perdagangan ritel

Upload: ady-trynugraha

Post on 19-Jul-2015

121 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUANIndustri ritel terus berubah seiring dengan perubahan teknologi, perkembangan dunia usaha, dan tentunya kebutuhan konsumen. Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu sebagai pribadi maupun keluarga. Perdagangan ritel adalah pelaku terakhir dalam saluran pemasaran. Pada dasarnya pedagang ritel bertugas untuk memberikan pelayanan. Agar berhasil dalam pasar ritel yang kompetitif, peritel harus dapat menawarkan produk yang tepat, dengan harga yang tepat, pada tempat yang tepat, dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pemahaman peritel tehadap karakteristik target pasar atau konsumen yang akan dilayani merupakan hal yang sangat penting. Dalam operasionalnya peritel menjalankan beberapa fungsi antara lain membantu konsumen dalam menyediakan berbagai produk dan jasa, menjalankan fungsi memecah (bulk breaking), maupun menambah nilai produk. Secara keseluruhan, pengelolaan binis ritel membutuhkan implementasi fungsi-fungsi manajemen secara terintegrasi baik fungsi keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, maupun operasional. Pemahaman keseluruhan atas isi buku ini membutuhkan telaah menyeluruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam manajemen ritel yang diperjelas yaitu lingkup bisnis, mengembangkan strategi ritel, manajemen barang dagangan, dan manajemen toko.

TIPE PERDAGANGAN RITEL 1. Klasifikasi deskriptif Pasar ritel dibagi menjadi 2 tipe yaitu berdasarkan : a. tipe kepemilikan (type of ownership) b. tipe keragaman barang yang dijual (type of merchandise carried)

2. Klasifikasi strategic Pasar retel dibedakan berdasarkan strategi yang digunakan,yaitu : a. margin/turnover strategy b.retail price and service strategy c. strategic group classification d. gross margin merchandise type classification 3. Klasifikasi tingkat pelayanan Dibagi menajadi : a. penjualan eceran swalayan b. penjualan eceran dengan memilih dendiri Contoh : toko baju dipasar c. penjualan eceran dengan penjualan terbatas Contoh : toko elektronik d. penjualan eceran dengan pelayanan penuh Contoh : toko perhiasan,butik Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bisnis ritel adalah 4P yaitu Place,Price,Produck dan Promotion. Oleh karena itu sebelum memulia bisnis ini hendaknya kita harus sudah memahaminya dengan benar untuk memperkecil resiko kerugian. Retail Tradisional dan Retail Modern Berikut ini merupakan poin-poin pembera perdagangan ritel tradisional dan modern 1. Dukungan jejaring distribusi Ritel modern didukung oleh jejaring distribusi yang handal. Secara periodik, truk distribusi mensupplai sebuah toko ritel sehingga stok barang di toko selalu siap. Bukan itu saja, jejaring distribusi ini memungkinkan terjadinya rantai pasok

(supply chain) yang handal dan bisa menekan biaya distribusi dan biaya pengadaan barang. Ritel tradisional tidak memiliki jejaring distribusi sebagus ini. 2. Dukungan teknologi dan sistem informasi Bisa dipastikan, setiap ritel modern didukung oleh teknologi dan sistem informasi yang modern. Pemanfaatan teknologi bisa diamati di kasir. Dengan desain sistem informasi yang baik, ritel modern bisa secara lebih cepat melakukan layanan bayar sehingga waktu tunggu dan antrian dapat dipersingkat. Si Kasir tinggal menembakkan scanner pada bar code yang terdapat dalam kemasan produk, harga produk akan terdisplay di monitor komputer, dan total pembayaran bisa langsung di cetak. Lebih lanjut, sistem yang dioperasikan oleh kasir terintegrasi dengan sistem persediaan di gudang sehingga posisi terakhir persediaan bisa langsung secara real time termonitor. Bisnis retail tradisional belum mengadopsi sistem yang berbasis kemajuan teknologi ini. 3. Layout yang lebih menarik Layout barang dagangan di retail modern diatur secara lebih menarik. Barang dagang diletakkan pada rak-rak yang terkategorisasi dan eye catching. Layout ini bisa memanjakan konsumen dalam berbelanja. Pada tingkat tertentu, layout ini dapat memunculkan keputusan belanja spontan (tak terencana) karena konsumen tertarik display barang dalam rak. 4. Suasana yang nyaman Ritel modern menawarkan suasana belanja yang nyaman. Ritel modern mementingkan kebersihan ruangan, penerangan yang sangat cukup, fasilitas air conditioning, dan alunan musik. Tentunya, investasi yang tidak sedikit harus ditanamkan untuk menghadirkan suasana nyaman ini. Namun, penciptaan suasana nyaman ini akan mendorong konsumen untuk stay lebih dan berbelanja dengan tenang. Selain itu, suasana nyaman ini dapat membentuk brand image di benak konsumen sehingga mereka akan selalu memilih ritel modern untuk berbelanja. 5. Luas ruang yang memadai Ruang display di ritel modern memiliki luas ruang yang memadai. Barang yang dipajang adalah barang yang memenuhi rak saja. Selebihnya, stok barang

disimpan di gudang yang tersembunyi. Ritel tradisional tidak memisahkan ruang pajang dengan gudang. Akibatnya, barang terkesan berumpuk-tumpuk dan menyempitkan ruang belanja yang sebenarnya cukup luas. 6. Harga Murah Luasnya jejaring distribusi dan skala usaha yang besar memungkinkan ritel modern bekerja pada tingkat efisiensi yang tinggi. Alhasil, ritel modern mampu menawarkan harga yang murah. Tidak sedikit dari kalangan ritel modern menggunakan harga murah sebagai jaminan. Ritel modern berani bertaruh bahwa harga dagangannya tidak lebih mahal dari harga ritel lainnya. 7. Layanan penjaga outlet yang ramah Setiap konsumen yang masuk dalam ritel modern seringkali disambut oleh salam khas oleh para penjaga outlet. Tidak peduli apakah salamnya dijawab atau tidak, begitu konsumen membuka pintu toko, penjaga otomatis mengucapkan salam itu. Selama konsumen di dalam ruangan toko, mereka siap siaga memberikan pelayanan, mulai dari menunjukkan rak di mana barang yang dicari berada sampai dengan mengambilkan barang belanjaan. Di akhir sesi, mereka mengucapkan salam lagi dan sembari mengingatkan untuk kembali berbelanja di lain waktu. Disadari atau tidak, keramahan ini merupakan wujud dari careness terhadap konsumen. 8. Lokasi yang strategis Ritel modern dimanapun berdiri di lokasi yang strategis, dekat dengan keramaian, dan memiliki space parkir kendaraan bermotor yang cukup. Setiap orang akan setuju kalau dinyatakan bahwa lokasi yang strategis adalah salah satu pendorong atau pemicu keunggulan bersaing. Pemilihan lokasi yang strategis ini menunjukkan bahwa retail modern tidak saja menjadikan masyarakat sekitar sebagai konsumen sasaran tetapi juga mereka yang berlalu-lintas di keramaian. 9. Promosi yang massal Ritel modern yang berjaringan secara nasional mampu menyelenggarakan promosi yang bersifat massal. Secara kolektif, ritel modern bisa mempromosikan diri secara kolektif untuk menumbuhkan minat belanja konsumen. Kegiatan

promosi ini mulai dari iklan di televisi, lomba mewarnai, hadiah undian, sampai dengan souvenir belanja. Pengelolaan promosi yang teintegrasi semacam ini semakin memperkokoh branding dari retail modern pada benak konsumen dan masyarakat. 10. Marketing awareness Tidak bisa dipungkiri bahwa retail modern sangat marketing aware. Pengelolaan ritel modern sangat memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan konsumen sasaran mereka. Mereka benar-benar melakukan positioning yang tepat.

Kaidah marketing managementlainnya, terutama marketing mix (product, price, place, promotion) sangat mudah teramati dalam perputaran roda bisnis ritel modern. Singkatnya, ritel modern memang menjalankan bisnis secara modern dan tidak konvensional.

DAMPAK PERDAGANGAN RITEL TRADISIONAL DAN MODERN DALAM PRODUK AGRIBISNIS Bisnis ritel merupakan salah satu usaha yang memiliki prospek cukup baik. Teruatam jika mengamati jumlah populasi penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang diperkirakan mencapai kurang lebih 220 juta jiwa. Alhasil, rasio keberadaan ritel khusunya ritel modern apabila diabdingkan dengan total penduduk Indonesia masih menunjukkan kesenjangan yang cukup besar (satu ritel masih harus melayani 500.000 jiwa). Keberadaan ritel-ritel tradisional memang masih cukup diperlukan dalam konteks melayani segmen ekonomi bawah. Namun kemajuan teknoligi dan tuntutan kebutuhan konsumen yang terus meningkat menjadi pendorong adanya perubahan orientasi bisnis dalam lingkup bisnis ritel. Jika pada awalnya banyak bisnis ritel yang cukup dikelola secara tradisional, tanpa dukungan teknologi yang memadai, tanpa pendekatan manajemen modern dan tanpa berfokus pada kenyamanan dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Pergeseran pola perilaku belanja pelangan yang terdeteksi dari sejumlah studi yang dilakukan menunjukkan bahwa aktivitas belanja pelanggan tidak hany

dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang keperluan hidup, namun lebih mengarah pada terpenuhinya kebutuhan untuk berekreasi dan berelasi. Kondisi inilah yang mendorong bisnis ritel tardisional mulai harus peka menaggapi kebutuhan pelanggan yang belum terpemuhi (un met need) jika mereka ingin tetap bertahan hidup dalam lingkungan persaingan bisnis ritel yang semakin tajam. Bekal pemahaman terhadap konsep-konsep pengelolaan ritel modern sangat penting untuk dipahami, mengingat kegagalan dalam pengelolaan akan menumbulkan resiko kerugian yang cukup besar. Sedangkan jika seorang pelaku bisnis ritel tetap bertahan dengan pengelolaan ritel secara tradisional tidak memungkinkan untuk memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bila dihadapkan dengan semakin banyaknya ritel-ritel modern yang dikelola dengan modal yang cukup besar maupun terjadinya perubahan pola belanja konsumen yang mempunyai konsekuansi terhadap berubahnya kebutuhan mereka terhadap keberadaan sebuah ritel seperti yang telah dijelaskan di atas. Pengelolaan ritel modern skala besar dan kecil membutuhkan kesiapan pengelola dalam arti Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan, ketrampilan (baik soft maupun hard skill) dalam hal manajerial ritel modern dan sekaligus kepekaan dalam melihat peluang agar dapat memiliki kompetensi untuk bertahan dalam bisnis ritel (continous competitive advantage). Untuk itu, dipandang penting untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang manajemen ritel yang akan menambah kesiapan pengelola ritel tradisional maupun ritel modern pada umumnya dalam

mengimplementasikan semua pengetahuan dan konsep manajemen ritel modern secara terintegrasi khususnya bagi kesiapan dalam mengelola bisnis ritel modern slaka kecil dan menengah secara mandiri maupun apabila terjun sebagai bagian dari manajemen suatu perusahaan ritel skala menengah dan besar.

Contoh Kasus Retail Vins Berry Park Produk yang dikembangkan Vins Berry Park adalah buah stroberi. Buah stoberi yang diproduksi merupakan stroberi dengan menggunakan bibit impor dari California sehingga hasilbuahnya berukuran besar dan bentuk yang beranekaragam serta dengan tekstur khas stroberi California. Keunikan lainnya adalah budidaya stroberi ini menggunakan dua sistem yaitu hidroponik dalam green house dan secara organik di kebun terbuka sehingga menjadi keunggulan tersendiri bagi Vins Berry Park. Diantara buah stroberi ditanam juga beberapa jenis sayuran seperti wortel, bayam, dan bawang daun namun dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Pemasaran Vins Berry park ini menyalurkan pada berbagai retail ataupun pasar. Bila melihat Vins Berry Park yang berada di Cisarua-Lembang, itu merupakan pedagang besarnya. Namun, bila melihat pada garden cafe nya yang berada di Talaga Bodas (Bandung), itu merupakan salah satu ritelnya. Garden Cafe tersebut mendapatkan semua bahan baku dari hasil produksi yang berada di lembang.

KESIMPULAN Perdagangan ritel merupakan jenis usaha yang paling banyak dijalankan orang. Dari warung rokok pinggir jalan, warung kelontong yang dibuka di teras rumah, mini market, hingga hypermarket merupakan jenis bisnis ritel yang serung kita temukan. Selain mudah dijalankan, bisnis ritel juga serung dijadikan sebagai bisnis sampingan untuk membantu menigkatkan pendapatan keluarga. Seperti toko atau warung kelontong yang dibuka diteras rumah bisa dijalankan . begitu juga dengan modal yang diperlukan, juga bias disesuaikan dengan skala bisnis ritel yang akan dijalankan. Bila modalnya terbatas, kita dapat membuka bisnis ritel dengan jumlah barang terbatas serta konsumen yang terbatas pula. Namun ketika berkembang, usaha ini pun terbuka peluangnya untuk berkembang menjadi usaha ritel dengan skala menengah. Ritel modern di Indonesia memang memberikan beberapa manfaat, namun keberadaannya juga menuai banyak persoalan. Pertama, keberadaan ritel modern terbukti mematikan warung-warung tradisional terutama terkait dengan trend pergeseran kebiasaan konsumen di atas. Data dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menunjukkan jumlah pedagang pasar tradisional di wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan dari 96.000 orang menjadi 76.000 pedagang. APPSI juga menyebutkan bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional tutup setiap tahunnya. Selain itu, ritel modern juga tidak berkontribusi pada perkembangan, bahkan justru mematikan pemasok-pemasok kecil lokal, terutama UKM. Awalnya, pemerintah berharap UKM dapat memperoleh peran sebagai pemasok dalam ritel modern. Jumlah UKM yang menjadi pemasok ritel modern memang mencapai 67% dari total keseluruhan jumlah pemasok, namun produk yang disuplai oleh UKM hanyalah 10% dari total barang yang dijual di suatu ritel modern. Hal ini terjadi karena syarat perdagangan yang ditawarkan oleh ritel modern terlalu berat untuk dipenuhi UKM. Salah satu persyaratan yang sangat memberatkan UKM adalah listing fee.

Daftar Pustaka http://sansinto.wordpress.com/2010/02/15/manajemen-ritel/ http://agi3l.wordpress.com/2011/03/24/105/ http://multimedia-sunshine.blogspot.com/2010/02/tugas-1-managemenretail.html

http://vinsberry.blogspot.com/