengandung prostaglandin yang dapat menyebabkan

kontraksi rahim.

3. Segera memeriksakan diri pada dokter kandungan bila terlambat haid 2

minggu.

Perdarahan pada kehamilan trimester I secara dapat ditangani dengan:

1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk

tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu).

2. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik

kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).

3. Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penanganan syok. Jika tidak terlihat

tanda- tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong

melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat

27

Page 28: Perdarahan Trimester I

memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai

penanganan syok dengan segera.

4. Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan kemungkinan kehamilan ektopik

terganggu.

28