perda_11_tahun_2004

39
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 Tahun 2005 TENTANG MASTER PLAN AGROPOLITAN KABUPATEN KUNINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang di Daerah agar serasi, selaras, seimbang, berdayaguna dan berhasilguna, berbudaya dan berkelanjutan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, perlu di arahkan; b. bahwa keterpaduan pelaksanaan pembangunan antar sektor, wilayah dan antar pelaku pemanfaatan ruang perlu diwujudkan; c. bahwa dalam rangka mengarahkan dan mewujudkan pemanfaatan ruang dimaksud, maka telah disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2013; d. bahwa untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan ruang dari segi Agribisnis maka perlu diatur lebih lanjut, agar dalam pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Kuningan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud huruf a, b, c dan d untuk menjamin kepastian hukum Rencana Agropolitan Kabupaten Kuningan, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

Upload: ra-naninurmayanti-potter

Post on 05-Nov-2015

218 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PERDA

TRANSCRIPT

Perda RTRW

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN

NOMOR 11 Tahun 2005

TENTANG

MASTER PLAN AGROPOLITAN KABUPATEN KUNINGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUNINGAN

Menimbang:a. bahwa pemanfaatan ruang di Daerah agar serasi, selaras, seimbang, berdayaguna dan berhasilguna, berbudaya dan berkelanjutan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, perlu di arahkan;

b. bahwa keterpaduan pelaksanaan pembangunan antar sektor, wilayah dan antar pelaku pemanfaatan ruang perlu diwujudkan;

c. bahwa dalam rangka mengarahkan dan mewujudkan pemanfaatan ruang dimaksud, maka telah disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2013;

d. bahwa untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan ruang dari segi Agribisnis maka perlu diatur lebih lanjut, agar dalam pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Kuningan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat ;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud huruf a, b, c dan d untuk menjamin kepastian hukum Rencana Agropolitan Kabupaten Kuningan, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Mengingat:1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 20 43);

3. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan ( Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2931 );

4. Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan ( Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Negara Nomor 3419);

6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan ( Lembaran Negara 1990 Nomor 78, Tambahan lembaran Negara Nomor 3437);

7. Undang undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman ( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, tambahan lembaran Negara Nomor 3478 );

8. Undang undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501 );

9. Undang undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

10. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemaran Negara Nomor 4437);11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Lembaran Negara 1999 Nomor 3888);

12. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor Tambahan Lembaran Negara Nomor );

13. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Nomor 3294);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara tahun 1996 Nomor 104);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132 Tambahan Negara Nomor 3776);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembara Negara Nomor 4156);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);

22. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Hutan Lindung;

23. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri;

24. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;

25. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 2 Seri E);

26. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 1 Tahun 2002 tentang Kewenangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2001 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 13), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2002 (Lembaran Daerah Kabupaten Kuningan Tahun 2002 Nomor 30 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 109);

27. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengundangan Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 2 Tahun 2002 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 16);

28. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 6 Tahun 2004 tentang Pola Dasar Kabupaten Kuningan (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 6 Seri D , Tambahan Lembaran Daerah Nomor 44).

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN KUNINGAN

MEMUTUSKAN

Menetapkan :PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KUNINGAN SAMPAI DENGAN TAHUN 2013.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan:

a. Daerah adalah Kabupaten Kuningan;

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kuningan;

c. Bupati adalah Bupati Kuningan;

d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan;

e. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah Rencana Struktur Tata Ruang Daerah yang mengatur sruktur dan pola Tata Ruang Wilayah Daerah;

f. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang air dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;

g. Tata Ruang adalah wujud structural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak;

h. Penataan Ruang adalah proses perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang;

i. Rancana Tata Ruang adalah hasil perencanaan Tata Ruang;

j. Wilayah adalah Ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional;

k. Pusat Pengembangan yang selanjutnya disebut WP adalah merupakan pusat pengembangan dalam rangka pemberian pelayanan berkenaan dengan segala aktifitas penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan di Daerah;

l. Pusat Pengembangan Pendukung yang selanjutnya disebut SWP adalah merupakan pusat pengembangan pendukung dalam rangka pemberian pelayanan berkenaan dengan segala aktifitas penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan di Daerah;

m. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya;

n. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan;

o. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan;

p. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;

q. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan;

r. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain;

s. Ekosistem adalah tatatan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup;

t. Daerah aliran sungai selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut;

u. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum;

v. Distrik adalah wilayah strategis yang mudah memiliki pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang potensial cepat tumbuh berdasarkan keunggulan geografis dan produk unggulan yang berorientasi pada pasar local, regional, dan global, serta mendorong perkembangan fungsinya sebagai andalan pengembangan ekonomi wilayah dan penggerak kegiatan ekonomi kawasan di sekitarnya.

w. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan begerak dalam penyelenggaraan Penataan Ruang.

BAB II

TUJUAN DAN SASARAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN

Bagian Pertama

Tujuan dan Sasaran

Pasal 2

Tujuan Penyusunan Master Plan Agropolitan Kuningan adalah:

a. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia;

b. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan;

c. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan

Pasal 4

Sasaran penyusunan Master Plan Agropolitan Kuningan adalah:

a. Menyiapkan rencana pengembangan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan;

b. Menyiapkan rencana pengembangan suatu kawasan agropolitan yang diprioritaskan dan dilengkapi dengan :

1) Konsep pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis

2) Konsep pengembangan dan penguatan kelembagaan sistem agribisnis serta petani dan pengusaha

3) Usulan pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi

4) Usulan untuk peningkatan sarana dan prasarana umum penunjang kegiatan ekonomi wilayah, dan

5) Usulan peningkatan sarana dan prasarana kesejahteraan sosial.

c. Terkendalinya pembangunan di Daerah baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat;

d. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;

e. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di Wilayah Daerah;

f. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.

Bagian Kedua

Fungsi dan Kedudukan

Pasal 5

Fungsi Master Plan Agropolitan Kuningan adalah :

a. Dasar Pemerintah Daerah dalam penetapan lokasi berkaitan dengan penyusunan program/proyek pembangunan khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang;

b. Dasar perumusan rekomendasi dalam pemanfaatan ruang;

c. Pedoman untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar wilayah dan keserasian antara sektor.

Pasal 6

Kedudukan Master Plan Agropolitan Kuningan adalah :

a. Dasar pertimbangan dalam penyusunan Program Pembangunan Daerah;

b. Dasar dalam penyusunan rencana rinci/detail kawasan;

BAB III

WILAYAH, SUBSTANSI, DAN JANGKA WAKTU RENCANA

Bagian Pertama

Wilayah Rencana

Pasal 7

(1) Lingkup wilayah Master Plan Agropolitan Kuningan adalah Daerah dengan batas yang ditentukan bedasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan seluas 111.857,55 Ha serta wilayah udara.

(2) Batas-batas wilayah adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, sebelah timur dengan Kabupaten Berebes Jawa Tengah, sebelah selatan dengan Kabupaten Ciamis dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka.

Bagian Kedua

Substansi Rencana

Pasal 8

(1) Perencanaan umum pengembangan kawasan agropollitan (makro), meliputi :a. Pembagian distrik pengembangan agropolitan dan Strategi pengembangannya.b. Penyusunan perencanaan implementasi program-program pengembangan agropolitan di setiap distrik serta penyusunan rencana implementasi program secara lebih terinci pada distrik prioritas.(2) Substansi Rencana Agropolitan mencakup rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, rencana sistem sarana dan prasarana dasar agropolitan, rencana sistem kegiatan ekonomi, rencana pengembangan prasarana agropolitan dan sarana ekonomi serta rencana indikasi program pembangunan.

(3) Rencana Tata Ruang wilayah dimaksud ayat (1) meliputi :

a. Rencana Struktur Tata Ruang, meliputi rencana sistem pusat-pusat pelayanan dan sistem jaringan transportasi;

b. Rencana Pola Tata Ruang, meliputi rencana pola tata ruang kawasan lindung dan tata ruang kawasan budidaya;

c. Rencana Sistem Sarana dan Prasarana Wilayah, meliputi rencana Sistem Sarana, Sistem Prasarana Transportasi, Prasarana Pengairan, Sistem Energi, Telekomunikasi dan Sistem Prasarana pengelolaan Lingkungan.

(4) Pemanfaatan Ruang dimaksud ayat (1) meliputi program, kegiatan, tahapan, dan pembiayaan pemanfaatan ruang yang didasarkan atas rencana tata ruang.

(5) Pengendalian Pemanfaatan Ruang dimaksud ayat(1) meliputi kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Bagian Ketiga

Jangka Waktu Rencana

Pasal 9

Jangka waktu Rencana Agropolitan sampai tahun 2014

BAB IV

KEBIJAKAN PERENCANAAN

Bagian pertama

Kebijakan Perencanaan Agropolitan

Pasal 10

Kebijakan perencanaan agropolitan mencakup kebijaksanaan dasar dan kebijaksanaan umum .

Pasal 11

Kebijakan dasar adalah kebijakan yang ditetapkan selaras dengan kebijakan Rencana Strategis Daerah.

Pasal 12

Kebijakan Umum adalah kebijakan yang dilandasi Pola Pengembangan Perencanaan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Daerah.

Pasal 12

Bagian Kedua

BAB V

RENCANA AGROPOLITAN DAN

STRATEGI PENGELOLAAN AGROPOLITAN KUNINGAN

Bagian Pertama

Rencana Agropolitan

1. Membagi Kabupaten Kuningan ke dalam 10 distrik agropolitan, sebagai suatu Commuting dengan radius 5-10 km, dan distrik merupakan satuan tunggal yang terintegrasi, sehingga diperlukan syarat kemudahan bagi masyarakat untuk akses ke pasar dan tempat pelayanan umum, baik di distrik maupun di luar distrik yang bersangkutan. Masing-masing distrik akan berfungsi sebagai susunan wilayah pengembangan bagi distrik itu sendiri maupun bagi distrik lainnya sehingga masing-masing distrik akan saling berinteraksi dan saling melengkapi.

Berdasarkan perhitungan luas wilayah, jenis komoditi, dan kemudahan hubungan maka wilayah Kabupaten Kuningan dibagi dalam 10 distrik, yaitu meliputi :

DistrikCore Bisnis/Komoditi UnggulanWilayah CakupanKeterangan

IPerikananKec. Pasawahan

Kec. Mandirancan

Kec. PancalangMeliputi 37 desa

IISayuran Dataran Tinggi dan sapi perahSebagian kec. Jalaksana

Sebagian kec. Kramatmulya

Sebagian kec. Cigugur

Sebagian kec. darma

Meliputi 25 desa

IIIUbi JalarKec. Cilimus

Sebagian Kec. Jalaksana

Sebagian kec. Kramatmulya

Kec. Cipicung

Kec. Japara

Meliputi 59 desa

IVJagungSebagian Kec. Darma

Kec. Nusaherang

Kec. KadugedeMeliputi 33 desa

VSapi PotongKec. Selajambe

Kec. Ciniru

Kec. Subang

Kec. Hantara

Kec. CilebakMeliputi 43 desa

VISapi PotongKec. Karangkancana

Kec. Ciwaru

Kec. Cibeureum

Kec. CibingbinMeliputi 40 desa

VIISapi Potong Kec. Cidahu

Kec. Cimanggis

Kec. CimahiMeliputi 35 desa

VIIISapi PotongKec. LuragungMeliputi 14 desa

IXSapi PotongKec. Ciawigebang

Kec. Garawangi

Kec. LebakwangiMeliputi 87 desa

XJasa Industri dan PerdaganganKec. Kuningan

Sebagian Kec. CigugurMeliputi 17 desa

2. Pengembangan fasilitas umum yang mampu melayani penduduk agropolitan dengan standar kota yang disesuaikan dengan lingkungan dan ketersediaan anggaran. Memperluas jaringan informasi terjadinya dualisme ekonomi dalam perencanaan dan pelaksanaan program, dengan tujuan memperkecil keretakan sosial, dan menstabilkan pendapatan kota dan desa melalui penyediaan pelayanan bagi investor lokao ataupun dari luar dan memadukan kegiatan pertanian dengan non pertanian di lingkungan masyarakat yang sama. Konsep agropolitan tidak memfokuskan pembangunan ekonomi kepada desa saja atau kepada koa saja, tetapi memperhatikan pentingnya keterkaitan antara desa-kota, karena menu rut konsep ini, pembangunan dapat dicapai dengan baik apabila pengembangan daerah-daerah perkotaan juga mengaitkan pengembangan daerah-daerah pedesaan. Dalam konsep agropolitan fungsi kota lebih dititikberatkan seagai pusat kegiatan non pertanian dan pusat administrasi bukan sebagi pusat peertumbuhan. Karena itu, untuk mencapai pembangunan ekonomi yang baik, kota dan desa harus berperan menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Jika desa dan kota berfugnsi sebagaimana mestinya, maka akan terjadi suatu pergerakan antara desa dan kota berupa :

a. Pergerakan manusia, yaitu tenaga kerja dan pedagang.

b. Pergerakan barang, meliputi hasil pertanian, bahan dasar agroindustri, kerajinan, barang-barang kebutuhan rumah tangga, dll

c. Peregrakan modal, berupa dana investasi dan tabungan.

d. Peregrakan informasi, melalui siaran radio, televisi, surat kabar, telekomunikasi.

3. Mengembangkan jaringan regional untuk merangkai distrik agropolitan menjadi jaringan regional.

4. Menggunakan tenaga kerja yang efektif melalui penempatan agar pembahasan yang tepat dapat penyiapan dan pemberian pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan distrik.

5. Meningkatkan koordinasi pemerintah antar wilayah administrasi dalam satu distrik dan luar distrik untuk dapat mengendalikan pemberian prioritas distrik. Upaya pemulihan ekonomi menuntut adanya suatu strategi baru dimana inisiatif pembangunan daerah tidak lagi digulirkan dari pusat namun justru daerahlah yang sangat berkepentingan untuk menelurkan inisiatif-inisiatif pembangunan. Upaya startegis yang brekaitan dengan pembangunan daerah adalah dengan menekankan pada pembentukan jaringan usaha dan kelembagaan yang secara bersama bertumpu kepada masyarakat melalui suatu forum kemitraan. Dalam forum kemitraan tersebut sektor swasta, kelompok masyarakat madani, dan pemerintah dapat duduk bersama. Dalam forum ini diharapkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam pembangunan daerahnya dapat bersama-sama mengelola strategi pengembangan ekonomi masyarakat serta memutuskan langkah-langkah yang terbaik dalam mentapkan rencana tindak yang telah mereka susun. Upaya pengembangan ekonomi masyarakat di daerah yang berbasis komoditas local.

6. Menyediakan sumber keuangan untuk membangun agropoitan dengan cara :

a. Menanamkan kembali bagian terbesar dari tabungan setempat di tiap distrik, sehingga perlu dikembangkan lembaga keuangan mikro yang dapat mengelola sistem keuangan local.

b. Mencari sumber dana dari pemerintah maupun swasta untuk dikembangkan di wilayah agropolitan.

c. Meningkatkan nilai tukar barang melalui pengembangan agroindustri industri rumah tangga skala kecil dan menengah.

Distrik-distrik Agropolitan

Pasal 21

Rencana penataan distrik-distrik agropolitan, meliputi :

1. Secara sistematik fungsi distrik adalah sebagai unit permukiman, sebagai tempat produksi, wadah untuk berinteraksi secara sosial dan ekonomi dan wahana kerjasama dalam menyusun perencanaan.

2. Komponen-komponen distrik meliputi lahan usaha tani, agroindustri danindustri non pertanian, pust permukiman, tempat-tempat pelayanan umum, pasar, jaringan jalan dan irigasi, kelembagaan dan aparat pemerintahan.

3. Hubungan antar komponen merupakan pengaruh dari keterkaitan sistem dan struktur, pengembangan agribisnis akan membawa hubungan kedepan dan ke belakang. Kemudian setiap distrik mampu menghasilkan semua kebutuhan pengembangan sistem distriknya sehingga memerlukan hubungan dengan distrik lain.

4. Setiap distrik dikembangkan satu komoditas unggulan sebagai core bussines dan komoditas penunjang baik pertanian ataupun non pertanian. Masing-masing komoditas yang dikembangkan berkaitan sama laju antar sistem, sektor dan wilayah.

5. Pengembangan komoditas di masing-masing distrik didukung oleh pengembangan kelembagaan, jaringan informasi, peningkatan kemampuan sumberdaya manusia dan penguatan kelembagaan masyarakat termasuk kelembagaan adat beserta kearifan tradisionalnya, peningkatan kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, karenanya pengkajian tentang iptek harus dibangun.

6. Pembangunan dan pembangunan distrik agropolitan memerlukan upaya peningkatan sistem penyusunan rencana tata ruang, memantapkan pengelolaan pemanfaatan ruang terutama untuk mempertahankan pemanfaatan fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan lindung.

7. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan organisasi penataan ruang di daerah, baik aparat pemerintah daerah, lembaga legislatif maupun lembaga-lembaga dalam masyarakat agar rencana dalam tata ruang ditaati oleh semua pihak secara konsisten.

Peningkatan Ekonomi Wilayah

Pasal 22

Rencana Peningkatan ekonomi wilayah dengan memperhatikan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif masing-masing distrik melalui peningkatan aksesbilitas masyarakat terthadap factor-faktor produksi, peningkatan kemampuan kelembaga ekonomi local dalam menunjang proses kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran serta menciptakan iklim yang mendukung bagi investor di daerah yang menajmin berlangsungnya produktivitas dan kegiatan usaha masyarkat dan peningkatan penyerapan tenaga kerja.

Pasal 23

Rencana peningkatan ekonomi wilayah diarahkan untuk menunjang perluasan kesempatan kerja dan berusaha serta keterkaitan ekonomi antara desa dan antar wilayah yang saling menguntungkan, dimana perlu ditunjang dengan upaya-upaya sbb :

1. Mengembangkan kapasitas kelembagaan ekonmi local dan penyediaan factor produksi;

2. Penyediaan bantuan alih teknologi dan manajemen produksi termasuk pelayanan perbankan yang menjangkau masyarakat; dan pengembangan kemitraan antar pelaku ekonomi dalam kegiatan produksi dan pemasaran;

3. Pengembangan produksi, pengolahan, dan pemasaran komoditas unggulan pertanian, industri dan pariwisata pada sentra-sentra produksi dan kawasan potensi lainnya;

4. Pengembangan prasarana pendukung pada wilayah startegis dan cepat tumbuh termasuk penyediaan tenaga kerja terampil, pemanfaatan teknologi, dan pengembangan jaringan informasi dan komunikasi modern.

5. Penegmbangan jaringan perdagangan dengan pemanfaatan potensi geografis dan kerja sama ekonomi antar dan antara pemerintah, swasta dan masyarakat, serta anatar daerah dan subregional;

6. Pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan peningkatan kehidupan sosial ekonomi kelompok masyarakat dan keluarga miskin secara terpadu.

Sistem Infrastruktur Agropolitan

Pasal 22

Sistem Infrastruktur Agropolitan secara umum terbagi dalam dua aspek, Yaitu :

a. Sistem informasi transportasi; dan

b. Sistem pengairan (sumber daya air dan irigasi)

Pasal 23

Perencanaan agropolitan pada aspek infrastruktur mengacu kepada fungsi dan peranan prasarana, yaitu :

a. Keberadaan infrastruktur harus sesuai dengan fungsi dan peranan yang diemban masing-masing distrik agropolitan.

b. Infrastruktur dapat mengarahkan pembangunan pada distrik/sub distrik yang akan didorong perkembangannya.

c. Penentuan infrastruktur pada distrik/sub distrik yang perlu dikendalikan dibatasi hanya pada lingkup local.

d. Pada distrik/sub distrik yang akan didorong perkembangannya pemenuhan infrastruktur dilakukan tidak hanya lingkup local tetapi juga antar distrik/regional.

e. Penggunaan angkutan umum dan barang bagi publik tersedia dengan mudah.

f. Menyeimbangkan antara permintaan dan penyediaan infrastruktur di masing-masing distrik agropolitan.

g. Keberadaan jaringan irigasi harus mampu menjaga produktivitas lahan.

Distrik Pengembangan Kawasan Agropolitan

Pasal 36

Pembagian distrik Pengembangan kawasan agropolitan di dasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :

a. pergerakan eksternal dan internal kawasan yang mendukung pengembangan wilayah;

b. factor agroklimat yang sesuai untuk pengembangan komoditi unggulan pertanian;

c. Berpotensi untuk pengembangan agribisnis;

d. Daya dukung sarana dan prasarana (ekonomi, fisik dan lembaga pendukung) yang memadai untuk pengembangan agribisnis seperti : pasar(pasar produk pertanian, sarana pertanian, pasar lelang), gudang penampung hasil pertanian, tempat pengolahan hasil pertanian, lembaga keuangan, kelembagaan petani (kelompok tani dan koperasi), jaringan perhubungan (jalan), jaringan irigasi yang optimal, sarana transportasi, listrik, air bersih dan lain.

Pasal 37

Kriteria Penetapan Distrik adalah sbb :

a. Setiap distrik harus memiliki kecamatan yang memiliki infrastruktur yang telah berkembang yang selanjutnya ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan atau kawasan inti;

b. Setiap distrik memiliki potensi local dan karakteristik yang khas yang membedakan dengan distrik lainnya sehingga diharapkan memiliki keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif;

c. Ada hubungan yang saling menguntungkan dan melengkapi antara satu distrik dengan distrik lainnya;

d. Keberadaan distrik tersebut dapat mempercepat pembangunan kawasan atau wilayah minus dan tertinggal serta mengurangi dan merehabilitasi daerah kritis.

Pasal 38

Berasarkan aspek pertimbangan dalam pasal 36 dan 37, maka kabupaten Kuningan dapat dikelompokkan menjadi 4 distrik kawasan pengembangan Agropolitan, dimana pada masing-masing distrik ditetapkan satu pusat primer (kawasan inti) dan pusat sekunder (kawasan pendukung) yang diharapkan dapat menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru sehingga akselerasi pengembangan wilayah lebih cepat terjadi.Keempat distrik tersebut berikut penetapan pusat (primer dan sekunder) dan hinterland (kawasan layanan) nya adalah sebagi berikut :

DistrikKawasan Inti/

Pusat PertumbuhanKawasan PendukungKawasan Layanan

KuninganKuninganKec.KadugedeKec. Darma, Nusaherang, Ciniru, hantara, Selajambe, dan Cigugur

CilimusCilimusKec. JalaksanaKec. Cipicung, Pasawahan, Pancalang, Karamatmulya, Cigandamekar, Japara dan mandiracan

CiawigebangCiawigebangKec. GarawangiKec. Cidahu, kalimanggis, Lebakwangi, dan Sindangagung

LuragungLuragungKec. Ciwaru

Kec. Subang, cibeureum, Karangkancana, maleber, Cilebak, Cibingbin, dan Cimahi

Pengembangan Komoditas Unggulan

Pasal 38

Berdasarkan kesesuaian agroklimat dan keragaan produksi, komoditi-komoditi yang dikembangkan jika alternatif pilihannya adalah bahwa komoditi tersebut harus dikembangkan di sati distrik yangunggul dibandingkan dengan lainnya adalah sebagai berikut :

1. Distrik Kuningan, sangat cocok untuk pengembangan Komoditi Hortikultura (terutama Jagung, kentang, wortel, Bawang daun, cabe, tomat ketimun dan bayam. Untuk Komoditi perkebunan, komoditi yang layak dikembangkan adalah kopi, cengkeh, pala, pinang, lada, jambu mete dan jahe. Sedangkan untuk ternak yang cocok dikembangkan di distrik Kuningan ini adalah sapi perah. Semua jenis ikan darat, di distrik ini dapat dikembangkan dengan baik.

2. Distrik Cilimus akan lebih unggul jika dilakukan pengembangan pada komoditi ubi jalar, bawang merah, petsai, buncis, kangkung, vanili, kapok, melinjo, bamboo, madu, domba, ikan mas, tawes, mujahir, tambak, gurame dan nila.

3. Distrik ciawigebang akan lebih unggul jika dikembangkan komoditi-komoditi sebagai berikut : padi, kacang tanah, ubi kayu, terung, bayam, buncis, lengkuas, kerbau, ayam ras, dan itik.

4. Distrik Luragung akan lebih unggul jika dikembangkan komoditi kedelai, kacang hijau, kacang panjang, kencur, aren, pandan, kemiri, kapolaga, sapi potong, kambing, ayam buras dan kayu.

Komoditi dan Produk Unggulan

Pasal 39

Komoditi dan Produk UnggulanKecamatan

Distrik Kuningan

1. jagungDarma dan cigugur

2. Bawang daunCigugur , Darma

3. Bawang merahHantara

4. KentangCigugur, Darma

5. Salak pondohNusaherang

6. sapi perahCigugur

7. DombaTersebar

8. Ikan masDarma, Cigugur, Kuningan

Distrik Cilimus

9. Minyak atsiriCilimus

10. Pasta ubi jalarCilimus

11. Ubi jalarCilimus, Jalaksana, Pancalang, Cipicung, mandirancan

12. Bawang MerahKramatmulya

13. Bawang daunJalaksana

14. Salak pondohPasawahan

15. Sapi perahCilimus

16. DombaTersebar

17. Ikan GuramePasawahan, Cipicung

18. Ikan nilaKramatmulya, Jalaksana, Cilimus, mandirancan, pasawahan

19. Ikan masPasawahan, Mandirancan, Cilimus, Kramatmulya

Distrik Ciawigebang

20. Bawang gorengGarawangi

21. Sirup jeruk nipisCiawigebang

22. JagungLebakwangi

23. Bawang merahCidahu, Garawangi

24. Sapi potongCidahu

25. DombaTersebar

26. Ikan GurameLebakwangi, Garawangi

27. Ikan NilaGarawangi

Distrik Luragung

28. Tape ketanCibingbin

29. JagungCibingbin

30. Sapi potongCibingbin, Cibeureum, Luragung, Subang, Cilebak

31. DombaTersebar

32. Ikan NilaLuragung

Pasal 40

Komoditi Unggulan , Produk Unggulan dan Produk Potensial

Untuk mengetahui komoditi unggulan masing-masing distrik maka ditetapkan kriteria komoditi unggulan, yaitu :

1. Berpotensi ekspor, baik local distrik, regional dan nasional;

2. Merupakan keunggulan komparatif distrik tersebut;

3. Mempunyai peranan yang besar dalam penyerapan tenaga kerja;

4. Mempunyai keterkaitan dengan industri pengolahan.

Pasal 41

Berdasarkan criteria tersebut pada Pasal 40, maka komoditi unggulan setiap distrik adalah sebagai berikut :

1. Komoditi unggulan di Distrik Kuningan adalah rempah-rempah, ikan dan hortikultura.

2. Komoditi unggulan di Distrik Cilius adalah Ubi jalar, Domba, dan ikan.

3. Komoditi unggulan di Distrik Ciawigebang adalah Bawang Merah, mangga, ubi kayu dan ayam ras.

4. Komoditi unggulan di Distrik Luragung adalah Aren dan sapi potong.

Pasal 42

Untuk mengetahui produk unggulan masing-masing distrik maka ditetapkan kriteria produk unggulan, yaitu :

1. Banyaknya jumlah pelaku usaha yang masuk dalam bisnis produk tersebut;

2. Permintaan terhadap pruduk tinggi;

3. Mempunyai keterkaitan dengan bahan baku yang tersedia di Kabupaten Kuningan dan tidak tergantung pada impor luar Negeri;

4. Dapat dijadikan sebagai citra atau cirri Kabupaten Kuninga;

5. Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya relatif banyak;

6. Memiliki nilai asset dengan persentase terhadap total asset yang tinggi.

Pasal 43

Berdasarkan kriteria tersebut pada Pasal 42, maka produk unggulan setiap distrik adalah sebagai berikut :

1. Produk unggulan di Distrik Kuningan adalah Susu, Kripik dan Kerupuk serta Aneka Kue/Penganan.

2. Produk unggulan di Distrik Cilimus adalah Pasta Ubi Jalar, Minyak Atsiri, Melinjo dan Tepung Gaplek.

3. Produk unggulan di Distrik Ciawigebang adalah Bawang Goreng dan Sirup Jeruk Nipis.

4. Produk unggulan di Distrik Luragung adalah tape Ketan.

Pasal 44

Untuk mengetahui produk potensial masing-masing distrik maka ditetapkan kriteria produk potensial, yaitu :

1. Melimpahnya bahan baku;

2. Memanfaatkan aset-aset pemerintah yang saai ini terbengkalai;

3. Berpotensi untuk ekspor (merupakan keunggulan komparatif).

Pasal 45

Berdasarkan kriteria tersebut pada Pasal 44, maka produk potensial setiap distrik adalah sebagai berikut :

1. Produk yang berpotensi dikembangkan di Distrik Kuningan adalah Tepung dan Mie Ubi Jalar, dan Rempah-rempah/bumbu kering.

2. Produk yang berpotensi dikembangkan di Distrik Cilimus adalah sayuran Kering, Penganan Ubi Jalar dan Madu Asli.

3. Produk yang berpotensi dikembangkan di Distrik Luragung adalah Kapok.

Arahan dan Kebijakan penegmbangan Agropolitan

Pasal 46

Arahan untuk pengembangan agropolitan di Kabupaten Kuningan untuk memacu pembangunan pertanian dan peningkatan pendapatan petani adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan kawasan agropolitan mampu mendorong dan menciptakan iklim perekonomian di Kabupaten Kuningan yang kondusif bagi pembangunan sistem dan usha tani agribisnis.

2. Kebijakan untuk menciptakan iklim perekonomian kondusif tersebut dapat dilakukan melalui instrumen makro ekonomi, baik fiscal maupun moneter serta kebijakan lainnya yang dapat mendorong agar strategi pembangunan sistem dan usahatani agribisnis melalui pengembangan kawasan agropolian dapat diimplementasikan.

3. Pengembangan Kawasan agropolitan mampu mendayagunakan dan mengoptimalkan seluruh sumberdaya melalui peningkatan pemafaatan dan penerapan ipteks serta kerjasama dan kemitraan sinergi antar pelaku pembangunan.

4. Pengembangan agropolitan dapat meningkatkan secara nyata dan terencana serta memacu pemerataan pembangunan infrastruktur di kawasan pedesaan, terutama infrastruktur yang menunjang pelaksanaan pengembangan agropolian serta infrastruktur dasar sepeti untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan sosial lainnya.

5. Pengembangan masing-masing distrik harus senantiasa berorientasi pada kekuatan pasar melalui pemberdayaan masyarakat yang tidak saja diarahkan pada upaya pengembangan usaha budidaya tetapi juga meliputi pengembangan agribisnis hulu (penyediaan sarana pertanian) dan agribisnis hilir (processing dan pemasaran) dan jasa-jasa pendukung.

6. Pengembangan kawasan agropolitan di Setiap distrik diharapkan dapat berfungsi mempercepat pembangunan wilayah/daerah tertinggal serta mengurangi dan sekaligus merehabilitasi daerah/wilayah kritis.

7. Proses pengembangan kawasan agropolitan di kabupaten Kuningan agar diupayakan dapat dilakukan secara berkesinambungan sesuai dengan tahapan.

8. Dalam proses pengembangan kawasan agropolitan, tetap selalu berpedoman kepada menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

KEBIJAKAN POKOK

Kebijakan makro

Pasal 47

Kebijakan-kebijakan makro yang perlu dilakukan adalah :

1. Mendorong terciptanya kelembagaan yang dapat meningkatkan akses petani untuk memanfaatkan skim-skim kredit yang ada.

2. Meningkatkan alokasi anggaran pemerintah baik melalui APBN, APBD Propinsi Jawa Barat, maupun APBD Kabupaten Kuningan untuk pengembangan kawasan-kawasan agropolitan.

3. Memfasilitasi dan menyediakan bantuan permodalan untuk disalurkan kepada usaha agribisnis.

4. Mengupayakan agar perbankan dapat memberlakukan suku bunga yang lebih rendah untuk usaha agribisnis.

5. Memperluas dan memberdayakan lembaga keuangan daerah/local yang beroperasi di sentra-sentra produksi pertanian (BMT, BPR, dsb).

6. Mendorong agar terjadi peningkatan investasi yang lebih menggairahkan pertumbuhan ekonomi di kabupaten Kuningan, baik di sektor pertanian, maupun non pertanian.

7. Memberikan keringanan pajak bagi investor dalam bidang agribisnis.

Kebijakan mikro

Pasal 48

1. Kebijakan-kebijakan mikro untuk Sub Sistem Hulu Agribisnis yang perlu dilakukan adalah :

a. Mendorong dan memberikan insentif terhadap investor, industri, kelompok usaha masyarakat, atau petani local agar mampu mengahsilkan input-input atau sarana pertanian buatan local berkualitas yang berkandung komponen local tinggi agar tidak selalui tergantung pada inpur-inpur dari luar.

b. Memberikan berbagai kemudahan terhadap industri sarana produksi pertanian dalam Negeri.

c. Melakukan pengawasan yang ketat terhadap peredaran pupuk/pestisida dan obat-obatan palsu.

d. Mendorong dan menfasilitasi agar mekanisasi pertanian tepat guna dan tepat usaha dapat segera lebih berperan dalam meningkatkan produktivitas, efektiviatas, dan efisiensi sekotr pertanian.

2. Kebijakan-kebijakan mikro untuk Sub Sistem Budidaya Pertanian yang perlu dilakukan adalah :

a. Mengupayakan intensifikasi pertanian melalui peningkatan produktiviatas lahan pertanian di seluruh distrik agropolitan.

b. Mencegah terjadinya alih fungsi dn fragmentasi lahan pertanian, terutama pada lahan pertanian yang subur serta lahan pertanian pada daerah tangkapan air.

c. Mendorong, memfasilitasi, dan mengembangkan serta meningkatkan pemanfaatan dan penerapan eptek untuk peningkatan penguasaan dan teknik bididaya pertanian.

d. Mendorong dan memfasilitasi terbangunnya model-model pengelolaan pertanian maju, unggul, atau terpadu yang dapat menjadi percontohan dan motor dalam gerakan intensifikasi pertanian di seluruh kawasan (distrik) agropolitan.

e. Mendorong, memfasilitasi dan melakukan upaya pemberdayaan petani dan nelayan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dalam rangka mendukung intensifikasi pertanian di seluruh distrik agropolitan.

f. Mendorong agar mengoptimalkan penggunaan lahan tidur.

g. Memperketat aturan penggunaan lahan yang berpotensi menjadi lahan kritis.

h. Mendorong tersusunnya rekomendasi pemupukan yang tepat bagi seluruh kawasan pengembangan agribisnis agar penggunaan pupuk oleh petani optimum.

i. Menyelesaikan konflik dan melalkukan penataan ulang serta mempertegas staus kepemilikan lahan.

j. Menyediakan saluran dan media informasi teknologi pertanian yang mudah diakses petani.

3. Kebijakan-kebijakan mikro untuk Sub Sistem Budidaya Pertanian yang perlu dilakukan adalah :

a. Mendorong, emmfasilitasi, dan mengembangkan serta meningkatkan pemanfaatan dan penerapan iptek untuk peningkatan manajemen pasca panen,

b. Memberikan perhatian dan prioritas pada pembangunan sektor industri kepada industri

Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 45

Jaringan jalan alteri primer dimaksud ayat (1) Pasal 21 adalah ruas jalan Cirebon, Kuningan, Cikijing, Ciamis.

Pasal 46

Jaringan jalan kolektor primer dimaksud ayat (1) Pasal 21, adalah :

a. Ruas jalan Cirebon-Cilimus-Kuningan-Ciawigebang-Ciledug.

b. Ruas jalan Kuningan-Kadugede-Darma-Cikijing.

c. Ruas jalan Kuningan-Luragung-Cibingbin-Brebes.

d. Ruas jalan Mandirancan-Caracas-Lemahabang-Cirebon.

e. Ruas jalan Darma-Selajambe-Subang-Ciwaru-Luragung-Cidahu.

Pasal 47

Jaringan jalan local primer dimaksud ayat (1) pasal 21 adalah :

a. Ruas Jalan Jalaksana-Cipicung-Ciawigebang.

b. Ruas Jalan Kuningan-Garawangi.

c. Ruas Jalan Kadugede-Ciniru-Garawangi.

d. Ruas Jalan Bojong-Linggajati-Setianegara-Kahiangan.

e. Ruas Jalan Bojong-Babakanjati.

f. Ruas Jalan Manis Kidul/Jalaksana-Cilantara-Kramatmulya.

g. Ruas Jalan Cipicung/Ciawigebang-Padarema-Ciawigebang.

h. Ruas Jalan Kalimanggis-Cihirup/Cidahu.

i. Ruas Jalan Cidahu-Cimahi Magamukti/Luragung.

j. Ruas Jalan Ciawaru-Karangkancana-Cibeureum/Cibingbin.

k. Ruas Jalan Karangkancana/Cikaduwetan/Luragung.

l. Ruas Jalan Lebakwngi-Maleber-Garawangi.

m. Ruas Jalan Lebakwangi-Mekarsari-Cipakem/Lebakwangi.

n. Ruas jalan Ciniru/Pasiragung

o. Ruas Jalan Kadugede-Ciherang-Darma

p. Ruas Jalan Kuningan-Cigugur-Cirendang

Pasal 48

Jaringan jalan sekunder dimaksud ayat (2) Pasal 21, mencakup seluruh jaringan jalan dalam kota baik yang memiliki fungsi primer maupun sekunder yang ada di Daerah.

Bagian Kedua

Pola Tata Ruang

Paragraf 1

Kawasan Lindung

Pasal 49

(1) Pada kawasan lindung di dalam kawasan hutan hanya diperbolehkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.

(2) Kegiatan budidaya yang berada pada kawasan lindung, maka fungsinya dikembalikan secara bertahap sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku, sedangkan untuk kegiatan-kegiatan baru yang dapat mengganggu fungsi lindung perlu dibatasi.

Pasal 50

(1) Dalam rangka menjamin terselenggaranya pemanfaatan ruang di kawasan lindung secara seimbang dan berkeadilan didukung oleh pembagian peran antar pelaku dan pembiayaan yang bersumber dari anggaran pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2

Kawasan Budidaya

Pasal 51

Untuk mempertahankan lahan sawah terutama yang beririgasi teknis, program pengembangannya adalah sebagai berikut :

a. Pengukuhan kawasan pertanian lahan basah khususnya lahan sawah beririgasi teknis;

b. Peningkatan pelayanan infrastruktur pertanian untuk mempertahankan keberadaan fungsi lahan sawah beririgasi teknis;

c. Mengendalikan alih fungsi lahan sawah.

Pasal 52

(1) Pengukuhan kawasan pertanian lahan basah khususnya lahan sawah beririgasi teknis dimaksud huruf a Pasal 52 dilakukan melalui kegiatan pemetaan dan penetapan lahan sawah beririgasi teknis.

(2) Peningkatan pelayanan infrastruktur pertanian untuk mempertahankan keberadaan fungsi lahan sawah beririgasi teknis dimaksud huruf b Pasal 51 diprioritaskan melalui kegiatan peningkatan jaringan irigasi, baik pada irigasi primer, sekunder dan tersier, termasuk irigasi desa.

(3) Pengendalian alih fungsi lahan sawah dimaksud huruf c Pasal 51 dilakukan melalui mekanisme perizinan pemanfaatan ruang.

Pasal 53

Memperthankan lahan sawah dimaksud Pasal 51 pelaksanaannya dilakukan sejak awal tahun perencanaan.

Pasal 54

(1) Dalam rangka mempertahankan kawasan sawah khususnya yang beririgasi teknis, didukung oleh pembiayaan yang bersumber dari anggaran pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 55

Untuk mewujudkan rencana sistem sarana pendidikan dimaksud Pasal 34, dikembangkan melalui peningkatan kapasitas jumlah sarana pendidikan yang didasarkan pada jumlah penduduk.

Pasal 56

Untuk mewujudkan rencana sistem sarana kesehatan dimaksud Pasal 34, dikembangkan melalui peningkatan kapasitas RSU, Puskesmas dan puskesmas pembantu.

Pasal 57

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana transportasi dimaksud Pasal 35, dikembangkan prasarana transportasi jalan raya melalui pengembangan jalan, terminal, angkutan umum dan sistem jaringan jalan.

Pasal 58

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana pengairan dimaksud Pasal 35, dikembangkan prasarana jaringan irigasi berupa perluasan cakupan pelayanan jaringan dan perbaikan prasarana yang rusak atau kurang berfungsi.

Pasal 59

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana energi dimaksud Pasal 35, dikembangkan melalui pelaksanaan program listrik masuk desa.

Pasal 60

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana telekomunikasi dimaksud Pasal 35, dikembangkan melalui perbaikan jaringan baru pada daerah yang belum terlayani dan penambahan sambungan konsumen pada daerah yang telah memiliki jaringan.

Pasal 61

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana pengelolaan lingkungan dimaksud Pasal 35, dikembangkan melalui peningkatan pengelolaan air bersih, air limbah persampahan dan drainase

BAB VII

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Pertama

Umum

Pasal 62

Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Pasal 63

(1) Tugas dan tanggungjawab pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Bupati.

(2) Untuk melakukan pengendalian pemanfaatan ruang dimaksud ayat (1), Bupati membentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

Pasal 64

(1) Komposisi keanggotaan Badan koordinasi dimaksud Pasal 63 ayat (2) terdiri dari:

a. Penanggungjawab: Bupati

b. Ketua

: Wakil Bupati

c. Ketua Harian

: Sekretaris Daerah

d. Sekretaris

: Kepala Bapeda

e. Waki Sekretaris: Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya

f. Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan potensi Daerah

(2) Badan Koordinasi dimaksud ayat (1) dapat membentuk Sekretariat, Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang dan Kelompok Kerja Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 65

(1) Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah melakukan pengawasan pemanfaatan ruang yang berhubungan dengan program, kegiatan pembangunan, dan pemberian izin pemanfaatan ruang.

(2) Hasli pengawasan dimaksud ayat (1), dilaporkan kepada Bupati secara priodik setiap 6 (enam) bulan dengan tembusan kepada DPRD, atau sewaktu-waktu apabila dipandang perlu.

Bagian Ketiga

Penertiban

Pasal 66

(1) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dimaksud Pasal 62, dilakukan berdasarkan laporan perkembangan pemanfaatan ruang hasil pengawasan.

(2) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan oleh aparat pemerintah Daerah yang ditugaskan oleh Bupati.

(3) Bentuk penertiban dimaksud ayat (2) berupa pemberian sanksi yang terdiri dari sanksi administratif dan sanksi pidana.

BAB VIII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 67

(1) Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan dilakukan melalui pemberian informasi berupa data, bantuan pemikiran dan keberatan, yang disampaikan dalam bentuk dialog angket, internet dan melalui media lainnya baik langsung maupun tidak langsung.

(2) Peran serta masyarakat dalam proses pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRW meliputi:

a. Pemanfaatan ruang daratan, ruang air, dan ruang udara berdasarkan RTRW yang telah ditetapkan.

b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah.

c. Bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang.

(3) Peran serta masyarakat dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui:

a. Pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dan pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang.

b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang.

Pasal 68

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak:

a. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

b. Mengetahui isi RTRW.

c. Mendapat manfaat dari hasil penataan ruang.

Pasal 69

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang dimaksud huruf b Pasal 68, masyarakat dapat mengetahui RTRW melalui program sosialisasi atau pemasayarakatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Sosialisasi atau pemasyarakatan dimaskud ayat (1) dapat dilakukan melalui Pengumuman atau penyebarluasan dan penyuluhan hukum.

Pasal 70

(1) Untuk mendapatkan manfaat dari hasil penataan ruang dimaksud huruf c Pasal 68 pelaksanaannya dilkukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Untuk memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang terkandung didalamnya dimaksud ayat (1), berupa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemillikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.

Pasal 71

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah masyarakat harus :

a. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;

b. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

c. Mentaati RTRW yang telah ditetapkan.

Pasal 72

(1) Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penataan ruang dimaksud Pasal 71 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekan masyarakat secara turun temurun dapt diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dpat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras dan seimbang.

BAB IX

PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Pasal 73

(1) RTRW yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali pada Tahun 2008 dan Tahun 2013.

(2) Hasil peninjauan kembali dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 74

Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka :

a. Kegiatan budidaya yang telah ditetapkan sebelumnya dan berada di kawasan lindung dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung.

b. Kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup

c. Ijin pemanfaatan ruang baik yang berada di kawasan lindung maupun di kawasan budidaya yang telh diberikan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 75

Rincian selengkapnya RTRW dimaksud pasal 9 sebagaimana tercantum dalam naskah RTRW yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 76

Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1994 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabuapten Kuningan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Pasal 77

Keputusan Bupati untuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini paling lama dalam waktu 6 (enam) bulan harus sudah diterbitkan.

Pasal 78

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.

Ditetapkan di Kuningan

Pada tanggal

BUPATI KUNINGAN

AANG HAMID SUGANDA

Diundangkan di Kuningan

Pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN KUNINGAN

AMAN SURYAMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2004 NOMOR SERI

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN

NOMOR :

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KUNINGAN

SAMPAI DENGAN TAHUN 2013

I. UMUM

Sesuai dengan penjelasan umum undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dinyatakan bahwa, penataan ruang wilayah Nasional, Propinsi dan Kabupaten / Kota dilakukan secara terpadu dan tidak dipisah-pisahkan. Penataan ruang Kabupaten disamping melalui ruang daratan juga mencakup ruang air dan ruang udara sampai batas tertentu yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Ruang merupakan suatu wadah atau tempat sebagai masnusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola. Ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.

Ruang sebagai salah satu sumber daya alam tidak mengenal batas wilayah. Berkaitan dengan pengaturannya diperlukan kejelasan batas, fungsi dan sistemnya dalam satu ketentuan.

Wilayah Daerah meliputi daratan, air dan udara, terdiri dari wilayah Kecamatan yang masing-masing merupakan suatu subsistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Penataan ruang Daerah adalah proses perencaan Tata Ruang, Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka mengoptimalisasikan dan mensenergikan pemanfaatan sumber daya Daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Penataan Ruang Daerah yang didasarkan pada karaktersitik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem yang berarti juga meningkatkan daya tampunya. Oleh karena itu pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lainnya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan dan pengaturan ruang yangmembutuhkan dikembangkannya sustu kebijakan penataan ruang Daerah yang memadukan berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang.

Sejalan dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan di Daerah baik di tingkat Kabupaten sampai dengan ketingkat Daerah dibawahnya harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang, agar dalam pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan substansi Rencana Tata Ruang yang telah disepakati.

Ketentuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan yang berlaku saat ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1994, diproyeksikan untuk kurun waktu sampai dengan tahun 2003.

Dengan demikian, sehubungan dengan telah habis masa berlakunya Pengaturan Rencana Tata RuangWilayah dimakksud, perlu disusun kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan untuk kurun waktu 10 Tahun kedepan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal ini menjelaskan arti beberapa istilah yang digunakan dalam Peraturan Daerah ini dengan maksud untuk menyamakan pengertian tentang istilah-istilah itu, sehingga dengan demikian dapat dihindari kesalahpahaman dalam menafsirkannya.

Pasal 2

Cukup Jelas

Pasal 3

Cukup Jelas

Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 5

Cukup Jelas

Pasal 6

Cukup Jelas

Pasal 7

Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup Jelas

Pasal 9

Cukup Jelas

Pasal 10

Cukup Jelas

Pasal 11

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2)

Peninjauan kembali RTRW secara berkala dapat dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali.

Peninjauan kembali RTRW yang disesuaikan dengan kebutuhan, dimaksudkan untuk melakukan peninjauan kembali guna mengakomodir aktifitas pembangunan yang bersifat mendesak baik dalam rangka memenuhi perkembangan kebutuhan Pemerintah maupun masyarakat yang tidak dapat dihindari, meskipun masa berlakunya RTRW masih kurang dari 5 (lima) tahun.

Ayat (3) Cukup Jelas

Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 12

Cukup Jelas

Pasal 13

Cukup Jelas

Pasal 14

Cukup Jelas

Pasal 15

Cukup Jelas

Pasal 16

Cukup Jelas

Pasal 17

Cukup Jelas

Pasal 18

Cukup Jelas

Pasal 19

Cukup Jelas

Pasal 20

Cukup Jelas

Pasal 21

Cukup Jelas

Pasal 22

Cukup Jelas

Pasal 23

Cukup Jelas

Pasal 24

Cukup Jelas

Pasal 25

Cukup Jelas

Pasal 26

Cukup Jelas

Pasal 27

Cukup Jelas

Pasal 28

Cukup Jelas

Pasal 29

Cukup Jelas

Pasal 30

Cukup Jelas

Pasal 31

Cukup Jelas

Pasal 32

Cukup Jelas

Pasal 33

Cukup Jelas

Pasal 34

Cukup Jelas

Pasal 35

Cukup Jelas

Pasal 36

Cukup Jelas

Pasal 37

Cukup Jelas

Pasal 38

Cukup Jelas

Pasal 39

Cukup Jelas

Pasal 40

Cukup Jelas

Pasal 41

Cukup Jelas

Pasal 42

Cukup Jelas

Pasal 43

Cukup Jelas

Pasal 44

Cukup Jelas

Pasal 45

Cukup Jelas

Pasal 46

Cukup Jelas

Pasal 47

Cukup Jelas

Pasal 48

Cukup Jelas

Pasal 49

Cukup Jelas

Pasal 50

Cukup Jelas

Pasal 51

Cukup Jelas

Pasal 52

Cukup Jelas

Pasal 53

Cukup Jelas

Pasal 54

Cukup Jelas

Pasal 55

Cukup Jelas

Pasal 56

Cukup Jelas

Pasal 57

Cukup Jelas

Pasal 58

Cukup Jelas

Pasal 59

Cukup Jelas

Pasal 60

Cukup Jelas

Pasal 61

Cukup Jelas

Pasal 62

Cukup Jelas

Pasal 63

Cukup Jelas

Pasal 64

Cukup Jelas

Pasal 64

Cukup Jelas

Pasal 66

Cukup Jelas

Pasal 67

Cukup Jelas

Pasal 68

Cukup Jelas

Pasal 69

Cukup Jelas

Pasal 70

Cukup Jelas

Pasal 71

Cukup Jelas

Pasal 72

Cukup Jelas

Pasal 73

Cukup Jelas

Pasal 74

Cukup Jelas

Pasal 75

Cukup Jelas

Pasal 76

Cukup Jelas

Pasal 77

Cukup Jelas

Pasal 78

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR

PAGE 30